psikologi umum dan perkembangan - rekonstruksi islami untuk psikologi

12
1 BAHAN AJAR KULIAH PSIKOLOGI UMUM DAN PERKEMBANGAN SABTU, 04 APRIL 2015 MUHAMAD PRIYATNA NIK. 207 006 015 NIDN. 21 160278 01 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PAI REKONSTRUKSI ISLAMI UNTUK PSIKOLOGI A. Definisi Psikologi Islam. Sebagai suatu ilmu yang masih dalam proses pembangunan, psikologi Islam diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pembentukan pribadi manusia ideal (insan kamil). Adapun beberepa definisi Psikologi dirumuskan oleh beberapa pakar Psikologi sebagai berikut: Djamaluddin Ancok mendefinisikan Psikologi Islam sebagai ilmu yang berbicara tentang manusia, terutama masalah kepribadian manusia, yang bersifat Filsafat, teori, metodologi, dan pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal Islam (Al-Qur‟an dan Hadits) dan akal, indera serta intuisi. 1 Hanna Djumhana Bustaman mendefinisikan Psikologi Islam sebagai corak psikologi berdasarkan citra manusia menurut ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam keruhaniaan, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan. 2 G.A.Miller mendefinisikan Psikologi Islam Sebagai suatu ilmu Psikologi yang tidak hanya menguraikan, memprediksi dan mengendalikan tingkah laku manusia. Psikologi Islam mempunyai tujuan menampatkan pijakan agama Islam sebagai Pijakan ilmu dan Psikologi Islam harus mampu merumuskan asas-asas kejiawaan dari Sumber Agama Islam. 3 1 Dr.Achmad Mubarok, MA. Psikologi Dakwah, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997, Cet.IV, hal.42 2 Hanna Djumhana Bastaman, Makalah Psikologi Islami, What is Name, Makalah disampaikan pada symposium Nasional Psikologi Islam, 1994, di Fakultas Psikologi Univ.Muhammadiyah Surakarta 3 Dr.Achmad Mubarok, MA, ibid hal.43

Upload: haristian-sahroni-putra

Post on 15-Apr-2017

163 views

Category:

Education


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Psikologi Umum dan Perkembangan - Rekonstruksi Islami untuk Psikologi

1

BAHAN AJAR

KULIAH PSIKOLOGI UMUM DAN PERKEMBANGAN

SABTU, 04 APRIL 2015

MUHAMAD PRIYATNA

NIK. 207 006 015

NIDN. 21 160278 01

JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PAI

REKONSTRUKSI ISLAMI UNTUK PSIKOLOGI

A. Definisi Psikologi Islam.

Sebagai suatu ilmu yang masih dalam proses pembangunan, psikologi Islam diharapkan dapat

memberikan kontribusi positif bagi pembentukan pribadi manusia ideal (insan kamil). Adapun

beberepa definisi Psikologi dirumuskan oleh beberapa pakar Psikologi sebagai berikut:

Djamaluddin Ancok mendefinisikan Psikologi Islam sebagai ilmu yang berbicara tentang

manusia, terutama masalah kepribadian manusia, yang bersifat Filsafat, teori, metodologi, dan

pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal Islam (Al-Qur‟an dan Hadits)

dan akal, indera serta intuisi.1

Hanna Djumhana Bustaman mendefinisikan Psikologi Islam sebagai corak psikologi

berdasarkan citra manusia menurut ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola

perilaku manusia sebagai pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan

alam keruhaniaan, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas

keberagamaan.2

G.A.Miller mendefinisikan Psikologi Islam Sebagai suatu ilmu Psikologi yang tidak hanya

menguraikan, memprediksi dan mengendalikan tingkah laku manusia. Psikologi Islam

mempunyai tujuan menampatkan pijakan agama Islam sebagai Pijakan ilmu dan Psikologi

Islam harus mampu merumuskan asas-asas kejiawaan dari Sumber Agama Islam.3

1 Dr.Achmad Mubarok, MA. Psikologi Dakwah, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997, Cet.IV, hal.42

2 Hanna Djumhana Bastaman, Makalah Psikologi Islami, What is Name, Makalah disampaikan pada

symposium Nasional Psikologi Islam, 1994, di Fakultas Psikologi Univ.Muhammadiyah Surakarta

3 Dr.Achmad Mubarok, MA, ibid hal.43

Page 2: Psikologi Umum dan Perkembangan - Rekonstruksi Islami untuk Psikologi

2

Dari beberapa pendapat diatas Psikologi Islam dapat disimpulkan dan didefinisikan sebagai

suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku, karakter, pola interaksi manusia yang bersumber

dari Al-Qur‟an dan Hadits dan dibangun berdasarkan metode Ilmiah.

B. Sejarah Psikologi Islam

Kajian Psikologi Islam mulai dilakukan sekitar 1950 di Barat oleh mahasiswa muslim

yang studi di Barat. Tahapan kajian itu melalui:

Kekaguman mahasiswa Muslim terhadap ilmu Psikologi yang tumbuh dan berkembang pesat

di barat.

Mencocokkan teori-teori Psikologi dengan Konsep Al-Qur‟an

Mengkritisi teori-teori Psikologi barat

Menawarkan paradigma baru Psikologi Islam.

Ketika muncul gerakan Islamisasi Ilmu, tiga ilmu keislaman dimulai secara

bersamaan , yaitu Ekonomi Islam, Psikologi Islam dan Sosiologi Islam. Ekonomi Islam

berjalan lebih cepat karena mempunyai media,yaitu Bank Islam atau Bank Syari`ah.4

Sedangkan menurut Dr. Malik B. Badri, ada tiga fase perkembangan sikap Psikolog

muslim terhadap Psikologi modern yang berasal dari Barat yaitu5 :

Fase Infantuasi

Fase pertama mahasiswa muslim tergila-gila kepada teori psikologi barat yang memikat.

Mereka mengikuti sepenuhnya teori-teori psikologi modern tanpa kritik.

Fase Rekonsiliasi

Fase kedua mahasiswa muslim mulai mencocok-cocokkan apa yang ada dalam teori psikologi

dengan apa yang ada dalam Al-Qur‟an. Mereka beranggapan bahwa apa yang ada dalam Al-

Qur‟an tidak bertentangan dengan teori-teori psikologi barat.

Fase Emansipasi

Fase terakhir dimana mahasiswa muslim semakin bersifat kritis terhadap pandangan-

pandangan psikologi barat dan mengalihkan perhatianya kepada Al-Qur‟an dan Hadits.

C. Perbandingan Psikologi Barat dan Psikologi Islam.

Dalam Psikologi Barat, psikologi bekerja mengurai tentang tingkah laku,

memprediksi dan mengendalikan tingkah laku yang bersifat horizontal. Sementara dalam

Islam Psikologi berbicara bagaimana mengubah tingkah laku menjadi baik dan bagaimana

jiwa dekat dengan Tuhan.

4 Sumber http://mubarok-institute.blogspot.com diunduh pada tanggal 17/03/2014 jam 17.03 Wib.

5 Dr.Achmad Mubarok, MA, ibid hal.37

Page 3: Psikologi Umum dan Perkembangan - Rekonstruksi Islami untuk Psikologi

3

Psikologi Barat berbicara tentang perilaku yang Indrawi (bisa terlihat wujudnya),

Psikologi Islam berbicara tentang manusia seutuhnya (ideal) dengan mengembangkan

potensi-potensi kemanusiaan yang dimiliki.

Perbedaan lain antara keduanya adalah pada ranah Metodologi. Psikologi Barat

adalah hasil renungan dan eksperimen laboratorium, sedangkan psikologi Islam, sumber

informasi utamanya adalah Alquran, Hadis , filsafat dan tasawuf untuk kemudian dijadikan

barometer penghayatan dan pengalaman kejiwaan, serta eksperimentasi laboratorium sebagai

upaya verifikasi, klasifikasi dan perbandingan seperti yang dilakukan para psikolog Barat.6

D. Konsep Psikologi Islam.

Psikologi merupakan produk dari renungan, pengalaman,penelitian dan laboratorium.

Sedangkan Psikologi Islam bersumber dari manual manusia, yaitu sesuai dengan Al-Qur‟an

dan diperjelas dengan hadis, ditambah pengalaman dan (masih sedikit) penelitian.

Konsep Psikologi Barat lebih bersifat trial and error karena memang produk fikiran,

sedangkan konsep Psikologi Islam berbasis keyakinan atas kebenaran wahyu.

Meski demikian, banyak sekali mutiara ilmu dalam Psikologi Barat ,oleh karena itu

Teori Psikologi Barat bisa digunakan sebagai alat bantu dalam menggali konsep Psikologi

Islam dari Al-Qur‟an.

Dasar dari konsep Psikologi Islam adalah konsep manusia. Ada perbedaan mendasar

antara konsep manusia menurut Psikologi dengan konsep manusia menurut al Qur‟an.

Manusia menurut teori psikologi barat adalah homo volens (dikendalikan dari

dalam), homo mechanicus (dikendalikan dari luar) , homo sapens (makhluk berfikir) dan

homo ludens (makhluk yang mengerti makna hidup).

Menurut Al Qur`an manusia adalah hamba Allah (`abdulloh) sekaligus khalifatullah

(wakil Tuhan), memiliki dimensi sangat kecil (hamba) dan dimensi sangat besar (wakil`

Tuhan).

Banyak sekali statemens psikologis dalam al Qur‟an dan hadis, tetapi sayang belum

`di persepsi dengan perspektip psikologi , karena para ulama memang tidak memiliki

perspektif psikologi.

Contoh hadis yang menyatakan. : Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga

bagi orang kafir (addunya sijnul mu’minin wa jannatulkafirin).Ulama lebih memahaminya

sebagai hadis tasauf, padahal ia adalah hadis psikologi.7

6 Sumber http://psi-islami.blogspot.com/2006/06/arah-dan-tantangan-psikologi-islam.html. diunduh

pada tanggal 17/03/2014 jam 17.52 WIB

7 Prof.Dr. Ahmad Mubarok, M.A, Rekonstruksi Syar'iy Dalam Ilmu Psikologi, Disampaikan dalam

Kajian Ilmiah Psikologi Islami yang diselenggarakan Fakultas Psikologi UI, 21Desember 2008. Sumber

http://mubarok-institute.blogspot.com diunduh pada tanggal 17/03/2014 jam 17.30 Wib

Page 4: Psikologi Umum dan Perkembangan - Rekonstruksi Islami untuk Psikologi

4

E. Kondisi Psikologi manusia dalam Al-Qur’an

Manusia dalam Al-Qur‟an disebut dengan nama basyar dan insan .8 Kata basyar

diambil dari kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari

akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia disebut dengan basyar

karena fisiknya tampak nyata dan berbeda dengan makhluk yang lain.

Kata insan digunakan dalam Al-Qur‟an untuk menunjuk kepada manusia dengan

seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain,

akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan9.

Kajian Psikologi Islam menitik beratkan pada kejiwaan manusia yang disebut dengan

insan, adapun permasalahan kejiwaan manusia yang disebutkan dalam Al-Qur‟an

diantaranya10

:

Penyakit hati, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Baqoroh ayat 10

Perasaan takut, seperti yang tersebut di dalam QS. Ali Imron ayat 151

Getaran, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Anfal ayat 2

Kedamaian, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Fath ayat 4

Keberanian, seperti yang tersebut di dalam QS. Ali Imron ayat 126

Cinta dan kasih sayang, seperti yang tersebut di dalam QS. Al Hadid ayat 27

Kebaikan, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Anfal ayat 70

Iman, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Hujurat ayat 14

Kedengkian, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Hasyr ayat 10

Kufur, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Baqoroh ayat 93

Kesesatan, seperti yang tersebut di dalam QS. Ali Imron ayat 7

Penyesalan, seperti yang tersebut di dalam QS. Ali Imron ayat 156

Panas hati, seperti yang tersebut di dalam QS. At-Taubah ayat 15

Keraguan, seperti yang tersebut di dalam QS. At-Taubah ayat 45

Kemunafikan, seperti yang tersebut di dalam QS. At-Taubah ayat 77

Kesombongan, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Fath ayat 26

Jika ruang lingkup Psikologi barat terbatas pada tiga dimensi : Fisik-biologi, kejiwaan

dan sosiokultural, maka ruang lingkup Psikologi Islam disamping tiga hal tersebut juga

mencakup dimensi kerohaniaan, dimensi spiritual, suatu wilayah yang tak pernah disentuh

psikologi barat karena perbedaan pijakan.

8 Azharuddin Sahil, Indeks Al-Qur’an Panduan mencari ayat Al-Qur’an berdasarkan kata dasarnya,

Bandung : Mizan. 1994, Cet II, hal 230

9 Prof.Dr.M. Quraish Shihab, M.A, Wawasan Al-Qur‟an, Jakarta: Mizan, 1996, Cet. XI, hal. 280

10

Dr.Achmad Mubarok, MA, ibid hal. 46

Page 5: Psikologi Umum dan Perkembangan - Rekonstruksi Islami untuk Psikologi

5

F. Rekonstruksi Psikologi Islam.

Jika gagasan membangun (rekonstruksi) Psikologi Islam dapat disebut sebagai

Islamisasi Psikologi, maka kondisi saat ini sifatnya masih sangat awal. Untuk mewujudkan

gagasan tersebut, maka disusunlah beberapa agenda kerja sebagai berikut11

;

Pembentukan kelompok kerja atau konsorsium Psikologi Islam yang terdiri dari para

Psikolog dan ulama ahli Tafsir, hukum dan tasauf.

Inventarisasi dan pengumpulan literature psikologi yang relevan.

Menggalakkan penerbitan berkala (jurnal psikologi), termasuk kliping artikel-artikel

psikologi.

Pendirian Fakultas psikologi Islam di lingkungan Perguruan Tinggi Islam.

Menggalakkna penelitian social yang berkaitan dengan terapi psikologi di lingkungan

kaum muslimin.

Mendirikan klinik-klinik Psikologi khususnya untuk membantu masyarakat dalam bidang

kesehatan mental.

Mengembangkan klinik Bimbingan dan Konseling Agama.

G. Proyek Rekonstruksi Islami bagi Ilmu Pengetahuan dalam Lingkup Umum

Hanna Djumhana Bastaman, menjelaskan bahwa psikologi Islam adalah sebuah psikolgi yang

memiliki karakteristik dan identitas yang semuanya bermuara pada nilai-nilai Islam.1

Bahwa psikologi Islam merupakan salah satu dari kajian masalah-masalah ke-Islaman. Ia

memiliki kedudukan yang sama dalam kedudukan ilmu ke-Islaman yang lain. Seperti: ekonomi Islam,

Sosiologi Islam, Politik Islam, Kebudayaan Islam, dan sebagainya. Artinya, psikologi yang di bangun

bercorak atau memiliki pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam Islam,

sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi kontemporer

pada umumnya.

Setiap peradaban memiliki pandangan tersendiri terhadap alam semesta yang melingkupinya.

Pandangan inilah yang akan mengarahkannya pada setiap gerak dan dinamikanya. Pandangan

persepsi kita pada alam merupakan salah satu yang penting. Kita akan menyadari hal ini sampai kita

mencarii alternatif pandangan lain, baik melakukan komparasi dengan peradaban lain, dengan

menganalisis hadirnya suatu masa yang asing maupun ketika memang pandangan itu sudah saatnya

berubah.2

Rekonstruksi Islami pada kajian psikologi hanyalah bagian kecil dari rekonstruksi peradaban

besar di mana pemkiran Islam modern akan bangkit dan merealisasikan apa yang di sebut Islamisasi

ilmu pengetahuuan.

11 Dr.Achmad Mubarok, MA, ibid hal. 50

Page 6: Psikologi Umum dan Perkembangan - Rekonstruksi Islami untuk Psikologi

6

Memang, kita masih dalam tahap rekonstruksi. Kita masih membahas dan menentukan

alternatif Islami dalam kajian psikologi, sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu sastra dan banyak lainnya.

Semuanya membutuhkan definisi syar „i dan ini adalah tugas penting pemikir Islam untuk bisa

menentukannya pada masa-masa transisi ini.

Kemajuan yang terjadi pada negara-negara maju bukan hanya karena perkembangan ilmu

alam saja, ilmu-ilmu humaniora pun turut memberikan kontribusinya dalam kemajuan tersebut. Suatu

peradaban tidak berinteraksi dengan materi saja, namun juga dengan segala problematika manusia.

Itulah mengapa sebabnya mengapa (ilmu alam dan ilmu humaniora) menempati posisi terpenting

dalam proyek kita dan menjadi satu syarat penting dalam merealisasikan tujuan kita.

Korelasi yang mengikat antara pemikir Islam dengan proyek rekonstruksi Islami pada ilmu

pengetahuan sangat kuat terjadi. Dinamika rekonstruksi rentan terhadap semua dinamika pemikir

Islam, yakni pemikiran yang membela pemikiran kepentingan Islam dan mengendalikan ummat

Islam, bahkan mengendalikan ummat manusia secara keseluruhan.12

Juga pemikiran yang mampu melingkupi semua inovasi dan perkembangan yang terjadi

dalam dinamika kehidupan.

Dinamika pemikiran tidak kalah penting dengan dinamika politik. Keduanya adalah dua sisi

penting dalam membangun sebuah peradaban yang maju. Itulah sebab mengapa Islam lebih

mengaitkan proyek rekonstruksi Islam pada sisi pemikiran dan bukan politik.

Hilangnya satu sisi (politik) tidak memunjukkan berhentinya sisi lainnya (pemikiran).

Dr. Yusuf al-Qaradhawi ketika membahas syarat yang harus di penuhi demi tegaknya syari‟at

Islam dan penerapannya pada masa modern ini mengatakan,

„‟Agar syari‟at Islam sukses di aplikasikan dalam kehidupan kita yang baru ini, maka sudah

selayaknya kita memberikan selamat dan penghargaan yang tinggi pada orang-orang yang meyakini

keadilan syari‟at dan mematuhinya dengan penuh keridhaan. Juga kepada hakim yang meyakini

kesucian syari‟at dan tidak pernah memainkan ataupun menyimpangkan nash-nash karena ketamakan

sekadar mengikuti hawa nafsunya. Juga kepada para pemimpin dan penguasa yang tegas dalam

mengatasi tegaknya syari‟at dan aplikasinya dalam kehiduppan tanpa ada ceroboh ataupun over-acted.

Dengan kata lain harus di munculkan kembali semangat keIslaman dan di bentuk lagi satu

pribadi Islami yang memotivasi setiap individu untuk bisa mengaplikasikan syari‟at Islam. Pribadi

inilah yang di maksud dengan „‟otak Islam‟‟ yakni berpikir dari sisi pandang Islam dalam

memutuskan segala sesuatunya dan menyikapi semua peristiwa, individu dan keadaan, sebagaimana

layaknya seorang Muslim berinteraksi dengan siapa pun sesuai dengan keIslamannya konsep Islam.

12

12

Hanna Djumhana Bastaman 2 Robert M, Agrouse, George Stansiu, Al-Ilm fi Mandur fi Mandurihi al-Jadid (Ilmu Pengetahuan Dalam

Perspektif Baru), Trans Kamal Jalaiy, hal 15 ; Kumpulan Seri Dunia Ilmu Pengetahuan-Penulis 134 tahun, 1409

H/ 1989 M.

Page 7: Psikologi Umum dan Perkembangan - Rekonstruksi Islami untuk Psikologi

7

Manusia adalah bagian dari eksistensi dan terkait erat dengan waktu dan tempat. Keterkaitan

inilah yang akhirnya menghubungkan manusia dengan ajaran langit, yang konstan dalam setiap

perubahan yang terjadi. Secara umum ada dua fase yang di lalui ajaran langit dalam mereduksi

perubahan, sebelum akhirnya bisa konstan.

Pertama, merekonstruksi semua ajaran dan syariat yang lama. Ini selalu terjadi sebelum

turunnya ajaran terakhir (Al-Qur‟an).

Kedua, ajaran langit harus mencakup semua unsur baku yang mampu di aplikasikan pada

semua masa dan tempat serta mampu beradaptasi dalam setiap perubahan yang terjadi. Semua hal itu

terealisasi dalam ajaran langit (Al-Qur‟an).

Fondasi pertama dalam ajaran terakhir ini adalah seruan untuk mengamati tanda-tanda

semesta dan dalil yang adadalam Al-Qur‟an,

‘’Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan

manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar

(manusia) dengan perantaraan kalam. Dan Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak di

ketahuinya.’’ (Qs. Al-Alaq 1-5)

Sedangkan hal terakhir yang turun dari ajaran langit adalah hasil dari pengamatan

yang di lakukan, yakni adanya keridhaan ajaran langit.

‘’Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan

kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu.’’ (Qs. Al-

Maidah : 3)

Dalam ayat tersebut di pahami bahwa ridha Allah hanya pada satu sisi, „’Ku-ridhai Islam

menjadi agama bagimu.’’ Di saat Allah meridhai Islam menjadi agama manusia, maka sudah

selayaknya manusia (khususnya ummat Muslimin) merespon keridhaan-Nya dengan baik. Namun

kenyataannya, konspirasi musuh-musuh Islam telah melemahkan keridhaan kaum Muslimin pada

Islam yang tersisa hanyalah keridhaan Ilahi yang tidak bisa tergantikan.

Apabila keridhaan hanya ada pada satu pihak saja, maka muncul satu pertanyaan besar : Apa

cara yang efektif bagi kaum Muslimin setiap masa bisa merespon keridhaan Ilahi? Pembentukan

ajaran Islam dan pembentukan ummat Islam berjalan pada waktu bersamaan. Ayat tentang keridhaan

Page 8: Psikologi Umum dan Perkembangan - Rekonstruksi Islami untuk Psikologi

8

Ilahi yang di turunkan pada haji wada‟ adalah implikasi atas keridhaan ummat Islam. Bisa di katakan

bahwa generasi sahabat adalah satu-satunya generasi yang mampu mengoptimalkan keridhaannya.

Apa yang telah mereka lakukan tidak bisa di turunkan secara genetik pada generasi selanjutnya. Lalu

bagaimana cara pemkir Islam mampu memperbaharui adanya keridhaan akan Islam di setiap generasi

secara berkesinambungan? Ayat Al-Qur‟an sendiri telah menjelaskn adanya mutualisme dari

keridhaan Ilahi dan keridhaan ummat sebagaimana tampak pada ayat:

(Qs. Al Bayyinah ayat 8)

„’Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.

B. Pemikir Islam yang Kontradiksi

Di saat budaya Barat mulai bersentuhan dengan kebudayaan Islam, mereka menyadari

pentingnya pemikiran fondasi awal yang terbentuknya suatu peradaban. Lalu mulailah para orientalis

dengan berbagai caranya, mengarahkan pemikiran Islam hingga menjadi jauh dan asing dari ummat

Islam itu sendiri. Pemikiran Islammodern (yang telah bergesekan dengan paham orientalis) adalah

pemikiran yang meragukan kebenaraan aqidah dan keadilan syari‟at. Pemikiran jenis ini seolah telah

di beri racun yang di teteskan para orientalis.

Pemikiran ini tanpa di sadari akhirnya mampu memengaruhi pola pikir para pemikir Muslim,

hingga fungsi pemikiran Islam seolah menjadi kontradiksi. Para pemikir Islamseolah lebih di

sibukkan dengan filsafat dan diskusi yang tidak jelaskaitannya dengan problem realistis yang di alami

oleh ummat. Keadaan ini berjalan hingga waktu yang lama hingga tanpa di sadari tanpa orang

berpersepsi bahwa pemikiran Islam tak lain dan tidak bukan hanyalah perebatan dan debat kusir pada

permasalahan filsafat ataupun masalah sejarah.

Psikologi Islam sudah sepatutnya menjadi wacana sains yang objektif, bahkan boleh di

katakan telah mencapai derajat supra ilmiah. Anggapan bahwa Psikologi Islam masih bertaraf pseudo-

ilmiah adalah tidak benar, sebab Psikologi Islam telah melampaui batas-batas ilmiah. Objektivitas

suatu ilmiah hanyalah persoalan kesepakatan, yang kriterianya bukan hanya kuantitatif melainkan

juga kualitatif.

Persepsi ummat terhadap definisi pemikiran Islam pun makin sempit. Bila pada awalnya

pemikiran Islam mampu mengembalikan kehidupan politik dan sosial kaum Muslimin, maka setelah

munculnya paham komunisme dan paham sekularisme, fungsinya seolah memudar. Kedua paham ini

seolah lebih gencar memasukkan konsep-konsepnya dalam berbagai lini kehidupan, termasuk dalam

bidang politik dan militer, hingga posisinya makin kuat dalam kehidupan manusia.

Para pemikir lalu terpengaruh paham sekularisme Barat dan berinteraksi dengan Islam dan

sejarahnya sebagaiman para ahli linguistik berinteraksi dengan AL-Qur‟an. Mereka tidak

Page 9: Psikologi Umum dan Perkembangan - Rekonstruksi Islami untuk Psikologi

9

memperdulikan apa pun yang ada dalamAl-Qur‟an kecuali apa yang berhuubungan dengan spesialis

mereka belaka. Tanpa ragu mereka mulai memilah-milih ayat, menyimpangkan makna dan juga

menafsirkannya secara sembarangan.

C. Rekonstruksi Pemikiran untuk Merekonstruksi Ilmu-ilmu Pengetahuan

Konspirasi imperialisme pemikiran pada bidang pemikiran Islam ternyata tidak bertahan

lama. Telah muncul gagasan untuk mengembalikan pemikiran Islampada sumber aslinya.

Dalam tataran teoritis, mulai di pecahkan penghalang yang membuat pemikiran Islamhanya

tertuju pada masalah filsafat dan ketauhidan belaka. Kini, ruang lingkupnya mulai meluas. Mulai

timbul proyek untuk mencari konsep Islami pada semua ilmu pengetahuan. Diskusi dala bidang pun

mulai terbuka dengan berbagai topiknya. Di antaranya adalah:

Pertama, dalam bidang kajian ilmiah. Pemikiran Islam mulai membahas korelasi antar Islam,

ilmu-ilmu terapan dan juga keberagaman filsafat yang merupakan implikasi dari revolusi ilmu

pengetahuan di masa modern ini.

Kedua, dalam bidang kajian filsafat. Pemikiran Islam mulai mendalami kembali filsafat-

filsafat kuno dan juga filsafat modern dengan tujuan untuk identifikasi lebih jauh hingga bisa di

arahkan ke arah yang sebenarnya dan juga untuk mempersiapka pola pikir Muslim di saat harus

bergesekan dengan filsafat-filsafat tersebut.

Ketiga, dalam bidang sosial masyarakat. Mulai mengamati sistem sosial masyarakat dalam

perspektif Islam dan melakukan rekonstruksi Islami pada kajian sosial dengan menggambarkan arah

tujuan dan konsepnya pada lingkungan Islam.

Kajian pemikiran Islam memiliki satu konsep murninya, yakni berinteraksi dan menganalisis

konsep di luar dirinya dengan penuh kemandirian. Kajian ini menganalisis apa yang ada dalam dirinya

untuk apa yang ada kemudian di selaraskan dengan para meter syari‟ah dan akal. Kajian ini hadir dari

semangat Islam untuk menyanggah pemikiran sekuler dan bukan sebaliknya. Konsep yang di

milikinya jelas dan terukur, bersejarah dan bisa di komparasikan dengan konsep lainnya, mampu

menjadi topik utama dan buka topik penyerta dan tidak rentan terhadap penyimpangan-

penyimpangan, karena pada hakikatnya semua berasal dari yang Satu.

„‟Tauhid adalah satu ajaran agama yang menggabungkan semua perbedaan hidup dan

menyamakan kedudukan. Penyekutuan atas Tuhan berarti menceburkan diri pada kesulitan dan

keburukan. Salah satu bentuk tauhid Allah adalah dengan menjadikan semua yang ada

Kehidupan menjadi satu konsepdalampenyembahan menyembah-Nya dan menyembunyikan

cobaan yang di hadapi dengan meyakini bahwa kondisi yang berlaku pada manusia sangat beragam;

ada yang gaib dan ada yang terlihat kasat mata; ada yang tampak dan ada yang tertutupi;ada dunia dan

ada akhirat; ada peraturan dan kebebasan; ada yang umum dan ada yang khusus dalam kehidupan

gambaran yang seolah saling kontradiksi satu dengan lainnya; ada yang menyendiri dan ada yang

bersosial, dan ada wahyu dan akal yang menjadi sumber pemikiran sehingga saling melengkapi.

Page 10: Psikologi Umum dan Perkembangan - Rekonstruksi Islami untuk Psikologi

10

D. Kesimpulan

Seperti diketahui, ilmu pengetahuan kontemporer saat ini didominasi oleh Barat. Kata

“Barat” yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah pemikiran, bukan bangsa. Ciri-ciri pemikiran

Barat salah satunya adalah mengabaikan aspek metafisik (ghaib), seperti wahyu, Tuhan, atau

malaikat. Dominasi pemikiran tersebut dapat terlihat dari banyaknya buku-buku dari Barat yang

digunakan sebagai acuan dalam perkuliahan. Bagaimanapun juga pemikiran Barat memiliki sisi

positif yang bermanfaat bagi ummat manusia. Contoh yang dapat ditemukan di bidang psikologi

adalah metode pengukuran dalam psikometri, konsep empati, konsep pola asuh dalam mendidik anak,

konsep kognisi seperti memori, berbagai teori motivasi, dan masih banyak lainnya. Semua itu

bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, termasuk bagi Muslim.

Majunya psikologi kontemporer yang kebanyakan membahas tingkah laku memang

memberi sumbangan bagi Muslim, namun ada satu hal yang tidak tercakup di dalamnya, yaitu konsep

jiwa. Psikologi Barat cenderung hanya membahas tingkah laku baik yang terlihat maupun yang tidak

terlihat secara langsung (seperti aktivitas mental). Tidak bermaksud menafikkan aspek tingkah laku

karena itu penting dalam kehidupan manusia (Amber Haque), yang disayangkan adalah tidak adanya

aspek jiwa dalam pembahasan Psikologi Kontemporer, sementara dalam Islam jiwa mempengaruhi

tingkah laku manusia.

Kita semua sebagai Muslim patut bersyukur karena Islam memiliki konsep jiwa pada

manusia, jiwa yang tentu dapat mempengaruhi tingkah laku.

Imam Al-Ghazali dalam buku “Keajaiban Hati” menyatakan bahwa jiwa manusia memiliki

empat komponen, yaitu ruh, qalb, nafs, dan „aql. Semua itu disebutkan dalam Al-Qur‟an dan masing-

masing memiliki fungsi tersendiri namun saling berhubungan. Salah satu contoh adalah qalb yang

dapat berfungsi sebagai “raja” bagi “kerajaan” jiwa manusia, mampu menangkap pengetahuan tentang

Allah, hal-hal spiritual, termasuk baik-buruknya sesuatu. „Aql dapat berfungsi sebagai “penasihat”

dan menundukkan hawa nafsu. Keduanya berperan dalam konsep „iradah (kehendak), yang prosesnya

sebagai berikut: seseorang dengan akalnya dapat menangkap dan melihat akibat dari suatu masalah

lalu mengetahui jalan terbaiknya. Muncul kemauan, lalu bertindak ke arah kebaikan

Konsep „iradah tersebut jika diperhatikan mirip dengan konsep motivasi yang juga masih

dibahas dalam psikologi kontemporer. Terdapat kebaikan sebagai tujuan, tindakan sebagai aktivitas,

kemauan sebagai dorongan dan semua itu merupakan proses. Seperti yang disampaikan oleh Schunk

et al. (2010), yang menyatakan bahwa motivasi adalah proses di mana aktivitas yang mengarah pada

tujuan, memiliki dorongan dan bertahan lama. Dari contoh hubungan konsep-konsep tersebut, dapat

diketahui bahwa Psikologi dalam Islam sudah ada dari dulu dan psikologi kontemporer dapat

disandingkan dengan Islam. Tentu juga bermanfaat bagi Muslim, ketika ilmuwan Muslim dapat

memilah, memilih, dan menggunakan ilmu kontemporer secara bijak.

Benar-benar indah jika ilmuwan Muslim dapat memilah dan memilih dengan bijak, namun

apa yang terjadi sekarang? Ilmuwan Muslim menjiplak pemikiran dan produk psikologi Barat, dengan

Page 11: Psikologi Umum dan Perkembangan - Rekonstruksi Islami untuk Psikologi

11

menggunakan paradigma Barat dalam memandang berbagai fenomena. Tidak heran jika banyak yang

berpendapat bahwa agama, keyakinan, atau hal-hal ghaib yang berlaku dalam Islam tidak berlaku

dalam aktivitas keilmuan psikologi. Tidak heran juga ketika banyak ilmuwan psikologi yang tidak

menggunakan Islam sebagai worldview dalam meneliti, konseling, ketika belajar, dan menyikapi

berbagai teori. Tidak melibatkan Allah dalam motivasi, berorientasi pada kemauan klien ketika

konseling, menerima begitu saja kesimpulan penelitian yang bertentangan dengan Islam. Ada

sebagian dari ilmuwan Muslim yang tersesat, menjadi agnostik atau ateis. Itu yang menjadi masalah

bagi kita sebagai Muslim. Hal itu menunjukkan sebagian ilmu pengetahuan yang beredar sekarang ini

menjauhkan manusia dari Allah, padahal dalam pandangan Islam ilmu justru membuat manusia

mendekatkan diri pada Allah.

Fenomena itu cukup memprihatinkan dan perlu menjadi perhatian bagi Muslim, sehingga

perlu ada upaya Islamisasi ilmu. Gagasan Islamisasi ilmu kontemporer salah satunya dicetuskan oleh

Prof. Al-Attas. Menurut Prof S.M.N. Al-Attas, Islamisasi merupakan usaha menjadikan pemikiran

Muslim terbebas dari hal-hal yang bertentangan dengan Islam, sehingga banyak di antara Muslim

yang memiliki Islamic worldview. Segala hal pun dipandang dari sudut pandang Islam oleh Muslim,

bukan sudut pandang yang justru bertentangan dengan Islam. Pemikiran Muslim yang sudah memiliki

Islamic worldview akan menghasilkan ilmu yang dapat mendekatkan diri pada Allah, bukan yang

bertentangan dengan Islam.

Perlunya Islamisasi ilmu juga berlaku di bidang psikologi karena tidak semua Psikologi

Kontemporer dapat diterima dan diaplikasikan pada Muslim. Prof. Malik Badri (sebagai pelopor

Islamisasi ilmu) dalam artikelnya menekankan perlunya adaptasi terhadap Psikologi Barat, karena

tanpa adaptasi Psikologi Barat dapat merugikan atau tidak berguna bagi Muslim. Perlu diingat juga

bahwa Psikologi Barat tidak membahas unsur jiwa, yang dalam Islam justru sangat diperhatikan.

Kekurangan pada Psikologi Barat tetap disikapi dengan bijak. Adaptasi dilakukan hanya pada

psikologi yang bertentangan Islam, sedangkan hasil pemikiran yang tidak bertentangan, sekalipun itu

dari Barat dapat dimanfaatkan oleh Muslim. Prof. Malik Badri menggunakan terapi dengan cara

Islami dan berhasil membantu banyak kliennya sembuh. Beliau dalam buku “Dilema Psikolog

Muslim”, menceritakan pengalaman membantu menyembuhkan klien dengan menggunakan

Cognitive Behavioral Therapy yang dipadukan dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur‟an. Dari

contoh tersebut dapat diketahui bahwa ilmuwan Muslim dapat menggunakan tes inteligensi, teknik

pembuatan alat ukur psikologis, metode penelitian eksperimental, konseling dengan empati, dan hal-

hal lain yang tidak bertentangan dengan Islam. Semua itu dapat digunakan tentu dengan sikap yang

bijak.

Ilmuwan psikologi yang memiliki pemikiran Islami meyakini Allah sebagai Rabb, Islam

sebagai ad-Din, dan manusia juga sebagai makhluk spiritual yang memiliki jiwa. Dia dalam tiap

aktivitas keilmuan psikologi akan ingat bahwa yang diperhatikan bukan sebatas tingkah laku yang

terlihat atau terukur. Ada unsur lain di luar itu turut mempengaruhi tingkah laku, yaitu jiwa.

Page 12: Psikologi Umum dan Perkembangan - Rekonstruksi Islami untuk Psikologi

12

Pemikiran seperti itu akan berdampak baik bagi Islamisasi Psikologi. Psikolog Muslim akan menjaga

kondisi jiwanya agar selalu bersih dari penyakit hati, sehingga dapat membantu para klien sembuh

dari gangguan dengan terapi yang melibatkan aspek jiwa dan mangadopsi metode dari Barat yang

tidak bertentangan dengan Islam. Peneliti Muslim akan kritis dalam menyikapi kesimpulan penelitian

yang dibaca. Ketika bertentangan dengan Islam, akan dilakukan adaptasi, salah satunya dengan cara

menggunakan Islamic worldview dalam menginterpretasikan hasil penelitian. Akan ada usaha

memilah mana yang baik dan buruk untuk Muslim, kemudian memilih yang baik, demi keselamatan

ummat Islam.

Keselamatan ummat Islam dari hal-hal yang merugikan menjadi fokus dalam Islamisasi

ilmu. Tidak bermasuk ekslusif, karena Islam merupakan rahmatalil „alamin, namun tidak

memaksakan orang-orang selain penganut Islam untuk mengikuti ajarannya. Itu juga berlaku pada

psikologi yang perlu diadaptasi, agar pada akhirnya ilmu psikologi yang beredar pantas untuk

Muslim.

Adaptasi sebagian ilmu psikologi, sebagai salah satu cara Islamisasi ilmu, dapat dilakukan

dengan berbagai macam cara. Cara dapat berbeda, asal esensinya sama. Penggunaan label “Psikologi

Islam” atau “Psikologi Islami” semestinya tidak perlu dijadikan masalah, apalagi diperdebatkan. Islam

saja memiliki madzab-madzab yang penganutnya tersebar di seluruh dunia, namun semuanya tetap

Islam. Sekarang bukan saatnya mempermasalahkan perbedaan cara, namun mempermasalahkan ilmu

psikologi yang harus diadaptasi. Masih ada tugas yang lebih penting dan harus dikerjakan oleh

ilmuwan Muslim di bidang psikologi: mencerdaskan pelajar Muslim yang belum paham mengenai

permasalahan ilmu, agar banyak yg dapat memilah dan memilih, sehingga tercipta produk-produk

psikologi yang dapat dimanfaatkan oleh ummat Islam.

Itu memang tugas yang berat untuk Islamisasi Psikologi. Dibutuhkan waktu yang panjang

dan usaha yang keras. Islamisasi ilmu Psikologi tidak akan lengkap tanpa kesucian hati dan keyakinan

terhadap Islam itu sendiri. Semoga kita termasuk orang-orang yang terlibat dalam Islamisasi ilmu

Psikologi baik secara langsung maupun tidak langsung, sampai akhirnya Psikologi yang kita terima

merupakan ilmu yang dapat mendekatkan diri pada Allah. Dengan begitu, ummat Islam dapat

memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Wallahu’alam.