psikologi agama sebagai disiplin ilmu

8
RINGKASAN PSIKOLOGI AGAMA “PSIKOLOGI AGAMA SEBAGAI DISIPLIN ILMU” Disusun Guna Memenuhi Tugas Psikologi Agama Dosen Pengampu : Dr. Sa’adi, M.Ag Disusun oleh : FARHANI HANIFAH (111-13-018) AIDA DWI RAHMAWATI (111-13-042) JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 1

Upload: aidadwiinizukablogspotcom

Post on 10-Jan-2017

848 views

Category:

Data & Analytics


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Psikologi agama sebagai disiplin ilmu

RINGKASAN

PSIKOLOGI AGAMA

“PSIKOLOGI AGAMA SEBAGAI DISIPLIN ILMU”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Psikologi Agama

Dosen Pengampu : Dr. Sa’adi, M.Ag

Disusun oleh :

FARHANI HANIFAH (111-13-018)

AIDA DWI RAHMAWATI (111-13-042)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

TAHUN AJARAN 2015

1

Page 2: Psikologi agama sebagai disiplin ilmu

PSIKOLOGI AGAMA SEBAGAI DISIPLIN ILMU

A. Psikologi agama dan cabang psikologi

Para ilmuwan (Barat) menganggap filsafat sebagai induk dari segala ilmu. Dengan

demikian psikologi termasuk ilmu cabang dari filsafat. Psikologi agama dan cabang

psikologi lainnya tergolong disiplin ilmu ranting dari filsafat.

Psikologi secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang

berkaitan dengan pikiran (cognisi), perasaan (emosi), dan kehendak (conasi). Ketiga

gejala pokok tersebut dapat diamati melalui sikap dan perilaku manusia. Namun, para

ahli psikologi menambahkan menjadi empat gejala jiwa, yaitu pikiran, perasaan,

kehendak dan campuran. Gejala campuran seperti intelegensi, kelelahan maupun

sugesti.

Gejala jiwa yang melatarbelakangi aktivitas, sikap dan tingkah laku anak-anak

berbeda dengan anak remaja, serta anak remaja dengan orang dewasa maupun usia

lanjut. Dari sini timbullah ilmu-ilmu cabang psikologi anak, psikologi remaja,

psikologi orangtua. Psikologi anak mempelajari perkembangan kejiwaan pada usia

kanak-kanak. Setelah menginjak pubertas hingga menjelang usia dewasa dibahas oleh

psikologi remaja. Demikian pula untuk mempelajari tentang gejala jiwa manusia usia

lanjut (manula) dikembangkan pula psikologi khusus sebagai cabang dari psikologi.

Selanjutnya dalam kajian-kajian psikologi juga dijumpai berbagai perbedaan

antara manusia yang sudah berbudaya tinggi (berperadaban) dengan manusia yang

masih hidup sederhana (primitive), maka muncul pula psikologi primitive sebagai

cabang psikologi. Kemudian dalam kaitannya dengan kondisi mental manusia yang

berbeda, sehingga untuk mempelajarinya diperlukan adanya psikologi khusus, yaitu

psikologi abnormal.

Manusia yang memiliki hambatan mental (mental handicapped) dengan tingkat

Intellegensi Quotion (IQ) secara umum dikenal dengan sebutan abnormal yang

negatif. Setelah seabad psikologi diakui sebagai disiplin ilmu yang otonom, para ahli

melihat bahwa psikologi pun memiliki keterkaitan dengan masalah-masalah yang

menyangkut kehidupan batin manusia yang paling dalam, yaitu agama. Kajian-kajian

yang khusus mengenai agama melalui pendekatan psikologi ini sejak awal-awal abad

ke-19 menjadi kian berkembang, sehingga para ahli psikologi yang bersangkutan

melalui karya mereka telah membuka lapangan baru dalam kajian psikologi, yaitu

psikologi agama.

2

Page 3: Psikologi agama sebagai disiplin ilmu

B. Pengertian Psikologi Agama

Psikologi agama menggunakan dua kata yaitu psikologi dan agama. Psikologi

secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang

normal, dewasa dan beradab. Psikologi mencoba meneliti dan mempelajari sikap dan

tingkah laku manusia sebagai gambaran dari gejala-gejala kejiwaan yang berada di

belakangnya. Selanjutnya, agama juga menyangkut masalah yang berhubungan

dengan kehidupan batin manusia.

Menurut Harun Nasution, agama berasal dari kata al-Din, religi

(relegere,religare) dan agama. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung

menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata

religi (latin) atau relegere berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari a=tidak,

gam=pergi, jadi mengandung arti tidak pergi, tetap ditempat atau warisi turun-

temurun.

Harun Nasution merumuskan ada empat unsur dalam agama, yaitu :

1. Kekuatan ghaib, yang diyakini berada diatas kekuatan manusia.

2. Keyakinan terhadap kekuatan ghaib sebagai penentu nasib baik dan nasib

buruk manusia.

3. Respon yang bersifat emosionil dari manusia.

4. Paham akan adanya yang Kudus (sacred) dan suci.

Dengan demikian, psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti

dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan

terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia

masing-masing.

C. Ruang Lingkup dan Kegunaannya

Menurut Zakiah Daradjat, ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi

agama meliputi :

1. Bermacam-macam emosi yang menjalar diluar kesadaran yang ikut menyertai

kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tenteram

sehabis sembanhyang, rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdo’a atau

membaca ayat-ayat suci, perasaan tenang, pasrah dan menyerah setelah

berdzikir dan ingat kepada Allah ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan

yang bersangkutan.

2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap

Tuhannya.

3

Page 4: Psikologi agama sebagai disiplin ilmu

3. Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya

hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.

4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan

yang berhubungan dengan surge dan neraka serta dosa dan pahala yang turut

mempengaruhi terhadap sikap dan tingkah lakuny dalam kehidupan.

5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang

terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya.

Tegasnya psikologi agama tidak mencampuri segala bentuk permasalahan yang

menyangkut pokok keyakinan suatu agama, termasuk benar salahnya atau masuk akal

dan tidaknya keyakinan suatu agama. Psikologi agama hanya mempelajari dan

meneliti fungsi-fungsi jiwa yang memantul dan memperlihatkan diri dalam perilaku

dan kaitannya dengan kesadaran serta pengalaman agama manusia.

Pendekatan psikologi agama, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat

digunakan untuk membangkitkan perasaaan dan kesadaran beragama. Seperti,

pengobatan pasien dirumah sakit, usaha bimbingan, dan penyuluhan narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan banyak menggunakan psikologi agama.

Di bidang industri, psikologi agama diselenggarakan didasarkan atas asumsi

bahwa ajaran agama mengandung nilai-nilai moral yang menyadarkan buruh dari

perbuatan tidak terpuji dan merugikan perusahaan. Kegiatan ini berpengaruh terhadap

beberapa masalah yang terjadi di industri, seperti pencurian, manipulasi penjualan, dan

lain sebagainya.

Ruang lingkup yang lebih luas lainnya adalah menggunakan psikologi agama

dalam membangun negara. Saat Perang Dunia II, Jepang mereka menumbuhkan jiwa

Bushido, yaitu ketaatan kepada pemimpin untuk membangkitkan perasaaan agama

para prajurit. Setelah perang usai, jiwa Bushido tersebut bergeser menjadi etos kerja

dan disiplin serta tanggung jawab moral.

Demikian pula dalam dunia pendidikan, psikologi agama difungsikan pada

pembinaan moral dan mental keagamaan peserta didik.

4

Page 5: Psikologi agama sebagai disiplin ilmu

D. Psikologi agama dan pendidikan Islam

Pendidikan Islam disini diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan oleh mereka

yang memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta

pengarahan potensi yang dimiliki agar mereka dapat berfungsi dan berperan

sebagaimana hakikatnya.

Pendekatan psikologi agama dalam pendidikan Islam ternyata telah dilakukan di

periode awal perkembangan Islam itu sendiri. Fungsi dan peran orangtua sebagai

teladan yang terdekat kepada anak telah diakui dalam pendidikan Islam. Bahkan

agama dan keyakinan seorang anak dinilai sangat tergantung dari keteladanan para

orangtua mereka.

Seorang bapak yang pemabuk dan sering memperlakukan anaknya dengan kasar

akan membekas pada diri anak, termasuk sikapnya terhadap agama. Demikian pula

seorang bapak yang taat beragama serta memperlakukan anak-anaknya dengan kasih

sayang juga akan membekas pada diri anak tersebut, hal ini disebut citra bapak (father

image) oleh Sigmund Freud. Menurut pendidikan Islam, bukan hanya bapak yang

memberi citra pada anak-anak, tapi ibu juga ikut. Kedua orang tua menuntun dan

membimbing anak-anak mereka mengenal Tuhannya. Anak mengenal Tuhan melalui

bimbingan orang tua mereka. Kemudian upaya membimbing pengenalan terhadap

Tuhan dan agama hendaknya dilakukan dengan penuh kasih sayang. Tidak dengan

perintah, melainkan melalui keteladanan orang tua. Mencium anak seperti yang

diteladankan oleh Rasul, merupakan bagian dari pendidikan Islam yang diteladankan

bagi umatnya. Sebagai contoh bagi para orang tua.

Daftar Pustaka

Jalaluddin, Dr. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000

5