provinsi

27
Provinsi Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan Sulawesi. Ibu kotanya adalah Makassar, dahulu dikenal dengan nama Ujung Pandang. A. Kebudayaan Provinsi Sulawesi Selatan 1 Sulawesi yang dulu dikenal dengan nama Celebes adalah sebuah pulau yang indah, luas wilayahnya berkisar 227.000 Km², kurang lebih sebesar Inggris dan Skotlandia dengan semenanjung yang panjang dan sempit, menyerupai bentuk bunga anggrek, hal ini menjadikan pulau ini memiliki garis pantai yang panjang dan merupakan pulau dengan pemandangan lepas pantai dan daratan tinggi yang sangat indah. Secara geografis, masa sejarah dan prasejarah Sulawesi Selatan

Upload: viuona

Post on 02-Jul-2015

530 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Provinsi

Provinsi

Sulawesi Selatan

Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan

Sulawesi. Ibu kotanya adalah Makassar, dahulu dikenal dengan nama Ujung Pandang.

A. Kebudayaan Provinsi Sulawesi Selatan

Mengenal budaya propinsi Sulawesi Selatan berarti mengenal adat kebudayaan yang ada

di seluruh daerah Sulawesi Selatan. Di Sulawesi selatan terdapat banyak suku atau etnis tapi yang

paling mayoritas ada 3 kelompok etnis yaitu Makassar, Bugis dan Toraja. Demikian juga dalam

pemakaian bahasa sehari-hari ke 3 etnis tersebut lebih dominan. Kebudayaan yang paling terkenal

bahkan hingga ke luar negeri adalah budaya dan adat Tanah Toraja yang sangat khas dan sangat

menarik.

1

Sulawesi yang dulu dikenal dengan nama Celebes adalah

sebuah pulau yang indah, luas wilayahnya berkisar 227.000

Km², kurang lebih sebesar Inggris dan Skotlandia dengan

semenanjung yang panjang dan sempit, menyerupai bentuk

bunga anggrek, hal ini menjadikan pulau ini memiliki garis

pantai yang panjang dan merupakan pulau dengan

pemandangan lepas pantai dan daratan tinggi yang sangat

indah. Secara geografis, masa sejarah dan prasejarah Sulawesi

Selatan menciptakan unsur kebudayaan yang sangat menarik,

kita dapat lihat dan nikmati keunikan tersebut, seperti upacara

adatnya, tarian-tarian tradisional, ukiran, tenunan indah yang

terbuat dari sutera dan kapas serta pemandangan alam tropis

yang mempesona.

Page 2: Provinsi

Potensi yang cukup menonjol di daerah Sulawesi Selatan dapat dikemukakan antara lain

yaitu Bidang Pertanian (Beras dan jagung, yang sudah menjadi hasil ekspor), Bidang Peternakan

(kerbau, sapi, kambing dan kuda, sudah menjadi hasil ekspor), Bidang kehutanan (kayu hitam, rotan

dan damar yang merupakan hasil ekspor), Bidang pertambangan (tambang Nekel), Bidang

Pariwisata (Daerah Tana Toraja sebagai objek wisata) dan Pembuatan perahu.

Lagu daerah propinsi Sulawesi Selatan yang sangat populer dan sering dinyanyikan di

antaranya adalah lagu yang berasal dari Makasar yaitu lagu Ma Rencong-rencong, lagu Pakarena

serta lagu Anging Mamiri. Sedangkan lagu yang berasal dari etnis Bugis adalah lagu Indo Logo,

serta lagu Bulu Alaina Tempe sedangkan lagu yang berasal dari Tana Toraja adalah lagu Tondo.

Sulawesi Selatan memiliki banyak bentuk kesenian sebagai karya seni yang memiliki nilai-

nilai tinggi. Kesenian tersebut berupa Seni ukir, Seni Tari dan Seni Suara / Seni musik. Masakan

khas Daerah Sulawesi Selatan pun turut membuat provinsi daerah Sulawesi Selatan semakin

digemari.

1. Kerajinan Rakyat

1.1 Seni Ukir

1.2 Anyaman

2

Seni ukir yang menonjol dan merupakan

kerajinan rakyat adalah kerajinan Toraja yang

berupa ukiran kayu dan ukiran bambu, dalam

berbagai motif dan bentuk. Mengukir dinding

rumah atau lumbung padi di daerah Tana Toraja

adalah kebiasaan turun-temurun bagi

masyarakatnya, dengan kata lain telah menjadi

kebudayaan khas asli.

Anyaman merupakan hasil karya

masyarakat. Bahan-bahan anyaman ini terdiri dari

bambu, daun lontar, rumput alang-alang dan

anemmi (rumput-rumputan yang tumbuh di atas

pohon dan berwarna kekuning-kuningan).

Anyaman dari Bone sangat populer dan terkenal

karena halus dan dibuat dari berbagai bentuk,

seperti tas (dompet), tempat rokok, alat rumah

tangga, dan berbagai jenis hiasan.

Page 3: Provinsi

1.3 Tenunan

2. Seni Tari

Tari-tarian di daerah Sulawesi Selatan pada umumnya dapat dibagi dalam empat kategori

berdasarkan fungsi tari yaitu ;

2.1 Tarian istana, Tari ini dipertunjukkan ditempat terbatas yaitu istana raja-raja.

Tarian ini dilakukan dan ditarikan pada seremoni yang diadakan pada istana raja. Tarian ini

antara lain :

Tari Pajaga adalah Orang berjaga-jaga atau melakukan pengawalan. Menurut mithos di

daerah Luwu, ketika Batara Guru menjadi “Pajung” (raja) di Luwu. Tarian ini diadakan untuk

pemujaan kepada Dewata, agar senang dan dapat melindungi/ menjaga “Pajung” dan segenap

rakyatnya. Walaupun ragamnya tari ini, namun pada dasarnya dia berpokong pada asal tari yang

disebut “Sere Pawindruk” artinya yang mencipta, yang menata. Maksudnya adalah sang pencipta

atau “Dewata Seuwwae” (Tuhan Yang Maha Esa).

3

Tenunan yang sangat terkenal di Sulawesi

Selatan adalah tenunan yang berasal dari daerah

Bugis dan Mandar. Hasil tenunan ini berupa

sarung Bugis yang terdiri dari berbagai corak

yang beraneka ragam sedangkan Mandar hanya

satu corak yaitu corak bersilang dalam bentuk

kotak-kotak besar dan kecil. Tenunan ini sangat

halus dan indah kelihatannya, lagi tahan pakai.

Tenunan Toraja tebal-tebal, selain untuk dipakai

sebagai sarung juga untuk kain pintu dan

sebagainya.

Page 4: Provinsi

2.2 Tarian dalam upacara keagamaan, yang dilakukan pada seremoni-seremoni keagamaan.

Tari ini adalah tarian Ma’bodong (upacara kematian di tanah Toraja). Tarian Ma’badong

merupakan tarian duka dan ditarikan pada upacara kematian orang Toraja. Syair-syairnya

melukiskan riwayat hidup manusia, sejak ia dalam kandungan sampai umur tuanya. Pada upacara

penguburan mayat mereka menarikan tarian “Ma’badong”. Mereka gerak dan irama yang sama.

Kadang-kadang pegangan tangan dilepaskan sambil melontarkan nyanyian syair-syair yang sedih.

Jumlah penari dan pakaian penari tidak terikat. Tarian Ma’badong ini boleh dilakukan pada siang

hari demikian pula pada malam hari.

2.3 Tarian magis, untuk menanggulangi bahaya serta penyakit.

Tarian ini terdapat di Tana Toraja. Para penari menari sambil memuja dewa-dewa.

Orang yang kesurupan, kadangkala melakukan hal-hal di luar batas kewajaran sebagai manusia

biasa.Misalnya menikam dirinya dengan keris sehingga darah bercucuran keluar dan menjilat darah

tersebut. Tarian ini banyak dilakukan sehabis panen, dengan maksud mengusir wabah yang sering

berjangkit, khususnya wabah cacar.

4

Page 5: Provinsi

2.4 Tarian rakyat, yang dipentaskan pada pesta-pesta rakyat keramaian umum serta upacara-upacara lainnya.

3. Seni Suara/ Seni Musik

Beberapa jenis seni suara atau musik tradisional yang dapat dikemukakan dan masih hidup

sampai sekarang adalah :

3.1 Anakbaccing (Bugis-Makassar)

3.2 Ganrang (Makassar) artinya Gendang

5

Musik tradisional ini terbuat dari besi dan bentuknya

menyerupai alat yang dipergunakan untuk menggoreng ikan, hanya

bedanya “anakbaccing”, kedua ujungnya sama bentuk dan sama

besarnya. Jumlah alatnya dua buah dalam bentuk yang sama

besarnya dengan pemain hanya satu orang, dan kedua tangannya

masing-masing memegang sebuah anakbaccing. Cara

memainkannya ialah dengan cara bergantian memukulkan kedua

ujung bagian bawah anakbaccing itu. Pada umunya alat ini

dimaksudkan sebagai pengusir setan atau roh halus.

Gandarang pada umumnya tiap-tiap daerah di Sulawesi

Selatan ditemukan, hanya nama yang berlainan, tapi bentuknya

sama. Instrumen pukul yang terbuat dari kayu bulat panjang yang

dilubangi seperti tabuh, lalu digetang ujung pangkalnya dengan kulit

binatang (kulit kerbau, sapi atau kulit kambing yang sudah

dikeringkan). Ganrang itu biasanya dipukul dengan alat pemukul

terbuat dari kayu, tetapi adakalanya dipukul dengan tangan saja.

Salah satu tariannya yaitu Tarian

Garangbulo adalah Tarian yang diikuti oleh

instrumen musik “ganrangbulo,” kecapi dan

gendang, yang diselingi dengan nyanyian yang

isinya yang mengandung kejenakaan dan

kegembiraan. Atraksi tari itu lahir secara murni dari

alam, dan humornya mempunyai ciri tersendiri,

terutama melahirkan kegembiraan setelah panen

padi.

Page 6: Provinsi

3.3 Kecapi (Makassar-Bugis-Mandar)

3.4 Kancing (Bugis-Makassar)

Kancing adalah salah satu alat pengusir setan (roh halus), khusus dipergunakan

hanya oleh golongan bangsawan. Kancing, terdiri dari dua buah gong kecil (canang). Untuk

menimbulkan bunyi, maka kedua gong kecil ini saling dipukulkan. Dewasa ini “kancing”

biasa dipakai sebagai alat pelengkapan musik tradisional lainnya.

3.5 Lae – lae (sia-sia)

Instrumen musik yang terbuat dari bambu yang dibelah-belah menyerupai lidi

yang panjangnya sekitar 80 cm, terdiri dari dua buah yang berukuran sama. Untuk “lae-lae,”

lidi-lidi itu diikat dengan empat ikatan, sedang “sia-sia,” lidi-lidinya itu diikat sampai tujuh

ikatan. Bagian lidi-lidi itulah yang saling dipukulkan sehingga mengeluarkan bunyi.

3.6 Kesok-kesok (Makassar) ; Geso-gesong (Bugis)

Semacam rebab dengan dua dawai yang digesek. Dawainya biasanya diambil dari

kawat. Kadang-kadang juga dari tali biola. Alat penggeseknya adalah terbuat dari bulu kuda.

Kesok-kesok digunakan untuk mengiringi “Sinlirik”, yaitu sebuah ceritera yang tersusun

secara puisi dan dinyanyikan oleh seorang ahli. Apabila Sinlirik itu hanya dinyanyikan saja,

disebut “Sinlirik Bosi Timurung”. Dalam memainkan kesok-kesok itu sering kedua dawai itu

ditekan sekaligus dengan satu jari yang menimbulkan nada dobel yang berjarak kira-kira satu

kwart satu sama lain. Kadang-kadang pula dimainkan satu dawai saja pada posisi yang tinggi.

3.7 Jarumbing (Mandar)

Instrumen pukul yang terbuat dari bambu. Panjangnya kira-kira 20 cm. Bambu

sepotong membangun semacam huruf U melintang menyerupai garpu tala, sedang pada

ujungnya yang lain mempunyai tangkai untuk pegangan. Antara bentuk U dengan tangkai

penala (garpu tala) itu dirilis dan diberi lubang kecil sebagai pengeras bunyi. Antara lubang

kecil dengan tangkainya diikat dengan rotan. Cara memainkannya ialah dengan jalan

memukulkannya pada bagian badan. 6

Kecapi adalah instrumen petik berdawai dua. Bentuknya

seperti perahu pinisi. Kecapi nadanya dipetik. Posisi penempatan

jari-jari menentukan tinggi rendahnya nada, sudah dibagi dalam

beberapa interval yang tetap. Terbuat dari kayu “kosambi”, nangka

atau kayu jati. Panjang kecapi sekitar 60 cm, tetapi kecapi Mandar

umumnya bentuknya lebih besar dan lebih panjang daripada kecapi

Bugis. Kecapi dipergunakan untuk mengiringi nyanyian, tarian dan

juga untuk permainan lagu-lagu instrumental.

Page 7: Provinsi

3.8 Calong (Mandar)

Calong terbuat dari sepotong tempurung kelapa. Kelapa yang sudah dikupas

sabutnya dipotong melintang, kemudian isinya dikeluarkan. Pada tempurung yang sudah

dipotong tadi diletakkan dua belah bambu yang berfungsi sebgai pengalas dari belahan-

belahan bambu. Cara memainkannya adalah memukul wilahan itu dengan dua buah alat

pemukul yang terbuat dari kayu yang kuat. Fungsinya adalah sebagai pengiring gabungan

instrumen daerah yang merupakan orkes, dimana terdapat didalamnya alat musik kanjilo.

4. Upacara Adat-Istiadat

Salah satu upacara adat yang terkenal yang terdapat di Sulawesi Selatan ada di Tana

Toraja (Tator). Upacara adat tradisional tersebut bernama upacara Rambu Solo.

҉� Upacara Adat Rambu Solo

Upacara Rambu Solo adalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan

untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam  roh.

Upacara ini sering juga disebut upacara  penyempurnaan kematian. Dikatakan demikian, karena

orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini

digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang  “sakit”

atau “lemah”, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya orang  hidup, yaitu dibaringkan di

tempat tidur dan diberi hidangan makanan dan  minuman, bahkan selalu diajak berbicara. Oleh

karena itu, masyarakat setempat menganggap upacara  ini sangat penting, karena kesempurnaan

upacara ini akan menentukan posisi  arwah orang yang meninggal tersebut, apakah sebagai arwah

gentayangan (bombo), arwah yang mencapai tingkat dewa (to-membali puang), atau menjadi dewa 

pelindung (deata). Dalam konteks ini, upacara Rambu Solo menjadi  sebuah “kewajiban”, sehingga

dengan cara apapun masyarakat Tana Toraja akan  mengadakannya sebagai bentuk pengabdian

kepada orang tua mereka yang meninggal  dunia. Adapun upacara kematian ini, dibagi atas tiga fase

yaitu :

a. Acara-acara jenazah masih di atas rumah atau pondok jenazah sampai hari

penguburannya.7

Page 8: Provinsi

b. Acara-acara sesudah jenazah dikuburkan sampai hari penutupan atau hari akhir masa

berduka.

c. Acara terakhir yang menyatakan bahwa jiwa orang yang meninggal itu telah naik ke

langit menjadi dewa.

� Upacara adat Rambu Tuka'

Rambu Tuka’ adalah acara yang berhungan dengan acara syukuran misalnya acara

pernikahan, syukuran panen dan peresmian rumah adat/tongkonan yang baru, atau yang selesai

direnovasi; menghadirkan semua rumpun keluarga, dari acara ini membuat ikatan kekeluargaan di

Tana Toraja sangat kuat semua Upacara tersebut dikenal dengan nama Ma'Bua', Meroek, atau

Mangrara Banua Sura'. Untuk upacara adat Rambu Tuka' diikuti oleh seni tari : Pa' Gellu, Pa'

Boneballa, Gellu Tungga', Ondo Samalele, Pa'Dao Bulan, Pa'Burake, Memanna, Maluya, Pa'Tirra',

Panimbong dan lain-lain. Untuk seni musik yaitu Pa'pompang, pa'Barrung, Pa'pelle'. Musik dan seni

tari yang ditampilkan pada upacara Rambu Solo' tidak boleh (tabu) ditampilkan pada upacara

Rambu Tuka'.

҉ Upacara Adat Accera Kalompong

8

Page 9: Provinsi

Accera Kalompoang merupakan upacara adat untuk membersihkan benda-benda pusaka

peninggalan Kerajaan Gowa yang tersimpan di Museum Balla Lompoa. Inti dari upacara ini adalah

allangiri kalompoang, yaitu pembersihan dan  penimbangan salokoa (mahkota) yang dibuat pada

abad ke-14. Mahkota ini  pertama kali dipakai oleh Raja Gowa, I Tumanurunga, yang kemudian

disimbolkan  dalam pelantikan Raja- Raja Gowa berikutnya.

Adapun benda-benda kerajaan yang dibersihkan di  antaranya: tombak rotan berambut ekor

kuda (panyanggaya barangan), parang  besi tua (lasippo), keris emas yang memakai permata

(tatarapang), senjata  sakti sebagai atribut raja yang berkuasa (sudanga), gelang emas berkepala

naga (ponto janga-jangaya), kalung kebesaran (kolara), anting-anting emas murni (bangkarak

ta‘roe), dan kancing emas (kancing gaukang).  Selain benda-benda pusaka tersebut, juga ada

beberapa benda impor yang tersimpan  di Museum Balla Lompoa turut dibersihkan, seperti: kalung

dari Kerajaan Zulu,  Filipina, pada abad XVI; tiga tombak emas; parang panjang (berang

manurung);  penning emas murni pemberian Kerajaan Inggris pada tahun 1814 M.; dan medali 

emas pemberian Belanda. Pencucian benda-benda kerajaan tersebut menggunakan air suci yang

diawali dengan pembacaan surat Al-Fatihah secara bersama-sama oleh para peserta upacara yang

dipimpin  oleh seorang Anrong Gurua (Guru Besar). Khusus untuk senjata-senjata pusaka seperti

keris, parang dan mata tombak, pencuciannya diperlakukan secara khusus,  yakni digosok dengan

minyak wangi, rautan bambu, dan jeruk nipis. Pelaksanaan  upacara ini tidak hanya disaksikan oleh

para keturunan Raja-Raja Gowa, tetapi  juga oleh masyarakat umum dengan syarat harus

berpakaian adat Makassar pada saat acara.

5. Masakan khas Sulawesi Selatan

Beragam khas dan ciri yang unik dimiliki provisi sulawesi selatan. Kulinernyapun tak

kalah bervarian, makanan yang banyak digemar orang banyak antara lain :

Baro'bo

Bolu Kambu

Buras

Coto Makassar

Kapurung

Lappa'-lappa'

Lawa

Mie Titi'

Nasu Cempa

Pallu Basa

Pallu Butung

Pallu Kacci

Pallu Kaloa

Pallu Mara

Pacco'

Peca sura

Piong/Lemang Toraja

Sayur Tuttu'

Songkolo'/Sokko'

Sop Kikil

Sop Konro

Sop Saudara

Sop Ubi

Tollo' Burak

Tollo' Pa'karing

Tollo' Pammarasan

Tollo' Semba

Tollo' Utan Bulunangko

Tollo' Utan Pangi

9

Page 10: Provinsi

B. Pakaian Adat Provinsi Sulawesi Selatan

(a) (b) (c)

a. Pakaian adat Toraja

Baju adat Toraja disebut Baju Pokko' untuk wanita dan seppa tallung buku untuk

laki-laki. Baju Pokko' berupa baju dengan lengan yang pendek. Sedangkan seppa

tallung buku berupa celana yang panjangnya sampai dilutut. Pakaian ini masih

dilengkapi dengan asesoris lain, seperti kandaure, lipa', gayang dan sebagainya.

b. Pakaian adat Makassar-Bugis

Baju Bodo adalah pakaian tradisional yang digunakan oleh kaum perempuan

yang ada di Sulawesi Selatan, terutama dalam etnik Makassar sedangkan Lipa' sabbe

adalah sarung sutra, biasanya bercorak kotak dan dipakai sebagai bawahan baju bodo.

Baju bodo memiliki jenis warna yang menyimbol pada siapa dan status orang

yang menggunakannya. Warna-warna tersebut antara lain merah, hijau, kuning, ungu,

hitam, dan putih. Masing-masing warna ini menadakan apakah yang menggunakan

adalah gadis, sudah kawin, janda, orang tua yang dihormati, dan inang pelayan.

Ada peraturan mengenai pemakaian baju bodo. Masing-masing warna

manunjukkan tingkat usia perempuan yang mengenakannya yaitu :

1. Warna jingga, dipakai oleh perempuan umur 10 tahun.

2. Warna jingga dan merah darah digunakan oleh perempuan umur 10-14 tahun.

3. Warna merah darah untuk 17-25 tahun.

4. Warna putih digunakan oleh para inang dan dukun.

5. Warna hijau diperuntukkan bagi puteri bangsawan

6. Warna ungu dipakai oleh para janda.

10

Page 11: Provinsi

Pakaian tradisional ini tidak digunakan sehari-hari melainkan hanya digunakan pada

saat ada upacara adat/tradisional dan upacara-upacara serimonial dalam masyarakat,

misalnya perkawinan, hajatan di kerajaan, dan lain-lain sebagainya.

c. Lipa Sa’bbe

Kain tradisional Bugis berupa sarung ini memiliki corak garis-garis yang cantik,

dan terbuat dari sutra yang diproduksi oleh masyarakat bugis sendiri. Masyarakat Bugis dari

desa Tajuncu di Sulawesi selatan sudah menggunakan cara modern dalam

pengembangbiakan ulat sutra, untuk memenuhi kebutuhan benang para penenun di desa

Sempenge, Sengkang yang merupakan pusat pembuatan kain tenun di Sulawesi Selatan.

Bahan sandang pada masa lampau, tidak pernah bisa dari fungsi sebagai pelengkap

kebutuhan budaya. Ini pula yang terjadi pada kain sarung Bugis. Selain menjadi pakaian

sehari-hari, kain sarung Bugis, digunakan untuk kelengkapan upacara yang bersifat sakra,

juga sebagai hadiah untuk mempelai perempuan dari mempelai laki-laki.

Corak kain sarung bugis ada beberapa macam, diantaranya adalah corak kotak-

kotak kecil yang disebut balorenni. Sementara itu corak kotak-kotak besar seperti kain

Tartan Skotlandia, yang diberi nama balo lobang. Selain corak kotak –kotak terdapat pula

corak zig-zag yang diberi nama corak bombang, yang menggambarkan gelombang lautan.

Banyak lagi jenis kain tenunan yang menjadi budaya tradisional masyarakat Bugis.

C. Rumah Adat Provinsi Sulawesi Selatan

Rumah tradisional atau rumah adat di propinsi Sulawesi Selatan yang berasal dari

Bugis (Bola Soba) , Makassar (Balla Lompoa) dan Tana toraja (tongkonang) dari segi

arsitektur tradisional ke tiga daerah tersebut hampir sama bentuknya. Rumah-rumah adat

tersebut dibangun di atas tiang-tiang sehingga rumah adat yang ada di sana mempunyai

kolong di bawah rumahnya. Tinggi kolong rumah adat tersebut disesuaikan untuk tiap

tingkatannya dengan status sosial pemilik rumah, misalnya apakah seorang raja, bangsawan,

orang berpangkat atau hanya rakyat biasa. Hampir semua masyarakat Sulawesi selatan

percaya kalau selama ini penghuni pertama zaman prasejarah di Sulawesi Selatan adalah

orang Toale. Orang Toale, yang berarti orang-orang yang tinggal di hutan, atau lebih tepat

dikatakan penghuni hutan. Orang Toale masih satu rumpun keluarga dengan suku bangsa

Wedda di Srilangka.

11

Page 12: Provinsi

 ҉ Tongkonang (Tana Toraja)

 Tongkonan, Rumah Adat Toraja

 Rumah asli Toraja disebut Tongkonan, berasal dari kata ‘tongkon‘ yang berarti ‘duduk

bersama-sama‘. Tongkonan selalu dibuat menghadap kearah utara, yang dianggap sebagai sumber

kehidupan. Berdasarkan penelitian arkeologis, orang Toraja berasal dari Yunan, Teluk Tongkin,

Cina. Pendatang dari Cina ini kemudian berakulturasi dengan penduduk asli Sulawesi Selatan.

Tongkonan berupa rumah panggung dari kayu, dimana kolong di bawah rumah biasanya

dipakai sebagai kandang kerbau. Atap tongkonan berbentuk perahu, yang melambangkan asal-usul

orang Toraja yang tiba di Sulawesi dengan naik perahu dari Cina. Di bagian depan rumah, di bawah

atap yang menjulang tinggi, dipasang tanduk-tanduk kerbau. Jumlah tanduk kerbau ini

melambangkan jumlah upacara penguburan yang pernah dilakukan oleh keluarga pemilik

tongkonan. Di sisi kiri rumah (menghadap ke arah barat) dipasang rahang kerbau yang pernah di

sembelih, sedangkan di sisi kanan (menghadap ke arah timur) dipasang rahang babi.

Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi

ini dibuat dari batang pohon palem (‘bangah‘) yang licin, sehingga tikus tidak dapat naik ke dalam

lumbung. Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan

matahari, yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara. Dalam paham orang Toraja,

tongkonan dianggap sebagai ‘ibu‘, sedangkan alang adalah sebagai ‘bapak‘.

Tongkonan berfungsi untuk rumah tinggal, kegiatan sosial, upacara adat, serta membina

kekerabatan. Bagian dalam rumah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah,dan

selatan. Ruangan di bagian utara disebut ‘tangalok‘, berfungsi sebagai ruang tamu, tempat anak-

anak tidur, juga tempat meletakkan sesaji. Ruangan bagian tengahdisebut ‘Sali‘, berfungsi sebagai

ruang makan, pertemuan keluarga, tempat meletakkan orang mati, juga dapur. Adapun ruangan

sebelah selatan disebut ‘sumbung‘, merupakan ruangan untuk kepala keluarga. Ruangan sebelah

selatan ini juga dianggap sebagai sumber penyakit. Mayat orang mati tidak langsung dikuburkan,

tetapi disimpan di tongkonan. Sebelum dilakukan upacara penguburan, mayat tersebut dianggap

sebagai ‘orang sakit‘. Supaya tidak busuk, mayat dibalsem dengan ramuan tradisional semacam

formalin, yang terbuat dari daun sirih dan getah pisang. Jika akan dilakukan upacara penguburan,

mayat terlebih dulu disimpan di lumbung padi selama 3 hari. Peti mati tradisional Toraja disebut

12

Page 13: Provinsi

‘erong‘, berbentuk babi untuk perempuan dan kerbau untuk laki-laki. Untuk bangsawan, erong

dibuat berbentuk rumah adat.

҉ Karampuang (Makassar-Bugis)

Rumah Adat Karampuang

Bangunan ini merupakan rumah purba yang konon merupakan tempat bertemunya raja-raja

dari Suku Makassar (Karaeng) dan raja-raja dari Suku Bugis (Puang), sehingga akhirnya disebut

Karaengpuang atau Karampuang, berada di Kecamatan Bulupoddo, berjarak 30 km tepatnya di

Desa Tompobulu, dan dapat ditempuh selarna 1 jam dengan menggunakan mobil atau sepeda

motor. Rumah purba Karampuang mengikuti model rumah adat Bugis Makassar.

Keunikan dari Rumah ini antara lain : Tiangnya terbuat dari kayu bitti, antara pasak dengan

tiang tidak dipaku, lantai terbuat dari bambu yang hanya diikat dengan rotan pada pasak, serta

tangganya berada di bawah kolong rumah bagian tengah, sehingga pintu rumah dibuka dari bawah,

dan dapur berada di bagian depan setelah pintu dibuka.

Setiap tahun (pada Bulan Nopember) diadakan upacara adat Mappogau Sihanua yang

dilaksanakan oleh pemimpin adat, dengan menggelar berbagai atraksi. Lain lagi dengan atraksi

Maddui yang digelar jika ada tiang/ kayu dari rumah adat yang rusak dan harus diganti olch kayu

yang baru denganjenis sama yang harus dicari dan ditarik dari dalam hutan selama satu hari menuju

kerumah adat.

Kegiatan ini dipimpin oleh pemimpin adat dan dilakukan dengan prosesi adat, serta

melibatkan masyarakat di kawasan rumah adat. Selain atraksi ini, jehisseni dan budaya tradisional

di Kabupaten Sinjai yaitu tarian tradisional Pasere Pitupitu, tari Massellung Tana, Tari Maddongi,

dan tari Marumatang.

13

Page 14: Provinsi

҉ Bola Soba (Bugis Bone)

Rumah Adat Bola Soba

Rumah adat ‘Bola Soba’ terbuat dari kulit bambo. Sampai saat ini belum diketahui siapa

yang pertama kali membangunnya, tapi menurut cerita rakyat setempat, Bola Soba’ dibangun oleh

“mahluk gaib” hanya dalam satu malam saja atas perintah Arungpone. Saat ini Bola Soba’

difungsikan sebagai tempat melaksanakan ritual keagamaan Pattoe. Pada bagian belakang ruangan

di Bola Soba’ ini ditempati oleh komunitas Bissu (pendeta Sure Galigo).

҉ Balla Lompoa (Makassar Gowa)

Rumah Adat Balla Lompoa

Bangunan ini merupakan bangunan khas bugis yaitu seluruh bangunan dan atapnya terbuat

dari kayu ulin atau kayu besi. Bangunan ini berupa rumah panggung dan memiliki banyak jendela.

Setiap perayaan Idul Adha, diadakan upacara adat pencucian benda-benda pusaka kerajaan.

14

Page 15: Provinsi

15

Page 16: Provinsi

D. BahasaBahasa umum yang digunakan masayarakat Sulawesi Selatan adalah Makassar,

Bugis, Luwu, Toraja (Sa’adan), Mandar.

҉҉ Bahasa Makassar

Bahasa Makassar merupakan bahasa resmi pada kerajaan Gowa (Makassar)

yang telah memiliki aksara tersendiri sejak abad ke XVI. Dalam kedudukannya

sebagai bahasa kerajaan pada masa itu dalam perkembangannya telah terjadi proses

internasionalisasi melalui pelbagai penyerapan. Namun tidak banyak penduduk yang

paham bahasa tersebut, sehingga banyak dijumpai tuturan yang telah hidup dan

berkembang dari kelompok bahasa Makassar itu yang ditonjolkan dalam lima dialek

yaitu;

a. Dialek Lakiung

Dialek Lakiung terdapat di kota Ujung Pandang dan sekitarnya.

Kabupaten Gowa bagian Barat sejak Salutowa (jurusan Malino) ke muara

sungai Jeneberang.

b. Dialek Turatea

Dialek Turatea menempati posisi di kabupaten Jeneponto mulai daari

Allu ke Timur sampai perbatasan kabupaten Bentaeng dan membujur ke

pedalaman bagian utara, sampai perbatasan Malakaji, kecamatan Tompobulu,

kabupaten Gowa.

c. Dialek Bantaeng

Dialek Bantaeng digunakan di kabupaten Bantaeng dan daerah pesisir

Barat kabupaten Bulukumba.

d. Dialek Konjo

Dialek Konjo menempati wilayah yang luas di pedalaman, mulai dari

jabupaten Pangkep pada lenngkung Utara sungai Pangkajene ke arah

Tenggara, memotong kecamatan Balocci di lereng gunung Bulusaraung,

melintasi bagian Timur kabupaten Bone bagian selatan.

e. Dialek Bira-Selayar

Dialek Bira-Selayar mulai terdapat dari Ujung Bira dan menyebrang ke

pulau Selayar, meliputi dua kecamatan sampai perbatasan desa Laiyolo,

kemudian ke kepulauan Tambulongan dan Pulasi, pulau Kayuadi, sebagian

besar pulau Tanahjampeadan pulau Kalao.

16

Page 17: Provinsi

҉҉ Bahasa Bugis

Bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di

Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Parepare, Kabupaten

Pinrang, sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten

Luwu, Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo,

Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten

Bantaeng.

҉҉ Bahasa Luwu

Satu bahasa yang digunakan di Tana Luwu, salah satu suku bahasa dari lebih

sepuluh suku bangsa yang mendiami Tanah Luwu, Sulawesi Selatan. Bahasa Luwu

ini digunakan oleh sebagian besar penduduk dari Tana Luwu, dari empat kabupaten

dan kota, masing-masing kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur dan kota

Palopo. Bahasa Luwu, termasuk serumpun dengan bahasa Toraja.Bahasa Luwu ini

digunakan selaku bahasa percapakan penduduk setempat, mulai dari Selatan

perbatasan dengan Buriko Kabupatan Wajo sampai dengan daerah Kabupaten Luwu

Timur Malili.

҉҉ Bahasa Toraja (Sa’adan)

Bahasa Sa’adan diambil dari nama salah satu sungai terbesar di Sulawesi

Selatan yang sumber dan hulunya terdapat di daerah pemukiman masyarakat

pendukung kelompok bahasa Sa’adan. Batas wilayah kelompok bahasa Sa’adan,

dibagian Selatan berimpit dengan garis batas Utara kelompok bahasa

Masenrempuluh,, yang berawal di sekitar Larompong, kabupaten Luwu bagian

Selatan, melintang dari Timur ke Barat dan memasuki kabupaten Polmas, menyusuri

sebelah Utara kota Polewali lalu melengkung cembung ke utara.

҉҉ Bahasa Mandar

Bahasa Mandar berasal dari istilah “Mandarsche dialecten” yang mencakup

seluruh wilayah pesisir sejak Binuang di Polmas sampai ke Mamuju. Kelompok

bahasa Mandar meliputi dialek-dialek Mandar dalam arti sempit, bahasa Pitu Uluna

Salu, bahasa Mamuju, Botteng Tappalang. Diantara sub-kelompok ini terdapat

persamaan yang cukup besar, akan tetapi kadar saling mengerti satu dengan yang lain

masih bertingkat-tingkat sesuai posisi geografis dari dialek anggota sub-kelompok

bersangkutan. Terlebih lagi didalam satu sub-kelompok terdapat pelbagai dialek yang

masih mempunyai lagi banyak varian.

17

Page 18: Provinsi

E. Etos Kerja

҉҉ Masyarakat Bugis-Makassar

Orang Bugis-Makassar sesungguhnya memiliki etos kerja yang tinggi, mampu

menghayati dan mewujudkan kata “etos kerja”. Orang Bugis-Makassar yang

merambah hutan-hutan di Papua dan di Kalimantan, serta perantau-perantau Bugis-

Makassar di berbagai tempat di nusantara, dengan etos kerjanya melakukan ‘kerja

keras’ bertarung berhadapan dengan berbagai tantangan, bahkan dengan

mempertaruhkan hidupnya, sekalipun. Masyarakat di Sulawesi Selatan memiliki

budaya rasa bersalah ( gult culture ) , budaya rasa malu ( shame – culture ) dan

budaya takut akhir (fearand culture ). Ketiganya dapat menjadi dorongan bagi

seseorang untuk berprilaku sesuai norma yang berlaku disamping mendorong

terciptanya etos kerja yang tinggi. Budaya rasa malu atau siri’ memang nampak

lebih menonjol atau di Makassar disebut pacce,  di Bugis disebut pesse’ dan

disebut  lokko’ di Toraja dan Mandar. Makna Siri’ sebagai bentuk  revitalisasi

dalam menghadapi pengembangan peradaban serta pergaulan global. Hal ini

berfungsi mendorong motivator,sosial kontrol,rasa tanggung dan dinamisator

sosial. siri’ merupakan taruhan harga diri, maka harga diri tersebut harus diangkat

melalui kerja keras, berprestasi,berjiwa pelopor dan senantiasa berorientasi

keberhasilan. Harga diri terangkat atas dukungan rasa pesse’ ( Bugis ) atau pacce’ (

Makassar ) yaitu solidaritas terhadap orang lain sebagai partisipasi social,karena

penilaian harga diri datang dari lingkungan sosial.

Adapun etos kerja masyarakat Sulawesi Selatan menganut siri’ sebagai shame-culture

lebih besar daripada guilt-culture sudah mengakar dalam masyarakat Sulawesi Selatan

budaya rasa malu ( shame culture ) atau siri’ lebih besar dari budaya rasa bersalah sehingga

diperlukan pembentukan iklim dan suasana dalam struktur sosial guna merubah world view,

akibat kesenjangan nilai yang sudah berlarut-larut. Siri’ disatukan sebagai budaya rasa malu

untuk memacu keberhasilan dalam pembangunan. Sikap ‘etos kerja’ mantap yang tumbuh

dari rahim budayanya tidak pernah mengizinkan untuk ‘mammatu-matu’, bermalas-malasan.

Dibimbing ‘kearifan lokal’ tradisionalnya, mereka tidak membiarkan tanah mereka

menggangur. Tanah garapan mereka sungguh-sungguh diolah dan dimanfaatkan sebaik-

baiknya. Tanpa perlu ada anjuran untuk menanam palawija di antara musim panen dan

musim tanam, kaum tani menanam kacang-kacangan, jagung, sayur-sayuran, dan produk

pertanian lain yang mungkin tumbuh di lahannya. Mereka terus-menerus ‘makkareso’,

melakukan kerja sebagai perwujudan etos yang mereka miliki

.

18

Page 19: Provinsi

҉҉ Masyarakat Toraja

Toraja dengan Tongkonannnya merupakan suatu karya seni yang melambangkan

bahwa manusia-manusia Toraja memiliki etos kerja. Tongkonan hanya dihasilkan

oleh orang-orang yang mau bekerja keras, sebagaimana salah satu ciri orang Toraja

yang ulet dan giat berusaha, etos kerja yang tinggi, inovatif kreatif, keharmonisan.

Tongkonan mengandung makna keharmonisan di mana dalam berbagai aspek

tergambar keharmonisan kosmos, ritus syukuran dan ritus kematian, hubungan

sosial, semuanya ini tergambar dalam pranata tongkonan. Di samping itu, simbol

kejujuran dan keikhlasan, yang tampak dalam tekad persatuan dan kesatuan,

kegotongroyongan dan kekeluargaan yang sangat tampak dalam setiap pelaksanaan

upacara. Semangat atau spirit budaya Toraja itulah yang penting untuk menopang

pembangunan masyarakat di Toraja, khususnya dalam pengambilan kebijakan

pembangunan masyarakat Toraja. Dalam hal ini, Toraja yang melekat dengan

budaya, Toraja dengan semangat kegotongroyongan, Toraja dengan semangat dan

etos kerja yang tinggi, Toraja dengan inovasi dan kreativitasnya, Toraja dengan

kehidupan masyarakat yang harmonis, penuh kejujuran dan keikhlasan,

sebagaimana tergambar dalam upacara-upacara yang begitu bermakna. Tongkonan

janganlah menjadi tontonan saja, tetapi simbol dan makna tongkonan memberikan

semangat dan jati diri bagi masyarakat Toraja untuk terus maju.

Toraja dapat dibangun dengan kebersamaan, etos kerja, inovasi dan kreativitas,

keharmonisan yang dilandasi oleh semangat kegotongroyongan yang bersimbol dari makna-

makna budaya masyarakat Toraja.

19

Page 20: Provinsi

Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Selatan

http://napunyafoto.multiply.com/journal/item/23

http://mohammadhidayatshsikmh.com/index.php?option=com_content&view=article&id=54:kearifan-budaya-lokal-20-april-2010&catid=34:articles&Itemid=57

http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=10050

http://www.tni.mil.id/images/news/perkenalan-satgas-23-b.jpg

http://www.rappang.com/2010/02/lipa-sabbe-sarung-bugis.html

20