proteksionisme di tengah liberalisasi perdagangan dunia tugas karya...

62
PROTEKS Diajukan seba FAKUL DEPARTE UNIVERSITAS INDONESIA SIONISME DI TENGAH LIBERAL PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA AKHIR agai salah satu syarat untuk memper Sarjana Sosial (S.Sos) MUHAMMAD HANIF 1006764170 LTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLIT EMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIO DEPOK JUNI 2014 LISASI roleh gelar TIK ONAL Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Upload: others

Post on 19-Nov-2020

6 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKDEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

i

UNIVERSITAS INDONESIA

PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA

TUGAS KARYA AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Sosial (S.Sos)

MUHAMMAD HANIF 1006764170

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKDEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

DEPOK JUNI 2014

PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

uiperpustakaan
Inserted Text
Page 2: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

ii

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 3: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

iii

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 4: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

nikmat iman dan Islam sehingga dapat melalui kehidupan empat tahun di Kampus

Perjuangan Universitas Indonesia dengan penuh pemaknaan. Rasa syukur juga

penulis panjatkan atas berkat dan rahmat-Nya yang telah memberikan kemudahan

dalam menyelesaikan Tugas Karya Akhir (TKA) ini. Penulisan Tugas Karya

Akhir (TKA) ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Sosial Jurusan Ilmu Hubungan Internasional pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Tugas Karya Akhir (TKA) ini,

sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1) Umi, Ayah, Kak Hanifah, Hamid, Indah, dan Tika yang telah memberikan

berbagai dukungan dalam berbagai bentuk, khususnya berupa doa yang dapat

penulis rasakan dari berbagai kemudahan yang didapatkan;

2) Shofwan Al-Banna Chairuzzad, M.A., P.hD, selaku dosen pembimbing,

kakak, dan mentor yang tidak hanya menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran

untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Karya Akhir (TKA) ini

akan tetapi juga membuka pikiran penulis tentang dunia pasca kampus yang

akan dihadapi;

3) Dra. Nurul Isnaeni, M.A. dan segenap jajaran program S1 Reguler Ilmu

Hubungan Internasional yang telah memberikan proses belajar terbaik untuk

kami selama 4 tahun menjadi mahasiswa di Dept Ilmu Hubungan

Internasional FISIP UI;

4) Keluarga BEM FISIP UI 2013 yang telah mewarnai banyak sisi kehidupun

penulis dan dari sini penulis mendapatkan semangat untuk selalu memberi arti

dalam setiap langkah dan gerak. Terimakasih atas kehebatan kalian semua

yang secara tidak langsung banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

Tugas Karya Akhir (TKA) ini.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 5: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

v

5) Mas Yono, Mang Ikin, Bapak Narwan, dan segenap pahlawan tanpa tanda jasa

yang selama ini telah membantu berlangsungnya dinamika kehidupan kampus

penulis dan seluruh mahasiswa FISIP UI. Terimakasih atas keihklasan yang

telah Mas, Mba, Bapak, dan Ibu berikan. Semoga Allah memuliakan dan

memberikan kesejahteraan.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Tugas Karya Akhir (TKA)

ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan Indonesia kedepannya.

Depok, 13 Juni 2014

Muhammad Hanif

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 6: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

vi

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 7: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

vii

ABSTRAK

Nama : Muhammad Hanif Program Studi : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Judul : Proteksionisme di Tengah Liberalisasi Perdagangan Dunia

Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur yang meninjau pandangan pakar dalam ekonomi politik internasional tentang gagasan proteksionisme dan penerapan kebijakannya di tengah liberalisasi perdagangan dunia. Secara teoritis terdapat perdebatan yang mengkritisi pandangan ekonomi neo-klasik sebagai landasan dari perkembangan liberalisasi perdagangan dunia saat ini. Pandangan teoritis ekonomi neo-klasik yang bersifat statis dalam memandang nilai-nilai perdagangan yang liberal, multilateral, bebas hambatan, dan non-diskriminatif sulit berhadapan dengan perubahan ekonomi politik dunia yang sangat dinamis. Temuan secara teoritis konsiten dengan tinjauan empiris dari penerapan kebijakan perdagangan di negara maju dan negara berkembang. Dinamisnya faktor ekonomi politik, membuat negara tidak bisa menerapkan konsep perdagangan bebas secara utuh untuk memenangkan persaingan dalam perdagangan dunia. Proteksionisme akan selalu hadir dengan berbagai instrumen kebijakannya ditengah liberalisasi perdagangan dunia.

Kata kunci: Proteksionisme, Liberalisasi Perdagangan Dunia, Kebijakan

Perdagangan

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 8: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

viii

ABSTRACT Name : Muhammad Hanif Study Program : Social dan Political Sciences Title : Protectionism in the Liberalization of World Trade

This thesis is a literature review that looked at the views of experts in international political economy about the idea of protectionism and its policy implementation in world trade liberalization. Theoretically there is a debate in criticizing the classical economics’ liberal thought as the basic idea of the development of today's world trade liberalization. Theoretical view of neo-classical economics which are static in looking at the liberal, multilateral, barrier-free, and non-discriminatory values of world trade having some difficulty in dealing with dynamic changes in the world political economy. Consistently, theoretical findings have been approved by empirical review of the implementation of trade policies in the developed and developing countries. The dynamic of political economy factors makes the country can not apply the concept of free trade as a whole to win the competition in world trade. Protectionism will always be present, with its variety of policy instruments, in the liberalization of world trade. Keywords: Protectionism, World Trade liberalization, Trade Policy

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 9: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................... vi ABSTRAK ................................................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ............................................................................ x BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 11

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 11

1.2 Pendefinisian Proteksionisme .......................................................................... 14

BAB 2.PERKEMBANGAN WACANA TENTANG PROTEKSIONISME ...... 20

2.1 Wacana Tentang Proteksionisme Sebelum Perang Dunia I ............................. 21 2.2 Wacana Tentang Proteksionisme pada Masa Antar Perang Dunia .................. 25 2.3 Wacana Tentang Proteksionisme Pasca Perang Dunia II ................................ 29

BAB 3.DUKUNGAN TERHADAP WACANA PROTEKSIONISME DI

TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA ...................... 39 3.1 Dukungan dalam Kerangka Teoritis terhadap Wacana Proteksionisme .......... 39 3.2 Dukungan dalam Kerangka Empiris terhadap Wacana Proteksionisme .......... 46

BAB 4.KESIMPULAN ............................................................................................ 56

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 60

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 10: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Perkembangan Wacana Proteksionisme Sebelum Perang Dunia I ......... 25 Gambar 2 : Perkembangan Wacana Proteksionisme pada Masa Antar Perang

Dunia ....................................................................................................... 29 Gambar 3 : Perkembangan Wacana Proteksionisme Pasca-Perang Dunia II ............ 38

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Wacana yang Mendukung Proteksionisme di Tengah Liberalisasi Perdagangan Dunia .................................................................................... 55

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 11: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

11

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proteksionisme merupakan pandangan dalam perdagangan yang telah hadir

jauh semenjak ratusan tahun sebelum masehi seperti yang tergambar pada filosofi

Plato dan Aristoteles. Plato menganggap bahwa membiarkan kehadiran pedagang

asing masuk kedalam polis(negara-kota) akan berdampak pada rusaknya jiwa

(kehidupan).1 Hal yang sama dinyatakan oleh Aristotelesdimana kondisi terbaik

bagi suatu negara adalah kemandirian (self-sufficient). Berbagai bentuk pertukaran

produk domestik dengan uang dari luar hanya akan memberikan pengaruh yang

merusak bagi negara.2Filosofi proteksionisme yang membatasi kompetisi

perdagangan dengan pihak luarini telah ada semenjak berabad yang lalu dan

sampai sekarang masih menjadi salah satu landasan dalam pilihan kebijakan

perdagangan yang diterapkan oleh negara di dunia.

Di tengah perdagangan dunia yang saat ini berkembang ke arah liberalisasi

pun proteksionisme masih muncul sebagai pilihan kebijakan perdagangan.

Agenda liberalisasi perdagangan dunia yang secara masif di mulai semenjak

berakhirnya Perang Dunia II melalui instrumen GATT (General Agreement on

Tariffs and Trade) dianggap telah berhasil menurunkan bentuk proteksionisme

perdagangan berupa tarif secara signifikan dan diyakini sebagai faktor yang

membawa kembali perdagangan dunia pada masa keemasannya.3 Akan tetapi,

berkurangnya secara signifikan penerapan instrumen kebijakan proteksionisme

perdagangan berupa tarif ini tidak berlangsung lama. Tren penerapan kebijakan

proteksionisme perdagangan kembali bangkit pada dekade tahun 1970an. Hampir

semua negara, termasuk negara maju yang merupakan promotor perdagangan

bebas,menerapkan berbagai bentuk instrumen baru proteksionisme berupa

hambatan perdagangan non-tarif.

1 Robert W. McGee, ”The Philosophy of Trade Protectionism,Its Costs and Its Implications,” Policy Analysis, 1996, no. 10: 3. 2Ibid. 3Dominick Salvatore, “Protectionism and World Welfare: Introduction,” dalam Protectionism and World Welfare,ed. Dominick Salvatore (Cambridge : Cambridge University Press., 2003), 2.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 12: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

12

Universitas Indonesia

Usaha liberalisasi untuk menciptakan perdagangan dunia yang bebas,

multilateral, dan non-diskriminatif terkendala oleh berkembangnya berbagai

instrumen kebijakan proteksionisme. Lingkungan perdagangan dunia yang benar-

benar bebas dan lepas dari campur tangan pemerintah belum berhasil

diwujudkan.Penting untuk menjadicatatan bahwasampai saat ini dalam

perkembangan liberalisasi perdagangan dunia tidak ada satupun negara di dunia

yang telah dapat membebaskan perdagangannya dari berbagai bentuk

proteksionisme.4

Tulisan ini merupakan kajian literatur yang akan melihat secara

komprehensif perkembangan wacana tentang proteksionisme yang melingkupi

liberalisasi perdagangan dunia. Dengan meninjau pandangan pakar dalam

ekonomi politik internasional, akan dikaji perdebatan tentang gagasan

proteksionisme dan penerapan kebijakannya. Kajian ini diharapkan dapat

memunculkan dialektika keilmuan terkait dengan tren kebijakan perdagangan

yang diterapkan oleh negara-negara di dunia. Selain itu kajian ini juga ditujukan

untuk dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam kerangka ekonomi politik

internasional terkait dengan perkembangan pemikiran kebijakan perdagangan dan

perdagangan dunia secara umum.

Literatur yang digunakan dalam penulisan kajian ini berasal dari berbagai

sumber berbentuk buku, peer-reviewed journal,working paper, dokumen resmi

WTO, dan berbagai sumber sekunder lainnya. Pengorganisasian literatur

disesuaikan dengan pola pembahasan. Pada pembahasan bagian awal Penulis

lebih banyak menggunakan literatur berupa buku yang secara umum menjelaskan

tentang perkembangan wacana tentang proteksionisme dan liberalisasi

perdagangan dunia. Sementara pada bagian analisis Penulis memilih untuk

menggunakanjurnal dan juga buku yang memiliki wacana spesifik terkait

dukungan dan penolakan terhadap proteksionisme perdagangan.

Penulisan akan dibagi menjadi empat bab utama. Pertama, bab

Pendahuluan. Pada bab ini Penulis membahas tentang pendefinisian mengenai

4Susan Strange,”Protectionism and World Politics,” International Organization 39, no. 2 (1985):245.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 13: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

13

Universitas Indonesia

proteksionisme. Perkembangan liberalisasi perdagangan dunia dengan berbagai

perjanjian multilateral telah berhasil menekan bentuk paling konvensional dari

proteksionisme yaitu hambatan perdagangan berupa tarif.Akan tetapi untuk

mewujudkan berbagai kepentingannya, berbagai bentuk proteksionisme dengan

instrumen yang beragam dan terus berkembang muncul sebagai pilihan kebijakan

perdagangan bagi negara.Dibutuhkan definisi yang lebih fungsional dalam

melihat penerapan dan perkembangan kebijakan proteksionisme sehingga

memudahkan pengkajian dan pembentukan berbagai kebijakan serta kesepakatan

internasional.Penulis akan membahas beberapa pendefinisan proteksionisme

mulai dari old protectionism, new protectionism, dan pendefinisan proteksionisme

secara fungsional yang disusun oleh Philip I Levy dalam Imaginative Obstruction:

Modern Protectionism in the Global Economy.

Kedua, bab Perkembangan Wacana tentang Proteksionisme. Bab ini akan

memberikan pemahaman secara umum tentang bagaimana wacana proteksionisme

muncul dalam perkembangan liberalisasi perdagangan dunia. Pembahasan akan

dimulai dari diasosiasikannya proteksionisme dengan pandangan ekonomi

merkantilisme yang berkembang pada abad ke-15 di Eropa. Selanjutnya wacana

tentang proteksionisme kembali menguat pada masa antar perang dimana

perdagangan dunia dikatakan terjebak dalam spiral lingkaran setan

proteksionisme. Wacana tentang proteksionisme pada masa antar perang ini

kemudian dijadikan landasan dalam liberalisasi perdagangan dunia secara masif

pasca-Perang Dunia II melalui instrumen GATT.5

Pembahasan akan berlanjut melihat bagaimana proteksionisme dengan

hambatan perdagangan berupa tarif menjadi fokus dari liberalisasi perdagangan

dunia dua dekade pasca-Perang Dunia II. Akan tetapi keberhasilan dalam

liberalisasi perdagangan yang dicapai oleh GATT dengan menekan tarif secara

signifikan selama dua dekade tersebut ternyata belum bisa menghilangkan bentuk

proteksionisme perdagangan. Wacana tentang proteksionisme kembali muncul

5Graham Dunkley, Free Trade : Myth, Reality, and Alternatives (New York: Palgrave Macmillan, 2004), 3.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 14: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

14

Universitas Indonesia

pada dekade 1970-an dengan bentuk yang berbeda, yaitu berkembangnya

hambatan perdagangan non-tarif yang dikenal dengan new protectionism.

Ketiga, bab Dukungan terhadap Proteksionisme di Tengah Liberalisasi

Perdagangan Dunia. Bab ini merupakan inti kajian literatur dalam Tugas Karya

Akhir ini. Dalam bab ini akan dibahas tentang pandangan pakar ekonomi politik

internasional secara teoritisyang mendukung proteksionisme sebagai pilihan

kebijakan bagi negara dalam perdagangan dunia. Dalam bab ini juga akan

disinggung secara empiris tentang penerapan kebijakan proteksionisme oleh

negara-negara di dunia secara umum dengan meninjau motif yang mendorong

sebuah kebijakan proteksionisme diambil serta kondisi apa yang melandasinya.

Keempat, setelah pembahasan secara komprehensif mengenai

perkembangan wacana dan perdebatan pandangan tentang proteksionisme, bab ini

merupakanbagian kesimpulan. Akan ditarik benang merah tentang perkembangan

wacana proteksionisme dan penerapan kebijakannya dalam liberalisasi

perdagangan dunia. Pada bab ini juga akan disimpulkan tentang perdebatan

wacana proteksionisme yang tidak bisa dipisahkan dari perkembangan

perdagangan dunia, pun dalam proses liberalisasi perdagangan yang sedang

berlangsung saat ini. Pada bagian akhir akandisusun refleksi yang bisa Indonesia

ambil dari eksistensi kebijakan proteksionisme di tengah liberalisasi perdagangan

dunia dan dimensi yang bisa dijadikan kajian lebih lanjut.

1.2 Pendefinisian Proteksionisme

Secara umum proteksionisme dapat didefinisikan sebagai bentuk

kebijakan yang secara sengaja dibuat oleh pemerintah untuk melindungi produsen

domestik akan persaingan dari luar.6Para penganut perdagangan bebas melihat

proteksionisme perdagangan sebagai kebijakan yang berdampak pada inefisiensi

penggunaan sumber daya dan meningkatkan harga impor yang merugikan

konsumen secara luas.Akan tetapi bagi para aktor yang menerapkan kebijakan

6Ibid.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 15: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

15

Universitas Indonesia

proteksionisme biaya tersebut merupakan konsekuensiyang sebanding dengan

manfaat yang didapatkan.7

Proteksionisme dengan penerapan kebijakan yang menghambat

perdagangan telah muncul semenjak berabad lampau. Bentuk paling konvensional

dari proteksionisme yang dikenal dengan old protectionism adalah penerapan

instrumen hambatan perdagangan berupa tarif dan kuota impor. Akan tetapi

seiring dengan agenda liberalisasi perdagangan dunia pasca-Perang Dunia II yang

berfokus untuk menghilangkan hambatan perdagangan berupa tarif, wacana

tentang proteksionisme telah bergeser jauh dari instrumen hambatan sederhana

ini. Pada dekade tahun 1970an muncul tren penerapan hambatan perdagangan

non-tarif yang dikenal dengan new protectionism. New protectionism merupakan

bentuk proteksionisme dengan instrumen hambatan yang cenderung lebih tidak

transparan dan berbeda sebagaimana hambatan berupa tarif dalam old

protectionism.8

Walaupun pada dasarnya penerapan kebijakan proteksionisme masih

memiliki kesamaan maksud umum berupa keberpihakan pada produsen dalam

negeri atas kompetisinya dengan pihak luar, motif dan instrumen kebijakan yang

digunakan pada saat ini jauh berbeda dari yang dikenal sebelumnya. Bentuk

konvesional dari old protectionismberupa tarif belum bisa dihilangkan secara

menyeluruh akan tetapi bentuk hambatan non-tarif dari new protectionism terus

berkembang mengikuti perkembangan perdagangan dunia. Diperlukan definisi

yang lebih fungsional dengan mengklasifikasikan bentuk-bentuk proteksionisme

modern ini guna memudahkan melihat eksistensi dan perkembangan paham serta

kebijakannya.

Philip I Levy dalam Imaginative Obstruction: Modern Protectionism in the

Global Economy menempatkan intensi (intent) sebagai kunci penting yang perlu

diidentifikasi dalam mendefinisikan kebijakan proteksionisme yang diterapkan

7Ibid. 8Salvatore, 1.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 16: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

16

Universitas Indonesia

oleh negara.9 Benar bahwa maksud umum dari kebijakan proteksionisme adalah

keberpihakan kepada produsen domestik atas kompetisi dengan pihak luar, akan

tetapi perkembangan modern menuntut adanya pendefinisian yang lebih

fungsional untuk melihat maksud khusus atau intensi dari negara dalam

mengeluarkan suatu kebijakan. Dalam konteks liberalisasi perdagangan dunia,

pendefinisian proteksionisme secara fungsional ini diperlukan untuk mengetahui

dan mengindentifikasi kondisi kesiapan negara-negara di dunia dalam

meliberalisasi perdagangannya.Levy mengklasifikasikan proteksionisme dilihat

dari sifat kebijakannya yang transparan atau implisit dan bentuk instrumen

kebijakan yang digunakan. Tiga kategori dalam pendefinisian proteksionisme

yang dirumuskan oleh Levy adalah sebagai berikut:10

Pertama, Intentional Protectionism.Bentuk proteksionisme ini merupakan

bentuk yang paling transparan dengan rumusan kebijakan yang secara eksplisit

berpihak kepada industri domestik daripada impor asing. Instrumen kebijakan

yang dipakai adalah instrumen yang dikenal dengan umum berupa penerapan tarif

impor, subsidi ekspor, dan kuota. Walaupun sudah mengalami pengurangan yang

sangat drastis semenjak dikuatkannya liberalisasi perdagangan di tingkat global,

jenis proteksionisme ini masih sangat lazim diterapkan di negara berkembang

untuk komoditas manufaktur dan hampir disemua negara untuk produk pertanian.

Penekanan dalam klasifikasi intentional protectionism adalah mengenai

tujuan yang eksplisit dan instrumen yang transparan.11 Penerapan subsidi

pendidikan dan pengembangan teknologi yang dianggap bukan merupakan jenis

proteksionisme akan diklasifikasikan kedalam bentuk intentional protectionism

ketika subsidi ditujukan untuk pengembangan suatu industri secara spesifik

seperti yang diterapkan oleh pemerintahan Jepang melalui Ministry of

9Philip I Levy, “Imaginative Obstruction: Modern Protectionism in the Global Economy,” Georgetown Journal of International Affairs, 2009, Summer/Fall: 9. 10Ibid., 7-14. 11Ibid., 9.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 17: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

17

Universitas Indonesia

International Trade and Industry (MITI) dalam mensubsidi riset produk

semikonduktor untuk dijual secara dumping ke negara industri maju.12

Selain bentuk diatas, akhir-akhir ini juga berkembang bentuk lain yang tidak

mengundang reaksi publik secara luas akan tetapi berdampak sama dalam

keberpihakan kepada produsen lokal, yaitu kampanye pemakaian produk dalam

negeri. Kampanye sejenis ini menggunakan legitimasi penjagaan budaya (cultural

preservation) akan tetapi pada dasarnya bertujuan yang sama yaitu secara eksplisit

memberikan keberpihakan kepada produsen domestik dengan instrumen yang

transparan. Contoh dari jenis proteksi ini adalah kampanye “Buy American”,

“Cintailah Produk-Produk Indonesia”, dan bentuk lainnya.

Kedua, Incidental Protectionismmerupakan bentuk proteksionisme yang

memberikan dampak yang hampir sama seperti intentional protectionism akan

tetapi bekerja secara tidak langsung. Secara kebijakan, bentuk proteksionisme ini

tidak terlihat secara eksplisit mendiskriminasikan produk luar negeri atas produk

yang berasal dari produsen domestik. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan

ketetapan-ketetapan yang memiliki legitimasi kuat sebagai persyaratan atas

produk luar yang akan masuk ke pasar domestik. Proteksionisme jenis ini bekerja

secara tidak langsung dengan memasukkan unsur non-perdagangan kedalam

persyaratan impor produk.13 Bentuk yang paling kontroversial adalah penerapan

standar kesehatan dan keamanan.

Kekurangan yang terdapat pada produk luar tidak lagi dilihat sebagai sebuah

kecacatan yang dapat ditoleransi akan tetapi dijadikan sebagai cara untuk

mengeliminasi produk tersebut secara keseluruhan dari pasar domestik. Kasus

yang paling umum adalah pelarangan masuknya produk daging sapi Eropa yang

mengandungbovine spongiform encephalopathyatau penyakit sapi gila ke pasar

Amerika Serikat. Kebijakan yang sama juga diterapkan oleh Eropa terhadap

produk padi Amerika Serikat yang dikembangkan dengan sistem rekayasa

genenik (Genetically Modified Organism). Seringkali kekurangan dan kecacatan

12Ryuzo Sato, Rama Ramachandran, dan Shunichi Tsutsui.“Protectionism and Growth of Japanese Competitiveness,”dalam Salvatore, ed. Protectionism and World Welfare. 340-41. 13Levy, “Imaginative Obstruction,” 11.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 18: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

18

Universitas Indonesia

pada suatu jenis produk dijadikan landasan atas ketidakpercayaan produk dari

luar, khususnya terhadap negara tertentu sehingga menimbulkan pelarangan

masuk untuk semua produk sejenis dari negara tersebut ke dalam pasar domestik.

Bentuk lainnya adalah kebijakan anti-dumping. Kebijakan ini secara

eksplisit ditujukan untuk menghindari kebijakan perdagangan negara lain yang

bersifat predator terhadap pasar domestik dan perdagangan dunia. Kebijakan

dumping dilakukan dengan menerapkan subsidi yang sangat besar akan produk

domestik untuk bersaing di pasar global dengan harga yang jauh dibawah biaya

produksi. Hal ini dinilai harus direspon karena secara langsung negara yang

menerapkan kebijakan ini bertujuan untuk dapat menguasai pasar dunia secara

monopolistik.

Kebijakan anti-dumping merupakan kebijakan yang sah ketika ditujukan

untuk menghindari penguasaan pasar dunia dengan cara yang curang oleh satu

negara. Akan tetapi tuduhan bahwa negara lain menerapkan kebijakan dumping

seringkali dijadikan alasan dalam penerapan kebijakan anti-dumping yang

mendiskriminasikan produk dari luar padahal memang negara luar tersebut

memiliki comparative advantage dalam memproduksi suatu komoditas secara

efektif.14 Kebijakan seperti ini sama saja dengan memberikan ketidakpercayaan

akan kebijakan yang diterapkan pihak lain. Anti-dumping bisa menyebabkan

dampak yang lebih parah dari tarif karena cenderung kurang transparan.

Contoh lainnya dari incidental protectionism adalah permainan dalam

pengaturan nilai tukar mata uang. Pengaturan nilai tukar dilegitimasi sebagai cara

untuk mewujudkan stabilitas ekonomi makro akan tetapi secara implisit dapat

membuat naiknya harga produk luar yang masuk ke pasar domestik sehingga tetap

bisa bersaing dengan produk dalam negeri. Hal ini pernah diterapkan oleh China

dengan menerapkan instrumen undevaluationyang menyebabkan turunnya impor

ke pasar China dan mendorong ekspor produk domestik ke pasar dunia.

Ketiga, istrumental protectionism. Bentuk proteksionisme ini merupakan

bentuk yang paling tidak transparan dan diterapkan dengan menggunakan

14Ibid., 12.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 19: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

19

Universitas Indonesia

kebijakan perdagangan sebagai sebagai alat untuk mendorong perubahan

kebijakan politik di negara lain.15 Jika gertakan yang diberikan berhasil dalam

merubah kebijakan negara lain, maka kebijakan proteksionisme tidak jadi

diterapkan, walaupun pastinya berpengaruh terhadap hubungan politik antar

negara tersebut. Akan tetapi jika tidak ada perubahan politik maka akan

diterapkan bentuk proteksi perdagangan sebagai konsekuensi ancaman.

Cara ini pernah dilakukan oleh Amerika Serikat dengan mengancam akan

keluar dari perjanjian North America Free Trade Area (NAFTA) jika negara-

negara anggotanya tidak mau memasukkan aspek kesejahteraan buruh dan

lingkungan kedalam mekanisme perjanjian perdagangan. Gertakan ini mendorong

negara di Amerika Utara untuk mereformasi beberapa kebijakan perdagangan

mereka. Hal serupa juga pernah diajukan oleh Amerika Serikat dalam kerangka

WTO, akan tetapi ditolak oleh mayoritas negara berkembang karena sulit bagi

mereka untuk mengadopsi aspek kesejahteraan buruh dan lingkungan dalam

waktu dekat. Penolakan dari mayoritas negara anggota WTO ini pada akhirnya

tidak menyebabkan Amerika Serikat menerapkan kebijakan proteksionisme

terhadap negara berkembang. Faktor keseimbang kekuatan politik menjadi salah

satu pertimbangan dalam penerapan jenis proteksi ini.

15Ibid., 12.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 20: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

20

Universitas Indonesia

BAB 2

PERKEMBANGAN WACANA TENTANG PROTEKSIONISME

Perkembangan wacana mengenai proteksionisme secara umum dapat dilihat

dari perkembangan liberalisasi perdagangan dunia. Perubahan pandangan serta

penerapan kebijakan proteksionisme perdagangan terjadi seiiring dengan

perkembangan liberalisasi perdagangan dunia pada masa sebelum Perang Dunia,

masa antar Perang Dunia, dan masa pasca-Perang Dunia hingga saat ini. Pada

masa sebelum Perang Dunia, proteksionisme dengan instrumen kebijakan berupa

tarif merupakan hal yang lazim diterapkan oleh berbagai negara. Wacana tentang

proteksionisme pada masa ini seringkali diasosiasikan dengan pandangan

merkantilisme yang berkembang di Eropa pada abad ke-15.

Wacana mengenai merkantilisme dan proteksionisme ini bergeser pada

akhir abad ke-17 dengan muncul dan berkembangnya teori absolute advantage

dan comparative advantage yang melandasi agenda liberalisasi perdagangan.

Pandangan mengenai liberalisasi perdagangan ini dengan cepat diadopsi oleh

negara-negara industri maju di Eropa dan Amerika dalam kurun waktu hingga

pertengahan abad ke-19. Akan tetapi penyebaran pandangan liberalisasi

perdagangan ini secara praktik tidak semerta-merta menghilangkan penerapan

kebijakan proteksionisme.

Tidak lama setelah masa-masa kejayaan liberalisasi perdagangan di

kawasan Eropa dan Amerika Serikat pada abad ke-19, tren penerapan kebijakan

proteksionisme kembali meningkat dengan tajam. Negara industri maju di Eropa

dan Amerika Serikat serta hampir seluruh negara di dunia menerapkan kembali

hambatan perdagangan berupa tarif yang tinggisebagai akibat dari resesi ekonomi

pada masa antar Perang Dunia. Disebutkan bahwa pada masa ini perdagangan dan

perekonomian dunia terjebak dalam lingkaran setan proteksionisme.

Wacana mengenai terjebaknya perdagangan dunia dalam lingkaran setan

proteksionisme pada masa antar perang telah menjadi sorotan utama dalam

pemulihan perekonomian pasca-Perang Dunia II. Pasca-Perang Dunia II dibentuk

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 21: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

21

Universitas Indonesia

instrumen GATT yang berfungsi untuk meliberalisasi perdagangan dunia secara

multilateral dengan membuat pengaturan tentang pengurangan tarif sebagai

hambatan perdagangan. Dua dekade pasca-Perang Dunia II GATT dikatakan telah

berhasil menurunkan tarif secara signifikan pada mayoritas negara industri maju

dandapat mengikat komitmen negara-negara lainnya untuk meliberalisasi

perdagangan mereka.

Pada dekade 1970an, wacana konvensional proteksionisme terkait dengan

hambatan berupa tarif bergeser secara signifikan dengan munculnya berbagai

bentuk instrumen hambatan perdagangan non-tarif yang dikenal dengan sebutan

new protectionism. Instrumen hambatan perdagangan dalam new protectionism

bersifat tidak transparan, beragam, dan banyak diterapkan oleh negara maju yang

pada awalnya merupakan promotor dari liberalisasi perdagangan dunia. Hal ini

berdampak pada disorotnya wacana mengenai proteksionisme sebagai salah satu

isu utama dalam setiap agenda liberalisasi perdagangan dunia semenjak itu.

2.1 Wacana Tentang Proteksionisme Sebelum Perang Dunia I

Proteksionisme dalam sejarah pemikiran ekonomi seringkali diasosiasikan

dengan pandangan merkantilisme yang berkembang di Eropa pada abad ke-

15.Merkantilisme memiliki kedekatan pandangan dengan proteksionisme terkait

dengan campur tangan pemerintah yang erat dalam kegiatan

perdagangan.Penerapan pandangan merkantilisme tercatat sebagai salah satu

langkah yang mengawali sejarah kejayaan Inggris (Great Britain) dari abad ke-15

hingga abad ke-17. Pada masa ini pemerintah bekerjasama dengan para pedagang

(merchant) untuk melakukan ekspansi melalui pembentukan koloni-koloni

perdagangan yang melakukan pelayaran ke pelosok dunia. Hasil perjalanan

perdagangan (ekspansi) selanjutnya digunakan untuk menguasai pasar Eropa dan

memperkuat kekuasaan Inggris baik di kawasan Eropa maupun dunia.

Dalam paham merkantilisme, perdagangan dinilai sebagai proses zero-

sumgamedimana kemenangan bagi suatu pihak berarti kehilangan kekuasaan pada

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 22: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

22

Universitas Indonesia

pihak lainnya.16 Paham ini telah menghantarkan berbagai bentuk ekspansi dagang

dilakukan oleh negara-negara di Eropa pada abad pertengahan. Sektor

perdagangan dan pemerintah bekerjasama dalam meningkatkan kekayaan negara

dimana disaat yang bersamaan berusaha merebut kekayaan yang dimiliki

lawannya. Proses perdagangan ditujukan untuk memperkuat kekuasaan negara

dimana selain melakukan ekspansi negara juga melakukan pencegahan adanya

aliran uang dari dalam negeri ke luar dan memastikan total ekspor jauh melampui

total impor dengan menerapkan tarif impor yang tinggi.

Pada tahap ini proteksionisme memiliki kaitan yang sangat erat dengan

pandangan ekonomi merkantilisme dalam hal penerapan kebijakan tarif impor

yang tinggi oleh negara untuk melindungi produsen dan pedagang domestik dari

kompetisi dengan pihak luar. Perdagangan pada masa ini dinilai tidak stabil

dikarenakan tidak dapat diprediksinya harga komoditas lintas negara.17 Tingkat

hambatan perdagangan berupa tarif yang sangat bergantung pada kekuasaan

politik dari negara tujuan ekspor membuat perdagangan lintas negara tidak

berkembang dengan baik dan mendorong negara-negara besar untuk melakukan

ekspansi.

Paham merkantilisme yang mendorong kejayaan yang diraih Inggris melalui

ekspansi perdagangan diperkuat dengan terjadinya Revolusi Industri pada akhir

abad ke-17. Efisiensi produksi yang diperoleh melalui Revolusi Industriini

semakin mengokohkan posisi Inggris sebagai pelaku perdagangan dunia yang

terkuat dan hegemonik.Berbagai komoditas dagang dapat dihasilkan oleh Inggris

dengan cara yang sangat efektif dan dapat diekspor dengan murah sebagai dampak

posistif dari biaya produksi yang rendah. Untuk memasarkan produk industrinya,

Inggris melakukan berbagai perjanjian bilateral untuk guna menurunkan tingkat

hambatan tarif pada negara yang menjadi sasaran pasar.

Seiring dengan kekuatan baru Inggris dalam menguasai perdagangan dunia

dan pengaruh Revolusi Industri terhadap pola produksi di kawasan Eropa,

pandangan tentang perdagangan ikut bergeser. Perdagangan tidak lagi dianggap

16Natalie Goldstein, Globalization and free trade (New York: Infobase Publishing, 2007), 7. 17World Trade Organization, World Trade Report 2007, Switzerland: WTO Publications, 2007, 38.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 23: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

23

Universitas Indonesia

sebagai zero-sum game,akan tetapi merupakan proses positve-sum game.18Setiap

aktor dalam perdagangan diyakini akan mendapatkan keuntungan dari menjual

produk yang menjadi comparative advantagenya dimana setiap aktor yang terlibat

akan memperoleh kebermanfaatan dari perdagangan. Pandangan ini diperkenalkan

oleh David Ricardo yang merupakan penyempurnaan dari teori absolute

advantage yang dibawa oleh Adam Smithdalam rangka mengkritik pandangan

merkantilisme.

Pandangan tentang liberalisasi perdagangan yang diperkenalkan oleh

Adam Smith dan David Ricardo semenjak akhir abad ke-17 ini memberikan

pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan kebijakan perdagangan di

wilayah Eropa. Dengan kejayaan yang diraih oleh Inggris, pandangan tentang

liberalisasi perdagangan dengan cepat diterima oleh negara-negara di Eropa dan

dunia. Berbagai perjanjian pengurangan tarif disepakati dalam perdagangan di

wilayah Eropa yang dengan cepat menghasilkan peningkatan volume

perdagangan.

Perdagangan bebas di wilayah Eropa mencapai titik puncaknya pada

pertengahan abad ke-19 ketika Inggris pada tahun 1846mencabut Corn Lawyang

sarat dengan penerapan nilai tarif impor yang tinggi.19Hal ini juga terjadi di

tatanan internasional. Berbagai perjanjian perdagangan bilateral dan perpacuan

teknologi serta efisiensi produksi di Amerika Serikat dan Jepang telah mendorong

pergerakan yang signifikan dalam peningkatan arus lalu lintas perdagangan

barang di dunia.

Dapat dikatakan bahwa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20

pandangan merkantilisme dan proteksionisme perdagangan mulai kehilangan

legitimasinya di negara-negara industri maju.20 Melalui berbagai perdebatan

akademis yang dimotori oleh para pemikir ekonomi neo-klasik, perdagangan

bebas menjadi arus utama dalam pemikiran kebijakan perdagangan pada abad ke-

18Gilpin, Global Political Economy, 79. 19Philip McMichael, “Globalization: Trend or Project,” dalam Global Political Economy: Contemporary Theories,ed. Rolen Palan (New York: Routledge, 2000),103. 20Arthur A. Stein,” The Hegemon's Dilemma: Great Britain, the United States, and the International Economic Order,” International Organization 38, no. 2 (1984): 356.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 24: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

24

Universitas Indonesia

19 dan awal abad ke-20. Hal ini didukung oleh penerapan kebijakan perdagangan

yang berorienstasi pada pengurangan hambatan perdagangan oleh negara industri

maju yang memiliki kekuatan politik yanghegemonik.

Akan tetapi perlu menjadi catatan bahwa perkembangan liberalisasi

perdagangan dunia pada masa sebelum Perang Dunia ini tidak berarti telah

menghilangkan bentuk proteksionisme perdagangan. Proses liberalisasi

perdagangan pada masa ini dilakukan melalui pembukaan pasar secara bilateral

dan tidak oleh semua negara. Proses pembukaan pasar dilakukan atas dasar

hubungan perdagangan antar negara dimana kesepakatan yang dibuat merupakan

kesepakatan tertutup antara pihak yang terlibat. Di wilayah Eropa, Prancis dengan

konsep perdagangannya laissez faire dikenal sebagai salah satu promotor

perdagangan bebas, pengurangan nilai tarif yang menghambat perdagangan hanya

dilakukan kepada rekan perdagangannya. Hingga akhir abad ke-20 Prancis masih

tercatat sebagai salah satu negara di wilayah Eropa yang menerapkan kebijakan

proteksionisme dengan masif berupa penetapan tarif impor yang sangat tinggi

terhadap pihak luar. 21

21World Trade Organization, World Trade Report 2007, 38.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 25: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

Perkembangan Wacana Proteksionisme Sebelum Perang Dunia I

Sumber: Disarikan oleh

2.2 Wacana tentang Proteksionisme pada Masa Antar

Tenggelamnya wacana proteksionisme di tengah liberalisasi perdagangan

dunia di Wilayah Eropa dan negara industri maju tidak berlangsung lama. Wacana

tentang proteskionisme dan

masa antar Perang Dunia

kembali mengalami pergeseran. Dunia yang mengalami keterpurukan ekonomi

Periodesasi

Sebelum Perang Dunia I

Universitas Indonesia

Gambar 1 Perkembangan Wacana Proteksionisme Sebelum Perang Dunia I

Sumber: Disarikan oleh Penulis dari berbagai sumber

2.2 Wacana tentang Proteksionisme pada Masa Antar Perang Dunia

Tenggelamnya wacana proteksionisme di tengah liberalisasi perdagangan

dunia di Wilayah Eropa dan negara industri maju tidak berlangsung lama. Wacana

tentang proteskionisme dan penerapan kebijakannya kembali menguat pada pada

Perang Dunia I dan II. Tren dalam kebijakan perdagangan dunia

kembali mengalami pergeseran. Dunia yang mengalami keterpurukan ekonomi

Perkembangan

Proteksionisme

Wacana dalam Kebijakan

Perdagangan

Merkantilisme diasosiasikan dengan

Proteksionisme

Proteksionisme masih dianggap sebagai pilihan terbaik untuk

memperkuat

Diperkenalkannya teori Comparative Advantage yang

melandasai liberalisasi

perdagangan dunia

Wacana mengenai proteksionisme

tergeser oleh wacana

perdagangan

Liberalisasi dilakukan dengan

pendekatan bilateral dan regional

Pengurangan hambatan perdagangan hanya

terjadi pada negara yang memiliki perjanjian bilateral. mayoritas

negara di dunia masih menerapkan protectionism.

25

Universitas Indonesia

Perkembangan Wacana Proteksionisme Sebelum Perang Dunia I

Perang Dunia

Tenggelamnya wacana proteksionisme di tengah liberalisasi perdagangan

dunia di Wilayah Eropa dan negara industri maju tidak berlangsung lama. Wacana

kembali menguat pada pada

Tren dalam kebijakan perdagangan dunia

kembali mengalami pergeseran. Dunia yang mengalami keterpurukan ekonomi

Perkembangan Wacana

Proteksionisme

Proteksionisme masih dianggap sebagai pilihan terbaik untuk

memperkuat powernegara

Wacana mengenai proteksionisme

tergeser oleh wacana liberalisasi

perdagangan

Pengurangan hambatan perdagangan hanya

terjadi pada negara yang memiliki perjanjian bilateral. mayoritas

negara di dunia masih menerapkan old protectionism.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 26: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

26

Universitas Indonesia

dalam Great Depression dengan puncaknya pada tahun 1930an diikuti dengan

diterapkannya kebijakan proteksionisme bahkan isolasionis oleh berbagai negara

terhadap perdagangan produk dari luar.

Selama masa antar perang ini terjadi proliferasi berbagai jenis kebijakan

proteksionisme yang menghambat perdagangan antar negara terutama penerapan

tarif impor yang sangat tinggi dan kontrol devisa yang ketat. Penerapan kebijakan

proteksionisme oleh satu negara dibalas oleh negara lain dengan juga menerapkan

kebijakan serupa. Volume perdagangan dunia turun secara drastis sebagai dampak

dari terjebaknya dunia dalam spriral lingkaran setan kebijakan proteksionisme

yang diterapkan oleh berbagai negara.22Pada masa ini wacana tentang

proteksionisme muncul sebagai salah satu isu paling sentral dalam perdagangan

dunia.

Kuatnya wacana tentang proteksionisme pada masa antar perang tidak bisa

dilepaskan dari sikap Inggris, negara perdagangan terkuat dan hegemonik pada

saat itu, yang menerapkan tarif impor yang tinggi.23 Penerapan kebijakan

proteksionisme dengan tarif impor yang tinggi oleh Inggris mendapatkan

respondari Amerika Serikat dan negara rekan perdagangan Inggris lainnya yang

juga menerapkan kebijakan yang sama. Pada masa ini perdagangan dunia terjebak

dalam sistem beggar-thy-neighbour (pengkambinghitaman) dan retaliation

(pembalasan) atas kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh negara lain.

Pertumbuhan perdagangan dunia yang mencapai 11,9 persen pada awal abad ke-

20 mengalami penurunan pertumbuhan hingga 7.1 persen diakhir Perang Dunia

II.24

Milton Friedman, seorang pemikir neo-liberal pendukung gagasan ekonomi

perdagangan bebas laissez-faire, berpendapat bahwa pada masa krisis pemerintah

memang akan memiliki kecenderung untuk menolak rasionalitas pasar.25

Pemerintah akan mengambil kebijakan melindungi perdagangan domestik dari 22Susan Strange, “Protectionism and World Politics,” 245. 23William R. Thompson and Rafael Reuveny, “Tariffs and Trade Fluctuations: Does Protectionism Matter as Much as We Think?,” International Organization 52, No. 2 (1998) : 433. 24Paul Krugman, “Growing World Trade: Causes and Consequences,” Brookings Papers on Economic Activity 1995, no.1: 331. 25Gilpin, Global Political Economy, 264-65.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 27: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

27

Universitas Indonesia

persaingan dengan pasar luar dengan meningkatkan berbagai instumen hambatan

perdagangan.Senada dengan Friedman, W. Max Corden dalam The Revival of

Protectionism mencatat bahwa resesi ataupun depresi ekonomi selalu diikuti

dengan peningkatan tekanan domestik terhadap pemerintah untuk membentuk

kebijakan proteksi perdagangan.26Akan tetapi hubungan ini hanya berlaku satu

arah dimana kebijakan proteksionisme tidak bisa memberikan dampak langsung

dalam memoderasi resesi yang tengah terjadi.Penerapan kebijakan proteksionisme

pada saat resesi perdagangan hanya berdampak sementara untuk mengamankan

sebahagian kecil permasalahan domestik seperti pengangguran,akan tetapi sulit

untuk menyelesaikan permasahan keterpurukan ekonomi secara keseluruhan.

Sikap proteksionis berbagai negara dengan menaikkan tarif masuk barang

impor pada masa antar perang dianggap sebagai salah satu permasalahan utama

yang menyebabkan turunnya volume perdagangan dunia.Hal ini diikuti oleh

kebijakan beggar-thy-neighbour dimana suatu negara menyalahkan kebijakan

proteksionisme yang diterapkan oleh negara lain dan membalasnya dengan juga

menerapkan kebijakan proteksionisme terhadap produk impor negara lawannya

(retaliation).27 Douglas Irwin dalam Free Trade Under Fire menilai bahwa

kebijakan beggar-thy-neighbour berpotensi menyebabkan pembalasan

(retaliation). Hal ini bisa terjadi karena impor suatu negara merupakan pasar

ekspor negara lain yang jika terhambat oleh penerapan kebijakan retaliation

makan akan menyebabkan sistem perdagangan dunia terjebak dalam lingkaran

setan proteksionisme.28 Dalam rentang waktu tahun 1929-1932, yang merupakan

puncak dari Great Depression, pertumbuhan volume perdagangan dunia turun

hingga 26 persen, produksi komoditas dunia turun sebesar 32 persen, dan

pengangguran meningkat hingga angka 20 persen populasi.29

Seperti yang telah diulas diatas, sebuah wacana umum dalam ekonomi

liberal bahwa disaat perekonomian dunia sedang mengalami kegagalan dimasa

26W Max Corden, The Revival of Protectionism in Developed Countries, dalam Salvatore, ed. Protectionism and World Welfare, 55-57. 27Joseph A. McKinney, “The World Trade Regime: Past Successes and Future Challenges,” International Journal 49, No. 3, (1994): 445. 28Irwin, Free Trade Under Fire, 219. 29Ibid.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 28: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

28

Universitas Indonesia

Great Depreesionkondisi diperparah oleh penguatan kebijakan proteksionisme

yang diterapkan oleh hampir semua negara. Penguatan tren penerapan kebijakan

proteksionisme dilakukan oleh negara untuk menekan pengeluaran atas

persaingan dengan barang dari luar negeri. Negara perlu untuk mengamankan

permasalahan domestik seperti pengganguran dan yang lebih umum untuk

kembali menciptakan stabilitas ekonomi.Akan tetapi hal ini tidak tercapai karena

bukannya stabilitas ekonomi yang terbentuk, pembalasan akan kebijakan

proteksonisme oleh negara lain menjadi hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini

berujung pada penderitaan yang dialami oleh semua negara dan aktor

perdagangan.tidak ada yang diuntungkandan berujung pada ekonomi dunia yang

semakin terpuruk.30

Terjebaknya perekonomian dan perdagangan dunia dalam spiral lingkaran

setan proteksionisme jelas saja akan memperlambat pemulihan ekonomi global.

Kehadiran berbagai forum diplomasi multilateral dinilai menjadi sebuah

keharusan untuk menghentikan pembusukan lebih lanjut.31Dampak yang

diakibatkan oleh kegagalan ekonomi mempunyai potensi untuk merambat ke

ranah politik yang berimplikasi pada rusaknya hubungan antar negara dan

memunculkan kemungkinan konflik. Jika tidak segera dihentikan, permasalahan

proteksionisme yang menghambat perdagangan akan menjadi semakin pelik dan

kehancuran ekonomi mustahil untuk dihindari.

30Jakob B Madsen, “Trade Barriers and the Collapse of World Trade During the Great Depression,” Southern Economic Journal 6, no. 4 (2001): 848–68. 31GATT, International Trade 1982/3 (Geneva, 1983 )

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 29: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

Perkembangan Wacana

Sumber: Disarikan oleh

2.3 Wacana Tentang Proteksionisme

Liberalisasi perdagangan yang dilakukan secara bilateral

akhir abad ke-17 dan

Amerika Serikat pada masa antar perang telah menghantarkan kepada pemahaman

bahwa negosiasi perdagangan dunia bersifat resiprokal

perdagangan lebih dahulu dari negara lain tanpa

Periodesasi

Masa Antar Perang Dunia

Universitas Indonesia

Gambar 2 Perkembangan Wacana Proteksionisme pada Masa Antar Perang Dunia

Sumber: Disarikan oleh Penulis dari berbagai sumber

2.3 Wacana Tentang Proteksionisme Pasca-Perang Dunia II

Liberalisasi perdagangan yang dilakukan secara bilateral oleh Inggris pada

17 dan beralihnya kekuatan hegemonik perdagangan dunia kepada

Amerika Serikat pada masa antar perang telah menghantarkan kepada pemahaman

i perdagangan dunia bersifat resiprokal. Melakukan liberalisasi

lebih dahulu dari negara lain tanpa adanya komitmen bersama

Perkembangan Wacana

Proteksionisme

Wacana dalam Kebijakan

PerdaganganPeriodesasi

Perang Dunia

Perekonomian Dunia terjebak dalam Great Depression

Proteksionisme disoroti sebagai kebijakan yang

bersifat beggar

neighbourretaliation

membuat perdagangan dunia

terjebak dalam spiral lingkaran setan hambatan perdagangan.

Terjadi pergeseran kekuatan

perdagangan dunia yang sebelumnya

dikuasai oleh Inggris kepada

Amerika Serikat sebagai

konsekuensi dari kemenangan atas

perang

Mayoritas negara di dunia masih menerapkan

proteksionisme dengan instrumen

29

Universitas Indonesia

Proteksionisme pada Masa Antar Perang Dunia

oleh Inggris pada

beralihnya kekuatan hegemonik perdagangan dunia kepada

Amerika Serikat pada masa antar perang telah menghantarkan kepada pemahaman

. Melakukan liberalisasi

adanya komitmen bersama

Perkembangan Wacana

Proteksionisme

Proteksionisme disoroti sebagai kebijakan yang

bersifat tit-for-tat, beggar-thy-

neighbour, dan retaliation dimana

membuat perdagangan dunia

terjebak dalam spiral lingkaran setan hambatan perdagangan.

Mayoritas negara di dunia masih menerapkan

proteksionisme dengan instrumen

tarif.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 30: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

30

Universitas Indonesia

seperti layaknya melucuti senjata sendiri dan masuk kedalam perperang dengan

tangan kosong.32 Hal inilah yang mendasari Amerika Serikatuntuk membentuk

sistem liberalisasi perdagangan dunia yang multilateral pasca-Perang Dunia II.

Liberalisasi perdagangan yang sebelumnya dilakukan oleh Inggris dan

negara industri maju dengan cara perundingan bilateral dirasa tidak cukup untuk

memulihkan perdagangan dunia yang telah terjebak dalam spiral proteksionisme

pasca-Perang Dunia II. Diperlukan instrumen yang bersifat multilateral dalam

agenda perdagangan dunia pasca perang untuk pemulihan di berbagai sektor

perekonomian. Diperlukan kekuatan politik untuk menyamakan tingkat

liberalisasi perdagangan semua negara yang diyakini sebagai salah satu jalan

untuk mendapatkan manfaat maksimal dari perekonomian pasar.Hambatan dalam

perdagangan harus dikurangi hingga dihilangkan.Volume perdagangan dunia yang

tergantung pada bagaimana batas-batas antar negara diukur dalam konteks alur

produksi harus dilepaskan dari intervensi negara yang berdampak pada

terhambatnya pertumbuhan perdagangan.33

Menjawab keresahan akan hal tersebut, dengan kekuatan politik yang

dimilikinya sebagai pemenang perang, pada tahun 1944 Amerika Serikat

menginisiasi diadakannya konferensi Bretton Woods.Sebanyak 730 delegasi dari

44 negara sekutu berkumpul pada konferensi iniguna merundingkan pengaturan

moneter dan tatanan keuangan internasional pasca-Perang Dunia.34 Selain

melahirkan International Bank for Reconstruction and Development (sekarang

dikenal sebagai World Bank) dan International Monetary Fund (IMF), dalam

konferensi ini juga diajukan proposal pendirian International Trade Organization

(ITO) yang nantinya akan mengatur perdagangan dunia. Akan tetapi proposal ini

gagal dan baru dibahas kembali dalam United Nations Conference on Trade and

Employment pada tahun 1947.

Perundingan untuk dibuatnya kerangka perjanjian perdagangan yang

bersifat multilateral mencapai kata sepakat dengan diresmikannya GATT pada

32Richard N. Cooper, US Response to Foreign Industrial Policies, dalam dalam Salvatore, ed. Protectionism and World Welfare, 151. 33Irwin, Free Trade Under Fire, 71. 34Gilpin, Global Political Economy, 217-19.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 31: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

31

Universitas Indonesia

akhir tahun 1947. Kerangka perjanjian perdagangan pertama yang bersifat

multilateral ini disepakati penerapannya pada tahun 1948 dan memuat prinsip-

prinsip liberalisme dengan mendukungliberalisasi perdagangan. Berdasarkan

pembukaan dalam piagamnya, GATT bertujuan untuk mengatur pengurangan tarif

pada barang-barang impor dengan proses yang sama pada setiap anggotanya

(substantial reduction of tarifs and other trade barriers and the elimination of

preferences, on a reciprocal and mutually advantageous basis).

Di bawah kesepakatan GATT tahun 1947, 23 negara menyepakati

diterapkannya sistem perdagangan dunia yang multilateral dengan 123 poin

negosiasi mencakupi lebih dari 50.000 jenis barang perniagaan.35 Perjanjian

perdagangan ini melingkupi berbagai masalah hambatan perdagangan yang

menyebabkan sulitnya suatu barang dari suatu negara masuk kedalam pasar impor

negara lain.Dengan instrumen GATT yang bersifat politik dan berbasiskan

kesepakatan semua anggota, hambatan perdagangan yang meningkat dengan

tajam selama masa antar perang dapat berangsur turun secara signifikan.

Semenjak berdirinya instrumen GATT, wacana tentang proteksionsime

telah berganti dengan agenda liberalisasi perdagangan dunia yang secara masif

dan multilateral berusaha meminimalisir bentuk umum hambatan perdagagan

berupa tarif. Secara politik, agenda liberalisasi perdagangan dunia yang digawangi

oleh Amerika dengan dukungan dan kerjasama yang kuat dari negara sekutu

pemenang Perang Dunia II ini dapat diterima secara luas oleh negara-negara di

dunia dengan menerapkan sistem “The Compromise of Embedded Liberalism”.36

Negara yang ikut dalam perjanjian perdagangan dibawah GATT untuk jangka

waktu tertentu diperbolehkan tetap mengadopsi beberapa bentuk kebijakan

proteksionis,akan tetapi diwaktu yang bersamaan harus memiliki komitmen untuk

membuka pasar mereka terhadap perdagangan dunia. Penerapan embedded

35Eichengreen, Barry, dan Douglas Irwin, “Trade Blocs, Currency Blocs and the Reorientation of World Trade in the 1930s,” Journal of International Economics, no. 38 (1995): 24. 36John Gerard Ruggie, International Regimes, Transactions, and Change: Embedded Liberalism in the Postwar Economic Order, dalam International Regimes, Ed. Stephen D. Krasner (Cornell: Cornell University Press, 1983),195-231.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 32: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

32

Universitas Indonesia

liberalism ini berhasil membawa mayoritas negara di dunia kearah liberalisasi

perdagangan dunia.37

Dua dekade setelah Perang Dunia II diklaim sebagai kembalinya

perdagangan duniapada masa keemasan.Total ekspor dunia dari negara bukan

komunis yang meningkat dengan luar biasa hingga 290 persen diantara tahun

1948 hingga tahun 1968 dilihat sebagai dampak langsung dari pengurangan

penerapan hambatan perdagangan berupa tarif.38Era pasca-Perang Dunia II ini

merupakan awal babak baru perkembangan ekonomi dunia.Sistem perekonomian

dunia dikatakan berpindah menjauh dari kebijakan yang cenderung isolasionis dan

protesionis yang menguat dimasa antar perang.Ledakan perdagangan pasca-

Perang DuniaII merupakandiklaim sebagai dampak positif dari liberalisasi

kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh berbagai negara.

Pertumbuhan volume perdagangan dunia naik secara konstan dan signifikan

dalam rata-rata 8 persen pertahunnya dalam dua dekade pasca lahirnya GATT.

Hal ini berimplikasi positif pada legitimasi yang semakin kuat bagi negara-negara

promotor liberalisasi pedagangan untuk memperluas penerapan perdagangan

dunia yang liberal, multilateral, dan non-diskriminatif sesuai dengan cita-cita

GATT. Enam perundingan awal GATT dari tahun 1947 di Geneva hingga tahun

1964 di Amerika Serikat (Kennedy Round) berfokus pada pengurangan hambatan

berupa tariff. Enam perundingan ini disebut telah berhasil menurunkan tingkat

tarif secara signifikan hingga hanya 5 persen untuk sebahagian besar produk

perdagangan. Volume perdagangan dunia pada tahun 1960an telah mencapai lebih

dari 125 miliar dollar pertahunnya atau 40 kali lipat volume perdagangan dunia

pada tahun 1929 tepat sebelum terjadinya Great Depression.

Wacana tentang proteksionisme pada dua dekade pasca-Perang Dunia II

nyaris tenggelam dalam wacana dan agenda liberalisasi perdagangan dunia.

Mayoritas negara di dunia telah menyetujui kerangka GATT untuk meliberalisasi

perdagangan mereka. Hambatan perdagangan berupa tarif turun secara signifikan

37Gilpin, Global Political Economy, 98. 38Ashworth, A Short History of the International Economy Since 1850.(London: Longman, 1987), 285.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 33: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

33

Universitas Indonesia

di hampir semua negara industri maju dan secara berangsur pada sebahagian besar

negara berkembang.

Akan tetapi kecenderungan pergeseran perdagangan dunia secara cepat ke

arah liberalisasi seperti sebelumnya ternyata tidak berlangsung lama. Pada awal

dekade tahun 1970an dunia mengalami krisis minyak yang sangat hebat

disebabkan gangguan ekspor dari Timur Tengah sebagai efek dari beberapa

perang dan revolusi yang terjadi di Kawasan Teluk.39Volume perdagangan dunia

yang sebelumnya tumbuh diatas 8 persen pertahunnya turun secara dramatis

hingga menyentuh angka 3 persen di awal tahun 1980.40 Berbagai cara dilakukan

oleh negara untuk bertahan dalam masa krisis dan melindungi perekonomian

mereka.

Tercatat pada rentang dekade tahun 1970an wacana dan penerapan

kebijakan proteksionisme kembali menguat. Kebijakan proteksionisme

perdaganganditerapkan oleh mayoritas negara di dunia, tidak terkecuali negara

maju, untuk menyelesaikan sejumlah permasalahan yang diakibatkan resesi

ekonomi ini. Hal yang paling mengejutkan adalah negara industri maju yang juga

menerapkan kebijakan proteksionisme perdagangan.

Negara-negara maju yang menjadi promotor pengurangan hambatan berupa

tarif pasca-Perang Dunia II menerapkan instrumen hambatan perdagangan yang

tidak umum yaitu instumen non-tarif yang selanjutnya dikenal sebagai new-

protectionism. Instrumen non-tarif ini meliputi berbagai bentuk mulai dari

penetapan lisensi impor terbatas, voluntary export restraint, embargo, dan

berbagai bentuk lainnya yang terus berkembang. Hambatan perdagangan non-tarif

ini belum diatur sepenuhnya dalam kesepakatan-kesepakatan liberalisasi

perdagangan dunia dibawah GATT.41 Perundingan mengenai hambatan non-tarif

baru mulai disusun di Tokyo Round pada tahun 1974 dan dibahas pada Uruguay

Round hingga tahun 1994.

39Patrick Love dan Ralph Lattimore, International Trade: Free, Fair and Open?, (France: OECD Publishing, 2009), 32. 40Salvatore, Protectionism and World Welfare, 3. 41Ibid., 4.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 34: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

34

Universitas Indonesia

Permasalahan bukan hanya berasal dari instrumen kebijakan non-tarif yang

belum diatur dalam kesepakatan GATT. Instrumen hambatan perdagangan dalam

new protectionism ini tidak hanya dilakukan oleh negara berkembang yang

sebelumnya menjadi sasaran pengurangan tarif, akan tetapi oleh hampir semua

negara yang terlibat dalam perdagangan dunia.Negara-negara industri maju seperti

Amerika Serika dan Eropa Barat secara masif menerapkan berbagai bentuk

instrumen new protectionism ini.

Paradoks keterlibatan negara maju yang merupakan promotor perdagangan

bebas dalam menerapkan berbagai instrumen proteksionisme menjadi perdebatan

yang memperpanjang perundingan perdagangan dunia selanjutnya.Negara

berkembang yang sudah mulai memperlihatkan kesiapan kearah liberalisasi

perdagangan dihadapkan dengan ketidakkonsistenan negara industri maju yang

juga ikut menerapkan berbagai instrumen kebijakan proteksionis.42Hal ini secara

langsung berdampak pada Uruguay Round yang dilaksanakan pada tahun

1986.Perundingan ini memakan waktu sangat lama dibandingkan dengan

perundingan-perundingan sebelumnya. Isu kedaulatan ekonomi dari mayoritas

negara berkembang dan keinginan negara maju untuk memperkuat efisiensi

teknologi industri dengan penerapan beberapa pengecualian instrumen kebijakan

proteksionisme menjadi hal mendasar yang diperdebatkan.

Sulitnya mencapai titik temu dalam Uruguay Round menyiratkan mulai

menguatnya pertentangan dalam kesepatan di bawah GATT.Tujuan dasar dari

GATT untuk menguatkan liberalisasi perdagangan dunia dan mengembalikan

kondisi perdagangan pada pertumbuhan yang cepat seperti masa keemasan dua

dekade pasca-Perang Dunia II menghadapi tantangan yang cukup serius. Uruguay

Round yang berakhir pada tahun 1994 ditutup dengan salah satu kesepakatan

berupa diinstitusionalisasikannya GATT menjadi WTO (World Trade

Organizations).

WTO didirikan sebagai bentuk institusionalisasi dari pengaturan umum

mekanisme penyelesaian perjanjian yang dilakukan oleh GATT.Hal ini dinilai

42W Max Corden, The Revival of Protectionism in Developed Countries, dalam Salvatore, ed. Protectionism and World Welfare, 54-55

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 35: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

35

Universitas Indonesia

perlu mengingat perundingan dibawah GATT semakin meruncing. Dengan

berbagai perdebatan yang muncul,dibutuhkan adanya institusi yang lebih

mengikat untuk menjadi penengah dalam berbagai konflik perjanjian perdagangan

multilateral.43

Pada satu sisi, institusionalisasi GATT menjadi WTO dapat diartikan

sebagai penguatan liberalisasi perdagangan dunia, akan tetapi disisi lain hal ini

juga berarti bahwa liberalisasi perdagangan dunia semakin mendapatkan

tantangan melalui lahirnya berbagai perdebatan tentang pandangan dalam

kebijakan perdagangan. Negara berkembang yang sebelumnya cenderung

mengikuti alur perundingan yang dibawakan oleh negara industri maju sebagai

promotor perdagangan bebas mulai dan terus mengambil peran aktif dalam

berbagai perundingan setelah Uruguay Round.44Dengan didirikannya WTO bukan

berarti agenda liberalisasi perdagangan dunia menghadapi jalan yang semakin

mudah, tantangan yang muncul dalam menghadirkan kesepakatan bersama pada

perundingan-perundingan berikutnyaakan semakin menguat.

Perundingan perdagangan multilateral kembali diadakan pada tahun 2001

dengan namaDoha Development Round. Perundingan yang dimulai di Doha ini

merupakan perundingan pertama di bawah WTO dengan agenda pembahasan

terkait hambatan perdagangan produk pertanian, jasa, dan hak kekayaan

intelektual. Perundingan dengan 21 subjek pembahasan yang seharusnya berakhir

pada bulan Januari tahun 2005 sampai saat ini belum berakhir dan tidak ada

kesepakatan utuh yang dihasilkan. Perdebatan substansial berasal dari permintaan

negara industri maju untuk diberlakukannya pengecualian proteksi perdagangan

dan subsidi produk sektor pertanian mereka.Sementara itu, negara berkembang

dan negara industri baru dengan comparative advantegenya di produk pertanian

meminta negara maju untuk meliberalisasi dan membuka pasar

mereka.Perdebatan ini berujung pada jalan buntu dimana sampai dengan awal

43Charles R. Carlisle, “Is the World Ready for Free Trade?,” Foreign Affairs 75, No. 6 (1996): 113-14. 44ODI briefing paper, The GATT Uruguay Round. Overseas Development Institute, 2011.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 36: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

36

Universitas Indonesia

tahun 2005, di waktu perundingan ini dijadwalkan selesai, tidak ada satupun

kesepakatan utuh yang disetujui oleh seluruh anggota WTO.45

Perjuangan liberalisasi perdagangan dunia yang diyakini sebagai jalan

terbaik dalam mendapatkan manfaat maksimal dari perekonomian pasar akan

menghadapi jalan yang masih panjang. Pada Desember 2013, WTO kembali

melaksanakan lanjutan perundingan Doha Round yang dinamakan Bali Package

dengan mengangkat tema “Global Recovery Round”.Walaupun menghasilkan

kesepakatan yang disetujui oleh seluruh anggota WTO, Bali Package masih

bersifat sangat terbatas dalam liberalisasi perdagangan dunia.Terdapat

pengecualian dimana India berhasil meloloskan hak khusus untuk penerapan

subsidi ekspor produk pertaniannya. Begitupun dengan banyak negara anggota

WTO seperti Kuba, Amerika Latin, dan lainnya yang masih menggantungkan Bali

Package kedalam beberapa persyaratan yang sangat dipengaruhi oleh faktor

politik domestik.46

Dari ulasan sejarah singkat diatas dapat kita ambil pemahaman umum

bahwa perkembangan wacana dan penerapan kebijakan proteksionisme

perdagangan dengan berbagai instrumen kebijakannyabelum bisa dihilangkan,

pun dalam agenda liberalisasi perdagangan dunia.Penting menjadi catatan dalam

perkembangan liberalisasi perdagangan dunia sampai saat ini tidak ada satupun

negara di dunia yang telah membebaskan perdagangannya dari berbagai bentuk

hambatan dan melepaskan diri dari campur tangan pemerintah.47 Bahkan secara

berulang wacana tentang proteksonisme beserta penerapan kebijakannya hadir

dengan masif dalam sejarah perdagangan dunia.

Semenjak diperkenalkannya konsep comparative advantage yang mendasari

perdagangan bebas oleh David Ricardo pada tahun 1887 setidaknya terdapat tiga

momentum besar dimana wacana mengenai proteksionisme menguat dan

diterapkan secara masif hampir oleh semua negara di dunia.Pada Great

Depression tahun 1930an muncul kebijakan proteksionisme dengan instrumen

45Andrew Walker, BBC, WTO agrees global trade deal worth $1tn, http://www.bbc.com/news/business-25274889 (diakses pada Mei 31, 2013). 46Ibid. 47Susan Strange, “Protectionism and World Politics,”233-259

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 37: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

37

Universitas Indonesia

tarif yang telah mengisolasi perdagangan antara negara di masa antar Perang

Dunia. Setelah melewati dua dekade masa keemasan pasca-Perang Dunia II,

wacana mengenai proteksionisme dengan instrumen kebijakan non-tarif (new-

protectionism) menguat kembali seiring dengan Oil Crisis tahun 1970an. Bahkan

negara industri maju yang pada awalnya merupakan promotor perdagangan bebas

pun secara masif ikut menerapkan instrumen kebijakan new-

protectionism.Begitupun dengan Great Recession tahun 2008-2009 yang juga

menjadi momentum menguatnya wacana tentang proteksionisme.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 38: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

Perkembangan Wacana Proteksionisme

Sumber: Disarikan oleh

Periodesasi

Pasca-Perang Dunia II

Universitas Indonesia

Gambar 3 Perkembangan Wacana Proteksionisme Pasca-Perang Dunia

Sumber: Disarikan oleh Penulis dari berbagai sumber

Perkembangan

Proteksionisme

Wacana dalam Kebijakan

Perdagangan

Perang Dunia

Liberalisasi perdagangan dunia dilakukan secara

multilateral melalui instrumen GATT

proteksionisme pada dua dekade pasca

Perang Dunia tertutup oleh

GATT. Mayoritas

komitmennya untuk

perdagangan mereka.

GATT diklaim berhasil

mengembalikan perdagangan dunia ke

masa keemasannya dalam dua dekade

pasca- Perang Dunia II

New protectionism. sebagai instrumen

kebijakan yang tidak

berkembang hingga

Pada dekade tahun 1970an, negara-negara

industri maju menerapkan

proteksionisme dengan instrumen

yang tidak transparan (new protectionism)

38

Universitas Indonesia

Perang Dunia II

Perkembangan Wacana

Proteksionisme

Wacana proteksionisme pada dua dekade pasca-

Perang Dunia tertutup oleh 'the compromise

of embedded liberalism' yang dilancarkan oleh

GATT. Mayoritas negara di dunia

menyatakan komitmennya untuk

meliberalisasi perdagangan mereka.

New protectionism. sebagai instrumen

kebijakan yang tidak transparan terus

berkembang hingga sekarang .

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 39: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

39

Universitas Indonesia

BAB 3

DUKUNGANTERHADAP WACANA PROTEKSIONISME DI TENGAH

LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA

Wacana mengenai proteksionisme muncul menjadi sorotan seiring dengan

diperkenalkannya liberalisasi perdagangan oleh para ekonom klasik pada abad ke-

17. Proteksionisme sebagai gagasan yang telah lama diterapkan oleh negara dalam

kebijakan perdagangannya dihadapkan dengan gagasan liberalisasi perdagangan

yang dianggap mampu menghasilkan kebermanfaatan maksimal dari ekonomi

pasar.Bab ini akan membahas tentang pandangan para pakar ekonomi politik

internasional yang mendukung wacana serta penerapan kebijakan proteksionisme

di tengah liberalisasi perdagangan dunia.

Penulis membagi pembahasan dukungan terhadap wacana proteksionisme di

tengah liberalisasi perdagangan dunia ini kedalam kerangka empiris dan teoritis.

Dalam kerangka teoritis akan ditampilkan bagaimana para pakar dalam ekonomi

politik internasional mengemukakan wacananya mendukung proteksionisme

dengan mengkritisi asumsi-asumsi mendasar dari liberalisasi perdagangan dunia

yang mereka anggap lemah.Sementara itu dalam kerangka empiris akan dilihat

bagaimana dalam perkembangan liberalisasi perdagangan saat ini proteksionisme

masih diterapkan sebagai pilihan kebijakan perdagangan oleh negara-negara di

dunia. Kedua kerangka ini tidak bersifat mutually exclusive, pembabakan

dilakukan hanya untuk memudahkan pengkajian.

3.1 Dukungan dalam Kerangka Teoritis terhadap Wacana Proteksionisme

Mayoritas pakar ekonomi dunia saat ini merupakan mereka yang telah

menyatu dalam visi ekonomi liberal dan cenderung enggan untuk

mempublikasikan teori ataupun data yang mungkin akan diinterpretasikan secara

berbeda oleh publik dan menjadi justifikasi proteksionisme.48Berbagai argumen

dikemukakan oleh berbagai pakar tentang kenapa kebijakan proteksionisme terus

menjadi pilihan bagi negara di tengah liberalisasi perdagangan dunia. Berikut

48Rolen Palan, Global Political Economy: Contemporary Theories, 93.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 40: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

40

Universitas Indonesia

Penulis paparkan beberapa rasionalitas secara teoritis kenapa proteksionisme dan

penerapan kebijakannya terus muncul sebagai pilihan bagi negara dalam

kebijakan perdagangannya.

Kritik utama dalam pemikiran ekonomi liberal neo-klasik yang melandasi

liberalisasi perdagangan dunia terkait dengan efisiensi penggunaan sumberdaya

dan pencapaian kesejahteraan umum dalam perdagangan bebas.49Dalam

pemahaman ekonomi neo-klasik perdagangan bebas dengan mengoptimalkan

comparative advantage yang pasti dimiliki oleh setiap negara mengharuskan

kebijakan pemerintah berdasarkan pada penciptaan efisiensi maksimal dari proses

produksi barang dan jasa yang diorientasikan untuk bersaing dalam pasar. Dalam

konteks ini pemerintah berfungsi dalam memastikan agar persaingan dalam

perdagangan berlangsung dengan tanpa hambatan. Berikutnya, dalam pemahaman

ekonomi neo-klasik, pengejaran keuntungan individu dalam perdagangan bebas

bersifat konsisten dengan tercapainya kesejahteraan masyarakat secara umum.

Privatisasi merupakan hal tidak bertentangan dengan tujuan untuk menciptakan

kesejahteraan untuk semua dikarenakan akan ada invisible hand yang akan

mengatur keseimbangan pasar sehingga kesejahteraan akan terdistribusikan

dengan baik.

Susan Strange dalam Protectionism and World Politics mengkritik hal

diatas dengan menekankan bahwa efisiensi tidak pernah, dan tidak akan pernah

menjadi dasar utama bagi negara dalam menentukan pilihan kebijakan. Keamanan

serta perlindungan dari ancaman luar dan penjagaan kondisi domestik selalu akan

menjadi perhatian utama pemerintah. Efisiensi hanya bisa dicapai ketika

didapatkan bahwa berbagai faktor ini konstan dan taken for granted.50Negara

dalam pembentukan kebijakannya mempertimbangkan prioritas apakah suatu

industri perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah dalam tujuan untuk

mencapai kepentingan nasionalnya.Efektifitas alokasi sumber daya produsi yang

berorientasi pada persaingan untuk masuk pasar bisa saja dikorbankan oleh

49Strange, “Protectionism and World Politics,” 235-39. 50Ibid., 235

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 41: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

41

Universitas Indonesia

pemerintah baik untuk terjaga dari luar negeri ataupun stabilitas tatanan politik

domestik.

Susan Strange secara lebih detail menekankan bahwa perdagangan dalam

sistem internasional perlu dilihat sebagai kerangka sekunder dari empat kerangka

utama dari ekonomi politik internasional.51Empat kerangka yang menjadi faktor

penentu dalam pembentukan kebijakan perdagangan adalah kerangka keamanan,

kerangka keuangan dan kredit, kerangka produksi, dan kerangka ilmu

pengetahuan.Kerangka keamanan mencakup bagaimana negara menjaga tatanan

kondisi politik domestik dan bersiap merespon kemungkinan perang serta

menjaga perdamaian dalam sistem politik internasional.Kerangka keuangan dan

kredit menentukan siapa yang harus membayar perdagangan barang dan jasa.

Sementara itu kerangka produksi dan ilmu pengetahuan berinteraksi dalam

menentukan arah produksi dan penggunaan teknologi.

Jika hanya kerangka keamanan serta kerangka keuangan dan kredit dapat

diabaikan dalam kondisi yang dapat dikontrol, maka negara akan dengan mudah

punya pilihan dalam penerapan kebijakan perdagangannya. Dengan faktor

keamanan serta keuangan dan kredit yang konstan, negara bisa memilih antara

membebaskan perdagangannya atau menerapkan kebijakan proteksionisme.Dalam

kondisi ini negara juga bisa menerapkan campuran dua kebijakan tersebut dalam

waktu yang bersamaan untuk komoditas yang berbeda tanpa khawatir akan

membahayakan keamanan dam kesejahteraan dunia serta domestik. Akan tetapi

hal ini sangat mustahil untuk terjadi dimananegara memiliki ketidaksempurnaan

untuk bisa menempatkan kerangka keamanan serta keuangan dan kredit secara

taken for granted.

Lisa F. Carlson dalam tulisannya Game Theory: International trade, conflict

and cooperationmenekankan bahwa dalam menghadapi masalah keamanan,

negara seringkali berada pada posisi insecure.52Efisiensi penggunaan sumberdaya

dengan mudah dapat diterapkan ketika aspek keamanan telah dinilai cukup stabil

51Strange, “Protectionism and World Politics,” 233-59. 52Lisa F Carlson, “Game Theory: International trade, conflict and cooperation,” dalam Palan, Global Political Economy: Contemporary Theories,ed, 126.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 42: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

42

Universitas Indonesia

untuk menghadapi berbagai kondisi ancaman. Efisiensi produksi dengan

membuka hambatanperdagangan akan dilakukan negara ketika ancaman dari luar

dianggap tidak akan pernah ada.53

Bukanlah sebuah kebetulan bahwa dua garda terdepan perdagangan dunia

yaitu Inggris pada abad ke-19 dan Amerika Serikat pada abad ke-20 merupakan

negara yang telah memiliki power yang lebih dibandingkan dengan negara lainnya

pada saat itu. Dari sudut pandang keamanan ekonomi yang berbicara tentang

aspek sosial, negara-negara ini telah menerapkan sistem keamanan sosial yang

mapan di tingkat domestik di saat mereka menerapkan perdagangan bebas. Tidak

ada kekhawatiran dari dua negara yang memiliki kekuatan hegemonik ini akan

invansi dari luar ketika mereka menerapkan efisiensi alokasi sumber daya.54

Negara-negara ini tinggal berfokus dalam mempersiapkan proses produksi

industrinya untuk terus bersaing dalam pasar global.

Kondisi yang berbeda dihadapi oleh mayoritas negara pasca-Perang Dunia

II dimana sebahagian negara di Asia dan Afrika masih dalam penjajahan dan

sebahagian besar lainnya baru merdeka dan masih dalam ketakutan akan ancaman

dari luar. Ketidakefisienan dari alokasi sumber daya untuk produksi merupakan

sebuah keniscayaan.Berbicara tentang pilihan yang rasional, maka lebih rasional

bagi negara untuk menerapkan beberapa kebijakan yang berpihak kepada

beberapa kelompok kepentingan domestik untuk menjaga mereka tetap dalam

koridor. Membiarkan dan mengeluarkan biaya untuk mengamankan para

kelompok kepentingan ini ketika mereka mengorganisasi diri dan mengadakan

protes pada pemerintah hanya akan memunculkan beban yang baru bagi

pemerintahan yang belum stabil. Hal ini memperlihatkan bahwa dalam

menjalankan kepentingan ekonomi dan politik, negara tidak akan bisa stabil tanpa

adanya konsensus dan dukungan dari kelompok-kelompok kepentingan di

masyarakat.

Dalam menjaga stabilitas politik domestik, pengaruh kelompok kepentingan

dalam pembentukan kebijakan merupakan salah satu faktor yang menyudutkan

53Strange, “Protectionism and World Politics,” 233-59 54Ibid.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 43: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

43

Universitas Indonesia

kebijakan proteksionisme dikalangan liberal.Kepentingan ekonomi sekelompok

orang telah memakai legitimasi negara secara tidak sah dengan mengorbankan

beban ketidakefektifannya kepada masyarakat luas.55 Masyarakat yang memiliki

kepentingan akan kebijakan proteksionisme cenderung terorganisir dan

mempengaruhi proses politik yang ada dimana para pengambil kebijakan juga

bergantung kepada mereka untuk tetap bertahan dan mendapatkan legitimasi

politik.56Sementara itu masyarakat luas yang dalam perhitungan ekonomi menjadi

korban dari ketidakefektifan produksi bersifat tersebar dan tidak memiliki

kekuatan politik hingga mereka terorganisir.

Jeffry Frieden dan Lisa Martin dalam International Political Economy:

Global and Domestic Interactions menekankan tentang pengaruh faktor domestik

dalam kebijakan suatu negara menyikapi perubahan tren pada level internasional.

Inilah yang harus disadari bahwa teori ekonomi liberal yang taken for

grantedakan faktor politik yang tidak konstan sulit untuk diterapkan. Tren dalam

ekonomi internasional secara langsung akan berdampak pada kelompok

kepentingan domestik yang selanjutnya akan mendorong mereka untuk

mengajukan preferensi kebijakan yang memihak kepada kepentingannya.57

Selanjutnya dalam asumsi teori liberal diyakini bahwa pengejaran

keuntungan individu bersifat konsisten dengan tercapainya kesejahteraan

masyarakat secara umum. Graham Dunkley menganggap bahwa para pemikir

neo-klasik terlalu kaku dalam melihat individu sebagai pelaku yang rasional dan

akan memaksimalkan kebermanfatan. Individu hidup didalam lingkup kehidupan

yang memiliki berbagai aspek pertimbangan yang sangat memungkinkan ia untuk

tidak rasional dan tidak berorientasi pada peningkatan kesejahteraan umum.58

Dalam konteks perdagangan dunia diyakini bahwa setiap negara dengan

perbedaan faktor geografis, sosial, budaya, dan lainnya memiliki comparative

advantage yang membuat negara tersebut bisa bersaing di tingkat 55Irwin, Free Trade Under Fire,. 92. 56Jeffry Frieden dan Lisa Martin, “International Political Economy: Global and Domestic Interactions,” dalam “Political Science: The State of The Discipline,ed. Ira Katznelson dan Helen Milner (New York: W.W. Norton, 2003), 121. 57Ibid. 58Dunkley, Free Trade : Myth, Reality, and Alternatives, 12.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 44: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

44

Universitas Indonesia

global.Pandangan ini dikritik karena secara filosofis karena dianggap

mengabaikan bahkan memandang tidak penting penghitungan biaya dan resiko

dalam pembentukan kebijakan.Dalam teori negara dapat memilih secara bebas

untuk beradaptasi dengan perubahan dan perbedaan faktor produksi atau dengan

mengadaptasi permintaan internasional untuk dapat bersaing dengan

kompetitif.Akan tetapi tidak mudah dalam penerapannya terutama untuk negara

yang memiliki faktor domestik yang kompleks seperti tidak kuatnya kuasa

pemerintah atas kelompok kepentingan dll.

Secara garis besar pandangan ini dikritik dengan tajam dikarenakan konsep

comparative advantage merupakan konsep yang statis sementara ekonomi dunia

terus berubah dengan dinamis dengan berbagai dimensi perbedaan antar negara.59

Faktor politik sering menjadi sorotan para ekonom karena dinilai seringkali tidak

rasional dalam pembentukan kebijakan ekonomi, akan tetapi ini akan menjadi

pertanyaan yang lebih rumit lagi untuk mendefnisikan rasional secara politik

karena begitu banyak faktor yang mempengaruhinya.

Intervensi negara terhadap perdagangan dengan menerapkan berbagai

bentuk kebijakan proteksionisme merupakan faktor yang tidak bisa dipisahkan

dari proses pembangunan ekonomi suatu negara. Alasan paling awal kenapa

negara bisa memilih untuk menerapkan kebijakan proteksionisme diperkenalkan

oleh Friedrich List dengan argumennya berupa perlindungan infant industries

(industri yang baru berdiri) dalam pembangunan ekonomi.60 Argumen infant

industries ini memiliki landasan bahwa industri baru belum memiliki skala

ekonomi (economies of scale) yang sebanding dengan pesaingnya dari industri

yang lebih besar dan lebih dulu berdiri. Perlu adanya perlindungan dari

pemerintah untuk menjaga industri baru berdiri dari persaingan dengan produk

impor.

Argumen pemberian perlindungan terhadap industri baru diatas tercatat

sebagai argumen yang dikembangakan oleh Amerika Serikat dan Jerman di waktu

59Ibid,. 24-6. 60Gilpin, Global Political Economy, 200.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 45: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

45

Universitas Indonesia

ketika mereka tidak sekompetitif Inggris pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.61

Amerika Serikat dan Jerman menerapkan tarif yang tinggi diberbagai produk

manufaktur dan pertaniannya untuk menghindari persaingan dengan produk dari

negara lain. Para pembuat kebijakan di Amerika Serikat dan Jerman disokong

oleh legitimasi keilmuan yang disusun oleh para pemikir dari negara tersebut.

Dalam pandangan para pendukung kebijakan proteksionisme, industri yang

baru lahir dan memiliki potensi comparative advatage harus dilindungi sampai

bisa bersaing dengan produk dari luar.62 Kesempatan untuk dilindungi secara

temporer yang diberikan kepada industri baru dari persaingan dari pihak luar

dimaksudkan untuk dapat mengejar economic of scale mereka dalam hal

manajemen, produksi, aplikasi teknologi, dan lain-lain. Ketika industri yang baru

lahir ini dalam jangka waktu tertentu telah mencapai kekuatan comparative

advantagenya, maka dengan otomatis kebijakan proteksionisme akan dilepaskan

oleh negara dan industri tersebut siap ntuk bersaing dalam perdagangan bebas.63

Joseph Stiglitz seperti yang dikutip oleh Gilpin dalam Global Political

Economymenambahkan kritis atas keutopisan pandangan perdagangan bebas dan

liberalisasi perdagangan yang diusung oleh Adam Smith dan para pemikir

ekonomi klasik lainnya. Pemahaman mendasar dari ekonomi klasik yaitu laissez-

faire yang mengasumsikan setiap aktor dalam perdagangan memiliki akses yang

sama terhadap informasi tidak akan pernah terwujud.64Perbedaan kondisi

geografis, sosial budaya, dan berbagai faktor domestik membuat berbedanya

akses informasi yang dimiliki oleh masing-masing negara dalam perdagangan

internasional. Sikap negara untuk ikut dalam mengintervensi pasar merupakan

sebuah kewajaran dan konsekuensi dari perbedaan informasi yang dimilikinya.

Dari berbagai argumen diatas Penulis melihat bahwa hal yang paling

mendasar yang menjadi titik berangkat argumen pendukung proteksionisme

adalah konsep liberalisasi perdagangan yang tidak bisa diambil secara begitu saja

61Ibid,. 202. 62Jing Ma, “Free Trade or Protection: A Literature Review on Trade Barriers,” Research inWorld Economy 2, No. 1 (2011) : 72. 63Ibid. 64Gilpin, Global Political Economy, 272.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 46: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

46

Universitas Indonesia

(taken for granted. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Paul Krugman, seorang

pakar ekonomi liberal akan tetapi memiliki pandangan yang berbeda, dalam

tulisannya “Is Free Trade Passe?”. Krugman menyatakan bahwa teori

comparative advantage yang liberalisasi perdagangan dunia bukanlah merupakan

teori yang sempurna begitupun dengan sistem perdagangan bebas sendiri.65

Krugman dengan posisinya sebagai pemikir liberal menekankan bahwa konsep

perdagangan bebas merupakan konsep yang masih relevan (free trade is not

passe) akan tetapi tidak bisa diambil secara begitu saja tanpa mempertimbangkan

berbagai faktor lainnya.66

3.2 Dukungan dalam Kerangka Empiris terhadap Wacana Proteksionisme

Proteksionisme merupakan pandangan paling kuno dalam kebijakan

perdagangan. Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya, proteksionisme telah

muncul dalam filosofi Plato dan Aristoteles dimana pemerintah memberikan

perlindungan kepada produsen dan berbagai faktor domestik lainnya dari

persaingan dengan pihak luar. Dalam perkembangannya tujuan dari

proteksionisme untuk melindungi produsen dan berbagai faktor domestik lainnya

ini tidak pernah berubah, yang terjadi hanyalah perubahan instrumen penerapan

kebijakannya.67

Dalam perkembangan kebijakan perdagangan saat ini, terdapat

kecenderungan untuk menerima begitu saja persepsi yang dibentuk tentang

liberalisasi perdagangan dunia. Liberalisasi perdagangan dunia dipersepsikan

sebagai kebijakan terbaik yang akan memberikan kesejahteraan kepada semua

negara. Pertanyaan mendasar yang sangat jarang muncul dalam agenda-agenda

perundingan perdagangan internasional saat ini adalah mengenai apakah benar

bahwa kebijakan liberalisasi perdagangan yang dianggap baik diterapkan oleh

negara maju di waktu mereka sedang mengalami proses pembangunan dahulunya.

65Paul Krugman, “Is Free Trade Passe?,” The Journal of Economic Perspectives 1, No. 2, (1987) : 131-44. 66Ibid. 67McGee, “The Philosophy of Trade Protectionism,Its Costs and Its Implications,” 3.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 47: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

47

Universitas Indonesia

Terdapat beberapa asumsi dalam ekonomi liberal yang utopis dan cenderung

tidak memperhatikan faktor tidak konstan dalam ekonomi politik internasional.

Pandangan para ekonom liberal yang secara logika dapat diterima dengan mudah

dan menurut alur pikir yang seharusnya, akan tetapi luput melibatkan fakta

empiris dalam sejarah yang melingkupinya dinamisasi ekonomi politik dunia.

Seringkali pengkajian tentang perdagangan dunia yang diambil secara tidak tepat

dijadikan landasan dalam memperkuat status-quo dengan kerangka liberalisasi

perdagangan dunia.68

Ha-JoonChang, seorang pakar sejarah ekonomi pembangunanmengkritik

agenda liberalisasi perdagangan dunia yang digerakkan oleh negara maju melalui

bukunya Kicking Away the Ladder: Development Strategy in Historical

Perspective. Melihat dari sisi sejarah ekonomi pembangunan, Chang

mengungkapkan fakta bahwa semua negara yang saat ini menjadi promotor

perdagangan bebas pernah melalui masa dimana mereka menerapkan secara masif

kebijakan proteksionisme dalam proses pembangunan perekonomiannya.69

Pemaksaan terhadap liberalisasi perdagangan dan penghapusan kebijakan

proteksionisme saat ini tidak bisa dilepaskan dari agenda negara industri maju

untuk mempertahankan status-quo hegemoni kekuasaannya.

Fakta dalam sejarah ekonomi pembangunan memperlihatkan bahwa Inggris

(Great Britain) merupakan pemerintahan yang memberikan perlindungan dan

sokongan yang besar kepada produsen dan pedagang domestiknya dalam rangka

pembangunan ekonomi pada abad ke-15.70 Melalui penguasaan pasar dunia

dengan cara ekspansi dan penerapan proteksionisme perdagangan untuk kawasan

Eropa, Inggris mengokohkan kekuasaannya dalam perdagangan. Bahkan ketika

efisiensi produksi telah dicapai melalui Revolusi Industri pada akhir abad ke-17,

Inggris masih menerapkan hambatan tarif yang tinggi untuk komoditas

pertaniannya melalui penerapan Corn Law. Inggris baru mencabut Corn Law pada

68Strange, “Protectionism and World Politics,” 233-34. 69Ha-Joon Chang, Kicking Away the Ladder: Development Strategy in Historical Perspective (London: Wimbledon Publishing, 2002), 1 70Ibid., 3.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 48: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

48

Universitas Indonesia

tahun 1846 ketika intensifikasi teknologi industri pertanian dinilai sudah bisa

mencapai skala kompetisi dengan pihak luar.

Ketika supremasi industri sudah benar-benar jelas didapatkan oleh Inggris,

barulah Inggris mengkampanyekan liberalisasi perdagangan secara luas.71 Dengan

pandangan kebijakan laissez-faire Inggris mengarahkan hubungan dagangnya

dalam wilayah Eropa dan dunia kedalam kerangka pengurangan berbagai bentuk

hambatan perdagangan dan pembukaan pasar secara luas. Hal yang sama juga bisa

dilihat dari tren agenda liberalisasi perdagangan yang diusung oleh Amerika

Serikat pasca-Perang Dunia II.

Amerika Serikat pada rentang tahun 1816 hingga tahun 1945 merupakan

negara di dunia yang menerapkan proteksionisme dengan intrumen tarif

tertinggi.72 Amerika Serikat pada masa ini juga dikenal sebagai rumahnya para

pemikir yang menyusun berbagai rasionalisasi terkait dengan proteksionisme

perdagangan yang diterapkannya. Akan tetapi setelah menjadi negara terdepan

dalam industri dan mendapatkan supremasi kekuasan politik pasca-Perang Dunia

II, Amerika Serikat melalui inisiasi pendirian GATT mengkampanyekan

liberalisasi perdagangan yang dianggap sebagai jalan terbaik untuk mencapai

kesejahteraan dunia.

Dalam perpektif sejarah ekonomi pembangunan yang dipaparkan oleh Ha-

Joon Chang, negara-negara yang saat ini disebut sebagai negara industri maju

menerapkan dan mempromosikan perdagangan bebas ketika sudah berada pada

posisi industri yang mapan dan memiliki supremasi kekuasaan di kawasan

ataupun dunia. Ha Joon Chang memakai terminologi “kicking away the ladder”

untuk menggambarkan tentang sikap negara maju tersebut. Negara maju dengan

kekuasaan politik yang mereka miliki tidak akan mempromosikan kebijakan yang

diterapkannya ketika sedang mengalami proses pembangunan dahulunya. Negara

maju akan memiliki kecenderungan untuk mengedepankan agenda liberalisasi

yang sesuai dengan kepentingannya untuk mempertahankan status-quo dan

memenangkan persaingan perdagangan dunia.

71Ibid., 13. 72Ibid., 61.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 49: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

49

Universitas Indonesia

Ha-Joon Chang melihat bahwa liberalisasi perdagangan dunia secara utuh

tidak akan bisa terwujud sampai semua negara di dunia telah terindustrialisasi

dengan taraf yang sama dan bisa bersaing secara vis-a-vis.73 Perspektif dalam

pembangunan ekonomi saat ini yang didorong oleh negara maju harus kembali

melihat faktor sejarah yang mendahului pembangunan negara mereka. Liberalisasi

perdagangan yang diterapkan oleh negara maju tidak bisa melepaskan diri dari

bentuk proteksionisme yang diterapkan sebelumnya di waktu proses

pembangunan. Negara maju tidak seharusnya memaksakan liberalisasi

perdagangan dunia ketika mayoritas negara di dunia masih dalam tahap

pembangunan.

Berikutnya terkait dengan proteksionisme yang dinilai menyebabkan

kehancuran ekonomi pada masa antar perang. Tren kebijakan proteksionisme

yang merebak pada masa antar perang telah dijadikan salah satu landasan utama

agenda liberalisasi perdagangan dunia pasca-Perang Dunia II.Hal ini menuai kritik

dari berbagai pakar dalam ekonomi politik internasional yang melihat bahwa

proteksionisme bukanlah penyebab utama dari keterpurukan ekonomi dan

perdagangan dunia dimasa antar perang pada dekade tahun 1930an.

Secara histroris, tidak berapa lama setelah berakhirnya Perang Dunia I,

negara-negara didunia dapat melihat secara jelas bahwa perang belum akan

berakhir dan dalam waktu dekat akan terjadi Perang Dunia selanjutnya.74Hal ini

memberikan tantangan untuk negara beserta sistem politik yang dijalankan untuk

dapat mengatasi berbagai kemungkinan yang dihadapi pada saat

perang.Keterpurukan pasar dan timbulnya berbagai dinamika permasalahan

domestik membuat penentu kebijakan di berbagai negara mempertimbangkan

untuk memprioritaskan kondisi ekonomi dan politik domestik dalam kondisi aman

dan mandiri.

Dari paparan tentang sejarah ekonomi pada masa antara perang, Arthur

Lewis dalam Susan Strange membenarkan bahwa terjadi peningkatan tren

penerapan kebijakan proteksionis, akan tetapi penyebab utama dari penurunan

73Ibid., 42. 74Strange, “Protectionism and World Politics,” 237.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 50: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

50

Universitas Indonesia

volume perdagangan dunia bukanlah disebabkan oleh peningkatan tarif, terdapat

faktor lain yang lebih signifikan.75Kekacauan bursa Wall Street pada tahun 1929

telah menghantarkan keruntuhan perekonomian dunia yang disebabkan oleh

menyusutnya secara drastis kredit yang dimiliki oleh Amerika Serikat dan

Inggris.Permasalahan melemahnya kredit Amerika Serikat dan instabilitas

keamanan di masa perang menyebabkan daya beli produk luar negeri menjadi

lemah.76Dalam kondisi perang negara menempatkan prioritas produksi untuk

mencapai kondisi self-sufficient sehingga semua faktor produksi diarahkan untuk

mencukupi kebutuhan domestik dam untuk sementara waktu menghentkan

perdagangan dengan pihak luar. Penurunan volume perdagangan dunia bukan

disebabkan oleh peningkatan nilai tarif akan tetapi secara lebih mendasar pada

masa perang negara menempatkan kondisi self-sufficient sebagai prioritas.

Graham Dunkley dalam bukunya Free Trade : Myth, Reality, and

Alternatives menunjukkan beberapa data sejarah penerapan kebijakan

proteksionisme perdagangan pada masa Great Depression. Dunkley

menyimpulkan bahwa kenaikan tarif tidak berdampak negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi dan perdagangan suatu negara.77 Di Amerika Serikat,

dalam rangka untuk melindungi para petani domestik dan menciptakan stabilitas

ekonomi, pada tahun 1928Presiden Herbert Hoover mengajukan penaikan tarif

produk pertanian kepada kongres. Pengajuan tarif sebesar 50 persen untuk hampir

semua produk pertanian ini memakan waktu yang cukup lama karena ditentang

oleh sekelompok akademisi yang mengkhawatirkan bahwa peningkatan tarif tidak

akan berdampak positif terhadap stabilitas ekonomi. Akan tetapi sejarah mencatat

dengan fakta yang berbeda dari asumsi para ekonom, Produk Nasional Bruto

(PNB) Amerika Serikat meningkat dengan rata-rata 2 persen pertahunnya setelah

penerapan tarif.78Hal serupa juga dilakukan oleh Inggris yang menuai kenaikan

pertumbuhan industri sebesar 8 persen pertahun dari tahun 1932-1937 sebagai

dampak positif dari penaikan tarif dan pemotongan kuota impor hingga sebanyak

50%.

75Ibid., 240-45. 76SusanStrange, “Protectionism—Why Not?,” The World Today 41, No. 8/9 (1985), 149. 77Dunkley, Free Trade : Myth, Reality, and Alternatives, 84 78Ibid.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 51: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

51

Universitas Indonesia

Begitupun dengan argumen terkait dengan kebijakan proteksionisme

perdagangan yang bersifatBeggar-Thy-Neighbour(saling tuding) dan

retaliation(saling balas). Tidak terbukti bahwa penerapan tarif yang tinggi telah

menyebabkan saling ditutupnya pasar impor atas produk ekspor negara lain

selama masa antar perang. Sejarawan dalam bidang ekonomi telah mengkaji

bahwa pada tahun 1930an, tarif yang diterapkan oleh mayoritas negara-negara di

dunia pada saat itu memang masih tinggi, belum banyak negara yang telah

terindustrialisasi dan membuka perdagangannya.Bahkan sebahagian besar negara

di Asia dan Afrika masih berada dibawah penjajahan Eropa.

Tidak ada perubahan tarif secara signifikan dalam merespon kenaikan tarif

dari negara lain. Peningkatan tarif impor memang terjadi akan tetapi tidak terdapat

indikasi aksi tit-for-tat antar negara.79Fakta yang terjadi adalah retaliation

diantara negara industri maju dalam kerangka hubungan bilateral. Penaikan tarif

di waktu yang hampir bersamaan telah mendorong terjadi penurunan volume

perdagangan baik di Amerika Serikat maupun Inggris yang sebelumnya memiliki

hubungan bilateral perdagangan yang kuat. Penurunan volume perdagangan antar

dua negara dengan kapasitas perdagangan paling besar ini secara otomatis

berdampak signifikan terhadap penurunan volume perdagangan dunia.

Adapun pemahaman tentang kebijakan pembalasan (retaliation) hanyalah

propaganda dari Amerika Serikat yang pada saat Great Depression mengalami

penurunan pertumbuhan perdagangan secara bilateral dengan Inggris.80Hal ini

dikuatkan oleh fakta sejalah lainnya bahwa propaganda yang menunjuk

proteksionisme sebagai penyebab utama keterpurukan ekonomi di masa antar

perang dimainkan oleh Amerika Serikat.Ekonom Amerika Serikat, Clair Wilcox

dan para pembuat kebijakan negara ini lah yang mengkampanyekan dampak yang

diakibatkan oleh proteksi perdagangan terhadap perekonomian dunia dalam

pembentukan kerangka liberalisasi perdagangan dunia pasca-Perang Dunia II

melalui GATT.81

79Strange, “Protectionism and World Politics,” 238. 80Ibid., 240. 81Ibid.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 52: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

52

Universitas Indonesia

Graham Dunkley kembali menekankan bahwa kajian kontemporer

mengenai dampak penerapan proteksionisme pada masa perang mendukung

argumen bahwapenerapan kebijakan peningkatan tarif membantu negara untuk

menanggulangi berbagai dampak yang dihasilkan dari instabilitas perang terhadap

kondisi domestik.82Proteksionisme pada masa Great Depression tidak

menyebabkan penurunan pada PDB berbagai negara di berbagai kawasan.Volume

perdagangan dunia yang diklaim turun ternyata tidak terlalu berdampak signifikan

terhadap PDB negara di masa antar perang.Akan tetapi perlu catatan bahwa

pertumbuhan ekonomi sebagai dampak dari proteksi perdagangan tidak selalu

hadir dalam setiap penerapan kebijakannya, terutama di masa bukan perang,

terdapat faktor kondisi domestik dan peralihan sistem kerja buruh yang sangat

mempengaruhi.83

Selanjutnya pada sejarah perkembangan perdagangan dunia pasca-Perang

Dunia II.Susan Strange dalam tulisannya dengan judul Westfailure System

mengemukakan fakta bahwa pengurangan tarif yang dijalankan oleh negara-

negara maju pada dua dekade pasca-Perang Dunia tidak bisa diklaim sebagai

dampak yang dihasilkan dari perundingan GATT. Terdapat faktor hubungan

bilateral yang mempengaruhi pengurangan tarif perdagangan antara negara-negara

maju sebagaimana perkembangan liberalisasi perdagangan dilancarkan oleh

Inggris pada abad ke-17 dengan pendekatan yang sama.84Di kawasan Eropa

misalnya, pengurangan hambatan berupa tarif merupakan bagian dari kesepakatan

bantuan Marshall Plan yang diberikan Amerika Serikat kepada Eropa.

Perundingan multilateral yang dilaksanakan untuk pengurangan tarif hanyalah

bentuk inovasi dalam diplomasi ekonomi yang membantu pembukaan pasar di

dunia dengan cara lebih meyakinkan.

Kesenjangan berikutnya dalam agenda liberalisasi perdagangan dapat kita

lihat dari menguatnya tren penerapan hambatan perdagangan oleh negara maju

pada dekade tahun 1970-an. Sebagai respon dari menguatnya kompetisi global,

meningkatnya angka pengangguran, dan lambatnya pertumbuhan ekonomi di saat

82Dunkley, Free Trade : Myth, Reality, and Alternatives, 84. 83Ibid., 85. 84Susan Strange, “The Westfailure System,” Review of International Studies 25, no. 3 (1999), 352.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 53: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

53

Universitas Indonesia

resesi ekonomi, terjadi perbincangan yang kuat di lingkup domestik negara-negara

maju tentang pentingnya untuk menciptakan lingkungan perdagangan yang adil

(fair trade).Perbincangan tentang pentingnya keadilan dalam perdagangan (fair

trade) ini telah berujung pada legitimasi untuk penerapan kebijakan

proteksionisme.85

Bentuk proteksionisme yang diterapkan oleh negara-negara industri maju

adalah hambatan non-tarif yang dikenal dengan nama new-protectionism. Jenis

proteksionisme ini bersifat lebih tidak transparan dan berbeda dengan hambatan

tradisional seperti tarif dan kuota. Pilihan penggunaan instrumen non-tarif dalam

hambatan perdagang merupakan metode yang digunakan oleh negara maju

sebagai upaya melindungi produsen domestik akan tetapi tetap mendukung

perdagangan bebas.86Bentuk instrumen new protectionismini melingkupi

Voluntary Export Restraints (VERs), undang-undang anti-dumping,

countervailing duties, safeguard codes, dan bentuk lainnya yang terus

berkembang.87

Berbeda dengan negara maju, negara berkembang memiliki kecenderungan

pertumbuhan perdagangan yang pesat pada dekade 1970an.88 Negara berkembang

yang sedang mengalami industrialisasi, yang disebut juga dengan negara industri

baru, memiliki kenaikan yang signifikan dalam GDP, efisiensi produksi industri,

dan kemampuan untuk ekspor produk manufaktur ke negara industri maju.

Negara-negara ini diantaranya adalah Brazil, Hong Kong, Korea, Meksiko,

Singapura, dan Taiwan.Mereka telah memiliki comparative advantage yang vis-a-

vis dengan negara maju dalam produk tekstil, sepatu, televisi, produk elektronik

timah, baja, dan kerangka kapal.Hal ini jelas saja menjadi ancaman bagi negara

maju yang sedang dilanda resesi ekonomi.

Negara-negara maju menerapkan hambatan perdagangan non-tarif sedikit

demi sedikit dengan memainkan Generalized system of preferences(GSP) yang

85JM Finger, “The Meaning of' Unfair' in U.S. Import Policy,”World Bank WPS 745, (1991): 21. 86Susan Strange, “The Westfailure System,” 319. 87Ibid., 311-12. 88Patrick Love dan Ralph Lattimore, International Trade: Free, Fair and Open? (France: OECD Publishing, 2009), 32

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 54: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

54

Universitas Indonesia

merupakan instrumen non-diskriminatif dalam GATT. GSP yang telah di sepakati

oleh Uni Eropa dan Jepang pada tahun 1971-1972 dan oleh Amerika Serikat pada

1976 dilanggar oleh Amerika Serikat dan Eropa seiring dengan agenda

menghadapi persaingan dari negara industri baru.89Amerika Serikat dan negara

industri lainnya meminta pengecualian GSP untuk berbagai produk dari negara

industri baru seperti tekstil yang sangat berarti untuk perkembangan industri

negara-negara industri baru.

Pada titik ini negara maju dilihat seakan menghindari persaingan dengan

negara berkembang yang telah memiliki comparative advantageyang vis-a-vis

dengan negara maju dalam produk tekstil, sepatu, televisi, produk elektronik

timah, baja, dan kerangka kapal. Keseriusan negara maju sebagai promotor dalam

liberalisasi perdagangan yang multilateral dan non-diskriminatif dilihat pada titik

ini. Terbentuknya NAFTA dan Europen Community semakin memperlihatkan

melemahnya usaha untuk menciptakan liberalisasi perdagangan dunia dengan

kecenderungan ke arah bilateralisme dan regionalisme.

Negara industri baru mengalami ketidakberuntungan dimana ketika industri

mereka mampu bersaing dengan negara industri maju, negara industri maju

menerapkan berbagai hambatan perdagangan non-tarif untuk menghindari

persaingan.Akan tetapi hal yang juga mendapatkan perhatian adalah protes yang

dilakukan oleh negara berkembang ke negara maju tidak diikuti oleh pembukaan

pasar di negara-negara ini, mereka masih menerapkan berbegai hambatan

perdagangan baik ke sesama negara berkembang ataupun negara maju.90 Hal ini

sesuai dengan kajian dari Ha-Joon Chang bahwa negara berkembang

membutuhkan kebijakan proteksionisme dalam menjaga industri mereka hingga

siap untuk bersaing. Sementara itu negara maju menerapkan prinsip liberalisasi

perdagangan untuk mempertahankan status-quo mereka sebagai hegemonial

strong trader.

Tabel 1

89Salvatore, Protectionism and World Welfare, 376 90Ibid, 328.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 55: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

55

Universitas Indonesia

Tabel 1 Wacana yang Mendukung Proteksionisme di Tengah Liberalisasi

Perdagangan Dunia

No

Scholar(s) Wacana yang Mendukung Proteksionisme di Tengah Liberalisasi Perdagangan Dunia.

1. Susan Strange

Perdagangan dalam sistem internasional perlu dilihat sebagai kerangka sekunder dari empat kerangka utama yaitu kerangka keamanan, keuangan dan kredit, produksi, dan kerangka ilmu pengetahuan. Jika hanya kerangka keamanan serta kerangka keuangan dan kredit dapat diabaikan dalam kondisi yang dapat dikontrol, maka negara akan dengan mudah punya pilihan dalam penerapan kebijakan perdagangannya.

2. Lisa F. Carlson

Efisiensi produksi yang merupakan salah satu landasan dari liberalisasi perdagangan dengan membuka hambatanperdagangan akan bisa dilakukan negara ketika ancaman dari luar dianggap tidak akan pernah ada.

3. Jeffry Frieden dan Lisa Martin

Teori ekonomi liberal yang taken for granted akan faktor politik domestik yang tidak konstan sulit untuk diterapkan.

4. Joseph Stiglitz

Pemahaman mendasar dari ekonomi klasik yaitu laissez-faire yang mengasumsikan setiap aktor dalam perdagangan memiliki akses yang sama terhadap informasi tidak akan pernah terwujud

5. Friedrich List Industri baru belum memiliki skala ekonomi (economies of scale) yang sebanding dengan pesaingnya dari industri yang lebih besar dan lebih dulu berdiri. Perlu adanya perlindungan dari pemerintah untuk menjaga industri baru berdiri dari persaingan dengan produk impor.

6. Jing Ma Sebagaimana negara maju dahulunya menerapkan kebijakan proteksionisme ketika dalam proses pembangunan, kebijakan untuk melindungi infant industries dalam jangka waktu tertentu akan dilepaskan oleh negara ketika industri tersebut telah mencapai kekuatan comparative advantagenya dan siap untuk bersaing dalam perdagangan bebas.

7. Ha-Joon Chang

Proteksionisme merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh negara maju ketika dahulunya masih dalam proses pembangunan.Kampanye liberalisasi perdagangan dunia tidak bisa dilepaskan dari agenda negara maju untuk mempertahankan status-quo nya

8. Graham Dunkley

Penerapan kebijakan peningkatan tarif membantu negara untuk menanggulangi berbagai dampak yang dihasilkan dari instabilitas perang terhadap kondisi domestic.

9. JM Finger Perbincangan tentang pentingnya keadilan dalam perdagangan (fair trade) ini telah berujung pada legitimasi untuk penerapan kebijakan proteksionisme

10. Paul Krugman

Konsep perdagangan bebas merupakan konsep yang masih relevan (free trade is not passe) akan tetapi tidak bisa diambil secara begitu saja tanpa mempertimbangkan berbagai faktor lainnya.

Sumber: Disarikan oleh Penulis dari berbagai sumber

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 56: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

56

Universitas Indonesia

BAB 4

KESIMPULAN

Proteksionisme sebagai sebuah pandangan telah hadir menjadi pilihan

landasan bagi negara dalam menetapkan kebijakan perdagangannya semenjak

berabad yang lalu. Wacana mengenai protesionisme mulai disorot secara serius

ketika para ekonom klasik memperkenalkan teori absolute advantage dan

comparative advantage yang melandasi wacana liberalisasi perdagangan pada

abad ke-17. Seiring dengan menguatnya wacana liberalisasi perdagangan dunia

yang dimotori oleh Inggris pada abad ke-19 dan oleh Amerika Serikat pada abad

ke-20, proteksionisme dengan berbagai instrumen hambatan perdagangannya

dianggap sebagai permasalahan utama dalam perdagangan dunia.

Perkembangan wacana proteksionisme tidak bisa dilepaskan dari

pertumbuhan liberalisasi perdagangan dunia. Pada Bab 2 Penulis telah

memaparkan wacana proteksionisme saat sebelum Perang Dunia I, masa antar

Perang Dunia, dan pasca-Perang Dunia II. Dari perkembangan wacana tersebut

terdapat benang merah bahwa sebelum Perang Dunia II wacana mengenai

proteksionisme berkisar tentang penerapan tarif sebagai bentuk hambatan

perdagangan.Liberalisasi perdagangan yang dilangsungkan pada rentang waktu ini

dilakukan secara bilateral dan regional oleh para negara industri maju. Akan tetapi

secara umum proteksionisme dengan instrumen hambatan tarif masih diterapkan

secara masif oleh mayoritas negara di dunia.

Pasca-Perang Dunia II menjadi titik balik dari perdagangan dunia setelah

terpuruk pada Great Depressiondi dekade 1930an. Melalui instrumen GATT

dilangsungkan liberalisasi perdagangan dunia yang bersifat multilateral dan non-

diskriminatif. Saat itu wacana tentang proteksionisme dengan instrumen hambatan

berupa tarif diterima oleh hampir seluruh negara di dunia sebagai ancaman bagi

pertumbuhan perdagangan internasional. Akan tetapi wacana mengenai

proteksionisme kembali menguat pada dekade 1970an dengan munculnya new

protectionism yang diterapkan secara masif oleh negara industri maju. Instrumen

hambatan non-tarif dalam new protectionism bersifat tidak transparan dan terus

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 57: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

57

Universitas Indonesia

berkembang. Hal ini mendasari pergolakan wacana proteksionisme yang selalu

menguat disetiap agenda liberalisasi perdagangan dunia semenjak dekade 1970an.

Pada bab 2 seperti yang telah dijelaskan di atas, perkembangan liberalisasi

perdagangan dunia yang telah dimulai semenjak abad ke-17 tidak bisa melepaskan

diri dari wacana proteksionisme yang juga ikut berkembang. Eksistensi

proteksionisme ditengah liberalisasi perdagangan dunia ini selanjutnya telah

Penulis bahas pada Bab 3. Penulis meninjau tentang dukungan dalam kerangka

empiris dan teoritis dari para pakar ekonomi politik internasional seperti Joseph

Stiglitz, Susan Strange, Friedrich List, Jeffry Frieden dan Lisa Martin, Ha-Joon

Chang, Lisa F. Carlson, Graham Dunkley, JM Finger, Paul Krugman, dan lainnya

terkait dengan wacana proteksionisme.

Dalam kerangka teoritis Penulis melihat benang merah bahwa berbagai

rasionalitas yang dikemukakan oleh para pakar tentang kenapa kebijakan

proteksionisme terus menjadi pilihan bagi negara di tengah liberalisasi

perdagangan dunia merupakan bentuk sisi ketidaksempurnaan dari berbagai

konsepyang mendasari liberalisasi perdagangan dunia. Konsep yang mendasari

liberalisasi perdagangan dunia tidak bisa diambil begitu saja dalam penerapannya,

terdapat banyak faktor yang menjadi kelemahan dari liberalisasi perdagangan

yang menjadi dasar dari diterapkannya kebijakan proteksionisme. Hal ini sesuai

dengan apa yang Paul Krugman kemukakan dalam tulisannya “Is Free Trade

Passe?”. Krugman menyatakan bahwa teori comparative advantage yang

mendasari liberalisasi perdagangan dunia bukanlah merupakan teori yang

sempurna begitupun dengan sistem perdagangan bebas sendiri. Sebagai seorang

pemikir liberal, Krugman memberikan penekanan bahwa konsep perdagangan

bebas merupakan konsep yang masih relevan (free trade is not passe) akan tetapi

tidak bisa diambil secara begitu saja tanpa mempertimbangkan berbagai faktor

lainnya.

Dalam kerangka empiris penulis menghadirkan analisis dari para pakar

yang melihat dari perspektif sejarah ekonomi. Dari berbagai analisis yang telah

dipaparkan sebelumyna, Penulis mengambil benang merah bahwa dorongan

liberalisasi perdagangan dunia yang diusung oleh negara maju baik oleh Amerika

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 58: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

58

Universitas Indonesia

Serikat saat ini ataupun Inggris pada abad ke-19 tidak bisa dilepaskan dari

kepentingannya untuk mempertahankan status-quo kekuatan ekonomi yang

dimilikinya. Hal ini terbukti dengan munculnya new protectionism yang

diterapkan secara masif oleh negara maju untuk menghindari persaingan dengan

negara industri baru pada dekade tahun 1970an. Sejarah ekonomi pembangunan

memperlihatkan fakta bahwa negara-negara maju sekarang pada proses

pembangunannya dahulu juga menerapkan berbagai bentuk proteksi perdagangan.

Wajar jika proteksionisme tidak bisa dihilangkan dalam agenda liberalisasi

perdagangan saat ini dikarenakan negara di duniamayoritas masih berada dalam

proses pembangunan.

Dari argumen-argumen diatas Penulis menggarisbawahi bahwa dalam

perkembangan liberalisasi perdagangan dunia, pandangan dan pilihan kebijakan

proteksionisme perdagangan akan terus hadir. Tidak samanya faktor ekonomi

maupun politik yang melandasi pembentukan kebijakan perdagangan negara-

negara di dunia membuat penyamaan secara menyeluruh dalam kebijakan

perdagangan menjadi sulit untuk diwujudkan. Proses liberalisasi perdagangan

hanya memungkinkan untuk mencipatakan perdagangan yang lebih bebas akan

tetapi tidak mungkin bisa menghilangkan segala bentuk hambatan perdagangan

dan menciptakan perdagangan bebas secara utuh.

Kondisi ini bisa menjadi refleksi bagi Indonesia yang merupakan negara

yang masih berkembang. Penulis melihat bahwa potensi laut dan pertanian

merupakan comparative advantage yang potensial bagi Indonesia untuk dapat

dikembangkan. Penerapaninstensifikasi pengolahan dan perlindungan

perdagangan terhadap sektor ini dalam jangka waktu tertentu penulis yakini akan

dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan untuk Indonesia. Pada

saatnya nanti bentuk proteksi tersebut bisa dilepaskan dan dialihkan ke sektor

potensial lainnya sehingga secara berangsur Indonesia akan dapat bersaing dengan

kuat di tengah persaingan liberalisasi perdagangan dunia.

Penulis menyarankan untuk diadakannya kajian lebih lanjut mengenai

perbedaan perkembangan liberalisasi negara-negara di dunia. Hal ini bisa

dilakukan dengan pengelompokan secara fungsional melingkupi motif, instrumen,

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 59: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

59

Universitas Indonesia

dan respon penerapan kebijakan proteksionisme di negara berkembang, negara

industri baru, dan negara maju. Kajian ini akan menjadi pembahasan yang

menarik untuk melengkapi kajian-kajian tentang proteksionisme dalam liberalisasi

perdagangan dunia.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 60: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

60

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal, Vinod K., Robert O. Keohane, dan David B. Yoffie. “The Dynamics of Negotiated Protectionism.”The American Political Science Review 81, no. 2, (1987):345-66.

Carlisle, Charles R. “Is the World Ready for Free Trade?,” Foreign Affairs 75, No. 6 (1996)

Chang, Ha-Joon, Kicking Away the Ladder: Development Strategy in Historical Perspective. London: Wimbledon Publishing, 2002.

Dunkley, Graham. Free Trade : Myth, Reality, and Alternatives. New York: Palgrave Macmillan,2004.

Eichengreen, Barry, dan Douglas Irwin, “Trade Blocs, Currency Blocs and the Reorientation of World Trade in the 1930s,” Journal of International Economics, no. 38. (1995): 24.

Finger, JM. “The Meaning of' Unfair' in U.S. Import Policy,” World Bank WPS 745, (1991).

Frieden, Jeffry dan Lisa Martin, “International Political Economy: Global and Domestic Interactions,” dalam “Political Science: The State of The Discipline,ed. Ira Katznelson dan Helen Milner. New York: W.W. Norton, 2003.

Gilpin, Robert. Global Political Economy: Understanding the Internationla Economic Order. Oxfordshire: Princeton University Press, 2001.

Goldstein, Natalie. Globalization and free trade. New York: Infobase Publishing, 2007.

Irwin, Douglas. Free Trade Under Fire. Oxfordshire: Princeton University Press, 2009.

Krugman, Paul. “Is Free Trade Passe?,” The Journal of Economic Perspectives 1, No. 2, (1987) : 131-44.

-------- “Growing World Trade: Causes and Consequences,” Brookings Papers on Economic Activity, Vol.1 (1995)

Levy, Philip I. “Imaginative Obstruction Modern Protectionism in the Global Economy,” Georgetown Journal of International Affairs. (2009): 7-14

Love, Patric dan Ralph Lattimore, International Trade: Free, Fair and Open?, France: OECD Publishing, 2009.

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 61: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

61

Universitas Indonesia

Ma, Jing “Free Trade or Protection: A Literature Review on Trade Barriers,” Research inWorld Economy 2, No. 1. (2011).

Madsen, Jacob, “Trade Barriers and the Collapse of World Trade During the Great Depression,” Southern Economic Journal 6, no. 4 (2001) :848–68

McGee, Robert W. “The Philosophy of Trade Protectionism, Its Costs and Its Implications,” Policy Analysis 10. (1996) :1-42

McKinney, Joseph A., “The World Trade Regime: Past Successes and Future Challenges,” International Journal 49, No. 3, (1994): 445.

ODI briefing paper ,The GATT Uruguay Round. Overseas Development Institute (2011)

Palan, Rolen, ed. Global Political Economy: Contemporary Theories. New York: Routledge, 2000

Rugie, John Gerard, “International Regimes, Transactions, and Change: Embedded Liberalism in the Postwar Economic Order,” dalam International Regimes, Ed. Stephen D. Krasner. Cornell: Cornell University Press, 1983. 195-231.

Salvatore, Dominic, ed. Protectionism and World Welfare, Cambridge: Cambridge University Press, 1993.

Stein, A Arthur. “The Hegemon's Dilemma: Great Britain, the United States, and the International Economic Order,” International Organization 38, no. 2 (1984): 355-86

Strange, Susan. "Protectionism and World Politics,” International Organization 39, no. 2 (1985), 233-259.

---------- “Protectionism—Why Not?” The World Today 41, no. 8/9 (1985): 148-150

---------- “The Westfailure System,” Review of International Studies 25, no. 3 (1999): 345-54

Thompson, William R. and Rafael Reuveny, “Tariffs and Trade Fluctuations: Does Protectionism Matter as Much as We Think?,” International Organization 52, No. 2. (1998).

Walker, Andrew. WTO agrees global trade deal worth $1tn, http://www.bbc.com/news/business-25274889. (Mei 31, 2014)

Weck-Hannemann, Hannelore, “Protectionism in Direct Democracy.” Journal of Institutional and Theoretical Economics (JITE) / Zeitschrift für die gesamte Staatswissenschaft 146, No. 3, (1990): 389-418

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014

Page 62: PROTEKSIONISME DI TENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA TUGAS KARYA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20392936-TA... · Tugas Karya Akhir (TKA) ini merupakan kajian literatur

62

Universitas Indonesia

Yoffie, David B. “The Newly Industrializing Countries and the Political Economy of Protectionism.” International Studies Quarterly 25, No. 4, (1981):569-99

Proteksionisme di eengah…, Muhammad Hanif, FISIP UI, 2014