prosiding seminar nasional kebumian ke-12 f... · 2020. 2. 12. · secara umum, berdasarkan...

18
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta 976 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten STUDI PENDAHULUAN KARAKTERISTIK LEMPUNG TERHADAP KERUSAKAN JALAN RAYA KEMUSU-JUWANGI, KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH Anastasia Dewi Titisari 1* , Aris Sutikno 1 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 1* *Corresponding Author: [email protected] SARI. Penggunaan transportasi darat memiliki peranan yang sangat vital bagi kehidupan bermasyarakat, akibatnya jumlah kendaraan bermotor pun meningkat. Peningkatan penggunaan kendaraan bermotor itu tidak diimbangi oleh fasilitas jalan yang memadai. Banyak jalan-jalan penghubung desa maupun kota yang mengalami kerusakan. Kerusakan jalan dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor kontruksi jalan maupun faktor alas penopang kontruksi jalan. Faktor alas penopang kontruksi jalan berhubungan dengan batuan sebagai pondasi atau alas jalan yang mengandung lempung yang mempunyai sifat ekspansif ( swelling). Sifat yang dimiliki lempung tersebut menyebabkan lempung mengembang jika terkena fluida dan menyusut jika kehilangan fluida, dicirikan dengan munculnya retakanretakan saat lempung dalam kondisi kering. Hal tersebut memicu kerusakan kontruksi jalan diatasnya. Salah satu jalan yang merupakan jalan utama penghubung Kemusu-Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah memiliki ciri mudah rusak walau sudah sering diperbaiki. Secara geologi, daerah tersebut disusun oleh Formasi Kerek dan Formasi Kalibeng yang didominasi oleh material bersifat lempungan. Oleh karena itu, studi karakteristik lempung daerah penelitian menjadi penting agar dapat diketahui faktor yang mempengaruhi kerusakan jalan ditinjau dari aspek mineraloginya. Metode pengambilan data dilakukan secara langsung berupa pengambilan sampel batuan yang kemudian dianalisis secara petrografi dan XRD (X-Ray Diffraction). Pengamatan megaskopis batuan dan pengamatan petrografi digunakan untuk mengetahui karakteristik batuannya, sedangkan analisis XRD digunakan untuk mengetahui jenis mineral lempung penyusun batuan yang menjadi alas penopang konstruksi jalan. Berdasarkan pengamatan petrografi, diketahui bahwa litologi penyusun daerah penelitian adalah sandy micrite dan allochemic sandstone. Hasil analisis XRD menunjukan kehadiran mineral montmorilonit, kaolinit, haloisit, klorit, feldspar, kuarsa, dan plagioklas. Kehadiran mineral lempung tersebut, khususnya mineral montmorilonit yang merupakan mineral lempung dengan sifat swelling tinggi, berpotensi merusak kontruksi jalan jalur Kemusu-Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kata kunci: lempung, swelling, petrografi, XRD, Boyolali I. PENDAHULUAN Transportasi darat merupakan transportasi yang dominan digunakan oleh masyarakat dalam menunjang kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya. Namun, penggunaan transportasi darat tidak diimbangi oleh insfrastruktur dan fasilitas jalan yang memadai karena banyak jalan penghubung antar daerah termasuk dalam kategori jalan yang kurang layak (rusak). Pardoyo dkk (2017) mengungkapkan bahwa kerusakan jalan dapat

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    976 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    STUDI PENDAHULUAN KARAKTERISTIK LEMPUNG TERHADAP

    KERUSAKAN JALAN RAYA KEMUSU-JUWANGI, KABUPATEN BOYOLALI,

    JAWA TENGAH

    Anastasia Dewi Titisari 1*, Aris Sutikno 1

    Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2, Bulaksumur,

    Yogyakarta 55281 1*

    *Corresponding Author: [email protected]

    SARI. Penggunaan transportasi darat memiliki peranan yang sangat vital bagi kehidupan

    bermasyarakat, akibatnya jumlah kendaraan bermotor pun meningkat. Peningkatan penggunaan

    kendaraan bermotor itu tidak diimbangi oleh fasilitas jalan yang memadai. Banyak jalan-jalan

    penghubung desa maupun kota yang mengalami kerusakan. Kerusakan jalan dapat dipengaruhi

    oleh dua faktor, yaitu faktor kontruksi jalan maupun faktor alas penopang kontruksi jalan. Faktor

    alas penopang kontruksi jalan berhubungan dengan batuan sebagai pondasi atau alas jalan yang

    mengandung lempung yang mempunyai sifat ekspansif ( swelling). Sifat yang dimiliki lempung

    tersebut menyebabkan lempung mengembang jika terkena fluida dan menyusut jika kehilangan

    fluida, dicirikan dengan munculnya retakanretakan saat lempung dalam kondisi kering. Hal

    tersebut memicu kerusakan kontruksi jalan diatasnya. Salah satu jalan yang merupakan jalan utama

    penghubung Kemusu-Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah memiliki ciri mudah rusak walau

    sudah sering diperbaiki. Secara geologi, daerah tersebut disusun oleh Formasi Kerek dan Formasi

    Kalibeng yang didominasi oleh material bersifat lempungan. Oleh karena itu, studi karakteristik

    lempung daerah penelitian menjadi penting agar dapat diketahui faktor yang mempengaruhi

    kerusakan jalan ditinjau dari aspek mineraloginya. Metode pengambilan data dilakukan secara

    langsung berupa pengambilan sampel batuan yang kemudian dianalisis secara petrografi dan XRD

    (X-Ray Diffraction). Pengamatan megaskopis batuan dan pengamatan petrografi digunakan untuk

    mengetahui karakteristik batuannya, sedangkan analisis XRD digunakan untuk mengetahui jenis

    mineral lempung penyusun batuan yang menjadi alas penopang konstruksi jalan. Berdasarkan

    pengamatan petrografi, diketahui bahwa litologi penyusun daerah penelitian adalah sandy micrite

    dan allochemic sandstone. Hasil analisis XRD menunjukan kehadiran mineral montmorilonit,

    kaolinit, haloisit, klorit, feldspar, kuarsa, dan plagioklas. Kehadiran mineral lempung tersebut,

    khususnya mineral montmorilonit yang merupakan mineral lempung dengan sifat swelling tinggi,

    berpotensi merusak kontruksi jalan jalur Kemusu-Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

    Kata kunci: lempung, swelling, petrografi, XRD, Boyolali

    I. PENDAHULUAN

    Transportasi darat merupakan transportasi yang dominan digunakan oleh

    masyarakat dalam menunjang kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya. Namun, penggunaan

    transportasi darat tidak diimbangi oleh insfrastruktur dan fasilitas jalan yang memadai

    karena banyak jalan penghubung antar daerah termasuk dalam kategori jalan yang kurang

    layak (rusak). Pardoyo dkk (2017) mengungkapkan bahwa kerusakan jalan dapat

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    977 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    disebabkan oleh dua faktor, yaitu konstruksi jalan itu sendiri atau pun alas penopang

    konstruksi jalan. Faktor alas penopang menjadi perhatian khusus karena batuan yang

    menopang konstruksi jalan memiliki kandungan material yang beraneka ragam. Jika alas

    penopang tersusun oleh batuan dengan dominasi penyusunnya berupa lempungan

    dengan sifat swelling, maka lempung akan mudah mengembang dan menyusut ketika

    terkena pengaruh oleh fluida. Hal itu dapat menjadi pemicu terhadap kerusakan jalan di

    atasnya. Salah satu jalan yang mudah mengalami kerusakan dan dijadikan topik pada

    penelitian ini yaitu jalan utama penghubung Kemusu – Juwangi, Kabupaten Boyolali,

    Provinsi Jawa Tengah. Daerah penelitian meliputi 4 desa yaitu Desa Ngaren, Desa

    Kedungmulyo, Desa Guwo, dan Desa Kemusu di Kecamatan Juwangi dan Kecamatan

    Kemusu, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah dengan koordinat UTM 470250-

    472250 dan 9196750-9200250. Daerah penelitian berbatasan dengan Kecamatan Kedungjati

    di bagian barat, Kecamatan Wonosegoro di bagian selatan, Kecamatan Geyer di bagian

    timur, dan Kecamatan Karangrayung di bagian utara. Daerah penelitian berada di sebelah

    timur laut Kota Yogyakarta yang berjarak kurang lebih 100 km dan dapat ditempuh

    menggunakan kendaraan darat selama 3 jam perjalanan melalui jalan Raya Yogyakarta –

    Surakarta, jalan Raya Surakarta – Kemusu, dan jalan Raya Kemusu – Ngaren (Gambar 1).

    Secara geologi, daerah penelitian disusun oleh Formasi Kerek dan Formasi

    Kalibeng yang didominasi oleh material bersifat lempungan. Lempung merupakan

    material yang terbentuk secara alami dan tersusun oleh mineral yang berukuran halus, jika

    berada pada kondisi dengan kandungan air yang cukup akan bersifat plastis, dan akan

    mengeras ketika dikeringkan atau dipanaskan. Lempung biasanya mengandung material

    filosilikat dan material lain yang memberi sifat plastis dan keras ketika

    dikeringkan/dipanaskan. Secara sederhana, lempung tersusun oleh mineral lempung,

    mineral lain, dan material organik (organic matter). Mineral lempung adalah mineral

    filosilikat dan mineral lain yang memberi baik sifat plastis maupun sifat keras ketika

    dipanaskan atau dikeringkan (Al-Ani dan Sarapaa, 2008). Lempung dibedakan menjadi

    lempung non ekspansif dan lempung ekspansif (Reeves dkk, 2006). Lempung non

    ekspansif adalah lempung yang tidak memiliki kemampuan kembang – susut yang tinggi.

    Lempung ekspansif adalah mineral lempung dengan kemampuan kembang – susut yang

    tinggi. Ketika kadar fluida dalam lempung tinggi, maka pori-pori lempung akan diisi oleh

    fluida tersebut sehingga volume lempung meningkat (swell). Sebaliknya, ketika kadar

    fluida rendah, maka perubahan volume lempung akan terjadi penyusutan (shrink).

    Oleh karena itu, studi karakteristik lempung daerah penelitian menjadi penting agar dapat

    diketahui faktor yang mempengaruhi kerusakan jalan ditinjau dari aspek mineraloginya.

    II. GEOLOGI

    Zona Kendeng dibedakan menjadi 3 sub zona berdasarkan jalur antiklinoriumnya

    (de Genevrave dan Samuel, 1972) yaitu bagian barat, bagian tengah, dan bagian timur.

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    978 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    Berdasarkan pada pembagian klasifikasi tersebut, daerah Kemusu – Juwangi, Kab. Boyolali

    termasuk ke dalam Zona Kendeng bagian barat.

    2.1. Stratigrafi Regional

    Menurut de Genevrave dan Samuel (1972), stratigrafi utama penyusun Zona

    Kendeng bagian bawah merupakan endapan laut dalam, semakin ke atas menjadi endapan

    laut dangkal dan endapan nonlaut. Formasi yang menyusun Zona Kendeng bagian barat

    adalah Formasi Pelang, Formasi Kerek, Formasi Kalibeng, dan Aluvium (Gambar 2).

    1. Formasi Pelang (Tomp)

    Formasi Pelang merupakan batuan tertua yang ada di Zona Kendeng. Formasi ini

    tersusun oleh perulangan napal dan napal lempungan dengan lensa gamping bioklastik

    yang mengandung fosil foraminifera besar berumur Miosen Awal. Lokasi formasi ini

    berada di Desa Pelang, ke selatan dari Kecamatan Juwangi dan beberapa di Kecamatan

    Juwangi. Formasi Pelang terendapkan di laut zona batial dengan kedalaman 1-2 km di

    bawah muka air laut. Singkapan yang tersingkap dipermukaan berkisar 85-125 m dengan

    batas bagian bawah dan atas tidak diketahui secara pasti karena dibatasi oleh suatu sesar

    yang membatasi dengan Formasi Kerek diatasnya.

    2. Formasi Kerek (Tmk)

    Formasi Kerek merupakan batuan yang berbatasan langsung dengan Formasi

    Pelang. Formasi ini tersusun oleh perulangan perselingan batupasir, batulanau,

    batulempung, batupasir tuf karbonatan dan batupasir tufan serta kandungan bahan

    gunungapi yang banyak. Perulangan batuan yang hadir merupakan struktur sedimen

    berupa perlapisan bersusun (graded bedding). Lokasi Formasi Kerek berada di Desa

    Kerek, bagian tepi sepanjang Sungai Bengawan Solo yang berjarak sekitar 8 km ke utara

    dari Ngawi (de Genevrave dan Samuel, 1972) hingga ke Kecamatan Juwangi. Formasi ini

    berumur Miosen Tengah-Akhir. Formasi Kerek terendapkan di zona lereng batial atas

    dengan kedalaman 200-500 m hasil dari endapan turbidit distal.

    3. Formasi Kalibeng (Tmpk)

    Formasi Kalibeng dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu bagian bawah dan bagian atas.

    a. Formasi Kalibeng bagian bawah

    Formasi Kalibeng bagian bawah ini tersusun oleh napal masif yang berwarna putih

    kekuningkuningan hingga abu-abu kebiru-biruan dengan ketebalan sekitar 600 m dengan

    kandungan foraminifera planktonik. Di Zona Kendeng Tengah yaitu di sekitar daerah

    Gunung Pandan, formasi ini menunjukan struktur turbidit hasil dari endapan vulkanik

    laut. Formasi ini berumur Miosen Akhir – Pliosen.

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    979 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    b. Formasi Kalibeng bagian atas

    Formasi Kalibeng bagian atas tersusun oleh kalkarenit berwarna putih kekuning-

    kungan dengan kandungan baik foraminifera plangtonik maupun besar, moluska, koral,

    algae dan mengandung perlapisan napalan atau pasiran. Semakin ke atas, satuan batuan

    yang diendapkan berupa breksi dengan fragmen gamping dengan ukuran kerikil dan

    semen karbonat, kemudian napal pasiran hingga napal lempungan, dan lempung

    berwarna hijau kebiru-biruan. Ketebalan formasi ini berkisar antara 27 – 589 m. Formasi ini

    berumur Pliosen dengan lingkungan pengendapan di laut dangkal.

    4. Aluvium (Qa)

    Aluvium merupakan endapan yang tersusun oleh kerakal, kerikil, pasir dan

    lempung yang biasa ditemukan disepanjang Sungai Karangboyo, Sungai Serang dan

    Sungai Klampisan. Endapan ini berumur holosen.

    Berdasarkan peta geologi bagian tengah dari Lembar Salatiga (Gambar 2), formasi

    yang berkaitan dengan daerah penelitian yaitu Formasi Kerek dan Formasi Kalibeng.

    2.2. Struktur Geologi

    Struktur geologi yang ditemukan di peta geologi regional bagian tengah Lembar

    Salatiga yaitu sesar dan perlipatan. Sesar berupa sesar naik Kedunglo yang dijumpai di

    sebelah timur laut dan sesar geser sinistral Cekelan di sebelah barat daya, sedangkan

    perlipatan berupa lipatan sinklin, sinklin terbalik, dan antiklin terbalik yang terpusat

    dibagian tengah. Struktur geologi regional yang kemungkinan mempengaruhi daerah

    penelitian adalah sinklin Krobokan (Gambar 2) .

    III. METODE PENELITIAN

    Pengumpulan data, pengamatan lapangan, dan review peta geologi regional bagian

    tengah Lembar Salatiga (Sukardi dan Budhitrisna, 1992) dilakukan sebagai dasar untuk

    pembuatan peta geologi daerah penelitian (Gambar 3). Pembuatan peta geologi ini

    bertujuan agar dapat memberikan gambaran umum terhadap kondisi geologi daerah

    penelitian. Sampel batuan untuk analisis petrografi berjumlah 3 sampel dengan rincian 1

    sampel mempresentasikan satuan batulempung sisipan batupasir dan 2 sampel lain

    mewakili satuan batulanau. Sampel XRD berjumlah 2 sampel yang mewakili tiap satuan

    batuan (Gambar 3). Sampel ini berguna untuk penentuan mineralogi lempung.

    Pengambilan sampel ditentukan berdasarkan kondisi jalan yang rusak ringan dan rusak

    berat sehingga dapat diketahui peran mineralogi lempung sebagai alas kontruksi jalan

    terhadap kerusakan jalan. Langkah tersebut berguna dalam studi awal penentuan

    karakteristik lempung terhadap kerusakan jalan tanpa harus melakukan pengujian lebih

    detail, seperti uji keteknikan tanah dan batuan alas kontruksi jalan yang akan dilakukan

    pada tahapan berikutnya dari penelitian ini. Untuk tingkat kerusakan jalan, penulis

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    980 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    menggunakan penilaian parameter jenis konstruksi jalan, luasan dimensi kerusakan jalan,

    dan bahan kontruksi jalan secara subjektif.

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Karakteristik Litologi

    Penentuan satuan litologi didasarkan dari pengamatan makroskopik singkapan, dominasi

    penyebaran litologi, dan pengamatan mikroskopik sampel batuan. Berdasarkan pekerjaan

    tersebut, daerah penelitian tersusun oleh satuan batulempung sisipan batupasir yang

    terdistribusi di bagian utara dan selatan, dan satuan batulanau tersebar di bagian tengah

    daerah penelitian (Gambar 3). Deskripsi lebih detail terkait satuan ini adalah sebagai

    berikut:

    1. Satuan batulempung sisipan batupasir

    Secara umum, terdapat 3 jenis litologi penyusun satuan batulempung sisipan

    batupasir ini, yaitu litologi batulempung karbonatan, batulanau karbonatan dan batupasir

    karbonatan. Perbedaan ketiganya terletak di dominasi batuan dalam singkapan, dimana

    batulempung dan batulanau karbonatan memiliki persentase yang lebih banyak

    dibandingkan batupasir karbonatan. Struktur sedimen yang ditemukan di kedua stasiun

    pengamatan juga berbeda. Di stasiun pengamatan 1 ditemukan hancuran litologi

    batulempung karbonatan (Gambar 4a), sedangkan di stasiun pengamatan 3 ditemukan

    hancuran batulempung karbonatan dengan sisipan batupasir karbonatan (Gambar 4b).

    Secara umum, berdasarkan klasifikasi penamaan batuan (Wentworth, 1992),

    batupasir karbonatan perlapisan (Gambar 4b) memperlihatkan warna coklat, ukuran

    pasir, sortasi baik, kemas tertutup, struktur perlapisan, komposisi mineral kuarsa,

    plagioklas, tuf, dan material karbonat; batulempung karbonatan (Gambar 4b) berwarna

    coklat, ukuran lempung, sortasi baik, struktur perlapisan, komposisi material berukuran

    lempung, dan material karbonat. Secara umum, kedua batuan tersebut hampir memiliki

    karakteristik yang sama, perbedaannya terletak pada ukuran butir penyusun batuan dan

    strukturnya.

    Selain pengamatan makroskopis, juga dilakukan pengamatan secara mikroskopis

    menggunakan sayatan tipis (petrografi). Pengamatan petrografi hanya dilakukan terhadap

    batupasir karbonatan, sedangkan batulempung karbonatan dilakukan pengujian XRD

    karena ukurannya yang terlalu kecil bagi lensa-lensa mikroskop polarisasi. Berdasarkan

    pengamatan petrografi, kenampakan sayatan tipis batupasir karbonatan (Gambar 4b)

    memiliki warna colorless atau putih kecoklat-coklatan pada nikol sejajar (PPL) (Gambar 6a),

    abu-abu kehitamhitaman pada nikol bersilang (XPL) (Gambar 6b), ukuran butir

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    981 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    2. Satuan batulanau

    Satuan batulanau tersusun oleh 2 jenis litologi, yaitu batulanau karbonatan dan

    batupasir karbonatan. Batulanau karbonatan memiliki dominasi kehadiran yang lebih

    banyak dibandingkan kelimpahan batupasir karbonatan. Batupasir karbonatan hanya

    bersifat perselingan batuan diantara perlapisan batulanau karbonatan. Singkapan batuan

    di STA 2 merupakan singkapan yang tersusun oleh perselingan litologi batulanau

    karbonatan dan batupasir karbonatan. Secara umum, berdasarkan klasifikasi penamaan

    batuan (Wentworth, 1992), batulanau karbonatan (Gambar 5) berwarna abu-abu, ukuran

    lanau, sortasi baik, struktur perlapisan, komposisi material berukuran lanau, tuf, dan

    material karbonat; batupasir karbonatan (Gambar 5) memperlihatkan warna coklat,

    ukuran pasir halus – sedang, sortasi baik, kemas tertutup, struktur perlapisan, komposisi

    mineral kuarsa, plagioklas, tuf, dan material karbonat.

    Berdasarkan pengamatan mikroskopis, sayatan tipis batulanau karbonatan

    (Gambar 5) berwarna putih kecoklat-coklatan pada nikol sejajar (PPL) (Gambar 6c),

    berwarna abu-abu kehitam-hitaman pada nikol bersilang (XPL) (Gambar 6d), ukuran

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    982 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    sinklin Krobokan. Berdasarkan penelitian lapangan dengan skala 1:25.000,

    penentuan/interpretasi struktur geologi berupa sinklin di daerah penelitian dihasilkan dari

    rekonstruksi arah dan kedudukan perlapisan batuan pada stasiun-stasiun pengamatan

    (Gambar 3). Singkapan yang mendukung interpretasi sinklin dapat dilihat pada gambar 7

    yang menampilkan arah dan kemiringan lapisan singkapan yang saling berlawanan.

    Singkapan pada STA 5 mewakili sayap utara dengan strike dip N105°E/30° dan singkapan

    pada STA 3 mewakili sayap selatan dengan strike dip N262°E/47° (Gambar 7).

    4.3. Karakteristik Lempung

    Mineralogi lempung dapat diketahui dengan melakukan pengujian XRD (X-Ray

    Diffraction). Analisis ini menggunakan radiasi gelombang elektromagnetik berukuran 10-8

    – 10-12 m. Penggunaan analisis XRD digambarkan dalam bentuk gelombang refleksi dari

    sinar X sehingga dapat diketahui karakteristik mineral lempung. Analisis XRD

    menggunakan perlakuan clay treatment sehingga dapat diketahui nilai peak AD (air dried),

    EG (ethylen glycol), dan heating 550°. Ethylon glycol berfungsi untuk mengetahui suatu

    mineral kristalin yang memiliki sifat mengembang (swelling), sedangkan heating digunakan

    untuk mengidentifikasi jenis mineral yang tidak tahan terhadap panas. Berdasarkan

    pengujian XRD terhadap sampel AS.BL.STA2 yang mempresentasikan satuan batulanau

    dijumpai kelimpahan mineral montmorilonit, sepiolit, dan klorit (Gambar 8). Pada sampel

    AS.BL.STA3 yang mewakili satuan batulempung sisipan batupasir, dijumpai kehadiran

    mineral montmorilonit, kaolinit, dan sepiolit (Gambar 9). Perbedaan kehadiran mineral

    montmorilonit di STA 2 dan STA 3 berdasarkan hasil uji XRD tersebut terletak pada nilai

    intensitasnya. Untuk sampel STA 3 pada kondisi air dried dengan nilai d (jarak bidang kisi

    pemantul) adalah 15,6 Å atau nilai 2Ө=5,66 menunjukkan intensitas (±440) lebih tinggi

    dibanding montmorilonit STA 2 pada kondisi yang sama dengan d adalah 15,9 Å (2Ө=5,54)

    yang menunjukkan intensitas lebih rendah (±315). Hal tersebut mengindikasikan

    kemungkinan bahwa kelimpahan montmorilonit di STA 3 lebih dominan daripada

    montmorilonit di STA 2.

    Mineral montmorilonit merupakan mineral lempung yang memiliki sifat swelling

    yang lebih besar disbanding mineral lempung lain. Montmorilonit mampu untuk

    mengembang (swell) ketika terjadi penambahan fluida dan menyusut ketika kehilangan

    fluida (shrink) (Reeves dkk, 2006). Kedua proses tersebut sangat beresiko terhadap

    konstruksi jalan diatasnya. Ketika musim hujan, maka montmorilonit akan mengembang

    dengan kemampuan maksimal, dimana hal tersebut dapat membuat jalan mengalami

    deformasi (perubahan bentuk) ke atas, dan ketika musim kemarau, maka montmorilonit

    akan menyusut sehingga terjadi penuruan kontruksi jalan. Kedua proses swelling dan

    shrinking itu dapat mengakibatkan kerusakan jalan seperti bergelombang, bergeser,

    berlubang, dan retak – retak bagi kontruksi jalan diatas alas konstruksi zona lempung

    montmorilonit. Dengan demikian, montmorilonit yang ditemukan hadir disemua sampel

    di daerah penelitian dianggap sebagai mineral kunci yang menyebabkan kerusakan jalan

    yang ada.

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    983 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    4.4. Hubungan Lempung terhadap Kerusakan Jalan

    Tingkat kerusakan jalan di lapangan dibedakan berdasarkan kondisi jenis

    kerusakan jalan, luasan area kerusakan jalan, dan jenis bahan kontruksi jalan. Ketiga

    parameter kondisi kerusakan jalan tersebut ditinjau dari penilaian perspektif secara

    subjektif (Tabel 1). Parameter jenis kerusakan jalan, secara berurutan dari yang terberat

    hingga teringan, dapat dibedakan menjadi bergelombang, bergeser, berlubang, dan

    retakan. Kerusakan jalan jenis bergelombang merupakan jenis kerusakan jalan terberat

    dibandingkan jenis retakan karena dibutuhkan kemampuan swelling yang besar oleh

    mineral lempung untuk dapat membuat jalan mengalami fase bergelombang. Parameter

    kedua yaitu luasan kerusakan jalan. Semakin luas area jalan yang mengalami kerusakan

    jalan mengindikasikan bahwa kehadiran mineral lempung yang mempunyai sifat swelling

    tinggi semakin banyak. Dan parameter terakhir berupa jenis bahan kontruksi jalan. Bahan

    konstruksi jalan hingga saat ini, khususnya di Indonesia, dibedakan menjadi dua bahan,

    yaitu bahan aspal dan beton. Perbedaan kedua bahan ini terletak di bagian kekuatan dan

    sifat bahannya. Bahan beton memiliki kekuatan bahan yang lebih besar dibandingkan

    bahan aspal. Selain itu, beton memiliki sifat yang keras dibandingkan bahan aspal yang

    memiliki sifat lentur. Oleh karena itu, jika suatu jalan yang mengalami kerusakan jalan

    terbuat dari bahan beton menunjukan bahwa tingkat penyebab kerusakan jalan oleh alas

    penopang cukup besar dibandingkan bahan aspal.

    Berdasarkan kenampakan jalan di lapangan, diketahui bahwa kontruksi jalan di

    STA 3 memiliki jenis kerusakan jalan berupa lubang dan retakan dengan luasan area yang

    cukup besar, sedangkan STA 2 terdapat kerusakan jalan berupa retakan dengan luasan

    area di beberapa titik (Tabel 1; Gambar 10). Hal itu dipengaruhi oleh kehadiran mineral

    lempung sebagai alas kontruksi jalan. STA 3 yang tersusun oleh mineral montmorilonit,

    kaolinit, dan sepiolit memiliki tingkat kerusakan jalan yang lebih besar dibandingkan STA

    2 yang tersusun oleh kelompok mineral montmorilonit, sepiolit, dan klorit. Asosiasi

    mineral ini menjadi penting karena pemakaian unsur bersama yang menjadikan mineral

    lempung terbentuk. Kandungan unsur Mg pada montmorilonit

    (Na,Ca)0.33(Al,Mg)2(Si4O10)(OH)2·12H2Ojuga digunakan juga oleh mineral lain, yaitu sepiolit

    Mg4Si6O15(OH)2·6H2Odan klorit ((Mg,Al)(OH)8 AlSi3O8) sehingga persentase kelimpahan

    montmorilonit menjadi berkurang di STA 2. Sedangkan di STA 3 unsur Mg hanya

    digunakan oleh montmorilonit dan sepiolit tanpa diganggu oleh mineral kaolinit

    (Al2Si2O5(OH)4) (Kraus dkk, 1951). Kondisi tersebut didukung oleh hasil karakteristik XRD

    pada lempung yang sudah dijelaskan pada sub bab 4.3. bahwa montmorilonit pada

    lempung di STA 3 menunjukkan nilai intensitas yang lihat lebih tinggi (Gambar 8)

    dibanding dengan montmorilonit pada STA 2 (Gambar 9). Hal tersebut, memungkinkan

    kelimpahan montmorilonit di STA 3 lebih besar dibandingkan kelimpahan montmorilonit

    di STA 2. Oleh karenanya, di STA 3 yang mewakili satuan batulempung sisipan batupasir

    yang dikarakteristikkan dengan kelimpahan montmorilonit yang lebih dominan, memiliki

    potensi dan tingkat kerusakan jalan yang lebih besar dibanding dengan STA 2 yang

    mewakili satuan batulanau.

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    984 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    V. KESIMPULAN

    Berdasarkan penelitian pendahuluan tentang karakteristik lempung terhadap kerusakan

    jalan raya Kemusu – Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah dapat disimpulkan

    bahwa:

    1. Daerah penelitian tersusun oleh satuan batulempung sisipan batupasir dan satuan batulanau.

    2. Mineral lempung yang hadir di daerah penelitian berupa montmorilonit, kaolinit, sepiolit, dan klorit. Montmorilonit diinterpretasikan sebagai mineral lempung yang

    berpotensi dapat merusak konstruksi jalan karena mempunyai sifat swelling yang besar.

    3. Tingkat kerusakan jalan di STA 3 yang terletak pada satuan batulempung sisipan batupasir lebih besar dibandingkan STA 2 yang terletak pada satuan batulanau karena

    kehadiran mineral montmorilonit yang lebih mendominasi pada STA 3.

    ACKNOWLEDGEMENTS

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik,

    Universitas Gadjah Mada yang telah menyediakan dana hibah untuk penelitian ini dan

    atas penyediaan fasilitas laboratoium untuk analisis sampel.

    DAFTAR PUSTAKA

    Al-Ani, T., dan Sarapaa, O., 2008, Clay and Clay Mineralogy: Physical – Chemical Properties and Industrial

    Uses: Geological Survey of Finland.

    Chen, P.Y., 1977, Table of Key Lines in X-Ray Powder Diffraction Patterns of Minerals in Clays and

    Associated Rocks: The State of Indiana, Bloomington.

    De Genevraye, P., dan Samuel, L., 1972, Geology of The Kendeng Zone (Central & East Java), Proceedings of

    the Indonesian Petroleum Association First Annual Convention and Exhibition: p. 17 – 30.

    Kraus, E.H., Hunt, W.F., dan Ramsdell, L.S., 1951, Mineralogy: an introduction to the study of minerals and

    crystals: New York, McGraw-Hill Book Company, Inc.

    Mount, J.F., 1985, The Mixing of Silisiclastic and Carbonate Sediments in the Shallow Shelf Environment:

    Geology, 12, p.432-435.

    Pardoyo, B., Gunarso, A., Nuprayogi, R., dan Partono, W., 2017, Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif

    dengan Campuran Larutan NaOH 7.5%: Jurnal Karya Teknik Sipil, vol. 6, p. 238-245.

    Reeves, G.M., Sims, I., dan Cripps, J.C., 2006, Clay Materials Used in Construction: London, Engineering

    Geology Special Publication.

    Sukardi dan Budhitrisna, T., 1992, Peta Geologi Lembar Salatiga, Jawa: Pusat Penelitian dan Pengembangan

    Geologi, skala 1:100.000, 1 lembar.

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    985 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    Wentworth, C.K., 1922, A Scale of Grade and Class Terms for Clastic Sediments: The Journal of Geology,

    vol.30, no.5, p.377-392 .

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    986 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    Tabel 1. Tingkat kerusakan jalan STA 2 dan STA 3

    STA Jenis kerusakan Dimensi

    kerusakan

    Jenis bahan

    konstruksi

    Tingkat

    kerusakan

    STA 2 Retak – retak 25% Aspal Rendah

    STA 3 Berlubang, retak – retak 60% Aspal Tinggi

    Tabel 2. Rangkuman data lapangan dan laboratorium STA 2 dan STA 3

    Keterangan STA 2 STA 3

    Satuan batuan Satuan batulanau

    Satuan batulempung sisipan

    batupasir

    Hasil analisis

    petrografi

    Sandy micrite, allochemic

    sandstone Allochemic sandstone

    Asosiasi

    mineral

    lempung

    Montmorilonit, sepiolit, dan

    klorit

    Montmorilonit, kaolinit, dan

    sepiolit

    Tingkat

    kerusakan

    jalan

    Rendah Tinggi

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    987 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    Gambar 1. Lokasi daearah penelitian yang terletak di Desa Ngaren dan sekitarnya, Kec.

    Kemusu – Juwangi, Kab. Boyolali, Jawa Tengah (Bakosurtanal, 1998)

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    988 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    Gambar 2. Peta geologi regional bagian tengah dari Lembar Salatiga (Sukardi dan Budhitrisna,

    1992) dan lokasi daerah penelitian

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    989 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    Gambar 3. Peta geologi daerah penelitian

    Gambar 4. Singkapan (a) batulempung karbonatan di STA 1 (kamera menghadap selatan) dan

    (b) batulempung karbonatan sisipan batupasir karbonatan di STA 3 (kamera menghadap barat)

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    990 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    Gambar 5. Singkapan perlapisan batulanau karbonatan dengan batupasir karbonatan di STA 2

    (kamera menghadap barat)

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    991 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    Gambar 6. Sayatan tipis allochemic sandstone (a) PPL STA 3 (b) XPL STA 3 (e) PPL STA 2 (f) XPL

    STA 2; sandy micrite (c) PPL STA 2 (d) XPL STA 2

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    992 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    Gambar 7. Singkapan (a) STA 5 berasal dari sayap utara dan (b) STA 3 berasal dari sayap selatan

    Gambar 8. Hasil analisis XRD STA 2

  • PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

    993 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

    Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

    Gambar 9. Hasil analisis XRD STA 3

    Gambar 10. Kerusakan jalan di (a) STA 2 dan (b) STA 3