prosiding seminar nasional hasil riset ......prosiding seminar nasional hasil riset pengolahan...

161

Upload: others

Post on 16-Jan-2020

61 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • PROSIDINGSEMINAR NASIONAL HASIL RISET PENGOLAHAN PRODUK

    DAN BIOTEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANANTAHUN 2018

    KerjasamaBalai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi

    Kelautan dan Perikanandan

    Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan IndonesiaJakarta, 2018

    “PERAN IPTEKIN DAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAMPENYEDIAAN PRODUK PERIKANAN YANG SAH

    (SEHAT, AMAN DAN HALAL)”

    JAKARTA, 16-17 OKTOBER 2018

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    Organizing Committee:Asri Pratitis, M.ScSyamdidi, M.App., ScArif Budiman, S.PiGintung Patantis, M. BiotechStAgusman, M.ScKartika Winta Apriliany, M.Dev PractTati Nurhayati, S.KomErki Herdian, A.MdFaisal Amin, A. MdMerissa Nur Asih, S.IkomAde Fitri Amalia, A.MdAhmad Affandi, S.Kom

    Desain Grafis:Puguh Aji MP

    Reviewer :Prof. Dr. Agus Heri PurnomoProf. Dr. Ekowati ChasanahDr. Singgih WibowoDr. Muhammad NursidDr. DwiyitnoDr. Ariyanti Suhita DewiDr. Ellya SinuratDr. SuryantiDr. SubaryonoDr. Dedi NoviendriDr. Hedi Indra JanuarDr. Dewi Seswita ZildaYusma Yenni, M.Si

    PROSIDINGSEMINAR NASIONAL HASIL RISET PENGOLAHAN PRODUK DANBIOTEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2018“Peran Iptekin dan Sumber Daya Manusia dalam Penyediaan Produk Perikanan yang SAH (Sehat, Amandan Halal)” Jakarta, 16-17 Oktober 2018

    Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan PerikananJl, KS. Tubun Petamburan VI,Jakarta 10260Telp. (021) 53650157Email : [email protected]

    Copyright © Desember 2018ISBN: 978-602-73685-4-5

    Steering Committee:Prof. Dr. Hari Eko IriantoBagus Hendrajana, M.Sc

    mailto:[email protected]

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselenggaranya “Seminar NasionalHasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018” kerjasama antaraBalai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP) denganMasyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia (MPHPI) pada tanggal 16-17 Oktober 2018. Seminar kaliini mengambil tema “Peran Iptekin dan Sumber Daya Manusia dalam Penyediaan Produk Perikanan yangSAH (Sehat, Aman dan Halal)” bertujuan untuk menyebarluaskan hasil-hasil riset terkini di bidang bioteknologidan pengolahan hasil perikanan yang dihasilkan oleh berbagai lembaga riset dan perguruan tinggi. Diharapkan,hal ini dapat mempercepat adopsi dan pemanfaatan hasil riset oleh pengguna sehingga dapat menghasilkanproduk perikanan yang SAH (Sehat, Aman dan Halal). Selain itu juga untuk meningkatkan jalinan kerjasamaantara peserta seminar dari berbagai lembaga riset, perguruan tinggi, industri, menghasilkan output risetyang berkualitas dan berdaya saing.

    Makalah yang telah dipresentasikan dalam seminar ini sebanyak 181 makalah yang berasal dari lembagariset dan perguruan tinggi. Sebagian makalah dipublikasikan dalam prosiding Seminar Nasional Hasil RisetPengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018 yang diterbitkan pada bulan Desember2018 setelah melalui proses koreksi substansi oleh Tim Redaksi dari BBRP2BKP.

    Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyelenggaraanseminar ini dan kami juga menyampaikan permohonan maaf apabila terdapat kekurangan dalampenyelenggaraan maupun dalam penyajian prosiding ini. Besar harapan kami, prosiding ini dapat bermanfaatbagi pengembangan riset kelautan dan perikanan Indonesia serta dapat menjadi komponen penyusun teknologiyang dibutuhkan masyarakat di Indonesia.

    Redaksi

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    PROSIDINGSEMINAR NASIONAL HASIL RISET PENGOLAHAN PRODUK DANBIOTEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2018“Peran Iptekin dan Sumber Daya Manusia dalam Penyediaan Produk Perikanan yang SAH (Sehat, Amandan Halal)” Jakarta, 16-17 Oktober 2018

    Pembicara Utama :1. Prof. Ir. Sukoso, MSc., PhD. (Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, Kementerian Agama)2. Machmud, M.Sc (Direktur Pemasaran, Direktorat Jenderal Peningkatan Daya Saing Produk Kelautan

    dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan)3. Prof. Dr. Bambang Prasetya (Kepala Badan Standardisasi Nasional)4. Dr. Suradi Wijaya Saputra, M.S. (Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia)

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

    DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

    Sifat Fungsional Surimi dari Berbagai Jenis Ikan Demersal dan Ikan Air TawarTh Dwi Suryaningrum, Diah Ikasari, dan Syamdidi ......................................................... 1-14

    Karakterisasi Bakteri Indigenus Stenotrophomonas maltophilia LA3B Asal Limbah PadatIndustri Agar-Agar Sebagai Agen Pupuk Hayati (Biofertilizer)Ifah Munifah. Jamal Basmal, Fuzi Muchlissoh, dan Nani Radiastuti .................................. 15-24

    Mekanisme Induksi Apoptosis dengan Senyawa Bioaktif dan Teknik Deteksinya padaSel Lestari Kanker: Suatu UlasanDedi Noviendri ............................................................................................................ 25-34

    Biodegradasi Air Limbah menggunakan Chlorella sp. di Waduk dan Pasar Ikan Muara AngkeDevi Ambarwaty Oktavia, Diini Fithriani, dan Nurhayati .................................................... 35-42

    Asam Lemak dari Rumput Laut Coklat dan Induksi Apoptosis dari Tran-Fukosantin padaSel Lestari Kanker Paru-Paru Manusia: Suatu UlasanDedi Noviendri ............................................................................................................. 43-56

    Karakterisasi Kemampuan Isolat Serratia marcescens LA3A sebagai Bakteri PemacuPertumbuhan TanamanIfah Munifah, Jamal Basmal, Wahyu Damarwati, dan Tri Handayani Kurniati ...................... 57-64

    Pemanfaatan Konsorsium Bakteri Selulolitik untuk Peningkatan Kualitas BahanBaku PakanMulyasari, Mas Tri Djoko Sunarno, dan Reza Samsudin ................................................. 65-70

    Potensi Enzim Selulase dalam Mendegradasi Material Lignoselulosa sebagai BahanPakan IkanLusi Herawati Suryaningrum dan Reza Samsudin ........................................................... 71-76

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL RISET PENGOLAHANPRODUK DAN BIOTEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN

    TAHUN 2018

    ISBN : 978-602-73685-4-5

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    Daya Hambat Formula Pengawet selama Proses Penyimpanan terhadap Bakteri PembentukHistamin pada Produk Ikan PindangIzhamil Hidayah, Irma Hermana, dan Farida Ariyani ................................................................. 77-84

    Kajian Mikrobiologis Pengolahan Pindang Layang (Decapterus ruselli) di Parung, Jawa BaratIrma Hermana dan Fairdiana Andayani ................................................................................. 85-90

    Kajian Penerapan GMP dan SSOP pada Produk Pindang Air Garam Ikan Layang (Decapterus sp)dalam Upaya Meningkatkan Keamanan Pangan di Kabupaten Cirebon, Jawa BaratYuliati H. Sipahutar, Randi B.S. Salampessy, dan Claudia C. A. Hutauruk ............................... 91-100

    Pengaruh High Voltage Electric Field pada Proses Thawing terhadap Penyusutan Ikan Tuna BekuArif Rahman Hakim, Luthfi Assadad dan Widiarto Sarwono ....................................................... 101-108

    Pengujian Chilling Storage pada Kapal Ikan Kapasitas 1,3 Ton di PPP Sadeng YogyakartaTri Nugroho Widianto, Ahmat Fauzi dan Luthfi Assadad ........................................................... 109-116

    Perbedaan Kinerja Chilling Storage pada Kapal Ikan Kapasitas 1,3 Ton menggunakan Beban Air Tawar dan Air Garam 3,5%Ahmat Fauzi, Tri Nugroho Widianto dan Arif Rahman Hakim ..................................................... 117-126

    Hubungan Suhu Barrel Ekstruder terhadap Sifat Fisik Produk Pakan Ikan dari Dua JenisTepung yang BerbedaPutri Wullandari, Arif Rahman Hakim, dan I Made Susi Erawan ................................................ 127-138

    Daya Dukung Sumberdaya Ikan Pelagis dalam Penyediaan Bahan Baku Industri Pemindangandi Area Pulau JawaWijopriono .......................................................................................................................... 139-144

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    1

    SIFAT FUNGSIONAL SURIMI DARI BERBAGAI JENIS IKAN DEMERSALDAN IKAN AIR TAWAR

    Theresia Dwi Suryaningrum*), Diah Ikasari dan Syamdidi

    ABSTRAK

    Penelitian sifat fungsional surimi dari berbagai jenis ikan demersal dan ikan air tawar telahdilakukan. Ikan demersal yang diamati adalah ikan kurisi (Nemipterus sp), tigawaja (Pennahiasp), kuniran (Lutjanus monostigma), coklatan (Pennahis spp), mata besar (Priacanthus sp) sertapeperek (Leiognathus sp) yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Belanakan Subang.Sedangkan jenis ikan air tawar yang digunakan adalah ikan mujair (Tilapia mussambicha), ikannila (Osteochillus niloticus), ikan sepat (Trichogaster pectro), tambakan (Helostoma sp) dan tawes(Puntius javanicus), diperoleh dari TPI di Cisaat Sukabumi. Pengolahan surimi dilakukan denganpemotongan kepala, pencucian, pemisahan daging, pencucian daging ikan dengan suhu 4-5 oCsebanyak 3 x, pengurangan kandungan air, penghilangan benda benda asing, pencampurandengan kryoprotektan, dan pembekuan. Pengamatan terhadap rendemen, nilai proksimat, pH,protein larut garam, kekuatan gel, stabilitas emulsi, derajat putih, daya ikat air, uji sensoridilakukan dengan menggunakan uji mutu hedonik, terhadap kenampakan, kesukaan uji gigitdan uji daya lipat. Hasil penelitian menunjukkan, berdasarkan rendemen, profil tekstur, derajatputih dan sifat sensori maka untuk ikan demersal yang menghasilkan surimi terbaik adalahcoklatan kemudian diikuti dengan tigawaja dan kurisi. Sedangkan pada ikan air tawar ikan yangmenghasilkan surimi terbaik adalah tawes, nila dan mujair. Rata rata ikan demersal mempunyairendemen, daya ikat air, stabilitas emulsi dan protein larut garam yang lebih baik dibandingkandengan ikan air tawar. Sedangkan Ikan air tawar mempunyai sifat gel dan uji sensori yang lebihbaik dibandingkan dengan ikan demersal.

    Kata Kunci : surimi, ikan demersal, ikan air tawar, sifat fungsional surimi

    Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jalan KS. Tubun Petamburan VI, Slipi, JakartaPusat*) Korespondensi Penulis: [email protected]

    PENDAHULUAN

    Surimi merupakan produk setengah jadi berupa daging lumat yang telah dicuci dengan air dingin berulang-ulang sehingga darah, lemak, enzim dan protein sarkoplasmanya hilang. Daging yang telah dicuci kemudianditambahkan krioprotektan untuk menjaga stabilitas sifat fungsionalnya selama pembekuan (Rawdkuen etal., 2009). Surimi biasanya diolah ikan yang berdaging putih, mempunyai sifat pembentukan gel yang baik,harganya murah sehingga bisa dijual di pasar internasional (Aguilar et al., 2001). Ikan yang diolah menjadisurimi biasanya berupa ikan yang sumberdayanya banyak, berdaging putih, mempunyai sifat gel yang baikdan harganya murah. Ikan sesuai dengan kriteria tersebut di atas adalah ikan hasil samping tangkapanudang (by catch) berupa ikan demersal atau ikan yang ditangkap dengan menggunakan jaring cantrang.Namun dengan dilarangnya penggunaan jaring cantrang yang masuk ke dalam kelompok alat penangkapanikan pukat tarik (seine nets) melalui Pemen KP no 2 Tahun 2015 berdampak pada kelangsungan industrisurimi di sepanjang pantai utara Jawa karena kurangnya pasok bahan baku (Budiman, 2017). Hal ini disebabkanprodusen surimi selama ini bergantung pada hasil tangkapan kapal cantrang, yang menangkap ikan demersal.Tercatat beberapa industri surimi di Indonesia umumnya menggunakan jenis ikan tunggal seperti kurisi(Nemipterus sp) (13%), ikan mata besar (Priacanthus sp.) (8%), Tigawaja/Gulamah (10%), kuniran/biji nangka(1%) sedangkan sisanya menggunakan ikan jenis lain seperti ikan cunang, manyung dan lainya 68% (Pangsorn,et al., 2007).

    Dengan dilarangnya jaring cantrang maka ikan demersal sebagai bahan baku surimi mengalami kelangkaan.Namun dalam usaha penangkapan ikan dengan menggunakan jaring cincin atau jaring lainnya selalu akanselalu tertangkap ikan pelagis kecil dan ikan demersal yang beragam dengan jumlah yang tidak banyak.

    mailto:[email protected]

  • 2

    Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    Keaneka ragaman spesies hasil samping tangkapan yang beragam dengan masing-masing mempunyai sifatkarakteristik yang berbeda dan jumlahnya tidak banyak, sering kali menjadi kendala dalam pengolahannyamenjadi surimi. Teknologi yang sesuai untuk keberagaman jenis tersebut adalah pengolahan surimi berbasismulti spesies. Untuk mendapatkan mutu surimi yang baik, maka berbagai jenis ikan dengan spesies yangberbeda dapat digunakan sebagai campuran sehingga dapat diperoleh sifat fungsional yang diinginkan.

    Kelangkaan bahan baku industri surimi sebetulnya juga dapat disubstitusi dari ikan budidaya, namunselama ini terkendala oleh harganya yang cukup mahal, serta sifat gelnya yang rendah. Ikan air tawar sepertitambakan, mujaer, nilem dan sepat mempunyai sumber daya yang cukup banyak dan harganya murah. Ikantersebut mudah dibudidayakan, cepat beradaptasi dan memiliki kecepatan pertumbuhan yang relatif cepat,sehingga populasinya dapat meningkat secara pesat (Syamsunarso & Sunarso, 2016 ). Hasil penelitianHeruwati et al., (1995) terhadap pengolahan ikan air tawar menjadi surimi menunjukkan bahwa ikan air tawarmempunyai rendemen kecil dan kekuatan gel yang rendah. Luo et al (2001) membandingkan sifat gel surimidari ikan Alaska pollock dengan 3 spesies ikan air tawar yaitu ikan mas (Caprinus sp), mujair (grass carp)dan nila (Silver carp). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ke tiga ikan tersebut mempunyai kekuatangel dan setting gel yang lebih rendah dibandingkan dengan Alaska pollock. Berbeda dengan penelitiankarakteristik surimi ikan patin menunjukkan mutu yang sangat baik dengan uji daya lipat tidak retak ketikadilipat menjadi 4 (grade AA) dengan kekuatan gel yang tergolong cukup tinggi yaitu di atas 900 g/cm2(Suryaningrum et al., 2009). Ikan tersebut potensial untuk dimanfaatkan sebagai alternatif bahan baku surimi.

    Pengolahan ikan air tawar menjadi surimi terkendala dengan persyaratan mutu yang diinginkan pasar.Mutu surimi dinilai berdasarkan pada kemampuan pembentukan gelnya, warna dan cita rasa dari surimi, sifatkimia (pH dan kadar air) serta sifat fisik (daya ikat air dan viskositas). Oleh karena itu pengolahan surimi dariikan air tawar perlu dikomposit dengan ikan demersal. Dalam pembuatan komposit surimi perbandinganjumlah ikan laut dan ikan air tawar ditentukan berdasarkan sifat gelnya, sehingga diperoleh komponenpengolahan surimi berbasis multi spesies antara ikan laut dan ikan air tawar. Oleh karena itu dalam penelitianini akan dipelajari sifat fungsional surimi dari berbagai jenis ikan demersal dan budidaya yang nantinya dapatdigunakan sebagai acuan untuk membuat surimi komposit ikan demersal dan budidaya dalam industri surimidi Indonesia.

    BAHAN DAN METODE

    Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan demersal yaitu ikan kurisi (Nemipterus sp), tigawaja/gulamah (Pennahia sp), kuniran (Lutjanus monostigma), coklatan (Scolopsis sp), mata besar (Priacanthussp) serta peperek (Leiognathus sp). yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Belanakan Subang.Sedangkan jenis ikan air tawar yang digunakan adalah ikan mujair (Tilapia mussambicha) dan ikan nila(Osteochillus niloticus) ikan sepat (Trichogaster pectro), tambakan (Helostoma sp) dan tawes (Puntiusjavanicus) diperoleh dari TPI di Cisaat Sukabumi yang dibeli dalam keadaan hidup kemudian dimatikandengan shock suhu rendah dan dibawa ke Jakarta dengan menggunakan es. Bahan lain yang digunakandalam penelitian ini adalah es, sorbitol, sukrose, sodium tri polifosfat, garam, bahan kimia untuk analis kimiadan media untuk analisis mikroba.

    Alat

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cool box, timbangan, ember, meat bone separator, meatdehydrator, meat strainner, mixing and kneading, cold storage, serta alat untuk analisis fisik dan kimia.

    Metode

    Pengolahan surimi

    Pengolahan surmi ikan demersal dan ikan air tawar dimulai dengan pemotongan kepala dan dibuang sisikdan isi perutnya. Ikan kemudian dicuci untuk menghilangkan darah dan kotoran lainnya. Selanjutnya dilakukanpemisahan daging dan tulang dengan menggunakan meat bone separator (Bibun Jepang). Daging lumatyang dihasilkan dari masing-masing ikan kemudian dicuci dengan menggunakan air dingin (4-5 oC) sebanyak3 kali dengan perbandingan air dan ikan 1:4 (Peranginangin, et al., 1999). Pencucian dilakukan selama 15

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    3

    menit dengan pengadukan. Pencucian terakhir (ke 3) dilakukan dengan penambahan garam sebanyak 0,5 %(b/v). Surimi kemudian dihilangkan airnya dengan menggunakan meat dehydrator (Bibun Jepang) dan dihilangkanbenda asingnya (sisik, duri dll) dengan menggunakan meat strainer (Bibun Jepang). Surimi kemudian ditambahkrioprotektan yang terdiri dari sukrosa 4%, sorbitol 4% dan Sodium Tri Polifospat (STPP) 0,2%. Penambahankrioprotektan dilakukan dengan pengadukan menggunakan mesin mixing and kneading (Bibun Jepang) selama15 menit. Selanjutnya surimi dibentuk blok dengan berat 1 kg dan disimpan di gudang beku (cold storage).Diagram alir proses pengolahan surimi dapat dilihat pada Gambar 1.

    Pengamatan dilakukan terhadap rendemen, analisa kimia yang meliputi uji proksimat kadar air (SNI 01-2354.2-2006), kadar abu (SNI 01-2354.12006), kadar protein (SNI 01-2354.4-2006), kadar lemak (SNI 01-2354.3.2006) (BSN, 2006) pengukuran pH dengan dengan menggunakan pH meter (Yunizal et al., 1998),protein larut garam (PLG) dengan menggunakan menggunakan metode Biuret (Jin et al., 2003). Uji fisikdilakukan terhadap profil tekstur, derajat putih, stabilitas emulsi dan daya ikat air. Pengukuran profil teksturdilakukan dengan menggunakan metode SNI 01-2694.1-2006 (BSN, 2006b) dan pengukuran dilakukan denganmenggunakan teksture analyzer TAXT. Analisis derajat putih secara objektif dengan menggunakan alat colourflex. Prinsip kerja alat ini sama dengan Chromameter minolta dimana hasilnya dinyatakan dengan nilai Lyang menunjukkan kecerahan atau kegelapan. Nilai L 100 untuk warna putih dan nilai L= 0 untuk warna hitam+a untuk warna kemerahan, -a untuk warna kehijauan, +b untuk warna kekuningan dan –b untuk warnakehijauan (Anon. 2007). Stabilitas emulsi dilakukan dengan menggunkan metode AOAC, 1995, dan daya ikatair dengan menggunakan metode pengepresan (Xiong et al., 2009). Analisis sensori dilakukan terhadap ujikesukaan dengan menggunakan uji hedonik skala 1-7. uji lipat terhadap dan uji gigit terhadap gel surimi yangmempunyai ketebalan 1cm dan berdiameter 2 cm dengan menggunakan metode SNI 01. 2694 -1. 2006 (BSN2006b). Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 kali ulangan. Analisadata dilakukan dengan menggunakan program SPF 16.

    Ikan Demersal dan air tawar

    Pembuangan kepala dan isi perut

    Pencucian

    Pemisahan daging dengan meat bone separator

    Daging Lumat

    Pencucian dengan suhu 5-7oC

    Volume 4 x, Garam 0.5%, 15 menit

    Pengurangan kadar air dengan meat dehidrator

    Penghilangan Benda asing dengan meat strainer

    Pencampuran denganSenyawa krioprotektan (sukrosa 4%, Sorbitol 4 %, STTP 0,2%)

    Pencetakan menjadi blok dan pengemasan

    Pembekuan

    Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan surimi

  • 4

    Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Mutu Bahan Baku

    Hasil analisis kimia tingkat kesegaran ikan yang digunakan sebagai bahan baku penelitian dilihat padaTabel 1. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini masih tergolong ikan segar yang ditunjukkan dengan nilaipH netral dengan kisaran pH antara 6,86 -7,18 dan nilai TVB masih di bawah 30 mgN/%. Berdasarkan tingkatkesegarannya, ikan air tawar tergolong sangat segar dengan kandungan TVB kurang dari 10%. Ikan air tawardiperoleh dari ikan hidup yang kemudian dimatikan dan dibawa ke Jakarta dengan menggunakan es untukdigunakan sebagai bahan baku penelitian. Sedangkan nilai TVB ikan demersal berkisar antara 14,65 ±1,89mgN% sampai 20,91±0,95 mgN%, yang tergolong dalam mutu segar ( Dalgaard, 2000). Rata rata kadarair ikan demersal berkisar antara 74,02 algaard-nielsen 2010 ± 0.38 % sampai 80,11 ± 0,61%. Sedangkankadar air ikan tawar relatif lebih tinggi yaitu berkisar antara 78,00 ± 0,61 sampai 83,52±0,18%. Ikan air tawarhidup dalam lingkungan perairan kolam yang kadar garamnya 0 %, pada umumnya mempunyai kadar airyang tinggi sekitar 75-82%, dibandingkan dengan ikan laut (Boyd 1982 dalam Praseno, 2000).

    Jenis Ikan Kadar air (%) pH TVB (mgN%)Kurisi /Nemipterus sp 74,02±0,38 6,60±0,21 20,53±0,38Tigawaja/Pennahia sp) 79,95±0,08 6,98±0,04 14,65±1,89Kuniran/Upeneus sp 75,04±0, 23 6,61±0,21 18, 29±0,87Coklatan/ Scolopsis sp 80,11±0,61 6,65±0,13 16,89±0,75Matabesar/Priacantus sp 79,13±0,10 6,65±0,23 20,91±0,95Peperek/Leiognathus sp 78,61±0,34 7,44±0,09 17,12±0,89Mujair/Oreochomis mossambicus 79,48±0,30 6,60±0,09 12,72±1,00Nila/Oreochromis niloticus 83,52±0,18 6,98±0,04 7,12±1,02Sepat/Trichogaster pectoralis 80,97±0,43 6,65±0,13 4,65±0,75Tambakan/ Helostoma temminckii 79,14±0,10 7,02±0,18 8, 29±0,76Tawes/Puntius sp 78,00±0,61 6,87±0,06 7,44±0,98

    Tabel 1. Tingkat Kesegaran ikan yang digunakan sebagai bahan baku penelitian

    Rendemen

    Rendemen adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui berapa persen produk surimi dihasilkandari ikan utuh sehingga dapat diketahui nilai ekonomi atau keuntungan yang diperoleh. Nilai rendemen berbandinglurus dengan nilai ekonominya, semakin besar jumlah rendemen yang diperoleh semakin besar keuntungannya.Rendemen surimi pada berbagai jenis ikan demersal dan air tawar dapat dilihat pada Tabel 2.

    Pengamatan terhadap rendemen menunjukkan bahwa ikan demersal menghasilkan rata-rata rendemensurimi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar. Rendemen ikan demersal yang tinggi diperolehdari ikan tigawaja, kurisi, coklatan yang rendemennya di atas 30%. Sedangkan pada ikan air tawar rendementertinggi diperoleh pada ikan tawes dan ikan mujair.

    Hasil pengamatan terhadap daging lumat menunjukkan bahwa ikan air tawar menghasilkan rendemenyang lebih baik dibandingkan dengan ikan demersal. Namun setelah proses pencucian ikan air tawarmenghasilkan rendemen surimi yang lebih kecil dibandingkan dengan ikan demersal. Pada ikan air tawarrendemen daging lumat yang diperoleh berkisar antara 39-53,33%, namun setelah proses pencucian, rendemensurimi yang diperoleh hanya berkisar antara 19,39-35,1%. Hal ini menunjukkan bahwa ikan air tawarmengandung protein struktural (miofibril) yang lebih sedkikit dibandingkan ikan air demersal. Pada prosespencucian yang dilakukan berulang ulang, maka protein sarkoplasma, lemak, darah, dan enzim dihilangkansehingga hanya protein sturktural atau miofibril yang tersisa (Rawdkuen, 2009). Sedangkan pada ikan demersalrendemen daging lumat yang diperoleh berkisar antara 27,41- 43,34% dan seteleh dilakukan proses pencuciandiperoleh rendemen surimi yang berkisar antara 18,25-35,08%. Rendemen hasil penelitan ini tidak berbeda

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    5

    Tabel 2. Rendemen surimi dari berbagai jenis ikan demersal dan ikan air tawar

    jauh dengan hasil penelitian Heruwati et al. (1995) terhadap ikan tambakkan yang diperoleh rendemen sebesarsebesar 25, 7 %, namun ikan tawes yang berukuran 8-10 ekor/kg hanya menghasilkan rendemen 16,41%.Penelitian terhadap ikan lele menunjukkan bahwa rendemen surimi yang diolah secara konvensional sebesar18,91%, (Suryaningrum et al., 2015), sedangkan surimi ikan nila sebesar 20,87 % (Madani, 2013).

    Menurut Whitaker (1987) industri pengolahan surimi dikatakan menguntungkan bila rendemen yangdihasilkan lebih besar dari 20%. Oleh karena itu secara ekonomi penggunaan ikan demersal seperti matabesar dan peperek serta ikan nila kurang menguntungkan bila digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahansurimi. Ikan air tawar seperti ikan mujair dan tawes mempunyai rendemen yang lebih tinggi yang secaraekonomi dapat menguntungkan.

    Proksimat Analisis Surimi

    Hasil analisis proksimat terhadap surimi dari berbagai ikan demersal dan ikan air tawar dapat dilihat padaTabel 3. Terlihat bahwa kadar air surimi berkisar antara 77,25-80,87%, kadar air ini masih di bawah kisaranstandar SNI 01-2694.1-2006 mutu surimi (BSN, 2006b) yaitu berkisar 80-82%. Namun jika didasarkan padamutu surimi untuk perdagangan di Jepang, maka kadar air surimi masih terlalu tinggi, yaitu di atas 76% dantergolong grade terendah dalam perdagangan surimi (Lanier, 1992). Kadar air surimi selain dipengaruhi olehmutu ikan serta kesadahan air juga dipengaruhi oleh lama waktu pencucian. Ikan yang masih segar, tidakbanyak menyerap air, sedangkan kesadahan air yang rendah menyebabkan protein miofibril banyak menyerapair melalui gugus hidrogen (Li & Park, 1996). Jika waktu pencucian terlalu panjang, daging lumat ikan akanmenyerap banyak air, sehingga akan pada proses pengepresan untuk mrngurangi kandungan airnya, airsulit untuk dikeluarkan. Dalam penelitian ini pencucian dilakukan selama 15 menit (Peranginangin. et al,1999). Sedangkan menurut Amiza dan Nur Ain (2012) waktu optimal pencucian adalah antara 9-12 menit,karena jumlah protein sarkoplasma yang terlarut berhenti setelah waktu tersebut.

    Hasil analisis menunjukkan rata-rata kadar air ikan demersal sedikit lebih tinggi dibandingkan denganikan air tawar. Hasil analisis kadar abu surimi yang diolah dari ikan demersal dan air tawar mempunyai kadarabu berkisar antara 0,63-1,49%. Terlihat bahwa surimi yang diolah dari ikan air tawar seperti seperti tambakan,nila dan tawes mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan surimi yang diolah dari ikandemersal dan ikan air tawar lainnya. Kadar abu merupakan mineral yang terkandung dalam surimi yang tidaklarut dalam proses pengabuan. Hal ini dapat dikaitkan dengan pakan yang diberikan. Ikan budidaya biasanyabiasanya diberi pakan berupa pakan buatan, sementara ikan demersal pakannya berupa plankton. Perbedaanpakan ini kemungkinan yang menyebabkan ikan air tawar mempunyai daging yang kandungan mineralnyatinggi.

    Surimi merupakan konsentrat protein miofibril yang tidak larut air tetapi larut dalam garam. Oleh karena itusebagian besar protein yang terkandung pada surimi adalah protein miofibril dan protein stroma yang merupakanprotein struktural (Tina et al., 2010). Kandungan protein surimi dalam penelitian ini berkisar antara 12,39-

    Jenis Ikan Potong Kepala (%)Daging Lumat

    (%)Surimi

    (%)Kurisi /Nemipterus sp 50 40,75 34,33Tigawaja/ Pennahia sp 58,50 43,34 35,08Kuniran/Upeneus sp 43,66 37,58 31,95Coklatan/ Scolopsis sp 65,66 41,31 33,83Matabesar/Priacantus sp 58,33 34,66 19,33Peperek/Leiognathus sp 43,33 27,41 18,25Mujair/Oreochomis mossambicus 64,44 45,54 27,50Nila/Oreochromis niloticus 64,44 39,44 19,39Sepat/Trichogaster pectoralis 81,50 50,00 21,47Tambakan/ Helostoma temminck ii 65,00 39,00 22,00Tawes/Puntius sp 80,00 53,33 35,10

  • 6

    Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    17,87%. Hasil analisis protein, menunjukkan bahwa kadar protein surimi yang diolah dari ikan demersalcenderung lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar.

    Dalam pengolahan surimi lemak sengaja dihilangkan karena keberadaannya akan mengganggupembentukan gel. Pencucian dengan air dingin menyebabkan lemak menggumpal sehingga mudah untukdihilangkan. Terlihat bahwa kandungan lemak surimi di bawah 2% sesuian dengan SNI 01. 2694.1.2006 (BSN2006b). Kandungan lemak paling rendah pada ikan demersal diperoleh dari ikan tigawaja sedangkan padaikan air tawar kandungan lemak terendah diperoleh dari ikan tambakan. Pada ikan demersal hanya ikankuniran yang mengandung lemak cukup tinggi.

    Gambar 2. pH Surimi ikan demersal dan ikan air tawar

    Keterangan :SKN = Surimi ikan kuniran SMJ = Surimi ikan mujairSCK = Surimi ikan coklatan SSP = Surimi kan sepatSTW = Surimi ikan tiga waja STM = Surimi ikan tambakanSMB = Surimi Ikan mata goyang SNL = Surimi ikan nilaSKR = Surimi ikan kurisi STWS = Surimi ikan tawesSPT = Surimi Ikan petek

    7.14 6.94

    7.39

    6.88

    7.026.84

    7.08

    7.65

    7.5

    8.09

    7.54

    6

    6.5

    7

    7.5

    8

    8.5

    SKR STW SKN SCK SMB SPT SMJ SNLA SSP STM STWS

    Nila

    i pH/

    PH V

    alue

    Jenis ikan

    Tabel 3. Hasil analisis proksimat surimi yang diolah dari beberapa jenis ikan demersal dan air tawar

    Jenis ikan Kadar Air (%)Kadar Abu

    (%)Kadar Protein

    (%)Kadar Lemak

    (%)

    Kurisi/Nemipterus sp 79,14 ±0,87 0,74 ±0,01 16,59 ± 1,22 0,31 ±0,04Tigawaja/Pennahia sp 79,79 ± 0,54 0,69 ± 0,01 16,4 ± 0,58 0,21 ±0,03Kuniran/Upeneus sp 80,87± 1,10 0,66 ± 0,05 13,75 ± 2,12 0,4 ± 0,07

    Coklatan/Scolopsis sp 79,91 ± 0,2 0,68 ± 0,04 15,35 ± 1,32 0,64 ± 0,33

    Matabesar/Priacantus sp 79,75 ± 0,94 0,63 ± 0,06 16,84 ± 0,45 0,80 ± 0,16

    Peperek/Leiognathus sp 79,97 ±0,24 0,77 ± 0,08 16,3 ± 1,03 0,29 ± 0,00

    Mujair/Oreochomis mossambicus 77,25 ± 1,12 0,76 ±0,04 17,87 ± 0,6 1,43 ± 0,05Nila/Oreochromis niloticus 77,43 ± 2,02 1,2 ± 0,17 16,9 ± 0,58 0,66 ± 0,16

    Sepat/Trichogaster pectoralis 79,94 ± 0,11 0,77 ± 0,02 12,98 ± 0,45 0,38 ± 0,08

    Tambakan/Helostoma temminckii 79,94 ±0,52 1,49 ± 0,19 12,39 ± 0,3 0,10 ± 0,08

    Tawes/Puntius sp 79,82 ±0,18 0,93 ± 0,14 11,75 ± 0,05 1,05 ± 0,27

    pH Surimi

    Hasil analisis menunjukkan, pH surimi yang diolah dari ikan demersal mempunyai pH berkisar antaranetral sampai cenderung basa (Gambar 2). Nilai pH berhubungan dengan kekuatan gel surimi yang dihasilkan.Kisaran pH optimum untuk menghasilkan gel yang elastis dan kenyal adalah 6.0-8.0 dan yang paling baik

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    7

    adalah 6,5-7,0, hal ini disebabkan karena protein miofibril lebih mudah larut pada kondisi pH netral atau 6,5-7 dibandingkan pada kondisi asam atau basa (Takinawa et al.,.1985). Lebih lanjut dikatakan bahwa pHoptimum untuk membentuk gel terbaik untuk ikan berdaging merah adalah pH 6,2-6,7 sedangkan untuk ikanberdaging putih pada pH 7,0-7,2 . Terlihat (Gambar 2) bahwa pH ikan yang diolah dari ikan demersal cenderungbersifat netral atau mendekati pH 7. Sedangkan surimi yang diolah dari ikan air tawar menghasilkan pH lebihdari 7 terutama surimi yang diperoleh dari ikan tambakan. Jika pH surimi lebih dari 8,0 maka gel yangterbentuk tidak kompak (Yu, 1993 dalam Suryaningrum et al., 2015).

    Daya Ikat Air

    Daya ikat air (Water Holding Capacity) didefinisikan kemampuan surimi untuk mengikat dan menahan airselama perlakuan mekanis (pemotongan, penggilingan, pengadonan serta pengepresan), perlakuan panas,transportasi, dan penyimpanan. Water holding capacity merupakan sifat fungsional protein yang berkaitandengan interaksinya dengan air. Dalam hal ini air diikat oleh protein melalui interaksi antara molokul air dangugus hidrofilik dari gugus samping protein melalui ikatan hidrogen. Semakin banyak air yang dikeluarkanmenunjukkan lemahnya interaksi antara molekul air dan gugus hidrofolik (Zayas, 1997). Daya ikat air padasurimi merupakan sifat fungsional protein yang berkaitan dengan interaksinya dengan air. Dalam hal ini airdiikat oleh protein melalui interaksi antara molekul air dan gugus hidrifilik dari gugus sampaing protein melaluiikatan hydrogen. Semakin banyak air yang dikeluarkan menunjukkan lemahnya interaksi anatar molekul airdan gugus hidrofilik (Lanier, 1992). Daya ikat air pada surimi merupakan kunci utama untuk menentukanmutu produk turunan surimi, jika daya ikat airnya rendah maka kualitas produk yang diolah kualitasnyakurang bagus (Menezes, et al., 2015)

    Nilai daya ikat air surimi cukup baik berkisar antara 18,02-31,86% (Gambar 3) yang menunjukkan bahwainteraksi antara molokul air dengan gugus hidrofilik molokul protrein masih kuat. Terlihat bahwa daya ikatsurimi yang diolah dari ikan air tawar cenderung lebih baik dibandingkan dengan daya ikan air surimi yangdiolah dari ikan demersal. Semakin segar mutu ikan semakin baik daya ikat air yang diperoleh, karenakemampuan protein untuk mengikat air lebih besar. Ikan air tawar yang digunakan dalam penelitian ini masihsangat segar, sehingga struktur miofibril yang bertanggung terhadap daya ikat air belum mengalami denaturasi,sehingga daya ikat air surimi yang dihasilkan lebih baik. Daya ikat air terbaik diperoleh dari ikan mujair dantawes, sedangkan pada ikan demersal diperoleh dari ikan kuniran dan tigawaja. Sedangkan ikan yang menurunmutunya, maka terjadi denaturasi protein, yang disebabkan oleh adanya enzim trimethylamine oxide (TMAO)menjadi dimethylamine (DMA) dan formaldehyde (FA). Formaldehyde tersebut bereaksi dengan protein miofibril

    Gambar 3. Daya ikat air surimi ikan demersal dan ikan air tawar

    Keterangan :SKN = Surimi ikan kuniran SMJ = Surimi ikan mujairSCK = Surimi ikan coklatan SSP = Surimi kan sepatSTW = Surimi ikan tiga waja STM = Surimi ikan tambakanSMB = Surimi Ikan mata goyang SNL = Surimi ikan nilaSKR = Surimi ikan kurisi STWS = Surimi ikan tawesSPT = Surimi Ikan petek

  • 8

    Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    Gambar 4. Stabilitas emulsi surimi ikan demersal dan ikan air tawar

    sehingga menyebabkan terjadinya denaturasi protein yang menyebabkan protein kehilangan struktur aslinyadan sifat fungsionalnya (Benjakul et al., 2004).

    Stabilitas Emulsi

    Protein mempunyai kemampuan untuk mendukung terjadinya emulsi karena memiliki aktivitas menyerupaisurfaktan, yaitu kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan antara komponen hidrofobik dan hidrofilik.Sifat emulsi berkaitan erat dengan protein miofibril yang terlarut dan terekstrak selama proses pengadukan.Aktivitas emulsi adalah kemampuan protein mengambil bagian dalam pembentukan emulsi dan penstabilkanemulsi yang terbentuk. Stabilitas emulsi surimi berkisar antara 80,25-86,03%, rata-rata stabilitas emulsisurimi ikan air tawar sedikit lebih tinggi dibandingan dengan stabiitas emulsi surimi ikan demersal (Gambar4). Stabilitas emulsi tergantung pada sifat-sifat protein surimi semakin baik sifat protein semakin stabil emulsiyang terbentuk. Selain jenis ikan, konsentrasi protein, pH, tipe dan kosentrasi garam, viscositas sistem,teknik dan peralatan emulsifikasi, kecepatan blender, laju penambahan minyak, tipe dan sifat minyak sertasuhu akan berpengaruh terhadap stabilitas emulsi.

    84.1583.32

    84.0284.96

    80.25

    81.9 82.13

    86.03

    83.6582.63

    83.32

    76

    78

    80

    82

    84

    86

    88

    90

    SKR STW SKN SCK SMB SPT SMJ SNLA SSP STM STWS

    Sta

    bilit

    as E

    mul

    si (%

    )

    Jenis Ikan

    Keterangan :SKN = Surimi ikan kuniran SMJ = Surimi ikan mujairSCK = Surimi ikan coklatan SSP = Surimi kan sepatSTW = Surimi ikan tiga waja STM = Surimi ikan tambakanSMB = Surimi Ikan mata goyang SNL = Surimi ikan nilaSKR = Surimi ikan kurisi STWS = Surimi ikan tawesSPT = Surimi Ikan petek

    Protein Larut Garam

    Protein larut garam (PLG) adalah protein miofibril yang terdiri atas actin dan myosin sebagai penyusunutamanya. Protein miofibril mudah larut dalam garam dengan konsentrasi 2-3% (0,4-0,6 M) dari berat dagingikan. Protein ini bertanggung jawab terhadap mutu surimi, karena kemampuannya membentuk stuktur tigademensi dalam proses pembentukan gel (Gultom et al., 2015). Kelarutan protein jugaberkorelasi positif denganterhadap sifat kekuatan gel surimi, yang berart semakin rendah PLG maka kekuatan gelnya makin rendahpula (Kim, et al., 2005) .

    Hasil analisis PLG menunjukkan bahwa rata rata ikan demersal mempunyai PLG yang lebih baikdibandingkan dengan ikan air tawar. Nilai PLG tertinggi diperoleh dari ikan tigawaja yaitu sebesar 6,49% dannilai terendah diperoleh dari ikan mata besar yaitu 3,31% (Gambar 5). Sedangkan kandungan PLG dari surimiikan air tawar tertinggi diperoleh pada ikan air tambakan 3,94% dan mujair 3,93% dan terendah diperoleh dariikan nila yaitu sebesar 2,6%. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Gultom, et al.(2015) protein larut garam pada ikan lais 4,08 mg/g, 3,40 mg/g ikan betok, ikan baung 4,38 mg/g, ikan betutu3,50 mg/g, dan 3,65 mg/g ikan gabus.

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    9

    Gambar 5. Protein larut garam surimi ikan demersal dan ikan air tawar

    5.33

    6.51

    5.71

    3.81

    3.13

    4.26

    4.93

    2.63.13

    4.94

    3.79

    012345678

    SKR STW SKN SCK SMB SPT SMJ SNLA SSP STM STWS

    Prot

    ein

    laut

    ga

    ram

    (%)

    Jenis Ikan Keterangan :SKN = Surimi ikan kuniran SMJ = Surimi ikan mujairSCK = Surimi ikan coklatan SSP = Surimi kan sepatSTW = Surimi ikan tiga waja STM = Surimi ikan tambakanSMB = Surimi Ikan mata goyang SNL = Surimi ikan nilaSKR = Surimi ikan kurisi STWS = Surimi ikan tawesSPT = Surimi Ikan petek

    Profil Tekstur

    Tekstur merupakan atribut utama dalam menentukan karakteristik fungsional surimi yang berpengaruhterhadap kualitas akhir produk berbasis surimi (Kim et al., 2005). Pengamatan terhadap profil tekstur dapatdilihat pada Tabel 4. Rata rata nilai kekerasan profil tekstur yang diamati terhadap kekerasan, kekenyalan,kekompakan, kelengketan dan kelenturan, menunjukan bahwa surimi ikan air tawar lebih tinggi dan berbedanyata dibandingkan dengan ikan demersal, kecuali kekenyalannya. Hal ini disebabkan surimi yang diolahdengan ikan air tawar berasal dari ikan hidup yang tingkat kesegarannya masih tinggi dengan daya ikan airyang lebih baik. Walaupun ikan demersal mempunyai kandungan PLG lebih baik, namun daya ikat airnyalebih rendah dibandingkan dengan ikan air tawar, sehingga ikan air tawar menunjukkan profil tekstur yanglebih baik. Menurut Zayas (1997) interaksi antara protein dan air memainkan peranan penting dalampembentukan gel terutama selama pembuatan fase sol menjadi gel. Rendahnya daya ikat air pada ikandemersal mempengaruhi reaksi antar protein air dalam proses pembuatan gel. Menurut Zayas (1997)pembentukan gel disebabkan karena reaksi protein protein dan protein air. Apabila reaksi antara protein-protein yang terjadi lebih banyak dibandingkan protein air, maka akan menghasilkan gel yang rigid dan rapuh.

    Tabel 4. Profil tekstur surimi yang diperoleh pada berbagai jenis ikan demersal dan air tawar

    Jenis Ikan Kekerasan (g) Kekenyalan Kekompakan

    (g/sec)Kelengketan

    (g/sec) Kelenturan

    Kurisi /Nemipterus sp 382,92 0,97 0,82 314,6 420,1Tigawaja/Pennahia sp 385,65 0,95 0,82 367,68 348,95Kuniran/Upeneus sp 302,05 0,81 0,50 153,73 125,57Coklatan/Scolopsis sp 445,39 0,93 0,67 287,45 286,64Matabesar/Priacantus sp 360,42 0,98 0,86 308,8 301,8Peperek/Leiognathus sp 454,97 0,94 0,78 312,7 294,4Mujair/Oreochomis mossambicus 515,28 0,96 0,82 419,56 395,35Nila/Oreochromis niloticus 468,56 0,86 0,87 399,93 356.56Sepat/Trichogaster pectoralis 430,59 0,93 0,82 352,08 329,5Tambakan/Helostoma temminckii 458,10 1.005 0,83 380,50 436,05Tawes/Puntius sp 317,00 0,97 0,86 303.03 302,28

  • 10

    Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    Dalam penelitian ini, ikan demersal diperoleh dari hasil tangkapan di laut setelah di es lebih dari 1 hari. Ikanyang sudah di es selama beberapa hari menyebabkan terjadinya pemecahan protein miofibril oleh enzimproteolitik, sehingga menurunkan kemampuan pembentukan gel pada surimi yang dihasilkan (Benjakul etal., 2002). Apalagi jika ikan disimpan dalam bentuk utuh, lebih cepat penurunannya dibandingkan denganikan yang disiangi dan dibuang kepalanya. Selama penyimpanan dalam es kandunganTVB dan TMS padaikan yang utuh meningkat lebih cepat dibandingkan ikan yang sudah disiangi. Aktivitas enzime protease dantri metyl amine oksidase (TMAO) yang cukup tinggi pada ikan demersal yang mempercepat terjadinyadenaturasi protein myofibril (Park, 2005). Adanya denaturasi protein tersebut akan menurunkan kemampuanpembentukan gel surimi yang dihasilkan. Nilai profil tekstur terbaik diperoleh dari surimi yang diolah denganikan mujair, sedangkan pada ikan demersal ikan peperek dan coklatan mempunyai profil yang paling baikdibandingkan dengan ikan demersal lainnya.

    Derajat Putih

    Warna merupakan salah satu parameter untuk menentukan mutu surimi, semakin putih warnanya semakinbaik mutunya. Warna surimi selain ditentukan oleh spesies ikan yang digunakan sebagai bahan baku, jugaditentukan oleh proses pencuciannya. Hasil analisis warna secara objektif dengan menggunakan Chromametermenunjukkan bahwa nilai L* yang menunjukkan tingkat kecerahan atau derajat keputihan berkisar antara55,07 -66,12 %, dengan warna putih cream. Surimi yang diperoleh cenderung berwarna putih kekuninganyang ditunjukkan dengan besarnya nilai +b* pada surimi yang dihasilkan (Tabel 5). Chen (2002) menyatakanbahwa selama proses pembuatan surimi, mioglobin dan hemoglobin berperan penting dalam menghasilkansurimi dengan derajat putih yang tinggi dimana derajat putih merupakan salah satu faktor penentu kualitassurimi. Lebih lanjut dikemukanan bahwa hemoglobin lebih mudah dihilangkan selama proses pencucian,sedangkan mioglobin terikat dengan struktur otot intraseluler. Warna putih kekuningan ini dipengaruhi olehkandungan lemak dan kadar air yang berpengaruh pada derajat putih surimi yang dihasilkan. Kandunganlemak yang berlebihan akan membuat warna surimi menjadi kekuning-kuningan dan kandungan air yangberlebihan akan membuat warna surimi menjadi gelap (Wiratmaja, 2017). Selain itu derajat putih sangatdipengaruhi kesegaran daging ikan serta proses pencucian (Hamdani 2015). Dari Tabel 5 terlihat bahwa nilairata rata derajat putih surimi ikan demersal dan ikan air tawar tidak berbeda , karena jenis ikan yang digunakanmerupakan ikan yang berdaging putih, sehingga yang dihasilkan mempunyai derajat putih yang tidak berbeda.Derajat putih tertinggi pada ikan demersal diperoleh dari ikan coklatan sebesar 65, 41 %, kemudian diikutioleh ikan tiga waja (61,64%) dan nilai terendah diperoleh dari ikan patek yaitu sebesar 55,66%. Sedangkanpada ikan air tawar derajat putih tertinggi diperoleh dari ikan ikan tawes yaitu sebesar 66,12% sedangkannilai terendah diperoleh dari ikan tambakan yaitu sebesar 55, 07%. Rendah derajat putih pada ikan peperekdan tambakan karena dagingnya berwarna putih gelap keabu abuan sehingga surimi yang dihasilkan derajatputihnya rendah. Warna kuning yang paling kuat diperolah pada surimi yang diolah dari ikan kuniran. Sedangkanpada ikan air tawar seperti nila dan tawes yang merupakan ikan budidaya warna kuning diduga berasal daripakan yang digunakan. Dalam formulasinya pakan ikan biasanya menggunakan jagung yang berwarna kuning

    Tabel 5. Hasil analisis Nilai L* a/bsurimi pada berbagai jenis ikan

    Jenis Ikan Nilai L* -a/+a -b/+bKurisi /Nemipterus sp 59,71 0,86 18,88Tigawaja/Pennahia sp 61,64 -2,04 11,88Kuniran/Upeneus sp 57,65 1,97 16,46Coklatan/ Scolopsis sp 65,41 -1,08 15,94Matabesar/Priacantus sp 57,63 -0,41 16,55Peperek/Leiognathus sp 55,66 -0,50 8,19Mujair/Oreochomis mossambicus 65,18 -1,04 10,49Nila/Oreochromis niloticus 59,57 0,32 15,79Sepat/Trichogaster pectoralis 58,54 -1,57 9,44Tambakan/Helostoma temminckii 55,07 0,01 13,46Tawes/Puntius sp 66,12 0,04 14,50

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    11

    Gambar 6. Uji Kesukaan dan Uji skor surimi ikan demersal dan ikan air tawar

    Keterangan :SKN = Surimi ikan kuniran SMJ = Surimi ikan mujairSCK = Surimi ikan coklatan SSP = Surimi kan sepatSTW = Surimi ikan tiga waja STM = Surimi ikan tambakanSMB = Surimi Ikan mata goyang SNL = Surimi ikan nilaSKR = Surimi ikan kurisi STWS = Surimi ikan tawesSPT = Surimi Ikan petek

    yang mengandung karoten sehingga berpengaruh terhadap dagingnya. Menurut Li et al (2009) warna dagingikan selain dipengaruhi oleh jenis juga dipengaruhi oleh pakan, kelimpahan oksigen dan umur.

    Uji Sensori

    Uji sensori surimi pada berbagai jenis ikan demersal dan ikan air tawar diamati terhadap kesukaan denganmenggunakan uji hedonik dengan skala 5, dan uji skor surimi yang diamati terhadap kenampakan, uji gigitdan uji daya lipat berdasarkan SNI 01.2694.1.2006 (BSN, 2006b). Hasil penilaian panelis terhadap uji kesukaandan uji skor dapat dilihat pada Gambar 6. Pengamatan terhadap uji kesukaan menunjukkan bahwa paneliscenderung lebih menyukai surimi yang dibuat dengan menggunakan air tawar dibandingkan surimi ikandemersal. Panelis memberikan nilai rata rata kesukaan terhadap surimi ikan air tawar sebesar 4,50 yaituantara agak suka sampai suka. Sedangkan surimi ikan demersal panelis hanya memberikan nilai kesukaansebesar 3,61 atau antara netral sampai agak tidak suka. Rendahnya tingkat kesukaan panelis terhadapsurimi ikan demersal disebabkan gel surimi yang terbentuk kurang kompak dan lentur, sehingga mengurangitingkat kesukaan panelis. Ikan demersal merupakan ikan yang kesegarannya cepat menurun, apalagi biladidinginkan dalam es selama beberapa hari menyebabkan terjadinya pemecahan protein miofibril oleh enzimproteolitik, sehingga menurunkan kemampuan pembentukan gel pada surimi yang dihasilkan (Park, 2005).

    Nilai kesukaan tertinggi pada surimi ikan demersal diperoleh dari surimi ikan kuniran dan coklatan,sementara ikan petek, disebabkan karena warna surimi yang diperoleh agak abu-abu. Pada ikan air tawarpanelis memberikan nilai kesukaan tertinggi diperoleh dari ikan tawes dan ikan nila. Selain warnanya lebihputih gel yang terbentuk juga cukup baik.

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    SKR STW SKN SCK SMB SPT SMJ SNL SSP STM STW

    Nila

    i Ke

    suka

    an

    Jenis Ikan

    Kesukaan

    012345678

    SKR STW SKN SCK SMB SPT SMJ SNL SSP STM STW

    Nila

    i Ke

    nam

    pak

    an

    Jenis Ikan

    Kenampakan

    01234567

    SKR STW SKN SCK SMB SPT SMJ SNL SSP STM STW

    Nila

    i Uji

    Gig

    it

    Jenis Ikan

    Uji gigit

    01234567

    SKR STW SKN SCK SMB SPT SMJ SNL SSP STM STW

    Nila

    i Uji

    Da

    ya L

    ipa

    t

    Jenis Ikan

    Uji Daya lipat

    S

    S

    S

    S

  • 12

    Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    Uji skor surimi yang dilakukan terhadap kenampakan, uji gigit dan uji daya lipat menunjukkan bahwapanelis cenderung memberikan nilai kenampakan yang lebih baik pada surimi yang diolah dengan ikan demersalyaitu sebesar 6,3, sedangkan surimi yang diolah dengan ikan air tawar mempunyai nilai sebesar 5,9.Kenampakan surimi dilihat berdasarkan warna, kekompakan serta sifat tekstur yang dihasilkan. Panelismemberikan nilai kenampakan cukup baik pada surimi yang diolah dari ikan coklatan, tigawaja, mata goyangdan kuniran. Sedangkan surimi yang diolah dari ikan air tawar nilai terbaik diperoleh dari ikan nila dan sepat.

    Sedangkan pengamatan terhadap uji gigit panelis cenderung memberikan nilai yang lebih baik padasurimi yang diolah dari ikan air tawar. Gel surimi yang diperoleh dari ikan air tawar mempunyai sifat kekenyalandan elasitisitas yang lebih baik sesuai dengan pengamatan profil tekstur yang dihasilkan (Tabel 4). Sifatkekenyalan ditunjukkan ketika digigit diantara gigi, gel surimi tidak mudah rusak dan sifat elastisitas ditunjukkanketika ditekan diantara gigi gel surimi kembali ke bentuk semula (Szezesniak, 2002). Gel surimi yangdiperoleh dari ikan demersal ketika digigit gel mudah rusak dan tidak kembali ke bentuk semula. Gel yangterbentuk lebih lembek dan kehilangan sifat kelenturannya, sehingga panelis memberikan nilai uji gigit yanglebih rendah.

    Pengamatan terhadap uji daya lipat panelis memberikan uji daya lipat yang lebih baik pada surimi ikan airtawar dibandingkan dengan surimi ikan demersal. Surimi ikan demersal rata rata ketika dilipat menjadi 2sudah retak sehingga panelis memberikan uji daya lipat yang rendah (nilai 2). Sedangkan surimi yang diolahdari ikan air tawar tidak retak sampai sedikit retak ketika dilipat menjadin menjadi 2, namun gel sirimi ikan airtawar kurang elastis sehingga retak ketika dilipat menjadi 4. Dalam penelitian ini surimi ikan air tawar mempunyaisifat gel yang lebih baik dibandingkan dengan dengan ikan demersal. Daya lipat surimi yang dihasilkan dapatdikaitkan dengan tingkat kesegaran ikan air tawar yang masih prima, sehingga menghasilkan sifat fungsionalprotein lebih baik (Prak, 2005).

    KESIMPULAN

    Berdasarkan rendemen, profil tekstur, derajat putih dan sifat sensori maka untuk ikan demersal yangmenghasilkan surimi terbaik adalah coklatan kemudian diikuti dengan tiga waja dan kurisi. Sedangkan padaikan air tawar ikan yang menghasilkan surimi terbaik adalah tawes, nila dan mujair. Rata rata ikan demersalmempunyai rendemen, daya ikat air, stabilitas emulsi dan protein larut garam yang lebih baik dibandingkandengan ikan air tawar. Sedangkan Ikan air tawar mempunyai sifat gel dan uji sensori yang lebih baikdibandingkan dengan ikan demersal.

    DAFTAR PUSTAKA

    Amiza. M.A, & Nur Ain. K. (2012). Effect of washing cycle and salt addition on the properties of gel from SilverCatfish (Pangasius sp) Surimi. UMT 11 th International Annual Symposium of Sustainable Science andManagement 9-11 July 2012, Trengganu Malaysia. Pp : 485-491

    Anon., (2007). Explanation of the LAB Color Space. www.linocolor.com diakses tanggal 7 September 2018 2 hal. Aguilar R. P. J. C. R. Suarez & Manzano, M. A. M. (2001). Effect of Alkaline and Acidic Wash Treatments on Functional

    Properties and Color of Montery Sardine (Sardinops sagax caeulea) Minced Fish. Journal of Aquatic FoodProduct Technology. 10 (2), 85-98.

    Badan Standardisasi Nasional (BSN). (2006). SNI -01.2354 - 2006 Standar Nasional Indonesia. Cara Uji Kimiapada Produk Perikanan.

    Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2006. SNI -01-2346-2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik/SensoriBadan Standardisasi Nasional (BSN).

    Benjakul, S., Visessangua, W., Tueksuban, J., & Tanaka, M. (2004) Effect of some protein additives on proteolysisand gel forming ability of Lizardfish (Saurida tumbil). Journal of Food Hydrocolloid, 18. 395-401.

    Benjakul, S., Visessanguan, W., Riebroy, S., Ishizaki, S., & Tanaka. M. (2002). Gel-forming properties of surimiproduced from Bigeye snapper, Priacanthus tayenus and P macracanthus, stored in ice. Journal of the Scienceof Food and Agriculture. 1442–1451.

    Budiman, & Fenny, Y. L. (2007). Larangan Cantrang Mencekik Industri Surimi Agro Indonesia, 18 Juli 2017Chen, H. H. (2006). Decoloration and Gel forming Ability of Horse Mackerel Mince by Air flotation Washing. J. of

    Food Sci. Vol 67 : 2970-2975.Dalgaard, P. (2000). Fresh and lightly preserved seafood. In : Shelf-Life Evaluation of Foods. 2nd ed. Edited by Man

    CMD, Jones AA. London: Aspen Publishers, Inc. 110-139.

    http://www.linocolor.com

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    13

    Gultom, O. W., Lestari, S., & Nopianti, R. (2015) . Analisis Proksimat, Protein Larut Air, dan Protein Larut Garampada Beberapa Jenis Ikan Air Tawar Sumatera Selatan. Journal Fishtech Vol 4 No 2 : 120-127

    Heruwati, E. S., Murtini, J. T., Rahayu, S., & Suherman, M. (1995). Pengaruh jenis ikan dan zat penambahterhadap elasitas surimi ikan air tawar. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Puslitbang Perikanan. BadanPenel dan Pengembangan Pertanian. Dept Pertanian. 1 (1), 86-94.

    Hamdani, M. (2015). Karakterisasi Surimi Segar Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan Aplikasinya UntukPembuatan Kamaboko. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Kim, B. Y., Park, J. W., & Yoon, W. B. (2005). Rheologi and textur properties of surimi gels. Di dalam : Park JW, editor.Surimi dan Surimi Seafood Second Edition. New York: Marcell Decker Inc. 491-582.

    Lanier, T. C. (1992). Measurement of surimi composition and functional properties. Dalam: Lanier TC & Lee CM(eds). Surimi Technology. New York: Marcel Dekker Inc.

    Li, T. M. & Park, J.W. (1996). Extraction of protein from Pasific whiting mince at various washing conditions. Journalof Food Science. 61,432 -438.

    Li, M., Robinson, M., & Oberle, D. (2009). Yellow pigments in Catfish evaluated. The Catfish Journal. National WarmWater Aquaculture Center, Stoneville, Mississippi. February 2009.1-14.

    Luo, Y. K. R., Kuwahara, M., Kaneniwa, Y., Murata & Yokoya, M. (2001). Comparation on gel properties of surimi fromAlaska pollock and three freshwater fish spesies : Effect of Thermal Processing and Protein Gelation. J. ofFood Sci. 66(3),548-554

    Madani, I. (2013). Pembuatan Surimi dari Ikan Nila. Skripsi. Dept Tek Hasil Perairan. Fak Perikanan dan IlmuKelautan IPB Bogor.

    Menezes, B. S., Zanette, B., Souza, J. T. A., Cortez-Vega, W. R., & Prentice, C. (2015). Comparison of physicochemicaland functional properties of surimi and protein isolate obtained from mechanically deboned meat of chicken.International Food Research Journal, 22(4),1374-1379

    Pangsorn, S., Manee, P. L., & Siriraksophon, S. (2007). Status of surimi industry in the southeast Asia. Southest AsiaFisheries Development Center. 28 pp.

    Park, J. W. (2005). Surimi and Surimi Seafood. 2nd Edition. CRC Press. Florida USAPeranginangin, R., Wibowo, S., & Fawzya, Y. N. (1999). Teknologi pengolahan surimi. Instalasi Penelitian Perikanan

    Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut. Puslitbang Perikanan. Jakarta.Praseno, O., Krettiawan, H., Asih, S., & Sudrajat, A. (2010). Uji Ketahanan Salinitas Beberapa Strain Ikan Mas yang

    Dipelihara dalam Akuarium. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Pusat Penelitian danPengembangan Perikanan Budidaya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Jakarta.Hal : 93-100

    Rawdkuen, S., Sai Ut, S., Khamsorn, S., Chaijan, M., & Benjakul, S. (2009). Biochemical and gelling propertiesof Tilapia surimi and protein recovered using an acid alkaline process . Jurnal of Food Chemistry. 112 (112-119)

    Siriraksophan, S., Pangsorn, S., & Laong manee, P. (2009). The Surimi Industry in Southeast Asian : trend andDemans for Raw Material . Southeast Asian Fisheries Development Center. Vol 7 No 2. 8p.

    Syamsunarno, B., & Sunarno. B. (2016). Budidaya Ikan Air Tawar Ramah Lingkungan Untuk MendukungKeberlanjutan Penyediaan Ikan Bagi Masyarakat. Proceeding Semnas Perikanan dan Kelautan. BandarLampung 17 Mei 2016 : pp 1-15.

    Sudarmadji, S., Haryono B., & Suhardi. (2007). Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta Liberty. Hal 71-147.

    Suryaningrum. T. D., Ikasari. D., & Syamdidi. (2009). Penambahan bahan pembentukan gel dalam pembuatansurimi dari ikan patin (Pangasius hypopthalmus). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan PerikananVol 4 No 1 : 37 -47.

    Suryaningrum. T. D. , Utomo. B. S. B., Hastarini. E., & Ayudiarti. D. A. (2015). Teknologi Pengolahan Surimi danProduk Olahannya . ITB Press.

    Szezesniak, A. S. (2002). Texture is a sensory property. Food Quality and Preference. 13 : 215-225Tanikawa, E., Monihiro, T., & Akiba, M. (1985). Marine Products in Japan. Koseikha Koseikaku Co Ltd. Tokyo.Tina. N., Nurul, H., & Rizita, A. (2010). A Review article surimi like material : Challenges and prospects. International

    Research Journal , 17, 509 -517.Wiradimadja, M. M. D., Pratama, I. R., & Rizal. (2017). Karakterisasi Mutu Surimi Segar Dan Kamaboko Ikan Nila

    Berdasarkan Perbedaan Proses Pencucian Menggunakan NaCl Dan NaHCO3 . Jurnal Perikanan dan KelautanVIII (2), 140-144.

    Whitaker, R. (1987). Study of yield surimi produced from selected Atlantic fish species . Atlantic FisheriesDevelopment. Surimi Development Whorshop. Canada. 83-94.

    Xiong, G., Cheng, W., Ye, L., Du, X., Zhou, X., Zhou, M., Lin, R., Geng, S., Chen. M., Corke, H., & Cai, Y. Z. (2009).Effects of konjac glucomanan on physicochemical properties of myofibrillar protein and surimi gels from grasscarp (Ctenopharyngodon idella). Food Chemistry (116) : 412-418.

  • 14

    Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    Zayas, J. F. (1997). Functionality of proteins in food. Berlin: Spring-Verlag. Hiedelberg Berlin

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    15

    KARAKTERISASI BAKTERI INDIGENUS Stenotrophomonas maltophiliaLA3B ASAL LIMBAH PADAT INDUSTRI AGAR-AGAR SEBAGAI AGEN

    PUPUK HAYATI (BIOFERTILIZER)

    Ifah Munifah1*), Jamal Basmal1, Fuzi Muchlissoh2, dan Nani Radiastuti2

    ABSTRAK

    Keberadaan bakteri selulolitik indigenus Stenotrophomonas maltophilia LA3B hasil isolasilimbah padat industri agar-agar hasil penelitian terdahulu belum dimanfaatkan secara optimal.Bakteri dari genus Stenotrophomonas memilik i kemampuan sebagai bakteri pamacupertumbuhan tanaman (BPPT). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik dari S.maltophilia LA3B sebagai agen pupuk hayati (biofertilizer). Pengujian karakteristik bakteri dilakukansecara kualitatif pada berbagai medium. Parameter yang diamati meliputi aktivitas hemolitikpada medium blood agar, selulolitik pada medium padat CMC 1%, sebagai pelarut fosfat padamedium Pikovskaya agar, sebagai pelarut kalium pada medium Aleksandrov agar dan aktivitaskitinolitik pada medium kitin agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat menunjukkanhasil negatif pada medium blood agar dan positif terhadap aktivitas selulotik, pelarutan fosfat,pelarutan kalium dan aktivitas kitinolitik yang ditandai dengan adanya zona bening di sekitarkoloni. Berdasarkan hasil tersebut maka S. maltophilia LA3B berpotensi sebagai agen pupukhayati (biofertilizer).

    Kata kunci : limbah, industri agar-agar, pupuk hayati, Stenotrophomonas maltophilia

    1 Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jl. KS Tubun Petamburan VI, Slipi, Jakarta,Indonesia

    2 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H. Juanda No.95 Ciputat, Indonesia*) Korespondensi Penulis: [email protected]

    PENDAHULUAN

    Rumput laut memiliki peran penting sebagai bahan baku industri di beberapa negara, termasuk Indonesia.Salah satu hasil olahan rumput laut yang sampai saat ini paling potensial dan bernilai ekonomis, yaitu agar-agar yang diproduksi dari rumput laut merah, seperti Gracilaria sp. dan Gelidium sp. Secara global, kebutuhanrumput laut sebagai bahan baku penghasil agar-agar terus meningkat dan produksinya diketahui mencapai3.752 ton kering pada tahun 2014 (FAO, 2016). Adanya kenaikan kebutuhan rumput laut sebagai bahan bakudalam industri pengolahan agar-agar menyebabkan tingginya jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah yangdihasilkan dari industri pengolahan agar-agar dapat mencapai 65-70% dari keseluruhan bahan baku yangdigunakan (Suptijah et al., 2011).

    Salah satu limbah hasil pengolahan industri agar-agar yang keberadaannya belum termanfaatkan secaraoptimal adalah limbah padatnya. Limbah padat dihasilkan dari pemisahan ekstrak rumput laut dari padatannya.Limbah padat ini masih memiliki kandungan selulosa cukup tinggi, yaitu sekitar 15-25% (Kim et al., 2008).Selain itu, limbah padat diketahui memiliki kandungan unsur makro dan mikro mineral yang berpotensi untukdimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik. Menurut penelitian Adiguna et al. (2014), kandungan unsurmakro dan mikro mineral dari limbah padat rumput laut, yaitu unsur N (3,42%), P (0,37%), K (1,54%), Ca (10,44%), Mg (0,98%), Na (1,70%), Fe (2573ppm), Cu (5 ppm), Zn (182 ppm) dan Mn (83 ppm).

    Berdasarkan penelitian Munifah et al. (2015) limbah padat industri agar-agar mengandung bakteri selulolitikyang mampu memproduksi enzim selulase, salah satunya S.maltophilia LA3B. Komunitas mikroba, baikbakteri maupun fungi mampu memproduksi enzim selulase secara alami dan mengonversi substrat berbahanselulosa menjadi gula sederhana untuk dijadikan sebagai sumber energi (Hasunuma et al., 2012; Lynd et al.,2002). Stenotrophomonas maltophilia merupakan salah satu bakteri endofit yang berpotensi sebagai bakteripemacu tumbuh tanaman. Beberapa penelitian terkait potensi S. maltophilia sebagai bakteri pemacu tumbuhtanaman, antara lain penelitian Ngoma et al. (2013) tentang potensi S. maltophilia yang ditemukan endofit

    mailto:[email protected]

  • 16

    Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    pada akar tanaman bayam (Amaranthus hybridus) dan menunjukkan hasil positif terhadap produksi hormonauksin (IAA), pelarutan fosfat, produksi amoniak dan aktivitas antifungi. Penelitian lainnnya juga dilakukanoleh Verma et al. (2015) tentang potensi S. maltophilia yang diisolasi dari rizosfer tanah tanaman gandum(Triticum aestivum) sebagai penyedia unsur hara, yaitu melarutkan fosfat dan kalium, mampu memproduksihormon IAA dan giberelin sebagai penyedia hormon tumbuh bagi tanaman, serta memproduksi siderofor,hidrogen sianida dan amoniak sebagai biokontrol terhadap keberadaan patogen pada tanaman.

    Melihat potensi S. maltophilia sebagai bakteri pemacu tumbuh tanaman maka mendorong untuk dilakukanpenelitian mengenai karakteristik S. maltophilia LA3B sebagai agen pupuk hayati (biofertilizer). Pupuk hayatiatau biofertilizer merupakan salah satu jenis pupuk alami ramah lingkungan yang mengandung formulasimikroba hidup yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan dan kesehatan tanah. Pupuk hayatiberisi mikroba yang berguna untuk memacu pertumbuhan tanaman sehingga hasil produksi tanaman tetaptinggi dan berkelanjutan (Chusnia et al., 2012). Akhir-akhir ini, penggunaan pupuk organik juga kembali dilirikoleh masyarakat dan penggunaannya terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh dampak negatif terhadapekosistem pertanian yang timbul akibat meningkatnya intensitas pemakaian pupuk kimia dari waktu kewaktu. Pupuk kimia relatif lebih mudah diperoleh di pasaran namun harganya relatif mahal (Dewanto et al.,2013) dan kurang ramah lingkungan. Penggunaan pupuk kimia terbukti telah menimbulkan masalah serius,antara lain pencemaran tanah dan air, penurunan tingkat kesuburan tanah dan ketergantungan petani secaraekonomi dan sosial (Udiyani & Setiawan, 2003) serta memiliki dampak berbahaya terhadap kesehatan manusia(Camargo & Alonso, 2006).

    Penelitian mengenai karakteristik bakteri indigenus S. maltophilia LA3B sebagai agen pupuk hayatimerupakan tahap penelitian awal untuk dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai inokulan dalam produkpupuk hayati (biofertilizer) untuk mendukung sistem pertanian organik. Inovasi pembaruan dalam penelitianini adalah mengetahui karakteristik mikroorganisme lokal S. maltophilia LA3B yang bukan berasal dari rizosfertanaman melainkan berasal dari limbah padat industri agar-agar di Malang untuk dijadikan sebagai agenpupuk hayati (biofertilizer).

    BAHAN DAN METODE

    Bahan

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain isolat S.maltophilia LA3B koleksi BalaiBesar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, medium Nutrient Agar (NA),Blood Agar, Carboxyl Methyl Cellulose (CMC) 1%, Pikovskaya, Aleksandrov, Kitin Agar, pewarna Gram (kristalviolet, iodin, safranin), alkohol 96%, larutan Butterfield Phosfat (BFP), congo red 0,1% dan NaCl 1 M.

    Metode

    Peremajaan dan pemurnian isolat

    Isolat bakteri yang akan digunakan merupakan hasil isolasi dari limbah padat industri agar-agar CV. AgarSari Malang yang diperoleh dari penelitian Munifah et al. (2015). Peremajaan dan pemurnian isolat dilakukanpada media NB dan NA. Isolat koleksi yang telah disimpan di dalam freezer pada suhu -75ºC dalam mediagliserol disegarkan kembali dalam 100 ml media kultur NB secara aseptik. Kultur cair diinkubasi dalampenangas goyang selama 24 jam pada suhu ruang (28±2 °C). Sebanyak 50 µl kultur cair umur 24-48 jamdipindahkan ke dalam media NA cawan secara aseptik dengan metode sebar, kemudian diinkubasi padasuhu ruang selama 24-48 jam.

    Uji Aktivitas Hemolitik pada media Blood Agar

    Kultur isolat ditumbuhkan pada media Blood Agar yang telah dicampur darah domba 5%, kemudiandiinkubasi selama 24-48 jam pada suhu ruang. Pengujian dilakukan secara kualitataif, yaitu Isolat yangmampu menghemolisis sel darah merah ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekeliling koloni.Terbentuknya zona bening menunjukkan isolat bakteri yang diuji termasuk bakteri patogen.

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    17

    Uji aktivitas selulolitik

    Uji aktivitas selulolitik dilakukan secara kualitatif menggunakan media padat CMC 1% dengan metodepewarnaan merah kongo 0,1% yang diadaptasi dari prosedur Munifah et al. (2015). Uji ini dilakukan untukmengkonfirmasi bahwa isolat bakteri yang digunakan masih memiliki aktivitas. Koloni tunggal isolat murnidiambil sebanyak satu ujung ose kemudian ditumbuhkan pada media padat 1% CMC dengan metode totol.Isolat diinkubasi selama 3-5 hari pada suhu ruang. Koloni yang telah tumbuh lalu ditambahkan pewarnamerah kongo 0,1% sebagai indikator untuk melihat adanya zona bening yang terbentuk. Pewarna merahkongo ditambahkan sebanyak ±15 ml pada cawan yang berisi koloni bakteri dan didiamkan selama 15-30menit, kemudian dibilas dengan larutan NaCl 1 M sebanyak 2-3 kali lalu didiamkan kembali selama 10-15menit. Selanjutnya, diamati terbentuknya zona bening di sekitar koloni. Indikator positif ditandai denganterbentuknya zona bening pada media. Penentuan indeks selulolitik (IS) ditentukan dengan rumus sebagaiberikut.

    Indeks selulolitik =diameter zona bening (cm) – diameter koloni (cm)

    diameter koloni (cm)

    Uji aktivitas pelarutan fosfat

    Uji aktivitas pelarutan fosfat diuji secara kualitatif pada media padat Pikovskaya menggunakan sumberfosfat Ca.HPO4.2H2O. Koloni tunggal dari isolat murni umur 24 jam diambil sebanyak satu ujung ose laludiinokulasikan pada media padat Pikovskaya dengan metode totol kemudian diinkubasi selama 3-5 hari padasuhu ruang. Pengamatan visual dilakukan dengan mengamati zona bening yang terbentuk dan dihitung besarindeks pelarutan fosfat (IPF) menggunakan persamaan sebagai berikut.

    IPF =diameter zona bening (cm) – diameter koloni (cm)

    diameter koloni (cm)

    Uji aktivitas pelarutan kalium

    Uji aktivitas pelarutan kalium diuji secara kualitatif pada media padat Aleksandrov menggunakan sumberkalium KCl. Koloni tunggal dari isolat murni umur 24 jam diambil sebanyak satu ujung ose lalu diinokulasikanpada media padat Aleksandrov dengan metode totol, kemudian diinkubasi selama 3-5 hari pada suhu ruang.Indikator positif ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni, kemudian diukur indeks pelarutankalium (IPK) dengan menggunakan persamaan berikut.

    IPK =diameter zona bening (cm) – diameter koloni (cm)

    diameter koloni (cm)

    Uji aktivitas kitinolitik

    Uji aktivitas kitinolitik dilakukan secara kualitatif pada media kitin agar. Koloni tunggal dari isolat murniumur 24 jam diambil sebanyak satu ujung ose, lalu ditumbuhkan pada media kitin agar dengan metode totol,kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 3-5 hari. Zona bening yang terbentuk menunjukkan aktivitaskitinolitik dan skrining aktivitas berdasarkan besar indeks kitinolitik.

    Indeks Kitinolitik =diameter zona bening (cm) – diameter koloni (cm)

    diameter koloni (cm)

    HASIL DAN BAHASAN

    Pewarnaan Gram merupakan proses penentuan karakter sel isolat berdasarkan perbedaan dari strukturdinding sel bakteri. Umumnya, kelompok bakteri berdasarkan perbedaan dinding sel dibedakan atas bakteriGram negatif dan positif. Berdasarkan hasil yang diperoleh (Gambar 1), S. maltophilia LA3B merupakanbakteri Gram negatif yang ditunjukkan dengan warna merah pada sel. Pewarnaan ini dilakukan untuk

  • 18

    Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    mengkonfirmasi bahwa bakteri yang digunakan memang benar LA3B. Penelitian sebelumnya Munifah et al(2015) berdasarkan identifikasi molekuler, LA3B merupakan bakteri S. maltophilia Gram negatif basil pendek.

    Menurut Pelczar dan Chan (2005) bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak atau substansi sepertilemak dalam persentase yang lebih tinggi dibandingkan bakteri Gram positif. Kandungan lipid bakteri Gramnegatif mencapai 11-22%, sedangkan kandungan lipid bakteri Gram positif hanya 1-4%. Dinding sel bakteriGram negatif lebih tipis dibandingkan dinding sel bakteri Gram positif. Ketebalan dinding sel bakteri Gramnegatif hanya 10-15 nm sedangkan dinding sel bakteri Gram positif lebih tebal, yaitu 15-80 nm (Pelczar &Chan, 2005). Perlakuan dengan alkohol terhadap bakteri Gram negatif menyebabkan lipid terekstraksi sehinggamemperbesar daya rembes atau permeabilitas dinding sel Gram negatif. Pewarna kompleks kristal violet daniodium yang telah memasuki dinding sel selama langkah awal dalan proses pewarnaan dapat diekstraksi.Oleh karena itu, bakteri Gram negatif akan kehilangan warna ungu dan ketika ditambahkan safranin makadengan mudah menbentuk ikatan ion dengan dinding sel bakteri membentuk warna safranin (merah). Sedangkanpada bakteri Gram positif, karena kandungan lipid yang lebih rendah dibandingkan Gram negatif maka dindingsel bakteri Gram positif menjadi terdehidrasi selama perlakuan dengan alkohol. Ukuran pori-porinya mengecil,permeabilitas berkurang dan pewarna kompleks kristal violet dan iodium tidak dapat terekstraksi sehinggawarna ungu (violet) tetap terlihat (Pelczar & Chan, 2005).

    Tahapan peremajaan dan pemurnian dilakukan kembali untuk memastikan isolat benar-benar berada dalamkeadaan murni dan segar serta memiliki ciri yang sama dengan penelitian sebelumnya Munifah et al. (2015).

    Gambar 1. Penampakan morfologi S.maltophilia LA3B; a.) Koloni pada media NA umur inkubasi 24 jamsuhu ruang (±28°C); b.) Sel mikroskopik Gram negatif perbesaran 2000x menggunakan mikroskopcahaya

    Aktivitas Hemolitik S. maltophilia LA3B

    Pengujian aktivitas hemolitik bertujuan untuk menguji patogenisitas bakteri terhadap manusia dan hewan.Berdasarkan hasil yang diperoleh isolat S. maltophilia LA3B menunjukkan hasil negatif (tidak membentukzona bening) pada inkubasi 24 hingga 48 jam (Gambar 2). Hal ini berarti bahwa S. maltophilia LA3B tidakbersifat patogen terhadap manusia dan hewan. S. maltophilia LA3B tidak bersifat patogen pada manusia danhewan diperkirakan karena isolat tersebut diisolasi dari lingkungan non patogenik, dalam hal ini berasal dari

    Gambar 2. Hasil uji aktivitas hemolitik inkubasi 24 jam pada media Blood agar

    a b

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    19

    limbah hasil pengolahan agar-agar. Isolat yang memiliki karakteristik patogen terhadap manusia dan hewanatau membentuk zona bening pada media blood agar umumnya merupakan isolat hasil isolasi material klinisatau lingkungan patogenik.

    Menurut Difco (2009) proses lisis bakteri pada media blood agar terdiri atas dua jenis, yaitu proses lisissempurna yang ditandai dengan adanya zona yang benar-benar jernih pada media blood agar atau disebutsebagai -hemolisis dan proses hemolisis tidak sempurna yang ditandai dengan perubahan warna mediayang berwarna kehijauan atau disebut sebagai -hemolisis.

    Penelitian sebelumnya oleh Munifah et al. (2015) terkait dengan aktivitas selulase dari S. maltophiliaLA3B pada medium tumbuh bersubstrat CMC 1% bahwa selama 120 jam waktu inkubasi, S. maltophiliaLA3B menunjukkan aktivitas selulase sebesar 0,162 U/ml.Menurut Rohyani et al. (2014) bakteri selulolitikyang tumbuh pada substrat dan ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni menunjukkanbahwa isolat tersebut memiliki kemampuan dalam mendegradasi selulosa dan menghidrolisis substrat. Ukuranzona bening yang dihasilkan pada tiap isolat berbeda-beda, hal ini berkaitan dengan kemampuannyamenghasilkan enzim selulase. Apun (2000) menyatakan bahwa semakin besar zona bening yang terbentukdi sekitar koloni maka semakin besar kemampuan suatu mikroorganisme dalam menghasilkan enzim selulase.Adanya produksi enzim selulase untuk mendegradasi senyawa polimerik, seperti selulosa juga merupakansalah satu bentuk mekanisme senyawa bioaktif dalam menghambat pertumbuhan patogen (Kurniawati et al.,2015).

    A.

    B.

    Isolat S. maltophilia LA3B diketahui berasal dari kelompok bakteri aerobik. Bakteri selulolitik umumnyahidup pada lingkungan aerob. Menurut Roza et al. (2013) kebanyakan mikroba selulolitik hidup pada lapisanatas dari tanah pada kedalaman 0-30 cm dan bersifat aerob. Dekomposisi selulosa juga dipengaruhi olehfaktor kimia, seperti pH. Kondisi pH optimum bagi pertumbuhan bakteri adalah mendekati netral, yaitu 6,5–7,5 (Rohyani et al., 2014). Degradasi selulosa secara alami dapat dilakukan oleh bakteri aerobik maupunanaerobik, fungi dan serangga. Mikroorganisme aerobik menghasilkan enzim selulase non kompleks yangterdiri atas endoglukanase, eksoglukanase dan glukosidase yang bekerja secara sinergis untuk menghidrolisisselulosa (Wilson, 2011). Selulase merupakan enzim induktif yang disintesisi oleh mikroorganisme selamapertumbuhan pada media yang mengandung selulosa sebagai sumber karbon (Carere et al., 2008; Wilson,2011).

    Umumnya, sistem pemecahan selulosa menjadi glukosa terdiri atas tiga jenis enzim selulase, yaitu endo--1,4-glukanase, ekso--1,4-glukanase dan -glukosidase. Endo--1,4-glukanase menyerang bagian tengahrantai secara random, ekso--1,4-glukanase (selobiohidrolase) memecah unit-unit disakarida (selobiosa) dariujung rantai dan -glukosidase memecah selobiosa menjadi glukosa (Da silva et al., 2005). Pengujian aktivitasselulolitik yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan medium yang mengandung substratCarboxymethylecellulose (CMC). Substrat CMC merupakan salah satu produk turunan selulosa berantaipanjang dan sedikit dapat larut di dalam air. Substrat CMC dihidrolisis oleh enzim selulase jenis endoglukanaseatau enzim ini juga dikenal dengan istilah CMC-ase (Zhang et al., 2006). Enzim tersebut bekerja pada rantaidalam CMC menghasilkan oligosakarida atau rantai selulosa yang lebih pendek (Lynd et al., 2002), sedangkan

    Gambar 3. Hasil uji aktivitas selulolitik S. maltophilia LA3B pada medium CMC 1% yang diinkubasi padasuhu ruang selama 6 hari; A.) zona bening yang terbentuk; B.) koloni bakteri

  • 20

    Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    aktivitas enzim selobiohidrolase atau eksoglukanase seringkali diuji dengan substrat avisel sehingga enzimeksoglukanase disebut dengan aviselase (Zhang et al., 2006).

    Pengujian adanya aktivitas selulolitik secara kualitatif (screening) ditunjukkan dengan adanya zona beningpada medium CMC agar setelah diberi pewarna congo red. Congo red merupakan garam natrium daribenzidinediazo-bis-1-naphthylamine-4-asam sulfonat (C32H22N6Na2O6S2) yang berinteraksi kuat dengan mediumCMC agar dan akan larut atau tercuci oleh garam natrium lain, seperti NaCl. Dengan demikian, zona beningyang terbentuk akan tampak jelas (Sudiana et al., 2001).

    Aktivitas Pelarutan Fosfat

    Berdasarkan hasil yang diperoleh isolat menunjukkan hasil positif dengan adanya zona bening yangterbentuk di sekitar koloni. Zona bening terlihat jelas pada waktu inkubasi hari ke-6 dan menghasilkan indekspelarutan fosfat sebesar 0,98 (Gambar 4.). Hasil ini menunjukkan bahwa S. maltophilia LA3B berpotensisebagai bakteri pelarut fosfat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Raharjo et al. (2007) bahwa kemampuanisolat pelarut fosfat ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni pada medium Pikovskaya.Kemampuan suatu isolat bakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman juga dapat ditinjau darikemampuannya melarutkan fosfat dalam medium Pikovskaya (Dey et al., 2004). Daerah bening di sekitarkoloni isolat merupakan indikasi adanya aktivitas bakteri dalam melarutkan P terikat, dalam hal ini isolattersebut melarutkan CaHPO4.2H2O yang terdapat dalam media Pikovskaya. Ukuran zona bening yang terbentukoleh bakteri pelarut fosfat berbeda-beda. Semakin besar zona bening yang yang terbentuk menandakanbahwa bakteri pelarut fosfat mempunyai kemampuan dalam menghasilkan asam-asam organik (Rohyani etal., 2014).

    Gambar 4. Hasil uji aktivitas pelarutan fosfat inkubasi hari ke-6 pada media Pikovskaya Keterangan: A.)zona bening yang terbentuk; B.) koloni bakteri

    A.

    B.

    Pelarutan senyawa fosfat berlangsung secara kimia dan biologi. Mekanisme pelarutan senyawa fosfatyang terjadi secara kimiawi ditunjukkan dengan adanya produksi asam organik. Yasmin et al. (2009)menjelaskan bahwa bakteri melarutkan senyawa fosfat terkait erat dengan asam organik yang dihasilkan,seperti asam sitrat, asam glutamate, asam suksinat, asam laktat, asam oksalat, asam malat, asam fumarat,dan asam -ketobutirat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH. Asamorganik tersebut akan bereaksi dengan pengikat fosfat, seperti aluminium dan kalsium membentuk khelatorganik yang stabil sehingga mampu membebaskan fosfat yang terikat dan dapat diserap oleh tanaman(Ginting et al., 2006). Keberadaan fosfat anorganik dipengaruhi oleh keberadaan besi, aluminium dan kalsium,jumlah dan dekomposisi bahan organik serta aktivitas mikroba.

    Pelarutan fosfat secara biologi terjadi karena mikroba tersebut menghasilkan enzim fosfatase. MenurutIdriss et al. (2002), selain asam organik, unsur fosfor (P) dapat dilepas juga karena peranan enzim fosfatasedan fitase. Fosfatase dan fitase merupakan enzim yang paling sering ditemukan aktivitasnya karena substratkedua enzim tersebut dominan di dalam tanah. Fosfatase adalah enzim yang akan dihasilkan mikroba apabilaketersediaan fosfat rendah. Menurut Joner et al. (2000) enzim fosfatase disekresi oleh akar tanaman danmikroorganisme. Namun enzim fosfatase di dalam tanah lebih dominan dihasilkan oleh mikroorganisme.Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganikyang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase. Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfatyang terikat oleh senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia (Rohyani et al., 2014).

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    21

    Aktivitas pelarutan fosfat oleh mikroba tertentu merupakan salah satu upaya dalam bidang pertanianuntuk menyediakan unsur hara fosfor (P) yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman. Unsur hara P berperandalam menyimpan dan mentransfer energi serta sebagai komponen protein dan asam nukleat. Terkait denganpertumbuhan tanaman, unsur P berperan penting dalam pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukanbunga, buah dan biji, mempercepat pematangan, memperkuat batang agar tidak mudah roboh, perkembanganakar, memperbaiki kualitas hijauan makanan ternak dan membuat tanaman tahan terhadap penyakit.Kekurangan unsur P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme, diantaranya dalamproses sintesis protein yang mengakibatkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen.Tanaman yang mengalami kekurangan unsur P dapat diamati secara visual, yaitu daun-daun yang tua akanberwarna keunguan atau kemerahan karena terbentuknya pigmen antosianin. Pigmen ini terbentuk karenaakumulasi gula di dalam daun sebagai akibat terhambatnya sintesis protein. Gejala lain, yaitu nekrosis yangerupakan kematian jaringan pada pinggir atau helai dan tangkai daun yang diikuti melemahnya batang danakar (Hardjowigeno, 1995).

    Aktivitas pelarutan fosfat juga merupakan salah satu mekanisme kompetisi nutrisi yang dilakukan olehagensia hayati dengan patogen. Fosfat di dalam tanah seringkali berada dalam bentuk yang terikat dengankalsium pada tanah basa, sedangkan pada tanah masam terikat dengan aluminium dan besi (Kurniawati etal., 2015), sehingga menyebabkan peredaran fosfat dalam jaringan tanaman akan terhambat. Oleh karena itukemampuan bakteri dalam melarutkan unsur fosfat sangat bermanfaat ketika kondisi unsur fosfor (P) didalam tanah kurang. Unsur P diserap terutama sebagai anion fosfat valensi satu (H2PO4-) dan anion valensidua (HPO42-). H2PO4- tersedia ketika kondisi pH kurang dari 7, sedangkan bentuk anion HPO42- tersedia ketikakondisi pH lebih dari 7. Kondisi tanah yang masam, terutama pada suatu reaksi yang kurang dari pH 6 dapatmenimbulkan kerugian pada perkembangan banyak bakteri. Kemungkinan hal ini berhubungan denganterdapatnya kompetisi bakteri pada nutrisi-nutrisi yang tersedia di dalam tanah yang dapat ditekan olehpeningkatan kemasaman (Sutedjo et al., 1991). Kondisi keasaman (pH) optimum untuk tumbuhnya bakteripelarut fosfat, yaitu dalam kisaran 6,5 – 8,0 dan populasi bakteri menurun pada pH 5,0 (Rao, 1994).

    Aktivitas Pelarutan Kalium

    Berdasarkan hasil yang diperoleh isolat menunjukkan hasil positif dengan adanya zona bening yangterbentuk di sekitar koloni. Zona bening terlihat jelas pada waktu inkubasi hari ke-6 dan menghasilkan indeksselulolitik sebesar 1,19 (Gambar 5). Menurut Rajawat (2013), mikroba yang tumbuh dan memiliki kemampuandalam membentuk zona bening diasumsikan sebagai mikroba yang mampu melarutkan kalium tidak terlarutyang terdapat pada media Aleksandrov agar secara kualitatif. Aktivitas pelarutan kalium dilakukan padamedia Aleksandrov agar dengan sumber kalium KCl. Berdasarkan penelitian Lukkani dan Surendranatha(2013) KCl merupakan salah satu sumber kalium terbaik untuk digunakan sebagai skrining bakteri pelarutkalium pada media Aleksandrov agar.

    Gambar 5. Hasil uji aktivitas pelarutan fosfat inkubasi hari ke-6 pada media Aleksandrov Keterangan: A.) zonabening yang terbentuk; B.) koloni bakteri

    B.

    A.

    Mikroba pelarut kalium dapat melarutkan kalium dari ikatan kalium tak larut pada suatu media melaluisekresi asam-asam organik dan mikroba pelarut kalium dapat memanfaatkan kalium terlarut pada suatumedia untuk pembentukan sel-sel baru, sehingga terjadi proses pengikatan (imobilisasi) kalium oleh mikroba(Basak & Biwas, 2009). Kalium berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan dalam bidangpertanian. Terdapat beberapa proses yang dilakukan untuk tersedianya kalium dalam tanah. Jumlah kalium

  • 22

    Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    dalam tanah belum mencukupi syarat yang diperlukan bagi pertanian, sehingga bakteri pelarut kalium berperanpenting untuk menyediakan kalium dalam tanah dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Vermaet al. (2016) menerangkan bahwa bakteri pelarut kalium berperan sebagai fasilitator ketersdiaan unsur harakalium dalam tanah dengan mengubah bentuk kalium tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman.

    Aktivitas Kitinolitik

    Aktivitas kitinolitik dimiliki oleh mikroba yang menghasilkan enzim kitinase. Enzim ini salah satu yangberperan penting dalam mekanisme antibiosis, yaitu menghancurkan dinding sel beberapa fungi patogen,seperti Sclerotium rolfsii, Fusarium oxysporum (Pal & Gardener, 2006) dan Rhizoctonia solani (Wahyudi etal., 2011). Berdasarkan hasil yang diperoleh isolat menunjukkan hasil positif dengan adanya zona beningyang terbentuk di sekitar koloni. Zona bening terlihat jelas pada waktu inkubasi hari ke-6 dan menghasilkanindeks kitinolitik sebesar 0,55 (Gambar 6). Warna medium yang dihasilkan menjadi lebih transparan disebabkanoleh enzim kitinase yang dikeluarkan ke dalam medium merupakan metabolit yang tidak berwarna (membentukzona bening di sekitar koloni bakteri).

    Gambar 6. Hasil uji aktivitas kitinolitik inkubasi hari ke-6 pada media kitin agar. Keterangan: A.) zonabening yang terbentuk; B.) koloni bakteri

    B.

    A.

    Kitin merupakan homopolimer -1,4-N-asetil glukosamin dan tergolong ke dalam polimer terbanyak keduadi alam setelah selulosa serta merupakan komponen struktural sebagian besar dinding sel fungi patogen(Yanai et al., 1994). Bakteri kitinolitik diketahui merupakan mikroba penghasil enzim kitinase untukmenghidrolisis kitin menjadi asetil glukosamin (Tsujibo et al., 1999). Pada tanaman, kitinase dihasilkan dandiakumulasi sebagai respon akibat infeksi fungi. Kitinase berperan penting dalam pengendalian hayati fungidan nematoda patogen tanaman dimana patogen tersebut menyerang tanaman dengan cara hidup parasit.Mekanisme agensia hayati dalam menghambat pertumbuhan patogen dan perkembangan penyakit dapatsecara langsung melalui hiperparasit atau antibiosis dan tidak langsung melalui kompetisi dan induksi ketahanantanaman (Kurniawati et al., 2015).

    KESIMPULAN

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa bakteri indigenusS.maltophilia LA3B antara lain memiliki karakteristik sebagai berikut: S. maltophilia LA3B merupakan bakteriselulolitik, non patogenik terhadap hewan dan manusia, mampu melarutkan fosfat dan kalium serta mampumendegradasi kitin. Melihat hal tersebut maka S. maltophilia LA3B berpotensi sebagai agen pupuk hayati(biofertilizer).

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Bioteknologi dan Mikrobiologi Balai Besar RisetPengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan atas fasilitas yang diberikan selama penelitianini berlangsung.

  • Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

    23

    DAFTAR PUSTAKA

    Adiguna, G., Pramesti, R., & Susanto, A. (2014). Kajian Pemanfaatan Limbah Padat Industri Pengolahan Agar- agarKertas Berbahan Baku Rumput Laut Gracilaria sp. sebagai Pupuk pada Tanaman Bayam (Amaranthus sp.).Journal of Marine Research, 3(1), 37–43. Retrieved from http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr.

    Apun. (2000). Screening and Isolation of a Cellulolytic and Amylolytic Bacillus from Sagu Pith Waste. GeneralAplication Microbiology. 46:263-267.

    Basak, B. B., & Biwas, D. R. (2005). Influence of Potassium Solubilizing Microorganism (Bacillus mucilaginosus)and Waste Mica on Potassium uptake Dynamics by Sudan Grass (Sorghum vulgare Pers.) Grown under TwoAlfisols. Plant Soil, 3(17) : 235-255.

    Camargo, J. A., & Alonso, A. (2006). Ecological and