prosiding konferensi infid - hakberagama.or.id filememperkuat peran pemerintah daerah dalam...
TRANSCRIPT
POSYANDUMELATI
Jakarta, 6 - 8 Desember 2017
Memperkuat Peran Pemerintah Daerah dalamPencegahan Intoleransi dan Ekstremisme
dengan Kekerasan melalui PerluasanKabupaten/Kota HAM
P R O S I D I N GKONFERENSI INFIDKABUPATEN/KOTA HAM 2017
Jakarta, 6 - 8 Desember 2017
Memperkuat Peran Pemerintah Daerah dalamPencegahan Intoleransi dan Ekstremisme
dengan Kekerasan melalui PerluasanKabupaten/Kota HAM
P R O S I D I N GKONFERENSI INFIDKABUPATEN/KOTA HAM 2017
ii PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
iiiMEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI iiKATA PENGANTAR viRANGKUMAN ISI vii
1. PENDAHULUAN 11.1. Latar Belakang 11.2. Tujuan 31.3. Metode Kegiatan 4
2. PEMBUKAAN DAN PAPARAN KUNCI 52.1. Ringkasan 52.2. Pidato Kunci - Sugeng Bahagijo (Direktur Eksekutif INFID) 62.3. Paparan Pembukaan - Ahmad Taufan Damanik (Ketua Komnas HAM) 72.4. Paparan Pembukaan- Teten Masduki (Kepala Staf Kepresidenan) 7
3. DISKUSI PLENO I - Pencegahan Intoleransi, dan Ekstremisme dengan Kekerasan Peran Pemerintah Pusat dan Daerah 11
3.1. Ringkasan 113.2. Sidarto Danusubroto (Dewan Pertimbangan Presiden) 133.3. Khairil Anwar (Badan Nasional Panggulangan Terorisme/BNPT) 14
3.4. Chusnunia Chalim Bupati Lampung Timur (diwakili dan disampaikan Kepala Bappeda Ir. Puji Rianto SM) 16
3.5. Yenny Wahid (Direktur Wahid Institute) 17
4. DISKUSI PLENO II - Kabupaten/Kota HAM dan Gerakan Global untuk Mencegah Intoleransi dan Ekstremisme dengan Kekerasan 19
4.1. Ringkasan 19
4.2.Masni - menggantikan Grata Endah Werdaningtyas (Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia)
21
4.3. Kim Hyun (Team Leader Departemen HAM Kantor Walikota Gwangju, Korea Selatan) 22
4.4.Paparan Marizen Santos (Kepala Divisi, Pemantauan Kewajiban Internasional, Kantor Penasihat Kebijakan Hak Asasi Manusia, KOMNAS HAM Filipina)
23
4.5. Paparan Gabriella Fredriksson (Team Leader RWI) 254.6. Mugiyanto (Senior Program Officer HAM & Demokrasi INFID) 27
iv PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
5. DISKUSI PARALEL 1 - Populisme & Demokrasi 295.1. Rangkuman 295.2. Paparan Rm. Herry Priyono (STF Driyarkara) 305.3. Luky Djani (Peneliti di Lembaga Riset Institute for Strategic Initiative) 315.4. Maria Hartiningsih (Jurnalis KOMPAS) 325.5. Jaleswari Pramodawardhani (Deputi V Kantor Staf Presiden) 34
6. DISKUSI PARAREL 2 - Implementasi Prinsip Bisnis dan HAM di Tingkat Pusat & Daerah 35
6.1. Rangkuman 356.2. Prabianto Mukti Wibowo (Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan) 366.3. Junardi (President of Indonesia Global Compact Network) 386.4. Muhammad Reza (Kruha) 39
7. DISKUSI PARAREL 3 - Pemerintah Daerah dan Pemenuhan Hak Kelompok Minoritas Keagamaan 41
7.1. Rangkuman 417.2. Hefriansyah (Walikota Pematangsiantar) 427.3. Immawan Wahyudi (Wakil Bupati Gunungkidul) 437.4. Ahmad Suaedy (OMBUDSMAN RI) 447.5. Miftah Fadhli (Peneliti ELSAM) 457.6. Dewi Kanti (Penghayat Sunda Wiwitan) 467.7. Diskusi tentang Agama Lokal 47
8. DISKUSI PLENO III - Sesi untuk Kepala Daerah 498.1. Resume 49
8.2. Paparan Pembukaan - Mualimin Abdi (Dirjen HAM - yang dibacakan Arry Ardanta Sigit) 50
9. Sesi Para Kepala Daerah - Peran Pemerintah Daerah dalam menjaga Toleransi dan Keberagaman 52
9.1. Rangkuman 529.2. Boy Rumawung (Kesbangpol Bitung) 529.3. Amin Said Husni (Bupati Bondowoso) 529.4. Sukirman (Bupati Serdang Bedagai) 539.5. Remigo Berutu (Bupati Pakpak Bharat) 539.6. Hairiah (Wakil Bupati Sambas) 549.7. Paulina (Wakil Bupati Sigi) 559.8. Hidayat (Walikota Palu) 559.9. Hermanus (Wakil Bupati Kubu Raya) 56
vMEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
10. Diskusi Paralel 2 - Peran Anak Muda dalam Mewujudkan Toleransi & Kebhinekaan 57
10.1. Rangkuman 5710.2. Emil Dardak (Bupati Trenggalek) 5810.3. Teguh Wicaksono (Musical.ly) 5910.4. Arman Dhani (mojok.co) 6010.5. Khalis Mardiasih (Gusdurian Jogja) 6110.6. Julia Sonntag (Robert Bosch Stiftung) 6210.7. Sesi Tanya Jawab. 63
11. Diskusi Paralel 2 - Pelembagaan dan Partisipasi Masyarakat Sipil dalam Pembangunan serta Perlindungan dan Pemenuhan HAM 65
11.1. Rangkuman 6511.2. Eryanto Nugroho (PSHK) 6711.3. Jane Aileen Tedjaseputra (YLBHI) 6811.4. Mulyadi Prayitno (YKPM Makassar) 69
12. Diskusi Paralel (Tematic Event) - Peran Perempuan dalam Pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan 71
12.1. Rangkuman 7112.2. Hikmah Bafagih (Fatayat NU Jawa Timur) 7112.3. Any Rufaedah (Peneliti Daya Makara UI) 7412.4. Neneng Heryani (Kemensos) 76
13. Pleno IV - Presentasi Tim Perumus 7913.1. Rangkuman 79
13.2. Presentasi Tim Perumus: Zainal Abidin - Kertas Kebijakan Kabupaten/Kota HAM dalam Rangka menuju Perpres Kabupaten/Kota HAM 79
13.3. Yunita Faelanisa (PPIM UIN) “Api dalam Sekam” 8213.4. Agus Muhammad - Trend Radikalisme di Masjid di Jakarta 84
14. Lampiran 8514.1. Deklarasi Kepala Daerah 8514.2. Hasil Rumusan Konferensi 8714.3. Agenda Konferensi 9114.4. Makalah dan Presentasi 92
14.5. Dokumentasi Foto 135
14.6. Liputan Media 138
vi PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang kita
nikmati sehingga prosiding yang merupakan laporan pendokumentasian proses
dan hasil Konferensi Kabupaten/Kota HAM 2017 ini bisa kita selesaikan.
Prosiding ini berisi catatan-catatan penting dari presentasi puluhan pembicara,
proses diskusi dan perumusan hasil konferensi serta dokumen-dokumen pendukung.
Prosiding ini kami tulis secara naratif, dengan harapan dokumen penting ini menarik
dan ringan untuk dibaca semua kalangan tanpa mengurangi substansi.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai penyelenggara
serta para sponsor seperti National Endowment for Democracy (NED), The Asia
Foundation (TAF), USAID, Raoul Wallenberg Institute (RWI), Development and Peace
(DNP) dan Robert Bosch Stiftung (RBS). Tanpa kerjasama dan dukungan lembaga-
lembaga ini, prosiding yang kita baca ini tidak akan pernah ada.
Terima kasih juga kami sampaikan kepada Bupati Wonosobo, Bupati Bojonegoro,
Bupati Lampung Timur dan Bupati Pakpak Bharat yang turut menjadi sponsor atau
Kepala Daerah dan Perwakilan Pemerintah Daerah yang hadir, diantaranya Bupati
Pakpak Bharat, Bupati Serdang Bedagai, Bupati Bondowoso, Bupati Kubu Raya,
Bupati Trenggaleng, Bupati Gunung Kidul, Walikota Palu, Walikota Pematangsiantar,
Wakil Bupati Sigi, Wakil Bupati Sambas, Perwakilan Bupati Kota Bitung, Perwakilan
Bupati Lampung Timur.
viiMEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Terima kasih juga kami haturkan kepada para wakil negara sahabat Kim Hyun (Team
Leader Departemen HAM Kantor Walikota Gwangju, Korea Selatan), Marizen Santos
(Kepala Divisi, Pemantauan Kewajiban Internasional, Kantor Penasihat Kebijakan Hak
Asasi Manusia, KOMNAS HAM Filipina), dan Gabriella Fredriksson (Team Leader RWI).
Tak lupa kami ucapkan terima kasih juga untuk rekan kami, Arin Swandari dan Teguh
Nugroho yang telah membantu menyusun buku prosiding ini.
INFID juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pemangku
kepentingan (stakeholders) Kabupaten/Kota HAM yang terdiri dari kementerin dan
lembaga di tingkat pusat, pemerintah kabupaten dan kota, organisasi masyarakat
sipil serta sektor dunia usaha. Kontribusi mereka telah menjadikan konferensi ini
sangat dinamis, kaya dengan pembelajaran, ide dan inspirasi, yang bisa kita petik.
Akhir kata, kami berharap agar prosiding ini bisa bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi para pemangku kepentingan Kabupaten/Kota HAM, sehingga
usaha untuk mengarusutamakan hak asasi manusia dalam pembangunan di tingkat
kabupaten/kota bisa direalisasikan, yang pada akhirnya bisa member dampak pada
perlindungan dan pemenuhan HAM seluruh warga.
MugiyantoProgram Officer Senior
untuk HAM & Demokrasi
viii PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Konferensi INFID 2017, bertajuk “Memperkuat Peran Pemerintah Daerah dalam
Pencegahan Intoleransi dan Ekstremisme dengan Kekerasan Melalui Perluasan
Kabupaten/Kota HAM”, merespon isu-isu yang berkembang di masyarakat terkait
intoleransi dan ekstrimisme yang disertai kekerasan. Prosiding ini memuat hasil-
hasil konferensi yang mempertemukan berbagai pakar, wakil kelompok marjinal,
pemerintah, NGO, kepala daerah, kelompok keagamaan, wakil komunitas, pakar dan
perwakilan otoritas dari luar negeri.
Berikut adalah garis besar diskusi yang mengemuka dalam konferensi.
Ekstrimisme dan radikalisme yang menciderai perlindungan HAM, merusak suasana
damai, dan kebinekaan bermunculan di sejumlah tempat di Indonesia belakangan ini.
Kelompok ini juga mendikte pemerintah dan polisi untuk memenuhi keinginannya
misalnya menghentikan kegiatan-kegiatan yang menurut pandangan mereka tak
selaras dengan ajaran yang mereka yakini.
Deradikalisasi sejauh ini masih tertatih-tatih. Badan Nasional Penggulangan
Terorisme (BNPT) masih harus bekerja keras dan mencari model yang lebih pas dan
kuat. Peran organisasi keagamaan masih menempati posisi sentral untuk membantu
deradikalisasi.
Di sisi lain, peraturan daerah diskriminatif terus bermunculan dan makin kokoh,
lantaran kewenangan Pusat untuk membatalkan Perda tingkat kabupaten maupun
provinsi telah dicabut oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sejak Juni 2017.
Alih-alih menjadi teladan menjaga Pancasila dan mencegah intoleransi pemimpin
daerah malah banyak menerbitkan Perda diskriminatif, yang tidak ramah HAM, yang
sebagian merupakan hasil kontrak politik dengan kelompok intoleran.
Saat ini, yang mengemuka dalam demokrasi termasuk kontestasi adalah soal
surga neraka. Soal apakah pemimpin berbeda agama akan masuk neraka, dan soal
RANGKUMAN ISI
ixMEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
penolakan terhadap perbedaan. Orang tidak berbicara tentang anggaran untuk
kesehatan dan pendidikan, transparansi atau korupsi, dan Hak Azasi Manusia (HAM).
Populisme digerakan melalui isu-isu sensitif termasuk agama, sementara media
kerap kali tidak lagi menjadi penjaga demokrasi, dan berada di tengah kekuasaan.
Menjadi runyam juga karena media dipegang partai politik.
Dalam konferensi ini, kota dan kabupaten HAM dijadikan bahan diskusi utama
untuk mengeliminir kondisi di atas. Para kepala daerah kabupaten dan kota HAM
memaparkan bagaimana daerahnya menjalankan praktik-praktik kesetaraan sebagai
bagian upaya mengurangi intoleransi dan radikalisasi.
Pertanyaan yang kemudian mengemuka bagaimana HAM dan standar HAM dijadikan
x PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
pijakan dalam proses pembangunan di daerah dan terutama sekali terkait dengan
isu toleransi dan keberagaman yang saat ini tengah mencapai titik nadir. Tentang
bagaimana para pemimpin/pemerintah daerah menyikapi hal tersebut.
Beberapa peserta diskusi menggarisbawahi pentingnya pemenuhan hak-hak Sipol
(Sipil dan Politik) dan Ekosob (Ekonomi Sosial Budaya) masyarakat untuk membangun
toleransi di wilayah-wilayah tempat kepala daerah tersebut memimpin, termasuk
pentingnya penyelesaian sengketa-sengketa agraria dan mengurangi kesenjangan
ekonomi sosial yang seringkali menjadi pemicu munculnya gejala intoleransi.
Perlindungan kelompok minoritas adalah isu lain yang menjadi ujian para kepala
daerah. Bantuan berupa pengakuan kelompok penghayat di E-KTP merupakan
modal untuk melindungi hak-hak mereka, tapi masih jauh dari cukup. Kepala daerah
juga perlu mendalami lebih jauh eksistensi mereka agar agama lokal tak hanya
dipahami sebatas penganut animisme dan dinamisme seperti di narasi pelajaran
sekolah pada masa Orde Baru.
Tak kalah penting adalah peran kelompok muda yang antara lain dipelopori oleh para
kepala daerah muda. Penting untuk memulai sebuah tindakan, sesederhana apapun
untuk meminimalisir memori-memori dan tindakan intoleransi. Tindakan di level
komunitas para pemuda dan tindakan di pemerintah. Salah satu contoh tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah Trenggalek adalah pendekatan untuk tidak
mempermalukan korban khususnya anak muda ke depan publik. Termasuk saat si
anak muda melakukan kesalahan.
Sedangkan media sosial yang memunculkan buzzer-buzzer di dunia maya yang
memprovokasi sikap-sikap dan keyakinan intoleran berbanding lurus dengan
keberanian mereka untuk tampil secara nyata dalam aksi-aksi massa. Perlu ada
penguasaan ruang publik dan aksi massa untuk melakukan counter terhadap model
pendekatan mereka. BNPT sudah berusaha membuat narasi-narasi perdamaian,
dan toleran bersama puluhan pemuda di tiap provinsi.
Partisipasi semua pihak termasuk publik pada akhirnya harus didorong agar
persoalan-persoalan di atas bisa diselesaikan bersama-sama. Seringkali ketika
xiMEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
bicara soal partisipasi publik, persoalannya menjadi simpiltis di level teknis tanpa
visi. Upaya penguatan partisipasi masyarakat baik LSM, organisasi kepemudaan
dan atau komunitas harus berjalan beriringan. Peran perempuan tertutama melalui
keluarga dalam dalam pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan juga menjadi
bahasan menarik. Perlu dicatat bahwa para pelaku terorisme khususnya deportan
bukanlah kelas menengah bawah tapi mereka merupakan kelompok kelas menegah
atas yang memiliki kemampuan ekonomi. Perlu adanya grand desain penanganan
deportan dan keluarganya yang melibatkan kementerian dan lembaga pemerintah
dan juga organisasi-organisasi kemasyarakatan yang selama ini aktif dalam program
deradikalisasi.
Catatan penting juga ditekankan pada pencegahan proses radikalisasi telah
terjadi secara massif melalui jalur pendidikan dan rumah-rumah ibadah (masjid)
termasuk di masjid yang dibiayai mempergunakan anggaran negara. Minimnya
pengetahuan para guru agama dan dosen berpengaruh cukup besar terhadap
potensi berkembangnya intoleransi dan radikalisme di kalangan pelajar dan
mahasiswa. Pemerintah daerah, sebagai salah satu ujung tombak penegakan HAM,
diharapkan mampu meredusir potensi tersebut. Kerangka HAM dalam setiap proses
perencanaan pembangunan menjadi penting sebagai panduan dalam penyusunan
kerja pemerintah daerah. Pemenuhanan HAM akan menjadi modal dalam upaya
untuk meminimalisir berkembangnya intoleransi dan radikalisme di kalangan
masyarakat.
1MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keberlangsungan demokrasi di Indonesia akan ditentukan oleh kuat lemahnya
upaya-upaya Indonesia dalam mencegah intoleransi serta ekstremisme
dengan kekerasan di Indonesia. Adalah kewajiban semua pihak, termasuk
Pemerintah Daerah dan organisasi masyarakat sipil untuk ikut serta dalam
upaya memperkuat HAM, demokrasi dan kebhinnekaan Indoensia.
Sebagai sebuah bangsa yang majemuk, Indonesia saat ini menghadapi
berbagai tantangan serius, khususnya dalam bentuk aksi-aksi intoleransi
dan ekstremisme dengan kekerasan yang didasarkan pada sentimen
keagamaan, kesukuan dan ras. Berbagai tren dan perkembangan situasi,
termasuk saat Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 menunjukkan situasi yang
mengkhawatirkan. Lebih buruk lagi, hal ini berpotensi ditiru dan diulang untuk
proses Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019. Berbagai tantangan tersebut
memerlukan pendekatan yang baru dan komprehensif untuk menciptakan
situasi yang mendukung (enabling environments) baik di tingkat nasional
maupun daerah.
Sejalan dengan agenda dan kewajiban konstitusional negara terhadap HAM
dan untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, pemerintah perlu
mendukung upaya-upaya untuk menciptakan masyarakat yang terbuka/
inklusif, pluralis dan berkeadilan, yang berdasarkan pada penghormatan,
perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM), serta adanya
kesempatan ekonomi untuk semua.
Pengalaman berbagai kota di Indonesia dan dunia menunjukkan adanya
upaya-upaya pemerintah daerah untuk mewujudkan HAM dalam berbagai
bidang, termasuk dalam pencegahan intoleransi dan ekstremisme dengan
kekerasan. Kabupaten dan kota-kota tersebut HAM telah berupaya mencapai
standar yang lebih tinggi dalam melindungi dan melaksanakan HAM di tingkat
2 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
lokal dan mampu menyelesaikan problem-problem sosial yang dihadapi dan
menyumbang mekanisme penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi di
level nasional.
Pengembangan Kabupaten/Kota HAM di Indonesia telah berlangsung dengan
adanya berbagai inisiatif pembentukan Kabupaten/Kota HAM, misalnya di
Wonosobo, Bojonegoro, Bandung, Palu, dan Lampung Timur, serta berbagai
Kabupaten/Kota yang segera mendeklarasikan sebagai Kota HAM seperti
Pakpak Bharat, Jember, Sigi, Serdang Bedagai, Purwokerto, Purwakarta,
Manokwari, Jayapura, Ambon, Kupang dan lain-lain. Berbagai Kabupaten/
Kota HAM tersebut mampu menjalankan program-program pembangunan
ekonomi yang berkeadilan, meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan
meningkatkan standar perlindungan HAM di tingkat lokal.
Pemerintah juga telah mendukung gagasan Kota HAM melalui komitmen
politik sebagaimana telah secara tegas disampaikan Presiden Jokowi dalam
pidatonya memperingati Hari HAM Sedunia bulan Desember 2015, yang secara
khusus mengapresiasi dan mendorong perbanyakan inisiatif Kabupaten/Kota
HAM seperti yang dilakukan oleh Kota Solo, Wonosobo, Palu dan Jayapura.1
Kementerian Hukum dan HAM juga telah merevisi Permenkumham tentang
Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM dengan membuat kriteria yang lebih
komprehensif melalui Permenkumham No 34 tahun 2016 tentang Kriteria
Kabuaten/Kota Peduli HAM.
Sebagai upaya untuk mendukung perluasan kebijakan dan program
pencegahan intoleransi, dan ekstremisme dengan kekerasan melalui kerangka
Kabupaten/Kota HAM, beberapa tahun terakhir INFID telah mendukung dan
memajukan Kabupaten/Kota HAM sebagai pendekatan dan strategi baru.
Konsepsi dan kerangka kerja (framework) Kabupaten/Kota HAM menawarkan
kerangka kerja pengelolaan Kabupaten/Kota yang memastikan pelaksanaan
pemajuan, penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM di tingkat
daerah. Kerangka kerja Kabupaten/Kota HAM akan memastikan penerapan
1 http://setkab.go.id/sambutan-presiden-joko-widodo-pada-peringatan-hari-hak-asasi-manusia-ham-se-dunia-di-istana-negara-jakarta-11-desember-2015/
3MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
prinsip-prinsip dan standar HAM dalam pengelolaan suatu Kabupaten/
Kota, sekaligus memberikan alternatif konsep bagi pemerintah daerah untuk
menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi dalam konteks saat ini.
Dalam konteks ini, dan sebagai sebagai bagian dari upaya mendukung
perwujudan Kabupaten/Kota HAM (Human Rights Cities), sejak tahun 2014
INFID menggelar Konferensi Nasional Tahunan Human Rights Cities menjelang
Hari HAM Sedunia dengan menggandeng Komnas HAM, Kementerian Hukum
dan HAM, Kantor Staf Presiden (KSP), Elsam dan organisasi-organisasi yang
memiliki visi yang sama tentang pentingnya pemajuan, perlindungan dan
pemenuhan HAM oleh Pemerintah Daerah.
Pada Konferensi Kabupaten/Kota HAM ke-4 tahun 2017 ini, INFID akan
bekerjasama dengan Kantor Staf Presiden (KSP), Komnas HAM, Jaringan
Gusdurian, LKIS, NU Online, ICRP, dan lain-lain di Jakarta pada tanggal 6 dan
7 Desember 2017. Tema Konferensi Kabupaten/Kota HAM pada tahun 2017 ini
adalah “Memperkuat Peran Pemerintah Daerah dalam Pencegahan Intoleransi
dan Ekstremisme dengan Kekerasan Melalui Perluasan Kabupaten/Kota HAM.”
1.2. Tujuan
Konferensi Nasional Kabupaten/Kota HAM 2017 ini bertujuan:
1. Sebagai forum untuk merumuskan dan menyatakan komitmen bersama
para kepala daerah dan stakeholders Kab/Kota HAM dalam pencegahan
intoleransi dan ekstremisme dengan kekerasan.
2. Sebagai forum berbagi praktik-praktik terbaik (good practices) pemerintah
daerah dalam pelaksanaan HAM khususnya dalam mempromosikan
toleransi, keberagaman, Perdamaian dan nilai-nilai HAM dan demokrasi
secara umum.
3. Sebagai forum berjejaring para aktor human rights cities yang terdiri dari
Kepala Daerah (Bupati/Walikota), sektor swasta, akademisi, media dan
masyarakat sipil.
4. Sebagai forum untuk menyebarkan pelaksanaan Kabupaten/Kota HAM ke
daerah-daerah lain di Indonesia.
4 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.3. Metode Kegiatan
Kegiatan akan diselenggarakan selama tiga hari.
Hari pertama dan kedua adalah Konferensi Kabupaten/Kota HAM yang akan
menghimpun pengalaman terbaik, masukan dan usulan dari para kepala
daerah dan stakeholder Kabuaten/Kota HAM yang lain mengenai peran
pemerintah daerah dalam pencegahan intoleransi serta radikalisme serta
ekstrimisme dengan kekerasan.
Hari ketiga adalah Sidang Umum INFID yang hanya diperuntukkan bagi
anggota dan pengamat (observer) yang diundang oleh INFID. Pada Sidang
Umum akan disampaikan paparan capaian organisasi selama tiga tahun (2014
– 2017). Sidang Umum INFID juga akan memilih Dewan Pengurus INFID untuk
periode selanjutnya dan akan menentukan arah dan program INFID berikutnya.
5MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
2. PEMBUKAAN DAN PAPARAN KUNCI
2.1. Ringkasan
Belakangan muncul ekstrimisme dan radikalisme yang menciderai
perlindungan HAM, merusak suasana damai, dan kebinekaan. Direktur
Eksekutif INFID Sugeng Bahagijo menyebut di banyak tempat hadir kelompok-
kelompok yang tidak percaya terhadap demokrasi dan kewarganegaraan.
Sikap ini bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, yang menghendaki
semua warga negara setara dan memiliki hak penuh.
Kepala Staff Kepresidenan Teten Masduki mengatakan kelompok-kelompok
radikal dan pemilik pandangan ekstrimisme tersebut, mendikte pemerintah
dan polisi untuk memenuhi keinginannya. Di banyak daerah mereka bergerak
sendiri atau menekan polisi untuk menghentikan kegiatan-kegiatan yang
menurut pandangan mereka tak selaras dengan ajaran yang mereka yakini.
Sebutlah, dikusi buku yang dianggap berpaham kiri, pameran, perayaan
6 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Asyura bahkan perayaan Natal. Saban pekan, kata Ketua Komnas HAM Ahmad
Taufan Damanik, lembaganya menerima laporan kasus pelanggaran HAM
termasuk di dalamnya kasus-kasus radikalime dan ekstrimisme, dan trendnya
terus meningkat.
Di sisi lain, peraturan daerah diskriminatif terus bermunculan dan makin kokoh,
lantaran kewenangan Pusat untuk membatalkan Perda tingkat kabupaten
maupun provinsi telah dicabut oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sejak
Juni 2017. Masalahnya, Perda diskriminatif disertai anggaran yang tak ramah
kepentingan publik, tak menjadi isu di masyarakat. Saat ini, yang mengemuka
adalah soal surga neraka. Soal apakah pemimpin berbeda agama akan masuk
neraka, dan soal penolakan terhadap perbedaan. Orang tidak berbicara
tentang anggaran untuk kesehatan dan pendidikan, transparansi atau korupsi.
Salah satu harapan yang kini tengah diupayakan untuk mencegah hal-hal di atas,
adalah membangun kabupaten/kota HAM, yang diharapkan menjadi tangan-
tangan di daerah untuk melindungi yang lemah dan kelompok minoritas.
Sementara, Pemerintah Pusat menurut Teten Masduki saat ini bergerak antara
lain dengan mengusahakan hak atas lahan, yang selama ini hanya dikuasai
pemodal, serta melangsungkan pembangunan dengan konsep pemerataan.
Pemerintah dikritik karena membangun di luar Jawa yang dianggap tidak akan
menyokong pertumbuhan. Pemerintah kata Teten, tidak hanya berpikir soal
pertumbuhan, tapi lebih menyasar pemerataan.
Ekstrimisme dan radikalisme akan menjauhkan harapan untuk bisa naik kelas
pada 100 tahun Indonesia di 2045, ketika pendapatan perkapita mencapai
$12.000. Sebab, jalan menuju ke capaian tersebut membutuhkan banyak
syarat, yaitu jika kondisi Indonesia damai dan aman, ada perlindungan HAM,
demokrasi terjaga, kebhinekaan yang terus terpelihara, serta yang tak kalah
penting proses pemerataan pembangunan berlanjut untuk mencapai keadilan
sosial.
2.2. Pidato Kunci - Sugeng Bahagijo (Direktur Eksekutif INFID)
Kelompok intoleran tidak percaya terhadap demokrasi dan kewarganegaraan.
7MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Hal ini tentu bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 yang menghendaki
prinsip warga Negara yang setara dan memiliki hak penuh, tanpa menyinggung
Suku Ras dan Agama, SARA. Itu sebab, harus ada agenda penting untuk
melindungi hak seluruh warga negara.
Pada 100 tahun Indonesia 2045 mendatang, Indonesia seharusnya naik kelas,
dengan pendapatan perkapita mencapai $ 12.000. Untuk itu, membutuhkan
sejumlah syarat yaitu jika Indonesia damai, perlindungan HAM warga negaranya
terjaga tanpa kecuali, demokrasi yang terus terpelihara, proses pemerataan
pembangunan berlanjut, dan kebhinekaan Indonesia selalu dijaga.
Kita tidak ingin menjadi Negara gagal seperti negara-negara Timur Tengah,
atau Pakistan. Semua ingin Indonesia yang damai, rukun tanpa kekerasan.
Oleh sebab itu, Kota/kabupaten HAM menjadi penting sebagai upaya
mewujudkan kehadiran Negara yang melindungi yang lemah dan minoritas.
INFID menyampaikan apresiasi kepada para kepala daerah yang membuktikan
wilayahnya sebagai daerah yang toleran, inklusif serta memiliki komitmen
sebagai Kota/Kabupaten yang ramah terhadap Hak Asasi Manusia atau
Kabupaten/Kota HAM.
2.3. Paparan Pembukaan - Ahmad Taufan Damanik (Ketua Komnas HAM)
Indonesia sesungguhnya udah meratifikasi banyak konvensi terkait Hak Azasi
Manusia. Namun, tak bisa dipungkiri, sehari-hari masih banyak pelanggaran
hak warga negara di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Praktis, bangsa ini
masih berutang untuk bisa memenuhi hak-hak warga negara. Komnas HAM
tentu tidak melunasi utang itu sendirian. Semua harus terlibat.
Salah satu utang yang harus segera dibayar adalah menjaga Indonesia sebagai
bangsa majemuk dan toleran. Sayangnya, Indonesia tengah menghadapi
tantangan meruaknya isu intoleran dan ekstremisme. Setiap pekan, Komnas
HAM memperoleh laporan tentang kasus pelanggaran HAM termasuk akibat
radikalisme dan ektrimisme yang trend-nya meningkat. Negara perlu segera
menciptakan situasi kondusif untuk melindungi hak asazi warganya. Perlu
komitmen serius untuk mewujudkan hak-hak korban HAM, karena posisi
Negara sebagai sumber hukum tertinggi.
8 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
2.4. Paparan Pembukaan- Teten Masduki (Kepala Staf Kepresidenan)
Proses demokratisasi Indonesia yang dibangun sejak 1997, tengah dihadang
oleh kelompok radikal yang menolak demokrasi dan penegakan HAM.
Kondisinya sudah mengkhawatirkan. Kelompok intoleran, terutama di daerah
mendikte pemerintah setempat dan polisi untuk memenuhi keinginan mereka.
Misalnya polisi diminta menghentikan kegiatan-kegiatan perayaan keagamaan,
diskusi, pameran, dan lain-lain. Pemerintah setempat juga tak kalah ditekan. Ini
membuat demokrasi mundur kembali. Presiden meminta polisi agar tak mau
didikte. Polisi sudah selayaknya menciptakan rasa aman bagi semua orang,
dan bukan memenuhi kehendak kelompok tertentu.
Untuk itu kehadiran Kabupaten/Kota HAM menjadi sangat penting dan relevan.
Kabupaten/Kota HAM adalah konsep yang hadir untuk pemenuhan hak
kesehatan, pendidikan, perempuan dan anak, serta kesempatan mendapat
pekerjaan. Ini selaras dengan prinsip demokrasi yang baik, yang harus
bergerak ke arah pemenuhan hak-hak ecosoc. Konsep human right cities
relevan dengan kondisi Indonesia yang multikultur.
Otonomi daerah telah menggeser sebagian besar pemenuhan hak-hak
warga oleh negara ke tangan pemerintahan daerah. Dalam struktur APBN,
separuhnya telah dialokasikan untuk Pemda, dan separuhnya tetap berada di
pusat. Maka pemenuhan hak menjadi penting untuk dikelola Pemda. Sebuah
kota/kabupaten seyogyanya memiliki infrastruktur yang mengakomodasi
penyandang disabilitas, memiliki kebijakan inklusif, dan sebagainya. Jika itu
terjadi, Indonesia punya kesempatan untuk melompat menjadi negara maju.
Meski sebagian telah bergeser ke daerah, pemerintah pusat tetap wajib
melakukan perannya memenuhi hak-hak warga negara. Yang sekarang
dilakukan antara lain reformasi pembagian beras raskin yang diganti ke rastra
atau beras sejahtera. Jika beras raskin seringkali berbau dan berkutu, konsep
beras sejahtera harus menghilangkan itu semua.
Pemerintah pusat juga mengupayakan hak atas lahan seluas 12,7 juta hektar
9MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
kepada masyarakat, karena selama ini hanya dikuasai korporasi. Pemerintah
juga tengah membangun dengan konsep pemerataan untuk menjangkau
pelosok, dan luar Jawa, terutama Indonesia Timur. Namun langkah ini
menghadapi banyak kritik karena dianggap tidak menyokong pertumbuhan.
Pemerintah membangun tol laut untuk mobilitas orang dan barang sehingga
orang timur bisa mendapat harga yang sama. Selama ini harga di banyak
daerah naik, lantaran infrastruktur tidak memadai, sehingga ongkos distribusi
membengkak. Itu semua dilakukan berdasarkan kajian, termasuk kajian kenapa
pertumbuhan di Sulawesi lebih tinggi daripada di Kalimantan.
Sayangnya, saat ini, kelompok radikal sudah mengambil alih wacana publik.
Agenda civil society yang konsen terhadap human right, lingkungan,
kesehatan, dan perempuan, sekarang menghilang, dan didominasi dengan
isu akan masuk neraka atau tidak. Orang tidak bicara soal anggaran untuk
kesehatan dan pendidikan, transparansi, dan antikorupsi, tetapi berbicara
apakah pemimpin yang berbeda agama akan masuk neraka.
10 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
11MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
3. DISKUSI PLENO IPencegahan Intoleransi, dan Ekstremisme dengan Kekerasan Peran Pemerintah Pusat dan Daerah
Moderator: Roichatul Aswidah (Komisioner Komnas Ham 2012-2017)
3.1. Ringkasan
Pancasila harus dijadikan senjata untuk mengatasi dua mata pisau atas HAM
dan demokrasi, yaitu untuk menjaga kebebasan yang dilindungi agar tidak
berdampak pada munculnya intoleransi. Pancasila kata anggota Dewan
Pertimbangan Presiden Sidarto Danusubroto manjur untuk merekatkan
keberagaman. Penonjolan Pancasila sangat penting, karena saat ini timbul
wacana SARA yang digunakan sebagai amunisi pada pertarungan politik
jangka pendek. Dalam hal ini, para pemimpin daerah harus memberikan
teladan untuk menjaga Pancasila dan mencegah intoleransi.
Alih-alih menjadi teladan menjaga Pancasila dan mencegah intoleransi
pemimpin daerah malah banyak menerbitkan Perda diskriminatif, yang tidak
ramah HAM, yang sebagian merupakan hasil kontrak politik dengan kelompok
intoleran. Celakanya, saat ini ada hambatan untuk mengatasi obesitas hukum
dan regulasi di daerah terkait Perda-Perda diskrimintif tersebut. Yaitu sejak
Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menghilangkan hirarki pembatalan
Perda oleh pemerintah pusat. Akibatnya tidak ada lagi jalan bagi pemerintah
pusat untuk menghapus kebijakan diskriminatif.
Namun, Direktur Eksekutif Yenny Wahid mengingatan bahwa Pancasila dan
toleransi bukan saja menyoal sila pertama. Intoleransi muncul antara lain
karena dampak dari ketidakadilan sosial, sebagai pencerminan sila kelima.
Bupati yang menyediakan ruang ibadah, belum cukup pancasilais. Tetapi jika
dia menekan korupsi dan mensejahterakan masyarakat, ia pancasilais.
Di sisi lain, saat ini ada lingkaran setan akibat kekerasan yang berlangung di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Yenny Wahid mengatakan kekerasan
dan perang di seluruh dunia telah menelan ongkos pemulihan 12% dari DGP
dunia, yaitu 14 triliun dollar. Nilai yang sangat fantastis jika dipakai untuk
12 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
menangani kemiskinaan, climat change, edukasi, kesehatan, dan lain-lain.
Contohnya dampak yang terjadi di Indonesia, adalah di Poso. Bupati Poso
masih mengeluh karena investasi sulit masuk ke wilayahnya. Rumah ibadah
semua agama dibangun, tapi wisatawan masih enggan datang.
Poso sendiri saat ini masih menjadi perhatian pemerintah pusat, dalam hal ini
Badan Nasional Panggulangan Terorisme BNPT. BNPT berupaya menangani
radikalisme dan terorisme, sejak 2010. Saat ini BNPT sudah mendirikan
Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme FKPT, di 32 provinsi. Selain itu BNPT
membentuk Satgas Operasi Terpadu kontra radikalisasi dan deradikalisasi.
Tahun 2017 satgas tersebut dibentuk untuk Nusa Tenggara Barat NTB dan
Sulawesi Tengah, yang akan diperkuat dengan INPRES.
Sejauh ini masih ada suara dari korban konflik di Poso yang merasakan
ketidakdilan, lantaran pemerintah hanya berfokus pada upaya deradikalisasi.
Pemerintah hadir di sarang teroris, tapi kurang memulihkan korban. Selain
itu pemerintah daerah tidak dilibatkan. Khairil Anwar dari BNPT mengklaim,
lembaganya memperhatikan baik korban maupun pelaku sekaligus keluarga
pelaku. Pelaku menjadi prioritas agar tidak menyerang lagi. Tentang pemerintah
daerah, memang tidak dilibatkan dalam penindakan namun dilibatkan dalam
pencegahan.
Sejak 2016 BNPT bergerak melalui sosial media di 10 provinsi dengan membuat
narasi pencegahan terorisme dan radikalisme, dengan melibatkan 60 pemuda
per provinsi. Tetapi itu belum cukup, BNPT meminta Kementerian Komunikasi
dan Informatika untuk bergerak menangani media sosial dan situs internet.
Antara lain tentang perlunya pemikiran untuk mengkaji kebijakan pembuatan
situs yang selama ini tanpa izin, tetapi ketika ditutup protes dan menuntut
secara hukum dll.
Di sisi lain revisi UU Terorisme tertunda lagi, padahal sangat penting revisi yang
menjangkau penegakkan hukum segera disahkan.
Bagaimanapun, tetap ada upaya-upaya yang dilakukan daerah untuk menekan
intoleransi dan radikalisme. Lampung Timur misalnya, mencegah intoleransi
13MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
dan radikalisme sebagai bagian dari kabupaten HAM, dengan meningkatkan
peran Forum Komunikasi antar Umat Bergama FKUB dengan menggelar
pertemuan tiga bulanan. Kepala Bappeda Ir. Puji Rianto SM, menjelaskan
Lampung Timur juga meningkatkan peran forum pembauran kebangsaan,
peran forum peningkatan kewaspadaan, serta membentuk forum anti-
radikalisme dan terorisme.
3.2. Sidarto Danusubroto (Dewan Pertimbangan Presiden)
Bojonegoro Jawa Timur adalah salah satu contoh membanggakan sebagai kota
/kabupaten ramah HAM, karena berani membangun gereja yang selama 20
tahun ditentang sekelompok masyarakat. Begitu pun Wonosobo dan Batang
di Jawa Tengah yang dinilai ramah terhadap hak hidup, hak mengembangkan
diri, hak atas kesejahteraan, hak atas rasa aman, dan hak perempuan. Kota
dan kabupaten tersebut, merupakan contoh perwujudan Pancasila yang telah
berhasil menjaga bangsa, sebagai satu sistem, bahwa NKRI adalah negara
beragam. Baik agama, maupun sukunya.
Irak hancur dan masih perang sampai sekarang, karena masyarakatnya berebut
kebenaran tunggal. Padahal tiap agama pada dasarnya mengajarkan umatnya
untuk berlomba berbuat kebaikan yang berkonsekuensi menghormati
keberagaman.
Indonesia harus berterima kasih pada pendiri bangsa yang melahirkan Pancasila
yang menjaga negara sampai saat ini. Itu yang membuat, orang-orang dari
Timur Tengah ingin belajar ke Indonesia, karena Indonesia dianggap sebagai
negara dengan mayoritas muslim yang membuktikan bisa membangun
demokrasi. Sayangnya, justru ada sebagian orang Indonesia ada yang ingin
ke Timur Tengah, ikut berperang.
Keberagaman adalah sunatullah, dan Pancasila yang mewadahi keberagaman.
Di Malaysia itu, seseorang yang berbicara SARA dipenjara dua tahun, karena
Malaysia menyadari sikap itu sangat berbahaya. Sementara di sini orang
berbicara SARA seperti orang olahraga, dianggap biasa. Ada kelompok yang
ingin membangun sistem pemerintah yang meniadakan NKRI, tidak pro-
14 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Pancasila. Pro khilafah. Pancasila sebagai keyakinan mewadahi keberagaman,
harus diakarkan dan menjadi etos. Pemimpin daerah harus menjadi contoh
dalam mewujudkan hal tersebut, khususnya di bidang HAM, toleransi,
keberagaman, dan pro-Pancasila.
Pancasila jugalah yang mendasari lahirnya Perpu Ormas. Sebagai negara
Pancasila, setiap kegiatan yang anti-Pancasila, dan menihilkan Indonesia
sebagai negara kesatuan, harus dilawan. Pernyataan ini menjawab pertanyaan
Danang Triatmojo, Pegiat Media Sosial NU dalam Konferensi HAM, tentang
Perpu Ormas yang dianggap sebagian pihak sebagai ekspresi ketakutan
pemerintah terhadap ulama garis keras.
Pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo mendapati 421 Perda
diskriminatif. Sebuah kondisi yang dianggap sebagai obesitas hukum dan
membuat presiden kecewa. Perda-Perda tersebut, seperti disampaikan Fera
dari Komnas Perempuan, sebagian besar terbit dengan mengatasnamakan
agama dan moralitas, yang sesungguhnya merupakan bagian dari kontrak
politik pemimpin daerah dengan kelompok intoleran. Pada tataran ini,
perempuan adalah kelompok pertama yang terimbas dampak Perda-Perda
serupa itu. Sementara, Keputusan Mahkamah Konstitusi telah menghapus
kewenangan pemerintah pusat untuk menganulirnya. Kekalahan pemerintah
di MK ini menjadi masalah.
3.3. Khairil Anwar (Badan Nasional Panggulangan Terorisme/BNPT)
Sejak didirikan tahun 2010, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT
sudah membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 32
provinsi, kecuali di Papua dan Papua Barat. FKPT berisi tokoh agama, pemuda,
cendikiawan, dan akademisi. Kegiatannya berfokus pada pencegahan
terorisme di daerah, antara lain dilakukan melalui sesi keagamaan, olahraga,
kegiatan sosial, kepemudaan, kegiatan gereja, masjid dan lain-lain.
Berikutnya, sejak 2016 BNPT melakukan kontra propaganda melalui media
sosial di 10 provinsi. Sebanyak 60 pemuda di tiap provinsi membuat narasi
tentang bagaimana mencegah intoleransi dan radikalisme. Langkah ini belum
15MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
cukup. BNPT tengah meminta Kominfo berperan mencegah pembuatan dan
menangani situs-situs radikal yang memicu intoleransi. Termasuk di dalamnya,
mengkaji soal izin pembuatan situs, sebab pembuatan situs bisa dilakukan
tanpa izin, tapi saat ditutup timbul protes. Media sosial juga menjadi perhatian
khusus, agar tidak jadi masalah di kemudian hari.
BNPT juga membentuk satgas operasi terpadu kontra radikalisasi dan
deradikalisasi yang melibatkan 34 kementerian lembaga, di bawah empat
Kementerian Koordinator. Tahun 2017, satgas dibentuk di Sulawesi Tengah
dan NTB yang akan diperkuat dengan Instruksi Presiden. Kedua provinsi perlu
mendapat perhatian khusus. Para pelaku yang sudah ditangkap memang
tidak melakukan aksinya di NTB, tapi sebagian berasal dari NTB. Sedangkan
isu terorisme di Sulawesi Tengah, masih menjadi masalah utama di NKRI. Saat
ini TNI-Polri bersinergi untuk menanganinya. Di tempat lain, BNPT berupaya
menerapkan pembauran untuk menangkal radikalisasi.
Sejauh ini masih ada suara korban konflik Poso seperti disampaikan Nurlaila,
dari Solidaritas Korban Pelanggaran HAM Sulteng. Nurlaila mempertanyakan
sikap pemerintah yang terkesan tidak adil. Di Poso, dusun tempat sarang
teroris jauh lebih diperhatikan ketimbang dusun tempat 14 korban dibantai.
Selain itu, pemerintah daerah tak dilibatkan.
Poso merupakan kasus menarik, karena para pelaku terorisme terus menyerang
aparat. Beberapa polisi digorok di wilayah ini. Menjawab suara korban konflik
Poso yang merasakan ketidakadilan, BNPT menyatakan selalu memperhatikan
baik korban maupun pelaku terorisme. Pelaku menjadi prioritas karena harus
menjalani program deradikalisasi. Langkah itu harus dibarengi perhatian
pada keluarga pelaku, supaya para pelaku tidak ditolak oleh keluarga pasca
deradikalisasi dan selepas dari penjara. Ada kasus pelaku yang sudah menjalani
hukuman dan sudah mengikuti program deradikalisasi. Namun setelah keluar
dari lembaga pemasyarakatan, mereka ditolak oleh anak istrinya. Pelaku
kemudian hijrah ke Samarinda dan bertemu lagi dengan kelompok lama,
selanjutnya kembali menjalankan aksi terorisme. Yang bersangkutan telah
tertangkap lagi dan tengah menjalani hukuman.
Pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Poso sejauh ini memang tidak
16 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
dilibatkan dalam penindakan, tapi berperan dalam pencegahan, misalnya
melalui kurikulum sekolah, pesantren, dan lain-lain.
Saat ini ada temuan tentang Masjid di Universitas yang menjadi tempat
timbuhnya benih terorisme. Menghadapi kondisi BNPT bekerjasa sama dengan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan mengundang mahasiswa untuk
berdialog. BNPT juga meminta masyarakat waspada terhadap pendatang
agar tidak dibiarkan sembarangan ‘menguasai’ masjid yang bisa dimanfaatkan
untuk menyebarkan radikalisme. Begitu juga kantor pemerintah, diminta agar
menyeleksi penceramah. Teroris sesungguhnya adalah orang yang terlalu
fanatik dan eksklusif. Fanatisme ini bisa memecah belah. Toleransi harus
menjadi fokus semua pihak, sebaliknya intoleran jadi musuh bersama. Semua
harus terlibat, mulai dari rumah tangga sampai dengan RT.
Selanjutnya BNPT berharap agar revisi UU 15 tahun 2003 tentang antiterorisme
segera diselesaikan. Hasil revisi UU harus bisa menjangkau proses penegakan
hukum oleh aparat.
3.4. Chusnunia Chalim Bupati Lampung Timur (diwakili dan disampaikan
Kepala Bappeda Ir. Puji Rianto SM)
Potensi unggulan Lampung Timur adalah pertanian dan tengah
mengembangkan pariwisata, ekonomi kreatif, UMKM, dan industri.
Dalam mewujudkan kabupaten ramah HAM, Lampung Timur memegang
prinsip hak perempuan, hak rasa aman, hak kesehatan, dll. Komponen-
komponen tersebut dimasukan dalam rencana pembangunan daerah
sampai tahun 2021. Lampung Timur sejak 2009 sampai 2017 membuat
beberapa regulasi; peraturan bupati tentang pendidikan, kesetaraan gender,
ketenagakerjaan, Perda kabupaten layak anak, serta rencana pembangunan
daerah lima tahun. Ada pula peraturan Bupati tentang kabupaten ramah HAM,
Perda tentang peningkatan kualitas perumahan, dan Perda untuk ibu dan
anak.
Beberapa bulan lalu, Lampung Timur membuat MoU (Memorandum of
Understanding) dengan Komnas HAM untuk bersinergi mewujudkan cita-cita
17MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
menjadi daerah ramah HAM dengan tujuh indikator. Salah satunya adalah hak
atas kebebasan beragama. Lalu pada 8-9 Desember 2017, bersama dengan
INFID, membuat Youth Camp, dan membuat sarasehan HAM di Talang Sari,
tempat yang dikenal dengan peristiwa pelanggaran HAM. Beberapa program
pemerintah ini dilakukan agar masyarakat yang merasa menjadi korban
pelanggaran HAM merasa adil dan tidak dianaktirikan.
Lampung Timur menggelar pertemuan tiga bulanan Forum Komunikasi antar
Umat Bergama FKUB, yang dihadiri tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh
adat. Lampung Timur, meningkatkan peran forum pembauran kebangsaan,
meningkatkan peran forum peningkatan kewaspadaan, membentuk forum
antiradikalisme dan terorisme, dan bupati aktif keliling untuk melihat situasi
dan perkembangan.
3.5. Yenny Wahid (Direktur Wahid Institute)
Pancasila dan toleransi bukan hanya soal sila pertama, tapi juga sila kelima,
keadilan sosial. Bupati yang menyediakan ruang ibadah bagi semua
umat, belum cukup Pancasilais, tapi kalau berhasil menekan korupsi dan
mensejahterakan masyarakat, baru Pancasilais. Jika korupsi ditekan, agitasi dan
provokasi tak akan bisa berdampak, karena masyarakat merasa ada keadilan
sosial dan Perdamaian.
Pernyataan di atas sekaligus menjawab pertanyaan Deden dari Forum Lintas
Agama, Jawa Barat, tentang pembangunan yang bisa memicu esklusivitas
di masa depan, misalnya pendirian industri dan perumahan yang memacu
kecemburuan. Sekali lagi, toleransi adalah dampak dari ketidakadilan sosial,
sila kelima. Dan korupsi menjadi indikator terciptanya ketidakadilan di tengah
masyarakat.
Ada yang disebut lingkaran kekerasan dan perang di seluruh dunia. Upaya
penanganannya menelan 12% dari DGP dunia, yaitu 14 triliun dollar. Sebuah
angka fantastis jika dipakai untuk menangani kemiskinaan, climate change,
edukasi, kesehatan, dan lain-lain. Di Indonesia, hal tersebut dialami Poso.
Bupati Poso masih mengeluh karena tidak ada yang mau berinvestasi. Poso
18 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
membangun rumah ibadah yang besar untuk agama-agama yang ada, tapi
juga tidak ada wisatawan yang mau datang. Dampak konflik memang sangat
besar bagi sebuah daerah.
Intoleransi sesungguhnya juga muncul di seluruh dunia. Di Australia, warga
yang namanya memiliki unsur Arab, akan kesulitan mendapatkan pekerjaan,
dibanding dengan orang dengan nama Barat. Kondisi ini bisa membuat orang
putus asa, dan biasanya terjadi pada anak muda karena menganggap masa
depannya suram. Lingkaran kekerasaan mulai tercipta karena ada perasaan
terdiskriminasi. Ini yang harus dihapuskan, karena akan membuat orang
menjadi marah. Hampir semua negara di dunia, level intoleransinya menguat
dan Indonesia harus menjadi jawaban dan contoh yang mampu mengelolanya.
Di Indonesia yang menonjol bukan radikalisme. Indonesia ini terdiri 250 juta
orang, yang pergi ke Syiriah 200 orang, sementara di Inggris dengan jumlah
Muslim jauh lebih sedikit yang pergi ke Suriah mencapai 5000 orang. Dalam
Islam sekarang lagi ada kontestasi yang kuat, antara yang radikal dan moderat.
Namun intoleransi memang kental, 49 persen masyarakat muslim Indonesia
intoleran, tidak mau memberikan hak bagi orang yang tidak disukainya
untuk maju dalam pemilihan apapun. Tidak memberikan hak orang tersebut
mengajar di sekolah, dan lain lain.
Bagi muslim di Indonesia, mudah untuk menjadi Islam yang toleran dan
melindungi hak minoritas karena Indonesia punya Pancasila. Kita harus yakin
dengan identitas sebagai muslim, tanpa ikut dengan bangsa lain. Ini yang
membuat Indonesia punya peluang untuk mengatasi intoleransi. Semakin
tinggi orang percaya pada Pancasila semakin tidak radikal, Pancasila sebagai
platfom, untuk mengimajinasikan siapa diri kita.
19MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
4. DISKUSI PLENO IIKabupaten/Kota HAM dan Gerakan Global untuk Mencegah Intoleransi dan Ekstremisme dengan Kekerasan
Moderator: Puri Kencana Putri (Amnesty International Indonesia)
4.1. Ringkasan
Indonesia sudah berupaya mencegah dan menanggulangi terorisme secara
komprehensif sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB melakukannya. Masni
dari Direktorat Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian
Luar Negeri Republik Indonesia mengatakan upaya itu dilakukan Indonesia
dengan mengedepankan keamanan dan tetap mengupayakan pencegahan
secara sistematis.
Langkah mencegah ekstremisime secara nasional mengedepankan empat
klaster yaitu: pencegahan, penegakan hukum, langkah-langkah deradikalisasi
dan kontra deradikalisasi, serta kemitraan atau partnership dengan negara
lain. Terkait partnership internasional, Indonesia sudah menyelenggarakan
International Conference of Islamic Scholar (ICIS), sebanyak empat kali yaitu
tahun 2002, 2006, 2009, dan 2015.
Ada dokumen-dokumen penting tentang renaksi PBB untuk mencegah
ekstrimisme, dan Indonesia telah meratifikasi komitmen bersama. September
2017, Menteri Luar Negeri melengkapinya dengan menandatangani komitmen
untuk penegakan HAM.
Selama enam tahun terakhir INFID juga berupaya mempromosikan penegakan
HAM, melalui gerakan kabupaten/kota ramah HAM atau Human Rights Cities.
Indonesia telah memiliki UU Pemda yang memberikan wewenang besar pada
pemerintah di Kabupaten dan Kota. Wewenang ini harus digunakan antara
lain untuk membangun penegakan HAM untuk semua warganya melalui
pembentukan Kota/Kabupaten HAM. Itu sebab, INFID mengeksplorasi kota
HAM dari negara lain dan merisetnya. Hasilnya digunakan untuk mengkaji bisa
tidaknya kabupaten/kota HAM diimplementasikan di Indonesia.
20 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Hasilnya, Indonesia pun sudah mempunyai banyak champions, para kepala
daerah yang maju, open minded dan sudah punya Perda/pergub/perwali kota
ramah HAM. Jika seluruh, dari 512 lebih kabupaten/kota, membangun kota
HCR, Indonesia akan luar biasa.
Salah satu yang dieksplorasi adalah Gwangju di Korea Selatan, kota ramah
HAM, yang menjadi rujukan dunia. Kota dengan kebijakan yang ramah sipil,
setelah sejumlah peristiwa diskriminasi atas status sosial, yang memicu
demonstrasi dan konflik pada 1980
Gwangju mendorong partisipasi publik untuk memastikan dipenuhinya HAM
dan demokrasi. Kim Hyun, Team Leader Departemen HAM Kantor Walikota
Gwangju, Korea Selatan, mengatakan kota ini juga memiliki Ombudsman
khusus untuk HAM yang terpisah dari lembaga pemerintah serta menjalankan
prinsip inklusif. Tahun ini Gwangju memperkenalkan sistem asesmen untuk
dampak HAM.
Berbeda dengan Gwangju, Filipina menggambarkan masih kentalnya
intoleransi dan kekerasan, karena masih kurangnya kerangka kerja hukum
baik di tataran nasional maupun daerah. Marizen Santos – Kepala Divisi,
Pemantauan Kewajiban Internasional, Kantor Penasihat Kebijakan Hak Asasi
Manusia, KOMNAS HAM Filipina mengakui, pemerintah daerah di Filipina tidak
menerapkan kebijakan yang jelas untuk HAM. Pemenuhan hak-hak sipil, politik,
sosial budaya menghadapi banyak sekali tantangan.
Sementara, Swedia telah meratifikasi semua traktat PBB untuk HAM dan
membuat banyak UU terkait HAM. Gabriella Fredriksson Team Leader Raoul
Wallenberg Institute (RWI) menyatakan kota-kota di Swedia menangani secara
serius perencanaan kota, pemilihan umum, sekolah dan sistem pelayanan
sosial yang menempati peringkat teratas untuk pelayanan. Tetapi Swedia
juga mendapat kritik dari PBB, lantaran tidak semua masyarakat dapat
mengaksesnya. Kritik itu sesungguhnya menyentil pemerintah daerah yang
tidak menyadari perannya untuk memenuhi HAM. Namun, akhirnya mereka
menyadari kewajiban-kewajiban mereka.
21MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Meski sangat memperhatikan HAM, Swedia tidak mengenal istilah Human Right
Cities. Tapi sesungguhnya ini hanya masalah bahasa, karena yang terpenting
adalah pemenuhan hak-haknya. Kota HAM di Swedia tidak melakukan program
HAM untuk jangka pendek selama empat tahun atau satu periode seorang
walikota memimpin, tetapi untuk jangka panjang.
Yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi Swedia saat ini adalah, negara ini
masih memiliki kesenjangan pengupahan antara laki-laki dan perempuan.
4.2. Masni Eriza, Kasubdit Hak-Hak Kelompok Rentan - menggantikan Grata
Endah Werdaningtyas (Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan
Senjata, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia)
Di tingkat global, pencegahan korban ekstrimisme baru dilakukan tahun 2016,
ketika Sekjen PBB mengajukan prevent violent extremisme dan disahkan
oleh Majelis Umum PBB pada Februari, di tahun yang sama. Sedangkan
di Indonesia, upaya itu telah ada jauh sebelumnya. Pilar penanggulangan
terorisme Indonesia harus dilakukan secara komprehensif, mengedepankan
keamanan dengan tetap mengupayakan pencegahan secara sistematis.
Bom Bali yang terjadi pada 2002-2005, dan rentetan peledakan bom yang
terjadi berikutnya, membuat Indonesia mengalami secara langsung dampak
terorisme. Bentuknya tidak hanya korban jiwa tetapi juga dampak ekonomi,
bahkan banyak negara yang mencap Indonesia sebagai negara teroris.
Di sisi lain Indonesia telah melakukan berbagai langkah deradikalisasi, menyusun
reaksi nasional mencegah ekstremisime, dengan mengedepankan empat
klaster. Yaitu, pencegahan, penegakan hukum, langkah-langkah deradikalisasi
dan kontra deradikalisasi, serta kemitraan atau partnership dengan negara
lain. Dalam kerangka internasional, secara khusus Indonesia sudah empat
kali menyelenggarakan International Conference of Islamic Scholar (ICIS),
yaitu tahun 2002, 2006, 2009, dan 2015. Konferensi tersebut merupakan
konferensi internasional yang melibatkan para ahli dan ulama. Indonesia juga
berpartisipasi di Organisasi Konferensi Islam OKI, dengan menempatkan wakil
di independent permanent human right commision. Dengan begitu, Indonesia
ikut menentukan kebijakan internasional dalam pencegahan ekstrimisme.
22 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Lalu bagaimana dengan pendekatan HAM-nya? Indonesia sudah memiliki UU
mengenai HAM yang antara lain memuat sinergi antara pemerintah pusat
dan daerah. Sinergitas itu sangat penting. Di antaranya dengan Konsep Kota/
Kabupaten HAM. Sesuai Permenhumham, ada tujuh kriteria kota/kabupaten
yang harus terpenuhi yaitu hak atas kesehatan, pendidikan, perempuan
dan anak, kependudukan, pekerjaan, perumahan yang layak dan hak atas
lingkungan yg berkelanjutan. Dan hingga kini tercatat dari 514 kabupaten kota
di Indonesia, ada 228 kota/kabupaten HAM.
Ke depan yang harus dilakukan adalah menyosialsasikan norma-norma
HAM kepada pemerintah kabupaten/kota, sekaligus menjaring masukan dari
masyarakat. Selanjutnya yang terpenting adalah penguatan pemenuhan hak-
hak dasar bagi warganya.
Sementara soal LGBT yang menjadi isu dunia, sangat sulit bagi pemerintah
(Kemenlu) untuk membuat pernyataan tidak normatif. Saat ini terjadi
stigmatisasi di masyarakat mengenai LGBT. Oleh sebab itu, semuanya harus
didasari prinsip pemenuhan hak-hak berlaku untuk semua orang. Konstitusi
sudah mengatakan hal tersebut dan pemerintah berkewajiban untuk menjamin
hak mereka.
4.3. Kim Hyun (Team Leader Departemen HAM Kantor Walikota Gwangju,
Korea Selatan)
Gwangju terletak di bagian Selatan Korea dengan populasi 1,5 juta orang.
Kota ini memiliki sejumlah industri besar. Dahulu terdapat diskriminasi atas
status sosial di Gwangju dan memicu konflik yang pecah pada 1980. Kala itu
masyarakat turun ke jalan menuntut demokrasi dan mereka dilibas oleh aparat
hukum. Demonstrasi berlanjut untuk menuntut penegakan HAM. Mereka
menuntut kesetaraan antar sesama manusia, sehingga memicu dibangunnya
Human Right City atau Kota HAM.
Pada fase awal yang dilakukan di Gwangju, adalah memberikan diseminasi ke
masyarakat. Ada aturan bagi setiap negara/negara bagian yang menyebut
23MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
masyarakat harus menikmati haknya berdasarkan fakta HAM yang sudah
diadopsi. Gwangju juga mendorong terjadinya partisipasi publik untuk
memastikan dipenuhinya HAM dan demokrasi. Warga berkumpul untuk
membahas hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan mereka.
Gwangju sudah menerapkan 53 dari 100 proposal yang diajukan, dengan dana
yang berjumlah satu miliar dollar. Mulai tahun 2017 Gwangju memperkenalkan
sistem partipasi, yaitu 100 warga dilibatkan dalam meyeleksi proposal dalam
suatu pertemuan. Gwangju memiliki Ombudsman khusus untuk HAM dan
menangani pelanggaran dan diskriminasi, yang terpisah dari lembaga
pemerintah. Gwangju juga melaksanakan pendidikan HAM, termasuk untuk
pegawai pemerintah. Pendidikan dilakukan sampai ke desa-desa. Hingga saat
ini Gwangju mendukung 600 desa untuk program tersebut.
Berikutnya Gwanju mengupayakan program kota inklusif, yang mencakup
pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Langkah ini dilakukan karena
keluarga tidak bisa mengurusinya. Untuk mereka Gwangju membuat program
perawatan bagi disabilitas. Di Gwangju, semua orang punya hak yang sama
terlepas dari suku, ras, bahkan orientasi seksualnya. Untuk itu, juga terdapat
program untuk mendukung kaum homoseksual.
Kerjasama internasional yang dilakukan Gwangju adalah world human right
city forum. Gwangju juga mendirikan klinik-klinik di negara miskin seperti Nepal
dan Kamboja. Gwangju juga menunjukkan dukungan terhadap negara-negara
muslim.
4.4. Paparan Marizen Santos (Kepala Divisi, Pemantauan Kewajiban
Internasional, Kantor Penasihat Kebijakan Hak Asasi Manusia, KOMNAS
HAM Filipina)
Masalah intoleransi dan kekerasan, bukan menjadi isu yang asing bagi Filipina.
Kebencian, dan tindakan-tindakan kekerasan, bisa disaksikan di TV saat ini,
saat kepala negara mengatakan kepada kepolisian untuk membunuh, terkait
kasus narkoba. Semula kekerasan disangka akan berkurang di rezim ini, dan
ternyata semakin bertambah
24 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Kenapa ini masih berlangsung? Karena masih ada kurangnya kerangka kerja
hukum baik di tataran nasional maupun daerah. Pemerintah daerah tidak
menerapkan kebijakan yang jelas untuk HAM. Tidak ada agenda HAM yang
komprehensif di pusat maupun daerah. Pemenuhan hak-hak sipil, politik, sosial
budaya menghadapi banyak sekali tantangan.
Saat ini terjadi pembunuhan, penghilangan, dan pemaksaan. Pembunuhan
terjadi di kota urbanisasi. Permasalahan mengenai intoleransi juga muncul
dan tidak diatasi. Dan ini terkait dengan proses Perdamaian yang tertunda. UU
tentang hal tersebut juga tidak disahkan gara-gara banyak kampanye tentang
narkotika.
Pelanggaran HAM telah mengucilkan seluruh masyarakat, menimbulkan
ketidaksetaraan, ekslusif sosial, dan menyebabkan konflik. Kekerasan
ekstrimisme merugikan banyak orang dan membuat mereka tidak memiliki
kesempatan untuk bekerja. Pemerintah harusnya memberikan sumberdaya
yang cukup untuk investigasi HAM di Filipina. Faktanya, Filipina hanya memiliki
sangat sedikit anggaran, dan ini adalah simbol untuk menyerang HAM.
Berbeda dengan penegakan HAM yang masih sangat minim, partisipasi untuk
kaum minoritas dan upaya meminimalisir SARA sedikit lebih baik. Penjelasan ini
untuk menjawab pertanyaan Eka – Madiun dalam konferensi. Menurut Marizen,
untuk memastikan partispasi minoritas, Filipina sudah memiliki kerangka
hukum berupa UU yang mendorong partisipasi dalam perpolitikan, yaitu UU
Masyarakat Adat. Masyarakat adat mendapat kursi di Pemda, tetapi dalam
implementasinya masih menghadapi banyak tantangan. Untuk LGBT, Filipina
juga menyediakan kursi. Tetapi lagi-lagi implementasinya masih sama-sama
menghadapi banyak tantangan. Beberapa RUU mengenai hak-hak kelompok
minoritas sudah dibuat, hanya masih bermasalah dalam penerapannya di
tingkat daerah.
Komnas Ham Filiphina membangun jembatan Civil Social Organization dengan
Pemda untuk mendorong adanya dialog, karena beberapa individu merasa
tidak didengar suaranya. Tahun lalu Komnas HAM Filipina hadir di inkuiri
25MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
nasional mengenai kesehatan reproduksi. Komnas memperoleh temuan, LGBT
dan masyarakat adat mengalami kendala dalam pemenuhan hak tersebut.
Poinnya adalah situasi HAM di lapangan dapat diselesaikan tapi membutuhkan
dukungan dari berbagai lembaga dan organisasi.
4.5. Paparan Gabriella Fredriksson (Team Leader RWI)
Raoul Wallenberg Institute atau RWI melatih staf, yaitu lawyer, hakim, advokat,
atau pegawai pemerintah di negara lain dan Swedia. Dalam rekrutmen RWI
tidak mempermasalahkan dari daerah mana, suku, agama, dll. Tetapi, RWI
melakukan interview yang sangat mendalam untuk isu HAM untuk memastikan
lembaga ini tidak disusupi oleh individu intoleran.
RWI juga mengembangkan kerjasama dan riset, serta menjalin kerjasama
dengan lembaga legislasi Swedia. Swedia telah meratifikasi semua traktat PBB
untuk HAM, dan membuat UU untuk HAM.
Apa yang dilakukan oleh kota-kota di Swedia? Kota-kota menangani secara
serius perencanaan kota, pemilihan umum, sekolah, dan sistem pelayanan
sosial yang menempati peringkat teratas untuk kepentingan publik. Dalam
hal ini, Swedia dikritik PBB yang menyebut tidak semua masyarakat dapat
mengakses layanan di atas. Kritik PBB ini merujuk pada pemerintah daerah
yang tidak menyadari perannya untuk memenuhi HAM. Pada akhirnya mereka
menyadari kewajiban-kewajiban mereka.
Walaupun Swedia tidak punya Human Right Cities, sesungguhnya ini hanya
masalah bahasa. Karena yang terpenting adalah pemenuhan hak-hak yang
dilakukan di kota-kota. Untuk itu, Swedia berusaha memperbaiki keadaan,
pemerintah mengadakan perjanjian dengan Pemda di seluruh negara. Selama
tiga tahun melatih PNS dan mendorong dimasukkan isu HAM ke pemerintah
daerah. Mereka memutuskan untuk membangun platform di tingkat lokal. Dua
tahun lagi perjanjian tersebut akan mencapai tahap implementasi.
Swedia meriset untuk mengetahui komponen yang berhasil atau tidak di
26 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
dalam platform. Platform ini adalah alat untuk politisi dan PNS, yang didukung
oleh contoh-contoh baik. Swedia harus mengkonkritkan kegiatan ini tidak
hanya sebagai kegiatan adhoc, tetapi menjadi pekerjaan sehari-hari. Prinsip
pertama, tidak ada orang yang menerima perlakukan yang lebih buruk dari
yang lain. Prinsip kedua terkait partisipasi dan inklusi, dan yang terakhir adalah
transparansi serta akuntabilitas.
Semua keputusan harus dibuat secara publik. Masyarakat bisa berpartisipasi
hingga menyetujuinya. Kota HAM tidak melakukan program untuk jangka
pendek selama empat tahun atau satu periode seorang walikota memimpin,
tetapi untuk jangka panjang.
Ruang publik harus tersedia bagi semua orang, mereka harus bebas dari segala
jenis diskriminasi. Misalnya untuk transporatasi bus. Mereka harus memastikan
perencanaan dan penentuan prasarana tersebut telah melibatkan warga
kota. Contoh lainnya saat mereka berencana untuk memperbarui kota. Dalam
proses itu harus memastikan adanya peran anak muda, dan pembaruan kota
harus mampu mengatasi faktor-faktor lingkungan seperti kebisingan.
Kebebasan berpendapat, berserikat, bermusyawarah harus dipenuhi.
Pembuatan keputusan juga harus diaudit. Salah satu yang penting, kota/
kabupaten harus mengintegrasi HAM dalam penganggaran mereka.
Partisipasi oleh kelompok minoritas dalam pemilu, merupakan tantangan.
RWI mengirim informasi dalam banyak bahasa, karena ada enam mayoritas
kebangsaan di Swedia. Selain itu, ada bahasa-bahasa baru bagi kelompok
yang baru datang. Materi yang akan diusung parpol dan semua bahan publik
harus diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa tersebut. Untuk LGBT, bukan
merupakan isu yang bermasalah di Swedia. Swedia punya LSM yang sangat
kuat dan didukung oleh pimpinan partai. Prinsipnya semua orang punya hak
yang sama terlepas dari apapun pilihannya termasuk orientasi seksual.
Kebencian dan rasisime juga mulai muncul juga di Swedia, banyak sekali
perdebatan mengenai masalah tersebut. Baru-baru ini Swedia menerima
27MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
imigran dan ada partai yang menentang kehadiran mereka. Yang penting,
radikalisme tidak tumbuh subur. Di sisi lain, Swedia masih memiliki kesenjangan
pengupahan antara laki-laki dan perempuan.
4.6. Mugiyanto (Senior Program Officer HAM & Demokrasi INFID)
Konferensi HAM INFID adalah untuk forum berbagi yang memberikan
kesempatan pada aktor Human Right Cities HCR. Dalam beberapa tahun
terakhir INFID mempromosikan kabupaten/kota ramah HAM/HCR. Tahun
pertama INFID belajar dari konsep-konsep di negara lain, untuk mengkaji
kota-kota bisa berperan lebih besar dalam pengembangan HAM. INFID
juga mengeksplorasi kondisi di Filipina, dan Barcelona. Selanjutnya, INFID
mengeksplorasi soal asesmen atau riset mengenai bisa tidaknya kabupaten/
kota ramah HAM diimplementasikan di Indonesia.
Jawabanya, bisa. Pertama Indonesia sudah memiliki UU Pemda yang
memberikan wewenang besar pada Pemda. Kedua, bila Swedia, Filipina, sudah
meratifikasi konvensi HAM internasional, Indonesia pun sama, kecuali yang
terkait dengan penghilangan paksa. Dan kini Indonesia sudah punya banyak
champions yaitu para kepala daerah yang maju, dengan open minded. Mereka
memiliki Perda/pergub/perwali tentang kota ramah HAM.
Ketiga, ada 512 lebih kabupaten/kota, yang akan luar biasa kalau bisa kompak
membangun kota HCR. Beberapa lembaga bisa diajak bekerja sama, seperti
KSP, Komnas HAM, dan Kemenkumham. Konsep kabupaten/kota dilakukan
berdasarkan Permenkumham dilengkapi INFID dengan lebih mendorong dan
memfasilitasi daerah yang berperspektif HAM.
Konsep HCR yang dibangun INFID melibatkan partisipasi minoritas seperti
LGBT dan anak jalanan. Apa yang dilakukan Paris dan Madrid dalam
mengembangkan platform yang luas bagi masyarakat untuk mengusulkan
program, juga sudah dilakukan di beberapa kabupaten seperti Bojonegoro
dan Wonosobo.
HCR bukan menyesuaikan universalitas HAM. HCR menggunakan norma-
28 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
norma setempat. Pemda memilih mana yang urgent dan bisa dilakukan di
daerahnya. HCR tidak sama di semua daerah. Di Indonesia ada isu sensitif
seperti soal LGBT dan komunis. Di Sulawesi, ada perwali yang bisa memenuhi
hak-hak pemulihan. Di Wonosobo, ada HAKI yang menyentuh komunitas-
komunitas minoritas. HCR bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan unsur
kelokalan.
Tema konferensi INFID tahun ini mungkin sangat provokatif. Tahun lalu, INFID
sudah membaca isu ini, dan menyimpulkan masalah ini perlu dijawab. Sebab,
demokrasi bisa terancam jika kita tidak mempertahankan keberagaman.
29MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
5. DISKUSI PARALEL 1Populisme & Demokrasi
Moderator: Savic Ali (NU Online )
5.1. Rangkuman
Populisme adalah taktik politik untuk pertarungan elektoral dan diledakkan
dengan berbagai cara di dunia. Rm. Herry Priyono STF Driyarkara
mencontohkan di Indonesia, populisme diledakkan dengan menggunakan
agama dan sentimen identitas. Misalnya tahun lalu dengan ayat Al Quran dan
sekarang menggunakan istilah pribumi. Yang penting bukan apakah sesuatu
baik atau buruk, benar atau salah, tetapi mana yang paling siap diledakkan
secara emosional.
Dalam hal ini kaum toleran cenderung kalah jauh untuk menggapai populisme.
Herry Priyono menyebut ada tiga lapis terkait proses membentuk populisme,
pertama ada lapis simbolik kultural, kedua lapis politik organisatoris, ketiga lapis
fisik koersif. Kaum toleran hanya bergerak di lapis kultural, sedangkan kaum
intoleran bermain di tiga lapis sekeligus. Jika lapis pertama gagal kelompok
30 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
intoleran akan berjalan ke lapis berikutnya.
Sementara Luky Djani (Peneliti di Lembaga Riset Institute for Strategic
Initiative) mengatakan menggunakan sentimen identitas adalah cara paling
mengena bagi berlangsungnya populisme, bahkan menjadi faktor penting
untuk menopangnya. Terutama identitas agama. Agama punya daya tarik
tinggi karena ada rujukan transenden, karena tidak terbatas, karena sanggup
mengabsolutkan sesuatu. Daya absolut agama jauh lebih besar dari pada
etnisitas dan ras.
Menurunkan ketimpangan adalah salah satu yang bisa dilakukan untuk
menekan populisme. Dalam hal ini ada dua hal yang bisa dilihat 1) pendapatan
dan 2) penguasaan aset. Tahun depan misalnya akan ada bantuan sosial,
700 ribu/kepala keluarga. Bisa jadi ini menjadi upaya baik, hanya saja sifatnya
hands out, yaitu hanya memberi materi tanpa disertai upaya membangun
solidaritas. Mereka tidak paham mengapa Negara harus memberi bantuan
tersebut. Berbeda dengan Skandinavia, di mana welfare system diwujudkan
berdasarkan solidaritas. Dan cara ini manjur untuk meredam populisme kanan.
Jaleswari Pramodawardhani (Deputi V Kantor Staf Presiden) melihat secara
parsial, ada isu radikalisme/populisme kanan. Tercermin antara lain pada
aksi 411 dan 212 di mana agama cukup efektif dimainkan. Menurut Jaleswari
Indeks demokrasi Indonesia tahun 2016, turun 2,73 poin. Ini berlaku di Jakarta.
Demokrasi yang kebablasan dipakai kelompok intoleran. Hasilnya ujaran
kebencian terjadi di ruang publik, karena mereka berkilah sebagai kebebasan
berpendapat. Saat ini ada 171 titik pilkada dan isu tersebut akan terus dibungkus.
Kata Jaleswari, beban pemerintah hari ini lebih sulit dan berbeda dengan isu
tiga tahun lalu.
Isu populisme turut memantik kerja jurnalis. Dunia jurnalisme Indonesia
diwarnai mediakrasi yang muncul sejak 2004. Artinya media tidak menjadi
penjaga demokrasi, dan ia berada di tengah kekuasaan. Ini menjadi runyam
karena media dipegang partai politik dan yang melawan kebijakan redaksional
disuruh keluar. Mediakrasi muncul juga karena demokrasi yang tidak sempurna.
31MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
5.2. Paparan Rm. Herry Priyono (STF Driyarkara)
Populis yang dimaksud sekarang adalah suatu praktik politik yang isinya
membelah antara elit dan massa, memobilisasi untuk politik electoral. Di Cina
ada gerakan populis yang dipacu dengan menggunakan agama. Di India
digerakan dengan menggunakan agama Hindu. Ini juga terjadi Myanmar
dengan agama Budha dan isu Ronghiya. Di Eropa Selatan dan Amerika Utara
diledakan dengan supremasi ras kulit putih. Di Indonesia lain lagi, digerakan
dengan mennggunakan agama Islam. Yang penting bukan apakah sesuatu
baik atau buruk, benar atau salah, tetapi mana yang paling siap diledakkan
secara emosional.
Populisme adalah taktik politik untuk pertarungan elektoral dengan cara
memilih ranah kultural yang mana paling siap diledakkan. Dulu ayat Al Quran
sekarang menggunakan istilah pribumi. Memainkan mana yang mujarab untuk
memobilisasi massa, itu yang akan dipilih.
Mengapa kaum toleran kalah jauh dalam hal ini? Perkara ini meliputi tiga
lapis, pertama ada lapis simbolik kultural, kedua lapis politik organisatoris,
ketiga lapis fisik koersif. Para pejuang toleransi dan moderat bermain pada
level kultural simbolik. Kaum intoleran ketika mereka kalah di lapis satu, maka
berlanjut ke lapis dua. Jika macet lagi mereka siap ke level tukang pukul. Di sini
ada campuran symbol, pengorganisasian dan fisik. Kaum toleran berperan di
lapis satu dan kaum intoleran berperan di tiga lapis sekaligus. Yang diincar
populisme sebagai taktik elektoral adalah ranah kultural tertentu, mana yang
paling siap diledakkan. Sementara, sifat massa tidak sesuai dengan kesetaraan
dan demokrasi.
Sebrutal apapun politik, tetap ada yang disebut sebagai ambang batas. Secara
teknis disebut political decorum, yaitu tidak boleh melewati batas, seperti
membunuh fisik dan menghancurkan khidupan bersama. Sekarang faktanya
sudah melewati batas.
5.3. Luky Djani (Peneliti di Lembaga Riset Institute for Strategic Initiative)
Dalam politik, apa pun statusnya hanya punya satu suara. One man, one vote.
Jika dulu presiden dipilih berdasarkan mayoritas MPR, sekarang harus meraih
32 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
suara dari pemilih. Untuk meraih suara pemilih, menggunakan sentimen
identitas adalah paling mengena. Dan inilah yang merupakan prasyarat
berlangsungnya populisme. Di Indonesia, identitas menjadi penting untuk
menopang populisme.
Dengan demikian model demokrasi menjadikan populisme tumbuh subur,
karena orang bisa memilih langsung. Peternak politik memanfaatkan ini.
Sementara itu ada kelompok tersisihkan dari deindustrialisasi karena tingkat
pendidikan yang cuma lulusan SMA atau D1, dan D2. Dulu, mereka bisa kerja
penuh waktu dan terjamin, tapi sekarang tidak bisa lagi. Level pendidikan mereka
yang rendah, menyebabkan tidak bisa bersaing. Mereka susah mendapat akses
lapangan pekerjaan, karena didominasi industry ekstratif. Pada akhirnya mereka
merasakan tekanan ekonomi. Ketimpangan muncul di sini.
Untuk menurunkan ketimpangan, ada dua hal yang dilihat 1) pendapatan dan
2) penguasaan asset. Tahun depan misalnya, ada bantuan social, bantuan
rumah tangga 700 rb/kepala keluarga. Tunjangan pangan, susu telor, dan
daging. Bantuan ini baik, tapi sifatnya hands out, hanya memberi materi
tanpa membagun solidaritas. Mereka tidak paham mengapa Negara harus
memberi bantuan. Berbeda dengan kondisi di Skandinavia, di mana welfare
system diwujudkan berdasarkan solidaritas untuk meredam populisme kanan.
Sedangkan di Vietnam dan Laos, ketimpangan cukup tinggi di Partai Komunis.
Di Indonesia di mana populisme tumbuh karena orang punya hak suara, ada
kecenderungan orang galau berkumpul dan dikapitalisasi. Untuk itu, perlu
dibentuk social solidarity dari kelas sosial, golongan, kelompok. Dalam artian
berbagi kecemasan dan kesejahteraan. Dengan cara itu, mudah-mudahan
populisme surut.
Seluruh tendensi fundamentalis terjadi karena ada kecemasan yang campur
aduk, terutama pada agama. Ya, dasarnya agama, bukan etnisitas atau ras.
Agama punya daya tarik tinggi karena ada rujukan transenden, karena tidak
terbatas, karena sanggup mengabsolutkan sesuatu. Daya absolut agama jauh
lebih besar dari pada etnisitas dan ras. Betul, bahwa sesuatu terjadi karena
33MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
banyak faktor, tidak hanya politik, ekonomi, kultural, dan agama. Tapi setelah
mengecek, unsur ekonomi meskipun ada, tapi tidak terkena secara lagsung.
Menjawab pertanyaan Kris, Komnas Perempuan tentang batasan Political
de forum, Lucky mengatakan dalam political de forum, yang penting jangan
membunuh, jangan meggunakan kekerasan, dan jangan mencuri. Jika batas itu
dilanggar maka hancurlah political de forum. Ini masuk dalam kultur, emosional,
praktikal, habit, yang dibangun dengan pendidikan. Orang Skandinavia, sejak
playground ditanamkan prinsip equality. Sementara di Jepang daya tahannya
tinggi, mereka dilatih daya tahan emosi. Butuh infrastruktur kultural yang
ditanam dari kecil lewat pendidikan.
5.4. Maria Hartiningsih (Jurnalis KOMPAS)
Hal yang sangat krusial ke depan adalah peran media dalam populisme dan
demokrasi. Media tampil sebagai pilar ke empat untuk demokrasi, tapi dari
tahun 2004 muncul mediakrasi. Artinya media tidak lagi menjadi penjaga
demokrasi, dan ia berada di tengah kekuasaan. Menjadi runyam karena media
dipegang partai politik.
Tahun lalu ada jurnalis yang berani melawan kebijakan redaksional, tapi
disuruh keluar. Sulit bagi jurnalis yang bersangkutan tetap berusaha di situ,
karena akan ada dilema di hati nuraninya. Mediakrasi muncul karena transisi
demokrasi membuat komunikasi politik tidak berjalan lancar. Mediakrasi
muncul juga karena demokrasi yang tidak sempurna. Plus ada isu populisme
yang ikut memantik kerja jurnalis.
Di media berlaku sistem konvergensi di mana pekerja media mengerjakan
materi koran cetak, online, dan televisi. Bagaimana mereka mau perform
dengan baik jika harus bekerja untuk banyak hal sekaligus? Ada banyak hal dari
media cetak bisa digantikan. Adapun online ditunjukan gambar, tapi analisisnya
dangkal, pemikirannya dangkal. Sekarang juga ada Eco chamber, di mana
orang bisa menulis macam-macam tanpa narasumber. Yang membaca bila
setuju di-forward, tanpa dicek lagi kebenarannya. Populisme menjadi tumbuh
subur.
34 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Faktor lain menjadi masalah dalam media adalah kapitalime. Menjawab
pertanyaan diksusi dari Haki, Wonosobo, soal ILC, Maria mengatakan ILC
adalah pertunjukan sekaligus teater politik, mereka tidak memberi solusi,
tetapi makin keras, makin ramai. Ini terkait kapitalisme.
Sementara itu, saat ini berlangsung rezim infrastruktur. Dan apakah rezim
infrastukrutur memberikan kemakmuran untuk rakyat? Di Lombok ada proyek
infrastruktur yang sudah dibangun. Ini menjadi makanan kaum populis.
Kelompok pengusaha seperti Cina, Kristen, digeneralisai dan menjadi makanan
untuk isu populisme. Selain itu, ada yang berbahaya soal media sosial, di mana
politisi Kristen tidak akan mendapat tempat. Isu ini yang sedang digemakan.
Media berperan sangat besar di sini. Apalagi ke depan akan menjadi tahun
yang panas, sampai tahun 2019.
5.5. Jaleswari Pramodawardhani (Deputi V Kantor Staf Presiden)
Populisme sebagai pendekatan politik untuk orang banyak. Jika Populisme
diletakkan sebagai sebuah terobosan kondisi sosial, akan menjadi outcomes
politik yang cukup bagus. Namun, jika populisme sebagai perbaikan kondisi
sosial memiliki makna politik identitas akan ada efek negatifnya. Contohnya
sikap anti imiggran Meksiko oleh Donald Trump, tapi di satu sisi ingin
menyatukan Amerika Serikat.
Pemerintah melihat ada isu radikalisme/populisme kanan, yang turut membuat
beban pemerintah hari ini lebih sulit dan berbeda dengan isu tiga tahun
lalu. Kita butuh untuk meredefinisi, reorientasi dalam menghadapi masalah.
Contohnya isu radikalisme, keagamaan, dan penistaan agama yang dijawab
dengan kebhinekaan.
Pada aksi 411 dan 212 ada semacam gerakan sosial yang menggambarkan
betapa isu agama cukup efektif untuk dimainkan. Faktanya Indeks demokrasi
Indonesia tahun 2016, turun 2,73 poin. Ini berlaku di Jakarta. Demokrasi yang
kebablasan hari ini dipakai kelompok intoleran. Hasilnya ujaran kebencian
terjadi di ruang publik karena mereka berkilah sebagai kebebasan berpendapat.
35MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Saat ini ada 171 titik pilkada dan isu tersebut akan terus dibungkus. Dalam isu
pergantian panglima juga dibungkus dengan isu PKI, karena campuran politik
identitas yang dimainkan.
Bagaimana pun mengkritik pemerintah itu penting. Tapi harus disalurkan ke
koridor yang tepat. Oleh karena itu kawan penggiat HAM harus membangun
lagi strategi ke depan.
6. DISKUSI PARAREL 2 Implementasi Prinsip Bisnis dan HAM di Tingkat Pusat & Daerah
Moderator: Haris Azhar (Kontras)
6.1. Rangkuman
Sesungguhnya panduan bisnis dan Hak Azasi Manusia HAM itu bukan hal
yang baru. Tetapi menjadi penting belakangan ini karena ruangnya makin luas.
Muhammad Reza dari Kruha mengatakan yang semula ranah publik/negara
dan sekarang makin banyak diisi swasta. Yang tadinya bukan komoditas
sekarang menjadi komoditas. Misalnya privatisasi air Jakarta. Dalam hal ini
yang digugat bukan swasta, melainkan negara.
PBB telah mengeluarkan resolusi soal business and human rights, bidang
kehutanan, perkebunan, dan pertambangan. Isu utama yang diangkat menurut
Prabianto Mukti Wibowo, Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan, adalah konflik
masyarakat yang bersinggungan dengan lahan. Di Indonesia terbit Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007. Salah satunya menyebut
bahwa di setiap kegiatan investasi di kehutanan harus mendapatkan izin dari
masyarakat yang kemungkinan terdampak.
Yang dilakukan pemerintah saat ini kata Prabianto adalah mendorong pelaku
usaha untuk menghormati prinsip HAM. Ada beberapa UU yang berkaitan
36 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
dengan HAM yang dijadikan pijakan, yaitu UU tentang Perlindungan Anak, UU
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU Ketenagakerjaan, dll.
President of Indonesia Global Compact Network Junardi mengatakan
tahun 2000 muncul organisasi United National Global Impact, yang
anggotanya korporasi, akademisi, dan NGO. Organisasi ini berperan untuk
mengimpelementasikan UN Global Compact 10 Principles. Ada 14.000
organisasi dari 170 negara yang terlibat. Di Indonesia, bernama Indonesia
Global Compact Network.
Junardi menambahkan tanggung jawab dari kelompok bisnis adalah untuk
menghormati dan melaksanakan HAM, serta memulihkan bilamana terjadi
kerusakan. Sosialisasi soal ini perlu dilakukan di mana-mana.
Prabianto mengatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menjadi
contoh baik dalam membuat regulasi berbasis penegakan HAM dalam
bisnis. Peraturan Menteri KKP 2/2017 yang diterbitkan mensyaratkan adanya
mekanisme HAM untuk industri perikanan. Aturan tersebut memuat prinsip-
37MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
prinsip HAM yang harus diikuti dan dihormati pelaku industri. Misalnya hak
pekerja, penggajiannya, jenis pekerjaan, batas waktu, fasilitas kerja, dan lain-
lain.
Kementerian juga menerbitkan sertifikasi, dan semua industri harus mengikuti
prinsip-prinsip HAM. Ini adalah upaya pemerintah mendorong HAM pada
sektor bisnis melalui regulasi.
6.2. Prabianto Mukti Wibowo (Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan)
PBB telah mengeluarkan resolusi soal business and human rights, bidang
kehutanan, perkebunan, dan pertambangan. Isu utamanya adalah konflik
masyarakat yang bersinggungan dengan lahan. Ada juga isu pekerja anak di
kebun sawit. Agustus ada resolusi parlemen UNI EROPA yang menuduh kebun
sawit Indonesia melanggar HAM, khususnya karena mempekerjakan anak, dan
dampaknya pada anak yang ada di sekitar kebun sawit. Isu pertambangan
juga banyak kaitannya dengan limbah beracun. Merkuri misalnya, yang
mempengaruhi kualitas air di lingkungan sekitar.
Yang dilakukan pemerintah adalah mendorong pelaku usaha untuk
menghormati prinsip HAM. Ada beberapa UU yang berkaitan dengan HAM
yang menjadi pijakan yaitu UU tentang Perlindungan Anak, UU tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU Ketenagakerjaan, dll.
Peraturan Menteri KKP 2/2017 adalah aturan turunan prinsip berbisnis yang
menegakkan HAM. Di dalamnya memuat persyaratan dan mekanisme HAM
untuk industri perikanan. Aturan menyebut prinsip-prinsip HAM yang harus
diikuti dan dihormati pelaku industri. Misalnya hak pekerja, penggajiannya,
kerjanya, batas waktu, fasilitas kerja, dan lain-lain. Kementerian juga menerbitkan
sertifikasi, dan semua industri harus mengikuti prinsip-prinsip HAM. Ini adalah
upaya pemerintah mendorong HAM pada sektor bisnis melalui regulasi.
Sektor Kehutanan juga mensyaratkan prinsip-prinsip pengelolaan sumber
daya berbasis HAM baik legalitasnya, akuntabilitas, dan pengormatan pada
hak masyarakat yang ada di konsesi hutan. Terkait hal ini telah terbit Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007. Salah satunya menyebut
38 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
bahwa di setiap kegiatan investasi di kehutanan harus mendapatkan izin dari
masyarakat yang kemungkinan terdampak.
Perindustrian juga mengeluarkan surat tentang komite teknis penyelenggaraan
HAM di sektor industri. Kemenko Perekonomian, menyatakan dalam tiga tahun
ini ekonomi makro cukup baik dan tumbuh rata-rata 5 persen. Implikasinya,
kebutuhan lahan yang semakin besar, dan menimbulkan ketimpangan pada
rasio kepemilikan lahan. Satu kelompok usaha sawit bisa menguasai 1 juta
hektar. Sementara untuk rakyat, memperoleh lahan garapan 1 hektar saja sulit.
Ketimpangan ini akan berakibat ketimpangan sosial ekonomi masyarakat.
Untuk mengatasinya, pemerintah mengagendakan pemerataan ekonomi.
Antara lain dengan meluncurkan program reforma agraria dengan target 9
juta hektar, redistribusi aset lahan pada masyarakat, dan pemberian akses
pemanfaatan lahan untuk kegiatan ekonomi produktif seluas 12,7 juta hektar
Dalam konteks implementasi business and human rights ini pemerintah
mengajak stakeholder untuk menyusun pedoman guiding principal.
Pemerintah bersama ELSHAM sudah menyusun rencana aksi HAM, dan
hasilnya akan menjadi referensi.
Menjawab pertanyaan Nila, Malang tentang bagaimana pemerintah akan
mengontrol pelaku bisnis agar tidak menghindari ongkos industri dengan
melanggar HAM, kata Prabiato pemerintah membuka diri untuk komunikasi
dan partenership dengan stakeholder lainnya. Pemerintah sekarang
menurutnya sudah demokratis dan terus memperkuat peran civil society
dalam perencanaan. Sedangkan mengenai disabilitas, penangannya berada
di Kemensos. Namun, bukan berarti dalam menyusun kebijkan ekonomi tidak
melihat kebutuhan disabiltas. Misalnya dalam pembangunan prasarana akan
memperhatikan kepentingan disabilitas. Meskipun pelan, Indonesia tetap
menuju ke arah sana.
6.3. Junardi (President of Indonesia Global Compact Network)
Bisnis dan HAM adalah soal bagaimana mengimplementasikan UN Guiding
principal. Bisnis dan HAM ini bukan hanya urusan pemerintah dan LSM, tapi
39MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
juga menjadi urusan orang bisnis, yaitu bagaimana pengusaha menjalankan
bisnis dengan menghormati HAM.
Di world economi forum tahun 1999, Kofi Annan menyampaikan, “Bagaimana
kalau kita sama-sama melakukan kegiatan yang berkelanjutan dan prinsip-
prinsip universal dan melakukan global impact?” Lalu pada tahun 2000 muncul
organisasi United National Global Impact, beranggotakan korporasi, akademisi,
NGO untuk mengimpelementasikan UN Global Compact 10 Principles. Ada
14.000 organisasi dari 170 negara yang terlibat.
Organisasi ini merupakan lembaga PBB yang beda dengan yang lain, karena
memiliki anggota. Anggota di Indonesia bernama Global Compact Network,
dan Junardi sebagai presidennya.
Ada empat kategori terkait bisnis dan HAM, yaitu HAM, pekerja, lingkungan,
dan antikorupsi. Anggota United National Global Impact harus melakukan ini.
Dan dengan adanya SDG’s, pebisnis perlu bersama-sama membuat program
di negara masing-masing untuk mencapai 17 goals dalam SDG’s. Orang bisnis
menggunakan SDG’s dengan prinsip 5: People, Planet, Prosperity, Partnership,
Peace. Sebagai contoh menghormati hak atas air. Saat ini sebanyak 40
persen orang tidak mendapatkan akses air yang bersih. Dalam bisnis harus
ada pertumbuhan ekonomi dan keuntungan, tapi balance, pemerataan, social
justice juga harus dikedepankan.
Guiding Pinciples on Business and Human Rights (UNGP) memiliki tiga pilar,
yaitu tanggung jawab dari negara untuk melindungi dari semua pelanggaran
HAM dalam bentuk apapun, tanggung jawab dari bisnis untuk menghormati
dan melaksanakan HAM, dan pemulihan bilamana terjadi kerusakan. Sosialisasi
soal ini perlu dilakukan di mana-mana. Yang perlu diperhatikan dalam hal
ini adalah anak, perempuan, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan
lain-lain. Bisnis harus melihat ini sebagai benefit, bukan sebagai beban dan
kewajiban. Saat ini ada tiga kegiatan internal untuk mempromosikan UNGP’s,
juga kegiatan water program, dan kegiatan eksternal lainnya.
40 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Yang justru jadi masalah adalah karena banyak pelarangan penggunaan
produk karena dianggap melanggar HAM. Padahal tak semuanya karena itu,
tapi juga karena adanya perang dagang. Indonesia Global Compact Network
juga mempunyai MoU dengan Kemenkumham yang akan disosialisasikan ke
lima kota. Indonesia Global Compact Network juga akan membuat semacam
call center untuk bisa ruang konsultasi.
6.4. Muhammad Reza (Kruha)
Bicara tentang bisnis dan HAM, negara sebagai pemegang amanah, mau tidak
mau negara harus bertanggung jawab. Itulah pilar pertama pada Rugi’s Princip,
negara untuk melindungi warga dari pihak ketiga. Panduan bisnis dan HAM
pada dasarnya bukan hal yang baru. HAM dan bisnis menjadi penting, karena
ruangnya yang makin luas, yang semula ranah publik/negara, sekarang makin
banyak diisi swasta. Yang tadinya bukan komoditas sekarang jadi komoditas.
Misalnya di privatisasi air jakarta. Dalam hal ini yang digugat bukan swasta tapi
negara karena membiarkan pelanggaran terjadi.
Konstitusi kita sudah mencangkup nilai-nilai itu. Misalnya judicial review
UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) di Mahkamah
Konstitusi, sebelum DUHAM. Di dalam sumber daya air, melekat dua hak
dasar konstitusional dan hak asasi manusia. Menjadi pertanyaan apakah air
barang ekonomi atau barang sosial? Konteks ekonomi dia adalah barang
publik, pemerintah menguasai air bukan untuk pemerintah sendiri tapi untuk
kepentingan rakyat.
Mei lalu Parlemen EROPA membuat laporan land grabing dan water grabing,
dan praktik seperti itu masih terjadi. Prinsipnya, peran utama negara menjadi
vital.
Sayangnya, atas nama investasi, siapapun yang memimpin hari ini harus
mati-matian mendatangkan investasi. Akibatnya yang terjadi ada praktik
pembangunan seperti di Kulon Progro, yang sama dengan kasus Waduk
Kedung Ombo di masa lalu. Prosesnya tidak didahului konsultasi dengan
masyarakat yang memegang hak milik.
Panduan sukarela bisnis dan HAM itu adalah masa depan bisnis kita, dan peran
41MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
negara harus ada di tengah masyarakat. Bagaimana barang publik seperti air
itu tidak dikomodifikasi. Dengan begitu negara harus mempertimbangkan
praktik-praktik baik untuk dijadikan alternatif.
Majunya modal dan lemahnya otoritas publik, akan berdampak, seperti kasus
pada Lapindo, ketika negara memfasilitasi bisnis dan ikut berbisnis. Saat
ada bencana, yang terjadi adalah kebingungan, siapa yang menanggung.
Ekonomi memegang kendali dan masuk ke ranah azasi. Jika tidak diatur, akan
menampung bisnis bandit yang buruk di Indonesia. Tanggung jawab HAM
itu ada di negara bukan hanya pemerintah semata. Urusan azasi tidak bisa
dikompromikan dengan sifat yang prosedural.
7. DISKUSI PARAREL 3Pemerintah Daerah dan Pemenuhan Hak Kelompok Minoritas Keagamaan
Moderator : Nia Sjarifudin, ANBTI
7.1. Rangkuman
Ada sedikit kemajuan peran negara terhadap agama minoritas melalui
keputusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan pencantuman aliran
kepercayaan di E-KTP. Tetapi itu hanya langkah awal. Sebab, terkait penganut
aliran penghayat dan aliran kepercayaan, menurut anggota Ombusdman
Ahmad Suaedy, dibutuhkan tiga langkah, yaitu, pengakuan, penerimaan, dan
pelayanaan. Pembolehan penyebutan di E-KTP hanya menyentuh sebagian
tahap pengakuan. Dewi Kanti, Penghayat Sunda Wiwitan mengatakan masih
banyak pekerjaan rumah karena untuk pengakuan di dokumen kependudukan
lainnya seperti di akta kelahiran dan akta nikah juga belum bisa dilakukan.
Terobosan harus terus dilakukan agar penganut aliran penghayat dan
kepercayaan mendapat penerimaan dan pelayanan. Dalam hal ini, pemerintah
kabupaten kota bisa ambil bagian. Di kabupaten kota HAM dan dijuluki
42 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
toleran misalnya, mereka mengakui eksistensi kelompok aliran kepercayaan
dan penghayat, jumlah penganutnya didata dan masuk dalam statistik
kependudukan. Namun dalam data rumah ibadah, tempat ibadah untuk
kelompok penghayat dan aliran kepercayaan tidak tersedia. Artinya pelayanan
tidak diberikan.
Perlu ada peningkatan kapasitas dan pemahaman aparatur daerah mengenai
prinsip HAM dan kesetaraan terhadap penganut kepercayaan. Sebab
pemahaman aparat masih rendah terutama terhadap eksistensi agama lokal.
Paling banter penganut kepercayaan dipahami sebagai penganut animisme
dan dinamisme sebagaimana ditulis dalam narasi-narasi pelajaran sekolah,
pada masa orde baru dan sekarang menghilang karena dianggap musrik oleh
sebagian masyarakat yang mengaku mayoritas. Penguatan pemahaman ini
bisa dilakukan oleh akademisi dan NGO.
Upaya-upaya baik untuk menghormati penganut agama dilakukan oleh
sejumlah daerah. Antara lain, Pemantang Siantar. Kabupaten ini dianggap
sebagai miniatur Sumatera utara, mendapatkan predikat kota paling toleran
43MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
sejak 2016. Pada 2017 tetap menyandang predikat serupa, bersama beberapa
kotal lain.
Sedangkan Gunung Kidul adalah kabupaten yang penuh dengan kelompok
minoritas baik secara agama, politik, adat, budaya, ekonomi, dan penyandang
disabilitas. Di Gunung Kidul hampir tidak ada masalah kecuali pada persoalan
agama yang kemudian berhasil diatasi. Bahkan dalam soal Penyandang
Disabilitas pun ada Perda-nya. Gunung Kidul menjunjung prinsip Guyup Rukun.
Masalah yang harus diperhatikan terkait intoleransi di daerah adalah soal
migrasi. Perbedaan dan perubahan yang timbul akibat migrasi harus berjalanan
secara harmoni dan tidak menimbulkan masalah baru. Selain itu, ada dua
rekomendasi terkait agama dan Pemda. Pertama Pemda punya modalitas
hukum maupun kelembagaan, kedua Pemda perlu memfungsikan pranata
sosial maupun kultural untuk menyelesaikan masalah agama di daerahnya.
7.2. Hefriansyah (Walikota Pematangsiantar)
Pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan UU No 39 Tahun 1999 Pasal 8, menyebut tugas-
tugas Pemda terkait HAM, yaitu untuk menghormati hak masyarakat. Tugas
pemerintah juga melindungi, memenuhi HAM. Pemerintah Pematang Siantar
berupaya menjalankan aturan-aturan tersebut.
Pematangsiantar adalah miniatur Sumatera Utara. Suku utamanya Simalungun,
filsafat hidupnya bergandengan tangan, bergotong royong, yang benar adalah
hakiki. Penduduk aslinya penduduk Toba. Sebanyak 55 persen penganut
Kristen, 10 persen penganut Islam, sisanya yang lain. Di tiap suku ada acara
keagamaan, dan pemerintah berupaya untuk hadir. Di Pematang Siantar
hanya ada lima keluarga penganut Hindu, wakil bupati datang saat peresmian
tempat ibadah. Untuk melakukan itu memang perlu kemauan, perlu tenaga
untuk merawatnya.
Pematang Siantar adalah wujud indahnya keberagaman. Sejak mulai berdiri
hingga sekarang kita dapat predikat kota paling toleran se-Indonesia. Akhir-
akhir ini Manado mendapat rating sama. Kerukunan ini sudah ada sejak dulu.
44 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Sejak awal, Raja Simalungun menerima siapapun suku yang datang. Soal suku,
golongan, ras, sesungguhnya tidak perlu diperbincangkan. Sebab, gotong
royong, seiring sejalan, meringankan langkah, mengulurkan tangan sudah
diajarkan nenek moyang jaman dahulu.
7.3. Immawan Wahyudi (Wakil Bupati Gunungkidul)
Minoritas di Gunung Kidul ada di banyak sektor, agama, politik, adat, budaya,
ekonomi, dan penyandang disabilitas. Soal Penyandang Disabilitas pun
Gunung Kidul punya Perda-nya. Pemerintah Gunung Kidul melakukan hal itu
mendasarkan pada tujuan warga negara di UUD 1945. Perlindungan kaum
minoritas disadari Pemerintah Gunung Kidul sebagai hak konstitusional warga
negara dan kewajiban konstitusional bagi pemerintah.
Potensi sosio kultural masyarakat Gunung Kidul adalah etos kerja tinggi.
Masyarakat Gunung Kidul sudah didera kemiskinan yang luar biasa, dan
sekarang semakin sejahtera karena pariwisata. Di Gunung Kidul sikap
multukulturalisme sudah dipraktikkan tanpa pembahasan. Dalam satu keluarga
tidak jarang ada penganut beberapa agama. Di kabupaten ini masyarakatnya
membangun semangat adalah GUYUB RUKUN.
Meski demikian ada sebagian yang menerjemahkan toleransi dan demokrasi
agak lebih spesifik. Di Gunungkidul hampir tidak ada masalah kecuali pada
beberapa kasus agama.
Ada studi kasus: 1) permohonan ijin pendirian Gua Maria di Kecamatan Gedang
Sari. Mengapa berlangsung lama, karena persyaratan belum dipenuhi, bahkan
masih perdebatan apakah ingin menjadi tempat ibadah murni atau wisata
relijius. Jadi di dalam ada yang pro dan kontra. Tetapi pada akhirnya diizinkan.
Sayangnya baru bisa dipenuhi pada tahun 2016.
Setelah itu ada sekelompok orang yang mem-PTUN pemkab atas ijin tersebut,
meminta pencabutan ijin. Proses persidangan hanya dua kali dan dihentikan
karena ada yang tidak sesuai.
45MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Kasus berikutnya, permohonan ijin Perayaan Paskah Adi Yuswa, Pemda
memberikan saran agar dilaksanakan di gereja-gereja saja. Konon massa
yang akan merayakan secara bersamaan berjumlah 12.000 dan tidak ada satu
tempat yang bisa menampung. Akhirnya semua menerima saran pemerintah.
Sikap pemerintah Gunung Kidul ketika menghadapi konflik antar umat
beragama adalah, 1) memberikan perhatian intensif dengan mediasi, 2) mediasi
dilakukan oleh pemerintah daerah; 3) NGO atau kelompok kepentingan mana
pun bisa memfasilitasi.
7.4. Ahmad Suaedy (OMBUDSMAN RI)
Undang-undang dasar 1945 sudah mengantisipasi eksistensi agama lokal,
yaitu Pasal 18 B tentang pengakuan pemerintah terhadap satuan-satuan
struktul sosial, budaya, dan masyarakat adat. Jadi secara konstitusi sebenarnya
Indonesia sudah mapan, tinggal bagaimana implementasi ke bawah
Tantangan menghadapi intoleransi ke depan adalah migrasi. Hampir semua
konflik disebabkan oleh migrasi, termasuk di Jakarta. Ada perubahan kelompok
dari miskin menuju kaya, yang bergeser menjadi perubahan kultural. Di daerah
dengan mayoritas muslim, tiba-tiba ada gereja, sebaliknya di daerah mayoritas
Kristen tiba-tiba ada masjid yang mengumandangkan azan dengan keras. Nah
bagaimana mengelola kondisi ini supaya berjalan harmonis, sehingga migrasi
tak menimbulkan masalah.
Temuan Ombudsman menyebutkan Pemda sebenarnya juga dihadang oleh
aturan pusat, misalnya ada SKB Pendirian Rumah Ibadah, UU Undang-Undang
Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau
Penodaan Agama, dan UU No 23 Tahun 2014 aspek-aspek yang tidak diberikan
kepada daerah yaitu agama. Pada kriteria pemberian award Pemda terbaik
dari Kementerian Dalam Negeri, tidak ada satupun unsur mengenai toleransi
yang dimasukkan. Artinya Indonesia masih punya tantangan cukup berat. Di
Barat mungkin soal toleransi sudah beyond, sehingga tidak perlu dimasukkan
ke dalam unsur penilaian e-government. Tapi untuk di Indonesia justru unsur
tersebut yang paling penting. Transparansi tanpa ada perlindungan kelompok
46 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
minoritas, tidak akan optimal.
Tata kelola pemerintahan inklusif bukan hanya soal harmoni, tetapi adil.
Minoritas harus mendapat pelayanan publik, dan itu dirancang sejak dari
perencanaan.
7.5. Miftah Fadhli (Peneliti ELSAM)
Pemda dan HAM, seharusnya menjadi teman akrab karena secara historis hadir
berbarengan pasca reformasi. Peran Pemda terhadap pemenuhan hak asasi
manusia sangat penting karena menjadi garda terdepan pelayanan publik.
Dan, berbicara tentang kewajiban Pemda mengenai HAM, berarti Pemerintah
harus memastikan tidak ada tindakan korporasi yang melanggar kebutuhan
masyarakat terhadap HAM.
Jenis-jenis kewenangan Pemda meliputi urusan absolut, urusan konkuren,
dan urusan umum. Ada yang disebut forum interum, wilayah di mana Pemda
tidak boleh ikut campur, yaitu Pemda harus memberi kebebasan warga untuk
memilih dan menjalankan agama secara privat. Tidak boleh ada pembatasan
karena sifatnya absolut. Sedangkan forum eksterum, yaitu ekspresi keagamaan
dan boleh dibatasi dengan empat ketentuan di antaranya tidak melanggar UU,
dilakukan secara proporsional dan dibutuhkan.
ELSAM melakukan studi performa HAM di sejumlah Pemda. Ada 10 jenis HAM
yang diteliti, salah satunya hak untuk beragama. Hasil studi menyebutkan,
forum Forum Kerukunan Umat Bergama FKUB punya peran penting namun
dalam penyelesaian konflik di bawah masih perlu diperkuat. Sebagian besar
konflik yang terjadi terkait pendirian rumah ibadah.
Kohetifitas umat beragama sangat ditentukan aspek kultural yang dijalankan
secara beriringan. Ada problem kerukunan beragama, tetapi masih seremonial.
Ada dua rekomendasi yang kemudian diberikan: pertama Pemda punya
modalitas hukum maupun kelembagaan, kedua Pemda perlu memfungsikan
pranata sosial maupun kultural untuk menyelesaikan masalah agama di
daerahnya.
47MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
7.6. Dewi Kanti (Penghayat Sunda Wiwitan)
Selama 72 tahun Indonesia merdeka, pada 7 November 2017 Sunda Wiwitan baru
mendapatkan kesempatan untuk memasuki teras kemerdekaan. KTP memang
selesai dengan putusan MK, tetapi akta kelahiran dan akta perkawinan masih
jadi tantangan. Pemulihan hak-hak kePerdataan, dokumentasi kependudukan
lainnya, membutuhkan kehadiran negara yang secepatnya harus dilakukan.
Meski di dalam konstitusi negara sudah mengakui kelompok penghayat, tetapi
nyatanya kelompok penghayat masih menghadapi persoalan legalitas sebagai
warga negara.
Unsur-unsur di lembaga adat Sunda Wiwitan sebetulnya sama dengan unsur di
dalam masyakat umum. Eksistensi komunitas Sunda Wiwitan pada era kolonial
Belanda bahkan sudah diakui sebagai komunitas yang memegang hukum
adat. Sunda Wiwitan sejauh ini tetap memfungsikan lembaga adat, ada atau
tidak pengakuan negara. Sunda Wiwitan tetap melestarikan kearifan tradisi,
tata cara perkawinan, perawatan jenazah dengan adat. Kelompok penghayat
jatuh bangun melestarikan situs budaya, dan di dalam implementasinya tidak
mendapatkan perlindungan optimal.
Sunda Wiwitan masih mengalami permasalahan perlindungan aset hak
komunal. Sebab sampai saat ini masih terjadi perampasan tanah dan hutan
adat, yang oleh Pengadilan Negeri Kuningan hanya dilihat dari hukum waris.
Stigma sudah melekat di pola pikir aparatur negara, sehingga muncul
inkonsistensi dari pelaksanaan konstitusi. Beberapa kali Sunda Wiwitan
merasakan represi negara yang membubarkan komunitas. Padahal, Sunda
Wiwitan telah terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Perlu penguatan dari generasi ke generasi untuk transformasi pengetahuan
tentang agama lokal. Sebab pemahaman aparat masih rendah. Paling banter
penganut kepercayaan dipahami sebagai penganut animisme dan dinamisme
sebagaimana ditulis dalam narasi-narasi pelajaran sekolah, pada masa orde
baru dan sekarang menghilang karena dianggap musrik oleh sebagian
masyarakat yang mengaku mayoritas. Penguatan pemahaman ini bisa
dilakukan oleh akademisi dan NGO.
48 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
7.7. Diskusi tentang Agama Lokal
Masih ada kelemahan dalam dialog terkait upaya menginklusi kelompok lelulur,
seperti dicatat Hairus Salim dari Yogyakarta. Kelemahan itu antara lain soal
diskusi keagamaan yang hanya berkutat Islam dan bukan Islam. Padahal di
Jawa misalnya ada Kejawen yang merupakan penyangga. Di Pematang Siantar
disebut ada 356 penghayat kepercayaan. Tapi ketika sampai pada data tempat
ibadah, ternyata tidak tersedia data tempat ibadah untuk mereka. Contoh
berbeda ada di kalimantan Selatan, meski tidak ada kelompok penghayat,
tetapi ada tempat ibadah bernama Balai.
Sunda Wiwitan saat ini adalah kelompok penghayat paling kuat. Tetapi sebagai
kelompok paling kuat saja masih mengalami banyak tentangan. Bagaimana
dengan kelompok yang lebih kecil?
Menurut anggota Ombusdman Ahmad Suaedy, soal penghayat kepercayaan
meliputi tiga aspek yang perlu diperhatikan. Yaitu, 1) pengakuan/recognisi.
Apa yang dilakukan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan penyebutan
di e-KTP, baru pada tahap pengakuan. Aspek berikutnya, 2) penghormatan,
artinya setelah diakui harus diberikan haknya. Selanjutnya, 3) perbaikan
kelembagaan seperti yang sudah dilakukan pada aturan Otonomi Khusus
Papua dan Aceh. Di dalamnya memuat pasal-pasal mengenai hukum adat dan
pemimpin kultural.
Pemda harus berupaya memberikan peluang kepada minoritas untuk
mendapat hak-haknya. Di Kuningan, baru saja 3.000 penganut Ahmadiyah
mendapatkan KTP Elektronik. Untuk memperjuangkan hal tersebut
Ombusdmand bekerjasama dengan berbagai lembaga, termasuk Komnas
HAM dan Kantor Staff Presiden KSP.
Menurut Dewi Kanti dari Sunda Wiwitan saat ini perlu ada penguatan
kapasitas lembaga negara dan aparat pemerintah. Sebab pemahaman
aparat masih rendah terutama terhadap eksistensi agama lokal. Paling
banter penganut kepercayaan dipahami sebagai penganut animisme dan
dinamisme sebagaimana ditulis dalam narasi-narasi pelajaran sekolah, pada
49MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
masa orde baru dan sekarang menghilang karena dianggap musrik oleh
sebagian masyarakat yang mengaku mayoritas. Penguatan pemahaman ini
bisa dilakukan oleh akademisi dan NGO. Selain itu, inisiatif-inisiatif lokal bisa
menawarkan untuk membuat peraturan desa tentang pengakuan komunitas
adat. Akademisi diharapkan mengawal proses tersebut.
8. DISKUSI PLENO IIISesi untuk Kepala Daerah
8.1. Resume
Penghormatan terhadap HAM bukalah kewajiban institusi tapi merupakan
dasar hubungan negara dengan masyarakatnya. Pemerintah berkewajiban
untuk menghormati hak-hak asasi warga negaranya dengan memberikan
pemenuhan terhadap hak-hak mereka seperti hak atas kesejahteraan,
pendidikan, dan pekerjaan, termasuk juga kebebasan beragama. Pemerintah
Indonesia selalu memandang HAM adalah hak dasar yang melekat pada setiap
individu dan harus di hormati.
Sejak tahun 2013, Kemenhukham membuat kriteria penilaian Kabupaten/Kota
Peduli Hak Asasi Manusia berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM
No 25 tahun 2013 yang diperbaharaui dengan Peraturan Menteri Hukum dan
HAM tahun No 34 tahun 2016. Peraturan ini ditujukan untuk memberi arah
pencapaian pembangunan HAM bagi para pemerintah di daerah. Penilaian
tersebut tidak ditujukan pada pencapaian individu si pimpinan daerah tapi
sebuah penilaian secara keseluruhan kinerja pemerintah daerah termasuk
SKPD-SKPD di daerah. Hal yang tidak mudah untuk dilakukan, tapi diharapkan
akan mampu membangun koordinasi yang lebih baik di pemerintah daerah
dalam pencapaian perlindungan HAM yang lebih baik.
Dengan kerangka HAM para pemimpin daerah secara aktif menyadari
pentingnya penyusunan program-program kerja pemerintah berbasis
HAM. Kerangka HAM mampu menjawab tantangan perkembangan zaman
50 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
secara adaptif. Termasuk dalam kondisi kekinian, dimana isu intoleransi dan
radikalisme menyeruak hingga ke daerah-daerah. Pendekatan HAM mampu
mengeliminasi potensi berkembangnya intoleransi dan radikalisme sejak dini.
Daya tangkal ini dimungkinkan karena prinsip pemenuhan rasa Keadilan yang
harus ada didalam setiap program berkerangka HAM mampu menutup jalan
bagi masuknya idologi radikal dan pemahaman intoleran di masyarakat.
Kerangka HAM juga mensyaratkan adanya proses pelibatan dan partsiapasi
aktif masyarakat dalam setiap proses dan tahapan pembangunan. Dengan
partisipasi, perasaan kepemilikan terhadap daerah dan program pemerintah
menjadi lebih tinggi. Membangun keguyuban berarti membangun kebersamaan
juga dan membangun kebersamaan terbukti mampu menghilangan eklusifitas
dan menjadikannya inklusif.
8.2. Paparan Pembukaan - Mualimin Abdi (Dirjen HAM - yang dibacakan Arry
Ardanta Sigit)
Penghormatan terhadap HAM bukalah kewajiban institusi tapi merupakan
dasar hubungan negara dengan masyarakatnya. Pemerintah berkewajiban
untuk menghormati hak-hak asasi warga negaranya dengan memberikan
pemenuhan terhadap hak-hak mereka seperti hak atas kesejahteraan,
pendidikan, dan pekerjaan, termasuk juga kebebasan beragama. Pemerintah
Indonesia selalu memandang HAM adalah hak dasar yang melekat pada setiap
individu dan harus di hormati.
Indonesia merupakan model bagi dunia terkait dengan keberagaman dan
toleransi antar umat beragama. Hal yang paling nyata adalah, adanya Candi
Borobudur, Prambanan, Gereja Katedral yang bersanding selaras dengan
Masjid Istiqlal di tengah-tengah dominasi masyarakat muslim Indonesia.
Pemerintah selalu berusaha untuk menghormati dan melindungi hak
beragama di Indonesia. Salah satu hal yang paling nyata adalah terkait dengan
manifestasi Keppres no 6/tahun 2000 tentang pengakuan Kong Hu Cu
sebagai agama resmi di Indonesia dan jaminan bagi para pemeluknya untuk
menjalankan ibadah.
51MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Pemerintah juga menghormati dan menjalankan setiap keputusan undang-
undang dan hukum yang memberikan kepastian jaminan kebebasan
beragama di Indonesia. Keputusan terbaru Mahkamah Konstitusi terkait
dengan pengakuan hak-hak bagi pemeluk kepercayaan untuk mencantumkan
kepercayaan mereka di dalam KTP. Hal ini sebelumnya agak sulit di akomodasi
mengingat banyaknya jumlah penganut kepercayaan di Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga selalu berusaha menjaga kerukunan dan toleransi
umat beragama di Indonesia dan mencegah penggunaan kekerasan dalam
menjalankan keyakinan agamanya. Hal ini dilakukan dengan terus mendukung
keberadaan Forum-forum komunikasi umat beragama di setiap level, nasional
dan daerah.
Sejak tahun 2013, Kemenhukham membuat kriteria penilaian Kabupaten/Kota
Peduli Hak Asasi Manusia berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM
No 25 tahun 2013 yang diperbaharaui dengan Peraturan Menteri Hukum dan
HAM tahun No 34 tahun 2016. Peraturan ini ditujukan untuk memberi arah
pencapaian pembangunan HAM bagi para pemerintah di daerah. Penilaian
tersebut tidak ditujukan pada pencapaian individu si pimpinan daerah tapi
sebuah penilaian secara keseluruhan kinerja pemerintah daerah termasuk
SKPD-SKPD di daerah. Hal yang tidak mudah untuk dilakukan, tapi diharapkan
mampu membangun koordinasi yang lebih baik di pemerintah daerah dalam
pencapaian perlindungan HAM yang lebih baik.
Saat ini ada beragam penghargaan bagi pencapaian yang dilakukan oleh
pemerintah daerah, termasuk Adipura, Kalpataru, kota ramah anak dan
penghargaan-pengharagan lainnya. Jika keseluruhan penghargaan ini
dilaksanakan secara sinergis, maka pemenuhan HAM akan berjalan dengan
baik.
52 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
9. Sesi Para Kepala DaerahPeran Pemerintah Daerah dalam menjaga Toleransi dan Keberagaman
Moderator: Pramita Andini (SCTV)
9.1. Rangkuman
Pertanyaan yang sama diajukan ke seluruh narasumber tentang bagaimana
HAM dan standar HAM dijadikan pijakan dalam proses pembangunan di
daerahnya dan terutama sekali terkait dengan isu toleransi dan keberagaman
yang saat ini tengah mencapai titik nadir. Tentang bagaimana para pemimpin/
pemerintah daerah menyikapi hal tersebut.
Beberapa peserta diskusi menggarisbawahi pentingnya pemenuhan hak-
hak Sipol (Sipil dan Politik) dan Ekosob (Ekonomi Sosial Budaya) masyarakat
untuk membangun toleransi di wilayah-wilayah tempat kepala daerah tersebut
memimpin, termasuk pentingnya penyelesaian sengketa-sengketa agraria
dan mengurangi kesenjangan ekonomi sosial yang seringkali menjadi pemicu
munculnya gejala intoleransi.
9.2. Boy Rumawung (Kesbangpol Bitung)
Hak Asasi Manusia dan perangkatnya menjadi kebutuhan bagi Kota Bitung.
Pemenuhan HAM dari berbagai aspek menjadi penting karena perkembangan
Kota Bitung itu sendiri dan beragamnya komposisi masyarakat Kota Bitung.
Dengan stadar HAM, Kota Bitung berusaha menjaga percepatan kesejahteraan
warganya dengan selalu mempertimbangkan prinsip HAM. HAM juga yang
menjadi penyeleras kehidupan beragama dan toleransi di Kota Bitung. Untuk
menjaga keselaran tersebut, Kota Bitung fokus pada upaya membangun
kerjasama antar pihak termasuk aktif dalam mendorong efektivitas Forum
Kerukunan Umat Beragama di Kota Bitung.
9.3. Amin Said Husni (Bupati Bondowoso)
Perbedaan adalah keniscayaan, yang harus ada adalah penghargaan terhadap
perbedaan, dan pemerintah harus hadir untuk membangun harmoni diantara
perbedaan itu. Sejauh ini, penegakan HAM di Bondowoso berjalan baik, salah
satu indikatornya dengan mendapat award sebagai Kota Peduli HAM. Award
53MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
itu penting tapi lebih penting lagi mengimplementasikan award tersebut
dalam kebijakan pembangunan. Sejauh ini, pemerintah Bondowoso berusaha
menerapkan prinsip-prinsip HAM dalam membangun keberagaman dan
toleransi. Salah satu isu yang menonjol di Bondowoso terkait dengan isu suni
dan syiah, selain hoax di media sosial. Untuk mengatasi masalah tersebut,
pemerintah Bondowoso mengefektifkan Forum Kerukunan Umat Beragama
dan meningkatkan literasi media kepada warga Bondowoso agar mereka
meiliki kemampuan untuk memilah informasi dengan benar, terutama melek
terhadap Hoax, dan bagaimana mereka harus bersikap terhadap hoax. Sejauh
ini dua metode utama tersebut, terbukti efektif dalam menjaga kerukunan dan
toleransi di Kota Bondowoso.
9.4. Sukirman (Bupati Serdang Bedagai)
Era transisi demokrasi di Indonesia ditandai dengan era mudah berjanji, mudah
menuntut, mudah memperolok-olok dan mudah berbohong. “Kemudahan”
tersebut selama 20 tahun pasca reformasi terakumulasi dan kemudian
melahirkan intoleransi. Kondisi ini diperparah dengan model pendekatan para
calon kepala daerah saat berkontestasi. Meski mereka tidak menghendaki
penggunaan isu-isu intoleransi, tetapi terkadang dan lebih banyak malah,
para konsultan politik mereka yang mempergunakan isu itu untuk mencapai
kemenangan. Kemenangan dengan cara ini melahirkan ketidakpercayaan atau
distrust di kalangan masyarakat. Ketidakpercayaan ini bukan hanya masalah
Agama atau Suku, tapi karena adanya gap atau bias antara yang dijanjikan
dengan yang dilaksanakan. Untuk itu mendatang, ada beberapa pendekatan
yang harus dilakukan. Khusus untuk INFID dan CSO lainnya. Pendekatannya
harus berubah, perlu memperbanyak penetrasi ke wilayah grass root dengan
menghadirkan pakar-pakar sosiologi, budaya, mediasi dan sebagainya.
Hindari pendekatan programmatic, seperti program anti terrorism dan segala
macamnya. Selain itu pendidikan kepada calon kepala daerah dan para
konsultannya untuk lebih menjaga toleransi dalam setiap kampanye mereka.
9.5. Remigo Berutu (Bupati Pakpak Bharat)
Untuk pemenuhan HAM dan menjaga toleransi disetiap daerah pada dasarnya
harus dimulai dari pimpinan daerahnya. Pimpinan daerah harus memiliki visi. Visi
54 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
pemerintah daerah Pakpak Barat adalah damai. Modal utama untuk mencapai
kesejahteraan adalah adanya kedamaian. Kedamaian untuk membangun,
kedamaian untuk bekerjasama. Pemerintah daerah Pakpak Bharat berusaha
mewujudkan visi itu dan mengurangi sebesar mungkin ketidaksamaan
9.6. Hairiah (Wakil Bupati Sambas)
Hal yang penting bagi kami saat ini adalah me-mainstreaming-kan HAM
dalam setiap penyusunan program kerja pemerintah daerah. Sebagai wilayah
eks konflik, pemerintah daerah Sambas selalu berusaha agar pengalaman
traumatic masa lalu tersebut tidak terulang kembali. Visi pemerintah
daerah Sambas adalah ahlakul korimah, unggul dan sejahtera. Menyadari
ketertinggalan Sambas di bidang Infrastruktur, Pemerintah daerah Sambas
bekerjasama dengan Pemerintah Pusat juga mulai fokus pada pembangunan
infrastruktur. Terlebih wilayah Sambas yang merupakan perbatasan dengan
Malaysia, tantangan Pemerintah dan masyarakat Sambas juga lebih beragam.
HAM menjadi penting, karena Sambas menghadapi limpahan masalah juga
sebagai kota di perbatasan, masalah ketenagakerjaan misalnya. Untuk itu
Pemerintah daerah Sambas selalu berusaha melibatkan para pihak dalam
perumusan kebijakannya termasuk dengan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Salah satu program unggulan pemerintah daerah Sambas adalah layanan
satu pintu ketenagakerjaan untuk mengantisapasi limpahan masalah
ketenagakerjaan. Selain itu, pemerintah daerah Sambas juga mengembangkan
program-program yang berperpektif HAM diantaranya Program Desa Layak
Anak, dan Kota Layak Anak. Program yang berbasis HAM ini akan terus
dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Sambas.
Terkait dengan toleransi, Pemerintah Daerah Sambas meyakini bahwa
toleransi harus dimulai dari pimpinan daerah dan menularkan virus toleransi
ke masyarakat. Secara programatik, Pemda Sambas mendorong dan
memfasilitasi forum-forum adat yang ada di wilayah Sambas, termasuk
forum adat Melayu, Dayak dan Tionghoa. Forum-forum ini diharapkan akan
terus mendorong pemahaman terkait dengan toleransi dan keberagaman di
Kabupaten Sambas. Selain itu, forum-forum tersebut juga menjadi wahana
55MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
sosialisasi program Pemda dan jalan masuk bagi Pemda untuk melibatkan
mereka dalam program-program pembangunan.
9.7. Paulina (Wakil Bupati Sigi)
Pemenuhan HAM dan menjaga toleransi di Kabupaten Sigi dijalankan melalui
program inovasi. Yaitu program Sigi Hijau, Sigi Religi dan Sigi Mandiri. Sigi
Hijau untuk mewujudkan lingkungan yang sehat, bersih, dan rindang, yang
didukung dengan ketersediaan antara lain sumber daya alam hutan. Sigi Religi
yaitu komitmen Pemkab Sigi dalam membangun manusia berlandaskan nilai-
nilai keagamaan, yang pada tataran implementasi melibatkan pihak nasrani dan
muslim. Dan Sigi Mandiri mengembangkan kerajinan usaha masyarakat serta
mendorong industri rumah tangga sebagai upaya percepatan peningkatan
ekonomi masyarakat di daerah tersebut.
Program-program tersebut dilakukan dengan melibatkan para pihak terkait
di Kabupaten Sigi termasuk perguruan-perguruan tinggi di Sulawesi Tengah.
Selain pelibatan, program inovasi juga mempertimbangkan anggaran yang
berimbang dan berkeadilan. Berimbang dan adil, artinya sesuai dengan
komposisi masyarakat di kabupaten Sigi dan tidak hanya fokus kepada salah
satu pihak yang dominan saja.
9.8. Hidayat (Walikota Palu)
Palu merupakan representasi Sulawesi Tengah (Sulteng). Dan Sulteng memiliki
12 etnis yang berbeda selain komposisi agama yang beragam, ruang intoleransi
sangat tinggi. Untuk mengantisipasi intoleransi yang kemudian melahirkan
kekerasan, Pemkot Palu berusaha membuka ruang diskusi yang sebesar-
besarnya bagi tokoh-tokoh informal (agama, adat, pemuda).
Pemkot Palu berusaha mendorong partisipasi publik kepada ormas-ormas di
Palu dalam bidang kebersihan, dan keamanan. Juga mendorong penguatan
kearifan lokal, dan lembaga adat.
56 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
9.9. Hermanus (Wakil Bupati Kubu Raya)
Pada dasarnya upaya pembangunan di Kubu Raya selalu diupayakan untuk
melibatkan para pihak. Kubu Raya memiliki tenis yang beragam, termasuk
Melayu, Madura, Dayak, Jawa, Tionghoa. Upaya untuk membangun toleransi
dilakukan melalui pendekatan formal dan informal termasuk pendekatan
budaya.
57MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
10. Diskusi Paralel 2Peran Anak Muda dalam Mewujudkan Toleransi & Kebhinekaan
10.1. Rangkuman
Penting untuk memulai sebuah tindakan, sesederhana apapun untuk
meminimalisir memori-memori dan tindakan intoleransi. Tindakan di level
komunitas para pemuda dan tindakan di pemerintah. Salah satu contoh
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Trenggalek adalah pendekatan
untuk tidak mempermalukan korban khususnya anak muda ke depan publik.
Termasuk saat si anak muda melakukan kesalahan. Perlindungan terhadap
privacy mereka merupakan faktor penting untuk tetap memberikan rasa
percaya diri pada mereka
Penting untuk melakukan pengecekan terhadap semua informasi yang
beredar di media social. Dan social media di Indonesia sebetulnya sudah
mulai melakukan itu dengan proses verifikasi account. Kini account terpercaya
ditandai dengan centang biru. Selalu melakukan pengecekan tersebut
walaupun account tersebut menurut “minat” kita sudah benar, misalnya
tidak seluruh account yang mengatasnamakan presiden Jokowi merupakan
58 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
account yang terverifikasi centang biru. Tetap penting untuk selalu kritis
terhadap muatan sebuah account.
Apatisme kelompok minoritas atau kepasrahan untuk fokus pada “penghidupan”
saja, juga menjadi salah satu sumber meningkatnya keberanian kaum intoleran
karena merasa penguasaan ruang publik hanya menjadi ruang mereka. Perlu
membangun kepedulian kelompok “minoritas” untuk menguasai ruang publik
juga.
Munculnya buzzer-buzzer di dunia maya yang memprovokasi sikap-sikap dan
keyakinan intoleran berbanding lurus dengan keberanian mereka untuk tampil
secara nyata dalam aksi-aksi massa. Perlu ada penguasaan ruang publik dan
aksi massa untuk melakukan counter terhadap model pendekatan mereka.
Masalah ekonomi dan perasaan sebagai korban ekslusi dari peran politik dan
pergaulan sosial tidak bisa diabaikan begitu saja. Penguatan ekonomi selain
membangun dialog agar perasaan di ekslusi dari peran politik dan pergaulan
sosial tidak berkembang menjadi kebencian juga penting untuk di bangun.
10.2. Emil Dardak (Bupati Trenggalek)
“Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan
persaudaraan” (Bung Karno)
Kebhinekaan adalah salah satu fondasi kebangsaan kita. Para pemuda harus
jadi pelopor persatuan dan kesatuan. Sebagai warga negara yang memasuki
periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia antara
16 sampai 30 tahun tahun, pemuda merupakan potensi sekaligus pemilik
tanggung jawab ata kelanjutan negeri ini.
Tugas pemerintah dalam pembangunan kepemudaan dilaksanakan dalam
bentuk pelayanan kepemudaan meliputi:penyadaran, pemberdayaan,
pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan pemuda.
Pelayanan kepemudaan dilaksanakan sesuai dengan karakteristik pemuda,
59MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
yaitu memiliki semangat kejuangan, kesukarelaan, tanggungjawab, dan
ksatria, serta memiliki sifat kritis, idealis, inovatif, progresif, dinamis, reformis,
dan futuristik.
Namun demikian tantangan pemuda saat ini juga lebih luar biasa, sekalipun
pemuda saat ini memiliki keuntungan dibanding generasi sebelumnya dari
segi Pendidikan misalnya. Untuk penting bagi para pemuda untuk tetap
menjaga idealism. Tidak menjadi pragmatis, tapi juga tidak apatis. Pemuda
juga harus aware terhadap ekploitasi dan kepentingan politik. Pihak-pihak yang
memanfaatkan mereka demi kepentingan pribadi dan kepentingan politiknya
saja. Pemuda selalu menjadi elemen penting dalam pembangunan karena
kebaharuan ide-ide biasanya muncul dari para pemuda.
Mengantisipasi maraknya intoleransi di berbagai wilayah, khusus untuk
di Trenggalek, Pemda Trenggalek selalu berusaha untuk membangun
kebhinekaan. Misalnya dengan doa bersama yang melibatkan para pemangku
kepentingan di Trenggalek. Hal penting lainnya yang dilakukan oleh Pemkab
Trenggalek adalah membangun konsistensi sikap dan nilai para pemuda
agar tidak mudah terombang-ambing. Penting untuk mengejar jabatan dan
bukan sesuatu yang salah, tapi penting juga untuk mengejar perbuatan, dan
perbuatan yang harus dikejar itu adalah perbuatan yang baik.
10.3. Teguh Wicaksono (Musical.ly)
Perkembangan teknologi informasi berpengaruh banyak terhadap cara
informasi menyebar dan cara seorang individu menyikapinya. Sebelumnya,
setiap orang yang mendapat informasi akan melakukan interpretasi terhadap
informasi tersebut dan kemudian belum tentu dapat menyampaikannya
ke publik secara langsung. Saat ini, bahkan tampilan visual saja, dapat
diniterpretasikan secara bebas oleh seorang individu dan sekaligus mampu
disampaikan ke publik seketika. Sebelumnya, orang hanya bisa menyampaikan
opininya melalui media konvensional. Dimana tidak setiap orang memiliki akses
untuk menyampaikan pemikiran dan interpretasinya atas suatu peristiwa.
Dalam media konvensional dikenal istilah gatekeeper atau palang pintu
60 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
terakhir. Dimana dia berfungsi sebagai pengatur alur informasi, melakukan
verifikasi dan pengecekan atas nilai kebenaran sebuah informasi. Saat ini
pengertian gatekeeper telah bergeser menjadi penyebar informasi. Dan
masalahnya adalah, ada bias informasi dari informasi pihak pertama ke pihak
yang berikutnya. Dan fungsi gatekeeper saat ini adalah pengumpul informasi
tanpa proses verifikasi dengan nilai bias yang tinggi. Banyak kemudian kita
temukan informasi yang disampaikan pihak pertama berbeda sama sekali
dengan informasi yang disampaikan kemudian setelah melalui gatekeeper
tersebut.
Kemajuan tekhnologi, telah memungkinkan bagi siapapun untuk memiliki
interpretasi, penilaian dan opini sendiri dan kemudian langsung menyebrkannya
ke publik atau yang kita kenal sebagai communicator. Menjadi berbahaya,
ketika hal itu tidak melewati proses verifikasi terlebih dahulu. Dan itulah yang
menyebabkan penyebaran berita bohong atau hoax menjadi sangat mudah.
Cara termudah untuk mengantisipasi penyebaran berita bohong atau hoax
adalah dengan melakukan individual self cencorship. Melakukan sensor
terhadap berita yang kita peroleh dan yang kita sebarkan.
10.4. Arman Dhani (mojok.co)
Intoleransi di kalangan generasi muda sebenarnya sudah cukup
mengkhawatirkan. Studi terakhir yang dilakukan oleh Universitas Islam
Negri (UIN) menunjukan bahwa lebih dari 30% siswa SMU dan mahasiswa
universitas memilih pertemanan mereka berdasarkan agama. Gejala ini sama
mengkhawatirkannya dengan kemunculan model-model pendekatan yang
sektarian dan ekslusif, seperti perumahan islami, sabun islami dan sebagainya.
Hal lain yang menjadi kekhawatiran kita bersama adalah, adanya upaya
untuk mempertentangkan antara Demokrasi, Nasionalisme dan Pancasila di
satu sisi dengan nilai-nilai Islam di sisi lain. Islam ditafsirkan secara sempit
dan memandang demokrasi, nasionalisme dan Pancasila sebagai nilai-nilai
yang salah. Selama 2016 saja, tercatat ada 208 peristiwa pelanggaran atas
hak berkeyaninan di Indonesia. Dan ini menjadi mengkhawatirkan karena
intensitasnya terus menanjak.
61MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Pemikiran dan gejala tersebut terjadi karena lebih banyaknya orang yang
memilih diam daripada melakukan counter argument atas pemikiran-pemikiran
dan gejala tersebut yang membuat mereka semakin leluasa.
Disisi lain, pemerintah, khususnya pemerintah daerah justru bukan saja
memelihara semangat intoleransi tersebut tetapi banyak yang memfasilitasinya
dengan menerbitkan perda-perda intoleran. Seperti Perda-perda diskriminatif
terhadap Perempuan misalnya, dengan alasan agama tentunya. Pemerintah
pusat sebenarnya bisa mengantisipasi hal tersebut dengan menghapus Perda-
perda diskriminatif.
Peran media sendiri adalah dengan melakukan literasi publik terhadap bahaya
hoax, melakukan self cencorsip ketika ada hoax atau statemen yang diragukan
kebenarannya. Seperti yang selama ini dilakukan mojok.co dan Tirto.id.
10.5. Khalis Mardiasih (Gusdurian Jogja)
Studi yang dilakukan oleh Gusdurian dan INFID menunjukan munculnya sikap
paradox di kalangan generasi muda. Disatu sisi mereka menyadari bahwa
ektrimisme adalah pikiran dan tindakan yang berbahaya dan buah dari pikiran
serta tindakan itu bias mencederai bahkan menghilangan nyawa seseorang
dan itu jelas mencederai HAM. Namun disisi lain juga ada ambiguitas dikalangan
generasi muda bahwa perlu adanya upaya bela agama, melakukan sweeping
terhadap kelompok yang tidak menghormati nilai-nilai agama bahkan sikap
memaklumi tindakan pengeboman sebagai bagian dari ukhuwah Islamiah.
Kondisi ini jelas sangat berbahaya karena dari itulah bibit-bibit intoleransi dan
tindakan kekerasan agama bermula.
Tindakan kekerasan berbasis agama di mulai dari keberagamaan yang eklusif, memandang hanya cara beribadah dan kelompoknya yang benar.
Peningkatan dari keberagamaan yang ekslusif tersebut adalah extremism, atau
berpikir secara ekstrim, mulai menentukan kelompok saya dan kelompok luar.
62 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Hanya kelompok kami yang benar dan kelompok yang lain salah.
Wujud paling kongkret dari kesemuanya itu adalah tindakan kekerasan berbasis
agama atau extremism act.
Saat ini telah muncul pola-pola baru extremism dengan ciri sebagai berikut:
1. Tidak dapat diidentifikasi sebagai mereka yang marjinal secara ekonomi
maupun pendidikan, namun justru di dominasi kaum muda dan kalangan
berpendidikan tinggi
2. Media dan teknologi mempermudah persebaran pesan-pesan ekstremis,
yang kemudian mengubah model rekrutmen, target, cara sosialisasi, cara
baiat, dan struktur organisasi komunitas ekstremis.
Kondisi ini harus diwaspadai sebagai alarm terhadap meningkatnya extremism
dikalangan generasi muda. Indikasi dari keterbahayaan tersebut dapat dilihat
dari model pendekatan extremism saat ini.
DULU SEKARANG
Waktu indoktrinasi lama Waktu indoktrinasi singkat
Dibaiat oleh Ustaz Dibaiat secara online atau cukup bergabung di WA
Funding: Al Qaeda dan Osama Bin Laden Funding mandiri
Pemimpin spiritualnya tunggal Lebih otonom dan terdesentralisasi
Guna mengantisipasi itu semua, maka diperlukan;
1. Kerjasama regional antarnegara
2. Hukum
3. Pendidikan
4. Gerakan inovatif anak muda melalui pesan-pesan perdamaian
10.6. Julia Sonntag (Robert Bosch Stiftung)
Robert Bosch Stiftung merupakan sebuah organisasi yang berupaya
melakukan identifikasi perubahan yang diinginkan anak muda dari berbagai
63MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
belahan dunia dan kemudian berbagi pengalaman baik, inovasi dan masalah
sosial yang mereka hadapi dengan mitra-mitra mereka dari belahan dunia
lainnya.
Yayasan juga berusaha untuk membangun jejaring para anak muda yang
kreatif dan inovatif dan merumuskan projek Bersama yang bisa dilakukan. Salah
satu program yang dikembangkan adalah wwww.changemakerxchange.com.
Program dimana yayasan memfasilitasi pertemuan antar pemuda dimana
mereka bisa saling berbagi kreatifitas dan inovasi mereka untuk membangun
kesepahaman.
Di Indonesia, yayasan bekerjasama dengan INFID untuk membangun semangat
toleransi di kalangan kaum muda yang terintegrasi dengan program Kota
Peduli HAM. Program bersama INFID ini dilakukan dengan cara memberikan
pelatihan untuk mempromosikan toleransi di kota-kota peduli HAM. Para kaum
muda tersebut dipertemukan dengan para pejabat di wilayah tersebut agar
harapan, gagasan, inovasi dan kreatifitas mereka terkait dengan toleransi bisa
diadopsi dan diterapkan di daerah tersebut.
10.7. Sesi Tanya Jawab.
1. Bahwa muncul gejala intoleransi di kalangan anak-anak sekolah yang
berkembang dari rohis-rohis di sekolah-sekolah menengah. Selain itu
muncul kecenderungan sikap intoleran dikalangan para santri. Intoleransi
sepertinya menyasar di dua wilayah sekaligus, di Pendidikan keagamaan
dan di pendidikan formal non-agama. Perlu mencari mdel deradikalisasi
yang pas bagi anak muda terkait dengan kondisi tersebut
2. Perkembangan teknologi turut berpengaruh terhadap munculnya
perkembangan intoleransi. Bukan di level penyebaran isu tapi minimnya
ruang perjumpaan. Dunia virtual miskin dengan sentuhan personal
tersebut, gesture, mimik dan intonasi tidak ada dalam perbincangan
virtual dan itu yang seringkali memicu kesalahpahaman. Padahal saat
ada kegiatan bersama dimana ruang perjumpaan terjadi, kesalapahaman
itu bisa mencair. Salah satu kegiatan bersama misalnya futsal. Seringkali
64 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
perbedaan yang muncul di media sosial, tuntas saat ada ruang perjumpaan
di kegiatan futsal tersebut. Masalahnya bagaimana dengan gap dan
kesalahpahaman di medsos antara pemuda dan generasi pendahulunya,
bagaimana model untuk meminimalisir hal tersebut.
3. Intoleransi atau minimal kesalahpahaman seringkali merupakan warisan
masa lalu. Perbadaan generasi sebelumnya yang diturunkan pada para
generasi muda. Hal ini diperparah karena mereka tidak memiliki panutan
yang pas. Rohis, yang sebetulnya bisa berperan malah menjadi ruang
pertarungan baru karena minimnya kualitas para guru agama selain
mereka sendiri sudah ada yang terjebak dengan kesalahapahaman
warisan sebelumnya.
4. Ada model yang telah dikembangkan oleh beberapa komunitas anak muda
untuk membangun toleransi, misalnya ISC (inclusive student community).
Sebuah model pendekatan inter religi bagi anak muda melalui wisata
religi bersama. Kegiatan wisatanya seperti mengundang pemuda non-
Kristen untuk berkunjung ke gereja, membuka dialog untuk membangun
pemahaman seperti, mengapa para suster tidak menikah, mengapa acara
di gereja seperti itu dan sebagainya. Mereka terbuka dengan ide-ide baru
untuk membangun ruang pertemuan antar pemuda yang berbeda agama.
65MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
11. Diskusi Paralel 2Pelembagaan dan Partisipasi Masyarakat Sipil dalam Pembangunan serta Perlindungan dan Pemenuhan HAM
Moderator: Wahyu Susilo (Migrant Care)
11.1. Rangkuman
Partisipasi publik tidak semata-mata persoalan kerangka hukum saja tapi juga
persoalan proses demokrasi, persoalan dana, ideologi gerakan. Seringkali
ketika bicara soal partisipasi publik, persoalannya menjadi simpilstis di level
teknis tanpa visi. Konferensi ini diharapkan akan bisa menghasilkan sesuatu
yang baru terkait dengan partisipasi publik secara luas.
Perlu studi yang memadai mengenai konsep dan keberadaan trustfund bagi
CSO selain dengan model pendanaan yang ada sekarang. Mungkin salah
satunya adalah model pendanaan yang bersumber dari negara tanpa harus
menyebabkan hilangnya independensi CSO dalam proses partisipasi publik.
66 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Upaya penguatan partisipasi masyarakat di daerah identik dengan LSM.
Pemerintah daerah umumnya sangat alergi dengan LSM dan merasa lebih
efektif melakukan proses pemberdayaan melalui organisasi kepemudaan dan
atau komunitas. Semestinya semua berjalan beriringan; pemberdayaan bisa
tumbuh bersama karena adanya partisipasi dan kesadaran maju bersama
CSO di Indonesia kini menghadapi situasi yang dilematis. CSO yang fokus
pada advokasi saat ini menghadapi persoalan pendanaan yang kritis. Tidak
banyak lagi donor yang bersedia untuk memberi pembiayaan pada kerja-kerja
advokasi. Disisi lain, CSO yang fokus pada pendampingan juga menghadapi
persoalan yang tak kalah beratnya. Ruang ruang kerja mereka kini telah diambil
alih oleh pemerintah. Penting bagi INFID untuk memikirkan masalah ini dan
mencari solusi yang tepat.
Dalam setiap proses perencanaan pembangunan, pelibatan masyarakat dalam
proses tersebut wajib dijamin. Hal ini untuk memastikan agar perencanaan
tersebut bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Salah satu cara untuk
memastikan hal itu terjadi adalah memaui pembuatan peraturan daerah yang
memastikan jaminan pelibatan publik sejak dari proses perencanaan. Hal ini
untuk memastikan bahwa proses partisipasi publik juga bisa diukur dan terarah.
Dalam partisipasi public CSO hanyalah salah satu bagian saja. Silang pendapat
soal peran sesungguhnya hanya persoalan pendanaan semata. CSO harusnya
memliki kemandirian secara ekonomi dan tidak berupaya menggantungkan
sumber keuangannya dari negara termasuk melalui APBD.
Salah satu contoh baik adalah proses yang dilakukan oleh kawan-kawan
CSO di Pangkep. CSO di Pangkep membuat MOU pelibatan asyarakat dalam
Musrenbang. CSO menjadi intermediary antara pemerintah daerah dengan
masyarakat. Salah satu contoh keberhasilanya adalah alokasi dana desa bagi
pembangunan Sekolah-sekolah rakyat sebagai wahana Pendidikan kritis.
Pendekatan CSO di Indonesia sangat beragam. Sebagai organisasi yang tidak
berbasis pada masa tapi pada keahlian, varian CSO di Indonesia sangat banyak.
Dan sumber pendanaanya juga beragam. Dari Internal (Iuran) dan Eksternal
(Donatur). Setiap penerimaan anggaran jelas pasti memiliki konsekuensi
67MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
tersendiri yang sejak awal sudah dipahami. Insentif pajak dari negara bisa
jadi merupakan salah satu sumber pendanaan secara tidak langsung di luar
trustfund yang bisa dibangun ke depan.
Badan hukum tidak sekedar persoalan anggaran semata tapi juga persoalan
perencanaan. Lembaga berbadan hukum yang memilik rencana kerja,
advokasinya lebih mudah diukur. Hilangnya donor saat ini memang menjadi
situasi kritis bagi CSO’s dan perlunya kreatifitas yang harus terus dikembangkan
untuk saat ini, salah satunya adalah teknologi.
Banyak mekanisme hukum mengalami kemandekan. Ada banyak pengabaian
hasil proses hukum yang kemudian tidak ditindaklanjuti oleh negara. Termasuk
kasus kendang dan sekian banyak kasus HAM lainnya. Pemenuhan HAM adalah
kewajiban negara dan tentu kita harus tetap memastikan dan mendorong
supaya negara melakukan tugasnya tersebut.
11.2. Eryanto Nugroho (PSHK)
Akhir tahun 80’an issue HAM dan Lingkungan adalah dianggap musuh negara,
kini telah berubah atas proses perjuangan masyarakat sipil dan pengiat
HAM. Selain isu yang telah diadopsi, kini telah banyak lembaga negara yang
menangani masalah HAM dan lingkungan.
Relasi NGO’s dengan pemerintah tidak bisa dipandang sebagai satu kesatuan,
kita melihat ini adalah sebagai spectrum. Ada wilayah yang menjadi perhatian
dan kewenangan pemerintah dan ada wilayah di mana NGO’s harus berperan.
Idealnya ada berkolabrasi diantara keduanya tapi itu semua tergantung situasi
dan isu-nya.
Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2017 tentang partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan negara; banyak catatan yang perlu kita sikapi adalah:
penyusunan PP ini dari sisi drafting tidak tajam, tidak terbaca mekanismenya
dan tidak memfasilitasi kebutuhan partisipasi masyarakat. Tapi kita tetap
mengapresiasi PP ini guna membantu kerja kerja masyarakat sipil.
68 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Relasi antara negara, swasta, dan NGO’s sepatutnya berada dalam posisi yang
berimbang. Posisi yang tidak berimbang, salah satu faktornya adalah persoalan
kerangka hukum bagi NGO’s. Masih banyak Lembaga di Indonesia yang tidak
memiliki badan hukum, atau tidak dalam format yang jelas apakah mereka
sebagai perkumpulan ataukah Ormas. Idealnya saat ini kita perlu mendorong
penyelesaian UU-Perkumpulan, dirapihkan kerangka hukumnya agar relasi
antara negara, swasta dan masyarakat sipil lebih sehat.
Beberapa perubahan terkait dengan kerangka organisasi masyarakat sipil
pasca 1998 meliputi, kurun waktu 2000 – 2004; UU Yayasan. Kurun waktu
2006 – 2008, insentif pajak dan 2010 – 2017; UU Ormas. Partisipasi seimbang
ternyata tidak cukup tapi harus disikapi dengan serius, pembenahan kerangka
hukum dan bagaimana melakukan kerja kerja yang lebih subtansi dengan
penguatan masyarakat sipil.
11.3. Jane Aileen Tedjaseputra (YLBHI)
Dalam perpektif regulasi, partispasi masyarakat telah diatur dalam PP 45 tahun
2017 yang meliputi;
•• Adanya pelembagaan dan pengakuan bagi partisipasi masyarakat
•• Masyarakat dilibatkan dalam tahapan-tahapan pembangunan:
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan.
•• Memberi ruang, namun terbatas. Contohnya Pasal 2 hanya terbatas pada
peraturan Kepala Daerah
•• Mempersempit partisipasi masyarakat berdasarkan UU No. 39/1999
tentang HAM
•• Bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah dan
pengelolaan aset, yang didorong adalah Kemitraan (Pasal 13) lalu
bagaimana dengan bentuk partisipasi lainnya?
•• Pengelolaan aset & sumber daya alam daerah (Pasal 15) cenderung
bernafaskan bisnis, bukan berperspektif masyarakat terdampak
Tantangan partisipasi publik dalam penegakan HAM di Indonesia:
•• Komitmen pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah. Salah satu
69MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
contohnya adalah pengabaian putusan pengadilan Kendeng oleh
pemerintah.
•• Korupsi
•• Pasal 25 UU No. 12 Tahun 2005 – Kovenan Hak Sipol (Sipil Politik)
• Terlibat dalam penyelenggaran pemerintahan
• Pemilu yang bebas dan rahasia
• Akses pada pelayanan publik
Kinerja Pemerintahan Jokowi dalam Penegakan HAM
•• Kriminalisasi pembela HAM – menghalangi atau membungkam partisipasi
•• PERPPU ORMAS
•• Kekerasan dan pembiaran atasnya, khususnya terhadap kelompok rentan
•• Pelanggaran HAM masa lalu
•• Putusan pengadilan tidak dilaksanakan
Saran Bagi Pemerintah dan Komnas Ham
•• Pelembagaan partisipasi berbasis hak – UU No. 39/1999, Kovenan Hak Sipol
•• Studi mengenai hak atas partisipasi dapat dilakukan Kementerian Hukum
dan HAM bersama Komnas HAM
•• Penyuluhan dan penyebarluasan kepada setiap tingkatan pemerintahan
mengenai hak atas partisipasi berbasis hak
•• Penyebarluasan informasi kepada masyarakat mengenai hak atas
berpartisipasi berbasis hak
•• Komnas HAM memberi perhatian khusus pada pengaduan terkait hak atas
partisipasi
•• Perbaikan PERMENHUKHAM No. 34 Tahun 2016
11.4. Mulyadi Prayitno (YKPM Makassar)
Partispasi publik yang baik hanya dimungkinkan jika masyarakat memahami
hak-hak mereka. Dan itu bisa dilakukan jika ada proses penguatan masyarakat
marginal melalui pendidikan kritis, dan pemahaman tentang model partisipasi.
Misalnya di isu kesehatan. Masyarakat harus dididik memahami hak-hak
mereka dalam isu kesehatan, bagaimana mereka bisa mendapatkan jaminan
70 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
kesehatan, prosedurnya dan mekanismenya.
Selain itu, perlu adanya data data mikro yang dihimpun dan dikumpulkan
oleh masyarakat sebagai data pembanding dengan data yang dimiliki oleh
pemerintah sehingga dimungkinkan untuk dilakukan audit sosial.
Membangun kontrak politik untuk pelembagaan kerja-kerja masyarakat sipil
dalam pembangunan daerah. Kontrak politik ini didorong agar pemerintah
daerah mau dan mampu mengadopsinya termasuk mengitegrasikan
partisipasi tersebut kedalam program-program SKPD.
HAM masih belum dipandang penting dalam penyusunan program kerja di
banyak daerah. Rancangan program kerja seringkali dititikberatkan pada
kebutuhan pemerintah daerah semata. Untuk itu perlu didorong partispasi
publik dalam setiap penyusunan rencana kerja pemerintah daerah dengan
mempertimbangan HAM sebagai perspektif agar program kerja tersebut
bisa bermanfaat bagi seluruh masyarakat dan bukan hanya perkiraan atau
keinginan pemerintah daerah semata.
Beberapa daerah yang telah mulai mengintegrasikan HAM dalam penyusuanan
program kerja mereka tentunya patut diapresiasi, diperbaiki jika ada kekurangan
dan direplikasi di daerah-daerah lain.
Menjadi penting bagi Komnas HAM untuk memastikan bahwa penyusunan
program kerja di daerah sudah selaras dengan HAM. Dan untuk itu, Komnas
HAM perlu mendidik publik dengan pengetahuan HAM, membuka ruang
partisipasi publik yang bersperpektif HAM dengan model asistensi kepada
masyarakat dan juga pimpinan daerah.
71MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
12. Diskusi Paralel (Tematic Event)Peran Perempuan dalam Pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan
Pembicara:
1. Any Rufaedah (Universitas Indonesia)
2. Hikmah Bafagih (Fatayat NU Jawa Timur)
3. Neneng Heryani (Kementerian Sosial)
12.1. Rangkuman
Kelas ekonomi para pelaku terorisme khusunya deportan bukanlah kelas
menengah bawah tapi mereka merupakan kelompok kelas menegah atas
yang memiliki kemampuan ekonomi.
Selama ini ujung tombak program deradikalsi dikalangan deportan masih
ormas kegamaan khususnya NU dan Muhamadiyah. Negara meliki daya paksa
termasuk melakukan penghukuman terhadap orang tua yang melakukan
ideologisasi intoleran dan membiarkan anak-anak mereka untuk tidak
72 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
mendapatkan penghidupan dan Pendidikan yang layak. Negara harus mampu
menjadikan dirinya sebagai negara yang ramah anak.
Proses rehabilitasi sendiri belum menemukan format yang ideal, dan tingkat
keberhasilanya pun masih belum terlalu menggembirakan.
Empat hal yang menjadikan hak anak tidak terpenuhi dalam kasus deportant
adalah hak untuk memilih tempat pendidikan karena mereka sering di dibully
sebagai Anggota napiter, hak atas rasa aman, hak bertempat tinggal karena
sering berpindah, dan hak sehat secara psikologis karena mereka trauma.
Perlu adanya grand desain penanganan deportant dan keluarganya yang
melibatkan kementrian dan Lembaga pemerintah dan juga organisasi-
organisasi kemasyarakatan yang selama ini aktif dalam program deradikalisasi.
12.2. Hikmah Bafagih (Fatayat NU Jawa Timur)
Keorganisasian Fatayat NU Jawa Timur
1. Fatayat NU Jatim memiliki struktur di 44 Cabang dari 38 Kab/kota di Jatim,
626 Anak Cabang berbasis kecamatan/pemekarannya dan 7500 Ranting
berbasis desa/dusun.
2. Jumlah anggota kurang lebih 600 rb.
3. Memiliki 15 Koperasi Yasmin yang berbadan hukum dan ratusan Kube
(Kelompok Usaha Bersama)
4. Kelembagaan lain: FORDAF (Forum Daiyah Fatayat NU), PIKER (Pusat
Informasi Kesehatan Reproduksi), LKP3A (Lembaga Konsultasi
Pemberdayaan Pr. Dan Perlindungan Anak), IHF (Ikatan Hafidzah Fatayat
NU), HAPPY NU (Himpunan Pendidikan PAUD).
Isu HAM di Fatayat NU Jatim:
1. Nikah Istbat massal bagi 950 pasangan sirri, 55 pasangan nonmuslim
(pencatatan pernikahan), meneruskan ke akte lahir.
2. Mendampingi LSL dan TG di Malang Kota, Kabupaten, Pasuruan dan
Jombang untuk pencegahan HIV/Aids.
3. Mengadvokasi pengadaan KTP dan BPJS bagi TG.
4. Mendampingi ODHA anak dari populasi kunci sebagai wali agar dapat
mengakses ARV.
73MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
5. Membangun madrasah inklusi.
6. Inisiasi pesantren ramah anak.
Peran dalam Mencegah Radikalisme-Intoleransi di Lini Pencegahan:
1. Memasukkan isu dan materi membangun toleransi dalam pengkaderan
formal, sebagai muatan lokal. Kami sejak 2 tahun ini memasukkan isu dan
materi membangun toleransi dalam pengkaderan formal.
2. Membangun barisan Daiyah antiradikalisme dan intoleransi, baik yang
berbasis pesantren maupun tidak lewat kelembagaan FORDAF (Forum
Daiyah Fatayat NU). 22-31 Desember kita akan melakukan seleksi daiyah
santun untuk remaja dan ibu-ibu dan nanti akan dimanageri.
3. Menyusun kembali modul Dakwah Inklusi hasil workshop dalam project
SILE-Kanada dengan memasukkan isu-isu lokal di Jatim.
4. Aktif dalam banyak kegiatan antarummat beragama dan penganut
kepercayaan.
5. Menerbitkan Majalah AULEEA, majalah keluarga Indonesia (per Desember
2017 masuk edisi 42) yang mengkampanyekan Islam Nusantara dan KKG.
6. Memiliki acara reguler di TV 9 Kiswah Female dan Inspirasi Fatayat yang
konsisten mengusung tema-tema KKG an-Nahdliyyah dan Islam yang
inklusi
Peran di Lini Advokasi:
1. Kerjasama dengan C-Save mendampingi Deportan ISIS di Jatim
2. Sudah 6 Deportan, dua dengan keluarga yang didampingi.
3. Beberapa daiyah Fordaf aktif mendampingi dan menjadi kawan diskusi
mahasiswa yang terindikasi masuk kelompok jihadis.
Strategi Desiminasi:
1. Di internal Fatayat Jatim, PWF biasanya akan memfasilitasi program inisiasi,
mulai dari membangun awareness hingga membangun gerakan. Lalu PC
akan menindaklanjuti.
2. Fatayat juga aktif mengajak dan mengundang aktivis perempuan dan
pemerhati perempuan dan anak, serta jejaring lain untuk ikut serta
mendesiminasikan isu CVE ini.Misal lewat GOW/BKOW.
74 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
3. Tentu pola dan desain kegiatan akan sangat menyesuaikan dengan
resources masing-masing lembaga.
Tantangan membangun toleransi:
1. Melawan pikiran dan sikap yang intoleran, yang eksklusif, kadang kita pun
menjadi pelaku di dalamnya, sekalipun tidak kita kehendaki.
2. Kadang VE belum dianggap ancaman serius, isu ini bergaung kuat hanya
di kalangan terbatas, misal: Pemda tidak menganggap ini sebagai prioritas
masalah.
3. Di internal NU, masih ada yang sebagian kelompok yang cenderung
permisif atau bahkan simpati kepada gerakan kelompok kanan, dengan
banyak sebab.
4. Banyak tokoh nasional dan publik figur yang malah ‘mesra’ dengan gerakan
politik Islam, indikasi kuatnya mungkin bukan karena sepaham, tapi lebih
kepada politik kepentingan.
5. Media kurang aware, banyak tayangan dakwah yang kontennya eksklusif.
6. Informasi tak tersaring dari medsos, termasuk yg cenderung ke isu VE.
4. Gerakan cukup masif,
Rekomendasi untuk INFID:
1. Bagaimana bermitra dengan Ormas, bukan hanya dengan LSM.
2. Menata kembali siapa berbuat apa di mana?
3. Menguatkan Pemda, jangan hanya bermain di Jakarta.
4. Khusus VE, lini RR bisakah anggota INFID lebih aktif tangani?
12.3. Any Rufaedah (Peneliti Daya Makara UI)
Daya Makara UI selama dua tahun ini fokus pada isu keluarga Napiter (Narapidana
Terorisme). Modeling yang dikembangkan walaupun dalam terminologi
intervensi atau rehabilitasi, sebenarnya merupakan upaya pencegahan agar
anak-anak di lingkungan mereka tidak mengikuti jejak orang tuanya.
Peran perempuan dalam ekstremisme adalah sebagai dukungan finansial.
Dukungan tersebut baik dikirim langsung atau dititipkan kepada para pelaku
saat akan melakukan aksinya dan saat mereka menjalani masa tahanan.
75MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Dukungan itu juga berupa Solidaritas pembiayaan bagi anak-anak napiter.
Selama proses penahanan dukungan logistik ini dilakukan dalam bentuk
penyediaan pasokan barang-barang untuk dijual oleh para napiter didalam
tahanan dan penjualan produk kerajinan karya para napiter yang biasanya
berupa kaligrafi. Mereka juga menerima dana sumbangan dari teman-teman
jaringan para napitertermasuk beasiswa bagi anak-anak napiter.
Selanjutnya mereka turut dalam pelarian . Mendampingi suami ceramah ke
desa-desa, mendukung ideologi suami dan melindungi status suami, termasuk
menyembunyikan status suami yang dipenjara dengan alasan bekerja di luar
negri atau luar daerah.
Upaya-upaya disengagement
1) Membuka dialog antar istri mengenai permasalahan mereka termasuk cara
mendidik anak.
2) Re-ideiologisasi dengan menghadirkan para pakar dari universitas islam
yang mereka percayai memiliki otoritas keilmuan yang baik.
3) Menjadi teman baru – membantu kebutuhan psikologis (pengenalan dan
penguatan diri, healing, dan pengasuhan anak)
Contoh program yang pernah dilakukan
1) Program reedukasi, kunjungan 6x, diskusi tentang jihad, pengelolaan
keuangan social life, mengatasi stigma, dan orientasi di masa depan.
2) Pemberdayaan kewirausahaan dan dakwah dan pengenalan kehidupan
sosial melalui wisata ke tempat-tempat yang menarik dengan melibatkan
anak-anak mereka.
Pendekatan dalam replikasi upaya-upaya disengagement ke keluarga napiter:
1) Ciptakan rasa percaya – tunjukkan niat tulus menjadi teman baru, bukan
sekedar menjalankan program.
2) Pahami latar belakang & fanatisme – ideologi & peran dalam ekstrimisme
(korban/ pelaku)
3) Pahami kebutuhan (psikologis: rasa diterima, didengar, diperhatikan, tidak
distigma; pendidikan anak, aktualisasi diri, pengetahuan baru, pengalaman
baru).
76 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
4) Komunikasi sehari-hari, ringan, informal.
5) Komunikasi yang baik dengan suami.
6) Adaptasi terhadap tradisi/ nilai-nilai subjek, terutama pada tahap awal –
pakaian, sapaan, bahasa.
7) Relasi setara
8) Ajak diskusi hal-hal baru setelah tercipta rasa percaya.
9) Intens berkomunikasi setelah program.
Tantangan-tantangan
1) Relasi suami-istri yg konservatif – kontrol suami sangat tinggi, istri tidak
mempunyai narasi sendiri mengenai posisi perempuan
2) Pandangan negatif dari lingkungan sekitar terhadap perempuan istri napiter
3) Jaringan kelompok radikal
4) Suami memanfaatkan kehadiran orang luar untuk mendapat keuntungan
Yang bisa dilakukan oleh CSO
1) Menciptakan ruang-ruang pertemuan baru
2) Menawarkan & membuka jalur pendidikan di luar kelompok ekstrimis untuk
anak-anak.
3) Mengenalkan pengetahuan dan komunitas-komunitas baru.
4) Reduksi stigma dengan cara memberi pemahaman kepada stakeholders
atas posisi istri & membuka interaksi antara istri dengan masyarakat sekitar.
12.4. Neneng Heryani (Kemensos)
Salah satu program utama Kemensos adalah rehabilitasi yang lebih efektif
terhadap deportan perempuan. Bekerjasama dengan densus 88, Kemensos
melakukan identifikasi para deportan yang teranya 75% diantaranya adalah
Perempuan.
Kementerian Sosial tidak memperoleh mandat secara langsung dari UU
nomor 9 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pendanaan terorisme. Hal itu juga yang menyebabkan Kemensos tidak bisa
melakukan penangan terhadap para deportan yang berada di Singapur,
Hongkong, Malaysia, dan Brunei.
77MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Rehabilitasi sosial anak bagi deportan (terpapar tindakan radikalisme)
didasarkan pada UU 35 tahun 2014 revisi UU nomor 23 tahun 2002 perlindungan
anak melalui direktorat rehabilitasi sosial anak. Temuan Kemensos menunjukan
bahwa anak yang akan dibawa ke negara Syam (Suriah) adalah korban dari
orang tuanya.Mereka hanya memahami akan berjihad ke Suriah, menunggu
bertahun-tahun untuk berangkat dan tidak bersekolah.
Rehabilitasi sosial bagi perempuan dewasa diberikan pelayanan Rehabilitasi
sosial melalui direktorat RT.
Alur rehabilitasi sosial pertama adalah asesmen mengenai identitas. Mereka
datang dari luar tanpa identitas sama sekali.
Intervensi lebih ditekankan pada hubungan pribadi/personal (konseling,
katarsis, static group, olah raga, wawasan keagamaan dan kebngsaan).
Anak (melukis, mendongeng, puzzle, bersosialiasi, terapi kognitif. Dengan
menggunakan prinsip self knowledge dan self awereness.
Berdasarkan hasil analisa pelaksanaan pengukuran tingkat radikalisme para
deportan dapat dilihat bahwa ada tingkat penururan setelah diberikan
rehabilitasi sosial di PSMP Handayani dengan menggunakan penekanan pada
pendekatan individual oleh Pekerja Sosial Profesional.
Tantangan yang dihadapi:
Deportan
a. Memiliki pemahaman cukup radikal
b. Memiliki permasalahan sosial di dalam keluarganya
c. Sifat yang inklusif Deportan
Keluarga
a. Keluarga kurang peduli terhadap para deportan
b. Keluarga memiliki latar belakang sama dengan deportan
78 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Masyarakat:
a. Dengan adanya sikap inklusif deportan menyebabkan masyarakat kurang
peduli
b. Timbul ketakutan dari masyarakat, karena tidak ada edukasi dari pihak
yang bewenang
Pemerintah/pemerintah daerah
a. Tidak memiliki data secara jelas deportan
b. Tindak ada pembinaan / pengawasan pasca reintegrasi
c. Kurang adanya sinergitas antar KL
Peran pemerintah dalam mendorong peran dan partisipasi perempuan
a. Meningkatkan kualitas keagamaan umat
b. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kebudayaan
c. Meningkatkan kualitas perempuan (self awereness, kemandirian)
d. Peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat
e. Meningkatkan koordinasi antar KL
Yang dapat dilakukan CSO dan INFID
a. Melakukan kerjasama dengan mendukung peningkatan kualitas peran
perempuan baik dalam keluarga , masyarakat maupun pemerintahan
melalui :
b. Penelitian hasil pasca rehabilitasi sosial
c. Melakukan edukasi terkait dengan kualitas perempuan sebagai seorang
Ibu dengan memperhatikan hak tumbuh kembang anak
79MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
13. Pleno IVPresentasi Tim Perumus
13.1. Rangkuman
Proses radikalisasi telah terjadi secara massif melalui jalur pendidikan dan rumah-
rumah ibadah (masjid) termasuk di masjid yang dibiayai mempergunakan
anggaran negara. Minimnya pengetahuan para guru agama dan dosen
berpengaruh cukup besar terhadap potensi berkembangnya intoleransi
dan radikalisme dikalangan pelajar dan mahasiswa. Indikasi intoleransi dan
radikalisme ini seperti api dalam sekam, di mana di level opini dan pemahaman
intoleransi dan radikalisme itu sudah terjadi dan hanya menanti momentum
yang tepat, api itu meledak dan membesar dalam bentuk tindakan.
Pemerintah daerah, sebagai salah satu ujung tombak penegakan HAM,
diharapkan mampu meredusir potensi tersebut. Kerangka HAM dalam setiap
proses perencanaan pembangunan menjadi penting sebagai panduan dalam
penyusunan kerja pemerintah daerah. Pemenuhanan HAM akan menjadi modal
dalam upaya untuk meminimalisir berkembangnya intoleransi dan radikalisme
dikalangan masyarakat termasuk di kalangan pelajar dan mahasiswa.
INFID saat ini tengah mendorong pemda-pemda untuk mengakselerasi
berbagai tantangan mengenai perlindungan HAM dan menghadapi situasi
intoleransi, ektremisme dan kekerasan. Sebuah kertas kebijakan telah disusun
dan diharapkan akan menjadi bahan pembuatan Pepres tentang Kota Ramah
HAM. Keberadaan Pepres tersebut diharapkan akan memberi landasan bagi
pemda dalam proses pembangunan yang memperhatikan
13.2. Presentasi Tim Perumus: Zainal Abidin - Kertas Kebijakan Kabupaten/
Kota HAM dalam Rangka menuju Perpres Kabupaten/Kota HAM
INFID saat ini tengah mendorong Pemda-pemda untuk mengakselerasi
berbagai tantangan mengenai perlindungan HAM dan menghadapi situasi
intoleransi, ektremisme dan kekerasan. Kertas kebijakan ini memberi landasan
bagi pemda. Terkait dengan bagaimana mereka membangun kotanya dengan
aspek HAM. Jika dari konteks dan urgensi mengapa policy ini penting, dapat
80 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
membaca ringkasan bahwa memang dipercayai kita menghadapi berbagai
macam tantangan yang menganggu kehidupan.
Kondisi ini dipahami Presiden Joko Widodo, bahwa Indonesia saat ini sedang
menghadapi tantangan berupa pandangan dan tindakan yang mengancam
kebhinekaan, termasuk ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Indonesia juga menghadapi tantangan yang terus menerus terkait dengan
pengeloaan Sumber Daya Alam (SDA).
Kerangka kerja HAM menjadi penting karena membantu menyediakan
pedoman normatif bagi Kota/Kabupaten dalam mencapai tujuan-tujuan yang
ditetapkan. Konsepsi HAM yang dirumuskan dalam sistem ketatanegaraan
seringkali bersifat luas dan abstrak, sementara penerapan HAM di tingkat
Kota/Kabupaten akan menegakkan HAM lebih konkrit, riil dan efektif, misalnya
menyediakan Pemda mekanisme yang berguna untuk mengukur kualitas
pelayanan publik dan pencapaiannya.
Kota menjadi medan utama dalam pemenuhan HAM di tingkat lokal, posisi
Pemda yang lebih dekat, Pemda menjadi tempat yang tepat untuk melindungi
HAM. Prinsip-prinsip HAM menyediakan mekanisme untuk menyelesaikan
konflik di daerah. Apa yang kita lakukan mendorong HAM telah lama dilakukan
oleh kota lain. Dan memang perlindungan HAMnya cukup baik, mereka
mampu.
Konfrensi ini telah menunjukan komitmen para kepala daerah yang terlibat.
Wonosobo ada Perda dan komisi HAM daerah. Kota-kota lain, Bojonegoro
punya Perbup, begitu juga dengan Lampung Timur. Mendatang, Pakpak
Bharat juga memiliki komitemen yang sama.
INFID akan mengupayakan supaya ada dukungan pemerintah pusat agar
daerah membentuk kota HAM. INFID juga melihat dan mengevaluasi berbagai
kelemahan yang terjadi. Misalnya implementasi kota HAM di tingkat lokal
masih sangat rendah.
81MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Berikut ini rancangan isi Perpres kota HAM yang INFID ajukan.
• Pertama, menguraikan tentang latar belakang pembentukan kabupaten/
kota HAM, yakni melaksanakan komitmen Bangsa Indonesia dalam
penghormatan, pemenuhan, pelindungan, penegakan, dan pemajuan
HAM berdasarkan UUD 1945 dan kewajiban internasional Indonesia yang
tertuang dalam berbagai perjanjian internasional tentang HAM yang
sudah diterima oleh Indonesia.
• Kedua, memuat tujuan dan sasaran pembentukan Kabupaten/Kota HAM,
yang menguraikan tujuan-tujuan utama pembentukan kabupaten/Kota
HAM yakni: (i) memastikan pemajuan, penghormatan, perlindungan, dan
pemenuhan HAM kepada semua warga negara; dan (ii) meningkatkan
tanggung jawab kabupaten/kota dalam pemajuan, penghormatan,
perlindungan, dan pemenuhan HAM di tingkat daerah; meningkatkan
dukungan pemerintah pusat dalam upaya dan inisiatif pemajuan,
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM di tingkat daerah.
• Ketiga, memuat prinsip-prinsip tentang Kabupaten/Kota HAM, yakni
(i) hak atas kabupaten; (i) nondiskriminasi dan aksi afirmasi; (iii) inklusi
sosial dan keragaman budaya; (iii) pemerintahan yang demokratis dan
akuntabel; (iv) keadilan sosial dan solidaritas yang berkelanjutan; (v)
pengarusutamaan HAM; dan (vi) hak atas pemulihan.
• Keempat, memuat kewajiban dan tanggung jawab pemajuan,
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM di tingkat daerah,
yang mencakup kewajiban dan tanggung jawab berdasarkan pada
peraturan perundang-undangan dan kewajiban dan tanggung jawab
dalam penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak sipil dan
politik, serta hak-hak ekonomi,sosial dan budaya. Selain itu, tugas dan
tanggung jawab ini juga mencakup tugas-tugas yang terkait dengan
kewenangan umum pemerintah, diantaranya pelaksanaan pancasila
dan UUD 1945, mempertahankan Bhinneka Tunggal Ika, dan menjamin
kehidupan demokrasi. Pemda juga mempunyai tanggung jawab untuk
82 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
memajukan HAM, baik melalui pendidikan publik kepada aparat pemda
dan masyarakat maupun melalui berbagai kegiatan lainnya
• Kelima memuat ketentuan tentang kelembagaan Kabupaten/Kota
HAM, yakni kelembagaan kabupaten/kota dengan dilandasi adanya
produk hukum daerah yang mengatur tentang kabupaten/kota HAM
untuk memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi pelaksanaan
kabupaten/Kota HAM. Pembentukan produk hukum daerah tentang
Kabupaten/Kota HAM dilakukan dengan keterlibatan unsur-unsur lain di
pemerintah daerah, misalnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
• Keenam, mengatur tentang peran pemerintah pusat melalui instansi
vertikal dan peran lembaga-lembaga negara lainnya dalam pelaksanaan
Kabupaten/Kota HAM, yang mencakup peran-peran lembaga negara
atau instansi vertikal berdasarkan peraturan perundang-undangan,
baik yang bersifat subtantif maupun bersifat dukungan teknis. Perpres
akan menjabarkan tanggung jawab berbagai kementrian dan lembaga-
lembaga negara lainnya, khususnya kementrian dan lembaga-lembaga
dalam wilayah eksekutif.
• Ketujuh, memuat tentang peran serta masyarakat sipil dan organisasi
lainnya dalam pembentukan, pelaksanaan dan pengawasan Kabupaten/
Kota HAM. Peran serta dan keterlibatan ini juga mencakup kewenangan
daerah untuk menjalin kerja sama dengan semua pihak dalam level lokal,
nasional dan internasional.
13.3. Yunita Faelanisa (PPIM UIN) “Api dalam Sekam”
Survei “Api dalam Sekam” merupakan Survei PPIM UIN Jakarta mengenai Sikap
Keberagaman di sekolah dan universitas di Indonesia. Survei ini dilakukan
oleh PPIM UIN dari 1 September hingga 7 Oktober 2017 dan dilauncing al
8 November 2017. Hasil Survei ini telah diseminasikan di 6 kota, dan baru
terlaksana di Medan.
Survei ini dilakukan karena adanya indikasi yang cukup kuat bahwa intoleransi
83MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
dan radikalisme sudah mulai menjadi aksi yang nyata. Pelajar dan mahasiswa
merupakan wahana pembibitan sikap dan pemikiran intoleransi dan radikalisme
yang paling masif. Namun minimnya base line data mengenai kondisi tersebut
mendorong PPIM UIN untuk melakukan survei ini. Sampel penelitian ini adalah
mahasiswa dan siswa, guru dan dosen namun pada penelitian ini PPIM UIN
fokus pada siswa dan mahasiswa saja.
Pemilihan judul Api dalam sekam diambil karena temuan survei ini menunjukkan
bahwa intoleransi dan radikalisme pada level opini cukup tinggi walaupun
belum di level aksi. Namun potensi dari opini menjadi aksi yang menjadi
temuan kita. Seperti api dalam sekam yang bisa membesar seketika ketika
mendapat udara yang cukup.
Penelitian ini mempergunakan dua alat ukur explicit measure - kuesioner dan
implicit asosiation test. Kemudian diperbandingkan dan ternyata memang
opininya tinggi. Ketika PPIM UIN melakukan diseminasi di Medan, di sana
opini radikal jauh lebih tinggi tetapi aksinya masih moderat. Misalnya untuk
pertanyaan “apakah Anda setuju kalau Anda sekamar dengan siswa/siswa lain
yang berbeda agama?” kalau tidak setuju berarti intoleransinya tinggi, dan
pertanyaan lainnya.
Di level guru juga sama. Opini intoleransi mengenai sesama umat muslim yang
berbeda faham dianggap sesat berkembang dikalangan mereka. Di dalam
Survei kami menunjukkan faktor guru agama menjadi penting. Sample kami
dibatasi guru agama islam dan dosen pun fakultas syariah.
Penolakan terhadap hasil survei ini terjadi di Medan yang kompisisi audiennya
merupakan para pendengar radio Roja dan tergabung dalam organisasi
keagamaan yang eksklusif. Pengertian menjalankan Islam secara kaffah masih
dipahami sebatas sikap belum pada perubahan prilaku dan penjagaan akhlak.
Dua hal yang minim dalam Pendidikan agama kita.
Temuan utama dari survei ini adalah opini intoleran dan radikalisme dikalangan
pelajar dan mahasiswa cukup tinggi walaupun belum termanifestasi di level
aksi. Hanya dibutuhkan pemicu yang tepat, opini tersebut akan berkembang
84 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
menjadi aksi yang nyata. Hal itu yang kemudian harus kita waspadai.
13.4. Agus Muhammad - Trend Radikalisme di Masjid di Jakarta
Survei mengenai trend radikalisme masjid di Jakarta dilakukan untuk
mengetahui model dan trend penyampaian pesan-pesan radikalisme di masjid
yang ada di Jakarta. Hasil survei ini diperoleh dari hasil analisis khutbah di 100
masjid kementrian/Lembaga/BUMN. Data survei merupakan hasil analisis
dri 46 Mesjid dan masih menyisakan 10 data masjid yang belum selesai di
analisisis. Survei ini dilakukan di masjid yang dibiayai oleh keuangan negara
dalam hal ini masjid dilingkungan K/L dan BUMN.
Jumlah masjid yang di survei sebanyak 40 mesjid BUMN, 26 masjid lembaga,
dan 34 masjid kementerian. Pengumpulan data dilakukan dengan merekam
khotbah selama 4 minggu dan pengumpulan foto semua brosur, ornamen,dan
khotib. Instrumen yang dikaji adalah sikap terhadap umat agama lain, sikap
terhadap kelompok minoritas, dan sikap terhadap ide khilafah. Lamanya survei
selama 1 bulan.
Temuan utama riset ini adalah, 23 masjid masuk dalam kategori abu-abu. Abu-
abu artinya secara verbal tidak ada radikalisme tetapi berdasarkan pada para
jemaah yang bercelana cingkrang dan brosur yang beredar di sana menunjukan
nuansa garis keras. Hasil lainnya adalah 21 yang merah (terindikasi radikal) dan
kuning 8. Angka positif yang diharapkan seharusnya 100% moderat.
Survei ini tidak selalu menggambarkan realitas yang sebenarnya, mungkin
seperti api dalam sekam. Fakta yang sebetulnya bisa lebih parah dari itu.
85MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
14. Lampiran
14.1. Deklarasi Kepala Daerah
Deklarasi Para Kepala Daerah dalam Konferensi Kabupaten/Kota HAM
Melihat dan menyadari bukti-bukti terkait meluasnya intoleransi ami menilai hal-hal
tersebut menjadi sumber ketidakamanan (instabilitas) yang akan melemahkan dan
merusak nilai-nilai kebangsaan Indonesia yang berbhinneka dan toleran. Intoleransi
dan ekstrimisme dengan kekerasan tersebut juga mengancam kehidupan demokrasi
dan perlindungan Hak Asasi Manusia.
Menyadari bahwa untuk menghadapi intoleransi dan ekstremisme dengan kekerasan
dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, perlindungan hak-
hak asasi manusia, rule of law, penghormatan terhadap pendapat pihak lainnya dan
menolak kekerasan dalam segala bentuknya.
86 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Mengakui bahwa Kepala Daerah dan Pemerintah Daerah memainkan peran penting
dalam menjaga dan merawat kohesi sosial dan kesatuan dan persatuan Indonesia.
Sehingga kami merasa terpanggil dan memiliki tanggungjawab untuk turut aktif
mengambil langkah-langkah dan kebijakan yang dapat mencegah bahaya tersebut,
sekaligus melindungi warga negara, khususnya kaum muda dari pengaruh dan
ideologi kelompok-kelompok intoleran dan ekstrem-kekerasan.
Bersama kementerian dan lembaga pemerintah di pusat, para penegak hukum
dan bekerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat yang lain, seperti
tokoh agama, cendekiawan, Organisasi Masyarakat Sipil, maka Kami menyatakan
komitmen dan tekad Kami untuk merawat dan menjaga Indonesia melalui langkah-
langkah berikut:
a. Kami menyatakan berteguh diri kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai pedoman etis
dan konstitusional. Karenanya, Kami bersikap prinsipil menolak semua ujaran
kebencian dan kegiatan lain yang bersifat intoleransi dan ektremisme dalam
mengelola pemerintahan dan melaksanakan pelayanan publik, di daerah kami
masing-masing, di seluruh Indonesia.
b. Kami akan mewujudkan Kabupaten/Kota HAM sebagai pedoman etis dan
operasional dalam mengelola pemerintahan dan melaksanakan pembangunan
di daerah kami masing-masing, di seluruh Indonesia.
c. Kami berkomitmen untuk mewujudkan Kabupaten/Kota HAM dengan cara lebih
mendengar suara warga, memperkuat perlindungan dan pelayanan kepada
kelompok perempuan dan kelompok penyandang disabilitas dan dengan sekuat
tenaga melindungi kelompok-kelompok minoritas di masyarakat.
d. Kami akan melembagakan Kabupaten/Kota HAM dalam rencana kerja tahunan
kami dan membentuk unit gugus tugas kelompok kerja yang akan melaksanakan
komitmen tersebut.
e. Kami akan menyusun berbagai regulasi atau peraturan daerah yang akan
memperkuat penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan pada masyarakat
dengan mencegah intoleransi dan ekstremisme-kekerasan.
Jakarta, 6 Desember 2017
Kami yang menyetujui deklarasi ini:
87MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
1. Remigo Berutu, Bupati Pakpak Bharat
2. Sukirman, Bupati Serdang Bedagai
3. Paulina, Wakil Bupati Sigi
4. Hairiah, Wakil Bupati Sambas
5. Amin Said Husni, Bupati Bondowoso
6. Achmad Husein, Bupati Banyumas
7. Uu Ruzhanul Ulum, Bupati Tasikmalaya
8. Rusman Ali, Bupati Kubu Raya
9. Hidayat, Walikota Palu
10. Boy Rumawung, Kepala Kesbangpol Kota Bitung.
11. ChusnuniaChalim, Lampung Timur
12. BekaUlungHapsara, Komnas HAM
13. SugengBahagijo, INFID
14. FajrimeiA. Gofar, KSP
15. Mugianto, INFID
14.2. Hasil Rumusan Konferensi
RUMUSAN KONFERENSI KABUPATEN/KOTA HAM 2017“Memperkuat Peran Pemerintah Daerah dalam Pencegahan Intoleransi dan
Ekstremisme dengan Kekerasan Melalui Perluasan Kabupaten/Kota HAM”
Jakarta, 6-7 Desember 2017
INFID – KOMNAS HAM - KSP
I. PENGANTAR
•• Konferensi ini merupakan kerja sama antara International NGO Forum for Indonesia
Development (INFID) dengan Komnas HAM dan Kantor Staf Presiden (KSP) serta
didukung oleh sejumlah Pemerintah Daerah. Konferensi diselenggarakan di
Hotel Manhattan, Jakarta dari tanggal 6-7 Desember 2017.
•• Konferensi adalah Konferensi ke-4, dengan mengangkat tema “Memperkuat
Peran Pemerintah Daerah dalam Pencegahan Intoleransi dan Ekstremisme
dengan Kekerasan melalui Perluasan Kabupaten/Kota HAM”. Tema ini diangkat
antara lain mencoba untuk mendiskusikan situasi Bangsa Indonesia, demokrasi
88 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
dan perlindungan HAM HAM saat ini.
•• Konferensi ini dihadiri lebih dari 200 peserta dari berbagai kalangan, diantaranya
dari perwakilan lembaga-lembaga negara, perwakilan Pemerintah Daerah
termasuk para Bupati dan Walikota, organisasi keagamaan, dan organisasi
masyarakat sipil lainnya termasuk anak-anak muda. Selain itu Konferensi ini juga
dihadiri oleh berbagai perwakilan organisasi internasional.
•• Konferensi ini terdiri dari 4 sesi pleno dan 6 sesi paralel dengan tema-tema terkait
pemerintah daerah, HAM dan aktor-aktor pencegahan intoleransi.
KONTEKS :
Temuan dalam Konferensi: Ancaman terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara,
Demokrasi, dan Perlindungan HAM
•• Konferensi ini mengkonfirmasi bahwa sebagai sebuah bangsa majemuk,Indonesia
menghadapi tantangan isu intoleran dan ekstremisme dengan kekerasan.
•• Situasi tersebut mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara, kehidupan
demokrasi, serta ancaman terhadap penghormatan, perlindungan, dan
pemenuhan HAM, baik di tingkat nasional maupun daerah.
•• Jika situasi tersebut tidak diantisipasi dengan segera oleh semua pihak termasuk
pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat sipil, dikhawatirkan demokrasi
dan perlindungan HAM di Indonesia mengalami kemunduran.
•• Indonesia yang maju, damai,rukun tanpa kekerasan adalah cita-cita kita bersama.
Untuk mencapai cita-cita tersebut, menjaga demokrasi menjadi keharusan dan
jangan sampai Indonesia menjadi negara yang gagal. Kehadiran kabupaten/
kota HAM merupakan tool yang cukup relevan untuk Indonesia sebagai counter
terhadap kemunculan ancaman-ancaman demokrasi.
•• Negara-negara lain juga menghadapi persoalan yang hampir sama, misalnya:
Filipina, Swedia dan Korea. Mereka menghadapi berbagai tantangan dalam
isu hak asasi manusia, termasuk di dalamnya isu intoleransi dan extrimisme
dengan kekerasan. Swedia dan Korea sedang mencoba menerapkan kerangka
human rights cities yang memang sedang menjadi trend global. Sedangkan
Filipina sedang belajar untuk mengenal konsep human rights cities. Sementara
Indonesia, beberapa Kabupaten/Kota sudah mulai melaksanakan human rights
cities tersebut.
89MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Menegaskan Kembali Demokrasi Indonesia
•• Konferensi ini juga menegaskan kembali bahwa Indonesia adalah negara yang
berbhinneka, toleran, berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
•• Pemerintah, termasuk pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk
menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia. Baik itu hak-hak
sipil dan politik, maupun hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Sektor swasta
juga mesti turut serta melaksanakan prinsip-prinsip HAM dalam menjalankan
bisnisnya.
•• Demokrasi di Indonesia belumlah sebagai demokrasi yang sempurna, melainkan
masih banyak hal yang perlu dibenahi. Termasuk dalam politik elektoral, antara
lain populisme telah membelah antara elit dan massa bagi mobilisasi untuk
mencapai kekuasaan. Pembelahan ini berpotensi untuk ‘meledakkan’ massa
pada saat terjadi kontestasi politik elektoral.
•• Media sebagai pilar keempat demokrasi masih perlu memperbaiki diri untuk
terus menjadi penjaga demokrasi, bukan sebaliknya turut bermain-main dengan
kekuasaan.
Peran Pemerintah Daerah dalam Pencegahan Intoleransi dan Ekstremisme dengan
Kekerasan Melalui Perluasan Kabupaten/Kota HAM
•• Pada dasarnya Pemerintah daerah memilik rantai birokrasi terpendek terhadap
warga negara. Pemda merupakan perwujudan pemerintah yang paling dekat
dengan warga negara sehingga mempunyai posisi yang strategis dalam
pencegahan intoleransi dan ekstremisme.
•• Telah banyak praktik baik yang dilakukan beberapa pemda dalam rangka menjaga
toleransi dan kerukunan, memelihara kebhinnekaan dan memenuhi hak asasi
manusia. Praktik-praktik tersebut tentu saja dapat dimodifikasi dan dijadikan
inspirasi bagi pemda lainnya.
•• Sebagai contoh misalnya: Kabupaten Gunung Kidul melalui Program “Guyub
Rukun vs Intoleransi” mencoba memastikan bahwa Gunung Kidul merupakan
Kabupaten yang toleran. Sementara Kota Pematang Siantar dipilih sebagai
salah satu Kota Paling Toleran karena menerima keragaman suku dan adat
dengan menggunakan pendekatan nilai – nilai adat leluhur yaitu gotong royong.
Kabupaten Lampung Timur melalui Youth Camp mencoba untuk memberikan
90 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
pemahaman HAM kepada anak muda, di samping program-program yang
memenuhi hak kesehatan dan pendidikan. Kota Palu mengeluarkan Perwali untuk
menyelesaikan persoalan HAM masa lalu yang berada di wilayahnya. Kota Palu
juga membentuk Perda untuk penguatan lembaga-lembaga adat. Kabupaten
Pakpak Bharat mengeluarkan kebijakan agar sekolah – sekolah menyanyikan lagu
nasional untuk menanamkan nasionalisme dan mencegah intoleransi.
Peran Masyarakat Sipil
Masyarakat sipil merupakan salah satu aktor kunci dalam pelaksanaan human rights cities.
•• Anak muda juga memiliki posisi strategis dalam turut serta mencegah intoleransi
dan ekstremisme, antara lain melalui penggunaan teknologi informasi, khususnya
internet dengan menyediakan informasi atau konten positif yang bertujuan
mengcounter berita bohong (hoax), dan berita palsu (fake news) yang disebarkan
oleh kelompok intoleran.
•• Pelibatan akademisi dalam membantu pemerintah daerah melakukan assessment
dan penyusunan kebijakan juga menjadi penting.
Peran Lembaga Negara
•• Lembaga Negara seperti Komnas HAM, Ombudsman, Komnas Perempuan dan
Lembaga Nasional HAM lainnya juga berperan penting dalam melaksanakan,
dan memonitor pelaksanaan Kabupaten/Kota HAM .
III. REKOMENDASI
Umum:
•• Negara perlu menciptakan situasi kondusif (enabling environment) bagi
pemajuan, penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM.
•• Diperlukan kerja bersama untuk menjaga Indonesia. Kita harus bergerak maju,
sejalan dengan gerak kemajuan demokrasi dan pemenuhan hak hak.
•• Negara (Kepolisian) harus menciptakan rasa aman, dan tidak didikte oleh
kelompok-kelompok intoleran yang menentang prinsip-prinsip HAM. Oleh
karena itu menerapkan konsep human right city menjadi penting dan relevan
dengan kondisi Indonesia yang multikultur.
•• Pemerintah Pusat perlu melakukan pengarusutaman Kabupaten/Kota HAM
•• Pemerintah Daerah memastikan penguatan kapasitas aparatnya, dan
melibatkan masyarakat sipil.
91MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
•• Masyarakat sipil terlibat dan berpartisipasi aktif dalam kebijakan yang disusun
oleh Pemerintah Daerah.
IV. PENUTUP
Sebagai bagian dari Konferensi Kabupaten/Kota HAM adalah sebuah Deklarasi
Kepala Daerah untuk melakukan langkah-langkah pencegahan intoleransi dan
kerangka Kabupaten/Kota HAM yang ditandatangani oleh 12 Kepala Daerah, dan
disaksikan oleh KSP, Komnas HAM dan INFID.
Disampaikan juga dalam forum untuk diselenggarakannya Konferensi Kabupaten/
Kota HAM 2018 yang waktu dan tempatnya akan ditentukan kemudian.
Tim Perumus:
1. Zainal Abidin – Konsultan HRC
2. Fajrimei A. Gofar – Staf Ahli Madya Kedeputian V, Kantor Staf Presiden
3. Yuli Asmini – Divisi Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM
4. Mugiyanto - Senior Program Officer untuk HAM & Demokrasi INFID
5. Beka Ulung Hapsara – Komisioner Komnas HAM
14.3. Agenda Konferensi
Tanggal : 6 - 7 Desember 2017
Tempat : Hotel Manhattan, Jl. Prof. Dr. Satrio, Kav. 22, Karet Kuningan - Jakarta Selatan
WAKTU Hari I (Rabu, 6 Des) Hari II (Kamis, 7 Des)
08.00 – 09.00 Registrasi
09.00 – 09.30 Seremoni Pembukaan Pleno III(Sesi untuk Para Kepala Daerah)09.30 – 10.30 Pidato Kunci
10.30 – 10.45 Rehat Kopi Rehat Kopi
10.45 – 12.30 Sesi Pleno I(Sesi Utama untuk Pembicara Nasional)
Sesi paralel 2(3 Thematic Events)
12.30 – 13.30 Lunch Break Lunch Break
13.30 – 14.00 Pidato KebudayaanSesi Pleno IV
1. Presentasi Tim Perumus2. Peluncuran Buku Panduan HRC3. Pembacaan Deklarasi, dan
Seremoni Penutupan
14.00 – 15.30 Sesi Pleno II(Sesi untuk pembicara Internasional)
15.30-15.40 Rehat Kopi
15.40 – 17.00 Sesi Paralel 1
19.00 – 20.30 Mimbar Kemanusiaan
92 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
14.4. Makalah dan Presentasi
1.1.1. Lampiran Materi Sidarto Danusubroto (Dewan Pertimbangan Presiden)
93MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
94 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.1.2. Lampiran Materi Pleno Chusnunia Chalim (Bupati Lampung Timur, diwakili
Kepala Bappeda Ir. Puji Rianto SM)
95MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
96 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.1.3. Materi Masni menggantikan Grata Endah Werdaningtyas (Direktur
Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata, Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia)
97MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
1.1.4. Materi Kim Hyun (Team Leader Departemen HAM Kantor Walikota
Gwangju, Korea Selatan)
98 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
99MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
100 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.1.5. Materi Gabriella Fredriksson (Team Leader RWI)
101MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
1.1.6. Materi Jaleswari Pramodawardhani (Kemenlu)
Populisme dan DemokrasiKedeputian V bidang Politik,6Hukum,6Pertahanan,6Keamanan, dan HAM,6Kantor6Staf PresidenJakarta,666Desember 2017
Populisme sebagai Arah Pergerakan
Hingga saat ini masih belum ada konsensus di kalangan akademisi mengenaidefinisi pasti dari populisme.
Akan tetapi dari berbagai literature, populisme mengarah pada pendekatan politikyang berpihak pada kepentingan orang banyak dan cenderung anti terhadap polaelitisme.
Populisme berdasarkan substansipermasalahan menghasilkanoutcome4yang4positif.4Contoh:4Terpilihnya Presiden Jokowi4di4Pilpres 2014
Populisme berdasarkan perdebatanidentitas berpotensi menghasilkanekses negatif.4Contoh:4Narasi antiBimigran Presiden Trump
Demokrasi Indonesia-dalam Arus Populisme
Indeks Demokrasi Indonesia 2016 menunjukantren yang mengkhawatirkan dimana terjadipenurunan nilai sebanyak 2,73 poin menjadi 70.09poin jika dibandingkan tahun 2015.
Demokrasi pada dasarnya memberikan iklim yang baik untuk berkembangnyapopulisme.
Hal demikian didasari salah satunya pada alasan adanya keleluasaan untukmengemukakan pendapat dan gagasan di ruang publik.
Beberapa indikator yang memiliki penurunan kualitasmemiliki keterkaitan dengan penggunaan ancaman/kekerasan/ diskriminasi berdasarkan sentimen agama,etnis, suku, ras, dan gender di ruangEruang publik.
Beberapa Langkah Pemerintah dalam Menjaga Demokrasi
! Penegakan hukum bagi penyebar ujaran kebencian dankebohongang3
! Merangkul berbagai pemangku kepentingan dalammenyebarkan pesan8pesan damai di masyarakat3
! Revisi terhadap Undang8Undang Organisasi Masyarakat3
! Pembentukan Unit Kerja Presiden bidang PembinaanIdeologi Pancasila
TERIMA'KASIH
102 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.1.7. Lampiran materi Muhammad Reza (KRUHA)
Res Commune dalam perlindungan hak-hak dasar manusiaKonferensi Kabupaten/Kota HAM 2017 dan Sidang Umum Anggota INFID
a. Res commune dalalm hak asasi manusia di Indonesia
Sejak diputuskannya perihal kewajiban negara dan hak konstitusional dalam sidang
pertama Mahkamah Konstitusi (mengenai listrik, Perkara Nomor 001-022/PUU-
1/2003), dunia hukum Indonesia memasuki sebuah proses dalam mmembangun
kepranataan hak-hak warga negara (enumeration of rights). Sejak perumusan
konstitusi di tahun 1945, pada tahun inilah Indonesia membangun rumusan hak
yang mempunyai format keberlakuan hukum, atau yang dikenal sebagai justiciability.
Sekaligus, didefinisikan pula tanggung jawab konstitusional negara yang kemudian
diterjemahkan ke dalam protokol “pengakuan”, “layanan publik”, “pembatasan” dan
sebagainya. Dalam konteks inilah, hak-hak tersebut dibangun dan dibentuk.
Pada putusan Mahkamah Konsitusi mengenai air (Nomor 85/PUU-XI/2013,
diputuskan pada tahun 2014) dan benih (Nomor 99/PUU-X/2012, diputuskan pada
tahun 2013), pengakuan hak ini juga meliputi konteks komunitas pemulia (breeder,
holder). Konteks ini melampaui konteks konsumen. Komunitas bukan hanya sekedar
konsumen melainkan juga pelaku konservasi, penjaga kualitas, pengembang
kemanfaatan, dan berbagai peran interlocutor antara alam dan kehidupan manusia.
Dalam pengertian ini, juga dikenal pengertian commons.
Dalam perlindungan perihal benih dan air, muncul konteks res commune. Air dan
benih dimengerti bukan sebagai komoditas, melainkan sebagai perihal (res) yang
membentuk kehidupan baik pemulianya maupun masyarakat secara luas. Dalam
pengertian ini, res commune membentuk pola relasi antara negara, warga negara, dan
kepentingan publik. Air dan benih, dalam hal ini, tidak dapat dimiliki secara ekslusif-
komersial, melainkan selalu menjadi titik temu antar kehidupan. Dalam pengertian
ini, negara melindungi hak warga negara sekaligus membangun pelayanan publik
sebagai perlindungan hajat hidup orang banyak. Juga, dengan tetap melihat
perkembangan peraturan perundangan yang berkembang di Indonesia, kewajiban
negara dalam perlindungan hak asasi manusia ini juga mengalami perkembangan.
Upaya melakukan perlindungan
103MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
b. Perlindungan res commune dalam pola relasi antar pihak di tingkat pusat
dan daerah.
Dengan mengambil konteks perlindungan soal res commune dalam hal air, beberapa
hal berikut perlu diwujudkan di tingkat pusat dan daerah:
1. Pemerintah pusat menetapkan prioritas dalam saling silang hak guna air dengan
menjabarkan syarat sebesar-besar kemakmuran rakyat; prioritas dalam hal air
baku (air minum), air rumah tangga, air pertanian, air kepentingan komunitas-
komunitas;
2. Pemerintah pusat membangun kapasitas dalam menyelenggarakan layanan
publik yang menyediakan air layak (yang dipakai untuk minum, untuk kehidupan
yang sehat);
3. Pemerintah pusat menetapkan ‘akses terhadap keadilan’ bagi para pemangku
hak;
4. Pemerintah mengelola dan mengawasi atas tata kelola tanah, air tanah, air
permukaan, Daerah Aliran Sungai (DAS), siklus hidrologi, limbah, kebencanaan
Panduan bagi penyelenggara pemerintah daerah
1. Pemerintah daerah membangun kapasitas atas layanan publik untuk air;
2. Pemerintah daerah membangun tata ruang lestari atas air permukaan di mana
swakelola air atas masyarakat dapat berlangsung
3. Pemerintah daerah menyelenggarakan tata kelola atas Daerah Aliran Sungai
(DAS) dan sikus hidrologi lintas wilayah administrasi;
4. Pemerintah daerah memperbaiki pewujudan hak atas air di wilayah-wilayah sulit,
termasuk wilayah pesisir, wilayah penduduk padat, wilayah kapur dan gambut,
dan wilayah iklim kering
Dalam konteks “Hak Asasi Manusia dan Bisnis”, perlindungan res commune
sebagaimana yang dijabarkan di atas ini merumuskan aktivitas komersial (besar
dan kecil) sebagai pendukung dalam menjaga ketersediaan dan ruang bersama
bagi “barang publik” (air, benih). Dukungan ini juga mengarah pada peran-peran
dalam pembangunan berlanjut (sustainable development) dimana warga negara
dan organisasi komersial menggunakan materi baku secara tepat dan semakin
mengarah pada pengentasan kemiskinan.
104 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
UN instruments on business and human rights:founding a setting of norm for international protection of human rights Indonesia Initiative
The UN instruments is to be developed to govern the human rights upon transnational
corporations and with other (transnational) business enterprises. The UN member
states should perform their duties, both in domestic level and in international
level. This also open a wide space for cooperation among states themselves. The
instruments should develop anti-discriminatory measures, as this is at the heart of
human rights promotion and protection. The non-discrimination is already set by
the international human rights law and mechanism, and should allow a normative
development to govern the matter of transnational corporations and (transnational)
business enterprises.
The instruments (voluntary guidelines and legally binding treaty) will provide a timely
opportunity to build a body of law, policies and body of knowledge on governing
the matter of human rights where it intersect with business.
Indonesia is increasingly improving her quality in human rights protection. While
many are still visibly lagging, some show a good indication on how Indonesia
addressing the human rights issue. This is shown in the level of ministries, in the
judiciary, in the constitutional court, and in various work undertaken by civil society
and rights organisations. The development of constitutional protection for citizens
especially in fundamental rights are worth noted. The indigenous groups, rights
of child, citizenship rights on mix-nations marriage, voting rights, other groups
in Indonesia are all good start where to see the improvement. Even more so, the
constitutional court and its proceeding shows that active citizens contribute greatly
to this very improvement.
Indonesia has been also taking a good deal of cooperation, be it with developing
countries, and with advanced industrial nations. Increasingly, Indonesia sees
the value of openness and international cooperation. By means of international
cooperation, nations shares what they have and develop an international framework
for promotion and protection of human rights. In the context of “business and
105MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
human rights”, the delegate of Indonesia to the UN Human Rights Council vote yes
in the resolution of A/HRC/RES/26/9. This is considered one among many efforts
on improving the ways and means to promote and protect human rights, especially
those which intersect with business.
Indonesian civil society and rights groups are following this development with strong
attention. The OEIWG itself should pave the way for the improvement of human
rights protection. Indonesian civil society and rights groups would develop a good
participation with this momentous process. There are some participations which
should be worth dedicated. This will be of domestic reform, and of international-
based effort.
Building norm in international human rights law and mechanism
In the very heart, the understanding should lay in an intergovernmental or
international norm which is developed and improved by states, as this refer to the
Vienna Convention on Law on Treaty (1969). On practical level, states (:UN member
states) will discuss and conclude the set of law. At the very same time, treaties
of human rights (:covenants and conventions) and thematic mechanism of human
rights should allow a more clear mechanism where rights are developed, overseen,
and holding states accountable. This is where the role of civil society plays important
role.
The development of legally binding instruments would cover areas of:
Transnational setting
The understanding of transnational will refer to the transnational context where
corporations and business enterprises operate. In one and several ways, how
corporations and business enterprises are founded and operate create “an effect
of law” which govern many things. They operate easily in states and in “between-
states”. They create rule which diminish state, and, in effect, also serve (short)
business cycle.
At the same time, states often fail in performing their democratic or constitutional
duty, where promotion and protection of human rights are fundamental. The food
crisis (2007-2008 and after), natural destruction, corruption, greed of and abuse by
106 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
business entities, ever expensive access to justice are all hallmark of that failure. This
failure also reemphasise the need for international norm. Lone state could never
achieve a good status of promotion and protection of human rights. The instruments
is to operate a law which bind state, and designate an extraterritorial duty of the
states upon the matter.
Legally binding
This will be legally binding as to complement) any voluntary code already in place,
and will hold state accountable for promotion and protection of human rights
where this intersect with transnational corporations and (transnational) business
enterprises.
Non-discrimination
The instruments will identify discriminations created by free-reign transnational
corporations and (transnational) business enterprises. The term discrimination is
already established by United Nations where it denote:
“…should be understood to imply any distinction, exclusion, restriction or preference
which is based on any ground such as race, colour, sex, language, religion, political or
other opinion, national or social origin, property, birth or other status, and which has
the purpose or effect of nullifying or impairing the recognition, enjoyment or exercise
by all persons, on an equal footing, of all rights and freedoms”
This also could reach point where it applies to “thematic” human rights, such as on
water, as follow “Non-discrimination: Water and water facilities and services must
be accessible to all, including the most vulnerable or marginalized sections of the
population, in law and in fact, without discrimination on any of the prohibited grounds”
Progressively, this will also cover where transnational corporations and (transnational)
business enterprises impact their entity and operation upon individual and collective
setting of rights and human being. This will see how far the entity and operation,
directly and indirectly, create and effecting human rights abuses.
107MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
State-obligation
State should willingly and ably perform their duty to promote and protect human
rights. Within the framework of Vienna Convention on Law on Treaties, state should
develop an international framework for national and extraterritorial obligation.
Standard-setting
The purpose of instrument is of standard setting. This will start with minimun
requirement and progressively developed. human rights problem related to
transnational corporations and (transnational) business enterprises: showcase of
Indonesia
“water grabbing”
On this context, water is acquired as commodities and profit making asset. This
create a space where corporations establish their entity and operations above any
other legal entities and considerations. This is founded by legislation and related
public policy. At this stage, commodities and profit making is facilitated by state. At
different stage, ever increasing trading makes water become object of acquirement
and speculation. Corporations impose their reign to enable them to compete. The
study of Elinor Ostrom (Nobel Laureate 2009) describe the depletion of natural
resource related to consumption (and the development of “the commons” to make
natural resource well and sustainably used).
The expansion and exploration activities of private water companies have occurred
all over Indonesia in water spring areas. The most notable cases of the establishment
of bottled water companies happened in the Sukabumi and Klaten regions. Having
been granted the permit to set up their water plants in these regions, the water
companies started to buy up all the land where, based on their exploration, spring
water is most abundant. Local farmers are prohibited to go near the land where they
normally used the water from various springs and wells freely. The area is fenced
off and guarded with high levels of security. Drought has been one of the manifest
by- products of the establishment of water facilities as consistently experienced by
local farmers. It has been observed that water in wells has dried up, and the volume
of water in the watershed has reduced markedly.
108 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
In the village of Kuta, Sukabumi, residents now have to dig wells down to a depth
of 18 meters, whereas before the existence of bottled water industries, people
used to dig only 10 meters deep. In Klaten, in Central Java, farmers have to pump
from deep groundwater in order to have water for their agricultural activities. The
water that used to flow naturally from the springs of Kapilaler and Sigedang was
sufficient for agricultural irrigation. At present, this water no longer flows or is
available to the same degree. In addition, the exploitation of ground water in large
quantities simultaneously has led to land deterioration (land subsidence). Further a
decrease in soil in the underground water basin is expected to have further adverse
consequences since it is where all the processes of hydrogeological recharge,
drainage, and ground water discharge occur naturally.
In Banten, the province in the westernmost part of Java, a transnational bottled water
company set its sights on the ground water basin of Rawadano in 2007. The basin
is situated in the Padarincang sub- district and known for its best quality of natural
spring water. The area is covered by paddy fields where small-scale farmers work. Its
location is considered a blessing by the locals as it is above the underground water
basin and not far from the swampy lake of Rawadano. In 2008, the company began
exploration after getting permission from Banten provincial government without
any consultation with local communities.
Based on KRUHA‟s calculation, the amount of water which could be targeted by a
water company could reach 63 liters/second, equivalent to 5,443,200 liters of water
per day. As one bottled water could costs 3,000 IDR for a 1 liter bottle, this means
that a corporation will generate profit in excess of 16 billion IDR (or 1.8 million USD)
each day from their operation in Padarincang, Banten alone. On the side of local
villagers, there are more than 6,000 hectares of paddy field in Padarincang and one
hectare can produce about 2,000 kgs ofrice every 4 months or 6,000 kgs of rice
each year. With the assumption of the cost of rice being approximately 4,000 IDR/
kg, the total income lost for farmers will be 12 billion IDR/month (approximately 1.3
million USD).
In this and other instances, government fail to perform their obligation. The voluntary
setting of instrument governing transnational corporations create a situation
109MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
where government works in the opposite role, namely as representatives of the
corporations.
MIFFE (Merauke Integrated Food and Energy Estate)
In 2010, the government launched a program of food development and large-scale
energy, called MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate) in Merauke,
southern part of the province of Papua. The government allocated land and forest
area of 2.5 million hectares for mega development projects in food and energy,
based on large capital corporations, plant export commodities, modern technology.
Increasingly, big companies are interested in investments. To date, there were 36
companies that obtain “permit of location” covering an area of 1,586,979 hectares,
consisting of: 9 (nine) palm oil plantation company which controls an area of 284 890
ha, 9 (nine) industrial timber plantation company which have of 762 721 hectares of
land, 15 plantation of sugar cane companies which have 456 885 hectares of land,
and 3 (three) companies targetting crops of cassava, rice, soybeans and corn which
have 82 483 hectares of land. On acquiring the land, those companies employs
different ways which could enforce an issue of “legal” establishment, and imposing
manipulation and confiscation against local peoples. It is estimated that more than
50,000 people, including people of Malind and of Yeinan. They are indigenous
people of Papua in coastal area and in inland Merauke. They will be affected and
threatened directly of those giant project. The biggest threat is public loss of rights
and access to land, loss of livelihood and important living place, damage and loss
of ecological environment and the destruction of social and cultural life. This will
mount to extinction of local peoples.
The entity and operation of transnational corporations in Papua impose a redefinition
of law, with limit which can only be exercised by themselves. There are examples of
centralisation rule upon land and natural resources, exertion rule into dynamics of
commodities and profit making interest (i.e. short term interest), the use of toxic
ingredients into the land and air, monoculture and industrialised agriculture which
overrule family farming, sustainable development and natural conservation.
Development into norm The identification of a process discrimination in factual and
normative setting should be developed. This will set into:
110 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Non-recognition: Whether and when the legal foundation and operation of
transnational corporations and business enterprise legally and effectively did not
recognize the rights of peoples, of thematic (water, indigenous peoples, others); how
should legally binding instruments should performs and to hold parties accountable
Adverse impact: Within well-meaning and well-intended orientation, how public
policies (governing business activities) and business entities effectively create an
devastating impact in normative setting and in factual land and natural resources.
This kind of impact should be also measured against long-term rights of peoples.
Absence of access to justice: In and after business activities, there are not ways and
means where local peoples, stakeholders, and even state could control transnational
corporations and business entities. Even-more so, when there is a recognition of
abuse, there is not reparation measures for victims and survivors .
Non-performance duty-holder (i.e. state): within framework of international human
rights law, peformance by state is low or non-existent on promoting and protection
of human rights in the context of business activities.
KRUHA is a part of Indonesian Contact for Human Rights Treaty Initiative
111MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
1.1.8. Materi Junardi (President of Indonesia Global Compact Network)
How to Do Business with Respect for Human Rights (Bagaimana Menjalankan Bisnis dengan
Menghormati HAM)
Jakarta, 6 December 2017
Y.W. Junardy
Commissioner, PT. Rajawali Corpora President, Indonesia Global Compact Network
Member of the Board, United Nations Global Compact
International Human Rights Standard
Source:
Universal Declaration
(UDHR)
Covenant civil and political
rights
Covenant economic, social,
cultural rights
ILO Core Conventions
Geneva Conventions
Torture Racial Discrimination Women Migrant
Workers Children Persons with disabilities
Indigenous Declaration
General Comments e.g Right to Water
Basic Principles on the Use of Force and
Firearms
Code of Conduct for Law Enforcement
Officials General Comments e.g. water and
sanitation
Declaration Rights of National or Ethnic,
Religious and Linguistic Minorities Basic Principles
on the Use of Force and Firearms
Declaration Rights of Indigenous
Peoples
International Bill of Human Rights
• Basic rights and freedoms inherent to all human beings without discrimination
• States have primary duty to protect human rights, but all organs of society have responsibility to promote their realisation
• Declaring a right changes behaviour because it places a duty on others to respect that right
• Universal, inter-related, interdependent, indivisible
Values Freedom Respect Equality
Empowerment Dignity Accountability Participation
Norms or behaviours
Laws
Source:
What Are Human Rights?
With over 14,000 signatories from 170 countries, Global Compact is now the
world’s largest corporate responsibility initiative, and a vehicle for linking profits and social advancement.
United Nations Global Compact
“Business can be part of the solution to the challenges of globalization”
Voluntary movement, Corporate Leaders, Academic Institutions and NGOs in the world, who are committed to implement the UN Global Compact 10 principles and
supporting the UN program
Act Responsibly Contribute to Development
For a More Sustainable & Inclusive Global Economy
Development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs. Brundtland Commission “Our Common Future” 1987 The concept was further developed in Rio Declaration (1992) and Rio+20 (2012).
What is Sustainable Development?
Social Equality (People)
Economic Growth (Profit)
Environment Sustainability
(Planet)
Sustainability is the connector of any enterprise’s bottom line initiatives. (Profit, People, Planet)
New Leaders Orientation UN Global Compact - The Action Platforms
Partners:
Women’s Empowerment Principles
112 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Areas of Human Rights Impacts
Source:
Vulnerable Groups
Particularly vulnerable
groups
Elderly people
Women
Persons with
disabi-lities
Migrant workers
Indige-nous
peoples
religious, ethnic and
other minorities
Children & youth
Source:
Questions to Consider in Your Business
• Do we have a clear overview of our human rights risks at corporate level and in our relationships and who potentially affected groups are? • What existing assessment processes (risk assessment, EIA, SIA) do we have in place? Can we build on these or do we need a new approach? • Where do we need to conduct a specific assessments on human rights? • Which tools fits our company’s approach and needs and how can we adapt them to our company? • How can we use the assessment process to build ownership and capacity within our business? • Who needs to be involved internally and externally? • How can we integrate assessment results into our existing company processes and policies?
“The rule of law is crucial for promoting economic growth, sustainable development, human rights and access to justice. Where the rule of law is strong, people and business can feel confident about investing in the future.”
Ban Ki-moon, Former United Nations Secretary-General
The Importance of Rule of Law
Reputation Investment Preference
Operational Productivity Social License
Product Compliance Loyalty
The Benefits of Getting it Right Kegiatan IGCN Terkait dengan Implementasi Bisni dan HAM
Promoting UNGPs to be embedded in companies’
strategy & policy
Water program to engage society and companies to
preserve water
Civil rights fulfillment program to tackle one of the root of poverty cycle
INTERNAL INTERNAL & EXTERNAL EXTERNAL
UNGPs Training (2014)
Understand what human rights means in a business context, and for their own business
Know how to assess the human rights impacts of their business activities and relationships through a due diligence approach
Have practical examples of how to conduct due diligence, avoid complicity and develop grievance mechanisms
Develop an action plan for implementing the human rights principles of the UN Global Compact
Two Batches of 2-Days Training
43 participants from Indonesian and international companies, plus a limited number of academics & NGOs.
UNGPs Training (2014)
IGCN and ELSAM launched book “Bagaimana Menjalankan Bisnis dengan Menghormati Hak Asasi Manusia”, a guidance for business in advancing their actions toward human rights issues. The book is translated from a book titled “How to Do Business in Respecting Human Rights” published by Global Compact Network Netherlands.
113MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Buku Panduan untuk Melaksanakan UNGP
Kegiatan Sendiri
Kegiatan perusahaan menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia
Kontribusi Langsung
Tindakan & keputusan perusahaan memberikan tekanan pada rekan bisnis yang menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia
Kontribusi Tidak Langsung
Perusahaan mempunyai hubungan dengan rekan bisnis yang melanggar hak asasi manusia
Skema Hubungan Kemungkinan Terjadinya Pelanggaran HAM
Briefing and Workshops (2015)
2-days event: Senior Leaders Briefing and two thematic issues on business and human rights (water and land issues)
66 participants from various private sectors, academic institutions and NGOs.
The output of this event was sent it to Shift and became the material to develop the 2nd Edition of “Doing Business with Respect Human Rights: A Guidance Tool for Companies”.
Series of Multi-Stakeholders Dialogue (2015-Present)
Launching of Business & Human Rights Working Group (2016)
EU EIDHR Project (1 April 2016 – 31 March 2019)
This project is funded by the European Union and implemented by Oxfam in Indonesia and its partners.
Promoting Accountable Business through Advancement of UNGP on Business and Human Rights Implementation in Indonesia
AREAS • Nationally • North Sumatra • West Kalimantan
SECTORS • Food Industry • Agriculture (Palm Oil)
EXPECTED RESULTS • Better awareness & knowledge on business & human rights practice • Strengthened multi-stakeholders dialogue and collaboration • Develop best practice or model
Langkah Lanjut
Pengembangan RAN Bisnis dan HAM sebagai pedoman pelaksanaan secara nasional (selaras dengan SDG16)
Kebijakan pemerintah untuk mendukung pelaksanaan serta penegakan hukum secara konsisten
Sosialisasi secara luas baik di lembaga Pemerintah, Bisnis, LSM dan Akademisi
Memasukan Prinsip Bisnis dan HAM sebagai unsur dalam visi/misi/kebijakan dan tata kelola kegiatan
Melakukan Assessment dan due diligence baik intern lembaga/perusahaan maupun industri serta tindakan pemulihan yang diperlukan terhadap pelanggaran
Mengembangakan kemitraan secara luas di pusat dan daerah
Pelaporan berkala atas kemajuan yang dicapai
Terima kasih
Main Office: Menara Rajawali 21st Floor c/o PT Rajawali Corpora Jalan DR. Ide Anak Agung Gde Agung Lot #5.1 Mega Kuningan, Jakarta 12950 Ph. (+62 21) 576 0808 Secretariat: MNC Tower 24th Floor c/o PT Trans Javagas Pipeline Jl. Kebon Sirih 17-19, Jakarta 10340 Ph. (+62 21) 392 7870 / 391 7805 Email: [email protected] ; [email protected] Website: www.indonesiagcn.org
“We need a global response that addresses the root causes of conflict, and integrates peace, sustainable development and human rights in a holistic way – from conception to execution.”
H.E. Mr. António Guterres, United Nations Secretary-General
114 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.1.9. Lampiran Materi Walikota Pemantang Siantar
115MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
1.1.10. Lampiran Khalis Mardiasih (Gusdurian Jogyakarta)
116 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.1.11. Lampiran Julia Sonntag (Robert Bosch Stiftung)
117MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
1.1.12. Emil Dardak (Bupati Trenggalek)
118 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
119MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
120 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
121MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
1.1.13. Lampiran Arman Dhani (Mojok.co)
122 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.1.14. Lampiran Jane Aileen Tedjaseputra, SH., LL.M. (YLBHI)
123MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
1.1.15. Lampiran Mulyadi Prajitno (Direktur Yayasan Kajian Pemberdayaan Masyarakat/YKPM Sulsel)
124 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.1.16. Lampiran Neneng Heryani (PSMP Handayani Jakarta Kementerian Sosial)
1.1.17. Lampiran Hikmah Bafaqih (Ketua PW Fatayat NU Jatim)
125MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
126 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.1.18. Lampiran Any Rufaedah (Division for Applied Social Psychology Research/DASPR) Daya Makara UI)
127MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
1.1.19. Lampiran Remigo Yolando Berutu (Bupati Pakpak Bharat)
128 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
129MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
1.1.20. Lampiran Hj. Hairiah, SH, MH (Wakil Bupati Sambas)
130 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.1.21. Lampiran Menuju Peraturan Presiden Kabupaten/Kota HAM Presiden Kabupaten/Kota HAM
131MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
132 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.1.22. Lampiran Api Dalam Sekam Keberagaman Gen Z
133MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
134 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
135MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
14.5. Dokumentasi Foto
136 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
137MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
138 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
14.6. Liputan Media
1.1.23. Kompas.com (7 Desember 2018)
Pemda Berperan Penting Cegah Intoleransi dan Ekstremisme
Sonya Hellen Sinombor
7 Desember 2017 08:00 WIB
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Salah satu hasil penelitian Pusat Studi Budaya dan Perumahan Sosial
Universitas Muhammadiyah Surakarta tentang radikalisme dalam website
dan media sosial yang digelar di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin
(4/12). Dalam beberapa sisi, warga banyak berperan menjadi distributor
terkait isu radikalisme.
JAKARTA, KOMPAS – Isu intoleransi dan ekstrimisme dengan kekerasan
di Indonesia mendapat perhatian pemerintah dan organisasi masyarakat
sipil. Bahkan, Konferensi Kabupaten/Kota Hak Asasi Manusia yang digelar
International NGO Forum for Indonesia Development (INFID) bekerja
sama dengan Komisi Nasional HAM dan Kantor Staf Presiden, tanggal 6-7
Desember 2017 mengangkat tema “Memperkuat Peran Pemerintah Daerah
dalam Pencegahan Intoleransi dan Ekstrimisme dengan Kekerasan melalui
139MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Perluasan Kabupaten/Kota HAM”.
Konferensi diselenggarakan di Hotel Manhattan, Jakarta dari tanggal 6-7
Desember 2017 ini adalah acara tahunan dan merupakan konferensi ke-4.
Konferensi dibuka Kepala Staf Presiden Teten Masduki, Senin (6/11).
Direktur Eksekutif INFID Sugeng Bahagijo dalam keterangan pers
mengungkapkan Tema “Memperkuat Peran Pemerintah Daerah dalam
Pencegahan Intoleransi dan Ekstrimisme dengan Kekerasan melalui
Perluasan Kabupaten/Kota HAM” diangkat dalam konferensi tersebut antara
lain mencoba untuk mendiskusikan situasi demokrasi dan HAM saat ini.
“Kami percaya bahwa kita semua tidak ingin Indonesia menjadi Negara
gagal. Saya percaya kita ingin Indonesia menjadi masyarakat yang damai,
rukun dan tanpa kekerasan,” ujar Sugeng.
Karena itulah lanjut Sugeng, keberadaan kabupaten/kota HAM menjadi
penting. “Saya mengapresiasi pada kepala daerah yang membuktikan
wilayahnya sebagai daerah toleran, inklusif, dan punya komitmen sebagai
Kabupaten/Kota HAM,” kata dia.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Menurut dia, sebagai sebuah bangsa majemuk Indonesia menghadapi
tantangan isu intoleran dan ekstrimisme yang serius. Komnas HAM menerima
tren peningkatan kasus dalam isu ini. Karena itu, dia menilai isu intoleransi
dalam konferensi tersebut faktual dan aktual. Negara perlu menciptakan
situasi yang kondusif untuk mewujudkan hak – hak korban.
Berbagai survei
Mugiyanto, Senior Program Officer untuk HAM dan Demokrasi INFID
mengungkapkan berbagai survei menunjukkan situasi intoleransi dan
ekstremisme dengan kekerasan di Indonesia. Survei INFID tentang Persepsi
Anak Muda terhadap Radikalisasi dan Ekstremisme dengan Kekerasan
140 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
menyebut bahwa 22,2 persen setuju kekerasan sebagai cara yang tepat
hadapi kaum kafir dan 47 persen setuju larangan ucapan selamat hari raya
kepada agama lain.
“Survei-survei lain juga menunjukan gejala yang sama,”ujar Mugiyanto.
Ia mencontohkan, Setara Institute yang melakukan Survei tentang Kota,
menyebut Jakarta paling intoleran dari 94 kota lainnya di Indonesia.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid memberikan paparan
mengenai radikalisme di kalangan anak muda saat seminar bertajuk “Menolak
Intoleransi, Melawan Radikalisme dan Sosialisasi Hasil Survei Pemetaan
Internet – Sosial Media tentang Persepsi Pemuda terhadap Radikalisme dan
Ekstremisme di Indonesia” Senin (16/1) di Surabaya, Jawa Timur. Sebanyak
88,2 persen dari 1.200 responden menyatakan sangat tidak setuju terhadap
kelompok agama yang menggunakan kekerasan.
Konferensi Human Rights Cities diisi dengan sesi pleno dan pararel
dengan tema Pencegahan Intoleransi dan Ekstrimisme dengan Kekerasan
: Peran Pemerintah Pusat dan Daerah; Kabupaten/Kota HAM dan Gerakan
Global untuk Mencegah Intoleransi dan Ekstremisme dengan Kekerasan;
Forum Kepala Daerah : Dialog Toleransi dan Keberagaman; Populisme dan
141MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
Demokrasi; Pemda dan Hak Minoritas Keagamaan, dan tema lainnya.
Selain menghadirkan narasumber Sidarto Danusubroto (Dewan
Pertimbangan Presiden) dan Yenny Wahid (Wahid Fondation) konferensi
tersebut juga menghadirkan sejumlah narasumber yakni Chaerul Anwar dari
BNPT, Pudji (Bappeda Lampung Timur), Masni Eriza (Kasubdit Hak kelompok
rentan, Kementerian Luar Negeri), Kim Hyun (Team Leader Departemen
HAM Kantor Walikota Gwangju Korea Selatan), Marizen Santos (Kepala Divisi
Pemantauan Kewajiban Internasional, Kantor Penasihat Kebijakan HAM
Komnas HAM Filipina), Gabriella Fredriksson, (Team Leader Inclusive Cities
RWI), dan Mugiyanto Senior Program Officer HAM dan Demokrasi Infid.
Konferensi tersebut dihadiri lebih dari 150 peserta dari berbagai kalangan, di
antaranya dari perwakilan lembaga-lembaga negara, perwakilan Pemerintah
Daerah termasuk para Bupati dan Walikota, organisasi keagamaan, dan
organisasi masyarakat sipil lainnya termasuk anak-anak muda. Selain itu
Konferensi ini juga dihadiri oleh berbagai perwakilan organisasi internasional.
Pengertian kabupaten/kota HAM
Kabupaten/kota HAM adalah kabupaten/kota dimana Pemerintah daerah
memiliki komitmen untuk menjamin pemenuhan, perlindungan, dan
penghormatan warganya sesuai dengan kebutuhan warganya dengan
melibatkan warga dan kelompok masyarakat sipil dalam menentukan
nasib mereka. Pemerintah kabupaten/kota sebagai unit pemerintahan di
tingkat lokal yang bersinggungan langsung dengan warga masyarakat dan
representasi negara di tingkat lokal sudah sepatutnya memiliki wewenang
dan tanggung jawab terkait pemenuhan HAM.
Realisasi penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM oleh
pemerintah daerah tidak akan maksimal bila tidak didukung oleh sumber
daya dan sumber dana (penganggaran) pemerintah daerah.Undang-Undang
No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 9 – 12 mengatur
kewenangan pemerintah daerah terkait hak-hak danpelayanan publik, antara
142 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
lain dibidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang,
perumahan rakyat dan kawasan pemukiman, ketentraman, ketertiban umum
dan perlindungan masyarakat dan sosial.
Paritispasi aktif warga dan kelompok masyakarat sipil sangat penting untuk
memastikan pelaksanaan tanggung jawab HAM pemerintah daerah terkait
program-program pembangunan Hak Asasi Manusia tidak salah sasaran.
1.1.24. Liputan Sulbar.com (2 Desember 2017)
Komnas HAM: Pemda Harus Aktif Mencegah Paham Intoleransi
December 2, 2017 liputansulbar LiputanBerita, Nasional, Post 0
JAKARTA, LIPUTANSULBAR – Komisione Komnas HAM, Amirrudin Al Rahab
menekankan pentingnya peran pemerintah baik pusat dan daerah dalam
mencegah berkembangnya paham intoleransi dan ekstremisme. Ia juga
menekankan bagaimana otonomi menuntut tanggung jawab dari kabupaten/
kota, salah satunya untuk pemenuhan HAM.
“Akhir-akhir ini sentimen intoleransi terasa semakin mengkhawatirkan.
Oleh karena itu, pemerintah daerah seharusnya lebih aktif mencegah
berkembang-luasnya sentimen tersebut agar bisa dikelola berbagai pihak
143MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
sebelum menjadi persoalan yang lebih besar,” kata Amiruddin saat Konferensi
Pers menjelang Konferensi Nasional Menuju Kabupaten/Kota HAM 2017 yang
diselenggarakan oleh INFID di Jakarta, Kamis (30/11).
Turut hadir dalam acara ini, Bupati Lampung Timur, Chusnunia Chalim;
Tenaga Ahli Madya Kedeputian V Bidang Kajian Politik, dan Pengelolaan
Isu-isu Hukum, Pertahanan, Keamanan dan HAM dari Kantor Staf Presiden,
Fajrimei A. Gofar; dan Direktur Eksekutif INFID, Sugeng Bahagijo serta Yolandri
Simanjuntak dari INFID selaku moderator.
Menurut Amirudin, pemerintah daerah tidak bisa hanya diam saja menunggu
aksi maupun arahan pemerintah pusat. Di samping itu, Kota/Kabupaten
Ramah HAM membuka ruang partisipasi masyarakat untuk berkontribusi
dalam upaya pembangunan.
Hal senada disampaikan Chusnunia Chalim. Menurut Chusnunia, esensi dari
pelayanan pemerintah adalah mewujudkan HAM. “Itu adalah nyawa dari
pelayanan,” tegas Bupati Lampung Timur itu.
Ketika melakukan fungsinya, kata dia, pemerintah daerah Lampung Timur
memiliki prinsip “melayani manusia seutuhnya sebagai manusia”, yaitu tidak
membeda-bedakan suku, agama, maupun ras, yang merupakan perwujudan
dari semangat pengarusutamaan toleransi.
Lebih lanjut lagi, Chusnunia meyakinkan bahwa jika pemerintah sendiri tidak
bisa mewujudkan keadilan, maka benih-benih kecemburuan sosial akan
semakin tumbuh subur yang bermuara pada semakin menguatnya sentimen
intoleransi.
Sementara itu, Gofar melihat adanya dinamika yang mengganggu
kebinnekaan di Indonesia yang terlihat dari proses Pilkada Jakarta yang baru
saja berlangsung. Konferensi Kabupaten/Kota HAM diharapkan memperkuat
upaya untuk mengeliminir gejala intoleransi di tingkat lokal. Jika tidak,
dikhawatirkan masyarakat Indonesia akan semakin terpolarisasi.
144 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
Hal itu senada dengan pernyataan Sugeng Bahagijo yang melihat bahwa
kegiatan Konferensi Kabupaten/Kota HAM bisa menjadi medium untuk
memperkuat dan memperluas praktik baik yang sudah dilakukan pemda
yang menjadi pionir. Hal itu karena konferensi ini akan menhadirkan lebih
dari 150 pihak, baik dari pemerintah daerah, lembaga-lembaga maupun
masyarakat sipil.
Lebih lanjut, Sugeng menyatakan bahwa konferensi ini akan menghasilkan
deklarasi sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah yang hadir dengan
lembaga-lembaga seperti Komnas HAM dan KSP untuk mencegah intoleransi
serta ekstrimisme dengan kekerasan di Indonesia.
Hal lainnya adalah persoalan media yang dikemukakan oleh Chusnunia.
Baginya, media berperan dalam menyebarkan sentimen intoleransi yang
tidak hanya terjadi di kota besar tetapi juga di kabupaten.
Salah satu upaya Lampung Timur adalah membangun jurnalisme warga
agar dapat berpartisipasi dalam menyebarkan narasi-narasi perdamaian
di media. Lampung Timur juga mendorong partisipasi anak muda sebagai
agen penyebar toleransi dengan melakukan Youth Camp yang merupakan
ruang dialog bagi anak muda lintas-iman.
Mengenai media, Sugeng lebih menekankan kepada maraknya penyebaran
hoaks di media online. Baginya kebebasan di media online harus diimbangi
dengan sikap toleran. Bagi Sugeng, “Salah satu penyumbang intoleransi
adalah hoaks”.
Mengenai hal itu, kata dia, negara harus hadir dengan membuat kebijakan
yang melibatkan pengusaha penyedia layanan internet dan masyarakat sipil
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu upaya pemerintah yang
hari ini telah dilakukan adalah pembentukkan UKP PIP yang menurut Fajrimei
telah berkolaborasi dengan kelompok-kelompok Islam moderat di Indonesia.
Untuk diketahui, Konferensi Nasional Kabupaten/Kota HAM akan dilaksanakan
145MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
pada tanggal 6-7 Desember 2017 di Hotel Manhattan, Jakarta. Konferensi ini
merupakan hasil kerja sama INFID, Komnas HAM dan Kantor Staf Presiden.
Tema besar yang dipilih adalah “Memperkuat Peran Pemerintah Daerah
dalam Pencegahan Intoleransi dan Ekstremisme dengan Kekerasan Melalui
Perluasan Kabupaten/Kota HAM”.
Peserta yang akan hadir ditargetkan berjumlah sekitar 150 orang yang terdiri
dari bupati, wali kota dan perwakilan pemerintah kab/kota di Indonesia
(Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa), serta perwakilan akademisi,
organisasi masyarakat sipil dan sektor swasta. Narasumber dari luar negeri
juga turut diundang untuk berbagi pengalaman mereka, antara lain dari
Korea, Swedia, Filipina, Inggris, Perancis dan Spanyol.
Sumber : Jpnn.com
146 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
1.1.25. Daulat.co (2 Desember 2017)
Mencegah Intoleransi & Ekstrimisme Melalui Konferensi Nasional Kab/Kota
HAM 2017
04:00 2 Desember, 2017
Menuju Konferensi Nasional Kab/Kota HAM 2017 (dok INFID)
daulat.co – Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab menyatakan
pentingnya peran pemerintah, baik pusat dan daerah, dalam mencegah
berkembangnya paham intoleransi dan ekstremisme.
Menurutnya, otonomi daerah menuntut tanggung jawab dari kabupaten/
kota, salah satunya untuk pemenuhan HAM. Ia menyatakan demikian karena
akhir-akhir ini sentimen intoleransi terasa semakin mengkhawatirkan.
Pemerintah daerah seharusnya lebih aktif mencegah berkembang luasnya
sentimen tersebut agar bisa dikelola berbagai pihak sebelum menjadi
persoalan yang lebih besar. Pemerintah daerah tidak bisa hanya diam saja
menunggu aksi maupun arahan pemerintah pusat.
147MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENCEGAHAN INTOLERANSI DAN EKSTREMISME DENGAN KEKERASAN MELALUI PERLUASAN KABUPATEN/KOTA HAM
“Kota/Kabupaten Ramah HAM membuka ruang partisipasi masyarakat untuk
berkontribusi dalam upaya pembangunan,” kata Amiruddin dalam Konpers
Menuju Kabupaten/Kota HAM 2017 di Jakarta, sebagaimana keterangan
tertulis yang diterima Jumat (1/12).
Konpers dihadiri Bupati Lampung Timur Chusnunia
Chalim, Tenaga Ahli Madya Kedeputian V Kantor Staf
Presiden Fajrimei Gofar, Direktur Eksekutif INFID Sugeng
Bahagijo dan dimoderatori Yolandri Simanjuntak dari INFID.
Bupati Lampung Timur Chusnunia Chalim mengatakan bahwa esensi dari
pelayanan pemerintah adalah mewujudkan HAM. Sebab pemenuhan HAM
adalah nyawa dari pelayanan. Sejalan dengan itu pula Pemkab Lampung
Timur memiliki prinsip ‘melayani manusia seutuhnya sebagai manusia’.
Maksudnya adalah dalam melayani masyarakat, Pemkab Lampung Timur
tidak membeda-bedakan suku, agama, maupun ras, yang merupakan
perwujudan dari semangat pengarusutamaan toleransi.
Chusnunia meyakinkan bahwa jika pemerintah sendiri tidak bisa mewujudkan
keadilan, maka benih-benih kecemburuan sosial akan semakin tumbuh subur
yang bermuara pada semakin menguatnya sentimen intoleransi.
Perwakilan dari KSP, Fajrimei A Gofar, melihat adanya dinamika yang
mengganggu kebhinnekaan di Indonesia yang terlihat dari proses Pilkada
Jakarta yang belum lama ini berlangsung.
Konferensi Nasional Kabupaten/Kota HAM yang rencananya digelar 6-7
Desember 2017 di Jakarta, diharapkan akan memperkuat upaya untuk
mengeliminir gejala intoleransi di tingkat lokal. Jika tidak, dikhawatirkan
masyarakat Indonesia akan semakin terpolarisasi.
Sementara Sugeng Bahagijo melihat bahwa kegiatan Konferensi Kabupaten/
Kota HAM bisa menjadi medium untuk memperkuat dan memperluas praktik
148 PROSIDINGKONFERENSI INFID KABUPATEN/KOTA HAM-2017
baik yang sudah dilakukan pemda yang menjadi pionir.
Konferensi yang dihadiri lebih dari 150 pihak diyakininya akan menghasilkan
deklarasi sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah yang hadir dengan
lembaga-lembaga seperti Komnas HAM dan KSP untuk mencegah intoleransi
serta ekstrimisme dengan kekerasan di Indonesia.
(Abdurrahman Muhamad)
NGO in Special Consultative Status with the Economic and Social Council of the United Nations, Ref. No : D1035
Jl. Jatipadang Raya Kav.3 No.105 Pasar MingguJakarta Selatan, 12540
Phone : 021 7819734, 7819735 Email :[email protected]:www.infid.org