proses penyusunan rba on line.docx

24
Proses Penyusunan RBA (Rencana Bisnis Anggaran) RSUD avatar Posted on Senin, 6 Mei 2013, 6:52 by Tri MS ppkblud.com – Tulisan ini berusaha untuk memvisualkan dan memaparkan kembali proses penyusunan RBA, terkait dengan pertanyaan pembaca yang menanyakan tentang bagaimana metode/proses untuk melakukan revisi RBA. Pertanyaan ini sering saya temui ketika sedang mendampingi rumah sakit dalam penyusunan RBA mereka, baik dari kalangan internal rumah sakit sendiri maupun mitra kerja mereka dari DPPKA (bagian keuangan) pemda setempat. Besar kemungkinan pertanyaan ini muncul karena memang secara eksplisit Permendagri 61/2007 tidak mengatur masalah revisi RBA. Meskipun sebenarnya proses penyusunan RBA sudah diatur sedemikian jelasnya dalam Permendagri 61/2007 mulai dari pasal 71 sampai dengan 79. Proses penyusunan RBA sampai dengan terbitnya DPA definitif terbagi dalam dua proses besar. Yaitu proses yang berjalan di internal rumah sakit dan proses penetapan RBA yang berlangsung di wilayah eksternal rumah sakit. Dengan asumsi bahwa rumah sakit memiliki struktur organisasi sub bagian anggaran dan verifikasi, maka proses internal penyusunan RBA rumah sakit dapat digambarkan sebagai berikut: rba2 Dari bagan terlihat bahwa koordinator penyusunan RBA terletak pada sub bagian anggaran. Koordinator ini dapat disesuaikan dengan nomenklatur organisasi yang berlaku di setiap rumah sakit. Substansinya adalah koordinator penyusunan RBA merupakan tanggungjawab pejabat keuangan BLUD. Form Pendapatan yang didistribusikan harus mencakup seluruh jenis pendapatan yang disepakati internal rumah sakit, yang nantinya akan menjadi objek pendapatan dalam RBA. Sedangkan form belanja harus dapat menjelaskan secara detail input,output dan outcome dari setiap program dan kegiatan yang diusulkan. Meskipun untuk kepentingan anggaran belanja RBA BLUD rumah sakit hanya sampai pada jenis belanja,

Upload: jason-solomon

Post on 22-Nov-2015

84 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Proses Penyusunan RBA (Rencana Bisnis Anggaran) RSUD avatarPosted on Senin, 6 Mei 2013, 6:52 by Tri MSppkblud.com Tulisan ini berusaha untuk memvisualkan dan memaparkan kembali proses penyusunan RBA, terkait dengan pertanyaan pembaca yang menanyakan tentang bagaimana metode/proses untuk melakukan revisi RBA. Pertanyaan ini sering saya temui ketika sedang mendampingi rumah sakit dalam penyusunan RBA mereka, baik dari kalangan internal rumah sakit sendiri maupun mitra kerja mereka dari DPPKA (bagian keuangan) pemda setempat. Besar kemungkinan pertanyaan ini muncul karena memang secara eksplisit Permendagri 61/2007 tidak mengatur masalah revisi RBA. Meskipun sebenarnya proses penyusunan RBA sudah diatur sedemikian jelasnya dalam Permendagri 61/2007 mulai dari pasal 71 sampai dengan 79. Proses penyusunan RBA sampai dengan terbitnya DPA definitif terbagi dalam dua proses besar. Yaitu proses yang berjalan di internal rumah sakit dan proses penetapan RBA yang berlangsung di wilayah eksternal rumah sakit.

Dengan asumsi bahwa rumah sakit memiliki struktur organisasi sub bagian anggaran dan verifikasi, maka proses internal penyusunan RBA rumah sakit dapat digambarkan sebagai berikut:

rba2

Dari bagan terlihat bahwa koordinator penyusunan RBA terletak pada sub bagian anggaran. Koordinator ini dapat disesuaikan dengan nomenklatur organisasi yang berlaku di setiap rumah sakit. Substansinya adalah koordinator penyusunan RBA merupakan tanggungjawab pejabat keuangan BLUD. Form Pendapatan yang didistribusikan harus mencakup seluruh jenis pendapatan yang disepakati internal rumah sakit, yang nantinya akan menjadi objek pendapatan dalam RBA. Sedangkan form belanja harus dapat menjelaskan secara detail input,output dan outcome dari setiap program dan kegiatan yang diusulkan. Meskipun untuk kepentingan anggaran belanja RBA BLUD rumah sakit hanya sampai pada jenis belanja, namun form belanja yang didistribusikan harus mampu menampung belanja hingga rincian belanja. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap permintaan DPPKA pemda setempat sekaligus sebagai pengendalian internal BLUD RS.

Pada saat pembahasan internal seluruh pendapatan dan belanja dari semua bagian/instalasi dikonsolidasikan. Jika terdapat keterbatasan sumber daya (semisal pendapatan yang kurang untuk menutup usulan belanja) maka disinilah tempat untuk menetapkan skala prioritas program dan kegiatan. Pembahasan internal harus melibatkan semua bagian yang menjadi subjek pengusul. Prinsip transparansi menjadi pilar utama, sehingga ketika suatu usulan program dan kegiatan dengan terpaksa harus ditunda/dibatalkan tidak terjadi keresahan, prasangka negatif dan kekecewaan yang berdampak pada motivasi kerja bagian/instalasi yang bersangkutan.

Draft pendapatan dan belanja yang telah dibahas akan menjadi dokumen penganggaran untuk tahun anggaran yang direncanakan. Itulah substansi RBA, yang akan digunakan sebagai dasar untuk membuat laporan keuangan prognosa tahun anggaran yang direncanakan. Terdiri dari laporan operasional, laporan arus kas , neraca serta catatan atas laporan keuangan. Betapa pentingnya RBA (draft pendapatan dan belanja) ini dalam penyusunan laporan keuangan tergambar sebagai berikut:

rba3Hubungan RBA dengan Laporan Keuangan BLUD

Komponen pendapatan dan belanja dalam RBA merupakan bahan utama pembuatan laporan prognosa operasional dan arus kas. Laporan operasional menggambarkan kinerja BLUD RS dalam mengelola sumber daya untuk menghasilkan pendapatan, sedangkan laporan arus kas menggambarkan aliran kas masuk dan keluar dari setiap aktivitas pendapatan dan belanja. Dari laporan arus kas,orang akan melihat seberapa cerdas suatu rumah sakit mengelola utang dan piutangnya sehingga tetap menampilkan perbandingan yang optimal antara pendapatan yang belum diterima dengan kecukupan kas untuk memutar roda pelayanan. Dari keduanya (laporan operasional dan arus kas) neraca -yang menggambarkan seberapa kaya rumah sakit tersebut- BLUD RS disusun.

Usai penyusunan dokumen RBA, dimulailah tahap kedua,yaitu penetapan RBA hingga menjadi DPA definitif sebagai dasar penerimaan pendapatan dan pengeluaran belanja. Proses penetapan ini tergambar sebagai berikut:

rba4RBA yang telah selesai disusun, diusulkan oleh pemimpin BLUD ke DPPKA (dulu PPKD, dalam permendagri 61/2007). Usulan RBA dibahas secara internal DPPKA untuk dicocokkan dengan ketersediaan dana dan prioritas anggaran tahun yang direncanakan. Setelah disetujui, DPPKA menyerahkan RBA tersebut ke Tim anggaran pemda setempat untuk dibahas dan dikaji bersama dengan RKA SKPD lainnya. Dokumen RKA seluruh SKPD (termasuk RBA) kemudian disampaikan ke tim anggaran DPRD untuk dibahas dan disahkan menjadi Perda APBD.

Dengan mengacu pada APBD definitif yang diperolehnya, pemimpin BLUD melakukan penyesuaian/revisi RBA. RBA yang telah disesuaikan dengan APBD kemudian menjadi dasar penyusunan DPA yang akan diusulkan ke DPPKA. Begitu disetujui DPPKA, DPA tersebut telah menjadi dokumen penganggaran yang menjadi dasar pelaksanaan anggaran BLUD yang bersangkutan.

Pada intinya revisi DPA BLUD dapat dilakukan melalui dua kategori perubahan anggaran. Yang pertama , melalui penetapan oleh DPPKA mengenai kebijakan perubahan anggaran yang menjadi wewenang SKPD tanpa melalui PAK, yang kedua melalui mekanisme PAK.

Bila melalui PAK, proses yang mesti dilalui tidak jauh berbeda kala pertama kala menyusun RBA hingga menjadi DPA definitif. Bila berupa kebijakan, maka harus ada kesepakatan dengan DPPKA mengenai prosedur dan batasan kewenangan untuk merubah pendapatan dan belanja. Dan kebijakan ini harus dituangkan dalam peraturan kepala daerah tentang pengelolaan anggaran tahun berjalan.

Tulisan dibuat oleh Julianto Supangat (konsultan BPKP), di web ppkblud.com.

Dibaca: 5763 kaliTentang BLU: Rencana Bisnis Anggaran (RBA)Friday, 14 September 2012 03:15administrator E-mail Print PDF

ShareRencana Bisnis Anggaran (RBA) adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja dan anggaran suatu satker Badan Layanan Umum (BLU).

RBA terdiri dari:

Ringkasan EksekutifBAB I PendahuluanBAB II Kinerja BLU TA 20xx dan RBA BLU TA 20xx+1BAB III PenutupTATA CARA PENYUSUNAN RBA:

1. RBA disusun berdasarkan:Basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya.Pagu belanja dan target pendapatan yang diperkirakan akan diterima; danBasis akrual.2. RBA memuat paling kurang:Seluruh program, kegiatan dan target kinerja (output), dimana rumusannya harus sama dengan rumusan yang ada pada RKA K/L.Kondisi kinerja BLU tahun berjalan.Asumsi makro, merupakan data dan/atau informasi atas indikator ekonomi yang berhubungan dengan aktivitas perekonomian nasional dan/atau global secara keseluruhanAsumsi mikro, merupakan data dan/atau informasi atas indikator ekonomi yang berhubungan dengan aktivitas BLU.Target pendapatan dan pagu belanja, disusun berbasis kas dan per unit kerja.Perkiraan biaya, disusun berbasis akrual dan per unit kerja.Prakiraan maju pendapatan dan belanja 3 tahun ke depan.3. Standar Biaya:Bagi BLU yang telah menyusun standar biaya layanannya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya (dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya), RBA disusun menggunakan standar biaya tersebut. Penetapan standar biaya oleh Pimpinan BLU dan dilampiri SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak).Bagi BLU yang belum menyusun standar biaya layanannya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya, BLU menggunakan standar biaya yang ditetapkan oleh Menkeu.

4. Pendapatan yang dicantumkan dalam RBA, bersumber dari:Pendapatan yang akan diperoleh dari layanan yang diberikan kepada masyarakat;Hibah tidak terikat dan/atau hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain;Hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya (antara lain pendapatan jasa lembaga keuangan, hasil penjualan aset tetap, dan pendapatan sewa);Penerimaan lainnya yang sah; dan/atau Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN.5. Ambang Batas Belanja BLURBA menganut pola anggaran fleksibel (flexible budget) yaitu belanja BLU dapat melampaui atau dibawah pagu anggaran sesuai dengan realisasi pendapatan.Belanja BLU yang melampaui pagu anggaran dapat dilakukan dalam suatu angka persentase ambang batas.Penghitungan ambang batas belanja mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional, antara lain trend naik/turun realisasi anggaran BLU tahun sebelumnya, realisasi/prognosa tahun anggaran berjalan, dan target anggaran BLU tahun yang akan datang.Penghitungan ambang batas BLU hanya untuk belanja yang didanai dari PNBP BLU tahun anggaran berjalan.Satker BLU dapat melakukan belanja melampaui pagu anggaran sampai dengan ambang batas mendahului pengesahan revisi DIPA

Keterkaitan Antara RKA-KL dengan RENSTRA, RENJA, dan BSC

15MARLAPORAN HASIL EVALUASI

KETERKAITAN ANTARA RKA-KL DENGAN RENSTRA, RENJA, DAN BSC

1. LATAR BELAKANGSalah satu pendekatan yang digunakan dalam penyusunan dokumen anggaran, dalam hal ini RKA-KL, adalah pendekatan penganggaran berbasis kinerja. Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) merupakan suatu pendekatan dalam sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian kinerja tersebut. Dalam pendekatan ini pengalokasian anggaran berorientasi pada kinerja sehingga diharapkan akan menunjukkan keterkaitan langsung antara pendanaan dengan kinerja yang ingin dicapai. Untuk menunjukkan keterkaitan tersebut, pendekatan PBK mensyaratkan adanya indikator kinerja yang merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja. Khusus untuk lingkup Kementerian Keuangan, sejak tahun 2010 pengelolaan dan pengukuran kinerja di setiap unit Eselon I menggunakan sistem manajemen kinerja berbasis balanced scorecard yang dituangkan dalam sebuah Kontrak Kinerja.

Di samping itu, prinsip utama dalam penerapan PBK ini adalah adanya keterkaitan yang jelas antara kebijakan yang terdapat dalam dokumen perencanaan nasional dan alokasi anggaran yang dikelola Kementerian/Lembaga (KL) sesuai tugas-fungsinya. Dokumen perencanaan tersebut meliputi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Renja-KL. Sedangkan alokasi anggaran yang dikelola KL tercermin dalam dokumen RKA-KL dan DIPA yang merupakan dokumen yang bersifat tahunan. Renja-KL sebagai dokumen perencanaan pembangunan tahunan di lingkup KL merupakan penjabaran dari Renstra-KL yang merupakan rencana pembangunan jangka menengah untuk periode 5 tahun.

Seluruh dokumen tersebut merupakan bagian dari sistem perencanaan pembangunan nasional merupakan sebuah proses yang sistematis dan terpadu. Karena sistem perencanaan pembangunan nasional merupakan sebuah proses yang sistematis dan terpadu, maka seluruh tahapan dan dokumen-dokumen yang dihasilkan harus menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut meliputi keterkaitan visi dan misi, program, kegiatan, termasuk kinerja yang ingin dicapai dan indikator yang digunakan untuk mengukurnya.

2. TUJUANLaporan ini bertujuan untuk mengevaluasi keterkaitan antara dokumen-dokumen perencanaan yang digunakan oleh KL yang meliputi Renstra-KL, Renja-KL, RKA-KL, dengan dokumen manajemen kinerja berbasis balanced scorecard. Keterkaitan yang dievaluasi terutama dalam hal indikator kinerja yang digunakan dalam setiap dokumen, baik dalam proses penetapannya, rumusan indikatornya, maupun dalam proses pelaporan atau evaluasinya.

3. DASAR HUKUMUU Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN;UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJP;PP Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;PP Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan RKA-KL;PMK Nomor 93 Tahun 2011 tentang Juksunlah RKA-KL;KMK Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan;Permenpan Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Penetapan IKU di Lingkungan Instansi Pemerintah.4. PEMBAHASAN4.1. Alur Sistem Perencanaan

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyatakan bahwa kerangka perencanaan pembangunan nasional meliputi: a) rencana pembangunan jangka panjang (RPJP); b) rencana pembangunan jangka menengah (RPJM); dan c) rencana pembangunan tahunan. RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 tahun yang merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional. RPJM Nasional adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 tahun yang merupakan penjabaran visi, misi, dan program Presiden yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program dalam rencana kerja yang bersifat indikatif. Pada tingkatan Kementerian/Lembaga, RPJM ini selanjutnya disebut dengan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga atau lebih dikenal dengan Renstra-KL.

Rencana pembangunan 5 tahunan ini selanjutnya dijabarkan lagi dalam rencana pembangunan tahunan yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tingkat Presiden serta Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL) untuk tingkat KL. RKP dan Renja-KL merupakan dokumen perencanaan untuk periode 1 tahun. Renja-KL yang disusun dengan mengacu pada RKP dan pagu indikatif ini selanjutnya menjadi pedoman penyusunan RKA-KL. RKA-KL inilah yang menjadi muara dari dokumen perencanaan dan penganggaran. Selanjutnya RKA-KL ini akan menjadi dasar ditetapkannya dokumen pelaksanaan anggaran yaitu DIPA.

4.2. Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK)

Dalam konsep pendekatan PBK, dituntut adanya keterkaitan yang erat antara anggaran dengan kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu setiap unit organisasi pemerintah harus dapat menetapkan rumusan kinerja yang ingin dicapainya. Kinerja yang telah direncanakan tersebut harus bersifat terukur pencapaiannya. Untuk itu setiap unit juga harus menetapkan indikator kinerja tertentu untuk mengukur pencapaian kinerjanya. Yang jauh lebih penting, indikator kinerja merupakan alat ukur untuk menilai keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap unit organisasi. Jadi informasi kinerja ini mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses perencanaan dan penganggaran. Rumusan indikator kinerja beserta targetnya selanjutnya juga harus dinyatakan di dalam dokumen perencanaan termasuk Renja-KL dan RKA-KL.

Terdapat 3 (tiga) tahapan utama dalam penerapan PBK, yaitu:

1) persiapan;

2) pengalokasian anggaran; dan

3) pengukuran dan evaluasi kinerja.

Salah satu proses penting pada tahap persiapan adalah penyediaan dokumen sumber. Langkah ini diperlukan dalam penyusunan informasi kinerja beserta rincian alokasi anggaran kegiatan yang mengarah pada pencapaian kinerja yang diharapkan. Dokumen sumber yang digunakan meliputi LAKIP yang menyajikan data capaian kinerja tahun sebelumnya. Informasi ini berguna sebagai bahan pertimbangan untuk merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya, termasuk target kinerja dan capaiannya.

Pada tahap pengalokasian anggaran, setelah ditetapkannya prioritas pada setiap tingkatan unit organisasi, langkah selanjutnya adalah penetapan target. Langkah ini berkaitan erat dengan perumusan indikator kinerja, baik pada tingkat program maupun pada tingkat kegiatan. Langkah selanjutnya adalah melihat dan memperhitungkan ketersediaan anggaran untuk selanjutnya dituangkan dalam rincian pendanaan dan detil biaya.

Tahap terakhir dari penerapan PBK adalah pengukuran dan evaluasi kinerja. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian kinerja yang telah dilaksanakan. Sedangkan evaluasi kinerja merupakan salah satu alat analisa untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hasilnya akan digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam penyusunan rencana dan anggaran pada tahun yang akan datang. Pada tahap ini, indikator kinerja mempunyai peran yang sangat penting. Indikator kinerja yang meliputi IKU (di level Program) dan IKK (di level Kegiatan) beserta targetnya merupakan penerjemahan Tujuan dan Sasaran Strategis KL ke dalam bentuk yang lebih nyata dan terukur.

Tahap pengukuran dan evaluasi kinerja sampai saat ini memang masih belum dilaksanakan. Tentang pengukuran dan evaluasi kinerja ini PMK Nomor 93 Tahun 2011 tentang Juksunlah RKA-KL mempunyai penjelasan yang berbeda dengan Buku Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran yang ditetapkan oleh Menteri Negara PPN/Kepala Bappennas dan Menteri Keuangan. PMK Nomor 93 Tahun 2011 menyatakan bahwa pengukuran dan evaluasi yang dilakukan adalah terhadap kinerja penganggaran. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan kinerja penganggaran yang dimulai dari penyusunan perencanaan anggaran sampai dengan pelaksanaan anggaran. Sebagai langkah awalnya adalah diterapkannya sistem reward dan punishment atas pelaksanaan anggaran belanja KL selama tahun anggaran 2010. Dari penjelasan ini terkesan bahwa pengukuran dan evaluasi yang dilakukan adalah terbatas pada kinerja sistem perencanaan dan penganggaran yang ada dalam sebuah unit organisasi, bukan kinerja pelaksanaan program dan kegiatan unit organisasi dalam mencapai tujuan dan sasarannya.

Sementara dalam Buku Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran disebutkan bahwa pengukuran kinerja dilakukan untuk memperoleh informasi tentang tingkat pencapaian kinerja yang telah dilaksanakan. Sedangkan evaluasi kinerja merupakan salah satu alat analisa untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pencapaian sasaran sebagaimana tercantum dalam dokumen perencanaan dan penganggaran.

4.3. Manajemen Kinerja Berbasis Balanced Scorecard (BSC)

Berdasarkan KMK Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan, pelaksanaan manajemen kinerja di Kementerian Keuangan mulai tahun 2010 secara resmi menggunakan BSC. BSC merupakan alat manajemen strategi yang menerjemahkan visi, misi dan strategi yang tertuang dalam Renstra-KL dan Road-map Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke dalam suatu peta strategi. Renstra Kemenkeu yang merupakan dokumen perencanaan jangka menengah (5 tahun) lingkup Kemenkeu selanjutnya dijabarkan secara lebih rinci dalam road-map Kemenkeu yang berisi program dan kegiatan secara umum dalam jangka waktu 5 tahun. BSC juga dapat digunakan sebagai alat yang menghasilkan umpan balik untuk mereviu dan merevisi Renstra-KL.

Karena mengacu pada Renstra dan Road-map yang memiliki jangka waktu 5 tahun, maka BSC yang dibangun di Kemenkeu juga berlaku untuk jangka waktu 5 tahun. Namun, setiap akhir tahun dilakukan reviu atas BSC yang dibangun sehingga dimungkinkan terjadi perubahan strategi sesuai dengan kondisi internal dan eksternal Kemenkeu.

Secara umum tahap-tahap penerapan BSC meliputi:

1) penetapan perspektif;

2) penyusunan sasaran strategis;

3) penyusunan peta strategi; dan

4) penetapan indikator kinerja utama (IKU).

Selanjutnya sesuai dengan KMK Nomor 12 Tahun 2010, hasil dari tahap-tahap tersebut dituangkan dalam sebuah dokumen Kontrak Kinerja yang ditandatangani oleh pimpinan unit organisasi dan atasan langsungnya. Batas waktu penyusunan dan penetapan Kontrak Kinerja paling lambat pada bulan Januari tahun berjalan. Kontrak Kinerja ini adalah dokumen yang berlaku untuk lingkup intern Kementerian Keuangan. Sedangkan untuk lingkup nasional, setiap KL juga harus menyusun Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Penetapan Kinerja (PK), yang mulai tahun 2011 informasi yang disajikan pada dasarnya sama dengan Kontrak Kinerja.

Kontrak Kinerja ini menyajikan peta strategi, sasaran strategis, dan IKU beserta targetnya, baik untuk periode 1 tahun maupun triwulanan. Selanjutnya selama tahun berjalan, dilakukan evaluasi dan monitoring secara terus menerus terhadap pencapaian target IKU yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi dan monitoring dilakukan setiap triwulan dan pada akhir tahun yang dituangkan dalam sebuah Laporan Capaian Kinerja. Pada akhir tahun laporan ini akan menjadi bahan masukan dalam penyusunan LAKIP. Artinya pengukuran kinerja dan pencapaian target-target yang dilaporkan dalam LAKIP adalah berdasarkan RKT-PK (yang identik dengan Kontrak Kinerja) dan Laporan Capaian Kinerja.

5. KESIMPULANBerdasarkan pembahasan yang disampaikan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan adanya beberapa permasalahan terkait sistem perencanaan dan penganggaran di lingkup KL khususnya Kementerian Keuangan. Permasalahan yang diidentifikasi adalah sebagai berikut:

a) Adanya perbedaan rumusan indikator kinerja antara dokumen perencanaan dan penganggaran (Renja-KL dan RKA-KL) dengan dokumen manajemen kinerja (KK dan RKT-PK) dan dokumen pelaporan (Laporan Capaian Kinerja dan LAKIP)

Dari hasil pembandingan dokumen perencanaan dan penganggaran tahun 2011 (Renja-KL dan RKA-KL) dengan dokumen manajemen kinerja (Kontrak Kinerja) tahun 2010 dan 2011, ternyata terdapat beberapa perbedaan tentang penetapan indikator kinerja (IKU). Perbedaan tersebut meliputi perbedaan rumusan, perbedaan target, serta beberapa IKU yang ada di dokumen perencanaan dan penganggaran tetapi tidak ada di Kontrak Kinerja. Hal ini terjadi karena penetapan IKU dan IKK dalam Renja dan RKA-KL 2011 mengacu pada Kontrak Kinerja tahun 2010. Sementara dalam Kontrak Kinerja tahun 2011 terdapat beberapa rumusan dan target IKU yang mengalami perubahan.

b) Batas waktu penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berbeda dengan dokumen manajemen kinerja

Dokumen perencanaan dan penganggaran (Renja-KL dan RKA-KL) harus disusun sebelum tahun anggaran dimulai. Bahkan proses penyusunannya sudah dimulai sejak bulan Februari/Maret tahun sebelumnya. Dalam proses penyusunan tersebut juga sudah harus menetapkan IKU, baik di level program maupun kegiatan. Sedangkan untuk dokumen manajemen kinerja (Kontrak Kinerja) baru disusun paling lambat Bulan Januari tahun berjalan.

c) Permasalahan terkait pelaporan

Dalam praktiknya selama ini, pelaporan atas pencapaian target IKU hanya dilakukan terhadap dokumen manajemen kinerja, dalam hal ini Kontrak Kinerja. Laporan tersebut berupa Laporan Capaian Kinerja yang disusun secara periodik setiap triwulan. Selanjutnya informasi capaian kinerja tersebut juga akan menjadi dasar dalam penyusunan LAKIP. Sedangkan terhadap IKU yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran (Renja-KL dan RKA-KL) belum ada mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban yang dilakukan. Sebenarnya pelaporan atas pencapaian kinerja dalam Renja-KL dan RKA-KL bisa menggunakan data yang disajikan dalam Laporan Capaian Kinerja karena informasi yang disampaikan adalah sama. Hanya perlu ditambahkan komponen realisasi anggaran untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas pelaksanaannya. Kesulitan akan muncul ketika terdapat perbedaan antara IKU dalam Kontrak Kinerja dengan IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL.

6. REKOMENDASITerhadap permasalahan-permasalahan yang telah diidentifikasi, dikemukakan beberapa rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi bahan perbaikan. Rekomendasi yang disarankan adalah sebagai berikut:

a) Adanya pengintegrasian antara sistem perencanaan dan penganggaran dengan sistem manajemen kinerja serta koordinasi antara pihak-pihak yang terlibat

Sebagaimana telah disebutkan bahwa salah satu ciri khas dan manfaat pendekatan penganggaran berbasis kinerja adalah adanya keterkaitan secara langsung antara pendanaan dengan kinerja yang akan dicapai. Karena pendekatan penganggaran berbasis kinerja saat ini sudah mulai diterapkan secara penuh, maka seharusnya sistem perencanaan dan penganggaran terintegrasi dengan sistem manajemen kinerja. Adanya pengintegrasian antara kedua sistem ini diharapkan dapat mendukung keterkaitan antara pendanaan dengan kinerja. Pengintegrasian ini juga akan membantu dalam proses pelaporan dan evaluasinya.

b) Adanya mekanisme revisi indikator kinerja(IKU) dalam Renja-KL dan RKA-KL

Adanya perbedaan rumusan dan target IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL dengan Kontrak Kinerja menyebabkan kurangnya keterkaitan langsung antara pendanaan dengan kinerja. Selama ini tidak ada mekanisme revisi IKU dalam Renja-KL maupun RKA-KL setelah tahun anggaran berjalan. Tetapi ketentuan mengenai revisi IKU juga belum diatur dalam peraturan terkait. Tidak ada ketentuan yang mengatur secara tegas apakah boleh dilakukan revisi IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL pada tahun berjalan untuk menyesuaikan dengan IKU dalam Kontrak Kinerja. Untuk lebih menunjukkan adanya keterkaitan langsung antara pendanaan dengan kinerja yang akan dicapai, maka dinilai perlu adanya mekanisme revisi IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL.

c) Perubahan batas waktu penyusunan dokumen manajemen kinerja

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dokumen manajemen kinerja berupa Kontrak Kinerja disusun paling lambat bulan Januari tahun berjalan. Sedangkan dokumen perencanaan dan penganggaran (Renja-KL dan RKA-KL) disusun sebelum tahun berjalan. Perbedaan batas waktu penyusunan ini menyebabkan penetapan IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL mengacu pada dokumen Kontrak Kinerja tahun sebelumnya. Padahal selama ini rumusan ran target IKU setiap tahun mengalami perubahan, baik penambahan, pengurangan, maupun perubahan lainnya. Perubahan-perubahan ini selain untuk menyesuaikan dengan kondisi aktual juga lebih disebabkan karena unit organisasi belum dapat merumuskan IKU yang benar-benar dapat menjadi tolok ukur pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.

Oleh karena itu, waktu penyusunan dokumen-dokumen ini perlu disesuaikan, dalam hal ini penyusunan Kontrak Kinerja dilaksanakan sebelum tahun berjalan. Dengan penyesuaian ini diharapkan penetapan IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL tidak mengalami kesulitan serta tidak ada lagi perbedaan IKU.

Manajemen ada yang bersikap skeptis terhadap anggaran karena anggaran menggunakan asumsi tentang masa depan yang belum tentu benar. Asumsi tersebut bahkan menjadi tidak benar sebelum anggaran dilaksanakan. Apa komentar Anda!

Jawab : Menurut saya yang namanya asumsi, semuanya harus berdasarkan perhitungan / kalkulasi antara data yang satu dengan data yang lainnya, yang mendukung dalam penyusunan anggaran. Sehingga dengan menganalisa data data sebelumnya, contohnya mengambil analisa dari data perencanaan dan aktualisasi setahun atau dua tahun sebelumnya, akan terhindar dari ketidakbenaran anggaran yang di anggap tidak masuk akal. Semuanya harus penuh dengan perhitungan dalam menyusun anggaran dan diharapkan anggaran dapat terlaksana secara aktualisasi yang tepat atau hampir mendekati ketepatan.

2. Mengapa aspek perilaku harus dipertimbangkan dalam penyusunan anggaran? Jelaskan!

Jawab : Aspek perilaku yang terkait dengan anggaran merujuk pada perilaku manusia yang dterlibat pada saat anggaran tersebut disusun dan diimplemetasikan. Anggaran dapat mempengaruhi perilaku manusia. Adanya anggaran mengakibatkan manusia membatasi tindakannya. Anggaran pula yang menyebabkan kinerja manajer selalu dan secara kontinyu dipantau serta dibandingkan. Hal ini pula yang mengakibatkan timbulnya tekanan. Manajer seringkali menghadapi permasalahan akibat adanya anggaran seperti misalnya timbulnya over atau under budget, penyimpangan dari anggaran yang diharapkan, dan sebagainya. Akibatnya anggaran kemudian dianggap sebagai sesuatu yang dapat menghambat atau mengancam karir. Keberhasilan anggaran terutama akan ditentukan oleh cara pembuatan anggaran itu sendiri.

Program anggaran yang paling berhasil harus melibatkan manajer dalam tanggungjawab pengendalian biaya untuk membuat estimasi anggaran mereka sendiri. Pendekatan dalam penyediaaan data anggaran ini penting terutama apabila anggaran tersebut akan digunakan untuk mengendalikan dan mengevaluasi aktivitas seorang manajer. Pendekatan penganggaran yang dianggap paling efektif adalah anggaran yang dibuat dengan kerjasama dan partisipasi penuh dari manajer pada semua tingkatan.

Anggaran partisipatif merupakan alat komunikasi yang baik. Proses penyusunan anggaran partisipatif seringkali memungkinkan manajemen puncak untuk memahami masalah yang dihadapi karyawan, dan karyawan juga dapat lebih memahami kesulitan yang dihadapi oleh manajemen puncak. Hal ini akan meningkatkan komitmen para karyawan untuk mencapai tujuan anggaran. Selain itu keterlibatan manajemen puncak secara aktif dalam penyusunaan anggaran juga memotivasi manajer tingkat bawah untuk mempercayai anggaran, tulus dalam melakukan penyusunan anggaran dan berusaha untuk mencapai tujuan anggaran.

3. Semua anggaran tergantung pada anggaran penjualan / anggaran pendapatan. Benarkah pendapat tersebut? Jelaskan!

Jawab : Menurut saya semua anggaran memang tergantung pada anggaran penjualan dan anggaran pendapatan, supaya terdapat acuan dalam penetapan anggaran. Namun tidak hanya tergantung kepada dua hal itu saja. Nilai suatu anggaran ini lebih tepatnya tergantung pada perencanaan dan pengendalian anggaran. Apabila terjadi penyimpangan atas pelaksanaan anggaran dikarenakan terlalu tinggi dalam penetapannya, maka diperlukan cara untuk mengendalikannya yaitu dengan cara meninjau kembali hasil penetapan anggaran yang sudah dibuat sebelumnya, sehingga pada saat pelaksanaan dapat terkendali dengan baik, dan juga akan dijadikan sebagai masukan bagi perusahaan dalam melaksanakan perencanaan dan pengendalian anggaran tersebut, sehingga pada periode yang akan datang dapat dijadikan sebagai perbaikan yang positif.

4. Jelaskan tahap-tahap penyusunan anggaran / proses penyusunan anggaran

Jawab : ada tiga tahapan besar dalam proses penyusunan budget :

1. Penyusunan tujuan perusahaan / Goal setting stage

Aktivitas perencanaan dimulai dengan penterjemahan tujuan utama organisasi ke dalam aktivitas spesifik dari sasaran-sasaran. Untuk mengembangkan perencanaan yang realistis dan menciptakan suatu anggaran yang dapat dilaksanakan, interaksi yang luas dibutuhkan antara lini organisasi dengan para manajer. Controller dan direktur perencanaan memainkan kunci dalam proses interaksi antar manusia ini. Mereka bertanggungjawab untuk memprakarsai dan mengatur proses penyusunan anggaran dan untuk membantu individu-individu dalam melaksanakan tugas-tugas mereka.

Ketika merumuskan tujuan organisasi dan menterjemahkannya ke dalam sasaran-sasaran operasional harus pula dipertimbangkan kongkruensi antara keinginan karyawan dengan kebutuhan manajer agar tujuan dan sasaran dapat dicapai.

Sasaran yang realistis dibuat melalui partisipasi yang berarti akan mempengaruhi setiap tingkatan manajer dan para karyawan, kurangnya partisipasi akan menghasilkan efek samping berupa penyimpangan perilaku. Konsep-konsep perilaku utama yang dapat mempengaruhi fase penetapan sasaran pada proses perencanaan adalah partisipasi, congruence, dan komitmen.

2) Implementasi

Pada tahap implementasi rencana formal digunakan untuk mengkomunikasikan objectives dan strategi-strategi organisasi dan untuk memotivasi secara positif orang-orang yang ada di dalam organisasi. Hal ini dapat dicapai melalui penetapan tujuan-tujuan secara rinci kepada mereka yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya. Agar rencana dapat terlaksana, rencana tersebut harus dikomunikasikan secara efektif, terjadinya kesalahpahaman harus dapat dideteksi dan dicarikan pemecahan masalahnya. Hanya dengan rencana formal yang disukai yang dapat menimbulkan kerjasama yang menyeluruh dari berbagai kelompok yang dapat menimbulkan motivasi. Konsep-konsep perilaku yang utama yang mempengaruhi fase implementasi adalah komunikasi, kerjasama dan koordinasi.

3) Pengendalian dan evaluasi kinerja

Anggaran yang diimplementasikan akan berfungsi sebagai unsur kunci dalam system pengendalian. Anggaran tersebut akan menjadi tolok ukur bagi kinerja aktual dan akan menjadi dasar penilaian bagi Management by Exception. Hal itu menunjukkan bahwa management by exception jangan hanya melihat penyimpangan/selisih yang tidak menguntungkan saja melainkan juga penyimpangan yang menguntungkan.

Penyimpangan-penyimpangan yang menguntungkan dan kinerja yang melebihi standar akan mengindikasikan bahwa masa yang akan datang menghasilkan keuntungan melalui pengetahuan dan teknologi pada operasi yang serupa. Namun demikian, penyimpangan-penyimpangan yang menguntungkan dapat pula mengindikasikan kebutuhan penyesuaian terhadap anggaran. Sementara penyimpangan-penyimpangan yang tidak menguntungkan dan kinerja di bawah standar harus segera memicu perbaikan kegiatan dalam rangka menghindari timbulnya biaya atau kerugian.

Kebijakan kebijakan manajemen, sikap-sikap, serta kegiatan-kegiatan dalam evaluasi kinerja dan tindak lanjut dari penyimpangan mempunyai sejumlah konsekuensi perilaku, yang mana jika tidak dipahami dan dikontrol, akan menghambat keberhasilan seluruh proses perencanaan dan pengawasan. Beberapa konsekuesi perilaku yang mungkin timbul yaitu tekanan, motivasi, aspirasi dan kekhawatiran.

5. Bandingkan secara rinci perbedaan dan persamaan antara anggaran, perencanaan strategis dan perkiraan/forecasting.

Jawab : perbedaan anggaran dengan ramalan dilihat dari karakteristiknya adalah sebagai berikut :

Karakteristik anggaran :

Anggaran memperkirakan keuntungan yang potensial dari unit perusahaan.Dinyatakan dalam istilah moneter, walaupun jumlah moneter mungkin didukung dengan jumlah non-moneter (contoh unit yang terjual atau produksi).Biasanya meliputi waktu selama satu tahun.Merupakan perjanjian manajemen, bahwa manajer setuju untuk bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan dari anggaran.Usulan anggaran diperiksa dan disetujui oleh pejabat yang lebih tinggi dari pembuat anggaran.Sekali disetujui, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.Secara berkala kinerja keuangan aktual dibandingkan dengan anggaran dan perbedaannya dianalisis dan dijelaskan.Sedangkan karakteristik ramalan :

Peramalan dapat atau tidak dinyatakan dalam istilah moneter.Dapat dilakukan setiap waktu.Peramal tidak menerima tanggung jawab akan hasil dari ramalannya.Peramalan biasanya tidak disetujui oleh kekuasaan yang lebih tinggi.Peramalan diperbaharui secepatnya informasi baru menunjukkan adanya perubahan kondisi.Berbagai varian dalam peramalan tidak dianalisis secara formal ataupun berkala.Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan tentang perbedaan karakteristik antara anggaran dengan ramalan, anggaran adalah rencana manajemen, dengan asumsi implisit bahwa langkah positif akan diambil oleh pembuat anggaran, manajer yang mempersiapkan anggaran untuk membuat kegiatan nyata berkaitan dengan rencana. Sedangkan peramalan hanya sebuah prediksi akan apa yang sangat mungkin terjadi, tidak membawa implikasi bahwa peramalan akan berupaya sedemikian rupa agar ramalannya akan terealisasikan.