proses kreatif menulis

31
Proses Kreatif Menulis Subagio Budi Prajitno Beragam tulisan di atas tercipta melalui proses kreatif yang beragam pula. Setiap penulis atau pengarang memiliki pengalaman khas dalam menghasilkan tulisan. Beberapa kesamaan atau kemiripan pengalaman proses kreatif dalam menulis bisa saja terjadi, namun tidak akan pernah sama persis. Ada baiknya membandingkan proses kreatif dari banyak penulis, kemudian kita naik-kan abstraksinya untuk mencari kesamaan atau melakukan sintesis. Hasil abstraksi dan sintesis itu dapat kita manfaatkan untuk mengembangkan proses kreatif kita dalam menulis. Makalah ini tidak akan menyajikan banyak pengalaman proses kreatif dari para penulis atau pengarang. Makalah ini bertujuan mengajak Anda mengembangkan proses kreatif menulis secara sadar dan sistematis. Bagus jika dalam praktek menulis muncul intuisi. Tetapi kalau Anda merasa “kehabisan ide,” merencanakan tulisan secara sistematis akan membebaskan Anda dari perasaan itu. Percayalah, setiap orang bisa kreatif. Anda juga dapat kreatif menulis apa pun, asal punya rasa ingin tahu, sensitif, sabar dan cermat mendengar dan mengamati, serta tekun menulis. Kreativitas itu bukan takdir. Kreativitas adalah hasil jerih payah setiap orang yang mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri. Kalau Anda kurang sepakat dengan definisi saya tentang kreativitas, mari kita pungut salah satu definisi kreativitas dalam psikologi. Cherry (2013) mengutip psikolog kognitif Robert J. Sternberg. Menurut Sternberg, “creativity can be broadly defined as the process of producing something that is both original and worthwhile." Cherry melanjutkan, “Creativity is all about finding new ways of solving problems and approaching situations. This isn't a skill restricted to artists, musicians or writers; it is a useful skill for people from all walks of life.” Saya sadar, pelatihan ini pelatihan jurnalistik, bukan pelatihan creative writing (penulisan kreatif). Tetapi saya bahas juga proses kreatif dalam penulisan kreatif karena jenis tulisan ini juga

Upload: febby-andreas

Post on 18-Dec-2014

166 views

Category:

Documents


28 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proses Kreatif Menulis

Proses Kreatif Menulis

Subagio Budi Prajitno

Beragam tulisan di atas tercipta melalui proses kreatif yang beragam pula. Setiap penulis atau pengarang memiliki pengalaman khas dalam menghasilkan tulisan. Beberapa kesamaan atau kemiripan pengalaman proses kreatif dalam menulis bisa saja terjadi, namun tidak akan pernah sama persis. Ada baiknya membandingkan proses kreatif dari banyak penulis, kemudian kita naik-kan abstraksinya untuk mencari kesamaan atau melakukan sintesis. Hasil abstraksi dan sintesis itu dapat kita manfaatkan untuk mengembangkan proses kreatif kita dalam menulis.

Makalah ini tidak akan menyajikan banyak pengalaman proses kreatif dari para penulis atau pengarang. Makalah ini bertujuan mengajak Anda mengembangkan proses kreatif menulis secara sadar dan sistematis. Bagus jika dalam praktek menulis muncul intuisi. Tetapi kalau Anda merasa “kehabisan ide,” merencanakan tulisan secara sistematis akan membebaskan Anda dari perasaan itu. Percayalah, setiap orang bisa kreatif. Anda juga dapat kreatif menulis apa pun, asal punya rasa ingin tahu, sensitif, sabar dan cermat mendengar dan mengamati, serta tekun menulis. Kreativitas itu bukan takdir. Kreativitas adalah hasil jerih payah setiap orang yang mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri.

Kalau Anda kurang sepakat dengan definisi saya tentang kreativitas, mari kita pungut salah satu definisi kreativitas dalam psikologi. Cherry (2013) mengutip psikolog kognitif Robert J. Sternberg. Menurut Sternberg, “creativity can be broadly defined as the process of producing something that is both original and worthwhile." Cherry melanjutkan, “Creativity is all about finding new ways of solving problems and approaching situations. This isn't a skill restricted to artists, musicians or writers; it is a useful skill for people from all walks of life.”

Saya sadar, pelatihan ini pelatihan jurnalistik, bukan pelatihan creative writing (penulisan kreatif). Tetapi saya bahas juga proses kreatif dalam penulisan kreatif karena jenis tulisan ini juga termuat dalam media jurnalistik. Ada media massa cetak yang memuat cerita pendek atau cerita pendek sekali (fiksimini). Ada radio siaran yang menyiarkan sandiwara radio. Ada televisi yang menyiarkan film fiksi dengan beragam genre. Alasan saya yang lain, struktur cerita fiksi juga dipakai untuk struktur pemberitaan, terutama pada feature dan narrative/literary journalism.

Proses kreatif menulis fiksi

Pamusuk Eneste mengumpulkan banyak kisah tentang proses kreatif para sastrawan. Jilid ke-4 yang saya baca memuat 14 kisah proses kreatif, antara lain tulisan Aoh K. Hadimadja, Acep Zamzam Noor, Motinggo Busye, Seno Gumira Ajidarma, dan Ayu Utami. Gagasan Ayu Utamilah yang menarik perhatian saya karena tidak lazim.

Page 2: Proses Kreatif Menulis

Ayu Utami sepakat dengan tafsiran Sutardji Calzoum Bachri bahwa pada awalnya adalah kata, bukan makna. “Kata-kata bukan alat pengantar pengertian. Kata adalah pengertian itu sendiri.” Sutardji melepaskan morfem (unit terkecil bahasa yang bermakna) dan maknanya, lalu terhasilkan kegaiban dari bunyi-bunyi yang telah bebas itu. Ayu percaya, baris-baris sajak Sutardji terutama lahir dengan eureka: dengan spontanitas dan letupan yang tak gampang dipahami, tak terancang, dan tak terukur (Ayu Utami dalam Eneste, 2009: 1).

Saya pahami spontanitas yang Ayu maksudkan, sebagaimana spontanitas yang saya percayai telah menghasilkan karya sastra berikut ini:

ADIL

Kénging Abah Helmi

Dipidangkeun dina lapak 10 Maret 2013 22:33:45

Pré! Bulan dipékprék. Beulah jadi dua. Cahayana ditandéan. Dibuntel ku daun waru. Méméh dibagikeun, skénario dirancang rikip tur lantip. 50% tanggal jangkep jang Yu Tarsiyem, minangka nu kolot. Sésana 50% tanggal gangsal keur Nok Jawilem, nu ngora. Adil, sarua caangna. Duanana panuju tur ngarojong. Clear and Clean. Tutas néken kasapukan ‘hitam diatas putih’, acara ditutup ku sasalaman bari cipika-cipiki. Papada sugema. Saminggu, dua minggu situasi lancar kadali. Nincak ahir bulan, Yu Tarsiyem rungah-ringeuh. Bada tanggal 31, isukna, salaki can embol kénéh. Masih ngahénén di nu Ngora. Rét kana almenak, bréh tanggal 1. Gangsal deui. Reup geuneup ray pias. “Dulatiiiiiiiip..!” Ngowowong bari kekerot.

(http://fikminsunda.com/ 11/03/2013 – 14:55)

Fikmin Genep Kecap Hémingway jeung Babandinganana

Shohiba Nu'man | Ahad, 27 Januari 2013 09:26

Ernest Miller Hémingway [Gambar/Ilustrasi: ernestmillerhemingway.lifememory.com]

“For sale: baby shoes, never worn.”(Ernest Miller Hémingway)

“Dijual: sepatu bayi, belum terpakai.”

KNOCK

Page 3: Proses Kreatif Menulis

The last man on earth sat alone in a room. There was a knock on the door.

KETUKAN PINTU

Orang terakhir di bumi, duduk sendirian dalam sebuah ruangan. Terdengan satu ketukan pada pintunya.

KEKETROK

Hiji-hijina manusa nu nyésa di dunya. Candukul sorangan di hiji rohang. Sada aya nu keketrok kana pantona.

Hiji carita nu diwangun ku tujuh las kecap. Ngahasilkeun drama jeung tatarucingan (énigma) keur nu macana. Na saha atuh nu keketrok téh? Malakal Maot, jalma séjén, Mahluk deungeun, atawa ngan saukur halusinasi?

Tah, nya lebah dieu pisan bédana. Hemingway mah teu nyésakeun lolongkrang nu lega pikeun ngawawaas carita. Ku genep kecap geus cukup ngawangun “dunyana” nu lengkep dina pikiran nu maca. Teu bisa deui dionggét-onggét. Teu jadi sual naha éta sapatu téh dijual alatan orokna maot, atawa pédah teu saukuran jeung sukuna, éta carita moal robah: Sapatu Orok keukeuh baris dijual. Urang salaku nu maca kari nguyup kamalir aweuhanana. Sedeng dina “Knock”, Frédéric Brown lir nyésakeun sasémplékan puzzle nu –bisa jadi— ieu énigma matak ngarobah beuleugeunjeuran caritana, gumantung kana imajinasi nu macana. Geura pék wé lenyepan: Mun éta nu keketrok téh papada manusa, tangtu bakal béda caritana jeung mun nu keketrok téh Malakal Maot, upamana. Di dieu urang bisa ngararasakeun bédana. Bedas mana aweuhan nu karasa alatan urang ngawawaas hiji jalma nu kaleungitan sakabéh manusa (Brown), jeung aweuhan alatan kaleungitan Si Utun Inji nu sakitu dipupustina (Hémingway).

Fiksimini Abah Helmi, Hamingway, dan Brown saya harapkan dapat membangkitkan rasa ingin tahu Anda tentang proses kreatif mereka. Apa (saja) kira-kira yang mencetuskan cerita soal sunyi/ kesendirian, kesedihan, atau poligami? Ada tragedi. Ada parodi.

Puisi atau prosa pendek (cerpen dan fiksimini) mungkin mudah tercipta hanya dengan spontanitas, lain halnya dengan prosa panjang. Memang ada pengarang/penulis yang berhasil menyelesaikan novel kurang dari seminggu. Tetapi proses kreatif dalam hitungan hari atau lebih bukanlah spontanitas. Perencanaan tulisan sesederhana outline atau plot sekalipun, memudahkan penyelesaian tulisan.

Plot, menurut hemat saya, adalah unsur cerita terpenting. Plotlah yang memberi kerangka cerita, dengan demikian sangat berpengaruh terhadap unsur cerita lainnya (setting, tokoh, sudut pandang, dialog dan adegan). Patutlah kiranya kita pahami betul pengertian plot.

Page 4: Proses Kreatif Menulis

Plot adalah urutan kejadian yang diceritakan. Definisi lain, plot adalah satu set kejadian yang terhubung oleh sebab-akibat atau causation (Keen, 2003: 73-75). Keen melanjutkan dengan mengutip pendapat Manfred Jahn, “Idealnya kita bedakan tiga aspek aksi yang saling terkait, yaitu (1) urutan kejadian sebagaimana tersusun dalam diskursus; (2) aksi sebagaimana terjadi dalam urutan kronologis aktualnya (= story/cerita); dan (3) struktur kausal cerita (= plot). Contoh definisi plot lain misalnya:

"Plot is more than a series of events: This happened and then that happened, and then something else happened. In storyteller's terms, plot is a series of events related causally: This happened because that other thing happened. Things were going along fine (equilibrium) till something happened to disturb the equilibrium (dramatic problem), one thing led to another, escalating the tension (rising curve of action), culminating in a dramatic confrontation (climax), and resolving things back to some new equilibrium (denouement).(http://grammar.about.com/od/pq/g/plotterm.htm, 12/03/2013, 14:24)

Istilah-istilah yang diarsir dalam definisi plot di atas adalah komponen-komponen dalam piramid Freytag. Berdasarkan piramid Freytag, plot sebuah cerita berisi lima bagian: exposition, rising action, climax, falling action, and revelation/catastrophe.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Dramatic_structure).

Gambar-2: Piramid Freytag

Piramid Freytag, disebut juga diagram plot, adalah alat bantu untuk merancang cerita. Gustav Freytag, ahli sastra Jerman, menemukan model ini setelah mengkaji karya sastra Yunani kuno dan karya-karya William Shakespeare (26 April 1564, dibabtis – 23 April 1616, meninggal).

Alat pengembang plot lainnya adalah scene-o-gram. Contohnya untuk salah satu film Harry Potter pada halaman berikut. Coba bandingkan kemudahan memahami struktur ceritanya dengan membandingkan scene-o-gram dan sinopsisnya (Krevolin, 2003: 81).

Sinopsis film Harry Potter and the Sorcerr’s Stone (2001):

Harry Potter tinggal di Privet Drive bersama pamannya yang suka menggertak, Vernon; bibinya yang tidak mempunyai perasaan, Petunia; dan saudara sepupunya yang manja dan suka merengek, Dudley. Setiap hari dia tidur di dalam lemari di bawah tangga. Ketiga sanak saudaranya menunjukkan sikap jijik dengan kehadiran Harry yang yatim piatu itu.

Menjelang ulang tahunnya yang ke-11, anak berkacamata ini tidak mengharapkan ada kejutan dari keluarganya, seperti biasa. Dia tidak berharap akan mendapatkan kartu ucapan selamat, hadiah, atau

Page 5: Proses Kreatif Menulis

perlakuan istimewa karena memang tak mungkin. Namun, ternyata tahun ini membawa perbedaan baginya. Pada hari ulang tahunnya yang ke-11, Harry mengetahui bahwa dia ternyata adalah anak dua orang penyihir sakti yang telah meninggal dan bahwa ternyata dia pun mempunyai kekuatan sihir. Ketika diundang untuk menjadi siswa di Sekolah Sihir Hogwarts, Harry memulai suatu petualangan yang berlangsung seumur hidupnya. Di tempat barunya ini, dia menemukan rumah dan keluarga yang tidak pernah dia miliki sebelumnya.

Film yang berdurasi 152 menit ini dibintangi, antara lain oleh Daniel Radcliffe sebagai Harry Potter, Emma Watson sebagai Hermione Granger, Rupert Grint sebagai Ron Weasley, dan John Cleese sebagai Nick si Kepala Nyaris Putus.

Harry Potter and the Sorcerer’s Stone karya Steven Kloves

Unifying Filmic Devices (UFD)

Latar Belakang

Judul dan Pengarang

Sapu Terbang

Kekuatan Ajaib

Keluarga

Rasa Memiliki/Persahabatan

Orangtua Harry dibunuh oleh Voldemort

Penemuan

Hogwarts

Melawan kekuatan jahat

Judul Babak I

Judul Babak II

Titik Tengah

Page 6: Proses Kreatif Menulis

Judul Babak III

Harry bisa berbicara dengan seekor ular di kebun binatang

Hagrid menemukan Harry di dalam pondok di tengah pulau

Membiasakan diri dengan kehidupan di Hogwarts

Harry memiliki bakat alami menaiki sapu terbang

Harry dan timnya memenangi pertandingan Quidditch

Harry dan cermin Tarsah

Tanaman Jerat Setan dan kunci-kunci terbang

Pertandingan catur dan kemenangan Ron

Awal Cerita

Page 7: Proses Kreatif Menulis

Harry, Hermione dan Ron menghadapi troll gunung

Kedatangan surat panggilan dari Hogwarts di rumah keluarga Dursley

Klimaks

Titik Balik

Harry mengalahkan Voldemort di ruang bawah tanah sekolah

Tema

Titik Balik

Menemukan rahasia bagaimana menguasai Fluffy

Cinta dna keluarga bisa menanggulangi apa saja

Harry menembus tembok dan menaiki Hogwarts Express

Gambar-3: Scene-O-Gram (Krevolin, 2003: 80)

Saya harap dua alat bantu pembuatan plot di atas dapat memperlancar proses kreatif Anda dalam menulis. Namun jangan lupa dengan unsur cerita lainnya, yaitu setting, tokoh, sudut pandang, dialog dan adegan. Rincian penjelasannya dapat Anda pelajari antara lain pada buku “Berguru kepada sastrawan dunia” karya Josip Novakovich.

Helvy Tiana Rosa yang menulis kata pengantar untuk buku Novakovich (2003: ix) itu bertanya, “Apa yang dibutuhkan orang untuk menulis fiksi? Riset? Pengalaman? Model tulisan? Mood? Imajinasi?” Dia menjawab sendiri rangkaian pertanyaan itu dengan mengutip nasihat Novakovich, “Duduk dan

Page 8: Proses Kreatif Menulis

lakukan!” Jadi, segeralah menulis! Jangan bebani diri sendiri dengan rasa khawatir oleh kemungkinan tulisan yang buruk. Spontan saja! Begitu kata Ayu Utami J

Tetapi, apabila Anda masih juga belum bisa memulai menulis karena tidak tahu harus dari mana memulainya, ikutilah saran McCrimmon (1984: 36). Dia menunjukkan bagaimana Ernest Miller Hamingway menggali gagasan dari sumber informasi berupa row material for writing:

(1) something he knew (memory), (2) something he had seen (observation), or (3) something he had heard someone say (research).

Proses kreatif menulis nonfiksi

Ketiga bahan baku tulisan Hamingway itu bermanfaat pula dalam proses kratif menulis nonfiksi. Namun untuk keperluan penulisan berita, ada acuan lain untuk menggali informasi: news value. Situs http://www.uncp.edu/home/acurtis/Courses/ResourcesForCourses/NewsValues.html menyebut tujuh nilai berita, yaitu impact (dampak), timeliness (aktualitas, kebaruan), prominence (kemenonjolan), proximity (kedekatan geografis), bizarreness (keanehan), conflict (konflik), dan currency (uang). Acuan pemberitaan atau kegiatan jurnalistik yang lebih mendasar dikemukakan oleh Kovach & Rosenstiel (2001) yang biasa diterjemahkan menjadi sembilan elemen jurnalisme:

1) kewajiban pertama jurnalisme adalah mengungkap kebenaran,

2) kesetiannya yang pertama kepada warga negara,

3) esensinya adalah disiplin melakukan verifikasi,

4) para jurnalis harus menjaga independensinya terhadap liputan mereka,

5) jurnalisme harus berperan sebagai pengawas kekuasaan,

6) jurnalisme harus menyediakan forum untuk kritisisme dan kompromi publik,

7) jurnalisme harus berupaya keras membuat hal/orang penting menjadi menarik dan relevan,

8) jurnalisme harus menjaga berita tetap komprehensif dan proporsional,

9) para jurnalis harus bebas menggunakan hati nurani mereka.

Sebetulnya, baik nilai berita maupun elemen-elemen jurnalisme, dapat menjadi acuan juga dalam penulisan opini. Tinggal bagaimana penulis mengejawantahkan acuan-acuan itu kedalam beragam bentuk tulisan. Perbedaan format tulisan menuntut penyesuaian strategi yang dipengaruhi oleh panjang tulisan dan kepatutan gaya penulisannya.

Page 9: Proses Kreatif Menulis

Sebelum menganalisis contoh proses kreatif penulisan opini, mari kita kenali perbedaan karakteristik beberapa jenis berita. Parakitri T. Simbolon (dalam Nusantara & Hamiyati, 1997: 6) membedakan tiga kegiatan jurnalistik menjadi reportase dasar (straight news), madya (news feature), dan lanjutan (news analysis).

Straight news menggunakan struktur piramida terbalik. Struktur penulisan semacam ini memudahkan penulisan dan penyuntingan. Tidaklah sulit menguasai struktur penulisan piramida terbalik. Hal yang sulit dalam penulisan berita langsung adalah sesnsivitas menagkap esensi berita atau masalah/fenomena yang patut diberitakan.

Fenomena yang muncul di permukaan dan karenanya mudah terlihat, memiliki asal-usul atau penyebabnya. Istilah jurnalistiknya adalah news peg, pasak berita atau pelatuk peristiwa. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian utama dalam proses kreatif penulisan berita: bagai-mana menemukan esensi masalah dan memahami konteks sosialnya, kausalitas antarperistiwa. Pengetahuan yang luas dan pemahaman yang mendalam adalah prasyarat penulisan berita.

Gambar-4: Struktur penulisan piramida terbalik untuk berita langsung (straight news)

Gambar-5: Dua model struktur penulisan feature

Menulis feature (reportase madya) lebih sulit daripada menulis straight news karena memerlukan informasi yang lebih rinci dan teknik penulisan yang lebih stylist, bergaya. Penulis feature bukan hanya dituntut sensitif, melainkan juga harus menguasai banyak kosa kata dan terampil menggunakan diksi. Kualitas naratifnya harus bisa menandingi foto untuk dilihat atau suara untuk didengar; seolah-olah menulis untuk mata atau telinga.

Page 10: Proses Kreatif Menulis

Reportase lanjutan lebih sulit lagi karena memerlukan kemampuan membaca kritis, tidak menerima begitu saja apa yang terjadi. Misal data statistik di bawah ini, hal apa saja yang Anda temukan? Berhasilkah program pendidikan di Kalimantan pada kurun waktu 2008-2010? Data apa lagi yang diperlukan untuk menyimpulkan tingkat keberhasilan pendidikan formal di suatu daerah atau wilayah?

Gambar-6: Tabel tinkat keberhasilan pendidikan formal di Kalimantan

Reportase lanjutan, news analysis, atau dalam wacana jurnalistik lainnya dikenal istilah indepth reporting tidak lebih sulit daripada investigative reporting. Apabila depth reporting biasanya mendapatkan data tanapa kesulitas akses, investigative reporting menghasapi hambatan akses data juga risiko yang membahayakan keselamatan reporter. Perbandingan keduanya dapat Anda lihat pada tabel di bawah ini.

No.

Keterangan

Indepth Reporting

Investigative Reporting

1

Sumber

Jelas

Banyak, anonim

2

Data

Tersedia (tinggal dipungut)

Tersembungi/cenderung disembunyikan (ada hambatan dan harus dicari dengan tekun)

3

Masalah

Page 11: Proses Kreatif Menulis

Kegiatan sehari-hari yang mungkin lepas dari pengamatan

Ada unsur skandal dan sumber tidak mudah diwawancarai

4

Dampak

Perorangan, komunitas

Banyak orang/masyarakat (politis)

5

Teknis pencarian berita

Formal

Butuh kamuflase

6

Faktor kesulitan

Tinggi

Sangat tinggi

7

Risiko

Normal

Sangat tinggi

8

Peliput

Bisa tunggal

Biasanya tim, tapi bisa tunggal

Tabel-1: Perbedaan indepth reporting dan investigative reporting (Winarto, 2003:31)

Memperhatikan perbandingan tingkatan reportase di atas, dapat Anda bayangkan proses kreatif bagaimana yang harus dilalui oleh para penulisnya. Jika diringkas, reporter atau jurnalis harus

Page 12: Proses Kreatif Menulis

rajin membaca, cermat memperhatikan perkembangan lingkungan, dan terampil ber-komunikasi untuk menggali data, mengasah kemampuan analisis, dan meningkatkan keefektifan berekspresi (terutama menulis). Hal serupa harus dialami oleh penulis opini.

Para penulis opini lebih dituntut daya persuasinya daripada para jurnalis yang harus objektif, menjaga jarak dengan liputannya. Tuntutan semacam ini enak sekaligus tidak enak. Enak karena penulis opini bebas mengekspresikan sikapnya dan bereksperimen dengan gaya tulisan-nya. Tidak enak karena tulisan opini lebih jelas membebankan tanggung jawab kualitas tulisan pada pundak penulis; kecuali penulis editorial yang mengatasnamakan lembaga penerbitannya.

Namun tidak sepantasnya para penulis, terlebih penulis pemula, mengkhawatirkan hal itu. Tulisan apa pun mengandung risiko dan harus dipertanggungjawabkan. Anggap saja tantangan itu sebagai kehormatan bagi para pengungkap kebenaran dan penyeru kebaikan. Apalagi kalau sudah terbiasa menulis, kegiatan ini menjadi ibadah yang menyenangkan. Mari kita analsis dua contoh tulisan opini karya Hawe Setiawan dan Goenawan Mohamad.

Gambar-7: Hawe Setiawan & Goenawan Mohamad

Hawe Setiawan menulis untuk Harian Umum Pikiran Rakyat (PR) dengan judul artikel “Jalan, Lembah, dan Babakan Siliwangi.” Minat Hawe pada sejarah, khususnya sejarah Tatar Sunda, sangat mendukung bangunan argumentasi dan persuasinya. Artikel yang dimuat PR tanggal 9 Maret 2013 ini bercerita tentang sejarah nama Jl. Siliwangi dan lembah yang pada tahun 1970an diberi nama Babakan Siliwangi, Bandung. Dulu jalan itu bernama Jl. Dr. De Groot.

Hal menarik dari tulisan Hawe, selain wisata sejarahnya adalah penekanan pada peran kehalusan rasa seorang penyair (Wahyu Wibisana) dan apresiasi Walikota (Otje Djundjunan). Hawe menutup tulisannya secara impresif, “... Di jalan, lembah, dan Babakan Siliwangi, hati penyair menghargai kenangan, menciptakan kisah, memelihara harapan. Balai Kota seharusnya mewarisi hati seperti itu. Seharusnya.”

Tidak kalah impresifnya tulisan Goenawan Mohamad (GM) pada rubrik Catatan Pinggir dalam majalah berita mingguan Tempo. Tempo terbaru yang terbit Senin 11 Maret 2013 memuat Catatan Pinggir berjudul “Pedagang.” GM juga penyuka sejarah, maka tulisannya ini menyajikan wisata sejarah yang eksotik (secara konseptual). GM bercerita tentang sikap priyayi Jawa dan bangsawan Cina zaman dulu yang nyinyir kepada para pedagang. Seiring berjalannya waktu, para pedagang berhasil memupuk kekuatan (uang). Kini, abad ke-21, kelas pedagang (kapitalis) berjaya menguasai hampir semua sudut dunia. Sayang, watak kapitalis yang buruk berbasis keserakahan diadopsi oleh para politisi. GM mengakhiri tulisannya, “... Kampanye sebagai pembentukan solidaritas pun menjadi pemasaran dengan iklan dan door prize. Konstituen adalah konsumen. Yang mencemaskan, seperti dikatakan Wulangreh,

Page 13: Proses Kreatif Menulis

ketika linggihe lawan tinuku, kedudukan yang diperoleh lewat jual-beli akhirnya akan merusak ruang hidup bersama, tan wurung angrusak desa. Dan ruang itu sirna.”

http://www.sbprajitno.com/2013/03/proses-kreatif-menulis.html

Page 14: Proses Kreatif Menulis

PROSES KREATIF DAN MENGOLAH KATA

Oleh Naning Pranoto

Writing is adventure

(Ernest Hemingway)

Pengantar

Writing is adventure – menulis adalah petualangan, demikian kata Ernest Hemingway, sastrawan besar AS yang karya-karyanya ditandai dengan jiwa-jiwa dan nafas petualangan. Pendapat ini didukung oleh para pengagumnya, khususnya para sastrawan Amerika Latin (misalnya Pablo Neruda dan Gabriel Gracia Marquesz) dan sastrawati Afrika Selatan Nadine Gordimer serta Milan Kundera, sastrawan Cheko. Saya sebagai pengagum Hemingway, juga merasakan hal tersebut: writing is adventure.

Yang dimaksud dengan ‘petulangan’ di sini adalah bukan petulangan secara raga, melainkan paduan dari kekayaan batin dan intelektual (materi dasar/bahan tulisan), imajinasi (kreativitas dan pengembangan) serta kosa kata (penguasaan bahasa). Paduan itu dirangkai menjadi suatu tulisan melalui suatu proses yang disebut proses kreatif.

Tulisan pendek berikut ini menguraikan sekilas mengenai proses kreatif untuk menulis suatu tulisan dan cara-cara menulis agar mudah dipahami pembacanya.

Proses Kreatif dan ‘Lapar’ Menulis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ‘kreatif’ diartikan: (1) memiliki daya cipta; (2) memiliki kemampuan untuk menciptakan. Jadi, proses kreatif adalah proses mencipta sesuatu dan konteks dalam tulisan ini adalah mencipta tulisan atau menulis, baik itu tulisan yang bersifat fiksi maupun non-fiksi. Mereka yang menulis fiksi disebut pengarang dan mereka yang menulis non-fiksi disebut penulis. Seorang penulis bisa menjadi pengarang, tetapi pengarang pada umumnya sedikit yang menjadi penulis. Hambatnnya, menjadi penulis diperlukan topangan referensi yang lebih luas dan mendalam, apalagi bila yang bersangkutan menulis tulisan yang bersifat akademis/ilmiah. Tetapi bukan berarti bahwa menjadi

Page 15: Proses Kreatif Menulis

seorang pengarang itu lebih mudah dibandingkan menjadi penulis. Sebab, baik untuk menjadi pengarang maupun penulis, keduanya memerlukan modal utama yaitu memiliki dorongan yang kuat untuk menulis (the strong will to write) atau dalam jargon creative writing disebut ‘lapar menulis’ (tidak sekedar haus). Dapat dibayangkan, bagaimana jika kita lapar (kelaparan) harus makan. Tentunya, jalan apa pun ditempuh, bukan? Goal-nya adalah makan, harus makan. Dalam kasus ‘lapar menulis’, jalan apa pun ditempuh, it’s goal is do writing.

Jadi, jika kita ingin menjadi penulis atau pengarang, untuk mencapainya adalah menulis – do writing, do it soon, very soon, don’t be postponed. Sayangnya, banyak pihak yang ingin menjadi pengarang atau penulis tetapi hanya sebatas ‘ingin’ karena tidak juga menulis. Alasannya, sulit memulai, tidak punya waktu, takut salah, malu atau tidak ada inspirasi/ide yang pas untuk ditulis. Akhirnya, proses menulis pun tertunda.

Benar, untuk memulai menulis memang memerlukan proses kreatif yaitu dimulai dengan adanya ide (kekayaan batin/intelektual) sebagai bahan tulisan. Pengalaman saya, ide itu bisa diperoleh/didapat setiap saat, kapan mau menulis. Sumber utamanya adalah bacaan, pergaulan, perjalanan (traveling), kontemplasi, monolog, konflik dengan diri sendiri (internal) maupun dengan di luar diri kita (external), pembrontakan (rasa tidak puas), dorongan mengabdi (berbagi ilmu), kegembiraan, mencapai prestasi, tuntutan profesi dan sebagainya. Semuanya itu bisa dijadikan gerbang untuk mendorong memasuki proses kreatif menulis. Kuncinya adalah punya hasrat yang kuat untuk menulis yang sebelumnya telah saya sebut sebagai the strong will to write sebagai modal utama untuk mulai menulis.

Modal kedua, adalah berkomitmen disertai disiplin untuk menulis. Antara lain mempuyai jadwal tetap untuk menulis dan rajin mengumpulkan ide-ide yang akan ditulis. Kedua hal tersebut perlu ditaati agar proses kreatif tidak terputus. Sayangnya, kadang kegiatan rutin yang wajib kita kerjakan membuat kegiatan menulis jadi tertunda atau terbengkalai sehingga tulisan tidak pernah menjadi suatu karya. Untuk mensiasatinya, maka perlu menulis di pagi hari (dini hari) atau malam (hingga larut malam, menjelang pagi). Baik juga memanfaatkan waktu luang pada akhir pekan atau hari libur. Yang penting, ada waktu khususnya untuk memberi ‘ruang’ proses kreatif yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan (karya nyata).

Proses kreatif menulis akan terwujud dengan baik apabila adanya:

Konsentrasi untuk menulis

Page 16: Proses Kreatif Menulis

Menghimpun materi yang akan ditulis

Pengembangan materi yang akan ditulis (mapping mind – menulis dalam kepala)

Dukungan referensi dan sarana menulis Membuat draft materi yang akan ditulisà juga tentukan fiksi atau non fiksi

Diskusi dengan teman untuk membicarakan tulisan akan ditulis – bila diperlukan

Menyusun jadwal untuk menulis disesuaikan dengan jam produktif/biological clock (masing-masing orang punya jam-jam produktif yang berbeda)

Siap menulis tanpa keraguan/bimbang (sungguh-sungguh)

Siap sendirian (menyendiri pada waktu menulis)

Tubuh dalam kondisi fit agar pada waktu menulis tidak ada gangguan kesehatan

Sediakan ‘ruang’ yang nyaman untuk bekerja (menulis)

Ciptakan ciptakan/kondisikan dalam mood yang baik (in the good mood) pada saat akan menulis

Mengolah Kata

Menulis bukanlah sekadar membuat kalimat, melainkan diperlukan kemampuan mengolah kata. Kata-kata yang diolah juga bukan sembarang kata, melainkan kata-kata yang telah dipilih (terpilih) untuk dijadikan media menulis. Kata-kata yang dipilih ini akan membuat tulisan baik atau buruk, menarik atau membosankan dan mudah atau sulit dipahami pembacanya.

Dalam teori creative writing, untuk menjadi seorang penulis atau pengarang, pertama-tama harus mampu memilih kata-kata yang akan dijadikan media tulisannya. Karena, kata-kata ini merupakan senjata utama bagi penulis/pengarang untuk ‘menaklukkan’ pembaca. Agar dapat memilih dengan leluasa, maka setiap pengarang/penulis wajib kaya atau punya koleksi kata-kata tak terbatas, untuk dirangkai menjadi kalimat.

Pengkayaan kosa kata dapat diperoleh dari bacaan, kamus, pergaulan dan penguasaan beberapa bahasa asing. Penggunaan kosa kata ini tergantung pada keperluan masing-masing (menulis untuk fiksi atau non-fiksi). Tentunya, keperluan pengarang dengan penulis berbeda. Masing-masing punya jargon dan gaya tersendiri. Meskipun demikian, mereka ini punya goal yang sama: tulisannya ingin dibaca pembaca

Page 17: Proses Kreatif Menulis

sebanyak dan seluas mungkin. Oleh karena itu, setiap penulis/pengarang pada waktu menulis telah memikirkan siapa sasaran pembacanya. Sehingga tidak salah ‘tembak’.

Tulisan yang menarik (baik fiksi maupun non-fiksi) bagi pembaca, yang utama adalah mudah dipahami. Ada pun yang membuat sebuah tulisan itu mudah dipahami, yaitu:

Ditulis dengan kata-kata yang mudah dipahami pembacanya (tidak banyak menggunakan istilah asing dan jargon-jargon tertentu yang tidak diketahui awam). Apabila ada kata-kata asing atau jargon-jargon tertentu, buat penjelasannya

Ditulis dengan kalimat pendek (idealnya 10 – 15 kata, bila lebih dari itu harus ditanda dengan tanda baca yang ketat, agar pembacanya tidak tersiksa) Alur kalimat ditulis linier tidak bersifat ‘labirin’ (muter-muter, bertele-tele), sehingga tulisan terasa mengalir (flowing)

Tidak ada pengulangan kata-kata dan tidak banyak kata sambung seperti: lalu, kemudian, karena, jadi….dst

Untuk tulisan ilmiah (academic writing) hindari penggunaan kata-kata bersayap dan data yang tidak jelas (harus eksak) à (akan diberi contohnya)

Untuk tulisan non-fiksi hindari pengunaan kata yang sifatnya memberi kesan ‘kering’. Kata bersayap diperlukan, juga bunga kata asal tidak berlebihan.

Isi tulisan tidak menggurui, tetapi memaparkan/menjelaskan sekalipun itu tulisan yang bersifat ‘pengajaran’.

Menyajikan tulisan dengan struktur susunan kata menjadi kalimat yang runtut dan paragraph yang tertata, sehingga tulisan mudah dicernak pembacanya

Mampu menggunakan tanda baca (dalam tulisannya) dengan tepat

Page 18: Proses Kreatif Menulis

Mencari ‘readers’ sebelum tulisan diterbitkan untuk minta pendapatnya (jika diperlukan)

Banyak membaca buku-buku yang disukai pembaca untuk dipelajari bahasa dan gaya penulisan para penulis/pengarang buku-buku yang banyak penggemarnya tersebut. Walaupun masing-masing penulis/pengarang idealnya punya ciri khas tersendiri.

Berani dan mau menerima kritik

Penutup

Kemampuan mengolah kata-kata untuk dirangkai menjadi kalimat tidak bisa dimiliki oleh siapa pun dalam waktu sekejap. Melainkan, memerlukan latihan yang panjang dengan cara terus menulis dengan jadwal tertentu. Materi yang ditulis boleh apa saja, termasuk catatan harian. Karena menulis merupakan ‘petualangan’ yang tidak terbatas dan itu jelas menyenangkan..

Agar bentuk tulisan bisa terwujud, hindari membaca tulisan yang sedang dikerjakan. Sebab, hal ini akan menimbulkan keragu-raguan karena merasa tidak sempurna. Sehingga tulisan akan diulang-ulang dan akhirnya tidak jadi. Maka, sebaiknya tulisan dibaca bila telah selesai ditulis (kecuali menulis novel, perlu dibaca bab per bab).

Selain itu juga diperlukan memampuan mengedit (menyunting) tulisan sendiri.

Penyuntingan ini berguna untuk:

Menyesuaikan panjang tulisan dengan ruang yang akan dipergunakan untuk mempublikasi tulisan tersebut

Penyempurnaan kalimat

Menciptakan peluang untuk mengkaji isi tulisan, gaya bahasa dan pemilihan kata-kata

Ada peluang menciptakan daya tarik seoptimal mungkin untuk pembaca

Menonjolkan ciri khas gaya tulisan

Page 19: Proses Kreatif Menulis

Tulisan yang ditulis benar-benar matang

Daftar Pustaka Bovee, Courtland John V, Thill, 1999. Business Communication Today (Sixth Edition). New Jersey: Prentice Hall

Connolly, Francis X, 1977. Advanced Composition: A Book of Models for Writing. New York: Harcourt Brace Jovanovich

Garry Provost, 1985. 100 Ways ti Improve Your Writing. London: Penguin

Gordimer, Nadine, 1995. Writing and Being. Massachussetts: Harvard University Press

Lewis, David, 1989. The Secret Language of Success. New York: Carrol and Graf

Plimpton, George (Editor), 1999. The Paris Review Interviews Women Writers At Work. London: The Harvill Press

Pranoto, Naning, 2004. Creative Writing – 72 Jurus Seni Mengarang. Jakarta: Prima Pustaka

http://www.rayakultura.net/proses-kreatif-dan-mengolah-kata/

Page 20: Proses Kreatif Menulis

(Artikel) Proses Kreatif Menulis Puisi

Edisi : Minggu, 10 Mei 2009 , Hal.VIII

Link Proses Kreatif Menulis Puisi

Barangsiapa pengingat Sang Kuasa, semata-mata hanya Sang Kuasa, Orang itu membawa Sang Kuasa dalam semua karyanya”

Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra. Puisi ada dan selalu ada di dalam dunia sastra. Bagaimana dengan bentuk karya sastra ini? Ada masalah yang seringkali ditemukan di bangku sekolah. Guru tidak bisa menulis puisi. Guru bahkan tidak pernah menulis puisi. Penulis, beberapa waktu lalu dalam mengisi acara Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Sertifikasi Guru Rayon 12 Surakarta, sebagai instruktur menemukan bahwa, ada beberapa guru yang belum pernah menulis puisi. Mereka terpaksa dan saya paksa menulis sebuah puisi sebagai bentuk pemberian pengalaman pernah menulis puisi.

Ada yang merasakan bahwa menulis puisi itu susah. Ada yang merasakan bahwa menulis puisi tidak mudah. Ada yang merasakan bahwa menulis puisi itu sulit. Mereka terpaksa menulis puisi sebagai bentuk pengalaman latihan. Hasilnya, puisi mereka adalah puisi yang layak untuk dibaca dan diapresiasi.

Manusia diberi potensi oleh Sang Pencipta. Potensi akal dan rasa, kedua potensi ini berguna bagi kehidupan manusia. Manusia dengan akalnya berpikir tentang dunia. Manusia menghasilkan pengetahuan, sampai sekarang hasil teknologi menjadi buah pikiran manusia. Di samping pemanfaatan potensi akal, manusia juga mengembangkan potensi rasa. Pengarang sebagai manusia kreatif, pengarang mampu mengolah pengalaman dunia menjadi buah karya sastra. Dunia sastra berjalan mengiringi dunia teknologi yang kian menyala.

Proses kreatif

Page 21: Proses Kreatif Menulis

Manusia memiliki potensi jiwa, yaitu manusia tidak begitu saja melupakan pengalaman. Bahkan, pengalaman dalam hidupnya mengendap dalam dirinya. Endapan pengalaman itu ditempatkan di lubuk batik yang dalam. Manusia memiliki potensi yaitu mampu memproses pengalaman itu dalam proses imajinasi. Jadilah, jadilah, jadilah karya sastra. Karya sastra terlahir dari proses kreatif pengarang. Puisi lahir dari proses kreatif pengarang.

Apakah tidak ada yang patut dijadikan bahkan diskusi? Tampaknya, proses imajinasi yang berlangsung di ladang imajiner pengarang menjadi biang keladi terciptanya karya sastra. Pengaranglah yang bertanggung jawab terhadap sebuah karya sastra. Pengaranglah yang menjadi pelahir sebuah karya. Pengaranglah yang menjadi titik awal pengkajian setiap ada karya sastra.

Proses kreatif ini bisa dipaksakan. Proses kreatif ini terjadi dengan ”suasana harmonis dalam diri pengarang”. Pemaksaan akan menghasilkan karya sastra, unsur kejiwaan seorang pengarang memegang peranan dalam proses pelahiran karya sastra.

Pengarang selalu pandai membawakan diri di ladang imajiner. Karya sastra diproses dalam diri pengarang. Setelah terlahir puisi pengarang telah selesai melakukan kewajibannya. Dunia karya sastra dipenuhi oleh orang-orang yang mengedepankan proses kreatif. Proses kreatif menulis puisi yang dialami oleh penyair pada akhirnya menghasilkan puisi. Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra. Puisi sebagai karya sastra telah lahir dari orang-orang pengabdi proses imajinasi. Kata-kata dalam puisi akan memiliki kekuatan. Kekuatan kata dalam puisi timbul karena kata itu sendiri sudah membawa potensi. Potensi inilah yang harus dimengerti oleh penulis puisi.

Menulis puisi apakah mudah? Bila ada yang mengatakan mudah, maka perlu dikaji lebih teliti. Orang tersebut punya pamrih yaitu tidak membuat takut kepada calon penulis. Orang yang mengatakan tidak mudah juga perlu diselidiki. Orang ini pasti belum pernah menulis puisi. Orang ini belum pernah mengalami kebahagiaan yang dinikmati setelah tercipta sebuah puisi.

Apakah benar menulis itu mudah? Jika dijawab pertanyaan itu, maka bisa ya dan bisa tidak. Sebaiknya, untuk urusan ini yang perlu dilakukan adalah mencoba. Menulis, menulis, menulislah, akhirnya diri sendiri yang bisa memberikan jawaban yang pas untuk pertanyaan seperti itu. Menulis puisi juga bisa dikatakan mudah dan bisa dikatakan sulit.

Page 22: Proses Kreatif Menulis

Manakala seseorang sudah mencoba menulis. Orang akan merasakan bahwa menulis puisi yang seperti itu. Puisi bukan karya yang lahir tanpa rencana. Puisi bukan karya yang lahir tanpa pergulatan batin. Lama dan sering memakan waktu yang cukup lama untuk bergumul dengan sebuah keinginan melahirkan sebuah bentuk puisi.

Sebagai bahan renungan, beranikanlah diri menulis puisi. Menulis itu mudah. Menulis itu menyenangkan, Apakah diri akan menjadi seorang peziarah di dunia ini? Syarat pertama adalah bahwa diri menjadikan diri sendiri rendah seperti debu dan abu. Apakah diri akan menjadi seorang kreator di dunia ini? Syarat pertama adalah bahwa diri menjadikan diri sendiri berbuah manis seperti pohon pisang yang berani di bawah terik matahari.

*) Drs Agus Budi Wahyudi MHum

Staf Pengajar Program Pascasarjana UMS.

http://serampaikata.blogspot.com/2012/01/artikel-proses-kreatif-menulis-puisi.html

Page 23: Proses Kreatif Menulis

Proses Kreatif Menulis Apa Saja

Untuk mewujudkan sebuah karya tulis yang laik diterbitkan dan dikonsumsi oleh pembaca sebuah media, tentu dibutuhkan suatu proses yang gampang-gampang susah. Gampang, karena semuanya sudah tersedia dalam sumber daya yang kita miliki. Namun, sulitnya adalah bagaimana menambang sumber daya tersebut supaya keluar dan kemudian kita olah sesuai yang kita kehendaki.

Proses Kratif

Pertama kali, barangkali kita perlu menjawab dulu pertanyaan ini. Apakah proses kreatif itu? Secara garis besar proses kreatif adalah suatu proses bagaimana sebuah gagasan yang bersumber dari seorang penulis dapat tercipta menjadi suatu karya tulis. Misalkan bagaimana memunculkan gagasan yang menjadi inspirasi sebuah tulisan. Lalu berlanjut pada bagaimana inspirasi tersebut mengendap dalam pikiran seorang penulis, kemudian dituangkan menjadi sebuah tulisan. Sehingga pada akhirnya tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulis yang ideal.

Menurut Jakob Sunarjo dalam Catatan kecil menulis cerpen (1997) menulis merupakan suatu proses melahirkan tulisan yang berisi gagasan-gagasan. Ada yang melakukanya secara spontan, juga ada yang secara bertahap. Semuanya tergantung pada setiap individunya. Sebuah tulisan artikel, bisa ditulis dalam waktu satu jam atau setengah jam saja, namun bisa juga ditempuh dalam berhari-hari. Itu semua tak luput dari sebuah proses kreatif.

Tahapan Kreatif

Proses menulis kreatif menurut William Miller seperti yang dikutip jakob Sunarjo, mempunyai beberapa tahap. Sedangkan yang paling mendasar adalah lima tahap berikut ini:

Yang pertama adalah tahap persiapan. Dalam tahap ini penulis sudah harus mempunyai gambaran-gambaran tentang apa yang akan ia tulis. Adapun pola format tulisannya bisa dipikirkan nanti. Hal itu tentu berhubungan dengan bentuk yang memenuhi sarat teknis penulisan, baik dalam bentuk artikel, esai, atau lainya. Sehingga penulis bisa langsung memulainya.

Kedua, tahap Inkubasi. Dalam tahapan ini ide-ide penulis yang telah muncul disimpan dan dipikirkan hingga benar-benar matang. Bila telah sampai pada tahap ini, biasanya seorang penulis akan selalu memikirkan ide-idenya dimanapun dia berada baik ketika mandi, makan atau ketika sedang melakukan pekerjaan lainnya. Dan tak jarang akan memunculkan ide-ide lain, yang memperkaya ide semula, atau menambah kedalaman ide tersebut.

Page 24: Proses Kreatif Menulis

Dalam masa permenungan itu, seorang penulis biasanya akan menempuh waktu yang tidak sebentar. Adakalanya berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Seorang penulis independen yang mandiri biasanya tidak akan pernah mau terikat pada deadline. Karena hal tersebut jelas berpengaruh pada kematangan ide tulisannya. Hal tersebutlah yang dianjurkan. Hendaknya penulis membiarkan saja idenya berkembang secara wajar, hingga penulis benar-benar sreg menuangkan tulisannya.

Ketiga, adalah tahap Inspirasi. Pada tahap inilah ide-ide tersebut sudah mulai mengepakkan sayapnya, ingin terbang keluar dan segera dilahirkan. Pada saat inilah semua ide akan menemukan jati dirinya dalam bentuk tulisan yang ideal dan siap untuk dituangakan dalam secarik kertas. Seorang penulis profesional tidak akan membiarkan lewat begitu saja masa-masa ini. Mereka tidak akan membiarkan ide yang telah ada itu mati sebelum lahir. Namun, tahap ini adalah termasuk tahap yang membingungkan dan menggelisahkan.

Keempat, tahap penulisan. Kalau tahap inspirasi sudah muncul maka segeralah menuju mesin tulis atau komputer atau raihlah bolpoin dan segeralah menulisnya dalam secarik kertas. Dalam tahapan ini seorang penulis akan mengeluarkan semua ide-ide yang telah ada selama tahap inspirasi, tanpa terkecuali ide itu baik atau buruk. Jadi biarkan dirimu memuntahkan semua ide-ide menulis tanpa ada sisa dalam suatu bentuk tulisan yang sudah direncanakan. Seorang penulis profesional tidak akan membiarkan pikirannya menjadi kontrol atas apa yang ia tulis. Bahkan ia tidak akan memikirkan mutu tulisannya. Ia akan membiarkan dirinya seperti kesetanan menulis. Tahap ini adalah tahap terpenting dalam menghasilkan suatu karya tulis. Karena akan menghasilkan suatu draft tulisan.

Kelima, yaitu tahap Revisi. Ini adalah tahap terakhir dalam satu penulisan. Setelah ide-ide tersebut telah berwujud tulisan nyata, maka seorang penulis akan beristirahat untuk menghilangkan stress dan melemaaskan otot tubuhnya. Bahkan kalau perlu ia akan melakukan rekreasi. Ia akan membiarkan tulisannya tersimpan di laci untuk sementara waktu. Setelah ada waktu lenggang baru kemudian ia memeriksa dan menilai tulisannya, berdasarkan pengetahuan dan apresiasinya. Kalau perlu ia akan membuang yang tidak perlu dan menambahkan yang perlu di tambahkan. memindahkan bagian atas kebawah atau sebalikannya, memotong, menambal dan jahit kembali berdasarkan rasio, nalar dan pola sesuai dengan bentuk yang diapresiasikan dengan baik dan benar. Dalam tahap inilan disiplin seorang penulis itu di uji. Setelah tulisan dingap sempurna dan mantap maka seorang penulis akan meminta orang lain yang dianggap lebih senior untuk memberi pendapat, serta kritik dan sarannya. Setelah tulisan dianggap baik dan benar baru kemudian ia mengirimkannya ke penerbit atau media massa. Selanjutnya terserah redaktur.

http://magnetsunnah.blogspot.com/2012/06/proses-kreatif-menulis-apa-saja-untuk.html