proses cpo

188

Click here to load reader

Upload: bambang-yuwono

Post on 18-Jan-2016

287 views

Category:

Documents


36 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proses CPO

FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DAN MINYAK GORENG DI PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk

CHRISTIN IMELDA GIRSANG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2007

Page 2: Proses CPO

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Formulasi

Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil

di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro

Lestari, Tbk adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Bogor, Oktober 2007

Christin Imelda Girsang F 351040151

Page 3: Proses CPO

ABSTRACT

CHRISTIN IMELDA GIRSANG. Strategy Formulation of Quality Control and Food Safety Product of Crude Palm Oil at PT. Perkebunan Nusantara III and Cooking Oil at PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Under the direction of ENDANG GUMBIRA SA’ID, SAPTA RAHARJA and DONALD SIAHAAN.

Deviation of CPO quality cause standard addition which be applied by

CPO’s importer countries like environmental and food safety standard. Therefore, quality standard has been used by the food industry to fulfill the trade market and consumer through of quality management system on ISO 9001:2000 and food safety system with HACCP system approach.

The aim of this study was formulating strategy of quality control based on quality management system and food safety management system. The research method and data analyze was done with some steps, there were : (1) consumer survey with weighting AHP (pairwise comparison) and QFD, (2) the valuation of ISO 9001:2000 implementation with self assessment method ,(3) the valuation of HACCP implementation with self assessment method, (4) the determination and valuation of internal-external factors with pairwise comparison, (5) the determination of company position with IE Matrix, and also (6) formulating the alternative formula of quality control strategy with SWOT Matrix. The result showed that the strategy should be done by PKS Rambutan were: increasing commitment management to implementing SOP (Standard Operating Procedure) of grading and SMK3 tightly; building the better sanitation system/SSOP; increasing the production activity of specific quality (DOBI, PAH, Dioxin, Pesticide residues, etc); increasing the customer loyalty with giving the quality assurance by HACCP certification;, and also developing new product/product diversification which employed the competitive advantage in solving environment problems. The strategy that could be done by PMG Cap Sendok were : development and relevant training SDM especially with the system HACCP; increasing the product quality with give the quality assurance like ISO and HACCP certification; increasing the production technology by advance machine and equipment; and also developing new product/product diversification which export oriented by performing a alliance strategic with the frying oil foreign company by blending palm oil with soy oil, palm oil with corn oil, palm oil with the other of vegetation oil in state export target. Key words : strategy, quality control, food safety, ISO 9001:2000, HACCP, Crude Palm Oil, cooking oil

i

Page 4: Proses CPO

RINGKASAN CHRISTIN IMELDA GIRSANG. Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Dibimbing oleh ENDANG GUMBIRA SA’ID, SAPTA RAHARJA dan DONALD SIAHAAN.

Beberapa penyimpangan mutu CPO yang terjadi, mengakibatkan adanya penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO seperti standar lingkungan dan keamanan pangan. Oleh karena itu, untuk industri pangan diberlakukan standar mutu dalam memenuhi keinginan pasar dan konsumen melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dengan pendekatan ISO 9000 dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan dengan pendekatan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).

Penelitian bertujuan untuk membuat suatu formulasi strategi pengendalian mutu berdasarkan Sistem Manajemen Mutu dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Metode penelitian dan analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu : (1) survei konsumen dengan pembobotan AHP (pairwise comparison) dan Quality Function Deployment (QFD), (2) penilaian penerapan ISO 9001:2000 dengan metode Self Assessment, (3) penilaian penerapan HACCP dengan metode Self Assessment, (4) penentuan dan penilaian faktor internal dan eksternal perusahaan dengan pairwise comparison, (5) penentuan posisi perusahaan dengan analisis Matriks IE, serta (6) perumusan formulasi strategi pengendalian mutu dengan analisis Matriks SWOT.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa strategi yang perlu dilaksanakan oleh pihak PKS Rambutan adalah : peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku; pembangunan sistem sanitasi/SSOP yang baik; peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu pestisida; peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi HACCP; serta pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (Land Application, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi metan dari limbah cair menjadi biogas, dan sebagainya). Strategi yang dapat dilaksanakan oleh PMG Cap Sendok adalah : pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait dengan sistem HACCP; pemberian sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk; peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju; serta pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor dengan mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor. Kata kunci : strategi, pengendalian mutu, keamanan pangan, ISO 9000:2000, HACCP, Crude Palm Oil, minyak goreng

ii

Page 5: Proses CPO

FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DAN MINYAK GORENG DI PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk

CHRISTIN IMELDA GIRSANG

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

iii

Page 6: Proses CPO

Judul Tesis : Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk

NAMA : Christin Imelda Girsang NRP : F 351040151

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA. DevKetua

Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Dr. Ir. Donald Siahaan Anggota Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Dr. Ir. Irawadi Jamaran Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

iv

Page 7: Proses CPO

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA.Dev; Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA; dan Dr. Ir. Donald Siahaan selaku komisi pembimbing atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, nasehat dan dorongan moral kepada penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Dr. Ir. Witjaksana Darmosarkoro yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengerjakan proyek penelitian ini. Secara khusus penulis menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam kepada Staf/Pegawai Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (Lab PAHAM-PPKS), Ibu Sabarida Silalahi, Bapak Pontas Siahaan, Ibu Ijah, Lia, Jhon, serta Maslan Sinaga atas bantuannya selama penulis berada di Medan dan dalam pengumpulan data di lapangan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Rediman Silalahi selaku Manajer PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan Bapak Pudjianto selaku General Manager PT. Astra Agro Lestari, Tbk divisi Refinery–Fractionation yang telah bersedia menjadi pakar dan memberikan banyak masukan selama penulis mengadakan penelitian di lapangan. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ponten M. Naibaho (PT. SUCOFINDO), Dr. Razak Purba (PPKS), Drs. Wagino (PKS Rambutan), Ir. Suyono (PKS Rambutan), Ir. Darwin (PT. AAL, Tbk), Makmur Siregar (PT. AAL, Tbk), Ir. Irwanto (PT. AAL, Tbk), serta Ir. Syarief Lambaga (PT. MAL) yang telah bersedia menjadi pakar dan memberikan curahan pemikiran dan pendapat dalam tesis ini. Demikian juga, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Staf/Pegawai PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Astra Agro Lestari, Tbk divisi Refinery–Fractionation atas segala bantuannya selama penulis berada di lapangan. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta, Ir. Annel Girsang dan Nella Samosir, S.Pd beserta saudara-saudariku terkasih, Ir. Fransisca Juniaty; Hardi Utami, SE; Mona Yosefa, S.Pd; Fenny Krisna dan Anfrischa Chrisyofi yang tiada henti memberikan kasih sayang, doa dan dukungannya selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman GBI Ciomas Ministry, rekan-rekan TIP 2004, teman-teman PMK MEKAR, teman-teman Parmasi IPB, temen-temen LaPriezta, teman-teman Gladys, teman-teman Arini, atas kasih persaudaraan, persekutuan, dukungan doa, dan motivasinya kepada penulis selama ini. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama ini.

v

Page 8: Proses CPO

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi kesempurnaannya di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Oktober 2007

Christin Imelda Girsang

vi

Page 9: Proses CPO

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah putri ketiga dari Bapak Ir. Annel Girsang dan Ibu Nella

Samosir, S.Pd yang dilahirkan di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 24 Mei 1980. Pada tahun 1999, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pematangsiantar dan diterima di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Program Studi Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Bali.

Setelah menyelesaikan studi strata satu dan memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian tahun 2004, penulis langsung melanjutkan studi pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis pernah menjadi anggota MAKSI, pernah memperoleh piagam penghargaan dengan IPK 4.00 dan beberapa kali mengikuti berbagai kegiatan ilmiah yang dilakukan baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus.

vii

Page 10: Proses CPO

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii PENDAHULUAN.. .......................................................................................... 1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 4 Kegunaan Penelitian .............................................................................. 5 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6 Mutu Pangan ........................................................................................... 6 Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2000 .............................................. 7 Sistem Manajemen Keamanan Pangan ................................................... 9 Keamanan Pangan ............................................................................ 9 Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) ......................................... 11 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) .......................... 12 Crude Palm Oil (CPO) ............................................................................ 14 Minyak Goreng Sawit............................................................................... 18 METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 21 Kerangka Pemikiran ................................................................................. 21 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 23 Tata Cara Pengumpulan Data ................................................................... 23 Analisis Data............................................................................................. 25 Metode Pembobotan AHP ................................................................ 25 Metode Quality Function Deployment (QFD).................................. 28 Metode Self Assessment ................................................................... 34

Metode Analisis SWOT..................................................................... 34 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN.......................................................... 37 PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) ........................ 37 Sejarah Perusahaan ......................................................................... 37 Letak Pabrik ..................................................................................... 38 Struktur Organisasi Perusahaan ....................................................... 38 Produk dan Bahan Baku ................................................................... 39 Proses Produksi CPO ........................................................................ 39 PT. Astra Agro Lestari, Tbk .................................................................... 53 Sejarah Perusahaan ......................................................................... 53 Lokasi Pabrik ................................................................................... 54 Struktur Organisasi Perusahaan ....................................................... 54 Produk dan Bahan Baku ................................................................... 57 Proses Produksi Minyak Goreng Cap Sendok .................................. 57

viii

Page 11: Proses CPO

Halaman

ANALISIS QUALITY FUNCTIONAL DEPLOYMENT (QFD) ...................... 67 Konsumen CPO ....................................................................................... 67 Konsumen Minyak Goreng ..................................................................... 75 PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000....... 83 Manajemen Umum ................................................................................... 83 Manajemen Pemasok................................................................................ 86 Manajemen SDM dan Infrastruktur.......................................................... 87 Manajemen Operasional ........................................................................... 89 PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN HACCP.... 95 Kebijakan Mutu ....................................................................................... 96 Organisasi ................................................................................................. 97 Deskripsi Produk ...................................................................................... 98 Persyaratan Dasar ..................................................................................... 99 Bagan Alir Proses .................................................................................... 117 Prinsip HACCP ........................................................................................ 118 Penanganan Konsumen............................................................................. 121 Prosedur Recall......................................................................................... 121 Perubahan/Revisi/Amandemen Dokumen................................................ 121 STRATEGI PENGENDALIAN MUTU .......................................................... 123 PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III........................................ 123 Faktor-Faktor Lingkungan Internal................................................... 123 Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal ................................................ 124 Analisis Matriks IFE dan EFE .......................................................... 125 Perumusan Alternatif Strategi .......................................................... 128 PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk...................................... 130 Faktor-Faktor Lingkungan Internal................................................... 130 Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal ................................................ 131 Analisis Matriks IFE dan EFE .......................................................... 132 Perumusan Alternatif Strategi .......................................................... 134 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 137 Kesimpulan............................................................................................... 137 Saran ......................................................................................................... 137

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 139 LAMPIRAN ..................................................................................................... 142

ix

Page 12: Proses CPO

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Produksi dan Ekspor CPO tahun 1994 – 2006 ........................................... 16 2. Standar Mutu Minyak Sawit Berdasarkan SNI 01-2901-1992 ................... 18 3. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-2002 ................ 19 4. Daftar Nama Pakar ..................................................................................... 24 5. Nilai dan Defenisi Pendapat Kualitatif dari Skala Perbandingan Saaty ... 26 6. Nilai Indeks Random (RI) .......................................................................... 27 7. Model Matriks SWOT ................................................................................ 36 8. Kriteria Kematangan TBS, Persyaratan Mutu dan Komposisi Panen

yang Ideal .................................................................................................... 41 9. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu CPO................................ 67 10. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu CPO................................................. 67 11. Hasil analisis Planning Matriks untuk Atribut CPO PKS Rambutan,

PT. Perkebunan Nusantara III .................................................................... 69 12. Hasil Analisis Matriks Technical Proses CPO .......................................... 69 13. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu CPO

PKS Rambutan ........................................................................................... 71 14. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical

Correlations CPO ...................................................................................... 71 15. Hasil Analisis Technical Matrix CPO......................................................... 73 16. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu Minyak Goreng ............. 75 17. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu Minyak Goreng .............................. 75 18. Hasil Analisis Planning Matriks atribut Minyak Goreng Cap Sendok,

PT. Astra Agro Lestari, Tbk ....................................................................... 77 19. Hasil Analisis Matriks Technical Response Minyak Goreng .................... 77 20. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu Minyak Goreng

Cap Sendok ................................................................................................ 79 21. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical

Correlations Minyak Goreng .................................................................... 80 22. Hasil Analisis Technical Matrix Minyak Goreng ...................................... 81 23. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS

Rambutan dan PMG Cap Sendok .............................................................. 83 24. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Wakil Manajemen

Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ................................................. 85 25. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen

Pemasok Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok .................................. 87 26. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen

SDM dan Infrastruktur ............................................................................... 87 27. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen

Operasi Bagian QA/QC Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok .......... 90 28. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen

Operasi Bagian Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok .................................................. 91

29. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada PPIC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ...................................................... 91

x

Page 13: Proses CPO

Halaman

30. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Bidang Produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ................................... 92

31. Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penggudangan di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ........................................................................................................ 93

32. Penilaian Penerapan SMKP HACCP ......................................................... 95 33. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PKS Rambutan .................................. 123 34. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PKS Rambutan ............................... 125 35. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation

(EFE) PKS Rambutan ................................................................................ 126 36. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PMG Cap Sendok .............................. 130 37. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PMG Cap Sendok ........................... 131 38. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation

(EFE) PMG Cap Sendok ............................................................................ 133

xi

Page 14: Proses CPO

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pendekatan Terintegrasi Dalam Pengendalian Keamanan Mikrobiologis dan Mutu Pangan .......................................................... 10

2. Proses Pengolahan TBS menjadi CPO ...................................................... 18 3. Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Goreng .................................... 19 4. Diagram Alir Penelitian.............................................................................. 22 5. Rumah Mutu Perusahaan X ....................................................................... 30 6. House Of Quality PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III .......... 74 7. House Of Quality PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk........... 82 8. Posisi Matriks IFE dan EFE PKS Rambutan, PT. Perkebunan

Nusantara III .............................................................................................. 127 9. Matriks SWOT PKS Rambutan ................................................................. 129 10. Posisi Matriks IFE dan EFE PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro

Lestari, Tbk ................................................................................................ 134 11. Matriks SWOT PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk ............ 136

xii

Page 15: Proses CPO

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pohon Industri Kelapa Sawit ...................................................................... 145 2. Struktur Organisasi PKS Rambutan ........................................................... 147 3. Diagram Alir Proses Produksi CPO di PKS Rambutan ............................. 148 4. Struktur Organisasi PMG Cap Sendok, PT.Astra Agro Lestari,Tbk .......... 149 5. Diagram Alir Proses Bleaching Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok ........ 150 6. Diagram Alir Proses Deodorisasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok ..... 151 7. Diagram Alir Proses Fraksinasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok ....... 152 8. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap

Atribut Crude Palm Oil (CPO) .................................................................. 153 9. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap

Atribut Minyak Goreng Cap Sendok .......................................................... 154 10. Bagan Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III ....................................... 155 11. Standar Mutu CPO dan Kernel di PKS Rambutan ..................................... 156 12. Standar Mutu Minyak Goreng Cap Sendok ............................................... 157 13. Contoh Laporan Kinerja dan Penilikan PKS Rambutan ............................ 158 14. Contoh Jadwal Perawatan Mesin dan Instalasi PKS Rambutan ................. 159 15. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan,

PT. Perkebunan Nusantara III .................................................................... 160 16. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di

PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III ......................................... 166 17. Lembar Kerja Control Measures di PKS Rambutan, PT. Perkebunan

Nusantara III ............................................................................................... 168 18. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok,

PT. Astra Agro Lestari, Tbk........................................................................ 170 19. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di

PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk......................................... 174 20. Lembar Kerja Control Measures di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro

Lestari, Tbk ................................................................................................ 176

xiii

Page 16: Proses CPO

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem

perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi

peluang sekaligus tantangan bagi semua negara produsen. Sistem perdagangan

bebas memungkinkan produk yang dihasilkan suatu negara dapat masuk ke negara

lain, sehingga merupakan tantangan bagi semua negara agar produknya dapat

memasuki pasar internasional. Di sisi lain, persaingan ketat antar negara diikuti

oleh persaingan antar industri dalam menghasilkan produk yang bermutu.

Era perdagangan bebas ditandai dengan adanya kesepakatan World Trade

Organization (WTO) yang mengharuskan setiap negara anggotanya termasuk

Indonesia bersaing dengan negara lain dalam merebut peluang pasar yang

semakin terbuka lebar, diantaranya produk pangan. Dengan demikian, industri

pangan harus mampu meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan unsur-

unsur daya saing, seperti mutu, efisiensi, produktivitas, layanan, harga dan

informasi yang didukung oleh teknologi dan sumber daya manusia (SDM) yang

baik. Untuk meningkatkan daya saing dan daya penerimaan di pasar global,

industri pangan harus menghasilkan produk yang tidak hanya enak dan bergizi,

tetapi juga aman untuk dikonsumsi.

Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, mutu

pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan,

kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan

minuman. Berdasarkan pengertian tersebut, mutu pangan tidak hanya mengenai

kandungan gizi, tetapi mencakup keamanan pangan dan kesesuaian dengan

standar perdagangan yang berlaku.

Masalah mutu dan keamanan pangan terjadi di berbagai negara dunia.

Menurut laporan komisi Eropa yang dikutip dari www.europa.eu.int/comm/food/

fs/sfp/ras_index_en (18 Desember 2003), sepanjang tahun 2002 ditemukan

sebanyak 1528 kasus kontaminasi di Eropa, yang terdiri dari cemaran kimia, fisik,

mikroorganisme, residu pestisida, residu obat hewan, label, kemasan, radiasi dan

tindakan adulterasi. Negara yang mendapat peringatan dari Eropa mengenai kasus

1

Page 17: Proses CPO

kontaminasi diatas adalah RRC (147 kasus), Thailand (143 kasus), Turki (141

kasus), dan Brasil (102 kasus). Indonesia sendiri berada pada urutan ke-13 dengan

39 kasus (Hermawan, 2005).

Masalah keamanan pangan telah menyebabkan masalah sosial dan ekonomi

dalam sistem kesehatan. Sebagai ilustrasi, di Amerika Serikat kerugian akibat

penyakit melalui makanan mencapai 37,1 miliar dolar Amerika per tahun, yang

mencakup biaya kesehatan dan kehilangan produktivitas. Pada tahun 1991, Peru

mengalami kerugian akibat kontaminasi produk perikanan sebesar 700 juta dolar

Amerika. Oleh karena itu, untuk industri pangan diberlakukan standar mutu untuk

memenuhi keinginan pasar dan konsumen melalui penerapan Sistem Manajemen

Mutu (SMM) dengan pendekatan ISO 9000 dan Sistem Manajemen Keamanan

Pangan dengan pendekatan sistem Hazard Analysis Critical Control Point

(HACCP).

Minyak Goreng merupakan salah satu hasil industri pengolahan pangan

yang sangat potensial, karena dikonsumsi masyarakat Indonesia setiap hari. CPO

(Crude Palm Oil) yang menjadi bahan baku minyak goreng juga memiliki potensi

yang sangat besar dikarenakan produk hilir yang dihasilkannya cukup banyak,

antara lain sabun, mentega, bahan-bahan pembersih, minyak makan, pakan ternak,

dan lain-lain. Cakupan pemasaran CPO dan konsumen minyak goreng sangat luas,

karena CPO yang dihasilkan juga diekspor ke negara lain seperti kawasan Eropa

yaitu Belanda, Spanyol, Jerman, Italia; kawasan Asia yaitu India, Pakistan, RRC,

Bangladesh; dan kawasan Amerika. Oleh karena itu, aspek mutu dan keamanan

pangan perlu diperhatikan. Adanya beberapa penyimpangan mutu CPO yang

terjadi, seperti kasus CPO yang tercampur solar di Belawan, ditemukannya

senyawa asing seperti pasir, tanah, dioxin, sudan red, dan lain-lain mengakibatkan

adanya penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO

seperti standar lingkungan, keamanan pangan, dan ketentuan-ketentuan

perdagangan. Salah satu contohnya adalah European Food Safety Legislation

yang menekankan tentang “food safety control in the palm oil chain”, yang

mengharuskan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) mengupayakan sistem jaminan

keamanan pangan sehingga CPO yang dihasilkan diterima oleh negara-negara

tujuan ekspor (Hiel, 2005). Selain itu, adanya penetapan ketentuan Notification

2

Page 18: Proses CPO

No. 120/2003-Customs oleh India yang membatasi bilangan asam menjadi 2 dan

kandungan betacarotene pada CPO sebesar 500-2.500 mg per kilogram

mengakibatkan Indonesia harus lebih memperhatikan mutu yang dikandung oleh

CPO yang akan diekspor. Menurut MPOB (2005), saat ini banyak isu tentang

keamanan pangan produk minyak sawit diantaranya sebagai berikut : (1)

kandungan agrochemical pada bahan baku CPO yang mencemari produk akhir

untuk pangan, (2) ketelusuran yang jelas mengenai bahan kimia yang digunakan

selama penanaman dan pemeliharaan kelapa sawit : jenis, frekuensi, dan dosis, (3)

kontaminasi mikroorganisme selama proses di Pabrik kelapa sawit (PKS), (4)

kontaminasi mineral oil pada CPO, (5) kandungan arsenic dalam Palm Kernel

Expeller Cake, dan (6) adanya kandungan logam berat, Polyaromatic hidrocarbon

(PAH), dan dioxins.

Indonesia mengungguli Malaysia dalam mengekspor CPO ke India, namun

pada kenyataannya para pembeli India seperti Pakistan dan beberapa negara Eropa

menghargai CPO Indonesia lebih rendah dari CPO Malaysia. Penyebabnya antara

lain: (1) kurang memadainya infrastruktur pelabuhan Indonesia yang

mengakibatkan India harus dibebani ongkos tambahan karena kapal harus

menunggu dua sampai tiga hari, bahkan enam hari. Keterbatasan tersebut

mengakibatkan semakin tingginya biaya demorage (waktu tunggu), (2) promosi

CPO Indonesia kurang memadai, sehingga sejumlah pembeli di India kurang

diyakini terhadap mutu CPO Indonesia. Selain itu, CPO Indonesia terjerat isu

bahwa dalam proses pemurnian CPO, banyak bahan kimia yang digunakan

sehingga para importir membeli CPO Indonesia lebih murah dibandingkan

Malaysia.

Titik-titik kritis pada pengolahan pangan perlu diketahui untuk memberikan

jaminan keamanan pangan yang memadai, karena pengawasan pangan yang hanya

mengandalkan uji pada produk akhir tidak akan mampu memberikan jaminan

keamanan terhadap keamanan produk pangan yang beredar di pasaran, oleh

karena itu HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) sebagai satu-satunya

sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan yang menjadi acuan bagi

industri pangan di seluruh dunia perlu diterapkan.

3

Page 19: Proses CPO

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat suatu formula

strategi pengendalian mutu berdasarkan Sistem Manajemen Mutu (SMM)

dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) yang diharapkan dapat

meningkatkan dan menjamin mutu produk CPO dan minyak goreng yang

aman dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen.

RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di industri CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik

Kelapa Sawit (PKS) Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan industri

minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari,

Tbk. Sumatera Utara. Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini tidak membandingan kedua industri, tetapi merupakan

rangkaian dari produk hulu ke produk hilir.

2. Menganalisa faktor-faktor mutu CPO dan minyak goreng yang

diinginkan konsumen.

3. Menganalisa dan menilai sejauh mana penerapan sistem manajemen

mutu (SMM) di industri pengolahan CPO di PKS Rambutan, PT.

Perkebunan Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak

Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk.

4. Menganalisa dan menilai sejauh mana penerapan sistem manajemen

keamanan pangan (SMKP) di industri pengolahan CPO di PKS

Rambutan, PT. Perkebuann. Nusantara III dan industri minyak goreng di

Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk.

5. Menentukan dan menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang

berpengaruh terhadap peningkatan mutu CPO di PKS Rambutan, PT.

Perkebunan Nusantara III dan minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap

Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk.

6. Membuat formulasi strategi pengendalian mutu guna peningkatan mutu

produk CPO dan Minyak Goreng.

4

Page 20: Proses CPO

KEGUNAAN PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai alat bantu dalam pengambilan kebijakan mutu bagi industri CPO di

PT. Perkebunan Nusantara III dan Industri minyak goreng di PT. Astra Agro

Lestari, Tbk.

2. Sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk

menetapkan sistem jaminan mutu dan keamanan mutu CPO dan minyak

goreng.

3. Memberikan kontribusi pemikiran dalam pengendalian mutu dan kebijakan

perusahaan mengenai Sistem Manajemen Mutu (SMM), Sistem

Manajemen Keamanan Pangan (SMKP), dan strategi pengendalian mutu

bagi produk CPO dan minyak goreng.

5

Page 21: Proses CPO

TINJAUAN PUSTAKA

MUTU PANGAN

Arti mutu secara umum berbeda-beda tergantung dari rangkaian kata

atau kalimat dimana istilah mutu digunakan. Mutu merupakan karakteristik

secara total dari produk atau jasa yang dihasilkan produsen yang berhubungan

dengan konsumen. Deming (1969) menyatakan bahwa mutu seharusnya

mengarah pada kebutuhan konsumen pada saat ini maupun yang akan datang.

Mutu pangan sebagai salah satu unsur daya saing sangat terkait dengan

penerimaan konsumen yang memiliki keinginan dan tuntutan yang terus

bergerak. Perkembangan mutu pangan tidak terlepas dari perkembangan era

mutu. Era mutu dimulai dari kegiatan inspeksi produk kemudian berkembang

menjadi pengawasan mutu pada tahun 1920-an yang menekankan pada

pengukuran. Arah perkembangan mutu pada tahun 1960-an kemudian bergerak

kepada kegiatan pengendalian mutu dengan pendekatan statistika (statistical

process control atau statistical quality control). Pada tahun 1980-an mutu

berorientasi ke jaminan mutu (Quality Assurance/QA), sehingga akhirnya pada

tahun 1990-an manajemen mutu mengarah kepada manajemen mutu total

(TQM).

Mutu saat ini, tidak lagi hanya didasarkan pada karakteristik-

karakteristik fungsional yang konvensional, tetapi telah berkembang juga

karakteristik-karakteristik atau atribut-atribut mutu baru seperti karakteristik

psikologis (sifat-sifat sensori dan luxury), shelf life, kepraktisan/kemudahan

(makanan siap santap) dan cepat saji (fast food). Karakteristik keamanan

pangan (food safety) dan pengaruhnya terhadap kesehatan konsumen menjadi

penting atau sebagai kekuatan daya saing, apalagi untuk tujuan ekspor. Dalam

pengembangannya, pertimbangan utama dalam pembuatan standar mutu yang

dilakukan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) lebih mengarah kepada

upaya untuk memenuhi kesehatan konsumen (Wirakartakusumah dan

Kadarisman, 1995). Menurut Baadilla (1996), sesuai dengan tuntutan

konsumen produk pangan harus memenuhi persyaratan mutu yang meliputi

lima aspek dengan urutan prioritasnya sebagai berikut : (1) aspek keamanan,

6

Page 22: Proses CPO

(2) aspek citarasa, (3) aspek nutrisi, (4) aspek estetika dan bisnis, serta (5)

aspek halal.

Pendekatan mutu perusahaan adalah mengembangkan dan menerapkan

mutu melalui sistem yang mencakup struktur organisasi, tanggung jawab,

prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan pada penerapan

manajemen mutu. Sistem mutu yang diterapkan dalam semua rantai produk

dimulai dari pembelian dan desain, procurement dan produksi sampai distribusi

dan penjualan. Standar khusus dalam sistem mutu, diantaranya ISO 9000 yang

merupakan standar manajemen mutu dan jaminan mutu. Dalam mencapai

keberhasilan bisnis jangka panjang digunakan pendekatan yang berdasarkan

pada partisipasi semua anggota dalam organisasi, yaitu TQM melalui

komitmen dan partisipasi yang besar dari semua kekuatan kerja untuk

mendapatkan kepuasan konsumen yang lebih baik (Jouve, 2000).

SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001: 2000

ISO 9000 dikeluarkan oleh International Standarization For

Organization (ISO) yang berpusat di Genewa, Swiss. ISO 9000 merupakan

seri standar internasional untuk sistem mutu yang menspesifikasikan

persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari

suatu sistem manajemen, dengan tujuan menjamin bahwa pemasok

(perusahaan) menyerahkan atau memproduksi barang dan atau jasa sesuai

persyaratan yang ditetapkan. Standar internasional seri ISO 9000 diterbitkan

dalam enam dokumen terpisah dengan nama ISO 8402, ISO 9000, ISO 9001,

ISO 9002, ISO 9003 dan ISO 9004 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996).

Seri ISO 9000 direvisi setiap enam tahun sekali dan pada tahun 2000

dilakukan revisi ISO 9000 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996; Gaspersz, 2001).

Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000) dalam revisi ISO tersebut

terdapat empat standar utama, di bawah ini :

ISO 9000 : Sistem manajemen mutu-konsep dan peristilahan

ISO 9001 : Sistem manajemen mutu-persyaratan

ISO 9004 : Sistem manajemen mutu-panduan

ISO 10011 : Panduan pengauditan sistem mutu.

7

Page 23: Proses CPO

Standar ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 9003 yang berlaku dilebur menjadi

standar tunggal ISO 9001, sehingga dalam ISO 9000 revisi 2000 (ISO 9001 :

2000) hanya ada satu standar yang berisi persyaratan, yaitu ISO 9001. Standar

diatas menyarankan adopsi pendekatan proses saat mengembangkan,

mengimplementasikan dan memperbaiki keefektifan sistem manajemen mutu,

dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan sesuai dengan persyaratan

(BSN, 2000).

Manfaat penerapan ISO 9001 : 2000 menurut Gaspersz (2001) adalah:

(1) meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan mutu

yang terorganisasi dan sistematik, (2) meningkatkan citra perusahaan serta

daya saing dalam memasuki pasar global, (3) menghemat biaya dan

mengurangi duplikasi audit sistem mutu oleh pelanggan karena dilaksanakan

secara berkala, (4) membuka pasar baru karena nama perusahaan terdaftar

pada lembaga registrasi terpercaya, (5) meningkatkan mutu dan produktivitas

kerja manajemen melalui kerjasama dan komunikasi yang lebih baik, sistem

pengendalian yang konsisten serta pengurangan dan pencegahan pemborosan,

(6) meningkatkan kesadaran mutu perusahaan, dan (7) perubahan kultur kerja

karyawan menjadi kultur mutu.

Suatu organisasi untuk berfungsi efektif harus mengetahui dan

mengelola sejumlah kegiatan yang saling berhubungan. Suatu kegiatan yang

menggunakan sumber daya dan dikelola untuk memungkinkan transformasi

masukan menjadi luaran, dapat dianggap sebagai suatu proses. Seringkali

luaran suatu proses merupakan masukan bagi kegiatan berikutnya (BSN,

2000).

Menurut Gaspersz (2001), tahap-tahap penerapan SMM adalah (1)

komitmen dari manajemen puncak, (2) membentuk panitia pengarah atau

koordinator ISO, (3) mempelajari persyaratan SMM ISO 9001:2000, (4)

melakukan pelatihan terhadap semua anggota organisasi, (5) memulai peninjauan

ulang manajemen, (6) identifikasi kebijakan mutu, prosedur-prosedur yang

dibutuhkan dalam dokumen tertulis, (7) implementasi SMM, (8) memulai audit

sistem manajemen mutu dan (9) memilih register/lembaga sertifikasi mutu yang

terpercaya.

8

Page 24: Proses CPO

SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN

Keamanan Pangan

Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan,

keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah

pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat

mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan. Menurut Fardiaz

(1996), terdapat empat masalah utama dalam sistem keamanan pangan

Indonesia, sebagai berikut :

1. Masih banyak ditemukan produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan

kesehatan dalam peredarannya.

2. Masih banyak kasus penyakit dan keracunan melalui makanan, yang

sebagian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya.

3. Masih banyak ditemukan sarana produksi dan distribusi pangan yang tidak

memenuhi persyaratan, terutama industri kecil atau industri rumah tangga

dan penjual makanan jajanan.

4. Rendahnya pengetahuan dan kepedulian konsumen terhadap keamanan

pangan.

Sesuai dengan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen, konsumen berhak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan

dari produk yang digunakan. Oleh karena itu, produsen wajib untuk menjamin

mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau yang diperdagangkan

sesuai dengan standar mutu yang berlaku.

Berbagai perangkat diperlukan dalam membangun pendekatan

terstruktur dan terintegrasi dalam menghasilkan produk pangan yang aman dan

bermutu tinggi. Pendekatan terintegrasi dalam pengendalian keamanan

mikrobiologis dan mutu pangan dapat dilihat pada Gambar 1.

9

Page 25: Proses CPO

Gambar 1. Pendekatan terintegrasi dalam pengendalian keamanan

mikrobiologis dan mutu pangan (ILSI dalam Jouve, 2000)

Dalam pendekatan tersebut, dokumen Good Manufacturing Practice

(GMP) yang berisi tentang cara-cara memproduksi makanan yang baik dan

syarat-syarat higienis yang menjelaskan kondisi dasar dalam kegiatan produksi

pangan higienis yang mencakup penggunaan peralatan pengolahan pangan

higienis, jadwal perawatan dan pembersihan peralatan dan fasilitas, serta

pelatihan dan kesehatan karyawan. Sistem HACCP merupakan pendekatan

terstruktur terhadap manajemen bahaya yang bertujuan untuk menjaga

keamanan produk dari bahaya biologis, kimia dan fisik yang dapat terjadi pada

produksi, distribusi dan penjualan pangan, serta mengendalikannya pada

tingkat yang aman (Jouve, 2000).

Menurut WHO (2000) penyakit melalui makanan yang terjadi dapat

disebabkan oleh konsumsi makanan seperti susu mentah, daging, unggas

mentah dan makanan yang tidak diolah dengan cepat, beberapa makanan laut

dan air minum. Beberapa penyebab terjadinya masalah kesehatan adalah

infeksi oleh Escherichia coli seperti E. coli 0157: H7, Listeria monocytogenes,

dan Vibrio cholera. Selain itu, ada beberapa penyebab masalah keamanan

pangan yang lain, yaitu toksin alami pangan (misalnya, mikotoksin, biotoksin

laut, glikosida sianogenik), agen yang tidak biasa (seperti freon), persistent

organic pollutants (POPs) dan bahan metal.

10

Page 26: Proses CPO

Dalam CPO yang merupakan bahan baku produk pangan,

dikhawatirkan terkandung beberapa bahan-bahan berbahaya yang tidak

dikehendaki, antara lain dioxin, PAH (polyaromatic hidrocarbon), logam

berat, pestisida, dan lain-lain (http://www.fediol.be, 2006). Hiel (2005) juga

pernah mengungkapkan bahwa ada beberapa kandungan bahan yang

dikhawatirkan terkontaminasi dalam CPO, dan ini dikarenakan oleh

penanganan bahan yang kurang baik mulai dari penanaman, pemanenan dan

transportasi buah, proses pengolahan, transportasi CPO, hingga tangki timbun

penyimpanan di pelabuhan.

Dalam hal ini, bahaya didefinisikan oleh National Advisory Committee

on Microbiologicul Criteria for Foods (NACMCF) sebagai bahan biologi, kimia

atau fisik yang dapat menyebabkan resiko kesehatan bagi konsumen.

Berdasarkan definisi tersebut, bahaya dapat dibagi menjadi tiga kelompok,

yaitu bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik (Pierson dan Corlett,

1992). Melalui sistem HACCP, bahaya-bahaya tersebut dapat dicegah melalui

pengendalian titik-titik kritis di setiap tahapan proses produksi.

Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

Menurut Adams dan Moss (1995), GMP didefinisikan sebagai suatu

proses dalam industri pangan, dimana konsistensi produk akhir dari kualitas

keamanan mikrobiologi dimonitor dengan uji laboratorium atau saat proses

berlangsung. Di Indonesia, tuntutan kepada produsen pangan untuk

menghasilkan produk pangan yang bermutu, aman dikonsumsi dan memenuhi

keinginan konsumen lokal maupun global sudah menjadi perhatian pemerintah

melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 23/MENKES/SK/I/1978 mengenai

pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan.

Tujuan dari penerapan GMP di industri pangan adalah untuk

menghasilkan produk bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen. Menurut

Jouve (2000) dokumen GMP dan peraturan higiene lainnya terdiri dari

deskripsi dan definisi syarat-syarat kondisi higienis. Penerapan GMP,

pengendalian higiene dan uji mikrobial telah dilakukan oleh produsen,

pengolah dan pengatur kebijakan pangan, namun untuk memperkuat tujuannya

11

Page 27: Proses CPO

perlu diterapkan ketentuan lain seperti HACCP, penerapan konsep jaminan

mutu dan manajemen mutu.

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) adalah program

prasyarat yang dianjurkan oleh FDA dalam penerapan HACCP. Prosedur

tersebut merupakan alat bantu dalam penerapan GMP dan mempunyai

karakteristik yang umum pada sistem HACCP. Prosedur SSOP berisi tentang

perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP

dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terjadi keluhan, verifikasi

dan dokumentasi (FDA, 1995).

SSOP menurut FDA (1995) terdiri dari delapan aspek kunci, yaitu: (1)

keamanan air untuk proses produksi, (2) kondisi kebersihan permukaan yang

kontak dengan bahan pangan termasuk peralatan, sarung tangan dan seragam

produksi, (3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, (4)

penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, (5)

perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang

kontak dengan bahan pangan seperti pestisida, pelumas, minyak dan bahan

pembersih, (6) pelabelan dan penyimpanan, (7) kontrol kesehatan pekerja, dan

(8) pencegahan hama penyakit.

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya

spesifik yang mungkin timbul pada mata rantai produksi makanan dan

tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut, dengan tujuan

menjamin keamanan makanan. Sistem HACCP merupakan pendekatan

sistematik untuk mengidentifikasi, menilai dan mengontrol bahaya, terutama

digunakan oleh produsen pangan dalam menghasilkan produk sehat dan aman

(Jouve, 2000).

Dasar konsep HACCP pertama kali dikembangkan pada tahun 1959 oleh

perusahaan Pillsbury yang bekerjasama dengan The National Aeronautics

and Space (NASA), the Natick Laboratories of the U.S Army and The

U.S. Air Space Laboratory Project Group untuk menghasilkan pangan

yang tidak terkontaminasi oleh bakteri patogen yang dapat menyebabkan sakit

12

Page 28: Proses CPO

pada astronot. Pemecahan dari masalah tersebut adalah melalui sistem

pencegahan terhadap pengawasan pada bahan mentah, proses, lingkungan,

karyawan, penyimpanan dan distribusi, sehingga dapat dihasilkan produk

dengan jaminan keamanan yang tinggi (Pierson and Corlett, 1992).

HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan,

mulai dari proses pertama sampai produk akhir. Menurut Fardiaz (1996) tujuan

HACCP terdiri dari tujuan umum dan khusus. Tujuan umum pelaksanaan

HACCP adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah

atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan. Tujuan

khususnya adalah sebagai berikut :

1. Mengevaluasi cara memproduksi makanan untuk mengetahui bahaya

yang mungkin timbul dari makanan.

2. Mempelajari cara memproduksi makanan dengan memberikan

perhatian khusus terhadap tahap-tahap proses yang dianggap kritis.

3. Memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan

makanan, serta penerapan sanitasi dalam memproduksi makanan.

4. Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh operator

dan karyawan.

Penerapan HACCP sebagai alat manajemen pada industri pangan

memberikan keuntungan, diantaranya mengefektifkan biaya yang digunakan

untuk memproduksi makanan yang aman, mencegah atau mengurangi

terjadinya masalah keamanan pangan, meningkatkan kepercayaan konsumen

terhadap produk dan menjaga kelangsungan usaha (Tompkin, 1994). Menurut

Fardiaz (1996) kegunaan HACCP terhadap industri pangan diantaranya,

mencegah penarikan produk, mencegah penutupan pabrik, meningkatkan jaminan

keamanan produk, mencegah kehilangan pembeli atau pasar, meningkatkan

kepercayaan konsumen, dan mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang

mungkin timbul akibat masalah keamanan produk.

Tujuh prinsip dalam HACCP adalah (1) melakukan identifikasi bahaya

dan penetapan resiko, (2) penetapan Critical Control Point (CCP), (3) penetapan

batas kritis/limit kritis, (4) pemantauan CCP, (5) tindakan koreksi terhadap

13

Page 29: Proses CPO

penyimpangan, (6) verifikasi dan (7) dokumentasi (Jouve, 2000; Moy, et al.,

1994; Pierson dan Corlett, 1992).

Menurut Jouve (2000) dan Fardiaz (1996) terdapat 12 langkah yang dapat

dilakukan dalam HACCP, yaitu sebagai berikut (1) membentuk tim HACCP, (2)

mendeskripsikan produk, (3) mengidentifikasi pengguna yang dituju, (4) membuat

diagram alir, (5) verifikasi diagram alir di tempat, (6) mendaftar semua bahaya

potensial, melakukan analisis bahaya, menentukan tindakan pengendalian, (7)

menentukan CCP, (8) menetapkan batas kritis untuk setiap CCP, (9) menetapkan

sistem pemantauan untuk setiap CCP, (10) menetapkan tindakan koreksi untuk

penyimpangan yang mungkin terjadi, (11) menetapkan prosedur verifikasi, serta

(12) menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi.

Menurut Basiron dan Chan (2005), kemungkinan bahaya yang memiliki

dampak terhadap keamanan pangan minyak sawit dapat dilihat dalam tiga area,

sebagai berikut :

(1) Udara, air, tanah, bahan baku dan bahan-bahan lain yang dimasukkan pada

saat pra-panen.

(2) Aktivitas dari sistem mempunyai dampak terhadap lingkungan, dimana

menghasilkan polusi air dan udara yang kemungkinan dapat menjadi sumber

zat pencemar yang masuk kembali ke sistem melalui suatu titik yang berbeda.

(3) Apabila ada tindakan untuk meningkatkan suatu manfaat dalam beberapa

bagian dari sistem, kemungkinan akan meningkatkan resiko kesehatan

manusia dalam bagian yang lain. Karenanya, keseluruhan sistem harus

dipertimbangkan ketika mempelajari dampak/resiko keamanan pangan dari

tindakan yang akan dilakukan.

CRUDE PALM OIL (CPO)

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) memiliki siklus produksi

ekonomis 25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda

karena belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia 30-36

bulan dan pada usia tujuh sampai lima belas tahun disebut sebagai periode matang

(the mature periode), dimana pada periode tersebut produksi Tandan Buah Segar

(TBS) mencapai puncaknya.

14

Page 30: Proses CPO

Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan. Pelepah dan batang sawit

bisa dijadikan pulp dan kertas, pakan ternak serta furniture. Tandan kosong dapat

dimaanfaatkan sebagai pupuk kompos, pulp dan kertas, karbon, dan rayon.

Cangkang inti sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar dan karbon, sedangkan

ampas inti sawit bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Serat mesokarp dapat

diolah menjadi medium density fibre-board dan bahan bakar. CPO dan PKO dapat

diolah menjadi produk pangan dan non pangan. Produk pangan antara lain minyak

goreng, margarin, shortening, emulsifier, minyak makan merah, susu kental

manis, vanaspati, confectioneries, es krim, dan yoghurt. Sedangkan produk non

pangan antara lain biodiesel, pelumas, lilin, senyawa ester, kosmetik, farmasi, dan

lain-lain (PPKS, 2006). Pohon industri kelapa sawit dapat dilihat pada

Lampiran 1.

CPO merupakan hasil dari unit pengolahan paling hulu dalam industri

pengolahan kelapa sawit, dimana prosesnya juga merupakan titik kritis dalam alur

hidup ekonomi buah kelapa sawit khususnya dan industri kelapa sawit umumnya.

Sifat yang krusial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor penting berikut :

a. Sifat buah sawit yang segera mengalami kerusakan/penurunan mutu dan

rendemen bila tidak segera diolah.

b. CPO merupakan bahan antara industri olahan kelapa sawit dimana mutunya

menentukan dayagunanya untuk diolah menjadi produk akhir industri dan

konsumen rumah tangga seperti olein, stearin, minyak goreng, dan lain-lain.

Seiring dengan peningkatan luas lahan kelapa sawit perkebunan rakyat dan

swasta maka pangsa produksi CPO juga mengalami pergeseran. Pada tahun 1994

produksi minyak sawit adalah 2,8 juta ton, pada tahun 1999 produksi telah

mencapai 6 juta ton, dan tahun 2006 mencapai 15,1 juta ton. Produksi tersebut

dihasilkan oleh perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan besar

swasta. Data produksi dan Ekspor CPO dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

15

Page 31: Proses CPO

Tabel 1. Produksi dan Ekspor CPO tahun 1994 – 2006 (juta Ton) Tahun Produksi Ekspor 1994 2,8 1,3 1995 3,5 1,7 1996 3,7 3,0 1997 5,4 1,5 1998 5,4 3,3 1999 6,0 4,1 2000 6,6 4,1 2001 7,9 5,0 2002 9,7 6,3 2003 10,0 6,4 2004 10,3 8,7 2005 13,5 10,4 2006 15,1 13,2

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004

Peningkatan permintaan minyak sawit yang selama ini terjadi selain

disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, juga

karena keunggulan komparatif minyak sawit tersebut dibandingkan jenis minyak

nabati lainnya seperti dijabarkan di bawah ini (PT. Bank Rakyat Indonesia dan

LMAA-IPB, 2001) :

1. Potensi produksi minyak kelapa sawit/ha tanaman sebesar 7-25 kali lebih

besar dibandingkan sumber minyak nabati lainnya, sehingga biaya

produksinya akan lebih murah dibandingkan minyak nabati lainnya.

2. Harga minyak sawit jauh lebih murah dibandingkan dengan jenis minyak

nabati lainnya.

3. Industri hilir yang berbahan baku minyak sawit sangat banyak dan

beragam baik untuk keperluan pangan maupun non pangan. Pemanfaatan

minyak sawit untuk oleokimia dan biodiesel dimasa mendatang akan

sangat menjanjikan, karena potensinya yang sangat besar.

4. Di dunia keteknikan, minyak sawit digunakan sebagai minyak pelumas

yang filmis (merata tanpa bolong), sehingga banyak diaplikasikan di

industri logam sebagai rolling oil.

5. Perkebunan kelapa sawit lebih menghutan sehingga dapat melestarikan

lingkungan dan pemanfaatan lahan yang optimal.

16

Page 32: Proses CPO

6. Kandungan asam lemak dalam minyak sawit sangat berimbang antara

asam lemak jenuh dan asam yang berikatan rangkap, sehingga kurang

membahayakan terhadap kesehatan manusia.

7. Kandungan vitamin A dan E yang cukup besar dalam minyak sawit yang

sangat bermanfaat dalam dunia kesehatan.

Selain hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal Perkebunan (2007)

mengatakan bahwa dari segi daya saing, minyak kelapa sawit memiliki kelebihan

dibandingkan minyak nabati lain, diantaranya : (1) produktivitas per hektar relatif

lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya, (2) merupakan tanaman tahunan

yang cukup handal terhadap berbagai perubahan agroklimat, dan (3) dari segi

aspek gizi, minyak kelapa sawit tidak terbukti sebagai penyebab meningkatnya

kadar kolesterol dalam tubuh, bahkan mengandung beta karoten sebagai Pro-

Vitamin A.

Keunggulan komparatif minyak sawit terhadap sumber nabati lain

menyebabkan pangsa minyak sawit makin hari makin meningkat. Dengan

berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku minyak sawit, maka

kebutuhan tersebut terus meningkat. Beberapa industri yang menggunakan

minyak sawit adalah industri minyak goreng (34,2 % dari input), industri sabun

dan bahan-bahan pembersih (16,2 %), industri minyak makan (5,9 %), industri

mentega (1 %), industri pakan ternak (0,6 %) dan industri lainnya (3,7 – 8,7 %)

(PT. Bank Rakyat Indonesia dan LMAA-IPB, 2001).

Keunggulan komparatif minyak sawit di atas, sayangnya tidak diimbangi

dengan mutu minyak sawit yang baik. Menurut Setiadi Djohar, dkk (2003),

rendahnya mutu CPO disebabkan oleh bahan baku yang tidak baik. Banyaknya

buah restan yang diolah sangat mempengaruhi mutu CPO yang dihasilkan. Faktor

penyebab buah restan adalah faktor manusia (human error), alat dan fasilitas

pengangkutan yang tidak memadai, serta metode pengangkutan dan lingkungan

yang kurang mendukung. Di lain pihak, menurut Siahaan dan Erningpraja (2006),

parameter mutu yang paling menentukan pada rantai produksi kebun, proses

panen hingga pengangkutan ke PKS adalah asam lemak bebas dan DOBI (untuk

mutu); serta logam berat, residu pestisida dan hidrokarbon (untuk keamanan

17

Page 33: Proses CPO

pangan). Proses pengolahan TBS menjadi CPO secara umum dapat dilihat pada

Gambar 2, sedangkan Standar Mutu Minyak Sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

ABU INCINERATOR LAND APPLICATION

STERILISASI

THRESHER

TANDAN KOSONG MATERIAL P[ASSING TO DIGESTER

CAIRAN MINYAK FIBRE 12-16%

BIJI

11 %

21 % 50 –65 % DIGESTER

9-10%

PRESSING 40 %

23 % MINYAK

6%

NOS SLUDGE 5-7%

CANGKANG KERNEL 12 -15%

MINYAK 6-8%

BUANGAN LIMBAH

4-6%

BOILER

92-94%

AIR CONDENSAT

Gambar 2. Proses Pengolahan TBS menjadi CPO (Naibaho, 2006)

Tabel 2. Standar Mutu Minyak Sawit/CPO Berdasarkan SNI 01-2901-2006

No Kriteria uji Satuan Persyaratan mutu

1.

2.

3.

4.

Warna

Kadar air dan kotoran

Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat) Bilangan Yodium

-

%, fraksi massa

%, fraksi massa

g Yodium / 100 g

Jingga kemerah-merahan

0,5 maks

0,5 maks

50-55

Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2006

MINYAK GORENG SAWIT

Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan Nomor : 02240/B/SK/VII/91 tentang ”Pedoman Persyaratan Mutu serta

Label dan Periklanan Makanan”, yang dimaksud dengan minyak goreng (cooking

oil) adalah minyak yang diperoleh dari atau dengan cara memurnikan minyak

nabati, dengan tujuan untuk menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak

18

Page 34: Proses CPO

bebas, dan zat-zat warna. Secara umum komponen utama yang sangat

menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya, karena asam lemak akan

menentukan sifat kimia maupun stabilitas minyak.

Salah satu bahan baku penghasil minyak goreng adalah CPO (Crude Palm

Oil). Disamping bahan baku utama, dalam proses pengolahan minyak goreng juga

dibutuhkan bahan pembantu, baik bahan kimia maupun bahan pengemas. Proses

produksi minyak goreng berbahan baku CPO pada dasarnya melalui dua tahap

yaitu proses rafinasi dan fraksinasi, yang mana keduanya merupakan satu

kesatuan proses. Rafinasi atau proses pemurnian adalah proses yang ditujukan

untuk menghilangkan zat-zat yang tidak dikehendaki yang ada di dalam CPO,

sehingga minyak menjadi bebas dari bau, FFA (Free Fatty Acid) yang rendah,

warna yang normal, dan residu lainnya, sedangkan fraksinasi adalah proses

pemisahan antara fraksi-fraksi yang ada dalam minyak goreng. Dalam proses

fraksinasi tersebut terjadi pemisahan stearin dan olein. Standar mutu minyak

goreng dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-2002

No Indikator Satuan Syarat 1. 2.

3.

4.

5. 6. 7. 8.

Kandungan air Bilangan peroksida Kandungan Asam lemak bebas (asam pelarut) Kandungan logam berbahaya (Pb, Cu, Mg) Kandungan minyak pelikan Bau / aroma Warna Rasa

% mg oksigen / 100 oksigen

% - - - - -

0.3 % maks 1.0 % maks

0.3 % maks

negatif

negatif normal normal normal

Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2002

Menurut Timms (2003), untuk menghasilkan refined oils dengan mutu yang

baik, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut : (1) CPO yang

digunakan memiliki mutu yang tinggi, dimana memiliki FFA sebesar 2.5 – 5.0 %,

(2) proses refinery dilakukan dengan kondisi yang terkontrol baik dan menjaga

kandungan tocol sebagai antioksidan alami yang dikandung minyak, dan (3)

minyak disimpan pada tangki penyimpanan yang terbuat dari stainless steel atau

19

Page 35: Proses CPO

baja dengan lapisan epoksi untuk menjaga minyak dari proses oksidasi yang

disebabkan oleh besi.

Adapun proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng secara garis

besarnya dibagi dalam dua tahapan, yaitu tahap pemurnian (refinery) dan tahap

pemisahan (fractionation). Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan gum

(degumming), pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization).

Tahap pemisahan terdiri dari proses pengkristalan (crystallization) dan pemisahan

fraksi. Urutan proses minyak goreng secara singkat dapat dilihat pada Gambar 3.

CPO

Proses degumming

Proses bleaching

NPO

Proses Filtrasi

RBDPO (Rifined Bleached Deodorized Palm Oil)

Proses deodorisasi

Proses Fraksinasi

Proses penyaringan

RBD Olein RBD Stearin

Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Goreng (Amang, 1996)

20

Page 36: Proses CPO

METODOLOGI PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL

Persaingan produk yang semakin terbuka merupakan tantangan bagi

industri, khususnya industri pangan untuk memenuhi harapan dan tuntutan

konsumen akan produk pangan yang tidak hanya bermutu namun aman untuk

dikonsumsi. Oleh karena itu, setiap perusahaan melakukan berbagai upaya agar

produk yang dihasilkan diterima oleh konsumen dan juga dapat mengungguli

produk yang dihasilkan oleh perusahaan lain. Salah satu upaya yang dilakukan

adalah mengidentifikasi faktor-faktor mutu menurut konsumen dengan cara

mengetahui keinginan dan persepsi konsumen terhadap produk yang bermutu.

Upaya lain yang dilakukan adalah mengimplementasikan sistem mutu dan

keamanan produk yang tersertifikasi seperti ISO 9001:2000 dan HACCP.

Industri yang telah menerapkan sistem manajemen mutu standar

internasional ISO 9001, dinilai telah menempatkan mutu sebagai syarat mutlak

bukan hanya pada produk yang dihasilkannya tetapi juga sistem yang digunakan

untuk menghasilkan produk tersebut. Penerapan HACCP memberikan jaminan

bahwa produk yang dihasilkan telah mengedepankan persyaratan keamanan

produk dalam semua rantai pengolahan pangan hingga produk tersebut dipasarkan

kepada konsumen. Kedua sistem tersebut memiliki unsur-unsur yang harus

diterapkan dengan baik dan diikuti dengan kegiatan perbaikan terus-menerus

untuk menjamin efektifitas sistem yang diterapkan. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penilaian penerapan SMM dan SMKP melalui pengamatan langsung di

industri untuk mengetahui kondisi obyektif sistem dalam menghasilkan produk

yang bermutu, aman dan memiliki daya saing dengan produk sejenisnya.

Penilaian penerapan SMM dan SMKP dilakukan dengan menilai kesesuaian

sistem yang diterapkan di perusahaan dibandingkan dengan persyaratan ISO

9001:2000 dan HACCP.

Sebuah perusahaan memiliki daya saing yang kuat jika perusahaan tersebut

dapat mendengarkan keinginan dan harapan konsumen. Berdasarkan keinginan

dan harapan konsumen, perusahaan dapat melihat dengan jelas bahwa lingkungan

internal perusahaan dapat menjadi suatu kekuatan untuk memenuhi keinginan

21

Page 37: Proses CPO

tersebut, tapi dapat juga menjadi suatu kelemahan. Selain itu, lingkungan

eksternal perusahaan juga akan mempengaruhi kegiatan perusahaan dalam

memenuhi keinginan konsumennya.

Penilaian lingkungan internal dan eksternal perusahaan dapat digunakan

untuk menentukan posisi perusahaan saat ini. Hal ini sangat penting dilakukan

mengingat banyaknya perusahaan yang berada dalam industri sejenis sehingga

sebelum bertindak, perusahaan harus mengetahui posisinya. Dari posisi

perusahaan saat ini diformulasikan strategi pengendalian mutu bagi industri CPO

dan minyak goreng. Adapun diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4

di bawah ini.

Mulai

Penilaian penerapan SMM dan SMKP CPO

di PTP. N III

Identifikasi Faktor mutu CPO (survei konsumen)

AHP dan

QFD

Analisis Self Assessment

Penilaian penerapan SMM dan SMKP Minyak Goreng di

PTP.AAL,Tbk

Identifikasi faktor mutu minyak goreng (survei konsumen)

Penentuan Faktor internal dan eksternal

Penentuan Faktor internal dan eksternal

Penilaian faktor lingkungan

Penilaian faktor lingkungan AHP

Analisis Matriks IE

Penentuan posisi perusahaan

Penentuan posisi perusahaan

Analisis Matriks SWOT

Perumusan alternatif strategi

Perumusan alternatif strategi

Rekomendasi Strategi

Rekomendasi Strategi

Selesai

Gambar 4. Diagram Alir Penelitian

22

Page 38: Proses CPO

Dasar pemilihan industri CPO dan minyak goreng sebagai obyek penelitian

adalah dikarenakan saat ini cakupan pemasaran CPO dan konsumen minyak

goreng sangat luas karena diekspor ke negara-negara seperti kawasan Eropa yaitu

Belanda, Spanyol, Jerman, Italia; kawasan Asia yaitu India, Pakistan, RRC,

Bangladesh; dan kawasan Amerika, oleh karena itu aspek mutu dan keamanan

pangan perlu diperhatikan. Adanya beberapa penyimpangan mutu CPO yang

terjadi di Indonesia mengakibatkan adanya penambahan standar yang diterapkan

oleh negara-negara pengimpor CPO seperti standar lingkungan, keamanan

pangan, dan ketentuan-ketentuan perdagangan lainnya.

TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, mulai bulan Agustus 2006

sampai Januari 2007 di industri CPO dan minyak goreng yang ada di Sumatera

Utara, yaitu di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara

III dan Pabrik Minyak Goreng (PMG) Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk.

Survei konsumen CPO dilakukan di industri minyak goreng yang menggunakan

CPO sebagai bahan bakunya, sedangkan survei konsumen minyak goreng

dilakukan di beberapa supermarket dan swalayan yang menjual minyak goreng

merek Cap Sendok.

TATA CARA PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data primer, yaitu dengan mengadakan wawancara dengan

responden konsumen dan para pakar yang memiliki pengetahuan tentang

industri CPO dan industri minyak goreng serta mengadakan pengamatan

langsung di lapangan pada industri CPO dan minyak goreng.

2. Pengumpulan data sekunder, yaitu dengan penelusuran buku-buku, hasil-hasil

penelitian, majalah, jurnal dan sumber-sumber lain yang berhubungan. Selain

itu, data juga diperoleh dari PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit), PT.

Perkebunan Nusantara III dan PT Astra Agro Lestari, Tbk yang ada di

Sumatera Utara.

23

Page 39: Proses CPO

Responden yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Responden konsumen

Responden konsumen digunakan untuk menilai faktor mutu yang diinginkan

konsumen minyak goreng. Responden terdiri dari para wanita dan ibu rumah

tangga yang membeli dan mengggunakan minyak goreng Cap Sendok. Jumlah

responden konsumen tersebut adalah 30 orang.

2. Responden pakar

Responden pakar digunakan untuk menentukan atribut mutu CPO,

menentukan permasalahan pada SMM dan SMKP, dan menentukan faktor

lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Responden pakar berasal dari

PT. Perkebunan Nusantara III, PT Astra Agro Lestari. Tbk, Dinas Perkebunan

Sumatera Utara, Lembaga Sertifikasi Mutu, dan Pusat Penelitian Kelapa

Sawit. Daftar nama pakar dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Daftar Nama Pakar Topik Nama Jabatan Instansi

1. Prof. Dr. Ponten M. Naibaho

1. Tenaga ahli 2. Staf Pengajar 3. Tenaga ahli

1. PT Sucofindo, Unit Agribisnis

2. Universitas Sumatera Utara & Universitas Nommensen

3. Dinas Perkebunan SUMUT

2. Dr. A. Razak Purba, MS

Ketua Kelompok Peneliti Pemuliaan dan Kepala Satuan Usaha Strategis

PPKS

3. Dr. Ir. Donald Siahaan

1. Ketua Kelompok Peneliti, Divisi Pengolahan Hasil dan Mutu

2. Tenaga ahli klaster industri kelapa sawit

1. PPKS 2. Dinas Perindustrian &

Perdagangan SUMUT 4. Sabarida Silalahi, S.Si Kepala Laboratorium

Pangan dan Mutu PPKS

5. Ir. M. Syarif Lambaga, M.Si

Manajer Divisi HACCP Lembaga Sertifikasi Mutu, PT. Mutu Agung Lestari

6. Ir. Rediman Silalahi Manajer Unit Bisnis PKS Rambutan

PTP. Nusantara III

7. Ir. Wagino Masinis Kepala PKS Rambutan

PTP. Nusantara III

CPO

8. Ir. Suyono Kepala Laboratorium, PKS Rambutan

PTP. Nusantara III

1. Ir. Pudjianto General Manajer /Kepala Divisi

PT. Astra Agro Lestari, Tbk

2. Ir. Darwin Hasibuan Deputi Manajer Pabrik PT. Astra Agro Lestari, Tbk 3. Makmur Effendi Asisten Quality Assurance PT. Astra Agro Lestari, Tbk

Minyak Goreng

4. Ir. Irwanto Asisten SHE PT. Astra Agro Lestari, Tbk

24

Page 40: Proses CPO

ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar

serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang

berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Metode Pembobotan AHP

Metode pembobotan untuk analisis data pada survei konsumen dan strategi

pengendalian mutu menggunakan pembobotan pairwise comparison AHP. AHP

(Analytical Hierarchy Process) merupakan salah satu teknik yang dapat

digunakan dalam pengambilan suatu keputusan. Metoda AHP dikembangkan

oleh Thomas L. Saaty (1993), yang ditujukan untuk memodelkan problema-

problema tidak terstruktur, baik untuk bidang ekonomi, sosial maupun

manajemen. Proses Hierarki Analitik ini merupakan suatu model yang luwes

yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk

membangun gagasan-gagasan dan mendefenisikan persoalan dengan cara

membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang

diinginkan darinya.

Menurut Saaty (1993), terdapat tiga prinsip dasar Proses Hierarki Analitik,

yaitu sebagai berikut :

a. Menggambarkan dan menguraikan secara hierarkis (menyusun secara

hierarki) persoalan-persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah.

b. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang kita sebut dengan penetapan

prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut tingkat relatif

kepentingannya.

c. Konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan

secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria

yang logis.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembobotan pairwise comparison

adalah sebagai berikut :

1. Penilaian kriteria dan alternatif

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan.

Menurut Saaty (1993), untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah

25

Page 41: Proses CPO

skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat

kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 5 .

Tabel 5. Nilai dan defenisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty Identitas

Kepentingan Defenisi Nilai

1 Kedua elemen sama penting 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting (kebalikannya bernilai

1/3) 5 Elemen yang satu essensial atau sangat penting (kebalikannya

bernilai 1/5) 7 Satu elemen jelas lebih penting (kebalikannya bernilai 1/7) 9 Satu elemen mutlak lebih penting (kebalikannya bernilai 1/9)

2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan (kebalikannya 1/2, 1/4, 1/6, 1/8)

Sumber : Saaty, 1993 2. Penentuan Prioritas

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan

berpasangan (pairwise comparison). Nilai-nilai perbandingan relatif

kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif.

Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan

dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan

prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan memanipulasi matriks atau

melalui penyelesaian persamaan matematik.

3. Konsistensi Logis

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara

konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Untuk menentukan bobot

atau prioritas dengan jalan menentukan nilai eigen (eigenvector) yang dapat

dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut :

a. Penyelesaian dengan manipulasi matriks

Prosedur untuk mendapatkan nilai eigen adalah :

1) Kuadratkan matriks tersebut.

2) Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi.

3) Hentikan proses ini bila perbedaan antara jumlah dari dua

perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu.

b. Penyelesaian dengan persamaan matriks

Langkah-langkah untuk menentukan besarnya bobot adalah :

26

Page 42: Proses CPO

1) Langkah 1 :

Wi / Wj = aij (i, j = 1,2,...,n)

Wi = bobot input dalam baris

Wj = bobot input dalam lajur

2) Langkah 2 :

Wi = aij Wj (i, j = 1,2,...,n)

Untuk kasus-kasus umum mempunyai bentuk :

∑=

=n

ijjiji wa

nw 1 (i, j = 1,2,...,n)

Wi = rataan dari ai1w1,...,ainwn

3) Langkah 3 :

Bila perkiraan aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah

wi/wj. Jika n juga berubah maka n diubah menjadi maksλ sehingga

diperoleh : ∑=

=n

jjij

maksi waw

1

(i, j = 1,2,...,n)

Perhitungan Consistency Ratio (CR)

RICICR =

)1()(

−−

=n

npCI

Dimana : CI = konsistensi indeks

RI = indeks random yang didapat dari tabel Oarkridge

P = nilai rata-rata consistency vector

N = banyaknya alternatif atau kriteria

Tabel 6. Nilai Indeks Random (RI) Ukuran Matriks

Indeks Random (RI)

Ukuran Matriks

Indeks Matriks (MI)

1 2 3 4 5 6 7 8

0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41

9 10 11 12 13 14 15

1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59

Sumber : Oarkridge Laboratory dalam Marimin (2004)

27

Page 43: Proses CPO

Penggabungan Pendapat Responden

Pada dasarnya, AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu

responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya penilaian criteria dan

alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisipliner. Konsekwensinya

pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu per satu.

Pendapat yang konsistensi tersebut digabungkan dengan menggunakan rata-rata

geometrik (Marimin, 2004).

ni

nG xX π=

____

Dimana : XG = rata-rata geometrik

n = jumlah responden

xi = penilaian oleh responden ke-i

Metode Quality Function Deployment (QFD)

Quality Function Deployment (QFD) merupakan metode perencanaan dan

pengembangan produk secara terstruktur yang memungkinkan perusahaan

mendefenisikan secara jelas kebutuhan dan harapan pelanggan dan mengevaluasi

kemampuan produk atau jasa secara sistematik untuk memenuhi kebutuhan dan

harapan pelanggan tersebut. QFD juga merupakan suatu praktek untuk perbaikan

proses yang memungkinkan perusahaan memenuhi harapan pelanggan.

Menurut Sullivan (1986), manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan

Quality Function Deployment (QFD) adalah sebagai berikut :

a. Customer-focused, yaitu mendapatkan input dan umpan balik dari pelanggan

mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan. Hal ini penting karena

performansi suatu perusahaan tidak akan terlepas dari pelanggan apalagi bila

para pesaing juga melakukan hal yang sama.

b. Time-efficient, yaitu mengurangi waktu pengembangan produk. Dengan

menerapkan QFD maka program pengembangan produk akan difokuskan pada

kebutuhan dan harapan pelanggan.

c. Time-oriented, yaitu menggunakan pendekatan yang berorientasi pada

kelompok. Semua keputusan didasarkan pada consensus dan keterlibatan

semua orang dalam diskusi dan pengambilan keputusan dengan teknik

brainstorming.

28

Page 44: Proses CPO

d. Documentation-oriented, yaitu menggunakan data dan dokumentasi yang

berisi semua proses dan seluruh kebutuhan dan harapan pelanggan. Data dan

dokumentasi ini digunakan sebagai informasi mengenai kebutuhan dan

harapan pelanggan yang selalu diperbaiki dari waktu ke waktu.

Survei konsumen dianalisis menggunakan metode Quality Function

Deployment (QFD) yang diaplikasikan dengan Matriks House of Quality (HOQ).

Matriks House of Quality (HOQ) digunakan untuk melihat harapan dan keinginan

konsumen terhadap produk CPO dan minyak goreng serta keterkaitannya dengan

aktivitas proses. Rumah Mutu Perusahaan X (House of Quality) dapat dilihat pada

Gambar 5.

29

Page 45: Proses CPO

E. Technical

Correlations

T

ingk

at k

epen

tinga

n (B

obot

kon

vers

i) Pe

rusa

haan

X

Tar

get

Ras

io p

erba

ikan

Bob

ot

Pers

enta

se b

obot

Har

apan

Kon

sum

en

Perusahaan X

Prioritas Teknis

Target Teknis

C. Technical Response

(Tanggapan atas karakteristik proses)

B. Planning Matrix (Riset pasar &

rencana strategik)

A. Customer Needs

and Benefits (Harapan Pelanggan)

D. Relationship

(Tanggapan atas kebutuhan pelanggan)

F. Technical Matrix

(Prioritas tanggapan teknis, dan target teknis)

Gambar 5. Ilustrasi Rumah Mutu Perusahaan X

Tahapan pembuatan Rumah Mutu (House of Quality) untuk industri CPO

dan minyak goreng adalah sebagai berikut :

A. Customer Needs and Benefits (harapan pelanggan)

Tahap ini merupakan tahap untuk mendefenisikan harapan konsumen dan

mengukur atribut-atribut mutu produk yang menjadi prioritas dengan cara

pembobotan. Data untuk tahap ini diperoleh dari kuesioner dan wawancara

30

Page 46: Proses CPO

langsung kepada konsumen, serta berdasarkan studi literatur. Penilaian

kuisioner menggunakan skala 5 (Likert). Data yang diperoleh kemudian

dihitung dengan cara :

(N1 x 1) + (N2 x 2) + (N3 x 3) + (N4 x 4) + (N5 x 5)

Ket : N1 = Jumlah responden dengan jawaban “sangat tidak puas”

N2 = Jumlah responden dengan jawaban “tidak puas”

N3 = Jumlah responden dengan jawaban “cukup puas”

N4 = Jumlah responden dengan jawaban “puas”

N5 = Jumlah responden dengan jawaban “sangat puas”

Langkah-langkah yang ditempuh untuk mendapatkan tingkat kepuasan

konsumen adalah sebagai berikut :

1) Mencari nilai indeks maksimum (NI maks) dan nilai indeks minimum (NI

min) kemudian menghitung range (NI maks – NI min).

Nilai indeks maksimum = Total nilai maksimum

Bobot jawaban tertinggi

Nilai indeks minimum = Total nilai minimum Bobot jawaban terendah

Range = Nilai indeks maksimum – Nilai indeks minimum

2) Membuat interval kelas, yaitu : menentukan selang tingkat kepuasan dari

atribut mutu produk yang dinilai. Disini terlebih dahulu dihitung panjang

interval kelas.

Panjang interval kelas = Range

Jumlah interval kelas

B. Planning Matrix (Riset pasar dan rencana strategik)

Planning matrix merupakan informasi mengenai tiga hal, yaitu : (1) data

pasar secara kuantitatif yang menunjukkan tingkat kepuasan pelanggan

terhadap produk yang dihasilkan perusahaan, (2) penggunaan rencana

31

Page 47: Proses CPO

strategik (target yang diharapkan perusahaan), serta (3) seberapa besar

perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan terhadap mutu produknya.

Penilaian masih menggunakan skala likert menurut data sekunder yang

diperoleh dari perusahaan. Nilai yang diperoleh pada tahap ini dihitung

berdasarkan rumus sebagai berikut :

Rasio perbaikan = target nilai / skor evaluasi

Bobot = rasio perbaikan x tingkat kepentingan atribut

%bobot = bobot/total bobot x 100%

C. Technical Response (Tanggapan atas karakteristik proses)

Technical Response merupakan tahap untuk menentukan aktivitas proses

yang terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas

proses dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi

literatur.

D. Relationship (Tanggapan atas kebutuhan pelanggan)

Relationship merupakan pertimbangan tentang hubungan yang kuat atau

lemah antara kebutuhan dan harapan pelanggan terhadap technical response

(karakteristik proses). Tujuan dari membangun hubungan keterkaitan adalah

untuk menunjukkan karakteristik proses yang memiliki hubungan paling

berarti dengan atribut mutu produk, sehingga pada saat matriks sudah selesai

dan analisa dilakukan dapat ditentukan karakteristik proses mana yang harus

mendapat perhatian utama.

Hubungan antara harapan konsumen dan karakteristik proses dapat

dinyatakan dengan menggunakan lambang-lambang, yaitu sebagai berikut :

= 10 = melambangkan hubungan kuat = 5 = melambangkan hubungan sedang = 1 = melambangkan hubungan lemah

E. Technical Correlations

Technical Correlations merupakan informasi mengenai hubungan antara

elemen-elemen technical response (karakteristik proses). Beberapa

karakteristik proses memiliki proses keterkaitan antara satu dengan lainnya.

Pemberian tindakan pada karakteristik proses dapat mengakibatkan perubahan

32

Page 48: Proses CPO

pada karakteristik proses yang terkait lainnya, baik perubahan searah (positif)

maupun perubahan berlawanan arah (negatif).

Hubungan keterkaitan antara elemen-elemen technical response

(karakteristik proses) dinotasikan dengan lambang sebagai berikut :

1) Hubungan kuat positif (++)

Hubungan kuat positif merupakan hubungan searah yang kuat, dimana bila

salah satu karakteristik proses memiliki ketergantungan terhadap proses

yang lain (proses sebelumnya sangat menentukan mutu produk yang

dihasilkan untuk proses selanjutnya).

2) Hubungan positif (+)

Hubungan positif merupakan hubungan searah namun ketergantungannya

tidaklah sekuat hubungan pada poin 1, dimana proses sebelumnya

memiliki pengaruh sedang dalam penentuan mutu untuk proses

selanjutnya.

3) Hubungan negatif (-)

Hubungan negatif merupakan hubungan tidak searah, yaitu apabila proses

yang satu tidak terlalu mempengaruhi mutu produk untuk proses

selanjutnya.

4) Hubungan kuat negatif (--)

Hubungan kuat negatif merupakan hubungan tidak searah yang kuat,

dimana proses yang satu tidak memiliki hubungan ketergantungan dalam

penentuan mutu produk yang dihasilkan.

Korelasi ini perlu diperhatikan karena dengan adanya hubungan korelasi

ini dapat diketahui usaha yang bisa dilakukan untuk memperbaiki suatu

karakteristik proses dalam rangka meningkatkan kepuasan konsumen dan

pengaruhnya terhadap karakteristik proses yang lain.

F. Technical Matrix (Prioritas tanggapan teknis dan target teknis)

Technical Matrix berisi informasi mengenai tingkat kepentingan

tanggapan teknis berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggan, serta nilai

relatif dari karakteristik proses yang menjadi target performansi teknis yang

harus dicapai perusahaan.

33

Page 49: Proses CPO

Nilai tingkat kepentingan karakteristik proses ke-Y = (Bobot konversi tiap atribut x karakteristik proses ke-Y)

Nilai relatif karakteristik proses ke-Y = Tingkat kepentingan proses Jumlah total nilai kepentingan

Metode Self Assessment

Data yang diperoleh dari kuesioner di perusahaan mengenai penilaian ISO

9001 dan SMKP akan dianalisis menggunakan metode modifikasi self assessment

(Johnson, 1993) dengan tujuan untuk menilai sejauh mana penerapan SMM ISO

9001 dan SMKP yang telah diterapkan oleh industri. Tahapan penilaian dari

metode modifikasi self assessment adalah sebagai berikut :

a. Jawaban dari setiap pertanyaan dinilai berdasarkan isian kuesioner. Setiap

jawaban mempunyai jangkauan penilaian 0 (untuk jawaban tidak) dan 1

(untuk jawaban ya). Bila pertanyaan ditanyakan berulang pada bagian yang

berbeda, maka nilainya adalah 0,5.

b. Setiap unsur mempunyai nilai maksimum yang merupakan nilai maksimum

unsur jika setiap elemen diterapkan.

c. Nilai setiap unsur yang diterapkan dibandingkan dengan nilai maksimum

setiap unsur.

d. Dilakukan interpretasi terhadap nilai penerapan yang diperoleh perusahaan,

yaitu sebagai berikut :

Nilai penerapan < 50 % nilai maksimum = tidak dipenuhi

Nilai penerapan = 50 % nilai maksimum = dipenuhi sebagian

Nilai penerapan > 50 % nilai maksimum = dipenuhi. Interpretasi penilaian penerapan SMM ISO 9001 dan SMKP yang telah

diperoleh kemudian dianalisa.

Metode Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis

untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika

yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities),

34

Page 50: Proses CPO

namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan

ancaman (Threats).

Proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis

(Rangkuti, 2000), yaitu sebagai berikut :

a. Tahap Pengumpulan Data

Tahap ini pada dasarnya tidak hanya berupa pengumpulan data, tapi

juga pengklasifikasian dan pra-analisis data. Pada tahap ini, data yang

diperoleh dapat dibagi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Data

eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, seperti :

analisis pasar, analisis kompetitor, analisis komunitas, analisis pemerintah,

analisis pemasok, dan sebagainya, sedangkan data internal diperoleh dari

dalam perusahaan itu sendiri, seperti : laporan keuangan, laporan sumber

daya manusia, laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan pemasaran,

dan sebagainya.

Data yang diperoleh dimodelkan ke dalam matriks, yang terdiri atas

matriks faktor strategi eksternal (Matriks EFE) dan matriks faktor strategi

internal (Matriks IFE). Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)

digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan

dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting, sedangkan matriks

EFE (Eksternal Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktor-

faktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman bagi

perusahaan.

Kedua matriks tersebut kemudian akan digabungkan ke dalam satu

matriks yang disebut matriks IE (internal-eksternal). Tujuan matriks ini

adalah untuk memperoleh data strategi yang lebih detail (Rangkuti, 2000).

b. Tahap Analisis

Setelah data yang diperlukan diperoleh, selanjutnya akan dilakukan

tahap analisis data. Tahap analisis ini menggunakan model Matriks SWOT,

dimana matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang

dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Model Matriks SWOT dapat

dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

35

Page 51: Proses CPO

Menurut David (2002), matriks TOWS (Threats-Opportunities-

Weakness-Strengths) atau yang lebih dikenal dengan matriks SWOT

merupakan alat pencocokan yang penting, yang membantu manajer untuk

mengembangkan empat tipe strategi, dimana matriks ini dapat

mengembangkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal

yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan

kelemahan yang dimilikinya. Keempat strategi tersebut adalah sebagai

berikut :

1) Strategi S-O, strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan

untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan.

2) Strategi W-O, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan-

kelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang

eksternal.

3) Strategi S-T, strategi ini berusaha untuk menghindari atau mengurangi

dampak dari ancaman-ancaman eksternal dengan menggunakan

kekuatan yang dimilikinya.

4) Strategi W-T, strategi ini merupakan suatu cara untuk bertahan dengan

mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.

c. Tahap Pengambilan Keputusan

Setelah dilakukan tahap pengumpulan data dan dianalisa maka akan

diperoleh suatu kesimpulan yang berupa alternatif pengambilan keputusan

sebagai alat strategi bagi perusahaan.

Tabel 7. Model Matriks SWOT

Faktor Internal Faktor Eksternal

STRENGHTS (Kekuatan)1

WEAKNESSES (Kelemahan)2

OPPORTUNITIES

(Peluang)3

SO Gunakan kekuatan untuk mengambil manfaat dari

peluang yang ada

WO Mengatasi kelemahan

dengan mengambil manfaat dari peluang

yang ada

THREATS (Ancaman)4

ST Gunakan kekuatan untuk

menangkis ancaman

WT Mengatasi ancaman dan memperbaiki kelemahan

Sumber : David, 2002

36

Page 52: Proses CPO

37

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PKS RAMBUTAN, PT.PERKEBUNAN NUSANTARA III (Persero)

Sejarah Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) merupakan salah satu dari 14

badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha

perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Pembentukan

perusahaan ini mempunyai lintasan sejarah yang diawali dengan proses

pengambil-alihan perusahaan untuk perkebunan Belanda pada tahun 1958 oleh

pemerintah RI yang dikenal sebagai proses “Nasionalisasi” perusahaan

perkebunan asing menjadi perusahaan perseroan negara (PPN). Embrio yang

turun membentuk perusahaan berasal dari NU Rubber Culture Maatchappij

Amsterdam (RCMA) dan NU Culture Kij’de Oeskut (CMO) yang merupakan

perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia sejak zaman

kolonial pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Langkah awal perusahaan dimulai pada tahun 1958 dengan nama

perusahaan perkebunan negara baru cabang SUMUT (PPN Baru). Setelah

mengalami beberapa kali perubahan, bentuk/status badan hukum sejalan dengan

undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang ada. Pada tahun 1968

PPN tersebut di re-organisasikan menjadi beberapa kesatuan perusahaan negara

perkebunan (PNP) yang selanjutnya pada tahun 1974 bentuk hukumnya dialihkan

menjadi PT. Perkebunan (Persero).

Dalam rangka menunjukkan efektifitas dan efisiensi terhadap kegiatan

usaha BUMN, pemerintah telah mencanangkan program re-strukturisasi BUMN,

subsektor perkebunan melalui penggabungan usaha berdasarkan wilayah

eksploitasi dan perampingan struktur organisasi. Diawali dengan langkah

penggabungan manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga) BUMN perkebunan yang

terdiri dari PT. Perkebunan III (Persero), PT. Perkebunan IV (Persero) dan PT.

Perkebunan V (Persero) disatukan pengelompokannya oleh Direksi PT.

Perkebunan Nusantara III (Persero). Selanjutnya melalui peraturan pemerintah

No. 8 tahun 1996, tanggal 14 Februari 1996 ketiga perusahaan tersebut yang

wilayah kerjanya berada di propinsi Sumatera Utara digabungkan menjadi satu

Page 53: Proses CPO

38

perusahaan dengan nama “PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)” yang

berkedudukan di Medan, Sumatera Utara.

Perusahaan bergerak di bidang usaha perkebunan dengan komoditas utama

(core bisnis) kelapa sawit dan karet. Perusahaan memiliki lahan perkebunan yang

didukung dengan pabrik pengolahan untuk masing-masing komoditas tersebut.

Selain itu perusahan juga memiliki fasilitas pengolahan industri hilir karet. Lahan

perkebunan perusahan tersebut di Propinsi Sumatera Utara seluas 144.580 Ha

dalam pengolahan perusahaan, sedangkan bahan baku untuk pabrik kelapa sawit

dan pabrik karet berasal dari kebun sendiri, kebun plasma maupun pihak lain.

Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan merupakan salah satu pabrik kelapa sawit

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).

Letak Pabrik

PKS Rambutan merupakan salah satu dari 11 PKS yang dimiliki PT.

Perkebunan Nusantara III (Persero). Pabrik kelapa sawit (PKS) Rambutan

dibangun tahun 1983 yang berlokasi di Desa Paya Bagas Kecamatan Rambutan,

Kotamadya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara dengan kapasitas olah 30

ton/jam. Sumber bahan baku (TBS) berasal dari kebun seinduk dan kebun pihak

ketiga terutama Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang berada di daerah Serdang

Bedagai/Deli Serdang sekitarnya.

Struktur Organisasi Perusahaan

Untuk mendukung kelancaran pengoperasian, PKS Rambutan mempunyai

tenaga kerja/karyawan sebanyak 227 orang dengan perincian karyawan pimpinan

delapan orang, karyawan pengolahan 84 orang, karyawan laboratorium/sortasi 33

orang, karyawan bengkel 38 orang, karyawan dinas sipil 15 orang, karyawan

administrasi 17 orang, karyawan bagian umum/hansip 24 orang, dan karyawan

bagian produksi delapan orang. Adapun struktur organisasi dapat dilihat pada

Lampiran 3.

Page 54: Proses CPO

39

Produk dan Bahan Baku

PKS Rambutan merupakan pabrik yang mengolah kelapa sawit menjadi

CPO (crude palm oil) atau minyak sawit kasar. Sumber TBS (Tandan Buah

Segar) sebagai sumber bahan baku yang masuk ke PKS Rambutan adalah berasal

dari kebun seinduk dan pihak ketiga. Sumber TBS dari kebun seinduk berasal dari

delapan kebun kelapa sawit, yaitu : Kebun Rambutan, Kebun Tanah Raja, Kebun

Gunung Pamela, Kebun Gunung Monako, Kebun Sarang Gitting, Kebun Silau

Dunia, Kebun Sei Putih, dan Kebun Gunung Para, sedangkan dari pihak ketiga

berasal dari PIR dan Pembelian TBS pihak ketiga.

Buah yang berasal dari kebun seinduk merupakan TBS, namun dari pihak

ketiga hanya berupa brondolan saja. Dari perkiraan keseluruhan, buah yang

berasal dari pihak ketiga hanya berkisar 5-10 % dari total bahan baku yang

dibutuhkan PKS.

Proses Produksi CPO

PKS Rambutan mengolah tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm

oil (CPO) dan kernel. Untuk mengolah TBS menjadi crude palm oil (CPO) dan

kernel, PKS Rambutan memiliki 10 stasiun kerja yang saling terkait, yaitu :

Stasiun Penerimaan TBS dan Pengiriman Produksi, Stasiun Loading Ramp,

Stasiun Rebusan, Stasiun Thresing, Stasiun Pressing, Stasiun Klarifikasi, Stasiun

Kernel, Stasiun Water Treatment, Stasiun Water Plant, Stasiun Fat-fit dan

Effluent. Kapasitas pabrik disesuaikan dengan kapasitas alat pengempaan, yaitu 30

ton/jam. Diagram alir proses produksi CPO di PKS Rambutan dapat dilihat pada

Lampiran 4.

1. Stasiun Penerimaan TBS

Pada stasiun ini, dilakukan proses penerimaan TBS, yang bertujuan untuk

memperoleh catatan waktu dan jumlah produk yang masuk dan dibongkar di

loading ramp sesuai dengan kapasitas olah dan tidak dibenarkan membongkar

TBS di pohon. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan terdiri atas alat angkut

TBS, timbangan dan loading ramp. Prosedur kerja di stasiun penerimaan TBS

adalah sebagai berikut :

Page 55: Proses CPO

40

a. Penerimaan TBS harus disertai dengan surat pengantar buah yang

berisikan : asal TBS, tahun tanam, jumlah tandan, tanggal panen, jam

berangkat dan ditandatangani oleh pengirim.

b. Penerimaan TBS disesuaikan dengan waktu olah dan kapasitas pabrik.

c. Alat angkut TBS terlebih dahulu ditimbang, dicatat tanggal, jam tiba, dan

hasil timbangan (bruto).

d. TBS dibongkar di loading ramp.

e. Alat angkut TBS ditimbang kosong (tarra), sehingga diketahui berat netto.

Berat netto adalah berat bruto dikurangi berat tarra.

f. Penimbangan dan pencatatan hasil penimbangan diserahkan kepada

pemasok yang bersangkutan (sesuai dengan formulir yang berlaku).

g. Hasil penimbangan TBS dibukukan dalam buku produksi.

2. Stasiun Loading Ramp

Loading ramp adalah tempat penampungan sementara dan pemindahan

tandan buah ke dalam rebusan (sterilizer). Tandan buah ditaruh pada tiap-tiap

sekat (bays) dan diatur dengan pintu-pintu lain dengan isian sesuai kapasitas.

Pengisian bays tidak boleh terlalu penuh karena dapat mengakibatkan hal-hal

berikut :

1. Pintu dan penahan buah membengkok.

2. Tandan dan buah brondol dapat jatuh ke bawah

3. Dapat menyulitkan penurunan tandan buah ke dalam lori.

Hal tersebut diatas dapat mengakibatkan kerugian produksi, yaitu kenaikan

losis dan kenaikan ALB. Loading ramp PKS Rambutan berjumlah satu unit

(12 bays) dengan kapasitas loading ramp sebesar 144 ton.

Pada stasiun ini terjadi proses sortasi, yaitu pemilihan TBS yang sesuai

dengan kriteria yang diinginkan PKS. Tujuan sortasi adalah untuk menjamin

bahan baku TBS kelapa sawit yang diterima di pabrik sesuai kriteria yang

sudah ditentukan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan antara lain gancu,

sekop, timbangan, buku sortasi, dan surat pengantar buah.

Formatted: Bullets andNumbering

Formatted: Bullets andNumbering

Page 56: Proses CPO

41

Tabel 8. Kriteria kematangan TBS, persyaratan mutu dan komposisi panen yang ideal (Instruksi Kerja Bagian Sortasi PKS Rambutan PTP. N III, 2005)

Fraksi Kematangan Buah luar membrondol Komposisi panen ideal

Fraksi 00

Fraksi 0

Fraksi 1

Fraksi 2 dan 3

Fraksi 4 dan 5

Sangat mentah

Mentah

Kurang matang

Matang

Lewat matang

Tidak ada

0 – 12,5 %

12,50 – 25 %

25 % - 75 %

75 % - 100 % dan buah dalam ikut membrondol

Tidak boleh ada

Tidak boleh ada

Maksimal 20 %

Maksimal 68 %

Maksimal 12 %

Brondolan = %2

54%7 FraksiFraksi ++

Catatan : 7% adalah brondolan dari Fraksi 0,1,2 dan 3. Apabila persentase brondolan kurang dari perhitungan maka setiap penurunan/ kekurangan brondolan 1% maka rendemen turun sebesar 0,5 %.

Prosedur pelaksanaan sortasi adalah sebagai berikut :

1. Buah yang disortasi hanyalah buah segar (TBS) yang diserahkan pada hari

yang sama ke pabrik.

2. Truk yang mengangkut TBS yang akan disortasi dipilih secara acak

(random) dari setiap afdeling oleh asisten laboratorium dan secara

insidentil ditetapkan manajer.

3. Buah yang disortasi adalah 5-10 % dari produksi atau minimal 1 truk dari

setiap afdeling. Buah pihak ketiga (plasma, pembelian, dan titip olah)

disortasi seluruhnya.

4. Hasil dari sortasi berlaku umum untuk semua produksi TBS afdeling

bersangkutan pada hari yang sama.

3. Stasiun Perebusan (Sterilizer)

Dari loading ramp, TBS dimasukkan ke dalam lori rebusan, kemudian lori

dimasukkan ke dalam rebusan (sterilizer) untuk direbus dengan tujuan berikut

ini :

- Memudahkan brondolan lepas dari tandan

- Melunakkan buah sehingga mudah diaduk

- Menonaktifkan enzim-enzim yang merusak mutu minyak

Formatted: Bullets andNumbering

Page 57: Proses CPO

42

- Menggumpalkan zat putih telur dalam buah agar pemurnian minyak

mudah dilakukan.

- Melunakkan inti dari cangkang.

Perebusan dilaksanakan dengan kondisi operasi sebagai berikut :

- Tekanan uap 2.8 sampai dengan 3.0 kg/cm2.

- Waktu merebus 80-90 menit (siklus perebusan)

- Sistem merebus 3 puncak, puncak pertama dengan tekanan 1 kg/cm2,

puncak kedua sampai 2 kg/cm2 dan puncak ketiga 2.8-3 kg/cm2.

- Pada puncak ketiga, waktunya 35-45 menit, dimana lamanya tergantung

pada kondisi buah (buah segar 45 menit, buah menginap 35 menit).

Tujuan cara merebus sistem tiga puncak adalah sebagai berikut :

- Tahap pertama adalah pembuangan udara dan penguapan air dari tandan

buah (air kondensat).

- Tahap kedua, untuk pematangan dan melunakan daging buah.

Cara ini dilakukan untuk memperoleh hasil rebusan buah yang sempurna,

mengingat kerapatan brondolan dalam tandan buah semakin padat atau solid.

Untuk mencapai kematangan perebusan brondolan bagian dalam diperlukan

panas yang cukup. Pembuangan air kondensat dan udara pada puncak pertama

dan kedua harus benar-benar sampai habis. Perebusan yang kurang sempurna

akan mengakibatkan brondolan sukar lepas dari tandan, kehilangan brondolan

di janjang kosong naik, buah yang kurang matang memerlukan perebusan

ulang, pengepresan lebih sulit, inti kurang lekang dari cangkangnya,

kehilangan minyak dalam air kondensat tinggi, serta kehilangan minyak dalam

janjang kosong naik.

4. Stasiun Penebahan (Thresing) dan Pengadukan (Digester)

Setelah direbus tandan buah dimasukkan kedalam alat penebah (thresher).

Tujuannya untuk melepaskan brondolan dari janjangan. Proses perontokan

berlangsung akibat terbantingnya berulang-ulang tandan buah di dalam alat

penebah, yang berputar dengan kecepatan ± 23 rpm.

Page 58: Proses CPO

43

Dalam penggunaan alat penebah, hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai

berikut :

- Sewaktu diputar, tandan buah dalam alat penebah harus dapat mencapai

ketinggian yang maksimal sebelum jatuh.

- Pengaturan buah yang masuk ke dalam alat penebah disamakan dengan

kapasitas alat, sehingga tidak terjadi kelebihan kapasitas. Hal yang menyebabkan hasil penebahan kurang sempurna antara lain :

- Tandan buah dari lapangan mentah

- Tandan buah kurang masak dalam perebusan

- Susunan brondolan dalam tandan sangat rapat dan padat sehingga uap

tidak dapat mencapai bagian dalam tandan.

- Pengeluaran udara kurang sempurna.

Setelah terjadi penebahan di alat penebah (thresher), selanjutnya

brondolan dimasukkan ke dalam alat pengadukan (digester). Brondolan yang

telah rontok pada proses penebahan, selanjutnya dimasukkan kedalam alat

pengaduk/digester. Di dalam alat pengaduk, brondolan diremas/dilumat

dengan pisau pengaduk yang diputar sambil dipanaskan. Proses pengadukan

berlangsung akibat adanya gesekan antara pisau brondolan dan adanya

tekanan gaya berat dari brondolan yang terisi penuh dalam alat pengaduk.

Tujuan dari proses pengadukan adalah mendapatkan massa adukan yang

homogen agar mudah diproses dalam pengepresan. Pengadukan dilaksanakan

dalam kondisi sebagai berikut :

- Ketel adukan selalu dalam keadaaan penuh.

- Suhu 90–95 oC.

- Waktu pengadukan ± ½ jam.

Jika kondisi ini tidak terpenuhi, massa adukan akan sulit dikempa/dipress, dan

akibatnya kehilangan minyak dalam ampas semakin tinggi.

5. Stasiun Pengempaan (Pressing)

Setelah terjadi pengadukan di digester, brondolan tersebut dimasukkan ke

dalam alat pengempaan. Tujuan pengempaan adalah semaksimal mungkin

memisahkan minyak yang ada dari massa adukan pada tingkat tekanan

Page 59: Proses CPO

44

tertentu. Minyak kasar yang diperoleh dialirkan ke stasiun klarifikasi untuk

dijernihkan atau dimurnikan, sedangkan ampas diteruskan ke depericarper.

Pengempaan dilakukan pada kondisi sebagai berikut :

- Suhu massa yang diproses 90–95 oC

- Tekanan pengempaan 35–40 bar (tergantung pada jenis kempa)

- Penambahan air panas dengan suhu 95 oC sebanyak 12–20% terhadap

berat TBS. Penambahan air panas harus dapat memenuhi ketentuan cairan

yang diinginkan pada proses pemurnian di klarifikasi, yakni di countinous

settling tank (CST).

Hal yang dapat menyebabkan pengepresan kurang sempurna adalah buah

kurang matang, pengadukan tidak sempurna, dan screw press sudah aus.

Akibat dari ketidaksempurnaan pengepresan dapat menimbulkan kehilangan

minyak pada ampas naik, kehilangan minyak pada biji naik, dan inti pecah

naik.

6. Stasiun Pemurnian Minyak (Klarifikasi)

Minyak kasar yang keluar dari alat pengempaan dialirkan ke stasiun

klarifikasi melalui sand trap tank, yang berfungsi sebagai penangkap pasir dan

vibro separator untuk menyaring benda-benda kasar dari cairan. Crude oil

dipompakan ke VCT (Vertical Clarifier Tank) untuk memisahkan sebagian

minyak dari sludge dengan perbedaan bobot jenis dengan suhu 90–95oC.

Minyak yang berada di bagian atas dialirkan ke oil tank, selanjutnya ke oil

purifier untuk memisahkan sisa air yang masih ada dan kemudian dipompakan

ke tangki timbun. Dari VCT, cairan sludge dialirkan ke dalam tangki sludge

dengan suhu harus tetap dipertahankan 90–95oC. Selanjutnya cairan sludge

dialirkan ke sludge separator melalui pre-cleaner dan strainer. Pre-cleaner

berfungsi menghilangkan panas dari cairan, sedangkan strainer berfungsi

menghilangkan serat-serat halus (NOS/non oil solid). Sludge separator

dioperasikan dengan kondisi suhu cairan sludge 90–95oC dan cairan yang

diolah sesuai dengan kapasitas alat.

Hal-hal yang menyebabkan sludge separator tidak bekerja dengan

sempurna adalah sebagai berikut :

- Suhu cairan rendah, dibawah 90oC.

Page 60: Proses CPO

45

- Brush stasioner sudah rusak atau tidak berfungsi dengan baik

- Alat dalam keadaan kotor atau aus.

Akibat hal tersebut kehilangan minyak dalam sludge akan naik. Cairan

sludge selanjutnya akan dialirkan ke dalam bak fat pit. Tujuannya adalah

untuk mengutip kembali sisa minyak yang masih ada dalam sludge. Setelah

itu, cairan sludge dibuang ke dalam pond untuk diproses sebelum dibuang.

Sludge yang berada di bagian bawah akan dialirkan ke sludge tank untuk

diolah ke sludge separator atau decanter. Pada penggunaan sludge separator,

sludge tersebut harus melalui brush strainer dan sand cyclone untuk

memisahkan serabut dan pasir.

Selanjutnya sludge tersebut diproses di sludge separator untuk

memisahkan minyak dari drab. Minyak yang diperoleh dipompakan kembali

ke VCT, drab dialirkan ke fat pit. Dari fat pit dialirkan ke deoling pond dan

minyak yang diperoleh dikembalikan ke recovery tank.

Jika menggunakan decanter, vibro separator yang dipakai adalah single

deck ukuran 20 mesh. Minyak kasar dari vibro separator ditampung dalam

bak minyak kasar (crude oil) kemudian dialirkan ke decanter. Kegunaan

decanter adalah memisahkan serat-serat halus (non oil solid) yang terkandung

dalam minyak kasar. Serat halus berasal dari serat atau ampas dari buah

mentah yang terputus-putus pada waktu pengepresan. Dengan berkurangnya

serat halus, cairan minyak tidak akan kental sehingga proses pemisahan di

dalam VCT akan lebih sempurna. Pengoperasian decanter dilaksanakan

dengan kondisi suhu minyak kasar 90–95oC dan putaran motor penggerak

1500 rpm dan scroll 250 rpm. Keuntungan menggunakan decanter ialah

pengenceran dapat dikurangi menjadi 60% dan pendangkalan kolam limbah

tidak akan terjadi.

Di dalam VCT (Vertical Clarifier Tank), lumpur kotor (sludge) dipisahkan

dari minyak. Prinsip pemisahan berlangsung didasarkan pada perbedaan bobot

jenis. Minyak yang berat jenis lebih ringan akan naik, sedangkan cairan

lumpur akan turun. Dalam pemisahan ini, kekeruhan cairan (viskositas) dan

suhu cairan sangat memegang peranan penting, oleh karena itu pengenceran

Page 61: Proses CPO

46

dan pemanasan merupakan faktor penentu keberhasilan pemisahan atau

pemurnian di klarifikasi.

Pemisahan di dalam VCT memerlukan kondisi sebagai berikut :

- Suhu cairan dalam VCT harus antara 90–95oC.

- Untuk menghindari terbawanya kotoran dalam minyak, ketebalan lapisan

minyak di permukaan tangki VCT diatur ± 60 cm VCT vertikal dan ± 40

cm VCT horizontal.

- Pemanasan dilakukan dengan sistem coil pipa pemanas.

Jika pemisahan VCT berjalan dengan sempurna, minyak yang keluar dari

VCT ke tangki minyak (oil tank) memiliki kadar kotoran 0,3–0,4 %, kadar air

0,6–0,8 %, dan cairan sludge menjadi minyak 10–12 %. Selanjutnya minyak

dialirkan ke dalam oil purifier. Di dalam alat tersebut, kotoran dan air

dipisahkan dari minyak sehingga kadar kotoran menjadi 0,1–0,2 % dan kadar

air ± 0,4 %.

Untuk meminimalkan air yang masih ada, minyak dialirkan ke dalam

vacum drier dengan tekanan vakum 650.701 mmHg. Minyak akan keluar

dengan kadar air 0,1–0,2%. Minyak yang keluar dari vacum drier ini sudah

memenuhi standar mutu. Keberhasilan proses pemurnian minyak sangat

ditentukan oleh proses pemisahan di VCT dan berfungsinya alat vacum drier.

Minyak yang keluar dari vacum drier dialirkan ke balance tank dan

selanjutnya dipompakan ke tangki timbun.

7. Stasiun Kernel

Melalui Cake Breaker Conveyor (CBC), ampas dialirkan ke ketel melalui

blower untuk dipakai sebagai bahan bakar dan biji dialirkan ke depericarper.

Bila persentase inti pecah tinggi, maka kehilangan inti pada ampas akan

dihisap oleh blower.

Pengolahan biji Tenera

Biji yang telah pecah di masukkan ke dalam pneumatic separator, abu dan

cangkang dihisap ke hopper cangkang, crack mixture yang belum terpisah

masuk kedalam sistem pemisah inti basah (hydrocyclone atau claybath). Alat

ini bekerja dengan sistem perbedaan biji. Inti dimasukkan ke dalam silo inti

Page 62: Proses CPO

47

untuk di keringkan, cangkang di masukkan ke hopper cangkang untuk bahan

bakar ketel uap. Pengeringan inti dalam silo dilaksanakan sebagai berikut :

- Pemanasan di lakukan dengan sistem tiga tingkat, dengan suhu atas

80 oC, tengah 70 oC dan bawah 60 oC.

- Waktu pengeringan ± 24 jam.

Inti sawit kering dibersihkan dengan blower, kemudian yang telah kering

ditimbang selanjutnya dikirim ke gudang inti. Mutu inti akan baik jika proses

pengolahan biji mulai dari perebusan buah sampai pengeringan dan

penghisapan kotoran dilaksanakan dengan baik. Biji yang sudah dipoles keluar

dari polishing drum melalui timba biji atau destoner dimasukkan ke dalam

hopper. Di hopper diumpan ke dalam ripple mill untuk dipecah. Pemecahan

dalam ripple mill adalah dengan cara menjepit biji diantara rotor ban dan

dinding yang bergerigi.

Pengolahan Biji Dura

Biji yang sudah dipoles keluar dari polishing drum melalui timba biji atau

destoner dimasukkan ke dalam silo biji. Dari silo biji melalui shaling grate

diumpan ke dalam unit grading drum untuk pemisahan fraksi sampah, kecil,

sedang, dan besar. Fraksi kecil, sedang, dan besar dimasukkan ke dalam

cracker untuk pemecahan. Pemecahan dalam nut cracker adalah berdasarkan

lemparan biji ke dalam dinding cracker ripple mill, yakni dengan cara

menjepit biji diantara rotor ban dan dinding yang bergerigi.

Biji yang telah pecah dimasukkan ke dalam pneumatic separator, abu dan

cangkang dihisap ke hopper cangkang, cracker mixture yang belum terpisah

masuk ke dalam inti basah hydrocyclone atau claybath. Alat ini bekerja

dengan sistem perbedaan bobot jenis. Inti dimasukkan ke silo inti untuk

dikeringkan, cangkang dimasukkan ke hopper cangkang untuk bahan bakar

ketel uap. Pengeringan inti dalam silo dilaksanakan sebagai berikut :

- Pemanasan dilakukan dengan sistem tiga tingkat, dengan suhu atas

80 oC, tengah 70 oC dan bawah 60 oC.

- Waktu pengeringan ± 24 jam.

Inti sawit kering dibersihkan dengan blower, kemudian yang telah kering

ditimbang selanjutnya dikirim ke gudang inti. Mutu inti akan baik jika proses

Page 63: Proses CPO

48

pengolahan biji mulai dari perebusan buah sampai pengeringan dan

penghisapan kotoran dilaksanakan dengan baik.

8. Stasiun Water Treatment (Stasiun Pemurnian Air)

PKS Rambutan memanfaatkan air dari sungai Padang yang berjarak ± 1

km dari PKS Rambutan untuk memasok kebutuhan air. Air tersebut

diperlukan untuk proses perebusan, pembangkit tenaga listrik, proses

pembersihan, dan untuk perumahan. Air yang berasal dari sungai biasanya

mengandung zat-zat padat yang harus dibersihkan terlebih dahulu. Perlakuan

yang dilakukan pada air sungai sebelum dipergunakan terdiri dari sedimentasi,

flokulasi, koagulasi, dan filtrasi. Proses pengolahan air terdiri dari hal-hal

sebagai berikut :

1. Pengolahan air domestik

Pengolahan air untuk kebutuhan domestik, baik yang bersumber dari air

permukaan atau air bawah tanah dilaksanakan dengan tahapan:

pengendapan, penyaringan, koagulasi dan flokulasi, desinfektan (proses

klorinasi atau penambahan kaporit), penghilangan bau dengan

menggunakan karbon aktif.

2. Pengolahan air ketel uap

Pengolahan air untuk kebutuhan ketel uap, baik bersumber dari air

permukaan atau air bawah tanah dilakukan dengan tahapan :

a. Proses fisika (sedimentasi dan penyaringan)

b. Proses kimiawi, dengan penggunaan bahan kimia untuk air umpan

ketel dan untuk air ketel.

3. Proses penjernihan air dilakukan sebagai berikut :

a. Proses koagulasi dilakukan pada clarifier tank dengan menginjeksikan

bahan kimia soda ash, tawas dan flokulan, dimana pembubuhan soda

ash digunakan untuk mengatur pH yang sesuai.

b. Hasil penjernihan dari clarifier tank ditampung pada bak pengendapan.

c. Air dari bak pengendapan, melalui sand filter dipompakan ke water

tower.

4. Proses demineralisasi

a. Proses demisi bertujuan untuk :

Formatted: Bullets andNumbering

Formatted: Bullets andNumbering

Page 64: Proses CPO

49

- menurunkan kesadahan air dengan menggunakan cation exch.

- Menurunkan silica dengan menggunakan anion exch.

Air yang sudah melalui proses demisi ditampung dalam feed tank yang

nantinya digunakan sebagai air umpan ketel.

Cat :

Regenerasi cation unit dilakukan bila kadar kesadahan telah

mencapai 2 ppm.

regenerasi anion unit dilakukan bila kadar silica telah mencapai

5 ppm.

b. Suhu air yang keluar dari feed tank minimum 70oC.

5. Untuk menghilangkan O2 terlarut (dissolved O2), air umpan dari feed tank

dipompakan ke deaerator untuk dipanasi hingga suhu 95–100oC.

6. Penggunaan bahan kimia (internal treatment)

Air dari daerator dipompakan ke ketel uap dengan terlebih dahulu

diinjeksikan bahan kimia internal yang bertujuan untuk menghindari

terjadinya korosi pada ketel uap.

Bahan kimia internal treatment :

- oxigen scavanger

- scale inhibitor

- pH alkalinity (pH Boster)

- sludge conditioner / disposant.

7. Untuk pengawasan mutu air, dilakukan pengambilan contoh sesuai

kebutuhan dan dianalisis di laboratorium, hasilnya digunakan untuk

perbaikan atas penyimpangan.

8. Bahan kimia yang digunakan untuk eksternal dan internal treatment harus

diikuti dengan pemeriksaan bulanan oleh pemasok bahan kimia guna

memastikan bahwa pemakaian bahan kimia tepat dosis sehingga mutu air

boiler sesuai dengan standar. Pemasok harus memiliki teknisi yang ahli

untuk memberikan rekomendasi untuk perbaikan dan penyempurnaan

pengolahan air umpan boiler.

Hasil pemeriksaan dan rekomendasi oleh teknisi ahli tersebut harus

dilaksanakan setiap bulan, sesuai hasil kunjungan yang bersangkutan ke

Formatted: Bullets andNumbering

Formatted: Bullets andNumbering

Page 65: Proses CPO

50

pabrik terkait dan dibuat dalam laporan tertulis untuk diserahkan kepada

direktur produksi, bagian teknologi, distrik, manajer, dan pabrik yang

bersangkutan.

9. Stasiun Pembangkit Tenaga Listrik (Power Plant)

Stasiun ini berfungsi sebagai penggerak peralatan pabrik, penerangan

pabrik dan kantor serta perumahan. PKS Rambutan memiliki 2 (dua) unit

Turbin Generator dan 2 (dua) unit Diesel Generator. Untuk menampung steam

dari turbin terdapat 1 (satu) unit BPV (Back Pressure Vessel), yang berfungsi

untuk mendistribusikan uap ke stasiun-stasiun yang memerlukan uap.

10. Stasiun Boiler (Pembangkit Tenaga Uap)

Sumber uap di PKS Rambutan adalah Boiler. Uap tersebut digunakan

untuk pembangkit tenaga listrik dan pemanasan. Boiler tersebut menggunakan

bahan bakar fibre dan shell yang dihasilkan oleh stasiun Depericarper dan

Kernel Recovery.

Boiler berfungsi untuk menghasilkan steam dari pipa-pipa air, dimana di

dalam boiler pipa-pipa air tersebut dipanaskan dengan mengalirkan udara

panas dari hasil pembakaran di Refactory sehingga dibutuhkan untuk proses

pembakaran. Udara dari boiler dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

a. Udara primer : udara dipasok dari bawah rangka bakar (grate).

b. Udara sekunder : udara dipasok melalui lorong masuk bahan bakar.

Secara teori, sejumlah bahan bakar memerlukan udara agar pembakaran

total tercapai. Udara lebih sebaiknya dihindarkan karena ini akan

mendinginkan tungku masak dan operasi boiler jadi tidak efisien. Ada

beberapa cara untuk menentukan apakah jumlah udara yang dipasok sudah

mencukupi atau berlebihan, yaitu dengan cara berikut :

a. Oksigen lebih

O2 meter dapat ditempatkan pada Exhouse Ducting agar dapat mengukur

oksigen didalam emisi gas asap, dimana angka 2–3 % menunjukkan udara

cukup untuk proses pembakaran yang baik. Lebih dari angka diatas berarti

terlalu banyak udara lebih dan udara ekstra ini akan dapat mendinginkan

tungku.

Formatted: Bullets andNumbering

Page 66: Proses CPO

51

b. Karbondioksida

Alat pengukur CO2 dapat juga digunakan, dan ditempatkan di Ducting

Exhouse, dimana angka 12–14 % memperlihatkan pembakaran baik.

Kurang dari 12 % berarti pembakaran tidak sempurna, dan diatas 14 %

menunjukkan udara berlebihan.

c. Emisi Cerobong

Metode ini umumnya digunakan di PKS dengan kondisi sebagai berikut :

1. Bila warna asap yang keluar dari chimny berwarna coklat muda,

maka pembakaran baik.

2. Bila warna asap hitam dan pekat, maka hal ini menunjukkan terlalu

banyak bahan bakar digunakan atau udara kurang.

3. Bila asap berwarna putih atau tidak terlihat pada saat boiler

beroperasi menunjukkan udara berlebihan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dari boiler adalah pengisian

bahan bakar, distribusi bahan bakar, jumlah dan tingginya, desain rangka

bakar dan kebersihannya, udara primer, udara sekunder, draft Balance, dan

draft adjustment. Di PKS Rambutan memiliki 2 (dua) unit Boiler merek

TAKUMA dengan jenis WATER TUBE berkapasitas 20 ton uap/jam.

11. Stasiun Limbah (Effluent Treatment)

a. Persyaratan Limbah

Limbah yang dihasilkan PKS berupa limbah padat dan limbah cair.

Limbah padat berupa cangkang dan serat yang dipergunakan sebagai bahan

bakar boiler. Tandan kosong dimanfaatkan kembali sebagai Mulsa (pupuk

bagi tanaman). Limbah cair yang dihasilkan harus mengikuti standar yang

telah ditetapkan dan tidak dapat dibuang secara langsung ke sungai karena

akan mencemari lingkungan.

Limbah di PKS Rambutan diolah dengan sistem Land Application, yaitu

dialirkan ke afdeling-afdeling untuk dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman

kelapa sawit. Untuk limbah yang dicairkan memiliki standar mutu sebagai

berikut : BOD < 100 mg/liter, PH > 6, minyak dan lemak < 600 mg/liter.

Sumber-sumber limbah cair di PKS Rambutan adalah berasal dari stasiun

perebusan sekitar 10% dari TBS olah, stasiun klarifikasi sekitar 40% dari TBS

Formatted: Bullets andNumbering

Page 67: Proses CPO

52

olah, stasiun kernel sekitar 10% dari TBS olah, dan lain-lain sekitar 10%.

Total keseluruhan limbah cair adalah sekitar 70% dari TBS olah.

Parameter yang menjadi salah satu indikator kontrol untuk pembuangan

limbah adalah angka Biological Oxygen Demand (BOD), angka BOD berarti

angka yang menunjukkan kebutuhan Oxygen. BOD biasanya diukur dalam

periode lima hari. Jika limbah cair yang mengandung BOD tinggi dibuang ke

sungai maka oksigen yang ada di sungai akan terhisap oleh material organik

tersebut, hingga mahluk hidup lainnya di sungai tersebut tidak kebagian

oksigen. Fungsi dari Effluent treatment adalah untuk menetralisir parameter

limbah yang masih terkandung dalam cairan limbah sebelum dibuang ke

perairan umum (sungai).

b. Sistem Pengendalian

Sistem pengendalian limbah yang digunakan pada Effluent treatment

adalah dengan menggunakan beberapa kolam, yaitu kolam untuk

menghilangkan minyak, kolam untuk proses asidifikasi, kolam anaerobik,

kolam aerobik, dan kolam terakhir. Pada kolam penghilang minyak, tujuannya

adalah untuk menghilangkan minyak yang masih terkandung dalam limbah

cair dengan mengurangi unsur-unsur yang mengurangi angka BOD. Proses

Asidifikasi tujuannya untuk mengurangi suhu dan menaikkan pH, hingga

dihasilkan cairan yang lebih stabil untuk mengalir ke tahap berikutnya.

Pada kolam Fase aerobik, limbah yang tidak adanya oksigen

menggunakan bakteri untuk mengubah limbah menjadi unsur yang tidak

merusak lingkungan. Limbah yang mengandung unsur organik digunakan

sebagai makanan bakteri untuk mengubahnya menjadi bahan yang tidak

berbahaya bagi lingkungan. Pada fase aerobik menghasilkan pengurangan

BOD secara signifikan dan PH yang dihasilkan mendekati 7.

Yang mempengaruhi kinerja effluent treatment adalah sebagai berikut :

1. Pengendalian suhu dengan menggunakan cooling toner dan re-sirkulasi

dan pH.

2. Kedalaman kolam (kapasitas).

3. Sistem distribusi, kondisi pompa, kualitas dan kuantitas umpan.

4. Jumlah dan kondisi bakteri.

Page 68: Proses CPO

53

PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk

Sejarah Perusahaan

PT. Astra Agro Lestari Tbk (biasa disebut PT. AAL) adalah salah satu

perusahaan agribisnis terbesar di Indonesia yang bisnis intinya (core business)

bergerak dalam bidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. PT. AAL

merupakan salah satu anak perusahaan PT. Astra Internasional Tbk. (Astra

International Group) yang termasuk dalam Divisi Astra Resources untuk industri

yang berbasis agribisnis perkebunan dan perkayuan.

Astra Internasional itu sendiri merupakan salah satu konglomerasi terbesar

di Indonesia yang pada awal kegiatan operasionalnya bergerak dalam bidang

usaha perdagangan umum terutama hasil bumi. Kemudian Astra Internasional

melakukan perluasan usaha ke bidang distribusi kendaraan dan alat-alat berat serta

komponen kendaraan bermotor, di samping melakukan penyertaan saham baik

secara langsung maupun tidak langsung pada anak-anak perusahaan dan juga

kepada perusahaan yang mempunyai hubungan afiliasi yang bergerak dalam

berbagai usaha antara lain kendaraan bermotor, jasa keuangan, industri,

perkebunan serta usaha-usaha lainnya.

PT. Astra Agro Lestari Tbk. semula didirikan dengan nama PT. Suryaraya

Cakrawala sesuai Akte Pendirian No. 12 tanggal 3 Oktober 1988, kemudian pada

tahun 1989 berubah nama menjadi PT. Astra Agro Niaga berdasarkan Akte

Perubahan No. 9 tanggal 4 Agustus 1989. Akte Pendirian perusahaan dan

perubahannya telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam

SK No. C2-10099.HT.01.01.TH.89 tanggal 31 Oktober 1989 dan diumumkan

dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No. 101 Tambahan No. 3626

tanggal 19 Desember 1989. Pada tanggal 30 Juni 1997, perusahaan melakukan

penggabungan usaha dengan PT. Suryaraya Bahtera salah satu pemegang saham

terbesar. Sehubungan dengan penggabungan usaha tersebut, nama perusahaan

diubah menjadi PT. Astra Agro Lestari Tbk. (PT. AAL).

PT. AAL yang bergerak dalam bidang perkebunan melaksanakan kegiatan

usaha mulai dari penanaman, panen, pengolahan dan perdagangan hasil

produksinya dilaksanakan oleh Perseroan sendiri maupun dioperasikan melalui 42

anak perusahaan dengan berbagai nama perusahaan yang masuk di dalam

Page 69: Proses CPO

54

beberapa Direktorat yang terbagi di beberapa Divisi Bisnis PT. AAL seluruh

Indonesia, yang terdiri dari 30 perusahaan yang bergerak dalam bidang kakao,

lima perusahaan dalam perkebunan teh, serta satu perusahaan dalam bidang

pengolahan bahan baku CPO menjadi minyak goreng yang pabriknya berada di

Tanjung Morawa Medan.

Lokasi Pabrik

Pabrik Refining and Fractionation, PT. Astra Agro Lestari, Tbk berada di

jalur trans Medan – Siantar, tepatnya di kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten

Deli Serdang, Sumatera Utara. Lokasi pabrik sekitar 300 meter dari persimpangan

jalan trans Siantar – Medan. Lokasi pabrik tersebut sangat strategis karena terletak

di daerah yang dekat dengan jalan utama sehingga memudahkan sarana

transportasi.

Struktur Organisasi Perusahaan

Pada struktur organisasi perusahaan yang ditunjukkan di Lampiran 5, Divisi

Refinery berada di bawah naungan direktorat Downstream Industries (DSI)

dimana Divisi Refinery ini menangani pengolahan serta penjualan dan pemasaran

turunan minyak kelapa sawit (CPO). Sebagai divisi dalam PT. AAL yang

memproduksi minyak goreng dengan merek dagang Cap Sendok. Divisi Refinery

yang dipimpin oleh seorang General Manager mempunyai tiga departemen yang

masing-masing dipimpin oleh seorang manajer yang menjabat sebagai kepala

departemen (Department Head), yaitu departemen pabrik, departemen

administrasi dan departemen marketing/pemasaran. Masing-masing manajer

dalam menjalankan tugasnya, dibantu oleh beberapa asisten manajer untuk

melaksanakan tugas-tugas operasionalnya.

Antar departemen pabrik, pemasaran serta administrasi mempunyai

keterkaitan satu sama lain, seperti misalnya departemen pemasaran bekerja sama

dengan departemen pabrik dalam merencanakan jumlah produksi yang harus

dilakukan berdasarkan informasi pasar yang diperoleh departemen marketing.

Departemen administrasi bekerja sama dengan departemen pabrik dan departemen

Page 70: Proses CPO

55

marketing dalam mengelola anggaran biaya produksi dan biaya pemasaran. Bagan

struktur organisasi ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

Kepala Divisi Refinery bertugas untuk mengkoordinasikan seluruh manajer

untuk mencapai tujuan perusahaan, menetapkan sasarn yang cukup luas serta

kebijakan untuk mencapainya, memahami kendala yang terjadi dan merumuskan

kembali kebijakan yang harus ditetapkan, serta memastikan strategi berjalan baik

sehingga visi dan misi terwujud sesuai dengan rencana.

Adapun tugas-tugas dari masing-masing departemen yang dibawahi oleh

Divisi Refinery dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Departemen Pabrik (Factory)

Departemen pabrik dipimpin oleh seorang Manajer Pabrik (Factory

Manager). yang dibantu oleh Deputy Manager. Manajer Pabrik membawahi

langsung QAA (Quality Assurance Assistance), Asisten PPIC (Product

Planning and Inventory Control) dan Asisten SHE (Safety Health and

Environment), sedangkan Deputi Manajer Pabrik membawahi langsung

asisten permesinan (Maintenance Asistance), Kepala Proses dan Kepala

Packing.

2. Departemen Administrasi

Departemen Administrasi dipimpin oleh seorang Manajer Administrasi

dan membawahi langsung empat sub bagian, yaitu : Logistic, Finance &

Accounting, HRGA dan Gudang. Tiap-tiap bagian dipimpin oleh Kepala

Bagian, dimana bagian Logistic membawahi Procurement dan Expedisi.

Bagian Finance & Accounting membawahi bagian Finance dan Accounting.

Bagian Human Resources and General Affair (HRGA) membawahi personalia

umum. Bagian kepala gudang membawahi gudang pabrik dan gudang

packing.

Bagian Logistic adalah bagian yang mengelola unit kerja procurement

dan expedisi yang bertugas untuk mengelola persediaan dan persiapan untuk

produksi pabrik serta packing yang menyangkut kepada pemesanan bahan

baku, bahan penunjang, bahan bakar, material consumable dan spare part

mesin pabrik dengan pihak pemasok. Unit kerja gudang mengatur persediaan

barang, stock barang jadi, stock bahan baku serta lain-lain barang yang

Page 71: Proses CPO

56

tersimpan sebagai stock gudang dan bagian expedisi memonitor kelancaran

pengiriman produk dan penerimaan bahan baku.

Bagian personalia bertanggung jawab terhadap seluruh karyawan pada

waktu bertugas di perusahaan, mengatur perekrutan, menempatkan tenaga

kerja dan pengembangan karier. Sedangkan bagian finance dan accounting

bertugas dalam hal keuangan untuk mengatur dan memonitor biaya produksi

maupun biaya pemasaran, mengeluarkan pembayaran, mengelola semua arus

keuangan perusahaan serta membuat laporan keuangan.

3. Departemen Pemasaran (Marketing)

Departemen marketing/pemasaran dipimpin oleh seorang manajer

pemasaran yang membawahi dua regional sales manager dan marketing and

sales support, membuat perencanaan atau target penjualan, dan meneteapkan

strategi pemasaran seperti melakukan promosi, menembus pasar baru yang

tepat sesuai dengan kebijakan perusahaan. Saat ini kepala divisi refinery juga

merangkap sebagai manajer pemasaran.

Pemasaran minyak goreng Cap Sendok saat ini baru mencapai wilayah

Sumatera dan Jawa, sehingga Regional sales manager tersebut masing-masing

bertanggung jawab atas pemasaran dan penjualan untuk daerah Sumatera dan

daerah Jawa. Selanjutnya masing-masing regional sales manager untuk Jawa

membawahi supervisor area Jakarta dan Lampung, supervisor Jawa Barat dan

supervisor Jawa Timur. Keseluruhan supervisor tersebut memiliki tugas untuk

mencapai target yang ditentukan manajemen seperti target distribusi, volume

penjualan, memonitor saluran distribusi, mengetahui persediaan barang di

tiap-tiap area, serta memenuhi permintaan distributor. Selain itu supervisor

area harus mampu mengetahui situasi dan kondisi yang terjadi di pasar dengan

menganalisa kendala ataupun peluang yang ada, sebagai wakil manajemen

atau perusahaan principle dalam menjaga hubungan dengan pihak distributor

dan pedagang perantara lainnya.

Pada bagian marketing and sales support membawahi bagian sales

promotion and costumer service, administrasi computer data centre, serta

marketing research. Bagian sales promotion and customer service membuat

perencanaan dan menjalankan kegiatan promosi penjualan minyak goreng Cap

Page 72: Proses CPO

57

Sendok serta layanan pra jual maupun purna jual pada pelanggannya. Bagian

administrasi komputer dan pusat data bertugas untuk mengumpulkan data

guna keperluan pemasaran dan penjualan produknya yang didukung oleh

sistem informasi yang dimiliki perusahaan, sedangkan bagian market research

melakukan survey atau riset berdasarkan tujuan pemasaran yang ingin dicapai.

Produk dan Bahan Baku

Pabrik Refining and Fractionation, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

merupakan pabrik pengolahan CPO menjadi minyak goreng yang terdiri dari

minyak goreng curah (bulking) dan minyak goreng dengan merek Cap Sendok dan

Palmeco. Minyak goreng curah dan Cap Sendok dipasarkan di dalam negeri dan

minyak goreng Palmeco dipasarkan di luar negeri (ekspor). Untuk minyak goreng

Cap Sendok, dipasarkan ke toko-toko, swalayan dan supermarket, sedangkan yang

curah dipasarkan ke warung, grosir dan pasar tradisional.

Bahan baku CPO diperoleh dari pabrik sendiri, yang berasal dari Aceh dan

sebagian berasal dari PKS swasta. Untuk minyak goreng Cap Sendok dan

Palmeco, seratus persen CPO berasal dari pabrik sendiri, sedangkan untuk curah,

CPO berasal dari pabrik sendiri dan dari pabrik swasta.

Proses Produksi Minyak Goreng Cap Sendok

Proses pengolahan minyak goreng Cap Sendok di PT. Astra Agro Lestari,

Tbk terdiri dari dua tahapan proses, yaitu proses refining dan proses fractionation.

Pada dasarnya, proses refining ada dua jenis yaitu Chemical refining dan physical

refining. Pada chemical refining digunakan bahan kimia penolong, namun biaya

operasinya sangat mahal, sedangkan physical refining lebih murah dan lebih

mudah pelaksanaannya. PT. Astra Agro Lestari, Tbk menggunakan physical

refining yang terdiri dari beberapa tahapan proses di bawah ini :

1. Pretreatment section,

2. Degumming section,

3. Bleaching section, dan

4. Deodorization section.

Page 73: Proses CPO

58

Hasil dari proses pemurnian (refining) diperoleh minyak RBDPO (Refined

Bleached Deodorized Palm Oil) dan PFAD (Palm Fatty Acid Destillate). Proses

Fractionation menggunakan Dry fractionation yang terdiri dari tiga tahapan

proses sebagai berikut :

1. Tahap persiapan dan pengkondisian minyak (Preparation tank)

2. Tahap pembentukan kristal (Crystalizer tank)

3. Tahap filtrasi (Filter press)

Kapasitas pabrik ini dalam mengolah minyak goreng Cap Sendok adalah 200

ton/hari. Diagram alir proses produksi minyak goreng Cap Sendok dapat dilihat

pada Lampiran 4.

A. Physical Refining

1. Pretreatment section

Pretreatment section adalah proses pendahuluan yang dilakukan terhadap

CPO (Crude Palm Oil) sebagai bahan baku, dimana CPO ini terlebih dahulu

diuji di laboratorium sesuai persyaratan yang telah ditentukan. CPO yang

datang dari PKS dicurahkan ke dalam loading dan akan mengalami

pemanasan pendahuluan sebelum ditransfer ke dalam tangki timbun (storage

tank) bahan baku. Media pemanas yang digunakan adalah steam yang

mengalir di dalam pipa (coil) yang terdapat di dasar loading. Pada storage

tank, CPO dipanaskan hingga suhu 50–60oC (maksimal) dengan tujuan agar

CPO tidak membeku sehingga memudahkan pengaliran CPO.

CPO dari storage tank ditransfer ke intermediate tank dengan

menggunakan pompa. Dalam intermediate tank, CPO dipanaskan kembali

hingga mencapai suhu 60–70oC. Selanjutnya, CPO dipompakan ke pemanas

(heat exchanger), namun sebelumnya disaring terlebih dahulu di bucket

stryner filter. Heat exchanger digunakan untuk memanaskan CPO pada saat

start-up pabrik dan saat RBDPO sudah dihasilkan.

Setelah CPO yang dipanaskan mencapai suhu 80–90oC, kemudian

dipompakan ke tangki pengering (dryer vessel). Tangki ini bekerja pada

tekanan vakum, dimana berfungsi sebagai pengering dengan menguapkan

kandungan air pada CPO dengan cara sprayer pada ruang hampa tersebut.

Page 74: Proses CPO

59

2. Degumming section

CPO dari dryer tank dialirkan dengan pompa menuju ke tangki

pengolahan (degumming tank), dimana sebelumnya CPO dicampur dengan

phosporic acid (H3PO4) untuk memudahkan pelepasan getah yang dikandung

CPO. Tangki degumming dilengkapi dengan pengaduk (mixer static) yang

berfungsi untuk menghomogenkan larutan minyak. Pada proses degumming

ditambahkan bleaching earth (BE) yang bertujuan untuk mengeluarkan heavy

metal dan kotoran lainnya hasil hidrasi. Dengan demikian, pada tangki ini

sudah tercampur H3PO4 dan BE. Dari degumming tank, minyak dipompakan

menuju bleaching tank.

3. Bleaching section

CPO yang keluar dari degumming tank dialirkan menuju bleacher tank.

Bleacher tank ini juga dilengkapi dengan pengaduk yang fungsinya untuk

menghomogenkan larutan minyak CPO dengan BE. Bleacher tank ini

beroperasi pada tekanan vakum 50-60 mBar. Fungsi dari bleacher tank adalah

untuk memucatkan warna dari CPO, dimana BE akan mengikat karoten yang

terdapat pada CPO.

Hasil minyak BPO dari bleacher tank kemudian dialirkan atau

dipompakan menuju ke niagara filter untuk menjernihkan minyak. Spent

earth yang sudah dipisahkan akan dibuang melalui bottom niagara filter

dengan cara mem-blowing terlebih dahulu dengan menggunakan uap yang

bertekanan maksimum 3 Bar. Apabila minyak BPO tersebut keruh maka akan

disirkulasikan kembali ke bleacher tank lalu kembali ke niagara filter hingga

minyak BPO benar-benar jernih. Tekanan pada niagara filter tidak bisa lebih

dari 1,4 Bar agar penyaringan minyak dapat berjalan dengan lancar dan

niagara filter tidak padat dengan spent earth sehingga tidak merusak filter

card yang terdapat pada niagara filter tersebut.

Minyak BPO yang sudah jernih kemudian dipompakan menuju

intermediate tank BPO. Dari intermediate tank ini BPO dialirkan menuju

polishing filter dengan menggunakan pompa. Polishing filter ini

menggunakan filter bag yang mempunyai dua jenis ukuran, yaitu ukuran 40 µ

dan 10 µ. Filter bag ukuran 40 µ ini digunakan untuk menyaring BPO yang

Page 75: Proses CPO

60

berasal dari intermediate tank, sedangkan ukuran 10µ digunakan untuk

menyaring minyak RBDPO yang berasal dari cooler. Polishing filter untuk

BPO dan RPO masing-masing ada empat buah, dimana ada dua buah ukuran

panjang dan dua buah ukuran pendek. Kemudian minyak BPO yang sudah

disaring akan dipompakan ke Deaerator/Deodorization section untuk diolah

lebih lanjut sehingga menghasilkan RPO.

4. Deodorization section

Setelah CPO mendapat perlakuan penghilangan air (dryer), mengikat

gum (degumming) dan pemucatan (bleaching), maka CPO disebut dengan

Bleaching Palm Oil (BPO). BPO ini diproses lagi untuk menghasilkan

RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) atau sering juga disebut

dengan RPO (Refined Palm Oil).

Pada proses deodorisasi, yang digunakan adalah proses physical refining

untuk memisahkan free fatty acid (FFA), zat warna berupa pigmen, air, heavy

metal, dan bahan lain yang dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak.

Tahapan proses deodorisasi adalah sebagai berikut :

Deaerator

BPO yang berasal dari polishing filter dipompa menuju deaerator.

Deaerator berfungsi menghilangkan kembali kadar air dan gas yang masih

ada dalam minyak sebagai penyebab oksidasi. Didalam deaerator

terbentuk kondisi sedemikian rupa sehingga air menguap dan dihisap oleh

sistem vakum yang dihasilkan oleh steam jet injector. Pada kondisi

tersebut, minyak belum dapat menguap sehingga tidak mudah terhisap.

Dengan terbentuknya kondisi vakum, tekanan uap larutan BPO akan turun

sehingga suhu uap air dan gas-gas akan kecil. Dengan suhu 100–110oC

sudah cukup untuk menghilangkan uap air dan gas-gas.

BPO masuk deaerator dengan cara spray yang menggunakan nozzle

sehingga akan memudahkan air dan gas untuk menguap. Uap air beserta

gas akan lewat melalui pipa vakum menuju ke direct lalu dibuang ke Hot

Well. Agar kondensat ini dapat dipakai kembali maka dipompakan ke

Barometric Cooling Tower untuk didinginkan. BPO yang dihasilkan

Page 76: Proses CPO

61

dialirkan menuju spiral Heat Exchanger untuk dinaikkan suhunya dengan

menggunakan media pemanas yang bersuhu sekitar 265oC.

Heat Exchanger

Didalam heat exchanger terdapat pemanas yang berbentuk spiral

tersebut dari bahan stainless steel. Secara kontinu terjadi perpindahan

panas RPO bersuhu 265oC ke BPO bersuhu 110oC. BPO yang keluar dari

heat exchanger bersuhu sekitar 210ºC. Pada spiral-spiral ini dapat terjadi

penyumbatan-penyumbatan oleh karena pemakaian yang sudah lama

sehingga mengakibatkan flow rate BPO yang masuk ke akan berkurang

dan akan menurunkan kapasitas. Untuk mengatasi ini jika pabrik sedang

tidak beroperasi, spiral heat exchanger dibersihkan (disirkulasikan)

dengan caustic soda untuk membersihkan kotoran yang melekat pada

dinding spiral.

Presstriper

BPO yang telah dipanaskan di heat exchanger bersuhu 270–275ºC

dan telah jernih dialirkan ke presstriper. Fungsi presstriper adalah untuk

memisahkan FFA sebesar mungkin dengan penguapan. Pada kolom ini

minyak diberi stripping steam yang berfungsi untuk membentuk

gelembung-gelembung uap sehingga FFA cenderung menguap.

Scrubber

Fungsi scrubber adalah menampung gas FFA dengan proses

pendinginan. Minyak yang mengandung FFA cair di scrubber dipanaskan

dengan suhu 70–80ºC sebagai umpan secara sprayer, menyebabkan

terjadinya peristiwa kondensasi karena kondisi vakum terhisap masuk ke

stripper untuk mendapatkan perlakuan final seperti di presstripper.

Stripper

Fungsi Stripper adalah untuk memisahkan FA terakhir kalinya

sehingga diperoleh RPO murni yang bebas FA dan bau sehingga siap

untuk diproses ke dry fractionation.

Fatty Acid Kondensor

Pipa vakum berfungsi untuk mendapatkan/menampung gas fatty acid

atau liquid fatty acid sehingga gas akan terkondensasi menjadi liqiud.

Page 77: Proses CPO

62

Heat Exchanger (Cooler RPO)

RPO memiliki suhu yang cukup tinggi sehingga perlu pendinginan

sebelum masuk ke storage tank di polishing filter. Fungsi Heat Exchanger

adalah untuk pendinginan RPO dengan air dingin sehingga diperoleh suhu

RPO yang layak untuk disimpan (suhu condition storage) yaitu sekitar

50ºC. Air pendingin berasal dari chilling tower, dimana air yang masuk

memiliki suhu 30–33ºC.

Polishing Filter CPO

Fungsi polishing filter adalah untuk mendapatkan RPO bersih dan

bebas dari kotoran. Prinsip polishing filter dilengkapi dengan filter bag,

dimana ukuran lubang-lubang pada filter bagian adalah 10 µ. RPO masuk

melalui top polishing filter kemudian mengalir ke bawah melalui filter bag

sehingga kotoran RPO yang lebih besar dari 10 µ akan tertinggal di filter

bag ini. Filter bag ini perlu dicuci dan diganti dengan yang baru pada

interval waktu tertentu. RPO yang bebas kotoran mengalir ke tangki

timbun (storage tank) dengan suhu RPO sekitar 70–80ºC.

Cooler Free Fatty Acid

Fatty Acid sebelum diumpankan terlebih dahulu didinginkan dengan

suhu 60–70ºC.

B. Dry Fractionation

Pada PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk menggunakan sistem

fraksionasi tanpa pelarut (dry fractionation). Pada fraksionasi ini, minyak RBDPO

produk refining plant yang masih mengandung dua fraksi (olein dan stearin)

dipisahkan berdasarkan sifat fisiknya. Fraksi minyak yang tidak jenuh

(unsaturated) mempunyai titik cair relatif lebih tinggi (stearin).

Tahap Persiapan dan Pengkondisian Minyak (Preparation tank)

RBDPO dari refinery plant dipompakan ke tangki sebelum

diumpankan ke tangki crystalizer. Pada tangki ini RBDPO diatur dengan

suhu sekitar 80ºC dan diaduk merata dengan sebuah agigator. Tangki ini

dilengkapi dengan pengatur suhu dan pengatur tekanan untuk mengatur

kecepatan steam yang diperlukan untuk menggerakkan agigator. Tangki

ini juga berguna untuk dosing minyak yang akan diumpankan ke

Page 78: Proses CPO

63

crystalizer tank. Tangki ini dilengkapi dengan level indikator yang

berguna untuk menunjukkan volume RBDPO.

Tahap pembentukan kristal (Crystalizer tank)

RBDPO yang akan difraksionasi dipompakan ke crystalizer tank

tergantung pada berapa banyak yang diinginkan. Crystalizer ada enam

buah, lima buah mempunyai spesifikasi yang sama yakni dan masing-

masing mempunyai muatan 24 ton sedangkan satu buah mempunyai

muatan 50 ton. Keenam tangki bekerja secara bergantian (tidak sekaligus,

tetapi bertahap) sesuai dengan waktu pengisian. Beroperasi secara batch

dan diharapkan dapat mengimbangi kapasitas refining plant.

Dengan pendinginan perlahan-lahan yang bergantung kepada cooling

start (suhu awal) dari setiap tangkinya sehingga fraksi stearin akan

mengkristal sedangkan fraksi olein masih dalam fase cair. Air pendingin

masuk melalui coil yang bersentuhan langsung dengan minyak di dalam

tangki, air cooling tower akan digantikan dengan air chiller pada suhu

minyak 48ºC. Agar minyak tercampur merata setiap crystalizer dilengkapi

dengan sebuah pengaduk (agitator) yang digerakkan oleh elektromotor.

Sistem pendinginan bertahap pada crystalizer di PT. Astra Agro

Lestari, Tbk dikendalikan secara otomatis, dan laju aliran air pendingin

diatur oleh suhu control valve (TCV). Penggantian air pendingin (cooling

water dan chiller) diatur oleh pneumatic valve atau control valve. Dengan

dua media pendingin cooling water dan chiller, minyak mengalami

penurunan suhu yaitu cooling water menurunkan suhu minyak dari suhu

awal (60-70ºC) menjadi suhu 24,5 ºC dengan cara bertahap. Langkah

pendinginan ini disebut dengan cooling step.

Tahap filtrasi (Filter press)

Tahan filtrasi berfungsi untuk memisahkan fraksi stearin yang telah

mengkristal dengan olein yang masih dalam fase cair. PMG Cap Sendok,

PT. Astra Agro Lestari, Tbk memiliki dua buah filter press, sebagai

berikut :

- Filter Press 01 (bekerja secara manual)

- Filter Press 02 (bekerja secara automatic)

Page 79: Proses CPO

64

Pemisahan stearin dengan olein dalam filter press memiliki beberapa

tahapan proses dibawah ini :

a. Filtrasi

Pada tahap ini, RPO yang sudah didinginkan di crystalizer hingga suhu

mencapai 24,5ºC akan dipisahkan fraksi padat (stearin) dan fraksi cair

(olein) dengan menggunakan filter press yang bertekanan 1,6 Bar

(max). Fraksi padat akan melekat di plate dan fraksi cair akan mengalir

ke storage tank. Tahap ini membutuhkan waktu sekitar 25-30 menit.

b. Sequeezing

Tahap ini dimaksudkan untuk memadatkan stearin yang ada di filter

cloth dengan air kompressor 3 bar (max) yang masuk ke membran

karet. Tahap ini membutuhkan waktu selama 25 menit.

c. Suspension Blowing

Tahap ini dimaksudkan untuk mengosongkan minyak yang tinggal

dalam pipa-pipa yang belum tertekan. Waktu suspension blowing kira-

kira 5 menit.

d. Cake Discharge

Tahap ini dimaksudkan untuk membuang fraksi stearin yang telah

dipadatkan ke dalam melting tank stearin yang terletak di bawah filter

press dan selanjutnya dipompakan ke storage tank. Waktu yang

diperlukan untuk cake discharge kira-kira 5 menit.

Selain ketiga tahap diatas, untuk menunjang proses produksi di PMG

Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk dilengkapi dengan alat-alat

bantu fraksionasi sebagai berikut :

a. Hot Water Tank

Tangki ini digunakan untuk pencairan stearin hasil filtrasi dan untuk

memanaskan minyak dalam crystalizer tank yang tidak memenuhi

standar untuk diproses di filter press. Minyak tersebut dipanaskan

kembali oleh air yang berasal dari hot water tank agar dapat diproses

ulang.

Page 80: Proses CPO

65

b. Washing Tank

Washing tank digunakan untuk menampung olein panas bekas

pencucian filter press. Untuk mencuci filter press, olein pencuci

dipanaskan terlebih dahulu pada tangki ini. Jika hasil fraksionasi di

kristalisasi jelek, olein keruh akan diover ke dalam tangki ini sebelum

diproses ulang.

c. Olein Intermediate Tank

Hasil olein filter press dialirkan terlebih dahulu ke olein intermediate

tank sebelum dipompakan ke storage. Tujuannya adalah untuk

menguji mutu olein di laboratorium. Jika pemeriksaan di laboratorium

menyatakan mutu olein baik dan sesuai standar yang ditetapkan, maka

olein dipompakan ke storage tank. Jika olein mutunya buruk atau tidak

sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka olein harus diproses

ulang.

d. Melting Tank Stearin

Cake stearin yang keras dicairkan terlebih dahulu di dalam melting

tank stearin dengan coil pemanas yang dialiri steam, kemudian

dipompakan ke storage tank stearin.

e. Cooling Tower

Cooling tower yang digunakan pada bagian fraksionasi ada dua jenis,

sebagai berikut :

- Cooling Tower Liang Chi

Digunakan untuk memenuhi kebutuhan air pendingin. Air pendingin

yang dihasilkan dari cooling tower Liang Chi digunakan untuk

mendinginkan RPO. Proses pendinginan air pendingin bekas ini

disebut proses humidifikasi, dimana air pendingin bekas akan

dipompakan ke atas cooling tower lalu akan turun ke bawah melalui

packing-packing, dan untuk mempercepat pendinginan digunakan

kipas angin (blower).

- Cooling Tower Dry Fractionation

Air pendingin dari cooling tower dry fractionation digunakan untuk

mendinginkan crystallizer tank yang berisi RPO hingga mencapai

Page 81: Proses CPO

66

suhu 35 ºC selama kira-kira tiga jam dan juga untuk mendinginkan

air yang akan dipompakan ke chiller dengan menggunakan

refrigerant. Cooling tower dry fractionation ini dilengkapi dengan

blower yang fungsinya menarik panas dari air yang didinginkan. Air

yang jatuh ke cooling tower dry fractionation tersebut akan turun

melalui packing yang terdapat pada cooling tower tersebut.

Page 82: Proses CPO

ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK MENGETAHUI KEINGINAN DAN HARAPAN KONSUMEN

KONSUMEN CPO

A. Customer Needs and Benefits (Harapan Pelanggan)

Survei pendahuluan dilakukan dengan wawancara langsung kepada

konsumen CPO (industrial buyers), yaitu industri minyak goreng untuk

mengetahui atribut-atribut mutu. Ini disebut juga dengan elemen Voice of

Consumer (VOC) yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli

suatu produk. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen dan pakar

diperoleh delapan jenis atribut penentu mutu CPO yang menjadi prioritas

konsumen dalam memilih CPO sebagai bahan baku minyak goreng, antara

lain FFA, kadar kotoran, kadar air, PV, IV, DOBI, warna, dan karoten. Tabel 9

menunjukkan hasil analisis kepentingan antar atribut mutu CPO berdasarkan

kombinasi pendapat pakar dan Tabel 10 menunjukkan hasil analisis prioritas

atribut mutu CPO.

Tabel 9. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu CPO

Atribut FFA Kadar

Air Kadar

Kotoran PV IV DOBI Warna Karoten FFA 1,644 1,644 2,667 2,667 4,076 4,359 6,544 Kadar air 0,922 2,220 2,459 3,322 3,680 6,118 Kadar kotoran 2,352 2,459 3,323 3,817 6,544 PV 1,246 2,551 3,322 5,348 IV 2,047 2,766 4,828 DOBI 2,221 4,076 Warna 3,758 Karoten

Tabel 10. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu CPO No Atribut Bobot Rangking 1 FFA 0.255 1 2 Kadar kotoran 0.199 2 3 Kadar air 0.191 3 4 PV 0.117 4 5 IV 0.101 5 6 DOBI 0.066 6 7 Warna 0.049 7 8 Karoten 0.024 8

67

Page 83: Proses CPO

Berdasarkan metode pairwise comparison dari AHP yang dianalisa

menggunakan Program Expert Choice 2000, maka didapat bobot masing-

masing tingkat kepentingan atribut mutu CPO yaitu : kadar FFA (0.255),

kadar kotoran (0.199), kadar air (0.191), Peroxide value (0.117), Iod value

(0.101), DOBI (0.066), warna (0.049), dan karoten (0.024). Nilai Incon

(Konsistensi Indeks) merupakan nilai ukuran dari seberapa besar

kemungkinan ketidakkonsistenan kita dalam menetapkan prioritas untuk

elemen-elemen yang ada. Konsistensi sampai kadar tertentu dalam

menetapkan prioritas untuk elemen-elemen perlu untuk memperoleh hasil-

hasil yang sahih/akurat dalam dunia nyata. Nilai Konsistensi Indeks harus 10

persen atau kurang. Ketidakkonsistenan yang lebih besar menunjukkan

kekurangan informasi atau kekurangpahaman sehingga hasilnya menjadi

tidak akurat (Saaty, 1993). Nilai Incon yang diperoleh adalah lebih kecil dari

0,1 yaitu sebesar 0,03. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketidakkonsistenan

gabungan pendapat konsumen pakar rendah, sehingga pendapat tersebut

dipandang konsisten. Dari hasil analisis kepentingan antar atribut diatas,

diketahui bahwa kadar FFA merupakan atribut yang menjadi prioritas pertama

bagi konsumen dalam memilih CPO. Hal itu kemudian diikuti oleh atribut

kadar kotoran, kadar air, PV, IV, DOBI, warna, dan karoten.

B. Planning Matrix (Riset Pasar dan Rencana Strategik)

Tahap ini merupakan tahap untuk mengkaji riset pasar berdasarkan

penilaian konsumen mengenai sasaran perusahaan untuk memperbaiki dan

meningkatkan mutu produk yang dihasilkan perusahaan. Dari hasil analisis

riset pasar, diketahui bahwa rasio perbaikan yang diharapkan konsumen untuk

keseluruhan atribut mutu CPO sudah memenuhi target sasaran yaitu 1.00.

Dengan rasio perbaikan tersebut maka PKS Rambutan sudah memenuhi target

pasar, dan yang harus dilakukan adalah mempertahankan mutu CPO yang

sudah ada. Hasil dari analisis riset pasar dan sasaran yang harus dicapai PKS

Rambutan dapat dilihat pada Tabel 11.

68

Page 84: Proses CPO

Tabel 11. Hasil Analisis Planning Matriks Untuk Atribut CPO PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III

Atribut

Target Nilai

Skor Evaluasi

Tingkat Kepentingan

Rasio Perbaikan

FFA 4 4 8 1.00 Kadar kotoran 4 4 7 1.00 Kadar air 4 4 6 1.00 PV 4 4 5 1.00 IV 4 4 4 1.00 DOBI 4 4 3 1.00 Warna 4 4 2 1.00 Karoten 4 4 1 1.00

C. Technical Response (Tanggapan atas karakteristik proses)

Tahap ini merupakan tahap untuk menentukan jenis aktivitas proses yang

terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas proses

dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi literatur.

Hasil dari analisis tanggapan atas karakteristik proses dapat dilihat pada Tabel

12.

Tabel 12. Hasil Analisis Matriks Technical Proses CPO Karakteristik Proses Produksi

No

Atribut

Tingkat Kepentingan

Pe

nerim

aan

TBS

Sorta

si T

BS

Peny

impa

nan

Bua

h Pe

rebu

san

(Ste

rilis

asi)

Pene

baha

n

Peng

aduk

an

Peng

empa

an

(Pen

gepr

essa

n)

Pem

urni

an

(Kla

rifik

asi)

Peny

impa

nan

CPO

Dis

tribu

si

(Tra

nspo

rtasi

) 1 FFA 8 0 10 10 10 1 10 5 5 5 5

2 Kadar kotoran 7 0 10 10 5 5 1 10 10 1 5

3 Kadar air 6 0 10 10 10 0 10 10 10 1 5

4 PV 5 0 10 10 10 0 5 5 10 5 5

5 IV 4 0 10 5 10 0 1 5 5 1 1

6 DOBI 3 0 10 10 10 0 5 5 10 5 5

7 Warna 2 0 10 10 10 0 5 5 5 5 5

8 Karoten 1 0 10 10 10 0 5 5 5 5 5

Nilai 10 melambangkan hubungan kuat antara atribut dengan karakteristik

proses produksi, dimana proses tersebut berpengaruh kuat terhadap

peningkatan atau penurunan nilai atribut produk. Nilai 5 melambangkan

hubungan sedang, nilai 1 melambangkan hubungan lemah, dan nilai 0

melambangkan tidak adanya hubungan antara proses tersebut dengan

peningkatan dan penurunan nilai atribut.

69

Page 85: Proses CPO

Aktivitas proses yang berpengaruh kuat terhadap kadar FFA adalah sortasi

TBS, penyimpanan buah, perebusan, dan pengadukan, sedangkan proses

pengempaan, pemurnian, penyimpanan CPO, dan distribusi berpengaruh

sedang. Disamping itu proses penebahan berpengaruh lemah terhadap kadar

FFA. Kadar kotoran dipengaruhi kuat oleh proses sortasi TBS, penyimpanan

buah, proses pengempaan, dan pemurnian, sedangkan perebusan, penebahan

dan distribusi berpengaruh sedang. Proses pengadukan dan penyimpanan CPO

memiliki pengaruh yang lemah. Kadar air dipengaruhi kuat oleh proses sortasi

TBS, penyimpanan buah, perebusan, pengadukan, pengempaan, dan

pemurnian. Proses distribusi CPO memiliki pengaruh yang sedang terhadap

kadar air, sedangkan penyimpanan CPO memiliki pengaruh yang lemah.

Peroxide Value (PV) dipengaruhi kuat oleh proses sortasi, penyimpanan

buah, perebusan, dan pemurnian, sedangkan proses pengadukan, pengempaan,

penyimpanan CPO dan distribusi CPO memiliki pengaruh yang sedang

terhadap PV. Iod Value (IV) dipengaruhi kuat oleh sortasi dan perebusan,

sedangkan penyimpanan buah, pengempaan, dan pemurnian memiliki

pengaruh sedang, serta pengadukan, penyimpanan CPO dan distribusi

berpengaruh lemah. DOBI dipengaruhi kuat oleh sortasi, penyimpanan buah,

perebusan dan pemurnian, sedangkan proses pengadukan, pengempaan,

penyimpanan CPO dan distribusi memiliki pengaruh yang sedang. Parameter

warna dan kandungan karoten sama-sama dipengaruhi kuat oleh proses

sortasi, penyimpanan buah, dan perebusan, sedangkan pengadukan,

pengempaan, pemurnian, penyimpanan CPO serta distribusi memiliki

pengaruh yang sedang.

D. Relationship (Tanggapan Atas Kebutuhan Pelanggan)

Tahap ini merupakan tahap untuk membandingkan tingkat kepuasan

konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk CPO yang dihasilkan oleh

PKS Rambutan. Dari hasil analisis diatas, diketahui bahwa seluruh atribut

mutu CPO, yaitu FFA, kadar kotoran, kadar air, kadar PV, kadar IV, DOBI,

warna dan kandungan karoten yang dihasilkan PKS Rambutan memuaskan

bagi konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa mutu CPO PKS Rambutan

diterima oleh konsumen dan target yang ditentukan oleh PKS Rambutan sudah

70

Page 86: Proses CPO

tercapai. Tabel 13 menunjukkan hasil analisis kepuasan konsumen terhadap

atribut mutu CPO yang dihasilkan PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara

III dan perhitungan analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 13. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu CPO PKS Rambutan

Atribut

Sangat tidak puas

Tidakpuas

Cukuppuas

Puas

Sangatpuas

Jumlah

Total nilai

Nilai indeks

Tingkat kepuasan

FFA 0 0 2 2 2 6 24 4.80 4 Kadar kotoran 0 0 1 3 2 6 25 5.00 4 Kadar air 0 0 2 2 2 6 24 4.80 4 PV 0 1 2 2 1 6 21 4.20 4 IV 0 0 3 3 0 6 21 4.20 4 DOBI 0 1 2 2 1 6 21 4.20 4 Warna 0 0 1 4 1 6 24 4.80 4 Karoten 0 1 2 2 1 6 21 4.20 4

E. Technical Correlations

Analisis Technical Correlations diperlukan untuk mengetahui hubungan

keterkaitan antar karakteristik proses yang satu dengan proses lainnya. Suatu

perubahan pada salah satu proses dapat mengakibatkan perubahan pada proses

lainnya. Hasil analisis untuk technical correlations ini dapat dilihat pada

Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical Correlations CPO

No.

Aktivitas Proses

Pene

rimaa

n B

uah

Sorta

si T

BS

Peny

impa

nan

Bua

h

Pere

busa

n (S

teril

isas

i)

Pene

baha

n

Peng

aduk

an

Peng

empa

an

(Pen

gepr

essa

n)

Pem

urni

an

(Kla

rifik

asi)

Peny

impa

nan

C

PO

Dis

tribu

si

(Tra

nspo

rtasi

)

1 Penerimaan Buah + ++

2 Sortasi TBS + ++ + + ++ + +

3 Penyimpanan Buah ++ + + + + +

4 Perebusan (Sterilisasi) ++ ++ ++ ++ +

5 Penebahan + +

6 Pengadukan ++ + -

7 Pengempaan (Pengepressan) ++ -

8 Pemurnian (Klarifikasi) ++ -

9 Penyimpanan -

10 Distribusi / Transportasi

71

Page 87: Proses CPO

Dari hasil analisa data diketahui bahwa proses penerimaan TBS memiliki

hubungan kuat positif terhadap proses penerimaan buah, dan memiliki

hubungan positif terhadap proses sortasi TBS. Proses sortasi TBS memiliki

hubungan kuat positif terhadap proses perebusan dan pengempaan; memiliki

hubungan positif dengan proses penyimpanan buah, proses penebahan,

pengadukan, pemurnian dan penyimpanan CPO. Proses penyimpanan buah

memiliki hubungan kuat positif terhadap proses perebusan; memiliki

hubungan kuat dengan proses penebahan, pengadukan, pengempaan,

pemurnian dan penyimpanan CPO. Proses perebusan memiliki hubungan kuat

positif terhadap proses penebahan, pengadukan, pengempaan dan pemurnian,

serta memiliki hubungan positif dengan proses penyimpanan CPO. Proses

penebahan memiliki hubungan positif terhadap proses pengadukan dan

pengempaan. Proses pengadukan memiliki hubungan kuat positif terhadap

proses pengempaan, memiliki hubungan positif terhadap proses pemurnian,

dan memiliki hubungan negatif dengan proses penyimpanan CPO. Proses

pengempaan memiliki hubungan kuat positif terhadap proses pemurnian dan

memiliki hubungan negatif dengan penyimpanan CPO. Proses pemurnian

memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penyimpanan CPO dan

memiliki hubungan negatif dengan proses distribusi. Proses penyimpanan

CPO memiliki hubungan negatif dengan proses distribusi.

F. Technical Matrix (Prioritas Tanggapan Teknis dan Target Teknis)

Technical Matrix berisi informasi mengenai tingkat kepentingan

tanggapan teknis berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggan, serta nilai

relatif dari karakteristik proses yang menjadi target performansi teknis yang

harus dicapai perusahaan. Dari hasil analisa perhitungan data, didapat bahwa

aktivitas proses yang paling menentukan mutu CPO yang akan digunakan

sebagai bahan baku minyak goreng adalah proses sortasi TBS (0,175) dan

penyimpanan buah (0,165) merupakan proses yang paling utama perlu

mendapat perhatian, diikuti oleh proses perebusan (0,143), pemurnian (0.139),

pengempaan (0,119), pengadukan (0,104), distribusi CPO (0,078),

penyimpanan CPO (0,054), serta penebahan (0,023). Hasil analisis hubungan

keterkaitan antar proses produksi dapat dilihat pada Tabel 15.

72

Page 88: Proses CPO

Tabel 15. Hasil Analisis Technical Matrix CPO Karakteristik Proses Produksi

No

Atribut

Tin

gkat

K

epen

tinga

n

Pene

rimaa

n TB

S

Sorta

si T

BS

Peny

impa

nan

Bua

h

Pere

busa

n (S

teril

isas

i)

Pene

baha

n

Peng

aduk

a

Peng

empa

an

(Pen

gepr

essa

n)

Pem

urni

an

(Kla

rifik

asi)

Peny

impa

nan

CPO

Dis

tribu

si

(Tra

nspo

rtasi

)

T O T A L

1 FFA 8 0 10 10 10 1 10 5 5 5 5

2 Kadar kotoran 7 0 10 10 5 5 1 10 10 1 5

3 Kadar air 6 0 10 10 10 0 10 10 10 1 5

4 PV 5 0 10 10 10 0 5 5 10 5 5

5 IV 4 0 10 5 10 0 1 5 5 1 1

6 DOBI 3 0 10 10 10 0 5 5 10 5 5

7 Warna 2 0 10 10 10 0 5 5 5 5 5

8 Karoten 1 0 10 10 10 0 5 5 5 5 5

Nilai Tingkat Kepentingan 0 360 340 295 48 215 245 285 112

160 2.060

Nilai Relatif 0 0,175 0,165 0,143 0,023 0,104 0,119 0,139 0,054 0,078 1,000

Rangking 10 1 2 3 9 6 5 4 8 7

Proses pelaksanaan Quality Function Deployment (QFD) adalah dengan

menyusun satu atau lebih matriks yang disebut dengan rumah kualitas (House Of

Quality). Matriks tersebut menjelaskan hal-hal yang menjadi kebutuhan dan

keinginan konsumen dan cara untuk memenuhinya. Rumah kualitas juga

menggambarkan hubungan antara keinginan konsumen dengan aktivitas

perusahaan serta mengevaluasi kemampuan perusahaan. Analisa yang dilakukan

terhadap rumah kualitas menghasilkan tiga hal yang harus dilakukan oleh

perusahaan yaitu memperbaiki, mempertahankan dan meningkatkan mutu CPO.

Konsep rumah kualitas PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III, Tebing

Tinggi dapat dilihat pada Gambar 6.

73

Page 89: Proses CPO

+ ++ +

+

++ + +++ -

++

+

++

++

+

+

++

+++

-- -- ++ ++ - ++ +++++ +

B

OB

OT

KO

NV

ER

SI

Pene

rim

aan

TB

S So

rtas

i TB

S

Peny

impa

nan

TB

S

Pere

busa

n (S

teri

lisas

i) Pe

neba

han

Peng

aduk

an

Peng

empa

an (P

enge

pres

san)

Pem

urni

an (K

lari

fikas

i)

Peny

impa

nan

CPO

Dis

trib

usi (

Tra

nspo

rtas

i) PK

S R

ambu

tan,

PTP.

N II

I

Tar

get d

an R

asio

FFA 8 4 4;1.00

Kadar kotoran 7 4 4;1.00

Kadar air 6 4 4;1.00

PV 5 4 4;1.00

IV 4 4 4;1.00

DOBI 3 4 4;1.00

Warna 2 4 4;1.00

HA

RA

PAN

PE

LA

NG

GA

N

Carotene 1 4 4;1.00

PKS Rambutan, PTP. N III 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3

Nilai Tingkat Kepentingan 0 360 340 295 48 215 245 285 112

160

Nilai Relatif 0 0,175 0,165 0,143 0,023 0,104 0,119 0,139 0,054

0,078

Keterangan : : kuat : sedang : lemah ++ : hubungan kuat positif + : hubungan positif -- : hubungan kuat negatif - : hubungan negatif

Gambar 6. House Of Quality PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III

74

Page 90: Proses CPO

KONSUMEN MINYAK GORENG

A. Customer Needs and Benefits (Harapan Pelanggan)

Survei pendahuluan dilakukan dengan wawancara langsung kepada

konsumen minyak goreng Cap Sendok, yaitu orang yang membeli langsung

minyak goreng Cap Sendok untuk mengetahui atribut-atribut mutu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen dan pakar, maka diperoleh

sepuluh jenis atribut penentu mutu minyak goreng yang menjadi prioritas

konsumen dalam memilih minyak goreng untuk dikonsumsi, yaitu keamanan

pangan, kehalalan, nilai gizi, warna, label, kemasan, harga, aroma, kekentalan,

dan merek. Tabel 16 menunjukkan hasil analisis prioritas atribut mutu minyak

goreng berdasarkan kombinasi pakar dan Tabel 17 menunjukkan hasil analisis

prioritas atribut mutu minyak goreng.

Tabel 16. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu Minyak Goreng

Atribut Warna Harga Nilai gizi Kemasan Merek Label Kehalalan Kekentalan Aroma

Keamanan produk

Warna 2,667 0,338 0,802 3,322 1,551 0,305 1,933 1,933 0,155 Harga 0,316 1,245 1,551 0,802 0,245 1 1 0,229 Nilai gizi 3 4,139 2,408 1,379 3,271 3,680 1 Kemasan 2,220 0,740 0,338 0,922 1 0,245 Merek 0,581 0,305 0,902 0,467 0,177 Label 0,581 1,401 1,291 0,221 Kehalalan 3,758 4,317 0,870 Kekentalan 0,922 0,160 Aroma 0,196 Keamanan produk

Tabel 17. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu Minyak Goreng

No Atribut Bobot Rangking 1 Keamanan pangan 0.257 1 2 Kehalalan 0.183 2 3 Nilai gizi 0.173 3 4 Warna 0.080 4 5 Label 0.066 5 6 Kemasan 0.058 6 7 Harga 0.050 7 8 Aroma 0.050 8 9 Kekentalan 0.046 9 9 Merek 0.035 10

75

Page 91: Proses CPO

Hasil dari analisis perhitungan data menggunakan pairwise comparison,

memberikan rangking pembobotan dari masing-masing atribut sebagai

berikut : keamanan pangan (0.257), kehalalan (0.183), nilai gizi (0.173),

warna (0.080), label (0.066), kemasan (0.058), harga (0.050), aroma (0.050),

kekentalan (0.046), dan merek (0.035). Di lain pihak, nilai Incon (Konsistensi

Indeks) merupakan nilai ukuran dari seberapa besar kemungkinan

ketidakkonsistenan kita dalam menetapkan prioritas untuk elemen-elemen

yang ada. Konsistensi sampai kadar tertentu dalam menetapkan prioritas untuk

elemen-elemen perlu untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih/akurat dalam

dunia nyata. Nilai Konsistensi Indeks harus 10 persen atau kurang.

Ketidakkonsistenan yang lebih besar menunjukkan kekurangan informasi

atau kekurangpahaman sehingga hasilnya menjadi tidak akurat (Saaty, 1993).

Nilai Incon yang diperoleh adalah lebih kecil dari 0,1 yaitu sebesar 0,02. Hal

tersebut menunjukkan bahwa ketidakkonsistenan gabungan pendapat

konsumen pakar rendah, sehingga pendapat tersebut dipandang konsisten.

Dari hasil analisis kepentingan antar atribut diatas, diketahui bahwa faktor

keamanan pangan merupakan faktor utama bagi konsumen dalam membeli

minyak goreng, diikuti oleh faktor kehalalan, nilai gizi, warna, label, kemasan,

harga, aroma, kekentalan, dan merek.

B. Planning Matrix (Riset Pasar dan Rencana Strategik)

Dari hasil analisis data untuk riset pasar dalam upaya memperbaiki mutu,

diketahui bahwa faktor pelabelan memiliki rasio perbaikan sebesar 2.00,

sedangkan faktor keamanan pangan, kemasan, dan merek memiliki rasio

perbaikan sebesar 1.333. Dengan rasio perbaikan tersebut maka PMG Cap

Sendok perlu memperbaiki mutu minyak goreng dengan atribut pelabelan

sebesar 1 %; diikuti oleh atribut keamanan pangan sebesar 0.333 %; kemasan

sebesar 0.333 %, dan merek sebesar 0.333 %. Hasil dari analisis sasaran proyek

dapat dilihat pada Tabel 18.

76

Page 92: Proses CPO

Tabel 18. Hasil Analisis Planning Matriks Atribut Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

Atribut

Target Nilai Skor Evaluasi

Tingkat Kepentingan

Rasio Perbaikan

Keamanan pangan 4 3 10 1.333 Kehalalan 5 5 9 1.000 Nilai gizi 4 4 8 1.000 Warna 4 4 7 1.000 Label 4 2 6 2.000 Kemasan 4 3 5 1.333 Harga 4 4 4 1.000 Aroma 4 4 3 1.000 Kekentalan 4 4 2 1.000 Merek 4 3 1 1.333

C. Technical Response (Tanggapan Atas Karakteristik Proses)

Tahap ini merupakan tahap untuk menentukan jenis aktivitas proses yang

terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas proses

dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi literatur.

Hasil dari analisis tanggapan atas karakteristik proses dapat dilihat pada

Tabel 19.

Tabel 19. Hasil Analisis Matriks Technical Response Minyak Goreng Karakteristik Proses Produksi

No

Atribut

Tingkat Kepentingan

Pe

nerim

aan

baha

n ba

ku

Pena

ngan

an

baha

n ba

ku

Deg

umm

ing

Blea

chin

g

Deo

doris

asi

Kris

talis

asi

Peny

arin

gan

Peng

emas

an

Peny

impa

nan

Dis

tribu

si

1 Keamanan pangan 10 10 10 10 10 10 5 5 10 5 1

2 Kehalalan 9 10 0 1 1 1 0 0 1 0 0

3 Nilai gizi 8 10 5 5 5 10 5 5 1 1 1

4 Warna 7 10 5 5 10 5 1 1 1 1 1

5 Label 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 Kemasan 5 0 0 0 0 0 0 0 5 5 5

7 Harga 4 10 5 5 10 10 10 10 0 1 1

8 Aroma 3 1 0 0 0 10 0 0 1 1 0

9 Kekentalan 2 0 1 0 0 0 5 5 0 0 0

10 Merek 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Dari hasil perhitungan data diketahui bahwa, aktivitas proses yang

berpengaruh kuat terhadap atribut keamanan pangan adalah penanganan bahan

baku, degumming, bleaching, deodorisasi, pengemasan, penyimpanan, dan

distribusi; sedangkan proses kristalisasi dan penyaringan memiliki pengaruh

77

Page 93: Proses CPO

yang sedang. Kehalalan dipengaruhi kuat oleh proses penerimaan bahan baku,

dan dipengaruhi sedang oleh proses pengemasan. Nilai gizi dipengaruhi kuat

oleh penerimaan bahan baku dan deodorisasi; dipengaruhi sedang oleh proses

penanganan bahan baku, pengemasan, dan penyimpanan; serta dipengaruhi

lemah oleh degumming dan distribusi. Atribut warna dipengaruhi kuat oleh

proses penerimaan bahan baku, degumming, bleaching, dan deodorisasi;

dipengaruhi sedang oleh proses penanganan bahan baku dan distribusi; serta

dipengaruhi lemah oleh proses pengemasan dan penyimpanan. Atribut label

tidak dipengaruhi oleh proses apapun.

Atribut kemasan dipengaruhi secara sedang oleh proses pengemasan,

penyimpanan, dan distribusi. Atribut harga dipengaruhi secara kuat oleh

proses penanganan bahan baku, bleaching, dan deodorisasi; dipengaruhi

secara sedang oleh proses degumming, kristalisasi, dan penyaringan; serta

dipengaruhi secara lemah oleh proses penanganan bahan baku, penyimpanan

dan distribusi. Atribut aroma dipengaruhi secara kuat oleh proses deodorisasi;

dipengaruhi secara sedang oleh proses penyimpanan; dan dipengaruhi secara

lemah oleh proses penerimaan bahan baku dan pengemasan. Atribut

kekentalan dipengaruhi secara kuat oleh proses kristalisasi; dipengaruhi secara

sedang oleh proses deodorisasi, penyaringan, dan penyimpanan; serta

dipengaruhi secara lemah oleh proses penanganan bahan baku dan distribusi.

Atribut merek tidak dipengaruhi oleh proses apapun.

D. Relationship (Tanggapan Atas Kebutuhan Pelanggan)

Tahap ini merupakan tahap untuk membandingkan tingkat kepuasan

konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk minyak goreng yang

dihasilkan oleh PMG Cap Sendok. Dari hasil analisa, diketahui bahwa

konsumen minyak goreng Cap Sendok merasa tidak puas akan label yang ada

pada kemasan. Walaupun demikian, konsumen merasa cukup puas dengan

faktor keamanan pangan, kemasan, dan merek. Faktor nilai gizi, warna, harga,

aroma, dan kekentalan memuaskan konsumen, sedangkan faktor kehalalan

sangat memuaskan konsumen. Hal ini merupakan bahan pertimbangan bagi

PMG Cap Sendok untuk memperbaiki mutu minyak goreng yang dihasilkan

terutama atribut label, merek, kemasan, serta keamanan pangan. Tabel 20

78

Page 94: Proses CPO

menunjukkan hasil analisis kepuasan konsumen terhadap atribut mutu CPO

yang dihasilkan PMG Cap Sendok dan perhitungan analisis ini dapat dilihat

pada Lampiran 8.

Tabel 20. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu Minyak Goreng Cap Sendok

Atribut

Sangat tidak puas

Tidak puas

Cukuppuas

Puas

Sangat puas

Jumlah

Total nilai

Nilai indeks

Tingkatkepuasan

Keamanan pangan 4 6 9 8 3 30 90 18.00 3 Kehalalan 0 0 3 16 11 30 128 25.60 5 Nilai gizi 0 0 8 17 5 30 117 23.40 4 Warna 0 2 11 15 2 30 107 21.40 4 Label 7 6 10 7 0 30 77 15.40 2 Kemasan 1 4 21 4 0 30 88 17.60 3 Harga 0 3 7 12 8 30 115 23.00 4 Aroma 0 2 5 23 0 30 111 22.20 4 Kekentalan 0 1 14 15 0 30 104 20.80 4 Merek 3 5 15 6 1 30 87 17.40 3

E. Technical Correlations

Analisis Technical Correlations diperlukan untuk mengetahui hubungan

keterkaitan antar karakteristik proses yang satu dengan proses lainnya. Suatu

perubahan pada salah satu proses dapat mengakibatkan perubahan pada proses

lainnya. Dari hasil analisa data diketahui bahwa proses penerimaan bahan

baku memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penanganan bahan baku,

proses degumming, bleaching, dan deodorisasi, serta memiliki hubungan yang

negatif terhadap proses kristalisasi, penyaringan, dan penyimpanan. Proses

penanganan bahan baku tidak memiliki hubungan kuat positif terhadap proses

apapun, namun memiliki hubungan yang positif terhadap proses degumming,

bleaching, dan deodorisasi, serta memiliki hubungan negatif terhadap proses

kristalisasi, penyaringan, dan penyimpanan.

Proses degumming memiliki hubungan kuat positif terhadap proses

bleaching dan deodorisasi; memiliki hubungan yang positif terhadap proses

penyimpanan; serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi

dan penyaringan. Proses bleaching memiliki hubungan kuat positif terhadap

proses deodorisasi; memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan;

serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi dan penyaringan.

79

Page 95: Proses CPO

Proses deodorisasi memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan,

serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi dan penyaringan

Proses kristalisasi memiliki hubungan kuat positif terhadap proses

penyaringan, serta memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan,

dan memiliki hubungan negatif terhadap proses pengemasan. Proses

penyaringan memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan minyak

goreng, dan memiliki hubungan negatif terhadap proses pengemasan. Proses

pengemasan memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan dan

distribusi minyak goreng, sedangkan proses penyimpanan memiliki hubungan

positif dengan distribusi minyak goreng. Hasil analisis untuk technical

correlations tersebut dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical Correlations Minyak Goreng

No.

Aktivitas Proses

Pene

rimaa

n ba

han

baku

Pena

ngan

an b

ahan

ba

ku

Deg

umm

ing

Blea

chin

g

Deo

doris

asi

Kris

talis

asi

Peny

arin

gan

Peng

emas

an

Peny

impa

nan

Dis

tribu

si

1 Penerimaan bahan baku ++ ++ ++ ++ - - -

2 Penanganan bahan baku + + + - - -

3 Degumming ++ ++ - - +

4 Bleaching ++ - - +

5 Deodorisasi - - +

6 Kristalisasi ++ - +

7 Penyaringan - +

8 Pengemasan + +

9 Penyimpanan +

10 Distribusi

F. Technical Matrix (Prioritas Tanggapan Teknis Dan Target Teknis)

Technical Matrix berisi informasi mengenai tingkat kepentingan

tanggapan teknis berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggan, serta nilai

relatif dari karakteristik proses yang menjadi target performansi teknis yang

harus dicapai perusahaan. Dari hasil analisa perhitungan data, didapat bahwa

aktivitas proses yang paling menentukan mutu minyak goreng adalah proses

penerimaan bahan baku CPO (0.202). Hal itu kemudian diikuti oleh proses

80

Page 96: Proses CPO

deodorisasi (0.155), bleaching (0.137), degumming (0.108), penanganan

bahan baku (0.104), kristalisasi (0.078), penyaringan (0.078), pengemasan

(0.069), penyimpanan (0.041), dan distribusi (0.028). Hasil analisis hubungan

keterkaitan antar proses produksi dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Hasil Analisis Technical Matrix Minyak Goreng Karakteristik Proses Produksi

No

Atribut

Tin

gkat

K

epen

-tin

gan

Pene

rimaa

n ba

han

baku

Pena

ngan

an

baha

n ba

ku

Deg

umm

ing

Blea

chin

g

Deo

doris

asi

Kris

talis

asi

Peny

arin

gan

Peng

emas

an

Peny

impa

nan

Dis

tribu

si

Total

1 Keamanan pangan 10 10 10 10 10 10 5 5 10 5 1

2 Kehalalan 9 10 0 1 1 1 0 0 1 0 0

3 Nilai gizi 8 10 5 5 5 10 5 5 1 1 1

4 Warna 7 10 5 5 10 5 1 1 1 1 1

5 Label 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 Kemasan 5 0 0 0 0 0 0 0 1 1 5

7 Harga 4 10 5 5 10 10 10 10 0 1 1

8 Aroma 3 1 0 0 0 10 0 0 1 1 0

9 Kekentalan 2 0 1 0 0 0 5 5 0 0 0

10 Merek 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Nilai Tingkat Kepentingan 383 197 204 259 294 147 147 132 77

54 1.894 Nilai Relatif 0,202 0,104 0,108 0,137 0,155 0,078 0,078 0,069 0,041

0,028 1,000 Rangking 1 5 4 3 2 6 6 7 8

9

Proses pelaksanaan Quality Function Deployment (QFD) adalah dengan

menyusun satu atau lebih matriks yang disebut dengan rumah kualitas (House

Of Quality). Matriks diatas menjelaskan hal-hal yang menjadi kebutuhan dan

keinginan konsumen dan cara untuk memenuhinya. Rumah kualitas juga

menggambarkan hubungan antara keinginan konsumen dengan aktivitas

perusahaan serta mengevaluasi kemampuan perusahaan. Analisis yang

dilakukan terhadap rumah kualitas menghasilkan tiga hal yang harus

dilakukan oleh perusahaan yaitu memperbaiki, mempertahankan dan

meningkatkan mutu. Konsep rumah kualitas untuk PMG Cap Sendok, PT.

Astra Agro Lestari, Tbk dapat dilihat pada Gambar 7.

81

Page 97: Proses CPO

-

-

- +

B

OB

OT

KO

NV

ER

SI

Pene

rim

aan

baha

n ba

ku

Pena

ngan

an b

ahan

bak

u

Deg

umm

ing

Ble

achi

ng

Deo

dori

sasi

Kri

stal

isas

i

Peny

arin

agn

Peng

emas

an

Peny

impa

nan

Dis

trib

usi

PT. A

AL

, Tbk

Tar

get

Ras

io

Keamanan pangan

10

3 4 1.33

Kehalalan 9 5 5 1.00

Nilai gizi 8 4 4 1.00

Warna 7 4 4 1.00

Labelling 6 2 4 2.00

Kemasan 5 3 4 1.33

Harga 4 4 4 1.00

Aroma 3 4 4 1.00

Kekentalan 2 4 4 1.00 HA

RA

PAN

KO

NSU

ME

N

Merek 1 3 4 1.33

PT. AAL, Tbk 5 4 3 4 3 3 3 2 4 3

Nilai Tingkat Kepentingan 383 197 204 259 294 147 147 132 77

54

Nilai Relatif 0,202 0,104 0,108 0,137 0,155 0,078 0,078 0,069 0,041

0,028

++

+

++ +

-

-

++

++

-

-

-

- -

+

+

+

-

+ + ++

++

++

++

-

+

++

--

Keterangan : : kuat : sedang : lemah ++ : hubungan kuat positif + : hubungan positif -- : hubungan kuat negatif - : hubungan negatif

Gambar 7. House Of Quality PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

82

Page 98: Proses CPO

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000

MANAJEMEN UMUM

Manajemen umum adalah manajemen puncak yang terdiri dari direksi dan

wakil manajemen/Quality Management Representative (QMR). Direksi memiliki

tanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan menjalankan roda perusahaan.

QMR adalah wakil manajemen yang menjalankan kebijakan manajemen mutu dan

bertanggung jawab terhadap penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM). Adanya

dukungan dan komitmen manajemen adalah hal yang penting dalam penerapan

SMM ISO 9001:2000. Tanpa dukungan manajemen puncak, penerapan SMM

sangat sulit dan tidak mungkin dilaksanakan.

a. Direksi

Penilaian penerapan unsur-unsur ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS

Rambutan diketahui berdasarkan dokumen ISO dan wawancara dengan

Manajer dan Masinis Kepala (Maskep) di PKS Rambutan, sedangkan untuk

PMG Cap Sendok diketahui berdasarkan wawancara dengan Factory Manager

dan Deputy Manager. Tabel 23 merupakan hasil penilaian penerapan SMM

ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.

Tabel 23. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok

Penerapan

Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan

PMG Cap Sendok

4.0. Persyaratan Sistem Manajemen Mutu 4.1. Persyaratan umum √ √ 4.2. Persyaratan Dokumentasi 4.2.1. Umum √ √ 4.2.2. Pedoman Manual Mutu √ X 4.2.3. Pengendalian Dokumen √ √ 4.2.4. Pengendalian Rekaman √ √ 5.0. Tanggung jawab manajemen 5.1. Komitmen manajemen √ X 5.2. Fokus pada pelanggan √ √ 5.3. Kebijakan mutu √ √ 5.4. Perencanaan √ √ 5.5. Tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi √ X 5.6. Tinjauan manajemen √ √

Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi

83

Page 99: Proses CPO

1) PKS Rambutan

PKS Rambutan, yang merupakan bagian dari PT. Perkebunan

Nusantara III, memiliki Manajemen Puncak yang terdiri dari Direktur

Utama yang dibantu oleh Direktur Produksi, Direktur Keuangan, Direktur

SDM dan Umum, serta Direktur Pemasaran. Di lain pihak, wakil

manajemen dikenal dengan Corporate Management Representative

(CMR). Bagan organisasi diatas dapat dilihat pada Lampiran 9.

Dalam pelaksanaannya, terdapat dua unsur ISO yang terkait dengan

direksi, yaitu persyaratan sistem manajemen umum dan tanggung jawab

manajemen. Melalui salah seorang wakil manajemen yang ditunjuk oleh

direksi, SMM dikembangkan, dikoordinasi, dan dikelola sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan oleh SMM ISO 9001:2000.

Tanggung jawab tertinggi unit implementasi kebijakan mutu dan

pencapaian sasaran mutu terletak pada direktur utama yang dibantu oleh

Direktur Produksi, Direktur Keuangan, Direktur SDM dan Umum, serta

Direktur Pemasaran. Manajemen puncak dibantu oleh kepala bagian

mengawasi Distrik Manajer (DM) dan Manajer unit kerja.

2) PMG Cap Sendok

Secara umum, unsur SMM ISO 9001 : 2000 yang berkaitan dengan

direksi telah dipenuhi oleh PMG Cap Sendok namun pada unsur Pedoman

Manual Mutu, komitmen manajemen serta tanggung jawab, wewenang,

dan komunikasi belum sepenuhnya terorganisasi dengan baik. PMG Cap

Sendok memiliki komitmen dan kebijakan mutu yang sudah berfokus

kepada pelanggan/konsumen, namun komitmen ini tidak termasuk

komitmen untuk menjalankan SMM ISO 9001 : 2000. Berdasarkan

analisis tersebut, dukungan manajemen puncak masih rendah sehingga

tanggung jawab, wewenang dan komunikasi yang dimiliki belum

terlaksanakan dengan baik.

b. Wakil Manajemen

Wakil menajemen disebut dengan QMR (Quality Management

Representative) yang merupakan perwakilan Direksi dalam menjalankan

kebijakan manajemen mutu dan bertanggung jawab terhadap penerapan

84

Page 100: Proses CPO

Sistem Manajemen Mutu (SMM). Tabel 24 merupakan hasil penilaian

penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh wakil Manajemen di PKS Rambutan

dan PMG Cap Sendok.

Tabel 24. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Wakil Manajemen Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok

Penerapan

Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan

PMG Cap Sendok

4.0. Persyaratan Sistem Manajemen Mutu 4.1. Persyaratan umum √ √ 4.2. Persyaratan dokumentasi √ X 5.0. Tanggung jawab manajemen 5.1. Komitmen manajemen √ X 5.2. Fokus kepada pelanggan √ √ 5.3. Kebijakan mutu √ √ 5.4. Perencanaan √ √ 5.5. Tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi √ X 5.6. Tinjauan manajemen √ √ 8.0. Pengukuran, analisis dan peningkatan 8.1. Umum √ √ 8.2. Pengukuran dan pemantauan 8.2.1. Kepuasan pelanggan √ √ 8.2.2. Audit internal √ X 8.2.3. Pengukuran & pemantauan proses √ √ 8.2.4. Pengukuran & pemantauan produk √ √ 8.3. Pengendalian produk yg tidak sesuai √ √ 8.4. Analisis data √ √ 8.5. Perbaikan √ √

Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi

1) PKS Rambutan

Manajemen puncak PKS Rambutan menunjuk salah seorang wakil

manajemen untuk menjadi CMR dalam melaksanakan SMM. Persyaratan

penerapan SMM yang disyaratkan untuk CMR telah dipenuhi sesuai

dengan yang ditetapkan oleh ISO. Unsur SMM persyaratan umum dan

persyaratan dokumen telah dipenuhi oleh CMR. Bersama-sama dengan

Direksi, CMR menetapkan, mendokumentasikan, melaksanakan,

memelihara dan secara terus-menerus melakukan peningkatan SMM.

Pelaksanaan SMM ini didasarkan oleh interaksi proses yang berbentuk

business process mapping dan aliran proses pengolahan seluruh kegiatan,

sumber daya dan personil yang dimiliki dapat dikelola dengan baik untuk

mencapai tujuan SMM.

85

Page 101: Proses CPO

Dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan penting dalam

penerapan SMM ISO 9001 : 2000 ditetapkan dan dikelola oleh CMR.

Dokumen tersebut mencakup pernyataan terdokumentasi kebijakan dan

tujuan mutu, manual mutu, prosedur, dokumen untuk mengendalikan

proses (instruksi kerja dan form kerja) dan catatan mutu.

2) PMG Cap Sendok

PMG Cap Sendok belum menerapkan SMM ISO 9001:2000,

sehingga tidak ada wakil manajemen dalam sistem ISO 9001:2000 yang

menjalankan kebijakan mutu dan bertanggungjawab terhadap penerapan

sistem manajemen mutu, namun dalam manajemen pabrik minyak goreng

ini memiliki wakil manajer yaitu Deputi Factory Manager yang

bertanggung jawab terhadap proses produksi dan mutu produk.

MANAJEMEN PEMASOK

Menurut Sutrisno dan Utomo (2001), manajemen pemasok terkait dengan

unsur pembelian pada SMM ISO 9001 : 2000 yang terdiri dari proses pembelian,

informasi pembelian dan verifikasi produk yang dibeli. Dalam proses pembelian,

organisasi harus melakukan penetapan kriteria pemilihan pemasok, melakukan

seleksi pemasok dan evaluasi pemasok. Organisasi juga harus melakukan

dokumentasi prosedur pembelian sehingga evaluasi pemasok dan peninjauan

ulang dapat dilakukan secara berkelanjutan. Tabel 23 menunjukkan hasil penilaian

penerapan unsur-unsur ISO 9001:2000 pada manajemen pemasok di PKS

Rambutan dan PMG Cap Sendok.

1) PKS Rambutan

Di PKS Rambutan, pemasok TBS 95-98 % adalah berasal dari kebun

milik PT. Perkebunan Nusantara III sendiri dan 2-5 % berasal dari luar, oleh

karena itu manajemen pemasok sangat baik pelaksanaannya. Informasi

pembelian yang terdiri dari proses pembelian, informasi dan verifikasi produk

yang dibeli sudah terurai dan terdokumentasi dengan baik.

2) PMG Cap Sendok

Manajemen pemasok di PMG Cap Sendok cukup baik, dimana untuk

bahan baku minyak goreng Cap Sendok 100 % berasal dari PKS sendiri. Hal

86

Page 102: Proses CPO

ini menjadikan manajemen bisa terkontrol dengan baik dan mutu bahan baku

bisa sesuai yang diharapkan. Informasi pembelian yang terdiri dari proses

pembelian, informasi dan verifikasi produk yang dibeli sudah terurai dan

terdokumentasi dengan baik.

Tabel 25. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Pemasok Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok

Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan

PMG Cap Sendok

7.4. Pembelian 7.4.1. Proses pembelian √ √ 7.4.2. Informasi pembelian √ √ 7.4.3. Verifikasi produk yang dibeli √ √

Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi

MANAJEMEN SDM DAN INFRASTRUKTUR

SDM dan Infrastruktur adalah penunjang penerapan SMM ISO 9001:2000.

Tersedianya kedua unsur pendukung tersebut akan mendukung dan meningkatkan

efektifitas pelaksanaan SMM. Tabel 26 menunjukkan hasil penilaian penerapan

unsur-unsur ISO pada manajemen SDM dan infrastruktur.

Tabel 26. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen SDM dan Infrastruktur

Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan

PMG Cap Sendok

a. Sumber Daya Manusia 6.2. Sumber daya manusia √ X 6.4. Lingkungan kerja √ √ b. Infrastruktur dan Teknik 6.3. Infrastruktur √ X 7.5. Produksi dan Penyediaan sumber daya √ √ 7.5.1. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa √ √ 8.5. Perbaikan √ √

Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi

a. Sumber Daya Manusia

SDM adalah personalia yang bertanggungjawab dalam melaksanakan

SMM yang memiliki kompetensi, yaitu pendidikan, pelatihan, kemampuan

87

Page 103: Proses CPO

dan pengalaman. Dalam lingkup SMM yang terkait dengan SMM adalah

unsur SDM yang meliputi kompetensi, kesadaran dan pelatihan serta

pemeliharaan lingkungan kerja yang mendukung pelaksanaan dan

keberhasilan SMM.

1) PKS Rambutan

Di PKS Rambutan, terdapat 218 orang karyawan yang mempunyai

kualifikasi pendidikan sesuai bagian-bagiannya. Pelatihan-pelatihan sudah

diberikan kepada karyawan sesuai bidang masing-masing, khususnya

pelatihan ISO 9000. Menurut dua belas orang dari lima belas orang

karyawan, pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka

sering mereka terima, baik berupa in house training, pusat maupun dari

luar perusahaan.

2) PMG Cap Sendok

PMG Cap Sendok memiliki 152 orang karyawan, dimana masing-

masing karyawan menempati bagian pekerjaannya sesuai kualifikasi

pendidikan yang mereka punyai. Pelatihan-pelatihan sudah mereka

dapatkan, namun masih berupa in house training dan belum merupakan

pelatihan ISO 9000 secara khusus.

b. Infrastruktur dan Teknik

Infrastruktur mencakup bangunan, ruang kerja, dan fasilitas yang sesuai,

peralatan proses dan pelayanan pendukung seperti transportasi dan

komunikasi. Dalam penerapan SMM ISO 9001:2000, unsur-unsur yang terkait

dengan bagian teknik adalah infrastruktur, pengendalian produksi dan

pelayanan dan perbaikan. Organisasi harus menetapkan, menyediakan,

memelihara dan melakukan perbaikan infrastruktur untuk mencapai

kesesuaian terhadap persyaratan produk.

1) PKS Rambutan

PKS Rambutan memiliki infrastruktur yang cukup lengkap namun

belum terpelihara dengan baik. Beberapa infrastruktur seperti kamar mandi

(toilet) dan sarana air bersih untuk sanitasi karyawan kurang mendukung

dan kurang terpelihara, sedangkan infrastruktur lainnya, seperti bangunan,

88

Page 104: Proses CPO

ruang kerja, peralatan proses, pelayanan transportasi dan komunikasi

sudah memadai.

2) PMG Cap Sendok

PMG Cap Sendok saat ini sedang membangun sistem GMP (Good

Manufacturing Practice) sehingga saat ini infrastruktur yang dimiliki

sedang mengalami perbaikan secara menyeluruh. Secara umum,

infrastruktur yang dimiliki sudah mendukung dalam proses produksi.

Beberapa infrastruktur sedang dalam penyempurnaan, misalnya gudang,

ruang pengemasan, dan fasilitas sanitasi.

MANAJEMEN OPERASIONAL

Manajemen operasional terdiri dari bagian Quality Assurance (QA)

/Quality Control (QC), penelitian dan pengembangan/Research and development

(litbang/R&D), Production Planning and Inventory Control (PPIC), produksi

serta penggudangan bahan mentah dan produk jadi.

a. Quality Assurance (QA)/ Quality Control (QC)

QA atau jaminan mutu adalah istilah yang menyatakan keseluruhan

kegiatan yang terencana dan resmi yang memberikan kepercayaan bahwa

keluaran akan memenuhi tingkat mutu yang diinginkan, sedangkan QC atau

pengendalian mutu adalah keseluruhan kegiatan dan teknik dalam proses

untuk menciptakan karakteristik mutu tertentu. Kegiatan di atas mencakup

pemantauan, mengurangi kemungkinan perubahan atau perbedaan dan

penghilangan sebab-sebab yang diketahui (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996).

Unsur SMM ISO 9001:2000 yang terkait dengan QA/QC adalah

manajemen sumber daya (infrastruktur dan lingkungan kerja), realisasi produk

(perencanaan realisasi produk, desain dan pengembangan, proses pembelian,

produksi dan penyediaan jasa, serta pengendalian sarana pemantauan dan

pengukuran) dan pemantauan, analisa dan perbaikan (pemantauan dan

pengukuran proses, pemantauan dan pengukuran produk, pengendalian produk

yang tidak sesuai, analisis data dan perbaikan). Tabel 27 menunjukkan hasil

penilaian penerapan unsur-unsur ISO 9001:2000 pada manajemen operasi

bagian QA/QC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.

89

Page 105: Proses CPO

Tabel 27. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian QA/QC Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok

Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan

PMG Cap Sendok

6.3. Infrastruktur √ X 6.4. Lingkungan kerja √ √ 7.1. Perencanaan realisasi produk √ √ 7.3. Desain dan pengembangan √ X 7.4. Pembelian 7.4.1. Proses pembelian √ √ 7.5. Produksi dan penyediaan jasa √ √ 7.6. Pengendalian sarana pengukuran dan

pemantauan √ √

8.2. Pengukuran dan pemantauan 8.2.3. Pengukuran & pemantauan proses √ √ 8.2.4. Pengukuran & pemantauan produk √ √ 8.3. Pengendalian produk yg tidak sesuai √ √ 8.4. Analisis data √ √ 8.5. Perbaikan √ √

Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi

1) PKS Rambutan

PKS Rambutan memiliki infrastruktur QA/QC yang cukup lengkap

sesuai dengan analisis kebutuhan yang diperlukan. Unsur-unsur lain

mengenai QA/QC tersebut juga sudah terpenuhi dan terstandarisasi dengan

baik.

2) PMG Cap Sendok

PMG Cap Sendok saat ini sedang membangun sistem GMP (Good

Manufacturing Practice) sehingga saat ini infrastruktur yang dimiliki

sedang mengalami perbaikan secara menyeluruh. Ruang laboratorium

merupakan ruang yang perlu mendapat renovasi dan penambahan

peralatan laboratorium sehingga proses analisis mutu lebih baik lagi.

Unsur-unsur QA/QC lain sudah terpenuhi dan terdokumentasi dengan

baik.

b. Penelitian dan Pengembangan (Research and Development)

Unsur yang terkait dengan penelitian dan pengembangan adalah

perencanaan realisasi produk, proses yang berkaitan dengan pelanggan desain

dan pengembangan serta analisa data. Tabel 28 menunjukkan hasil penilaian

90

Page 106: Proses CPO

penerapan unsur-unsur ISO pada manajemen operasi bagian penelitian dan

pengembangan (research and development) di PKS Rambutan dan PMG Cap

Sendok.

Tabel 28. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penelitian dan Pengembangan (Research and

Development) di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Unsur-Unsur ISO PKS

Rambutan PMG Cap

Sendok 7.1. Perencanaan realisasi produk √ √ 7.2. Proses yang terkait dengan pelanggan √ √ 7.3. Desain dan pengembangan √ X 8.4. Analisis data √ √

Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi

1) PKS Rambutan

R&D di PKS Rambutan memiliki keterbatasan secara skala pabrik,

namun prosedur R&D ini tercakup lengkap berdasarkan skala pusat PTP.

Nusantara III mulai dari unsur perencanaan realisasi produk, proses yang

terkait dengan pelanggan, desain dan pengembangan, serta analisis data.

2) PMG Cap Sendok

R&D di PMG Cap Sendok belum berjalan dengan maksimal. Desain

dan pengembangan merupakan unsur yang belum mampu untuk

direalisasikan penuh oleh perusahaan. Hal ini berkaitan dengan belum

adanya bagian R&D secara khusus di perusahaan ini.

c. Production Planning and Inventory Control (PPIC)

Unsur yang terkait dengan PPIC adalah perencanaan realisasi produk,

proses yang berkaitan dengan pelanggan dan pengendalian produksi dan

penyediaan jasa. Tabel 29 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur

ISO pada PPIC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.

Tabel 29. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada PPIC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok

Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan

PMG Cap Sendok

7.1. Perencanaan realisasi produk √ √ 7.2. Proses yang terkait dengan pelanggan √ √ 7.5.1. Ketentuan pengendalian produksi dan

pelayanan √ √

91

Page 107: Proses CPO

Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi

1) PKS Rambutan

Unsur-unsur yang terkait dengan PPIC di PKS Rambutan secara

keseluruhan sudah terpenuhi dan berjalan dengan baik sesuai dokumen

yang sudah terstandarisasi dengan baik.

2) PMG Cap Sendok

PPIC di PMG Cap Sendok sudah memenuhi unsur-unsur ISO, yaitu

perencanaan realisasi produk, proses yang terkait dengan pelanggan, dan

ketentuan pengendalian produksi dan pelayanan. Keseluruhan unsur-unsur

di atas sudah berjalan dengan baik.

d. Produksi

Pengendalian produksi dan penyediaan jasa diidentifikasi dan mampu

telusur, pemeliharaan/penjagaan/pengawetan produk, pemantauan dan

pengukuran produk, dan pengendalian produk yang tidak sesuai. Tabel 30

menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO pada bidang

produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 30. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada

Bidang Produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Unsur-Unsur ISO PKS

Rambutan PMG Cap

Sendok 7.5.1. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa √ √ 7.5.3. Identifikasi dan mampu telusur √ √ 7.5.5. Penjagaan/pemeliharaan produk/pengawetan

produk √ √

8.2.4. Pengukuran & pemantauan produk √ √ 8.3. Pengendalian produk yg tidak sesuai √ √

Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi

1) PKS Rambutan

Unsur-unsur yang terkait dengan produksi sudah berjalan dengan

baik. Kesemuanya berjalan sesuai dengan dokumen prosedur yang

terstandarisasi.

92

Page 108: Proses CPO

2) PMG Cap Sendok

Seperti halnya PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga sudah

memenuhi keseluruhan unsur-unsur ISO 9001:2000 yang terkait dengan

produksi. Prosedur mengenai unsur-unsur ini juga sudah terdokumentasi

dengan baik.

e. Penggudangan

Penggudangan dilakukan untuk bahan baku/bahan mentah dan produk

akhir. Unsur yang terkait dengan penggudangan bahan mentah adalah

infrastruktur serta produksi dan penyediaan jasa. Penggudangan produk akhir

adalah infrastruktur, pengendalian produksi dan penyediaan jasa,

pemeliharaan/penjagaan/pengawetan produk dan pengendalian produk yang

tidak sesuai. Tabel 31 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur

ISO pada manajemen operasi bagian penggudangan di PKS Rambutan dan

PMG Cap Sendok.

Tabel 31. Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penggudangan di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok

Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan

PMG Cap Sendok

Penggudangan Bahan Mentah 6.3. Infrastruktur √ √ 7.5. Produksi dan Penyediaan jasa √ √

Penggudangan Produk Akhir 6.3. Infrastruktur √ √ 7.5.1. Pengendalian Produksi dan Penyediaan jasa √ √

7.5.5. Penjagaan/pemeliharaan produk/pengawetan produk

√ √

8.3. Pengendalian produk yang tidak sesuai √ √

Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi

1) PKS Rambutan

Mengenai unsur-unsur ISO yang terkait dengan pross penggudangan,

PKS Rambutan sudah memenuhi keseluruhan unsur-unsur ISO tersebut.

Hanya yang perlu mendapat perhatian adalah proses pemeliharaan dan

perawatan gudang saja.

93

Page 109: Proses CPO

2) PMG Cap Sendok

PMG Cap Sendok sudah memenuhi keseluruhan unsur-unsur ISO

yang terkait dengan proses penggudangan, hanya tinggal proses

pemeliharaan yang perlu mendapat perhatian, contohnya kebersihan dan

penerangan di dalam gudang bahan penolong (Bleaching earth dan

Phosporic acid) yang belum memadai. Selain hal tersebut, keberadaan

hama (seperti serangga, tikus, dan lain-lain) perlu mendapat perhatian

dalam hal pencegahan.

94

Page 110: Proses CPO

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN (SMKP) HACCP

Penilaian penerapan SMKP HACCP industri pengolahan kelapa sawit dan

minyak goreng menggunakan beberapa peubah penelitian, yaitu kebijakan mutu,

organisasi, persyaratan dasar operasi, persyaratan dasar produk, penerapan prinsip

HACCP dan penanganan konsumen. Hasil penilaian penerapan sistem keamanan

pangan HACCP dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Penilaian Penerapan SMKP HACCP Unsur-unsur HACCP PKS

Rambutan PMG Cap

Sendok 1. Kebijakan mutu X √ 2. Organisasi 2.1. Tim HACCP - √ 2.2. Struktur organisasi - √ 2.3. Bidang kegiatan √ √ 2.4. Personil dan pelatihan X X 3. Deskripsi produk :

Nama produk, komposisi, cara penyiapan dan penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa, cara penyimpanan, sasaran konsumen, cara distribusi, dll

4. Persyaratan Dasar 4.1. GMP X X 4.2. SSOP X X 5. Bagan Alir Proses √ √ 6. Prinsip HACCP 5.1. Analisa bahaya X √ 5.2. Penetapan CCP (jumlah CCP) X √ 5.3. Penetapan batas kritis (metode, dan

penetapannya) √ √

5.4. Penetapan sistem monitoring √ √ 5.5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan √ √ 5.6. Penetapan verifikasi √ √ 5.7. Catatan dan dokumentasi √ √ 7. Sistem Penyimpanan Catatan √ √ 8. Prosedur Verifikasi √ √ 9. Prosedur Pengaduan konsumen √ √ 10. Prosedur recall √ √ 11. Perubahan Dokumen/Revisi/Amandemen √ √

Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi

95

Page 111: Proses CPO

KEBIJAKAN MUTU

Kebijakan mutu adalah suatu pernyataan dari manajemen puncak yang

menunjukkan komitmennya untuk menetapkan, menerapkan dan memelihara

sistem HACCP dalam rangka mencapai tingkat mutu dan keamanan yang tinggi

dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan (SNI, 1999). Penisella et al. (1999)

mengungkapkan hasil survei yang dilakukan 127 perusahaan makanan yang sudah

menerapkan HACCP di Inggris, bahwa beberapa alasan dukungan manajemen

pada penerapan HACCP, yaitu untuk meningkatkan keamanan produk yang

dihasilkan (50%), memenuhi tekanan konsumen (37,5%), memenuhi persyaratan

hukum (31,3%), mengikuti tren yang berkembang (15,6%), dan 3,1% lainnya

karena membaca jurnal/buku.

Corlett (1998) menyatakan bahwa dukungan manajemen adalah hal yang

sangat penting dalam penerapan HACCP. Terdapat beberapa faktor yang dapat

mendorong manajemen untuk memberikan dukungan dan komitmennya dalam

menerapkan HACCP, seperti dijelaskan di bawah ini :

a. Ditemukannya bahaya pada produk, pada batas yang tidak dapat diterima

yang mengindikasikan bahwa sistem keamanan pangan yang dijalankan

tidak efektif, adanya produk return, dan keluhan dari konsumen yang

menyebabkan kerugian dan hilangnya pasar.

b. Adanya desakan dari konsumen agar perusahaan menerapkan HACCP.

c. Peraturan yang mensyaratkan perusahaan mengembangkan dan menerapkan

HACCP, terutama produk daging dan perikanan.

d. Produk yang dihasilkan akan dipasarkan di luar negeri dan memerlukan

persyaratan HACCP.

Penerapan HACCP memerlukan waktu, kesiapan infrastruktur dan faktor

pendukung seperti GMP dan SSOP, yang keseluruhannya merupakan bagian dari

dukungan penuh manajemen puncak untuk menerapkan SMKP. Menurut Mayes

(1994), penerapan HACCP bukan pekerjaan semalam karena meliputi evaluasi

teknis secara rinci terhadap proses dan produk serta membutuhkan dukungan dan

komitmen manajemen disamping pengalaman untuk menganalisis bahaya dan

mengembangkan prosedur pengendalian dan pemantauan.

96

Page 112: Proses CPO

a) PKS Rambutan

PKS Rambutan memiliki kebijakan mutu yang hanya memenuhi sebagian

dari yang dipersyaratkan oleh HACCP. Kebijakan mutu yang ditetapkan oleh

PKS Rambutan belum menyatakan secara spesifik tentang kebijakan terhadap

keamanan produk yang dihasilkan bagi konsumen. Selain itu, kebijakan yang

ditetapkan manajemen puncak belum sepenuhnya diikuti dengan penyediaan

faktor-faktor pendukung penerapan HACCP seperti GMP dan SSOP.

b) PMG Cap Sendok

PMG Cap Sendok memiliki kebijakan mutu yang telah memenuhi materi

yang dipersyaratkan oleh HACCP. Aspek keamanan pangan sudah tercantum

dalam kebijakan mutunya.

ORGANISASI

Dalam SMKP HACCP, manajemen harus menetapkan uraian tentang

sistem tanggung jawab, wewenang, fungsi, struktur organisasi dan personil yang

bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produk. Dalam hal ini,

manajemen membentuk suatu tim HACCP yang terdiri dari beberapa personil

yang memiliki latar belakang berbagai disiplin ilmu untuk menjamin bahwa

pengetahuan dan keahlian spesifik tertentu tersedia untuk pengembangan program

HACCP efektif. Dalam organisasinya tercakup pembentukan tim HACCP,

struktur organisasi, bidang kegiatan, serta personalia dan pelatihan.

a) PKS Rambutan

Manajemen puncak PKS Rambutan telah menetapkan uraian tentang

sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personil di dalam struktur

organisasi dan deskripsi kerja, namun belum memenuhi persyaratan organisasi

yang diinginkan oleh HACCP secara keseluruhan karena perusahaan ini tidak

memiliki tim HACCP. Pelatihan-pelatihan bagi karyawan telah dilakukan

namun belum merupakan pelatihan mengenai sistem HACCP.

b) PMG Cap Sendok

Sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personalia di dalam

struktur organisasi dan deskripsi kerja di PMG Cap Sendok telah terurai

dengan baik. Tim HACCP, struktur organisasi, bidang kegiatan, serta

97

Page 113: Proses CPO

personalia untuk sistem HACCP sudah terbentuk, namun untuk pelatihannya

masih belum terlaksana sepenuhnya kepada semua pekerja.

DESKRIPSI PRODUK

Dalam penerapan HACCP, perusahaan harus menetapkan deskripsi produk

dan rencana penggunaan produk. Deskripsi produk berisi penjelasan dan

spesifikasi produk akhir yang mencakup nama produk/nama dagang, komposisi

produk, cara penyiapan dan penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa, cara

penyimpanan, sasaran konsumen, cara distribusi, dan lain-lain.

a) PKS Rambutan

PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) memproduksi

CPO tanpa merek dan tanpa kemasan karena dijual langsung ke konsumen

yaitu industrial buyer dengan memakai truk tangki CPO, sedangkan CPO

yang akan diekspor ditimbun pada tangki timbun bersama di Belawan melalui

Kereta Api. Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit dari pemasok disortasi

sehingga mutu TBS sesuai dengan standar fraksi kriteria matang TBS yaitu

fraksi 1 sampai 5 dan brondolan. TBS tersebut kemudian direbus, dipress,

dilakukan pemurnian, lalu disimpan pada tangki timbun untuk menghasilkan

Crude Palm Oil (CPO). Sedangkan proses pengolahan kernel dimulai setelah

tahap pengempaan, dimana ampas pressan berupa biji TBS dan serabut.

Selanjutnya, biji dan serabut dipisah, lalu biji dipecah, dikeringkan, diperam,

kemudian ditimbun di gudang penimbunan.

CPO merupakan produk yang tidak langsung dikonsumsi manusia, tapi

merupakan bahan baku dalam pembuatan olein, stearin, glycerin, sabun, dan

sebagainya, oleh karena itu perlu adanya pengolahan lebih lanjut baru bisa

dikonsumsi manusia. Kernel juga merupakan produk yang tidak dapat

langsung dikonsumsi manusia, tetapi merupakan bahan baku dalam

pembuatan minyak inti sawit, sehingga perlu adanya pengolahan lebih lanjut

untuk dapat dikonsumsi manusia.

CPO tidak dikemas dalam bahan pengemas, tapi disimpan dalam storage

tank pada suhu 50-60 oC. Kernel tidak boleh terkena air atau bebas dari

kelembaban O2. Sasaran pengguna/konsumen CPO dan kernel adalah industri-

98

Page 114: Proses CPO

industri oleopangan, oleokimia, farmasi, yang menggunakan CPO sebagai

bahan bakunya. CPO dijual secara ekspor dan lokal, dimana ekspor melalui

Kantor Penjualan Bersama (KPB), sedangkan kernel hanya dijual di lokal saja.

b) PMG Cap Sendok

PT. Astra Agro Lestari, Tbk memproduksi minyak goreng (olein) dengan

merek Cap Sendok, Palmeco dan minyak goreng curah (bulking). Minyak

goreng Cap Sendok dan Palmeco sebenarnya memiliki proses produksi dan

standar mutu yang sama. Yang membedakan keduanya adalah tujuan

pemasarannya. Minyak goreng Cap Sendok dipasarkan di dalam negeri,

sedangkan merek Palmeco dipasarkan ke luar negeri (ekspor).

Minyak goreng Cap Sendok diproses dari minyak kelapa sawit murni

(CPO) dengan standar produk yang ingin dicapai adalah iodine value (60,00

meq min), cloud point (7,0 oC maks), stability (9–15 jam), FFA (0,06–0,08

%), dan visual (bening dan tidak ada benda asing). Minyak goreng Cap

Sendok dikemas dalam kemasan primer dan sekunder, dimana kemasan

primer berupa botol plastik jenis PET dan kemasan sekunder berupa kardus

serta disimpan pada suhu ruangan. Minyak goreng yang dikemas tersebut

didistribusikan menggunakan container barang ke toko dan supermarket.

PERSYARATAN DASAR

Persyaratan dasar (Prerequisite) adalah suatu persyaratan teknis yang harus

dimiliki dan dipenuhi oleh suatu perusahaan yang akan memulai proses produksi

dan menerapkan HACCP. Persyaratan ini berupa peraturan teknis proses produksi

dan penerapan HACCP, dan dalam operasionalisasinya diwujudkan dalam standar

prosedur operasi (SPO) atau dalam bentuk dokumentasi lainnya. Persyaratan dasar

tersebut adalah sistem sanitasi/ sanitation standard operating procedures (SSOP)

dan diterapkannya cara-cara berproduksi yang baik atau GMP (Good

Manufacturing Practice).

99

Page 115: Proses CPO

Good Manufacturing Practice (GMP)

Sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No 23/MEN/SK/I/1978 mengenai

pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan, pedoman ini mencakup

lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, alat produksi, bahan, proses pengolahan,

produk akhir, laboratorium, personil, kemasan, label dan penyimpanan. Berikut

ini dijelaskan penerapan GMP di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.

PKS Rambutan sebagai bagian dari PT. Perkebunan Nusantara III,

walaupun sudah memiliki sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 dan

Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14000 namun belum memenuhi sebagian

persyaratan GMP sebagai persyaratan dasar HACCP. Prinsip-prinsip GMP belum

dilaksanakan sesuai dengan standar yang seharusnya. Kegiatan sanitasi

dilaksanakan sesuai dengan pengalaman yang biasa dilakukan.

PMG Cap Sendok belum memiliki sertifikat sistem manajemen mutu ISO

9001:2000 dan sistem manajemen lingkungan ISO 14000. Demikian pula halnya

untuk sistem manajemen keamanan pangan HACCP, walaupun sebagian besar

unsur-unsurnya telah dipenuhi dan dilaksanakan, namun belum memiliki

sertifikasi HACCP. Sebagaimana halnya dengan PKS Rambutan, prinsip-prinsip

GMP sebagai prasyarat sistem HACCP di PMG Cap Sendok masih belum

sepenuhnya sesuai dengan standar yang ada.

1) Lokasi

a) PKS Rambutan

Lokasi PKS Rambutan, berada di jalur trans Medan - Siantar yang

sangat strategis, karena berada tidak jauh dari jalan raya. PKS berada di

kawasan areal perkebunan kelapa sawit yang jauh dari sumber pencemaran

seperti areal persawahan, pembuangan sampah, dan perumahan penduduk.

Lokasi bangunan juga dilengkapi oleh sarana penunjang seperti, sarana

penyediaan air bersih dan sarana pembuangan limbah yang dikelola

dengan baik oleh perusahaan sendiri.

b) PMG Cap Sendok

PMG Cap Sendok berada di jalur trans Medan – Siantar yang tidak

jauh dari jalan raya. Lokasi pabrik tidak sesuai dengan standar GMP,

dimana pabrik ini berada di daerah perumahan padat penduduk dan

100

Page 116: Proses CPO

disekitar jalan masuk pabrik banyak terdapat sampah-sampah yang berasal

dari pembuangan limbah rumah tangga. Jalan masuk menuju pabrik sudah

rusak, dimana banyak jalan yang berlubang sehingga tergenang air pada

saat hujan dan saat hari panas banyak debu dan terlihat kotor. Disamping

pabrik minyak goreng terdapat pabrik pengolahan kopi menjadi minuman

kopi instan, dimana sangat jelas terlihat bahwa arah pembuangan asap

pembakarannya mengarah ke pabrik minyak goreng. Dampaknya sangat

tidak baik karena dikhawatirkan PAH (polyaromatic hydrocarbon) yang

dari pembakaran pabrik kopi menjadi kontaminan untuk pabrik minyak

goreng.

Di dalam pabrik minyak goreng Cap Sendok sendiri terdapat

pekarangan yang tidak terpelihara dengan baik. Selain itu terdapat rumah-

rumah kecil yang sudah tidak layak huni yang menjadikannya terlihat

kotor.

2) Bangunan

Bangunan merupakan salah satu faktor penting dalam menjalankan suatu

kegiatan industri terutama industri pengolahan pangan. Unsur-unsur yang

perlu diperhatikan dalam bangunan adalah tata ruang, lantai, atap dan langit-

langit, pintu, jendela, penerangan, dan ventilasi atau pengatur suhu.

a) PKS Rambutan

Tata ruang bangunan terdiri dari ruangan produksi dan ruang kantor

yang terpisah sehingga tidak mengganggu proses produksi CPO dan tidak

mengakibatkan pencemaran CPO. Susunan ruangan proses produksi diatur

sesuai dengan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu

lintas kerja yang simpang-siur dan tidak mengakibatkan pencemaran

terhadap CPO. Ruangan proses pengolahan dan ruang pelengkap (gudang,

laboratorium, bengkel, dan lain-lain) terletak terpisah, hal ini menjaga

kontaminasi bahan dan peralatan lain. Luas masing-masing ruang

pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan jenis, kapasitas

produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja.

Lantai yang dipersyaratkan dalam GMP berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan RI No : 23/Men.Kes/SK/I/1978 harus rapat air, tahan

101

Page 117: Proses CPO

terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata

dan halus tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan serta memiliki

kelandaian yang cukup ke arah saluran pembuangan air. Kondisi lantai di

unit pengolahan tidak sepenuhnya sesuai dengan persyaratan GMP

menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 23/Men.Kes/SK/I/1978.

Lantai di unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam,

dan bahan kimia lainnya, permukaan tidak rata, tidak halus dan tidak licin

namun mudah dibersihkan sesuai standar kebersihan PKS serta memiliki

kelandaian yang cukup kearah saluran pembuangan air.

Bangunan unit pengolahan tidak memiliki dinding karena merupakan

bangunan semi terbuka, dimana atasnya memiliki atap dan disetiap sisi

samping tidak memiliki dinding. Hal tersebut dimaksudkan agar ruangan

unit pengolahan memiliki penerangan dan udara yang cukup sehingga para

pekerja nyaman untuk bekerja. Dinding kamar mandi merupakan bagian

yang perlu mendapat perhatian untuk segera diperbaiki karena sudah

mengelupas dan terlihat sangat kotor.

Atap di unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap air,

namun ada beberapa bagian seng yang terlihat bocor sehingga

memungkinkan air untuk masuk ke ruangan unit pengolahan. Untuk

bangunan pelengkap, kamar mandi merupakan bagian yang perlu untuk

mendapat renovasi, baik bagian dinding, lantai, atap dan langit-langit,

pintu serta ventilasi, mengingat kamar mandi sudah banyak bagian-

bagiannya yang rusak.

Bangunan yang digunakan sebagai pabrik dan kantor di PKS

Rambutan sesuai dengan persyaratan teknik dan higienis, dimana

bangunan mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan

mudah dipelihara. Perawatan dan pemeliharaan untuk bangunan juga

tertuang dalam prosedur dan instruksi kerja.

b) PMG Cap Sendok

Lokasi pabrik minyak goreng di PMG Cap Sendok memiliki

bangunan dengan ruangan pokok dan ruangan pelengkap yang masing-

masing terpisah letaknya. Ruangan pelengkap merupakan ruangan

102

Page 118: Proses CPO

pengolahan mulai dari bahan baku hingga produk akhir, sedangkan ruang

pelengkap merupakan ruangan lain yang mendukung proses pengolahan

seperti kantor, bengkel, gudang, toilet, laboratorium, dan lain-lain.

Tata letak susunan ruangan unit pengolahan dan ruang pelengkap

diatur sedemikian rupa dan berdasarkan urutan proses produksi sehingga

tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang-siur dan tidak

mengakibatkan kontaminasi silang (cross contaminant). Luas masing-

masing ruang pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan

jenis, kapasitas produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja. Hanya pada

ruangan bengkel, pekerja merasa ruangan tersebut terlalu sempit sehingga

sering kali para pekerja memperbaiki peralatan hingga keluar batas

ruangan bengkel, padahal itu merupakan jalan yang sering dilalui oleh

pekerja lainnya.

Lantai pada ruangan unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air,

garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata dan halus,

tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan dan memiliki kelandaian yang

cukup kearah saluran pembuangan air, demikian juga halnya dengan

ruangan pelengkap.

Dinding pada ruangan pengolahan terdiri dari tiga bagian yang

bersusun keatas, dimana bagian pertama terbuat dari beton dengan tinggi

lebih dari 20 cm diatas permukaan lantai yang rapat air. Susunan kedua

dan ketiga terbuat dari seng yang semi tertutup karena ada celah terbuka

antara dinding susunan pertama dengan kedua dan ketiga.

Atap bangunan unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap

air dan mudah diperbaiki ataupun diganti bila terjadi kerusakan atau

kebocoran. Tinggi dari lantai lebih dari 3 meter sesuai persyaratan GMP.

Pintu di bagian unit pengolahan merupakan pintu yang terbuat dari bahan

tahan lama, permukaan tidak rata, tidak halus, berwarna terang dan mudah

dibersihkan, dapat ditutup dengan baik, serta membuka keluar. Bangunan

unit pengolahan tidak memiliki jendela karena bangunan tersebut

merupakan bangunan semi tertutup.

103

Page 119: Proses CPO

Untuk penerangan, bangunan unit pengolahan termasuk bangunan

yang kurang penerangan karena di beberapa sudut ruangan pengolahan

terlihat agak gelap. Indikator ini ditunjukkan dengan agak sulitnya

membedakan jenis warna di beberapa ruang dalam stasiun pengolahan.

3) Fasilitas sanitasi

a) PKS Rambutan

Fasilitas sanitasi terdiri dari sarana penyediaan air, sarana

pembuangan (sisa dan limbah), sarana toilet, dan sarana cuci tangan. PKS

Rambutan belum mengelola fasilitas sanitasi dengan baik. Penyediaan

sarana cuci tangan dan sabun belum terdapat di lingkungan proses

pengolahan. Kamar mandi (toilet) juga sangat tidak memadai, dimana bak

air sudah pecah-pecah, berjamur dan berlumut. Air yang tersedia juga

tidak memadai untuk membersihkan anggota tubuh sebelum dan sesudah

bekerja. Hal ini merupakan persoalan yang menjadi keluhan karyawan

karena ketidaknyamanan bagi karyawan untuk membersihkan diri di

kamar mandi.

b) PMG Cap Sendok

Di PMG Cap Sendok fasilitas sanitasi sudah dikelola dengan cukup

baik. Sarana penyediaan air, sarana pembuangan (sisa dan limbah), sarana

toilet, dan sarana cuci tangan sudah tersedia dengan SOP yang tertera di

masing-masing tempat. Jumlah karyawan dengan fasilitas sanitasi yang

ada telah sesuai sehingga karyawan tidak perlu mengantri dalam

menggunakan fasilitas tersebut. Di dalam ruang ganti pakaian terdapat

loker untuk menyimpan barang-barang karyawan dan tempat untuk

menyimpan pakaian ganti.

4) Peralatan produksi

a) PKS Rambutan

Peralatan yang dipergunakan di PKS Rambutan sudah memadai,

dimana peralatan yang digunakan dalam keadaan baik dan mencukupi

untuk proses pengolahan. Peralatan produksi sudah sesuai dengan

persyaratan teknik yaitu sesuai dengan jenis produksi. Standar prosedur

untuk pembersihan dan perawatan peralatan secara berkala juga sudah

104

Page 120: Proses CPO

tersedia dan tertuang dalam prosedur dan instruksi kerja yang

terdokumentasi dan terstandarisasi.

b) PMG Cap Sendok

Di PMG Cap Sendok, peralatan yang digunakan sudah sesuai dengan

jenis produksi yang jumlahnya juga mencukupi. Kendala pada peralatan

adalah usianya yang sudah tua sehingga kinerja mesin dan peralatannya

menjadi berkurang. Prosedur kerja dan pemeliharaan mesin dan peralatan

tersebut sudah terdokumentasi dengan baik.

5) Bahan

a) PKS Rambutan

Bahan baku dan bahan pelengkap telah mengalami proses

pemeriksaan oleh pihak laboratorium dan sortasi. Bahan baku yang berupa

TBS telah disortasi dan dianalisa mutunya sehingga yang diterima sesuai

dengan kriteria kematangan TBS, persyaratan mutu dan komposisi panen

yang sudah ditetapkan perusahaan yang terdokumentasi dan

terstandarisasi.

b) PMG Cap Sendok

Bahan baku dan bahan penolong yang digunakan telah memenuhi

standar mutu dan persyaratan yang ditetapkan oleh manajemen karena

telah terlebih dahulu mengalami pemeriksaan secara fisika dan kimia.

Bahan-bahan tersebut juga harus memiliki CoA (Certificate of Analysis)

dan sertifikat halal dari pemasok sehingga bahan baku dan bahan penolong

benar-benar terjamin dengan baik.

6) Proses Pengolahan

a) PKS Rambutan

Proses pengolahan dilaksanakan sesuai standar prosedur yang

didokumentasikan dalam instruksi kerja (IK) bagian teknologi dan IK

bagian teknik. Pada IK bagian teknologi ini, instruksi kerja proses

pengolahan terdiri dari Penerimaan TBS di Pabrik Kelapa Sawit, Sortasi

TBS Kelapa Sawit, Analisa TBS, Pengolahan Kelapa Sawit, Pengendalian

Proses dan Mutu Produksi PKS, Serah Terima Jaga Pabrik, Analisa

Kehilangan Minyak dan Inti Sawit, Standar Mutu Minyak Sawit dan Inti

105

Page 121: Proses CPO

Sawit, Penyimpanan Produksi, Pengolahan Air Kebutuhan Pabrik, dan

Pembelian dan Pengolahan TBS Kelapa Sawit Pihak Ketiga. Pada IK

bagian teknik instruksi kerja yang terkait dengan proses pengolahan terdiri

dari Perencanaan dan Pelaksanaan kegiatan teknik, pengawasan

pengendalian pekerjaan, kapasitas pabrik, penertiban inventaris, evaluasi

kinerja peralatan pabrik, pemakaian kWh dan BBM, pemeliharaan mesin

dan instalasi PKS, instalasi listrik, menjalankan dan memberhentikan

mesin PKS, pengoperasian / inspeksi / pengawetan ketel uap,

pengoperasian turbin uap dan genset, tera ulang timbangan, pengoperasian

dan pemeliharaan alat angkut, road grader, traktor, excavator, trailer,

mesin-mesin, gergaji, dan kalibrasi.

Masing-masing tahapan proses pengolahan memiliki formula dasar

yang menyebutkan jenis bahan yang digunakan, baik bahan baku dan

bahan penolong serta persyaratan mutunya. Untuk setiap satuan

pengolahan memiliki instruksi kerja tertulis yang menyebutkan jumlah

bahan dan alat yang digunakan, tahap-tahap rincian kerja, langkah-langkah

yang perlu diperhatikan selama pengolahan dengan mengingat faktor suhu,

kelembaban, tekanan, dan lain-lain, sehingga tidak mengakibatkan

kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat pelindung diri, hal-hal

emergency yang perlu diperhatikan selama pengolahan, serta hal lain yang

dianggap perlu. Setiap proses pengolahan selalu dipantau dan diperiksa

oleh petugas pengolahan di bagian produksi, dimana hasil pemantauan

didokumentasikan dalam laporan kerja manual book.

b) PMG Cap Sendok

Seperti halnya di PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga memiliki

instruksi kerja yang menguraikan tahap-tahap rincian kerja, langkah-

langkah yang perlu diperhatikan selama pengolahan dengan mengingat

faktor suhu, kelembaban, tekanan, dan lain-lain, sehingga tidak

mengakibatkan kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat

pelindung diri, hal-hal emergency yang perlu diperhatikan selama

pengolahan, serta hal lain yang dianggap perlu. Instruksi kerja yang ada di

106

Page 122: Proses CPO

PMG Cap Sendok ini belum sepenuhnya lengkap seperti pada PKS

Rambutan yang sudah terdokumentasi dan tersertifikasi dengan baik.

7) Produk akhir

a) PKS Rambutan

PKS Rambutan menetapkan standar mutu produk akhir CPO yang

dihasilkan, dan standar mutu untuk produk CPO dan kernel dapat dilihat

pada lampiran 10. Standar mutu ini terdokumentasi pada prosedur mutu

dan IK (instruksi kerja) yang sudah terstandarisasi.

CPO dan kernel yang akan dipasarkan terlebih dahulu dilakukan

pengujian fisik dan kimia di laboratorium internal dan eksternal sehingga

produk CPO yang akan dipasarkan diketahui mutunya. Pengujian mutu di

laboratorium internal terdiri dari kadar air, kadar kotoran dan FFA,

sedangkan jika diperlukan analisa parameter mutu yang lain seperti DOBI,

PV, IV, dan lain-lain maka pengujiannya dilakukan di laboratorium

eksternal atau lembaga pemeriksa mutu di luar laboratorium PKS

Rambutan.

b) PMG Cap Sendok

Produk akhir yang berupa minyak goreng merek Cap Sendok

memiliki persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan, yang sesuai

dengan standar mutu minyak goreng di Indonesia (SNI). Produk akhir dan

produk samping yang dihasilkan, sebelum didistribusikan ke masyarakat

terlebih dahulu mengalami pemeriksaan baik fisik, kimia maupun

mikrobiologi, sehingga aman untuk dikonsumsi. Standar mutu minyak

goreng cap Sendok yang dihasilkan PMG Cap Sendok dapat dilihat pada

Lampiran 11.

8) Laboratorium

a) PKS Rambutan

PKS Rambutan memiliki laboratorium yang terdiri dari tiga ruangan,

masing-masing adalah ruang inventaris laboratorium, ruang analisis

minyak dan ruang analisis limbah dan air. Laboratoriumnya sudah

memadai untuk skala PKS. Analisa yang dilakukan di laboratorium ini

terdiri dari analisa kadar air, kadar kotoran, FFA (baik TBS maupun CPO),

107

Page 123: Proses CPO

lossis minyak sawit, lossis inti (kernel), analisa mutu air umpan boiler, dan

analisa limbah. Hasil analisa tersebut didokumentasikan dalam log book

laporan kinerja analisa mutu. Adapun contoh laporan kinerja analisa mutu

dapat dilihat pada lampiran 12.

b) PMG Cap Sendok

Laboratorium yang dimiliki oleh PMG Cap Sendok merupakan

bagian yang dirasakan kurang oleh pihak manajemen sendiri, mengingat

ruangan laboratorium yang cukup sempit dan fasilitas yang kurang

lengkap dalam mendukung analisis hasil produk. Analisis mutu yang

dilakukan adalah analisis mutu bahan baku CPO, bahan penolong, dan

produk akhir. Menurut Asisten QA, analisis mutu yang lebih spesifik dan

beragam lebih banyak dilakukan di luar laboratorium sendiri dengan

pengeluaran dana yang cukup besar, seperti di PPKS.

9) Higiene Karyawan

a) PKS Rambutan

Seluruh personil yang berhubungan langsung dengan produksi CPO

dan kernel ataupun karyawan yang bekerja di pabrik seharusnya

mengenakan pakaian kerja yang telah ditetapkan perusahaan seperti baju,

sarung tangan, tutup kepala, penutup mulut, penutup telinga, dan sepatu

kerja. Tetapi di PKS Rambutan, permasalahan yang masih dan sering

ditemukan adalah ketidakkonsistenan dalam menggunakan APD (alat

pelindung diri) yang ada. Pada standar prosedur operasi (SOP), hal

tersebut penting untuk digunakan, tetapi masih banyak karyawan yang

lalai untuk menggunakannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan para

pekerja, perlengkapan peralatan tersebut disediakan oleh perusahaan,

tetapi pekerja malas menggunakannya. Ini merupakan ketidaktegasan

pihak manajemen untuk mengawasi karyawannya dalam mematuhi

peraturan yang sudah dibuat padahal peraturan tersebut sudah

terstandarisasi dalam SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja).

Kebiasaan karyawan yang buruk terutama pada unit sortasi juga

sangat berpengaruh pada kualitas CPO, seperti merokok, mengupil dan

108

Page 124: Proses CPO

lain-lain. Sepatu yang tidak higienis karena dipakai diluar produksi juga

dapat membawa kontaminan dari luar, contohnya debu. Pekerja yang

dalam keadaan sakit tidak diperkenankan masuk kerja, apalagi kondisi

dengan penyakit yang menular. Check up kesehatan pekerja pada bagian

pengolahan dilakukan minimal dua kali setahun.

b) PMG Cap Sendok

Karyawan yang berhubungan langsung dengan proses pengolahan

memiliki pakaian seragam yang khusus untuk karyawan bagian

pengolahan. Beberapa karyawan yang memang wajib mengenakan sarung

tangan, masker, penutup kepala, dan pelindung lainnya, mengenakannya

disaat bekerja. Khusus bagian pengemasan, karyawan harus mencuci

tangan sebelum dan sesudah bekerja, dan memakai pakaian khusus saat

masuk ke ruang pengemasan.

Mengenai kesehatan karyawan, pihak perusahaan tidak

memperbolehkan karyawan yang sedang sakit untuk bekerja, namun tidak

ada check up khusus secara berkala dari pihak perusahaan untuk karyawan.

Pihak manajemen melarang karyawan untuk melakukan kebiasaan yang

buruk saat bekerja, seperti merokok, mengupil, mengunyah makanan dan

minuman saat bekerja, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kontaminasi

terhadap produk.

10) Wadah dan Pembungkus

a) PKS Rambutan

PKS Rambutan memproduksi crude palm oil, yang tidak dikemas

melainkan dipasarkan dalam bentuk cair dalam drum dan tangki yang

khusus untuk CPO.

b) PMG Cap Sendok

Minyak goreng Cap Sendok dikemas dengan botol dan jerigen.

Wadah/kemasan ini dibuat dari bahan jenis PET yang tidak melepaskan

bagian atau unsur yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi

mutu produk, dapat mempertahankan mutu isinya terhadap pengaruh dari

luar, tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan, dan

109

Page 125: Proses CPO

peredaran, serta telah dibersihkan dan dilakukan tindakan sanitasi sebelum

dikemas.

11) Label

a) PKS Rambutan

CPO tidak dikemas dengan wadah, sehingga tidak memiliki label

pada kemasannya.

b) PMG Cap Sendok

Label pada kemasan minyak goreng Cap Sendok terdiri atas nama

merek, komposisi, volume isi (netto), saran penyajian, tanggal kadaluarsa,

kode produksi, informasi nilai gizi, sertifikat halal, kode MD, dan nama

perusahaan yang memproduksi. Label kemasan sudah sesuai dengan yang

disyaratkan oleh Menteri Kesehatan tentang pelabelan.

12) Penyimpanan

a) PKS Rambutan

Penyimpanan menggunakan sistem FIFO (First In First Out), artinya

setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih

dahulu akan digunakan dan didistribusikan terlebih dahulu. Tangki dan

gudang penyimpanan dipelihara kebersihannya sesuai standar prosedur

dan instruksi kerja yang terstandarisasi.

Bahan baku berupa TBS disimpan di loading ramp, dimana loading

ramp ini dijaga kebersihannya dari tanah, pasir, sampah-sampah kebun

setiap saat selama jam kerja. Bahan penolong lain, seperti Asam sulfat

(H2SO4), Aluminium sulfat, NaOH, NALCO 724, NALCO 8173 PULV,

NALCO 7203, NALCO 2811 PULV, NALCO 214, dan lain-lain disimpan

di gudang penyimpanan masing-masing tempat secara terpisah. Bahan

yang berkaitan dengan analisis laboratorium disimpan di ruang

laboratorium tempat penyimpanan. CPO sebagai produk akhir disimpan di

storage tank dengan suhu yang harus dijaga antara 50 oC–60 oC.

b) PMG Cap Sendok

Bahan baku disimpan dalam storage tank yang khusus untuk CPO

dan bahan penolong lainnya disimpan di masing-masing gudang yang

terpisah. Seperti halnya di PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga

110

Page 126: Proses CPO

menetapkan sistem penyimpanan secara FIFO (First In First Out), artinya

setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih

dahulu akan digunakan terlebih dahulu. Masing-masing bahan yang akan

disimpan dan digunakan memiliki catatan yang berisi nama bahan, tanggal

penerimaan, asal, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, jumlah

pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan.

13) Pemeliharaan

a) PKS Rambutan

Kegiatan pemeliharaan di pabrik yang terdiri dari sarana pengolahan,

sarana kantor dan lain-lain sudah dilakukan dengan baik. Prosedur

pemeliharaan ini terangkum jelas dalam standar prosedur yang tertuang

dalam instruksi kerja (IK). Instruksi kerja yang berkaitan dengan

pemeliharaan adalah kebersihan pabrik, pemeliharaan PKS yang terdiri

dari pemeliharaan/perawatan mesin & instalasi PKS,

pemeliharaan/perawatan instalasi listrik, pengawetan ketel uap dan bejana

uap, pemeliharaan peralatan PKS serta alat angkut bahan baku dan produk.

Limbah ataupun buangan yang bersifat padat, cair, dan gas sudah

dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan pencemaran

lingkungan. Yang perlu mendapat perhatian dalam pemeliharaan adalah,

tidak adanya prosedur operasi untuk pencegahan masuknya serangga,

binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta

pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat dengan

menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida.

Kebersihan lingkungan di proses pengolahan juga perlu mendapat

perhatian. Pada loading ramp terlihat kotor, dimana masih banyak terdapat

tanah dan pasir yang cukup tebal pada lantainya. Di stasiun perebusan juga

masih kotor, dimana berserakan tumpahan brondolan, sisa minyak dan air

kondensat dari lori, tanah dan pasir. Pada stasiun penebahan, salah satu

alat digester bocor yang mengakibatkan tumpahan minyak yang tercecer di

lantai stasiun penebahan. Pada stasiun pengolahan kernel, terlihat

berserakan dan berterbangan serat-serat halus mesocarp sehingga

111

Page 127: Proses CPO

mengotori lantai dan mengganggu kesehatan karyawan karena dapat

terhirup dan terkena mata.

b) PMG Cap Sendok

Bangunan dan bagian-bagiannya dipelihara secara teratur dan

berkala, hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik.

Alat dan perlengkapan yang dipergunakan dibersihkan dan dilakukan

tindak sanitasi secara teratur sehingga tidak menimbulkan pencemaran

terhadap produk akhir. Alat pengangkutan dan alat pemindahan barang

dalam bangunan unit produksi selalu bersih dan tidak merusak barang

yang diangkut atau dipindahkan baik bahan baku, bahan tambahan, bahan

penolong, serta produk akhir. Alat pengangkutan untuk mengedarkan

produk akhir selalu bersih dan dapat melindungi produk baik fisik maupun

mutunya sampai ke tempat tujuan.

Limbah padat dan limbah cair dikelola dengan baik sebelum dibuang.

Hal yang belum terangkum jelas dalam prosedur operasi untuk

pemeliharaan ini adalah prosedur dalam pencegahan masuknya serangga,

binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta

pembasmian mikroorganisme, serangga dan binatang pengerat dengan

menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida.

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)

Menurut Corlett (1998), SSOP adalah prosedur tertulis yang harus

digunakan oleh produsen pangan dalam melaksanakan produksi dan sanitasi di

pabrik. Ada delapan bagian dalam SSOP yang terdiri dari 1) keamanan air untuk

proses produksi, 2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan

pangan, 3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, 4)

penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, 5)

perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang kontak

dengan bahan pangan 6) pelabelan dan penyimpangan, 7) kontrol kesehatan

pekerja, dan 8) pencegahan hama penyakit. Berikut ini diuraikan penerapan SSOP

di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.

112

Page 128: Proses CPO

1) Keamanan air untuk proses produksi

a) PKS Rambutan

Air yang digunakan oleh PKS Rambutan berasal dari air sungai

Padang yang berjarak ± 1 km dari PKS Rambutan. Air sungai ini

kemudian diolah dengan proses sedimentasi, flokulasi, koagulasi dan

filtrasi sehingga aman dan sesuai dengan syarat mutu yang dipergunakan

untuk pengolahan. Selain air dari sungai padang, sumber air yang

digunakan di PKS Rambutan adalah air dari sumur bor. Syarat mutu untuk

air yang digunakan pada pengolahan terdokumentasi dan terstandarisasi

dengan baik.

b) PMG Cap Sendok

Air yang digunakan oleh PMG Cap Sendok adalah air yang berasal

dari PDAM dan sumur bor. Syarat mutu untuk air pengolahan adalah

syarat air minum yang digunakan.

2) Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan

a) PKS Rambutan

Peralatan yang dipergunakan untuk proses produksi memiliki proses

pembersihan dan perawatan yang terdokumentasi dan terjadwal dengan

baik, terutama peralatan yang kontak langsung dengan bahan. Contoh

jadwal perawatan mesin dan instalasi PKS dapat dilihat pada Lampiran 13.

Meskipun demikian, pada salah satu alat digester mengalami kebocoran

sehingga minyak tercecer keluar mengotori lantai. Hal ini perlu mendapat

penanganan secepatnya, untuk segera memperbaiki alat tersebut.

b) PMG Cap Sendok

Peralatan yang digunakan di PMG Cap Sendok termasuk sarung

tangan dan seragam produksi didesain dan terbuat dari bahan yang mudah

dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah terkikis. Pembersihan

peralatan–peralatan memiliki prosedur yang dilakukan sebelum dan

sesudah peralatan dipergunakan. Sarung tangan dan seragam yang

dikenakan pada waktu bekerja terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah

terkelupas, bersih dan dibersihkan setiap hari setelah selesai produksi.

113

Page 129: Proses CPO

3) Pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter

a) PKS Rambutan

Kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter sangat

memungkinkan terjadi di PKS Rambutan, karena para pekerja yang

berhubungan langsung dengan proses produksi tidak melakukan

pencegahan sanitasi yang baik. Hal tersebut dikarenakan para pekerja tidak

mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memulai aktivitas, tidak berganti

pakaian sebelum bekerja, tidak memakai sarung tangan, topi maupun APD

(alat pelindung diri) lainnya, terutama pada unit sortasi dan pengempaan.

Menurut Soekarto (1990), bagian tubuh pekerja industri pengolahan

pangan yang sangat mudah mengotori/mencemari produk adalah tangan,

kepala terutama bagian muka dan rambut, serta kaki. Oleh karenanya,

bagian-bagian tubuh tersebut perlu mendapat sarana untuk pencegahan

kontaminasi seperti sarung tangan, sepatu khusus, penutup kepala dan

mulut. Pekerja dibagian produksi terutama berhubungan langsung dengan

makanan diwajibkan mengenakan penutup rambut, sarung tangan, dan

masker. Pekerja tidak diperkenankan mengenakan perhiasan (cincin,

arloji), tidak diijinkan makan dan minum serta merokok selama berada di

ruang produksi (Manley,1991).

Untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan cara

menerapkan peraturan yang tegas dengan disertai pengawasan yang lebih

ketat tentang penggunaan seragam kerja pada saat bekerja, serta

meningkatkan pengetahuan pekerja tentang sanitasi (higiene) yang dapat

ditempuh melalui pendidikan, penyuluhan serta pelatihan pekerja yang

berhubungan dengan praktek sanitasi dan higiene yang baik. Menurut

Winarno (1994), pimpinan perusahaan harus memberikan pendidikan

untuk karyawan tentang higiene perorangan dan pengolahan makanan agar

karyawan mengetahui tindakan yang diperlukan untuk mencegah

terjadinya kontaminasi makanan. Pendidikan harus dilaksanakan, bukan

hanya sampai pada taraf kognitif (tahu), tetapi sampai pada perubahan

pola tingkah laku (attitude). Untuk sampai pada tahap ini, pendidikan

harus dilaksanakan secara rutin, berkala, dan diawasi terus-menerus

114

Page 130: Proses CPO

(Winarno, 2002). Komitmen manajemen untuk mengawasi para pekerja

masih kurang, karena tidak ada penegasan terhadap karyawan yang tidak

menggunakan APD pada saat bekerja.

b) PMG Cap Sendok

Pencegahan kontaminasi dari objek yang tidak saniter, terdiri dari

material kemasan, makanan, dari permukaan yang kontak dengan bahan

pangan seperti peralatan, sarung tangan, seragam produksi dan

kontaminasi silang dari bahan baku. Tangan pekerja, sarung tangan,

seragam produksi, peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan

pangan harus dalam keadaan bersih dan tidak boleh digunakan jika terkena

cemaran atau kotoran. Tangan pekerja, sarung tangan dan seragam

produksi, khususnya di unit pengemasan sangat memiliki peluang yang

besar terjadinya kontaminasi dikarenakan metode pengemasan yang masih

manual, yang dilakukan oleh tangan pekerja langsung.

4) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet

a) PKS Rambutan

Perusahaan menyediakan tiga buah toilet untuk pekerja di proses

pengolahan. Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah pekerja yang ada.

Selain itu, kebersihan toiletnya juga tidak mendukung dimana lantainya

retak-retak, berlumut dan menghitam. Seharusnya toilet sudah tidak layak

untuk dipergunakan. Sebaiknya perusahaan memperbaiki dan merenovasi

toilet serta menambah sedikitnya dua buah toilet lagi. Selain itu, sebaiknya

dibuat sarana tempat mencuci tangan dengan air yang mengalir dan sabun

yang selalu tersedia. Fasilitas lain yang seharusnya juga tersedia adalah

tempat penyimpanan pakaian (loker) dan tempat penggantian pakaian.

b) PMG Cap Sendok

Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh

pekerja dan dekat dengan area pengolahan. Di area pengemasan sebaiknya

memiliki fasilitas hand cleaning dan pengering tangan, mengingat

pengemasan masih mengandalkan tangan manusia. Fasilitas toilet sudah

cukup tersedia dan dilengkapi dengan tempat penggantian pakaian dan

loker untuk menyimpan pakaian ganti dan barang-barang milik pekerja.

115

Page 131: Proses CPO

5) Perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang

kontak dengan bahan pangan

a) PKS Rambutan

Manajemen menetapkan standar penanganan bahan berupa prosedur

tertulis yang digunakan di PKS Rambutan untuk menghindari kerusakan,

salah penanganan atau kontaminasi antar bahan atau dengan sumber

cemaran lainnya. bahan baku, bahan penolong, dan produk akhir ditangani

sesuai dengan prosedur tertulis tersebut. TBS yang masuk selalu diperiksa

agar mutunya sesuai dengan standar mutu yang diinginkan perusahaan.

Selanjutnya TBS ini diletakkan di loading ramp sebelum diolah. Bahan-

bahan penolong lainnya disimpan terpisah untuk menghindari

kontaminasi.

b) PMG Cap Sendok

Bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak

dengan bahan pangan sudah terlindungi dari cemaran kimia, fisik dan

biologis, tetesan, aliran air dan debu/kotoran yang jatuh ke bahan pangan.

Masing-masing bahan dan kemasan disimpan terpisah untuk menghindari

kontaminasi. Para pekerja juga diharuskan untuk mencuci tangan sebelum

dan sesudah mempergunakan atau berhubungan dengan bahan-bahan.

6) Pelabelan dan penyimpanan

a) PKS Rambutan

Pihak manajemen menetapkan prosedur penyimpanan yang

terdokumentasi dengan baik. Untuk menjamin kebersihan loading ramp

sebagai tempat penyimpanan TBS, gudang untuk bahan penolong, dan

storage tank untuk penyimpanan CPO, maka selalu dibersihkan sesuai

jadwal yang tertulis pada prosedur yang terdokumentasi.

PKS Rambutan menggunakan sistem FIFO untuk setiap bahan yang

digunakan, dimana bahan yang lebih dahulu masuk akan juga lebih dahulu

digunakan. Pelabelan dilakukan untuk setiap bahan yang masuk agar tidak

terjadi kontaminasi silang antar bahan dan kekeliruan pada saat akan

mempergunakannya.

116

Page 132: Proses CPO

b) PMG Cap Sendok

Sama halnya dengan PKS Rambutan, PMG Cap Sendok sudah

melakukan proses penyimpanan dengan baik, dimana bahan baku, bahan

penolong, produk akhir, bahan pengemas disimpan terpisah dan

menggunakan sistem FIFO sehingga bahan yang masuk terlebih dahulu

akan keluar terlebih dahulu. Untuk mengetahui bahan yang masuk terlebih

dahulu, dilakukan sistem pelabelan sehingga bahan-bahan tersebut mudah

terdeteksi. Selain itu, susunannya dibuat teratur sesuai jadwal masuknya

bahan tersebut.

7) Kontrol kesehatan pekerja

a) PKS Rambutan

PKS Rambutan melakukan general check up kesehatan pekerja secara

berkala. General check up dilakukan minimal dua kali setahun. Kegiatan

tersebut dilakukan bekerjasama dengan rumah sakit milik PT. Perkebunan

Nusantara III.

b) PMG Cap Sendok

Di PMG Cap Sendok, general check-up belum ditangani oleh pihak

perusahaan sendiri. Pekerja yang dalam kondisi sakit, luka yang dapat

menjadi sumber kontaminasi pada proses pengolahan, kemasan dan

produk akhir tidak diperbolehkan masuk sampai kondisinya normal.

General check-up sangat diperlukan untuk mengetahui kesehatan pekerja.

8) Pencegahan hama penyakit

a) PKS Rambutan

Ruang produksi, gudang dan ruang lain di PKS Rambutan

kemungkinan belum bebas dari hama pabrik seperti tikus, serangga, dan

lain-lain. Hal ini dikarenakan belum adanya penerapan standar prosedur

sanitasi untuk pemberantasan hama di lingkungan pabrik.

b) PMG Cap Sendok

Ruang produksi, gudang dan ruang lain harus bebas dari hama pabrik,

seperti tikus, serangga dan lain-lain. Hal ini seharusnya mendapat

perhatian karena di PMG Cap Sendok belum memiliki prosedur

pengendalian hama.

117

Page 133: Proses CPO

BAGAN ALIR PROSES

Bagan alir proses merupakan sebuah diagram yang menggambarkan tahap-

tahap operasional dalam pengerjaan sebuah produk atau produk lainnya dalam

suatu proses pengolahan.

a) PKS Rambutan

Tahap-tahap pengolahan buah sawit menjadi CPO terdiri dari 10 stasiun

unit pengolahan, yaitu : Stasiun Penerimaan TBS dan Pengiriman Produksi,

Stasiun Loading Ramp, Stasiun Rebusan, Stasiun Thresing, Stasiun Pressing,

Stasiun Klarifikasi, Stasiun Kernel, Stasiun Water Treatment, Stasiun Water

Plant, dan Stasiun Fat-fit dan Effluent. Verifikasi diagram alir proses

dilakukan dan hasilnya adalah sesuai dengan diagram alir yang ada di

dokumen perusahaan. Bagan alir proses tersebut dapat dilihat pada

Lampiran 4.

b) PMG Cap Sendok

Proses pengolahan minyak goreng Cap Sendok di PT. Astra Agro Lestari,

Tbk terdiri dari dua tahapan proses, yaitu proses refining dan proses

fractionation. Proses refining yang dilakukan adalah physical refining yang

terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu : Pretreatment section, Degumming

section, Bleaching section, dan Deodorization section. Hasil dari physical

refining akan diperoleh minyak RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm

Oil) dan PFAD (Palm Fatty Acid Destillate). Proses Fractionation

menggunakan Dry fractionation yang terdiri dari tiga tahapan proses, yaitu :

tahap persiapan dan pengkondisian minyak (Preparation tank), tahap

pembentukan kristal (Crystalizer tank), dan tahap filtrasi (Filter press).

Setelah verifikasi terhadap diagram alir dilakukan, ternyata keterangan

pada diagram alir belum lengkap sehingga dilakukan rancangan diagram alir

yang baru dengan keterangan yang lebih lengkap. Verifikasi bagan alir ini

dapat dilihat pada Lampiran 14.

PRINSIP HACCP

Tim HACCP harus menerapkan tujuh prinsip HACCP yang menjadi

persyaratan utama HACCP. Ketujuh prinsip tersebut, yaitu identifikasi bahaya

118

Page 134: Proses CPO

dan penetapan resiko, penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP),

penetapan batas kritis, pemantauan CCP, tindakan koreksi terhadap

penyimpangan, verifikasi dan dokumentasi.

1. Identifikasi bahaya dan penetapan resiko

Mengidentifikasi bahaya-bahaya potensial yang mungkin timbul yang

berhubungan dengan produksi makanan dan cara-cara pencegahan untuk

mengendalikannya pada setiap tahap mulai dari penerimaan, penanganan

bahan baku, proses produksi, produk akhir hingga distribusi. Menurut Donald

Siahaan dan Luqman Erningpraja (2006), faktor resiko terbesar yang menjadi

sumber kontaminasi dan penurun mutu CPO adalah: residu pestisida dan

logam berat, cemaran pelumas dan minyak hidrolik, benda asing, penggunaan

fat trap atau fat fit, adulterasi karena alat transpor dan bahan pembersih yang

tidak tepat.

a) PKS Rambutan

Berdasarkan analisa bahaya yang diperoleh di PKS Rambutan, maka

di setiap tahapan proses pengolahan buah sawit menjadi CPO memiliki

bahaya potensial, yaitu bahaya fisik dan kimia. Hanya pada proses

penebahan yang tidak ditemukan kemungkinan bahaya potensial. Selain

itu, teridentifikasi juga bahaya yang kemungkinan merupakan kontaminasi

dari pekerja, lingkungan serta mesin dan peralatan. Tabel identifikasi

bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di PKS Rambutan

dapat dilihat pada Lampiran 15.

b) PMG Cap Sendok

Analisa bahaya yang ditemukan di PMG Cap Sendok adalah

kemungkinan bahaya fisik dan kimia, dimana kemungkinan bahaya ini

bisa timbul di hampir semua tahapan kecuali tahap distribusi. Tabel

identifikasi bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di PMG

Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran 18.

2. Penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP)

Menetapkan titik, prosedur atau tahap operasional yang dapat

dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan

terjadinya bahaya. Yang dimaksud dengan tahap adalah setiap langkah

119

Page 135: Proses CPO

dalam produksi makanan dan atau pengolahan termasuk bahan mentah,

penanganan, produksi, transportasi, formulasi, pengolahan, penyimpanan

dan lain-lain.

a) PKS Rambutan

Pada proses pengolahan buah sawit menjadi CPO di PKS Rambutan

diidentifikasi beberapa titik kendal kritis (CCP), yaitu pada lingkungan,

peralatan mesin dan alat, tahap penerimaan bahan baku dan sortasi TBS,

proses perebusan, pemurnian, dan distribusi. Tabel penetapan titik kendali

kritis (Critical control point/CCP) dapat dilihat pada Lampiran 16.

b) PMG Cap Sendok

Titik kendali kritis (CCP) pada pengolahan minyak goreng Cap

Sendok ditemukan pada tahap proses penerimaan CPO, penerimaan

bleaching earth (BE), proses deodorisasi, dan pengemasan. Tabel

penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP) di PMG Cap

Sendok dapat dilihat pada Lampiran 19.

3. Penetapan batas kritis

Menetapkan batas kritis yang harus dipenuhi pada setiap CCP untuk

menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis

dari keseluruhan CCP yang teridentifikasi dapat dilihat pada Lampiran 17

untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok.

4. Pemantauan / Monitoring CCP

Pemantauan/monitoring CCP dilakukan dengan menetapkan sistem atau

prosedur untuk memantau pengendalian CCP dan batas kritis termasuk

pengamatan, pengukuran, pengujian dan pencatatan secara terjadwal.

Pemantauan/monitoring ini dapat dilihat pada Lembar Kerja Control

Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG

Cap Sendok.

5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan

Menetapkan tindakan koreksi atau perbaikan yang harus dilakukan jika

hasil pemantauan menunjukkan terjadinya penyimpangan pada CCP dan batas

kritis. Tindakan koreksi ini dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 20 pada

Lembar Kerja Control Measures.

120

Page 136: Proses CPO

6. Catatan dan dokumentasi

Menyusun dokumentasi yang mencakup semua prosedur dan catatan

yang tepat mengenai prinsip dan penerapan HACCP untuk mengarsipkan

HACCP. Catatan dan dokumentasi ini dapat dilihat pada Lembar Kerja

Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20

untuk PMG Cap Sendok.

7. Penetapan verifikasi

Menetapkan prosedur pemeriksaan termasuk pengujian dan prosedur

tambahan untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah dilaksanakan dan

bekerja secara efektif. Penetapan verifikasi ini dapat dilihat pada Lembar

Kerja Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran

20 untuk PMG Cap Sendok.

PENANGANAN KONSUMEN

Organisasi harus menetapkan prosedur untuk menangani keluhan-keluhan

konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu, organisasi

harus menetapkan metode untuk mengidentifikasi, menempatkan dan menarik

kembali produk yang mengalami kerusakan atau menyalahi standar yang telah

ditetapkan.

PROSEDUR RECALL

Untuk menjaga kepuasan pelanggan dan menghindari konsumen dari

mengkonsumsi produk yang tidak aman, maka perusahaan mempunyai kebijakan

untuk melakukan penarikan produk (product recall). Informasi yang menjadi

alasan untuk melakukan penarikan produk terutama adalah keluhan atau komplain

dari pelanggan dan adanya kesalahan bahan baku atau proses produksi.

Produk yang telah ditarik selanjutnya akan dikumpulkan pada tempat yang

terpisah yang telah ditentukan. Informasi dan data penarikan produk akan

didokumentasikan dan ditindaklanjuti. Tindak lanjut yang akan dilakukan dengan

adanya penarikan produk antara lain sebagai berikut :

a) Menyelidiki penyebab masalah dan menyusun tindakan koreksi agar tidak

terulang kembali.

121

Page 137: Proses CPO

b) Penanganan terhadap produk yang ditarik.

c) Penghentian proses produksi sampai diperoleh hasil perbaikan yang

memenuhi persyaratan konsumen.

Pelaksanaan penarikan produk tersebut dilakukan dibawah tanggung jawab

Manajer.

PERUBAHAN/REVISI/AMANDEMEN DOKUMEN

Perusahaan harus menjamin bahwa semua dokumen dan data yang terkait

dengan HACCP Plan telah mempunyai identitas, ditinjau dan disahkan untuk

menjamin kemutahirannya. Setiap perubahan terhadap dokumen harus diperiksa

dan disetujui oleh manajemen atau wakil manajemen yang ditunjuk dan

dilaporkan pada Tim HACCP agar dapat didokumentasikan. Kegiatan

perubahan/revisi/amandemen dokumen ini berada di bawah tanggung jawab

sekretaris Tim HACCP.

122

Page 138: Proses CPO

STRATEGI PENGENDALIAN MUTU

PKS RAMBUTAN, PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (Persero)

Faktor-Faktor Lingkungan Internal

Faktor-faktor lingkungan internal pada industri PKS Rambutan diperoleh

berdasarkan hasil wawancara yang mendalam dengan para pakar dan tinjauan

langsung ke lokasi penelitian. Perusahaan mempunyai kontrol langsung terhadap

faktor-faktor internal dan perusahaan dapat memanfaatkan faktor-faktor internal

yang menjadi kekuatan guna meningkatkan keuntungan serta mengatasi

kelemahan agar tidak merugikan bagi perusahaan. Faktor-faktor tersebut dikaji

dari berbagai aspek internal yang berkaitan erat bagi peningkatan mutu CPO.

Faktor-faktor lingkungan internal tersebut dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PKS Rambutan No Faktor Lingkungan Internal Bobot A. Kekuatan 1 Ketersediaan bahan baku yang terjamin 0.112 2 Penanganan bahan baku yang baik 0.154 3 Mutu bahan baku yang terjamin 0.229 4 SOP yang baku 0.103 5 Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 0.112 6 Lokasi pabrik yang strategis 0.117 7 Keunggulan kandungan yang dimiliki minyak sawit 0.055 8 Produktivitas tinggi dengan ongkos produksi yang rendah 0.042 9 Dana yang dimiliki perusahaan 0.043

10 Harga jual CPO yang tinggi 0.033 B. Kelemahan 1 Komitmen manajemen yang kurang 0.314 2 Fungsi R&D yang kurang mendukung 0.041 3 Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 0.102 4 Fasilitas dan sistem sanitasi pekerja yang kurang mendukung 0.275 5 Jumlah tenaga kerja yang dimiliki 0.081 6 Sanitasi lingkungan yang kurang baik 0.187

Berdasarkan Tabel 33 terlihat bahwa terdapat 16 faktor lingkungan internal,

yang terdiri dari 10 faktor yang menjadi kekuatan dan enam faktor yang menjadi

kelemahan. Kekuatan yang dimiliki perusahaan menjadi faktor yang sangat

menguntungkan bagi aktivitas perusahaan, sedangkan kelemahan yang dimiliki

perusahaan merupakan faktor yang dapat merugikan aktivitas perusahaan jika

tidak ditangani dengan baik. Penilaian faktor lingkungan diatas dilakukan dengan

123

Page 139: Proses CPO

metode pairwise comparison dari AHP. Perhitungan bobot untuk faktor

lingkungan dilakukan dengan bantuan software Expert Choice 2000.

Tiga faktor kekuatan yang memiliki bobot tertinggi secara berurutan adalah

mutu bahan baku yang terjamin (0.229), penanganan bahan baku yang baik

(0.154) dan lokasi pabrik yang strategis (0.117), sedangkan untuk faktor

kelemahan adalah komitmen manajemen yang kurang (0.314), fasilitas dan sistem

sanitasi pekerja yang kurang mendukung (0.275), dan sanitasi lingkungan yang

kurang baik (0.187).

Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal

Faktor-faktor lingkungan eksternal ditelaah dari berbagai aspek eksternal

yang ada, seperti ekonomi, sosial, teknologi, politik, konsumen, pesaing dan

pemasok. Aspek-aspek ini difokuskan kepada upaya pengendalian mutu produk

yang dihasilkan perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi yang

mendalam dengan para pakar dan tinjauan langsung di lokasi penelitian, diperoleh

14 faktor eksternal yang terdiri dari tujuh faktor yang menjadi peluang dan tujuh

faktor yang menjadi ancaman. Peluang merupakan suatu kondisi yang berada di

luar perusahaan yang dapat dimanfaatkan perusahaan dengan sebaik-baiknya

untuk menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi perusahaan, sedangkan ancaman

merupakan suatu kondisi yang berada di luar perusahaan yang harus dihindari

perusahaan karena secara langsung ataupun tidak langsung bisa merugikan

perusahaan. Perusahaan tidak mempunyai kontrol langsung terhadap faktor-faktor

eksternal di atas, sehingga harus dapat memanfaatkan peluang dan menghindari

ancaman yang ada.

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh tiga faktor peluang paling utama,

yaitu peningkatan pola hidup sehat (0.240), peningkatan tingkat pendidikan

(0.192) dan kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara dalam jumlah besar (0.165).

Dilain pihak, tiga faktor ancaman utama yang mempengaruhi perusahaan dalam

pengendalian mutu adalah kebijakan negara pengimpor dalam penambahan

parameter mutu (DOBI, PAH, dioxin, pestisida, dan lain-lain) (0.274), kebijakan

luar negeri terhadap food safety produk CPO (0.259) dan adanya technical barrier

dari negara lain (0.157). Hasil penilaian peluang dan ancaman oleh masing-

124

Page 140: Proses CPO

masing pakar dilakukan berdasarkan metode pembobotan AHP pairwise

comparison. Keluaran hasil perhitungan pembobotan diolah menggunakan

software Expert Choise 2000. Hasil pembobotan Faktor-faktor lingkungan

Eksternal dapat dilihat pada Tabel 34.

Tabel 34. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PKS Rambutan No Faktor Lingkungan Eksternal Bobot A. Peluang 1 Permintaan pasar CPO yang tinggi 0.124 2 Peningkatan tingkat pendidikan konsumen 0.202 3 Peningkatan pola hidup sehat 0.250 4 R & D yang berkembang pesat 0.055 5 Industri hilir yang berkembang 0.043 6 Tersedianya pemasok bahan baku TBS 0.151 7 Kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara dalam jumlah besar 0.175 B. Ancaman 1

Kebijakan negara pengimpor dalam penambahan parameter mutu (DOBI, PAH, dioxin, pestisida, dan lain-lain)

0.274

2 Kebijakan luar negeri terhadap food safety produk CPO 0.259 3 Adanya technical barrier dari negara lain 0.157 4 Adanya substitusi produk yang sejenis 0.053 5 Keberadaan industri yang sejenis 0.056 6 Tindakan adulterasi dari luar 0.098 7

Isu pemanasan global karena pembakaran hutan untuk perkebunan sawit 0.103

Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE)

Matriks IFE dan EFE merupakan alat analisis yang menggunakan faktor-

faktor lingkungan internal dan eksternal yang dimiliki perusahaan untuk

menentukan total nilai posisi internal dan total nilai posisi eksternal. Matriks IE

tersebut dapat menentukan posisi sebuah perusahaan, dimana posisi perusahaan

dapat berada pada salah satu dari sembilan sel yang ada. Kesembilan sel tersebut

dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang

berbeda. Pertama, sel I, II, dan IV disebut strategi tumbuh dan bina. Kedua, sel III,

V dan VII disebut strategi pertahankan dan pelihara. Ketiga, sel VI, VIII, dan IX

disebut strategi panen atau divestasi. Adapun Internal Factor Evaluation (IFE)

dan External Factor Evaluation (EFE) dapat dilihat pada Tabel 35.

125

Page 141: Proses CPO

Tabel 35. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE)

No Faktor Lingkungan Internal Bobot Rating Skor A. Kekuatan

1 Ketersediaan bahan baku yang terjamin 0,112 4 0,448 2 Penanganan bahan baku yang baik 0,154 4 0,616 3 Mutu bahan baku yang terjamin 0,229 4 0,916 4 SOP yang baku 0,103 4 0,412 5 Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 0,112 4 0,448 6 Lokasi pabrik yang strategis 0,117 4 0,468 7

Keunggulan kandungan yang dimiliki minyak sawit 0,055 3 0,165

8

Produktivitas tinggi dengan ongkos produksi yang rendah 0,042 3 0,129

9 Dana yang dimiliki perusahaan 0,043 3 0,129 10 Harga jual CPO yang tinggi 0,033 3 0,099

Total nilai faktor kekuatan 3,830 B. Kelemahan

1 Komitmen manajemen yang kurang 0,314 2 0,628 2 Fungsi R&D yang kurang mendukung 0,041 2 0,082 3 Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 0,102 2 0,204 4

Fasilitas dan sistem sanitasi pekerja yang kurang mendukung 0,275 1 0,275

5 Jumlah tenaga kerja yang dimiliki 0,081 2 0,162 6 Sanitasi lingkungan yang kurang baik 0,187 1 0,187

Total nilai faktor kelemahan 1,538 NILAI POSISI INTERNAL 2,292 C. Peluang

1 Permintaan pasar yang tinggi 0.124 4 0.496 2 Peningkatan tingkat pendidikan konsumen 0.202 4 0.808 3 Peningkatan pola hidup sehat 0.250 4 1.000 4 R & D yang berkembang pesat 0.055 4 0.220 5 Industri hilir yang berkembang 0.043 4 0.172 6 Tersedianya pemasok bahan baku CPO 0.151 4 0.604 7

Kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara dalam jumlah besar 0.175 3 0.525

Total nilai faktor peluang 3,825 D. Ancaman

1

Kebijakan negara pengimpor dalam penambahan parameter mutu (DOBI, PAH, dioxin, pestisida, dll)

0,274

1

0,274

2

Kebijakan luar negeri terhadap food safety produk CPO. 0,259 1 0,259

3 Adanya technical barrier dari negara lain 0,157 2 0,314 4 Adanya substitusi produk yang sejenis 0,053 2 0,106 5 Keberadaan industri yang sejenis 0,056 2 0,112 6 Tindakan adulterasi dari luar 0,098 1 0,196 7

Isu pemanasan global karena pembakaran hutan untuk perkebunan sawit 0,103 2 0,206

Total nilai faktor ancaman 1,467 NILAI POSISI EKSTERNAL 2,358

126

Page 142: Proses CPO

Berdasarkan Tabel 35 terlihat bahwa total nilai faktor kekuatan yang

diperoleh adalah 3,830 dan total nilai faktor kelemahan adalah 1,538. Hal ini

memperlihatkan bahwa kekuatan internal perusahaan lebih besar dari pada

kelemahan internal perusahaan, sedangkan hasil evaluasi faktor eksternal

memperlihatkan bahwa total nilai peluang yang dapat dimanfaatkan oleh

perusahaan sebesar 3,825 dan total nilai ancaman sebesar 1,467. Hal ini

memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki peluang eksternal yang lebih besar

dibandingkan ancaman eksternal yang dihadapinya.

Berdasarkan evaluasi faktor internal dan eksternal dapat diketahui bahwa

posisi perusahaan berada pada sel V, dimana nilai posisi internal (total nilai

kekuatan-kelemahan) adalah 2,292 dan nilai posisi eksternal (total nilai peluang-

ancaman) adalah 2,358. Posisi perusahaan pada sel V menunjukkan strategi

pertahankan dan pelihara, yaitu bahwa perusahaan harus mempertahankan dan

memelihara keadaan perusahaan saat ini, dan penetrasi pasar serta pengembangan

produk adalah strategi yang terbanyak dilakukan pada tipe strategi ini (David,

2002). Posisi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 8.

TOTAL NILAI FAKTOR INTERNAL

Kuat 3.0-4.0

Sedang 2.0-2.99

Lemah 1.0-1.99

4.0 3.0 2.0 1.0

Tinggi 3.0-4.0

I II III

Sedang 2.0-2.99

IV Posisi Perusahaan V VI

TO

TA

L N

ILA

I FA

KT

OR

E

KST

ER

NA

L

Lemah 1.0-1.99

3.0 2.0

1.0

VII VIII IX

Gambar 8. Posisi Matriks IFE dan EFE PKS Rambutan,

PT. Perkebunan Nusantara III

127

Page 143: Proses CPO

Perumusan Alternatif Strategi Pengendalian Mutu

Analisa terhadap lingkungan perusahaan memperlihatkan bahwa

perusahaan dalam menjalankan berbagai aktivitas perusahaan dalam upaya

pengendalian mutu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan internal dan

eksternal. Faktor lingkungan internal yang paling berpengaruh adalah bahan baku,

produksi dan operasi, serta sumber daya manusia, sedangkan faktor lingkungan

eksternal yang paling berpengaruh adalah konsumen, pemasok, pesaing dan

produk substitusi.

Analisis matriks IFE dan EFE memberikan hasil bahwa posisi PKS

Rambutan berada pada sel V, dimana strategi yang dilakukan adalah strategi

pertahankan dan pelihara, yaitu bahwa perusahaan harus mempertahankan dan

memelihara keadaan perusahaan saat ini, dan penetrasi pasar serta pengembangan

produk adalah strategi yang terbanyak dilakukan pada tipe strategi ini (David,

2002). Posisi perusahaan jika diaplikasikan dalam matriks SWOT adalah strategi

S-O, dimana PKS Rambutan menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan

untuk memanfaatkan peluang yang ada. Jika posisi perusahaan bergeser, maka

perusahaan harus menyesuaikan strategi yang akan dilaksanakan. Adapun

perumusan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT dapat dilihat

pada Gambar 9.

Berdasarkan kondisi dan analisis Matriks SWOT, maka alternatif strategi

yang dapat dilaksanakan oleh pihak PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara

III dalam mengendalikan mutu produknya saat ini adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan

SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku (S1-5 & O2-3,6-7)

2. Pembangunan sistem sanitasi yang baik/SSOP (S2-4,7,O2-3,6-7)

3. Peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan

menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu

pestisida (S2,4-5,8-10 & O1-2,6)

4. Peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan

memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi HACCP (S1-10 & O2-3,7-8)

5. Pengembangan diversifikasi produk yang mengekspoitasi keunggulan

dalam mengatasi masalah lingkungan (S7,9 & O4-5,7-8).

128

Page 144: Proses CPO

Internal Factors Analysis

Strategic (IFAS)

Eksternal Factors Analysis Strategic (EFAS)

KEKUATAN (S) 1. Ketersediaan bahan baku yang terjamin 2. Penanganan bahan baku yang baik 3. Mutu bahan baku yang terjamin 4. SOP yang baku 5. Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 6. Lokasi pabrik yang strategis 7. Keunggulan kandungan yang dimiliki minyak sawit 8. Produktivitas tinggi dengan ongkos produksi yang rendah 9. Dana yang dimiliki perusahaan. 10. Harga jual CPO yang tinggi

KELEMAHAN (W) 1. Komitmen manajemen yang kurang 2. Fungsi R&D yang kurang mendukung 3. Fasilitas laboratorium yang kurang

memadai 4. Fasilitas dan sistem sanitasi pekerja

yang kurang mendukung 5. Jumlah tenaga kerja yang banyak 6. Sanitasi lingkungan yang kurang baik

PELUANG (O) 1. Permintaan pasar yang tinggi 2. Peningkatan tingkat pendidikan 3. Peningkatan pola hidup sehat 4. R&D yang berkembang pesat. 5. Industri hilir yang berkembang. 6. Tersedianya pemasok bahan baku 7. Kelapa sawit dapat menyerap karbon

di udara dalam jumlah besar.

Strategi S-O : 1. Peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat

dalam peningkatan mutu bahan baku (S1-5 & O2-3,6-7) 2. Pembangunan sistem sanitasi yang baik/SSOP (S2-4,7,O2-3,6-7) 3. Peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik,

yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu pestisida (S2,4-5,8-10 & O1-2,6) 4. Peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu

melalui sertifikasi HACCP (S1-10 & O2-3,7-8) 5. Pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang mengekspoitasi keunggulan dalam

mengatasi masalah lingkungan (Contoh : LA, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi metan dari limbah cair menjadi biogas, dll.). (S7,9 & O4-5,7-8)

Strategi W-O : 1. Penerapan sistem GMP dalam

peningkatan mutu produk (W1,3-6 & O1-3,6)

2. Pembangunan sistem operasi sanitasi yang baik / SSOP (S3,4,6 & O2,3)

3. Pengembangan produk / diversifikasi produk (W5 & O4-5,8)

4. Pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait dengan sanitasi pekerja (W4-5 & O2-3)

ANCAMAN (T) 1. Kebijakan negara pengimpor dalam

penambahan parameter mutu (DOBI, PAH, dioxin, pestisida, dll)

2. Kebijakan luar negeri terhadap food safety produk CPO.

3. Adanya technical barrier dari negara lain mengenai nutrisi minyak sawit.

4. Adanya substitusi produk yang sejenis 5. Keberadaan industri yang sejenis 6. Tindakan adulterasi dari luar industri. 7. Isu pemanasan global karena

pembakaran hutan untuk perkebunan sawit.

Strategi S-T : 1. Peningkatan mutu produk dengan kinerja yang tinggi (S2-6,8-9 & T1-3) 2. Peningkatan pengawasan mutu yang ketat di setiap rantai produksi minyak sawit serta

peningkatan kedisiplinan pelaku transportasi minyak sawit (S2-9 & T1-3,6-7) 3. Pembangunan kepercayaan konsumen dengan sistem jaminan mutu yang tersertifikasi

HACCP (S1-7 & T1-3,6-7)) 4. Pengeksploitasian keunggulan minyak sawit lewat R&D (S3,6 & T3) 5. Pengembangan produk baru/diversifikasi produk (S1-5,7 & T3-5) 6. Penerapan produksi bersih dalam mendapatkan green label (S4,6 & T4-5,7) 7. Peningkatan komitmen dan budaya kerja yang baik dalam menghasilkan minyak sawit lestari

(S1-10 & O1-3,7) 8. Pembangunan good global image CPO melalui kampanye Palm oil saved our planet (S1,8 &

O1-3,7)

Strategi W-T : 1. Penerapan sistem GMP (W1,3-4,6 & T1-

2,4) 2. Penerapan sistem SSOP (W3-4,6 & T1-2) 3. Peningkatan fasilitas laboratorium

analisis yang memadai (W1-3 & O1-3) 4. Penerapan sistem jaminan mutu yang

tersertifikasi HACCP (W1-6& T1-3,5) 5. Peningkatan komitmen dan budaya

kerja yang baik dalam menghasilkan minyak sawit lestari (W1-6 & T1-7)

Gambar 9. Matriks SWOT PKS Rambutan

129

Page 145: Proses CPO

PABRIK MINYAK GORENG CAP SENDOK PT. ASTRA AGRO LESTARI, TBK

Faktor-Faktor Lingkungan Internal

Seperti halnya di PKS Rambutan, faktor-faktor lingkungan internal pada

PMG Cap Sendok diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang mendalam dengan

para pakar dan tinjauan langsung ke lokasi penelitian. Faktor-faktor tersebut dikaji

dari berbagai aspek internal yang berkaitan erat bagi peningkatan mutu CPO.

Adapun faktor-faktor lingkungan internal tersebut dapat dilihat pada Tabel 36.

Tabel 36. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PMG Cap Sendok

No Faktor Lingkungan Internal Bobot A. Kekuatan

0.325 1 Mutu bahan baku yang terjamin 0.198 2 Penanganan bahan baku yang baik 0.147 3 SOP yang baku

4 Pemeliharaan mesin dan peralatan 0.100 5 Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 0.120 6 Dukungan keuangan yang kuat 0.057 7 Harga yang bersaing 0.054 B. Kelemahan

0.227 1 Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan 0.151 2 Teknologi proses yang sudah lama 0.174 3 Mesin dan peralatan yang sudah tua

4

Kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan 0.027

5 Fungsi dan fasilitas R & D yang terbatas 0.022 6 Infrastruktur yang kurang mendukung 0.083 7 Lokasi pabrik yang tidak mendukung 0.107 8 Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 0.044 9 Sistem operasi sanitasi yang belum berjalan baik 0.111

10 Sistem pengemasan yang manual 0.054

Berdasarkan Tabel 36 terlihat bahwa terdapat 17 faktor lingkungan internal,

yang terdiri dari tujuh faktor yang menjadi kekuatan dan 10 faktor yang menjadi

kelemahan. Kekuatan yang dimiliki perusahaan menjadi faktor yang sangat

menguntungkan bagi aktivitas perusahaan, sedangkan kelemahan yang dimiliki

perusahaan merupakan faktor yang bisa merugikan aktivitas perusahaan jika tidak

ditangani dengan baik. Penilaian faktor lingkungan tersebut dilakukan dengan

pairwise comparison dari metode AHP. Perhitungan bobot untuk faktor

lingkungan dilakukan dengan bantuan software Expert Choice 2000.

130

Page 146: Proses CPO

Tiga faktor kekuatan yang memiliki bobot tertinggi secara berurutan adalah

mutu bahan baku yang terjamin (0.325), penanganan bahan baku yang baik

(0.198) dan SOP yang baku (0.147), sedangkan untuk faktor kelemahan adalah

Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan (0.227), mesin dan peralatan yang

sudah tua (0.174) dan teknologi proses yang sudah lama (0.151).

Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal

Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi yang mendalam dengan para

pakar dan tinjauan langsung di lokasi penelitian, diperoleh faktor-faktor

lingkungan eksternal sebanyak 10 faktor yang terdiri dari lima faktor yang

menjadi peluang dan lima faktor yang menjadi ancaman. Adapun faktor-faktor

lingkungan eksternal dapat dilihat pada Tabel 37.

Tabel 37. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PMG Cap Sendok

No Faktor-faktor Lingkungan Eksternal Bobot A. Peluang 1 Diversifikasi produk dari CPO yang semakin beragam 0.063 2 Peningkatan konsumsi minyak goreng sawit di dunia 0.073

0.385 3 Peningkatan pola hidup sehat 0.153 4 Pola kemitraan yang baik 0.325 5 Hubungan dengan pemasok yang terbina baik

D. Ancaman 0.186 1 Harga bahan baku CPO yang tinggi

2 Keberadaan industri yang sejenis 0.101 0.258 3 Perubahan teknologi proses yang terus berkembang maju 0.379 4 Tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi

5 Adanya substitusi produk yang sejenis 0.077

Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa tiga faktor peluang paling utama

adalah peningkatan pola hidup sehat (0.385), hubungan dengan pemasok yang

terbina baik (0.325) dan pola kemitraan yang baik (0.153), sedangkan tiga faktor

ancaman utama yang mempengaruhi perusahaan dalam pengendalian mutu adalah

tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi (0.379), perubahan

teknologi proses yang semakin berkembang maju (0.258) dan harga bahan baku

CPO yang tinggi (0.186). Hasil penilaian peluang dan ancaman oleh masing-

masing pakar dilakukan dengan pairwise comparison dari metode AHP. Keluaran

hasil perhitungan pembobotan diolah menggunakan software Expert Choise 2000.

131

Page 147: Proses CPO

Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE)

Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation

(EFE) merupakan hasil pemodelan data dari faktor-faktor lingkungan internal dan

eksternal perusahaan. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) digunakan

untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan

dan kelemahan yang dianggap penting, sedangkan matriks EFE (Eksternal

Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang

berkaitan dengan peluang dan ancaman bagi perusahaan. Kedua matriks

tersebut kemudian digabungkan ke dalam satu matriks yang disebut matriks IE

(internal eksternal). Tujuan matriks tersebut adalah untuk memperoleh data

strategi yang lebih detail mengenai posisi internal dan eksternal perusahaan.

Berdasarkan hasil analisis Matriks IE diperoleh total nilai faktor kekuatan

sebesar 3,893 dan total nilai faktor kelemahan sebesar 1,448. Hal tersebut

memperlihatkan bahwa kekuatan internal perusahaan lebih besar dari pada

kelemahan internal perusahaan. Hasil evaluasi faktor eksternal memperlihatkan

bahwa total nilai peluang yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan sebesar 3,070

dan total nilai ancaman sebesar 1,566. Hal tersebut memperlihatkan bahwa

perusahaan memiliki peluang eksternal yang lebih besar dibandingkan ancaman

eksternal yang dihadapinya. Adapun Internal Factor Evaluation (IFE) dan

External Factor Evaluation (EFE) dapat dilihat pada Tabel 38.

132

Page 148: Proses CPO

Tabel 38. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE)

Faktor Lingkungan Internal Bobot Rating Skor A. Kekuatan 1 Mutu bahan baku yang sesuai 0,325 4 1,300 2 Penanganan bahan baku yang baik 0,198 4 0,792 3 SOP yang baku 0,147 4 0,588 4 Pemeliharaan mesin dan peralatan 0,100 4 0,400 5 Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 0,120 4 0,480 6 Dukungan keuangan yang kuat 0,057 3 0,171 7 Harga yang bersaing 0,054 3 0,162

Total nilai faktor kekuatan 3,893 B. Kelemahan 1 Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan 0,227 2 0,454 2 Teknologi proses yang sudah lama 0,151 1 0,151 3 Mesin dan peralatan yang sudah tua 0,174 1 0,174 4

Kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan 0,027 2 0,054

5 Fungsi dan fasilitas R & D yang terbatas 0,022 1 0,022 6 Infrastruktur yang kurang mendukung 0,083 2 0,166 7 Lokasi pabrik yang tidak mendukung 0,107 1 0,107 8 Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 0,044 1 0,044 9

Sistem operasi sanitasi yang belum berjalan baik 0,111 2 0,222

10 Sistem pengemasan yang manual 0,054 1 0,054 Total nilai faktor kelemahan 1,448

NILAI POSISI INTERNAL 2,445 C. Peluang 1

Diversifikasi produk dari CPO yang semakin beragam 0,063 3 0,189

2

Peningkatan konsumsi minyak goreng sawit di dunia 0,073 4 0,292

3 Peningkatan pola hidup sehat 0,385 3 1,155 4 Pola kemitraan yang baik 0,153 3 0,459 5 Hubungan dengan pemasok yang terbina baik 0,325 3 0,975

Total nilai faktor peluang 3,070 D. Ancaman 1 Harga bahan baku CPO yang tinggi 0,186 2 0,372 2 Keberadaan industri yang sejenis 0,101 1 0,101 3

Perubahan teknologi proses yang terus berkembang maju 0,258 1 0,258

4

Tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi 0,379 2 0,758

5 Adanya substitusi produk yang sejenis 0,077 1 0,077 Total nilai faktor ancaman 1,566 NILAI POSISI EKSTERNAL 1,504

Berdasarkan evaluasi faktor internal dan eksternal dapat diketahui bahwa

posisi perusahaan berada pada sel VIII, dimana nilai posisi internal (total nilai

133

Page 149: Proses CPO

kekuatan-kelemahan) adalah 2,445 dan nilai posisi eksternal (total nilai peluang-

ancaman) adalah 1,504. Posisi perusahaan pada sel VIII menunjukkan strategi

panen atau divestasi. Posisi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 10.

TOTAL NILAI FAKTOR INTERNAL

Kuat 3.0-4.0

Sedang 2.0-2.99

Lemah 1.0-1.99

4.0 3.0 2.0 1.0

Tinggi 3.0-4.0

I II III

Sedang 2.0-2.99

IV V VI

TO

TA

L N

ILA

I FA

KT

OR

E

KST

ER

NA

L

Lemah 1.0-1.99

3.0 2.0

1.0

VII Posisi PerusahaanVIII IX

Gambar 10. Posisi Matriks IFE dan EFE PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

Perumusan Alternatif Strategi Pengendalian Mutu

Analisa terhadap lingkungan perusahaan memperlihatkan bahwa faktor

lingkungan internal yang paling berpengaruh adalah bahan baku, produksi dan

operasi, mesin dan alat serta sumber daya manusia, sedangkan faktor lingkungan

eksternal yang paling berpengaruh adalah konsumen, teknologi proses, pemasok,

pesaing dan produk substitusi.

Analisis matriks IFE dan EFE memberikan hasil bahwa posisi PMG Cap

Sendok berada pada sel VIII, dimana posisi perusahaan ini mendukung untuk

melakukan strategi panen atau divestasi. Strategi panen atau divestasi jika

diaplikasikan dalam matriks SWOT adalah strategi S-O, dimana PMG Cap

Sendok menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan

peluang yang ada. Jika posisi perusahaan bergeser, maka perusahaan harus

134

Page 150: Proses CPO

menyesuaikan strategi yang akan dilaksanakan. Adapun perumusan alternatif

strategi dengan menggunakan matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 11.

Berdasarkan kondisi dan analisis Matriks SWOT, maka alternatif strategi

yang dapat dilaksanakan oleh pihak perusahaan dalam mengendalikan mutu

produknya saat ini adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan dan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) terutama

terkait dengan sistem HACCP (S2,3,5,6 & O2-3)

2. Pemberian sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu

kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk (S1-7 & O2-5)

3. Peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan

yang lebih maju (S3-6 & O1-4)

4. Pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor, yaitu

dengan mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng

asing dengan cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai,

minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati

lain di negara tujuan ekspor. (S5-6 & O1,4).

135

Page 151: Proses CPO

Internal Factors Analysis Strategic (IFAS)

Eksternal Factors Analysis Strategic (EFAS)

KEKUATAN (S) 1. Mutu bahan baku yang sesuai 2. Penanganan bahan baku yang baik 3. SOP yang baku 4. Pemeliharaan mesin dan peralatan yang sudah

tua 5. Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 6. Dukungan keuangan yang kuat 7. Harga yang bersaing

KELEMAHAN (W) 1. Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan 2. Teknologi proses yang sudah lama 3. Mesin dan peralatan yang sudah tua 4. Kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan 5. Fungsi dan fasilitas R & D yang terbatas 6. Infrastruktur yang kurang mendukung 7. Lokasi pabrik yang tidak mendukung 8. Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 9. Sistem operasi sanitasi yang belum berjalan baik 10. Sistem pengemasan yang manual

PELUANG (O) 1. R&D yang berkembang maju 2. Peningkatan konsumsi minyak goreng

sawit di dunia 3. Peningkatan pola hidup sehat 4. Pola kemitraan yang baik 5. Tersedianya pemasok bahan baku

Strategi S-O : 1. Pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait

dengan sistem HACCP (S2,3,5,6 & O2-3) 2. Sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan

jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk (S1-7 & O2-5).

3. Peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju (S3-6 & O1-4).

4. Pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor, yaitu dengan mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor. (S5-6 & O1,4).

Strategi W-O : 1. Efisiensi dan efektifitas dalam pelaksanaan produksi (W1-

4 & O2,5) 2. Peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin

dan peralatan yang lebih maju (W2-5,8,10 & O1-4) 3. Pembangunan sistem operasi sanitasi yang baik / SSOP

(W6-10 & O3) 4. Peningkatan kualitas produk dengan cara memproduksi

makanan yang baik / membangun sistem GMP (W1-10 & O1-5)

5. Pembangunan kemitraan yang lebih baik dengan pemasok (W1,4,7 & O4-5)

ANCAMAN (T) 1. Harga bahan baku CPO yang tinggi 2. Keberadaan industri yang sejenis 3. Perubahan teknologi proses yang semakin

berkembang maju 4. Tuntutan konsumen terhadap mutu yang

semakin tinggi 5. Adanya substitusi produk yang sejenis

Strategi S-T : 1. Peningkatan kualitas produk dengan kinerja

yang tinggi (S3,5,7 & T1-5) 2. Peningkatan teknologi produksi (S2-7 & T2-3) 3. Pengembangan produk baru/diversifikasi produk

(S1-5,7 & T2,3,5) 4. Pembangunan kepercayaan konsumen dengan

sistem jaminan mutu yang tersertifikasi (S1-7 & T2-5)

Strategi W-T : 1. Pembangunan kemitraan yang lebih baik dengan

pemasok (W1,4 & T1,2,5) 2. Penerapan sistem GMP (W2-4, 6-10 & T2-5) 3. Penerapan sistem SSOP (W3,6-10-10 & T2,4) 4. Penerapan sistem jaminan mutu yang tersertifikasi (W2-

4,6-10 & T2-5)

Gambar 11. Matriks SWOT PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

136

Page 152: Proses CPO

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil analisis kepuasan konsumen, maka PMG Cap Sendok perlu

meningkatkan mutu minyak goreng khususnya pada atribut pelabelan sebesar

1 % dan atribut keamanan pangan, atribut kemasan serta atribut merek yang

masing-masing sebesar 0,33 %.

2. PKS Rambutan telah menerapkan dan mendapat sertifikasi ISO 9001:2000,

namun perlu adanya penerapan sistem HACCP untuk menjamin CPO yang

dihasilkan aman untuk diolah sebagai produk pangan. Oleh karena itu, PKS

Rambutan perlu memperbaiki dan melengkapi beberapa unsur HACCP, yaitu :

Kebijakan mutu, Pembentukan Tim HACCP, Personil dan Pelatihan, GMP,

SSOP, Analisa bahaya potensial, serta Penetapan CCP (jumlah CCP).

3. PMG Cap Sendok belum mendapat sertifikasi ISO 9001:2000 maupun

sertifikasi HACCP, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menerapkan

kedua sistem dengan melengkapi dan memperbaiki unsur-unsur yang

terkandung dalam kedua sistem ini. Unsur yang perlu dilengkapi dan

diperbaiki dalam sistem ISO 9001:2000 adalah komitmen manajemen;

tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi; SDM; infrastruktur; serta desain

dan pengembangan. Unsur yang perlu dilengkapi dan diperbaiki dalam

penerapan sistem HACCP adalah Personil dan Pelatihan, GMP, dan SSOP.

4. Alternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh pihak PKS Rambutan, PT.

Perkebunan Nusantara III dalam mengendalikan mutu produknya saat ini

adalah : (1) peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP

Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku, (2)

pembangunan sistem sanitasi/SSOP yang baik, (3) peningkatan standar mutu

CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI,

karoten, hidrokarbon, residu pestisida, (4) peningkatan kepercayaan konsumen

terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi

HACCP, serta (5) pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang

137

Page 153: Proses CPO

mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (Contoh :

Land Application, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi metan dari

limbah cair menjadi biogas, dan sebagainya).

5. Aternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh PMG Cap Sendok dalam

mengendalikan mutu produknya saat ini adalah : (1) pengembangan dan

pelatihan SDM terutama terkait dengan sistem HACCP, (2) pemberian

sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu kepada

konsumen dalam peningkatan kualitas produk, (3) peningkatan teknologi

produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju, serta (4)

pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor, yaitu dengan

mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan

cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit

dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara

tujuan ekspor.

SARAN

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Perlu adanya penelitian mengenai GAP (Good Agricultural Practice), GHP

(Good Handling Practice), dan GDP (Good Distribution Practice) sebelum

TBS sampai ke PKS mengingat mutu bahan baku TBS sangat menentukan

mutu CPO dan mutu CPO sangat menentukan mutu minyak goreng.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penerapan sistem HACCP di

PKS dan PMG yang lain untuk mengetahui titik-titik kritis di setiap tahapan

proses produksi mengingat kebutuhan akan sertifikasi sistem tersebut di masa

mendatang sangat dibutuhkan terutama bagi kegiatan ekspor.

138

Page 154: Proses CPO

DAFTAR PUSTAKA

Adams MR, Moss MO. 1995. Food Microbiology. The Royal Society of Chemistry. Thomas Graham House. The Science Park. Cambridge.

Amang B. 1996. Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia. Bogor: IPB Press.

Baadilla HO. 1996. Persyaratan Mutu Pangan dalam Era Perdagangan Bebas. Di dalam: Seminar Nasional Pangan dan Gizi. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta.

Basiron Y, Chan KW. 2005. The Role of Research and Development Strategies in Food Safety and Good Agricultural, Manufacturing and Distribution Practices in the Malaysian Palm Oil Industry. J Malaysian Palm Oil Board (MPOB).

BRI (Persero), LMAA-IPB. 2001. Industry Review Kelapa Sawit. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero).

BSN. 1992. Standar Mutu Minyak Sawit Berdasarkan SNI 01-2901-1992. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

BSN. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-9001-2001. Sistem Manajemen Mutu Persyaratan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

BSN. 2002. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-2002. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

David FR. 2002. Manajemen Strategis : Konsep. Sindoro A, penerjemah; Jakarta: PT Prenhallindo. Terjemahan dari: Concepts of Strategic Management.

Deming WE. 1969. Out of The Crisis. Cambridge University Press. USA.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Pedoman Umum : Program Revitalisasi Perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, Kakao). Jakarta: Departemen Pertanian.

Djohar S, Tanjung H, Cahyadi ER. 2003. Building a Competitive Advantage on CPO Through Supplay Chain Management : A Case Study in PT. Eka Dura Indonesia, AAL Riau. J Manajemen dan Agribisnis 1:20–32.

Fardiaz S. 1996. Evaluasi dan Proyeksi Permasalahan Keamanan Pangan. Temu Pakar dalam Rangka Studi Kaji Ulang Repelita VI Pangan dan Identifikasi Repelita VII. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI dan Pusat Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) IPB. Bogor.

FDA. 1995. Sanitation, Sanitary Regulation and Voluntary Programs. Di dalam : G Marriot, Norman (ed). Principles of Food Sanitation, hal 7. Third edition. New York: Chapman and Hall.

139

Page 155: Proses CPO

Gaspersz V. 2001. ISO 9001 : 2000 and Continual Quality Improvement. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hadiwirdjo BH, Wibisono S. 1996. Memasuki Pasar Internasional dengan ISO 9000 Sistem Manajemen Mutu. Jakarta: PT Ghalia.

Hermawan T. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hiel R. 2005. Food Safety Control in the Palm Oil Chain. Modul Workshop on European Food Safety Legislation Relevant for Palm Oil. Jakarta: MVO.

http://www.fediol.be. 2006. Risk Analysis of The Chain of Palm Oil and Palm Kernel Oil Products.

http://www.europa.eu.int/comm/food/ fs/sfp/ras_index_en. 2003. Di dalam: Hermawan T. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2005.

http//www.dprin.go.id

Hubeis M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar IPB. Bogor.

Jouve JL. 2000. Good Manufacturing Practice, HACCP and Quality System. Di dalam: Hund BM, TC Baird-Paker and GW Gould. The Microbiological Safety and Quality Control of Food. Volume I. Maryland: Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg.

Kadarisman D, Wirakartakusumah MA. 1995. Standarisasi dan Perkembangan Jaminan Mutu Pangan. B Teknologi dan Industri Pangan VI(1):74-78. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Bogor: Fateta, Institut Pertanian Bogor.

Marimin. 2003.

Moy G, Kaferstein F, Motarjeni Y. 1994. Application of HACCP to Food Manufacturing : Some Considerations on Harmonization through Training. J Food Control. 5 (3) : 131-139.

MPOB. 2005. Competitiveness of The Malaysia Oil Palm Industry. Malaysia: MPOB.

Naibaho P. 2006. Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit. Bahan Training Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta: PT SUCOFINDO.

Pierson MD, Corlett DA Jr. 1992. HACCP: Principles and Aplications. New York: Chapman and Hall Publ.

140

Page 156: Proses CPO

PPKS. 2005. Produk Pangan dari Minyak Sawit. Di dalam: Teknologi Pengolahan Industri Hilir. Medan: Pusat Penelitian Kepala Sawit (PPKS).

PPKS, 2006. Pengenalan Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Bahan Training Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kepala Sawit (PPKS).

PTP. N III, 2005. Sortasi TBS Kelapa Sawit. Di dalam: Daftar Instruksi Kerja Bagian Teknologi. Medan: PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).

Puspitasari D. 2004. Perbaikan dan Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu pada Industri Pengolahan Tahu [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin (PHA Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks). Edisi Bahasa Indonesia. Cetakan Kedua. Jakarta: IPMM dan PT Pustaka Binaman Pressindo.

Siahaan D, Lalang B. 2004. Teknologi Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).

Siahaan D, Lukman E. 2006. Penerapan Good Agriculture Practice dan Good Manufacture Pratice Dalam Meningkatkan Mutu dan Keamanan Pangan Minyak Kelapa Sawit. J PPKS.

Sullivan LH. 1986. Quality Function Deployment. Di dalam: Ariani, DW. Manajemen Kualitas : Pendekatan Sisi Kualitatif. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. 2000.

Timms R. 2003. Delivering Quality and Food Safety to The European Palm Oil Consumer : Contribution of Palm Oil to the Food Industry. J Britannia Food Ingredients Ltd.

Tompkin RB. 1994. HACCP in Meat and Poultry Industri. J. Food Control. 5 (3): 153-161.

Utami E. 2004. Pengkajian Pelaksanaan GMP dan Penyusunan Rencana HACCP di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Jawa Barat.

Winarno FG. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor: M-Brio Press.

WHO. 2000. Fact Sheet 237 : Food Safety and Foodborne Illness. Geneva, Switzerland. (www.who.int/fsf).

141

Page 157: Proses CPO

142

Lampiran 1. Pohon Industri Kelapa Sawit (http//www.dprin.go.id)

K E L A P A S A W I T

Minyak Kelapa Sawit

Carotene

Tocopherool

Olein

Soap Stock

FFA

Cocoa Butter

Minyak Goreng

Minyak Salad

Margarine

Shortening

Minyak Padat

Sabun

Glyserine

Stearin

Fatty Acid

Lauric Acid

Myristic Acid

Serat

Tandan Kosong

Bahan Selulosa

Kertas

Sludge Komponen Pakan Ternak

Esters of Dibasic Acid

Azelaic/Butanol & Octanol As Esters

Azelai/Glucol EstersAleic Acid Dimer/Butanol & Octanol Esters

Oxigenated Fatty Acid/Ester

Epoxystearic/ Octanol Ester

Epithio Stearic/Mono & Polyhydric Alkohol Esters

Fatty Acid Amides

Stearamide

Oleamide

Suplated Alcanolamide of Palmitic, Stearic and Oleic Acids

Fatty Alchohol dll

C16 & C18 Alchohols Suphlated

C16 & C18 Alchohols/Esterified with Higer Saturated Fatty Acids

C16, C18 & C19 Alchohol

C16 & C 18 Alchohol/Ethexylation

Palmitic Stearic/Ca, Zn

Metalic Salt

Stearic/Ca/Mg Stearic/Ai,Mg

Oleic/Zn, Pb

Oleic/Ba

Polyaloxylated Derivates :

Palmitic/Ethylene Propylene Oxida

Stearic/Ethylene Propylene Oxida

Oleic Acid Dimer/ Ethylene Propylene Oxida

Fatty Alkohol (Ester)

Palmitic/Sospropanol Palmitic/ Octanol Butanol

Stearic/Octanol Butanol

Stearic/Glycol

Oleic/Glycol Propylene Glycol

Oleic/Methanol Butanol

Oleic/Olycealkohol

Inti Kelapa Sawit

Minyak Inti Sawit /PKO

Bungkil

Briket Arang

Karbon Aktif

Asam Organik

Tempurung

Arang

Tepung Tempurung

Bahan Bakar

Fatty Amines

Primary C16 & C18 Hydroclorides Aceates

C16 & C18/ Ethoxylated

C16 & C18/Guanidin EthoxylatedSecondary C16 & C 18/ Ethoxylated

Quartenery C16 & C18

Page 158: Proses CPO

143

Lampiran 2. Struktur Organisasi PKS Rambutan

MANAJER

ASS. LABORATORIUM

ASS. PENGOLAHAN

MASKEP

ASS. TEKNIK / D.S / TRAKSI

ASS. TATA USAHA / UMUM

PAPAM

MANDOR.LAB /

SORTASI

KRANI MASKEP

DCC KRANI LAB /

SORTASI /PROD

MANDOR PENGOL

KRANI PENGOL

MANDOR. BENGKEL

UMUM/ LISTRIK/

WORKSHOP/D.SIPIL

KRANI TEKNIK/D.SIPIL

PETUGAS ADMIN. TU/

PERSONALIA /KR.GUDANG

DANTON/ WADANTON

SATPAM / HANSIP

Operator Pemb.Kr. MASKEP

Pemb. DCC

Ptgs. Teknik/Listrik/Workshop/

D.Sipil/Traksi

Bagian Umum Ptgs. Laboratorium/ Sortasi/Penerimaan TBS

/Pengiriman Produksi

Pelayan Kantor

Pemb. Operator

Page 159: Proses CPO

144

Lampiran 3. Diagram Alir Proses Produksi CPO di PKS Rambutan

Page 160: Proses CPO

145

Lampiran 4. Struktur Organisasi PMG Cap Sendok, PT.Astra Agro Lestari,Tbk

Page 161: Proses CPO

146

Lampiran 5. Diagram Alir Proses Bleaching Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok

To Storage

Static Mixer

CycloneSeparator

PolishingFilter

Spent Earth

To Air

A B

G-202

G-202A

Steam

To SteamEjector

ToDeaerator

Drier Degumming

Bleacher

NiagaraFilter

Balance Tank

BleachingEarth

H3PO4

CPO

Page 162: Proses CPO

147

Lampiran 6. Diagram Alir Proses Deodorisasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok

water

Termia Oil

CPO G-201

A B

Water

100 0 C

-1000 mba

260 C 0

Water

265 oC0

255OC 0

Water Water

Steam

Water

To Hot Well

To Hot Well

To Hot Well

Steam 5

RBDPO

250 oC 0270 oC 0

BPO

Deaerator

Pre-

StripperScrubber

Deodorizer

Termopac

P. Filter

Condensor

Vacum System

_PFAD

Page 163: Proses CPO

148

Lampiran 7. Diagram Alir Proses Fraksinasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok

Page 164: Proses CPO

149

Lampiran 8. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Crude Palm Oil (CPO)

Nilai indeks maksimum adalah : Nilai indeks maksimum adalah : Range dari nilai diatas adalah : Panjang interval kelas adalah : Berdasarkan perhitungan data tersebut, maka interval kelas yang disusun adalah :

Nilai indeks minimum = Total nilai minimum Bobot jawaban terendah

= Skala penilaian terendah x jumlah responden konsumen jumlah interval kelas

= 1 x 6 = 1.2 5

Nilai indeks maksimum = Total nilai maksimum Bobot jawaban tertinggi

= Skala penilaian tertinggi x jumlah responden konsumen jumlah interval kelas

= 5 x 6 = 6 5

1.2 – 2.16 = sangat tidak memuaskan

> 2.16 – 3.12 = tidak memuaskan

> 3.12 – 4.08 = cukup memuaskan

> 4.08 – 5.04 = memuaskan

> 5.04 – 6 = sangat memuaskan

Panjang interval kelas = Range Jumlah interval kelas

= 4.8 = 0.96 5

Range = Nilai indeks maksimum – Nilai indeks minimum

= 6 – 1.2 = 4.8

Page 165: Proses CPO

150

Lampiran 9. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Minyak Goreng

Nilai indeks maksimum adalah : Nilai indeks maksimum adalah : Range dari nilai diatas adalah : Panjang interval kelas adalah : Berdasarkan perhitungan data tersebut, maka interval kelas yang disusun adalah :

Nilai indeks minimum = Total nilai minimum Bobot jawaban terendah

= Skala penilaian terendah x jumlah responden konsumen jumlah interval kelas

= 1 x 30 = 6 5

Nilai indeks maksimum = Total nilai maksimum Bobot jawaban tertinggi

= Skala penilaian tertinggi x jumlah responden konsumen jumlah interval kelas

= 5 x 30 = 30 5

6 – 10.8 = sangat tidak memuaskan

> 10.8 – 15.6 = tidak memuaskan

> 15.6 – 20.4 = cukup memuaskan

> 20.4 – 25.2 = memuaskan

> 25.2 – 30 = sangat memuaskan

Panjang interval kelas = Range Jumlah interval kelas

= 24 = 4.8 5

Range = Nilai indeks maksimum – Nilai indeks minimum

= 30 – 6 = 24

Page 166: Proses CPO

151

Lampiran 10. Bagan Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

Dewan Komisaris KOMITE AUDIT

Direktur Utama

Direktur Produksi

Direktur Keuangan

Direktur SDM/Umum

Direktur Pemasaran Kabag Sekretaris

Korporat/CMR

Kabag Tanaman

Kabag Teknik

Kabag Pengolahan

Kabag Pembiayaan

Kabag Kemitraan & Bina

Lingkungan

Kabag SDM Kabag Pemasaran

Kabag Pengadaan

Kabag SPI

Kabag Teknologi

Informasi (TI)

DM Wil Labuhan

Batu-I

DM Wil Labuhan Batu-II

DM Wil Labuhan Batu-III

DM Wil Asahan

DM Wil Simalungun

DM Wil Deli

Serdang-I

DM Wil Deli

Serdang-II

DM Wil Tapsel

GM Rumah Sakit

GM PIK

MR MANAJER

MANAJER

MANAJER

RUPS

Page 167: Proses CPO

152

Lampiran 11. Standar Mutu CPO dan Kernel di PKS Rambutan

CPO :

No Parameter Produksi (%) Eksport (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

ALB

Kadar air

Kadar kotoran

Nilai peroksida (Peroxide value)

Nilai anisida (Aniside value)

Kadar besi

Kadar tembaga

DOBI

Bilangan Iod

Titik cair

3.50

0.15

0.02

-

-

-

-

-

-

-

5

0.15

0.02

5.00

6.00

3.50

0.05

2.5

51

39 - 41

Kernel :

No Parameter Produksi (%) Eksport (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

ALB

Kadar air

Kadar kotoran

Inti pecah

Kadar minyak

Berubah warna

Max 1.00

Max 7.00

Max 6.00

Max 15.0

Min 49.0

Max 40

Max 1.00

Max 7.00

Max 6.00

Max 15.0

Min 49.0

Max 40

Page 168: Proses CPO

153

Lampiran 12. Standar Mutu Minyak Goreng Cap Sendok

OLEIN SUPER

- Iodine Value : 60,00 Meq Min

- Cloud Point : 7,0 oC Max

- Stability : 9 – 15 jam

- FFA : 0,06 – 0,08 %

- Visual : Bening dan Tidak Ada Benda Asing

OLEIN BULK

- Iodine Value : 56,00 Meq Min

- Cloud Point : 10,0 oC Max

- FFA : 0,1 % Max

SOFT STEARIN

- Iodine Value : 38,0 meq Max

- Melting Point : 46,0 oC Min

HARD STEARIN

- Iodine Value : 43,0 Meq Max

- Melting Point : 53,0 – 54,0 oC

Page 169: Proses CPO

154

Lampiran 13. Contoh Laporan Kinerja dan Penilikan PKS Rambutan

Page 170: Proses CPO

155

Lampiran 14. Contoh Jadwal Perawatan Mesin dan Instalasi PKS Rambutan

JADWAL PERAWATAN MESIN DAN INSTALASI PKS Stasiun : Kempa Peralatan : Hydraulic Power Pack Type/Mode : Pressure constant

Catatan :

Interval Perawatan No Item yang dikerjakan Harian Mingguan Bulanan Tahunan Keterangan

1 Bersihkan bagian luar v 2 Periksa oil pada fluid level gauge v Perhatikan batas up/low 3 Periksa mutu minyak hidrolik v v Penggantian sesuai manual operation 4 Periksa/bersihkan suction strainer v 5 Periksa hydraulic pump v Bila perlu diperbaiki/diganti 6 Periksa/bersihkan counter valve (u-way valve) v 7 Periksa/bersihkan relief valve, check valve, pressure switch v 8 Bersihkan accumulator v v 9 Periksa/bersihkan return filler v

10 Bersihkan compressor piping system v 11 Periksa seal hydraulic cylinder untuk constant pressure v v Bila perlu diganti 12 Periksa/bersihkan ON/OFF v v 13 Periksa hand control v v 14 Periksa electric control panel v v 15 Penggantian suku cadang disesuaikan life time alat v

Page 171: Proses CPO

156

Lampiran 15. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1 Tahap Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan

1. Lingkungan (semua tahapan)

Fisik : Foreign bodies (tikus, serangga, burung)

Kimia : - Mikrobiologi : -

Lingkungan pabrik yang tidak bersih

M

M

S

SSOP dan melakukan proses pengendalian dan pemberantasan hama secara teratur dan hati-hati.

2. Peralatan dan Mesin

Fisik : - Kimia : Kontaminasi logam

Kontaminasi minyak mineral (pelumas dan hidrolik)

Mikrobiologi : -

Bahan dari peralatan yang telah korosi sehingga memungkinkan untuk teroksidasi. Bahan yang digunakan untuk perawatan alat dan mesin yang menggunakan minyak mineral non food grade.

M

M

M

M

S

S

Pemeliharaan dan perawatan peralatan/mesin secara berkala dan peralatan yang digunakan sebaiknya terbuat dari bahan stainless steel atau epoksi. Prosedur dikontrol dengan SOP dan sebaiknya menggunakan minyak mineral yang food grade, bisa terbuat dari minyak sawit.

3. Karyawan/ Pekerja

Fisik : Rambut, kuku, mur, paku, pasir, tanah, puntung rokok

Kimia : - Mikrobiologi : Kontaminasi penyakit menular

Kontaminasi pekerja yang tidak memperhatikan kebersihan pada waktu bekerja Pekerja yang sedang sakit

L

L

M

M

TS

TS

Pelatihan pekerja dan perlunya inspeksi pekerja pada saat bekerja. Kontrol kesehatan setiap karyawan secara berkala.

Page 172: Proses CPO

157

Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1 Tahap Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan

4. Penerimaan bahan baku dan sortasi TBS

Fisik : Tanah, pasir, potongan daun, serangga, dan kotoran lain

Buah mentah

Buah restan

Kimia : Kontaminasi logam (Pb dan Cd)

ALB tinggi

Residu pestisida

Mikrobiologi : -

Penanganan pemasok TBS yang tidak bersih pada saat panen di kebun. Buah yang terlalu cepat dipanen. Buah yang menginap di kebun. Dari tanah yang terbawa pada saat pemanenan Buah yang memar/luka pada saat pengisian buah di tempat pemungutan, penurunan buah di TPH, pengisian buah ke alat transpor pembawa buah ke pabrik, penurunan buah akan membawa lebih banyak tanah dan kotoran yang membantu mempercepat kenaikan ALB oleh karena kontaminasi mikroorganisme, sekaligus menjadi sumber kontaminasi logam, diantaranya besi, yang menjadi pro-oksidan proses hidrolisis minyak. Penggunaan pestisida dalam penanggulangan hama tanaman.

M

L

M

L

M

L

M

M

M

H

M

H

S

TS

S

S

S

S

Perlu inspeksi dan pembinaan ke pemasok, dimana pengutipan TBS dan brondolan tidak diperkenankan memakai sekop atau sapu. TPH disemen atau dialasi plastik. Sortasi dan tolak jika tidak memenuhi kriteria matang panen. Pelatihan pemasok mengenai rotasi panen, terutama pada panen puncak. Analisis laboratorium dengan memperhatikan sampling yang dilakukan. Meminimalisasi kerusakan buah dengan tata cara panen dan pengangkutan yang baik.

Tidak menerima buah restan, oleh karena itu perlu inspeksi dan pembinaan ke pemasok, dimana : buah yang dipanen tidak boleh dibiarkan menginap di TPH, kondisi jalan menuju pabrik harus baik terutama pada musim hujan, jumlah alat angkut harus mencukupi sehingga buah tidak mengantri terutama pada masa panen puncak.

Analisis laboratorium dan pelatihan ke pemasok mengenai pemakaian bahan agrokimia.

Page 173: Proses CPO

158

Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1 Tahap Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan

5. Penyimpanan bahan baku di loading ramp

Fisik : Tanah, pasir, puntung rokok

Kimia : ALB meningkat

Mikrobiologi : -

Loading ramp yang tidak bersih dan pekerja yang tidak menjaga kebersihan. Stagnasi di pabrik sehingga buah mengantri untuk diolah.

Buah yang menginap dan menumpuk di loading ramp.

L

L l

M

M

M

TS

TS

TS

Buah yang telah disortasi sebaiknya langsung ditaruh dalam bays, sehingga tidak perlu ditaruh di loading ramp.

Brondolan yang jatuh di loading ramp tidak boleh dikumpulkan dengan skop atau sapu, sehingga tanah, pasir dan kotoran lain terikut.

Tidak diperkenankan merokok selama bekerja dan selalu menjaga kebersihan loading ramp.

Penyimpanan buah di loading ramp tidak lebih dari 2 hari dari masa panen, dan buah yang akan diolah mengikuti sistem FIFO.

Penanganan buah di loading ramp sesuai dengan SOP dan minimalisasi kerusakan buah.

6. Perebusan Fisik : Sterilizer meledak

Jatuhnya lori buah pada saat diangkat ke thresher.

Gangguan kesehatan operator hoisting crane.

Kimia : Penurunan nilai DOBI

Kontaminasi minyak pelumas

Tekanan uap yang terlalu tinggi. Alat hoisting crane yang lepas, karena kondisi yang tidak baik (aus). Uap panas yang berupa asap yang berasal dari ketel rebusan. Waktu perebusan yang lama. Lori yang menggunakan pelumas non food grade.

L

L

M

L

M

H

H

M

M

M

S

S

S

TS

S

Alat ini sebaiknya tidak digunakan manual dan selalu dikontrol suhu dan tekanan yang diberikan. Perawatan dan pemeriksaan alat harus dilakukan secara benar dan teratur sesuai prosedur yang ada. Menempatkan posisi operator agak jauh dari sterilizer, yakni dekat thesher dan mengontrol melalui panel. Kontrol dengan SOP proses sterilisasi. Menggunakan pelumas food grade yang terbuat dari minyak sawit dan tidak diperkenankan mengutip minyak dari bawah lori dalam sterilisasi untuk dicampur dengan CPO.

Page 174: Proses CPO

159

Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1 Tahap Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan

PAH (Polyaromatic hydrocarbon)

Mikrobiologi : Kontaminasi mikroba

Asap hasil pembakaran di pabrik. Air yang digunakan untuk perebusan.

M

L

M

M

S

TS

Corong asap hasil pembakaran tidak terlalu dekat dan tidak mengarah ke stasiun klarifikasi dan inti sawit. Uji air sebelum digunakan.

7. Penebahan Fisik : - Kimia : - Mikrobiologi : -

8. Pengadukan Fisik : - Kimia : Kontaminasi logam

Penurunan nilai DOBI

Mikrobiologi : -

Pisau pengaduk mengalami korosi oleh asam. Pemanasan dan lama pengadukan yang berlebihan.

L

L

M

M

TS

TS

Pisau pengaduk sebaiknya terbuat dari mangan silikon. Kontrol dengan SOP dan menghindari pemberian uap langsung pada bejana digester.

9. Pengepressan Fisik : Kadar kotoran meningkat.

Kimia : Penurunan nilai DOBI

Mikrobiologi : Kontaminasi mikroba

Cangkang dari inti sawit yang pecah. Pemberian steam langsung ke dalam screw press apabila suhu air dalam hot water tank tidak tercapai. Air yang digunakan untuk pengepressan.

L

L

L

M

M

M

TS

TS

TS

Perawatan alat pengempaan dengan SSOP. Melakukan pengawasan terhadap pemanasan air dalam hot water tank. Uji mutu air sebelum digunakan.

Page 175: Proses CPO

160

Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1 Tahap Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan

10. Pemurnian Fisik : Kandungan NOS (non oil solid) berupa bahan organik dan non organik (Fe,Cu)

Kimia : Kadar air tinggi

Penurunan nilai DOBI dan PV yang meningkat.

PAH (Polyaromatic hydrocarbon)

Mikrobiologi : Kontaminasi mikroba

Bahan yang terbawa dari proses sebelumnya, baik dari alat yang korosi, dan buah yang dikempa. Suhu dan lama pemanasan yang tidak tercapai. Proses oksidasi karena pemanasan yang berlebihan dan waktu yang lama, terdapat prooksidan (Fe, Cu), dan minyak kontak dengan udara karena adanya kebocoran. Adanya alat, pipa dan tangki yang bocor sehingga memungkinkan kontak dengan udara yang berasal dari asap pembakaran. Air yang digunakan untuk pengepressan.

M

L

L

L

L

M

M

M

M

M

S

TS

TS

TS

TS

Proses pemurnian harus segera dilakukan agar tidak terjadi reaksi hidrolisis dan oksidasi. Kontrol dengan SOP proses pemurnian minyak. Kontrol SOP proses pemurnian minyak. Pengawasan dan perawatan terhadap alat dan mesin agar dipastikan tidak ada yang bocor.

Perawatan alat, pipa dan tangki secara berkala sesuai SSOP. Uji mutu air sebelum digunakan.

11. Penyimpanan Fisik : - Kimia : Kontaminasi logam

Storage tank memiliki bagian-bagian yang terbuat dari bahan yang dapat menjadi prooksidan dan suhu yang tidak efektif.

Proses pembersihan tangki yang salah/lalai, sehingga ada logam yang tinggal.

Reaksi hidrolisis yang diakibatkan tangki penyimpanan tidak bersih dan kering pada saat pembersihan tangki.

L

L

L

M

M

M

TS

TS

TS

Bahan dasar tangki penyimpan harus terbuat dari stainless steel atau baja dengan lapisan epoksi yang inert dan pemakaiannya hkusus untuk CPO.

Bagian-bagian tangki, seperti pipa, kran, koil pemanas, pompa tidak boleh terbuat dari tembaga.

Tangki memiliki alat sensor suhu automatik. Pembersihan tangki secara berkala sesuai dengan SOP perawatan dan pembersihan tangki penyimpanan. Perlu pemeriksaan yang teliti sehingga dipastikan tangki benar-benar bersih dan kering.

Page 176: Proses CPO

161

Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1 Tahap Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan

Peningkatan kadar ALB dan nilai PV

Pipa pemanas mengalami kebocoran, sehingga terjadi reaksi oksidasi karena minyak kontak dengan udara.

L M TS Pipa pemanas diperiksa bersamaan dengan masa pencucian tangki timbun dengan melakukan uji hydrotest.

12. Distribusi dan transportasi

Fisik : - Kimia : Kontaminasi logam

Peningkatan kadar ALB dan nilai PV

Tangki transportasi memiliki bagian-bagian yang terbuat dari bahan yang dapat menjadi prooksidan dan suhu yang tidak efektif.

Proses pembersihan tangki yang salah/lalai, sehingga ada logam yang tinggal.

Reaksi hidrolisis yang diakibatkan tangki transportasi tidak bersih dan kering pada saat pembersihan tangki.

Pipa pemanas mengalami kebocoran, sehingga terjadi reaksi oksidasi karena minyak kontak dengan udara.

Proses pemuatan dan CPO dari tangki timbun ke tangki transportasi yang lalai sehingga memungkinkan kontak dengan udara.

L

M

M

L

M

M

M

M

M

M

TS

S

S

TS

S

Bahan dasar tangki transportasi harus terbuat dari stainless steel atau baja dengan lapisan epoksi yang inert dan pemakaiannya hkusus untuk CPO.

Bagian-bagian tangki, seperti pipa, kran, koil pemanas, pompa tidak boleh terbuat dari tembaga.

Tangki memiliki alat sensor suhu automatik. Pencucian tangki secara berkala sesuai dengan SOP perawatan dan pembersihan tangki transportasi. Perlu pemeriksaan yang teliti sebelum pengangkutan CPO sehingga dipastikan tangki tansportasi benar-benar bersih dan kering. Pemeriksaan tangki sebelum pengangkutan CPO. Kontrol dengan SOP pemuatan CPO untuk distribusi.

Page 177: Proses CPO

162

Lampiran 16. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1 Tahap/Input Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP

1. Lingkungan (semua tahapan)

Fisik : Foreign bodies (tikus, serangga, burung)

Ya

Ya

CCP

2. Peralatan dan Mesin Kimia : Kontaminasi logam (Fe, Cu, Zink silikat, mercury) Kontaminasi minyak mineral (pelumas dan hidrolik)

Ya Ya

Ya Ya

CCP CCP

3. Karyawan/Pekerja Fisik : Rambut, kuku, mur, paku, pasir, tanah, puntung rokok

Mikrobiologi : Kontaminasi penyakit menular

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Ya

CP

CP

4. Penerimaan bahan baku dan sortasi TBS

Fisik : Tanah, pasir, potongan daun, serangga, dan kotoran lain Buah mentah Buah restan

Kimia : Kontaminasi logam (Pb dan Cd) ALB tinggi Residu pestisida

Ya

Tidak Tidak

Ya Ya Ya

Tidak Tidak Tidak

Ya

Tidak Ya

Ya

Tidak

Ya

CP CP CP

CCP CP

CCP 5. Penyimpanan bahan

baku di loading ramp Fisik : Tanah, pasir, puntung rokok

Kimia : ALB meningkat

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya

CP

CP

6. Perebusan Fisik : Sterilizer meledak Jatuhnya lori buah pada saat diangkat ke thresher. Gangguan kesehatan operator hoisting crane.

Kimia : Penurunan nilai DOBI Kontaminasi minyak pelumas

Ya Ya Ya

Ya Ya

Tidak Tidak Tidak

Tidak Tidak

Tidak Tidak Tidak

Tidak

Ya

Tidak

CP CP CP

CP

CCP

Page 178: Proses CPO

163

Lampiran 16. Lanjutan Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1 Tahap/Input Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP

Mikrobiologi : Kontaminasi mikroba

Tidak

Tidak

CP

7. Pengadukan Kimia : Kontaminasi logam Penurunan nilai DOBI

Ya Ya

Tidak Tidak

Tidak Tidak

CP CP

8. Pengepressan Fisik : Kadar kotoran meningkat.

Kimia : Penurunan nilai DOBI

Mikrobiologi : Kontaminasi mikroba

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Tidak

Ya

CP

CP

9. Pemurnian Fisik : Kandungan NOS (non oil solid) berupa bahan organik dan non organik (Fe,Cu)

Kimia : Kadar air tinggi Penurunan nilai DOBI dan PV yang meningkat. PAH (Polyaromatic hydrocarbon)

Mikrobiologi : Kontaminasi mikroba.

Ya

Ya Ya Ya

Tidak

Ya

Tidak Tidak

Ya

Tidak

Tidak Tidak

CCP

CP CP

CCP

CP 10. Penyimpanan Kimia :

Kontaminasi logam Peningkatan kadar ALB dan nilai PV

Tidak Tidak

Tidak Tidak

CP CP

11. Distribusi dan transportasi

Kimia : Kontaminasi logam Peningkatan kadar ALB dan nilai PV

Ya Ya

Tidak Tidak

Ya Ya

Tidak Tidak

CCP CCP

Page 179: Proses CPO

164

Lampiran 17. Lembar Kerja Control Measures di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

CCP BATAS KRITIS MONITORING TINDAKAN KOREKSI

PENCATATAN VERIFIKASI

Prinsip 4 Prinsip 2 Prinsip 3 Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa

Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7

Lingkungan Kontaminasi hama

Pestisida : DDT = 0.05 ppm max Endosulfan = 0.5 ppm max Aldrin/Dieldrin= 0.01 ppm max Endrin = 0.01 ppm max Heptachlor = 0.01 ppm max Hexachlorobenzene = 0.01 ppm max Hexachlorocyclohexane :

- Alfa = 0.02 ppm max - Beta = 0.01 ppm max - Gamma = 0.02 ppm max

Kebersihan pabrik dari Penggunaan dosis pestisida

Stasiun pengolahan Stasiun pengolahan

Visual Dengan flashlight

Cek laporan pemakaian pestisida

Setiap hari Tiga bulan sekali

Maskep Maskep

Jika hama tak terkendali, stop operasi dan lakukan pemberantasan hama secara keseluruhan.

Log monitoring proses pembersihan periodik dan pembersihan harian. Log tindakan harian.

Evaluasi laporan inspeksi dan tindakan koreksi. Evaluasi laporan pembersihan pabrik.

Peralatan dan Mesin Kontaminasi logam Kontaminasi minyak mineral (pelumas dan hidrolik)

Logam : Fe = 500 µg/kg max Cu = 50 µg/kg max As = 2 ppm max Pb = 10 ppm Cd = 1 ppm Ni = 200 µg/kg Merkuri = 0.01 ppm Flourine = 150 ppm max Pelumas = 0

Perawatan mesin dan peralatan pengolahan Penggunaan dosis pelumas dan oli hidrolik.

Stasiun pengolahan

Stasiun pengolahan dan bengkel teknik

Cek jadwal perawatan mesin/alat

Cek laporan pemakaian pelumas dan oli hidrolik. Uji laboratorium

Satu kali seminggu Satu kali seminggu Tiga bulan sekali

Asisten Teknik

Asisten Teknik

Asisten Laboratorium

Ganti alat jika sudah korosi. Perbaiki mesin/ alat yang rusak Penggunaan minyak mineral yang food grade, bisa berasal dari minyak sawit.

Log monitoring perawatan dan pembersihan mesin dan alat Log hasil uji laboratorium Log tindakan koreksi

Evaluasi laporan monitoring dan tindakan koreksi Evaluasi kinerja mesin dan peralatan. Evaluasi hasil analisis Lab.

Penerimaan bahan baku dan sortasi TBS Kontaminasi logam ALB tinggi

Fraksi TBS = I - V Logam : Fe = 500 µg/kg max Cu = 50 µg/kg max As = 2 ppm max Pb = 10 ppm

Fraksi TBS

Kadar kotoran Kadar air

Di loading ramp

Di Lab

Visual Cek laporan sortasi Uji laboratorium

Setiap hari Setiap buah datang

Maskep

Asisten Laboratorium

Tolak jika tidak memenuhi persyaratan

Log penerimaan dan sortasi TBS Log laporan analisis mutu buah. Log tindakan koreksi.

Evaluasi hasil sortasi dan hasil analisis mutu Evaluasi pemasok Evaluasi tindakan koreksi.

Page 180: Proses CPO

165

Lampiran 17. Lanjutan Lembar Kerja Control Measures di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

CCP BATAS KRITIS MONITORING TINDAKAN KOREKSI

PENCATATAN VERIFIKASI

Prinsip 4 Prinsip 2 Prinsip 3 Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa

Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7

Residu pestisida

Cd = 1 ppm Ni = 200 µg/kg Merkuri = 0.01 ppm Flourine = 150 ppm max Pestisida = sama dengan di atas

Kadar ALB Kandungan pestisida

Di Lab

Uji laboratorium

Tiga bulan sekali

Asisten Lab

Perebusan Kontaminasi minyak pelumas

Pelumas = 0

Pemakaian dosis pelumas

Di stasiun perebusan

Cek dosis pemakaian

Uji laboratorium

Setiap minggu

Tiga bulan sekali

Asisten Teknik

Asisten Lab

Eliminasi buah yang terkontaminasi dan stop proses operasi.

Log monitoring proses perebusan Log harian analisa mutu di stasiun perebusan.

Evaluasi laporan monitoring. Evaluasi laporan tindakan koreksi Evaluasi laporan perawatan mesin/alat.

Pemurnian Kandungan NOS (non oil solid) berupa bahan organik dan non organik (Fe,Cu)

PAH (Polyaromatic hydrocarbon)

Kadar kotoran = 0.02% max Logam = sama dengan di atas PAH (B(a)P) = 2 µg/kg max

Suhu

Kualitas dan komposisi air

Asap pembuangan dari boiler

Stasiun pemurnian Stasiun water treatment Stasiun boiler

Visual Uji lab Visual

Dua kali sehari Sebelum digunakan Setiap hari

Asisten pengolahan Asisten Lab Asisten teknik

Rework atau adjustment

Eliminasi jika tidak memenuhi persyaratan mutu

Log monitoring proses pemurnian Log laporan kinerja boiler Log tindakan koreksi Log laporan analisis mutu.

Evaluasi laporan monitoring Evaluasi laporan tindakan koreksi

Distribusi dan transportasi Kontaminasi logam Peningkatan kadar ALB dan nilai PV

Logam = sama dengan di atas. ALB = 3.5% max PV = 5.0% max

Suhu awal pemuatan Suhu selama perjalanan Kebersihan tangki

Di stasiun pengiriman CPO.

Uji lab sebelum dan sesudah pengiriman.

setiap pengiriman

Asisten Lab

Blending Eliminasi jika tidak memenuhi persyaratan mutu

Log monitoring proses pemuatan dan pengiriman Log tindakan koreksi

Evaluasi laporan monitoring Evaluasi laporan tindakan koreksi

Page 181: Proses CPO

166

Lampiran 18. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

PRINSIP 1 Tahap Potensial Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan

1. Penerimaan bahan baku CPO

Fisik : Kadar kotoran tinggi Warna Kimia : ALB (FFA) tinggi Kadar air tinggi Iod Value (IV) Peroxide value (PV) DOBI Residu pestisida Mikrobiologi : -

Penanganan pemasok yang tidak baik. Penanganan pemasok yang tidak baik. Kontaminasi pestisida di PKS.

L L

L L L L M L

M L

H M M H M H

TS TS

S TS TS S S S

Analisis mutu CPO. Tidak menerima bahan baku yang tidak sesuai

dengan kriteria mutu yang ditetapkan. Analisis mutu CPO. Tidak menerima bahan baku yang tidak sesuai

dengan kriteria mutu yang ditetapkan. Uji residu pestisida.

2. Penerimaan Phosporic Acid (H3PO4)

Fisik : - Kimia : - Mikrobiologi : -

3. Penerimaan Bleaching earth

Fisik : - Kimia : Dioksin, PB, Cd,

Benzo(a)pyrene Mikrobiologi : -

Penanganan pemasok yang tidak baik.

L

H

S

Memasok BE yang fresh (FBE) dan memiliki CoA.

4. Pretreatment bahan baku

Fisik : CPO berbentuk padat Kimia : - Mikrobiologi : -

Suhu rendah pada waktu transfer minyak ke storage tank CPO.

L

L

US

Pemanasan pendahuluan sebelu transfer ke storage tank.

Page 182: Proses CPO

167

Lampiran 18. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

PRINSIP 1 Tahap Potensial Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan

5. Degumming Fisik : kadar kotoran (Fe, Cu)

Warna Kimia : PV tinggi Mikrobiologi : -

Proses degumming yang tidak berjalan baik. Proses oksidasi yang terjadi. Penggunaan Asam phospat (H3PO4) yang terlalu banyak.

L

L

L

M

M

H

TS

TS

S

Pengontrolan penggunaan asam phospat dan adanya SOP yang baku. Mencegah kebocoran pipa dan pengontrolan suhu. Pengontrolan penggunaan asam phospat dan adanya SOP yang baku.

6. Bleaching Fisik : Warna gelap Kimia : Karoten Mikrobiologi : -

Proses oksidasi karena suhu terlalu tinggi dan sisa karoten.yang tidak terikat. BE yang kurang sehingga banyak karoten yang tidak terikat.

L

L

M

M

TS

TS

Pengontrolan terhadap suhu yang digunakan Pengontrolan terhadap BE yang ditambahkan.

7. Deodorisasi Fisik : Bau tengik (rancidity)

Kadar kotoran

Kimia : Aldehid, keton, gas-gas

yang larut dalam minyak dan uap air.

Peroksida Prooksidan metal

Mikrobiologi : -

FFA, Monogliserida, dan Digliserida. Penanganan proses sebelumnya. Hasil-hasil oksidasi asam lemak. Minyak panas teroksidasi oleh atmosfir akibat pemanasan minyak yang terlalu tinggi temperaturnya. Penanganan proses sebelumnya

L

M

L

L

M

M

M

M

H

M

TS

S

TS

S

S

SOP Proses Deodorisasi dikontrol. Kontrol proses sebelumnya dengan SOP. Bahan baku yang digunakan sebaiknya bermutu tinggi. Pemanasan minyak dilakukan dengan tekanan rendah Penambahan asam sitrat dengan komposisi yang sesuai.

Page 183: Proses CPO

168

Lampiran 18. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

PRINSIP 1 Tahap Potensial Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan

8. Kristalisasi Fisik : Kristal tidak terbentuk atau

ukuran kristal sangat kecil Cloud point tinggi

Stabilitas minyak rendah Kimia : - Mikrobiologi : -

Suhu, laju kristalisasi, komposisi gliserida, laju pendinginan, laju pengadukan dan waktu kristalisasi. Suhu dan waktu yang tidak terkontrol baik. Suhu dan waktu yang tidak terkontrol baik.

L

M

M

M

M

M

TS

S

S

Proses kristalisasi harus diperhatikan dan dikontrol dengan baik. Suhu dan temperatur harus dikontrol. Suhu dan temperatur harus dikontrol.

9. Filtrasi Fisik : Filter cloth koyak

Kimia : stearin Mikrobiologi : -

Tekanan sequeezing yang terlalu tinggi • Proses kristalisasi yang tidak sempurna

sehingga kristalisasi stearin lewat saat disaring oleh penyaring.

• Ukuran filter press yang sudah melebar.

L

L

M

L

TS

TS

Pengontrolan tekanan sequeezing. Proses kristalisasi perlu diperhatikan dan ukuran filter press perlu diperhatikan dan apabila perlu diganti, harus segera diganti.

10. Pengemasan Fisik : Kontaminasi pekerja Kimia : - Mikrobiologi : -

Pekerja yang tidak higienis.

H

M

S

SOP dan SSOP

Page 184: Proses CPO

169

Lampiran 18. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

PRINSIP 1 Tahap Potensial Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan

11. Penyimpanan Minyak goreng

Fisik : Kristalisasi, kabut (cloudyness)

Kimia : - Mikrobiologi : -

Suhu penyimpanan dibawah standar prosedur yang ditetapkan.

L

L

TS

Menjaga suhu penyimpanan secara konstan.

12. Distribusi minyak goreng

Fisik : - Kimia : - Mikrobiologi : -

Page 185: Proses CPO

170

Lampiran 19. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

PRINSIP 1 Tahap/Input Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP

1. Penerimaan bahan baku CPO

Fisik : Kadar kotoran tinggi Warna Kimia : ALB (FFA) tinggi Kadar air tinggi Iod Value (IV) Peroxide value (PV) DOBI Residu pestisida

Ya Ya

Ya Ya Ya Ya Ya Ya

Tidak Tidak

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Ya

Ya

Ya Ya Ya Ya Ya

Ya

Ya Ya Ya Ya Ya

CP CP

CP CP CP CP CP

CCP 2. Penerimaan Bleaching

earth Kimia : Dioksin, PB, Cd, Benzo(a)pyrene

Ya

Ya

CCP

3. Pretreatment bahan baku

Fisik : CPO berbentuk padat

Ya

Tidak

Tidak

CP

4. Degumming Fisik : kadar kotoran (Fe, Cu) Warna Kimia : Kenaikan PV

Ya Ya

Ya

Tidak Tidak

Tidak

Ya Ya

Ya Ya

CP CP

CP 5. Bleaching Fisik :

Warna gelap Kimia : Karoten

Ya

Ya

Tidak

Tidak

CP

CP

Page 186: Proses CPO

171

Lampiran 19. Lanjutan Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

PRINSIP 1 Tahap/Input Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP

6. Deodorisasi Fisik : Bau tengik (rancidity) Kadar kotoran Kimia : ALB Aldehid, keton, gas-gas yang larut dalam minyak dan uap air. Peroksida Prooksidan metal

Ya Ya

Ya Ya Ya Ya

Tidak Tidak

Tidak Tidak Tidak Tidak

Ya

Ya

Tidak

Tidak

CP

CCP

CP CP CP

CCP 7. Kristalisasi Fisik :

Kristal tidak terbentuk atau ukuran kristal sangat kecil Cloud point tinggi

Ya Ya

Tidak Tidak

Tidak Tidak

CP CP

8. Filtrasi Fisik : Filter cloth koyak Kimia : stearin

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

CP

CP 9. Pengemasan Fisik :

Kontaminasi pekerja

Ya

Tidak

Ya

Tidak

CCP 10. Penyimpanan minyak

goreng Fisik : Kabut (cloudyness)

Tidak

Tidak

CP

Page 187: Proses CPO

172

Lampiran 20. Lembar Kerja Control Measures di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

CCP BATAS KRITIS MONITORING TINDAKAN KOREKSI

PENCATATAN VERIFIKASI

Prinsip 4 Prinsip 2 Prinsip 3 Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa

Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7

Penerimaan bahan baku CPO Residu pestisida

Pestisida : DDT = 0.05 ppm max Endosulfan = 0.5 ppm max Aldrin/Dieldrin= 0.01 ppm max Endrin = 0.01 ppm max Heptachlor = 0.01 ppm max Hexachlorobenzene = 0.01 ppm max Hexachlorocyclohexane :

- Alfa = 0.02 ppm max - Beta = 0.01 ppm max - Gamma = 0.02 ppm max

Kandungan pestisida pada CPO

Di bagian penerimaaan CPO dan di Laboratorium

CoA Pemasok Uji laboratorium

Setiap penerimaan CPO

Asisten QA

Tolak jika tidak memenuhi persyaratan mutu bahan baku.

Log monitoring penerimaan CPO Log tindakan koreksi Log analisis mutu bahan baku CPO

Evaluasi laporan monitoring. Evaluasi tindakan koreksi Evaluasi laporan analisis mutu bahan baku.

Penerimaan Bleaching earth Dioksin, PB, Cd, Benzo(a) pyrene

Dioksin = < 1 pg WHO - PCCD/F-TEQ/g Pb = < 10 mg/kg Cd = < 0,4 mg/kg Benzo(a) pyrene = < 1µg/kg

Mutu BE

Di Lab dan gudang penyimpanan BE

CoA Uji laboratorium

Setiap memasok BE

Asisten QA

Tolak jika tidak memenuhi persyaratan

Log monitoring penerimaan BE. Log tindakan koreksi Log analisis mutu BE.

Evaluasi laporan monitoring. Evaluasi laporan tindakan koreksi Evaluasi laporan analisis mutu.

Deodorisasi Kadar kotoran Prooksidan metal

Bahan yang mudah menguap pada 105oC = 0.2% m/m Pengotor tidak larut = 0.05% m/m Kandungan sabun = 0.005% m/m Nilai asam = 0.6 mg/kg Nilai peroksida = 10 miliekulivalen dari oksigen aktif/kg minyak.

Suhu Tekanan vakum Caustic soda pada saat pembersih-an alat.

Di ruang pengolahan bagian deodorisasi.

Visual Uji mutu hasil deodorisasi

Setiap hari Setiap bulan untuk uji laboratorium

Asisten QA Kepala Proses

Rework jika memungkinkan Stop proses dan eliminasi produk yang tidak sesuai

Log monitoring proses deodorisasi Log tindakan koreksi Log laporan pembersihan dan perawatan mesin/alat.

Evaluasi laporan monitoring. Evaluasi laporan tindakan koreksi Evaluasi laporan analisis mutu.

Page 188: Proses CPO

173

Lampiran 20. Lanjutan Lembar Kerja Control Measures di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

CCP BATAS KRITIS MONITORING TINDAKAN KOREKSI

PENCATATAN VERIFIKASI

Prinsip 4 Prinsip 2 Prinsip 3 Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa

Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7

Fe = 1.5 mg/kg max Cu = 0.1 mg/kg max As = 0.1 mg/kg max Pb = 0.1 mg/kg max

Pengemasan Kontaminasi pekerja

TPC = 1000/g max Salmonella = absent in 25 g Yeasts = 10/g max Moulda = 10/g max Enterobacteriaceae = 10/g max E. Coli = absent /g

Kebersihan karyawan Gejala penyakit pada karyawan.

Ruang pengemasan

Visual

General check up berkala

Setiap hari sebelum masuk ruangan

Enam bulan sekali

Kepala Packing Kepala Packing

Jika ada yang sakit, maka dipulangkan untuk istirahat hingga sembuh Jika parah, maka diantar ke rumah sakit.

Log monitoring sanitasi dan kesehatan pekerja. Log laporan tindakan koreksi Log laporan analisis mutu.

Evaluasi laporan monitoring sanitasi pekerja. Evaluasi laporan tindakan koreksi