prosedur visum

2
Untuk melakukan visum sendiri terdapat beberapa prosedur yang harus dipenuhi. Hal pertama yang harus dipenuhi adalah memastikan identitas korban harus sesuai dengan surat permintaan Visum et Repertum (SPV) yang berlabel kepolisian maupun RSCM. Langkah selanjutnya apabila terdapat korban yang diduga akibat tindak pidana tetapi belum ada SPV nya, maka hal yang dilakukan adalah menghubungi polisi pengirim atau Polres Jakarta Pusat. Jenis pemeriksaan yang dilakukan dokter forensik ada dua, yaitu pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Pemeriksaan luar dilakukan bila hanya ada SPV nya, atau dalam keadaan yang memaksa dan telah yakin ada SPV nya. Kemudian pemeriksaan dalam yang seing disebut sebagai otopsi. Tanpa otopsi, surat keterangan pemeriksaan mayat (model A) hanya diberikan jika; a) SPV hanya meminta pemeriksaan luar, b) SPV pemerintaan pemeriksaan mayat atau c) SPV nya dicabut. Ketika kondisi SPV nya dicabut, maka pada SKPM harus tertera pernyataan dari penyidik. Bila belum ada pernyataan penyidik, maka hal tersebut belum dapat dilakukan dan diputuskan. Otopsi dapat dilakukan jika dokter pemeriksa telah hadir. Otopsi ini dilakukan dengan syarat bahwa dengan sepengetahuan keluarga korban yang dinyatakan dengan formulir tidak keberatan dari keluarga korban atau statusnya telah kadaluarsa yaitu dua hari sejak pemeriksaan luar. Dalam proses otopsi ini, yang menjadi penganggung jawabnya adalah dokter spesialis forensik yang memeriksa. Bentuk tindakan forensik ada DUA yaitu forensik patologi dan klinik. Forensik klinik adalah proses pemeriksaan terhadap korban yang masih hidup. Hal ini juga membantu dalam proses investigasi suatu kejahatan. Contohnya adalah untuk pemeriksaan terhadap korban pemerkosaan, sexual abuse dan child abuse. APAKAH DOKTER UMUM BOLEH MELAKUKAN VISUM ? Masalah ini berpokok pada sah atau tidaknya sebuah visum et repertum yang dikeluarkan oleh seorang dokter yang bukan merupakan dokter spesialis forensik. Dalam pasal 133 KUHAP

Upload: arief-aulia-rahman

Post on 14-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

prosedur visum

TRANSCRIPT

Page 1: Prosedur Visum

Untuk melakukan visum sendiri terdapat beberapa prosedur yang harus dipenuhi. Hal pertama yang harus dipenuhi adalah memastikan identitas korban harus sesuai dengan surat permintaan Visum et Repertum (SPV) yang berlabel kepolisian maupun RSCM. Langkah selanjutnya apabila terdapat korban yang diduga akibat tindak pidana tetapi belum ada SPV nya, maka hal yang dilakukan adalah menghubungi polisi pengirim atau Polres Jakarta Pusat. Jenis pemeriksaan yang dilakukan dokter forensik ada dua, yaitu pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam.

Pemeriksaan luar dilakukan bila hanya ada SPV nya, atau dalam keadaan yang memaksa dan telah yakin ada SPV nya. Kemudian pemeriksaan dalam yang seing disebut sebagai otopsi. Tanpa otopsi, surat keterangan pemeriksaan mayat (model A) hanya diberikan jika; a) SPV hanya meminta pemeriksaan luar, b) SPV pemerintaan pemeriksaan mayat atau c) SPV nya dicabut. Ketika kondisi SPV nya dicabut, maka pada SKPM harus tertera pernyataan dari penyidik. Bila belum ada pernyataan penyidik, maka hal tersebut belum dapat dilakukan dan diputuskan. Otopsi dapat dilakukan jika dokter pemeriksa telah hadir. Otopsi ini dilakukan dengan syarat bahwa dengan sepengetahuan keluarga korban yang dinyatakan dengan formulir tidak keberatan dari keluarga korban atau statusnya telah kadaluarsa yaitu dua hari sejak pemeriksaan luar. Dalam proses otopsi ini, yang menjadi penganggung jawabnya adalah dokter spesialis forensik yang memeriksa.

Bentuk tindakan forensik ada DUA yaitu forensik patologi dan klinik. Forensik klinik adalah proses pemeriksaan terhadap korban yang masih hidup. Hal ini juga membantu dalam proses investigasi suatu kejahatan. Contohnya adalah untuk pemeriksaan terhadap korban pemerkosaan, sexual abuse dan child abuse.

APAKAH DOKTER UMUM BOLEH MELAKUKAN VISUM ?

Masalah ini berpokok pada sah atau tidaknya sebuah visum et repertum yang dikeluarkan oleh seorang dokter yang bukan merupakan dokter spesialis forensik. Dalam pasal 133 KUHAP disebutkan bahwa penyidik berwenang untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. Dalam pasal ini sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan dokter spesialis forensik membuat dan mengeluarkan visum et repertum (Visum luar maupun otopsi). Tetapi, di dalam penjelasan pasal 133 KUHAP dikatakan bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan. Hal ini diperjelas pada Pedoman Pelaksanaan KUHAP dalam Keputusan Menteri Kehakiman R.I. No.M.01.PW.07.03 Tahun 1982 yang antara lain menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat oleh dokter bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan demikian, konsekuensi Yuridisnya, Semua hasil visum et repertum yang dikeluarkan oleh dokter spesialis forensik maupun dokter selain dokter spesialis forensik merupakan alat bukti yang syah menurut hukum acara pidana. Yang membedakannya adalah kedudukannya sebagai alat bukti masih lebih tinggi visum et repertum yang dikeluarkan oleh dokter spesialis forensik.