proposal_penelitian_oral_hygiene_lansia 97.doc

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadi tua adalah suatu proses alamiah yang berkesinambungan, terjadi terus menerus sejak seseorang lahir ke dunia. Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lanjut usia (lansia). Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan masih banyak lagi. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. (1) Jumlah orang lansia di Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 28,8 juta atau 11% dari total populasi penduduk. Angka ini akan menjadikan Indonesia menempati urutan ke-4 terbanyak negara berpopulasi lansia setelah Cina, India, dan Amerika. (2) Namun, ada sekitar 74% dari lansia usia 60 tahun ke atas menderita penyakit kronis yang harus makan obat terus- menerus selama hidup mereka. (1) Kurva kematian pada golongan-golongan umur di Indonesia, seperti huruf U yang artinya kematian terbanyak terdapat pada golongan bayi dan anak kemudian lajut usia (yang merupakan golongan-golongan masyarakat yang paling rentan penyakit). Sekarang, golongan lanjut usia Indonesia masih berkualitas rendah akibat sisa-sisa penjajahan.Kebanyakan dari mereka 1

Upload: irina-aulianisa

Post on 08-Nov-2015

69 views

Category:

Documents


32 download

DESCRIPTION

p

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menjadi tua adalah suatu proses alamiah yang berkesinambungan, terjadi terus menerus sejak seseorang lahir ke dunia. Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lanjut usia (lansia). Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan masih banyak lagi. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda.(1) Jumlah orang lansia di Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 28,8 juta atau 11% dari total populasi penduduk. Angka ini akan menjadikan Indonesia menempati urutan ke-4 terbanyak negara berpopulasi lansia setelah Cina, India, dan Amerika.(2) Namun, ada sekitar 74% dari lansia usia 60 tahun ke atas menderita penyakit kronis yang harus makan obat terus-menerus selama hidup mereka.(1) Kurva kematian pada golongan-golongan umur di Indonesia, seperti huruf U yang artinya kematian terbanyak terdapat pada golongan bayi dan anak kemudian lajut usia (yang merupakan golongan-golongan masyarakat yang paling rentan penyakit). Sekarang, golongan lanjut usia Indonesia masih berkualitas rendah akibat sisa-sisa penjajahan.Kebanyakan dari mereka bergantung pada keluarga dan kurang produktif. Keadaan ini akan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan mereka.(3) Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang menyerang segala kelompok umur baik pada anak-anak sampai dewasa tak terkecuali pada kelompok lansia. Salah satu masalah kesehatan pada lansia adalah karies gigi dan penyakit periodontal. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi persoalan di Indonesia sebab berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004.(4) Tingkat prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. Hasil penelitian menunjukkan 95% penderita bergigi dengan umur lebih 65 tahun mempunyai penyakit periodontal, dan 70% penderita lansia membutuhkan perawatan periodontal.(5)Beberapa studi yang dilakukan di negara maju menghasilkan bahwa gangguan mulut merupakan suatu kelainan yang bersifat kronik yang akan sering dijumpai pada lanjut usia seperti kehilangan gigi, karies gigi dan penyakit periodontal. Gejala-gejala dari penyakit diatas dapat berupa sakit, terganggunya fungsi mengunyah, serta infeksi, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup lanjut usia. Kelainan kronik ini, dapat meningkat karena rendahnya kunjungan pemeriksaan ke pusat kesehatan gigi atau tenaga profesi kedokteran lainnya.(6)Dampak negatif dari kesehatan mulut lanjut usia dalam kualitas hidupnya, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Kesehatan mulut yang buruk pada lanjut usia akan terlihat dengan banyak gigi yang hilang, karies dan penyakit periodontal. Gigi juga merupakan unsur yang penting dalam tubuh untuk mencapai derajat kesehatan dan gizi yang baik, terutama pada lanjut usia.(6) Menurut RISKESDAS 2013, Index DMF-T paling tinggi di Indonesia adalah kelompok umur 65 tahun ke atas yaitu 18.9 dan yang kedua pada kelompok umur 55-64 tahun yaitu 12.3. Sedangkan untuk proporsi penduduk bermasalah gigi dan mulut di kelompok umur 55-64 tahun 28.3 % tetapi yang mendapat perawatan hanya 29.5 %, pada kelompok umur 65 tahun ke atas proporsi penduduk bermasalah gigi dan mulut adalah sebesar 19.2 % dan yang mendapat perawatan hanya sebesar 24.7%.(7)1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaiamana perbandingan kesehatan gigi dan mulut pada kelompok lansia binaan dengan non binaan di Kelurahan Cipete Selatan ?1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk menilai perbandingan kesehatan gigi dan mulut pada lansia binaan dan non binaan untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut di Kelurahan Cipete Selatan. 1.3.2. Tujuan Khusus1. Menilai hubungan antara kebersihan gigi dan mulut dengan kesehatan gigi dan mulut pada lansia di Kelurahan Cipete Selatan.2. Menilai hubungan antara praktik kesehatan gigi dan mulut dengan kesehatan gigi dan mulut pada lansia di Kelurahan Cipete Selatan.3. Menilai hubungan antara status kesehatan dengan kesehatan gigi dan mulut pada lansia di Kelurahan Cipete Selatan.1.4. Hipotesis Penelitian

Hiposis dalam penelitian ini:

1. Terdapat hubungan antara kebersihan gigi dan mulut dengan kesehatan gigi dan mulut pada lansia di Kelurahan Cipete Selatan

2. Terdapat hubungan antara praktik kesehatan gigi dan mulut dengan kesehatan gigi dan mulut pada lansia di Kelurahan Cipete Selatan

3. Terdapat hubungan antara status kesehatan dengan kesehatan gigi dan mulut pada lansia di Kelurahan Cipete Selatan

1.5. Manfaaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan hasilnya dapat berguna bagi masyarakat, bagi institusi yaitu Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan serta bagi ilmu pengetahuan:

1. Bagi masyarakat

Untuk meningkatkan pemahaman serta kesadaran bagi masyarakat khususnya lansia untuk lebih meningkatkan kesadaran dalam memperhatikan kesehatan gigi dan mulut2. Bagi Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan

Untuk memberikan masukan bagi puskesmas Kelurahan Cipete Selatan dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan gigi dan mulut khususnya untuk lansia3. Bagi ilmu pengetahuan

Penelitian ini dijadikan suatu masukan untuk meningkatkan kualitas penelitian, dan bahan referensi bagi peneliti lainnya.1.6 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dibuat dengan keterbatasan waktu, biaya dan tenaga. Namun peneliti tetap berusaha melaksanakan penelitian ini sebaik mungkin.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Kesehatan Gigi dan Mulut pada Lansia

Menua merupakan proses yang terjadi terus menerus yang terjadi secara alamiah. Proses menua berdampak pada kemunduran fisik, psikologis maupun sosial, sehingga dapat menimbulkan masalah baik pada diri lansia (lanjut usia) itu sendiri maupun orang disekitarnya. Proses menua cenderung menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.(1) Lansia di dunia bertambah dengan cepat bahkan paling cepat diantara kelompok usia lainnya. Diperkirakan pada tahun 2025 terdapat 1,2 milyar lansia dan pada tahun 2050 akan menjadi 2 milyar lansia di dunia (21% total penduduk dunia), sebagian besar (sekitar 80%) hidup di negara berkembang. Asia dan Pasifik merupakan bagian dunia yang tercepat pertambahannya dan salah satu negara yang cepat pertambahan lansianya adalah Indonesia.(2) Tahun 2000 lansia di Indonesia berjumlah 14,4 juta (7,18%), tahun 2007 sudah mencapai 18,96 juta (8,42%) dan diprediksi akan berlipat ganda menjadi 28,8 juta (11,34%) pada tahun 2020. Di Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki jumlah penduduk lansia terbanyak. Berdasarkan hasil pendataan keluarga tahun 2008 proporsi lansia di DIY sebesar 12,26%.(8)

Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan di rongga mulut bersama-sama dengan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut.(9) Indikator untuk menilai karies gigi yang utama digunakan adalah indeks DMF-T. DMF-T merupakan penjumlahan indeks D-T, M-T, dan F-T, yang menunjukkan banyaknya kerusakan gigi yang pernah dialami seseorang karena karies baik berupa D (decayed atau gigi berlubang/karies), M (missing atau gigi yang telah/harus dicabut karena karies), serta F (filling atau gigi yang telah ditambal karena karies). Indeks DMF-T ini sampai sekarang masih diterima secara luas diseluruh dunia.(9) Rata-rata DMF-T 4,85 berarti setiap orang di Indonesia rata-rata mempunyai 5 gigi yang karies. Selanjutnya didapatkan prevalensi karies gigi pada usia 65 tahun sebesar 94,4% dengan DMF-T 18,33.(9)

Penyakit periodontal juga merupakan salah satu penyakit yang sangat meluas dalam kehidupan masyarakat sehingga mereka menganggap penyakit ini sebagai sesuatu yang tidak terhindari. Penyakit yang paling sering mengenai jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontitis. Seperti karies gigi, penyakit periodontal juga lambat perkembangannya dan apabila tidak dirawat akan menyebabkan kehilangan gigi. Kesehatan gigi atau sekarang sering disebut dengan kesehatan gigi dan mulut adalah keadaan rongga mulut, termasuk gigi geligi dan struktur serta jaringan pendukungnya bebas dari penyakit dan rasa sakit, berfungsi secara optimal, yang akan menjadikan percaya diri serta hubungan interpersonal dalam tingkatan paling tinggi. Kesehatan rongga mulut memegang peranan penting dalam mendapatkan kesehatan umum dan kualitas hidup lansia. Keadaan mulut yang buruk, misalnya banyaknya gigi hilang akibat rusak atau trauma yang tidak dirawat, akan mengganggu fungsi dan aktivitas rongga mulut, sehingga akan mempengaruhi status gizi serta akan mempunyai dampak pada kualitas hidup.(5,10)

Gigi dan mulut merupakan investasi kesehatan seumur hidup. Peranannya cukup besar dalam mempersiapkan makanan sebelum absorpsi pada saluran pencernaan disamping fungsi psikis dan sosial. Kesehatan mulut merupakan bagian fundamental kesehatan umum dan kesejahteraan hidup. Tahap awal asupan makanan melalui rongga mulut tempat proses pencernaan dimulai, makanan dikunyah menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, kemudian dibasahi dengan saliva untuk ditelan. Makanan yang tidak dicerna secara sempurna tidak akan terserap dengan baik oleh tubuh, dan juga dapat mempengaruhi fungsi pencernaan tubuh. Kehilangan gigi geligi dalam jumlah yang banyak tentunya akan mengganggu proses tersebut sehingga mempengaruhi asupan zat gizi yang dibutuhkan tubuh.

Berbagai laporan memperlihatkan bahwa kehilangan gigi pada lansia cukup besar, seperti yang dilaporkan oleh WHO, prevalensi kehilangan gigi pada populasi usia 65-75 tahun di Perancis 16,9%, Jerman 24,8%, Amerika Serikat 31%. Di Indonesia berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 diketahui prevalensi kehilangan gigi pada kelompok usia 55-64 tahun sebesar 5,9% dan pada usia 65 tahun sebesar 17,6%.(11)

Masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering terjadi pada lansia adalah terjadinya karies gigi dan penyakit periodontal. Mayoritas karies gigi pada lansia merupakan karies akar. Karies dan penyakit periodontal menjadi penyebab utama kehilangan gigi geligi untuk lansia di Indonesia. Karies gigi dan penyakit periodontal merupakan 2 penyakit utama yang menyerang penduduk dunia. Di Indonesia, karies gigi menyerang 90,90% penduduk dengan DMF-T sebesar 6,44 dan 73,50% penduduk Indonesia menderita penyakit periodontal.(9)Penyakit karies gigi dialami oleh 90% masyarakat Indonesia, hal ini terkait dengan masalah pemeliharaan kebersihan mulut.(10) Karies gigi umumnya disebabkan oleh kebersihan mulut yang buruk, sehingga terjadilah akumulasi plak yang mengandung berbagai macam bakteri diantaranya Streptococcus mutans sebagai penyebab utama penyakit karies gigi. Pada golongan usia lanjut penyakit karies gigi lebih menonjol, karena adanya gangguan fisiologis yang berakibat terganggunya fungsi pengunyahan dan sendi rahang, sehingga mengganggu kenikmatan hidup. Karies bersifat kronis dan dalam perkembangannya membutuhkan waktu yang lama, sehingga sebagian besar penderita mempunyai potensi mengalami gangguan seumur hidup. Namun penyakit ini sering tidak mendapat perhatian dari masyarakat dan perencana program kesehatan, karena dianggap tidak membahayakan jiwa.

Menurut kelompok usia, ada kecenderungan semakin meningkat usia semakin meningkat pula pengalaman karies. Prevalensi karies aktif meningkat sampai kelompok usia 35 44 tahun dan menurun kembali pada usia 65 tahun ke atas namun penurunan ini tidak drastis sebab prevalensi karies aktif pada usia 65 tahun ke atas masih tetap tinggi.(10)2.2.Karies Gigi

Karies gigi adalah proses demineralisasi yang disebabkan oleh suatu interaksi antara (produk-produk) mikroorganisme, ludah, bagian-bagian yang berasal dari makanan dan email.(5) Karies gigi adalah suatu penyakit yang merupakan interaksi dari 4 faktor. Host (penjamu), agent (penyebab), environment (lingkungan) dan time (waktu) yang menghasilkan kerusakan pada jaringan keras gigi yang tak bisa pulih kembali yaitu email, dentin dan sementum.(5) Menjaga kebersihan mulut dan perawatan topikal aplikasi fluor serta menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor setiap hari dapat mengurangi atau menghambat terjadinya karies pada akar. Topikal fluorida telah direkomendasikan untuk mencegah karies akar, karena fluorida mempunyai efek mengurangi daya larut email, meningkatkan remineralisasi lesi karies awal dan bersifat bakterisidal dengan mempengaruhi proses metabolisme bakteri plak.(12) Menurut Sriyono (2009) akhir-akhir ini, hasil berbagai penelitian menunjukkan adanya penemuan penting tentang kerja fluor yang lain, yaitu fluor mempunyai efek remineralisasi pada lesi awal atau pre karies serta mempunyai sejumlah efek antimikrobial. Indikator status kesehatan untuk menilai karies gigi yang utama digunakan adalah indeks DMF-T dan prevalensi. DMF-T merupakan penjumlahan indeks D T, M-T dan F-T, yang menunjukkan banyaknya kerusakan gigi yang pemah dialami seseorang karena karies baik berupa D/Decay (gigi berlubang karies), M/Missing (gigi dicabut) serta F/ Filling (gigi ditumpat). Indeks DMF-T ini sampai sekarang masih diterima secara luas di seluruh dunia. Pengertian masingmasing komponen dari DMF-T menurut Sriyono (2009) adalah D =Decay yaitu kerusakan gigi permanen karena karies yang masih dapat ditambal. M = Missing yaitu gigi permanen yang hilang karena karies atau gigi karies yang mempunyai indikasi untuk dicabut. F = Filling yaitu gigi permanen yang telah ditambal karena karies. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pemeriksa waktu menilai memakai indeks DMF-T, yaitu:1) Apabila ada gigi yang ditambal sementara, maka gigi tersebut dimasukkan kriteria D;2) Apabila sebuah gigi mempunyai satu atau lebih tambalan pada permukaannya, sedangkan permukaan lain karies, maka gigi tersebut dimasukkan kriteria D;3) Apabila ada gigi yang telah ditambal dan timbul karies sekunder disekelilingnya, maka gigi tersebut dimasukkan kriteria D; 4) Apabila ada tambalan preventif misalnya fisur silen, maka gigi tersebut tidak dirnasukkan kriteria F;

5) Apabila ada tambalan crown, maka gigi tersebut tidak dirnasukkan kriteria F.2.3 Penyakit Periodontal

Penyakit Periodontal adalah penyakit pada jaringan pendukung gigi meliputi jaringan gingiva, tulang alveolar, sementum dan ligamen periodontal. Penyakit ini akibat interaksi dari bakteri plak dengan respon peradangan dan imunologi jaringan periodontal. Walaupun penyakit periodontal dapat diidentifikasi ada beberapa tipe penyakit periodontal, tetapi secara sederhana dibagi atas gingivitis dan periodontitis. Pada gingivitis, perubahan peradangan dan imunologi hanya terjadi pada jaringan gingiva. Pada periodontitis perubahan ini meluas sarnpai ke jaringan yang lebih dalam pada periodontium.Gingivitis adalah peradangan pada gusi dengan tanda-tanda klinis perubahan wama lebih merah dari normal, gusi membengkak, dan berdarah pada tekanan ringan. Biasanya tidak menirnbulkan rasa sakit, hanya keluhan gusi berdarah bila sikat gigi.(5) Gingivitis merupakan penyakit jaringan penyangga gigi yang paling ringan, dapat terjadi akut dan kronis, tetapi bentuk akut lebih sering ditemukan. Faktor penyebab terjadinya gingivitis adalah faktor lokal dan sistemik. Faktor penyebab lokal adalah plak, kalkulus, impaksi makanan, karies, dan tambalan yang berlebih. Plak yang merupakan deposit berisi mikroorganisme mulut beserta eksudatnya berperan penting terhadap terjadinya inflamasi tersebut, sedangkan faktor-faktor yang lain merupakan faktor yang memperberat. Tingkat keparahan dan kerusakan jaringan yang terjadi tergantung pada daya tahan tubuh dan kualitas reparasi jaringan. Adanya penyakit dan kondisi sistemik yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh penderita, dapat menambah keparahan penyakit. Tetapi tanpa adanya iritasi lokal diragukan bahwa penyakit sistemik dapat menyebabkan periodontal.(9)Penyakit periodontal dapat terjadi pada masa anak-anak, remaja dan dewasa, tetapi prevalensi kerusakan jaringan dan tanggalnya gigi geligi semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Terdapat korelasi antara adanya resesi gingiva, hilangnya perlekatan gingiva dan penurunan jumlah gigi yang tersisa dengan bertambahnya usia. Hasil penelitian menunjukkan 95% pasien bergigi dengan umur lebih dari 65 tahun mempunyai penyakit periodontal.(9,13)Menurut Kiyak et al. (1993), kebutuhan perawatan gigi yang utama bagi lansia adalah perawatan kebersihan gigi dan mulut (72,1%) dan kebutuhan perawatan periodontal (42,9%), yang berarti keadaan ini dapat merupakan keadaan status kesehatan gigi dan mulut lansia yang memerlukan perhatian utama.(9,14)Lansia rentan terhadap berbagai penyakit sistemik yang bermanifestasi didalam mulut, juga terhadap penyakit karies gigi dan penyakit periodontal yang berperan sebagai penyebab utama hilangnya gigi geligi, disebabkan karena kebersihan rongga mulut yang buruk.(9) WHO (1977) dalam Basic Oral Health Assessment Form menyebutkan bahwa status penyakit periodontal diukur oleh ada dan tidak adanya kalkulus dan gingivitis per segmen.

2.4 DMF-T

DMF-T merupakan keadaan gigi geligi seseorang yang pernah mengalami kerusakan, hilang, perbaikan, yang disebabkan oleh karies gigi, indikator ini digunakan untuk gigi geligi tetap. Gigi sulung digunakan indeks decayed ectraction filled teeth (def-t). Tujuan pemeriksaan DMF-T adalah untuk melihat status karies gigi, perencanaan upaya promotif dan preventif, merencanakan kebutuhan perawatan, membandingkan status pengalaman karies gigi masyarakat dari satu daerah dengan daerah lain atau membandingkan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program, serta untuk memantau perkembangan status pengalaman karies individu.

Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT) dan permukaan gigi (DMFS). Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Untuk gigi permanen dan gigi susu hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (decayed missing filled tooth) atau DMFS (decayed missing filled surface) sedangkan deft (decayed extracted filled tooth) dan defs (decayed extracted filled surface) digunakan untuk gigi susu. Rerata DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah orang yang diperiksa.

Indeks DMF-T di perkenalkan oleh Klein dkk (1938 cit. Slack, 1981) waktu mempelajari distribusi karies pada anak-anak di Hagerstone, Maryland. Indeks ini didasarkan pada kenyataan bahwa kalau jaringan keras gigi mengalami kerusakan maka gigi tersebut tidak dapat pulih sendiri dan akan meninggalkan bekas kerusakan yang menetap.

Gigi yang rusak tersebut akan tetap tinggal rusak (D - Decay), dan kalau dirawat dengan dicabut maka akan disebut gigi hilang (M - Missing due to caries) atau ditambal (F - Filling due to caries). Maka dari itu indeks karies DMF adalah indeks yang irreversible, yang berarti indeks tersebut mengukur total life time caries experience.

Pengertian masing-masing komponen dari DMF-T adalah : D artinya Decay yaitu kerusakan gigi permanen karena karies yang masih dapat ditambal

M artinya Missing yaitu gigi permanen yang hilang karena karies atau gigi karies yang mempunyai indikasi untuk dicabut.

F artinya Filling yaitu gigi permanen yang telah ditambal karena karies.Indeks karies dmf dipakai pertama kali oleh Grubbel yang garis besarnya sama dengan indeks DMF. Banyak dijumpai pada anak-anak di Negara berkembang termasuk Indonesia, dan cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90% anak mengalami karies. Angka ini diduga lebih parah di daerah daripada di kota dan pada anak-anak golongan ekonomi menengah ke bawah. Kondisi ini tentu saja berpengaruh pada derajat kesehatan anak, proses tumbuh kembang bahkan masa depan mereka (Depkes RI., 2000). Data SKRT (2004) menyatakan bahwa, prevalensi karies mencapai 90,06%. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 melaporkan bahwa prevalensi karies gigi aktif pada usia 12 tahun sebesar 29,8% dengan indeks DMF-T 0,91 dan mencapai 4,46 pada usia 35-44 tahun.

Indeks DMF-T terdiri atas:

a. Decay (karies gigi)

Indeks karies untuk gigi dewasa sampai saat ini masih menggunakan DMF-T Indeks. Decay (D) adalah jumlah gigi karies dalam mulut subyek atau sampel, dan karies tersebut masih bisa ditambal.b. Missing Missing atau kehilangan gigi yang dimaksud dalam pemeriksaan DMF-T adalah kehilangan gigi oleh karena karies. Komponen missing (M) adalah gigi hilang oleh karena karies, dan hilangnya gigi oleh sebab lain atau bukan karena karies.

c. Filling (tumpatan)

Filling (F), dalam hal ini yang dimaksud adalah tumpatan, termasuk di dalamnya tumpatan tanpa karies, seperti fissure sealant. Yang termasuk dalam kriteria filling (F) adalah gigi yang sudah ditumpat, dan tumpatan masih dalam keadaan baik.

Pada indeks DMFT Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena biasanya gigi tersebut sudah dicabut dan kadang-kadang tidak berfungsi. Indeks ini dibedakan atas indeks DMFT (decayed missing filled teeth) yang digunakan untuk gigi permanen pada orang dewasa dan deft (decayed extracted filled tooth) untuk gigi susu pada anak-anak. Pemeriksaan harus dilakukan dengan menggunakan kaca mulut datar. Indeks ini tidak memerlukan gambaran radiografi untuk mendeteksi karies aproksimal. Kriteria pemeriksaan seperti terlihat pada Tabel 1. Cara perhitungannya adalah dengan menjumlahkan semua DMF atau def. Komponen D meliputi penjumlahan kode 1 dan 2, komponen M untuk kode 4 pada subjek 30 tahun misalnya hilang karena karies atau sebab lain. Komponen F hanya untuk kode 3. Untuk kode 6 (fisur silen) dan 7 (jembatan, mahkota khusus atau viner/implan) tidak dimasukkan dalam penghitungan DMFT.Tabel 1. Kode pemeriksaan karies dengan indeks WHO

Gigi Susu Gigi permanen, Kondisi/Status

Mahkota Gigi Mahkota gigi Akar gigi

A

0 0 Permukaan gigi sehat/keras

B

1 1 Gigi karies

C

2 2 Gigi dengan tumpatan, ada karies

D

3 3 Gigi dengan tumpatan baik, tidak ada karies

E

4 - Gigi yang hilang karena karies

- 5 - Gigi yang hilang karena sebab lain

F

6 - Gigi dengan tumpatan silen

G

7 7 Jembatan, mahkota gigi atau viner/implan

- 8 8 Gigi yang tidak erups

T T - Trauma/fraktur

- 9 9 Dan lain-lain: gigi yang memakai pesawat

cekat ortodonti atau gigi yang mengalami

hipoplasia enamel yang berat

(Sumber: Oral Health Basic Surveys, 1997)

Kriteria untuk karies gigi permanent (DMF-T)

D = Decay ; Jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal

M = Missing; Jumlah gigi tetap yang telah/harus dicabut karena karies

F = Filling ; Jumlah gigi yang telah ditambal

Kriteria untuk karies gigi Sulung (def-t)

d = Decay ; Jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal

e = extracted; Jumlah gigi tetap yang telah/harus dicabut karena karies

f = Filling; Jumlah gigi yang telah ditambal

Kriteria penilaian DMF-T (WHO) adalah

Sangat Rendah : 0,0 1,1

Rendah : 1,2 2,6

Sedang : 2,7 4,4

Tinggi

: 4,5 6,5

Sangat Tinggi : > 6,6

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D.

2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori D.

3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D

4. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori M.

5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M.

6. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F.

7. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F.

8. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan dalam kategori M.2

Untuk menganalisis skor DMFT digunakan formula sebagai berikut:

1. DMF-T count = Total DMF-T

---------------------------

Number of people examined

(indicates number of teeth with history of decay)

Total def-t =

Total def-t

-------------------------------

Number of children examined

( indicates observable caries experience)

2. FNM

=

F

------------------

Total DMFT

indicates treatment required for decay

(filling needs met)

3. Percent of decayed teeth=

Total DMFT

-----------------

(indicates the treatment required

for unmet filling needs)

4. Percent of missing teeth=

M

-------------------

Total DMFT

(indicates the number of teeth lost by decay)

5. Average D, M, or F individual =

D or M or F

---------------------------

Number of people examinedPada rongga mulut, yang berisiko yaitu permukaan akar:

(R-D) + (R-F) x 100

= RCI

--------------------------------

(R-D) + (R-F) + (R-N)Keterangan:R - D = Root surface with decay

R - F = Root surface that is filled

R - N = Root surface that is sound

Angka DMF-T menunjukkan banyaknya karies yang diderita seseorang dari dulu sampai sekarang.

Contoh :

DMF = 2 , artinya setiap anak mempunyai dua gigi yang terserang karies

DMF = 0 , artinya gigi anak tersebut sehat.

Perhitungan DMF-T berdasarkan pada 28 gigi permanen, adapun gigi yang tidak dihitung adalah sebagai berikut : Gigi molar ketiga.

Gigi yang belum erupsi. Gigi disebut erupsi apabila ada bagian gigi yang menembus gusi baik itu erupsi awal (clinical emergence), erupsi sebagian (partial eruption) maupun erupsi penuh (full eruption).

Gigi yang tidak ada karena kelainan kongenital dan gigi berlebih (supernumerary teeth).

Gigi yang hilang bukan karena karies, seperti impaksi atau perawatan ortodontik.

Gigi tiruan yang disebabkan trauma, estetik dan jembatan. Gigi susu yang belum tanggal.Kekurangan indeks DMF-T :

1. Tidak dapat menggambarkan banyak karies yang sebenarnya. Karena jika pada gigi terdapat dua karies atau lebih, karies yang dihitung adalah tetap satu gigi.

2. Indeks DMF-T tidak dapat membedakan kedalaman dari karies, misalnya karies superfisial, media dan profunda

3. Tidak valid untuk gigi yang hilang karena penyebab lain selain karies

4. Tidak valid untuk pencabutan perawatan ortodonti

5. Tidak dapat digunakan untuk karies akar2.5 OHIS

Kebersihangigi dan mulut dapat diukur dengan mempergunakan indeks.Indeks adalah angka yang menyatakan keadaan klinis yang didapat pada waktu diadakan pemeriksaan.Angka yang menunjukan kebersihan gigi dan mulut seseorang ini adalah angka yang diperoleh berdasarkan penilaian yang objektif, dengan menggunakan suatu indeks, maka kita dapat membuat suatu evaluasi berdasarkan data-data yang diperoleh, sehingga kita dapat melihat kemajuan atau kemunduran kebersihan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat.

Menurut Green dan Vermillion untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut adalah dengan mempergunakan suatu indeks yang disebutOral Higiene Index Simplified (OHI-S).Nilai dariOHI-Sini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan antara debris indeks dan kalkulus indeks.

Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan pada permukaan tertentu dari gigi tersebut, yaitu :

Untuk rahang atas yang diperiksa :

1. Gigi molar pertama kanan atas pada permukaan bukal.2. Gigi insisivus pertama kanan atas pada permukaan labial.

3. Gigi molar pertama kiri atas pada permukaan bukal.Untuk rahang bawah yang diperiksa :

1. Gigi molar pertama kiri bawah permukaan lingual.2. Gigi insisivus pertama kiri bawah pada permukaan labial.

3. Gigi molar pertama kanan bawah pada permukaan lingual.

Bila ada kasus dimana salah satu gigi indeks tersebut tidak ada, maka penilaian dilakukan sebagai berikut :

a. Bila molar pertama atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada molar kedua atas atau bawah.

b. Bila molar pertama dan molar kedua atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada molar ketiga atas atau bawah.

c. Bila molar pertama, kedua dan ketiga atas atau bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian.

d. Bila insisivus pertama kanan atas tidak ada, penilaian dilakukan pada insisivus pertama kiri atas.

e. Bila insisivus pertama kanan atau kiri atas tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian.

f. Bila insisivus pertama kiri bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada insisivus pertama kanan bawah.

g. Bila insisivus pertama kiri atau kanan bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian.

Bila ada kasus diantara keenam gigi indeks yang seharusnya diperiksa tidak ada, maka penilaian debris indeks dan kalkulus indeks masih dapat dihitung apabila ada dua gigi indeks yang dapat dinilai (Nio, 1990).

Kriteria penilaianOHI-S menurut Depkes R.I., (1995), kriteria penilaiankebersihan gigidan mulut (OHI-S) seseorang dapat dilihat dari adanya debrisdan kalkulus pada permukaangigi. Untuk menentukan kriteria penilaian debrisatau penilaianOHI-S, maka dipakai tabeldebris scoredancalculus score sebagai berikut:

Tabel 2Kriteria Penilaian Pemeriksaan DebrisNoKRITERIANILAI

1.Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris atau pewarnaanekstrinsik.0

2.a.Pada permukaan gigi yang terlihat, pada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau kurang dari 1/3 permukaan.

b.Pada permukaan gigi yang terlihat tidak ada debrislunak tetapi ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau seluruhnya.1

3.Pada permukaan gigi yang terlihat pada debris lunak yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.2

4.Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih 2/3 permukaan atau seluruh permukaan gigi.3

Debris Index= Jumlah penilaian debris Jumlah gigi yang diperiksa

Dalam pemeriksaancalculuskriteria penilaiannya adalah sebagai berikut :

Tabel 3

Kriteria Penilaian Pemeriksaan Kalkulus

NoKRITERIANILAI

1.Tidak ada karang gigi0

2.Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi supragingivalmenutupi permukaan gigi kurang dari 1/3 permukaan gigi.1

3.a.Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigisupragingivalmenutupi permukaan gigi lebih dari 1/3 permukaan gigi.

b.Sekitar bagiancervikalgigi terdapat sedikit subgingival 2

4.a.Pada permukaan gigi yang terlihat adanya karang gigi supragingivalmenutupi permukaan gigi lebih dari 2/3 nya atau seluruh permukaan gigi.

b.Pada permukaan gigi ada karang gigisubgingivalyang menutupi dan melingkari seluruhcervikal(A. Continous Band of Subgingival Calculus).3

Calculus Index = Jumlah penilaian calculus

Jumlah gigi yang diperiksa

Penilaiandebrisscoredancalculus scoreadalah sebagai berikut :

a.Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-0,6.

b.Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7-1,8.

c.Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 1,9-3,0.

PenilaianOHI-Sadalah sebagai berikut :

a.Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-1,2.

b.Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3-3,0.

c.Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 3,1-6,0.

OHI-SatauOral Hygiene Index Simplifiedmerupakan hasil penjumlahanDebris Index(DI) danCalculus Index(CI).

OHI-S= Debris Index + Calculus IndexAtauOHI-S = DI + CI2.6 Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.(15)Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respon. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : 1. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar.

Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial.

Dalam kedokteran, perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif. Perilaku manusia dipelajari dalam ilmu psikologi, sosiologi, ekonomi, antropologi dan kedokteran. 2.6.1 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)

2) Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan (Health Seeking Behavior)

3) Perilaku kesehatan lingkungan

Menurut Becker, konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari konsep perilaku yang dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga domain, yakni pengetahuan kesehatan (health knowledge), sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan praktik kesehatan (health practice). Hal ini berguna untuk mengukur seberapa besar tingkat perilaku kesehatan individu yang menjadi unit analisis penelitian. Becker mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi, yaitu :

1. PengetauanPengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait atau memengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari kecelakaan.

2. SikapSikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, seperti sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau memengaruhi kesehatan, sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan.

3. Praktek atau TindakanPraktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau memengaruhi kesehatan, tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan tindakan untuk menghindari kecelakaan.(16)Menurut Skinner perilaku kesehatan (healthy behavior) diartikan sebagai respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan.(16)2.6.2 Domain Perilaku Benjamin Bloom, seorang psikolog pendidikan, membedakan adanya tiga bidang perilaku, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemudian dalam perkembangannya, domain perilaku yang diklasifikasikan oleh Bloom dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu :

Pengetahuan (knowledge)Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan itu terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 1993).

Sikap (attitude)Sikap adalah suatu bentuk evaluasif atau reaksi perasaan, sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak pada objek tersebut. Sikap sebagai efek positif atau efek negative terhadap objek psikologis (Notoadmojo, 1993). Tindakan atau praktik (practice)Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (Overt Behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan beberapa faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.Tingkatan tindakan ada 4, yaitu :

1) Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek dengan tindakan yang diambil.

2) Respon terpimpin (guided respon), yaitu apabila seseorang dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

3) Mekanisme (mechanism), yaitu apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesudah itu merupakan kebiasaan.

4) Adaptasi (adaption), suatu tindakan atau praktek yang sudah berkembang dengan baik dan dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.(16) 2. 7 Fungsi Pengunyahan

Gigi merupakan organ manusia yang terpenting, tanpa gigi geligi manusia tidak dapat mengunyah makanan. Gigi berfungsi untuk mengunyah beraneka ragam makanan dengan tekstur dan nilai gizi yang berbeda-beda. Kehilangan gigi merupakan penyebab terbanyak menurunnya fungsi pengunyahan. Kehilangan gigi juga dapat mempengaruhi kesehatan umum dan rongga mulut sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan.

Masalah yang sering terjadi pada bidang kesehatan gigi dan mulut adalah gangguan fungsi kunyah akibat perubahan gigi. Mastikasi adalah proses penghancuran makanan secara mekanik yang bertujuan membentuk bolus yang kecil sehingga dapat mempermudah proses

penelanan. Komponen mastikasi terdiri dari gigi-geligi, sendi rahang, sistem saraf, dan otot-otot kunyah rongga mulut, dengan tahap-tahap yang terjadi yaitu tahap membuka mandibula, tahap menutup mandibula, dan tahap kontak gigi antagonis dengan gigi lain atau kontak gigi dengan makanan.(19) Permukaan oklusal menjadi faktor penting, karena jumlah gigi berpengaruh terhadap pemecahan atau pelumatan makanan.(20) Faktor usia mempengaruhi efektivitas mastikasi seperti, menurunnya pengurangan ukuran partikel serta durasi pengunyahan.(21) Faktor-faktor lain yang mempengaruhi performa mastikasi yaitu kekuatan gigit, tingkat keparahan maloklusi, area kontak oklusal dan ukuran tubuh, dan fungsi motorik oral.(22) Disfungsi lain berhubungan dengan jumlah saliva yang mempengaruhi proses mastikasi karena sulitnya pembentukan bolus sebelum menelan.(23)Penurunan kemampuan mastikasi yang paling signifikan terdapat pada populasi lansia dengan keadaan tidak bergigi.(24) Gangguan pada kemampuan mastikasi muncul pada individu yang memiliki kurang dari 20 atau kurang dari 10 pasang gigi dengan oklusi yang baik.(25) Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rerata jumlah kehilangan gigi lansia adalah 11,47.(26) Kondisi tak bergigi mempengaruhi patologi otot pengunyahan dan mempengaruhi penurunan fungsi pengunyahan sesuai dengan faktor usia.2.7.1 Kehilangan Gigi Kehilangan gigi sebagian

Kehilangan gigi sebagian merupakan suatu keadaan dimana hilangnya satu atau lebih gigi dari jumlah seluruhnya. Kehilangan gigi memiliki prevalensi yang tinggi pada manula di seluruh dunia dan berkaitan erat dengan status sosial ekonomi. Studi epidemologis menunjukkan bahwa individu dengan status sosial ekonomi bawah dan individu dengan tingkat pendidikan rendah lebih sering mengalami kehilangan gigi daripada individu status ekonomi lebih tinggi. Berbagai laporan memperlihatkan bahwa kehilangan gigi pada manula cukup besar, seperti yang dilaporkan oleh WHO, prevalensi kehilangan gigi pada populasi usia 65-75 tahun di Negara Perancis 16,9%, Jerman 24,8%, dan 31% untuk Amerika Serikat.7 Indonesia memiliki angka hilangnya gigi yang tergolong tinggi yaitu 24% penduduk dengan kondisi tak bergigi pada masyarakat yang berumur di atas 65 tahun.(17)Kehilangan gigi pada usia lanjut umumnya disebabkan oleh penyakit periodontal. Penyakit periodontal adalah penyakit pada jaringan pendukung gigi meliputi jaringan gingival, tulang alveolar, sementum dan ligamentum periodontal. Penyakit ini akibat interaksi dari bakteri plak dengan respon peradangan dan imunologi jaringan periodontal. Penyakit periodontal terbagi atas gingivitis dan periodontitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi dan keparahan penyakit periodontal meningkat sejalan dengan usia. Hilangnya dukungan tulang alveolar dan adanya peradangan jaringan periodontal merupakan stimulus terjadinya modot, bergeser, atau miringnya gigi dan akan meningkatkan mobilitas (goyang) gigi geligi, sehingga gigi mudah tanggal.(3)2.7.2 Akibat kehilangan gigi

1. Migrasi dan rotasi gigi Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan pergeseran, miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati posisi yang normal untuk menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan, maka akan mengakibatkan kerusakan struktur periodontal. Gigi yang miring lebih sulit dibersihkan, sehingga aktivitas karie dapat meningkat.

2. Erupsi berlebih Bila gigi sudah tidak mempunyai antagonis lagi, maka akan terjadi erupsi berlebih (overeruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa atau disertai pertumbuhan tulang alveolar. Bila hal ini terjadi tanpa pertumbuhan tulang alveolar, maka struktur periodontal akan mengalami kemunduran sehingga gigi mulai ekstrusi.

3. Penurunan efisiensi kunyah Pada kelompok yang sudah kehilangan cukup banyak gigi, terutama pada bagian posterior, akan merasakan betapa efisiensi kunyahnya menurun.

4. Gangguan pada sendi temporo-mandibula Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan (over clousure), hubungan rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi, dapat menyebabkan gangguan pada struktur sendi rahang.

5. Beban berlebih pada jaringan pendukung Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya, maka gigi yang masih ada akan menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga terjadi pembebanan berlebih (over loading). Hal ini akan mengakibatkan kerusakan membran periodontal dan lama kelamaan gigi akan menjadi goyang dan akhirnya tanggal. Selain itu gigi yang menerima beban terlalu besar dapat menyebabkan pengikisan (atrisi) pada gigi geligi.

6. Kelainan bicara & estetik Kehilangan gigi pada bagian depan atas dan bawah sering kali menyebabkan kelainan bicara, karena gigi khususnya yang depan termasuk bagian organ fonetik. Selain itu kehilagan gigi bagian depan akan mempengaruhi estetik dikarenakan akan mengurangi daya tarik seseorang, apalagi dari segi pandang manusia modern.

7. Terganggunya kebersihan mulut Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan tetangganya, demikian pula gigi yang kehilangan lawan gigitnya. Adanya ruang interproksimal tidak wajar ini, mengakibatkan celah antar gigi mudah disisipi sisa makanan. Dengan sendirinya kebersihan mulut tadi terganggu dan mudah terjadi plak. Pada tahap berikut terjadinya karies gigi dapat meningkat.(18)2.8 Kerangka Teori

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka KonsepVariabel Bebas 2

3

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Variabel Penelitian

Variabel Penelitian

3.2.1 Variabel Bebas (independent variable)1. Kebersihan Gigi dan Mulut

2. Praktik Kesehatan Gigi dan Mulut

3. Status Kesehatan

a. Diabetes Melitus

b. Hipertensi3.2.2 Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kesehatan gigi dan mulut pada lansia binaan dan non-binaan di Kelurahan Cipete Selatan.

No.Nama Variabel PenelitianDefinisi OperasionalAlat UkurBagaimana Cara UkurHasil UkurSkalaReferensi

1 Kesehatan Gigi dan MulutKeadaan terbebas dari nyeri mulut kronik dan wajah, kanker rongga mulut dan tenggorokan, luka pada rongga mulut, kelainan rongga mulut bawaan seperti bibir sumbing, penyakit periodontal, gigi berlubang dan gigi tanggal, dam penyakit dan kelainan lain yang terdapat pada rongga mulut.DMF-TPeneliti melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut responden secara langsung, kemudian mencatat dan menentukan kriteria kebesihan gigi dan mulut responden sesuai indeks DMF-T.1. Sangat Rendah (0 1,1)

2. Rendah

(1,2 2,6)

3. Sedang

(2,7 4,4)

4. Tinggi

(4,5 6,5)

5. Sangat Tinggi

(> 6,6)OrdinalWHO

2Kebersihan Gigi dan MulutIntervensi yang dilakukan untuk mencegah penyakit terkait dengan plak gigi, termasuk perawatan mukosa mulut, lidah, gigi, bibir, gusi dan gigi tiruan.OHISPeneliti melakukan pemeriksaan kebersihan gigi dan mulut responden secara langsung, kemudian mencatat dan menentukan kriteria kebesihan gigi dan mulut responden sesuai indeks OHIS. 1. Baik

(0 1,2)

2. Sedang

(1,3 3,0)

3. Buruk

(3,1 6,0)OrdinalOConnor, 2012

No.Nama Variabel PenelitianDefinisi OperasionalAlat UkurBagaimana Cara UkurHasil UkurSkalaReferensi

3 Praktik Kesehatan Gigi dan MulutRespons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka terkait dengan kesehatan gigi dan mulut.Wawancara dengan KuesionerResponden menjawab 8 butir pertanyaan dalam kuesioner yang dibuat oleh peneliti berdasarkan jurnal Determinant of Oral Hygiene Behaviour:A Study based on the Theory of Planned Behaviour oleh Community Dentistry and Oral Epidemiology1. Baik (13 16)2. Sedang(8 12)3. Buruk(0 7)OrdinalNotoatmodjo, 2003

4Status KesehatanSuatu konsep holistik yang tidak hanya dibatasi oleh ada tidaknya penyakit, termasuk didalamnya harapan hidup individu yang mencakup fungsi normal tubuh seseorang, kelainan atau penyakit fisik dan mental.Wawancara dengan KuesionerResponden diminta menjawab kuesioner yang dibacakan/ditanyakan oleh peneliti mengenai pernah atau tidaknya didiagnosis penyakit diabetes melitus dan hipertensi.1. Diabetes Melitus2. Hipertensi3. Tidak Ada4. Diabetes Melitus & HipertensiNominalAustralian Institute of Health and Welfare

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN4.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung dengan melakukan pengukuran pada saat tertentu.4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan mulai dari tanggal 10 April 2015 sampai dengan 16 Mei 2015.4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi target adalah seluruh lansia di Kecamatan Cilandak. Populasi terjangkau adalah seluruh lansia yang tercatat di posyandu lansia di Kelurahan Cipete Selatan.

4.3.2 Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan berdasarkan total sampling untuk lansia binaan dan purposive sampling dari pasien lansian yang datan ke unit pelayanan umum di Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan untuk lansia non binaan.4.3.3 Kriteria Pemilihan

Kriteria Inklusi1. Lansia yang tercatat di posyandu lansia di Kelurahan Cipete Selatan2. Lansia yang dapat menulis dan membacaKriteria Eksklusi1. Lansia yang tidak berpartisipasi pada saat posyandu lansia bulan April 20152. Lansia yang mempunyai gangguan mental emosional3. Lansia yang menolak untuk berpartisipasiPerhitungan Besar SampelPerkiraan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus populasi infinit:

dengan:

no = Besar Populasi infinit

Z= Tingkat kemaknaan yang dikehendaki 95% besarnya 1,96P= Indeks DMF-T pada lansia berusia lebih dari 65 tahun yaitu 0.189(9)

Q= Prevalensi/proporsi yang tidak mengalami peristiwa yang diteliti

( (1-P) = (1 0.00187) = 0.811

d = Akurasi dari ketepatan pengukuran untuk p 20 gigi

DMF-T

Karies Gigi

Buruk

Baik

Buruk

Baik

Sedang

Sedang

Praktik Kesehatan Gigi dan Mulut

Kesehatan Gigi dan Mulut pada Lansia

Periodontitis

Kebersihan Gigi dan Mulut (OHIS)

Gingivitis

Penyakit Periodontal

Buruk < 20 gigi

Fungsi Pengunyahan

Kebersihan Gigi dan Mulut

Baik

Sedang

Buruk

lansia binaan dan non binaan

Praktik Kesehatan Gigi dan Mulut

Baik

Sedang

Buruk

Fungsi Pengunyahan

Baik

Buruk

3.3 Definisi Operasional

Subyek

Purposive Sampling

Total Sampling

Lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Cipete Selatan

Lansia yang datang di unit pelayanan umum Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan

Wawancara dengan kuesioner

Wawancara dengan kuesioner

Pemeriksaan gigi

Pemeriksaan gigi

Analisis Data

Pengumpulan Data

120