proposal skripsi
DESCRIPTION
proposal skripsi mengenai pengaruh penetapan sasaran yang harus dicapai dan remunerasi terhadap kinerja pegawai pajakTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan sektor yang paling sentral bagi perekonomian
dan penerimaan suatu negara. Pajak dikatakan sebagai sektor sentral bagi
perekoniman dikarenakan pajak tidak hanya berfungsi sebagai sumber
pendapatan negara atau fungsi budgeter. Tetapi pajak memiliki fungsi
yang lebih luas yang mencakup fungsi alokasi (pembiayaan), fungsi
pemerataan pendapatan, serta fungsi pajak sebagai alat stabilisasi.
Penerimaan pajak harus dapat di maksimalkan dan di kelola dengan baik
agar dapat menjalankan fungsi-fungsinya sehingga mampu menciptakan
pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2014, pendapatan dalam
negeri meningkat rata-rata sebesar 8,0 persen dalam periode 2008-2012,
didukung oleh pertumbuhan rata-rata Penerimaan Perpajakan sebesar 10,5
persen dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 2,3 persen.
Dengan pencapaian tersebut penerimaan perpajakan dan PNBP
memberikan kontribusi rata-rata sebesar 71,9 persen dan 28,1 persen dari
total pendapatan dalam negeri. (sumber
http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/edef-nota-list.asp diakses pada hari
kamis, 10 september 2015).
2
Pajak yang menjadi salah satu sumber penerimaan negara
merupakan kontribusi dari berbagai sektor atau jenis pajak yang dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa jenis dilihat dari berbagai segi. Misal
saja jika dilihat dari segi lembaga pemungutnya pajak dapat di golongkan
ke dalam dua jenis, yakni pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat
pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat dan diatur berdasarkan
undang-undang perpajakan meliputi jenis pajak antara lain, Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang
Mewah, Bea Materai, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkebunan,
Perhutanan, dan Pertambangan. Sedangkan Pajak daerah pemungutannya
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I (Provinsi) maupun
Pemerintah Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota) seperti, Pajak Kendaraan
Bermotor, Pajak Rokok, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Reklame, dan
lain sebagainya.
Berdasarkan dari berbagai jenis pajak tersebut begitu kuatnya
potensi penerimaan pajak jika dapat dimaksimalkan dengan baik.
Menyikapi hal tersebut membuat pemerintah untuk berani mematok nilai
tinggi dalam penetapan target penerimaan pajak dalam beberapa tahun
terakhir. Penetapan target peneriamaan pajak merupakan gambaran
sasaran yang harus dicapai di bidang perpajakan dalam rangka
menigkatkan penerimaan pajak. Dalam hal penetapan sasaran (target)
penerimaan pajak, perencanaan merupakan hal yang paling utama untuk di
perhatikan. Suatu perencanaan harus memerhatikan berbagai aspek yang
3
dapat mempengaruhi tercapainya target. Sehingga dalam penetapan target
penerimaan harus membutuhkan proyeksi yang akurat agar dapat
tercapainya target yang telah ditetapkan.
Jika suatu perencanaan atau proyeksi terhadap target yang telah
ditetapkan tidak tepat, maka akan dapat mempengaruhi kelancaran
pembangunan nasional. Walaupun target yang ditetapkan memiliki tujuan
untuk menunjang penerimaan sektor perpajakan dan tax ratio sacara
umum, namun kemampuan perekonomian Indonesia harus diperhatikan
apakah dapat untuk memenuhi target tersebut. Dan yang lebih penting lagi
hal-hal yang dapat mempengaruhi penerimaan perpajakan seperti
perubahan kebijakan maupun administrasi serta faktor ekonomi harus
menjadi perhitungan. Namun peran kinerja yang optimal dari organisasi
maupun individu yang memiliki tanggung jawab atas penerimaan
perpajakan juga penting untuk menunjang tercapainya target.
Berikut gambaran penerimaan perpajakan yang ditargetkan serta
realisasinya dalam enam tahun terakhir :
4
Tabel 1. Target dan Realisasi Penerimaan Perpajakan Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2014 (Triliun Rupiah).
Tahun Target Penerimaan Realisasi
Penerimaan
Persentase Realisasi
Penerimaan
2009 652 triliun 620 triliun 95,1 %
2010 743 triliun 723 triliun 97,3 %
2011 879 triliun 874 triliun 99,4 %
2012 1.016 triliun 981 triliun 96,4 %
2013 1.148 triliun 1.077 triliun 93,8 %
2014 1.246 triliun 1.143 triliun 91,7 %
Sumber : kemenkeu.go.id, diolah sendiri oleh peneliti, 2015.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa pemerintah selalu
manaikkan target penerimaan pajak dengan rata-rata persentase 15% setiap
tahun dari tahun sebelumnya. Dengan rata-rata persentase realisasi
penerimaan pajak setiap tahunnya adalah sebesar 96%.
Penetapan sasaran (target) penerimaan pajak selain bertujuan
memaksimalkan potensi penerimaan negara, maka secara tidak langsung
akan mampu mempengaruhi kinerja pegawai pajak. Penetapan tujuan yang
jelas dan terukur, pengukuran kinerja, dan pemberian insentif merupakan
elemen penting dalam manajemen kinerja (Verbeeten, 2008; Kloot, 1999)
dalam Tarigan (2011:3). Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu
perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan (Dessler,
2000:41). Menurut Sedarmayanti (2011:260) mengungkapkan bahwa :
“Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secra keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat
5
ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).”
Berdasarkan penjelasan mengenai kinerja di atas bahwa terhadap suatu
standar yang telah ditetapkan sekaligus akan dapat menilai
performance/kinerja dari individu/organisasi yang memiliki tanggung
jawab atas tugas tersebut.
Penetapan target penerimaan pajak merupakan ukuran sebagai
sasaran yang harus dicapai oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sasaran
yang ditetapkan bisa saja menjadi faktor penunjang kinerja individu dalam
suatu organisasi atau malah sebaliknya. Hal tersebut dijelaskan dalam teori
penetapan sasaran (tujuan) atau goal setting theory yang menjelaskan
bahwa adanya keterkaitan antara tujuan dan kinerja seseorang terhadap
tugas. Tujuan spesifik dan sulit menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari
tujuan yang mudah (Edwin Lock, 1960) dalam Suprianto (2013:14). Teori
tersebut di dukung oleh penelitian yang di lakukan Latham, yang
mempelajari efek dari penetapan tujuan di tempat kerja. Penelitiannya
mendukung persis apa yang telah dikemukakan oleh Lock mengenai
hubungan tak terpisahkan antara penetapan tujuan dan kinerja.
Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa penetapan
sasaran atau tujuan akan mampu mempengaruhi motivasi kinerja dari
individu maupun organisasi. Hal itu dibuktikan melalui beberapa
penelitian yang dilakukan oleh indudewi (2009), Karyanti (2010), dan
Suprianto (2013) bahwa adanya hubungan antara penetapan sasaran
dengan kinerja pegawai/organisasi. Indudewi (2009) memperoleh bukti
6
bahwa penetapan sasaran yang jelas dan terukur memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap kinerja pada SKPD dan BUMD di Kota Semarang.
Sepakat atas temuan dalam penelitian tersebut, Karyanti (2010)
membuktikan bahwa penetapan sasaran yang jelas dan terukur memiliki
pengaruh positif signifikan terhadap kinerja kuantitas dan kinerja kualitas
pada Politeknik Negeri Semarang. Begitupun hasil penelitian yg dilakukan
Suprianto (2013) menemukan bahwa secara parsial penetapan sasaran
berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada kanntor KPPN Jawa
Timur.
Seiringan dengan penetapan target penerimaan pajak pemerintah
mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 37 tahun
2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak dengan pertimbangan sebagaimana dimkasud pada huruf b
yang berbunyi :
“Bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang dalam pemungutan pajak guna mendukung penerimaan negara dari sektor perpajakan, perlu mengatur tunjangan kinerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan atas capaian kinerja penerimaan pajak yang ditetapkan.”
Tunjangan kinerja merupakan bagian dari arti program remunerasi,
sebagaimana dijelaskan oleh Surya (2004:8) menyebutkan bahwa :
“Remunerasi mempunyai pengertian berupa “sesuatu” yang diterima pegawai sebagai imbalan dari kontribusi yang telah diberikannya kepada organisasi tempat bekerja. Remunerasi mempunyai makna lebih luas daripada gaji, karena mencakup semua imbalan, baik yang berbentuk uang maupun barang, baik yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung, dan baik yang bersifat ruitn maupun tidak rutin, imbalan langsung terdiri dari gaji/upah, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, bonus
7
yang dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan prestasi dan berbagai jenis bantuan terdiri dari fasilitas, kesehatan, dana pensiun, gaji, cuti, santunan musibah.”
Remunerasi dianggap sebagai suatu gebrakan untuk dapat
menunjang kinerja pegawai dalam naungan Direktorat Jenderal Pajak
dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenang dalam hal pemungutan
pajak sehingga dapat mencapai target penerimaan pajak. Pemberian
remunerasi yang setimpal dengan beban kerja dan tanggung jawab akan
tugas diharapkan mampu menjadi motivasi bagi individu/organisasi dalam
bekerja. Remunerasi diharapkan mampu menciptakan kesejahteraan bagi
karyawan/pegawai. Sehingga apabila hak dan kebutuhan karyawan atau
pegawai dari segi finansial tercukupi maka akan menimbulkan umpan
balik berupa kontribusi yang optimal dalam menjalankan tanggung jawab
akan tugas dan standar yang telah ditetapkan.
Begitu pentingnya pengaruh dari remunerasi terhadap kinerja
pegawai dibuktikan dalam beberapa penelitian yang dilakukan oleh
Sancoko (2011), Palagia, dkk (2012), dan Suprianto (2013). Sancoko
(2011) membuktikan bahwa remunerasi mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai KPPN Jakarta I yang
dirasakan oleh pelanggan. Selaras dengan hasil penelitian tersebut,
Palagia, dkk (2012) membuktikan bahwa remunerasi berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pelayanan
Pajak di Kota Makasar. Sementara itu Suprianto (2013) menemukan
8
bahwa sistem remunerasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja
pegawai.
Sasaran (target) yang harus dicapai, serta pemberian remunerasi
diharapkan mampu menunjang kinerja dari Organisasi Direktorat Jenderal
Pajak yang terbagi atas unit kantor pusat dan unit kantor operasional untuk
menciptakan penerimaan perpajakan yang diharapkan. Salah satu kantor
unit operasional dari Organisasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yaitu
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Malang. KPP Madya memiliki
wewenang pemungutan pajak terhadap jenis-jenis pajak yang dikelola oleh
DJP atau jenis pajak yang dikelompokkan kedalam pajak pusat. Jenis
pajak tersebut meliputi jenis pajak antara lain, Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah, Bea Materai,
dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan
Pertambangan. Dalam hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor. 132/PMK.01/2006, KPP Madya Malang mempunyai tugas
diantaranya melaksanakan penyuluhan, pelayanan, pemeriksaan,
penagihan, serta pengawasan terhadap wajib pajak.
KPP Madya Malang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 dimana SMO (Saat Mulai Operasi)
ditetapkan mulai tanggal 9 april 2007. KPP Madya Malang memiliki
cakupan wilayah kerja dibatasi dengan sisi utara berbatasan dengan
wilayah kerja Kanwil DJP Jawa Timur II dengan Kabupaten Nganjuk
sebagai batas sebelah barat laut, dan Kabupaten Pasuruan di sebelah Timur
9
Laut. Selanjtnya membentang ke seluruh wilayah Jaw Timur bagian
selatan dengan Kabupaten Tulung Agung sebagai batas sisi Barat Daya
dan Kabupaten Banyuwangi di sisi Tenggara. Dengan begitu luasnya
cakupan wilayah kerja dari KPP Madya Malang, maka akan semakin besar
tanggung jawab tugas dan tantangan kerja untuk memenuhi target
penerimaan perpajakan yang telah di tetapkan. Berikut gambaran target
dan realisasi penerimaan perpajakan di KPP Madya Malang dalam
beberapa tahun terakhir :
Tabel 2. Target dan Realisasi penerimaan pajak di KPP Madya Malang
Tahun Pajak
Target Penerimaan Pajak (Rupiah)
Realisasi Penerimaan Pajak
(Rupiah)
Persentase (%)
2011 2.486.138.639.736 2.271.485.463.111 91,37
2012 2.698.417.027.171 2.651.017.667.391 98,24
2013 3.907.364.028.002 3.552.427.158.717 90,92
2014 7.363.750.000.000 6.665.911.340.744 90,52
Sumber : Data diolah, 2015
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa realisasi penerimaan pajak
di KPP Madya Malang belum pernah mencapai realisasi penerimaan 100%
dari target penerimaan yang telah ditetapkan. Capaian realisasi penerimaan
pajak paling tinggi yaitu pada tahun 2012 dengan realisasi penerimaan
sebesar 98,24% dari target penerimaan yang ditetapkan. Target
penerimaan pajak yang ditetapkan selalu ditingkatkan dari tahun ke
10
tahunnya, dan pada tahun 2014 target penerimaan pajak ditingkatkan
hingga 88% dari target penerimaan pajak tahun 2013.
KPP Madya Malang pada tahun 2015 dibebankan target
penerimaan pajak sebesar Rp. 13.767.271.656.000 atau sebesar 64,28%
dari total target penerimaan Kanwil DJP Jatim III. Target penerimaan yang
dibebankan mengalami peningkatan sebesar 86% dari target penerimaan
pajak tahun 2014, peningkatan target penerimaan tersebut yaitu dalam
rangka optimalisasi penerimaan perpajakan dengan melihat potensi-
potensi yang tersedia.
Dalam hal ini peran, kontribusi dan kinerja dari individu maupun
organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sangat penting untuk di
perhatikan dalam mencapai target penerimaan pajak yang selalu
ditingkatkan setiap tahunnya. Disamping itu langkah yang dipilih
pemerintah dengan kebijakan sistem pemberian remunerasi yang
diberlakukan bagi pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
diharapakan dapat sebagai faktor pendorong kinerja pegawai. Oleh karena
itu dalam penelitian ini, peneliti sangat tertarik untuk mengetahui
“PENGARUH PENETAPAN SASARAN (TARGET) YANG HARUS
DICAPAI DAN REMUNERASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI
PAJAK (Studi Pada Pegawai Di Kantor Pelayanan Pajak Madya
Malang)”.
11
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang penelitian sebagaimana yang telah
di uraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.2.1 Apakah penetapan sasasaran (target) yang harus dicapai dan
remunerasi berpengaruh secara parsial terhadap kinerja pegawai
pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Malang ?
1.2.2 Apakah penetapan sasasaran (target) yang harus dicapai dan
remunerasi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja pegawai
pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Malang ?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan
untuk :
1.3.1 Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara parsial
penetapan sasasaran (target) yang harus dicapai dan remunerasi
terhadap kinerja pegawai pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Madya Malang.
1.3.2 Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara simultan
penetapan sasasaran (target) yang harus dicapai dan remunerasi
terhadap kinerja pegawai pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Madya Malang.
12
1.4 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat secara
akademis maupun praktis sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
dan gambaran khususnya bagi peneliti mengenai Pengaruh
Penetapan sasaran (target) yang harus dicapai dan remunerasi
terhadap kinerja pegawai.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi dan
pengaruh penetapan sasaran (target) yang harus dicapai, dan
remunerasi terhadap kinerja pegawai pajak di KPP Madya Malang.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah sebagai pembuat
keputusan dalam menetapkan kebijakan yang dapat mempengaruhi
kinerja pegawai.
1.5 Sistematika Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini tersusun atas 5 (lima) bab yang merupakan
sebuah rangkaian dimana antara bab yang satu dengan bab yang lainnya saling
memiliki keterkaitan. Adapun penulisan sistematika penelitian ini adalah sebagai
berikut :
13
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang pemikiran yang
menjadi dasar penelitian, serta mengemukakan masalah yang dikaji, tujuan
penelitian, serta manfaat yang diharapkan dari penelitian ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini memuat mengenai gambaran hasil dari pnelitian terdahulu
mengenai topik penelitian yang akan diteliti, dan berbagai landasan teori
tentang teori penetapan sasaran, remunerasi serta teori-teori sehubungan
dengan kinerja. Bab ini juga membahas bagaimana hubungan antar
variabel-variabel, serta menjelaskan model konsep dalam penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai penelitian yang peneliti gunakan dalam
penulisan skripsi ini yang meliputi jenis penelitian, metode pengumpulan
data, instrument penelitian dan variabel serta teknik analisis data yang
digunakan.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peneltian Terdahulu
1. Suprianto (2013)
Penelitian ini membahas tentang “Pengaruh Penetapan Sasaran dan Sistem
Remunerasi terhadap Kinerja Pegawai Organisasi Sektor Publik (Studi Pada
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara di Jawa Timur)”. Tujuan dilakukan
penelitian adalah untuk mengetahui bukti empiris adanya hubungan antara
penetapan sasaran dan sistem remunerasi terhadap kinerja pegawai KPPN di Jawa
Timur. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu penetapan sasaran (X1)
dan sistem remunerasi (X2). Sedangkan yang menjadi variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kinerja pegawai (Y).
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kuantitatif yang
dilakukan terhadap responden para pegawai KPPN di Jawa Timur. Data diuji
menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian yang diperoleh
adalah penetapan sasaran dan sistem remunerasi berpengaruh secara simultan
terhadap kinerja pegawai. Secara parsial menunjukkan penetapan sasaran
berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Sedangkan sistem remunerasi tidak
berpengaruh secara parsial terhadap kinerja pegawai.
2. Palagia, dkk (2012)
Penelitian yang berjudul “Remunerasi, Motivasi, dan Kepuasan Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Pajak”. Tujuan dari penelitian ini adalah
15
untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh remunerasi, motivasi, dan kepuasan
kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pajak di Kota Makasar serta variabel
yang dominan berpengaruh terhadap kinerja pegawaia Pada Kantor di Kota
Makasar. Populasi dalam Penelitian adalah seluruh pegawai pajak di Kota
Makasar sebanyak 449 dengan jumlah sampel sebanyak 112 orang. Teknik
penarikan sampel menggunakan random sampling. Metode analisis data yang
digunakan adalah analisis regresi berganda.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu remunerasi, motivasi, dan kepuasan
kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada kantor pajak di Kota Makasar
dengan nilai R Square sebesar 0.596 atau 59,6% dan selebihnya sebesar 40,4%
dipengaruhi oleh variabel lain. Remunerasi secara parsial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja begitu juga dengan motivasi dan kepuasan kerja secara
parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai di Kota
Makasar.
3. Nurkumalasari (2015)
Penelitian yang berjudul “Faktor Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja,
Pendidikan dan Pelatihan Serta Remunerasi Yang Mempengaruhi Kinerja
Pegawai Pajak”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan
pengaruh gaya kepemimpinanan, motivasi kerja, pendidikan dan pelatihan serta
remunerasi terhadap kinerja pegawai pajak baik secara bersamaan maupun secara
terpisah terhadap kinerja pegawai pajak. penelitian ini termasuk kedalam jenis
penelitian expalnatory. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebanyak 85 orang Pegawai Pajak dengan teknik sampel yang digunakan yaitu
16
rumus Slovin. Metode pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan
menggunakan kuesioner.
Hasil peneletian yang diperoleh menunjukkan bahwa secara bersama-sama
dan terpisah variabel gaya kepemimpinan, motivasi kerja, pendidikan dan
pelatihan serta remunerasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai pajak. Variabel
remunerasi menjadi yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja Pegawai
Pajak di KPP madya Malang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa gaya
kepemimpinan, motivasi kerja, pendidikan dan pelatihan serta remunerasi
memepengaruhi kinerja pegawai pajak di Kantor Pelayanan Pajak Madya Malang.
Ringkasan mengenai gambaran dan hasil penelitian terdahulu tersebut
penulis uraikan kedalam bentuk tabel berikut ini :
Tabel 2. Penelitian Terdahulu .
Judul Penelitian Peneliti dan Tahun
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Pengaruh Penetapan Sasaran dan Sistem Remunerasi terhadap Kinerja Pegawai Organisasi Sektor Publik (Studi pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara di Jawa Timur
Edi Suprianto (2013)
Independen- Penetapan
Sasaran- Remunerasi
Dependen- Kinerja
Pegawai
Penetapan sasaran dan sistem remunerasi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja pegawai. Secara parsial penetapan sasaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Sedangkan sistem remunerasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja pegawai.
Remunerasi, Motivasi, dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada
Palagia, dkk (2012)
Independen- Remunerasi- Motivasi- Kepuasan
Kerja
Remunerasi, motivasi, dan kepuasan kerja berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap
17
Kantor Pajak Dependen- Kinerja
kinerja pegawai.
Faktor Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja, Pendidikan dan Pelatihan Serta Remunerasi Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Pajak
Intan Nur Kumalasari (2015)
Independen- Gaya
Kepemimpinan- Motivasi Kerja- Pendidikan dan
Pelatihan- RemunerasiDependen- Kinerja Pegawai
Gaya kepemimpinan, motivasi kerja, pendidikan dan pelatihan serta remunerasi mempengaruhi kinerja pegawai pajak.
Sumber : Kajian Teoritis, 2015
2.2 Tinjauan Teoritis
2.2.1 Penetapan Sasaran
2.2.1.1 Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objective)
Management by Objective (MBO) digagas pertama kali oleh ahli
manajemen bernama Peter Drucker dalam bukunya yang terbit pada tahun 1954
berjudul The Practice Of Mangement. MBO adalah sistem yang digunakan oleh
manajer dan pegawai untuk menentukan tujuan bagi setiap departemen, proyek,
maupun personel, serta menngunakannya untuk memonitor kinerja selanjtnya
(Daft, 2010:224). Sementara itu, Humble (1977:3) mendefenisikan MBO sebagai
Suatu sistem dinamis yang berusaha mengintegrasikan kebutuhan perusahaan
untuk menjelaskan dan mencapai tujuan keuntungan dan pertumbuhannya dengan
kebutuhan manajer untuk membaktikan dan mengembangkan dirinya sendiri.
Gadot dan Larisa Angert (2007) dalam Suprianto (2013:12) mengungkapkan
bahwa :
“MBO is a motivating tool that uses goal setting theory to enhance personal, and ultimately, organizational performance. MBO follows four
18
main principles: (1) The Manager and employe employee establish the employess’s performance goals; (2) These goals are consistent with the organization’s objectives; (3) benchmarks or targets are established to measusre the employee’s progress, and; (4) Periodic meetings are held to review the employee’s progress toward the goals and to provide feedback.”
Selaras dengan pengungkapan tersebut, Kurniasih (tanpa tahun:61-62)
dalam Suprianto (2013:12) menjelaskan MBO sebagai proses partisipasi yang
melibatkan bawahan dan para manajer dalam setiap tingkatan organisasi yang
dirumuskan dalam bentuk misi atau sasaran yang dapat diukur dimana
penggunaan ukuran ini sebagai pedoman bagi pengoperasian satuan kerja. MBO
menekankan pada pentingnya peranan tujuan dalam perencanaan yang efektif,
yaitu dengan menetapkan prosedur pencapaian baik yang formal maupun
nonformal. Langkah yang dilakukan adalah dengan menetapkan tujuan yang akan
dicapai dilanjutkan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan sampai selesei baru
di adakan peninjauan kembali atas pekerjaan yang telah dilakukan. Proses MBO
dijelaskan gambar dibawah ini.
19
Gambar 1. Proses Management By Objective
Sumber : Kurniasih (tanpa tahun:63) dalam Suprianto (2013:13)
Berdasarkan proses MBO sebagaimana dimaksud pada gambar 1 dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Proses MBO diawali dengan diskusi yang dilakukan antara atasan dan
bawahan guna menetapkan dan menjelaskan peran dan tanggung jawab
penting atasan secara jelas dalam mencapai sasaran.
2. Selanjutnya, atasan dan bawahan berdiskusi dan mencapai persetujuan
tentang komponen kunci efektifitas jabatan bawahan. Penetapan tujuan
pada setiap tingkatan dimaksudkan untuk membantu para karyawan
memahami secara jelas apa yang diharapkan agar tercapai.
Atasan dan bawahan berdiskusi dan
membicarakan tanggung jawab penting atasan
Atasan dan bawahan berdiskusi dan mencapai
persetujuan tentang komponen kunci efektivitas
jabatan bawahan
Atasan dan bawahan bertemu untuk untuk
meninjau kembali tingkat prestasi bawahan (tahunan
atau semesteran)
Atasan dan bawahan bertemu secara periodik
untuk bersama-sama mengevaluasi bawahan
Atasan dan bawahan menyetujui tujuan-tujuan pelaksanaan
tertentu yang dapat di ukur untuk bawahan
20
3. Atasan dan bawahan menyetujui tujuan pelaksanaan yang hendak dicapai
dan tujuan tersebut harus dinyatakan dalam bentuk atau dengan istilah
tertentu yang dapat diukur.
4. Atasan dan bawahan secara periodik bertemu untuk meninjau kembali
secara bersama-sama kemajuan terhadap tujuan. Peninjauan kembali
ditujukan untuk mengevaluasi apakah terdapat masalah-masalah dalam
pencapaian tujuan/sasaran, dan bila ada bagaimana pemecahan
masalahnya.
5. Kemudian, atasan dan bawahan secara periodik bertemu untuk meninjau
bagimana kinerja dan hasil yang diperoleh bawahan secara keseluruhan
berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Peninjauan kembali dapat
dilakukan dalam jangka waktu tahunan atau semesteran. Kemudian proses
MBO selanjutnya kembali lagi pada tahapan di nomor 1 dan begitu
seterusnya.
MBO dalam penerapannya terdapat manfaat dan potensi masalah yang
dapat timbul. Menurut Daft (2010:226), manfaat penerapan MBO antara lain:
upaya manajer dan pegawai dipusatkan kepada kegiatan-kegiatan yang
mendorong pencapaian tujuan, kinerja di semua tingkat perusahaan dapat
ditingkatkan, pegawai termotivasi, dan tujuan departemen dan individu selaras
dengan tujuan perusahaan. Sedangkan potensi masalah yang mungkin muncul
dalm penerapan MBO antara lain: perubahan yang terus menghambat efektifitas
MBO, hubungan buruk antara pimpinan dengan pegawai mengurangi efektifitas,
dan tugas laporan yang terlalu banyak dapat menghabiskan energi MBO.
21
2.2.1.2 Goal Setting Theory
Teori penetapan tujuan atau goal setting theory awalnya dikemukakan oleh
Locke pada akhir tahun 1960. Lewat publikasi artikelnya ‘Toward a theory of
Task Motivation and Incentives’ tahun 1968. Locke menunjukkan adanya
keterkaitan antara tujuan dan kinerja seseorang terhadap tugas. Dia menemukan
bahwa tujuan spesifik dan sulit menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari tujuan
yang mudah. Beberapa tahun setelah Locke menerbitkan artikelnya, terdapat
penelitian lain yang dilakukan Latham yang mempelajari efek dari penetapan
tujuan di tempat kerja. Penelitiannya mendukung persis apa yang telah
dikemukakan oleh Locke mengenai hubungan tak terpisahkan antara penetapan
tujuan dan kinerja. Pada tahun 1990, Locke dan Latham menerbitkan karya
bersama mereka, ‘A Theory of Goal Setting and Task Performance’. Dalam buku
ini, mereka memperkuat argumen kebutuhan untuk menetapkan tujuan spesifik
dan sulit (Roen, 2012) dalam Suprianto (2013:14).
Lebih lanjut lagi Roen (2012) dalam Suprianto (2013:14) menjelaskan
bahwa goal setting theory memiliki lima prinsip penetapan tujuan, yaitu:
1. Kejelasan
Tujuan harus jelas terukur, tidak ambigu, dan ada jangka waktu tertentu
yang ditetapkan untuk penyeleseian tugas. Manfaatnya ketika ada sedikit
kesalahpahaman dalam perilaku makan orang masih akan tetap
menghargai atau toleran. Orang tahu apa yang diharapkan dan orang dapat
menggunakan hasil spesifik sebagai sumber motivasi.
22
2. Tantangan
Salah satu karakteristik yang paling penting dari tujuan adalah tingkat
tantangan. Orang termotivasi oleh prestasi, dan mereka akan menilai
tujuan berdasarkan pentingnya sebuah pencapaian yang telah di antisipasi.
Ketika orang tahu bahwa apa yang mereka lakukan akan diterima dengan
baik, maka akan ada motivasi alami untuk melakukan pekerjaan dengan
baik. Dengan catatan sangat penting untuk memperhatikan keseimbangan
yang tepat antara tujuan yang menantang dan tujuan yang realistis.
3. Komitmen
Tujuan harus dipahami agar efektif. Pegawai labih cenderung memiliki
tujuan jika mereka merasa bahwa mereka adalah bagian dari penciptaan
tujuan tersebut. Gagasan manajemen partisipatif terletak pada ide
melibatkan karyawan dalam menetapkan tujuan dan membuat keputusan.
Mendorong karyawan untuk mengembangkan tujuan-tujuan mereka
sendiri, dan mereka menjadi berinisiatif memperoleh informasi tentang
apa yang terjadi di tempat lain dalam organisasi. Dengan cara ini, mereka
dapat yakin bahwa tujuan mereka konsisten dengan visi keseluruhan dan
tujuan organisasi.
4. Umpan balik
Umpan balik memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi harapan,
menyesuaikan kesulitan sasaran, dan mendapatka pengakuan, sehingga
individu dapat menentukan sendiri bagaimana mereka melakukan tugas.
23
5. Kompleksitas tugas
Manajer perlu berhati-hati terhadap tujuan atau tugas yang sangat
kompleks untuk memastikan bahwa pekerjaan tidak menjadi terlalu
berlebihan.
Sementara itu, Lock dalam Gibson et al. (tanpa tahun:254) dengan
seksama menguraikan atribut dan proses mental (kognitif) dari penetapan tujuan.
Atribut yang ia garis bawahi adalah kekhususan tujuan, kesulitan, dan intensitas
sasaran. Spesivitas sasaran adalah derajat tetapan kuantitatif (kejelasan) tujuan.
Sedangkan kesulitan sasaran adalah derajat kecakapan atau tingkat prestasi yang
dicari. Intensitas sasaran berkenaan dengan proses penetapan tujuan atau dari
menetapkan bagaimana mencapainya. Dari perspektif manjerial penetapan sasaran
yang diterapkan yaitu menunjukkan urutan peristiwa dari program penetapan
sasaran itu sendir. Langkah utama dalam penetapan sasaran adalah :
1. Diagnosa, yaitu apakah orang, organisasi dan teknologi sesuai dengan
sasaran yang ditetapkan.
2. Menyiapkan karyawan melalui interaksi interpersonal, komunikasi,
pelatihan dan rencana tindakan.
3. Menekankan atribut sasaran yang harus dipahami oleh manajer dan
bawahan.
4. Melakukan tinjauan antara guna melakukan penyesuaian yang diperlukan
atas sasaran yang ditetapkan.
5. Menjalankan tinjauan akhir untuk mengecek kondisi sasaran, mengubah
dan menyeleseikan.
24
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa sasaran merupakan
maksud yang terkandung di dalam tujuan itu sendiri. Sasaran merupakan
gambaran hal yang ingin dicapai melalui tindakan-tindakan yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan. Dalam hal penetapan tujuan maupun sasaran maka goal
setting theory dapat digunakan, karena dalam teori tersebut menjelaskan bahwa
suatu sasaran merupakan bagian dari tujuan itu sendiri.
Suprianto (2013:49-50) memberikan saran indikator yang harus
diperhatikan dalam hal penetapan sasaran, antara lain :
a. Specific, yaitu kejelasan sasaran yang ditetapkan kepada setiap pegawai.
b. Measurable, yaitu keterukuran sasaran yang telah ditetapkan kepada setiap
pegawai.
c. Attainable, yaitu tingkat ketercapaian sasaran yang telah ditetapkan kepada
setiap pegawai.
d. Relevant, yaitu kesesuaian antara sasaran pegawai dengan sasaran
organisasi.
e. Timely, yaitu jangka waktu dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan
kepada setiap pegawai.
2.2.1.3 Penerapan Penetapan Sasaran Pada Direktorat Jenderal Pajak
Penetapan sasaran merupakan rangkaian dari manajemen strategi yang
berawal dari penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran itu sendiri. Rushdianto
(2012) menjelaskan sasaran adalah target yang terukur sebagai indikator tingkat
keberhasilan dari tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, penetapan
sasaran (target) yang dimaksud untuk diteliti adalah sasaran sehubungan dengan
25
penetapan target penerimaan pajak yang menjadi tugas dan tanggung jawab
organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Penetapan sasaran (target)
yang harus dicapai dalam penerimaan perpajakan yaitu dirumuskan pada Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) yang
berbunyi :
1) Penerimaan Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a direncanakan sebesar Rp1.379.991.627.125.000,00 (satu kuadriliun tiga ratus tujuh puluh sembilan triliun sembilan ratus sembilan puluh satu miliar enam ratus dua puluh tujuh juta seratus dua puluh lima ribu rupiah), yang terdiri atas:a. Pendapatan Pajak Dalam Negeri; danb. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional.
2) Pendapatan Pajak Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp1.328.487.827.125.000,00 (satu kuadriliun tiga ratus dua puluh delapan triliun empat ratus delapan puluh tujuh miliar delapan ratus dua puluh tujuh juta seratus dua puluh lima ribu rupiah), yang terdiri atas:a. pendapatan pajak penghasilan;b. pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah;c. pendapatan pajak bumi dan bangunan;d. pendapatan cukai; dane. pendapatan pajak lainnya.
Berdasarkan ketetapan tersebut, penerimaan perpajakan yang direncanakan
sebesar Rp1.379.991.627.125.000,00 (satu kuadriliun tiga ratus tujuh puluh
sembilan triliun sembilan ratus sembilan puluh satu miliar enam ratus dua puluh
tujuh juta seratus dua puluh lima ribu rupiah) adalah sebagai ukuran yang harus
dicapai untuk mewujudkan sasaran (target) yang ditentukan.
KPP Madya Malang yang merupakan salah satu unit kantor operasional
dari Organisasi Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2015 dibebankan target
penerimaan pajak sebesar Rp. 13.767.271.656.000 atau sebesar 64,28% dari total
26
target penerimaan Kanwil DJP Jatim III. Target penerimaan yang dibebankan
mengalami peningkatan sebesar 86% dari target penerimaan pajak tahun 2014
yaitu sebesar Rp.7.363.750.000.000. Keberhasilan KPP Madya Malang dalam
menghimpun penerimaan pajak akan diukur berdasarkan capaian realisasi
penerimaan yang dibandingkan dengan sasaran (target) penerimaan yang telah
ditetapkan.
2.2.2 Remunerasi
2.2.2.1 Pengertian Remunerasi
Remunerasi mempunyai pengertian berupa sesuatu yang diterima pegawai
sebagai imbalan dari kontribusi yang telah diberikannya kepada organisasi tempat
bekerja. Remunerasi mempunyai makna yang lebih luas daripada gaji, karena
mencakup semua bentuk imbalan, baik yang berupa uang maupun barang,
diberikan secara tidak langsung, dan yang bersifat rutin maupun tidak rutin
(Surya, 2004:8). Sementara itu, menurut Peraturan Menteri Keuangan
No.10/PMK.02.2006 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
No.73/PMK.05/2007 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi bagi Pejabat,
Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum, yang
dimaksud dengan remunerasi adalah pemberian imbalan kerja yang dapat berupa
gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atau prestasi, pesangon dan atau
pensiun.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa remunerasi
merupakan pembayaran berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insntif, bonus
atau prestasi, pesangon dan atau pensiun yang diberikan oleh organisasi atau
27
perusahaan kepada karyawan atas dasar kontribusi atau kinerja mereka dalam
rangka meningkatkan produktivitas atau kinerja organisasi.
2.2.2.2 Tujuan Remunerasi
Remunerasi pada dasarnya adalah sebgai alat untuk mewujudkan visi dan
misi organisasi dengan tujuan untuk menarik pegawai yang cakap dan
berpengalaman, mempertahankan pegawai yang berkualitas, memotivasi pegawai
untuk bekerja secara efektif, memotivasi terbentuknya perilaku yang positif , dan
menjadi alat untuk mengendalikan pengeluaran (Surya, 2004:8). Pernyataan yang
serupa dinyatakan oleh Hutapea (2008:91), dalam bukunya dia menjelaskan
bahwa tujuan remunerasi adalah untuk :
1. Menarik calon karyawan yang berkualitas dan memiliki kompetensi yang
sesuai dengan kompetensi yang disyaratkan perusahaan.
2. Membuat karyawan yang berprestasi dan yang memeberikan kontribusi
terbesar kepada perusahaan dapat betah bekerja di perusahaan.
3. Meningkatkan motivasi kerja karyawan.
Mahmudi (2010:175) mengungkapkan bahwa tujuan utama remunerasi pada
dasarnya adalah :
1. Menarik orang yang kompeten, berkualitas, dan berkarakter bergabung
dengan organisasi.
2. Mempertahankan orang-orang yang memiliki keunggulan, kompetensi,
berkualitas dan berkarakter baik yang sudah bergabung dengan organisasi
agar tidak keluar dari organisasi.
28
3. Menjaga agar orang-orang dalam organisasi tetap mau bekerja, karena
remunerasi yang tidak memadai memungkinkan pegawai untuk melakukan
mogok kerja yang sebenarnya sangat merugikan organisasi.
4. Memotivasi karyawan/pegawai agar mencapai prestasi terbaik.
Sementara itu , Wibowo (2010:349) menjelaskan tujuan remunerasi sebagai
berikut :
“Tujuan remunerasi adalah untuk membantu organisasi mencapai keberhasilan strategis sambil memastikan keadilan internal dan eksternal. Keadilan internal memastikan bahwa jabatan yang lebih menantang atau orang yang mempunyai kualifikasi lebih baik dalam organisasi dibayar lebih tinggi. Sementara itu, keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan mendapatkan remunerasi secara adil dalam perbandingan dengan pekerjan yang sama di pasar tenaga kerja.”
Dengan demikian, remunerasi mempunyai peranan yang sangat penting
dalam suatu organisasi untuk memastikan adanya keadilan internal dan eksternal.
Hal tersebut dapat berdampak pada kenyamanan pegawai yang telah berada dalam
organiasi maupun untuk menarik calon pegawai potensial untuk begabung ke
dalam organisasi. Selain itu, remunerasi juga dapat meningkatkan
kinerja/produktivitas karyawan/pegawai. Peningkatan kinerja/produktivitas
pegawai akan membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.
2.2.2.3 Prinsip-prinsip Remunerasi
Menurut Simamora (2004:542), supaya program tunjangan memberikan
kontribusi bagi organisasi, setdak-tidaknya sama dengan biaya yang telah
dikeluarkan bagi program tersebut. Terdapat beberapa prinsip umum yang
sebaiknya di terapkan :
a. Tunjangan karyawan haruslah memenuhi kebutuhan nyata.
29
b. Tunjangan-tunjangan haruslah dibatasi kepada aktivitas-aktivitas dimana kelompok lebih efisien dibandingkan individu.
c. Program tunjangan haruslah bercirikan fleksibelitas yang memadai demi memungkinkan adaptasi terhadap berbagai kebutuhan-kebutuhan karyawan.
d. Jika perusahaan ingin meraih apresiasi dan penyediaan jasa-jasa karyawan, perusahaan haruslah melakukan program komunikasi yang skstensif dan terencana dengan baik.
Santoso (2012) dalam Kumalasari (2015:42) berpendapat bahwa penerapan
sistem remunerasi pegawai negeri sipil saat ini mengacu pada 5 prinsip yaitu:
a. Sistem merit, yaitu penetapan penghasilan pegawai berdasarkan harga
jabatan.
b. Adil, dalam arti jabatan dengan beban tugas dan tanggung jawab pekerjaan
dengan bobot yang sama dibayar sama dan pekerjaan dan pekerjaan yang
menuntut pengetahuan, keterampilan serta tanggung jawab yang lebih
tinggi , dibayar lebih tinggi.
c. Layak, yaitu dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (bukan minimal).
d. Transparan, dalam arti PNS hanya memperoleh gaji dan tunjangan resmi.
Menurut Suprianto (2013:50-51) remunerasi harus sesuai dengan
indikator-indikator di bawah ini yaitu:
a. Beban kerja, yaitu remunerasi yang diberikan harus sesuai dengan beban
pekerjaan yang ditanggung oleh pegawai.
b. Masa kerja, yaitu pemberian remunerasi harus memperhatikan faktor masa
kerja yang dijalani pegawai di organisasi.
c. Jabatan, yaitu mencakup kesesuaian antara remunerasi yg diberikan dengan
jabatan yang dipegang individu/pegawai di organisasi.
30
d. Hasil Kerja, yaitu remunerasi yang diberikan atau diterima pegawai
disesuaikan dengan hasil kerja yang telah diperoleh.
e. Aturan Hukum dan Harga Pasar, yaitu remunerasi yang diberikan atau
diterima pegawai disesuaikan dengan aturan perundang-undangan yang
sedang berlaku dan sebanding dengan nilai pasar remunerasi pada
instansi/organisasi lain yang sebanding.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, bahwa secara umum terdapat
beberapa prinsip dalam hal pemberian remunerasi. Prinsip-prinsip tersebut pada
umumnya menjelaskan bahwa dalam pemberian remunerasi secara umum harus
disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak pegawai, beban tugas, jabatan dan
tanggung jawab pekerjaan, masa kerja, serta hasil kerja yang diperoleh pegawai.
2.2.2.4 Komponen Remunerasi
Remunerasi mempunyai makna yang lebih luas daripada gaji, karena
mencakup semua bentuk imbalan, baik yang berupa uang maupun barang,
diberikan secara langsung maupun tidak langsung, dan yang bersifat rutin maupun
tidak rutin. Imbalan langsung terdiri dari gaji/upah, tunjangan jabatan, tunjangan
khusus, bonus yang dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan prestasi kerja dan
kinerja organisasi, insentif sebagai penghargaan prestasi, dan berbagai jenis
bantuan yang diberikan secara rutin. Imbalan tidak langsung terdiri dari fasilitas,
kesehatan, dana pesangon, gaji selama cuti, santunan musibah, dan sebagainya
(Surya, 2004:8). Penerapan sistem remunerasi di pemerintahan pada umumnya
meliputi 3 (tiga) komponen utama, sebagaimana dirumuskan pada PMK No.
10/PMK.02/2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat
31
Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai Badan Layanan Umum sebagaimana
diubah dengan PMK No. 73/PMK.05/2007 yaitu :
1. Pembiayaan untuk Pekerjaan/Jabatan (Pay for Position):
Jenis remunerasi pada komponen ini terkait langsung dengan pekerjaan
yaitu berupa gaji pokok, dan tunjangan pekerjaan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Komponen ini bersifat pembayaran tunai kepada pegawai
berupa pendapatan langsung, yang besarannya bersifat tetap dan rutin
setiap bulan. Adapun tujuan komponen ini adalah untuk penghargaan
kepada pegawai atas kesediaan dan komitmennya dalam melaksanakan
tuntutan pekerjaan dan mematuhi ketentuan yang berlaku.
2. Pembiayaan untuk Kinerja (Pay for Performance) :
Jenis remunerasi pada komponen ini terkait langsung dengan pencapaian
total target kinerja sebagaimana diharapkan. Komponen ini berupa insentif
dan atau bonus, bersifat tunai berupa pendapatan langsung, dan rutin
secara periodik sesuai ketentuan waktu yang ditetapkan. Adapun
besarannya tergantung pada tingkat pencapaian total target kinerja. Tujuan
komponen remunerasi ini adalah sebagai penghargaan kepada pegawai
terhadap pencapaian total kinerja individu, yang dikaitkan dengan kinerja
unit kerja.
3. Pembiayaan untuk Perorangan/Individu (Pay for People):
Jenis remunerasi pada komponen ini terkait dengan kondisi
perorangan/individu yang dianggap perlu untuk diberikan penghargaan
melalui remunerasi dan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan
32
keuangan instansi. Komponen tersebut dapat berupa bantuan dan atau
premi asuransi, uang jasa masa kerja, uang pensiun, fasilitas perjalanan
dinas dan lainnya.
2.2.2.5 Pendekatan Sistem Remunerasi
Sistem remunerasi yang diterapkan suatu organisasi berpengaruh
terhadap dua kepentingan kelompok, yaitu pegawai dan organisasi itu sendiri.
Bagi pegawai, remunerasi yang diterima diharapkan mampu mempertahankan
taraf hidup yang wajar dan layak serta hidup mandiri tanpa menggantungkan
pemenuhan kebutuhannya pada orang lain. Di pihak lain, bagi organisasi
remunerasi merupakan beban yang harus dipikul dalam rangka untuk mencapai
tujuan organisasi. Dengan demikian, sistem remunerasi diharpkan mampu
menyelaraskan kedua kepentingan tersebut. Siagian (2011:253) menyatakan
bahwa sistem remunerasi yang baik adalah sistem yang mampu menjamin
kepuasan paran anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan
organisasi memperoleh, memelihara dan mempekerjakan sejumlah orang yang
dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif bagi
kepentingan organisasi.
Mahmudi (2010:185-190) memberikan penjelasan beberapa pendekatan
yang dapat digunakan untuk menentukan sistem remunerasi yang akan digunakan
oleh suatu organisasi.
1. Sistem Prestasi Kerja
Sistem prestasi kerja merupakan suatu sistem pemberian remunerasi
berdasarkan prestasi kerja yang dicapai pegawai. Dalam sistem ini, pegawai
33
yang prestasinya baik akan mendapatkan remunerasi yang lebih baik juga
dibandingkan dengan pegawai lainnya dan tidak bedasarkan pada masa akerja
ataupun senioritas. Sistem ini memacu pegawai untuk dapat bekerja dengan
optimal.
2. Sistem Karir/senioritas (Seniority system)
Masa kerja, pangkat, jabatan dan golongan merupakan dasar bagi pemberian
remunerasi kepada pegawai dalam sistem senioritas. Semakin lama masa
kerja dan semakin tinggi jabatan/golongan akan mengakibatkan pegawai
mendapatkan remunerasi yang semakin besar pula. Dalam sistem ini, hasil
kerja tidak dijadikan sebagai acuan dalam pemberian remunerasi. Oleh karena
itu, sistem ini dianggap tidak adil karena tidak menghargai kinerja dari
pegawai. Namun sistem ini dianggap mampu menghargai loyalitas an
pengabdian para pegawainya.
3. Kombinasi antara sistem prestasi kerja dengan sistem senioritas.
Sistem ini diciptakan untuk menggabungkan keunggulan dan menutupi
kelemahan dari sistem prestasi kerja dan sistem senioritas. Remunerasi yang
diberikan kepada pegawai adalah berdasarkan pada masa kerja, pangkat,
jabatan, golongan serta pretasi kerja yang dicapai. Tujuan dari penggabungan
sistem ini adalah sebagai bentuk penghargaan kepada senior dan juga sebagai
motivator kepada pegawai agar meningkatkan kinerjanya.
4. Cafetaria-style fringe benefits
Adalah suatu sistem pemberian remunerasi dengan berbagai pilihan paket
remunerasi. Organisasi menyediakan beberapa pilihan paket remunerasi yang
34
ditawarkan kepada pegawai. Selanjutnya pegawai dapat memilih paket
remunerasi yang cocok menurut mereka. Dengan sistem ini, pegawai akan
dapat memilih paket remunerasi yang ditawarkan organisasi sesuai keinginan
dan kebutuhan mereka.
5. Simpanan cuti kerja (Banking time of)
Simpanan cuti kerja merupakan pemberian remunerasi kepada pegawai
dengan cara memberikan simpanan cuti kerja yang bisa diambil oleh pegawai
karena perilaku yang dinilai baik, yaitu beik kerjanya maupun kehadirannya.
Dengan sistem ini, banyaknya simpanan cuti akan tergantung pada kinerja
setiap pegawai.
6. Skill-based pay
Skill-based pay merupakan sistem pemberian remunerasi yang didasarkan
pada banyaknya keahlian atau keterampilan yang dimiliki pegawai.
Remunerasi yang diterima pegawai akan meningkat seiring dengan
peningkatan keterampilan atau keahlian yang dimiliki pegawai tersebut.
Dengan demikian, setiap pegawai dituntut untuk selalu memperbaiki
kemampuan yang dimiliki agar mendapatkan remunerasi yang makasimal.
7. Gainsharing
Gainsharing merupakan sistem pemberian remunerasi kepada kelompok
dengan formula tertentu berdasarkan hasil kinerja yang melampaui target.
Sebagai contoh, suatu kantor pemungut pajak mempunyai target dalam susatu
periode akan memungut pajak sebesar Rp. 1 M ilyar. Kantor pajak tersebut
telah bekerja dengan optimal sehingga dapat memungut pajak sebesar Rp. 1,1
35
Milyar. Atas prestasi tersebut, setiap pegawai dalam kantor pajak akan
memperoleh remunerasi sebesar persentase tertentu dari kenaikan realisasi
pajak tersebut.
2.2.2.6 Remunerasi Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
Sistem remunerasi yang diterapkan di lingkungan direktorat jenderal pajak
yaitu di atur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2015
tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak,
sebagaimana dijelaskan pada pasal 2 dan pasal 3 yang berbunyi :
Pasal 2
1) Pegawai yang mempunyai jabatan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak diberikan tunjangan kinerja setiap bulan.
2) Besaran tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
3) Dalam hal terdapat nama jabatan baru atau perubahan nama jabatan maka besaran tunjangan kinerja disesuaikan dengan peringkat jabatan dalam Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4) Tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan kepada pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dengan ketentuan:
a. tunjangan kinerja dibayarkan 100% (seratus persen) pada tahun berikutnya selama satu tahun dalam hal realisasi penerimaan pajak sebesar 95% (sembilan puluh lima persen) atau lebih dari target penerimaan pajak;
b. tunjangan kinerja dibayarkan 90% (sembilan puluh persen) pada tahun berikutnya selama satu tahun dalam hal realisasi penerimaan pajak sebesar 90% (sembilan puluh persen) sampai dengan kurang dari 95% (sembilan puluh lima persen) dari target penerimaan pajak;
c. tunjangan kinerja dibayarkan 80% (delapan puluh persen) pada tahun berikutnya selama satu tahun dalam hal realisasi penerimaan pajak sebesar 80% (delapan puluh persen) sampai dengan kurang dari 90% (sembilan puluh persen) dari target penerimaan pajak;
d. tunjangan kinerja dibayarkan 70% (tujuh puluh persen) pada tahun berikutnya selama satu tahun dalam hal realisasi penerimaan pajak sebesar 70% (tujuh puluh persen) sampai dengan kurang dari 80% (delapan puluh persen) dari target penerimaan pajak; atau
36
e. tunjangan kinerja dibayarkan 50% (lima puluh persen) pada tahun berikutnya selama satu tahun dalam hal realisasi penerimaan pajak kurang dari 70% (tujuh puluh persen) dari target penerimaan pajak.
5) Hasil capaian realisasi penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan berdasarkan capaian penerimaan pajak dalam laporan kinerja keuangan pemerintah.
Pasal 3
Dalam tahun anggaran 2015, besaran tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dibayarkan 100% (seratus persen) terhitung sejak bulan Januari 2015.
Berdasarkan peraturan tersebut, bahwa remunerasi yang diterapkan di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak adalah sistem pemberian remunerasi yang
berbasis tunjangan kinerja. Dalam hal ini berdasarkan ukuran sasaran (target)
yang telah ditetapkan, maka pencapaian hasil kerja yang diperoleh merupakan
faktor yang sangat menentukan atas remunerasi yang diterima oleh pegawai.
2.2.3 Kinerja
2.2.3.1 Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari pengertian performance. Adapula yang memberikan
pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya
kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi
termasuk begaimana proses pekerjaan berlangsung (Wibowo, 2011:7). Kinerja
(performance) mengacu pada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk
sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan
memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan (Simamora, 2006:339).
Sementara itu, Mangkunegara (2009:67) berpendapat mengenai pengertian
kinerja sebagai berikut :
37
“Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.”
Sedangkan Dessler (2000:3) berpendapat mengenai kinerja adalah sebagai
berikut :
“Kinerja adalah proses mengukur kinerja karyawan. Penilaian kinerja pada umumnya mencakup baik aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan. Penilaian kerja merupakan salah satu fungsi mendasar personalia ; kadang-kadang disebut juga dengan review kinerja, penilaia karyawan, evaluasi kinerja, evaluasi karyawan atau rating personalia.”
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian kinerja tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kinerja mencakup bagaimana proses pekerjaan tersebut
berlangsung, serta hasil kerja atau prestasi kerja yang dicapai secara kualitas
maupun kuantitas yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab yang
diberikan.
2.2.3.2 Penilaian Kinerja
Kinerja pegawai harus selalu dinilai oleh organisasi. Penilaian kinerja
adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja
individu karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi karyawan kepada
organisasi selama periode waktu tertentu. Penilaian kinerja berkenaan dengan
seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan atau diberikan
(Simamora, 2006:338). Sementara itu Robert L.Mathis dan Jhon H.Jackson
(2006:82) mengatakan bahwa penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi
seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan
38
seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut
kepada karyawan.
Berdasarakan penjelasan mengenai penilaian kinerja tersebut dapat
disimpulkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses yang bertujuan
untuk mengukur prestasi atau hasil kerja dari pegawai berdasarkan standar dan
aturan yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan antara sasaran
(hasil kerja) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan atau standar pekerjaan yang
telah ditetapkan dalam periode tertentu.
2.2.3.3 Indikator Kinerja
Bastian (2006:267) mengungkapkan bahwa indikator kinerja sebagai ukuan
kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran
atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan indikator masukan
(input), keluaran (ouput), manfaat (benefit), dan dampak (impacts). Menurut
Guritno dan waridin (2005) dalam Suprianto (2013:38) berpendapat bahwa yang
menjadi indikator kinerja adalah sebagai berikut :
1. Mampu meningkatkan target pekerjaan,
2. Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu,
3. Mampu menciptakan inovasi dalam menyeleseikan pekerjaan,
4. Mampu menciptakan kreativitas dalam menyeleseikan pekerjaan,
5. Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan.
Sementara itu menurut Mangkunegara (2009:75) terdapat empat indikator
kinerja pegawai pada instansi, yaitu :
39
a. Mutu atau kualitas pekerjaan
Pada pengukuran ini instansi lebih mendasarkan pada tingkat kualitas
produk yang telah dihasilkan para pegawai atau pegawainya. Pengukuran
melalui kualitas ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana seseorang
pegawai instansi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang telah
diberikan.
b. Kuantitas atau jumlah pekerjaan
Pengukuran melalui kuantitas atau jumlah produk yang dihasilakan ini erat
kaitannya dengan kemampuan seorang pegawai dalam menghasilkan produk
dalam jumlah tertentu. Kuantitas ini secara langsung juga berhubungan
dengan tingkat kecepatan yang dimiliki oleh seorang pegawai dalam
menghasilkan produk.
c. Ketepatan waktu
Ketepatan waktu dalam menghasilkan suatu pekerjaan menjadi salah satu
sarana untuk mengukur tingkat kinerja yang telah dicapai oleh seorang
pegawai. Ketepatan waktu yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang
direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari
pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyeleseian
suatu kegiatan.
d. Tanggung jawab
Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan kewajiban
karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan
perusahaan/instansi dalam hal organisasi.
40
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut menjelaskan bahwa dalam hal
melakukan penilaiana kinerja memerlukan indikator-indikator kinerja yang
dijadikan sebagai acuan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pekerjaan yang
dilakukan oleh karyawan.
Pada penelitian ini, indikator kinerja yang digunakan oleh penulis yaitu
indikator kinerja menurut Mangkunegara (2009:75) yang meliputi mutu atau
kualitas pekerjaan, kuantitas atau jumlah pekerjaan, ketepatan waktu dan
tanggung jawab. Indikator pertama yaitu mutu atau kualitas pekerjaan adalah
berhubungan dengan kualtias hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai.
Pengukuran tersebut dapat dilakukan dengan sejauh mana penyeleseian tugas
yang dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi dan
tanggung jawab menyeleseikan tugas dengan minimalnya kesalahan. Selanjutnya
indikator yang kedua adalah kuantitas atau jumlah pekerjaan yaitu diukur dengan
jumlah pekerjaan yang sudah diseleseikan oleh pegawai dan sesuai dengan
pencapaian target yang ditetapkan. Indikator yang ketiga yaitu ketepatan waktu,
memiliki arti sesuai tidaknya penyeleseian pekerjaan dengan waktu yang
direncanakan dan tidak mengalami penundaan dalam hal menyeleseikan tugas.
Dan indikator yang terakhir yaitu tanggung jwab, adalah kesadaran akan
kewajiban pegawai dalam menyeleseikan tugas dan tidak pernah meninggalkan
tanggung jawab sebagai pegawai.
2.2.3.4 Kinerja Pegawai Pajak
Kinerja adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi,
efesiensi dan keefektifan kinerja lainnya, sedangkan perpajakan sendiri adalah
41
iuran atas kas kepada negara yang dapat dipaksakan sesuai dengan undang-
undang dimana digunakan untuk kepentingan pembangunan nasional. Dapat
dalam meningkatkan pajak untuk pembangunan nasional. Kinerja perpajakan erat
kaitannya dengan kinerja pegawai pajak. Ukuran keberhasilan pegawai pajak
merupakan keberhasilan perpajakan, dikarenakan pegawai pajak (fiskus) adalah
yang melaksanakan mekanisme perpajakan dalam hal pemungutannya.
Kinerja Fiskus (Pegawai Pajak) di dalam perpajakan merupakan
kemampuan Direktorat Jenderal Pajak mengumpulkan pajak dari masyarakat
sebagai representasi kebijakan pemerintah. yang meliputi: tax collection of cost,
yakni perbandingan potensi dengan penerimaan; tax coverage ratio, yakni
perbandingan potensi dengan penerimaan pajak; (c) tax gap ratio, yakni
perbandingan antara realisasi dengan perencanaan penerimaan pajak; kepatuhan
wajib pajak dalam penyampaian SPT; serta tindakan dalam menanggulangi
tunggakan Wajib Pajak.
Dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai pajak adalah kemampuan yang
dimiliki oleh pegawai pajak itu sendiri dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
untuk meningkatkan penerimaan pajak yang dinilai dari sejauh mana penerimaan
pajak tercapai.
2.2.4 Pengaruh Antar Variabel
2.2.4.1 Pengaruh antara Penetapan Sasaran (target) yang harus di capai
Terhadap Kinerja Pegawai Pajak
Dasar teoritis yang digunakan untuk menguji pengaruh antara variabel
penetapan sasaran (target) yang harus dicapai terhadap kinerja pegawai yaitu teori
42
management berdasarkan sasaran (management by objective) dan goal setting
theory. MBO adalah sistem sistem yang digunakan oleh manajer dan pegawai
untuk menentukan tujuan bagi setiap departemen, proyek, maupun personal, serta
menggunakannya untuk memonitor kinerja selanjutnya (Daft, 2010:224). Gadot
dan Angert (2007) mengatakan bahwa MBO adalah sebuah alat untuk memotivasi
yang menggunakan teori penetapan tujuan untuk meningkatkan kinerja individu,
dan akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi. Dan pada teori penetapan
tujuan (goal setting theory) menunjukkan adanya keterkaitan antar tujuan dan
kinerja seseorang terhadap tugas, serta menemukan bahwa tujuan spesifik dan
sulit menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari tujuan yang mudah (Locke, 1968).
Dalam goal setting theory, terdapat prinsip-prinsip yang harus di perhatikan
dalam hal penetapan tujuan/sasaran, yaitu : kejelasan, tantangan, komitmen,
umpan balik, dan kompleksitas tugas.
Berdasarkan kedua teori tesebut dengan penetapan tujuan (sasaran) yang
harus dicapai diharapkan mampu menunjang kinerja dari individu maupun
organisasi. Penelitian yang menghubungkan antara penetapan tujuan terhadap
kinerja antara lain dilakukan Lunenburg (2011). Dalam penelitian tersebut
dibuktikan bahwa kinerja akan lebih efektif jika sasaran diteteapkan secara
spescific dan challenging, serta ketika sasaran digunakan untuk mengevaluasi
kinerja. Selaras dengan hasil penelitian Lunenburg (2011), indudewi (2009),
Karyanti (2010), dan Suprianto (2013) mengungkapkan bahwa penetapan sasaran
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja.
43
2.2.4.2 Pengaruh antara Remunerasi Terhadap Kinerja Pegawai
Mahmudi (2010:175) mengatakan bahwa salah satu tujuan dari pemberian
remunerasi pada dasarnya adalah untuk memotivasi pegawai agar mencapai
prestasi yang terbaik. Sistem remunerasi yang efektif diharapkan mampu memberi
kepuasan kepada pegawai dan dapat memotivasi unruk meningkatkan kinerjanya.
Peningkatan kinerja pegawai akan dapat membantu organisasi mencapai visi,
misi, dan tujuan yang telah ditetapkan. Jika sistem remunerasi yang diterima
dirasakan adil dan kompetitif bagi pegawai, maka organisasi akan lebih mudah
untuk menarik pegawai yang potensial, mempertahankannya dan memotivasi
pegawai agar lebih meningkatkan kinerjanya.
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan implementasi sistem
remunerasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu dilakukan oleh Widyaningrum
(2008). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa sistem remunerasi yang adil
dan layak adalah sistem remunerasi yang memperhatikan kontribusi pegawai
sehubungan dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, kemampuan, taanggung
jawab dan kinerja serta harus dapat memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga
pegawai yang bersangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya
hanya untuk melaksanakan tugas yang di amanatkan kepadanya.
Selain itu penelitian yang menghubungkan variabel antar remunerasi
dengan kinerja pegawai antara lain dilakukan oleh Sancoko (2010), Palagia, dkk
(2012), dan Suprianto (2013). Sancoko (2010) mengungkapkan bahwa remunerasi
mempunyai pengaruh yang signifikan tarhadap kualitas pelayanan pegawai KPPN
Jakarta I yang dirasakan pelanggan. Dan Palagia, dkk (2012) membuktikan bahwa
44
remunerasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai
KPP di Kota Makasar. Sementara itu Suprianto (2013) membuktikan bahwa
remunerasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai.
2.2.4.3 Pengaruh antara Penetapan Sasaran (Target) yang Harus Dicapai
dan Remunerasi terhadap Kinerja Pegawai Pajak.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015,
penetapan sasaran (target) yang harus dicapai untuk penerimaan negara sektor
perpajakan yaitu di tetapkan sebesar Rp.1.379 Triliun, yang terdiri atas
Pendapatan Pajak Dalam Negeri, dan penetapan Pajak Perdagangan Internasional.
Untuk mencapai target penerimaan pajak yang telah ditetapkan membutuhkan
peran penting dari kinerja dan kontribusi optimal dari organisasi Direktorat
Jenderal Pajak (DJP). Sehubungan dengan itu pemerintah mengeluarkan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja
Pegawai Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Peraturan tersebut diterbitkan
dalam rangka meningktakan kinerja pegawai di lingkungan DJP dalam
melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang dalam pemungutan pajak guna
mendukung penerimaan negara dari sektor perpajakan, pemerintah menerapkan
sistem remunerasi yang berbasis tunjangan kinerja. Tunjangan kinerja yang
diberikan yaitu berdasarkan atas capaian kinerja realisasi penerimaan perpajakan
yang telah ditetapkan.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini akan menguji pengaruh
secara parsial dari masing-masing varibel, serta pengaruh variabel bebas secara
45
bersama-sama terhadap variabel terikat (secara simultan). Variabel yang akan
dilakukan pengujian disini yaitu penetapan sasaran (target) yang harus dicapai,
dan remunerasi terhadap kinerja pegawai. Pengujian terhadap variabel-variabel
tersebut baik secara parsial maupun secara simultan diharapkan dapat menjawab
rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya.
2.2.5 Model Hipotesis Penelitian
Ringkasan dari tinjauan teori dan konsep kunci yang memuat variabel
yang akan diteliti, serta rangkaian hubungan keterkaitan antara variabel yang bisa
disajikan dalam kerangka berupa diagram atau bentuk lainnya akan dirumuskan
kedalam sebuah model konsep penelitian. Variabel penelitian dalam penelitian ini
terdiri atas 3 (tiga) variabel, yaitu dua variabel bebas dan satu variabel terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu penetapan sasaran (target) yang harus
dicapai, dan remunerasi, sedangkan yang merupakan variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kinerja pegawai pajak. Sebagaimana penjelasan mengenai
hubungan antar variabel di atas maka model konsep dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
46
Variabel bebas
Variabel terikat
H1
H2
H1
Gambar 3. Model Hipotesis Penelitian
Sumber : Kajian Teoritis, 2015
keterangan :
: Berpengaruh secara parsial
: Berpengaruh secara simultan
2.2.6 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2011:96) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian yang telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan. Hipotesis merupakan kesimpulan probablistik sebagai jawaban
sementara atas pertanyaan yang ada pada rumusan masalah, tapi tingkat
kebenarannya masih diragukan karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
teori yang relevan belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data.
Berdasarkan penjelasn teori tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Penetapan sasaran (target) yang harus
dicapai (X1)
Remunerasi (X2)
Kinerja pegawai pajak (Y)
47
H1 : Terdapat pengaruh secara parsial penetapan sasaran (target) yang
harus dicapai (X1) dan remunerasi (X2) terhadap kinerja pegawai pajak
(Y).
H2 : Terdapat pengaruh secara simultan penetapan sasaran (target) yang
harus dicapai (X1) dan remunerasi (X2) terhadap kinerja pegawai pajak
(Y).
48
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian explanatory research,
bahwa penelitian bermaksud untuk menguji hipotesa antar variabel-variabel
penelitian sehingga diketahui pengaruh antara variabel-variabel yang diteliti, yaitu
antar variabel bebab dan variabel terikat. Penelitian ini menggunakan pendekatan
penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2011:8) bahwa, “ metode kuantitatif
dapat diartikan sebagai metode penelitian berlandaskan pada filsafat positivism,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik,
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”. Penelitian ini
dikategorikan kedalam penelitian survey karena data penelitian diperoleh dengan
menggunakan instrument kuesioner. Melalui metode survey tersebut penelitian
bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dan simultan penetapan
sasaran (target) yang harus dicapai dan remunerasi terhadap kinerja pegawai
pajak.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti melakukan suatu penelitian.
Bersumber pada lokasi ini data dan informasi yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan diteliti akan diperoleh. Penelitian ini akan dilakukan
pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Malang yang beralamatkan di Malang Trade
49
Center kavling 1-6 Jalan Panji Suroso Kota Malang. Pertimbangan atas pemilihan
lokasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian yang berada di Kota Malang akan mempermudah peneliti
dalam proses pengambilan data, serta letak strategis dari Kantor Pelayanan
Pajak Madya Malang yang tidak terlalu jauh dari tempat studi peneliti.
2. Kantor Pelayanan Pajak Madya Malang memiliki wilayah kerja yang cukup
luas, sehingga faktor kinerja dari individu maupun organisasi sangat
berpengaruh terhadap realisasi target penerimaan pajak.
3. Kinerja Pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Madya Malang sudah baik
namun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja harus diperhatikan
untuk dapat mencapai sasaran/tujuan yang telah ditetapkan.
3.3 Variabel dan Pengukuran
1.Variabel
Menurut Sugiyono (2011:60) “variabel penelitian adalah suatu atribut atau
sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”. Variabel dalam penelitian terdapat dua macam variabel, yaitu
variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel
dependen/terikat (Sugiyono,2011:60). Variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah variabel Penetapan Sasaran (Target) yang harus dicapai (X1),
dan Remunerasi (X2). Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011:60).
50
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat yaitu Kinerja Pegawai Pajak
(Y).
2.Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu meliputi variabel bebas
dan variabel terikat.
a. Variabel bebas
1.Penetapan Sasaran (Target) Yang Harus Dicapai (X1)
Penetapan sasaran merupakan hal yang terkait dengan penetapan visi, misi
tujuan dan sasaran pegawai serta apakah penetapan sasaran tersebut dapat
memberikan gambaran jelas kepada pegawai mengenai hasil yang dicapai.
Indikator yang digunakan pada variabel penetapan sasaran (target ) yang harus
dicapai adalah mengambil beberapa indikator yang digunakan Suprianto (2013),
yaitu :
a. Specific, yaitu kejelasan sasaran yang ditetapkan kepada setiap pegawai.
b. Measurable, yaitu keterukuran sasaran yang telah ditetapkan kepada setiap
pegawai.
c. Attainable, yaitu tingkat ketercapaian sasaran yang telah ditetapkan kepada
setiap pegawai.
d. Relevant, yaitu kesesuaian antara sasaran pegawai dengan sasaran
organisasi.
e. Timely, yaitu jangka waktu dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan
kepada setiap pegawai.
51
2.Remunerasi (X2)
Remunerasi merupakan sesuatu yang diterima pegawai sebagai imbalan dari
kontribusi yang telah diberikannya kepada organisasi tempat bekerja. Remunerasi
dapat berupa pembayaran seperti gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif,
bonus atau prestasi, pesangon dan atau pensiun yang diberikan oleh organisasi
atau perusahaan kepada karyawannya atas dasar kontribusi atau kinerja mereka
dalam rangka meningkatkan produktivitas atau kinerja organisasi. Variabel
remunerasi dalam penelitian ini, penulis menggunakan indikator yang sama
dengan indikator yang digunakan oleh Suprianto (2013) dan Kumalasari (2015).
Indikator tersebut yaitu merupakan :
a. Beban kerja, yaitu remunerasi yang diberikan harus sesuai dengan beban
pekerjaan yang ditanggung oleh pegawai.
b. Masa kerja, yaitu pemberian remunerasi harus memperhatikan faktor
lamanya masa kerja yang dijalani pegawai di organisasi.
c. Jabatan, yaitu mencakup kesesuaian antara remunerasi yg diberikan
dengan jabatan yang dipegang individu/pegawai di organisasi.
d. Hasil Kerja, yaitu remunerasi yang diberikan atau diterima pegawai
disesuaikan dengan hasil kerja yang telah diperoleh.
e. Aturan Hukum dan Harga Pasar, yaitu remunerasi yang diberikan sesuai
dengan aturan perundang-undangan yang sedang berlaku dan sebanding
dengan nilai pasar remunerasi pada instansi/organisasi lain yang
sebanding.
52
b. Variabel terikat, yaitu Kinerja Pegawai (Y)
Kinerja merupakan hasil kerja atau prestasi kerja yang dicapai oleh individu
atau pegawai dalam melaksanakan suatu tugas/pekerjaan dalam suatu instansi atau
organisasi. Indikator sehubungan dengan kinerja dalam penelitian ini
menggunakan indikator kinerja menurut mangkunegara (2009), yaitu :
1. Mutu atau kualitas pekerjaan, yaitu pengukuran lebih menekankan pada
tingkat kualitas produk yang telah dihasilkan oleh pegawai. Pengukuran
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana seseorang pegawai instansi
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan dengan
minimalnya tingkat kesalahan.
2. Kuantitas atau jumlah pekerjaan, yaitu menekankan pada jumalah pekerjaan
yang dihasilkan oleh pegawai yang disesuaikan dengan pencapaian target
yang telah ditetapkan.
3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya penyeleseain suatu pekerjaan dengan
waktu yang telah direncanakan dan tidak mengalami penundaan dalam hal
menyeleseikan pekerjaan.
4. Tanggung jawab, yaitu menyangkut kesadaran akan kewajiban pegawai
dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan dan tidak pernah meninggalkan
tanggung jawab sebagai pegawai.
Sehubungan dengan penjabaran diatas maka variabel, indikator serta item-
item yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
53
Tabel 3. Definisi Operasional
No Variabel Indikator Item1 Penetapan sasaran
(target) yang harus dicapaiSumber : Suprianto (2013)
1. Specific
2. Measurable
3. Attainable
4. Relevant
5. Timely
a. Kejelasan sasaran yang ditetapkan.
b. Perincian sasaran yang harus dicapai oleh masing-masing pegawai.
a. Keterukuran sasaran yang ditetapkan.
b. Keterukuran hasil sasaran yang hendak di capai masing-masing pegawai.
a. Tingkat ketercapaian sasaran yang ditetapkan.
b. Tingkat ketercapaian sasaran bagi masing-masing pegawai.
a. Kesesuaian antara sasaran pegawai dengan sasaran organisasi.
b. Suport atau dukungan pegawai terhadap sasaran yang ditetapkan.
a. Jangka waktu dalam pencapaian sasaran yang ditetapkan.
b. Jangka waktu pencapaian sasaran yang diberikan kepada masing-masing pegawai.
2 RemunerasiSumber : Suprianto (2013), Kumalasari (2015)
1. Beban Kerja a. Kesesuaian antara remunerasi yang diberikan dengan tingkat kesulitan pekerjaan yang ditanggung oleh pegawai.
b. Keseuaian antara remunerasi dengan
54
2. Masa Kerja
3. Jabatan
4. Hasil Kerja
5. Aturan Hukum dan Harga Pasar
jumlah pekerjaan yang ditanggung oleh pegawai.
a. Kesesuaian antara remunerasi dengan masa kerja sebagai seorang pegawai/staf.
b. Kesesuaian antara remunerasi dengan masa kerja sebagai seorang yang memegang suatu jabatan.
a. Kesesuaian antara remunerasi dengan jabatan yang dipegang pegawai di organisasi.
b. Kesesuaian antara remunerasi dengan tanggung jawab pegawai di organisasi.
a. Kesesuaian antara remunerasi dengan tugas atau pekerjaan yang diseleseikan.
b. Kesesuaian antara remunerasi dengan prestasi pegawai dalam pekerjaan.
a. Kesesuaian antara remunerasi yang diberikan atau diterima pegawai dengan aturan perundang-undangan yang sedang berlaku.
b. Kesesuaian antara remunerasi dengan nilai pasar remunerasi pada instansi lain yang sebanding.
55
3 Kinerja PegawaiSumber : Mangkunegara (2009)
1. Kualitas Pekerjaan
2. Kuantitas Pekerjaan
3. Ketepatan waktu dalam menyelesikan pekerjaan.
4. Tanggung Jawab
a. Tingkat mutu/kualitas pekerjaan yang dihasilkan yang disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan
b. Pekerjaan yang diseleseikan dengan minimalnya tingkat kesalahan
a. Mengacu pada jumlah pekerjaan yang dihasilkan pegawai.
b. pencapaian target yang ditetapkan.
a. Ketepatan waktu proses penyeleseian pekerjaan
b. Tidak mengalami penundaan proses penyeleseian pekerjaan
a. Kesadaran akan kewajiban dalam melakukan pekerjaan
b. Melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab
Sumber : Kajian Teoritis, 2015
3.Skala Pengukuran
Pengukuran variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skala Likert. Menurut Sugiyono (2011:93), Skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang
fenomena sosial. Peneliti telah menetapkan secara spesifik fenomena sosial yang
dimaksud dalam penelitian ini, yang kemudian disebut dengan variabel penelitian.
56
Pengukuran menggunakan skala Likert yaitu variabel-variabel yang telah
dirumuskan kemudian diuraikan kedalam bentuk indikator variabel. Dan
selanjutnya indikator tersebut yang dijadikan sebagai patokan dalam merancang
item-item istrumen penelitian yang berupa pernyataan dan atau pertanyaan.
jawaban dari setiap item instrumen yang diajukan menggunakan skala likert yaitu
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif, dengan
berupa kata-kata : “Sangat Setuju”, “Setuju”, “Netral”, “Tidak Setuju”, “Sangat
Tidak Setuju”. Maka dalam keperluan analisis kuantitatif, jawaban tersebut diberi
skor, misalnya :
1. Jawaban Sangat Setuju diberi skor 5
2. Jawaban Setuju diberi skor 4
3. Jawaban Netral diberi skor 3
4. Jawaban tidak setuju diberi skor 2
5. Jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2011:117) populasi adalah wilayah generalisasi tertentu
yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan.Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai populasi penelitian yaitu
meliputi seluruh pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Malang yakni
berjumlah 107 pegawai.
57
2. Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2011:118) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Maka pengambilan sampel
penelitian yang akan diuji harus benar-benar dapat mewakili populasi.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dilakukan dengan menggunakan
rumus Slovin, yaitu :
n = N
1+N e2
n = 1071+107(0.52) = 107
1,2675 = 84,4
Hasil dibulatkan menjadi 85
Keterangan :
n : ukuran sampel N = ukuran populasi
e : persen kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang
masih dapat ditolerir, yaitu dalam sampel ini adalh 0,5.
Dengan ukuran populasi (N) sebanyak 107 dan persen kelonggaran karena
kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir (e) sebesar 0.5, maka sampel
penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah sebanyak 85 sampel. Teknik
pengambilan sampel dari jumlah sampel yang telah diperoleh untuk diuji, yaitu
peneliti menggunakan teknik probability sampling. Menurut Sugiyono (2011:118)
probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi simple random sampling,
58
proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified random
sampling, dan sampling area (cluster sampling).
Probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
proportionate stratified random sampling. Proportionate stratified random
sampling menurut Sugiyono (2011:119) adalah teknik pengambilan sampel yang
digunakan jika populasi mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen dan
berstrata secara proporsional. Dalam penelitian ini pegawai di KPP Madya
Malang dikelompokkan terlebih dahulu berdasarkan jabatan atau bagian pekerjaan
yang ditempati sebelum ditarik sebagai sampel secara acak sesuai dengan porsi
masing-masing jumlah jabatan atau bagian.
3.Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2011:142) pengumpulan data dapat dilakukan dalam
berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a. Menyebar Kuesioner
Yaitu teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan
atau pernyataan tertulis yang disusun secara terstruktur kepada responden
mengenai sikap dan pendapat responden yang berkaitan dengan promosi
jabatan dan pemberian insentif di tempat mereka bekerja dan pengaruhnya
terhadap motivasi kerja.
b. Dokumentasi
59
Merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melihat
dan mencatat dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini
serta literatur yang relevan untuk menunjang penelitian ini.
3.5 Uji Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Validitas menguji seberapa baik instrumen yang dibuat mengukur konsep tertentu
yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah setiap item
pertanyaan dari kuisioner telah mengungkapkan secara pasti mengenai apa yang
sedang diteliti (Sunyoto,2011:72).
Uji validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan metode Korelasi
Product Moment yaitu dengan membandingkan nilai koefisien korelasi antar butir
pertanyaan dengan total jawaban (r hitung) dengan nilai r tabel pada tingkat
kesalahan (alpha) tertentu, yaitu apabila nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel
maka dapat dikatakan bahwa butir pertanyaan yang digunakan adalah valid.
Pengujian dapat pula menggunakan perbandingan antara nilai signifikansi dengan
alpha yang digunakan yaitu apabila nilai signifikansi lebih kecil dari alpha, maka
dapat dikatakan bahwa butir pertanyaan yang digunakan adalah valid.
2. Uji Reliabilitas
Pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil
suatu pengukuran dapat dipercaya. Menurut Sunyoto (2011:67) reliabilitas adalah
alat untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator dari variabel atau
60
konstruk. Suatu butir pertanyaan dapat dikatakan realible atau andal apabila
jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten.
Uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan metode
Cronbach’s Alpha yaitu dengan melihat kriteria indeks koefisiaen reliabilitas,
dimana batas terendah yang digunakan dalam menyatakan bahwa butir pertanyaan
yang digunakan reliable adalah sebesar 0,600.
3.Uji Asumsi Klasik
Dalam menganalisis data menggunakan regresi linier, perlu dilakukan uji
asumsi klasik untuk menghindari penyimpangan yang mungkin terjadi. Pengujian
asumsi klasik untuk memperoleh nilai predikotor yang tidak bias dan efisien dari
persamaan regresi berganda. Uji asumsi klasik dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu :
a. Uji Normalitas
Menurut Sugiyono (2011:84) Uji normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi yang normal. Untuk menguji normalitas residual, dapat
dilakukan dengan analisis grafik dan analisis statistik. Normalitas data
dapat diketahui dengan pengujian Kolmogrof Smirnov terhadap setiap
variabel. Bila probabilitas hasil uji Kolmogrof Smirnov lebih besar dari
0,05 (5%) maka asumsi normalitas terpenuhi.
b. Uji Multikolinearitas
61
Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.
Pengujian asumsi multikolinieritas ini dilakukan dengan mendeteksi nilai
Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance. Jika nilai VIF <10 dan
nilai Tolerance >0,1 maka dapat dikatakan bahwa pada model regresi
tersebut tidak terjadi multikolinieritas antar variabel independen.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance residual dari suatu periode
pengamatan dengan periode pengamatan yang lain. Jika variance residual
dari satu ke pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitos atau tidak terjadi
heteroskedastisitos. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisisas
adalah dilakukan dengan menggunakan uji scatterplot.
3.6 Metode Analisis Data
Sugiyono (2011:147), mengatakan bahwa :
“Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan”.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
62
1. Analisis Deskriptif
Menurut Sugiyono, (2011:147) analisis deskriptif adalah statistik yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Dengan
demikian diperoleh skor, frekuensi, persentase, serta mean dari jawaban
responden dan masing-masing item variabel yang menggambarkan tanggapan
responden terhadap setiap pertanyaan yang diberikan pada setiap variabel.
Berdasarkan skor yang diperoleh pada masing-masing item variabel tersebut
kemudian dianalisis guna mengungkapkan fenomena yang terdapat pada setiap
variabel sesuai dengan persepsi reponden.
2. Analisis Regresi Linier Berganda
Pengujian terhadap hipotesis penelitian dilakukan dengan analisis regresi
linier berganda. Regresi linier berganda digunakan untuk menginformasikan
besarnya pengaruh dua tau lebih variabel bebas (variabel independen) terhadap
variabel terikat (variabel dependen). Menurut Sugiyono (2011:237). “Analisis
regresi linier berganda digunakan peneliti, bila peneliti bermaksud meramalkan
bagaimana keadaan (naik-turunnya) variabel dependen (kriterium), bila dua atau
lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan
nilainya)”. Rumus yang digunakan menurut Sugiyono (2011:237) adalah sebagai
berikut :
Y= a + b1X1 + b2X2 + e
63
Dimana :
Y = Kinerja Pegawai Pajak
a = Konstanta (intercept)
b = Koefisien regresi
X1 = Penetapan sasaran yang harus dicapai
X2 = Remunerasi
e = Kesalahan Pengganggu (Standars error)
3. Uji Hipotesis
Rancangan pengujian hipotesis ini dinilai dengan penetapan hipotesis nol
dan hipotesis alternatif. Penelitian uji statistik dan perhitungan nilai uji statistik,
perhitungan hipotesis, penetapan tingkat signifikan dan penarikan kesimpulan.
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berkaitan dengan ada
tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Hipotesis nol (Ho)
tidak terdapat pengaruh yang signifikan dan Hipotesis alternatif (Ha)
menunjukkan adanya pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat, dalam
pengujian hipotesis tersebut rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Uji t (Pengujian secara Parsial)
Uji t berarti melakukan pengujian terhadap koefisien regresi secara
parsial. Pengujian ini dilakuka untuk mengetahui signifikansi peran secara
parsial antara varibel independen terhadap variabel dependen dengan
mengasumsikan bahwa variabel independen lain dianggap konstan.
Sugiyono (2011:257).
64
Hasil uji t dari perhitungan ini selanjutnya akan dibandingkan dengan
t Tabel dengan menggunakan tingkat kesalah 0,05. Kriteria yang digunakan
sebagai dasar perbandingan sebagai berikut :
Ho diterima jika nilai –t tabel < t hitung < t tabel
Ho ditolak jika nilai t hitung > t tabel atau t hitung <-t tabel
Bila terjadi penerimaan Ho maka dapat disimpulkan suatu pengaruh
adalah tidak signifikan, signifikan bila Ho ditolak artinya suatu pengaruh
adalah signifikan.
b. Uji F (Pengujian secara Simultan)
Uji F adalah pengujian terhadap koefisien regresi secara simultan.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independen yang terdapat di dalam model secara bersama-sama (simultan)
terhadap variabel dependen. Uji F pada penelitian ini digunakan untuk
menguji signifikansi pengaruh penetapan sasaran yang harus dicapai, dan
remunerasi terhadap kinerja pegawai pajak secara simultan. Sugiyono
(2011:257).
F hasil perhitungan dibandingkan dengan F tabel yang diperoleh
dengan menggunakan tingkat resiko atau signifikansi level 5% atau tingkat
keyakinan sebesar 0,95. Dalam ilmu-ilmu sosial sifnifikansi 0,05 sudah
lazim digunakan karena dianggap cukup tepat untuk mewakili hubungan
antar variabel yang diteliti atau dengan degree freedom = n - k – 1 dengan
kriteria adalah sebagai berikut :
65
Ho dterima, jika F hitung < F tabel
Ho ditolak, jika F hitung > Ftabel
Jika terjadi penerimaan Ho, maka dapat diartikan sebagai tidak
signifikannya model regresi berganda yang diperoleh sehingga
mengakibatkan tidak signifikan pula pengaruh dari variabel-variabel bebas
secara simultan terhadap variabel terikat, berlaku juga untuk sebaliknya
jika Ho ditolak.
c. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh (%)
pengaruh variabel bebas (X) yang dimasukkan dalam model
mempengaruhi variabel terikat (Y), sedangkan sisanya dipengaruhi
variabel bebas lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Secara sistematis, nilai R2
dinyatakan dalam batasan 0 < R2 < 1. Jika :
R2 = 0 (nol) berarti tidak ada pengaruh antara variabel independen terhadap
variabel dependen
R2 = mendekati 0 (nol) berarti lemahnya pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen
R2 = mendekati 1 (satu) berarti kuatnya pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen.