proposal skripsi

40
1 PERHITUNGAN KAPASITAS RUNWAY BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU MEDAN SAAT JAM SIBUK Proposal Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata 1 RAHMI JAMILAH 11050042 JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI ADISUTJIPTO YOGYAKARTA 2015

Upload: burhanudinurc

Post on 09-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

46

TRANSCRIPT

  • 1

    PERHITUNGAN KAPASITAS RUNWAY BANDAR UDARA

    INTERNASIONAL KUALANAMU MEDAN SAAT JAM SIBUK

    Proposal Skripsi

    Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata 1

    RAHMI JAMILAH

    11050042

    JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN

    SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI ADISUTJIPTO

    YOGYAKARTA

    2015

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Dunia Industri penerbangan sekarang saat ini sedang mengalami

    kemajuan yang sangat pesat, yang dimana pada kondisi yang tidak terbayangkan

    padasaat 10-20 tahun yang lalu saat industry Darat dan laut masih menjadi

    primadona moda transportasi dikarenakan biayanya yang murah dibandingkan

    menggunakan jasa transportasi udara yang masih mahal pada saatitu.Saat ini

    dengan semakin tinggi ya mobilitas masyaraka tuntuk berpindah-pindah tempat

    dengan waktu yang cepat telah membawa pergeseran dalam penggunaan jasa

    layanan transportasi keudara .Situasi dan kondisi yang cukup mendukung

    dimanain dustri penerbangan menjawab kebutuhan itudengan menawarkan harga

    yang murahdengan menggunakan konsep low cost carier (LCC).

    Selain itu Perkembangan pertumbuhan perekenomian masyarakat di

    perkotaan .Hargatiket yang cukup mahal kini bukan menjadi masalah sebab

    tansportasi udara bukan milik mereka yang berkantung tebal saja yang

    mempunyai uang yang banyak, harapan akan penerbangan yang terjangkau,

    nyaman, dan mencakup banyak rute kini bukan menjadi halangan bagi

    semuakalangan. Banyak maskapai yang menawarkan harga murah yang bias

    dijangkau hamper semuakalangan.

    Ada berbagai alasanbanyak orang menggunakan jasa transportasi udara

    mulai dari bisnis, liburan, atau pulang kekampung halaman semuanya

    menggunakan jasa transportasi udara.Maka dari itu ini adalah sebuah kesempatan

    besarbagi maskapai-maskapai yang ada untuk berlomba-lomba sebaik mungkin

    untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

    Pembahasan mengenai kapasitas dan penundaan di suatu bandara sangat

    penting bagi penyelenggarag bandara , terutama dengan adanya kepercayaan

    masyarkat penerbangan, bahwa efisiensi transfortasi udara dapat ditingkatkan

  • 2

    .secara berarti apabila diketahui faktor-faktor yang menyebabkan

    penundaan.Perancang suatu bandara dihadapkan pada masalah penyediaan

    fasilitas dengan kapasitas yang cukup untuk menampung permintaan yang

    terfluktuasi dengan tingkat pelayanan yang wajar. Secara umum, rancangan suatu

    bandara harus bisa menyediakan kapasitas yang cukup sehingga prosentase

    permintaan yang relatif tinggi akan mengalami penundaan yang minimum. Dalam

    perencanaan bandar udara, kapasitas di definisikan dengan dua cara. Pertama

    bahwa kapasitas merupakan jumlah operasi pesawat terbang selama jangka waktu

    tertentu yang bersesuaian dengan tingkat penundaan rata-rata yang dapat diterima.

    Sementara definisi yang lain, kapasitas adalah jumlah operasi pesawat terbang

    maksimum yang dapat dilakukan pada suatu lapangan udara selama jangka waktu

    tertentu ketika terdapat permintaan akan pelayanan yang berkesinambungan.

    Permintaan akan pelayanan yang berkesinambungan ini berarti bahwa selalu

    terdapat pesawat yang siap untuk lepas landas atau mendarat. Terdapat beberapa

    alasan untuk mempertimbangkan dua definisi kapasitas tersebut serta beberapa

    perbedaan mengenai spesifikasi tingkat penundaan yang dapat diterima, yang

    berlaku untuk seluruh bandara dan komponen-komponen lapangan udaranya.

    Karena kendala satu bandara berbeda dengan yang lain, jumlah penundaan yang

    dapat diterima juga akan berbeda-beda.Kapasitas ultimit tidak mencakup

    penundaan dan mencerminkan kemampuan lapangan udara untuk menampung

    pesawat terbang selama jangka waktu dengan kegiatan puncak. Besarnya

    penundaan sangat dipengaruhi oleh pola permintaan. Oleh karena itu , penulis

    tertarik untuk melakukan penelitian dan meloparkan secara ilmah dalam bentuk

    skripsi dengan judul : Perhitungan Kapasitas Runway di Bandar Udara

    Internasional Kualanamu Medan Saat Jam Sibuk.

  • 3

    1.2 Rumusan masalah

    Dalam laporan skripsi ini, penulis mengambil judul mengenai

    Perhitungan Kapasitas Runway bandar udara Kualanamu Medan saat jam sibuk

    Sehingga dengan judul tersebutdapat di paparkan tentang permasalahan

    bagaimana cara:

    1. Menghitung kapasitas runway bandar udara Kualanamu Medan.

    2. Menganalisa penjadwalan penerbangan dan separasi pesawat terbang

    saat melaksanakan takeoff dan landing.

    1.3 Batasan Masalah

    Mengingat terbatasnya waktu serta terbatasnya kemampuan penulis

    dalam menghimpun data maka penulis hanya memberi batasan pada:

    1. Menghitung kapasitas runway per jam di Bandar Udara Internasional

    Kualanamu Medan.

    2. Analisa kapasitas runway hanya dalam waktu 08.00 UTC selama 7

    hari.

    3. Data pergerakan pesawat 1 Januari 2013 31 Desember 2013

    4. Analisa hanya di ADC (Aerodrome Control Service).

    5. Waktu antrian di Taxiway tidak dihitung.

    6. Pergerakan di apron dianggap normal.

    7. Untuk perhitungan dengan acuan SOP nilai ij= 7nm dan nilai =

    6nm menurut teori Robert Horonjeff.

    8. Untuk perhitungan dengan teori Robert Horonjef nilai ijdi asumsikan

    sebesar 3nm dan nilai = 6nm.

    1.4 Tujuan Penelitian

    Penulisan skripsi dengan judul Perhitungan kapasitas runway bandar

    udara Kualanamu saat jam sibuk ini bertujuan untuk:

    1. Untuk mengetahui kapasitas runway Bandar Udara Internasional

    Kualanamu.

  • 4

    2. Untuk mengetahu penjadwalan penerbangan dan separasi pesawat

    terbang saat melaksanakan takeoff dan landing.

    1.5 Manfaat Penilitian

    Manfaat yang dapat diambil dari Perhitungan kapasitas runway dalam

    skripsi ini adalah sebagai tindakan preventif dalam menangani runway demi

    kelancaran penerbangan di bandar udara Kualanamu Medan. Serta mengetahui

    berbagai permasalahan yang menghambat kegiatan penerbangan di bandar udara

    Kualanamu Medan terutama di kapasitas runway.

    1.6 Sistematika penulisan

    Sistematika yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah

    sebagai berikut :

    BAB I PENDAHULUAN

    Bab ini berisi tentang latar belakang pengambilan topik skripsi,

    rumusan masalah, batasan masalah yang akan dibahas, tujuan dan

    manfaat dari pembahasan skripsi, serta sistematika yang digunakan

    dalam penyusunan skripsi ini.

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    Berisi tentang teori-teori dasar yang digunakan untuk memecahkan

    masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

    BAB III METODE PENELITIAN

    Dalam bab ini diuraikan mengenai cara atau langkah-langkah yang

    akan digunakan dalam pemecahan masalah. Langkah-langkah ini

    menjadi pedoman dalam perancangan serta analisa yang akan

    diuraikan pada proses pembahasan.

  • 5

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Berisi tentang hasil penelitian yang didapat di lapangan dan

    penyelesaian masalah yang telah dirumuskan dengan menggunakan

    metode yang telah dibuat. Pembahasan dalam bab ini berupa proses

    perancangan hingga memperoleh hasil atau jawaban dari rumusan

    masalah.

    BAB V PENUTUP

    Pada bab ini terdapat kesimpulan dari hasil pembahasan serta

    saran-saran dari penulis.

    DAFTAR PUSTAKA

    Merupakan daftar buku-buku atau sumber yang digunakan dalam

    penyusunan skripsi ini.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Pustaka

    2.11 Deskripsi Umum Bandara

    Bandara sebagai prasarana dalam penyelenggaraan penerbangan

    merupakan tempat untuk menyelenggarakan pelayanan jasa

    kebandarudaraan dalam menunjang pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan

    kegiatan ekonomi lainnya, harus ditata secara terpadu guna mewujudkan

    penyediaan jasa kebandarudaraan diwujudkan dalam satu kesatuan tatanan

    kebandarudaraan nasional guna mewujudkan penyelenggaraan penerbangan

    yang andal dan berkemampuan tinggi dalam rangka menunjang

    pembangunan nasional.

    Dalam penyusunan penataan kebandarudaraan perlu memperhatikan

    rencana tata ruang, pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan dan

    keamanan serta keselamatan penerbangan sebagaimana diatur dalam

    Undang-Undang RI No.24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan

    Undang-Undang RI No.15 tahun 1992 tentang Penerbangan, serta ditindak

    lanjuti dengan Peraturan Pemerintah RI No. 70 tahun 2001 tentang

    Kebandarudaraan dan Keputusan Menteri Perhubungan RI No. KM 44

    tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, Keputusan Menteri

    Perhubungan N0. KM 47 tahun 2002 tentang Sertifikasi Operasi Bandara.

    Secara umum bandara dibagi atas dua bagian, yaitu sisi udara (air

    side) dan sisi darat (land side). Keduanya dibatasi oleh bangunan terminal

    seperti gambar 2.1 berikut (Heru Basuki : 1986) :

  • 7

    Gambar 2.1 Sistem Penerbangan

    Sumber : (H.Basuki,1984.Merancang, Merencana Lapangan

    Terbang,hal 91)

    Sisi udara adalah wilayah bandara yang berhubungan langsung

    dengan kegiatan operasi penerbangan, sedangkan sisi darat adalah wilayah

    yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan operasi penerbangan.

    penggunaan sisi darat dan udara dilakukan dengan memperhatikan aspek

    keamanan dan keselamatan penerbangan, kelancaran operasi penerbangan,

    serta kelancaran pelayanan jasa kebandarudaraan. Penetapan serta Sisi darat

    maupun udara merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Sisi

    darat ini disediakan untuk penumpang sebelum diproses menjadi

  • 8

    penumpang angkutan darat yang terdiri dari bangunan terminal, jalan masuk

    dan prasarana darat, ruang VIP dan VVIP, kantor pengelola bandar udara,

    depot pengisian pesawat udara (DPPU), gedung pertolongan kecelakaan

    pesawat dan pemadam kebakaran (PKP-PK), gedung pendukung operasi

    penerbangan dan stasiun meteorologi. Sedangkan pada sisi udara terdiri dari

    landas pacu (runway), landas hubung (taxiway), dan landas parkir (apron).

    Landas pacu (runway) adalah bagian dari bandara yang berbentuk empat

    persegi panjang dan digunakan untuk lepas landas (take-off) dan mendarat

    (landing). Landas hubung (taxiway) adalah bagian dari bandara yang

    digunakan pesawat terbang untuk taxiing, menghubungkan satu bagian

    bandara dengan bagian lain (seperti antara landas pacu dan landas parkir).

    Landas parkir (apron) adalah bagian bandara yang digunakan untuk parkir

    pesawat terbang, tempat ini juga digunakan untuk naik turun penumpang,

    pengisian bahan bakar, dan untuk perawatan serta pelayanan terhadap

    pesawat terbang.

    2.2 Komponen Komponen Lapangan Terbang

    Lapangan terbang (airport) adalah area daratan atau air yang secara

    regular digunakan untuk kegitan take off atau landing pesawat udara.

    Diperlengkapi dengan fasilitas untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan

    pesawat,bongkar muat penumpang dan barang, dilengkapi dengan fasilitas

    keamanan dan terminal building untuk mengakomodasi keperluan

    penumpang dan barang, dan sebagai tempat perpindahan antar moda

    transportasi.

    Lapangan terbang berfungsi bukan hanya sebagai tempat tinggal

    landas pesawat namun dalam sistem transportasi udara meliputi kegiatan-

    kegiatan yang luas dimana didalamnya terdapat arus penumpang dan

    barang, untuk mendukung semua kegiatan-kegiatan yang berlangsung dalam

    lapangan terbang tersebut, sangatlah dibutuhkan komponen-komponen

    lapangan terbang yang sangat memadai dalam arti berfungsi dengan baik.

    Sistem lapangan terbang terbagi atas dua yaitu sisi udara (Air side) dan sisi

  • 9

    darat (Land Side), kedua sistem ini dibatasi oleh terminal. Komponen-

    komponen dari kedua system lapangan terbang diatas adalah:

    1. Runway (R/W) atau landas pacu

    2. Taxiway (T/W) atau landas hubung

    3. Apron

    4. Terminal building atau gedung terminal

    5. Gudang

    6. Tower atau menara pengontrol

    7. Fasilitas keselamatan (Pemadam Kebakaran)

    8. Utility (Fasilitas listrik, Telepon, dan bahan bakar.

    2.3 Karakteristik Pesawat Terbang

    Untuk melaksanakan perencanaan bandar udara diperlukan data-

    data dari pesawat terbang (karakteristik) yang harus diketahui (Achmad

    Zainuddin:1983).

    Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Size (Ukuran):

    a. Wing Span (panjang rentang pesawat)

    Panjang rentang pesawat diukur dari ujung kiri sayap sampai

    kanan sayap pesawat terbang. Ukuran ini mempengaruhi untuk

    perencanaan dimensi apron.

    b. Fuselage length (panjang badan pesawat):

    Panjang badan pesawat diukur dari ujung nose sampai ujung ekor

    pesawat terbang. Ukuran ini mempengaruhi perencanaan dimensi

    apron.

    c. Height (tinggi pesawat terbang):

    Tinggi pesawat terbang diukur dari muka lapis keras tempat

    pesawat berdiri sampai bagian tertinggi dari pesawat terbang

    (ekor), ukuran ini mempengaruhi jarak apron sampai runway.

    d. Wheel base (jarak roda utama sampai roda depan):

  • 10

    Jarak antara as roda utama depan sampai as roda depan (nose

    wheel) ukuran ini mempengaruhi lebar taxiway.

    2. Komponen berat pesawat

    Berat pesawat penting untuk merencanakan kekutan dari

    perkerasan (pavements) yang akan dibuat sehingga ditentukan tebal

    dari pada perkerasan runway, taxiway, dan apron. Beratnya pesawat

    terbang terdiri dari:

    a. Maximum Ramp Weight (MRW):

    Bobot pesawat terbang pada saat start up (menghidupkan mesin)

    di apron sebelum lepas landas = MTOW + fuel taxing keujung

    landas pacu.

    b. Maximum Landing Weight (MLW):

    Bobot pesawat terbang maximum yang diperkenankan untuk

    pendaratan (landing) = OWE + reservefuel + payloads

    c. Maximum Take-off Weight (MTOW):

    Bobot pesawat terbang maximum yang diperkenankan saat lepas

    landas (take-off) = OEW + fuel + reserve fuel + payloads

    d. Operating Empty Weight

    Berat pesawat terbang kosong (termasuk air crew)

    e. Maximum Zero Fuel Weight ( MZFW) :

    Berat pesawat tanpa bahan bakar = OEW + payloads

    f. Payloads

    Payload adalah berat penumpang, bagasi dan cargo. Max payload

    adalah muatan max yang boleh diangkut oleh pesawat.

    Max payload = ZFW OEW

    g. Berat fuel untuk terbang (haul fuel)

    h. Berat bahan bakar cadangan (reserve fuel)

  • 11

    3. Capacity (kapasitas)

    Dengan mengetahui kapasitas penumpang pesawat kita dapat

    menentukan terminal building (tempat tunggu para penumpang dan

    pengantar).

    4. Runway Length (panjang runway)

    Panjang runway agar pesawat dapat tinggal landas mempunyai

    pengaruh besar pada bagian luas daerah yang harus dipenuhi oleh

    bandar udara.

    2.4 Pengertian Air Traffic Control (ATC)

    Air Traffic Control adalah suatu fasilitas terminal yang menggunakan

    komunikasi radio, visual signaling, dan perlengkapan lainnya untuk

    pelayanan ATC kepada pesawat terbang di sekitar Bandar Udara, runway,

    taxiway, dan area pergerakan lainnya. Menara kontrol memberikan hak

    kepada pesawat terbang untuk landing dan take off di Bandar Udara yang

    dikontrol oleh tower. Tower juga memberikan Approach control services.

    2.5 Sistem Operasi Air Traffic Control(ATC)

    Sistem operasi Air Traffic Control(ATC)mencakup pemberian

    petunjuk serta pengawasan terhadap pesawat terbang yang akan melakukan

    take off dan landing, ATC juga bertugas mengawasi keadaan runway,

    taxiway dan apron, tidak ada seorang pun yang boleh melintasi kawasan

    tersebut tanpas seizin dari ATC. Disamping itu juga Air Traffic Control(ATC)

    untuk mencegah pesawat terlalu dekat satu sama lain dan tabrakan dan

    layanan yang disediakan untuk Pilot untuk membantu mereka dalam

    mengoperasikan pesawat mereka dengan cara yang aman, tertib dan efisien.

    ATC adalah rekan dekat seorang Pilot disamping unit lainnya, peran ATC

    sangat besar dalam tercapainya tujuan penerbangan. Semua aktifitas

    pesawat terbang di dalam area pergerakan diharuskan mendapat izin terlebih

    dahulu melalui ATC, yang nantinya ATC akan memberikan informasi,

    instruksi, clearance/izin kepada Pilot sehingga tercapai tujuan keselamatan

  • 12

    penerbangan, semua komunikasi itu dilakukan dengan peralatan yang sesuai

    dan memenuhi aturan.

    2.6 Pengertian Air Traffic Service (ATS)

    Air Traffic Service atau pelayanan lalu lintas udara adalah suatu

    pelayanan pemanduan dan pengaturan pesawat terbang yang diberikan ATC

    dengan jalur khusus. Tujuan dari pelayanan lalu lintas udara adalah untuk

    menghindarkan terjadinya tabrakan antar pesawat terbang, menghindarkan

    pesawat terbang yang berada di daerah pergerakan pesawat dengan

    penghalang lainnya dan tercapainya kelancaran serta keteraturan lalu lintas

    udara. Annex 11 (Air Traffic Service) Konvensi Chicago 1944. Tujuan dari

    pelayanan lalu lintas udara adalah sebagai berikut:

    1. Mencegah tabrakan antar pesawat.

    2. Mencegah tabrakan antar pesawat di area pergerakan rintangan di area

    tersebut.

    3. Mempercepat dan mempertahankan pergerakan Lalu Lintas Udara.

    4. Memberikan saran dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan

    efisiensi pengaturan lalu lintas udara.

    5. Memberitahukan kepada organisasi yang berwenang dalam pencarian

    pesawat yang memerlukan pencarian dan pertolongan sesuai dengan

    organisasi yang dipersyaratkan.

    Pelayanan lalu lintas udara di wilayah Indonesia telah dibentuk

    ruang udara yang terbagi dalam beberapa zona pengawasan dan batas-batas

    yang telah ditentukan sesuai dengan kondisi dan kompleksitas lalu lintas

    udara seperti zona pelayanan Aeronautikal Flight Information Service

    (AFIS), Area Aerodrome Control (ADC), Approach Control (APP), Area

    Control Center (ACC), Flight Information Center, dan Flight Service

    Station sesuai persyaratan-persyaratan ICAO.

  • 13

    2.7 Tingkat Pelayanan Lalu-Lintas Udara

    Untuk mempermudah dalam menangani dan melaksankan tugas

    ATC (Air Traffic Control) Peraturan Keselamtan Penerbangan Sipil

    (P.K.P.S) Bagian 170 Peraturan lalu Lintas Udara memberikan batasan

    dan/atau tingkatan ruang pengendalian lalu lintas udara dapat di

    kategorikan seperti tabel 2.1 berikut ini:

    Tabel: 2.1 Air Traffic Control

    Aerodrome Service Level

    Uncontrolled Aerodrome Controlled Aerodrome

    Unattaded

    Aerodrome

    Aerodrome

    flight

    Information

    Service

    (AFIS)

    Aerodrome

    Control

    Service

    (ADC)

    Approach

    Control

    Service

    (APP)

    Areal

    Control

    Center

    (ACC)

    2.7.1 Unattaded Aerodrome

    Pada tingkat ini bandar udara tidak memberikan layanan

    panduan atau informasi pesawat terbang yang datang maupun

    berangkat. Penetapan untuk take off dan landing sepenuhnya

    ditentukan oleh Pilot. Tingkat pelayanan ini biasanya pada Bandar

    Udara yang tidak melayani penerbangan terjadwal (schedulle slight)

    pada kondisi ini bandar udara belum memerlukan ATC.

    2.7.2 Aerodrome flight Information Service (AFIS)

    Pelayanan yang diberikan pada tingkat ini hanya pemberi

    informasi secara otomatis kepada pesawat terbang yang datang

    maupun berangkat. Informasi yang diberikan meliputi: kondisi

    cuaca, fasilitas navigasi, kondisi Bandar Udara, dan lain-lain yang

    termasuk menunjang aktifitas pesawat di sekitar Bandar Udara. Pada

    kondisi ini Bandar Udara belum memerlukan ATC.

  • 14

    2.7.3 Aerodrome Control Service (ADC)

    Aerodrome Control Service (ADC) adalah sebuah fasilitas

    terminal yang menggunakan komunikasi radio, dengan syarat visual,

    dan peralatan lainnya yang digunakan untuk menyediakan jasa ATC

    bagi pesawat terbang yang beroperasi di sekitar Bandar Udara atau

    landasan pacu dan area pergerakan lainnya dengan batasan tertentu.

    Pengawasan lalu lintas udara ADC mempunyai kewenangan untuk

    memandu pesawat terbang yang beroperasi di kawasan Bandar

    Udara, dan panduan ini dilakukan dari ATC Tower, pemanduan

    hanya diberikan dari Bandar Udara yang bersangkutan.

    2.7.4 Approach Aerodrome Office (APP)

    Pembagian pelayanan unit APP ini tidak terbatas pada

    Bandar Udara di mana unit APP itu berada tetapi meliputi Bandar

    Udara lain sekitarnya yang masih termasuk kawasan TMA (Terminal

    Control Area) unit APP tersebut. Tingkat pelayanan APP ini

    diadakan bila Bandar Udara memnuhi kriteria sebagai berikut:

    1. Pergerakan pesawat terbang di Bandar Udara tersebut maupun

    Bandar Udara sekitarnya dinilai cukup padat.

    2. Kondisi cuaca sering jelek Instrumen Meteorologikal

    Condition (IMC) sehingga pesawat terbang yang landing

    maupun take off menggunakan Prosedur Penerbangan

    Instrumen (Instrument Flight Procedure). Untuk mendukung

    kinerja APP diperlukan fasilitas Software dalam bentuk

    Standar Instrument Departure (SID) dan Standart Instrument

    Arival (STAR).

    2.7.5 Aerodrome Control Center (ACC)

    Pemanduan ini dilakukan pada pesawat terbang yang telah

    berada dalam keadaan terbang jelajah di dalam kawasan Control

    Area (CTA) sehingga area control ini dapat dikatakan memandu

    pesawat yang sedang terbang diluar unit ADC maupun APP.

  • 15

    2.8 Pengendalian Ruang Udara

    Kawasan keselamatan operasi penerbangan adalah wilayah daratan,

    perairan dan ruang udara, disekitar ruang udara yang dipergunakan untuk

    kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan

    penerbangan. Wilayah udara adalah ruang udara di atas wilayah daratan dan

    perairan RI .

    2.8.1 Ruang Udara yang dikendalikan (control Airspace)

    Ruang udara yang dikendalikan dan dikontrol (Control

    Airspace) adalah ruang udara yang ditetapkan batas-batasnya

    dengan di dalamnya diberikan pelayanan lalu lintas udara (Air

    Traffic Service) dan pelayanan informasi penerbangan (Flight

    Information Service) dan pelayanan kesiagaan (Alerting Service).

    Controlled Airspace adalah ruang udara di atas wilayah dan

    lautan NKRI dengan batas-batas horizontal/vertical tertentu

    dimana di dalamnya diadakan pengontrolan secara positif (positive

    control) terhadap semua jenis lalu lintas udara, (peraturan

    Keselamatan Penerbangan sipil (P.K.P.S) Bagian 170, Peraturan

    Lalu Lintas Udara). Ruang udara yang termasuk di dalam kategori

    control airspace adalah sebagai berikut:

    1. Aerodrome Control (ADC)

    Untuk mendapatkan kondisi yang aman, tertib dan lancar bagi

    setiap pergerakan pesawat terbang baik di darat maupun di

    udara dalam wilayah pengontrolannya. Ukuran-ukuran suatu

    Aerodrome adalah sebagai berikut:

    a. Horizontal limit : 5-10 NM (dari NDB)

    b. Vertical limit : Ground- 5000 feet

    Unit yang melaksanakan pengontrolan dalam suatu Aerodrome

    dalam Tower (TWR) dngan nama panggilan (call sign)

    menurut nama tempat Aerodrome tersebut berada diikuti kata-

    kata tower. Contoh: Fatma Tower.

  • 16

    2. Control Zone (CTR)

    Control Zone (CTR) adalah suatu wilayah pengontrol udara

    diluar dan diatas Aerodrome Controll Tower (ADC) yang

    diadakan untuk mengatur lalu lintas penerbangan pada fase

    climbing, cruising level, dan descending dengan ukuran

    sebagai berikut:

    a. Horizontal limit : 40-50 NM

    b. Vertical limit

    Batas bawah : Batas ADC

    Batas atas : Sampai dengan 6000 feet

    Unit yang melaksanakan pengontrolan dalam suatu Control

    Zone adalah: Approach Control (APP) dengan nama panggilan

    (call sign) menurut nama kota tempat dimana APP tersebut

    berada diikuti kata-kata approach. Contoh: Bengkulu

    Approach

    3. Terminal control Area (TMA)

    Terminal Control Area (TMA) adalah suatu wilayah

    pengendalian udara yang mencakup dua atau lebih aerodrome

    yang berdekatan dan mempunyai arus lalu lintas cukup padat.

    Ukuran-ukuran untuk TMA sebagai berikut:

    a. Horizontal limit : sesuai kebutuhan

    b. Vertical limit

    Batas bawah : 25000, 4000, 6000 feet

    Batas atas : 150, 200, 245 feet

    Unit yang melaksanakan pengontrolan dalam suatu TMA

    adalah: Approach Control Office (APP) dengan nama

    panggilan (call sign) menurut nama kota tempat dimana APP

    tersebut berada diikuti kata-kata approach. Contoh: Bengkulu

    Approach.

    4. Control Area (CTA)

  • 17

    Control Area (CTA) adalah suatu wilayah pengontrolan ada di

    luar ADC atau TMA/CTR, bila ada yang diadakan untuk

    memberikan positive control kepada pesawat yang terbang

    an-route. Unit yang melaksankan pengontrolan dalam suatu

    Control Area adalah Area Control Center (ACC) dengan nama

    panggilan (call sign) menurut nama kota tempat dimana ACC

    tersebut berada diikuti kata-kata Control. Contoh: Jakarta

    control.

    5. Air Traffic Service Route (Airways)

    Air Traffic Service Route (Airways) adalah jalur ruang

    udara yang terkontrol dimana pesawat terbang mengadakan

    penerbangan dari suatu tempat ke tempat tujuan. Airways

    dilengkapi titik kenal (check point) yang berfungsi untuk

    mempermudah perjalanan pesawat terbang. Batas-batas

    Airways adalah sebagai berikut:

    a. Horizontal limit : sesuai kebutuhan

    1) NM ke setiap sisi dari track pada Airways yang

    dilengkapi dengan navigation aids.

    2) 30 NM ke setiap sisi dari track untuk Airways yang

    tidak ada navigation aidsnya.

    b. Vertical limit

    Batas atas

    Supersonic : 6000 feet

    Turbojet : 46000 feet

    Turboprop : 36000 feet

    Piston : 22000 feet

    Batas bawah

    Di wilayah upper airspace : 2400 feet

    Di atas oceanic : 5500 feet

    Di daratan/lautan yang terbatas : 3000 feet

  • 18

    2.8.2 Ruang Udara yang tidak dikendalikan (Uncontrolled Airspace)

    Uncontrolled Airspace adalah suatu ruang udara dimana

    kegiatan penerbangan di dalamnya hanya mendapatkan informasi

    tentang lalu lintas udara dan keterangan-keterangan lain yang

    diperlukan:

    1. Flight Information Region (FIR)

    Flight Information Region adalah suatu wilayah denngan

    batas-batas tertentu dimana flight information service dan

    alerting service diadakan untuk melayani dan memberikan

    informasi penerbangan yang diperlukan guna menjamin

    kelancancaran dan keselamatan penerbangan. Ukuran-

    ukuran suatu FIR adalah sebagai berikut:

    a. Horizontal limit : International ditentukan dengan

    negara tetangga.

    b. Vertical limit

    Batas bawah : Ground water

    Batas atas : FL 245 (245000)

    2. Pelayanan Navigasi FIR

    Pada saat ini di Indonesia ada 3 FIR yaitu FIR Jakarta, FIR

    Makasar, dan FIR Bali. Unit yang melayani suatu FIR

    adalah Flight Information Center (FIC) dengan nama

    panggilan (call sign) nama FIR di ikuti dengan nama-nama

    uk. Contoh: Jakrta center.

    a. Upper Flight Information Region (UFR)

    Upper Flight Region adalah wilayah udara di atas

    FIR yang diadakan untuk memberikan dan melayani

    informasi penerbangan bagi pesawat terbang yang

    terbang tinggi.

    b. Vertical limit

    Batas bawah : Batas atas FIR

  • 19

    Batas atas : FL 460 (46000 feet) sampai tidak

    terbatas

    c. Flight Service Cector (sector)

    Flight Service Sector adalah wilayah udara yang

    merupakan bagian (sub) dan pada suatu FIR, diadakan

    untuk lebih dapat melayani dan memberikan

    informasi penerbangan dengan baik mengingat

    luasnya wilayah suatu FIR. Aeronautical Flight

    Information (AFIS)

    Aeronautical Flight Information adalah suatu

    aerodrome yang tidak mempunyai fungsi pengawasan

    atau pengaturan lalu lintas udara tetapi hanya

    mengenai kondisi cuaca dan keadaan landasan.

    Biasanya AFIS didirikan di pangkalan kecil dan

    melayani penerbangan perintis.

    2.9 Kapasitas Runway

    Istilah kapasitas digunakan untuk menetukan kemampuan

    pengelolahan suatu fasilitas pelayanan selama jangka waktu tertentu. Akan

    tetapi, untuk mengetahui kapasitas maksimum dari suatu fasilitas pelayanan,

    harus terdapat permintaan yang berkesinambungan terhadap pelayanan

    tersebut. Dalam dunia penerbangan adalah tidak mungkin untuk mempunyai

    permintaan yang berkesinambungan sepanjang waktu beroperasinya sistem

    itu. Bahkan walaupun suatu permintaan yang berkesinambungan sengaja

    dibuat dengan menyebabkan penumpukan pada fasilitas-fasiliatas pelayanan

    dengan membatasi waktu operasinya atau mengurangi staf operasi,

    penundaan pada fasilitas-fasilitas tersebut akan mengakibatkan kemerosotan

    mutu pelayanan sehingga terjadi keadaan yang tidak diinginkan. Oleh

    karena itu, perancang fasilitas bandar udara dihadapkan pada masalah

    penyediaan fasilitas dengan kapasitas yang cukup untuk menampung

    permintaan yang terfluktuasi dengan tingkat pelayanan yang wajar.

  • 20

    2.9.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kapasitas Per Jam

    Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi suatu kapasitas

    lapangan udara dan beberapa diantaranya lebih penting dari yang

    lain. Secara umum, kapasitas tergantung pada konfigurasi lapangan

    udara, lingkungan tempat pesawat terbang beroperasi, dan

    ketersedian alat-alat bantu navigasi dan fasilitas pengendali lalu

    lintas udara. Suatu senarai (list) faktor-faktor penting meliputi:

    1. Konfigurasi, jumlah, jarak, dan orientasi dari sitem runway

    2. Konfigurasi, jumlah dan letak runway dan taxiway

    3. Susunan, ukuran, dan jumlah gerbang di daerah apron

    4. Waktu pemakaian runwaybagi pesawat yang datang dan

    berangkat

    5. Ukuran dan campuran pesawat yang menggunakan fasilitas

    tersebut

    6. Cuaca, terutama jarak pandang dan tinggi awan, karena aturan

    lalu lintas udara untuk cuaca yang baik berbeda dengan yang

    untuk cuaca yang buruk

    7. Kondisi angin yang dapat menghalangi penggunaan seluruh

    runway yang tersedia oleh semua pesawat terbang

    8. Prosedur pengurangan kebisingan yang dapat membatasi jenis

    dan waktu operasi pada runway yang ada

    9. Di dalam kendala-kendala angin dan pengurangan kebisingan,

    strategi yang dipilih para pengendali untuk mengoperasikan

    sistem runway

    10. Jumlah kedatangan relatif terhadap jumlah keberangkatan

    11. Jumlah dan frekuensi operasi keadaan tak menentu (touch-and-

    go) dari pesawat penerbangan umum

    12. Keberadaan dan frekuensi terjadinya pusaran gelombang yang

    membutuhkan jarak pisah yang lebih besar apabila sebuah

    pesawat terbang ringan berada dibelakang pesawat terbang yang

  • 21

    berat daripada apabila pesawat terbang berat berada di belakang

    pesawat terbang yang ringan

    13. Keberadaan dan sifat alat-alat bantu navigasi

    14. Ketersedian dan struktur ruang angkasa untuk menetapkan rute-

    rute kedatangan dan keberangkatan

    15. Sifat dan keadaan fasilitas-fasilitas pengendalii lalu lintas udara

    Faktor yang paling penting yang mempengaruhi kapasitas

    runway adalah jarak antara pesawat terbang yang terbang berurutan.

    Jarak ini tergantung pada pada aturan-aturan lalu lintas udara yang

    sesuai, yang merupakan fungsi kondisi cuaca dan ukuran pesawat

    terbang.

    2.9.2 Kapasitas Runway Yang Tidak Dikaitkan Dengan Penundaan

    Kapasitas seperti didefinisikan disini menyatakan kemampuan

    fisis maksimum suatu sistem runway untuk mengelola pesawat

    terbang. Kapasitas ini adalah laju operasi pesawat terbang

    maksimum atau ultimit untuk sekumpulan kondisi tertentu, dan

    bebas dari tingkat penundaan pesawat terbang rata-rata.

    Kenyataanya, telah ditunjukan bahwa apabila volume lalu lintas

    mencapai kapasitas per jam, penundaan pesawat terbang rata-rata

    dapat berkisar dari 2 menit sampai 10 menit. Oleh sebab itu, untuk

    kondisi-kondisi tertentu yang sama, nilai-nilai kapasitas dalam cara

    ini cenderung sedikit lebih tinggi daripada yang didapatkan dengan

    cara sebelumnya.

    Penundaan tergantung pada kapasitas maupun pada besar,

    sifat, dan pola permintaan. Penundaan dapat terjadi sekalipun pada

    permintaan yang dirata-ratakan selama satu jam kurang dari

    kapasitas per jam. Penundaan seperti itu terjadi karena permintaan

    berfluktuasi dalam satu jam sehingga, selama jangka waktu yang

    lebih singkat, permintaan adalah lebih besar dari kapasitas.

    Apabila besar, sifat dan pola permintaan adalah tetap, maka

    penundaan hanya dapat dikurangi dengan peningkatan kapasitas.

  • 22

    Sebaliknya, apabila permintaan dapat diubah untuk menghasilkan

    pola permintaan yanglebih seragam, maka penundaan dapat

    dikurangi tanpa meningkatkan kapasitas. Jadi, pendugaan kapasitas

    merupakan suatu langkah terpadu dalam menentukan penundaan

    pesawat terbang.

    1. Perumusan Matematis Kapasitas Jenuh Atau Ultimit

    Tipe-tipe model ini menentukan jumlah operasi pesawat terbang

    maksimum yang dapat ditampung oleh suatu sistem runway

    dalam jangka waktu tertentu ketika terdapat permintaan

    pelayanan yang berkesinambungan. Dalam model-model

    tersebut, kapasitas adalah sama dengan kebalikan waktu

    pelayanan rata-rata terboboti dari seluruh pesawat terbang yang

    dilayani. Sebagai contoh, apabila waktu pelayanan rata-rata

    terboboti adalah 90 detik, kapasitas landasan pacu adalah 1

    operasi setiap 90 detik atau 40 operasi setiap 1 jam. Model

    tersebut memperlakukan jalur pendekatan umum menuju runway

    bersama-sama dengan runway sebagai sistem runway. Waktu

    pelayanan runway didefinisikan sebagai pemisahan di udara yang

    dinyatakan dengan waktu ataupun waktu pemakaian runway, di

    ambil yang lebih besar.

    2. Pengembangan Model Untuk Kedatangan Saja

    Kapasitas suatu sistem runway yang hanya digunakan untuk

    melayani pesawat yang datang dipengaruhi oleh faktor-faktor

    berikut:

    a. Campuran pesawat terbang, yang biasanya diberik karakter

    oleh golongan pesawat ke dalam beberapa kelas menurut

    kecepatan mendekati runway (approach speed)

    b. Kecepatan mendekati runway dari berbagai kelas pesawat

    terbang

    c. Panjang jalur pendekatan ke landasan dari jalur masuk (entry)

    atau gerbang ILS ke ambang runway

  • 23

    d. Aturan-atursn jarak pisah lalu lintas udara minimum atau

    jarak pisah yang diamati praktis apabila tidak ada peraturan

    e. Besarnya kesalahan dalam waktu kedatangan di gerbang dan

    kesalahan kecepatan pada jalur pendeketan umum ke runway

    f. Probabilitas tertentu dari pelanggaran terhadap jarak pisah

    lalu lintas udara minimum yang dapat diterima

    g. Waktu pemakaian runway purata (mean) berbagai kelas

    pesawat dalam campuran dan besarnya pencaran (dispersion)

    dalam waktu purata tersebut

    3. Keadaan Bebas Kesalahan

    Dengan ketepatan yang sedikit berkurang dan untuk membuat

    perhitungan lebih mudah, pesawat terbang dikelompokan ke

    dalam beberapa kelas kecepatan(speed) yang berbedaVi , Vj dan

    seterusnya. Untuk mendapatkan waktu pelayanan terboboti untuk

    kedatangan adalah perlu untuk merumuskan matriks selang

    waktu di antara kedatangan pesawat di ambang runway. Dengan

    memperoleh matriks ini dan persentase berbagai kelas dalam

    campuran pesawat, waktu pelayanan terboboti dapat dihitung.

    Kebalikan waktu pelayanan terboboti adalah kapasitas runway.

    Misalkan matriks bebas kesalahan adalah [Mij], selang waktu

    minimum di ambang runway untuk pesawat terbang dengan

    kelas kecepatani yang diikuti pesawat kelas j, dan misalkan

    persentase pesawat kelas i dalam campuran adalah pi , dan

    pesawat kelas j adalah pj, maka:

    [ ] [ ]

    Dimana :

    Ti = waktu dimana pesawat i yang didepan

    melewati ambang runway

    Tj = waktu dimana pesawat j yang dibelakang

    melewati ambang runway

  • 24

    [Tij] = matriks pemisahan waktu sebenarnya di

    ambang runway untuk dua kedatangan yang

    berurutan, pesawat dengan kelas kecepatani

    diikuti oleh pesawat dengan kelas kecepatanj

    [Mij] = matriks bebas kesalahan

    [ ]

    Dimana :

    E[Tij] = waktu pelayanan purata (mean), atau waktu

    antarkedatangan di ambang runway untuk

    campuran pesawat

    pij = probabilitas bahwa pesawat yang di depan i,

    akan diikuti oleh pesawat dibekangnya j

    [ ]

    Dimana :

    C = kapasitas runway untuk mengelolah

    campuran pesawat yang datang

    Untuk mendapatkan antar kedatangan di ambang runway,

    adalah perlu untuk mengetahui apakah kecepatan pesawat yang

    di depan Vi, adalah lebih besar atau lebih kecil dari kecepatanVj

    pesawat di belakangnya, karena pemisahan di ambang runway

    akan berbeda dalam setiap keadaan.

    = panjang jalur pendekatan umum ke runway

    ij = jarak pisah minimum yang diperbolehkan di antara dua

    pesawat yang datang, pesawat i di depan dan pesawat j

    di belakang, disembarang tempat di sepanjang jalur

    pendekatan umum ini

    Vi = kecepatan saat mendekati runway dari pesawat di depan

    dari kelas i

  • 25

    Vj = kecepatan saat mendekati runway dari pesawat di depan

    dari kelas j

    R1 = waktu pemakaian runway dari pesawat di depan dari

    kelas i

    a. Keadaan Merapat (Vi< Vj)

    Ambil keadaan dimana kecepatanmendekati runway dari

    pesawat yang berada didepan adalah lebih besar daripada

    kecepatan dibelakangnya. Pemisahan waktu minimum di

    ambang runway dapat dinyatakan dalam jarak ij dan

    kecepatan pesawat yang berada dibelakang, Vj. Meskipun

    demikian apabila waktu pemakaian runway dari kedatangan

    Ri adalah lebih besar dari pemisahan di udara, maka ia

    menjadi pemisahan minimum di ambang runway.

    Persamaanya adalah:

    b. Keadaan merenggang (Vi< Vj)

    Untuk keadaan dimana kecepatan pada saat mendekati

    landasan dari pesawat yang berada di depan adalah lebih

    besar daripada kecepatan pesawat di belakangnya,

    pemisahan waktu minimum di ambang runway dapat

    dinyatakan dalam jarak ij. Panjang jalur pendekatan umum

    ke runway dan kecepatan pada saat mendekati runway Vi

    dan Vj dari pesawat di depan dan belakang. Hal ini

    bersesuaian dengan jarak pemisahan jarak minimum ijdi

    sepanjang jalur pendekatan umum ke runway, yang

    sekarang terjadi di jalur masuk (entry gate) dan bukannya di

    ambang landasan. Apabila pengendalian hanya dilakukan

    dari jalur masuk hingga ambang runway, adalah:

  • 26

    (

    )

    Apabila pengendalian dilakukan untuk mempertahankan

    pemisahan diantara kedua pesawat ketika pesawat yang

    berada didepan melewati jalur masuk:

    (

    )

    Harus diperhatikan benar-benar bahwa satu-satunya

    perbedaan di antara persamaan di atas adalah terletak pada

    suku pertama persamaan tersebut, dimanaVi dan Vj saling

    dipertukarkan.

    2.9.3 Pengembangan Model-Model Untuk Operasi Campuran

    Model ini didasarkan pada empat aturan pengoperasian yang sama

    seperti halnya model-model yang dikembangkan oleh AIL (Airborn

    Instruments Laboratory). Aturan-aturan itu sebagai berikut:

    1. Kedatangan mempunyai prioritas daripada keberangkatan

    2. Hanya satu pesawat dapat berada di runway pada sembarang

    waktu

    3. Keberangkatan tidak dapat dilaksanakan apabila pesawat yang

    datang berikutnya berada pada jarak yang kurang dari suatu

    jarak tertentu dari ambang runway, biasnya 2 nmi dalam kondisi

    IFR

    4. Keberangkatan yang berturutan diatur sehingga pemisahan

    waktu minimumnya sama dengan waktu pelayanan

    keberangkatan

    Ti dan Tjadalah waktu-waktu di mana pesawat di depan i dan di

    belakang j melewati ambang kedatangan, ij adalah pemisahan

    minimum di antara kedatangan, T1 adalah waktu di mana pesawat

    yang datang meninggalkan runway, Td adalah waktu di mana

    pesawat yang berangkat mulai akan takeoff, d adalah jarak

    minimum pada jarak di mana pesawat yang datang harus berada

  • 27

    (dari ambang runway) supaya keberangkatan dapat dilakukan, T2

    adalah waktu yang menyatakan saat terakhir di mana keberangkatan

    dapat dilakukan, Ri adalah waktu pemakaian runway untuk suatu

    kedatangan, G adalah perbedaan waktu di mana keberangkatan dapat

    dilakukan, dan td adalah waktu pelayanan yang dibutuhkan untuk

    keberangkatan.

    Karena kedatangan diberikan prioritas, pesawat yang datang

    diurutkan dengan pemisahan minimum dan keberangatan tidak dapat

    dilakukan kecuali terdapat perbedaan waktu G di antara kedatangan

    yang berurutan. Oleh sebab itu, dapat ditulis:

    Tetapi kita tahu bahwa

    Dan

    Oleh karena itu dapat ditulis

    ( ) ( )

    Atau untuk melakukan satu keberangkatan di antara dua kedatangan

    yang berurutan, didapat

    Dengan pengembangan sederhana persamaan ini, jelas bahwa waktu

    antarkedatangan purata (mean) yang dibuthkan E[Tij] untuk

    melakukan n keberangkatan di antara dua kedatangan diberikan oleh

    [ ] [ ] * + ( ) [ ]

    Harus diingat bahwa suku terakhir dalam persamaan di atas

    adalah nol apabila hanya satu keberangkatan yang akan disisipkan di

  • 28

    antara dua kedatangan. Suatu faktor kesalahan Gqudapat

    ditambahkan pada persamaan di atas untuk memperhitungkan

    pelanggaran terhadap perbedaan jarak.

    2.9.4 Penerapan Cara-Cara Untuk Kapasitas Per Jam Ultimit

    Kapasitas per jam sistem runway didefinisikan sebagai jumlah

    operasi pesawat maksimum yang dapat dilakukan pada runway itu

    dalam satu jam. Jumlah operasi pesawat maksimum tergantung pada

    yang berikut ini:

    1. Kondisi tinggi awan dan jarak penglihatan

    2. Konfigurasi fisis sistem runway

    3. Strategi pemakaian runway

    4. Campuran pesawat yang memakai sistem runway

    5. Rasio kedatangan terhadap keberangkatan

    6. Jumlah operasi tak menentu (touch-and-go) oleh pesawat

    penerbangan umum

    7. Jumlah dan letak jalan keluar dari sistem runway

    Penting untuk diperhatikan bahwa definisi kapasitas runway

    per jam dalam pasal ini berbeda dengan pembahasan sebelumnya

    karena definisi kapasitas di sini tidak mencakup tingkat penundaan

    yang diperbolehkan.

    2.9.5 Parameter yang Dibutuhkan untuk Perhitungan Kapasitas

    Runway

    Untuk menetukan kapasitas sistem runway per jam adalah perlu

    memastika parameter-parameter yang akan mempengaruhi kapaistas.

    Karena adanya kenyataan bahwa aturan pemisahan pesawat adalah

    berbeda dalam kondisi VFR dan IFR, yang pertama-tama diperlukan

    adalah menetukan kondisi tinggi awan dan jarak penglihatan, atau

    lebih tepatnya, aturan-aturan pemisahan yang berlaku untuk kondisi-

    kondisi penerbangan apabila tinggi awan paling rendah 1000 kaki

    dan jarak penglihatan paling dekat 3 mil. Kondisi ini menghasilkan

  • 29

    kondisi VFR. Apabila salah satu atau kedua hal itu tidak dipenuhi,

    maka berlaku kondisi IFR. Tentu saja semuabandar udara

    mempunyai jangka waktu di mana kondisi IFR berlaku. Oleh karena

    itu, kapasitas runway per jam pada umumnya ditentukan untuk setiap

    kondisi tersebut.

    Permukaan runway fisis di suatu bandar udara dapat digunakan

    dalam berbagai cara. Sebagai contoh, dua runway sejajar dapat

    digunakan pada waktu yang bersamaan untuk operasi yang

    berlainan, yang satu untuk kedatangan dan yang lain untuk

    keberangkatan. Juga dua runway itu dapat digunakan untuk melayani

    kedatangan dan keberangkatan pada satu runway dan yang lainnya

    untuk melayani kedatangan saja. Konfigurasi pemakaian runway

    merupakan strategi pemakaian runway yang tergantung pada kondisi

    cuaca, tipe pesawat terbang, dan jarak di antara runway. Adalah

    perlu untuk menentukan strategi penggunaan runway dan persentase

    waktu setiap strategi yang digunakan. Juga perlu untuk menentukan

    tipe pesawat terbang yang dapat menggunakan runway yang tersedia,

    karena seringkali dibuat perkerasan yang lebih pendek untuk

    digunakan oleh pesawat penerbangan umum saja. Pesawat terbang

    yang dapat menggunakan permukaan runway didefinisikan dalam

    istilah suatu indeks campuran. Indeks merupakan petunjuk dari

    tingkat operasi tipe angkutan udara pada runway tersebut. Untuk

    prosedur ini, pesawat terbang digolongkan seperti dalam tabel.

    Indeks campuran, MI, diberikan persamaan:

    MI = C + 3D

    Dimana:

    C = persentase pesawat terbang tipe C dalam campuran pesawat

    yang menggunakan runway

    D = persentase pesawat terbang tipe D dalam campuran pesawat

    yang menggunakan runway

  • 30

    Persentase operasi kedatangan yang terjadi di runway juga

    harus diketahui. Hal ini disebabkan oleh aturan pemisahan jarak

    untuk kedatangan dan keberangkatan adalah berbeda. Terdapat

    terdapat tiga tipe operasi yang dapat terjadi yaitu, kedatangan,

    kebarangkatan dan tak menentu. Operasi tak menentu (touch-and-

    go) paling banyak dilakukan oleh para penerbang penerbangan

    umum yang mempraktekan pendekatan ke runway, pendaratan dan

    lepas landas. Operasi-operasi itu jarang dilakukan dalam cuaca

    buruk. Untuk keperluan penentuan kapasitas, parameter yang disebut

    persentase kedatangan (percent arrivals) digunakan untuk

    menentukan perbandingan dari settiap tipe operasi yang terjadipada

    runway. Dalam kondisi VFR, juga perlu untuk menetukan persentase

    operasi tak menentu. Di bandar udara penerbangan umum yang

    kecil, seringkali operasi-operasi tak menentu dapat mencapai 30%

    dari seluruh operasi.

    Letak jalan keluar dari runway untuk pesawat yang datang juga

    harus diketahui karena hal ini mempengaruhi waktu pemakain

    runway. Berdasarkan sifat dari pesawat yang menggunakan runway,

    jalan keluar harus ditempatkan pada posisi yang akan menghasilkan

    waktu pemakaian runway minimum. Apabila hal ini tidak dilakukan,

    kapasitas akan berkurang karena adanya waktu pemakaian runway

    yang berlebihan.

    Sebagai hasil penelitian yang seksama yang dilakukan untuk

    menentukan kapasitas sistem runway, FAA telah menerbitkan

    sekumpulan bagan untuk menentukan runway. Bagan-bagan tersebut

    digunakan untuk menentukan kapasitas runway melalui persamaan:

    C = CbET

    Dimana :

    C = kapasitas per jam konfigurasi pemakaian runway dalam

    operasi-operasi per jam

  • 31

    Cb = kapasitas ideal atau dasar konfigurasi pemakain landasn

    pacu

    E = faktor penyesuaian jalan keluar untuk jumlah dan lokasi

    darri jalan keluar runway

    T = faktor penyesuaian tak menentu

    Tabel 2.2 Kapasitas Runway

    Kelas

    campuran

    pesawat

    Kelas menurut

    turbulensi

    gelombang

    Jumlah

    mesin

    Bobot lepas landas

    maksimum yang

    diperbolehkan

    A

    B

    C

    D

    Kecil

    Kecil

    Besar

    Besar

    Tunggal

    Banyak

    Banyak

    Banyak

    < 12.500

    < 12.500

    12.500 300.000

    > 300.000

  • 32

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Langkah Penelitian

    Langkah langkah yang perlu dilakukan dalam mengidentifikasi

    masalah yang berhubungan dengan kapasitas runway disebuah Bandar

    udara, Jenis penelitian ini adalah penelitian kasus atau studi kasus. Studi

    kasus adalah penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data langsung

    dari lapangan dan diikuti dengan penelitian deskriptif analisis, dimana

    analisis didasarkan pada datadata fisik yang terdapat di Bandara

    kualanamu dari data-data yang sudah tersedia kemudian dilakukan

    penelaahan berdasarkan teori.Penelitian ini kemudian dianalisis kendala

    yang mungkin dihadapi dalam pengoptimalisasian kapasitas runway di

    bandar udara Kualanamu.

    Penulis mendasarkan analisanya bedasarkan pada referensi-

    referensi dari penelitian dan sumber daftar pustaka yang tersedia dalam

    literatur. Metode analisis menggambarkan tahapan yang akan dilalaui

    untik mendapatkan hasil yang akan dicapai dari datadata yang dievaluasi

    dengan rumus atau parameter tertentu. Alur penelitian dalam tugas ini

    dapat dilihat pada gambar 3.1.

    Mungkin metode yang digunakan bukanlah metode yang terbaik,

    namun yang paling mendekati dengan kondisi riil di lapangan.

    Tempat penelitian di Bandar udara Internasional Kualanamu.

    3.2 Lokasi Penelitian dan Data yang dibutuhkan

    1. Tempat penelitian di Bandar Udara Internasional Kualanamu

    terutama di Angkasa pura II Bandar Udara Internasional

    Kualanamu.

    2. Data arus lalu lintas pesawat dalam tahun terakhir,data lalu lintas

    penumpang di bandar udara.

    3. Jenis/tipe pesawat yang beroperasi saat jam sibuk.

  • 33

    3.3 Data yang dikumpulkan

    1. Sumber data

    a. Data primer merupakan data yang diperoleh dari objek penelitian

    secara langsung dengan cara penelitian di lapangan (field search

    studies) dalam hal ini pada wilayah kerja sisi udara bandar udara

    internasionl Kualanamu.

    b. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber-

    sumbser lain seperti buku referensi, studi pustaka, serta sumber

    lain yang berhubungan dengan topik penelitian ini.

    Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini

    meliputi:

    1) Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

    pengamatan secara langsung dan pencatatan secara sistematis

    terhadap masalah yang diteliti.

    2) Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

    bertanya atau mewawancarai orang-orang yang berkompeten

    dalam penyusunan skripsi ini atau kepada pihak-pihak yang

    berhubungan dengan objek penelitian.

    3) Studi literatur merupakan teknik pengumpulan data

    berdasarkan pada study kepustakaan yang digunakan yaitu

    dengan mempelajari buku-buku referensi sebagai pedoman

    dalam penulisan skripsi dari bidang yang diambil.

  • 34

    3.4 Tahapan Penelitian

    Untuk mempermudah proses penelitian, maka harus dilakukan dengan

    tahapan proses penelitian seperti digambarkan dalam diagram gambar 3.1

    di bawah ini.

    Mulai

    Rumusan Masalah

    Pengumpulan Data

    Data Sekunder Data Primer

    Buku teori(deduktif)

    Jurnal (induktif)

    Peraturan perundangan

    Media informasi

    Observasi supervisi

    Pengolahan data

    selesai

    Analisa data pembahasan

    Kesimpulan

    Gambar 3.1 Flowchart Tahapan Penelitian

    Sumber : Perguruan Tinggi Bermutu, Daulat P. Tampubolon

    1. Studi Pendahuluan

    Tujuan dari studi pendahuluan yaitu untuk mendapatkan masukan dari

    masalah yang sedang diteliti. Beberapa masukan tesebut dapat

    diperoleh dengan berbagai cara antara lain melakukan wawancara,

    melakukan penelitian terhadap obyek yang sedang teliti, membaca

    literatur dan membaca hasil penelitian yang sudah dilakukan.

  • 35

    Masukan-masukan ini diharapkan dapat mempermudah penulis untuk

    menentukan batasan masalah, rumusan masalah dan penetapan tujuan.

    2. Batasan Masalah, Perumusan Masalah dan Penetapan Tujuan

    Batasan masalah merupakan pernyataan yang lengkap mengenai ruang

    lingkup permasalahan yang akan diteliti sehingga dapat mengarahkan

    dan memusatkan pikiran pada masalah yang akan diteliti. Setelah

    menentukan batasan masalah dan rumusan masalah maka penulis dapat

    menetapkan tujuan dari penelitian yang sedang dilakukan.

    3. Pengumpulan dan Pengolahan Data

    Pengumpulan data berisi metode-metode dan cara-cara memperoleh

    data sebagai bagian yang sangat penting dalam kesuksesan dalam

    penelitian. Data-data yang dikumpulkan adalah data-data yang

    sebenarnya atau tidak mengada-ada. Data yang disajikan harus valid

    dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

    Adapun jenis data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

    a. Data Primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung di

    lapangan di Bandara Kualanamu.

    b. Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh dari instansi terkait

    dengan penelitian melalui wawancara dengan pihak yang

    berwenang.

    Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penyusunan

    skripsi ini penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai

    berikut:

    1) Metode Penelitian Lapangan (Field Research) penelitian

    lapangan ini dilakukan langsung ke obyek penelitian yang

    dilaksanakan di Bandara Kualanamu dengan maksud untuk

    mendapatkan data primer yang berhubungan langsung dengan

    masalah yang diteliti. Penelitian lapangan ini dilakukan dengan

    cara observasi dan juga wawancara untuk mendapatkan data

    tambahan sebagai pendukung dalam penyusunan skripsi ini.

  • 36

    2) Metode Verifikasi Studi Kepustakaan (Library Research)

    digunakan untuk penetapan landasan teori dan tinjauan

    pustaka. Dari sumber referensi literatur digunakan untuk

    menunjang kegiatan penelitian agar dapat berjalan lancar.

    Studi pustaka dilakukan oleh penulis dengan tujuan untuk

    memperoleh gambaran dan landasan berpikir yang baik

    sehingga penelitian dilakukan berdasarkan suatu rangkaian

    logika bukan hasil dari trial dan error.

    Dalam menentukan tinjauan pustaka dapat dilakukan dengan

    membaca hasil penelitian sejenis yang pernah dilakukan. Yang

    dimaksudkan sebagai sumber referensi dan dijadikan sebagai

    pembanding dalam melakukan penelitian.

    4. Analisis Hasil Pengolahan Data

    Anlisis data merupakan proses menganalisa data yang telah didapatkan

    dan membahas tentang kapasitas runway Bandar udara Kualanamu saat

    jam sibuk.

    a) Keadaan Bebas Kesalahan

    [ ] [ ]

    Dimana :

    Ti = waktu dimana pesawat i yang didepan

    melewati ambang runway

    Tj = waktu dimana pesawat j yang dibelakang

    melewati ambang runway

    [Tij] = matriks pemisahan waktu sebenarnya di

    ambang runway untuk dua kedatangan yang

    berurutan, pesawat dengan kelas kecepatani

    diikuti oleh pesawat dengan kelas kecepatanj

    [Mij] = matriks bebas kesalahan

    [ ]

  • 37

    Dimana :

    E[Tij] = waktu pelayanan purata (mean), atau waktu

    antarkedatangan di ambang runway untuk

    campuran pesawat

    pij = probabilitas bahwa pesawat yang di depan i,

    akan diikuti oleh pesawat dibekangnya j

    [ ]

    Dimana :

    C = kapasitas runway untuk mengelolah campuran

    pesawat yang datang

    Keadaan merapat (Yi< Vj)

    Keadaan merenggang (Vi< Vj)

    Apabila pengendalian hanya dilakukan dari jalur masuk hingga

    ambang runway, adalah:

    (

    )

    Apabila pengendalian dilakukan untuk mempertahankan

    pemisahan diantara kedua pesawat ketika pesawat yang berada

    didepan melewati jalur masuk:

    (

    )

    Dimana :

    = panjang jalur pendekatan umum ke runway

    ij = jarak pisah minimum yang diperbolehkan di

    antara dua pesawat yang datang, pesawat i di

    depan dan pesawat j di belakang, disembarang

  • 38

    tempat di sepanjang jalur pendekatan umum

    ini

    Vi = kecepatan saat mendekati runway dari pesawat

    di depan dari kelas i

    Vj = kecepatan saat mendekati runway dari pesawat

    di depan dari kelas j

    R1 = waktu pemakaian runway dari pesawat di

    depan dari kelas i

    b) Pengembangan Model-Model Untuk Operasi Campuran

    Tetapi kita tahu bahwa

    Dan

    Oleh karena itu dapat ditulis

    ( ) ( )

    Atau untuk melakukan satu keberangkatan di antara dua

    kedatangan yang berurutan, didapat

    Untuk melakukan n keberangkatan di antara dua kedatangan

    diberikan oleh

    [ ] [ ] * + ( ) [ ]

    c) Penerapan Cara-Cara Untuk Kapasitas Per Jam Ultimit

    Indeks campuran, MI, diberikan persamaan:

    Dimana:

    C = persentase pesawat terbang tipe C dalam

    campuran pesawat yang menggunakan runway

  • 39

    D = persentase pesawat terbang tipe D dalam

    campuran pesawat yang menggunakan runway

    Sebagai hasil penelitian yang seksama yang dilakukan

    untuk menentukan kapasitas sistem runway, FAA telah

    menerbitkan sekumpulan bagan untuk menentukan runway.

    Bagan-bagan tersebut digunakan untuk menentukan kapasitas

    runway melalui persamaan:

    Dimana :

    C = kapasitas per jam konfigurasi pemakaian

    runway dalam operasi-operasi per jam

    Cb = kapasitas ideal atau dasar konfigurasi

    pemakain landasn pacu

    E = faktor penyesuaian jalan keluar untuk jumlah

    dan lokasi dari jalan keluar runway

    T = faktor penyesuaian tak menentu

    5. Penutup

    Tahap ini merupakan tahap akhir dari urutan proses penelitian, terutama

    dari tahapan pengolahan data dan anlisis. Pada tahap ini diperoleh

    kesimpulan berdasarkan anlisis hasil pengolahan data, dan untuk

    menyempurnakan hasil penelitian di bagian ini juga diberikan saran

    yang dapat digunakan untuk menetapkan kebijakan serta strategi yang

    berhubungan dengan pengoptimalisasi kapasitas runway Bandar udara

    Kualanamu saat jam sibuk.