proposal skripsi
TRANSCRIPT
FUNGSI KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN KENAKALAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI
KOTA DENPASAR
(Study Kasus di Wilayah Hukum Polrestabes Denpasar)
OLEH
NORSEL MARANDEN012.501.0.098
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melakukan PenelitianUntuk Penyusunan Skripsi
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS DWIJENDRA DENPASAR
BALI2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................i.
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................ ii.
DAFTAR ISI........................................................................................................iii.
I. PENDAHULUAN...............................................................................................1.
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................1.
B. Rumusan Masalah…………....………...………...............………...........8.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...............................................................8
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................10.
A. Fungsi Hukum.........................................................................................10.
B. Fungsi Polisi......................................................…...………..........….....12.
C. Penyidik, Fungsi dan Kewenangannya...................................................18.
D. Pengertian Anak......................................................................................19.
E. Pengertian Kenakalan Anak....................................................................24.
F. Faktor Penyebab Kenakalan dan Upaya Penanggulangannya.................25.
III. METODE PENELITIAN................................................................................27.
A. Lokasi Penelitian.....................................................................................27.
B. Populasi dan Sampel...............................................................................27.
C. Jenis dan Sumber Data............................................................................28.
D. Teknik Pengumpulan Data......................................................................28.
E. Analisis Data...........................................................................................29.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka terwujudnya masyarakat yang tertib, aman dan damai maka
kepastian hukum dalam suatu masyarakat merupakan syarat utama. Pemeliharaan
keamanan dan ketertiban dalam suatu masyarakat diperlukan upaya penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat yang
dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang
didukung oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi
Manusia.
Perkembangan kemajuan yang cukup pesat dan jumlah penduduk yang
sangat padat seiring merebaknya paradigma penegakan supremasi hukum, Hak
Asasi Manusia, era globalisasi, demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas telah
banyak melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, fungsi,
wewenang dan tanggungjawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
semakin meningkat dan lebih berorientasi pada pelayanan ketertiban dan
keamanan masyarakat yang dilayaninya.
Dalam rangka mengantipasi era globalisasi seiring perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi di semua aspek kehidupan masyarakat, maka
Kepolisian Negara Republik Indonesia dituntut untuk lebih professional,
bertanggungjawab dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian integral fungsi
pemerintahan Negara mempunyai tatanan tugas dan wewenang yang sangat luas,
oleh karena fungsi Kepolisian tidak hanya pada aspek represif dalam kaitan
dengan proses pidana khususnya pada tingkat penyidikan, tetapi mencakup pula
aspek preventif. Beberapa tugas-tugas yang melekat pada fungsi utama
administrasi Negara mulai dari bimbingan dan pengaturan sampai dengan
tindakan Kepolisian yang bersifat administrasi yang bukan kompetensi
pengadilan.
Aspek preventif dalam penangan kasus kejahatan dan pelanggaran di
lapangan nampak terlihat dalam peranan Kepolisian Negara Republik Indonesia
selaku Pengayom yang memberikan perlindungan dan pelayanan kepada
masyarakat serta selaku pembimbing masyarakat kearah terwujudnya tertib dan
tegaknya hukum dan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, serta
peegakan hukum.
Tugas Kepolisian dalam penegakan hukum semakin berat oleh karena di
satu sisi Kepolisian wajib memedomani dan menaati ketentuan Undang-undang,
di lain sisi polisi diwajibkan juga mengembangkan asas preventif dan asas
kewajiban umum kepolisian yaitu memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat. Dalam hal ini setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
memiliki kewenangan untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan
penilaian sendiri, yakni kewenangan diskresi.
Sebagai suatu kegiatan sosial masalah kenakalan anak tidak dapat
dihindarkan dan memang selalu ada, kapan dan di mana saj serta tidak dapat
dihilangkan sama sekali, tetapi hanya dapat diupayakan seminimal mungkin
kualitas dan kuantitasnya.
Tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia secara tegas
telah diatur dalam Undang-undang Nomor nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), terutama dalam proses pidana sebagai penyelidik dan
penyidik serta melaksanakan koordinasi dan pengawasan terhadap penyidik
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang.
Lahirnya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana sebagai pengganti dari Het Herzine Inlands Reglement (HIR) yang tidak
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan hukum Nasional merupakan era
baru dalam bidang hukum, khususnya Hukum Acara Pidana.
Hukum Acara Pidana merupakan sarana penting dalam penegakan hukum
pidana yang merupakan hukum publik yang mengatur langsung kehidupan
masyarakat serta hak-hak Asasi Manusia. Demikian juga Hukum Acara Pidana
mengatur proses peradilan pidana mulai tingkat penyidikan sampai dengan
pelaksanaan putusan pengadilan.
Proses peradilan pada tingkat penyidikan yang merupakan wewenang
kepolisian membawa perubahan di dalam taktik dan teknik penyidiakan,
khususnya taktik dan teknik pada pemeriksaan tersangka. Hal ini secara tegas
diatur dalam pedoman pelaksanaan KUHAP (1982:23) yang menegaskan :
Berlakunya KUHAP dengan segala perubahan di dalam sistem peradilan pidana pada umumnya, dan khususnya sistim penyidikan, peningkatan personal, peralatan, dana dan sarana-sarana lainnya baik kuantitatif maupun kualitatif guna melaksanakan tugas polri pada umumnya khususnya tugas reserse yang mengemban tugas penyidikan berdasarkan KUHAP.
Hal ini sangat menentukan dalam rangka penegakan hukum, khususnya
pencegahan dan penanggulangan kejahatan diantaranya kenakalan yang dilakukan
oleh anak yang merupakan tugas pokok kepolisian.
Sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang tugas dan
wewenang Kepolisian Republik Indonesia pada Pasal 13 ayat :
1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
2. Menegakkan hukum, dan
3. Memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Berdasarkan instrumen tersebut di atas tugas pokok Kepolisian Republik
Indonesia adalah mewujudkan keamanan dalam negeri merupakan syarat mutlak
untuk mendukung terwujudnya masyarakat madani, adil, makmur, berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu
Kepolisian Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenang perlu
dibantu dan didukung oleh seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama
mewujudkan rasa aman dan tentram dalam rangka mencegah terjadinya kenakalan
yang dilakukan oleh anak.
Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka kualitas sumber daya manusia
Indonesia sebagai salah satu wahana pembangunan Nasional yang perlu
ditingkatkan secara berkesinambungan, khusunya bagi sektor pendidikan, baik
formal maupun non formal, yang banyak melibatkan generasi muda, remaja, dan
anak-anak sebagai peserta didik.
Anak-anak dan remaja berada dalam masa transisi yang sedang mencari
identitas diri sehingga tidak terlepas dari persoalan-persoalan yang mengiringi
masa pertumbuhannya. Dalam masa transisi tersebut tidak sedikit anak-anak yang
mengalami tekanan batin yang menggelisahkan dirinya, baik karena faktor
internal atau pengaruh yang berasal dari diri individu itu sendiri, maupun faktor
ekstern atau pengaruh lingkungan, karena lingkungan banyak memberikan
inspirasi dan membentuk perilaku sebagai suatu kebiasaan. Masing-masing faktor
tersebut itu selain mempengaruhi dan ikut menentukan sifat individual seseorang
sebagai orang pribadi, terlebih khusus usia anak-anak yang sagat cepat dan rentan
menerima apa yang dilihat, didengar, dan dialami sebagai pengaruh , baik positif
maupun negatif.
Indonesia merupakan Negara hukum yang dimana salah satu hukumnya
yaitu hukum pidana yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran serta
penghukuman atasnya, di muat dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHPidana). Selain itu juga kenakalan dan kejahatan yang dilakukan oleh anak
telah diatur tersendiri dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak, dan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlindungan
hak-hak, yaitu dengan ditetapkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak. Sehingga tindakan kenakalan yang dilakukan anak perlu
mendapat pengkajian dan perhatian dan serius. Sehingga pemberian sanksi tidak
meninggalkan aspek pembinaan, dan dari sisi lainnya tidak melanggar
perlindungan hak-hak asasi anak.
Kejahatan (Crime) yang dilakukan oleh orang dewasa, tidak dapat
disamakan begitu saja dengan kenakalan anak atau remaja (Juvenil Deliquency)
yang biasa dilakukan oleh anak, sebab harus dibedakan sifat dan bentuk perbuatan
seorang anak dengan perbuatan orang dewasa. Perbuatan orang dewasa sudah
didasari sikap kesengajaan dalam arti penuh yang telah dipertimbangkan dan
dipikirkan secara matang. Sedangkan perbuatan anak dalam hal ini kenakalan
anak masih terpengaruh oleh masa pencarian identitas diri dan sedang mengalami
perkembangan dan pertumbuhan fisik dan mental yang belum stabil/matang,
sehingga dapat dikatakan masa anak-anak dan remaja merupakan masa teransisi
dari anak ke remaja.
Bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak secara faktual, misalnya
dalam mengendarai roda dua tanpa mematuhi aturan lalu lintas terutama pada
akhir-akhir ini menjelang ujian akhir kelulusan SLTA, dimana anak secara
berkelompok-kelompok dengan berkendaraan roda dua di jalan raya tanpa
memakai helm begitupun mereka secara bersamaan tidak mengindahkan
trafficlight dan begitupun terhadap bentuk kenakalan lainnya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis tertarik
mengajukan Skipsi yang berjudul “Fungsi Polisi Dalam Penanggulangan
Kenakalan yang dilakukan oleh Anak”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis menentukan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah tugas dan fungsi Kepolisian Wilayah hukum Polresta Denpasar
sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang
berlaku?
2. Upaya apakah yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam
menanggulangi kenakalan yang dilakukan oleh anak?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
C.1. Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui tugas dan fungsi Polri dalam penanganan
kenakalan yang dilakukan oleh anak berdasarkan KUHAP dan Undang-
undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia,
b. Untuk mempelajari dan menganalisis upaya yang dilakukan oleh
pihak Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan yang
dilakukan oleh anak.
C.2. Kegunaan Penelitian adalah :
Adapun kegunaan penelitian dari penelitian yang dilakukan ini
dimaksudkan sebagai berikut :
Praktek :
Sebagai bahan masukan bagi masyarakat pada umumnya dan bagi
para penegak hukum pada khususnya untuk dapat mengambil langkah-
langkah dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kenakalan yang
dilakukan oleh anak.
Teoritis :
Diharapkan pula agar dapat menjadi salah satu bahan referensi dan
kepustakaan bagi rekan mahasiswa fakultas Hukum, dan kalangan yang
berminat mengkaji lebih lanjut, khusunya menambah khasanah
perpustakaan fakultas Hukum Universitas Dwijendra Denpasar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fungsi Hukum
Hukum sebagai kaidah, pada dasarnya menempatkan hukum sebagai
pedoman yang mengatur kehidupan dalam bermasyarakat agar tercipta
ketentraman dan ketertiban bersama.
Berdasarakan uraian tersebut di atas E. Utrecht (2006:38), menyatakan
bahwa:
“Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”.
Capitant melihat bahwa, hukum adalah keseluruhan daripada norma-
norma yang secara mengikat mengatur hubungan yang berbelit-belit antara
manusia dalam masyarakat. Definisi ini seperti yang dikemukakan oleh Roscoe
Pound yakni :
“Hukum adalah sekumpulan penuntun yang berwibawa atau dasar-dasar ketetapan yang dikembangkan dan ditetapkan oleh suatu teknik yang berwenang atas latar belakang cita-cita tentang ketertiban masyarakat dan hukum yang sudah diterima”.
Mempertimbangkan kembali teori hukum progresif menurut Satjipto
Raharjo (2006:38) bahwa gagasan hukum progresif menempati posisi hukum
tersendiri. Berbagai kalangan dalam penanganan suatu kasus hukum, khususnya
di dalam negeri yang menekankan preposisi teori hukum progresif. Terutama
penekanan pada unsur kemanfaatan berupa ketentraman manusia dalam
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Progresivisme bertolak dari pandangan
kemanusiaan, bahwa manusia pada dasarnya adalah baik, memiliki sifat kasih
sayang serta kepedulian terhadap sesama sebagai modal penting bagi membangun
kehidupan berhukum dalam masyarakat. Progresivisme tidak ingin menjadikan
hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang
bermoral kemanusiaan. Asumsi yang mendasari progresivisme hukum adalah :
1. Hukum adalah untuk manusia, dan tidak untuk dirinya sendiri.
2. Hukum itu selalu berada pada status law in the making dan tidak bersifat
final.
3. Hukum adalah institusi yang bermoral kemanusiaan, dan bukan teknologi
yang tidak bernurani.
Atas dasar asumsi ceritera hukum, Hukum progresif adalah :
1. Mempunyai tujuan besar berupa kesejahteraan dan kebahagian manusia.
2. Memuat kandungan moral kemanusiaan yang sangat kuat.
3. Hukum progresif adalah “hukum yang membebaskan” meliputi dimensi
yang amat luas yang tidak hanya bergerak pada ranah praktik, melainkan
juga teori.
4. Bersifat kritis dan fungsional, oleh karena ia tidak henti-hentinya melihat
kekurangan yang ada dan menemukan jalan untuk memperbaikinya.
Hukum ada (baik dibuat ataupun lahir dari masyarakat) pada dasarnya
berlaku dan untuk ditaati, dengan demikian akan tercipta ketentraman dan
ketertiban. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, (Samidjo dan A. Sahal),
menyatakan :
“Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan memelihara ketertiban juga meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat”
Selanjutnya menurut L.J Van Aveldoorn (2006:32) menegaskan bahwa
tujuan hukum ialah pengaturan kehidupan masyarakat secara adil dan damai
dengan mengadakan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menurut Jeremy Bentham menegaskan bahwa tujuan hukum ialah sedapat
mungkin mendatangkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Sementara menurut Soerjono Soekanto (2006:35), dalam pandangan para ahli
hukum terdapat dua bidang kajian yang meletakkan fungsi hukum di dalamnya
yaitu:
1. Terhadap bidang-bidang kehidupan masyarakat yang sifatnya netral
(duniawi, lahiriah), hukum berfungsi sebagai sarana untuk melakukan
perubahan masyarakat (social Engineering).
2. Terhadap bidang-bidang kehidupan masyarakat yang sifatnya peka
(sensitive, rohaniah), hukum berfungsi sebagai sarana untuk melakukan
pengendalian social (social control).
B. Fungsi Kepolisian
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai alat Negara
kepolisian secara umum memiliki fungsi dan tugas pokok kepolisian.
Dalam hal ini pada Pasal 13, dan Pasal 14 butir 1 dan 2 Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan
sebagai berikut:
Pasal 13 : Tugas pokok kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum, dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Pasal 14 butir 1 : Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan perintah sesuai kebutuhan;
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, dan lingkungan hidup
dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan
dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberi pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
butir 2 : Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf F diatur lebih lanjut dengan perturan pemerintah.
Di bidang penegakan hukum secara khusus kepolisian bertugas melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum
Acara pidana dan peraturan perundang-undangan.
Sebagai contoh wewenang polisi yang dinyatakan dalam Pasal 30 ayat 4
Undang-undang nomor 20 tahun 1982 (D.P.M. Sitopul dan Edward
Syahperenong), (1985:24) menyatakan bahwa :
a. Selaku alat Negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan
ketertiban hukum dan bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan
pertahanan keamanan lainnya membina ketentraman masyarakat dalam
wilayah Negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.
b. Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan
perlindungan dan layanan bagi masyarakat bagi tegaknya ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang
terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana yang dimaksud ayat 4
Pasal ini.
Wewenang penyidik dari pejabat kepolisian Negara adalah (Nico
Ngani,dkk, 1984;22), adalah ;
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana.
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian (TKP).
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan menerima tanda pengenal diri
tersangka.
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
8. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannnya dengan
pemeriksaan perkara.
9. Mengadakan penghentian penyidikan.
10. Mengadakan tindakan lain menurut yang bertanggungjawab.
Menurut Prakoso (1987:144-149) dalam penggunaan wewenang Polri harus
berdasarkan pada :
1. Azas Legalitas
Legal berarti sah menurut Undang-undang Azas Legalitas ialah azas
dimana setiap tindakan polisi harus didasarkan kepada undang-undang/
peraturan perundang-undangan. Tindakan yang tidak didasarkan pada
peraturan perundang-undangan, ialah tindakan yang melawan hukum.
2. Azas Oportunitas
Oportunitas berarti waktu yang tepat atau kesempatan berbuat sesuatu
atau peluang.
3.Azas Kewajiban
Azas Kewajiban ialah azas yang memberikan kebsahan bagi tindakan
Polri yang bersumber kepada kekuasaan dan kewenangan umum. Untuk
menentukan batas-batas kewajiban dan sekaligus untuk membatasi tindakan
kepolisian, diperlukan azas-azas yang merupakan sub azas dari kewajiban,
yakni (Prakoso, 1987:151-152).
a. Azas Keperluaan (Notwending; noodzkelijk)
Azas ini menentukan bahwa tindakan hanya dapat diambil
apabila memeng diperlukan untuk mencegah terjadinya suatu
gangguan.
b. Azas Masalah sebagai patokan (Sachich; Zakelijk)
Azas ini menghendaki bahwa tindakan yang diambil akan
dikaitkan dengan masalah yang perlu ditangani. Ini berarti bahwa
tindakan kepolisian harus memakai pertimbangan-pertimbangan yang
objektif, tidak boleh mempunyai motif pribadi.
c. Azas Tujuan sebagai ukuran (Zweckmassig; Doelmating)
Azas ini menghendaki tindakan yang betul-betul bertujuan untuk
mencapai sasaran, yaitu hilangnya suatu gangguan atau tidak
terjadinya suatu ganggua. Ini berarti sasaran yang dipergunakan dalam
tindakan itu harus tepat untuk serta dapat mencapai sasaran.
d. Azas Keseimbangan (Everedig)
Azas ini menghendaki bahwa dalam satu tindakan kepolisian
harus dipelihara suatau keseimbangan antara sifat keras lunaknya
tindakan atau sarana dipergunakan pada satu pihak, dan besar kecilnya
suatau gangguan atau berat ringannya suatu objek yang harus ditindak
pada pihak lainnya.
Pengertian Penyidik
Menurut Pasal 1 (ayat) 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), Penyidik adalah : Pejabat Polisi Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi kewenangan khusus oleh Undang-
undang untuk melakukan penyidikan.
Pengertian Penyelidikan
Lamintang (1984:1) mengatakan bahwa penyelidikan adalah serangkaian
tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidak dapat dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang.
Pengertian Penyidikan
Pengertian penyidikan menurut undang-undang, diterangkan dalam pasal 1
(ayat) 2 KUHAP, bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangka. Kemudian menurut Poerwadarminta
(1989:893) dalam kamus besar Indonesia adalah serangkaian tindakan penyidik
yang diatur oleh undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti pelaku
tindakan pidana.
C. Fungsi dan Kewenangan Penyidik
Dalam Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 6
disebut siapa-siapa yang menjadi penyidik, yakni ;
1). Penyidik adalah ;
a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang.
2). Syarat kepangkatan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur
lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Dari keterangan bunyi Pasal 6 KUHAP tersebut, dinyatakan tentang siapa-
siapa sajakah penyidik itu. Dalam Pasal tersebut juga disebutkan tentang syarat
kepangkatan. Diterangkan bahwa yang menjadi penyidik adalah polisi Negara
Republik Indonesia dan pegawai negeri sipil tertentu yang ditunjuk oleh Undang-
undang.
Polisi adalah salah satu aparat penegak hukum yang bertugas memelihara
keamanan, melindungi dan melayani masyarakat. Dengan demikian jika terjadi
sesuatu yang mengganggu ketertiban dan keamanan di dalam lingkungan
masyarakat, maka polisi akan turun tangan untuk memelihara pengamanan.
Demikian pula jika terjadi pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku
di masyarakat, pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan
yang berlaku secara positif di Negara Indonesia, maka polisilah yang turun
tangan. Pelangaran yang dimaksud termasuk pelanggaran lalu lintas yang
dilakukan oleh anak.
Suatu perkara pidana menjadi urusan polisi oleh karena beberapa hal
sebagaimana di kemukakan oleh (Karyadi, t: 42) antara lain :
1. Karena diajukan suatu pemberitahuan (aangifle) oleh seorang yang
menderita suatu peristiwa pidana atau mengetahui terjadinya suatu tindak
pidana.
2. Karena disampaikan suatu pengaduan (klachter) oleh seorang yang
berkepentingan.
3. Karena Polisi sendiri mengetahui atau melihat adanya peristiwa yang
terjadi.
Dengan demikian jika ada pengaduan dari masyarakat tentang terjadinya
suatu delik, maka polisi yang mendengar adanya laporan tersebut langsung
menuju ketempat kejadian yang dilaporkan oleh masyarakat tersebut. Jika laporan
tersebut merupakan tindak pidana, maka diadakanlah penyidikan.
D. Pengertian Anak
Anak adalah merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT. Tuhan Yang
Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena di dalam dirinya melekat harkat,
martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi oleh setiap
manusia. Selain itu juga anak sebagai bagian dari generasi muda yang merupakan
penerus cita-cita perjuangan Bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan
Nasional.
Dalam bunyi Pasal 330 KUHPerdata dan bunyi Ordonansi 31 Januari 1931
No. 54 LN. 1931. dapat kita lihat kriteria orang belum dewasa.
Pasal 330 KUHPerdata (R. Subekti dan Tjitrosudibio,1981: 98) berbunyi
Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak terlebih dahulu kawin. Apabila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka 21 tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam belum dewasa. Mereka yang belum dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana diatur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan keenam bab ini.
Ketentuan dalam Pasal 330 KUHPerdata ini hanya berlaku bagi orang Eropa
dan Golongan Timur Asing (Tionghoa), sehingga bagi golongan Bumi Putera
(Indonesia) diberikan Staatsblad 1917 No. 138 kemudian dicabut dan diganti
Staatblad 1931 No. 54 (R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1981 : 99) yang berbunyi:
Apabila peraturan undang-undang memakai istilah belum dewasa maka sekedar mengenai Bangsa Indonesia dengan istilah yang dimaksudkan segala orang yang belum mencapai genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur dua puluh satu tahun maka tidaklah mereka kembali dalam istilah belum dewasa.
Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 330 KUHPerdata dan bunyi
Ordonansi 31 Januari 1931 No. 54 LN. 1931 atau Staatsblad 1931 No.54 tersebut
di atas, maka batasan umur sehingga seseorang dikategorikan anak masih di
bawah umur yaitu yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun dan tidak
dahulu kawin.
Sedangkan dalam KUHP memberikan pengertian mengenai anak yaitu
dengan memberikan batasan umur sehingga dalam hal penentuan, ada pembedaan
antara pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa.
Dalam hal ini Pasal 1 butir 1, Pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang nomor 3
tahun 1997 tentang pengadilan tentang anak menyatakan sebagai berikut :
Pasal 1 butir 1 : “Anak adalah orang dalam perkara Anak Nakal telah
mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan
belas) tahun dan belum pernah kawin”.
butir 2 : Anak nakal adalah :
a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang
bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun
menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan.
Pasal 2 : “Pengadilan anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang
berada di lingkungan Peradilan Umum”.
Pasal 3 : “Sidang Pengadilan Anak yang selanjutnya disebut sidang anak
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
anak sebagaimana dalam Undang-undang”.
Jadi menurut KUHAP apabila seorang anak yang telah berumur di atas 16
(enam belas) tahun pada waktu melakukan tindak pidana (kejahatan dan
pelanggaran), maka tuntutannya sama dengan yang diberlakukan pada orang
dewasa, jadi dianggap telah dewasa dan bagi orang belum mencapai umur enem
belas tahun pada waktu melakukan perbuatan yang dapat dihukum, maka Hakim
dapat memilih 3 (tiga) alternatif yaitu :
1. Dikembalikan kepada orang tuanya/walinya.
2. Ditempatkan di bawah pengawasan Pemerintah.
3. Menjatuhkan pidana.
Menurut Poerwadarminta (1990 : 813), mengklasifikasikan batas usia
seseorang sebagai berikut :
- Remaja adalah, mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin.
- Muda (tentang anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan).
- Mulai dewasa, yaitu mulai terbit rasa cinta birahi atau waktu anak-anak
mulai terbit rasa cinta birahi.
Aristoteles (Sofyan S. Willis, 1987 : 22), membagi tiga fase perkembangan
manusia, adalah sebagai berikut :
1. 0-7 tahun = masa anak-anak
2. 7-14 tahun = masa sekolah
3. 14-21 tahun = masa remaja/puberteit
Zakiyah Daradjat ( 1982 : 6-7 ), berpendapat sebagai berikut :
Jika dipandang dari segi psikologi, maka batas usia remaja lebih banyak bergantung kepada keadaan masyarakat dimana remaja itu hidup. Yang dapat ditentukan dengan pasti adalah permulaan puber pertama atau mulainya perubahan jasmani dari anak-anak menuju dewasa kira-kira umur dua belas tahun atau awal tiga belas tahun. Akan tetapi akhir masa remaja tidak sama atau dengan yang lainnya.
Pendapat tersebut menekankan bahwa remaja adalah Seseorang dalam usia tradisi, yang telah meninggalkan usia kanak-kanak dan masih penuh ketergantungan.
Lain halnya dengan pendapat Sigiri (Romli Atmasasmita, 1987 : 34) bahwa :
Selama ditubuhnya berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan orang itu masih menjadi anak dan baru dewasa bila proses perkembangannya dan pertumbuhan itu selesai. Jadi batas umur anak-anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa yaitu 18 tahun untuk wanita 20 tahun untuk laki-laki, seperti halnya di Amerika, Yugoslavia dan Negara-negara barat lainnya di Indonesia, tetapi atas dasar Biologis batas 18 tahun sampai 20 tahun yang lebih tepat.
Pendapat Surigi di atas, menekankan bahwa selama berjalan proses
pertumbuhan dan perkembanagan pada diri seseorang, maka ia masih termasuk
dalam kategori anak-anak. Soedjono (1986 : 228) menyatakan bahwa “pengertian
remaja atau juvenile tidaklah tepat diterjemahkan dengan anak-anak karena
pengertian juvenile itu terlalu umum dan mencakup semua orang yang masih
muda umurnya”
Sementara itu batas usia anak, remaja, dan dewasa dengan bertitik tolak
pada usia remaja, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yulia D. Gunarsa (1983 :
203) bahwa : “Remaja merupakan masa peralihan antara anak dan masa dewasa
yakni antara 12 tahun sampai 21 tahun”.
Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian anak di bawah umur
menurut peraturan perundang-undangan dan pendapat para ahli Hukum, maka
dapat disimpulkan bahwa pengertian anak di bawah umur adalah seseorang yang
di bawah 21 (dua puluh satu) tahun atau belum kawin.
E. Pengertian Kenakalan Anak
Kenakalan anak adalah kenakalan dalam bertingkah laku serta perbuatan
atau tindakan anak yang bersifat asusila, amoral. Dalam pembahasan ini terdapat
pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma sosial, agama yang dianut
masyarakat dan tindakan pelanggaran hukum, serta pelanggaran terhadap tata
tertib sekolah. Konsep tersebut dijelaskan oleh seorang ahli sebagai berikut:
“Kenakalan anak merupakan suatu perbuatan yang tidak baik, perbuatan dosa maupun sebagai mana dan rasa tidak puas, kegelisahan mengganggu ketenangan dan kepentingan orang lain dan kadang-kadang diri sendiri “. (Zajcaria Darojah, 1983:113).
Berdasarkan konsep pengertian di atas kenakalan anak merupakan suatu
tindakan atau perbuatan yang selalu bertentangan dengan norma-norma atau
peraturan yang berlaku di lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan
sekolah khususnya. Sedangkan pakar yang lain menjelaskan tentang kenakalan
anak sebagai berikut:
1. Kenakalan anak disebabkan perbuatan atau tingkah laku yang bersifat
pelanggaran dan nilai-nilai yang berlaku.
2. Mempunyai tujuan dengan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-
nilai atau norma sosial yang ada di lingkungannya.
3. Perbuatan yang dilakukan selalu merugikan lingkungan.
4. Kenakalan anak dapat dilakukan secara individu dan kelompok. (Singgih
Gunarsa, 1981 : 30).
Dengan demikian kenakalan anak merupakan suatu perbuatan yang
dilakukan oleh anak yang tindakannya tersebut bertentangan dengan norma-
norma, aturan maupun tata tertib di masyarakat, keluarga, sekolah dan tindakan
tersebut bersifat merugikan lingkungannya. Kenakalan anak pada umumnya dapat
terjadi di suatu daerah yang disebabkan oleh kurangnya rasa kasih sayang atau
perhatian oleh orang tua kepada anak-anaknya.
F. Faktor Penyebab Kenakalan dan Penanggulangannya
F.1. Faktor Penyebab Kenakalan
a. Faktor Ekonomi
Terjadinya kenakalan yang menyebabkan kejahatan disebabkan karena
ekonomi orang tua yang rendah (miskin) sedangkan kebutuhan mendesak untuk
dipenuhi, tekanan atau desakan seperti itu yang menyebabkan si anak melakukan
kejahatan yang merupakan jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan mereka.
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan seseorang ternyata cukup berpengaruh terhadap pembentukan
karakter yang bersangkutan, kalau lingkungan baik, kemungkinan perilakunya
pun akan baik, tapi kalau bergaul dengan anak yang sering melakukan kenakalan
kemungkinan akan terpengaruh sehingga ikut berbuat kenakalan.
c. Faktor Rendahnya Pendidikan.
Tingkat pendidikan si anak juga ikut mendorong cara anak berfikir,
bertindak dan mengambil keputusan. Anak yang berpendidikan rendah atau
bahkan tidak berpendidikan cara berfikirnya tentu tidak sama dengan anak yang
mempunyai pendidikan.
F.2. Penanggulangannya
Upaya penggulangannya adalah sebagai berikut :
1. Penanggulangan secara Preventif, wujudnya mengadakan ceramah-
ceramah di sekolah mulai dari tingkat dasar sampai tingkat lanjut atas, mengenai
pentingnya pengetahuan tentang Agama, kesadaran hukum, bahaya Narkotika,
kesadaran berlalulintas dan hal-hal yang dapat meresahkan masyarakat,
menjauhkan anak-anak dari sarana yang mendorong mereka untuk melakukan
kenakalan.
2. Penanggulangan secara Represif, wujudnya berupa memberikan hukuman
terhadap pelaku kejahatan tersebut dalam batas-batas kewajaran yang diberikan
oleh undang-undang.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di kota Denpasar yakni di Polresta Denpasar.
Alasan penulis memilih kota Denpasar sebagai lokasi penelitian karena di
Denpasar banyak indikasi-indikasi kenakalan yang dilakukan oleh anak, sehingga
penelitian ini sangat tepat apabila dilakukan di kota Denpasar. Pertimbangan lain
bahwa Kota Denpasar merupakan Ibu Kota Propivinsi Bali dan sebagai pusat dan
gerbang pariwisata Indonesia menjadi ukuran keamanan dan jaminan untuk
wisatawan yang berkunjung yang senantiasa wajib dijaga keamanan dan
ketertibannya.
B. Populasi dan Sampel
B.1. Populasi
Populasi penelitian adalah jajaran atau anggota Polri khususnya
wilayah hukum Polresta Denpasar yang mempunyai tugas dan
tanggungjawab langsung tentang penanganan tindak pidana dan
penanggulangan kenakalan yang dilakukan oleh anak.
B.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini 10 orang dari pejabat yang berwenang
dalam memberikan perintah, tentang pelaksanaan tugas dan wewenang
tentang penangulangan kenakalan yang dilakukan oleh anak.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber, data yang
diperoleh langsung dari penelitian, termasuk apa yang di dengar dan disaksikan
sendiri oleh penulis.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber lain, hasil kajian
buku-buku karya Ilmiah serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya
dengan proposal ini.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan dua metode, yakni ;
1.Wawancara
Dalam teknik wawancara penulis melakukan tanya jawab langsung
kepada pihak responden dalam hal ini pihak Polresta Denpasar, sebagai
pihak pembinaan dan penanggulangan kenakalan yang dilakukan oleh anak.
2.Penelitian Pustaka
Dalam melakukan teknik penelitian kepustakaan penulis melakukan
dengan cara membaca buku-buku literatur sebagai sumber teori serta
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan skripsi ini.
E. Analisis Data
Data dari primer maupun data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini
maka penulis menggunakan metode analisis kualitatif kemudian
mendeskripsikannya kedalam sebuah konklusi umum yang akan penulis
rampungkan kemudian dalam bentuk laporan hasil penelitian (skripsi)
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Diterangkan bahwa skripsi tersebut di bawah ini :
Nama : Norsel Maranden
NO. Stambuk/Nim : 012.501.0.098
Program Studi : Ilmu Hukum
Program Kekhususan : Hukum Pidana
Judul Skripsi :
Fungsi Kepolisian Dalam Penanggulangan Kenakalan Yang Dilakukan Oleh Anak Di Kota Denpasar
(Study Kasus di Polrestabes Denpasar)
Dasar Penetapan Pembimbing :
Telah diperiksa dan disetujui untuk dimajukan dalam ujian skripsi
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui :
Ketua Bagian
Hukum Pidana