proposal skripsi

23
1 AKTIVITAS SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK HUBUNGANNYA DENGAN AKHLAK ANAK DIDIK DI LINGKUNGAN PESANTREN A. LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Dasar 1945 yang secara historis disebut sebagai (Indonesian declaration of Independence), dalam pembukaannya secara jelas mengungkapkan alasan didirikannya negara untuk: (1) mempertahankan bangsa dan tanah air, (2) meningkatkan kesejahteraan rakyat, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut serta dalam mewujudkan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan. Konsep mencerdaskan kehidupan bangsa berlaku untuk semua komponen bangsa, tak terkecuali mereka yang berada dalam tingkat ekonomi lemah. Oleh karena itu, Undang- Undang Dasar 1945 pada pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia. Perkembangan ilmu abad mutakhir, tepatnya dalam millennium baru peran globalisasi terasa sangat mendominasi aktivitas masyarakat. Kebutuhan akan format satu sistem pendidikan yang komperehensif-kondusif dirasa sangat perlu diupayakan. Kondisi ini lebih disebabkan karena sangat urgennya pendidikan dalam pembinaan anak didik. Keberadaannya harus bisa dilaksanakan secara komprehensif dan simultan antara nilai dan sikap (afeksi), pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan (life skill) serta kemampuan berkomunikasi dan sadar terhadap ekologi lingkungan. Format pendidikan yang lebih baik sudah menjadi keharusan di abad dua satu ini, sebab mereka yang menempati posisi penting adalah para educated person. Hal ini

Upload: ilham-maulana

Post on 12-Jul-2015

1.669 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

AKTIVITAS SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK

HUBUNGANNYA DENGAN AKHLAK ANAK DIDIK DI LINGKUNGAN PESANTREN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Undang-Undang Dasar 1945 yang secara historis disebut sebagai (Indonesian

declaration of Independence), dalam pembukaannya secara jelas mengungkapkan alasan

didirikannya negara untuk: (1) mempertahankan bangsa dan tanah air, (2) meningkatkan

kesejahteraan rakyat, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut serta dalam

mewujudkan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan.

Konsep mencerdaskan kehidupan bangsa berlaku untuk semua komponen bangsa, tak

terkecuali mereka yang berada dalam tingkat ekonomi lemah. Oleh karena itu, Undang-

Undang Dasar 1945 pada pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak

mendapatkan pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan

ketakwaan serta akhlak mulia.

Perkembangan ilmu abad mutakhir, tepatnya dalam millennium baru peran globalisasi

terasa sangat mendominasi aktivitas masyarakat. Kebutuhan akan format satu sistem

pendidikan yang komperehensif-kondusif dirasa sangat perlu diupayakan. Kondisi ini lebih

disebabkan karena sangat urgennya pendidikan dalam pembinaan anak didik.

Keberadaannya harus bisa dilaksanakan secara komprehensif dan simultan antara nilai dan

sikap (afeksi), pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan (life skill) serta kemampuan

berkomunikasi dan sadar terhadap ekologi lingkungan.

Format pendidikan yang lebih baik sudah menjadi keharusan di abad dua satu ini,

sebab mereka yang menempati posisi penting adalah para educated person. Hal ini

sebagaimana yang diramalkan bahwa masyarakat modern mendatang adalah masyarakat

knowledge society, dan siapa yang menempati posisi penting adalah educated person1. Suatu

masyarakat yang setiap anggotanya adalah manusia yang bebas dari ketakutan, bebas

berekspresi, bebas menentukan arah kehidupannya dalam rangka wadah persatuan dan

kesatuan nasional.2 Sejarah peradaban Islam telah menunjukkan betapa pentingnya

pendidikan yang komprehensif dan kondusif dalam rangka memajukan dan meninggikan

martabat manusia. Bukanlah suatu sikap sombong bila kita katakan bahwa prinsip-prinsip

pendidikan modern yang mulai didengungkan pada pertengahan abad ke-20, yang hingga

kini belum mampu dilaksanakan sepenuhnya. Tetapi oleh negara-negara maju (modern)

telah diperhatikan dan dilaksanakan dalam pendidikan Islam, yaitu pada zaman keemasan

Islam, ratusan tahun sebelum dicetuskannya sistem pendidikan modern tersebut.

Di antara prinsip-prinsip yang ideal dalam pendidikan Islam itu, dapat kita terangkan

secara singkat sebagai berikut: mengajarkan berpikir bebas dan berdiri sendiri dalam

belajar, kemerdekaan dan demokrasi dalam mengajar, sistem belajar secara perseorangan

(takhasshus), perhatian terhadap perbedaan individu anak-anak dalam memberikan pelajaran

dan cara mengajar, perhatian terhadap bakat dan kesediaan fitrah dari anak didik, serta

menguji kecapakan mereka, berbicara kepada mereka sesuai dengan akalnya, bergaul

dengan mereka secara baik-baik serta dengan rasa kasih sayang, memperhatikan pendidikan

akhlak, mendorong dilakukannya diskusi-diskusi ilmiah, memperhatikan pendidikan

berpidato, perdebatan-perdebatan, dan kelancaran berbicara, serta mendirikan banyak

perpustakaan, memperlengkapinya dengan buku-buku berharga dan referensi yang sulit

ditemui, dan mendorong supaya pelajar dan siswa mengambil manfaat dari isi buku-buku

1 Mastuhu, Pendidikan Indonesia Menyongsong ”Indonesia Baru” Pasca-Orde baru, (Jakarta: dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan GEMA Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta, 1994), ed. Ke- 1, hlm. 82 H. A.R. Tilaar, Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam perspektif Abad 21, (Jakarta: Terai Indonesia, 1999), cet. Ke-2, hlm. 16

3

yang bernilai tersebut, dengan tekun belajar, mengadakan penelitian dan mengajar.

Hal itu dijelaskan dalam kata mutiara arab yang artinya“Menuntut ilmu mulai dari buaian

sampai keliang lahat”.

Jika melihat peribahasa di atas, tampaknya ada keserasian dengan gagasan pemikiran

Croply yang dikutip Umar Tirtarahardja tentang pendidikan sepanjang hayat (Life long

education). Berangkat dari teks hadits dan pendapat Croply di atas tentang pendidikan

sepanjang hayat, atau bahasa hadits mencari ilmu dari buaian sampai ke liang lahat, dapat

lahir suatu ungkapan bahwa mencari ilmu merupakan bagian dari proses pendidikan.

Hal yang hampir senada diungkapkan Mudiharjo. (2001:6), “Bahwa pendidikan merupakan

segala pengalaman mengajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang

hidup. Berdasarkan ungkapan di atas dapat dipahami tentang pentingnya pendidikan yang

salah satu tujuannya dapat membentuk watak manusia yang berpendidikan dan beradab”.

Namun, selama beberapa abad terakhir peradaban Islam mengalami kemunduran

akibat kurangnya pendidikan yang tidak mencerdaskan dan memoralkan.

Proses pendidikan dalam Islam telah terwarisi oleh Nabi Muhammad SAW sebagai

seorang pendidik umat, sekaligus sebagai peletak pertama dalam menanamkan sudut

pandang pendidikan dalam Islam yang berdasarkan wahyu Allah SWT. Sejarah

membuktikan, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya untuk menyuruh

anaknya melakukan shalat pada usia tujuh tahun, andaikan pada usia sembilan tahun masih

tidak menuruti perintah orang tuanya, maka pukulah. Terlepas mengartikan pukulah yang

sebenarnya atau hanya bahasa kiasan, yang jelas dalam ajaran Islam diperintahkan

pendidikan itu dilakukan sewaktu dini.

Disadari cara pembinaan akhlak yang dicontohkan Nabi SAW seusia dini jauh lebih

bermanfaat dari pada usia senja. Dilihat dalam kapasitas intelektual juga jauh lebih baik.

Dalam pepatah diungkapkan: “Belajar di usia dini bagaikan menulis di atas batu, dan belajar

di usia tua/senja bagaikan menulis di atas air”. Pribahasa tadi menggambarkan pendidikan

diberikan diusia dini sangat membekas sekali, diibaratkan mengukir di atas batu, sangat jelas

dan membekas, tetapi jika pendidikan diberikan di usia tua/senja akan sulit dan diibaratkan

seperti menulis di atas air, akan sukar masuknya dan mudah hilangnya.

Pengajaran shalat sengaja Nabi memberikannya di usia tujuh tahun, karena pada usia

tersebut secara intelektual mulai menerima beberapa pengajaran. Secara pengalaman anak-

anak jika bergaul dengan orang yang berbicara sopan anak-anak tersebut akan terbawa

sopan, dan ucapan yang sopannya itu akan membekas, tetapi jika bergaul dengan

berbicaranya kasar akan terbawa kasar.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW tidak hanya memberikan pengajaran dan

pembinaan mental, juga memberikan keterampilan (skill), antara lain, mengajarkan

memanah, berkuda, berenang dan lain sebagainya. Dengan demikian pembinaan intelektual,

mental dan keterampilan meminjam bahasa pendidikan dapat diartikan memberikan aspek

kognitif, apektif, dan psikomotor.

Namun dalam memberikan pendidikan kepada anak, atau siswa akan selalu

diperhatikan gerak langkah pendidik, artinya seorang pendidik atau guru menjadi figur bagi

anak, atau para siswanya baik posisinya berada di rumah, maupun di sekolah. Ada ungkapan

yang mengatakan: “Guru kencing berdiri murid kencing berlari”. Ungkapan tersebut

mengisyaratkan bahwa segala langkah guru menjadi sorotan murid-muridnya, jika gurunya

mencontoh yang baik, bukan tidak mustahil muridnya akan mengikutinya, tetapi jika

gurunya melakukan tidak baik, kemungkinan muridnya akan melakukan hal yang sama.

5

Sikap ketauladanan perlu ditanamkan oleh seorang pengajar, baik posisinya di

sekolah, (suasana formal), maupun di luar sekolah (non formal). Sikap itu bukan tidak

mungkin dapat menambah kewibawaan seorang guru dihadapan siswanya. Dan sesekali

sikap ketauladanan terlupakan oleh pendidik, pengajar, sehingga secara tidak disadari

setahap demi setahap reaksi dari murid sedikit demi sedikit akan berdampak negatif .

Perbuatan yang dapat menjatuhkan harga diri guru tidak hanya berangkat dari hal-

hal yang besar, bisa saja berangkat dari persoalan sepele. Seperti makan oleh tangan kiri,

atau makan sambil berdiri, mengeraskan suara, bukan mustahil praktik itu tidak luput dari

perhatian murid, bahkan murid menilainya bahwa itu prilaku yang baik, padahal dalam

Islam bahwa makan harus tangan kanan . Dan tidak boleh sambil berdiri, kalau bukan alasan

darurat—meminjam istilah fiqh Islam, walaupun tidak jatuh haram, tetapi dalam istilah

hadits harus ada sikap muru’ah (wibawa). Apalagi colak-colek yang bukan muhrim, jelas ini

bertentangan dengan agama Islam.

Keteladanan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) merupakan cara (metode)

seorang guru dalam memberikan pendidikan, salah satu tujuannya untuk menanamkan

kedisiplinan. Mengomentari hal itu I Djumhur dan Mohammad Surya, (1975:15), dalam

bukunya berjudul, “Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah” menjelaskan: “Guru

merupakan sosok pigur sentral bagi murid-muridnya untuk diteladani serta memberikan

kedisiplinan kepada muridnya, baik sebagai warga sekolah maupun warga masyarakat”.

Menanamkan kedisiplinan merupakan bagian dari kelancaran proses balajar

mengajar. Oleh karenanya masalah disiplin perlu mendapat perhatian utama. Dengan

demikian para siswa sudah seharusnya mendapat bimbingan yang sesuai dan

mengembangkan berbagai kemampuan untuk mencapai tujuan pendidikan melalui disiplin

yang baik.

Berdasarkan hal tersebut ada beberapa persoalan yang menjadi perhatian utama

dalam tulisan ini yaitu: akidah sebagai dasar dalam setiap praktek ibadah, akhlak yang

senantiasa jadi tolak ukur kesolehan muamalah maupun kesolehan social, kewibawaan guru

dan kedisiplinan murid. Pada konteks Pesantren Persis 5 Cibeber uswah dan kewibawaan

seorang guru menjadi hal yang utama, terlebih pada seorang guru yang mengajarkan akidah

akhlak.

Materi akidah akhlak yang diajarkan seorang guru juga mendapat perhatian utama di

lingkungan Madrasah Tsanawiyah Persis 5 Cibeber. Hal itu bukan tanpa alasan, antara

lain alasan yang dikedepankan bahwa seorang guru akidah akhlaq harus menjadi figur

sentral di antara guru-guru yang lain atau harus memberikan teladan yang baik.

Karena berawal dari pemahaman seperti itu, bukan berarti guru-guru yang lain tidak

memperhatikan keteladanannya, atau apriori terhadap persoalan moral pada lingkungannya,

berpijak dari situlah siswa akan memahami prilaku guru akidah akhlak sehari-hari dan

sekaligus akan berdampak pada keteladanan seorang guru akidah akhlak. Sementara para

siswa yang setiap hari berkumpul dengan para gurunya akan dapat melihat karakter guru

sehari-hari, baik di sekolah, maupun di luar (jam) sekolah. Hal itu dapat mengundang

perhatian para siswa dalam menilai prilaku gurunya. Atau dengan perkataan lain, siswa

dapat memahami secara langsung sikap dan prilaku guru. Permasalahannya adalah betulkah

hal itu dapat berpengaruh terhadap pemahaman dan akhlak siswa? bisakah dijadikan

standarisasi fenomena tersebut ?.

Untuk menjawab permasalahan tersebut akan diteliti lebih lanjut dalam sebuah

judul penelitian : Aktivitas Siswa Dalam Proses Pembelajaran Aqidah Akhlak Hubungannya

7

Dengan Akhlak Anak Didik di Lingkungan Pesantren. ( Penelitian di Madrasah

Tsanawiyah Persis 5 Cibeber).

B. RUMUSAN MASALAH

Supaya permasalahan tersebut tidak melebar, maka dibatasi menjadi beberapa

pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar Akidah

Akhlak di

MTs. Persis 5 Cibeber;

2. Bagaimana kondisi akhlak siswa sehari-hari. MTs. Persis 5

Cibeber;

3. Bagaimana hubungan antara Aktivitas siswa dalam proses belajar

mengajar

Akidah Akhlak dengan akhlak anak didik di MTs. Persis 5 Cibeber;

C. TUJUAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis bertujuan untuk mengetahui tentang :

4. Untuk mengetahui Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar Akidah

Akhlak di MTs. Persis 5 Cibeber;

5. Untuk mengetahui kondisi akhlak siswa sehari-hari di MTs. Persis

5 Cibeber;

6. Untuk mengetahui hubungan antara Aktivitas siswa dalam

proses belajar

mengajar Akidah Akhlak dengan akhlak anak didik di MTs. Persis 5

Cibeber;

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Adapun kegunaan penelitian dalam proposal skripsi ini adalah:

1. Bagi Peneliti:

a. Sebagai proses pembelajaran bagi peneliti dalam menambah ilmu pengetahuan

serta wawasan keilmuan, dan pendidikan pada umumnya, sekaligus untuk

mengembangkan pengetahuan penulis dengan landasan dan kerangka teoritis

yang ilmiah atau pengintegrasian ilmu pengetahuan dengan praktek serta

melatih diri dalam research ilmiah.

b. Untuk memenuhi tugas dan sebagai bahan penyusunan skripsi serta ujian

munaqosyah yang merupakan tugas akhir penulis untuk memperoleh gelar

sarjana Strata satu (S1) pada jurusan Pendidikan Agama Islam STAI Persis

Bandung.

2. Bagi Obyek Penelitian

a. Sebagai sumbangan pemikiran ke dalam dunia pendidikan khususnya di

MTs. Persis 5 Cibeber .

b. Sebagai bahan masukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan

sekaligus peningkatan akhlak siswa di MTs. Persis 5 Cibeber.

c. Sebagai bahan evaluasi terhadap kurikulum yang ditetapkan di MTs. Persis

5 Cibeber.

3. Sebagai sumbangan kepada STAI PERSIS Bandung, khususnya kepada

perpustakaan sebagai bahan bacaan yang bersifat ilmiah dan sebagai kontribusi

khazanah intelektual pendidikan.

9

E. KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam dunia pendidikan ada yang dinamakan proses kegiatan belajar mengajar. Dari

dua ungkapan belajar dan mengajar akan terlintas ada murid dan guru. Dua komponen ini lah

akan mengahsilkan interaksi belajar mengajar, logika sederhana mengatakan: ada murid,

tetapi tidak ada guru proses belajar dan mengajar tidak akan tercapai begitu juga sebaliknya.

Hal itu dipertegas oleh Mohammad Ali. (1987:1), mengatakan: "mengajar merupakan inti

dari proses pendidikan, sementara pengajaran merupakan inti dari proses belajar siswa,

karena itu keduanya tidak bisa dipisahkan, artinya guru tidak bisa dipisahkan dengan murid”.

Berdasarkan ungkapan tersebut dapat dipahami bahwa ada guru dan murid berarti ada

pengajaran atau ada materi yang diberikan oleh guru kepada murid. Namun persoalannya

bagaimana materi pelajaran itu bisa diterima dihadapan murid sebagai aktivitas dalam

menuntut ilmu dan berakhlak?

Aktivitas menurut kamus bahasa Indonesia Pendidikan Pengajaran dan umum

diartikan sebagai kegiatan, kesibukan.3 Aktivitas adalah kerja, semacam kegiatan seseorang

baik yang bersifat fisik jasmani maupun bersifat rohani.4

Kaitanya dengan proses belajar mengajar bahwa proses belajar mengajar ini

merupakan dua proses atau kegiatan yang tidak bisa dipisahkan. Pada hakikatnya proses

belajar mengajar adalah suatu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada

disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melukan

proses belajar. Pada tahap berikutnya adalah proses memberikan bimbingan dan bantuan

kepada anak didik dalam melakukan proses belajar.5

Untuk variable pertama tentang aktivitas belajar mengajar, sebagaimana Paul

3 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), cet. Ke-3, hlm. 17.4 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press, 2001), cet. Ke-2, hlm. 99. 5 Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1989), cet. Ke-1, hlm. 29.

B. Diedrick dalam Sardiman, mengklarifikasikan aktivitas belajar yaitu :

1. Listening activities seperti mendengarkan, uraian, percakapan, pidato.

2. Visual activities seperti membaca memperhatikan, demontrasi.

3. Writing activities seperti mencatat, menulis dan menyalin.

4. Mental activities seperti menanggapai, mengingat, berfikir.

5. Motor activities seperti melakukan percobaan, membuat kontruksi.

6. Oral activities seperti bertanya, meneruskan, mengeluarkam pendapat.

7. Drawing activities seperti menggambar, membuat peta.

8. Emotional activities seperti menaruh minat, berani, bosan, gembira.

Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab ـــلق) ) bentukأخـ jamak

mufrodnya khuluk (خلق), yang berarti “budi pekerti”.6 Akhlak secara bahasa diartikan

sebagai perangai, tabi’at, adat, atau sistem perilaku yang dibuat.7 Istilah budi pekerti sering

kali dipersamakan dengan istilah sopan santun, susila, moral, etika, adab atau akhlak.

Kesemua istilah itu memiliki makna yang sama, yaitu sikap, perilaku, dan tindakan individu

yang mengacu pada norma baik-buruk dalam hubungannya dengan sesama individu,

anggota keluarga, masyarakat, hidup berbangsa, bernegara bahkan sebagai umat beragama,

yang bertujuan untuk kebaikan dan peningkatan kualitas diri dalam mengarugi kehidupan

sehari-hari.8

Pembinaan akhlak merupakan tujuan terpenting dari pendidkan agama Islam. Rasul

sendiri diutus kedunia ini untuk menyempurnakan akhlak sebagaimana beliau bersabda

dalam hadistnya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad :

6 Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1992), cet. Ke-1,hlm. 26.7 Hamzah Ya’qub, Etika Islam; Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar), (Bandung: CV. Ponogoro, 1996), cet. Ke-1, hlm. 118 Dr. Abdul Mujib, M.Ag., et al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-1, hlm. xiii

11

انـّـمـا بعـت لتـمـّـم مـكارم الخــلق

“Sesunggunya Aku diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak”

Manusia diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang mempunyai potensi yang

dapat menjadikannya sebagai makhluk yang paling sempurna. Namun tak dapat dipungkiri

bahwa selain membawa potensi yang baik, manusia juga diciptakan dengan membawa

potensi negative yang dapat menjadikan dirinya sama dengan binatang bahkan lebih rendah

dari binatang.

Salah satu fakta yang menyebabkan degradasi akhlak di kalangan remaja dan siswa

didik dewasa ini adalah kurangnya pembinaan akhlak terhadap mereka. Hal ini mendorong

para pendidik untuk secara intensif membina akhlak remaja baik di lingkungan keluarga,

masyarakat, atau pun sekolah-sekolah umum, termasuk di lembaga pendidikan umum dan

kejuruan.

Menurut Al-Ghazali yang pendapatnya dikutip oleh Hamzah Ya’qub, “ Akhlak ialah

suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuata-perbuatan dengan

mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pemikiran (lebih dahulu). Ibnu Maskawih

yang dikutip oleh Abudin Nata. (1997:3), menjelaskan: “memberikan batasan akhlak

dengan gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatan

fikiran”.

Akhlak dalam tataran konsep praktis dikehidupan sehari-hari selalu dikaitkan dengan

etika. Kata yang cukup dekat “etika” adalah “moral”. Sebagian orang berpandangan bahwa

moral merupakan tataran aplikasi dari akhlak seseorang. Kata terahir ini berasal dari bahasa

Latin Mos (jamak :Mores) yang berarti juga kebiasaan, adat. Dalam bahasa Inggris dan

bahasa lain, termasuk dalam bahasa Indonesia (pertama kali dimuat dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 1988) kata mores masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi, etimologi

kata “etika” sama dengan etimologi kata “moral”, karena keduanya berasal dari adat

kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda : yang pertama berasal dari bahasa Yunani,

sedangkan yang kedua dari bahasa Latin.

Sekarang kita kembali ke istilah “etika”. Setelah mempelajari dulu asal usulnya,

sekarang kita berusaha menyimak artinya. Salah satu cara terbaik untuk mencari sebuah kata

adalah melihat dalam kamus. Mengenai kata “etika” ada perbedaan yang monyolok, jika kita

membandingkan apa yang dikatakan dalam kamus yang lama dengan kamus yang baru.

Menurut Poerwadarminta dalam K. Bertens, (2005:5), dalam kamus umum bahasa Indonesia

yang lama “etika” dijelaskan sebagai: “ ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan

tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), pengetahuan tentang asas-asas nilai yang

berkenaan akhlak”.9

Etika dijelaskan dengan membedakan tiga arti, yaitu :

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlah);

2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.

Akhlak adalah perbuatan, tindak tanduk seseorang yang dilakukan dengan mudah

tanpa banyak pertimbangan, dengan lancar tanpa merasa sulit ia lakukan. Sehingga

perbuatan dan tindak tanduk yang dilakukan dengan terpaksa atau merasa berat untuk

berbuat belumlah dikatakan akhlak.10 Orang yang baik akhlaknya ialah yang bersikap

lapang dada, peramah, pandai bergaul, tidak menyakiti orang lain, lurus benar, tidak

berdusta, sedikit berbicara banyak kerja, sabar (tabah) dalam perjuangan, tahu

9 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., hlm. 237.10 Oemar Bakry, Akhlak Muslim, (Bandung: Angkasa, 1992), cet. Ke-1, hlm. 12.

13

berterimakasih, di percaya, tidak memfitnah, tidak dengki, baik dengan tetangga, kata-kata

dan perbuatanya disenangi orang lain..

Akhlak merupak pokok dari ajaran Islam disamping akidah dan syari’ah karena

dengan akhlak akan terbina mental dan jiwa seseorang untuk memiliki hakikat kemanusiaan

yang tinggi. Perbuatan yang baik maupun buruk merupakan manifestasi akhlak seseorang

dimana tingkah laku seseorang dapat dipengaruhi oleh aspek-aspek secara sadar maupun

diluar kesadaran dapat membentuk pribadinya sehingga terwujud dalam suatu kebiasaan.

Kata akhlak berarti budi pekerti, dalam kehidupan sehari-hari budi pekerti memang

mempunyai peran yang amat penting bagi manusia, baik bagi pribadi maupun orang lain.

Jadi yang dimaksud akhlak disini adalah prilaku sopan santun siswa yang merupakan

realisasi hasil proses belajar mengajar. Syari’at Islam tidak dapat dihayati dan diamalkan

kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus di didik melalui proses pendidikan. Nabi SAW telah

mengajarkan untuk beriman dan beramal serta berakhlak yang baik sesuai dengan ajaran

Islam. Tujuan dari pendidikan ini adalah membina insan paripurna yang taqarub kepada

Allah, bahagia di dunia dan akhirat .11

Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa akhlak adalah tingkahlaku pada diri

seseorang dan hal itu telah dilakukanya secara berulang-ulang serta terus menerus. Kalau

perbuatanya sesuai dengan ajaran Islam, maka dikatakan akhlak baik, sebaliknya kalau

perbuatanya menyimpang dari ajaran Islam maka dinamakan akhlak buruk.

Berdasarkan uraian diatas, penulis sampaikan bahwa indikator perilaku akhlak siswa

meliputi : 1) Akhlak terhadap Allah, yang meliputi : taqwa, berdo’a, ikhlas, dan ridhlo. 2)

Akhlak terhadap sesama manusia, yang meliputi : ishlah, saling tolong menolong, ukhuwah

11 Djamaludin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), cet. Ke-1, hlm. 15.

Siswa

Aktivitas Siswa Dalam Mengikuti Pembelajaran Aqidah Akhlak

(Variabel X )

1. Visual activity

2. Oral activity

3. Listening activity

4. Mental activity

5. Emotional activity

Perilaku Akhlak Siswa(Variabel Y )

1. Akhlak terhadap Allah, yaitu: a. Shalat lima waktu b. Berdo’a c. Ikhlas dan ridho2. Akhlak terhadap sesamamanusia yaitu: a. Tidak suka mencuri b. Tolong menolong c. Ukhuwah atau persaudaraan d. Menjenguk orang sakir3. Akhlak terhadap diri sendiri a. Introspeksi diri

b. tidak malas c. tidak mencontek

Korelasi

atau persaudaraan, menjenguk orang yang sakit. 3) Akhlak terhadap diri sendiri, yang

meliputi : wafa, tawadlu, muru’ah .

BaganHubungan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak Dengan

Perilaku Akhlak Siswa di Lingkungan Pesantren

Keterangan:

= Korelasi

= Pengambil Data

Berdasarkan bagan diatas, secara teoretik ternyata Aktivitas Siswa dalam Proses

Belajar Mengajar Akidah Akhlak (variable X) memiliki hubungan dengan perilaku Akhlak

Anak Didik di Lingkungan Pesantren (variable Y). Asumsi teoritis tersebut, selanjutnya

15

akan diaungkap tarap keterhubungannya melalui analisis statistik.

F. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Apabila para peneliti telah

mendalami permasalahan penelitianya dengan seksama serta menetapkan anggapan dasar,

lalu membuat suatu teori sementara, yang kebenarannya masih perlu diuji (dibawah

kebenaran), inilah hipotesis.12

Adapun Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “ Terdapat hubungan

yang signifikan antara Aktivitas Siswa Dalam Proses Belajar Mengajar Aqidah Akhlak

Dengan Akhlak Mereka Di Lingkungan Pesantren ”. Artinya jika aktivitas siswa pada

bidang studi Akidah Akhlak tinggi, maka semakin baik pula Akhlak mereka di lingkungan

Pesantren. Dan sebaliknya, jika Aktivitas Siswa pada bidang studi Aqidah Akhlak rendah,

maka semakin rendah pula akhlak di lingkungan Pesantren.

Dengan tarap signifikasi sebesar 5% maka untuk menguji kebenaran Hipotesis

tersebut digunakan rumus: jika t hitung > t table maka hipotesis nol (Ho) di tolak, berarti

ada hubungan antara variable X dengan variable Y. Jika t hitung < t table maka hipotesis

nol (Ho) di terima, berarti tidak ada hubungan antara variable X dengan variable Y.

G. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis akan menempuh langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menetukan Jenis data

12 Prof. DR. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian I, (Jakarta: PT. Rinika Cipta,1997), cet. Ke-2,hlm.62.

Data hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun angka. Dari sumber

SK Menteri P dan K No. 0259/U/1977, tanggal 11 Juli 1977 disebutkan bahwa: “Data

adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu

informasi, sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu

keperluan.”13

Dalam pengertian lain disebutkan data adalah suatu hal yang diperoleh di

lapangan ketika melakukan penelitian dan belum diolah. Dengan pengertian lain segala

keterangan mengenai variable yang diteliti di sebut data, suatu hal yang dianggap atau

diketahui.14 Data menurut jenisnya dibagi menjadi dua:

a. Data Kualitatif

Yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata verbal, bukan dalam bentuk

angka. Data inilah yang menjadi data primer (utama) dalam penelitian ini. Yang

termasuk data kualitatif adalah:

1)Gambaran umum MTs. Persis 5 Cibeber;

2)Konsep Kurikulum MTs. Persis 5 Cibeber;

3)Literatur-literatur mengenai Kurikulum MTs. Persis 05 Cibeber dan peningkatan

akhlak siswa/santri;

3)Gambaran tentang kebiasaan siswa dalam sehari-harinya;

4)Dokumen-dokumen tertulis yang berhubungan dengan penelitian penulis.

b. Data Kuantitatif

Yaitu data yang berbentuk angka statistik. Dalam penelitian ini data statistik

13 Prof. DR. Suharsimi Arikunto, op.cit. hal. 10014 Drs. Amirul Hadi dan Drs. H. Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), cet. Ke-10, hlm. 126.

17

hanya bersifat data pelengkap, jenis data ini didapatkan dari isian angket.

2. Menentukan Sumber Data

Menurut sumber datanya dalam penelitian ini, data dibedakan menjadi dua

macam yakni:

a. Sumber Data Primer

Yaitu sumber yang langsung memberikan data kepada peneliti,15 di antaranya

adalah:

1) Kepala Madrasah Tsanawiyah Persis 5 Cibeber .

2) Wakil Kepala dan bidang Kurikulum Madrasah Tsanawiyah

Persis 5 Cibeber .

3) Guru mata Pelajaran Akidah Akhlak.

4) Segenap siswa/santri MTs. Persis 5 Cibeber.

b. Data Sekunder

Yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti,16

seperti dokumentasi mengenai kurikulum, dan literatur-literatur mengenai pendidikan

dan peningkatan akhlak siswa. Sedangkan untuk landasan teoritiknya penulis

menggunakan buku yang relevan dengan masalah penelitian serta dapat

mengungkapkan teori-teori yang ada kaitanya dengan penelitian.

c. Lokasi Penelitian

15 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007), cet. Ke-3, hlm. 308

16 ibid, 309

Penelitian ini dilakukan di MTs. Persis 5 Cibeber – Cianjur. Penetuan lokasi

ini di dasarkan atas pertimbangan sebagai staf pengajar di sekolah itu.

d. Penentuan Populasi dan Samplel

- Populasi penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto. (1997:115), dijelaskan : “populasi adalah

keseluruhan subjek penelitian, apabila ada seseorang ingin meneliti semua

elemen yang ada dalam wilayah penelitian maka penelitiannya merupakan

populasi”. Sehubungan dengan itu maka penulis mengambil populasi penelitian

meliputi sebagian siswa MTs. Persis 5 Cibeber yang berjumlah 70 orang dengan

perincian sebagai berikut :

Tabel 1

Daftar Populasi Siswa Siswi MTS. Persis 5Kec. Cibeber

Tahun Ajaran 2009/2010

No Kelas Jumlah Jumlah Total

L P

1

2

3

VII

VIII

IX

12

10

7

16

8

17

29

18

23

Jumlah 29 41 70

- Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi. Dalam menetukan jumlah

19

sample Arikunto, (1998:120), menjelaskan dalam “menggunakan ancer-ancer maka

apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya

merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subyeknya besar dapat diambil

antara 10% - 15%, atau 20% - 25%” atau lebih. Berdasarkan pendapat tersebut,

penulis menetapkan sample sebanyak 33% X 70 = 23,1 atau dibulatkan menjadi 23.

Selanjutnya penulis mengambil semua sample dari kelas VII dan VIII.

e. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

korelasioner. Penelitian deskriptif berusaha memberikan dengan sistematis dan

cermat fakta-fakta actual dan sifat populasi tertentu. Metode ini mempunyai beberapa

ciri-ciri sebagai berikut :

1. Bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang dihadapi sekarang.

2. Bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi untuk disusun, dijelaskan,

dan dianalisis. Penelitian ini biasanya tampa hipotesis. Kalaupun ada hipotesis

biasanya tidak diuji menurut analisis statistik.17

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode ilmiah pada hakikatnya ialah menggabungkan antara berfikir secara

deduktif dengan induktif. Jika pengajuan rumusan hipotesis dengan susah payah

diturunkan dari kerangka teoritis dan kerangka berfikir secara deduktif, maka untuk

menguji bahwa hipotesis tersebut diterima atau ditolak perlu dibuktikan kebenaranya

dengan data-data yang ada dilapangan. Data-data tersebut dikumpulkan dengan teknik

tertentu yang disebut teknik pengumpulan data. Selanjutnya data-data tersebut

17 Drs. Amirul Hadi dan Drs. H. Haryono, op.cit., hlm. 50

dianalisisdan disimpulkan secara induktif. Dan akhirnya dapat diputuskan bahwa

hipotesis diterima atau ditolak.18

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode dalam mengumpulkan

data, sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala

yang diteliti. Melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari

perilaku tersebut.19 Adapun observasi yang dilakukan peneliti termasuk dalam

jenis observasi partisipasif. Yaitu peneliti terlibat langsung dengan kegiatan

sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data

penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang

dikerjakan oleh sumber data. Teknik ini dipergunakan untuk memperoleh

gambaran umum mengenai kondisi objektif MTs. Persis 5 Cibeber – Cianjur baik

di bidang sarana, fisik, keadaan siswa, tenaga pendidik dan kegiatan belajar.

b. Wawancara (interview)

Wawancara merupakan pertemuan dua orang atau lebih secara langsung untuk

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan

makna dalam suatu topik tertentu.20 Dalam hal ini penulis melakukan wawancara

kepada para siswa, para guru yang ada dilingkungan sekolah. Dengan tujuan

untuk memperoleh data dan gambaran umum menyangkut hal yang akan diteliti

sebagaimana yang tercantum dalam sumber data primer.

c. Angket

18 Ibid., hlm. 93.19 Ibid., hlm. 94.20 Ibid., hlm. 97.

21

Angket adalah daftar pertanyaan atau pernyataan tertulis yang dikirimkan

kepada responden baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini

digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan

tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui.21 Alasan penulis mengunakan

teknik ini disamping menghemat waktu karena dapat menarik data dari seluruh

sample dalam waktu bersamaan, juga memberikan keleluasaan kepada responden

dalam menjawab pertanyaan yang diajukan.

d. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang

diperoleh melalui dokumen-dokumen. Penulis menggunakan teknik ini selain

biaya relative murah, waktu dan tenaga lebih efisien.22

4. Tekhnik analisis data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh melalui wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat

mudah difahami, dan temuannya dapat di informasikan kepada orang lain dan dilakukan

dengan mengorganisasikan data, menjabarkannnya ke dalam unit-unit, melakukan

sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih dan membuat kesimpulan.

Data tersebut akan di analisa, kemudian selanjutnya akan diolah. Data yang bersifat

kualitatif yang diperoleh melalui observasi dan wawancara akan dianalisa dengan

menggunakan pendekatan logika, sedangkan data yang bersifat kuantitatif yang diperoleh

melalui angket akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan statistik korelasi. Untuk

keperluan analisis ini penulis menjelaskan simbol-simbol yang diterapkan pada setiap

21 Prof. DR. Suharsimi Arikunto, op.cit. hal. 14022 Drs. Amirul Hadi dan Drs. H. Haryono, op.cit. hlm. 110.

variabel. Dalam hal ini penelitian melibatkan dua variabel, yaitu Aktivitas Siswa Dalam

Mengikuti Pembelajaran Aqidah Akhlak, variabel ini menempati posisi sebagai variabel

independen, yakni memasukan yang memberi pengaruh terhadap hasil dan variabel ini

disimbolkan dengan huruf X. Sedangkan Perilaku Akhlak Siswa menempati posisi

sebagai variabel dependen, yakni hasil sebagai pengaruh variabel independen dan

variabel ini disimbolkan dengan huruf Y. Sebagai gambaran analisa data.

Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan variabel aktivitas siswa

dalam mengikuti pembelajaran Aqidah Akhlak (X) dan variabel perilaku akhlak

siswa (Y).

Sejalan dengan masalah yang akan diteliti menyangkut dua variabel besar, maka

proses analisisnya akan dilakukan dua pendekatan, yakni: pendekatan parsial dan

pendekatan korelasioner.

23