proposal seminar clw

24
1 PROPOSAL PENELITIAN ANALISIS MARJIN TATA NIAGA KOPRA DI DESA PUNGGUR KECIL KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA PROPOSAL SKRIPSI OLEH CECE LILI WARLIA NIM. 11.10. 32. 1722 JURUSAN AGRIBISNIS PERTANIAN UNIVERSITAS PANCA BHAKTI FAKULTAS PERTANIAN PONTIANAK 2013

Upload: acpacep

Post on 24-Apr-2015

379 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ANALISIS MARJIN TATA NIAGA KOPRA DI DESA PUNGGUR KECIL KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Seminar Clw

1

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS MARJIN TATA NIAGA KOPRA DI DESA PUNGGUR KECIL KECAMATAN SUNGAI

KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH

CECE LILI WARLIA

NIM. 11.10. 32. 1722

JURUSAN AGRIBISNIS PERTANIAN

UNIVERSITAS PANCA BHAKTI

FAKULTAS PERTANIAN

PONTIANAK

2013

Page 2: Proposal Seminar Clw

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan satu diantara negara agraris yang kehidupan

perekenomiannya tidak bisa lepas dari sektor pertanian. Perkembangan

ekonomi Indonesia yang akhir-akhir ini cenderung mengalami pergeseran

sektoral dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tidak berarti

mengabaikan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap memegang peranan

penting, karena berperan sebagai penyedia bahan pangan bagi seluruh

masyarakat, di sisi lain menopang pertumbuhan industri dalam hal

penyediaan bahan baku industri dan mendorong pemerataan pertumbuhan

dan dinamika pedesaan.

Indonesia dikenal sebagai negara tropis penghasil buah-buahan yang

sangat dikenal oleh masyarakat internasional, satu diantara hasil

pertaniannya adalah kelapa.

Hampir semua kawasan di Indonesia mudah dijumpai pohon kelapa yang

penguasaannya baik secara individu maupun berupa perkebunan rakyat.

Pohon kelapa sering disebut pohon kehidupan karena mempunyai manfaat

yang tidak sedikit bagi kehidupan manusia. Hanya saja di Indonesia pohon

kelapa masih kalah pamor dengan kerabatnya, yaitu kelapa sawit. Namun

ditinjau dari ragam produk yang dihasilkan, kelapa mampu memberikan

produk yang lebih beragam jenisnya dibandingkan dengan kelapa sawit.

Beberapa jenis produk yang dihasilkan oleh kelapa yang tidak dapat

ditemukan dalam kelapa sawit antara lain santan, gula kelapa, dan nata de

coco. Selain itu produk lainnya yang dapat diperoleh adalah kayu, arang

aktif dan berbagai kerajinan yang dihasilkan dengan mendayagunakan

setiap bagian dari pohon kelapa.

Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu

tani, serta meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani. Upaya

Page 3: Proposal Seminar Clw

3

peningkatan usaha tani ini dilakukan antara lain melalui pasca panen,

kebijakan harga yang layak bagi petani, pengembangan dan pemanfaatan

teknologi, serta penyediaan sarana dan prasarana produksi yang memadai.

Komoditi perkebunan di Propinsi Kalimantan Barat merupakan sumber

mata pencaharian tetap, juga memperluas lapangan kerja.

Luas areal dan jumlah produksi komoditi perkebunan di Kalimantan Barat

khususnya komoditi kelapa mempunyai potensi yang sangat besar apabila

dapat dikembangkan sehingga bisa membantu petani di Kalimantan Barat

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1.

Luas Areal, dan Jumlah Produksi Komoditi Perkebunan di

Kalimantan Barat. Tahun 2012.

KOMODITI

LUAS AREAL MENURUT KOMPOSISI TANAMAN (Ha)

JUMLAH LUAS

AREAL (Ha)

JUMLAH PRODUKSI (Ton/Tahun)

JUMLAH PETANI

(KK) Tanaman

Muda Tanaman

Menghasilkan Tanaman

Tua/Rusak

Karet 191.236 300.895 96.098 588.229 249.539 314.163 Kelapa Dalam 13.065 69.088 18.317 100.470 73.964 67.869 Kelapa Hybrida 0 4.971 2.800 7.771 4.206 12.021 Kelapa Sawit 457.316 420.710 2.741 880.767 967.626 93.002 Kakao 6.340 4.496 1.389 12.225 2.565 12.869 Lada 1.883 4.544 1.920 8.347 4.123 19.727 Kopi 1.459 7.121 3.970 12.550 4.153 22.722 Cengkeh 142 607 163 912 202 1.096

Kemiri 1.036 443 145 1.624 234 2.479 Pinang 1.203 1.037 406 2.646 1.017 7.156 Tebu 288 228 6 522 445 1.308 Sagu 829 650 0 1.479 181 2.483 Kapuk 107 229 50 386 10 1.494 Jarak 11 11 69 91 5 132 Enau/Aren 270 490 210 970 57 2.586 Pala 7 14 0 21 3 64

Grand Total 675.192 815.534 128.284 1.619.010 1.308.330 561.170

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat.

Tanaman kelapa dalam di Kalimantan Barat umumnya menyebar di semua

daerah kabupaten yang ada, sehingga tanaman kelapa cukup potensial

untuk dikembangkan, sedangkan Kabupaten Kubu Raya memiliki

Page 4: Proposal Seminar Clw

4

produksi kelapa yang besar untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2

berikut ini :

Tabel 2.

Luas Areal, dan Jumlah produksi Tanaman Kelapa Dalam di

Kalimantan Barat Tahun. 2012.

KOMODITI

LUAS AREAL MENURUT KOMPOSISI TANAMAN (Ha)

JUMLAH LUAS

AREAL (Ha)

JUMLAH PRODUKSI (Ton/Tahun)

JUMLAH PETANI

(KK) Tanaman

Muda Tanaman

Menghasilkan Tanaman

Tua/Rusak

Pontianak 0 404 184 588 369 506 Landak 0 0 0 0 0 0 Sambas 0 69 54 123 44 459 Bengkayang 0 96 61 157 57 708 Singkawang 0 17 23 40 14 46 Sanggau 0 149 59 208 94 1.447 Sekadau 0 0 0 0 0 0 Sintang 0 639 216 855 235 1.710 Melawi 0 0 0 0 0 0 Kapuas Hulu 0 0 0 0 0 0 Ketapang 0 71 36 107 34 806 Kayong Utara 0 141 85 226 144 471 Kubu Raya 0 3.385 2.082 5.467 3.215 5.868

Grand Total 0 4.971 2.800 7.771 4.206 12.021

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat.

Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya memiliki produksi

kelapa yang tinggi disamping Kecamatan Batu Ampar dan Kecamatan

Teluk Pakedai, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4

berikut ini :

Page 5: Proposal Seminar Clw

5

Tabel 3.

Luas Areal, dan Jumlah Produksi Tanaman Kelapa Dalam di

Kabupaten Kubu Raya Tahun. 2012.

KECAMATAN

LUAS AREAL MENURUT KOMPOSISI TANAMAN (Ha)

JUMLAH LUAS

AREAL (Ha)

JUMLAH PRODUKSI (Ton/Tahun)

JUMLAH PETANI

(KK) Tanaman

Muda Tanaman

Menghasilkan Tanaman

Tua/Rusak

Rasau Jaya 142 129 60 331 356 421 Sui. Ambawang - - - - - - Teluk Pakedai 357 4.878 936 6.171 5.236 2.687 Sungai Kakap 1.824 16.113 882 18.819 18.702 5.816 Batu Ampar 462 6.664 418 7.544 9.154 3.210 Kuala Mandor B - - - - - - Kubu 788 1.246 42 2.076 1.100 1.248 Sui. Raya 74 631 717 1.422 429 850 Terentang 66 70 4 140 11 155

Grand Total 3.713 29.731 3.059 36.503 34.988 14.387

Sumber : Disbunhutamben Kabupaten Kubu Raya.

Tabel 4.

Luas Areal, dan Jumlah Produksi Tanaman Kelapa Dalam di

Kecamatan Sungai Kakap Tahun. 2012.

No Desa LUAS TANAMAN KELAPA

DALAM

PRODUKSI KOPRA (TON)

1 Sungai Kakap 528 0

2 Sungai Itik 1.088 78 3 Jeruju Besar 2.890 444 4 Sungai Kupah 1.423 228,5 5 Sungai Rengas 597 110 6 Pal IX 1.104 165 7 Sungai Belidak 500 79 8 Kalimas 1.870 308 9 Punggur Kecil 2.542 469 10 Punggur Besar 2.158 394 11 Tanjung Saleh 3.096 459 12 Sepok Laut 66 9

Jumlah 18.682 2.743,5

Sumber : Petugas Statistik Dinas Perkebunan Kecamatan Sui. Kakap.

Page 6: Proposal Seminar Clw

6

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa Desa Punggur Kecil

Kecamatan Sungai Kakap mampu memberikan kontribusi yang cukup

besar dalam kontribusi pendapatan asli daerah Kabupaten Kubu Raya.

Namun tingginya produksi tersebut belum dapat memberikan tingkat

pendapatan petani kelapa yang memadai jika tidak diiringi dengan sistem

tataniaga yang baik dan lancar karena melalui tataniaga yang baik akan

meningkatkan nilai jual produksi.

Kelapa sebagai bentuk hasil perkebunan jika di olah lebih lanjut mampu

memberikan pendapatan yang lebih tinggi bila dibandingkan jika kelapa

itu hanya dijual dalam bentuk buah saja.

Pengolahan buah kelapa yang dipanen petani diolah menjadi kopra.

Pengolahan kopra yang menggunakan buah kelapa sebanyak 5 butir

mampu menghasilkan 1 kg kopra, menurut Rendengan (2004).

Kopra merupakan putih lembaga dari buah kelapa segar yang dapat

dikeringkan dengan metode konvensional menggunakan sinar matahari

(sun drying), pengasapan atau mengeringkan di atas api terbuka (smoke

drying or drying over an open fire), pengeringan dengan pemanasan secara

tidak langsung (indirect drying) dan pengeringan dengan udara vakum

(vacuum drying).

Pengolahan kopra meliputi proses penguapan air dari daging buah kelapa,

dimana kadar air awal daging buah kelapa segar yang mencapai 50%

diturunkan hingga kadar air 5-7% melalui proses pengeringan.

Tataniaga kelapa pada umumnya memegang peranan penting atau

merupakan faktor keberhasilan suatu usaha tani. Demikian pula halnya

dengan usahatani Kelapa di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai

Kakap. Kelancaran tataniaga ini telah menumbuhkan usahatani kelapa

yang intensif dan kontinyu serta berorienstasi pada bisnis, sehingga

tercipta suatu sistem agrobisnis yang melibatkan berbagai pihak sebagai

pelaku agribisnis.

Berdasarkan hasil penelitian pra survey yang dilakukan oleh peneliti

bahwa saluran tata niaga Kopra yang sering digunakan oleh petani di

Desa Punggur Kecil adalah :

Page 7: Proposal Seminar Clw

7

1. Petani → Pedagang Besar → Pabrik

Pada saluran tataniaga ini petani menjual kopra ke padagang besar

dalam jumlah yang banyak selanjutnya pedagang besar menjual kopra

ke pabrik yang telah mengadakan perjanjian atau kesepakatan.

2. Petani → Pedagang Pengepul → Pedagang Besar → Pabrik

Pada saluran tataniaga ini petani menjual kopra ke padagang pengepul

selanjutnya pedagang pengepul menjual kepada pedagang besar

kemudian pedagang besar menjual kopra ke pabrik yang telah

mengadakan perjanjian atau kesepakatan.

Jika dilihat dari bentuk saluran distribusi yang telah dilalui oleh komoditas

kopra dalam tataniaga di Desa Punggur Kecil maka saluran pertama

tersebut termasuk saluran distribusi tiga tingkat, dimana petani langsung

menjual ke padagang besar yang ada di pasar. Kemudian pedagang ini

menjual ke pabrik yang membelinya dalam jumlah yang sedikit. Saluran

kedua termasuk saluran distribusi empat tingkat karena melibatkan dua

perantara yaitu pedagang pengempul, pedagang besar.

Bila dikaitkan dengan margin tataniaga maka semakin panjang saluran

tataniaga yang dilewatkan suatu komoditas maka akan mempertinggi

margin tataniaganya, karena makin banyak lembaga yang terlibat dan akan

semakin banyak biaya yang akan dikeluarkan juga masing-masing pihak

akan berusaha untuk mencari keuntungan yang lebih. Tetapi hal ini masih

terus dilakukan karena petani disana masih banyak kendalanya seperti

kurangnya modal, waktu yang dimiliki petani untuk menjual sendiri

produk mereka ke pabrik sehingga mereka memerlukan bantuan lembaga-

lembaga seperti para pedagang untuk memasarkan produk mereka.

Pedagang inilah yang akan menyampaikan ke pabrik yang ada di Kota

Pontianak maupun di luar Kota Pontianak.

Dari 2 (dua) hal tersebut dapat dikatakan bahwa saluran tataniaga yang

dilalui komoditas Kopra untuk sampai ke pabrik di Desa Punggur Kecil

Page 8: Proposal Seminar Clw

8

memiliki efisiensi yang berbeda dan bagian keuntungan yang diterima

petani dengan perantaranya belum seimbang, serta masih panjangnya

saluran tataniaga yang dilalui oleh komoditas Kopra ini untuk sampai ke

pabrik.

B. Masalah Penelitian

Tataniaga kelapa / kopra di Kabupaten Kubu Raya, khususnya di Desa

Punggur Kecil belum berjalan dengan baik karena sistim penjualan yang

dilakukan oleh petani belum terkelompok, hal ini berarti bahwa efisiensi

tataniaga kopra perlu penanganan yang lebih baik.

Kegiatan pemasaran kopra di Desa Punggur Kecil untuk tingkat harga

yang diterima oleh produsen atau petani belum berimbang hal ini di

karenakan kurangnya informasi pasar, dan rantai tataniaga belum efektif.

Aspek tataniaga pada umumnya menempatkan petani pada posisi yang

lemah.

Demikian pula halnya yang terjadi pada tataniaga kopra di Desa Punggur

Kecil. Petani di Desa Punggur Kecil belum dapat menentukan harga dari

produksinya sendiri, harga masih ditentukan oleh pedagang baik itu

pedagang pengepul, maupun pedagang besar. Keadaan tersebut

menyebabkan bagian harga yang diterima petani masih rendah dan

kontribusi keuntungan yang diterima oleh pelaku tataniaga tidak seimbang

dengan biaya serta kegiatan yang dilakukan.

Hal ini menyebabkan tingkat pendapat petani kelapa belum memadai

untuk menunjang kebutuhan hidup, sedangkan kebutuhan akan uang tunai

relatif mendesak. Sehingga pedagang pengepul memanfaatkan kelemahan

petani tersebut dengan menentukan harga secara sepihak.

Panjang tidaknya saluran tataniaga yang dilewati suatu komoditas akan

menentukan besar kecilnya margin tataniaga. Semakin panjang saluran

tataniaga yang dilewati maka semakin tinggi tataniaganya, karena semakin

banyak lembaga yang terlibat akan semakin banyak pula biaya yang

dikeluarkan dimana masing-masing pihak akan berusaha mencari

keuntungan.

Page 9: Proposal Seminar Clw

9

Besarnya kaitan tataniaga pada tingkat pedagang perantara sangat erat

kaitannya dengan faktor margin tataniaga kopra yang dijalankan,

berkenaan dengan pemasaran yang dilakukan.

Adapun faktor-faktor tersebut meliputi :

1. Biaya Penanggungan Resiko

Karena dari sifat produk pertanian yang mudah rusak dan jarak tempuh

pendistribusian yang cukup jauh mengakibatkan semakin besarnya

resiko kerusakan yang pada akhirnya memperbesar biaya

penanggungan resiko.

2. Biaya Transportasi

Dalam mendistribusikan kopra dari Desa Punggur Kecil Kecamatan

Sungai Kakap ke Kota Pontianak jarak yang ditempuh cukup jauh,

sehingga harus mengeluarkan biaya rental mobil Pick Up atau Truck.

Apabila dihubungkan dengan potensi daerah serta prospek komoditi kopra

dimasa yang akan datang, maka perlu diadakan suatu penelitian guna

mengetahui tataniaga kopra yang dilalui sudah efisien atau belum,

sehingga proses tataniaga kopra di Desa Punggur Kecil dapat memperbaiki

nilai jual kopra petani dan saluran tataniaga yang dilalui lebih efisien.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan, sebagai berikut :

1. Margin tataniaga pada tiap-tiap mata rantai tataniaga masih

membutuhkan cost yang cukup tinggi.

2. Saluran tataniaga kopra belum efisien mengingat belum terbentuknya

lembaga pemasaran kopra bersama.

Page 10: Proposal Seminar Clw

10

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbedaan margin tataniaga pada tiap-tiap mata

rantai tataniaga yang terlibat dalam pemasaran kopra di Desa Punggur

Kecil Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya.

2. Untuk mengetahui perbedaan efisiensi di tingkat saluran tataniaga

kopra di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten

Kubu Raya.

3. Untuk mengetahui Analisis margin tataniaga kopra di Desa Punggur

Kecil Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya.

Page 11: Proposal Seminar Clw

11

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Budidaya Kelapa

Pohon kelapa termasuk jenis Palmae yang berumah satu (monokotil).

Batang tanaman tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang. Ada kalanya

pohon kelapa dapat bercabang, namun hal ini merupakan keadaan yang

abnormal, misalnya akibat serangan hama tanaman (Warisno, 2003).

Tanaman kelapa tumbuh di daerah tropis, dapat dijumpai baik di

dataran rendah maupun dataran tinggi. Pohon ini dapat tumbuh dan

berbuah dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-450

m dari permukaan laut. Pada ketinggian 450-1000 m dari permukaan laut,

pohon ini dapat tumbuh juga hanya saja waktu berbuahnya lebih lambat,

produksinya lebih sedikit dan kadar minyaknya rendah (Amin, 2009).

Kelapa dapat dibedakan menjadi kelapa varietas dalam dan hibrida.

Ada juga yang membedakannya menjadi 3 varietas, yaitu dalam, genjah

dan hibrida (Amin, 2009).

2. Kopra

Kopra merupakan salah satu hasil olahan daging buah kelapa yang

banyak diusahakan oleh masyarakat karena prosesnya sangat sederhana.

Biaya produksinya relative rendah jika dibanding pengolahan daging

kelapa menjadi produk santan kering atau minyak goreng (Amin, 2009).

Kopra dihasilkan dari daging buah kelapa yang dikeringkan dengan

cara dijemur atau menggunakan alat pengering buatan dengan cara

pengasapan atau pemanasan secara tidak langsung. Pengasapan langsung

akan menghasilkan kopra dengan mutu yang kalah baik jika dibanding

kopra hasil pemanasan tidak langsung karena asap panas tidak

bersinggungan langsung dengan komoditas.

Salah satu persyaratan yang diminta dalam perdagangan kopra

adalah kadar asam lemak bebas (FFA) maksimum 4% (Amin, 2009).

Page 12: Proposal Seminar Clw

12

Tabel 5.

Spesifikasi Persyaratan Mutu Kopra

No.

Jenis Uji

Satuan

Persyaratan Mutu

A B C

I II

1 Kadar Air (b/b) Maks % 5 5 8 12

2 Kadar Minyak (b/b) Min % 65 60 55 50

3 Kadar Asam Lemak Bebas dalam

minyak (asam larut) (b/b) Maks %

2

2

3

4

4 Benda asing (b/b) Maks % 0 1 1 1

5 Bagian berkapang (b/b) Maks % 2 2 3 3

Sumber: Standart Nasional Indonesia (SNI) Kopra

Setiap kilogram kopra membutuhkan bahan baku antara 6-8 butir

kelapa, tergantung besar dan tebal daging buah kelapanya. Harga kopra

dari setiap daerah penghasil sangat bervariasi (Amin, 2009).

Selama penyimpanan, kopra dapat mengalami kerusakan. Sebab-

sebab kerusakan kopra selama penyimpanan antara lain : kurang

sempurnanya pengeringan, penyimpanan yang kurang baik, praktek-

praktek dalam perdagangan, yaitu mencampur kopra baik dengan kopra

jelek. Kopra yang kurang kering dapat berakibat pada terjadinya kenaikan

kandungan asam lemak bebas selama penyimpanan. Mikrobia yang

potensial tumbuh pada daging buah kelapa dengan berbagai kadar air

antara lain adalah sebagai berikut : Aspergillus flavus (kuning-hijau), A.

niger (hitam), Rhizopus nigricans (putih yang akhirnya kelabu-hitam) pada

kadar air 20 – 50%, A. flavus, A. niger, R. nigricans pada kadar air 12 – 20

%, A. Tamarii, A. glaucus sp. pada kadar air 8 – 12 %, serta Penicillium

(hijau) dan A.glaucus (putih-hijau) pada kadar air < 8 % (Anonim,

2009).

Kelemahan metode penjemuran adalah kandungan air yang dapat

dicapainya hanya sekitar 15-20 %, sedangkan persyaratan agar dapat

diproses menjadi minyak adalah 5-6%. Karena panas yang diperoleh

Page 13: Proposal Seminar Clw

13

sangat tergantung cuaca, berapa lama waktu pengeringan pun tidak dapat

dipastikan. Pada pengeringan secara tidak langsung, asap panas hasil

pembakaran tidak bersinggungan langsung dengan komoditas yang

dikeringkan. Pengeringan secara tidak langsung menghasilkan mutu

produk yang lebih baik karena bau asap pembakaran tidak menempel pada

kopra (Amin, 2009).

B. Proses Pembuatan Kopra

1. Pengeringan

Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam

jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas.

Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar

air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau

setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan

mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi. Pengeringan merupakan salah satu

proses pengolahan pangan yang sudah lama dikenal. Tujuan dari proses

pengeringan adalah menurunkan kadar air bahan sehingga bahan menjadi

lebih awet, mengecilkan volume bahan sehingga memudahkan dan

menghemat biaya pengangkutan, pengemasan dan penyimpanan (Obin,

2001)

Secara garis besar pengeringan dapat dibedakan atas pengeringan

alami (natural drying atau disebut juga sun drying) dan pengeringan

buatan (artificial drying). Pengeringan secara alami dapat dilakukan

dengan cara menjemur di bawah sinar matahari (penjemuran), sedangkan

pengeringan secara buatan dilakukan dengan menggunakan alat pengering

mekanis. (Obin, 2001).

a. Pengeringan dengan Metode Penjemuran

Penjemuran merupakan proses pengeringan yang sederhana dan

murah karena sinar matahari tersedia sepanjang tahun dan tidak

memerlukan peralatan khusus. Sarana utama yang dibutuhkan untuk

penjemuran adalah lantai penjemur atau lamporan berupa lantai semen

atau lantai plesteran batu bata. Lamporan dapat dilengkapi dengan

Page 14: Proposal Seminar Clw

14

camber (bagian lantai yang berlekuk). Selain pada lamporan,

penjemuran juga dapat dilakukan pada rak-rak penjemur, tampah

bambu, anyaman bambu dan tikar (Obin, 2001).

Penjemuran dilakukan dengan menyebarkan bahan secara merata

pada lamporan, dan secara periodik dilakukan pembalikan bahan agar

pengeringan merata dan bahan tidak mengalami keretakan (sun

cracking). Proses penjemuran yang dilakukan di daerah bersuhu tinggi

akan memerlukan luas bidang penjemuran yang lebih kecil daripada di

daerah bersuhu rendah.

Demikian pula pada daerah yang mempunyai RH rendah akan

memerlukan bidang penjemuran yang lebih kecil daripada daerah yang

mempunyai RH tinggi (Obin, 2001).

Kopra yang dijemur harus dijaga agar tidak terkena air hujan

ataupun embun. Sehingga, pada saat turun hujan atau pada waktu

malam hari, hamparan kopra harus ditutup rapat-rapat dengan

menggunakan plastic atau terpal. Pengeringan dengan menggunakan

sinar matahari memberikan hasil kopra yang memiliki kandungan air

masih lebih tinggi dari 10%, bahkan dapat mencapai 30%, dan belum

mantap (masih dapat berubah-ubah antara 10%-30%) (Warisno, 2003).

Keuntungan pengeringan dengan menggunakan sinar matahari

antara lain: peralatan yang diperlukan cukup sederhana; ongkos

pengeringan murah; dan warna kopra yang dihasilkan lebih putih jika

dibandingkan dengan kopra yang dikeringkan dengan menggunakan

panas buatan (perapian). Namun, pengeringan dengan sinar matahari

memiliki kelemahan yaitu, pengaturan panas tergantung pada keadaan

alam dan iklim setempat, tempat penjemuran harus luas, dan waktu

pengeringan lebih lama (Warisno, 2003).

b. Pengeringan dengan Metode Pengasapan

Pengasapan adalah salah satu teknik pengolahan kombinasi

antara perlakuan panas, komponen asap dan aliran gas. Proses tersebut

biasanya dapat mempengaruhi nilai gizi pangan melalui reaksi antara

senyawa dalam asap dengan zat gizi pangan. Senyawa dalam asap

Page 15: Proposal Seminar Clw

15

dapat menyebabkan reaksi oksidatif lemak pangan, mengganggu nilai

hayati protein, dan merusak beberapa vitamin. Bagian penting

pengasapan yaitu perlakuan pemanasan dan pengeringan. Panas

menyebabkan denaturasi protein daging yang dimulai pada suhu 400C,

dan optimal pada suhu 65-680C. (Tejasari, 2005).

Menurut Amin (2009), kelemahan cara pengasapan pada kopra

antara lain adalah:

1) Warna kopra menjadi coklat kehitaman dan berbau asap karena

terjadi kontak langsung antara daging buah dengan asap hasil

pembakaran.

2) Suhu pengasapan sulit dikendalikan.

3) Penggunaan energi tidak efisien.

C. Kadar yang Terkandung dalam Kopra

1. Kadar Air

Menurut Obin Rachmawan (2001). Kadar air suatu bahan

menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan yang dapat

dinyatakan dalam persen berat basah (wet basis) atau dalam persen berat

kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum

teoritis sebesar 100 %, sedangkan kadar air berat kering dapat lebih dari

100 % Kadar air berat basah (b.b) adalah perbandingan antara berat air

yang ada dalam bahan dengan berat total bahan. Kadar air berat basah

dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

m = x 100 % = x 100 %.........................(1)

Keterangan : m = kadar air berat basah (% b.b)

Wm = berat air dalam bahan (g)

Wd = berat padatan dalam bahan (g)

Wt = berat total (g)

Tahap-tahap pengeringan untuk mendapatkan kopra bermutu baik adalah

1) Kadar air buah kelapa segar (berkisar 50 – 55%) pada periode 24 jam

pertama diturunkan menjadi 35%, 2) Pada periode 24 jam kedua

diturunkan dari 35% menjadi 20%, 3) Pada periode 24 jam berikutnya

Page 16: Proposal Seminar Clw

16

diturunkan 6 sampai 5 persen (Ketaren, 2005).

2. Kadar Minyak Kopra

Minyak kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra (daging

buah kelapa yang dikeringkan) atau dari perasan santannya. Kandungan

minyak pada daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai 30%-35%,

atau kandungan minyak dalam kopra mencapai 63-72%. Minyak kelapa

sebagaimana minyak nabati lainnya merupakan senyawa trigliserida yang

tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% diantaranya merupakan asam

lemak jenuh. Selain itu minyak kelapa yang belum dimurnikan juga

mengandung sejumlah kecil komponen bukan lemak seperti

fosfatida, gum, sterol (0,06-0,08%), tokoferol (0,003%), dan asam lemak

bebas (< 5%) dan sedikit protein dan karoten (MAPI, 2006).

Penentuan kadar minyak atau lemak sesuatu bahan dapat dilakukan

dengan menggunakan soxhlet apparatus. Cara ini dapat juga digunakan

untuk ekstraksi minyak dari sesuatu bahan yang mengandung minyak.

Ekstraksi dengan alat soxhlet apparatus merupakan cara efisien karena

dengan alat ini pelarut yang dipergunakan dapat diperoleh kembali. Bahan

padat pada umumnya membutuhkan waktu ekstraksi yang lebih lama,

karena itu dibutuhkan pelarut yang lebih banyak (Ketaren, 2005).

Dalam penentuan kadar minyak atau lemak, contoh yang diuji harus

cukup kering. Biasanya digunakan contoh dari bekas penentuan kadar air.

Jika contoh masih basah maka selain memperlambat proses ekstraksi, air

dapat turun ke dalam labu suling (labu lemak) sehingga akan mempersulit

penentuan berat tetap dari labu suling (Ketaren, 2005).

3. Kadar Asam Lemak Bebas

Kadar asam lemak bebas terdapat dalam minyak atau lemak sejak

bahan mulai dipanen dan jumlahnya akan terus bertambah selama proses

pengolahan dan penyimpanan. Keberadaan asam lemak bebas biasanya

dijadikan petunjuk awal sebagai terjadinya kerusakan minyak. Hasil

analisis kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa yang sebesar 0.13 %

menunjukkan bahwa minyak tersebut memiliki mutu yang bagus

Page 17: Proposal Seminar Clw

17

(Salunkhe et. al., 1992).

Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan

oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi

sampai 15 persen, belum menghasilkan flavor yang tidak disenangi.

Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1 persen, jika

dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak

berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya

jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam

jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak

yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan jumlah atom

C lebih besar dari 14 (Ketaren, 2005).

D. Kerangka Konsep

Peningkatan produktivitas pertanian harus dapat menaikan tingkat

produksi pertanian sepenuhnya dan sektor pertanian pada umumnya.

Peningkatan produksi sepenuhnya dari petani sebagai pelaksana dilapangan

sehingga untuk dapat melaksanakan intensifikasi usaha taninya para petani

merupakan penunjang pembangunan yang harus dibina oleh pemerintah.

Menurut Hernanto (1991) bahwa untuk meningkatkan produktivitas usaha tani

selain dilakuan dengan penerapan teknologi baru, juga dengan perbaikan cara

budidaya. Karena untuk memperoleh pendapatan petani, harus ada kerjasama

antara faktor-faktor seperti biaya proses produksi dan pengelolaan, sehingga

besar atau kecilnya produksi yang dihasilkan dipengaruhi oleh biaya produksi

yang dikeluarkan.

Untuk itu para petani dituntut untuk lebih memahami penangan pasca

panen dan proses pemasaran. Walaupun produksi yang dihasilkan cukup

tinggi, akan tetapi apabila penangan dalam tataniaganya tidak efisien dan

efektif, maka akan berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan.

Bentuk upaya untuk mengatasi sistim tataniaga kopra tersebut, perlu

adanya sebuah lembaga pemasaran bersama yang difasilitasi pihak pemerintah

atau bergabung ke koperasi, sehingga kopra yang dipasarkan petani dihargai

dengan nilai jual yang tinggi , pada gilirannya tingkat kesejahteraan petani

dapat tercapai.

Page 18: Proposal Seminar Clw

18

E. Hipotesis Penelitian

Diduga pemasaran bahan olahan kopra di Desa Punggur Kecil Kecamatan

Sungai Kakap yang menjual langsung ke pedagang besar memiliki marjin

yang lebih besar dan lebih efisien dibandingkan dengan menjual ke pedagang

pengepul.

Page 19: Proposal Seminar Clw

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey yang dilakukan di Desa Punggur

Kecil Kecamatan Sungai Kakap. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja

(Purposive), dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan penghasil

kopra atau daerah usahatani kopra yang potensial dengan jumlah penduduk

yang cukup banyak. Objek penelitian di kawasan ini adalah lembaga yang

berperan dalam pemasaran kopra yaitu petani, pedagang pengepul dan

pedagang besar.

Rencana penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan April sampai Mei 2013

dari pengumpulan data sampai selesai.

B. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang dipergunakan dalam mengadakan penelitian adalah alat-

alat tulis, kalkulator dan daftar pertanyaan (Quesioner).

C. Cara Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan 2 (dua) cara

yaitu :

a) Data Primer

Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani dan pelaku

lembaga pemasaran sebagai responden dengan memakai quesioner serta

melakukan pengematan langsung pada daerah penelitian.

b) Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti : Kantor

Kepala Desa Punggur Kecil, Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Sungai

Page 20: Proposal Seminar Clw

20

Kakap, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalimantan Barat serta melalui

pencatatan data pustaka yang lain.

D. Metode Pengambilan Sampel

Menurut Sugiyono, populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang mempunyai usahatani kopra

di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap, sebanyak 370 orang petani

kelapa yang terbagi menjadi dua kelompok yakni sebanyak 70 orang petani

kelapa yang menjual kopra ke pedagang besar dan 300 orang yang menjual

hasil produknya ke pedagang pengepul. Jumlah pedagang pengepul berjumlah

20 orang dan 10 orang pedagang besar.

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi ( Sugiyono ). Menurut Soeparmoko (2002) apabila sama sekali tidak

ada pengetahuan tentang besarnya variance dari populasi, maka cara terbaik

adalah cukup dengan mengambil prosentase tertentu, 5%, 10% atau 50% dari

seluruh jumlah populasi. Beberapa hal yang dapat dipakai sebagai petunjuk

untuk menentukan besarnya persentase ini yaitu :

1. Bila populasi N besar, persentase yang kecil saja sudah dapat memenuhi

syarat.

2. Besarnya sampel hendaknya jangan kurang dari 30.

3. Sampel seyogyanya sebesar mungkin selama dana dan waktu masih dapat

menjangkau.

Dari beberapa pendapat diatas, maka jumlah sampel (n) yang diambil adalah

sebesar 10 % dari jumlah seluruh petani sebanyak 370 orang, sehingga

n = N x 10 % = 370 x 10 % = 37, dengan demikian jumlah sampel yang

diambil sebanyak 37 orang petani.

Menurut Omar (2008), untuk menentukan jumlah sampel dari setiap

strata/kelompok dalam suatu populasi berdasarkan rumus Stratified Random

Samplingi adalah :

Page 21: Proposal Seminar Clw

21

ni = N

Nhi x n

dimana :

ni = jumlah sampel strata ke-i

Nhi = jumlah populasi strata ke-i

N = jumlah seluruh populasi

n = jumlah sampel seluruh strata

Berdasarkan rumus diatas, maka jumlah sampel yang diambil pada masing-

masing strata/kelompok adalah sebagai :

1. Petani saluran I (nI) 370

70 x 37 = 7

2. Petani saluran II (nII) 370

300 x 37 = 30

Jadi petani yang menjual produknya pada saluran distribusi I sebanyak 7 orang

dan yang menggunakan saluran distribusi II sebanyak 30 orang. Sedangkan

untuk pedagang pengepul ditetapkan sebanyak 10 orang dan pedagang besar

sebanyak 5 orang, penetapan ini dilakukan secara proporsional. Lebih jelasnya

struktur sampel dalam penelitian ini yakni sebagai berikut :

1. Saluran I :

7 orang produsen (petani) → 5 orang pedagang besar → Pabrik.

2. Saluran II

30 orang produsen (petani) → 10 orang pedagang pengepul → 5 orang

pedagang besar → pabrik

E. Variabel Penelitian

Adapun variabel penelitian yang diamati dalam penelitian ini adalah :

1. Margin Tataniaga

Margin tataniaga adalah perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen

akhir dengan harga yang diterima petani produsen (dalam Rp/Kg)

Page 22: Proposal Seminar Clw

22

2. Harga Penjualan

Harga penjualan yang ditetapkan pedagang berdasarkan biaya produksi

dan keuntungan yang diinginkan serta harga yang ditetapkan tiap lembaga

pemasaran yang terlibat atas biaya pemasaran yang dihitung (dalam

Rp/Kg).

Page 23: Proposal Seminar Clw

23

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalimantan Barat, 2006. Petunjuk Teknis

Budidaya Tanaman Kelapa hibrida. Pontianak.

Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak, 2006. Informasi Agribisnis Propinsi

Kalimantan Barat. Pontianak.

Hernanto, 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya Jakarta

http://disbun-kalbar.go.id/Disbun/

http://ragampendidikan.blogspot.com/2013/03/pengertian-populasi.html

http://publikasi.uniska-

kediri.ac.id/data/uniska/revitalisasi/revitalisasivol1no1juni2012/revitalisasi

-vol1no1juni2012-14.%20Sunardi.pdf

http://anggunfreeze.blogspot.com/2012/10/populasi-dan-sampel.html

http://www.docstoc.com/docs/126971500/Skripsi---DOC---DOC

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1547/Skripsi.pdf?seque

nce=4

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22672/4/Chapter%20II.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa

http://www.skripsi-tesis.com/07/05/kelayakan-industri-rumah-tangga-virgin-

coconut-oil-vco-pengrajin-plasma-pt-patria-wiyata-vico-yogyakarta-di-

desa-kranggan-kecamatan-galur-kabupaten-kulon-progo-pdf-doc.htm

Kartono, 1994. Pengantar Metode Riset Sosial. CV. Mandar Maju, Bandung.

Lypsei, R.G.Dkk, 1987. Pengantar Mikro Ekonomi. Erlangga jakarta.

Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta

Page 24: Proposal Seminar Clw

24

Rohmat M, 2007. Analisis Margin Pemasaran karet Rakyat di Desa Pancaroba

Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Pontianak. Skripsi Fakultas

Pertanian UPB, Pontianak.

Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar-Dasar manajemen Hasil-hasil Pertanian, teori

dan Aliaksinya, Edisi Revisi. Rajawali Press, Jakarta.

Suparmoko M, 1991. Metode Penelitian Praktis. Fakultas Ekonomi UGM,

Yogjakarta.

Supranto J, 2000. Metode Ramalan Kuantitatif. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Swastha, Basu, 2000. Saluran pemasaran 1 (Konsep dan Strategi Analisis

Kuantitatif), Yogjakarta.