proposal qwl

48
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan kerja seseorang dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya, baik di tempat kerja maupun di luar tempat kerja. Hal ini akan mempengaruhi sikap kerja dan menentukan prestasi kerja seseorang. Kehidupan kerja yang menyenangkan, menciptakan sikap yang positif dan memberi dorongan untuk bekerja dengan lebih tekun dan lebih baik. Sebaliknya, jika situasi kehidupan kerja tidak menyenangkan akan menimbulkan ketidakpuasan yang dapat menghilangkan komitmen dan motivasi kerja seseorang. Sebagaimana diungkap Ghiselli dan Brown (dalam Tjalla, 1989) bahwa lingkungan kerja berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas hasil kerja karyawan. Dalam rangka mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, 1

Upload: benedictusromey1449

Post on 30-Jul-2015

268 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal QWL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehidupan kerja seseorang dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya,

baik di tempat kerja maupun di luar tempat kerja. Hal ini akan mempengaruhi

sikap kerja dan menentukan prestasi kerja seseorang. Kehidupan kerja yang

menyenangkan, menciptakan sikap yang positif dan memberi dorongan untuk

bekerja dengan lebih tekun dan lebih baik. Sebaliknya, jika situasi kehidupan

kerja tidak menyenangkan akan menimbulkan ketidakpuasan yang dapat

menghilangkan komitmen dan motivasi kerja seseorang. Sebagaimana diungkap

Ghiselli dan Brown (dalam Tjalla, 1989) bahwa lingkungan kerja berpengaruh

terhadap kuantitas dan kualitas hasil kerja karyawan.

Dalam rangka mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum,

berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi sesuai

tujuan nasional yang terkandung dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 43 Tahun 1999, maka diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur

aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat dan abdi negara yang

menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan

kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945.

Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur negara harus

berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggungjawab

1

Page 2: Proposal QWL

dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan

bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Untuk itu diperlukan upaya

meningkatkan manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai bagian dari

Pegawai Negeri.

Menteri PAN mengkaji  besaran biaya untuk gaji PNS saat ini, terlalu

membebani APBN. Tapi kualitas kinerja birokrasi dinilai masih sangat buruk.

Ada yang terlibat korupsi, terlibat affair sesama, asusila, tidak displin, bolos, kerja

asal- asalan dan lain sebagainya (citraindonesia.com, 31 Juli 2011). Bahkan, hal

tersebut terjadi di lingkungan Kementerian/Lembaga (K/L) ataupun di lingkungan

pemerintah daerah (metronews.com, 8 November 2011). Buruknya kinerja

pegawai negeri sipil (PNS) selama ini sudah menjadi rahasia umum. Kaum

birokrat identik dengan pelayanan buruk, malas dan tidak disiplin, hingga mental

korupsi yang seakan mentradisi di setiap lapisan dari tingkat bawah sampai pusat

(sindonews.com, 11 November 2011). Kinerja aparatur negara atau pegawai

negeri sipil masih minim. Bahkan, hal tersebut terjadi di lingkungan

Kementerian/Lembaga (K/L) ataupun di lingkungan pemerintah daerah

(metronews.com, 8 November 2011).

Hal ini pun dialami oleh PNS di lingkungan pemerintah Provinsi Papua.

Dengan kekhususan Provinsi Papua melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2001 yang sudah berjalan kurang lebih 10 tahun ternyata PNS belum mampu

memperbaiki citranya dimata masyarakat. Masyarakat semakin menyudutkan PNS

dengan alasan penggunaan anggaran pembangunan (dana otsus) yang semestinya

dikelola seoptimal mungkin untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat,

2

Page 3: Proposal QWL

namun telah disalah gunakan dan dimanfaatkan oleh PNS dan sekelompok orang

saja untuk kepentingan mereka.

Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Latihan Aparatur (BKPLA) Provinsi

Papua sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertugas mengelola

sumber daya aparatur (Planning, Recruitment dan Staffing) di daerah harus

melakukan evaluasi terhadap kinerja PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi

Papua terutama terhadap PNS pada BKPLA Provinsi Papua itu sendiri.

BKPLA Provinsi Papua sebagai pusat pembinaan dan pengembangan PNS

di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua memiliki tanggungjawab besar dalam

menciptakan PNS yang berkompetensi dan profesional. Untuk itu BKPLA

Provinsi Papua memerlukan PNS yang berkompetensi dan profesional yang

mampu menjadi teladan bagi PNS lain di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua.

Dalam rangka mewujudkan hal tersebut salah satu faktor yang perlu menjadi

perhatian penting manajemen adalah pelaksanaan progam kualitas kehidupan

kerja (Quality of Work Life) yang mampu memberikan kepuasan kerja dan

kepuasan kehidupan lainnya bagi PNS pada BKPLA Provinsi Papua.

Berdasarkan hasil wawancara (terlampir) yang dilakuan peneliti terhadap

enam orang PNS pada BKPLA Provinsi Papua tetang Quality of Work Life

(QWL), diketahui bahwa secara umum menurut responden QWL pada BKPLA

Provinsi Papua belum optimal dirasakan. Dimensi QWL seperti kompensasi (gaji

dan tunjangan), kesempatan (peluang) pengembangan karir, program keamanan

pekerjaan, kebanggaan terhadap organisasi, keterbukaan dan keadilan organisasi

dan iklim organisasi dirasa belum optimal dalam pemenuhannya. Pengelolaan

3

Page 4: Proposal QWL

sumber daya aparatur masih kental dengan fanatisme kelompok, hal ini

menimbulkan kesenjangan di antara PNS.

Peraturan mengenai kompensasi bagi PNS telah ditentukan dengan

Undang-undang, sehingga PNS tidak memiliki kesempatan untuk melakukan

negosiasi terhadap kompenasi yang diterimanya. Dengan memilih menjadi PNS

berarti bersedia dan patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku

tentang kompensasi bagi PNS.

Lima dari enam responden berpendapat bahwa dimensi kepuasan dalam

kompensasi masih dirasa kurang dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup

sedangkan pada keadilan kompensasi terdapat PNS yang merasa tidak adil karena

beban kerja yang berbeda namum menerima kompensasi yang sama.

Setiap PNS berkewajiban mengembangkan karir sesuai Peraturan

Pemerintah No.53 Tahun 2010 pasal 3, butir 16. Ini menunjukan bahwa setiap

PNS memiliki peluang yang sama dalam pengembangan karir.

Pada dimensi ini beberapa responden menyatakan bahwa setiap PNS

memiliki peluang yang sama dalam pengembangan diri. Namun, dalam

aplikasinya masih terjadi tebang pilih dalam menentukan PNS yang mengikuti

diklat maupun pelatihan dan promosi, masih kurangnya dukungan manajemen

dalam penerapan hasil pendidikan maupun pelatihan dalam kehidupan organisasi.

Secara tidak langsung hal ini memberikan dapak yang kurang harmonis dalam

kehidupan organisasi.

Sebagai organisasi pemerintah, dibutuhkan kerjasama dan hubungan

interpersonal yang baik antar PNS. Dengan terciptanya kerjasama dan hubungan

4

Page 5: Proposal QWL

interpersonal yang baik antar PNS baik antar staf maupun antara staf dengan

pimpinan, apa yang menjadi tujuan organiasi akan lebih mudah dicapai. Sebagai

pimpinan harus memberikan keteladanan dalam menjalin kebersamaan dalam

organisasi sehingga dapat dicontoh oleh PNS yang lain demi tercipta integrasi

sosial di tempat kerja.

Lima dari enam responden menyatakan bahwa integrasi sosial hanya

terjadi karena hubungan kerja. Belum tercipta integrasi sosial seperti yang

seharusnya, dimana setiap PNS dapat saling berinteraksi karena perasaan

kekeluargaan yang tentu akan memberikan suasana harmonis dalam lingkungan

kerja di kantor, tidak ada prasangka negatif atas interaksi dimaksud.

Dalam rangka menciptakan PNS yang berintegritas tinggi, organisasi

hendaknya memberikan ruang yang sama kepada setiap PNS dalam memahami

penerapan prosedur kerja yang tepat sesuai peraturan. Organisasi pun harus

memberikan umpan balik yang sesuai dengan apa yang dilakukan oleh PNS,

keterbukaan dan keadilan organisasi menjadi penting dalam penerapan aturan

untuk melindungi hak-hak PNS.

Empat dari enam pendapat responden, menunjukan bahwa masih

kurangnya keterbukaan dan keadilan organisasi dalam memfasilitasi apa yang

menjadi hak PNS dalam kebutuhannya akan lingkungan kerja yang mendukung

efektifitasnya dalam bekerja.

Apapun yang dikerjakan oleh PNS tentunya dalam rangka pemenuhan

kebutuhannya, baik untuk dirinya maupun keluarga. Secara psikologis dukungan

keluarga terhadap pekerjaan PNS akan meningkatkan produktifitas PNS, begitu

5

Page 6: Proposal QWL

pula sebaliknya dukungan organisasi terhadap keluarga PNS akan semaking

meningkatkan produktifitas PNS. Dengan hubungan yang harmonis antara apa

yang dirasakan di rumah dengan apa yang dirasakan di kantor tentunya akan

mendorong keinginan yang tinggi dalam meningkatkan produktifitas.

Enam dari enam responden menyatakan bahwa meraka telah berusaha

melaksanakan perannya untuk memberikan pengertian bagi keluarga dalam

rangka menciptakan suasana yang harmonis dalam keluarga untuk mendukung

aktivitasnya di kantor. Namun, sebagai organisasi perlu lebih proaktif dalam

membangun hubungan yang harmonis antar organisasi dengan keluarga.

Bagaimana BKPLA Provinsi Papua menciptakan PNS yang berkompetensi

dan profesional di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua, jika PNS pada BKPLA

Provinsi Papua sendiri belum mampu dioptimalkan kompetensi dan

profesionalismenya. Sumber daya manusia sebagai aset belum menjadi perhatian

bagi manajemen.

QWL menjadi isu menarik yang menantang bagi organisasi dalam

penataan lingkungan kerjanya. Reformasi di berbagai bidang pada beberapa

dekade ini dalam melindungi kepentingan dan hak-hak karyawan menjadi topik

yang menarik dalam rangka mensinerjikan tujuan organisasi dengan tujuan

masing-masing individu dalam organisasi. Hal ini juga dapat dilihat sebagai upaya

untuk memberikan perspektif yang komprehensif dan seimbang dengan

keanekaragaman sebelumnya (Hackman dan Suttle, 1977). Oleh karena itu, pada

tahun 1981, konferensi internasional tentang QWL diadakan di Toronto, Kanada.

Ketika itu istilah ini didefinisikan secara luas mencakup tujuan umum mengatur

6

Page 7: Proposal QWL

organisasi, prosedur manajemen dan pekerjaan pemanfaatan maksimal bakat

individual dan keterampilan dalam rangka menciptakan lebih menantang dan

memuaskan kerja dan meningkatkan efektivitas organisasi (Jenkins, 1981).

Perhatian pada temuan baru QWL dalam kehidupan organisasi

memungkinkan realisasi bahwa sumber daya manusia merupakan aset terpenting

yang harus diapresiasikan dan dikembangkan. Manajemen memandang program

QWL sebagai cara untuk mengurangi biaya dan meningkatkan produktivitas

(Gordon, 1987). Faktor lain yang tampaknya telah memainkan peranan dalam hal

ini adalah masalah hubungan manusia dan efektivitas organisasi yang dihadapi

oleh banyak organisasi di berbagai negara. Program QWL di Skandinavia dan

Amerika Serikat pada Pabrik Volvo dan General Motors misalnya, dilakukan

sebagai respon terhadap masalah ekstrim organisasi, alkoholisme yang melibatkan

karyawan, absensi, keterlambatan, kesalahan kerja dan keluhan yang diajukan

oleh serikat pekerja (Pfeiffer dan Jones, 1980). Survei karyawan Amerika selama

tahun 1970-an mengungkapkan situasi memalukan tersebut (Taylor, 1977).

Akhirnya, disadari bahwa perbaikan QWL memberikan banyak keuntungan antara

lain menyebabkan perasaan lebih positif terhadap diri seseorang (harga diri yang

lebih besar), terhadap pekerjaan seseorang (peningkatan keterlibatan dan kepuasan

kerja), dan terhadap organisasi (komitmen kuat untuk tujuan organisasi).

Masyarakat secara keseluruhan mungkin diuntungkan oleh QWL.

Peningkatan dalam QWL pemerintahan mungkin membantu memerangi

masalah sosial tertentu, seperti kerusuhan dalam masalah masyarakat, mental dan

kesehatan, obat dan penyalahgunaan alkohol dan distribusi pendapatan nasional

7

Page 8: Proposal QWL

yang tidak merata (Hackman dan Suttle, 1977). Menurut penelitian pengalaman

antar negara cukup menunjukkan bahwa peningkatan QWL memiliki potensi yang

pasti dan lingkup untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas organisasi

secara keseluruhan (Cherns, 1975; Lawler, 1978; Lawler dan Ledford, 1982;

Buchanan dan Boddy, 1982; Levitan dan Werneke, 1984; Simmons dan Mares,

1987). Tingkat tertinggi dari QWL telah ditemukan berhubungan dengan

kepuasan kerja yang tinggi terhadap banyak aspek kerja, komitmen hidup dan

kinerja (Nadler dan Lawler, 1983; Wilcock dan Wright, 1991). Ini juga telah

diidentifikasi sebagai prediktor yang berarti terhadap komitmen organisasi para

manajer (Anuradha dan Pandey, 1995).

Walaupun tidak terdapat definisi formal mengenai QWL, psikolog industri

dan para ahli manajemen umumnya setuju bahwa QWL adalah sebuah gagasan

yang berurusan dengan kesejahteraan pekerja dan bahwa QWL berbeda dari

kepuasan kerja (e.g, Champoux, 1981; Davis and Cherns, 1975; Efraty and Sirgy,

1990; Hackman and Suttle, 1977; Kabanoff, 1980; Kahn, 1981; Lawler, 1982;

Near et al., 1980; Quinn and Shephard, 1974; Staines, 1980). QWL berbeda dari

kepuasan kerja dalam hal bahwa kepuasan kerja merupakan salah satu dari hasil

QWL. QWL tidak hanya berdampak dalam menghasilkan kepuasan kerja akan

tetapi juga menghasilkan kepuasan dalam aspek yang lain yaitu : kehidupan

keluarga, waktu luang, kehidupan sosial, kehidupan keuangan, dan lain-lain.

Maka dari itu fokus dari QWL adalah berada di luar kepuasan kerja. Hal ini

mempengaruhi banyak hal, seperti contohnya mempengaruhi kepuasan kerja,

8

Page 9: Proposal QWL

kepuasan hidup di luar pekerjaan, dan kepuasan seluruh kehidupan, kebahagiaan

pribadi, dan kesejahteraan individu.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mengukur pengaruh dimensi-dimensi QWL terhadap kepuasan kerja karyawan

non manajerial pada BKPLA Provinsi Papua.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya

masalah utama dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut

Bagaimana pengaruh dimensi-dimensi QWL (kesehatan dan keamanan,

ekonomi dan keluarga, sosial, penghargaan, aktualisasi, pengetahuan dan

estetika) terhadap kepuasan kerja PNS non manajerial pada BKPLA Provinsi

Papua?

1.3. Batasan Masalah

Agar tidak meluas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai

berikut :

1. PNS non manajerial yang menjadi objek penelitian adalah PNS pada

BKPLA Provinsi Papua yang tidak menduduki jabatan struktural.

2. QWL yang dimaksud dalam penelitian berdasarkan hasil wawancara lima

isu QWL memunculkan tujuh isu yang sesuai dengan penelitian M.J.

Sirgy, D. Efraty, P. Siegel, dan D.J. Lee (2001) tentang tujuh dimensi

9

Page 10: Proposal QWL

QWL, yaitu: kesehatan dan keamanan, ekonomi dan keluarga,

bersosialisasi, penghargaan, aktualisasi, pengetahuan, dan estetika.

a. Kesehatan dan Keamanan, yaitu proteksi akan kesehatan yang

memburuk dan kecelakaan pada waktu kerja, proteksi akan kesehatan

yang memburuk dan kecelakaan diluar waktu kerja (berbagai

keuntungan kesehatan yang berkaitan dengan pekerjaan), dan

peningkatan kesehatan yang baik (dukungan pada saat bekerja bagi

pengukuran pencegahan perawatan kesehatan).

b. Ekonomi dan Keluarga, yaitu gaji (upah yang cukup), keamanan kerja

(perasaan aman dari tindakan pemecatan), dan kebutuhan keluarga yang

lain (memiliki waktu yang cukup bagi pekerjaan untuk melayani

kebutuhan keluarga).

c. Sosial, yaitu kebersamaan atau rekanan dalam bekerja (interaksi sosial

yang positif dalam pekerjaannya) dan waktu luang (memiliki cukup

waktu bagi pekerjaan untuk bersantai dan mengalami kesenangan).

d. Penghargaan, yaitu pengenalan dan apresiasi dari pekerjaan seseorang

di dalam organisasi (pengenalan dan penghargaan untuk melakukan

pekerjaan yang baik) dan pengenalan dan apresiasi dari pekerjaan

seseorang di luar organisasi (pengenalan dan penghargaan dari

komunitas lokal dan/atau asosiasi professional untuk pekerjaan yang

dilakukan di dalam organisasi ataupun mengatasnamakan organisasi

tersebut).

10

Page 11: Proposal QWL

e. Aktualisasi, yaitu realisasi potensial seseorang dalam organisasi

(pekerjaan yang diterima digunakan untuk melihat pengenalan

kemampuan potensial) dan realisasi potensial seseorang sebagai

seorang profesional (pekerjaan yang diterima memungkinkan orang

tersebut menjadi ahli dalam bidangnya).

f. Pengetahuan, yaitu belajar meningkatkan keahlian dalam pekerjaan

(menerima kesempatan belajar untuk melakukan pekerjaan dengan

lebih baik) dan belajar meningkatkan keahlian professional (menerima

kesempatan belajar untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut).

g. Estetika, yaitu kreatifitas saat kerja (menerima kesempatan untuk

menjadi kreatif dalam memecahkan persoalan yang berkaitan dengan

pekerjaan) dan kreatifitas personal dan keindahan umum (menerima

berbagai kesempatan dalam pekerjaan yang memungkinkan

perkembangan personal akan perasaan terhadap keindahan dan ekspresi

kreatif).

3. Kepuasan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini mengadopsi dari

penelitian M.S. Rehman dan A. Waheed (2011).

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi organisasi pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat

untuk pengembagan manajemen sumber daya manusia, terutama dalam

11

Page 12: Proposal QWL

implementasi dimensi-dimensi QWL untuk memberikan kepuasan kerja

PNS non manajerial.

2. Bagi penelitian lain

Dapat menambah wawasan dan khasanah ilmu, serta sebagai

referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh

dimensi-dimensi QWL terhadap kepuasan kerja karyawan non manajerial

organisasi publik.

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh dimensi-dimensi QWL (kesehatan dan keamanan, ekonomi dan

keluarga, sosial, penghargaan, aktualisasi, pengetahuan dan estetika) terhadap

kepuasan kerja PNS non manajerial pada BKPLA Provinsi Papua.

1.6. Landasan Teori

1.6.1 Kualitas kehidupan kerja (Quality of work life/QWL)

Kualitas kehidupan kerja, istilah ini merujuk pada tingkat kepuasan,

motivasi, keterlibatan dan komitmen pengalaman individual dengan penghargaan

terhadap kehidupan kerja mereka (Bernadine & Russell, 1998). Lebih lanjut

diungkap oleh Bernadine & Russell (1998) kualitas kehidupan kerja dapat

dimaknai sebagai tingkat individu dapat memenuhi kebutuhan diri yang terpenting

tatkala bekerja di satu perusahaan.

12

Page 13: Proposal QWL

Ada dua pandangan mengenai maksud dari kualitas kehidupan kerja. Di

satu sisi dikatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah sejumlah keadaan dan

praktek dari tujuan organisasi (contohnya: perkayaan kerja, pengawas yang

demokratis, keterlibatan pekerja dan kondisi kerja yang nyaman). Sementara

pandangan yang lain menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah persepsi-

persepsi karyawan bahwa mereka ingin merasa aman, secara relatif merasa puas

dan mendapat kesempatan mampu untuk tumbuh dan berkembang sebagai

layaknya manusia (Cascio, 1991).

Konsep kualitas kehidupan kerja mengungkapkan pentingnya penghargaan

terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting

dari kualitas kehidupan kerja adalah mengubah iklim organisasi agar secara tehnis

dan manusiawi membawa kepada kualitas kehidupan kerja yang lebih baik

(Luthans, 1995).

QWL mengacu pada pengaruh situasi kerja keseluruhan terhadap seorang

individu (Jewell & Siegell, 1992). Lebih lanjut Jewell & Siegell, (1992)

menyatakan bahwa untuk menggambarkan ada tidaknya pengaruh kualitas kerja

dalam kehidupan individu, Jewell & Siegel (1992) melukiskan konsep kualitas

kehidupan kerja dengan indikator negatif, yaitu dua gejala QWL yang rendah:

ditandai dengan tingkat kebosanan (boredom) dan kehilangan semangat kerja

(burnout).

Berbeda dengan Jewell & Siegel dalam memberikan kriteria tentang bagus

tidaknya kualitas kehidupan kerja, Umstot (1988) menyatakan bahwa ada lima (5)

kriteria yang dapat digunakan untuk mentegarai baik tidaknya QWL, yaitu (1)

13

Page 14: Proposal QWL

kepuasan dan keadilan kompensasi; (2) peluang untuk menggunakan dan

mengembangkan potensi orang; (3) integrasi sosial di tempat kerja; (4)

konstitusionalisme di organisasi kerja; (5) hubungan antara pekerjaan dengan

kehidupan.

Mencermati makna dari QWL ini, tampak betapa pentingnya kehadiran

QWL dalam diri karyawan. Hal ini karena secara umum QWL dapat

membangkitkan rasa aman, rasa kesejajaran, rasa bangga, rasa kekeluargaan,

kebermilikan, otonomi, tanggungjawab dan fleksibilitas pegawai.

Levering and Moskowitz (1994) mendefinisikan QWL sebagai upaya

organisasi dalam memenuhi kebutuhan karyawan atas (1) Upah dan manfaat; (2)

Peluang/Kesempatan; (3) Keamanan Pekerjaan; (4) Merasa bangga atas

perusahaan dan pekerjaan; (5) Kewajaran dan keterbukaan; (6) Keakraban dan

kesetiakawanan.

Riggio (2000), mengartikan bahwa QWL adalah keadaan dari seluruh

aspek kehidupan di tempat kerja. Meija, et al (2001) menyatakan bahwa QWL

adalah suatu ukuran keamanan dan kepuasan yang dirasakan pekerja dalam

melakukan pekerjaan.

M.J. Sirgy, et al (2001), QWL merupakan determinan kepuasan dalam domain

kehidupan bekerja, kepuasan dalam domain kehidupan lain, dan juga kepuasan

keseluruhan dengan hidup.

Sedangkan menurut Newstroom dan Davis (2002) mengemukakan bahwa,

QWL adalah suatu bentuk cara lain dalam organisasi untuk mengenali

14

Page 15: Proposal QWL

tanggungjawab para karyawan untuk mengembangkan pekerjaan dan kondisi

kerja yang terbaik.

Menurut Morin (2003), QWL adalah gagasan multi dimensional yang

biasanya mengarah pada seluruh kepuasan dengan kehidupan kerja dan

keseimbangan kerja atau kehidupan kerja, perasaan untuk bekerja dengan

kelompok, perasaan untuk diri sendiri, dan perasaan untuk menjadi lebih bernilai

atau bermanfaat dan dapat dihormati.

Menurut Mondy dan Neo (2005), QWL merupakan suatu tingkat dimana

anggota dari suatu organisasi mampu memuaskan kebutuhan pribadi yang penting

melalui pengalamannya dalam melakukan pekerjaan pada organisasi tersebut.

Sedangkan Cascio (2006) QWL ditentukan dari persepsi karyawan

terhadap keadaan, mental dan fisik pada saat bekerja. QWL merupakan hal yang

sederhana sehingga menyangkut pemberian kesempatan pada karyawan untuk

membuat keputusan tentang pekerjaan para karyawan, desain dari tempat kerja,

dan yang diperlukan untuk membuat produk atau jasa yang paling efektif.

1.6.2. Kepuasan kerja (Job Satisfaction)

Kepuasan kerja merupakan sikap secara umum atau cara karyawan

merasakan pekerjaannya. Menurut Robbins & Judge (2007), pada level organisasi,

organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif daripada

organisasi dengan karyawan yang kurang puas. Lebih lanjut Robbins & Judge

(2007), menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara

lain pekerjaan itu menantang atau membutuhkan ketrampilan dan keahlian yang

15

Page 16: Proposal QWL

sangat kompleks, pekerjaan tersebut menjanjikan pemberian penghargaan yang

adil dan pantas, pekerjaan tersebut dikerjakan pada kondisi kerja yang

mendukung, baik secara fisik maupun psikis, dalam pekerjaan tersebut terdapat

rekan kerja yang mendukung dan bersahabat, dan yang tidak kalah penting adalah

adanya kesesuaian pekerjaan tersebut dengan kepribadian orang yang

mengerjakannya.

Dalam tulisannya Jewell & Siegell (1992) mengungkap bahwa kepuasan

kerja merupakan sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja.

Lebih lanjut diungkap oleh Jewell & Siegell bahwa karyawan yang puas lebih

menyukai situasi kerjanya dibandingkan yang tidak. Lebih lanjut diungkap oleh

Jewell & Siegell, mengingat kepuasan kerja adalah sikap, dan karenanya

merupakan konstruksi hipotesis sesuatu yang tidak dilihat, tetapi ada atau tidak

adanya diyakini berkaitan dengan pola perilaku tertentu.

Sebagai sesuatu yang bersifat hipotesis dan karenanya tidak dapat dilihat

meski keberadaannya diyakini, serta akan berdampak pada perilaku individu maka

batasan puas tidaknya seseorang serta bagaimana cara mengukur tingkat kepuasan

tersebut bervariasi tergantung pada siapa dan kapan hal tersebut dilakukan.

Setidaknya ada tiga konsep batasan tentang kepuasan kerja, yaitu (1) kepuasan

kerja sebagai konsep global; (2) kepuasan kerja sebagai konsep permukaan; dan

(3) kepuasan kerja sebagai kebutuhan yang terpenuhkan (Jewell & Siegell, 1992).

Menurut Mowday et al., kepuasan kerja juga dipandang sebagai hasil

afektif atau sikap yang berhubungan dengan situasi dan pengalaman kerja dan

merupakan variabel yang penting bagi organisasi (Parnell, 2003).

16

Page 17: Proposal QWL

Selanjutnya, Locke menyatakan bahwa kepuasan kerja berhubungan

dengan sifat kepribadian, di mana kepuasan kerja dipengaruhi oleh sifat

kepribadian yang berhubungan dengan emosi karena kepuasan kerja sama dengan

kondisi emosi yang menyenangkan (Dormann & Zapf, 2001). Hasil penelitian

mereka menyatakan bahwa kepribadian mempengaruhi kondisi kerja, dan hal ini

akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Mereka juga menyatakan bahwa kepuasan

kerja ditempatkan sebagai konsep inti dalam kerja dan psikologi organisasi yang

memediasi hubungan antara kondisi kerja di satu sisi dan hasil organisasi dan

individu di sisi lain.

Bagi Jewell & Siegell (1992) kepuasan kerja sebagai konsep global

dimaknai sebagai penilaian positif dari situasi kerja tertentu, dan Jewell & Siegell

menyebutnya sebagai konsep satu dimensi. Dinamakan sebagai konsep satu

dimensi karena merupakan ringkasan psikologis dari semua aspek yang disukai

atau tidak disukai.

Definisi kepuasan kerja menurut Wexley dan Yukl dalam As'ad (1998)

disebutkan bahwa kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang terhadap

pekerjaannya. Sementara As’ad (1998) memberikan definisi kepuasan kerja

sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini berarti bahwa konsepsi

kepuasan kerja semacam ini melihat kepuasan kerja itu sebagai hasil interaksi

manusia dengan lingkungan kerjanya.

Menurut T. Hani Handoko (1987), kepuasan kerja (Job satisfaction)

adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, dengan

mana karyawan memandang pekerjaan mereka.

17

Page 18: Proposal QWL

Sedangkan pendapat Hoppech & Vroom (1964 dalam As'ad) kepuasan

kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara

keseluruhan memuaskan kebutuhannya.

Pendapat As'ad (1995) kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap

pekerjaannya. Stephen Robbins (1996) mengemukakan bahwa kepuasan kerja

adalah suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.

Kepuasan kerja dipandang sebagai perasaan senang atau tidak senang yang

relatif, yang berbeda dari pemikiran objektif dan keinginan perilaku. Karena

perasaan terkait dengan sikap seseorang, maka kepuasan kerja dapat didefinisikan

sebagai sikap umum seseorang terhadap pekerjaan dan harapannya pada

organisasi tempat ia bekerja. Kepuasan kerja menunjukkan pada sikap emosional

positif yang berdasar pada pengalaman kerja seseorang ( Locke dalam Luthans

1998 )

Luthans (1998) menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki tiga dimensi,

yaitu (1) kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap situasi kerja, jadi

tidak dapat dilihat, hanya bisa diduga, (2) kepuasan kerja seringkali ditentukan

oleh sejauh mana hasil kerja memenuhi/melebihi harapan seseorang. Contohnya

jika anggota suatu departemen merasa telah bekerja lebih berat daripada anggota

lain tetapi memperoleh pengharapan lebih sedikit dari yang mereka harapkan

maka mereka mungkin akan bersifat negatif terhadap pekerjaan, atasan dan rekan

kerjanya. Di lain pihak jika mereka merasa lingkungan kerja memberikan

kepuasan kerja maka mereka akan bersikap positif terhadap pekerjaan mereka dan

18

Page 19: Proposal QWL

atasan mereka. (3) kepuasan kerja mencerminkan hubungan dengan berbagai

sikap lainnya.

Smith (dalam Robbin, 2001) menyatakan terdapat 5 dimensi yang

mempengaruhi respon afektif seseorang terhadap pekerjaannya, yaitu :

1. Pekerjaan itu sendiri, yaitu sejauh mana pekerjaan menyediakan

kesempatan seseorang untuk belajar memperoleh tanggung jawab dalam

suatu tugas tertentu dan tantangan untuk pekerjaan yang menarik;

2. Bayaran, yaitu upah yang diperoleh seseorang sebanding dengan usaha

yang dilakukan dan sama dengan upah yang diterima oleh orang lain

dalam posisi kerja yang sama;

3. Kesempatan untuk promosi, yaitu kesempatan seseorang untuk meraih

atau dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam organisasi;

4. Atasan, yaitu kemampuan atasan untuk memberikan bantuan tehnis dan

dukungan terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab para bawahan;

5. Rekan kerja, yaitu sejauh mana rekan kerja secara tehnis cakap dan secara

sosial mendukung tugas rekan kerja lainnya.

1.6.3. Kualitas kehidupan kerja (QWL) dan Kepuasan kerja (Job

satisfaction)

Kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seseorang terhadap

pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap

yang positif terhadap pekerjaan itu. Seseorang tidak puas dengan pekerjaannya

menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu (Stephen Robbins, 1996).

19

Page 20: Proposal QWL

Pegawai atau karyawan dalam suatu organisasi, ia membawa serta

seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang

menyatu membentuk harapan kerja. Kepuasan kerja menunjukan kesesuaian

antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan (A.

Dale Timpe, 1994). Ketidakpuasan kerja muncul akibat harapan-harapan individu

tidak terpenuhi (Robert, L. Mathis and John, H.Jackson, 2001).

Faktor-faktor motivator dalam kepuasan kerja secara tidak langsung

merefleksikan praktek-praktek yang berhubungan dengan kualitas kehidupan

kerja. Penemuan Field dan Thucker (1992) mengimplikasikan bahwa organisasi

yang menginginkan pegawai yang puas dapat memilih pegawai dengan

predisposisi memperoleh kepuasan atau menciptakan lingkungan kerja yang

memfasilitasi kepuasan, atau semuanya dengan terlebih dahulu membangun

kualitas kehidupan kerja. Penelitian oleh Farley dan Allen (1987) menunjukkan

bahwa kondisi kerja yang buruk, pendapatan yang tidak memadai dan kurangnya

otonomi serta kurangnya stabilitas kerja berakibat pada rendahnya kepuasan kerja

di kalangan pekerja Afrika-Amerika .

Secara jelas dapat dikatakan bahwa kualitas kehidupan kerja dan kepuasan

kerja sangat penting karena hal tersebut telah terlibat, berhubungan dengan hasil

akhir positif organisasional yang lain. Sebagai contoh, pekerja yang puas dengan

pekerjaan mereka memiliki tingkat absensi yang lebih rendah dan keinginan untuk

pindah kerja yang kecil. Mereka juga lebih senang untuk menujukkan perilaku

sebagai anggota organisasi tersebut dan puas dengan kualitas kehidupan kerja

dalam organisasi tersebut secara keseluruhan.

20

Page 21: Proposal QWL

Oleh karena itu semakin tinggi potensi kontribusi komitmen dan kepuasan

kerja dalam suatu perusahaan, semakin mungkin perusahaan akan berinvestasi

dalam kualitas kehidupan kerja dan bahwa investasi ini akan mengarah pada

produktivitas individual dan kinerja karyawan yang lebih tinggi (Pruijt, 2003)

QWL berhubungan erat dengan lingkungan kerja yang kondusif dan

kepuasan kerja (Osterman, 1995; Taylor, 1991)

1.7. Hipotesis

Dimensi QWL mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja.

Dimana dimensi QWL seperti kebutuhan kesehatan dan keselamatan, ekonomi dan

keluarga, kebutuhan sosial, penghargaan, aktualisasi, pengetahuan dan estetika sangat

penting untuk mengukur seberapa baik organisasi memberikan kepuasan kerja pada

individu (M.J. Sirgy et al., 2001). Model QWL M.J. Sirgy et al (2001) dirancang untuk

menjelaskan determinan kepuasan dalam domain kehidupan bekerja, kepuasan dalam

domain kehidupan lain, dan juga kepuasan keseluruhan dengan hidup.

Kebutuhan kesehatan dan keamanan, yaitu perlindungan terhadap

kesehatan yang memburuk dan kerugian pada saat bekerja serta peningkatan

kesehatan diluar masa kerja akan sangat mempengaruhi kepuasan individu dalam

bekerja. Pemenuhuan jaminan kesehatan dan keamanan kerja kepada pegawai saat

bekerja maupun diluar masa kerja akan semakin meningkatkan kepuasan kerja

pegawai.

Jadi, H1: Dimensi kesehatan dan keamanan mempunyai pengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan kerja.

21

Page 22: Proposal QWL

Kebutuhan ekonomi dan keluarga, yaitu gaji, keamanan pekerjaan,

berbagai kebutuhan keluarga yang lain merupakan jaminan yang dapat

mempengaruhi pegawai dalam meningkatkan produktifitasnya. Semakin tercukupi

kebutuhan ekonomi dan keluarga akan semakin memberikan kepuasan kerja bagi

pegawai.

Jadi, H2: Dimensi ekonomi dan keluarga mempunyai pengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan kerja.

Kebutuhan-kebutuhan bersosialisasi pada saat bekerja dan diluar waktu

bekerja akan memberikan keleluasaan kepada pegawai dalam berinteraksi baik di

tempat kerja maupun diluar waktu kerja. Hal ini akan menciptakan hubungan

yang harmonis antar pegawai dengan pegawai lainnya di kantor maupun pegawai

dengan lingkungan di luar kerja. Keharmonisan hubungan ini tentunya akan

mendorong rasa puas pegawai terhadap kebutuhan untuk bersosialisai

(berinteraksi) baik pada saat bekerja maupun diluar waktu kerja.

Jadi H3: Dimensi sosialisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja.

Kebutuhan untuk dihargai, yaitu penghargaan dan apresiasi terhadap

pekerjaan yang dilakukan baik di dalam organisasi maupun di luar organisasi

merupakan bagian penting lainnya yang akan memberikan kepercayaan diri

kepada pegawai atas keahlian yang dimiliki. Tingkat kepuasan kerja pegawai akan

semakin meningkat ketika kemampuan yang dimilikinya dalam menyelesaikan

pekerjaan baik di kantor maupun di luar kantor mendapatkan apresiasi positif .

22

Page 23: Proposal QWL

Jadi, H4: Dimensi penghargaan mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja.

Kebutuhan mengaktualisasi diri, yaitu kebutuhan aktualisasi dari bakat

potensial seseorang sebagai seorang professional di dalam organisasi. Organisasi

yang mampu mengenali dan meningkatkan potensi yang dimiliki oleh pekerja

dengan memberikan kesempatan bagi pekerja untuk mengaktualisasikan bakat

potensialnya sebagai profesional akan meningkatkan kepuasan kerja bagi pekerja.

Jadi, H5: Dimensi aktualisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja.

Kebutuhan akan pengetahuan, yaitu belajar meningkatkan keahlian dalam

pekerjaan dan secara professional. Memberikan kesempatan belajar baik formal

maupun non formal bagi pekerja sehingga pekerja dapat melakukan pekerjaannya

dengan lebih baik dan semakin ahli dalam bidang tersebut, hal ini akan semakin

menigkatkan kepuasan kerja dari pekerja.

Jadi, H6: Dimensi pengetahuan mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja

Kebutuhan akan rasa seni (estetika), yaitu kreatifitas dalam bekerja baik

sebagai pribadi maupun dalam keindahan secara keseluruhan. Pekerja yang

memperoleh kesempatan untuk menjadi kreatif dalam memecahkan persolan yang

berkaitan dengan pekerjaannya cenderung lebih puas dengan pekerjaannya

dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki kesempatan untuk kreatif

dalam memecahkan persoalan yang berkaitan dengan pekerjaannya.

23

Page 24: Proposal QWL

Jadi, H7: Dimensi estetika mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

kepuasan kerja.

1.8. Kerangka penelitian

Berdasarkan apa yang sudah dibahas di depan kerangka penelitian dapat

diilustrasikan sebagai berikut :

Gambar 2.1

Dimensi QWL

1.9. Metodologi Penelitian

1.9.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian survei dengan menggunakan kuesioner.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian dengan metode cross sectional yaitu

24

Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)

Aktualisasi

H1

H2

H3

H4

H5

Pengetahuan

Estetika

Penghargaan

Sosial

Ekonomi dan Keluarga

Kesehatan dan Keamanan

H6

H7

Page 25: Proposal QWL

suatu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi (data) dari

sampel tertentu yang hanya dilakukan satu kali (Santoso dan Tjiptono, 2001).

1.9.2. Konteks Penelitian

Penelitian ini bertempat di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Latihan

Aparatur (BKPLA) Provinsi Papua. BKPLA Provinsi Papua merupakan Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua.

Penelitian dilaksanakan pada tanggl 12 sampai 29 Oktober 2011.

1.9.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang bersumber dari

subjek yang diamati dan diteliti secara langsung dengan mengadakan

pengumpulan data kepada sampel yang telah ditentukan. Data dikumpulkan

melalui penyebaran kuesioner yang telah dibuat dan disusun dalam bentuk

pertanyaan yang berisi rangkaian pernyataan-pernyataan sesuai dengan data

variabel yang akan diteliti, yaitu dimensi-dimensi QWL (Kesehatan dan

Keamanan, Ekonomi dan Keluarga, Sosial, Penghargaan, Aktualisasi,

Pengatahuan dan Estetika) dan kepuasan kerja sehingga total pertanyaan sebanyak

22 item. Dasar dari pengambilan data adalah self report dari subyeknya. Dengan

metode ini diharapkan dapat mengenai sasaran, karena subyek dianggap paling

tahu dirinya sendiri. Dalam penelitian ini digunakan juga data sekunder dari

dokumen BKPLA Provinsi Papua yang diperlukan untuk keperluan penelitian.

25

Page 26: Proposal QWL

1.9.4. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan kumpulan individu atau obyek penelitian yang

memiliki kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Berdasarkan

kualitas dan ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok individu

atau obyek pengamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik

(Cooper & Emory, 1995). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah

seluruh pegawai yang tidak menduduki jabatan struktural pada BKPLA Provinsi

Papua yang berjumlah 114 orang.

Metode pengambilan sampel untuk penelitian ini menggunakan metode

Pusposive Sampling dengan status PNS digunakan sebagai dasar untuk

menentukan sampel. Kriteria ini dipilih dengan alasan seorang PNS telah

memiliki 100 persen hak sebagai Pegawai Negeri, telah memiliki masa kerja

minimal dua tahun dan telah memahami kondisi kerja. Sampel dalam penelitian

ini adalah seluruh PNS non manajerial, yaitu 114 sampel.

1.9.5. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini merupakan data primer dan sekunder yang

diperoleh dari responden secara langsung dan BKPLA Provinsi Papua.

Kuesioner (daftar pertanyaan terlampir) yang digunakan terdiri dari :

Bagian I : Berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai karakteristik responden,

yaitu berapa usia berdasarkan ulang tahun terakhir, sudah berapa

lama bekerja, golongan/ruang saat ini, agama, sudah menikah atau

belum, jenis kelamin dan pendidikan terakhir.

26

Page 27: Proposal QWL

Bagian II : Berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai Kualitas Kehidupan Kerja

(QWL) yang diadaptasi dari M.J. Sirgy, D. Efraty, P. Siegel, D.J.

Lee (2001). Total pertanyaan sebanyak 16 butir dengan

menggunakan skala likert. Pilihan jawaban tersebut adalah sebagai

berikut:

1 = Sangat Tidak Setuju (STS)

2= Tidak Setuju (TS)

3= Antara Tidak/Setuju (Antara TS/S)

4= Setuju (S)

5= Sangat Setuju (SS)

Bagian III : Berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai Kepuasan Kerja (Job

Satisfaction) yang diadaptasi Muhammad Safdar Rehman dan

Ajmal Waheed (2001). Total pertanyaan sebanyak 6 butir dengan

menggunakan skala likert. Pilihan jawaban tersebut adalah sebagai

berikut :

1 = Sangat Tidak Setuju (STS)

2= Tidak Setuju (TS)

3= Antara Tidak/Setuju (Antara TS/S)

4= Setuju (S)

5= Sangat Setuju (SS)

27

Page 28: Proposal QWL

1.9.6. Teknik Analisis Data

Suatu penelitian membutuhkan analisis data dan interpretasinya yang

bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti dalam rangka

mengungkap fenomena sosial tertentu. Analisis data merupakan proses

penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan

diinterpretasikan. Metode yang dipilih untuk menganalisis data harus sesuai

dengan pola penelitian dan variabel yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini digunakan analisis kuantitatif. Persepsi responden

merupakan data kualitatif yang akan diukur dengan suatu skala sehingga hasilnya

berbentuk angka. Selanjutnya angka atau skor tersebut diolah dengan metode

statistik. Pengukuran metode ini adalah untuk mempermudah proses analisis data.

Dari berbagai macam alat analisis, peneliti menentukan beberapa alat

analisis yang sesuai dengan kebutuhan guna pembuktian hubungan hipotesis

penelitian. Alat analisis tersebut adalah uji validitas dan uji Reliabilitas dan

Regresi Linier Berganda.

1.9.7. Uji Validitas

Validitas mengukur apa yang semestinya diukur dan melakukan apa yang

semestinya dilakukan (Sekaran, 2000). Bila skala pengukuran tidak valid maka

skala tersebut tidak bermanfaat bagi peneliti karena tidak mengukur atau

melakukan apa yang seharusnya dilakukan (Kuncoro, 2003).

Menurut Sugiyono (2000), validitas instrumen diuji dengan menggunakan

korelasi skor butir dengan skor total “Product Moment (Pearson Correlation)".

28

Page 29: Proposal QWL

Analisis dilakukan terhadap semua butir instrumen. Kriteria pengujiannya

dilakukan dengan cara membandingkan dengan pada taraf a = 0,05.

Uji validitas diperoleh dengan menggunakan rumus Pearson Correlation

yang penyelesaiannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0.

Sebuah item dinyatakan valid jika corrected item total correlation lebih besar dari

batas korelasi tabel.

1.9.8. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat kestabilan dan keandalan alat ukur dalam

mengukur segala gejala. Untuk mengukur reliabilitas digunakan koefisien

Cronbach Alpha (Sekaran, 2006). Reliabilitas merupakan alat ukur untuk

mengukur konsistensi dan stabilitas dari suatu skor (skala pengukuran). Untuk

mengetahui tingkat reliabilitas item digunakan rumus Cronbach Alpha, dimana

rumus ini digunakan untuk menguji reliabilitas berdasarkan atas uraian kuesioner

dengan skala bertingkat.

Dalam metode pengujian reliabilitas, standar yang digunakan dalam

menentukan reliabel dan tidaknya suatu instrumen adalah nilai Cronbach Alpha

harus lebih besar dari 0,6 (Sekaran, 2006). Apabila Cronbach Alpha > 0,6, berarti

kuesioner tersebut sebagai alat pengukur dalam penelitian ini telah memenuhi

syarat keandalan atau reliabel. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan

program SPSS 17.0.

29

Page 30: Proposal QWL

1.9.9. Uji Statistik Regresi Linear

Uji statistik regresi bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel

yang diteliti, dimana hasil dikonsultasikan dengan korelasi product

moment, pada taraf kesalahan ditetapkan 5% (taraf kepercayaan 95%), dengan

ketentuan: 1) Jika > , maka Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti

ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel X dengan Y; 2) Jika <

, maka Ha ditolak dan Ho diterima yang berarti tidak ada pengaruh positif

dan signifikan antara variabel X dengan Y.

Uji statistik regresi linear berganda dilakukan dengan menggunakan

progam SPSS 17.0.

1.10. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Bab pendahuluan memuat latar belakang masalah, perumusan

masalah, batasan masalah, manfaat yang diharapkan, tujuan

penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini membahas membahas tentang tinjauan pustaka tentang

temuan peneliti terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian

yang mendukung penelitian, landasan teori tentang konsep/teori

yang berkaitan dengan topik penelitian dan hipotesis.

30

Page 31: Proposal QWL

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini membahas tentang penjelasan tempat dan waktu

penelitian, populasi dan sampel, hipotesis penelitian, metode

penelitian, cara pengumpulan data, cara menganalisis data yang

diperoleh dan cara menyimpulkan hasil penelitian pada BKPLA

Provinsi Papua.

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang penjabaran dari hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh peneliti. Penjabaran ini mengunakan alat-alat

analisis yang sesuai dengan bukti hipotesis yang telah dikemukakan

penulis.

Bab V : Penutup

Bab ini membahas kesimpulan dari seluruh pembahasan, disertai

dengan saran dari penulis berdasarkan hasil analisis yang telah

dilakukan, implikasi manajerial dan keterbatasan penelitian.

31