proposal ptk mata pelajaran sejarah

41
A. JUDUL PENELITIAN PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA KELAS X MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATERI POKOK ZAMAN PRASEJARAH B. LATAR BELAKANG MASALAH Peranan pendidikan di Indonesia menjadi prioritas utama, secara jelas di dalam UUD 1945 pada pasal 31 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan penyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Peran pendidikan nasional yang berkaitan dengan sejarah yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta tanah air (nasionalisme) dan mempertebal semangat kebangsaan (patriotisme).

Upload: dhooniee-chikhidonkk

Post on 21-Oct-2015

984 views

Category:

Documents


137 download

TRANSCRIPT

A. JUDUL PENELITIAN

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA

SMA KELAS X MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

JIGSAW PADA MATERI POKOK ZAMAN PRASEJARAH

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Peranan pendidikan di Indonesia menjadi prioritas utama, secara jelas di

dalam UUD 1945 pada pasal 31 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah

mengusahakan dan penyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur

dengan undang-undang. Peran pendidikan nasional yang berkaitan dengan sejarah

yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, bertaqwa kepada Tuhan yang

Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras.

Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa

cinta tanah air (nasionalisme) dan mempertebal semangat kebangsaan

(patriotisme).

Upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional melalui penerapan

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP 2006) dimana didalamnya terdapat

perubahan materi dalam pembelajaran sejarah. Pernyataan yang sangat fenomenal

dari Presiden Sukarno yang berkaitan erat dengan sejarah bahwa ”bangsa yang

besar adalah bangsa yang selalu menghargai sejarah perjuangan bangsanya”.

Ungkapan yang begitu bijaksana apabila dikaji secara mendalam mengandung

pengertian Verstehen dan Erleben ( Kartodirjo, 1993) yaitu menyelami dalam

membuka tabir kebenaran masa silam. Jastifikasi sejarah dalam perjalanan suatu

bangsa dengan sendirinya akan membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai

dengan jiwa jaman tersebut.

Pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang membosankan, siswa akan

bertanya, mengapa kita belajar sejarah? Mengapa kita harus mempelajari masa

lalu? Bahkan sampai pernyataan ekstrim yaitu apa gunanya kita belajar sejarah?

masa lampau yang sudah lewat tidak perlu diteliti atau dipelajari. Hambatan-

hambatan umum dalam pembelajaran sejarah dapat diungkap yaitu; (1) doktrin

patent pembelajaran sejarah sejak kita di bangku SD sampai dengan SMA tidak

terlepas dari 4 W + 1 H ( why, when, where, who dan how) (2) materi masa

lampau yang sangat luas meliputi seluruh aspek kehidupan penting manusia di

dunia (3) metode pembelajaran cenderung didominasi oleh ceramah (4)

ketidakseimbangan jumlah jam tatap muka dengan materi yang ada (5) kurikulum

yang selalu berubah-ubah (6) siswa kurang berminat membaca cerita sejarah (7)

tidak memadainya sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis (8) sejarah adalah

ilmu sosial selalu dipandang sebelah mata sebagai mata pelajaran kelas dua

setelah eksakta. Kurikulum terbaru 2006 memberikan strategi  kepada pengajar

bagaimana supaya siswa lebih giat memacu dirinya lebih kreatif dan inovatif,

begitu pula pendekatan yang dilakukan dalam  strategi belajar mengajar sehingga

hasil belajar siswa ranah kognitif, dan afektif dapat sesuai dengan kompetensi

yang diharapkan.

Pengajaran sejarah mengupayakan siswa agar dapat membangun

pemikiran yang kritis analisis dari interpretasi kebenaran fakta dan data secara

benar baik pada ranah kognitif, maupun afektif (Hariyono, 1998). Kurikulum

pelajaran sejarah tahun 1984-an  pernah dicoba mata pelajaran baru cabang

sejarah yang lebih menekankan aspek kognitif dan afektif yaitu PSPB

(Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) namun dihapus pada suplemen

kurikulum 1994.  Terdapat tanggapan bahwa pembelajaran sejarah cenderung

hanya ingatan, dan hafalan,  guru selalu mengidolakan metode ceramah sebab

bercerita lebih tepat untuk kajian masa lalu. Guru-guru sejarah kesulitan

menentukan formula (teknik, metode, dan pendekatan) yang sesuai untuk materi

tertentu.

Pembelajaran sejarah, dimanapun secara umum hanya bersumber pada

buku paket untuk dibaca atau LKS untuk dikerjakan secara naratif tanpa diberikan

bukti konkrit visual berupa gambar, foto, dan peta. Pemahaman sejarah hanya

sebatas ingatan tanpa bisa menyelami peristiwanya; sebagai contoh pada tahun

1944 Jepang melakukan praktek romusya terhadap rakyat Indonesia, siswa hanya

memahami bahwa romusya adalah kerja paksa tetapi tidak mengetahui bentuk 

kerja paksa yang bagaimana?, seperti apa paksaan itu? Pemahaman ini menjadi

bias jika tidak ada visualisasi, siswa hanya menjadi imajiner-founding

(Notosusanto, 1985).

Keadaan di atas akan membawa dampak yang tidak menguntungkan

dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran sejarah dan semestinya dicarikan

pemecahan alternatif yang paling efektif dan efisien atau solusi sebagai

pelaksanaan perbaikan metode atau pendekatan pembelajaran beserta teknik dan

bentuk yang sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Peneliti

sebagai guru sejarah mengupayakan peningkatan hasil belajar sejarah dan

aktivitas belajar siswa dengan menerapkan model kooperatif jigsaw pada materi

pokok Zaman prasejarah dalam suatu penelitian tindakan kelas.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan utama dapat

dirumuskan sebagai berikut: ”Bagaimana peningkatan aktivitas dan hasil belajar

siswa kelas X dalam materi pokok Zaman prasejarah melalui penerapan model

kooperatif jigsaw?”. Permasalahan utama diuraikan atas beberapa pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah penggunaan model kooperatif jigsaw dapat meningkatkan hasil

belajar?

2. Apakah penggunaan model kooperatif jigsaw dapat meningkatkan aktivitas

siswa?

3. Bagaimakah minat siswa dalam belajar sejarah melalui penerapan model

kooperatif jigsaw?

4. Bagaimanakah tanggapan guru dan siswa terhadap pembelajaran materi pokok

Zaman prasejarah melalui model kooperatif jigsaw?

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian berdasarkan permasalahan utama dan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Meningkatkan aktivitas siswa

3. Mengungkap minat siswa dalam belajar sejarah melalui penerapan model

kooperatif jigsaw.

4. Mengungkap tanggapan guru dan siswa terhadap pembelajaran materi pokok

Zaman prasejarah melalui model kooperatif jigsaw.

5. Memformulasikan strategi pembelajaran materi pokok Zaman prasejarah

dengan model kooperatif jigsaw bagi siswa SMA kelas X.

E. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat hasil penelitian tindakan dapat digunakan untuk:

1. Siswa:

Membantu siswa mencapai kompentensi diri dalam menuntaskan

materi pembelajaran sejarah

- Membantu siswa meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran sejarah.

- Membantu siswa memahami konsep, kejadian, peristiwa, fakta, data dan

interprestasi serta kebenaran sejarah lewat gambar-gambar

- Konstruktif dalam menelaah eksistensi masa lalu, menghargai perjuangan

dan hasil kebudayaan masa lampau lewat visualisasi.

- Membangun keberanian mengungkapkan fakta sejarah, kritis pada setiap

peristiwa masa lampau

2. Guru:

- Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman tentang penelitan tindakan

kelas.

- Mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara

komprehensif dengan berbagai pendekatan dan penilaian.

- Memotivasi untuk menerapkan model pembelajaran yang kreatif serta

inovatif dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.

F. KAJIAN TEORI

1. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran

yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif

merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota

kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Setiap siswa

anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran pada saat menyelesaikan tugas kelompoknya.

Belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok

belum menguasai bahan pelajaran.

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai

berikut (Lungdren, 1994).

1) Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau

berenang bersama.”

2) Siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta

didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri

sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

3) Siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang

sama.

4) Siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para

anggota kelompok.

5) Siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut

berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh

keterampilan bekerja sama selama belajar.

7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual

materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Thompson, et al. (1995), menatakan bahwa pembelajaran

kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran

sains. Siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling

membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari

4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Kelompok

heterogen dimaksud yaitu terdiri dari campuran berbagai kemampuan

siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa

menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar

belakangnya.

Pembelajaran kooperatif mendidik siswa dalam hal keterampilan-

keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam

kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar

kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk

diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah

mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok

tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan

individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari

pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan

individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya

(Slavin, 1994).

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan diantaranya untuk

mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim,

et al (2000), yaitu:

1) Hasil belajar akademik

Meskipun belajar kooperatif mencakup beragam tujuan sosial,

juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting

lainnya. Ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu

siswa memahami konsep-konsep sulit. Pengembang model ini telah

menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah

dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan

norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Pembelajaran

kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok

bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan

tugas-tugas akademik, di samping mengubah norma yang

berhubungan dengan hasil belajar.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan

secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya,

kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran

kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang

dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas

akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar

saling menghargai satu sama lain.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah,

mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.

Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab

saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran

kooperatif secara berurutan seperti yang diuraiakan oleh Arends adalah

sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Pembelajaran kooperatif memiliki

enam fase (Arends, 1997).

Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkahlaku Guru

Fase 1:

Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa.

Guru menyampaikan semua tujuan pmbelajaran

yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut

dan memotivasi siswa belajar .

Fase 2:

Menyajikan informasi.

Guru menyampaikan informasi kepada siswa

dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan

bacaan.

Fase 3:

Mengorganisasikan siswa

kedalam kelompok belajar.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana

caranya membentuk kelompok belajar dan

membantu setiap kelompok agar melakukan

transisi secara efisien.

Fase 4:

Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar

pada saat mereka mengerjakan tugas.

Fase 5:

Evaluasi.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

yang telah dipelajari atau masing-masing

kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6:

Memberikan penghargaan.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik

upaya maupun hasil belajar individu dan

kelompok.

Pembelajaran kooperatif dimulai dengan kegiatan guru

menginformasikan tujuan-tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa

untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam

bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan langkah-langkah yaitu

siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk

menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir dari

pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok atau

mengetes apa yang telah dipelajari oleh siswa dan pengenalan kelompok

dan usaha-usaha individu.

d. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe

pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu

kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar

dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam

kelompoknya (Arends, 1997).

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model

pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang

terdiri dari 4–6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling

ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan

bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi

tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa

terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa

tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus

siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota

kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu

dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk

mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, 2008).

Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama

bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang

topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-

siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada

anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari

sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw membagi kelompok

atas kelompok asal dan kelompok ahli”. Kelompok asal, yaitu kelompok

induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar

belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan

dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari

anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari

dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang

berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota

kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli

digambarkan seperti Gambar 1 (Arends, 2001).

Gambar 1. Ilustrasi Kelompok jigsaw

Anggota dari kelompok asal yang berbeda bertemu dengan topik

yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi

yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu

satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah

pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada

kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang

telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Jigsaw

didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara

mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi

tahu) terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya di akhir pembelajaran,

siswa diberi kuis secara individu yang mencakup topik materi yang telah

dibahas. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependensi setiap siswa

terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan dengan

tujuan agar dapat mengerjakan kuis dengan baik.

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, disusun

berdasarkan langkah-langkah pokok sebagai berikut; (1) pembagian tugas,

(2) pemberian lembar ahli, (3) mengadakan diskusi, (4) mengadakan kuis.

Adapun rencana pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini diatur secara

instruksional sebagai berikut (Slavin, 1995):

1. Membaca: siswa memperoleh topik-topik ahli dan membaca materi

tersebut untuk mendapatkan informasi.

2. Diskusi kelompok ahli: siswa dengan topik-topik ahli yang sama

bertemu untuk mendiskusikan topik tersebut.

3. Diskusi kelompok asal: ahli kembali ke kelompok asalnya untuk

menjelaskan topik pada kelompoknya.

4. Kuis: siswa memperoleh kuis individu yang mencakup semua topik.

5. Penghargaan kelompok: penghitungan skor kelompok dan menentukan

penghargaan kelompok.

Perhitungan skor perkembangan individu dan skor kelompok

dilakukan setelah kuis dilakukan. Skor individu setiap kelompok memberi

sumbangan pada skor kelompok berdasarkan rentang skor yang diperoleh

pada kuis sebelumnya dengan skor terakhir. Arends (1997) memberikan

petunjuk perhitungan skor kelompok sebagaimana terlihat dalam Tabel 2

berikut.

Tabel 2. Konversi Skor Perkembangan

Skor Kuis Individu Skor Perkembangan

1.      Lebih dari 10 poin dibawah skor awal

2.      10 poin sampai 1 poin di bawah skor awal

3.      Skor awal sampai 10 poin di atasnya

4.      Lebih dari 10 poin di atas skor awal

5.      Nilai sempurna (tidak didasarkan skor awal)

5

10

20

30

30

Penentuan tingkat penghargaan yang diberikan untuk prestasi

kelompok, menurut Arends (1997) dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Tingkat Penghargaan Kelompok

Rata-rata Kelompok Penghargaan

15

20

25

Good Team (Tim yang bagus)

Great Team (Tim yang hebat)

Super Team (Tim yang super)

2. Penguasaan Konsep sebagai Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan atau kecakapan yang dimiliki

peserta didik setelah melalui pengalaman dari proses pembelajaran yang telah

ditempuhnya. Kemampuan dimaksud mencakup kemampuan dalam aspek

kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pembelajaran yang dilakukan dapat

mencakup baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.

Sukmadinata (2004) mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan

suatu konsep yang bersifat umum, di dalamnya tercakup apa yang disebut

prestasi (achievement). Prestasi merupakan suatu perilaku hasil belajar yang

dihubungkan dengan suatu standar kesempurnaan (standard of excellence).

Sudjana (2000) mengungkapkan bahwa, hasil belajar adalah perubahan

tingkah laku yang  diperoleh dari kegiatan belajar.

Keberhasilan siswa dalam melakukan kegiatan belajar secara tepat dan

dapat dipercaya penting untuk diketahui. Hal ini diperlukan informasi yang

didukung oleh data yang objektif dan memadai tentang indikator-indikator

hasil belajar siswa. Hasil belajar teramati pada perubahan pengetahuan, sikap,

dan keterampilan berkaitan dengan tujuan dan materi pembelajaran. Hasil

belajar yang ingin dicapai hendaknya sesuai dengan tujuan belajar yang ada,

menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Hasil belajar aspek kognitif hasil revisi Anderson dan Krathwhol

(Krathwhol, 2002), dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu dimensi pengetahuan

dan dimensi proses kognitif. Dimensi proses kognitif hasil belajar terdiri dari

proses mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply),

menganalisa (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create).

Dimensi pengetahuan terdiri dari pengetahuan faktual (factual knowledge),

pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural

(procedural knowledge), dan pengetahuan metakognitif (metacognitive

knowledge).

Proses mengingat merupakan perolehan pengetahuan yang sesuai dari

memori jangka panjang. Memahami berarti dapat memaknai pesan-pesan

yang diperoleh dari pembelajaran dalam bentuk komunikasi lisan, tertulis, dan

grafik. Menerapkan adalah menggunakan suatu prosedur tertentu sesuai

dengan situasi yang dihadapi. Menganalisa yaitu menguraikan menjadi

bagian-bagian penyusun dan mencari bagaimana hubungan antara satu bagian

dengan bagian lainnya dari keseluruhan struktur. Mengevaluasi adalah

kemampuan membuat suatu keputusan berdasarkan kriteria-kriteria atau

standart. Mencipta merupakan suatu kemampuan penggunaan bahan dasar

tertentu secara bersama untuk membentuk suatu yang baru (Brandstorm,

2005).

Pengetahuan faktual merupakan pengetahuan utama dan mendasar

yang harus diketahui siswa pada saat mempelajari suatu disiplin atau

menyelesaikan masalah yang terkait dengan disiplin ilmu tertentu.

Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang hubungan antara bagian-

bagian utama dari suatu struktur yang lebih besar yang ditunjukkan adanya

fungsi bagian tersebut secara keseluruhan. Pengetahuan prosedural yaitu

pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu seperti metode berpikir,

kriteria, teknik maupun metode. Pengetahuan metakognitif merupakan

pengetahuan tentang kognisi secara umum seperti kesadaran dan pengetahuan

seseorang dalam hal kognisi dirinya sendiri  (Krathwhol, 2002).

Unsur-unsur yang terdapat dalam aspek psikomotor seperti dinyatakan

Elizabeth dan Bloom (Biehler dan Snowman, 1990) adalah:

1)      Tanggapan (perception), yaitu penggunaan organ indera untuk menghasilkan

isyarat yang diperlukan pada aktivitas gerakan terarah, terdiri dari: a) perangsangan

panca indera (sensory stimulation), merupakan penerjemahan terhadap rangsangan

panca indera dengan  contoh mendengarkan suara yang dikeluarkan senar biola

berdasarkan bunyi garpu tala; b) pemilihan isyarat (cue selection), merupakan

pengidentifikasian isyarat-isyarat yang relevan dan menghubungkannya dengan sikap

yang tepat dengan contoh pengaturan kembali suara yang menunjukkan indikasi

kesalahan fungsi alat, menambah vaselin pada kran buret karena terasa mulai kesat; c)

translasi (translation) merupakan penghubungan isyarat panca indera pada saat

melakukan aksi gerakan dengan contoh mengatur aliran larutan standar pada buret

dengan memutar keran, meneteskan larutan untuk ketepatan volume larutan pada

gelas ukur.

2)      Kesiapan (set) yaitu kesiapan dalam melakukan suatu tindakan, terdiri dari: a)

kesiapan mental (mental set), merupakan kesiapan mental untuk melakukan tindakan

dengan contoh mengetahui dan mempertimbangkan keadaan yang terjadi setelah

reaksi pada tabung; b) kesiapan fisik (physical set), merupakan kesiapan tubuh dalam

melakukan suatu tindakan dalam bentuk posisi tubuh, postur, titik pandang dan

perhatian pada arahan dengan contoh menggunakan mereaksikan zat pada tabung

reaksi secara tepat; c) kesiapan emosi (emotional set), merupakan adanya kemauan

dan keinginan untuk melakukan tindakan.

3)      Respon terarah (guided responses) yaitu  bertindak sesuai arahan suatu pedoman

atau model, terdiri dari: a) peniruan (imitation), merupakan mencontoh tindakan  dari

seseorang dengan contoh mengayunkan reket setelah melihat seorang ahli

mendemonstrasikan pukulan, mengaduk campuran larutan dalam labu takar setelah

melihat cara yang dilakukan guru; b) coba-coba (trial and error), merupakan

percobaan berbagai tindakan sebelum diperoleh satu tindakan yang benar dengan

contoh melakukan berbagai cara mengaduk campuran hingga larut sempurna.

4)      Mekanisme (mechanism) yaitu kemampuan untuk bertindak seperti yang biasa

dilakukan dengan beberapa tingkatan.

5)      Respon kompleks yaitu melakukan tindakan dengan keahlian tingkat tinggi.

6)      Adaptasi (adaptation) yaitu menggunakan keahlian yang dimiliki dari belajar untuk

melakukan suatu yang baru tetapi masih berhubungan dengan yang ada dengan

contoh menggunakan kemampuan hasil belajar mengetik dengan mesin tik serta

dikembangkan untuk penerapan pada pengetikan dengan komputer.

7)      ”Origination” yaitu membuat gerakan baru setelah mengadakan pengembangan

keahlian lebih lanjut, dengan contoh menciptakan bentuk baru tarian modern. 

F.   METODOLOGI PENELITIAN

A.    Rencana dan Prosedur Penelitian

1.      Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action

Research). Penelitian PTK dilakukan sebanyak tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari

perencanaan, pelaksanaan tindakan dengan pembelajaran Zaman prasejarah dengan

model kooperatif jigsaw dan observasi, serta refleksi (Arikunto dkk, 2007: 16) dan

(Burns, 1999: 33; Lewin dalam Sukmadinata, 2005: 145).

Disain penelitian tindakan salah satunya adalah model Kemmis dan Mc

Taggrat, yaitu berupa perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat yang

terdiri dari empat komponen antara lain: perencanaan, tindakan, pengamatan dan

refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu

siklus. Model tersebut digambarkan seperti Gambar 2. Siklus pada tindakan ini

merupakan suatu putaran kegiatan yang berbentuk spiral terdiri dari perencanaan,

tindakan, observasi, dan refleksi (Depdikbud,1999: 22).

     

            Gambar 2. Siklus Penelitian Tindakan Model Kemmis dan Taggrat

2.      Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa SMA Negeri 1 Bayang Kelas X

sebanyak 32 orang.

3.      Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dilakukan dengan tahapan:

1)      Perencanaan tindakan

a)      Menentukan pokok bahasan yang akan dijadikan sasaran dalam tindakan.

b)      Merancang RPP

c)      Menyusun skenario pembelajaran yang sesuai dengan strategi, metoda, dan teknik

yang ditetapkan.

d)     Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS)

e)      Menyiapkan sumber belajar

f)       Menyiapkan format laporan observasi aktivitas guru dan siswa serta tanggapan

siswa.

g)      Menyusun instrumen pengumpul data

h)      Menetapkan indikator pencapaian hasil belajar.

i)        Menyiapkan format evaluasi

2)      Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan merupakan pelaksanaan proses pembelajaran pada materi

pokok Zaman prasejarah dengan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif

jigsaw. Langkah-langkah proses pembelajaran dilakukan dengan enam tahapan.

3)      Observasi

Observasi dilakukan oleh guru mitra saat pelaksanaan pembelajaran. Hal-hal yang

diobservasi yaitu kegiatan atau aktivitas guru, aktivitas siswa. Aktivitas guru

diobservasi mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, hingga kegiatan akhir. Observasi

aktivitas siswa dilakukan terhadap aktivitas bertanya, menanggapi pertanyaan, dan

diskusi.

4)      Refleksi

Refleksi dilakukan setelah hasil observasi diperoleh. Hasil observasi digunakan untuk

refleksi perbaikan tindakan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus

selanjutnya.

4.      Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas guru dan

siswa, angket tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran, pedoman wawancara,

dan soal tes.

5.      Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif berupa data hasil observasi dianalisis secara deskriptif

berdasarkan pendapat ahli pada setiap siklus pada tahapan refleksi. Hasil refleksi

digunakan untuk merevisi tindakan melalui perencanaan tindakan pada siklus

selanjutnya. Analisis data kualitatif didukung oleh data kuantitatif dari hasil tes. Data

kuantitatif hasil tes dihitung rata-ratanya untuk melihat ketercapaian KKM.

G. JADWAL PENELITIAN

JADWAL PELAKSANAN PENELITIAN

No KegiatanAlokasi

Waktu

Keterang

an

1 2 3 4

A Persiapan

1. Penyusunan Proposal

9 hari

2. Penyusunan Instrimen untuk data

pengamatan dan wawancara

6 hari

3. Kontak awal, minta ijin, mengadakan

kesepakatan dengan responden

1 hari

B Pelaksanaan

1. Pengumpulan data dan pencatatan data

1 hari

2. Mengadakan wawancara guru dan siswa

4. Refleksi 2 hari

Perencanaan Tindakan Lanjutan refleksi

(persiapan pelaksanaan)

C Pelaksanaan Siklus 2 6 hari

D Pelaksanaan Siklus 3 6 hari

E Penyusunan Laporan 15 hari

Jumlah 47 hari

G. DAFTAR PUSTAKA

Arends, R. I. (1997). Classroom Instruction and Management. New York: McGraw

Hill Companies.

Arends, R. I. (2001). Learning to Teach. New York: McGraw Hill Companies.

Arikunto S., Suhardjono., Supardi. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:

Penerbit Bumi Aksara.

Biehler, F.R. & Snowman J. (1990). Psychology Applied to Teaching (Sixth edition).

Boston: Houghton Mifflin Company.

Brandstorm, A. (2005). Differentiated Task in Mathematics Textbooks: An Analysis

of the levels of difficulty. Lulea: Lulea university of technology.

Burns Anne. (1999). Collaborative Action Research for English Language Teacher.

Cambridge: Cambridge University Press.

Ibrahim, M., Fida R., Nur, M. dan Ismono. (2000). Pembelajaran Kooperatif.

Surabaya: Unesa Press.

Krathwohl R. D. (2002). A revision of Bloom’s: an overview – Benjamin S. Bloom,

University of Chicago. Chicago: University of Chicago.

Lie, Anita. (2008). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di

Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Lungdren, L. (1994). Cooperative Learning in The Science Classroom. New York:

McGraw Hill Companies.

Slavin. (1995). Cooperative Learning Theory. Second Edition. Massachusetts: Allyn

and Bacon Publisher.

Slavin. (1994). Educational Psychology, Theory and Practice. Needham Heights:

Allyn & Bacon.

Sudjana, N. (2000). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Sukmadinata, N.S, (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Sukmadinata N. S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung:

Kesuma Karya.