proposal penelitian kel.6 edited (1).pdf
TRANSCRIPT
PROPOSAL PENELITIAN
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK AIR DAUN PANDAN WANGI
(Pandanus amaryllifolius Roxb) TERHADAP PROFIL LIPID DARAH
TIKUS WISTAR JANTAN DENGAN DISLIPIDEMIA
Oleh : Kelompok 6
Dosen Pembimbing : dr. Merlita Herbani, M.Biomed.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2015
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah hal terpenting dan utama dalam kehidupan manusia. Setiap orang
tentu menginginkan untuk dapat hidup sehat, panjang umur, serta tetap produktif. (Wirya,
2012). Jumlah penduduk usia lanjut di dunia termasuk Indonesia dari hari ke hari mengalami
peningkatan. Namun sangat disayangkan peningkatan jumlah ini tidak diikuti dengan
peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup, sehingga sangat diperlukan kesadaran dan
pengertian masyarakat mengenai penyebab proses penuaan, upaya pencegahan,
memperlambat maupun menghambat proses penuaan ini. Selanjutnya akan diikuti oleh
kematian yang merupakan suatu peristiwa sebagai kenyataan yang tak terhindarkan (Bagiada,
2001).
Banyak faktor yang menyebabkan orang mengalami proses penuaan lebih cepat dari
yang seharusnya. Dengan bertambah baiknya kondisi sosial ekonomi dan perubahan gaya
hidup, sangat mempengaruhi pola hidup sehat seseorang. Perubahan pola makan yaitu asupan
lemak jenuh meningkat, sedangkan aktivitas fisik makin berkurang. Kondisi ini akan
menyebabkan penimbunan lemak di jaringan tubuh. Juga menimbulkan kelainan
metabolisme lemak darah yang dikenal sebagai dislipidemia (Wirya, 2012).
Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan kadar total kolesterol, kadar trigliserida, kadar LDL serta penurunan kadar HDL.
Berdasarkan berbagai penelitian, dinyatakan bahwa kelainan kadar lipid dalam darah
(dislipidemia) adalah faktor risiko utama timbulnya aterosklerosis (Suryaatmadja dan Silman,
2006).
Di Indonesia prevalensi dislipidemia semakin meningkat. Penelitian MONICA
(Multinational Monitoring of Trends Determinants in Cardiovascular Diseases) I di Jakarta
tahun 1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total pada wanita adalah 206,6 mg/dl
dan pria 199,8 mg/dl. Pada tahun 1993 terjadi peningkatan dimana rata-rata kolesterol total
wanita menjadi 213 mg/dl dan pria 204 mg/dl. Apabila dipakai batas kadar kolesterol > 250
mg/dl sebagai batasan hiperkolesterolemia maka pada MONICA I didapatkan
hiperkolesterolomia sebesar 13,45% untuk wanita dan 11,4% untuk pria. Pada MONICA II
meningkat menjadi 16,2% untuk wanita dan 14% untuk pria (Anwar, 2004).
3
Obat yang diproduksi industri farmasi banyak macamnya, namun penggunaannya
dalam jangka panjang dilaporkan mempunyai efek samping sehingga masyarakat
memanfaatkan herbal untuk mengobati penyakit gangguan metabolik (Kasper et al., 2005).
Pandan wangi merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan daunnya sebagai bahan
tambahan makanan, umumnya sebagai bahan pewarna hijau dan pemberi aroma. Aroma khas
dari pandan wangi diduga karena adanya senyawa turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-
acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014). Selain kegunaan tersebut, pandan wangi juga
dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetik pada ekstrak air, antioksidan pada ekstrak air dan
metanol, antikanker pada ekstrak etanol dan metanol, dan antibakteri pada ekstrak etanol dan
etil asetat (Prameswari dan Widjanarko, 2014; Ghasemzadeh and Jaafar, 2013; Chong et al.,
2012; Muhardi dkk., 2007).
Mengingat potensi senyawa polifenol dan tingginya kandungan polifenol di dalam
pandan wangi, maka penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan ekstrak daun pandan
wangi menjadi herbal terstandar yang dapat memperbaiki profil lipid darah, dikaji
berdasarkan efek antioksidan dan antikolesterol serta penghambatan MCP-1 dan disfungsi
endotel.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak air pandan wangi. Sedangkan variabel
tergantungnya adalah kadar kolesterol total darah, kadar trigliserida darah, kadar LDL darah, dan
kadar HDL darah. Penelitian ini bersifat eksperimen murni laboratorik yang memakai Pre
Test-Post Test Control Group Design (Pocock, 2008). Tikus yang sudah dislipidemia setelah
diberikan diet tinggi kolesterol dibagi secara acak menjadi dua kelompok. Kelompok pertama
merupakan kelompok kontrol sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok perlakuan
(Wirya, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah
penelitian ini sebagai berikut :
1.2.1 Apakah pemberian ekstrak air daun pandan wangi dapat menurunkan kadar
kolesterol total pada tikus dislipidemia?
1.2.2 Apakah pemberian ekstrak air daun pandan wangi dapat menurunkan kadar
kolesterol LDL (low density lipoprotein) pada tikus dislipidemia?
4
1.2.3 Apakah pemberian ekstrak air daun pandan wangi dapat menurunkan kadar
trigliserida pada tikus dislipidemia?
1.2.4 Apakah pemberian ekstrak air daun pandan wangi dapat meningkatkan kadar HDL
(high density lipoprotein) pada tikus dislipidemia?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini antara lain adalah :
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak air daun pandan
wangi terhadap profil lipid darah tikus yang menderita dislipidemia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak air daun pandan wangi terhadap
kadar kolestrol total pada tikus dislipidemia.
1.3.2.2 Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak air daun pandan wangi terhadap
kadar kolesterol LDL (low density lipoprotein) pada tikus dislipidemia.
1.3.2.3 Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak air daun pandan wangi terhadap
kadar trigliserida pada tikus dislipidemia.
1.3.2.4 Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak air daun pandan wangi terhadap
kadar HDL (high density lipoprotein) pada tikus dislipidemia.
1.4 Manfaat
Manfaat dilakukannya penelitian ini antara lain :
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Dari hasil penelitian diharapkan adanya tambahan wawasan pengetahuan tentang
potensi ekstrak air daun pandan wangi dalam memperbaiki profil lipid dan dapat digunakan
sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Klinis
Pemanfaatan pandan wangi dalam dunia kesehatan secara klinis ekstrak daun pandan
wangi dapat memperbaiki profil lipid dan sebagai obat alternatif dalam menangani
dislipidemia.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lipid
2.1.1 Trigliserida
Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan berbagai
organ dalam tubuh. Dari sudut ilmu kimia trigliserida merupakan substansi yang terdiri dari
gliserol yang mengikat gugus asam lemak. Trigliserida dalam tubuh digunakan untuk
menyediakan energi berbagai proses metabolisme. Fungsi lipid ini mempunyai peranan yang
hampir sama dengan karbohidrat yaitu memberi energi untuk tubuh (Guyton dan Hall, 2007).
Trigliserida adalah asam lemak dan merupakan jenis lemak yang paling banyak di
dalam darah. Kadar trigliserida yang tinggi dalam darah (hipertrigliseridemia) juga dikaitkan
dengan terjadinya penyakit jantung coroner. Tingginya trigliserida sering disertai dengan
keadaan kadar HDL rendah. Kadar trigliserida dalam darah banyak dipengaruhi oleh
kandungan karbohidrat makanan dan kegemukan (Gandha, 2009).
Trigliserida yang dibentuk dari kilomikron atau liporotein akan dihidrolisis
menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim LPL. LPL ini dibentuk oleh adiposit
dan disekresi ke dalam sel endotelial yang berdekatan dengannya. Aktivasi LPL
dilakukan oleh apoprotein C-II yang dikandung oleh kilomikron dan lipoprotein (very low
density lipoprotein/VLDL) (Sugondo, 2009).
Gambar 1. Struktur kimia trigliserida (Berg dkk., 2012)
2.1.2 Fospolipid
2.1.2.1 Definisi
Fosfolipid merupakan unsur utama pembentuk membran lipid, selain
mengandung asam lemak dan alkohol, juga mengandung residu asam fosfat, sejumlah
6
kecil fosfolipid terdapat dalam makanan dan dihidrolisa sebelum absorbsi pada proses
sintesa dan degradasi fosfolipid yang terdapat dalam sel (Peter A. Mayes. 2003).
Fosfolipid merupakan molekul yang bersifat amfilik, yaiut mempunyai gugus
alkil yang bersifat hidrofob (biasa disebut ekor) dan gugus fosfat yang bersifat
hidrofil (biasa disebut kepala). Dengan kata lain, fosfolipid mempunyai ekor bersifat
hidrofob (nonpolar) dan kepala yang bersifat hidrofil (polar). Hal tersebut berbeda
dengan lemak yang bersifat lidrofob (Parning, et al., 2000).
2.1.2.2 Macam-macam dan Struktur Fosfolipid
`Secara umum berdasarkan rantai utamanya, senyawa fosfolipid dibedakan
menjadi dua, yaitu gliserofosfolipid dan spingofosfolipid (Wehrmuller. 2007).
Struktur fosfolipid dibangun dari satu buah kerangka gliserol, dua buah asam lemak
(R’ dan R’’) yang teresterfikasi pada posisi sn-1 dan sn-2, serta gugus fosfat yang
mengikat rantai karbon R (Fahy, et al., 2005).
Asam lemak yang terikat pada gugus sn-1 dan sn-2 tergantung dari sumber
fosfolipidnya. Panjang rantai asam lemak dan derajad saturasinya (jumlah rantai
ganda) akan menentukan sifat fisikokimia dan fungsional dari fosfolipid (Vikbjerg,
2006). Penamaan gliserofosfolipid tergantung pada gugus X yang terikata pada gugus
fosfat pada posisi sn-3 dari kerangka gliserol. Gugus yang diikat oleh asam fosfatidat
ini antara lain kolin, etanolamina, serin dan inositol. Dengan demikian senyawa yang
termasuk senyawa yang termasuk fosfolipid ini adalah fosfatidilkolin,
fosfatidiletonalomina, fosfatidilserin dan fosfatidinositol. Pada umumnya fosfolipid
terdapat pada sel tanaman, hewan, dan manusia. Pada tanaman fosfolipid terdapat
pada kedelai, manusia dan hewan terdapat dalam telur , otak, hati, pankreas, paru-paru
dan jantung (Vikbjerg, 2006).
7
Radikal asam lemak rantai panjang membentuk bagian lipofilik dan
menunjukkan afinitas kuat terhadap lemak, sedangkan radikal fosfat menunjukkan
afinitas kuat terhadap air. Sehingga dalam campuran minyak dan air, lesitin mampu
membentuk emulsi dengan menurunkan tegangan permukaan interstisial antara fase
minyak dengan fase air. Nilai HLB lesitin berkisar antara 3-4. Menurut Kakuda
(2003), fosfatidilkolin merupakan komponen penting yang mempengaruhi
pembentukan struktur gel campuran fosfatida-stearin-minyak cair. Fosfatidilkolin
tergabung dalam jaringan kristal lemak dan bertanggung jawab meningkatkan
kapasitas ikatan hidrofobik campuran fosfatida-stearin-minyak cair. Pembetukan
struktur gel merupakan cara baru untuk mempertahankan stabilitas minyak cair
dengan kandungan dalam jumlah besar.
Gambar 2. Struktur Fosfolipid
2.1.3 Kolesterol
Kolesterol merupakan komponen struktural esensial yang membentuk membran sel
dan lapisan eksterna lipoprotein plasma. Kolesterol dapat berbentuk kolesterol bebas atau
8
gabungan dengan asam lemak rantai panjang sebagai kolesterol ester. Kolesterol ester
merupakan bentuk penyimpanan kolesterol yang ditemukan pada sebagian besar jaringan
tubuh. Kolesterol juga mempunyai makna penting karena menjadi prekursor sejumlah besar
senyawa steroid, seperti kortikosteroid, hormon seks, asam empedu, dan vitamin D (Murray
dkk., 2009).
Terdapat dua jenis kolesterol. Kolesterol eksogen adalah kolesterol yang terdapat
dalam diet dan diabsorbsi secara lambat dari saluran pencernaan ke dalam saluran limfe usus.
Selain itu, terdapat juga kolesterol yang disintesis di dalam sel tubuh dan disebut dengan
kolesterol endogen (Adam, 2009).
Bahan utama untuk sintesis kolesterol adalah asetat. Terdapat tiga tahap utama dalam
proses sintesis kolesterol (Berg dkk., 2012).
Tahapan tersebut adalah:
a. Sintesis isopentenil pirofosfat (IPP)
Pada proses ini terjadi perubahan Asetoasetil-CoA atau Asetil-CoA menjadi 3-
Hidroksi-3-Metilglutaril-CoA (HMG-CoA). Selanjutnya, enzim HMG-CoA reduktase
merubah HMG-CoA menjadi mevalonat (isoprenoid C6). Lalu mevalonat akan diubah
menjadi 5-pirofosfomevalonat dan kemudian diubah menjadi isopentenil pirofosfat (IPP).
b. Kondensasi 6 molekul isopentenil pirofosfat membentuk skualen
Pada proses ini, 6 molekul isopentenil pirofosfat mengalami
kondensasi dan membentuk skualen.
c. Siklisasi Skualen
Pada proses ini skualen mengalami siklisasi menjadi lanosterol. Kemudian
lanosterol diubah menjadi kolesterol.
Gambar 3. Struktur kimia kolesterol (Berg dkk., 2012)
9
2.1.4 Pencernaan Lipid
Lemak dalam makanan sehari-hari dominan dengan bentuk trigliserida yang banyak
terdapat makanan hewani daripada dari tanaman. Dalam makanan biasanya terdapat sedikit
bentuk lemak lain seperti fosfolipid,kolesterol, dan ester kolesterol. Proses pencernaan lemak
dimulai dalam mulut didahului dengan proses mekanik yaitu penghancuran oleh gigi
menjadikan potongan-potongan yang lebih kecil dan dicampur dengan enzim lipase lingual
yang terdapat di dalam kelenjar air liur. Setelah itu lemak masuk ke dalam esofagus dan
didalam esofagus lemak tidak mengalami proses pencernaan. Kemudian ke lambung, di
dalam lambung dengan bantuan enzim lipase lingual dalam jumlah terbatas memulai proses
hidrolisis trigliserida menjadi digliserida dan asam lemak, dan proses ini terbatas sebab lipase
lambung hanya dapat melakukan hidrolisis dalam jumlah terbatas ( Guyton & Hall 2007, hal.
852).
Selanjutnya dalam duodenum terdapat proses emulsifikasi lemak, dalam proses ini
lemak di hancurkan menjadi potongan yang lebih kecil lagi sehingga enzim yang larut air
juga bisa bekerja pada permukaan lemak. Dalam duodenum juga akan disekresikan garam
empedu dan fosfolipid lesitin dari empedu. Senyawa ini sangat berpengaruh besar dalam
pencernaan lemak karena diperuntukkan pemecahan lemak menjadi lebih kecil sehingga
enzim lipase yang hanya bisa larut air dalam air bisa bekerja pada permukaan lemak.Lemak
teremulsi dari hasil pemecahan diatas akan dicerna oleh lipase pancreas ditambah dengan
sedikit lipase usus menjadikan asam lemak bebas dan 2-monogliserida ( Guyton & Hall
2007, hal. 853).
2.1.5 Absorbsi Lipid
Setelah semuanya selesai, dan saat konsentrasi garam empedu dalam air tinggi, maka
akan cenderung membentuk gumpalan misel yang sangat kecil. Berdiameter antara 3 samapai
10
6 nanometer. Misel ini akan menuju brush border sel epitel usus dan memungkinkan untuk
diabsorbsi kedalam darah lalu garam empedunya sendiri akan dilepaskan kembali kedalam
kimus untuk digunakan dalam pembentukan misel dan pengangkutan kembali ( Guyton &
Hall 2007, hal. 857).
Setelah masuk sel epitel, asam lemak dan monogliserida diambil oleh reticulum
endoplasma halus sel, disini asam lemak dan monogliserida tersebut terutama terutama
digunakan untuk membentuk trigliserida yang baru yang selanjutnya dilepaskan dalam
bentuk kilomikron melalui bagian basal sel epitel, mengalir keatas melalui duktus limfe
torasikus dan menuju aliran darah. ( Guyton & Hall 2007, hal. 858)
2.1.6 Transpor Lipid
Dalam menjalankan perannya untuk meneruskan absrobsi lipid dari sumber makanan
yang sudah dicerna di usus, tubuh memiliki regulasi untuk mengatur hal selanjutnya yaitu
transpor lipid. Hal utama yang penting diketahui dalam transpor lipid adalah lipid tidak bisa
di angkut begitu saja di dalam plasma, karena kita ketahui bahwa lipid tidak larut air.
Sehingga, dalam proses pengangkutannya akan di bawah oleh kilomikron dan protein karier
lipid yang terdiri dari Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Intermediete Density
Lipoprotein (IDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL)
(Guyton & Hall 2007, hal 884).
Kita ketahui bahwa lipid terbagi menjadi berbagai jenis. Pada hasil mekanisme
pencernaan maka produk lipid yang dihasilkan adalah seperti trigliserida, kolesterol, asam
lemak bebas. Sehingga dalam pengangkutannya itupun mengalami perbedaan
pula.Kilomikron akan mengangkut sejumlah besar trigliserida dari usus ke hepar dan
sedangkan protein karier dalam mengangkut lipid dari hasil pencernaan hanya dapat
membawa trigliserida,kolesterol yang menjadi bagian dari protein karier ke jaringan lemak
atau adiposa. Sedangkan asam lemak sendiri akan mengalami mekanisme ionisasi yang kuat
lalu gugus ioniknya akan berikatan dengan molekul dari albumin protein plasma yang akan
membawa asam lemak tersebut dan dinamakan menjadi asam lemak bebas (Guyton & Hall
2007, hal 883).
11
Trigliserida dan kolesterol yang sudah di serap dari hasil mekanisme pencernaan akan
diangkut oleh kilomikron menuju hepar dan sedangkan protein karier akan mengangkut
trigliserida,kolesterol dan fosfolipid menuju jaringan lemak melalui plasma yaitu VLDL dan
LDL dan sebaliknya dari jaringan lemak menuju hepar yang di angkut oleh HDL (Allan &
Colleen, 2000; Robert dkk, 2002).
2.1.7 Deposit Lipid
Dalam mekanisme tubuh untuk medapatkan energi, peran lipid sebagai salah satu
sumber pemecahan energi yang menjadi peranan aktif dalam membentuk energi. Setelah lipid
di ambil dari menkanisme pencernaan melalui absorbsi. Lipid akan di bawa melalui
mekanisme transport lalu mekanisme terakhir yang berperan adalah mekanisme deposit lipid
yang berguna nantinya untuk dipecah menjadi energi dan memiliki fungsi penunjang yang
tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pembentuk panas tubuh. Sel dan organ yang berperan
dalam mekanisme deposit lipid adalah sel adiposa dan organ hepar (Guyton & Hall, 2007).
Sel adiposa memiliki lipase yang akan mengkatalis trigliserida dari kilomikron
maupun dari lipoprotein. Lipase ini juga akan aktif bila ada stimulasi dari hormon untuk
melepaskan asam lemak bebas. Dalam mekanismenya, deposit lipid di dalam sel adiposa
memiliki dinamika tersendiri dengan penggantian trigliserida 1 kali dalam 2-3 minggu di
karenakan tingginya kecepatan perubahan dari asam lemak pada sel adiposa (Guyton & Hall,
2007).
Organ yang berperan selanjutnya dalam deposit lemak adalah hepar. Dimana hepar
memiliki fungsi untuk memecah asam lemak menjadi senyawa yang lebih kecil untuk
mempermudah penggunaannya dalam pembentukan energi serta mensintesis lipid lain dari
asam lemak seperti kolesterol dan fosfolipid (Guyton & Hall, 2007).
2.1.8 Dislipidemia
2.1.8.1 Definisi
Dislipidemia adalah suatu penyakit yang disebabkan apabila lipid, lipoprotein,
maupun alipoprotein menyalami abnormalitas (Kwiterovich, 2010). Definisi lain dari
dislipidemia adalah gangguan metabolisme lipoprotein yang ditandai dengan
peningkatan LDL serta penurunan HDL akibat resistensi insulin (Singh dkk., 2011).
Selain itu, dislipidemia juga didefinisikan sebagai proses meningkatnya sirkulasi
trigliserida dan kolesterol (Black, 2007).
12
2.1.8.2 Penyebab
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dislipdemia, yaitu faktor gaya hidup
yang memberikan kontribusi paling besar. Sedangkan faktor lainnya yaitu
disebabkan oleh faktor genetik (Rasional, 2012). Disamping itu menurut penelitian
yang dilakukan oleh University of Michigan Lipid Clinic, dislipidemia disebabkan
oleh kebiasaan konsumsi alkohol, Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol dan
albuminuria (Vodnala dkk., 2012).
Penyebab primer dislipidemia adalah adalah mutasi gen yang selanjutnya
menyebabkan produksi berlebih Triglyserida dan LDL cholesterol, dan kurangnya
produksi HDL. Selain itu, terdapat juga penyebab sekunder terjadinya dislipidemia
adalah gaya hidup dengan diet lemak berlebih, kolesterol, dan lemak trans. Penyebab
umum lainnya adalah diabetes mellitus, konsumsi alkohol berlebihan, penyakit ginjal
kronis, hipotiroidisme, dan obat-obatan seperti thiazides, β-blocker, retinoid, highly
active retroviral, cylosporine, tacrolimus, esterogen dan progestin, dan glukokortkoid
(Goldberg, 2013).
2.1.8.3 Diagnosis Klinis
Dislipidemia merupakan salah satu kondisi penyerta dari obesitas disamping
penyakit degeneratif persendian, inkontinensia, tumor, serta penyakit kardiovaskular.
Kondisi ini diakibatkan oleh menumpuknya kalori yang berlebihan tanpa ada
diimbangi aktifitas fisik (Singh dkk., 2011).
Selain itu dislipidemia juga merupakan faktor utama penyakit cardiovaskular
pada penderita diabetes melitus (Dixit dkk., 2014). Penyakit atherosklerosis
merupakan penumpukan lapisan lemak pada arteri yang banyak terjadi pada penderita
dislipidemia baik anak-anak maupun dewasa yang terjadi apabila kolesterol darah
tidak normal (Ballantyne, 2015).
13
Gambar 4. Mapping Dislipidemia
2.2 Pandan Wangi
2.2.1 Karakteristik Umum
Gambar 5. Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
Dislipidemia
Etiologi Penyakit Terkait Definisi
• Penyakit degeneratif persendian • Inkontinensia • Tumor • Diabetes Mellitus • Penyakit
cardiovaskuler seperti atherosklerosis
Mutasi gen
Sekunder Primer
Triglyserida
HDL
LDL
. Diabetes Mellitus
. Hipotiroid
. Alkohol >>
. Gaya Hidup
. Penyakit Ginjal Kronis
. Obat-‐Obatan
14
Pandan Wangi merupakan tanaman perdu tingginya sekitar 1-2 meter. Tanaman ini
mudah dijumpai di pekarangan atau tumbuh liar di tepi- tepi selokan yang teduh. Batangnya
bercabang, menjalar, pada akar keluar akar tuntang. Daun pandan wangi berwarna hijau,
diujung daun berduru kecil, kalau diremas daun ini berbau wangi. Daun tunggal dengan
pangkal memeluk batang,tersusun berbaris tiga dalam garis spiral. Helai daun tipis, licin,
ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40-80 cm, lebar 3-5 cm, dan berduri
tempel pada ibu tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya. Beberapa Varietas
memiliki tepi daun yang bergerigi (Dalimarta, 2000).
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) merupakan salah satu tanaman yang kerap
digunakan sebagai bumbu dapur, parfum, dan pelengkap acara adata. Pada tiap-tiap daerah
pandan wangi dikenal dengan nama yang berbeda (Kurniawati, 2010). Misalnya di Jawa
disebut pandan rampe, pandan seungit, atau pandan room. Di Sumatra disebut seuke bangu,
seuke musang, pandan jau, pandan bebau, pandan harum, pandan rempal, dan pandan
musang. Di Maluku disebut kelamoni, hao moni, keker moni, ormon foni, pondak, pondaki,
atau pudaka. Di Sulawesi disebut podang, pondan, ponda, atau pundago. Di Bali disebut
pandan arum, sedangkan di Nusa Tenggara disebut bonak (Kurniawati, 2010).
2.2.2 Taksonomi
Berikut ini merupakan klasifikasi dari pandan wangi (Pandanus amaryfolius) :
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Arecidae
Bangsa : Pandalanes
Suku : Pandanaceae
Marga : Pandanus
Spesies : Pandanus amaryfolius
(Rohmawati, 1995)
2.2.3 Kandungan Zat Aktif Pandan Wangi
15
Pada pandan wangi terdapat bahan kimia alkaloid, saponin, flavonoid, tannin,
polifenol, dan zat warna (Dalimarta, 2000; Hariana, 2013). Sedangkan aroma khas pandan
wangi disebabkan oleh senyawa 2-asetil-1-pirolina (Kurniawati, 2010).
Selain untuk bumbu dapur dan pelengkap acara adat, pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) juga memiliki manfaat farmakologi, antara lain ialah menguatkan saraf
(tonikum), menambah nafsu makan (stomachica) dan penenang (sedative), lemah saraf
(neurasthenia), sakit disertai gelisah, tekanan darah tinggi (hipertensi), rematik, pegal linu,
menghitamkan rambut, rambut rontok, dan ketombe (Hariana, 2013; Kurniawati, 2010).
2.2.4 Pandan Wangi dan Dislipidemia
2.2.4.1 Bahan aktif pandan wangi yang berpotensi memperbaiki profil lemak darah
Berbagai metabolit sekunder seperti alkaloid, saponin, flavonoida, tanin,
polifenol, dan zat warna terkandung dalam daun pandan wangi.(Sugati dan Jhonny,
1991). Selain kegunaannya sebagai bahan aromatik pembuatan kue, kandungan
metabolit sekunder pandan wangi juga dapat menurunkan absorbsi kolesterol dalam
sistem pencernaan tubuh (Rahmani.2013).
Pada umumnya, kandungan fenol pada tanaman memberikan efek
antioksidan pada tubuh. Sifat antioksidan ini selain berperan untuk DNA repair dan
menghambat tumor, dapat juga berfungsi untuk memecah lipid, menurunkan kadar
kolesterol, dan hipertensi dalam tubuh. (Yokozawa et all.2002). Tidak hanya
penurunan kadar kolesterol, Zat antioksidan dalam pandan wangi ini juga dapat
menurunkan LDL dan meningkatkan kadar HDL.(Anonim.2011).
Adanya antioksidan dalam pandan wangi inilah yang nantinya sangat
berpengaruh dalam mengontrol kadar kolesterol, LDL, dan HDL dalam lemak darah
tubuh manusia. Jika kadar kolesterol dan LDL dapat diturunkan dan kadar HDl dapat
ditingkatkan maka kadar lemak dalam tubuh dapat diseimbangkan sehingga dapat
menurunkan potensi dislipidemia yang memicu terjadinya penyakit hipertensi dan
aterosklerosis.
16
Pandan wangi
Kandungan metabolit sekunder : alkaloid, saponin, flavonoida, tanin,
polifenol, dan zat warna
CPolifenol à fenol à memiliki sifat antioksidan
Fungsi antioksidan sebagai senyawa untuk menurunkan kolesterol, LDL,
dan meningkatkan HDL dalam tubuh
Berpotensi untuk memperbaiki lemak darah
Gambar 6. Mapping potensi pandan wangi memperbaiki profil lemak darah
2.2.4.2 Mekanisme kerja pandan wangi melawan dislipidemia
Ada bukti penelitian bahwa beberapa saponin mempunyai kemampuan
membentuk misel antara garam empedu dan kolesterol secara in vitro (Carlson, 2009).
Kemampuan ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh pencernaan makanan yang
mengandung saponin terhadap penurunan kolesterol plasma (Afrose et al., 2010).
Ada beberapa laporan mengenai efek saponin pada kolesterol-total,kolesterol-
VLDL, kolest–LDL dan kolest-HDL secara in vivo. Perbedaan efeksaponin ini
mungkin disebabkan oleh perbedaan struktur, jenis tumbuhan dan dosis dari saponin
yang digunakan (Al-Matubsi et al., 2011).
Beberapa efek yang menguntungkan dari saponin mungkin diakibatkan oleh
sifat saponin yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan kolesterol atau
membentuk misel campuran antara saponin, kolesterol dan asam empedu yang dipacu
oleh enzim-enzim yang terikat pada membran dan saponin juga diduga dapat
digunakan sebagai alternatif obat nonsistemik yang mampu menghambat HMG-CoA
reduktase dan meningkatkan aktifitas enzim lesitin kolesterol asiltranferase (LCAT)
(Lakshmi et al., 2012).
Saponin tidak terserap di usus, tetapi dimetabolisme dalam usus besar
menjadi aglikon saponin dan gula oleh mikroflora (Hu et al., 2004). Soyasaponin atau
soyasapogenol tidak ditemukan dalam darah tikus, mencit, dan ayam atau pada urine
17
manusia (Hu et al., 2004). Hal ini mungkin disebabkan karena saponin dan asam
empedu adalah senyawa amfifilik yaitu ada bagian hidrofobik yang larut dalam lemak
dan bagian hidrofilik yang larut dalam air. Dalam larutan terbentuk misel, antara
gugus hidrofobik dari triterpen atau steroid bergabung sehingga terbentuk seperti
koin. Misel yang terbentuk terlalu besar untuk melewati dinding usus sehingga
saponin tetap dalam saluran pencernaan, tetapi hanya kolat bebas dan non misel yang
diserap. Pembentukan misel campuran dalam usus oleh saponin tertentu dengan asam
empedu dapat mempengaruhi metabolisme asam empedu dan kolesterol. Molekul
misel asam empedu tidak mampu diabsorpsi kembali dan kemudian dialihkan dari
siklus enterohepatik dan digantikan oleh peningkatan sintesis kolesrterol di hati.
Konsekuensinya makanan yang mengandung saponin dapat meningkatkan ekskresi
asam empedu feses dan dapat menurunkan konsentrasi kolesterol plasma pada
penderita hiperkolesterolemia. Oleh karena itu, sifat saponin dapat membentuk
senyawa kompleks atau membentuk misel campuran antara saponin, kolesterol dan
asam empedu (Gong et al., 2010; Son et al., 2007). Terdapatnya saponin sebagai
hambatan penyerapan kolesterol dan asam empedu di usus, memicu peningkatan
sintesis kolesterol di hati yang dikonversi menjadi asam empedu dan kemudian
disekresikan ke usus. Hal ini menyebabkan ekskresi lewat feses lebih besar daripada
penyerapan kolesterol di usus (Lakshmi et al., 2012).
2.3 Ekstrak air pandan wangi
2.3.1 Ekstraksi dan Jenisnya
Ekstraksi atau penyarian adalah proses pemisahan sebagian atau keseluruhan
substansi dari campuranya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Tetapi ekstraksi ini
belum didapatkan senyawa murni. Ekstraksi ada bermacam-macam tergantung cara dan jenis
pelarutnya.
1. Infudasi
Infudasi dalah penyarian simplisia menggunakan air yang dipanaskan pada suhu
90°C selama 15 menit. Diambil serbuk simplisia kemudian dicampur dengan air lalu
dipanaskan selama 15 menit dengan suhu dipertahankan setinggi 90°C, kemudian
disaring dan diambil ekstraksinya. Ekstraksi dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih
dari 24 jam, karena pelarut air gampang terkontaminasi oleh bakteri sehingga akan
membuat ekstraksi tidak tahan lama.
18
2. Decoctasi
Decoctasi hampir sama dengan infudasi yaitu menggunakan air kemudia
dipanaskan pada suhu 90°C tapi dengan waktu lebih lama yaitu 30 menit. Metode ini
biasanya digunakan untuk melarutkan simplisia atau bagian simpliasia yang agak keras,
seperti akar dan batang.
3. Maserasi
Metode ini dilakukan dengan cara perendaman simplisia dengan pelarut organik
(biasanya etanol atau metanol), yang dilakukan selama beberapa jam dengan melakukan
sesekali pengadukan. Cara ini dilakukan berulang-ulang sampai terlihat pelarut berwarna
bening yang menandakan bahwa ekstraksi simplisia telah sempurna.
4. Maserasi Modifikasi
Maserasi terdapat beberapa modifikasi cara penyarian. Diantaranya adalah
remaserasi, maserasi bertingkat, maserasi dengan mesin pengaduk dan maserasi
melingkar. Remaserasi adalah maserasi berulang dengan menggunakan pelarut yang
sama. Maserasi bertingkat adalah maserasi yang menggunakan pelarut berbeda setiap kali
diganti pelarut. Maserasi dengan mesin pengaduk adalah maserasi yang diaduk terus-
menerus dengan mesin pengaduk. Dan maserasi melingkar itu sama dengan soxhletasi.
5. Perkolasi
Metode penyarian ini dengan cara mengalirkan cairan penyari dari serbuk simplisia
yang telah dibasahi menggunakan alat perkolator. Metode ini biasanya digunakan pada
tanaman yang tahan atau tidak tahan panas.
6. Soxhletasi
Penyarian ini menggunakan alat yang disebut soxhlet, simplisia dialiri terus-
menerus menggunakan pelarut yang sama. Kemudian zat tersari didapatkan dari
penguapan pelarut yang telah selesai diekstrak. Metode ini digunakan pada pelarut
dengan titik didih rendah.
(Prameswari dan Widjarnako, 2014)
2.3.2. Ekstrak Air Daun Pandan Wangi
Daun pandan wangi dicacah kemudian dikeringkan dengan suhu ruangan selama 72
jam. Setelah kering daun pandan wangi dihaluskan. Kemudian diekstraksi dengan metode
maserasi, yaitu direndam dengan aquades selama 3 hari dalam gelas tertutup dan dalam
sehari diaduk sekitar 3-4 jam dengan menggunakan shaker dan penggantial pelarut
menggunakan pelarut dengan ukuran yang sama seperti di awal. Setelah selesai dimaserasi
19
kemudian dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator dengan suhu 40°C hingga
didapatkan ekstrak kental (Prameswari dan Widjarnako, 2014).
2.4 Uji LD50
Lethal Dose 50 adalah suatu besaran yang diturunkan secara statistik, guna
menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau
menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan coba setelah perlakuan (WHO,
1993). LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan
kisaran dosis letal.
Ada beberapa pendapat yang menyatakan tidak setuju, bahwa LD50 masih dapat
digunakan untuk uji toksisitas akut. Namun ada juga beberapa kalangan yang masih setuju,
dengan pertimbangan:
a. Jika lakukan dengan baik, uji toksisitas akut tidak hanya mengukur LD50, tetapi juga
memeberikan informasi tentang waktu kematian, penyebab kematian, gejala – gejala
sebelum kematian, organ yang terkena efek, dan kemampuan pemulihan dari efek
nonlethal.
b. Hasil dari penelitian dapat digunakan untuk pertimbangan pemilihan design penelitian
subakut.
c. Tes LD50 tidak membutuhkan banyak waktu.
d. Hasil tes ini dapat langsung digunakan sebagai perkiraan risiko suatu senyawa
terhadap konsumen atau pasien (Loomis,1987).
Pada dasarnya, nilai tes LD50 yang harus dilaporkan selain jumlah hewan yang mati,
juga harus disebutkan durasi pengamatan. Bila pengamatan dilakukan dalam 24 jam setelah
perlakuan, maka hasilnya tertulis “LD50 24 jam”. Namun seiring perkembangan, hal ini
sudah tidak diperhatikan lagi, karena pada umumnya tes LD50 dilakukan dalam 24 jam
20
pertama sehingga penulisan hasil tes “LD50” saja sudah cukup untuk mewakili tes LD50
yang diamati dalam 24 jam. Bila dibutuhkan, tes ini dapat dilakukan lebih dari 14 hari.
Contohnya, pada senyawa tricresyl phosphat, akan memberikan pengaruh secara neurogik
pada hari 10 – 14, sehingga bila diamati pada 24 jam pertama tidak akan menemukan hasil
yang berarti. Dan jika begitu tentu saja penulisan hasil harus deisertai dengan durasi
pengamatan (Loomis,1987).
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies, strain,
jenis kelamin, umur, berat badan, gender, kesehatan nutrisi, dan isi perut hewan coba. Teknis
pemberian juga mempengaruhi hasil, antara lain waktu pemberian, suhu lingkungan,
kelembaban, sirkulasi udara. Tidak luput kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil
ini. Sehingga sebelum melakukan penelitian, ada baiknya kita memeperhatikan faktor –
faktor yang mempengaruhi hasil ini (Hodgson,2000).
Secara umum, semakin kecil nilai LD50, semakin toksik senyawa tersebut. Begitu
pula sebaliknya, semakin besar nilai LD50, semakin rendah toksisitasnya. Hasil yang
diperoleh (dalam mg/kgBB) dapat digolongkan menurut potensi ketoksikan akut senyawa uji
menjadi beberapa kelas, seperti yang terlihat pada tabel berikut :
NO KELAS LD50 (mg/KgBB)
1 Luar biasa toksik 1 atau kurang
2 Sangat toksik 1 – 50
3 Cukup toksik 50 – 500
4 Sedikit toksik 500 – 5000
5 Praktis tidak toksik 5000 – 15000
6 Relatif kurang berbahaya 15000
Tabel 1. Potensi Toksisitas
21
2.5 Tikus Coba
Perkembangan dunia kedokteran dan pengobatan tidak jarang melibatkan penggunaan
hewan coba dalam penelitiannya. Salah satu hewan coba yang menjadi pilihan adalah tikus.
Tikus laboratorium adalah spesies tikus Rattus norvegicus yang dibesarkan dan disimpan
untuk penelitian ilmiah (Wirya, 2012).
Jenis galur ini dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 1906 untuk digunakan
dalam biologi dan penelitian medis. Saat ini tikus wistar ini menjadi salah satu strain tikus
paling populer digunakan untuk penelitian laboratorium. Ciri tikus ini adalah mempunyai
kepala lebar, telinga panjang, dan memiliki ekor panjang yang tidak melebihi panjang
tubuhnya (Anonim, 2011 dalam Wirya, 2012).
Gambar 7. Tikus Coba Galur Wistar (Anonim, 2011)
22
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP dan HIPOTESIS
3.1 Kerangka Teori
Ekstrak Air Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb)
POLIFENOL SAPONIN FLAVONOID
Berkaitan dengan
kolesterol di intestinal
Absorbsi kolesterol
Berkaitan dengan empedu
Ekskresi kolesterol
Pe enzim NADH /
NAD(P)H oksidase
Pe produksi
anion superoxide
Asetil-koenzim A
Asetoasetil-koenzim A
Hidroksimetilglutarat-koenzim (HMG)
HMG-KoA reduktase
Mevalonat
Mevalonat fosfat
Mevalonat pirofosfat
Diemetilalil Pirofosfat
Isopentenil pirofosfat
Geranil pirofosfat
Famesil Pirofosfat
Skualin Lanosterol
KOLESTEROL
Isopentenil transfer RNA
Protein terisoprenol
Antioksidan
Menyumbang-kan atom H
Radikal bebas
Oksidasi LDL
Perbaikan Profil Lipid Darah
23
3.2 Kerangka Konsep
Faktor Internal
1. Genetik 2. Hormonal
Faktor Eksternal
1. Diet (tinggi lemak jenuh/kolesterol)
2. Kurangnya aktivitas fisik
Tikus Dislipidemia
1. Kolesterol Total
2. Trigliserida
3. Kolesterol LDL 4. Kolesterol HDL
Ekstrak Air Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb)
Bahan Aktif Pandan Wangi
Efek :
Perbaikan Profil Lipid Darah
1. Kolesterol Total 2. Trigliserida 3. Kolesterol LDL
4. Kolesterol HDL
24
3.3 Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka, kerangka pikir, dan konsep penelitian yang telah
diuraikan di atas ditetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut :
- Pemberian ekstrak air daun pandan wangi oral dapat menurunkan kadar kolesterol
total tikus dislipidemia.
- Pemberian ekstrak air daun pandan wangi oral dapat menurunkan kadar kolesterol
LDL tikus dislipidemia.
- Pemberian ekstrak air daun pandan wangi oral dapat menurunkan kadar trigliserida
tikus dislipidemia.
- Pemberian ekstrak air daun pandan wangi oral dapat meningkatkan kadar kolesterol
HDL tikus dislipidemia.
25
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen murni laboratorik yang memakai Pre Test-Post Test
Control Group Design (Pocock, 2008 dalam Wirya, 2012).
Tikus coba dibagi menjadi dua kelompok dimana kelompok pertama adalah
kelompok kontrol, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok perlakuan. Mula-mula
kondisi tikus disamakan dengan memberi pakan standar (HN51) selama 7 hari sebagai
adaptasi. Kemudian semua tikus diberikan pakan standar dan diet tinggi kolesterol selama 28
hari sehingga menjadi dislipidemia. Selanjutnya dilakukan pengambilan data pretest terhadap
kadar kolesterol total, trigliserida, LDL dan HDL. Selanjutnya tikus perlakuan diberikan
ekstrak air pandan wangi secara oral sesuai dosis, sedangkan tikus control hanya diberikan
aquades sebagai plasebo. Langkah terakhir yaitu dengan menguji kadar total kolesterol,
trigliserida, LDL dan HDL sebagai data post test (Wirya, 2012).
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium yang berlangsung selama delapan minggu.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi Penelitian
• Populasi target : seluruh tikus yang diberikan perlakuan dengan diet tinggi kolesterol
ditambah plasebo (air suling) dan diet tinggi kolesterol ditambah ekstrak air pandan
wangi (Wirya, 2012).
• Populasi terjangkau : tikus putih (rattus norvegicus) jantan galur wistar berumur empat
bulan dengan berat 180-200 gram yang dislipidemia (Wirya, 2012).
4.3.2 Kriteria Sampel
• Kriteria sampel inklusi:
26
1. Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang dislipidemia (kadar
kolesterol >200 mg/dl)
2. Umur empat bulan
3. Berat 180-200 gram
• Kriteria sampel drop out :
1. Tikus yang sakit
2. Tikus yang tidak mau makan
3. Tikus yang mati selama penelitian
(Wirya, 2012)
4.3.3 Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Pocock (2008) :
44
4.3.3 Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Pocock (2008) :
n =
),(22
21
2
fx
Keterangan :
n = Besar sampel
= SD (Standar Deviasi)
1 = Rerata hasil pada kelompok kontrol
2 = Rerata hasil pada kelompok perlakuan
= 0,05
= 0,10
f(,) = Besarnya dilihat pada tabel Pocock (10,5)
Berdasarkan data penelitian yang sudah ada Umi ( 2007) tentang ”Pengaruh
Jus Lidah Buaya Terhadap Kadar LDL dan HDL Serum Darah Tikus”
diperoleh : Rerata kadar kolesterol HDL kelompok kontrol = 40,4. Rerata
kadar kolesterol HDL kelompok perlakuan = 53,5 dan simpangan baku
kontrol = 8,4.
n = 5,10)4,405,53(
)4,8(22
2
x
= 8,6 9
Dalam penelitian diharapkan jumlah sampel ditambah 20% sehingga menjadi
n = 10,8
= 11
sehingga jumlah sampel untuk masing-masing kelompok adalah 11 ekor dan total sampel
dalam penelitian menjadi 22 ekor tikus (Wirya, 2012).
4.3.4 Teknik Penentuan Sampel
1. Dari jumlah sampel yang telah memenuhi syarat sesuai kriteria inklusi diambil secara
acak sederhana untuk mendapatkan jumlah sampel yang sesuai dengan yang didapat
melalui perhitungan Rumus Pocock yaitu sembilan ekor untuk masing-masing
kelompok (Wirya, 2012).
2. Pada penelitian ini jumlah sampel ditambah 20% sehingga menjadi sebelas ekor untuk
masing-masing kelompok. Jadi total sampel untuk dua kelompok adalah 22 ekor tikus
(Wirya, 2012).
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas : ekstrak air pandan wangi.
27
4.4.2 Variabel Tergantung
Variabel tergantung :
• Kadar kolesterol total darah
• Kadar trigliserida darah
• Kadar LDL darah
• Kadar HDL darah
4.4.3 Variabel Kendali
Variabel kendali : jenis tikus, umur tikus, berat badan tikus, jenis kelamin tikus, makanan dan
minuman, waktu pemberian makan, jenis dan ukuran kandang.
4.4.4 Definisi Operasional Variabel
Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian, maka definisi operasional sebagai berikut.
1. Ekstrak air pandan wangi adalah ekstrak yang dibuat dari bahan alami yang diambil
dari daging atau gel daun pandan wangi segar dilarutkan dengan air (perbandinagan
1:1) diblender, lalu disaring dengan kain kasa lapis 3, kemudian disaring lagi dengan
menggunakan kertas saring Whatman No. 2. Hasil filtrat ini diberikan per oral
menggunakan sonde lambung dengan dosis 1500 mg/200 g berat badan tikus (Umi,
2007).
2. Plasebo adalah air suling yang diberikan per oral menggunakan sonde lambung
dengan volume 1,5 cc diberikan setiap hari pada pagi hari (antara pukul 08.00 Wita –
pukul 09.00 Wita)
3. Profil lipid adalah kadar kolesterol total, LDL dan HDL darah tikus yang diukur
dengan metode CHOD-PAP (enzymatic photometric test) sedangkan kadar
trigliserida darah tikus diukur dengan methode GPO-PAP. masing-masing diukur dua
kali yaitu sebelum dan sesudah perlakuan (pre test-post test) (Dachriyanus et al.,
2007)
4. Kolesterol adalah bagian dari lipid yang struktur dasarnya terbentuk dari inti sterol
dan bermanfaat terutama untuk membentuk membran. Kadar normalnya pada tikus
106 mg/dl (Umi, 2007).
5. Trigliserida adalah bagian dari lipid yang terdiri dari asam lemak dan gliserol yang
28
berfungsi terutama untuk menyediakan energi. Kadar normalnya pada tikus 68 mg/dl
(Umi, 2007).
6. LDL adalah lipoprotein berdensitas rendah yang bersifat aterogenik yang dapat
melekat pada dinding arteri dan mengganggu aliran darah. Kadar normalnya pada
tikus 19 mg/dl (Umi, 2007).
7. HDL adalah lipoprotein berdensitas tinggi yang bersifat non aterogenik yang
membawa kelebihan LDL di jaringan perifer ke hepar. Kadar normalnya pada tikus
77 mg/dl (Umi, 2007).
8. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida dan atau penurunan kadar HDL.
Tikus dikatakan dislipidemia bila kadar kolesterol total serum lebih dari 200 mg/dl
(Sunarsih dan Prasetyastuti, 2008).
9. Diet tinggi kolesterol adalah makanan yang dibuat dengan campuran khusus untuk
meningkatkan kadar kolesterol yang terdiri dari:
• Kuning telur 5%
• Lemak hewan 10%
• Minyak goreng 1%
10. Makanan standar sampai 100% Ditambah air minum yang diberi propiltiourasil
0,01% (Suryawati dan Santoso, 1991).
11. Diet standar adalah makanan yang diberikan menggunakan HPS 511 (Wirya, 2012).
12. Tikus yang dipakai dalam penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur
wistar, berkelamin jantan, berumur empat bulan, berat 180-200 gram (Wirya, 2012).
13. Umur tikus ditentukan dengan melihat tanggal kelahiran yang telah dicatat oleh
dokter hewan pada kandang binatang percobaan (Wirya, 2012).
14. Berat badan adalah berat tikus yang ditimbang dengan timbangan khusus merek
Shunle yang tersedia di Laboratorium (Wirya, 2012).
4.5 Bahan Penelitian
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
1. Ekstrak air pandan wangi
Pandan wangi yang dipakai dalam penelitian ini didapat dari perkebunan
pandan wangi.
2. Air suling (aquades)
3. Darah tikus yang diambil dari medial canthus sinus orbitalis menggunakan pipet
29
hematokrit
4. Propiltiaurasil 0,01%
5. Reagen untuk pemeriksaan kolesterol dan trigliserida
6. Diet tinggi kolesterol
7. Diet standar
(Wirya, 2012)
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang dibutuhkan antara lain:
1. Kandang tikus beserta tempat minumnya
2. Masker
3. Sepasang sarung tangan karet
4. Gelas ukur
5. Tabung penampung darah
6. Pipet kapiler hematokrit
7. Spuit 3 cc
8. Jarum sonde
9. Kit kolesterol
10. Mortir
11. Timbangan
(Wirya, 2012)
4.7 Prosedur Penelitian
1. Tikus dikumpulkan sebanyak 22 ekor dan dimasukkan ke dalam lima kandang. Tikus
dipelihara dalam kandang individual yang berukuran 30 x 20 x 20 cm.
2. Tikus diadaptasi selama tujuh hari dan diberikan makanan standar yang berupa HBS
pellet secara ad libitum.
3. Pada hari kedelapan, tikus dibuat dislipidemia dengan diberi makanan tinggi
kolesterol selama 28 hari (Penapisan Farmakologi, 1991).
4. Tikus dipuasakan selama 18 jam.
5. Dilakukan pengambilan darah pada medial canthus sinus orbitalis untuk pemeriksaan
profil lipid (pre test).
6. Tikus dislipidemia dibagi menjadi dua kelompok secara random. Kelompok pertama
merupakan kelompok kontrol yang diberikan diet tinggi kolesterol ditambah plasebo
30
(air suling) dengan volume 1,5 cc setiap pagi selama 14 hari. Kelompok kedua
merupakan kelompok perlakuan yang diberikan diet tinggi kolesterol ditambah
ekstrak air pandan wangi dengan dosis 1500 mg/200gr BB tikus yang sebanding
dengan volume 1,5 cc, diberikan setiap pagi selama 14 hari.
7. Tikus dipuasakan selama 18 jam ( Penapisan Farmakologi, 1991).
8. Dilakukan pengambilan darah pada medial canthus sinus orbitalis untuk pemeriksaan
profil lipid (post test).
9. Darah sampel dikirim ke Laboratorium.
10. Analisis data.
(Wirya, 2012)
4.8 Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Analisis Deskriptif Semua data dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif
dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis) untuk mengetahui
karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan dengan program SPSS.
Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung dari normal tidaknya distribusi
data.
2. Uji Normalitas Digunakan Uji Shapiro-Wilk Karena sampel yang digunakan kurang
dari 30 sampel dan uji Shapiro-Wilk lebih sensitif terhadap kenormalan suatu data.
Hasil menunjukkan data berdistribusi normal (p> 0,05).
3. Uji Homogenitas Homogenitas dilakukan dengan Levene’s Test dan didapat data
bersifat homogen (p>0,05).
4. Uji Komparasi Data berdistribusi normal dan homogen maka uji komparabilitas dapat
digunakan uji statistik parametrik yaitu Uji T-Independent pada taraf kemaknaan a =
0,05, untuk membandingkan kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan
kolesterol HDL antar kelompok.
5. Uji Paired t -Test Hasil menunjukkan rerata Tolesterol Total, Trigliserida, dan
Kolesterol LDL mengalami penurunan secara bermakna.
6. Uji Efek Perlakuan Pada Masing- Masing Kelompok Data homogen antara sebelum
dan sesudah perlakuan (pre test dan post test).
7. Data diolah dengan program SPSS Version 16 for windows.
31
DAFTAR PUSTAKA
Afrose, S., Hossain, Md. S., Salma, U., Miah,A.G., and Tsujii, H. 2010. Dietary karaya
Saponin and Rhodobacter capsulatus Exert Hypocholesterolemic Effects by
suppression of Hepatic Cholesterol and Promotion of Bile Acid Synthesis in Laying
Hens. Cholesterol :272731 PMCID: 3065839. P. 1-9.
Al-Matubsi, H.Y., Nasrat, Oriquat, G.A., Abu-Samak M., Al-Mzain, K.A., Salim M. 2011.
The hypocholesterolemic and antioxidative effect of dietary diosgenin and chromium
chloride supplementation on high-cholesterol fed Japanese quails. Pak. J. Bio.l Sci.
14:7:425-32.
Anonim, 2011. Kunyit. Online melalui http://iptek.net.id/ind/pd _tanobat/view.php?mnu
=2&id= 129. (16 Oktober 2011).
Ballantyne, CM 2015, Clinical Lipidology: A Companion to Braunwald’s Heart Disease,
Available from: Elsevier books. [15 Juni 2015].
Black, Henry R 2007, Hipertension: A Companion to Braunwald’s Heart Disease, Available
from: Elsevier books. [15 Juni 2015].
Bob 2012, Peningkatan Prevalensi dan Beban Kesehatan, Buletin Rasional (Vol.10, No. 1),
Dislipidemia, Available from :
http://piolk.ubaya.ac.id./img/layanan/37_20120611114500.pdf.
Carlson, B.S.E.M. 2009. Saponin: Biactivity and potential impact on intestinal health.
Thesis.The Ohio State University.
Dawn, BM , Allan, DM ,Colleen, MS 2000. Biokimia Kedokteran Dasar, Sebuah Pendekatan
Klinis. Jakarta : EGC.
Dixit, AK, Dey, R, Suresh, A, Chaudhuri, S, Panda, AK, Mitra, A, Hazra, J 2014, ‘ The
Prevalence of Dyslipidemia in Patients with Diabetes Mellitus of Ayurveda Hospital,
Jurnal of Diabetes and Metabolic Disorders, vol. 13, no. 58, pp. 2-6.
Goldberg, AC 2013, Dyslipidemia (Hyperlipidemia), Available from: Merck Manual. [15
Juni 2015].
32
Gong, G., Qin, Y., Huang, W., Zhou, S., Wu, X., Yang, X., Zhao, Y., Li, D. 2010. Protective
effects of diosgenin in the hyperlipidemic rat model and in human vascular
endothelial cells against hydrogen peroxide-induced apoptosis. Chem Biol Interact.
184 :3:366-75.
Guyton, AC & Hall, JE 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC. Hal
883-884.
Hariana, A. 2013. 262 TUMBUHAN OBAT DAN KHASIATNYA. Jakarta: PPenebar
Swadaya.
Hodgson, Ernest. A Textbook of Modern Toxicology. 2nd ed. Singapore: McGraw – hill Book
Co; 2000. p. 292 – 295.
Hu, J., Zheng, Y., Hyde, W., Hendrich, S., Murphy, P.A. 2004. Human fecal metabolism of
soyasaponin. I. J. Agric. Food Chem.52:2689-96.
Hu, J., Hendrich, S., Murphy, P.A. 2004. Soyasaponin I and sapogenol B have limited
absorption by caco-2 intestinal cells and limited bioavailability in women. J.
Nutr.134:1867-73.
Kurniawati, N.2010. SEHAT DAN CANTIK ALAMI BERKAT KHASIAT BUMBU DAPUR.
Bandung: Penerbit Qanita.
Kwiterovich, PO (ed) 2010, The John Hopkins Textbook of Dyslipiemia, Lippincot Williams
and Wilkins, Philadelphia.
Lakshmi, V., Mahdi, A.A., agarwal, S. K . and Khanna, A. K. 2012. Steroidal saponin from
Chlorophytum nimonii (Grah) with lipid-lowering and antioxidant activity. Original
article, 3:227-32.
Loomis TA. Essential of toxicology. 3rd ed. Philadelpia: Lea & Febiger; 1987. p. 198 – 202.
Prameswari, Okky M. dan Widjarnako, Simon B. 2014. Uji Efek Ekstrak Air Daun Pandan
Wangi – Prameswari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 p.16-27.
Malang: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang.
Rahmani. 2013. Formulasi Flavour Agent Alami (Daun Pandan dan Kayu Manis) Pada Teh
Instan Berbasis Cincau Hitam Untuk Meningkatkan Aktivitas Sistem Imun Mencit.
33
Tesis. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Sekolah Pascasarjana. Universitas
Brawijaya : Malang. Robert, KM , Daryl, KG, Peter, AM, Victor, WR 2002. Biokimia Harper, Edisi 27. Jakarta :
EGC.
Singh, AK, Singh, SK, Singh, N, Agrawal, N, Gopal, K 2011, ‘ Obesity and Dyslipidemia’,
International Journal of Biological and MedicalResearch, vol.2, no. 3, pp. 824-828.
Sugati, S. dan Johnny, R.H..1991. lnventaris Tanaman Obat Indonesia. Badan Penelitian &
Pengembangan Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
Vodnala, D, Rubenfire, M, Brook, RD 2012, ‘Secondary Causes of Dyslipidemia’,
American Journal of Cardiology, vol. 110, no.6, pp. 823-825.
Wirya, LPAI. 2012. Pemberian Ekstrak Air Lidah Buaya (Aloe Vera L.) Memperbaiki Profil
Lipid Darah Tikus Jantan Wistar Dengan Dislipidemia. Tesis. Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
World Health Organozation. Research guidelines for evaluating the safety and efficacy of
herbal medicine. Manila: Regional Office for Western Pasific; 1993.
Yokozawa T., Nakagawa T., dan kitani K. 2002. Antioxidative Activity of Green Tea
Polyphenol in Cholesterol-Fed Rats. Journal of Agricultural and Food Chemistry
50:3549-3552.