proposal pdrb hijau
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan dari pembangunan nasional secara umum adalah tercapainya
tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkesinambungan. Untuk
mencapai tingkat pertumbuhan dan struktur ekonomi yang diharapkan, maka
sasaran dan arah pembangunan perlu direncanakan dengan baik dan hasil dari
pembangunan tersebut harus terus diamati. Perencanaan dan pengamatan
terhadap hasil-hasil pembangunan dapat dilakukan dengan melihat indikator
ekonomi suatu daerah. Indikator ekonomi adalah data yang digunakan untuk
menentukan perkembangan ekonomi suatu daerah yang dikeluarkan oleh
pemerintah di daerah bersangkutan. Indikator ekonomi digunakan sebagai
pertanda tentang perkembangan pembangunan di masa lampau maupun untuk
masa mendatang. Indikator ekonomi memberikan gambaran secara makro dan
terkadang juga menjadi penentu aspek pemerataan pembangunan. Ada banyak
indikator perekonomian suatu negara, antara lain Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), inflasi, dan tingkat pengangguran.
Tujuan dari pembangunan nasional secara umum adalah tercapainya
tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkesinambungan.
Pencapain tujuan pembangunan yang sesuai dengan sasaran dan arah
pembangunan diperlukan perencanaan dengan memperhatikan indikator
perekonomian disuatu daerah.
Indikator ekonomi merupakan data yang digunakan untuk melihat
perkembangan di suatu daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah disuatu
daerah, pada jangka waktu tertentu. Indikator ekonomi tersebut merupakan
tanda mengenai perkembangan perekonomian disuatu daerah. Indikator
ekonomi yang dapat menunjukan perkembangan perekonomian di suatu daerah
seperti, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Tingkat inflasi, dan
tingkat pengangguran.
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 1
Secara umum Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan
suatu catatan mengenai kegiatan perekonomian di suatu daerah selama satu
tahun. Catatan tersebut memberikan informasi mengenai nilai dari suatu barang
dan jasa di suatu perekonomian. Sehingga dari indikator PDRB tersebut dapat
diketahui berapa besar kesejahteraan masyarakat, sumbangan dari sektor-sektor
dalm suatu perekonomian daerah dan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Oleh karena itu PDRB sebagai indikator ekonomi dapat dikatakan mempunyai
peran penting dalam menilai pembangunan perekonomian disuatu daerah.
PDRB Jawa Timur menjadi salah satu indikator ekonomi Di Jawa Timur ,
selama periode lima menunjukan selalu menunjukan tren yang meningkat tiap
tahunnya (Tabel 1). Indikator PDRB Jawa Timur ini dapat digunakan sebagai
pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam menentukan arah
pembangunan ekonomi di Jawa Timur.
Tabel 1.
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur
berdasarkan harga konstan tahun 2004-2008
Tahun Nilai (Jutaan Rupiah) Pertumbuhan (%)
2004 242228892.2 -
2005 256374726.8 5.84
2006 271237674.3 5.80
2007 287814183.9 6.11
2008 304798966.4 5.90
Dari sembilan sektor perekonomian Jawa Timur selama periode 2004
hingga 2009 terdapat sektor tiga sektor yang memiliki kontribusi tertinggi
terhadap PDRB Jawa Timur yaitu sektor Industri, sektor Perdagangan, Hotel, dan
restoran serta sektor Pertanian. Rata-rata kontribusi sektor-sektor tersebut
terhadap PDRB sebesar 29%, 28% dan 17% tiap tahunya. Berdasarkan nilai
rata-rata per tahun kontribusi sektoral terhadap PDRB maka sektor industri dapat
dikatakan memiliki kontribusi yang besar diantara sektor lainya.
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 2
Tabel 2.
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektoral Jawa Timur
berdasarkan harga konstan tahun 2004-2008
Sektor 2004 2005 2006 2007 2008Rata-rata
Pertanian/Agriculture 18% 17% 17% 17% 16% 17%Pertambangan dan Penggalian/ Mining and Quarrying 2% 2% 2% 2% 2% 2%Industri Pengolahan/ Manufacturing Industry 30% 30% 29% 29% 28% 29%Listrik, Gas, dan Air Bersih /Electricity, Gas and Water Supply 2% 2% 2% 2% 2% 2%Kontruksi / Construction 4% 4% 3% 3% 3% 3%Perdagangan, Hotel dan Restauran 27% 27% 28% 29% 29% 28%Pengangkutan dan Komunikasi 6% 6% 6% 6% 5% 5% Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4% 5% 5% 5% 5% 5% Jasa-jasa / Services 8% 8% 8% 8% 8% 8%
Sektor industri secara rata-rata pertahun memiliki kontribusi pertumbuhan
yang cukup besar diantara sektor perekonomian lain di Jawa Timur sekitar 29%
terhadap PDRB. 16% kontribusi dari sektor industri tersebut diberikan oleh sub
sektor industri pengolahan makanan dan minuman. Industri pengolahan makanan,
minuman dan tembakau memberikan kontribusi yang cukup besar dikarenakan
memiliki keterkaitan yang cukup besar dengan sektor-sektor lain terutama
keterkaitan ke belakang (backward lingkage) dengan sektor primer (sektor
pertanian) yang juga memberikan kontribusi yang cukup besar pada PDRB Jawa
Timur.
Sub Sektor Industri 2004 2005 2006 2007 2008Rata-rata
Subsektor Industri Makanan, Minuman, Tembakau
0.54 0.56 0.56 0.55 0.55 0.16
Subsektor Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit
0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.01
Subsektor Industri Kayu dan Sejenisnya 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.01 Subsektor Industri Kertas, Percetakan dan Penerbitan
0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.04
Subsektor Industri Kimia, Minyak Bumi Karet dan Plastik
0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.02
Subsektor Industri Barang Galian non 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.01
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 3
Logam, Subsektor Industri Logam Dasar 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.02 Subsektor Industri Barang dari Logam, Mesin dan Peralatan
0.02 0.02 0.02 0.02 0.00 0.01
Subsektor Industri Pengolahan lainnya 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.01
Perhitungan PDRB yang sudah dilakukan hingga saat ini sebenarnya
hanya menghitung nilai total barang dan jasa akhir (final product) yang dihasilkan
selama satu tahun dan dinyatakan dalam nilai rupiah. Pada kenyataannya,
penggunaan PDRB sebagai indikator ekonomi memiliki beberapa kelemahan,
antara lain: hanya mengukur kegiatan ekonomi dan bukan kesejahteraan
ekonomi suatu daerah; struktur perekonomian bersifat semu; biaya pencegahan
kerusakan dan perbaikan lingkungan dihitung sebagai pendapatan; dan
berkurangnya sumberdaya alam dan rusaknya lingkungan tidak tampak dalam
nilai PDRB. Nilai yang dihasilkan PDRB seolah-olah memberikan gambaran
tentang pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh suatu daerah, baik secara total
maupun secara sektoral, sehingga dianggap mencerminkan kesejahteraan
daerah yang bersangkutan.
Dalam kenyataannya, nilai sumberdaya alam yang hilang dieksploitasi
(deplesi) dan kerusakan (degradasi) lingkungan belum diperhitungkan atau
dikurangkan sebagai nilai kehilangan dan kerusakan yang seharusnya dibayar;
sehingga nilai-nilai yang tercantum dalam PDRB itu belum menunjukkan nilai
kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya. Oleh karena itu, agar nilai-nilai
dalam PDRB mencerminkan nilai kesejahteraan yang sesungguhnya, maka perlu
dilakukan penghitungan PDRB yang disesuaikan dengan memasukkan nilai
sumberdaya alam yang digunakan sebagai masukan maupun kerusakan
lingkungan yang ditimbulkan sebagai produk yang tidak diinginkan dari suatu
kegiatan. Nilai PDRB yang telah disesuaikan tersebut dapat dijadikan acuan
dasar bagi perencanaan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development) yaitu dengan memperhatikan keberadaan faktor sumberdaya alam
dan lingkungan (pembangunan yang berwawasan lingkungan).
Dalam banyak literatur, PDRB konvensional yang tidak memasukkan
komponen lingkungan yang terdiri dari deplesi sumberdaya alam dan degradasi
lingkungan disebut dengan PDRB Coklat. Sementara itu, PDRB yang
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 4
disesuaikan dengan memasukkan kedua komponen lingkungan tersebut dikenal
dengan PDRB Hijau (Green GRDP ). Jika hanya deplesi sumberdaya alam yang
dimasukkan, maka dinamakan dengan PDRB Semi Hijau.
PDRB adalah catatan tentang jumlah nilai rupiah dari barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian daerah (provinsi/ kabupaten/kota)
untuk waktu satu tahun lamanya. PDRB sebagai salah satu indikator ekonomi
untuk menilai keberhasilan pembangunan di suatu daerah mempunyai peranan
penting sebagai penyedia informasi yang cukup handal dalam mencapai tujuan
perencanaan dan evaluasi hasil pembangunan secara makro/nasional. Dalam
hal ini, secara umum manfaat PDRB adalah dapat mengetahui tingkat
kesejahteraan masyarakat suatu daerah, mengetahui sumbangan masing–
masing sektor kegiatan ekonomi, mengetahui laju pertumbuhan ekonomi
nasional/regional ataupun laju pertumbuhan masing-masing sektor dan untuk
menyusun rencana pembangunan regional/sektoral.
Untuk mendapatkan nilai PDRB hijau dari suatu daerah maka diperlukan
identifikasi tentang sumberdaya alam yang hilang (deplesi) dan kerusakan
lingkungan (degradasi) yang ditimbulkan oleh kegiatan perekonomian di tiap
sektor ekonomi di Jawa Timur. Kegitan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi
sumberdaya alam yang hilang (deplesi) dan kerusakan lingkungan (degradasi)
yang ditimbulkan oleh kegiatan perekonomian di tiap sektor ekonomi di Jawa
Timur sesuai dengan metode perhitungannya. Identifikasi hilangnya sumberdaya
alam (deplesi) dan kerusakan lingkungan (degradasi) diperlukan untuk
mengetahui nilai hilangnya sumberdaya alam yang digunakan di sektor
perekonomian serta nilai kerusakan lingkungan (degradasi) yang ditimbulkan
atas kegiatan perekonomian selama satu tahun di Jawa Timur. Dalam kegiatan
ini dipilih sub sektor industri pengolahan makanan dan minuman dikarenakan
beberapa alasan pertama, kontribusi sub sektor industri makanan dan minuman
cukup besar di terhadap sektor industri maupun dalam PDRB Jawa Timur jika
dibandingkan dengan sub sektor lainnya. Sub sektor industri pengolahan
makanan, minuman dan tembakau merupakan sub sektor dari industri yang
memiliki keterkaitan yang sangat besar dengan sektor pertanian Jawa Timur
yang juga memiliki kontribusi yang besar terhadap PDRB di Jawa Timur.
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 5
1.2 Tujuan
Bedasarkan latar belakang tersebut, Maka kegiatan ini bertujuan untuk
memberikan pandangan tentang penentuan nilai sumberdaya yang hilang dan
kerusakan lingkungan yang terdapat di tiap sektor perekonomian di Jawa Timur.
Secara khusus, tujuan dari kegiatan ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor sumberdaya alam yang hilang dan
kerusakan lingkungan di sektor-sektor perekonomian di Jawa Timur
dalam periode waktu 2004-2008.
2. Menentukan metode yang digunakan untuk menilai sumberdaya alam
yang hilang dan kerusakan lingkungan yang terjadi di sektor
perekonomian.
3. Memberikan contoh kasus identifikasi dan perhitungan PDRB hijau di sub
sektor industri pengolahan makanan, minuman dan tembakau
1.3 Manfaat
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik langsung
maupun tidak langsung. Adapun manfaat langsung adalah:
1. Memberikan gambaran tentang potensi dan cadangan sumberdaya alam
dan lingkungan sebagai modal alami (natural capital) yang berguna bagi
perencanaan pembangunan yang lebih baik
2. Memformulasikan strategi pengelolaan dan konservasi sumberdaya alam
dan lingkungan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan
3. Menentukan besarnya pungutan (pajak dan retribusi) lingkungan sebagai
salah satu sumber pendapatan daerah
4. Memberikan gambaran tentang potensi dan cadangan sumberdaya alam
dan lingkungan sebagai modal alami (natural capital) yang berguna bagi
perencanaan pembangunan yang lebih baik.
5. Memberi gambaran tentang metode analisis yang digunakan untuk
mengidentifikasi sumberdaya alam yang hilang dan kerusakan lingkungan
yang terjadi di sektor-sektor perekonomian.
Sedangkan manfaat tidak langsung adalah:
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 6
1. Kegiatan ini merupakan langkah awal dalam perhitungan PDRB Hijau
yang dapat digunakan sebagai panduan dalam perhitungan PDRB Hijau.
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan data statistik yang
menjumlahkan seluruh nilai tambah dari seluruh aktivitas ekonomi di suatu
wilayah negara pada satu periode tertentu, biasanya satu tahun. Jika aktivitas ini
dihitung di tingkat regional (provinsi atau kabupaten), maka hasil perhitungannya
dikenal dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Konsep yang mulai
diperkenalkan di Indonesia mulai tahun 1970-an ini memiliki peranan strategis
bagi perencanaan pembangunan karena dapat memberikan gambaran secara
menyeluruh tentang kondisi perekonomian suatu daerah dan dianggap sebagai
indikator kinerja perekonomian secara agregat. Selain itu, PDRB juga sering
digunakan sebagai indikator kesejahteraan penduduk suatu daerah yang diukur
dengan PDRB per kapita.
Perhitungan PDRB pada dasarnya dapat dilakukan dengan
menggunakan 3 (tiga) pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan
pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Berikut adalah penjelasan dari dari
ketiga pendekatan tersebut.
2.1.1 Pendekatan Produksi
Pendekatan produksi dihitung dengan cara menjumlahkan nilai tambah
produksi atau nilai tambah bruto (NTB) dari seluruh sektor atau lapangan usaha
yang ada dalam ekonomi suatu daerah. Dalam perhitungan PDRB menurut
pendekatan produksi, perekonomian diklasifikasikan menjadi 9 sektor, yaitu:
pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas, dan
air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan
komunikasi; keuangan, real estate dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa.
Perhitungan PDRB menurut pendekatan produksi dapat dinotasikan:
(1)
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 8
dimana: NTB adalah selisih antara nilai produksi dengan nilai input antara dan i
adalah sektor ke i.
2.1.2 Pendekatan Pendapatan
Menurut pendekatan pendapatan, PDRB adalah jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor-faktor produksi yang terlibat di dalam proses produksi di
suatu wilayah (region) pada jangka waktu tertentu (biasanya setahun). Secara
umum kepemilikan faktor produksi diklasifikasikan menjadi: tenaga kerja, tanah,
modal, dan kewirausahaan. Faktor produksi tenaga kerja menerima balas jasa
dalam bentuk upah dan gaji (wage), pemilik tanah menerima sewa (rent), pemilik
modal menerima bunga (interest rate), sedangkan manajer dan kewirausahaan
menerima share laba (profit). Penyusutan barang modal tetap dan pajak tidak
langsung netto merupakan komponen penyusun PDRB. Perhitungan PDRB
menurut pendekatan pendapatan dapat dinotasikan:
(2)
2.1.3 Pendekatan Pengeluaran
Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB adalah jumlah semua
pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak
mencari untung (C), pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan
inventori (I), konsumsi pemerintah (G), dan ekspor netto (X-M) di suatu
wilayah/region pada suatu periode, biasanya setahun. Ekspor netto adalah
ekspor dikurangi impor. Secara sederhana, menurut pendekatan pengeluaran,
perhitungan PDRB dapat dinotasikan:
(3)
Berdasarkan perhitungannya, PDRB dapat dibagi menjadi PDRB atas
dasar harga berlaku (GRDP at market price) atau PDRB nominal dan PDRB atas
dasar harga konstan (GRDP at constant price) atau PDRB riil. PDRB yang
dihitung menurut harga yang berlaku (harga pasar) dinilai dengan menggunakan
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 9
harga pada tahun berjalan sedangkan PDRB atas dasar harga konstan
didasarkan kepada harga satu tahun dasar tertentu (biasanya disebut tahun
dasar). Pada umumnya, nilai PDRB atas dasar harga berlaku lebih tinggi
dibandingkan dengan PDRB atas dasar harga konstan karena pengaruh dari
kenaikan harga barang dan jasa atau faktor inflasi. Oleh karena itu, untuk melihat
pertumbuhan ekonomi secara riil, para ekonom menggunakan angka
pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan.
PDRB seringkali dianggap sebagai indikator keberhasilan pembangunan
ekonomi, sehingga langkah untuk memperbesar angka PDRB menjadi salah satu
target utama yang harus dicapai sebagai indikator kinerja pembangunan
ekonomi. Konsekuensi dari pembangunan yang terlalu berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi dengan cara memperbesar angka PDRB adalah
terjadinya kerusakan lingkungan akibat dari eksploitasi sumberdaya alam dan
lingkungan secara besar-besaran (over exploitation). Kerusakan lingkungan yang
sering timbul sebagai dampak negatif dari pembangunan ekonomi, yaitu:
deforestasi, degradasi lahan, kekurangan air, serta polusi udara dan air (Yakin,
2007). Oleh karena itu, para pemerhati lingkungan menyindir PDB atau GDP
bukan kependekan dari Gross Domestic Product, tetapi Gross Domestic Pollution
(Samuelson, 2003).
Sheng (1995) memberikan kritik bahwa “langkah memperbesar PDB
dipandang sebagai usaha memperbanyak telur untuk memenuhi permintaan
pasar tanpa memperhatikan bagaimana memelihara dan memberi makan ayam
yang menghasilkan telur tersebut”. Pendapat tersebut mengisyaratkan
pentingnya peranan sumberdaya alam dan lingkungan dalam menjamin
pembangunan yang berkelanjutan. Kenyataan menunjukkan bahwa di negara-
negara berkembang, penggunaan sumberdaya alam memberikan kontribusi
yang tinggi terhadap PDB, yaitu sebesar 44% sedangkan di negara-negara maju
kontribusinya relatif kecil, yaitu hanya sebesar 17% (Waluyo, 2002). Dari fakta
dan data tersebut jelas bahwa lingkungan merupakan salah satu modal penting
yang menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi, sehingga pembangunan
yang berwawasan lingkungan merupakan prasyarat bagi pembangunan yang
berkelanjutan.
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 10
2.2 PDRB Hijau
2.2.1 Konsep Dasar
Walaupun dianggap sebagai salah satu penemuan atau inovasi besar
pada abad ke-20, namun PDRB (konvensional) memiliki banyak kelemahan.
Salah satunya yang merupakan kritik utama adalah tidak memasukkan aspek
lingkungan yang rusak sebagai dampak (eksternalitas) negatif dari
pembangunan ekonomi. Kerusakan lingkungan dapat menimbulkan biaya sosial
(social cost) yang besar sehingga pada akhirnya dapat menurunkan tingkat
kesejahteraan masyarakat (social welfare) sebagai tujuan akhir dari
pembangunan ekonomi.
PDRB Hijau merupakan konsep revolusioner yang mengintegrasikan
aspek lingkungan ke dalam pembangunan ekonomi dalam konteks
pembangunan yang berkelanjutan. Penghitungan PDRB Hijau memasukkan dua
komponen lingkungan, yaitu deplesi sumberdaya alam dan degradasi
lingkungan. Deplesi sumberdaya alam adalah berkurangnya jumlah sumberdaya
alam yang tersedia, sedangkan degradasi atau menurunnya kualitas lingkungan
diartikan sebagai menurunnya fungsi atau kemampuan lingkungan dalam
menyediakan barang dan jasa lingkungan. Jika hanya deplesi sumberdaya alam
yang dimasukkan ke dalam penghitungan, maka dinamakan dengan PDRB Semi
Hijau. Sementara itu, PDRB konvensional dikenal dengan nama PDRB Coklat.
Penghitungan PDRB Hijau merupakan aplikasi dari Neraca Sumberdaya
Alam dan Lingkungan atau Natural Resource and Environmental Accounting
(NREA). Sebagai koreksi terhadap kelemahan dari PDRB konvensional, PDRB
Hijau mampu menyajikan indikator kinerja perekonomian yang lebih
komprehensif dan berkualitas serta merefleksikan kesejahteraan masyarakat
yang sesungguhnya. Gambar 1 menyajikan kerangka konseptual dari PDRB
Hijau.
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 11
Gambar 1. Kerangka Konseptual PDRB Hijau
2.2.2 Penghitungan PDRB Hijau
Pada dasarnya PDRB Hijau merupakan penyesuaian dari PDRB Coklat
dengan penambahan komponen lingkungan berupa deplesi sumberdaya alam
dan degradasi lingkungan. Secara matematis, formula penghitungan PDRB Hijau
sebagai berikut (Suparmoko, 2005; Ratnaningsih dkk.,2006) :
Nilai produksi Rp ……….
Biaya input antara Rp ………. (-)
PDRB Coklat Rp ……….
Deplesi sumberdaya alam Rp ………. (-)
PDRB Semi Hijau Rp ……….
Degradasi lingkungan Rp ………. (-)
PDRB Hijau Rp ……….
Berdasarkan formula tersebut, maka untuk memperoleh nilai PDRB Hijau
dibutuhkan penghitungan PDRB Coklat, deplesi sumberdaya alam, dan
degradasi lingkungan.
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 12
Pembangunan Ekonomi
Pendapatan Masyarakat
Kerusakan Lingkungan
Deplesi Sumberdaya Alam
Degradasi Lingkungan
Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB)
PDRB Hijau
Kesejahteraan Masyarakat
Biaya Lingkungan
(4)
1.2.2.1 Penghitungan PDRB Coklat
PDRB Coklat telah disusun oleh BPS yang membagi sektor ekonomi ke
dalam 9 sektor usaha, yaitu: sektor pertanian; sektor pertambangan dan
penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor
konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan
komunikasi; sektor keuangan dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa. Nilai
PDRB Coklat dihitung dari penjumlahan nilai tambah per sektor dengan
menggunakan rumus (1). Jika suatu sektor tidak memiliki produk yang dapat
dijual di pasar seperti sektor pemerintahan dan pendidikan, biasanya dipakai
pendekatan pendapatan yaitu balas jasa terhadap faktor produksi dalam bentuk
upah/gaji, sewa, bunga, dan laba.
1.2.2.2 Penghitungan deplesi sumberdaya alam
Penghitungan nilai deplesi sumberdaya alam dilakukan melalui langkah-
langkah: (1) identifikasi sumberdaya alam yang terdeplesi; (2) melakukan
kuantifikasi volume fisik sumberdaya alam yang terdeplesi; (3) melakukan valuasi
ekonomi sumberdaya alam yang terdeplesi. Nilai deplesi sumberdaya alam
diperoleh dengan mengalikan volume pengambilan masing-masing jenis
sumberdaya alam dengan unit rent atau unit net price. Nilai deplesi dapat
dinyatakan dalam persamaan:
(5)
di mana: Dx = nilai deplesi; Ux = unit rent; Qx = volume sumberdaya alam x yang
diambil.
Cara menghitung unit rent adalah dengan mengurangkan biaya
pengambilan per unit dari harga sumberdaya alam termasuk nilai laba per unit
(balas jasa pengeluaran investasi) yang layak diterima oleh si pemrakarsa. Adapun
nilai laba yang layak itu dianggap sama dengan tingkat bunga pinjaman di bank
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 13
sebagai biaya alternatif dari modal yang ditanam untuk mengeksploitasi
sumberdaya alam di daerah yang bersangkutan.
Penerimaan kotor Rp ………
Biaya produksi Rp ………. (-)
Laba kotor Rp ……….
Laba layak (balas jasa investasi) Rp ………. (-)
Unit Rent Rp ……….
Berdasarkan rumus tersebut, maka penghitungan PDRB Hijau memerlukan
langkah-langkah seperti yang dijabarkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Penghitungan PDRB Hijau
1.2.2.3 Penghitungan degradasi lingkungan
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung degradasi lingkungan
yaitu: (1) mengidentifikasi komponen lingkungan yang terdegradasi; (2)
melakukan kuantifikasi fisik degradasi lingkungan; dan (3) melakukan valuasi
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 14
(6)
Nilai produksi
Biaya input antara
Penghitungan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB)
Penghitungan deplesi
sumberdaya alam
PDRB Semi Hijau
Penghitungan degradasi lingkungan
PDRB Hijau
Identifikasi sumberdaya alam terdeplesi
Kuantifikasi volume sumberdaya alam
Valuasi ekonomi sumberdaya alam
Identifikasi komponen lingkungan terdegradasi
Kuantifikasi fisik komponen lingkungan
Valuasi ekonomi degradasi lingkungan
ekonomi degradasi lingkungan. Penghitungan degradasi lingkungan merupakan
tahap yang paling sulit dalam penghitungan PDRB Hijau karena terkait dengan
fungsi lingkungan yang kompleks. Ratnaningsih, dkk. (2006) menyebutkan 3
(tiga) fungsi lingkungan, yaitu: menghasilkan barang sumberdaya alam (natural
resource input); mengolah limbah alami (natural assimilator); serta menyediakan
jasa lingkungan (environmental services) dan kesenangan (amenity services).
Valuasi ekonomi degradasi lingkungan merupakan kegiatan untuk menilai
barang dan jasa lingkungan yang terdegradasi dalam satuan moneter. Sebelum
melakukan valuasi ekonomi, maka perlu diketahui nilai ekonomi dari lingkungan
itu sendiri. Nilai ekonomi total dijabarkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Nilai Ekonomi Total
Nilai total ekonomi atau total economic value (TEV) terdiri dari nilai guna
atau use value (UV) dan nilai bukan guna atau non-use value (NUV). Barton
(1994) menyebut UV dengan istilah instrumental value sedangkan NUV disebut
vicarious value, sedangkan Perman (2003) menyamakan istilah NUV dengan
PUV (passive-use value). Nilai guna adalah nilai yang diperoleh dari
pemanfaatan aktual barang dan jasa lingkungan, yang terdiri dari nilai guna
langsung atau direct use value (DUV), nilai guna tidak langsung atau indirect use
value (IUV).
Nilai guna langsung adalah nilai-nilai yang diperoleh dari pemanfaatan
langsung suatu barang dan jasa lingkungan, contoh nilai guna sumberdaya hutan
adalah menghasilkan kayu. Nilai guna tidak langsung merupakan nilai
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 15
Nilai Ekonomi Total(Total Economic Value)
Nilai Guna(Use Value)
Nilai Bukan Guna(Non-Use Value)
Nilai Lansung(Direct Value)
Nilai Tidak Langsung
(Indirect Value)
Nilai Pilihan(Option Value)
Nilai Warisan(Bequest Value)
Nilai Keberadaan(Existence
Value)
pemanfaatan barang dan jasa lingkungan secara tidak langsung, tetapi lebih
pada fungsi perlindungan dari lingkungan tersebut untuk kegiatan-kegiatan sosial
ekonomi masyarakat. Contoh nilai guna tidak langsung hutan adalah sebagai
penampung sumberdaya air, pencegah erosi, dan sebagainya.
Nilai bukan guna (NUV) merupakan nilai yang tidak berhubungan dengan
pemanfaatan aktual dari barang dan jasa lingkungan. Jenis nilai ini sulit diukur
(intangible) karena lebih didasarkan pada preferensi terhadap lingkungan dari
pada pemanfaatan langsung. NUV terdiri dari nilai pilihan atau option value (OV),
nilai warisan atau bequest value (BV) dan nilai keberadaan atau existence value
(EV). Nilai pilihan merupakan potensi manfaat langsung atau tidak langsung dari
barang dan jasa lingkungan di waktu mendatang dengan asumsi sumberdaya
tersebut tidak mengalami kemusnahan atau kerusakan yang permanen; sebagai
contoh sumberdaya genetik (plasma nutfah) dari hutan tropis. Nilai warisan (BV)
berkaitan dengan perlindungan suatu sumberdaya agar dapat diwariskan kepada
generasi mendatang. Nilai tersebut ditentukan sekarang untuk mengetahui
bahwa warisan sumberdaya akan tetap ada dan digunakan di waktu yang akan
datang. Nilai keberadaan (EV) adalah nilai yang diberikan oleh masyarakat pada
kawasan konservasi atas manfaat-manfaat spiritual, estetika, dan kultural,
sehingga terkait erat dengan aspek religius dan budaya. Nilai tersebut ditafsirkan
sebagai nilai keberadaan suatu ekosistem atau spesies tertentu, terlepas dari
apakah individu menggunakannya atau tidak; sebagai contoh kemauan
membayar dari masyarakat untuk kelangsungan hidup ikan paus biru dan panda.
Pearce dan Turner (1990) menyamakan istilah nilai keberadaan ini dengan nilai
intrinsik (intrinsic value) yang mengacu pada nilai yang mempunyai karakteristik
non-antroposentris.
Dalam melakukan valuasi nilai degradasi lingkungan banyak metode yang
dapat digunakan. Para ahli mengelompokkan metode valuasi ekonomi tersebut
ke dalam kategori yang berbeda-beda. Pemilihan metode yang tepat ditentukan
oleh banyak faktor, yaitu dampak yang akan divaluasi serta ketersediaan data,
waktu, dan sumberdaya keuangan.
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 16
Field dan Olewiler (2002) mengidentifikasi beberapa metode yang
digunakan untuk mengestimasi kerusakan ekonomi dari sisi manfaat sebagai
berikut:
A. Metode langsung (menggunakan harga pasar), terdiri dari:
1. Perubahan produktivitas (change in productivity)
2. Biaya pemeliharaan kesehatan (health-care cost)
3. Hilangnya modal manusia (loss of human capital)
4. Biaya penggantian/pemindahan (replacemen/restoration cost)
B. Metode tidak langsung, terdiri dari
1. Pengeluaran pencegahan/mitigasi (prevention/mitigating expenditures)
2. Perkiraaan hedonik (hedonic estimation), terdiri dari nilai kekayaan
(property value) dan perbedaan upah (wages differentials)
3. Pasar pengganti (surrogate market), terdiri dari: biaya perjalanan (travel
cost) dan produk hijau (green goods)
4. Metode valuasi kontinjen atau Contingent Valuation Methods (CVM)
Metode perubahan dalam produktivitas (change in productivity) digunakan
untuk menilai barang dan jasa lingkungan yang mempunyai harga pasar. Metode
ini memperlakukan lingkungan sebagai faktor produksi, sehingga perubahan
dalam kualitas lingkungan mendorong ke arah perubahan dalam produktivitas
dan biaya produksi, yang pada gilirannya mendorong ke arah perubahan harga
dan tingkat output dapat diamati dan diukur.
Dalam metode hilangnya modal manusia (loss of human capital), modal
manusia umumnya menggunakan proxi tenaga kerja yang dianggap sebagai
faktor produksi. Perubahan produktivitas manusia dinilai sebagai ukuran nilai
ekonomi dari adanya perubahan kualitas lingkungan. Alternatif lain dari aplikasi
metode ini adalah menilai besarnya biaya pengobatan yang diperlukan untuk
mengobati penyakit yang timbul akibat adanya penurunan (degradasi) kualitas
lingkungan. Pendekatan tersebut disebut dengan metode biaya perawatan
kesehatan (health-care cost). Metode biaya penggantian (replacement cost)
menghitung biaya penggantian atau perbaikan aset yang rusak dan
menggunakan biaya tersebut sebagai manfaat dari perbaikan tersebut.
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 17
Metode pengeluaran pencegahan atau mitigasi didasarkan pada perilaku
pencegahan (mitigation behaviour) dari individu atau masyarakat. Metode ini
mengukur biaya kerusakan untuk mengestimasi hilangnya potensi manfaat atau
nilai lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Metode estimasi hedonik mengukur kualitas jasa lingkungan melalui
penelaahan harga barang pengganti pada kondisi lingkungan berbeda dengan
menggunakan beberapa atribut. Metode ini sangat umum digunakan untuk
mengestimasi nilai kualitas lingkungan berdasarkan perbandingan harga rumah
dengan karakteristik fisik yang sama tetapi mempunyai kualitas lingkungan yang
berbeda. Metode perbedaan upah (wage differentials) merupakan metode lain
dari pendekatan estimasi hedonik. Metode ini didasarkan pada teori bahwa upah
yang lebih tinggi diperlukan untuk menarik para pekerja agar tinggal di daerah
berpolusi atau berada dalam pekerjaan lebih penuh resiko. Perbedaan dalam
tingkat upah dapat dimodelkan sebagai fungsi dari tingkat atribut yang berbeda
dari suatu pekerjaan.
Metode biaya perjalanan (travel cost) mengestimasi nilai lingkungan
berdasarkan biaya dan waktu perjalanan dalam mengunjungi wisata tertentu,
sehingga metode ini cocok digunakan untuk menilai fungsi lingkungan sebagai
penyedia jasa rekreasi. Metode lain dalam pendekatan pasar pengganti adalah
penggunaan barang yang ramah lingkungan (green goods) sebagai respon untuk
menghindari buruknya kualitas lingkungan.
Metode valuasi kontinjen (CVM) adalah teknik valuasi yang dapat
digunakan untuk semua jenis nilai lingkungan, terutama nilai-nilai yang bersifat
tidak nyata (intangible) dan sulit diukur, seperti nilai pilihan (option value), nilai
warisan (bequest value) dan nilai keberadaan (existence value). Metode ini
berbasis survei yang berusaha untuk mengestimasi nilai barang dan jasa
lingkungan secara langsung dari responden melalui kesediaan untuk membayar
(WTP) dan kesediaan untuk menerima (WTA). Turner et al. (1994) menamakan
metode CV sebagai metode expressed preference yang bertujuan untuk
mengetahui preferensi responden terhadap perubahan hipotetik atas barang dan
jasa lingkungan.
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 18
Implementasi penghitungan PDRB Hijau membutuhkan beberapa
persyaratan penting, yaitu sumberdaya manusia yang memadai, data yang
kompleks, biaya yang besar, serta dukungan dari pemerintah. Waluyo (2002)
mengatakan penghitungan PDRB Hijau memerlukan langkah-langkah sebagai
berikut: (1) inventarisasi sumberdaya alam, (2) menentukan sumberdaya alam
yang akan dihitung, (3) menyusun instrumen pengumpulan data, (4)
mengumpulkan data, serta (5) mengolah dan menganalisis data.
2.2.3 Perhitungan PDRB Hijau di Indonesia
Kementerian Lingkungan Hidup telah mengembangkan konsep PDRB
Hijau sejalan dengan konsep Neraca Terpadu Lingkungan dan Ekonomi Nasional
yang dirintis oleh Biro Pusat Statistik (BPS) mulai tahun 1995. Uji coba dilakukan
di Kabupaten Kutai Kertanegara pada tahun 2002 untuk penghitungan PDRB
Semi Hijau. Selanjutnya pada tahun 2003 dikembangkan Buku Pedoman
Penyusunan PDRB Hijau dengan wilayah uji coba di Kabupaten Karawang.
Namun demikian, dalam perkembangannya tidak banyak daerah yang
melakukan penghitungan PDRB Hijau, juga terutama belum dilakukan secara
berkala dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa pengalaman penerapan
perhitungan PDRB Hijau di Indonesia.
Tabel 3
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 19
Perhitungan PDRB Hijau di Indonesia
No. Daerah Deplisi SDADegradasi
LingkunganHasil Perhitungan
1 Indonesia, tahun 1974-1988(Repetto dkk., 1989)
Hutan, minyak, dan tanah
- (Semi Hijau)
Laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 4% per tahun bukan 7% seperti dalam perhitungan PDRB Coklat.
2 Kab. Kutai Kertanegara(Pilot project, 2002)
Kayu, batu bara
- (Semi Hijau)
- Kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB Coklat tahun 1999 sebesar 11,3% dan tahun 2000 sebesar 4,9%
- Kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB Coklat tahun 1999 sebesar 37,5% dan tahun 2000 sebesar 14,8%
3 Kab. Karawang Tahun 2001 (2004)
Air (semua sektor); tanah liat, batu kali, dan pasir (sektor pertambangan)
Lahan kritis, hutan mangrove
- Nilai deplesi 67,58 miliar
- Nilai degradasi 728, 56 miliar per tahun
4 Kab. Berau (PDRB Sektor Kehutanan tahun 2000-2004)
Kayu Lahan PDRB Hijau sektor kehutanan bernilai negatif
Sumber: Suparmoko (2005), Ratnaningsih dkk., (2006)
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 20
BAB 3
METODE PENGHITUNGAN
3.1. Tahapan Kegiatan
Kegiatan perhitungan PDRB Hijau sektor industri makanan, minuman dan
tembakau dilakukan melalui beberapa tahap:
1. Persiapan, meliputi kegiatan: pembentukan tim penyusun; pembuatan
surat ijin dan kelengkapan administrasi, studi literatur dan penelusuran
data awal terkait dengan penghitungan PDRB Hijau
2. Penghitungan PDRB, meliputi tahapan kegiatan sebagai berikut:
a. Identifikasi dan inventarisasi komponen sumberdaya alam dan
lingkungan yang akan digunakan dalam penghitungan.
b. Pengumpulan data meliputi kegiatan penentuan jenis dan sumber
data serta instrumen pengumpulan data.
c. Pengolahan dan analisis data meliputi kegiatan: tabulasi dan
kompilasi data, penyajian data dalam bentuk tabel dan grafik,
serta analisis dan interpretasi data secara desktiptif.
d. Pembahasan hasil perhitungan.
3. Penyelesaian akhir, yang meliputi pembuatan laporan, revisi dan
penyempurnaan, serta pembuatan dan laporan akhir
3.2. Teknik Penghitungan
3.2.1. Deplesi Sumberdaya Alam
Hasil pengamatan terhadap data yang tersedia dapat identifikasi bahwa
sumberdaya alam yang terdeplesi di sektor industri makanan, minuman dan
tembakau.
3.2.1.1. Deplesi lahan
Pengukuran nilai deplesi lahan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 21
a. Menghitung konversi lahan industri makanan, minuman dan tembakau
dengan cara mengurangi luas lahan tahun sekarang (n) dengan tahun
sebelumnya (n-1)
b. Melakukan valuasi ekonomi nilai deplesi lahan dengan metode perubahan
produktivitas sebagai berikut:
(7)
dimana Dn adalah nilai deplesi, PDn adalah produktivitas lahan, dan Hn
adalah harga beras, dan n menunjukkan tahun ke-n.
3.2.1.2. Deplesi air
Valuasi ekonomi deplesi air dilakukan dengan metode perubahan
produktivitas. Melalui penyesuaian dengan ketersediaan data, penilaian deplesi
air dilakukan dengan menggunakan rumus:
(8)
dimana Dn adalah nilai deplesi, Pn adalah jumlah produksi, dan Bn adalah biaya
pengairan, i adalah kabupaten/kota ke-i dan n menunjukkan tahun ke-n. Angka
400m3 merupakan nilai konversi kebutuhan air per 1 ton (Revelle, 1963 dalam
Nahriyanti, 2008).
3.2.2. Degradasi Lingkungan
Penghitungan degradasi lingkungan dilakukan dengan menggunakan
indikator degradasi lahan, yaitu lahan kritis. Valuasi ekonomi untuk degradasi
lahan dihitung dengan rumus:
(9)
dimana DGn adalah nilai degradasi, LKn adalah luas lahan kritis, KPn adalah
kebutuhan pupuk, Hn adalah harga pupuk, dan n adalah tahun ke-n.
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 22
3.3. Variabel dan Data
Tabel 4 menyajikan variabel yang digunakan dalam penghitungan PDRB
Hijau sektor pertanian sub-sektor tanaman bahan makanan. Data yang
digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari publikasi berbagai
instansi. Sampel data dilakukan secara runtut waktu (time series) tahun 2002–
2007. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan teknik dokumentasi.
Tabel 4Variabel, Definisi Operasional dan Data
No. Variabel Definisi Operasional Sumber Data
1 PDRB Jawa Timur Penjumlahan nilai tambah produksi pada masing-masing sektor (ada sembilan sektor ekonomi) di Jawa Timur dinyatakan dalam rupiah
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, berbagai tahun penerbitan; Bank Indonesia (BI), berbagai tahun penerbitan
2 PDRB sektor pertanian
Nilai tambah produksi pada sektor pertanian di Jawa Timur dinyatakan dalam rupiah
BPS, BI
3 PDRB sub sektor tanaman bahan makanan
Nilai tambah produksi pada sub sektor tanaman bahan makanan khusus padi di Jawa Timur dinyatakan dalam rupiah
BPS, BI
4 Luas lahan pertanian tanaman padi
Luas lahan pertanian yang ditanami padi dinyatakan dalam hektar
Dinas Pertanian
5 Harga tanah per m2 per kabupaten/kota
Harga tanah per m2 per kabupaten/kota di Jawa Timur dinyatakan dalam rupiah
BPS
6 Produksi padi/beras per hektar tanah per kabupaten
Rata-rata produksi padi sawah dalam sekali panen per kabupaten/ kota di Jawa Timur dinyatakan dalam rupiah
Dinas Pertanian
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 23
7 Harga beras per kg Rata-rata harga beras (lokal dan impor) per kg di masing-masing kabupaten di Jawa Timur dinyatakan dalam rupiah
BPS/ BULOG
8 Biaya pengairan Biaya pemakaian air sektor pertanian tanaman padi per hektar per kabupaten/ kota di Jawa Timur dinyatakan dalam rupiah
Dinas Pertanian
9 Lahan kritis Luas lahan kritis di luar kawasan hutan per kabupaten/kota di Jawa Timur dinyatakan dalam hektar
Dinas Pertanian
10 Kebutuhan pupuk Jumlah pupuk yang dibutuhkan per hektar lahan dinyatakan dalam satuan kilogram
Dinas Pertanian
11 Harga pupuk Harga pupuk per kg jenis urea, NPK, SP-36, dan ZA dinyatakan dalam rupiah
Dinas Pertanian, sumber pustaka lain
Proposal Kajian “Evaluasi Ekonomi Lingkungan” 24