proposal pbl new

47
1 MENINGKATAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PROBLEM BASIC LEARNING BAB 1 A. Latar Belakang Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standart kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga memperoleh titik awal berhasilnya pembelajaran (semiawan, 1985). Banyaknya teori dan hasil penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran atas dasar ini munculah istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi CBSA adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) dikembangkan dari pemikiran nilai – nilai demokrasi, belajar efektif perilaku kerjasama dan menghargai keanekaragaman dimasyarakat. Siswa mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan orang dewasa dalam bentuk anak kecil, mereka mempunyai cara

Upload: syaeful-awaludinnur

Post on 10-Nov-2015

269 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PROPOSAL PENELITIAN PENDIDIKAN

TRANSCRIPT

1

MENINGKATAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PROBLEM BASIC LEARNING

BAB 1

A. Latar BelakangKeberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standart kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga memperoleh titik awal berhasilnya pembelajaran (semiawan, 1985). Banyaknya teori dan hasil penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran atas dasar ini munculah istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi CBSA adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) dikembangkan dari pemikiran nilai nilai demokrasi, belajar efektif perilaku kerjasama dan menghargai keanekaragaman dimasyarakat.Siswa mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan orang dewasa dalam bentuk anak kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk mengahayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar. Perkembangan mental melalui tahap tahap tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua siswa walaupun berlangsungnya tahap tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ketahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap siswa. Dengan menggunakan PBL siswa tidak hanya sekedar menerima informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar terlibat secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran dengan diawali pada masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Karakteristik PBL lebih mengacu pada aliran pendidikan kontruktivisme, dimana belajar menggunakan proses aktif dari pembelajaran uuntuk membangun pengetahuan. Proses aktif yang bermaksud tidak hanya bersifat secara mental tetapi juga secara fisik. Artinya, melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan ini berlangsung secara mental. Matthews (suparno. 1997:56).Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000:@ dalam Nurhadi dkk,2004),Pembelajaran Berbasis Masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Learning (Pembelajaran Proyek), Eksperience-Based Education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman), Aunthentic Learning (Pembelajaran Autentik), dan Anchored Instruction (Pembelajaran Berakar Pada Dunia Nyata). Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyidikan dan dialog. Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru pengembang lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan secara inkuiri.Tercapainya pendidikan yang bermutu membutuhkan upaya terus menerus untuk selalu meningkatkan kualitas pembelajaran (Hamdani, 2011 : 295). Upaya ini memerlukan upaya meningkatkan kualitas pembelajaran karena tujuan dari berbagai program pendidikan adalah terlaksanannya program pembelajaran yang berkualitas. Pencapaian pembelajaran yang berkualitas dapat dilihat dari beberapa jauh yaitu komponen komponen yaitu guru, siswa, kurikulum dan bahan ajar, iklim pembelajaran, media belajar, fasilitas belajar dan materi pembelajaran mampu menghasilkan proses, hasil belajar yang optimal sesuai dengan ketentuan tuntutan kurikuler (Depdiknas, 2004 :6)Menurut Santyasa (2008:3) belajar dimulai dari suatu permasalahan. (Muhsetyo, 2008:1.20) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan realisasi dari keinginan meningkatkan pembelajaran matematika sehingga siswa mempunyai pandangan dan wawasan yang luas serta mendalam ketika menghadapi suatu masalah lebih lanjut berdasarkan pemendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standart isi dikemukakan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan untuk dapat memahami dan memecahkan masalah dan lebih menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yang dibuktikan dengan rasa ingin tahu, perhatian, dan minat yang besar dalam mempelajari matematika, terutama dalam pemecahan masalah.dengan kata lain pembelajaran matematika akan lebih bermakna ketika guru membimbing siswa dan mengikut sertakan siswa agar terlibat dalam situasi pemecahan masalah.Herman (2007:42) kenyataan yang terjadi saat ini hasil belajar matematika siswa sangat rendah baik di jenjang pendidikan dasar maupun pendidikan atas. Rendahnya hasil belajar matematika siswa menurut hasil survei IMSTEP-JICA (Development Of Science And Mathematis Teaching For Primary And Second Education In Indonesia)-(Japan International Cooperation Agency) dikarenakan dalam proses pembelajaran matematika guru umumnya berkonsentrasi pada latihan penyelesaian soal. Dalam kegiatan pembelajaran, guru menjelaskan konsep secara informatif memberikan contoh soal dan latihan latihan soal. Guru merupakan pusat kegiatan sedangkan siswa dalam pembelajaran cenderung pasif. Siswa hanya mendengarkan, mencatat penjelasan dan mengerjakan soal latihan sehingga pengalaman belajar yang mereka dapatkan tidak berkembang. Menurut Saragih (2007:33) matematika sekolah merupakan konsep essensial sebagai dasar untuk memahami konsep yang lebih tinggi, yang pada umumnya mempunyai banyak aplikasi dalam kehidupan dimasyarakat,. Konsep konsep tersebut dapat dipahami melalui pendekatan induktif maupun deduktif disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sampai saat ini keluhan dan kekecewaan terhadap hasil belajar matematika siswa masih sering disuarakan baik melalui media massa maupun lewat seminar seminar.Hudojo (Saragih, 2007:33) mengatakan bahwa sikap siswa memandang pelajaran matematika membosankan, tidak bermanfaat dan sulit dapat jadi karena mereka tidak mengetahui manfaat materi yang di pelajarinya atau mereka tidak dapat melihat keterkaitan materi yang dipelajari dengan kondisi nyata yang dihadapinya. Dari pandangan Hudojo ini bisa di tarik kesimpulan bahwa saat ini pembelajaran matematika masih menekankan pada perolehan hasil dan mengesampingkan proses. Akibatnya siswa merasa tertekan, jarang mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari hari dan yang pasti siswa akan mudah lupa materi yang di berikan guru.Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah metode pengajaran bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch,1995). Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategis pemecahan masalah dan dasar dasar pengetahuan dan keterampilan Dengan menempatkan peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan yang tidak terstruktur kdengan baik. Dua definisi diatas mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan setiap suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari hari.Menurut Boud dan Felleti (1991, dalam saptono, 2003) menyatakan bahwa Problem Basic Learning ia a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity. H.S. Barrows (1982), sebagai pakar PBL menyatakan bahwa definisi PBL adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradijono,2004).Berdasarkan pendapat pakar pakar tersebut maka disimpulkan bahwa PROBLEM BASIC LEARNING (PBL) merupakan metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah masalah didunia nyata. Sehingga dapat diartikan bahwa PBL adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan point utama dalam penerapan PBL. PBL merupakan satu proses pembelajaran dimana masalah merupakan pemandu utama ke arah pembelajaran tersebut.dengan demikian, masalah yang digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya.disini peneliti akan melakukan penelitian dengan judul : MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PROBLEM BASIC LEARNING

B. Pembatasan dan Perumusan MasalahMelihat luasnya cakupan masalah-masalah yang teridentifikasi dibandingkan waktu dan kemampuan yang dimiliki peneliti, maka peneliti merasa perlu memberikan batasan terhadap masalah yang akan dikaji agar analisis hasil penelitian ini dapat dilakukan dengan lebih mendalam dan terarah. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini terbatas yaitu: Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah di kelas IX SMP swasta Purwasari.Berdasarakan latar belakang di atas, maka yang menjadi fokuspermasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP swasta kelas VII Purwasari C. Tujuan PenelitianSejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:Untuk mengetahui apakah model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam memecahkan masalah matematika siswa kelas VII SMP swasta PurwasariD. Manfaat Penelitisesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian yangdiharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut:1. Bagi peneliti, dapat memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan model pembelajaran matematika melalui Problem Based Learning dan sebagai bekal peneliti sebagai calon guru mata pelajaran matematika dalam menjalani praktik mengajar dalam institusi formal yang sesungguhnya.2. Bagi guru matematika, sebagai alternatif melakukan variasi dalam mengajar dengan menggunakan model pembelajaran Problem BasedLearning dan memberi masukan dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga kualitas pembelajaran yang lebih baik.

3. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning.4. Bagi sekolah, bermanfaat untuk mengambil keputusan yang tepat dalam peningkatan kualitas pengajaran serta menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan inovasi pembelajaran matematika di sekolah.5. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan peneliti dan pembaca yang tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dan kemampuan pemecahan masalah siswa SMK.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar Berbasis Masalah/Problem Basic Learning (PBL)1. Definisi Pendekatan Berbasis Masalah (PBL)Belajar berbasis masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma kontruktivisme, yaitu berorientasi pada proses belajar siswa (student-centered learning). PBL merupakan model pembelajaran yang sangat popular dalam dunia kedokteran sejak 1970-an. PBL berfokus pada penyajian suatu pemasalahan (nyata atau stimulus) kepada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective). Adapun aspek aspek yang mempengaruhi proses pembelajaran PBL diantaranya: a. Aspek psikologi model pembelajaran PBL bersandarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Artinya perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif dan aspek afektif tetapi secara internal akan problema yang dihadapi.b. Aspek filosofis model pembelajaran PBL merupakan strategi yang memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan pada kenyataan setiap manusia akan selalu dihadapkan kepada masalah. Dengan adanya model pembelajaran PBL inilah diharapkan siswa dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya.c. Aspek perbaikan kualitas pendidikan, maka PBL merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Kita menyadari bahwa selama ini kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah kurang diperhatikan oleh setiap guru. Akibatnya, manakala siswa menghadapi masalah, walaupun masalah itu dianggap sepele, banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikannya dengan baik. Adapun dengan metode PBL itu sendiri mempunyai banyak variasi, diantaranya sebagai berikut :a. Permasalahan sebagai pemandu: masalah menjadi acuan kongkret yang harus menjadi perhatian pemelajar dan bacaan diberikan sejalan dengan masalah sedangkan masalah tersebut menjadi kerangka berfikir pemelajar dalam mengerjakan tugas.b. Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi: masalah disajikan setelah tugas tugas dan penjelasan diberikan. Tujuannya memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk menerapkan pengetahuan pemecahkan masalah.c. Permasalahan sebagai contoh: masalah dijadikan contoh dan bagian dari bahan belajar. Masalah digunakan untuk menggambarkan teori, konsep atau prinsip dan dibahas antara pemelajar dan guru.d. Permasalahan sebagai fasilitas proses belajar: masalah dijadikan alat untuk melatih pemelajar bernalar dan berfikir kritis.e. Permasalahan sebagai stimulus belajar: masalah merangsang pemelajar untuk mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan masalah dan keterampilan metakognitif.Definisi pendekatan belajar berbasis masalah (problem based Learning) adalah suatu lingkungan belajar dimana masalah mengendalikan proses belajar mengajar. Hal ini berarti sebelum pelajar belajar, mereka diberikan umpan berupa masalah. Masalah diajukan agar pelajar mengetahui bahwa mereka harus mempelajari beberapa pengetahuan baru sebelum mereka memecahkan masalah tersebut.Pendekatan ini juga mencangkup keduanya yaitu sebagai sebuah kurikulum dan sebuah proses. Kurikulum pembelajaran berbasis masalah terdiri atas masalah masalah yang telah dirancang dan dipilih dengan teliti, yang menuntut kemahiran pembelajar dalam prosesnya, pendekatan belajar berbasis masalah ini meniru pendekatan sistem yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah atau menemukan tantangan tantangan yang dihadapi dalam hidup ataupun karir (Siregar dan Nara,2010). Para ahli lainnya mengemukakan bahwa, pendekatan berbasis masalah adalah suatu pendekatan untuk membentuk struktur kurikulum yang melibatkan pelajar menghadapi masalah dengan latihan yang memberikan stimulus untuk belajar (Siregar dan Nara, 2010). Pendekatan ini juga merupakan suatu pengajaran yang menantang pelajaran untuk bekerjasama dalam sebuah group untuk mencari solusi dari masalah masalah yang nyata didunia ini. Masalah masalah ini digunakan untuk menarik rasa keingintahuan pelajar dan menginisiasikan pokok pokok perkara. Metode ini mempersiapkan pelajar untuk berfikir kritis dan analitis, serta untuk menemukan dan menggunakan sumber sumber belajar. 2. Konsep Dasar dan Karakteristik PBLPBL dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.Terdapat 3 ciri utama dari PBL. Pertama, PBL merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi PBL ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBL tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui PBL siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. PBL menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecah masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah. Berfikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berfikir deduktif dan induktif. Proses berfikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berfikir ilmiah dilakukan melalui tahapan tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas (Sanjaya, 2010).Untuk mengimplementasikan PBL, guru perlu memilih bahan pelajaran yang dimiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut bias diambil dari buku teks atau sumber sumber lain misalnya dari peristiwa yang terjadi dilingkungan sekitar, dari peristiwa dalam keluarga atau dari peristiwa kemasyarakatan.Strategi pembelajaran dengan masalah dapat di terapkan:a. Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pembelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara utuh.b. Apabila guru bermaksud untuk mngembangkan keterampilan berfikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara objektif.c. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa. d. Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.e. Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubunga antara teori dengan kenyataan).3. Hakikat Masalah dalam PBLMasalah dalam PBL adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa, bahkan guru, dapat mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian PBL memberika kesempatan pada siswa untuk berekspolarasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai oleh PBL adalah kemampuan siswa untuk berfikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternative pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangla menumbuhkan sikap ilmiah (Sanjaya, 2010).Hakikat dalam masalah PBL adalah Gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan, kerisauan, atau kecemasan. Oleh karena itu maka materi pembelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pembelajaran yang bersumber dari peristiwa peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Di bawah ini diberikan kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam PBL.1. Bahan pelajaran harus mengandung isu isu yang mengandung konflik (conflict issue) yang bias bersumber dari berita, rekaman video, dan yang lainnya.2. Bahan yang di pilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya.4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.4. Tahapan tahapan PBLBanyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan PBL. John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan ameriak menjelaskan 6 langkah PBL yang kemudian dia namakan metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu:1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah5. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.David Johnson & Johnson mengemukakan ada 5 langkah PBL melalui kegiatan kelompok:1. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bias meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.2. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai factor baik factor yang bias mengahambat maupun factor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bias dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan.3. Merumuskan alternative strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk belajar mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.4. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.5. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.5. Keunggulan dan kelemahan PBLa. Keunggulan1. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran2. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.3. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa4. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagai mana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.5. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu, pemecahan masalah juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.6. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bias memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku buku saja.7. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.8. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan kemampuan baru.9. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.10. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal berakhir.B. Keunggulan1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka merasa enggan untuk mencoba.2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan 3. Tanpa pemahamna mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.B. Metode pembelajaran Ceramah1. Definisi Metode CeramahMetode ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaranMelalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada kelompok siswa. Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari guru ataupun siswa. Guru biasanya belum merasa puas menakala dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang memberikan materi pembelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru yag berceramah berarti ada proses belajar dan tidak ada guru berarti tidak belajar.

2. Langkah langkah Menggunakan Metode CeramahAgar metode ceramah berhasil, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, baik pada tahap pelaksanaan a. Tahap persiapan1. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai.2. Menentukan pokok- pokok materi yang akan diceramahkan. b. Tahap pelaksanaanPada tahapan ini ada tiga langkah utama yang harus dilakukan:1. Langkah pembukaan2. Langkah penyajian3. Langkah mengakhiri atau menutup ceramah3. Kelebihan dan kelemahan Metode Ceramah Ada beberapa alesan mengapa ceramah sering digunakan. Alasan ini sekaligus merupakan keunggulan metode ini.a. Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan.b. Ceramah dapat menyajikan materi elajaran yang luas.c. Ceramah dapat memberikan pokok pokok materi yang perlu ditonjolkand. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang yang memberikan ceramah.e. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhanaDisamping beberapa kelebihan diatas, ceramah juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya :a. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru.b. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. Verbalisme adalah penyakit yang sangat mungkin disebabkan oleh proses ceramah.c. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan.d. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.C. Kemampuan AkademisDalam perjalanan waktu, belajar sering dikonotasikan hanya untuk memenuhi salah satu ranah atau tambahan stock modal yang dimiliki oleh manusia. Semakin terdidik manusia biasanya semakin lebih baik. Dalam terminology ekonomi, pendidikan adalah sebagai sebuah proses untuk meningkatkan nilai tambah manusia. Di dalam khasanah pedagogik, maka ranah pendidikan sering diklasifikasikan ke dalam 3 hal. Menurut klasifikasi bloom yakni: ranah kognitif, ranah psikomotorik dan ranah afektif.1. Knowledge (pengetahuan/kognitif)Perilaku yang merupakan proses perfikir atau perilaku yang termasuk hasil kerja otak. Beberapa kemampuan kognitif tersebut, antara lain sebagai berikut.a. Pengetahuan, tentang suatu materi yang telah dipelajarib. Pemahaman, memahami makna materic. Aplikasi atau penerapan penggunaan materi atau aturan teoritis yang prinsipd. Analisa, sebuah proses analisis teoretis dengan menggunakan kemampuan akal.e. Sintesa, kemampuan memadukan konsep, sehingga menemukan konsep baruf. Evaluasi, kemampuan melakukan evaluative atas penguasaan materi pengetahuan.2. Affective Domain (kawasan afektif)Perilaku yang dimunculkan seseorang sebagai pertanda kecenderungan untuk membuat pilihan atau keputusan beraksi di dalam lingkungan tertentu. Kawasan afektif meliputi tujuan belajar yang berkenan dengan minat, sikap dan nilai serta pengembangan penghargaan dan penyesuaian diri. Kawasan ini dibagi dalam lima jenjang tujuan yaitu:a. Penerimaan (receiving) : meliputi kesadaran akan adanya suatu system nilai,ingin menerima nilai, dan memperhatikan nilai tersebut.b. Pemberian respons (responding) : meliputi sikap ingin merespon terhadap system.c. Pemberian nilai atau penghargaan (valuing) : penilaian meliputi penerimaan terhadap suatu system nilai.d. Pengorganisasian (organization) : meliputi memilah dan menghimpun system nilai yang akan digunakane. Karakteristik (characterization) : karakteristik meliputi perilaku secara terus menerus sesuai dengan system nilai yang telah diorganisasikannya.3. Psychomotor Domain (kawasan psikomotor)Perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia. Tujuan belajar pada ranah psikomotor kelima jenjang tujuan tersebut adalah sebagai berikut.a. Meniru: kemampuan mengamati suatu gerakan agar dapat meresponsb. Menerapkan : kemampuan mengikuti pengarahan, gerakan pilihan dan pendukung dengan membayangkan gerakan orang lainc. Memantapkan : kemampuan memberikan respons yang terkoreksi atau respons dengan kesalahan kesalahan terbatsa atau minimal.d. Merangkai : koordinasi rangkaian gerak dengan membuat aturan yang tepate. Naturalisasi : gerakan yang dilakukan secara rutin dengan menggunakan energy fisik dan psikis yang minimal.

Kerangka berfikirDalam belajar matematika ada 2 objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan tidak lanngsung. Untuk mengetahui apakah kedua objek tersebut telah diperoleh siswa dapat dinilai dari hasil belajar matematika siswa. Hasil belajar matematika adalah skor tentang hasil belajar untuk tes yang didapatkan siswa setelah menerima pengalaman belajar untuk penilaian bersifat kognitif. Menurut para ahli hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik dipengaruhi oleh dua factor utama, yaitu factor internal dan factor eksternal. Adapun metode pembelajaran termasuk dalam factor eksternal, maka setiap guru perlu mengembangkan dan merevisi metode metode pembelajaran yang sesuai untuk siswa dan materi yang diajarkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.Metode Problem Basic Learning adalah metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah masalah dalam dunia nyata. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung sebagian besar aktivitas yang ada didalam kelas dilakukan oleh iswa, guru hanya sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa, dimulai dengan pemberian masalah yang memiliki konsep dunia nyata. Sehingga konsep materi statistika dan peluang ditemukan oleh siswa selama melakukan kegiatan pembelajaran, dan diduga siswa akan mengingat konsep temuan mereka dan konsep yang digunakan sesuai dengan yang telah disepakati dalam pemecahan masalah matematika. diharapkan metode problem basic learning mampu meningkatkan komunikasi hasil belajar siswa tersebut.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan dari metode pembelajaran problem basic learning terhadap peningkatan hasil belajar siswa

BAB IIIMETODE DAN DESAIN PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen, dimana unsur pemilihan secara acak diabaikan. Variabel-varibel penelitian yang dimaksud adalah pembelajaran matematika menggunakan model Problem Based Learning sebagai variabel bebas, dan Upaya meningkatkan komunikasi matematis SMP sebagai variabel terikat.A. Desain PenelitianPada penelitian ini akan digunakan dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Kelas eksperiman akan mendapat pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning, sedangkan kelas kontrol memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan konvensional. Dengan demikian desain eksperimen dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

AOXOA OOO = tes awal/ tes akhirX = pembelajaran dengan model Problem Based LearningB. Populasi dan SampelPopulasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di tempat penelitian akan diadakan. Dari populasi di atas dan berdasarkan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, dipilih 2 kelas yaitu XI-A yang menerima pembelajaran Problem Based Learning dan XI-B yang menerima pembelajaran biasa atau konvensional.C. Prosedur Pengolahan Data1. Uji Validitas InstrumenValiditas instrumen menurut Suherman (2003: 102) adalah ketepatan dari suatu instrumen atau alat pengukur terhadap konsep yang akan diukur, sehingga suatu instrumen atau alat pengukur terhadap konsep yang akan diukur dikatakan memiliki taraf validitas yang baik jika betul-betul mengukur apa yang hendak diukur. Untuk menguji validitas tes uraian, digunakan rumus Korelasi Produk-Moment memakai angka kasar (raw score) (Suherman, 2003:121).

2) ReliabilitasReliabilitas menurut Suherman (2003: 131) adalah ketetapan atau keajegan alat ukur dalam mengukur apa yang akan diukur. Kapan pun alat ukur tersebutdigunakan akan memberikan hasil ukur yang sama, tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan kondisi. Reliabilitas merujuk pada suatu pengertian bahwa satu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut baik atau dapat memberikan hasil yang tetap. Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian (Suherman, 2003: 154), interpretasi yang lebih rinci mengenai derajat reabilitas alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh Guilford, J.P (Suherman, 2003: 139).

3) Daya PembedaDaya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan antara test yang mengetahuijawabannya dengan benar dengan test yang tidak dapat menjawab soal tersebut.

4) Indeks KesukaranUntuk mencari indeks kesukaran (Suherman, 2003:154), untuk melihat sukar tidaknya sebuah butiran soal, pemeriksaannya tergantung daripadasistem penilaian yang kita pakai.

1. Instrumen Non Test

Instrumen non tes digunakan untuk memperoleh data kualitatif. Data kualitatif diolah atau dianalisis dengan cara membandingkan antara data yang diperoleh dengan teori yang ada. Instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Angket yang diberikan kepada siswa yang berada di kelas eksperimen dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana respon siswa terhadap Model Pembelajaran Problem Basic Learning.Angket dianalisis dengan menggunakan Skala Likert. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atan pertanyaan. Instrumen penellitian dengan Skala Likert dibuat dalam bentuk checklist karena mudah mentabulasikan data dan secara visual lebih menarik.

A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi ke dalam 3 tahap, yaitu :1. Tahap Persiapan, persiapan yang dipandang perlu sebelum penelitian antara lain :Mengidentifikasi masalah, menyusun proposal penelitian, melakukan seminar proposal, menyusun instrumen penelitian,melakukan uji coba instrumen penelitian dan menganalisisnya, melakukan perizinan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah :a. Penentuan sampel dan populasi b. Pemberian tes awal ( pretes )c. Menerapkan model pembelajaran Problem Basid Learningd. Pemberian tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai evaluasi pembelajarane. Pemberian angket terhadap siswa kelas eksperimen

3. Tahap akhir a. Melakukan analisis data kuantitatif terhadap hasil tes awal dan tes akhirb. Penarikan kesimpulan

B. Teknik Analisis DataSetelah data diperoleh, maka tahapan selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis data. Analisis data hasil tes dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengruh model pembelajaran Problem Basic Learning dengan model pembelajaran konvensional terhadap hasil tes belajar matematika siswa.Analisis data terbagi ke dalam dua bagian, yaitu analisis data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif yang berbentuk data angket. Namun dalam hal ini hanya dibatasi pada analisis data kuantitatif.

Analisis data kuantitatifData kuantitatif meliputi data hasil pretes dan postes yang didapatkan setelah melakukan penelitian. Analisis data pretes dan postes dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 2.1 for Windows. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji data kuantitatif adalah :a. Analisis data pretesAnalisis data hasil pretes dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :1. Statistik Deskriptif DataMencari nilai maksimum, nilai minimum, rerata dan simpangan baku dari tes kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Uji NormalitasUji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah data tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Perumusan hipotesis untuk uji nnormalitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :Ho : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normalH1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normalUji normalitas dilakukan dengan Uji Shapiro Wilk dengan taraf signifikasi 0,05Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut : 1. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak2. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima

3. Uji HomogenitasUji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah varians dari populasi mempunyai varians yang homogen atau tidak. Pasangan hipotesis nol dan hipotesis tandingan yang digunakan yaitu :Ho : tidak terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrolH1 : terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrolUji homogenitas dengan statistik uji Levences test dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut :1. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak2. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima

4. Uji Kesamaan Dua RerataUji kesamaan dua rerata bertujuan untuk mengetahui perbedaan rata-rata yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada saat pretes. Uji kesamaan dua rerata menggunakan uji t ( dua pihak ).Hipotesis dirumuskan sebagai berikut :Ho : Kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen tidak lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif siswa kelas kontrolH1 : Kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif siswa kelas kontrolKriteria pengambilan keputusannya yaitu :1. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka HO ditolak2. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka HO diterima

b. Analilsis data postesAnalisis data hasil postes dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :1. Statistik Deskriptif DataMencari nilai maksimum, nilai minimum, rerata dan simpangan baku dari tes kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Uji NormalitasUji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah data tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Perumusan hipotesis untuk uji normalitas dalam penelitian ini adalah :Ho : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normalH1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normalUji normalitas dilakukan dengan Uji Shapiro Wilk dengan taraf signifikasi 0,05Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut :1. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak2. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima

3. Uji HomogenitasUji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah varians dari populasi mempunyai varians yang homogen atau tidak. Pasangan hipotesis nol dan hipotesis tandingan yang digunakan yaitu :Ho : tidak terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrolH1 : terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrolUji homogenitas dengan statistik uji Levences test dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut :3. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak4. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima

4. Uji Kesamaan Dua RerataUji kesamaan dua rerata bertujuan untuk mengetahui perbedaan rata-rata yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada saat pretes. Uji kesamaan dua rerata menggunakan uji t ( dua pihak ).Hipotesis dalam uji kesamaan rerata adalah sebagaii berikut :Ho : pada tes akhir ( postes ) tidak terdapat perbedaan yanng signifikan antara hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran Quantum Learning dengan hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.H1 : Pada tes akhir ( postes ) hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran Quantum Learning lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.Apabila dirumuskan ke dalam hipotesis statistik adalah sebagai berikut :Ho : 1 = 2H1 : 1 2

Karena pengujian dilakukan untuk uji satu pihak, maka dari itu pengujian didasarkan pada kriteria uji yaitu terima Ho jika t hitung t 1- dan tolak jika t memiliki harga-harga lain dengan taraf signifikan 0,05.