proposal nanang a
DESCRIPTION
proposal penelitianTRANSCRIPT
PROSPEK DAN PROBLEM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL
DAN MENENGAH DI KOTA PEKALONGAN:
PERSPEKTIF PELAKU USAHA
Nanang Akhsin (231307013) Ekonomi Syari’ah Kelas A STAIN Pekalongan 2010
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan struktur perekonomian Indonesia dari yang berbasis agraria ke
basis industri, khususnya industri manufaktur, telah mengalami banyak
kemacetan setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Bahkan jika dilihat
dari industri berskala besar, Indonesia telah mengalami banyak penurunan yang
disebabkan karena sebagian bangkrut dan yang sebagian lagi mengalihkan
usahanya ke negara-negara lain untuk menyelamatkan usahanya.
Meskipun demikian harapan terhadap bangkitnya industri tidak ikut macet
dengan relatif masih bertahannya kelompok industri mikro kecil dan menengah
(UMKM). Ketika jumlah industri yang berskala besar mengalami penurunan
jumlah kelompok UMKM ini justru mengalami peningkatan.
Fenomena industri kecil dapat dipandang sebagai salah satu tahap dari
sebuah proses besar dari evolusi masyarakat. Sehingga dapat dikatakan industri
kecil (UMKM) adalah sebuah proses perubahan menuju masyarakat industri yang
berskala kelas besar di masa yang akan datang yang akan mampu menopang
perekonomian Indosesia.
Data Laporan Hasil Peneltian Susminingsih (2008)1 yang diperoleh dari
Kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan, koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) Kota Pekalongan dapat dijelaskan tampak bahwa jumlah
Usaha Miro Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami peningkatan. Hal ini
tampak pada tabel berikut ini:
1 ? Susminingsih, Kultur Ekonomi Pada Kluster Industri Kecil di Kota Pekalongan (STAIN Pekalongan: 2008), hlm. 3-4.
1
Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Klasifikasi Industri
Di Kota Pekalongan Tahun 2007
KLASIFIKASI
INDUSTRI
PERUSAHAAN TENAGA KERJA
2005 2006 2007 2005 2006 2007
Industri Logam,
Mesin dan Kimia:
1. Besar
2. Menengah
3. Kecil
-
9
287
-
9
284
-
8
318
-
439
1.023
-
439
1.037
-
384
1.209
Industri Aneka:
1. Besar
2. Menengah
3. Kecil
3
30
1.728
3
30
1.736
3
31
1.301
1.519
3.485
7.359
1.354
3.404
7.927
1.491
3.428
17.367
Industri Hasil
Pertanian:
1. Besar
2. Menengah
3. Kecil
-
11
1.541
1
13
1.073
1
13
1.073
-
2.426
6.533
137
3.489
5.133
137
3.728
5.174
Keterangan:
Pengelompokan perusahaan berdasakan nilai investasi:
- Besar = nilai investasi > 5 milyar rupiah
- Menengah = nilai investasi 200 juta – 5 milyar rupiah
- Kecil = nilai investasi < 200 juta rupiah
2
Data tersebut menunjukkan bahwa setiap klasifikasi industri baik industri
logam, mesin, dan kimia, industri aneka dan industri hasil pertanian semuanya
didominasi sektor industri kecil. Dari tahun 2005 ke 2006 dan juga dari tahun
2006 ke 2007 mengalami peningkatan dari sudut jumlah UKM maupun jumlah
tenaga kerja.
Secara garis besar, masyarakat di kota Pekalongan bergerak dikelompok
industri informal dan tradisional seperti industri batik, kerajinan alat tenun bukan
mesin (ATBM) dan kerajinan lainnya.
Tetapi bagaimana dengan prospek dan problem pengembangan UMKM
di kota Pekalongan berdasarkan perspektif pelaku usahanya. Hal-hal inilah yang
nantinya akan menjadi topik penelitian.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, perumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana prospek pengembangan UMKM di kota Pekalongan?
2. Problem-problem apa saja yang dihadapi pelaku usaha dalam pengembangan
usahanya di kota Pekalongan?
3. Strategi-strategi apa saja yang digunakan dalam pengembangan UMKM di
kota Pekalongan?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Peneltian ini bertujuan untuk mengungkap tentang prospek atau peluang,
permasalahan yang dihadapi, dan strategi yang digunakan dalam pengembangan
UMKM di kota Pekalongan.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada
masyarakat sebagi pelaku usaha tentang problem-problem dan prospek
pengembangan UMKM serta memberikan kontribusi kepada pihak terkait
sehubungan dengan strategi-strategi demi pembinaan dan pengembangan UMKM
di kota Pekalongan.
3
D. Telaah Pustaka
Beberapa penelitian sebelumnya telah berupaya untuk menjelaskan variabel-
variabel yang mempengaruhi kemampuan UMKM dan masalah-masalah yang
dihadapi UMKM dalam menjalankan usahanya dilihat dari beberapa aspek. Penelitian
yang dilakukan oleh Sukarna Wiranta dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
menyatakan bahwa pemberdayaan UMKM memiliki posisi strategis dalam
pembangunan. Lembaga keuangan bank maupun non bank berperan sangat penting
sehinnga dapat disebut agent of development sebab peran sertanya dalam
pengembangan UMKM telah berdampak positif dalam pembangunan nasional. Factor
yang sangat penting dala menjaga keberadaan UMKM adalah lembaga-lembaga
tersebut, sebab pembiayaan lembaga kredit dan lembaga keuangan dapat
menggairahkan UMKM agar bisa mandiri karena modalnya bertambah. Berbagai
upaya perlu terus dilakukan agar UMKM menjadi usaha yang professional dan
tangguh, serta dapat menjadi akselerator dalam gerakan perekonomian rakyat
sehingga skim kredit UMKM berjalan lancer dan tujuan untuk pemberdayaan
UMKM tercapai 2. Namun, studi Andi Ikhwan dan Agustina Musa (1998)3
menunjukkan bahwa sumber dan pola pembiayaan yang tersedia yang diterima
UMKM masih kurang sehingga UMKM hanyan memahami bank sebagai sumber
kredit saja. Mereka kurang mengetahui tentang modal ventura, bagi hasil, leasing,
factoring dan dana BUMN. Tambah lagi, kredit murah dari pemerintah yang banyak
dimanfaatkan oleh mereka yang dekat dengan orang-orang yang memiliki sumber
informasi itu. Dalam hal ini, banyak aparat terkait kurang transparan dalam
memberikan informasi.
Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Sri Lestari (2002)4
menyimpulkan bahwa dengan optimisme pertumbuhan dan peran UMKM dan
2 ? Sukarna Wiranta, Kebijakan Ekonomi Krakyatan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, LIPI, Jakarta, 2006.3 ? Andi Ikhwan dan Agustina Musa , Isu Pembiayaan dalam Kekuatan Kolektif sebagai Strategi Mempercepat Pemberdayaaan Usaha Kecil, The Asia Foundation, Jakarta, 1998.4 ? Sri Lestari, Perkembangan dan Strategi pengembangan Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Jurnal Ekonomi UNTAR, Jakarta, 2002.
4
potensi pembiayaan kredit dari perbankan yang semakin baik, perlu dirumuskan dan
dijabarkan implementasi strategi dan program yang jelas untuk mencapainya,
yaitu dukungan apa yang dapat dilakukan pemerintah, Bank Indonesia, perbankan
maupun lembaga keuangan non bank, dunia usaha serta masyarakat pada
umumnya, agar UMKM benar-benar bisa menjadi pilar utama perekonomian. Untuk
dapat memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan bank maupun non bank
yang mendasarkan pada kelayakan usaha, maka harus dilakukan pembenahan
dan peningkatan kemampuan dipihak UMKM. Peningkatan kemampuan
kewirausahaan, organisasi, manajemen, ketrampilan teknis usaha yang digeluti,
kemampuan inovasi, manajemen keuangan seperti perencanaan keuangan, maupun
kemampuan menyusun proposal kelayakan usaha sangat dibutuhkan guna
menjadikan UMKM ataupun wirausaha dengan produktivitas dan daya saing
tinggi.
Berkaitan dengan daya saing yang tinggi penelitian oleh Tulus Tambunan
(2005)5 menjelaskan bahwa salah satu yang umum disarankan di dalam literatur
mengenai UKM adalah mengembangkan UKM yang kompetitif dengan pendekatan
clustering. Kerjasama internal yang erat antar sesama UKM di dalam sebuah klaster
(atau sentra industri) dalam pemasaran, pengadaan bahan baku, R&D, dll. dan
kerjasama eksternal antara klaster dengan pihak-pihak lain di luar klaster seperti
perbankan, lembaga R&D/universitas, BDS (business development services),
departemen pemerintah, UB (misalnya lewat subcontracting), kadin, asosiasi bisnis,
dll. akan menghasilkan keuntungan aglomorasi karena kerjasama seperti itu
menghasilkan efisiensi yang tinggi, dibandingkan UKM yang beroperasi secara
sendiri-sendiri.
Sementara itu, Hardono (2004)6 mengemukakan bahwa pada dasarnya UKM
5 ? Tambunan, Tulus Tahi Hamonangan (2005), Ukuran Daya Saing Koperasi dan UKM, hasil penelitian dosen Fakultas Ekonomi , Universitas Trisakti, Jakarta.6 ? Hardono. 2004. Faktor-Faktor yang Menghambat Bisnis Ekspor UKM. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam Kegiatan Ekspor, 21 September 2004, Hotel Bumi Karsa, Jakarta.
5
memiliki hambatan yang bersifat klasik, yakni hambatan yang berkaitan dengan
rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM), lemahnya manajemen usaha,
rendahnya akses terhadap sumber pembiayaan dan pasar, serta rendahnya informasi
dan teknologi yang dimilikinya. UKM yang memiliki hambatan dan kendala usaha
berkaitan dengan ekspor diklasifikasikan menjadi dua, yakni internal dan eksternal.
Hambatan internal adalah hambatan yang disebabkan kekurangan atau kelemahan
yang melekat pada UKM itu sendiri. Hambatan eksternal adalah hambatan yang
disebabkan adanya faktor luar yang tidak melekat pada UKM.
Hal seperti itu juga disampaikan oleh Wayan Suarja (2007)7 bahwa
pemberdayaan UMKM dan koperasi sampai sekarang ini masih bergelut pada
masalah-masalah klasik seperti kesulitan akses terhadap permodalan, pasar,
teknologi dan informasi. Masalah rendahnya kualitas SDM UMKM, masalah
belum optimalnya fungsi lembaga pemberdayaan UMKM dan masalah iklim
usaha yang belum sepenuhnya berpihak kepada UMKM. Kondisi yang
demikian menyebabkan upaya-upaya yang dilakukan oleh UMKM sendiri terlihat
masih berjalan ditempat.
Mengenai sistem kerja pada UMKM penelitian Baju Bawono, Luciana Triani
Dewi, Ign. Luddy Indra Purnama (2008)8 menyatakan bahwa karakteristik dan
permasalahan umum organisasi sistem kerja dari UMKM dapat ditinjau dari tiga
dimensi, yaitu dimensi complexity, formalization, dan centralization. Berdasarkan
dimensi complexity, secara umum organisasi sistem kerja UMKM masih
sederhana untuk kriteria kualitas, produksi, pengelolaan order dan pengelolaan
bahan baku. Pada kriteria pengelolaan desain, kompleksitas organisasi sistem
kerja UMKM cukup terstruktur pada diferensiasi vertikal dan horisontal dengan 7 ? Wayan Suarja (2007), Kebijakan Pemberdayaan UKM dan Koperasi Guna Menggerakkan Ekonomi Rakyat dan Menanggulangi Kemiskinan, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Disampaikan dalam acara Bimbingan Teknis Pengembangan UMKM dalam rangka Meningkatkan Perekonomian Daerah dan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang diadakan oleh LPPM. IPB-Bogor, 7 dan 8 Nopember 2007.8 ? Baju Bawono, Luciana Triani Dewi, Ign. Luddy Indra Purnama, Pemetaan Organisasi Sistem Kerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Daerah Istimewa Yogyakart, Universitas Atma Jaya Yogyakarta , Jurnal Teknologi Industri Vol. XII No.1 Januari 2008: 69- 82.
6
adanya bagian atau karyawan khusus yang menangani masalah desain disamping
pemilik. Berdasarkan dimensi formalization, secara umum standardisasi pada
organisasi sistem kerja UMKM relatif sederhana untuk kriteria kualitas,
produksi, pengelolaan bahan baku dan pengelolaan desain. Karyawan
mempunyai keleluasaan gerak dalam menjalankan tugasnya, sehingga dibutuhkan
karyawan yang profesional dan terampil agar dapat berjalan baik. Pada kriteria
pengelolaan order, tingkat formalisasi organisasi sistem kerja UMKM pada
umumnya relatif baik dengan adanya form pengelolaan tetapi belum diatur
secara rapi. Sedangkan Berdasarkan dimensi centralization, secara umum tingkat
sentralisasi organisasi sistem kerja UMKM cukup tinggi pada seluruh kriteria,
dimana segala pengambilan keputusan terpusat pada pemilik. Untuk itu pemilik
harus memiliki kapabilitas yang baik pada semua kriteria. Permasalahan yang
timbul dengan sentralisasi tinggi adalah rasa memiliki dan rasa tanggungjawab
karyawan menjadi rendah.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya, maka ‘posisi’
penelitian yang akan dilakukan ini adalah meneliti secara intens (kuat) mengenai
prospek pengembangan UMKM dan problem-problem yang di hadapi oleh mereka
di Kota Pekalongan terutama ditinjau dari perspektif pelaku usahanya. Karena
sejauh ini belum ada penelitian yang secara spesifik meneliti tentang hal itu,
sehingga penelitian ini menjadi sangat perlu untuk dikaji secara ilmiah dan
mendalam.
E. Kerangka Teori
7
Pada tahun 2010 ini kawasan Asia memasuki era perdagangan bebas
ACFTA, sehubungan dengan itu banyak kalangan yang resah berkaitan dengan
masalah etis, apalagi masalah keadilan, yang muncul dalam sistem perdagangan
tersebut.
Adam Smith sebelum terbit bukunya: The Wealth of Nation pada tahun
1776, memang lebih populer sebagai seorang filsuf moral lewat bukunya The
Theory of Moral Sentiment, menyatakan bahwa:
“Sistem sosial masyarakat modern, adalah sistem sosial ekonomi pasar
bebas atau apa yang disebutnya dengan sistem ”kebebasan kodrati dan keadilan”,
sedangkan yang dimaksud dengan sistem ekonomi pasar bebas adalah sistem
terbaik karena sistem ini di bawah ”tangan gaib” dan sejauh tidak ada campur
tangan pemerintah “.
Sehingga dapat dimengerti bahwa dalam era perdagangan bebas ini
ditandai dengan semakin meningkatnya peran dunia bisnis di seluruh dunia,
kekuasaan dan peranan perusahaan berkembang dan bahkan disinyalir sebagai
penguasa bayangan di belakang penguasa resmi9.
Berkat kemajuan tehnologi, kreativitas, dan kewirausahaan, manajemen
telah menempatkan perusahaan sebagai pusat kekuasaan mengendalikan
kehidupan warga negara. Dengan organisasi yang baik, pertumbuhan yang cepat ,
dunia bisnis telah berhasil menghimpun otak-otak brilian dan potensial,
kecenderungan ini juga berlaku di Indonesia.
Eksistensi perusahaan memang pada dasarnya perlu untuk mengisi
kebutuhan manusia. Namun perusahaan dengan kaidah ekonomi yang
mendewakan efisiensi, efektivitas dan maksimalisasi laba, tidak sepenuhnya
cocok lagi dengan perkembangan zaman.
Secara umum, sistem perekonomian yang ada di Indonesia memang
merupakan suatu sistem perekonomian kerakyatan10, yang bergerak pada usaha-
9 ? Tarsis Tamudji, op.cit., hlm. 210 ? Prijono Tjiptoherijanto, op.cit., hlm. 142.
8
usaha berskala kecil. Rakyat sebagai pelaku pembangunan mempunyai potensi
yang besar dalam meningkatkan perekonomiannya sendiri maupun perekonomian
nasional pada umumnya. Sebagai negara dengan jumlah penduduk yang mencapai
hampir 200 juta jiwa, harus memandang jumlah yang besar ini sebagai suatu hal
yang positif, yaitu sebagai kekuatan, sebagai modal dan bukan dilihat
ketidakberdayaannya atau beban ketergantungannya, akan tetapi upaya-upaya
peningkatan kualitas penduduk untuk mewujudkan penduduk sebagai modal
pembangunan perlu terus dilakukan.
Dengan keadaan sumber daya yang sedemikian rupa dan upaya-upaya
peningkatan kualitas penduduk, tidak perlu berkecil hati dan mempertanyakan
apakah bangsa Indonesia, yang sebagian besar penduduknya masih berkecimpung
dalam ekonomi kerakyatan dengan bidang usaha terbatas pada usaha sektor
industri kecil, pertanian, perdagangan, jasa pariwisata, nantinya dapat ikut serta
dalam globalisasi ekonomi di tahun 2010 di lingkungan ASEAN atau tahun 2020
untuk kawasan APEC.
Bangsa Indonesia mempunyai suatu kepribadian yang unik, yaitu akan
melakukan sesuatu atau bergerak kalau sudah dalam keadaan “terpojok”11.
Apabila segala kegiatan, baik yang berupa usaha maupun kegiatan pembangunan
yang lain selalu dilindungi oleh pemerintah, maka tidak akan ada suatu kreativitas
yang dihasilkan. Lain halnya apabila dipojokkan, kreativitasnya akan muncul.
Dengan demikian, melalui upaya peningkatan kualitas penduduk, diharapkan
kreativitas-kreativitas yang tercipta akan semakin meningkat pula mutunya.
Hal lain yang merupakan potensi adalah sikap gotong-royong dan
kekeluargaan. Dengan sikap hidup yang telah mendarah daging itu, segala
permasalahan akan dapat diatasi, teutama melalui pencapaian keputusan dengan
bermusyawarah.
Mohammad Hatta pernah menulis, “di desa-desa sistem yang demokratis
masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat-istiadat yang hakiki, dasarnya
11 ? Ibid., hlm. 144.
9
adalah pemilikan tanah yang komunal, yaitu setiap orang merasa bahwa ia harus
bertindak berdasarkanpersetujuan bersama sewaktu mengadakan kegiatan
ekonomi…”. Keadaan ini sangat menjiwai sistem perekonomian Indonesia.
Perekonomian kerakyatan (usaha mikro) itu sendiri kebanyakan dilkukan
oleh pengusaha-pengusaha kecil yang bergerak di sektor-sektor seperti:12
1. Agrobisnis dan usaha pasca panen
2. Pariwisata
3. Jasa bangunan dan perbengkelan
4. Warung makanan dan warung serba ada
5. Industri rumah tangga berupa kerajinan dan hasil panen
6. Kebun bibit, dll.
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu titik tumbuh yaitu suatu titik
dimana suatu kegiatan usaha dapat berkembang dan makin membesar, makin
bervariasi dan beraneka ragam.
Selain itu, yang tidak kalah pentingnya direkayasa adalah kemitraan usaha
yang wujud prakteknya adalah kerjasama usaha.
Usaha miko dicirikan pemasaran yang masih mengandalkan pada pasar
domestik. Pada sisi lain, kekuatan industri kecil terletak antara lain pada
keterkaitannya yang kuat pada bahan baku lokal. Sementara dari aspek kompetisi,
industri kecil seringkali dihadapkan pada permasalahan kompetisi yang sangat
keras diantara industri kecil, dan pada sisi lain industri kecil seringkali juga
dihadapkan pada kompetisi yang tidak berimbang dengan industri sejenis yang
berskala lebih besar. Dengan demikian bagaimana sebenarnya peluang usaha bagi
industri kecil?
Seperti yang dinyatakan oleh Tarsis Tarmudji (1997) 13 bahwa
kemampuan menemukan peluang itu sangat dipengaruhi oleh capability dan
12 ? Ibid., hlm. 145
13 ? Tarsis Tamudji, op.cit., hlm. x.
10
capabilitas itu merupakan akumulasi dari hasil pengembangan internal diri dan
kualitas kerja.
Sedangkan untuk melihat peluang usaha kecil, dapat dilihat dari14:
a. Pertumbuhan omset selama kurun waktu tertentu.
Pertumbuhan omset yang tinggi pada suatu jenis industri merupakan
indikasi bahwa produk yang dihasilkan dibutuhkan oleh pasar. Dengan kata
lain, pertumbuhan omset yang tinggi merupakan indikasi bahwa permintaan
tehadap produk-produk tersebut terus meningkat dan atau harga produk
tersebut terus membaik ditinjau dari sisi produsen.
b. Besarnya profit margin selama kurun waktu tertentu
Profit margin adalah kemampuan suatu jenis industri dalam menghasilkan
keuntungan (sebelum pajak), yang dihitung dengan rumus:
VA - W
PM = ----------- x 100%
S
dimana: PM = profit margin
VA = value added atau nilai tambah
W = wages atau pengeluaran untuk tenaga kerja
S = sales atau omset penjualan
Profit margin yang tinggi pada suatu jenis industri merupakan indikasi
bahwa industri tersebut mempunyai peluang yang besar untuk berkembang,
dan sebaliknya.
c. Besarnya pangsa pasar pada kurun waktu tertentu.
Pangsa pasar yang kecil merupakan indikasi bahwa industri kecil kurang
mampu berkembang antara lain karena tergencet oleh persaingan dengan
insdustri besar sejenis. Dan sebaliknya pangsa pasar yang besar merupakan
indikasi bahwa industri kecil tersebut mempunyai peluang usaha yang besar
14 ? Jusmaliani, et al., op.cit., hlm.73-75.
11
baik karena belum terdesak oleh usaha sejenis dengan skala yang lebih besar
atau karena perkembangan industri kecil itu sendiri cukup dinamis.
Selanjutnya diterangkan bahwa perekonomian kerakyatan ini mempunyai
kelemahan utama pada efisiensi dan produktivitas kerja, selain modal kerja dan
SDM modal itu sendiri. Sebagai penyebab dari kelemahan tersebut adalah
pengusaha kecil tidak mempunyai dana saing yang cukup tinggi. Rendahnya dana
saing ini bukannya hanya pada persaingan pemasaran produk dalam skala
regional maupun nasional, tetapi bahkan sampai pada kesempatan usaha yang
hanya sekedar untuk hidup ataupun mendapatkan keuntungan minimal.15
Proses globalisasi akan menyebabkan pengusaha kecil ini menjadi
semakin rentan dan dapat mengalami kehancuran. Pengusaha “kelas menengah
kecil” akan kembang kempis kebingungan akan memproduksi apa, karena
munculnya industri besar dan usaha-usaha bermodal “kakap” yang telah siap
berorientsi pasar dan efisien dalam produksi serta mengelola sumber daya secara
lebih produktif.
Dengan kondisi kesenjangan antara pengusaha kecil, menengah dan
“kakap” yang dapat mengarah kepada kondisi sosial ekonomi yang tidak sehat,
maka salah satu alternatif yang perlu mendapat prioritas adalah penggolongan
kemitraan. Kemitraan ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, misalnya:
pengusaha besar memasukkan pengusaha kecil sebagai salah satu sub-sistem
dalam usahanya, memberikan pembinaan dan pelatihan keterampilan dalam segi
meningkatkan mutu sumber daya manusia, hasil poduksi ataupun jasa, dan
pembinaan pengelolaan usaha serta pemberian bantuan permodalan.
Sebagaimana telah penulis ungkap pada latar belakang masalah bahwa
penelitian ini akan mengambil sampel pada Usaha Mikro kecil dan menengah
(UMKM) di Kota Pekalongan sebab memiliki beberapa keunikan yang
membuatnya layak untuk diteliti. Antara lain usaha-usaha dan strategi-strategi
15 ? Prijono Tjiptoherijanto, op.cit., hlm. 146.
12
yang mereka tempuh agar usahanya bisa selalu eksis dengan menantang setiap
kendala dan problem untuk mengembangkan usahanya.
Untuk meneliti hal tersebut, penulis menekankan pada pelaku UMKM,
yaitu pemilik usaha, karyawan dan orang–orang yang terkait dengan usaha
tersebut.
Disamping itu, ada beberapa persoalan yang menghadang kemajuan
industri kecil itu sendiri. Diantaranya, pertama, orientasi nilai tertentu yang sering
menyulitkan terbentuknya spesialisasi atau profesionalisme usaha. Orientasi nilai
semacam ini misalnya adalah “asal besok bisa makan”, “asal mudah”, “asal bisa
selamat”, tidak berambisi untuk maju, tidak ada keinginan untuk menambah
pengetahuan, cepat puas dengan hasil yang telah dicapai seperti dengan ucapan
mereka “Kayak gini saja sudah Alhamdulillah”. Kedua, ketidakstabilan mutu
produk karena kuatnya mencari keuntungan jangka pendek, bersikap spekulatif,
mudah meniru sehingga muncul persaingan yang tidak sehat. Ketiga, manajemen
keuangan yang belum baik, pada umumnya belum membedakan anggaran rumah
tangga dengan anggaran biaya produksi.
Dari segala hal yang menyangkut UMKM tersebut di atas, penelitian ini
memfokuskan pada pemahaman, pandangan, sikap dan perilaku pelaku usaha
pada UMKM, kaitannya dengan usaha pengembangan usahanya.
F. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini tergolong field research atau penelitian lapangan. Dan
berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, dengan harapan dapat mengungkap berbagai informasi
secara mendalam.
13
2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Kota Pekalongan.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi langsung. Observasi ini juga sering disebut dengan pengamatan
terlibat atau observasi partisipasi pasif. Hal ini dilakukan dengan
melakukan pengamatan terhadap pelaku usaha dalam melakukan
usahanya.
b. Wawancara mendalam (indepth interview). Pada wawancara ini
pengumpulan data tidak dilakukan dengan pola dan struktur yang ketat.
Metode ini diharapkan dapat membantu penulis untuk memperoleh data
yang bersifat eksploratif dan mendalam.
c. Dokumentasi. Metode ini dipakai untuk mengumpulkan data yang
bersumber dari dokumen yang terdapat di kantor terkait seperti Kantor
Dinas Perindustrian, Perdagangan, UKM dan Koperasi Kota Pekalongan.
4. Metode Analisis Data
Penelitian ini pendekatan yang dipakai adalah pendekatan kualitatif, maka
dalam analisisnya penulis menggunakan tehnik analisis keabsahan data,
kategorisasi, sistematisasi dan reduksi. Proses analisis ini dilakukan
bersamaan sejak awal dengan proses pengumpulan data, dengan beragam
tehnik refleksi bagi pendalaman dan pemantapan data. Data valid yang
diperoleh dikategorikan ke dalam masing-masing pokok sesuai
permasalahannya, disistemasikan kemudian diadakan pengeliminasian data
dari data yang tidak sesuai dengan topik permasalahan. Pada tiap kasusnya
digunakan tiga komponen analisisnya yaitu reduksi data, sajian data dan
penarikan simpulan atau feriikasi. Aktifitasnya dilakukan dalam bentuk
interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus.
Selanjutnya, dikomparasikan dengan kasus lain, demikian terus menerus.
G. Sistematika Pembahasan
14
Agar laporan ini mudah dipahami, maka penulis menyusunnya ke dalam
beberapa bab:
Bab I atau bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II yang berjudul prospek pengembangan UMKM mendeskripsikan
tentang prospek-prospek pengembangan UMKM di Kota Pekalongan dilihat dari
berbagai aspek.
Bab III yang berjudul problem pengembangan UMKM menganalaisis
karakteristik-karakteristik pelaku UMKM dan menguraikan permasalahan-
permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha di Kota Pekalongan dalam
mengembangkan usahanya.
Sedangkan pada bab IV yang berjudul strategi pengembangan UMKM
membahas tentang strategi-strategi yang harus dijalankan pelaku usaha dan juga
pihak terkait dalam pengembangan UMKM di Kota Pekalongan.dan sebagai bab
terakhir adalah bab penutup yang berisi simpulan dan saran.
15