proposal nanang a

24
PROSPEK DAN PROBLEM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI KOTA PEKALONGAN: PERSPEKTIF PELAKU USAHA Nanang Akhsin (231307013) Ekonomi Syari’ah Kelas A STAIN Pekalongan 2010 A. Latar Belakang Masalah Perubahan struktur perekonomian Indonesia dari yang berbasis agraria ke basis industri, khususnya industri manufaktur, telah mengalami banyak kemacetan setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Bahkan jika dilihat dari industri berskala besar, Indonesia telah mengalami banyak penurunan yang disebabkan karena sebagian bangkrut dan yang sebagian lagi mengalihkan usahanya ke negara-negara lain untuk menyelamatkan usahanya. Meskipun demikian harapan terhadap bangkitnya industri tidak ikut macet dengan relatif masih bertahannya kelompok industri mikro kecil dan menengah (UMKM). Ketika jumlah industri yang berskala besar mengalami penurunan jumlah kelompok UMKM ini justru mengalami peningkatan. Fenomena industri kecil dapat dipandang sebagai salah satu tahap dari sebuah proses besar dari evolusi 1

Upload: afat

Post on 23-Dec-2015

235 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

proposal penelitian

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Nanang a

PROSPEK DAN PROBLEM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL

DAN MENENGAH DI KOTA PEKALONGAN:

PERSPEKTIF PELAKU USAHA

Nanang Akhsin (231307013) Ekonomi Syari’ah Kelas A STAIN Pekalongan 2010

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan struktur perekonomian Indonesia dari yang berbasis agraria ke

basis industri, khususnya industri manufaktur, telah mengalami banyak

kemacetan setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Bahkan jika dilihat

dari industri berskala besar, Indonesia telah mengalami banyak penurunan yang

disebabkan karena sebagian bangkrut dan yang sebagian lagi mengalihkan

usahanya ke negara-negara lain untuk menyelamatkan usahanya.

Meskipun demikian harapan terhadap bangkitnya industri tidak ikut macet

dengan relatif masih bertahannya kelompok industri mikro kecil dan menengah

(UMKM). Ketika jumlah industri yang berskala besar mengalami penurunan

jumlah kelompok UMKM ini justru mengalami peningkatan.

Fenomena industri kecil dapat dipandang sebagai salah satu tahap dari

sebuah proses besar dari evolusi masyarakat. Sehingga dapat dikatakan industri

kecil (UMKM) adalah sebuah proses perubahan menuju masyarakat industri yang

berskala kelas besar di masa yang akan datang yang akan mampu menopang

perekonomian Indosesia.

Data Laporan Hasil Peneltian Susminingsih (2008)1 yang diperoleh dari

Kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan, koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah (UKM) Kota Pekalongan dapat dijelaskan tampak bahwa jumlah

Usaha Miro Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami peningkatan. Hal ini

tampak pada tabel berikut ini:

1 ? Susminingsih, Kultur Ekonomi Pada Kluster Industri Kecil di Kota Pekalongan (STAIN Pekalongan: 2008), hlm. 3-4.

1

Page 2: Proposal Nanang a

Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Klasifikasi Industri

Di Kota Pekalongan Tahun 2007

KLASIFIKASI

INDUSTRI

PERUSAHAAN TENAGA KERJA

2005 2006 2007 2005 2006 2007

Industri Logam,

Mesin dan Kimia:

1. Besar

2. Menengah

3. Kecil

-

9

287

-

9

284

-

8

318

-

439

1.023

-

439

1.037

-

384

1.209

Industri Aneka:

1. Besar

2. Menengah

3. Kecil

3

30

1.728

3

30

1.736

3

31

1.301

1.519

3.485

7.359

1.354

3.404

7.927

1.491

3.428

17.367

Industri Hasil

Pertanian:

1. Besar

2. Menengah

3. Kecil

-

11

1.541

1

13

1.073

1

13

1.073

-

2.426

6.533

137

3.489

5.133

137

3.728

5.174

Keterangan:

Pengelompokan perusahaan berdasakan nilai investasi:

- Besar = nilai investasi > 5 milyar rupiah

- Menengah = nilai investasi 200 juta – 5 milyar rupiah

- Kecil = nilai investasi < 200 juta rupiah

2

Page 3: Proposal Nanang a

Data tersebut menunjukkan bahwa setiap klasifikasi industri baik industri

logam, mesin, dan kimia, industri aneka dan industri hasil pertanian semuanya

didominasi sektor industri kecil. Dari tahun 2005 ke 2006 dan juga dari tahun

2006 ke 2007 mengalami peningkatan dari sudut jumlah UKM maupun jumlah

tenaga kerja.

Secara garis besar, masyarakat di kota Pekalongan bergerak dikelompok

industri informal dan tradisional seperti industri batik, kerajinan alat tenun bukan

mesin (ATBM) dan kerajinan lainnya.

Tetapi bagaimana dengan prospek dan problem pengembangan UMKM

di kota Pekalongan berdasarkan perspektif pelaku usahanya. Hal-hal inilah yang

nantinya akan menjadi topik penelitian.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan di atas, perumusan masalahnya adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana prospek pengembangan UMKM di kota Pekalongan?

2. Problem-problem apa saja yang dihadapi pelaku usaha dalam pengembangan

usahanya di kota Pekalongan?

3. Strategi-strategi apa saja yang digunakan dalam pengembangan UMKM di

kota Pekalongan?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Peneltian ini bertujuan untuk mengungkap tentang prospek atau peluang,

permasalahan yang dihadapi, dan strategi yang digunakan dalam pengembangan

UMKM di kota Pekalongan.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada

masyarakat sebagi pelaku usaha tentang problem-problem dan prospek

pengembangan UMKM serta memberikan kontribusi kepada pihak terkait

sehubungan dengan strategi-strategi demi pembinaan dan pengembangan UMKM

di kota Pekalongan.

3

Page 4: Proposal Nanang a

D. Telaah Pustaka

Beberapa penelitian sebelumnya telah berupaya untuk menjelaskan variabel-

variabel yang mempengaruhi kemampuan UMKM dan masalah-masalah yang

dihadapi UMKM dalam menjalankan usahanya dilihat dari beberapa aspek. Penelitian

yang dilakukan oleh Sukarna Wiranta dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

menyatakan bahwa pemberdayaan UMKM memiliki posisi strategis dalam

pembangunan. Lembaga keuangan bank maupun non bank berperan sangat penting

sehinnga dapat disebut agent of development sebab peran sertanya dalam

pengembangan UMKM telah berdampak positif dalam pembangunan nasional. Factor

yang sangat penting dala menjaga keberadaan UMKM adalah lembaga-lembaga

tersebut, sebab pembiayaan lembaga kredit dan lembaga keuangan dapat

menggairahkan UMKM agar bisa mandiri karena modalnya bertambah. Berbagai

upaya perlu terus dilakukan agar UMKM menjadi usaha yang professional dan

tangguh, serta dapat menjadi akselerator dalam gerakan perekonomian rakyat

sehingga skim kredit UMKM berjalan lancer dan tujuan untuk pemberdayaan

UMKM tercapai 2. Namun, studi Andi Ikhwan dan Agustina Musa (1998)3

menunjukkan bahwa sumber dan pola pembiayaan yang tersedia yang diterima

UMKM masih kurang sehingga UMKM hanyan memahami bank sebagai sumber

kredit saja. Mereka kurang mengetahui tentang modal ventura, bagi hasil, leasing,

factoring dan dana BUMN. Tambah lagi, kredit murah dari pemerintah yang banyak

dimanfaatkan oleh mereka yang dekat dengan orang-orang yang memiliki sumber

informasi itu. Dalam hal ini, banyak aparat terkait kurang transparan dalam

memberikan informasi.

Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Sri Lestari (2002)4

menyimpulkan bahwa dengan optimisme pertumbuhan dan peran UMKM dan

2 ? Sukarna Wiranta, Kebijakan Ekonomi Krakyatan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, LIPI, Jakarta, 2006.3 ? Andi Ikhwan dan Agustina Musa , Isu Pembiayaan dalam Kekuatan Kolektif sebagai Strategi Mempercepat Pemberdayaaan Usaha Kecil, The Asia Foundation, Jakarta, 1998.4 ? Sri Lestari, Perkembangan dan Strategi pengembangan Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Jurnal Ekonomi UNTAR, Jakarta, 2002.

4

Page 5: Proposal Nanang a

potensi pembiayaan kredit dari perbankan yang semakin baik, perlu dirumuskan dan

dijabarkan implementasi strategi dan program yang jelas untuk mencapainya,

yaitu dukungan apa yang dapat dilakukan pemerintah, Bank Indonesia, perbankan

maupun lembaga keuangan non bank, dunia usaha serta masyarakat pada

umumnya, agar UMKM benar-benar bisa menjadi pilar utama perekonomian. Untuk

dapat memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan bank maupun non bank

yang mendasarkan pada kelayakan usaha, maka harus dilakukan pembenahan

dan peningkatan kemampuan dipihak UMKM. Peningkatan kemampuan

kewirausahaan, organisasi, manajemen, ketrampilan teknis usaha yang digeluti,

kemampuan inovasi, manajemen keuangan seperti perencanaan keuangan, maupun

kemampuan menyusun proposal kelayakan usaha sangat dibutuhkan guna

menjadikan UMKM ataupun wirausaha dengan produktivitas dan daya saing

tinggi.

Berkaitan dengan daya saing yang tinggi penelitian oleh Tulus Tambunan

(2005)5 menjelaskan bahwa salah satu yang umum disarankan di dalam literatur

mengenai UKM adalah mengembangkan UKM yang kompetitif dengan pendekatan

clustering. Kerjasama internal yang erat antar sesama UKM di dalam sebuah klaster

(atau sentra industri) dalam pemasaran, pengadaan bahan baku, R&D, dll. dan

kerjasama eksternal antara klaster dengan pihak-pihak lain di luar klaster seperti

perbankan, lembaga R&D/universitas, BDS (business development services),

departemen pemerintah, UB (misalnya lewat subcontracting), kadin, asosiasi bisnis,

dll. akan menghasilkan keuntungan aglomorasi karena kerjasama seperti itu

menghasilkan efisiensi yang tinggi, dibandingkan UKM yang beroperasi secara

sendiri-sendiri.

Sementara itu, Hardono (2004)6 mengemukakan bahwa pada dasarnya UKM

5 ? Tambunan, Tulus Tahi Hamonangan (2005), Ukuran Daya Saing Koperasi dan UKM, hasil penelitian dosen Fakultas Ekonomi , Universitas Trisakti, Jakarta.6 ? Hardono. 2004. Faktor-Faktor yang Menghambat Bisnis Ekspor UKM. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam Kegiatan Ekspor, 21 September 2004, Hotel Bumi Karsa, Jakarta.

5

Page 6: Proposal Nanang a

memiliki hambatan yang bersifat klasik, yakni hambatan yang berkaitan dengan

rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM), lemahnya manajemen usaha,

rendahnya akses terhadap sumber pembiayaan dan pasar, serta rendahnya informasi

dan teknologi yang dimilikinya. UKM yang memiliki hambatan dan kendala usaha

berkaitan dengan ekspor diklasifikasikan menjadi dua, yakni internal dan eksternal.

Hambatan internal adalah hambatan yang disebabkan kekurangan atau kelemahan

yang melekat pada UKM itu sendiri. Hambatan eksternal adalah hambatan yang

disebabkan adanya faktor luar yang tidak melekat pada UKM.

Hal seperti itu juga disampaikan oleh Wayan Suarja (2007)7 bahwa

pemberdayaan UMKM dan koperasi sampai sekarang ini masih bergelut pada

masalah-masalah klasik seperti kesulitan akses terhadap permodalan, pasar,

teknologi dan informasi. Masalah rendahnya kualitas SDM UMKM, masalah

belum optimalnya fungsi lembaga pemberdayaan UMKM dan masalah iklim

usaha yang belum sepenuhnya berpihak kepada UMKM. Kondisi yang

demikian menyebabkan upaya-upaya yang dilakukan oleh UMKM sendiri terlihat

masih berjalan ditempat.

Mengenai sistem kerja pada UMKM penelitian Baju Bawono, Luciana Triani

Dewi, Ign. Luddy Indra Purnama (2008)8 menyatakan bahwa karakteristik dan

permasalahan umum organisasi sistem kerja dari UMKM dapat ditinjau dari tiga

dimensi, yaitu dimensi complexity, formalization, dan centralization. Berdasarkan

dimensi complexity, secara umum organisasi sistem kerja UMKM masih

sederhana untuk kriteria kualitas, produksi, pengelolaan order dan pengelolaan

bahan baku. Pada kriteria pengelolaan desain, kompleksitas organisasi sistem

kerja UMKM cukup terstruktur pada diferensiasi vertikal dan horisontal dengan 7 ? Wayan Suarja (2007), Kebijakan Pemberdayaan UKM dan Koperasi Guna Menggerakkan Ekonomi Rakyat dan Menanggulangi Kemiskinan, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Disampaikan dalam acara Bimbingan Teknis Pengembangan UMKM dalam rangka Meningkatkan Perekonomian Daerah dan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang diadakan oleh LPPM. IPB-Bogor, 7 dan 8 Nopember 2007.8 ? Baju Bawono, Luciana Triani Dewi, Ign. Luddy Indra Purnama, Pemetaan Organisasi Sistem Kerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Daerah Istimewa Yogyakart, Universitas Atma Jaya Yogyakarta , Jurnal Teknologi Industri Vol. XII No.1 Januari 2008: 69- 82.

6

Page 7: Proposal Nanang a

adanya bagian atau karyawan khusus yang menangani masalah desain disamping

pemilik. Berdasarkan dimensi formalization, secara umum standardisasi pada

organisasi sistem kerja UMKM relatif sederhana untuk kriteria kualitas,

produksi, pengelolaan bahan baku dan pengelolaan desain. Karyawan

mempunyai keleluasaan gerak dalam menjalankan tugasnya, sehingga dibutuhkan

karyawan yang profesional dan terampil agar dapat berjalan baik. Pada kriteria

pengelolaan order, tingkat formalisasi organisasi sistem kerja UMKM pada

umumnya relatif baik dengan adanya form pengelolaan tetapi belum diatur

secara rapi. Sedangkan Berdasarkan dimensi centralization, secara umum tingkat

sentralisasi organisasi sistem kerja UMKM cukup tinggi pada seluruh kriteria,

dimana segala pengambilan keputusan terpusat pada pemilik. Untuk itu pemilik

harus memiliki kapabilitas yang baik pada semua kriteria. Permasalahan yang

timbul dengan sentralisasi tinggi adalah rasa memiliki dan rasa tanggungjawab

karyawan menjadi rendah.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya, maka ‘posisi’

penelitian yang akan dilakukan ini adalah meneliti secara intens (kuat) mengenai

prospek pengembangan UMKM dan problem-problem yang di hadapi oleh mereka

di Kota Pekalongan terutama ditinjau dari perspektif pelaku usahanya. Karena

sejauh ini belum ada penelitian yang secara spesifik meneliti tentang hal itu,

sehingga penelitian ini menjadi sangat perlu untuk dikaji secara ilmiah dan

mendalam.

E. Kerangka Teori

7

Page 8: Proposal Nanang a

Pada tahun 2010 ini kawasan Asia memasuki era perdagangan bebas

ACFTA, sehubungan dengan itu banyak kalangan yang resah berkaitan dengan

masalah etis, apalagi masalah keadilan, yang muncul dalam sistem perdagangan

tersebut.

Adam Smith sebelum terbit bukunya: The Wealth of Nation pada tahun

1776, memang lebih populer sebagai seorang filsuf moral lewat bukunya The

Theory of Moral Sentiment, menyatakan bahwa:

“Sistem sosial masyarakat modern, adalah sistem sosial ekonomi pasar

bebas atau apa yang disebutnya dengan sistem ”kebebasan kodrati dan keadilan”,

sedangkan yang dimaksud dengan sistem ekonomi pasar bebas adalah sistem

terbaik karena sistem ini di bawah ”tangan gaib” dan sejauh tidak ada campur

tangan pemerintah “.

Sehingga dapat dimengerti bahwa dalam era perdagangan bebas ini

ditandai dengan semakin meningkatnya peran dunia bisnis di seluruh dunia,

kekuasaan dan peranan perusahaan berkembang dan bahkan disinyalir sebagai

penguasa bayangan di belakang penguasa resmi9.

Berkat kemajuan tehnologi, kreativitas, dan kewirausahaan, manajemen

telah menempatkan perusahaan sebagai pusat kekuasaan mengendalikan

kehidupan warga negara. Dengan organisasi yang baik, pertumbuhan yang cepat ,

dunia bisnis telah berhasil menghimpun otak-otak brilian dan potensial,

kecenderungan ini juga berlaku di Indonesia.

Eksistensi perusahaan memang pada dasarnya perlu untuk mengisi

kebutuhan manusia. Namun perusahaan dengan kaidah ekonomi yang

mendewakan efisiensi, efektivitas dan maksimalisasi laba, tidak sepenuhnya

cocok lagi dengan perkembangan zaman.

Secara umum, sistem perekonomian yang ada di Indonesia memang

merupakan suatu sistem perekonomian kerakyatan10, yang bergerak pada usaha-

9 ? Tarsis Tamudji, op.cit., hlm. 210 ? Prijono Tjiptoherijanto, op.cit., hlm. 142.

8

Page 9: Proposal Nanang a

usaha berskala kecil. Rakyat sebagai pelaku pembangunan mempunyai potensi

yang besar dalam meningkatkan perekonomiannya sendiri maupun perekonomian

nasional pada umumnya. Sebagai negara dengan jumlah penduduk yang mencapai

hampir 200 juta jiwa, harus memandang jumlah yang besar ini sebagai suatu hal

yang positif, yaitu sebagai kekuatan, sebagai modal dan bukan dilihat

ketidakberdayaannya atau beban ketergantungannya, akan tetapi upaya-upaya

peningkatan kualitas penduduk untuk mewujudkan penduduk sebagai modal

pembangunan perlu terus dilakukan.

Dengan keadaan sumber daya yang sedemikian rupa dan upaya-upaya

peningkatan kualitas penduduk, tidak perlu berkecil hati dan mempertanyakan

apakah bangsa Indonesia, yang sebagian besar penduduknya masih berkecimpung

dalam ekonomi kerakyatan dengan bidang usaha terbatas pada usaha sektor

industri kecil, pertanian, perdagangan, jasa pariwisata, nantinya dapat ikut serta

dalam globalisasi ekonomi di tahun 2010 di lingkungan ASEAN atau tahun 2020

untuk kawasan APEC.

Bangsa Indonesia mempunyai suatu kepribadian yang unik, yaitu akan

melakukan sesuatu atau bergerak kalau sudah dalam keadaan “terpojok”11.

Apabila segala kegiatan, baik yang berupa usaha maupun kegiatan pembangunan

yang lain selalu dilindungi oleh pemerintah, maka tidak akan ada suatu kreativitas

yang dihasilkan. Lain halnya apabila dipojokkan, kreativitasnya akan muncul.

Dengan demikian, melalui upaya peningkatan kualitas penduduk, diharapkan

kreativitas-kreativitas yang tercipta akan semakin meningkat pula mutunya.

Hal lain yang merupakan potensi adalah sikap gotong-royong dan

kekeluargaan. Dengan sikap hidup yang telah mendarah daging itu, segala

permasalahan akan dapat diatasi, teutama melalui pencapaian keputusan dengan

bermusyawarah.

Mohammad Hatta pernah menulis, “di desa-desa sistem yang demokratis

masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat-istiadat yang hakiki, dasarnya

11 ? Ibid., hlm. 144.

9

Page 10: Proposal Nanang a

adalah pemilikan tanah yang komunal, yaitu setiap orang merasa bahwa ia harus

bertindak berdasarkanpersetujuan bersama sewaktu mengadakan kegiatan

ekonomi…”. Keadaan ini sangat menjiwai sistem perekonomian Indonesia.

Perekonomian kerakyatan (usaha mikro) itu sendiri kebanyakan dilkukan

oleh pengusaha-pengusaha kecil yang bergerak di sektor-sektor seperti:12

1. Agrobisnis dan usaha pasca panen

2. Pariwisata

3. Jasa bangunan dan perbengkelan

4. Warung makanan dan warung serba ada

5. Industri rumah tangga berupa kerajinan dan hasil panen

6. Kebun bibit, dll.

Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu titik tumbuh yaitu suatu titik

dimana suatu kegiatan usaha dapat berkembang dan makin membesar, makin

bervariasi dan beraneka ragam.

Selain itu, yang tidak kalah pentingnya direkayasa adalah kemitraan usaha

yang wujud prakteknya adalah kerjasama usaha.

Usaha miko dicirikan pemasaran yang masih mengandalkan pada pasar

domestik. Pada sisi lain, kekuatan industri kecil terletak antara lain pada

keterkaitannya yang kuat pada bahan baku lokal. Sementara dari aspek kompetisi,

industri kecil seringkali dihadapkan pada permasalahan kompetisi yang sangat

keras diantara industri kecil, dan pada sisi lain industri kecil seringkali juga

dihadapkan pada kompetisi yang tidak berimbang dengan industri sejenis yang

berskala lebih besar. Dengan demikian bagaimana sebenarnya peluang usaha bagi

industri kecil?

Seperti yang dinyatakan oleh Tarsis Tarmudji (1997) 13 bahwa

kemampuan menemukan peluang itu sangat dipengaruhi oleh capability dan

12 ? Ibid., hlm. 145

13 ? Tarsis Tamudji, op.cit., hlm. x.

10

Page 11: Proposal Nanang a

capabilitas itu merupakan akumulasi dari hasil pengembangan internal diri dan

kualitas kerja.

Sedangkan untuk melihat peluang usaha kecil, dapat dilihat dari14:

a. Pertumbuhan omset selama kurun waktu tertentu.

Pertumbuhan omset yang tinggi pada suatu jenis industri merupakan

indikasi bahwa produk yang dihasilkan dibutuhkan oleh pasar. Dengan kata

lain, pertumbuhan omset yang tinggi merupakan indikasi bahwa permintaan

tehadap produk-produk tersebut terus meningkat dan atau harga produk

tersebut terus membaik ditinjau dari sisi produsen.

b. Besarnya profit margin selama kurun waktu tertentu

Profit margin adalah kemampuan suatu jenis industri dalam menghasilkan

keuntungan (sebelum pajak), yang dihitung dengan rumus:

VA - W

PM = ----------- x 100%

S

dimana: PM = profit margin

VA = value added atau nilai tambah

W = wages atau pengeluaran untuk tenaga kerja

S = sales atau omset penjualan

Profit margin yang tinggi pada suatu jenis industri merupakan indikasi

bahwa industri tersebut mempunyai peluang yang besar untuk berkembang,

dan sebaliknya.

c. Besarnya pangsa pasar pada kurun waktu tertentu.

Pangsa pasar yang kecil merupakan indikasi bahwa industri kecil kurang

mampu berkembang antara lain karena tergencet oleh persaingan dengan

insdustri besar sejenis. Dan sebaliknya pangsa pasar yang besar merupakan

indikasi bahwa industri kecil tersebut mempunyai peluang usaha yang besar

14 ? Jusmaliani, et al., op.cit., hlm.73-75.

11

Page 12: Proposal Nanang a

baik karena belum terdesak oleh usaha sejenis dengan skala yang lebih besar

atau karena perkembangan industri kecil itu sendiri cukup dinamis.

Selanjutnya diterangkan bahwa perekonomian kerakyatan ini mempunyai

kelemahan utama pada efisiensi dan produktivitas kerja, selain modal kerja dan

SDM modal itu sendiri. Sebagai penyebab dari kelemahan tersebut adalah

pengusaha kecil tidak mempunyai dana saing yang cukup tinggi. Rendahnya dana

saing ini bukannya hanya pada persaingan pemasaran produk dalam skala

regional maupun nasional, tetapi bahkan sampai pada kesempatan usaha yang

hanya sekedar untuk hidup ataupun mendapatkan keuntungan minimal.15

Proses globalisasi akan menyebabkan pengusaha kecil ini menjadi

semakin rentan dan dapat mengalami kehancuran. Pengusaha “kelas menengah

kecil” akan kembang kempis kebingungan akan memproduksi apa, karena

munculnya industri besar dan usaha-usaha bermodal “kakap” yang telah siap

berorientsi pasar dan efisien dalam produksi serta mengelola sumber daya secara

lebih produktif.

Dengan kondisi kesenjangan antara pengusaha kecil, menengah dan

“kakap” yang dapat mengarah kepada kondisi sosial ekonomi yang tidak sehat,

maka salah satu alternatif yang perlu mendapat prioritas adalah penggolongan

kemitraan. Kemitraan ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, misalnya:

pengusaha besar memasukkan pengusaha kecil sebagai salah satu sub-sistem

dalam usahanya, memberikan pembinaan dan pelatihan keterampilan dalam segi

meningkatkan mutu sumber daya manusia, hasil poduksi ataupun jasa, dan

pembinaan pengelolaan usaha serta pemberian bantuan permodalan.

Sebagaimana telah penulis ungkap pada latar belakang masalah bahwa

penelitian ini akan mengambil sampel pada Usaha Mikro kecil dan menengah

(UMKM) di Kota Pekalongan sebab memiliki beberapa keunikan yang

membuatnya layak untuk diteliti. Antara lain usaha-usaha dan strategi-strategi

15 ? Prijono Tjiptoherijanto, op.cit., hlm. 146.

12

Page 13: Proposal Nanang a

yang mereka tempuh agar usahanya bisa selalu eksis dengan menantang setiap

kendala dan problem untuk mengembangkan usahanya.

Untuk meneliti hal tersebut, penulis menekankan pada pelaku UMKM,

yaitu pemilik usaha, karyawan dan orang–orang yang terkait dengan usaha

tersebut.

Disamping itu, ada beberapa persoalan yang menghadang kemajuan

industri kecil itu sendiri. Diantaranya, pertama, orientasi nilai tertentu yang sering

menyulitkan terbentuknya spesialisasi atau profesionalisme usaha. Orientasi nilai

semacam ini misalnya adalah “asal besok bisa makan”, “asal mudah”, “asal bisa

selamat”, tidak berambisi untuk maju, tidak ada keinginan untuk menambah

pengetahuan, cepat puas dengan hasil yang telah dicapai seperti dengan ucapan

mereka “Kayak gini saja sudah Alhamdulillah”. Kedua, ketidakstabilan mutu

produk karena kuatnya mencari keuntungan jangka pendek, bersikap spekulatif,

mudah meniru sehingga muncul persaingan yang tidak sehat. Ketiga, manajemen

keuangan yang belum baik, pada umumnya belum membedakan anggaran rumah

tangga dengan anggaran biaya produksi.

Dari segala hal yang menyangkut UMKM tersebut di atas, penelitian ini

memfokuskan pada pemahaman, pandangan, sikap dan perilaku pelaku usaha

pada UMKM, kaitannya dengan usaha pengembangan usahanya.

F. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini tergolong field research atau penelitian lapangan. Dan

berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif, dengan harapan dapat mengungkap berbagai informasi

secara mendalam.

13

Page 14: Proposal Nanang a

2. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Kota Pekalongan.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Observasi langsung. Observasi ini juga sering disebut dengan pengamatan

terlibat atau observasi partisipasi pasif. Hal ini dilakukan dengan

melakukan pengamatan terhadap pelaku usaha dalam melakukan

usahanya.

b. Wawancara mendalam (indepth interview). Pada wawancara ini

pengumpulan data tidak dilakukan dengan pola dan struktur yang ketat.

Metode ini diharapkan dapat membantu penulis untuk memperoleh data

yang bersifat eksploratif dan mendalam.

c. Dokumentasi. Metode ini dipakai untuk mengumpulkan data yang

bersumber dari dokumen yang terdapat di kantor terkait seperti Kantor

Dinas Perindustrian, Perdagangan, UKM dan Koperasi Kota Pekalongan.

4. Metode Analisis Data

Penelitian ini pendekatan yang dipakai adalah pendekatan kualitatif, maka

dalam analisisnya penulis menggunakan tehnik analisis keabsahan data,

kategorisasi, sistematisasi dan reduksi. Proses analisis ini dilakukan

bersamaan sejak awal dengan proses pengumpulan data, dengan beragam

tehnik refleksi bagi pendalaman dan pemantapan data. Data valid yang

diperoleh dikategorikan ke dalam masing-masing pokok sesuai

permasalahannya, disistemasikan kemudian diadakan pengeliminasian data

dari data yang tidak sesuai dengan topik permasalahan. Pada tiap kasusnya

digunakan tiga komponen analisisnya yaitu reduksi data, sajian data dan

penarikan simpulan atau feriikasi. Aktifitasnya dilakukan dalam bentuk

interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus.

Selanjutnya, dikomparasikan dengan kasus lain, demikian terus menerus.

G. Sistematika Pembahasan

14

Page 15: Proposal Nanang a

Agar laporan ini mudah dipahami, maka penulis menyusunnya ke dalam

beberapa bab:

Bab I atau bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode

penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II yang berjudul prospek pengembangan UMKM mendeskripsikan

tentang prospek-prospek pengembangan UMKM di Kota Pekalongan dilihat dari

berbagai aspek.

Bab III yang berjudul problem pengembangan UMKM menganalaisis

karakteristik-karakteristik pelaku UMKM dan menguraikan permasalahan-

permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha di Kota Pekalongan dalam

mengembangkan usahanya.

Sedangkan pada bab IV yang berjudul strategi pengembangan UMKM

membahas tentang strategi-strategi yang harus dijalankan pelaku usaha dan juga

pihak terkait dalam pengembangan UMKM di Kota Pekalongan.dan sebagai bab

terakhir adalah bab penutup yang berisi simpulan dan saran.

15