proposal monev

68
1 A. JUDUL PENGARUH SENAM OTAK (BRAIN GYM) TERHADAP KUALITAS KOMUNIKASI, INTERAKSI SOSIAL DAN PEMFOKUSAN PEMAHAMAN PADA ANAK AUTIS DI YOGYAKARTA STUDI QUASI EKSPERIMEN PADA SISWA AUTIS SLB BINA ANGGITA DAN DIAN AMANAH B. LATAR BELAKANG MASALAH Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80-an, bayi- bayi yang lahir di California, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian ini dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan. Seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan Pervasive Developemental Disorders (PDD) pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran (Phillips, 2000). Schechter dan Grether (1995-2007) menganalisis data kasus-kasus autis anak pada California Departement od Developmental Service. Untuk setiap tahun yang berumur 3- 12 tahun, estimasi prevalensi autis anak meningkat

Upload: revaritz-shop

Post on 09-Aug-2015

82 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal MONEV

1

A. JUDUL

PENGARUH SENAM OTAK (BRAIN GYM) TERHADAP KUALITAS

KOMUNIKASI, INTERAKSI SOSIAL DAN PEMFOKUSAN

PEMAHAMAN PADA ANAK AUTIS DI YOGYAKARTA

STUDI QUASI EKSPERIMEN PADA SISWA AUTIS SLB BINA

ANGGITA DAN DIAN AMANAH

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika

Serikat. Sejak tahun 80-an, bayi-bayi yang lahir di California, diambil

darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian ini dilakukan

oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George

Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya

mencengangkan. Seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala

autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities

(NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan Pervasive Developemental

Disorders (PDD) pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran

(Phillips, 2000).

Schechter dan Grether (1995-2007) menganalisis data kasus-kasus

autis anak pada California Departement od Developmental Service. Untuk

setiap tahun yang berumur 3-12 tahun, estimasi prevalensi autis anak

meningkat selama periode studi. Untuk anak lahir sebelum 1993, prevalensi

autis pada umur 3 tahun adalah 0,3 / 1.000 anak. Tahun 2003, prevalensi autis

anak umur 3 tahun adalah 1,3 per 1.000 anak. Estimasi prevalensi tertinggi

terjadi tahun 2006, yaitu 4,5 dari 1.000 anak lahir tahun 2.000 diperkirakan

menderita autis. Walaupun terlalu dini untuk menghitung prevalensi untuk

umur 6 tahun atau lebih anak-anak yang dilahirkan setelah tahun 2.000,   

prevalensi pada umur 3-5 tahun telah meningkat setiap tahun sejak tahun

1.999. Berdasarkan gambaran kuartal, angka kasus autis pada umur 3-5 tahun

Page 2: Proposal MONEV

2

meningkat setiap kuartal dari Januari 1995 (0,6 per 1.000 kelahiran hidup)

sampai dengan maret 2007 (4,1 per 1.000 kelahiran hidup) (Schecter, 2008).

Jumlah SLB yang ada di Yogyakarta yaitu 61 SLB baik negeri

maupun swasta yang tersebar di 5 kabupaten (Dinas Pendidikan Pemuda dan

Olahraga, 2007), maka dapat diperkirakan jumlah anak autis di Yogyakarta

yaitu kurang lebih 357 anak, dari hasil observasi di 7 SLB khusus autis di

Yogyakarta didapatkan jumlah anak autis sebanyak 87 anak, sedangkan SLB

lainnya kurang lebih 5 anak.

Biaya terapi yang harus dikeluarkan para orang tua autis di Indonesia

memang terbilang sangat mahal. Apalagi terapi tersebut memakan waktu yang

sangat lama dan tidak bisa dipastikan akhirnya. Sehingga keberadaan anak-

anak istimewa itu membuat mereka harus habis-habisan dalam hal keuangan.

Banyak orang tua yang patah arang karena biaya terapi bagi anaknya melebihi

anggaran hidup yang pokok bagi seluruh anggota keluarganya. Tidak sedikit

pula yang mengalami depresi sehingga menambah masalah baru seperti

ketidakharmonisan dalam keluarga yang berujung pada perceraian. Bisa

dibayangkan, betapa pedihnya jika keadaan itu harus dialami pula oleh

keluarga yang kurang mampu. Salah satu sebab utama mahalnya biaya terapi

bagi anak-anak penderita autisme adalah karena tingginya juga bayaran untuk

profesi di dunia autis, baik terapis, dokter, psikiater, maupun profesi terkait

lainnya. Padahal masa depan anak-anak autis tergantung dari terapi yang

optimal (Portal Infaq, 2007).

Menurut pemerhati autis, biaya terapi anak penyandang autis rata-rata

mulai Rp 750 ribu per bulan hingga Rp 3 juta per bulan. Tergantung kebijakan

penyelenggara terapi (Kaltim Post, 1 Maret 2009).

Autisme merupakan gangguan neurobiologis yang menetap. Gejalanya

tampak pada gangguan bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Walaupun

gangguan neurobiologis tidak bisa diobati, tapi gejala-gejalanya bisa

dihilangkan atau dikurangi. Karena masih dapat diusahakan agar sel-sel otak

Page 3: Proposal MONEV

3

yang yang masih baik dapat mengambil alih dan berfungsi menggantikan sel

yang rusak asal dilakukan dengan cepat dan tepat dan dimulai sejak gejalanya

masih ringan. Hal terpenting yang mempengaruhi kemajuan anak autisme

adalah deteksi dini yang diikuti oleh penanganan yang tepat dan benar, serta

intensitas terapi yang dijalani oleh anak autisme. Jika keduanya dilakukan,

anak dengan autisme masih mempunyai harapan untuk lebih baik untuk dapat

hidup mandiri dan bersosialisasi dengan masyarakat yang normal. Semakin

cerdas anak, semakin cepat kemajuannya (Hadiyanto, 2003).

Hal yang paling ditakuti jika anak tidak diterapi adalah ketidak

mampuan anak melakukan segala sesuatunya sendiri dengan kata lain anak

tidak akan bisa mandiri seperti makan, minum, toileting, gosok gigi, dan

kegiatan-kegiatan lain (Handoyo, 2003). Literatur menyatakan, 75 persen anak

autisme yang tidak tertangani, akhirnya menjadi tunagrahita. Saat ini jumlah

penyandang autisme terus meningkat. Diperkirakan, jumlah penyandang

autisme 15-20 per 10.000 kelahiran, jadi dari kelahiran 4,6 juta bayi tiap tahun

di Indonesia, 9.200 dari mereka mungkin menyandang autisme (Wresti, 2004).

Gerakan senam otak sangat sederhana, karena tidak seperti senam

badan yang menekankan pada otot dan kebugaran. Senam otak lebih

menitikberatkan pada gerakan yang dapat merangsang dan memadukan semua

bagian otak, baik otak kiri maupun otak kanan (dimensi lateralisasi), otak

tengah (limbik), otak depan (dimensi pemfokusan) maupun otak besar (dimensi

pemusatan). (Merangsang Otak Anak Dengan Brain Gym, 2007)

Senam otak merupakan sejumlah gerakan sederhana yang dapat

menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak. Diharapkan melalui rangkaian

gerakan tubuh, dapat menarik keluar tingkat konsentrasi anak. Senam otak juga

dikenal sebagai jalan keluar bagi bagian-bagian otak yang “terhambat” agar

dapat berfungsi maksimal. Selain itu senam otak juga dapat meningkatkan

kemampuan berbahasa dan daya ingat. Orang menjadi lebih bersemangat, lebih

Page 4: Proposal MONEV

4

konsentrasi, lebih kreatif dan efisien. Siapapun akan merasa lebih sehat karena

stres berkurang (Tammasse, 2009).

Senam otak dapat mengaktifkan otak pada tiga dimensi, yakni

lateralitas-komunikasi, pemfokusan-pemahaman dan pemusatan-pengaturan.

Gerakan-gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat

memberikan rangsangan atau stimulus pada otak. Gerakan yang menghasilkan

stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan,

konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori, masalah dan kreativitas),

menyelaraskan kemampuan beraktifitas dan berpikir pada saat yang

bersamaan, meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi kontrol emosi dan

logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga kelenturan dan

keseimbangan tubuh (Tammasse, 2009).

Senam otak bisa dilakukan dalam waktu singkat (kurang dari lima

menit), tidak memerlukan bahan atau tempat khusus, memungkinkan belajar

tanpa stress, meningkatkan kepercayaan diri, memandirikan seseorang dalam

hal belajar, mengaktifkan potensi dan ketrampilan, menyenangkan dan

menyehatkan, serta hasilnya bisa segera dirasakan (Demuth, 2008)

Anak yang diberikan terapi tidak mempunyai target waktu yang

ditentukan, karena terapi dari anak autisme ini tidak mempunyai waktu yang

pasti dan terapi yang diberikan tergantung pada banyak hal seperti usia anak

pada saat pertama kali diterapi dan kemampuan terapis untuk memberikan

terapi. Anak penyandang autisme harus dilatih agar dapat hidup dan

berkembang layaknya anak normal, tetapi sejauh mana pemberian terapi dapat

berpengaruh terhadap kemajuan anak tersebut, belum pernah dilaporkan. Hal

inilah yang sangat menarik untuk dilakukan penelitian pengaruh terapi senam

otak terhadap kemajuan anak autisme khususnya di sekolah autis di

Yogyakarta.

Page 5: Proposal MONEV

5

C. PERUMUSAN MASALAH

Apakah senam otak dapat memberi pengaruh terhadap kualitas komunikasi,

interaksi sosial dan pemfokusan pemahaman pada anak autis?

D. TUJUAN

Dari permasalahan-permasalahan di atas, maka tujuan program ini adalah:

1. Tujuan Umum

Diketahuinya perbedaan kualitas komunikasi, interaksi sosial dan

pemfokusan pemahaman pada anak autis sebelum dan sesudah dilakukan

terapi senam otak dan dibandingkan dengan anak autis yang tidak

mendapatkan terapi senam otak.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya kualitas komunikasi, interaksi sosial dan pemfokusan

pemahaman anak autis sebelum dan sesudah melakukan senam otak

pada kelompok eksperimen.

b. Diketahuinya kualitas komunikasi, interaksi sosial dan pemfokusan

pemahaman anak autis awal dan akhir penelitian pada kelompok

kontrol tanpa perlakuan.

c. Diketahuinya perbedaan kualitas komunikasi, interaksi sosial dan

pemfokusan pemahaman anak autis awal dan akhir penelitian pada

kelompok kontrol dan kelompok sampel.

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN

Terbentuknya artikel ilmiah yang akan dipublikasikan di jurnal nasional

Page 6: Proposal MONEV

6

atau internasional, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai rujukan untuk

penatalaksanaan autis.

F. KEGUNAAN

Hasil penelitian digunakan untuk:

1. Peniliti, dapat pengembangan ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan

autis.

2. Sekolah, dapat memasukkan terapi senam otak sebagai salah satu terapi

pada anak autis.

3. Murid, meningkatkan Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosial dan

Pemfokusan Pemahaman.

4. Pemerintah, sebagai bahan rujukan untuk membantu mengatasi anak autis

sehingga menuju anak Indonesia yang sehat.

G. TINJAUAN PUSTAKA

1. Otak

a. Pengertian Otak

Otak atau encephalon, adalah sentral supervisori dari sistem

syaraf. Walaupun otak kadang disebut sebagai pusat supervisori dari

sistem syaraf sentral vertebrata, istilah yang sama juga dapat digunakan

untuk sistem syaraf sentral pada invertebrata. Pada kebanyakan hewan,

otak terletak pada kepala (Beatty, 2001)

Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar, gerakan,

perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan

darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak juga

bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi. ingatan,

pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya (Beatty,

2001).

Page 7: Proposal MONEV

7

Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki

volume sekitar 1.350cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron.

Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan

dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak

dan pemikiran. Otak dan sel saraf didalamnya dipercayai dapat

mempengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan mengenai otak

mempengaruhi perkembangan psikologi kognitif (Beatty, 2001).

b. Bagian-bagian Otak Manusia (Johnson, 2005):

1) Otak Depan

Bagian yang paling menonjol dari otak depan adalah otak

besar (serebrum). Otak besar terdiri dari dua belahan, yaitu belahan

kiri dan kanan. Setiap belahan mengatur dan melayani tubuh yang

berlawanan, yaitu belahan kiri mengatur dan melayani tubuh bagain

kanan, begitu juga sebaliknya. Jika otak belahan kiri mengalami

gangguan maka tubuh bagian kananakan mengalami gangguan,

bahkan kelumpuhan. Tiap-tiap belahan otak besar yang disebutkan di

atas dibagi menjadi empat lobus yaitu frontal, pariental, okspital dan

temporal.

2) Otak Tengah

Otak tengah (diensefalon) manusia cukup kecil dan tidak

menyolok, terletak di depan otak kecil dan jembatan Varol (plus

Varolii). Bagian terbesar dari otak tengah pada sebagian besar

Vertebrata adalah lobus optikus yang ukurannya berbeda-beda. Pada

mamalia (termasuk manusia) terdapat korpora kuadrigemina (sebgai

lokus optikus pada Vertebrata tingkatan rendah) yang berfungsi

membantu koordinasi gerak mata, ukuran pupil mata

(melebar/menyempit), dan refleks pendengaran tertentu. Selain itu,

otak tengah mengandung pusat-pusat yang mengendalikan

keseimbangan dan serabut saraf yang menghubungkan bagian otak

Page 8: Proposal MONEV

8

belakang dengan bagian otak depan, juga antara otak depan dan

mata. Otak tengah merupakan baguan atas batang otak. Semua

berkas serabut saraf yang membawa informasi sensori sebelum

memasuki talamus akan melewati otak tengah.

3) Otak belakang

otak belakang meliputi jembatan Varol (pons Varoli), sumsum

lanjutan (medula oblongata), dan otak kecil (serebelum). Ketiga

bagian ini membentuk batang otak.

a) Jembatan varol (pons Varoli)

Jembatan Varol berisi serabut saraf yang menghubungkan

lobus kiri dan kanan otak kecil, serta menghubungkan otak kecil

dengan korteks otak besar.

b) Sum-sum lanjutan (medula oblongata)

Sumsum lanjutan atau medula oblongata membentuk

bagian bawah batang otak serta menghubungkan pons Varoli

dengan sumsum tulang belakang (medula spinalis). Sumsum

lanjutan berperan sebagai pusat pengatur pernapasan dengan

cara meneruskan implus saraf yang merangsang otot antara

tulang rusuk dan diafragma. Selain itu juga berperan sebagai

pusat pengatur refleks fisiologi, seperti detak jantung, tekanan

udara, suhu tubuh, pelebaran atau penyempitan pembuluh darah,

gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Fungsi

lainnya ialah mengatur gerak refleks, seperti batuk, bersin, dan

berkedip.

4) Otak Kecil

Otak kecil (serebelum) merupakan bagian terbesar otak

belakang. Otak kecil ini terletak di bawa lobus oksipital serebrum.

Otak kecil terdiri atas dua belahan dan permukaanya berlekuk-lekuk.

Page 9: Proposal MONEV

9

Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur sikap atau posisi tubuh,

keseimbangan, dan koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar.

Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan

pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak

terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan

makanan ke dalam mulutnya.

2. Autis

a. Definisi

Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi

terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih

banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada

melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu

penderita autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri

(Dali, 1982).

Kata autism sendiri berasal dari kata ”autos”yang dalam bahasa

Yunani berarti ”diri”, yang mana dalam arti kata seorang anak dengan

gangguan spektrum autism sering diibaratkan sebagai seorang anak

yang hidup dalam dunianya sendiri. Pada umumnya penyandang

autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang

melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai

dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka

menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan

mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya)

(The London School of Public Relation of Jakarta).

b. Gejala-gejala autisme (Suri Viana, 2005)

Gejala- gejala pada autisme mencakup ganggguan pada:

1) Gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal,

terlambat bicara atau tidak dapat berbicara.

Page 10: Proposal MONEV

10

a) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh

orang lain.

b) Tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.

c) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi.

d) Menirukan kata-kata yang tanpa mengerti artinya.

e) Kadang bicara monoton seperti robot.

f) Mimik muka datar.

g) Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya

akan bereaksi dengan cepat.

2) Gangguan pada bidang interaksi sosial

a) Menolak atau menghindar untuk bertatap muka.

b) Anak mengalami ketulian.

c) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk.

d) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang.

e) Bila menginginkan sesuatu dia akan menarik tangan orang

yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan

sesuatu untuknya.

f) Bila didekati untuk bermain justru menjauh.

g) Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain.

h) Kadang mendekati orang lain untuk makan atau duduk

dipangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan

mimik apapun.

i) Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya

dibandingkan terhadap orang tuanya.

3) Gangguan pada bidang perilaku dan bermain

a) Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton

dan melakukan gerakan yang sama berulang-ulang sampai

berjam-jam.

b) Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain.

c) Keterpakuan pada roda atau sesuatu yang berputar .

Page 11: Proposal MONEV

11

d) Terdapat kelekatan dengan benda-benda tertentu, seperti

sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan

dibawa kemana-mana.

e) Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang

berputar, air yang bergerak.

f) Perilaku ritualistik sering terjadi.

g) Anak dapat terlihat hiperaktif sekali.

h) Dapat juga anak terlalu diam.

4) Gangguan pada bidang perasaan dan emosi

a) Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak

menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu,

sehingga anak yang sedang menangis akan didatangi dan

dipukulnya.

b) Tertawa-tawa sendiri , menangis atau marah-marah tanpa

sebab yang nyata

c) Sering mengamuk tidak terkendali (temper tantrum), terutama

bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat

menjadi agresif dan dekstruktif.

5) Gangguan dalam persepsi sensoris

a) Mencium-cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda

apa saja.

b) Bila mendengar suara keras langsung menutup mata.

c) Tidak menyukai rabaan dan pelukan, bila digendong

cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan.

d) Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan

tertentu.

c. Penyebab autis

1) Kelainan pada lobus parietalis

Menurut penelitian sebanyak 43 % penyandang autis

mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang

Page 12: Proposal MONEV

12

menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan pada

otak kecil, terutama lobus VI dan VII menyebabkan turunnya daya

ingat, berpikir, belajar berbahasa dan proses atensi. Kurangnya

jumlah sel purkinye di otak kecil  menyebabkan terjadinya gangguan

serotonin dan dopamin. Akibatnya terjadi kekacauan penghantaran

impuls di otak (Handojo, 2004).

2) Kelainan pada sistem limbic

Sistem limbic merupakan pusat emosi yang terletak dibagian

dalam otak. Dari penelitian Bauman dan Kemper, ditemukan ada

kelainan yang khas di daerah sistem limbic yang disebut hipocampus

dan amygdala. Pada kedua organ tersebut, sel-sel tersebut

berkembang dengan sangat padat dan kecil-kecil, sehingga fungsinya

menjadi kurang baik. Kelainan itu diperkirakan terjadi pada masa

janin.

3) Kelainan pada cerebellum (otak kecil)

Kelainan pada cerebellum ini terutama tarjadi pada lobus ke VI

dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya

ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga

didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit,

akibatnya terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine,

akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan lalu-lalang impuls di otak

(Fitrisca, 2008).

Selain itu ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab autisme:

1) Teori herediter (genetik)

Dalam sebuah penelitian Steven Scherer, peneliti di

Universitas Toronto, Kanada, melakukan penelitian dengan

mengumpulkan gen dari 1.168 keluarga. Tiap-tiap keluarga itu

memiliki minimal dua anak autis. Scherer memeriksa kromosom X

yang berjumlah 23. Ternyata, pada masing-masing kromosom ada

beberapa gen yang abnormal. Dari situlah disimpulkan bahwa

autisme bersifat genetik. Dan pada kromosom nomor 11 itulah yang

Page 13: Proposal MONEV

13

paling menonjol kelainannya. Fakta ini menunjukkan bahwa 90%

penyebab autisme adalah gen. (Kelana & Diah, 2007)

2) Teori kelebihan Opioid dan hubungan gluten dan protein kasein

Teori ini mengatakan bahwa pencernaan anak autis terhadap

gluten dan kasein tidak sempurna. Kedua protein ini hanya terpecah

sampai polipeptida. Polipeptida dari kedua protein tersebut terserap

kedalam aliran darah dan menimbulkan “efek morfin” pada otak

anak. (Intan Diana, 2008).

Hasil metabolisme gluten adalah protein gliadin. Gliadin akan

berikatan dengan reseptor opioid C dan D. Reseptor tersebut

berhubungan dengan mood dan tingkah laku. Diet bebas gluten dan

kasein dapat menurunkan kadar peptida opioid serta dapat

mempengaruhi gejala autis pada beberapa anak. Dari penelitian

Whiteley, Rodger, Savery dan Shattock (1999), 22 anak autis

mendapat diet bebas gluten selama 5 bulan dibandingkan anak autis

yang tetap diberi diet mengandung gluten dan 6 pasien digunakan

sebagai kelompok kontrol. Setelah 3 bulan, pada diet bebas gluten

terjadi perbaikan komunikasi verbal dan non verbal, pendekatan

efektif, motorik dan kemampuan anak untuk perhatian serta tidur

jadi lebih baik. Sedangkan pada kelompok anak yang diberi

makanan mengandung gluten justru semuanya memburuk (Intan

Diana, 2009)

3) Teori vaksinasi virus

a) Vaksin hepatitis B dan HiB

Autis dapat disebabkan oleh vaksin Hepatitis B dan HiB

karena kedua vaksin tersebut mengandung zat pengawet

thimerosal yang terdiri dari etil merkuri yang menjadi penyebab

utama sindrom autisme spektrum disorder yang meledak sejak

awal tahun 1990an dan telah di larang di Amerika sejak tahun

2001 (McCandless, 2009). Dalam journal toxilohical sciences

Page 14: Proposal MONEV

14

melaporkan konsentrasi thimerosal yang dapat menimbulkan efek

toksik adalah antara 405 µg/l - 101 mg/l atau setara dengan kadar

merkuri 201 µg/l - 50 mg/l. Sedang bila dihitung rata-rata, bayi

berumur 6 bulan mendapat akumulasi paparan merkuri maksimal

dari vaksinasi sebesar 32 - 52 µg¬g/kg berat badan. Pada

perhitungan lebih rinci, angka ini hampir 4 kali lipat lebih rendah

dari batas minimal tersebut. Jadi kemungkinan vaksin Hepatitis B

dan HiB menyebabkan autis sangat kecil (Edi Patmini, 2008).

b) Vaksin MMR

Dari hasil penelitian Dr Vijendra Singh. Singh menemukan

bahwa sampai 80% (dari 400 kasus dan kontrol) anak-anak

autistik memiliki otoantibodi terhadap myelin basic protein

(MBP) yaitu jaket yang menyelimuti serabut syaraf, sehingga

serabut syaraf bersangkutan tidak lagi berfungsi karena tidak

dapat menghantarkan sinyal. Dan, semakin banyak jumlah

antibodi terhadap virus campak, semakin banyak pula anti-MBP,

sehingga semakin luaslah kerusakan di otak. Antibodi tersebut

jarang ditemukan pada anak normal/kontrol (0-5%). Singh

menyimpulkan bahwa autisme disebabkan oleh respons otoimun

spesifik terhadap MBP yang menyebabkan kerusakan myelin

pada otak yang sedang berkembang. Akhirnya, dengan adanya

kerusakan 'perkabelan' otak maka terjadilah autism (Rudi Sutadi,

2002).

4) Teori kelainan anatomi otak

Kelainan anatomis otak khususnya di lobus parietalis,

serebelum serta pada sistem limbiknya. Sekitar 43 % penyandang

autisme mempunyai kelainan di lobus parietalis otaknya, yang

menyebabkan anak tampak acuh terhadap lingkungannya. Kelainan

juga ditemukan pada otak kecil (serebelum), terutama pada lobus ke

VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya

Page 15: Proposal MONEV

15

ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian).

Jumlah sel Purkinye di otak kecil juga didapatkan sangat sedikit,

sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamin,

menyebabkan gangguan atau kekacauan lalulintas impuls di otak.

Ditemukan pula kelainan khas didaerah sistem limbik yang disebut

hipokampus dan amigdala. Akibatnya terjadi gangguan fungsi

kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat

mengendalikan emosinya, sering terlalu agresif atau sangat pasif.

Amigdala juga bertanggung jawab terhadap berbagai rangsang

sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan,

rasa dan rasa takut. Hipokampus bertanggung jawab terhadap fungsi

belajar dan daya ingat. Terjadi kesulitan penyimpanan informasi

baru. Perilaku diulang-ulang yang aneh dan hiperaktif juga

disebabkan gangguan hipokampus (Intan Diana, 2009).

5) Teori kekurangan vitamin

Kekurangan vitamin D diduga meningkatkan resiko autis, teori

ini di kemukakan John Cannell, ahli penyakit Autistik dari Amerika.

Dalam studi penelitian hewan, terungkap fakta bahwa kekurangan

vitamin D pada hewan juga dapat membuat otak hewan kekurangan

protein dan menyebabkan gejala abnormal pada hewan seperti autis

pada manusia. Sedangkan anak yang kekurangan vitamin D dan

memiliki gejala autis, dapat berkurang dengan pemberian vitamin D

dosis tinggi dan terapi secara teratur (Nurlis & Mutia, 2009).

6) Gangguan selama kehamilan dan kesulitan waktu persalinan

Gangguan kehamilan persalinan sangat umum terjadi dari ibu

penyandang autisme. Faktor resiko berikut diduga berhubungan

dengan autisme adalah: ibu dengan umur 35 tahun keatas pada waktu

melahirkan anak, minum obat-obatan selama kehamilan, mekonium

(masuknya kotoran bayi pada ketuban), terjadi perdarahan pada

waktu kandungan ibu berumur antara ataupun delapan bulan dan

Page 16: Proposal MONEV

16

adanya rhesus yang tidak sesuai antara golongan darah ibu dan anak

(Cohen & Bolton, 1994).

7) keracunan Timbal

Tingginya angka timbal yang ditemukan dalam beberapa anak

autisme disebabkan karena kadar timbal yang tinggi dalam darah

(Widodo Judarwanto, 2005).

d. Terapi pada autisme

National institute of child health and human development

merekomendasikan metode terapi untuk anak autis antara lain

(Autismspeak, 2009):

1) Applied Behavior Analysis (ABA)

ABA adalah ilmu yang menggunakan prosedur perubahan

perilaku, untuk membantu individu membangun kemampuan dengan

ukuran nilai-nilai yang ada dimasyarakat. Terapi meliputi semua

aspek kehidupan yang dibutuhkan anak selama 40 jam per

minggunya selama minimal 2 tahun (Davidson & Neale, 1993).

2) Floortime

Metode ini di kembangkan oleh seorang psikiatri anak bernama

Stanley Greenspan, floortime adalah sebuah metode terapi dan

sebuah filosopi untuk berinteraksi dengan anak autis. Metode ini

menjelaskan bahwa anak autis dapat meningkatkan dan membangun

interaksi dengan orang lain. Hasil akhir dari metode floortime adalah

merubah perkembangan anak autis melalui enam dasar

perkembangan milestone yang harus dikuasai oleh anak autis untuk

pertumbuhan emosi dan intelektual.

Page 17: Proposal MONEV

17

3) Gluten Free, Casein Free Diet (GFCF)

Mengurangi gluten (senyawa protein yang dapat ditemukan

pada gerst, gandum) dan casein (senyawa protein yang dapat

ditemukan pada produk susu) dalam diet anak autis, dapat

mengurangi beberapa gejala dari anak autis. Hal ini berdasarkan

pada hipotesis yang menyebutkan bahwa protein ini diserap dengan

cara yang berbeda pada anak autis.

4) Occupational Therapy

Melalui metode Occupational Therapy, seseorang dengan autis

dapat dibantu baik dirumah maupun disekolah dengan cara aktivitas

mengajar termasuk berpakaian, memberi makan, penggunaan kamar

kecil, keterampilan sosial, motorik halus dan keterampilan visual

yang membantu saat menulis, menggunakan gunting, koordinasi

motorik kasar untuk menolong individu mengendarai motor atau

berjalan dengan baik, dan keterampilan persepsi visual dibutuhkan

untuk membaca dan menulis.

5) PECS

PECS adalah tipe dari augmentasi dan tehnik komunikasi

alternatif dimana individu dengan kemampuan belajar vebal sedikit

atau tidak memiliki untuk berkomunikasi menggunakan kartu

gambar. Anak-anak menggunakan gambar ini untuk “menyuarakan”

sebuah keinginan, pandangan, atau perasaan.

6) Relationship Development Intervention (RDI)

Program RDI adalah sebuah keluarga berbasis terapi yang

mana terfokus pada masalah inti dari memperoleh persahabatan,

perasaan empati, ungkapan cinta dan dapat berbagi pengalaman

dengan yang lain. Program Gutsein ini berdasarkan pada penelitian

yang luas dalam perkembangan yang khas dan penelitian terjemahan

menemukan sampai pendekatan klinis sistemik. Penelitiannya

Page 18: Proposal MONEV

18

menemukan bahwa individu pada autis tampak kekurangan beberapa

kemampuan yang dibutuhkan untuk sukses dalam mengatur

lingkungan kehidupan nyata yang dinamis dan perubahan.

7) The SCERTS Model (Prizant et al, 2006)

The SCERTS Model adalah komprehensif, berdasarkan tim,

multidisiplin model untuk mempertinggi kemampuan dalam Social

Communication and Emotional Regulation, and implementing

Transactional Supports (komunikasi social dan pengaturan emosi,

dan penerapan menanggapi dukungan) untuk anak dan orang tua

dengan autis serta keluarganya.

8) Sensory Integration Therapy (SIT)

Adalah proses melalui pengaturan otak dan rangsangan luar

seperti gerak, sentuhan, bau, dan suara. Hasil akhir yang ingin

dicapai dengan terapi ini adalah untuk memfasilitasi perkembangan

dari kemampuan sistem saraf untuk memproses sensory input dalam

banyak hal. Melalui integrasi pulsasi otak bersama sonsor pesan dan

berbentuk informasi yang logis. SIT menggunakan latihan

neurosensori dan neuromotor untuk meningkatkan kemampuan otak

sehingga dapat memperbaikinya sendiri. Ketika berhasil, ini akan

meningkatkan perhatian, konsentrasi, kemampuan mendengarkan,

komprehensif, seimbang, koordinasi pada beberapa anak.

9) Speech Therapy

Masalah komunikasi dari anak autis bervariasi untuk beberapa

derajat dan mungkin tergantung pada intelektual dan perkembangan

social dari individu.

10) TEACCH

TEACCH (Training and Education of Autistic and Related

Communication Handicapped Children) adalah program

Page 19: Proposal MONEV

19

pembelajaran khusus yang menyesuaikan pada kebutuhan individu

anak autis berdasarkan pada petunjuk umum. Pendekatan TEACCH

berfokus kepada bentuk fisik, dan lingkungan komunikasi.

e. Gambaran otak pada anak autis

Pada tahun 1950 Margareth Bauman (Departement of 

Neurology, Harvard Medicene Scholl) dan Erik Courchense

(Departement of Neurosains, University of California, San Diego)

menemukan kelainan Sususnan Saraf Pusat (SSP) pada beberapa tempat

dari anak autiseme yaitu (Christina, 2009):

1) Pengecilan Cerebellum (otak kecil) terutama Lobus VI – VII. Lobus

VI – VII berisi sel – sel Purkinje, yang memproduksi

Neurotransmiter Cerotonin. Pada anak autiseme, jumlah sel Purkinje

sangat kurang, akibatnya produksi Cerotonin berkurang sehingga

penyaluran rangsang / informasi antar sel otak kacau.

2) Kelainan struktur pada pusat emosi dalam otak (Sistem Limbik),

yang bisa menerangkan kenapa emosi anak autis sering terganggu.

kerusakan yang khas di dalam sistem limbik (pusat emosi) yaitu

bagian otak yang disebut hipokarnpus dan amigdala.

Karin Nelson, ahli neurologi amerika mengadakan penyelidikan

terhadap protein otak dari contoh darah bayi yng baru lahir. Empat

sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil,

tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang

kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini

berkembang menjadi autisme dan keterbelakangan mental. Nelson

menyimpulkan autisme terjadi sebelum kelahiran bayi (Prasetyono,

2008).

Page 20: Proposal MONEV

20

3. Senam Otak

Senam otak adalah serangkaian gerak sederhana menyenagkan

digunakan untuk memadukan semua bagian otak yang berfungsi

meningkatkan kemampuan belajar, membangun harga diri dan rasa

kebersamaan ( Dennison, 2006).

Berdasarkan Brain Gym Journal (2007), prestasi belajar dari 246

siswa dengan Brain Gym pada tahun 2003-2004 (rata-rata nilainya 8,1) di

bandingkan dengan siswa pada sekolah yang sama tahun 2002-2003 tanpa

intervensi Brain Gym (rata-rata nila 7,7) (Demuth, 2007). Selain itu dalam

Brain Gym Journal (2005) juga disebutkan bahwa hasil tes pada anak yang

mendapatkan senam otak yang dilatih oleh senior menunjukkan penurunan

yang signifikan dalam semua problem lingkungan, termasuk gejala

penurunan perhatian dan hiperaktivitas (Peterson, 2005). Menurut Liz

Jones Twomey (2002) dalam penelitiannya pada salah satu sekolah di

Kanada, menunjukkan bahwa dari tahun 1997-2000, skor menulis

meningkat dari 31% sampai 82% setelah dilakukan senam otak.

Otak manusia seperti hologram, terdiri dari tiga dimensi dengan

bagian-bagian yang saling berhubungan sebagai satu kesatuan, akan tetapi

memiliki tugas yang spesifik Sehingga dalam aplikasi gerakan senam otak

dibagi menjadi (Dennison, Dennison, 2005):

a. Dimensi Lateralitas (otak kiri dan kanan)

Lateralitas tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan sisi kanan.

Sifat ini memungkinkan dominasi salah satu sisi, misalnya menulis

dengan tangan kanan atau kiri, dan juga untuk integrasi kedua sisi tubuh

(bilateral integration), yaitu untuk menyebrangi garis tengah tubuh

untuk bekerja di “bidang tengah”. Garis tengah vertikal tubuh adalah

acuan penting yang diperlukan untuk semua kemampuan dua sisi tubuh.

Ketidakmampuan untuk menyebrangi garis tengah ini mengakibatkan

“ketidakmampuan belajar” (Learning disabled) atau “disleksia”.

Page 21: Proposal MONEV

21

Macam-macam gerakan yang dapat dilakukan untuk menyebrangi

garis tengah menurut Dennison antara lain:

1) Gerakan Silang

Dalam latihan silang ini, pelajar menggerakkan secara

bergantian pasangan kaki dan tangan yang berlawanan, seperti pada

gerak jalan di tempat. Gerakan silang mengaktifkan hubungan

kedua sisi otak dan merupakan gerakan pemanasan untuk semua

keterampilan yang memerlukan penyebrangan garis tengah bagian

lateral.

2) Delapan Tidur

Menggambar 8 tidur

atau simbol “tak terhingga”

memungkinkan pembaca

menyebrangi garis tengah

visual tanpa berhenti, dengan

demikian mengaktifkan mata

kanan dan kiri serta mengintegrasikan bidang penglihatan kanan

dan kiri. Angka 8 digambar dalam posisis tidur dengan titik tengah

yang jelas, yang memisahkan wilayah lingkaran kiri dan kanan dan

dihubungkan dengan garis yang tersambung.

3) Coretan Ganda

Coretan Ganda

adalah kegiatan

rnenggarnbar di kedua sisi

tubuh yang dilakukan pada

bidang tengah untuk

menunjang kemampuan

agar mudah mengetahui

arah dan orientasi yang berhubungan dengan tubuh. Ketika murid

Page 22: Proposal MONEV

22

telah merasakan perbedaan antara kiri dan kanan, maka saat

menggambar dan menulis dia menenmpatkan dirinya dipusat,

sehingga gerakan ke luar atau ke dalam, ke atas atau kebawah,

selalu di hubungkan dengan pusat tersebut.

4) Abjad 8

Abjad 8 mengadaptasi

bentuk 8 tidur sebagai tempat

meletakkan huruf kecil.

Aktivitas ini

mengintegrasikan gerakan

yang menyangkut garis tengah visual tanpa mengalami

kebingungan. Setiap huruf secara jelas ditempatkan pada salah satu

sisi, kiri atau kanan dari garis tengah. Bagi kebanyakan murid,

ketika penulisan huruf kecil membaik maka tulisan tanganpun

umumnya juga lebih baik.

5) Putaran Leher

Leher menunjang

relaksnya tengkuk dan

melepaskan ketegangan yang

disebabkan oleh

ketidakmampuan menyebrangi

garis tengan visual atau untuk

bekerja dalam bidang tengah.

Bila gerakan ini dilakukan sebelum membaca dan menulis akan

memacu kemampuan penglihatan dengan kedua mata (binokular)

dan pendengaran kedua telinga (binaural) secara bersamaan.

Kepala diputar di posisi depan saja, setengah lingkaran dan kiri ke

kanan dan sebaliknya. Tidak disarankan mernutar kepala hingga ke

belakang.

Page 23: Proposal MONEV

23

6) Pernafasan Perut

Pernafasan perut

mengingatkan murid untuk

tetap bernafas (dan tidak

menahan nafas) selama suatu

kegiatan mental atau fisik yang

berat. Bernafas harus

memperlebar dada dan depan ke belakang, kiri ke kanan dan atas

ke bawah, termasuk rongga perut. Ketika bernafas pendek, dada

terangkat sedikit saja, aliran oksigen ke otak terbatas, sedangkan

bernafas dengan benar mengalirkan banyak oksigen sehingga

meningkatkan fungsi otak secara khusus.

7) Membayangkan Huruf X

X merupakan pola

organisasi otak untuk

menyeberangi garis tengah

lateral. Seluruh bagian

otak belajar melalui

gerakan untuk bekerjasama, membuat kedua sisi dapat memproses

penerimaan dan pengekspresian. X juga mengaktifkan bagian otak

kiri dan kanan untuk menggerakkan dan menenangkan tubuh dan

mengaktifkan kedua mata untuk penglihatan binokular.

b. Dimensi pemfokusan

Pemfokusan adalah kemampuan menyebrangi “garis tengah

partisipasi” yang memisahkan otak bagian belakang dan depan tubuh,

dan juga bagian belakang (occipital) dan depan otak (frontal lobe).

Garis tengah partisipasi adalah garis bayangan vertikal ditengah tubuh

(dilihat dari samping). Seseorang yang mengalami fokus kurang

Page 24: Proposal MONEV

24

(underfocused) disebut “kurang perhatian”, ”kurang pengertian”,

“terlabat bicara” atau “hiperaktif”.

Adapun gerakan yang termasuk dalam dimensi fokus (Dennison, 1994&Elsabeth Demuth, 2005):

1) Mengaktifkan Tangan

Mengaktifkan tangan

dapat melepaskakan ketegangan

di otot pundak dan dada bagian

atas dan juga memanjangkannya.

Kontrol otot gerakan motorik

kasar dan halus berasal dan

bagian tubuh ini dan sangat

berpengaruh bagi keterampilan menulis dan menggunakan alat kerja

lainnya. Luruskan satu tangan ke atas di samping kuping. Tangan

kedua melewati bagian belakang kepala dan diletakkan di bawah

siku tangan pertama. Tangan yang lurus digerakkan ke arah luar, ke

dalam, ke belakang dan ke muka sambil tangan kedua menahannya

dengan tekanan halus. Hembuskan napas saat otot tegang atau

diaktifkan.

2) Burung Hantu (Owl)

Gerakkan ini menggerakkan kepala dan mata secara

bersamaan dan mempunyai jangkauan penglihatan yang luas karena

dapat memutar kepalanya 180°. Latihan ini untuk meghilangkan

kekakuan otot tengkuk dan leher, bila banyak membaca dan belajar.

Burung hantu dimaksudkan untuk menunjang penglihatan,

pendengaran dan putaran kepala.

3) Mengaktifkan Tangan

Mengaktifkan tangan dapat melepaskakan ketegangan di otot

pundak dan dada bagian atas dan juga memanjangkannya. Kontrol

Page 25: Proposal MONEV

25

otot gerakan motorik kasar dan halus berasal dan bagian tubuh ini

dan sangat berpengaruh bagi keterampilan menulis dan

menggunakan alat kerja lainnya.

4) Lambaian Kaki

Lambaian kaki adalah suatu gerakan yang berpengaruh pada

panjangnya tendon di bagian betis kaki. Tendon ini akan memeendek

diri bila seorang akan menghadapi suatu bahaya atau stres. Reaksi ini

berasal dari otak agar orang menanik diri atau menahan diri.

Cara: Duduk berpangku kaki, kedua tangan memegang ujung tendon

bagian atas dan bawah betis (di bawah lutut dan di atas tumit).

Panjangkan otot atau carilah titik-titik tegang sambil melambaikan

kaki. Hembuskan nafas pada saat kaki bergerak ke atas atau betis

terasa tegang dan nyeri. Latihan ini dilakukan pada kedua kaki.

5) Pompa Betis (Calf pump)

Pompa betis dapat merubah gerakan agar panjangnya tendon

di kaki dan betis sesuai ukuran alamiah. Pada saat seseorang

menghadapi bahaya dan merasa takut, urat ini spontan menjadi

kencang dan pendek untuk persiapan lari. “Refleks takut” ini dapat

dikendorkan dengan menarik tumit ke lantai, agar urat betis di

panjangkan lagi sehingga otot kembali dalam keadaan normal.

Cara: Berdiri dengan menyandarkan kedua tangan di dinding, tiang,

pohon atau kursi agar tidak terjatuh. Rentangkan satu kaki

kebelakang dengan tumit terangkat dan satu kaki dengan lutut di

bengkokkan ke depan, kemudian hembuskan nafas.

6) Luncuran Gravitasi

Gerakan luncuran

gravitasi merupakan

aktivitas pembelajaran-ulang

Page 26: Proposal MONEV

26

gerakan untuk mengembalikan keadaan alamiah dan hamstrings,

pinggul dan sekitarnva (pelviss). Gerakan ini menggunakan

keseimbangan dan gravitasi untuk melepaskan ketegangan pinggul

dan pelvis, agar murid dapat menemukan sikap tubuh duduk dan

berdiri yang nyaman.

7) Pasang kuda-kuda

Gerakan pasang kuda-kuda adalah kegiatan gerakan yang

meregangkan otot yang membuat relaks kelompok otot ileopsoas.

Otot ini menegang karena duduk terlalu lama atau stres di daerah

pelvis; yang membatasi gerakan dan kelenturan. Ketegangan ini pada

pinggul menimbulkan kekakuan sacrum, memperpendek napas dan

mengganggu gerakan tulang kepala. Kelompok otot ileopsoas

merupakan salah satu bagian terpenting tubuh karena berfungsi

menstabilkan dan merupakan kelompok otot dasar bagi tubuh;

kelenturannya penting bagi keseimbangan, koordinasi seluruh tubuh

dan fokus tubuh.

c. Dimensi pemusatan

Pemusatan adalah kemampuan untuk menyebrangi garis pisah

antara bagian atas dan bawah tubuh dan mengaitkan fungsi dari bagian

atas dan bawah otak. Ketidak mampuan untuk mempertahankan

pemusatan ditandai oleh ketahutan yang tidak beralasan, cenderung

bereaksi “berjuang atau melarikan diri” atau ketidakmampuan untuk

merasakan atau menyatakan emosi.

Gerakan yang dapat dilakukan untuk menyebrangi garis pisah

antara bagian atas dan bawah tubuh, antara lain (Denison &Denison,

2003).

1) Air (Water)

Page 27: Proposal MONEV

27

Air merupakan pembawa energi yang sangat baik. Dua per

tiga tubuh manusia (±70%) terdiri dari air. Semua aksi listrik dan

kimia dari otak dan sistem pusat saraf tergantung pada aliran arus

listrik antara otak dan organ sensorik, yang dimudahkan oleh air.

2) Sakelar Otak

Sakelar otak (jaringan

lunak di bawah tulang clavicula di

kin dan kanan sternum) dipijat

dengan satu tangan, sementara

tangan yang lain memegang pusar.

Sakelar otak merupakan titik akhir meridian ginjal dan berada dekat

pembuluh darah besar, sehingga apabila diaktifkan akan

melancarkan pengaliran darah yang kaya zat asam ke otak. Hal itu

penting karena agar otak dapat bekerja dengan baik maka diperlukan

seperlima bagian dan seluruh zat asam yang di butuhkan oleh tubuh

(Elisabeth, 2005).

3) Tombol Bumi

Tombol bumi adalah titik

akupuntur (di Meridian Sentral)

yang berhubungan langsung dengan

kegiatan otak. Ujung jari satu

tangan menyentuh bawah bibir,

ujung jari lainnya ±15 cm di bawah

pusar. Merasakan hubungan antara tubuh atas dan bawah

memungkinkan murid mengkoordinasikannya untuk meningkatkan

stabilitas.

4) Tombol Imbang

Page 28: Proposal MONEV

28

Tombol imbang dengan segera menyeimbangkan ketiga

dimensi: kiri-kanan, depan-belakang dan atas-bawah.

Mengembalikan keseimbangan ke bagian belakang otak (occiput)

dan daerah telinga bagian dalam membantu memulihkan

keseimbangan tubuh secara keseluruhan. Murid dibiarkan

menyentuh tombol imbang yang terdapat di belakang telinga, pada

sebuah lekukan di barts rambut antara tengkorak dan tengkuk (4-5

cm ke kiri dan ke kanan dari garis tengah tulang belakang dan persis

di belakang daerah mastoid).

5) Tombol AngkasaTombol angkasa adalah titik

akupuntur (di meridian governur)

yang berhubungan langsung dengan

otak, tulang belakang dan pusat

sistem saraf. Ujung jari satu tangan

menyentuh atas bibir, jari lainnya di garis belakang pada tulang ekor.

Dengan mengaktifkan tombol ini dimungkinkan untuk relaks.

6) Menguap Berenergi

Menguap merupakan refleks

penapasan alami yang meningkatkan

peredaran udara ke otak dan

merangsang seluruh tubuh.

Sebaiknya kita menutup mata waktu

menguap, tapi jangan menahannya karena bisa menimbulkan

ketegangan rahang. Menguap baik dalam brain gym, menguap

sambil menyentuh tempat-tempat yang tegang di rahang menolong

menyeimbangkan tulang tengkorak dan menghilangkan ketegangan

di kepala dan rahang.

7) Pasang Telinga

Page 29: Proposal MONEV

29

Kegiatan ini menolong murid memusatkan perhatian terhadap

pendengarannya serta menghilangkan ketegangan pada tulang-tulang

kepala. Dengan ibu jari telunjuk, pijat secara lembut daun telinga

sambil menariknya ke luar, mulai dan ujung atas, menurun sampai

sepanjang lengkungan dan berakhir di cuping.

8) Kait RelaksKait relaks

menghubungkan lingkungan

elektris di tubuh, dalam kaitannya

denga pemusatan perhatian dan

kekacauan energi. Pikiran dan

tubuli relaks, bila energi mengalir

lagi dengan baik di daerah yang semula mengalami ketegangan.

Posisi tangan dan kaki dalam bentuk 8 sesuai dengan aliran energi di

tubuh. Ujung-ujung jari tangan saling menyentuh untuk

menyeimbangkan dan menghubungkan dua belahan otak.

9) Titik Positif

Sentuhan pada dahi menolong menghilangkan

kekuatiran. ketegangan atau ketakutan.

sehingga pikiran menjadi tenang. Murid secara

perlahan menyentuh titik di atas kedua mata

dengan ujung jari tiap tangan.

Empat gerakan yang dilakuan untuk persiapan belajar meliputi

minum air, pijat sakelar otak, gerakan silang dan kait relaks. Gerakan

ini dikenal dengan PACE (Positif, Aktif, Clear, Energetis) yang

merupakan gerakan awal bagi para pemula.

4. Penelitian Senam Otak dan Autis

Page 30: Proposal MONEV

30

Dari penelitian yang telah dilakukan Charla Hannaford pada tahun

1990, yang meneliti 19 anak berkebutuhan khusus dengan umur 10-11

tahun, dilakukan Brain Gym selama 10 bulan di kelas. Charla Hannaford

menilai peningkatan dalam membaca dengan menggunakan Brigance

Inventory of basic Skill. Dari hasil penelitian, skor nilai rata-rata sebelum

Brain Gym adalah 1, 95, sedangkan skor nilai rata-rata setalah 10 bulan

melakukan Brain Gym adalah 3,53 (Hannaford, 2005).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Jennifer Dustow

(2007) di Hawaii pada 9 anak yang telah di diagnosa ASDs yang berusia 3

hingga 5 tahun selama 6 minggu. Hasilnya menunjukkan peningkatan yang

sangat signifikan dalam tingkah laku dan konsentrasi pada hari di mana

anak-anak melakukan gerakan senam otak. Percobaan ini dirancang untuk

menilai apakah melakukan gerakan senam otak yang menyeberangi garis

tengah membantu mengurangi prilaku autis, seperti menangis, berteriak,

kelakuan agresif, menarik perhatian pada waktu yang tidak tepat,

kurangnya pemfokusan. Semua anak diberikan gerakan senam otak yang

menyebrangi garis tengah selama 5 menit dalam waktu yang sama di pagi

hari selama 6 minggu. Hasilnya 77% mengalami penurunan prilaku autis,

seperti tampak pada grafik berikut (Dustow, 2007):

Dustow, J., 2007. Bilateral exercises to decrease off-task behaviors in special-needs preschoolers. The Brain Gym Journal, Vol XXI (1), p4.

Page 31: Proposal MONEV

31

Pelaksanaan senam otak di Indonesia digunakan pada bayi, lansia,

anak-anak dalam masa pertumbuhan. Dewasa ini belum ditemukan uji

coba dan penelitian pengaruh senam otak dengan evaluasi nilai kualitas

komunikasi, interaksi sosial dan pemfokusan pehaman.

5. Kerangka Konsep

Faktor eksternal yang mempengaruhi nilai autisme:1. Konsumsi Gluten dan

Kasein2. Program pendidikan

sekolah autis3. Kekurangan vitamin D4. Keracunan timbal

SubyekAutis

Kualitas komunikasi, Interaksi sosial dan Pemfokusan pemahaman

Tes ATEC (Pre test)

Page 32: Proposal MONEV

32

6. Hipotesis

Senam otak dapat mempengaruhi kualitas komunikasi, pemfokusan

pemahaman dan interaksi sosial pada anak autis di Yogyakarta.

H. METODE PELAKSANAAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen, pre-tes dan post-

tes grup kontrol. Akan dipilih salah satu sekolah autis dengan jumlah murid

cukup yang mewakili sampel penelitian dan satu sekolah untuk kontrol.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tidak Melakukan Senam Otak

Melakukan Senam Otak

Dimensi Pemfokusan, Dimensi Pemusatan,

Membuka bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat

Optimalisasi kerja otak tercapai

Perbedaan Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosial,

Pemfokusan Pemahaman

Tes ATEC (Post test)

Peningkatan skor Kualitas Komunikasi,

Interaksi Sosial dan Pemfokusan Pemahaman

Page 33: Proposal MONEV

33

Penelitian akan dilakukan di SLB Bina Anggita Banguntapan Bantul

Yogyakarta sebagai sampel dan SLB Dian Amanah Sleman Yogyakarta

sebagai kontrol. Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan.

3. Variabel dan Definisi Operasional

a. Variabel dalam penelitian

1) Variabel Independen (variabel bebas) adalah variabel yang

mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu senam otak

yang dilakukan.

2) Variabel dependen (variabel tergantung) adalah variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kualitas komunikasi,

interaksi sosial dan pemfokusan pemahaman.

3) Variabel pengganggu dalam penelitian ini yaitu stress, aktivitas fisik,

program terapi lain yang sedang dilakukan oleh pihak sekolah,

intake makanan/nutrisi, lingkungan rumah dan keluarga. Variabel

pengganggu akan dikendalikan semaksimal mungkin, misalnya:

konsumsi gluten dan kasein, keseragaman guru dalam pelaksanaan

senam otak dan kesamaan program sekolah antara kelompok sampel

dan kelompok kontrol. Variabel ini akan didata dalam kartu

pantauan dan akan digunakan pertimbangan dalam rekruitmen

sampel.

b. Definisi Operasional

1) Subyek yang yang mengikuti senam otak adalah anak autis yang

bersedia mengikuti kegiatan senam otak secara rutin kurang lebih

selama 25 menit, 2-5 kali setiap minggu selama 16-25, 26-35 dan 36

kali.

2) Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosial dan Pemfokusan Pemahaman

akan diukur dengan menggunakan form ATEC. Tes ini dilakukan

Page 34: Proposal MONEV

34

sebelum dan sesudah pelaksanaan senam otak. Masing-masing item

pertanyaan di nilai dari skala 0-2 dan 0-3. Tingkat Kualitas

Komunikasi, Interaksi Sosial dan Pemfokusan Pemahaman pada

penelitian ini ditentukan dengan menjumlah skor masing-masing

item pertanyaan dan dibuat prosentase terhadap skor maksimal. Jika

nilainya lebih dari 80%, maka dianggap normal; sedangkan nilai 60

– 80 % dinggap autisme ringan, nilai 40 – 60 % dianggap autisme

sedang, dan nilai kurang dari 40 % dianggap autisme berat. Skala

data variabel ini adalah skala ordinal.

4. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai

karakteristik tertentu (Sastroasmoro dan Ismail, 2002). Populasi dalam

penelitian ini adalah siswa autis di Bina Anggita dan Dian Amanah.

b. Sampel

Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling, jadi semua

siswa Bina Anggita dan Dian Amanah digunakan sebagai sampel. Satu

kelompok untuk eksperimen dan kelompok lain sebagai kontrol. Alasan

menggunakan kedua sekolah ini adalah karena memiliki jumlah siswa

autis yang banyak dan memiliki standar belajar yang hampir sama.

Sampel dalam penelitian ini adalah anak autis yang bersedia untuk

mengikuti penelitian ini dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria Inklusi :

a) Umur 4 - 17 tahun

b) Mengikuti kegiatan belajar di sekolah

c) Bersedia menjadi responden ( diwakili orangtua)

Kriteria eksklusi :

Tidak bisa atau menolak melakukan senam otak.

Page 35: Proposal MONEV

35

5. Instrumen Penelitian

a. Alat senam, terdiri dari: musik, kartu senam, air putih, alat tulis.

b. Kuisioner ATEC

6. Teknik Pengumpulan Data

Tahap penelitian dirancang utuk pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a. Perijinan.

b. Menetapkan sampel dan kontrol penelitian.

c. Sosialisasi program.

d. Penandatanganan persetujuan oleh orang tua kontrol maupun sampel.

e. Pengambilan data murid yang terpilih sebagai kontrol dan sampel

penelitian meliputi : identitas dan tes ATEC (pre-tes).

f. Melakukan senam otak pada kelompok sampel selama 16-25, 26-35

dan 36 kali, 2-5 kali dalam seminggu dengan durasi kurang lebih 25

menit.

g. Pengambilan data murid yang terpilih sebagai sampel dan kontrol

penelitian meliputi : identitas sampel dan tes ATEC (post-tes).

h. Melakukan pengolahan dan analisis data.

i. Penyusunan laporan.

j. Persentasi hasil penelitian

7. Analisis Data

Analisa data, merupakan suatu proses analisis yang dilakukan

secara sistematik terhadap data yang telah dikumpulkan, dalam penelitian

ini analisis data menggunakan analisis non-parametik yang di dalamnya kita

menggunakan Uji Anova Friedman, Uji Kruskal Wallis, dan Uji Median.

a. Uji Anova Friedman

Page 36: Proposal MONEV

36

Analsis Anova Friedman adalah suatu analisis nonparametik untuk

menguji perbedaan antara 3 kelompok pengamatan atau lebih yang

berpasangan (sama subyek), dengan data berskala ordinal.

b. Uji Kruskal Wallis

Uji Kruskal – Wallis adalah suatu analisis nonparametik untuk menguji

perbedaan antara 3 kelompok pengamatan atau lebih yang mandiri

(berasal dari lain subyek), dengan data berskala ordinal.

c. Uji Median

Uji Median adalah suatu analisis nonparametik untuk menguji

perbedaan antara 2 kelompok pengamatan atau lebih yang mandiri

( berasal dari lain subyek), dengan data berskala ordinal.

8. Uji Validitas dan Reabilitas

Untuk menjaga validitas dan realibilitas data yang diperoleh, maka

dilakukan hal – hal berikut :

a. Pelaksanaan test dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan

instrument yang telah disediakan, bersama-sama dengan guru

pembimbing yang sebelumnya telah melakukan kesepakatan dalam

pengambilan data.

b. Data ini diambil dengan menggunakan kuisoner ATEC yang disusun

oleh lembaga Autism Research Institute yang sudah teruji validitasnya.

c. Pada saat pelaksanaan senam otak, langsung diawasi oleh peneliti

I. JADWAL KEGIATAN

 Keterangan Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI

 Minggu ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

1. Perijinan                                2. penetapan sampel

penelitian                                3. Sosialisasi program                                4. Penandatanganan

persetujuan orangtua5. Pre-Test                                

Page 37: Proposal MONEV

37

6. Pelaksanaan Program                                7. Post-Test                                8. Pengolahan data dan

analisis data                                9. Penyusunan laporan                                

10. Pengiriman Laporan                                J. RANCANGAN BIAYA

1. RekapitulasiBiaya

No JenisPengeluaran Jumlah

1 Perijinan  Rp 400.000,00

2 Sosialisasi Program  Rp1.685.000,00

3

Pelaksanaan pre-tes dan post-tes (tes ATEC)  Rp 865.000,00

4 Pelaksanaan Program  Rp2.265.000,00

5 Transportasi  Rp 500.000,00

6 Dokumentasi  Rp 220.000,00

7 PenyusunanLaporan  Rp 435.000,00

Jumlah Biaya Rp 6.370.000,00

3. RincianPengeluaran

a. Perijinan Rp 400.000,00

b. Sosialisasi Program

1) Pamflet 75 buah x Rp 3.000,00 Rp 225.000,00

2) Pembicara 1 orang x Rp 500.000,00 Rp 500.000,00

3) Konsumsi

Snack 65 buah x Rp 4.000,00 Rp 260.000,00

4) Sewa LCD Rp 200.000,00

5) Penggandaan CD 75 buah x RP 4.000,00 Rp 300.000,00

6) Plakat 4x50.000 Rp 200.000,00

Page 38: Proposal MONEV

38

Jumlah Rp 1.685.000,00

c. Pelaksanaan Pre-test dan Post-test

1) Kartu bergambar Rp 150.000,00

2) Kertas gambar Rp 100.000,00

3) Pensil warna Rp 125.000,00

4) Fotocopy Kuisoner ATEC 90 x Rp 1.000 Rp 90.000,00

5) Biaya pendampingan pengisian data ATEC Rp 400.000,00

Jumlah Rp 865.000,00

d. Pelaksanaan Program

1) Air minum kemasan 30 x 36 hari x 500 Rp 540.000,00

2) Alat tulis (kertas dan spidol) RP 200.000,00

3) Terapis senam otak Rp 500.000,00

4) Biaya pendampingan senam otak Rp 500.000,00

5) Papan tulis kecil Rp 105.000,00

6) Konsumsi hari 84 x Rp 5.000 Rp 420.000,00

Jumlah Rp 2.265.000,00

e. Transportasi

1) Pre research Rp 150.000,00

2) Pelaksanaan research Rp 350.000,00

Jumlah Rp 500.000,00

f. Dokumentasi

1) Sewa kamera Rp 100.000,00

2) Cuci cetak Rp 120.000,00

Jumlah Rp 220.000,00

g. Penyusunan Laporan

1) Kertas 1 rim x Rp 35.000,00 Rp 35.000,00

2) Tinta Print Rp 100.000,00

3) Scan gambar Rp 100.000,00

4) Penggandaan 10 buah x Rp 20.000,00 Rp 200.000,00

Jumlah Rp 435.000,00

Jumlah Pengeluaran Rp 6.370.000,00

Page 39: Proposal MONEV

39

K. DAFTAR PUSTAKA

Baron & Cohen, S. 1995. Mindblindness: An Essay on Autism and Theory of Mind: MIT Press/Bradford Books.

Beatty, J. 2001. The Human Brain: Essentials of Behavioral Neuroscience. Thousand Oak. Sage Publicaion. CA

Brain Gym International, 2008. Diakses 22 Juni 2009, dari http://braingym.org/studies

Budiman & Melly. 1998. Makalah Simposium. Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu Pada Autisme. Surabaya.

Dali, G. 1982. Kamus Psikologi. Penerbit Tonis. Bandung

Davidson, G. C & Neale, J. M. 1993. Abnormal Psycology. Sixt edition. New York. John Wiley & Sons, Inc.

Demuth, E. 2005. Brain Gym, Pedoman Senam Otak Bagi Guru dan Peminat. Yayasan Kinesiology Indonesia. Sulawesi Utara.

Dennison. 2006. Brain Gym. PT Gramedia. Jakarta

Dennison, P.E & Dennison, G.E. 2005. Brain Gym. PT Grasindo. Jakarta.

Diana, I. 2009. Nutrisi Pada Pasien Autis, Cermin Dunia Kedokteran 168/vol.36 no.2/maret-april 2009.

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. 2007. Diakses 30 Juli 2009,dari www.pendidikan-diy.go.id

Hadiyanto, Y. 2004. Autisme. Diakses Juni 2009, dari www.autism.societyorg.2002

Handoyo. 2004. Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengejar Anak Normal, Autisme dan Perilaku Lainnya. PT Gramedia. Jakarta

Johnson, M. H. 2005. Developmental cognitive neuroscience.Oxford: Blackwell publishing.

Kaltim Post. 1 Maret 2009. Terapi Autis Masih mahal. Diakses 11 Juli 2009, dari http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=16350

Kelana, A & Diah, E. 2007. Kromosom Abnormal Penyebab Autis. Diakses

Page 40: Proposal MONEV

40

Juni 2009, dari http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/anak/autis130307.htm

McClelland, B. 2008. Statistical analysis of study on Concentration and Behaviour for autistic 3 to 5 yr-olds from Dustow. Di akses 15 Juli 2009, dari http://www.oxfordbraingym.com/Dustow07.htm

Merangsang Otak Anak Dengan Brain Gym. 2007. Diakses Juni 2009, dari http://salamsehat.com/merangsang-otak-anak-dengan-brain-gym.php

Nurlis, E & Mutia, N. 2009. Kurang Vitamin D tingkatkan Resiko Autisme. Diakses Juni 2009, dari http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/142-kurang-vitamin-d-tingkatkan-risiko-autisme

Patmini, E. 2008. Thimerosal-Hepatitis B-Autis. Diakses Juni 2009, dari www.mer-c.org

Portalinfaq, 2007. Diakses 2 Juni 2009, dari http://portalinfaq.org/p01_program_view.php?program_id=259

Phillips, T. (2000). Neuropeptides and neurotrophins in neonatal blood of children with autism or mental retardation. Diakses 7 april 2010, dari http://www3.interscience.wiley.com/journal/78504794/abstract?CRETRY=1&SRETRY=0

Schecter & Grether. 2008. Continuing Increases in Autism Reported to California’s Developmental Services System. Arch Gen Psychiatry.

Sutadi, R. 2002. Transisi Penyandang Autisme ke Sekolah. Yayasan Nathanisa. Surabaya.

Tammasse, J. (2009). Lakukan Senam Otak. Harian Fajar. Edisi 19 Juli 2009.

The London School of Public Relation of Jakarta, cares for autism. Diakses Juli 2009, dari http://www.lspr.edu/csr/autismawareness/index.php?option=com_content&view=article&id=50&Itemid=208

Viana, S. 2005. Mengenali Anak Autisme. Diakses 11 Juni 2009, dari http://www.infoibu.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=67

Wresti. 2004. Kunci Keberhasilan Penyembuhan Autisme. Diakses 11 Juni 2009, dari http://www.kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=2553

Page 41: Proposal MONEV

41

Yudarwanto, W. 2005. Deteksi Dini dan Pencegahan Autisme. Yudhasmara. Jakarta

L. LAMPIRAN

1). Biodata Ketua dan Anggota Kelompok

1. Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama : Revani Dewinta Lestarinb. NIM : 20070310175c. Fak/Jurusan : Kedokteran/Pendidikan Dokterd. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(UMY)e. E-mail : [email protected]. Jenis Kelamin : Perempuang. Waktu Kegiatan : 6 jam/minggu

2. Anggota PelaksanaAnggota 1a. Nama : Ragil Adi Sampurnab. NIM : 20070310049c. Fak/Jurusan : Kedokteran/Pendidikan Dokterd. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(UMY)e. E-mail : [email protected]. Jenis Kelamin : Laki-Lakig. Waktu Kegiatan : 6 jam/minggu

Anggota 2a. Nama : Yunita Puji Lestarib. NIM : 20070310157c. Fak/Jurusan : Kedokteran/Pendidikan Dokterd. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(UMY)e. E-mail : [email protected] f. Jenis Kelamin : Perempuang. Waktu Kegiatan : 6 jam/minggu

Anggota 3a. Nama : Restuning Diah Dwi Sundarib. NIM : 20080310169c. Fak/Jurusan : Kedokteran/Pendidikan Dokter

Page 42: Proposal MONEV

42

d. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta(UMY)

e. E-mail : [email protected] f. Jenis Kelamin : Perempuan

Waktu Kegiatan : 6 jam/minggu

2). Biodata Dosen Pembimbing

1. Nama Lengkap / NIP : Drh. Zulkhah Noor, M.Kes. / 173014

2. Pangkat / Golongan / Jabatan : Penata / III/a / Asisten Ahli

3. Tempat / Tanggal Lahir : Demak / 3 September 1964

4. Pendidikan : S1- Kedokteran Hewan IPB Bandung

S2 – Fisiologi IKD UGM Yogyakarta

5. Karya Penelitian :

a. Kultur Sel Luteal : Metoda dan Evaluasi Umur (UMY, 2000)

b. Pengaruh Kurkumin terhadap produksi Progesteron Oleh Kultur Sel Lutel

Tikus dengan Perangsangan hCG dan PGF2 alfa

c. Pengaruh Anemia terhadap Tingkat Kecerdasan anak Sekolah Dasar

Desa-Kota (Kopertis, 2002)

d. Pengaruh senam otak terhadap suasana hati (mood) dan daya ingat lansia

di Posyandu Lansia Lemahdadi Bangunjiwo Kasihan Bantul (Kopertis,

2006)

e. Survey Toksoplasmosis pada Tikus di Kecamatan Wirobrajan dan

sekitarnya secara serologis dengan metode Elisa dan isolasi sista otak

(Hibah FK UMY, 2006)

f. Implikasi Aktivitas Intensitas Tinggi Terhadap Kesehatan Reproduksi

Intruktur Senam Aerobik Perempuan di Kota Yogyakarta (Kajian

Wanita, Dikti, 2007)

g. Pengaruh Konsumsi VCO Terhadap kadar gula darah dan keton bodies

serta penampakan histologis pankreas dan pembuluh darah tikus jantan

hiperglikemi yang diinduksi alloksan (Penelitian Dosen Muda, DIKTI,

2007)

h. Pengaruh Pemberian Angkak terhadap jumlah sel-sel darah tikus Wistar

Page 43: Proposal MONEV

43

yang Mengalami Anemia perdarahan (KPD UMY, 2008)

6. Publikasi Ilmiah

a. Pengaruh Kurkumin terhadap produksi Progesteron Oleh Kultur Sel Lutel

Tikus dengan Perangsangan hCG dan PGF2 alfa ( Jurnal Pasca Sarjana

UGM, 2001)

b. Uji Toksisitas Kurkumin pada kultur sel Luteal Tikus (Jurnal Mutiara

Medika, 2002)

c. Pengaruh Kurkumin dan Penta Gama Funon nol terhadap Produksi

Progesteron Kultur Sel Luteal Tikus dengan Rangsangan LH dan PGF2

alfa (Kumpulan Riset Unggulan, FK UGM, 2003)

d. Implikasi Aktivitas Intensitas Tinggi Terhadap Kesehatan Reproduksi

Intruktur Senam Aerobik Perempuan di Kota Yogyakarta (Presentasi di

Conference and presenred paper, International conference “Women in

Public Srctor”, July, 16-17 2008, Program Pasca Sarjana UGM ), Peneliti

2

e. Pengaruh Program Olahraga Umum (senam aerobik) dan khusus (Body

language dan senam aerobik) terhadap penurunan berat badan, Mutiara

Medika, Volume 8 N0mor 1, Januari 2008), Peneliti 2

7. Pengabdian Masyarakat

a. Tes Kebugaran dan Sosialisasi Tentang Manfaat dan cara Olah Raga yang

Aman pada Kelompok Senam dan masyarakat dusun Ngentak

Bangunjiwo Kasihan Bantul (Kopertis, 2007).

b. Sosialisasi dan Pelatihan Penyiapan Makanan Sehat pada Ibu-bu

Rumah Tangga PKK dusun Ngentak Bangunjiwo Kasihan Bantul

(Kopeertis, 2008)

c. Sosialisasi Manfaat Angkak sebagai bahan makanan alami yang

menyehatkan dan Cara komsumsinya.(LP3M. 2008)

Page 44: Proposal MONEV

44

3). Lain-Lain

SURAT KESEPAKATAN KERJASAMA

Yang bertanda tangan dibawah ini:Nama : Revani Dewinta LJabatan : Ketua Pelaksana PKMP (Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian) Universitas Muhammadiyah yogyakarta

selanjutnya disebut sebagai pihak pertamaNama : M. Yasin, Sp.dJabatan : Kepala SLB Autistik Bina Anggita

selanjutnya disebut sebagai pihak keduaSepakat untuk menjalin kerjasama seperti diuraikan dalam pasal-pasal

sebagai berikut:

I. Pihak PertamaHak:

Page 45: Proposal MONEV

45

Pihak pertama berhak menjalin kerjasama dalam hal pelaksanaan dan pengambilan data tingkat Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosil dan Pemfokusan Pemahaman Pada Anak Autis.Kewajiban:Melaksanakan PKMP di SLB Autistik Bina Anggita melalui program SENAM OTAK.

II. Pihak KeduaHak:Mendapatkan fasilitas dari pihak pertama dalam hal penyelenggaraanPKMM (Program Krativitas Mahasiswa Penelitian)Kewajiban:Membantu dan Berperan aktif dalam pelaksanaan dan pengambilan data tingkat Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosil dan Pemfokusan Pemahaman Pada Anak Autis melalui program SENAM OTAK.

Demikian kesepakatan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaanuntuk dipatuhi kedua belah pihak.

Yogyakarta, 30 Juli 2009

Mengetahui,

Pihak Kedua Pihak Pertama

Kepala SLB Bina Anggita Ketua Pelaksana

(M. Yasin Sp.d) (Revani Dewinta L)