proposal monev
TRANSCRIPT
1
A. JUDUL
PENGARUH SENAM OTAK (BRAIN GYM) TERHADAP KUALITAS
KOMUNIKASI, INTERAKSI SOSIAL DAN PEMFOKUSAN
PEMAHAMAN PADA ANAK AUTIS DI YOGYAKARTA
STUDI QUASI EKSPERIMEN PADA SISWA AUTIS SLB BINA
ANGGITA DAN DIAN AMANAH
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika
Serikat. Sejak tahun 80-an, bayi-bayi yang lahir di California, diambil
darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian ini dilakukan
oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George
Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya
mencengangkan. Seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala
autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities
(NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan Pervasive Developemental
Disorders (PDD) pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran
(Phillips, 2000).
Schechter dan Grether (1995-2007) menganalisis data kasus-kasus
autis anak pada California Departement od Developmental Service. Untuk
setiap tahun yang berumur 3-12 tahun, estimasi prevalensi autis anak
meningkat selama periode studi. Untuk anak lahir sebelum 1993, prevalensi
autis pada umur 3 tahun adalah 0,3 / 1.000 anak. Tahun 2003, prevalensi autis
anak umur 3 tahun adalah 1,3 per 1.000 anak. Estimasi prevalensi tertinggi
terjadi tahun 2006, yaitu 4,5 dari 1.000 anak lahir tahun 2.000 diperkirakan
menderita autis. Walaupun terlalu dini untuk menghitung prevalensi untuk
umur 6 tahun atau lebih anak-anak yang dilahirkan setelah tahun 2.000,
prevalensi pada umur 3-5 tahun telah meningkat setiap tahun sejak tahun
1.999. Berdasarkan gambaran kuartal, angka kasus autis pada umur 3-5 tahun
2
meningkat setiap kuartal dari Januari 1995 (0,6 per 1.000 kelahiran hidup)
sampai dengan maret 2007 (4,1 per 1.000 kelahiran hidup) (Schecter, 2008).
Jumlah SLB yang ada di Yogyakarta yaitu 61 SLB baik negeri
maupun swasta yang tersebar di 5 kabupaten (Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga, 2007), maka dapat diperkirakan jumlah anak autis di Yogyakarta
yaitu kurang lebih 357 anak, dari hasil observasi di 7 SLB khusus autis di
Yogyakarta didapatkan jumlah anak autis sebanyak 87 anak, sedangkan SLB
lainnya kurang lebih 5 anak.
Biaya terapi yang harus dikeluarkan para orang tua autis di Indonesia
memang terbilang sangat mahal. Apalagi terapi tersebut memakan waktu yang
sangat lama dan tidak bisa dipastikan akhirnya. Sehingga keberadaan anak-
anak istimewa itu membuat mereka harus habis-habisan dalam hal keuangan.
Banyak orang tua yang patah arang karena biaya terapi bagi anaknya melebihi
anggaran hidup yang pokok bagi seluruh anggota keluarganya. Tidak sedikit
pula yang mengalami depresi sehingga menambah masalah baru seperti
ketidakharmonisan dalam keluarga yang berujung pada perceraian. Bisa
dibayangkan, betapa pedihnya jika keadaan itu harus dialami pula oleh
keluarga yang kurang mampu. Salah satu sebab utama mahalnya biaya terapi
bagi anak-anak penderita autisme adalah karena tingginya juga bayaran untuk
profesi di dunia autis, baik terapis, dokter, psikiater, maupun profesi terkait
lainnya. Padahal masa depan anak-anak autis tergantung dari terapi yang
optimal (Portal Infaq, 2007).
Menurut pemerhati autis, biaya terapi anak penyandang autis rata-rata
mulai Rp 750 ribu per bulan hingga Rp 3 juta per bulan. Tergantung kebijakan
penyelenggara terapi (Kaltim Post, 1 Maret 2009).
Autisme merupakan gangguan neurobiologis yang menetap. Gejalanya
tampak pada gangguan bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Walaupun
gangguan neurobiologis tidak bisa diobati, tapi gejala-gejalanya bisa
dihilangkan atau dikurangi. Karena masih dapat diusahakan agar sel-sel otak
3
yang yang masih baik dapat mengambil alih dan berfungsi menggantikan sel
yang rusak asal dilakukan dengan cepat dan tepat dan dimulai sejak gejalanya
masih ringan. Hal terpenting yang mempengaruhi kemajuan anak autisme
adalah deteksi dini yang diikuti oleh penanganan yang tepat dan benar, serta
intensitas terapi yang dijalani oleh anak autisme. Jika keduanya dilakukan,
anak dengan autisme masih mempunyai harapan untuk lebih baik untuk dapat
hidup mandiri dan bersosialisasi dengan masyarakat yang normal. Semakin
cerdas anak, semakin cepat kemajuannya (Hadiyanto, 2003).
Hal yang paling ditakuti jika anak tidak diterapi adalah ketidak
mampuan anak melakukan segala sesuatunya sendiri dengan kata lain anak
tidak akan bisa mandiri seperti makan, minum, toileting, gosok gigi, dan
kegiatan-kegiatan lain (Handoyo, 2003). Literatur menyatakan, 75 persen anak
autisme yang tidak tertangani, akhirnya menjadi tunagrahita. Saat ini jumlah
penyandang autisme terus meningkat. Diperkirakan, jumlah penyandang
autisme 15-20 per 10.000 kelahiran, jadi dari kelahiran 4,6 juta bayi tiap tahun
di Indonesia, 9.200 dari mereka mungkin menyandang autisme (Wresti, 2004).
Gerakan senam otak sangat sederhana, karena tidak seperti senam
badan yang menekankan pada otot dan kebugaran. Senam otak lebih
menitikberatkan pada gerakan yang dapat merangsang dan memadukan semua
bagian otak, baik otak kiri maupun otak kanan (dimensi lateralisasi), otak
tengah (limbik), otak depan (dimensi pemfokusan) maupun otak besar (dimensi
pemusatan). (Merangsang Otak Anak Dengan Brain Gym, 2007)
Senam otak merupakan sejumlah gerakan sederhana yang dapat
menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak. Diharapkan melalui rangkaian
gerakan tubuh, dapat menarik keluar tingkat konsentrasi anak. Senam otak juga
dikenal sebagai jalan keluar bagi bagian-bagian otak yang “terhambat” agar
dapat berfungsi maksimal. Selain itu senam otak juga dapat meningkatkan
kemampuan berbahasa dan daya ingat. Orang menjadi lebih bersemangat, lebih
4
konsentrasi, lebih kreatif dan efisien. Siapapun akan merasa lebih sehat karena
stres berkurang (Tammasse, 2009).
Senam otak dapat mengaktifkan otak pada tiga dimensi, yakni
lateralitas-komunikasi, pemfokusan-pemahaman dan pemusatan-pengaturan.
Gerakan-gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat
memberikan rangsangan atau stimulus pada otak. Gerakan yang menghasilkan
stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan,
konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori, masalah dan kreativitas),
menyelaraskan kemampuan beraktifitas dan berpikir pada saat yang
bersamaan, meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi kontrol emosi dan
logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga kelenturan dan
keseimbangan tubuh (Tammasse, 2009).
Senam otak bisa dilakukan dalam waktu singkat (kurang dari lima
menit), tidak memerlukan bahan atau tempat khusus, memungkinkan belajar
tanpa stress, meningkatkan kepercayaan diri, memandirikan seseorang dalam
hal belajar, mengaktifkan potensi dan ketrampilan, menyenangkan dan
menyehatkan, serta hasilnya bisa segera dirasakan (Demuth, 2008)
Anak yang diberikan terapi tidak mempunyai target waktu yang
ditentukan, karena terapi dari anak autisme ini tidak mempunyai waktu yang
pasti dan terapi yang diberikan tergantung pada banyak hal seperti usia anak
pada saat pertama kali diterapi dan kemampuan terapis untuk memberikan
terapi. Anak penyandang autisme harus dilatih agar dapat hidup dan
berkembang layaknya anak normal, tetapi sejauh mana pemberian terapi dapat
berpengaruh terhadap kemajuan anak tersebut, belum pernah dilaporkan. Hal
inilah yang sangat menarik untuk dilakukan penelitian pengaruh terapi senam
otak terhadap kemajuan anak autisme khususnya di sekolah autis di
Yogyakarta.
5
C. PERUMUSAN MASALAH
Apakah senam otak dapat memberi pengaruh terhadap kualitas komunikasi,
interaksi sosial dan pemfokusan pemahaman pada anak autis?
D. TUJUAN
Dari permasalahan-permasalahan di atas, maka tujuan program ini adalah:
1. Tujuan Umum
Diketahuinya perbedaan kualitas komunikasi, interaksi sosial dan
pemfokusan pemahaman pada anak autis sebelum dan sesudah dilakukan
terapi senam otak dan dibandingkan dengan anak autis yang tidak
mendapatkan terapi senam otak.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya kualitas komunikasi, interaksi sosial dan pemfokusan
pemahaman anak autis sebelum dan sesudah melakukan senam otak
pada kelompok eksperimen.
b. Diketahuinya kualitas komunikasi, interaksi sosial dan pemfokusan
pemahaman anak autis awal dan akhir penelitian pada kelompok
kontrol tanpa perlakuan.
c. Diketahuinya perbedaan kualitas komunikasi, interaksi sosial dan
pemfokusan pemahaman anak autis awal dan akhir penelitian pada
kelompok kontrol dan kelompok sampel.
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
Terbentuknya artikel ilmiah yang akan dipublikasikan di jurnal nasional
6
atau internasional, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai rujukan untuk
penatalaksanaan autis.
F. KEGUNAAN
Hasil penelitian digunakan untuk:
1. Peniliti, dapat pengembangan ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan
autis.
2. Sekolah, dapat memasukkan terapi senam otak sebagai salah satu terapi
pada anak autis.
3. Murid, meningkatkan Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosial dan
Pemfokusan Pemahaman.
4. Pemerintah, sebagai bahan rujukan untuk membantu mengatasi anak autis
sehingga menuju anak Indonesia yang sehat.
G. TINJAUAN PUSTAKA
1. Otak
a. Pengertian Otak
Otak atau encephalon, adalah sentral supervisori dari sistem
syaraf. Walaupun otak kadang disebut sebagai pusat supervisori dari
sistem syaraf sentral vertebrata, istilah yang sama juga dapat digunakan
untuk sistem syaraf sentral pada invertebrata. Pada kebanyakan hewan,
otak terletak pada kepala (Beatty, 2001)
Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar, gerakan,
perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan
darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak juga
bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi. ingatan,
pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya (Beatty,
2001).
7
Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki
volume sekitar 1.350cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron.
Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan
dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak
dan pemikiran. Otak dan sel saraf didalamnya dipercayai dapat
mempengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan mengenai otak
mempengaruhi perkembangan psikologi kognitif (Beatty, 2001).
b. Bagian-bagian Otak Manusia (Johnson, 2005):
1) Otak Depan
Bagian yang paling menonjol dari otak depan adalah otak
besar (serebrum). Otak besar terdiri dari dua belahan, yaitu belahan
kiri dan kanan. Setiap belahan mengatur dan melayani tubuh yang
berlawanan, yaitu belahan kiri mengatur dan melayani tubuh bagain
kanan, begitu juga sebaliknya. Jika otak belahan kiri mengalami
gangguan maka tubuh bagian kananakan mengalami gangguan,
bahkan kelumpuhan. Tiap-tiap belahan otak besar yang disebutkan di
atas dibagi menjadi empat lobus yaitu frontal, pariental, okspital dan
temporal.
2) Otak Tengah
Otak tengah (diensefalon) manusia cukup kecil dan tidak
menyolok, terletak di depan otak kecil dan jembatan Varol (plus
Varolii). Bagian terbesar dari otak tengah pada sebagian besar
Vertebrata adalah lobus optikus yang ukurannya berbeda-beda. Pada
mamalia (termasuk manusia) terdapat korpora kuadrigemina (sebgai
lokus optikus pada Vertebrata tingkatan rendah) yang berfungsi
membantu koordinasi gerak mata, ukuran pupil mata
(melebar/menyempit), dan refleks pendengaran tertentu. Selain itu,
otak tengah mengandung pusat-pusat yang mengendalikan
keseimbangan dan serabut saraf yang menghubungkan bagian otak
8
belakang dengan bagian otak depan, juga antara otak depan dan
mata. Otak tengah merupakan baguan atas batang otak. Semua
berkas serabut saraf yang membawa informasi sensori sebelum
memasuki talamus akan melewati otak tengah.
3) Otak belakang
otak belakang meliputi jembatan Varol (pons Varoli), sumsum
lanjutan (medula oblongata), dan otak kecil (serebelum). Ketiga
bagian ini membentuk batang otak.
a) Jembatan varol (pons Varoli)
Jembatan Varol berisi serabut saraf yang menghubungkan
lobus kiri dan kanan otak kecil, serta menghubungkan otak kecil
dengan korteks otak besar.
b) Sum-sum lanjutan (medula oblongata)
Sumsum lanjutan atau medula oblongata membentuk
bagian bawah batang otak serta menghubungkan pons Varoli
dengan sumsum tulang belakang (medula spinalis). Sumsum
lanjutan berperan sebagai pusat pengatur pernapasan dengan
cara meneruskan implus saraf yang merangsang otot antara
tulang rusuk dan diafragma. Selain itu juga berperan sebagai
pusat pengatur refleks fisiologi, seperti detak jantung, tekanan
udara, suhu tubuh, pelebaran atau penyempitan pembuluh darah,
gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Fungsi
lainnya ialah mengatur gerak refleks, seperti batuk, bersin, dan
berkedip.
4) Otak Kecil
Otak kecil (serebelum) merupakan bagian terbesar otak
belakang. Otak kecil ini terletak di bawa lobus oksipital serebrum.
Otak kecil terdiri atas dua belahan dan permukaanya berlekuk-lekuk.
9
Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur sikap atau posisi tubuh,
keseimbangan, dan koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan
pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak
terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan
makanan ke dalam mulutnya.
2. Autis
a. Definisi
Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi
terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih
banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada
melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu
penderita autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri
(Dali, 1982).
Kata autism sendiri berasal dari kata ”autos”yang dalam bahasa
Yunani berarti ”diri”, yang mana dalam arti kata seorang anak dengan
gangguan spektrum autism sering diibaratkan sebagai seorang anak
yang hidup dalam dunianya sendiri. Pada umumnya penyandang
autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang
melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai
dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka
menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan
mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya)
(The London School of Public Relation of Jakarta).
b. Gejala-gejala autisme (Suri Viana, 2005)
Gejala- gejala pada autisme mencakup ganggguan pada:
1) Gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal,
terlambat bicara atau tidak dapat berbicara.
10
a) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh
orang lain.
b) Tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.
c) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi.
d) Menirukan kata-kata yang tanpa mengerti artinya.
e) Kadang bicara monoton seperti robot.
f) Mimik muka datar.
g) Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya
akan bereaksi dengan cepat.
2) Gangguan pada bidang interaksi sosial
a) Menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
b) Anak mengalami ketulian.
c) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk.
d) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang.
e) Bila menginginkan sesuatu dia akan menarik tangan orang
yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan
sesuatu untuknya.
f) Bila didekati untuk bermain justru menjauh.
g) Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain.
h) Kadang mendekati orang lain untuk makan atau duduk
dipangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan
mimik apapun.
i) Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya
dibandingkan terhadap orang tuanya.
3) Gangguan pada bidang perilaku dan bermain
a) Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton
dan melakukan gerakan yang sama berulang-ulang sampai
berjam-jam.
b) Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain.
c) Keterpakuan pada roda atau sesuatu yang berputar .
11
d) Terdapat kelekatan dengan benda-benda tertentu, seperti
sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan
dibawa kemana-mana.
e) Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang
berputar, air yang bergerak.
f) Perilaku ritualistik sering terjadi.
g) Anak dapat terlihat hiperaktif sekali.
h) Dapat juga anak terlalu diam.
4) Gangguan pada bidang perasaan dan emosi
a) Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak
menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu,
sehingga anak yang sedang menangis akan didatangi dan
dipukulnya.
b) Tertawa-tawa sendiri , menangis atau marah-marah tanpa
sebab yang nyata
c) Sering mengamuk tidak terkendali (temper tantrum), terutama
bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat
menjadi agresif dan dekstruktif.
5) Gangguan dalam persepsi sensoris
a) Mencium-cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda
apa saja.
b) Bila mendengar suara keras langsung menutup mata.
c) Tidak menyukai rabaan dan pelukan, bila digendong
cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan.
d) Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan
tertentu.
c. Penyebab autis
1) Kelainan pada lobus parietalis
Menurut penelitian sebanyak 43 % penyandang autis
mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang
12
menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan pada
otak kecil, terutama lobus VI dan VII menyebabkan turunnya daya
ingat, berpikir, belajar berbahasa dan proses atensi. Kurangnya
jumlah sel purkinye di otak kecil menyebabkan terjadinya gangguan
serotonin dan dopamin. Akibatnya terjadi kekacauan penghantaran
impuls di otak (Handojo, 2004).
2) Kelainan pada sistem limbic
Sistem limbic merupakan pusat emosi yang terletak dibagian
dalam otak. Dari penelitian Bauman dan Kemper, ditemukan ada
kelainan yang khas di daerah sistem limbic yang disebut hipocampus
dan amygdala. Pada kedua organ tersebut, sel-sel tersebut
berkembang dengan sangat padat dan kecil-kecil, sehingga fungsinya
menjadi kurang baik. Kelainan itu diperkirakan terjadi pada masa
janin.
3) Kelainan pada cerebellum (otak kecil)
Kelainan pada cerebellum ini terutama tarjadi pada lobus ke VI
dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya
ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga
didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit,
akibatnya terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine,
akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan lalu-lalang impuls di otak
(Fitrisca, 2008).
Selain itu ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab autisme:
1) Teori herediter (genetik)
Dalam sebuah penelitian Steven Scherer, peneliti di
Universitas Toronto, Kanada, melakukan penelitian dengan
mengumpulkan gen dari 1.168 keluarga. Tiap-tiap keluarga itu
memiliki minimal dua anak autis. Scherer memeriksa kromosom X
yang berjumlah 23. Ternyata, pada masing-masing kromosom ada
beberapa gen yang abnormal. Dari situlah disimpulkan bahwa
autisme bersifat genetik. Dan pada kromosom nomor 11 itulah yang
13
paling menonjol kelainannya. Fakta ini menunjukkan bahwa 90%
penyebab autisme adalah gen. (Kelana & Diah, 2007)
2) Teori kelebihan Opioid dan hubungan gluten dan protein kasein
Teori ini mengatakan bahwa pencernaan anak autis terhadap
gluten dan kasein tidak sempurna. Kedua protein ini hanya terpecah
sampai polipeptida. Polipeptida dari kedua protein tersebut terserap
kedalam aliran darah dan menimbulkan “efek morfin” pada otak
anak. (Intan Diana, 2008).
Hasil metabolisme gluten adalah protein gliadin. Gliadin akan
berikatan dengan reseptor opioid C dan D. Reseptor tersebut
berhubungan dengan mood dan tingkah laku. Diet bebas gluten dan
kasein dapat menurunkan kadar peptida opioid serta dapat
mempengaruhi gejala autis pada beberapa anak. Dari penelitian
Whiteley, Rodger, Savery dan Shattock (1999), 22 anak autis
mendapat diet bebas gluten selama 5 bulan dibandingkan anak autis
yang tetap diberi diet mengandung gluten dan 6 pasien digunakan
sebagai kelompok kontrol. Setelah 3 bulan, pada diet bebas gluten
terjadi perbaikan komunikasi verbal dan non verbal, pendekatan
efektif, motorik dan kemampuan anak untuk perhatian serta tidur
jadi lebih baik. Sedangkan pada kelompok anak yang diberi
makanan mengandung gluten justru semuanya memburuk (Intan
Diana, 2009)
3) Teori vaksinasi virus
a) Vaksin hepatitis B dan HiB
Autis dapat disebabkan oleh vaksin Hepatitis B dan HiB
karena kedua vaksin tersebut mengandung zat pengawet
thimerosal yang terdiri dari etil merkuri yang menjadi penyebab
utama sindrom autisme spektrum disorder yang meledak sejak
awal tahun 1990an dan telah di larang di Amerika sejak tahun
2001 (McCandless, 2009). Dalam journal toxilohical sciences
14
melaporkan konsentrasi thimerosal yang dapat menimbulkan efek
toksik adalah antara 405 µg/l - 101 mg/l atau setara dengan kadar
merkuri 201 µg/l - 50 mg/l. Sedang bila dihitung rata-rata, bayi
berumur 6 bulan mendapat akumulasi paparan merkuri maksimal
dari vaksinasi sebesar 32 - 52 µg¬g/kg berat badan. Pada
perhitungan lebih rinci, angka ini hampir 4 kali lipat lebih rendah
dari batas minimal tersebut. Jadi kemungkinan vaksin Hepatitis B
dan HiB menyebabkan autis sangat kecil (Edi Patmini, 2008).
b) Vaksin MMR
Dari hasil penelitian Dr Vijendra Singh. Singh menemukan
bahwa sampai 80% (dari 400 kasus dan kontrol) anak-anak
autistik memiliki otoantibodi terhadap myelin basic protein
(MBP) yaitu jaket yang menyelimuti serabut syaraf, sehingga
serabut syaraf bersangkutan tidak lagi berfungsi karena tidak
dapat menghantarkan sinyal. Dan, semakin banyak jumlah
antibodi terhadap virus campak, semakin banyak pula anti-MBP,
sehingga semakin luaslah kerusakan di otak. Antibodi tersebut
jarang ditemukan pada anak normal/kontrol (0-5%). Singh
menyimpulkan bahwa autisme disebabkan oleh respons otoimun
spesifik terhadap MBP yang menyebabkan kerusakan myelin
pada otak yang sedang berkembang. Akhirnya, dengan adanya
kerusakan 'perkabelan' otak maka terjadilah autism (Rudi Sutadi,
2002).
4) Teori kelainan anatomi otak
Kelainan anatomis otak khususnya di lobus parietalis,
serebelum serta pada sistem limbiknya. Sekitar 43 % penyandang
autisme mempunyai kelainan di lobus parietalis otaknya, yang
menyebabkan anak tampak acuh terhadap lingkungannya. Kelainan
juga ditemukan pada otak kecil (serebelum), terutama pada lobus ke
VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya
15
ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian).
Jumlah sel Purkinye di otak kecil juga didapatkan sangat sedikit,
sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamin,
menyebabkan gangguan atau kekacauan lalulintas impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan khas didaerah sistem limbik yang disebut
hipokampus dan amigdala. Akibatnya terjadi gangguan fungsi
kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat
mengendalikan emosinya, sering terlalu agresif atau sangat pasif.
Amigdala juga bertanggung jawab terhadap berbagai rangsang
sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan,
rasa dan rasa takut. Hipokampus bertanggung jawab terhadap fungsi
belajar dan daya ingat. Terjadi kesulitan penyimpanan informasi
baru. Perilaku diulang-ulang yang aneh dan hiperaktif juga
disebabkan gangguan hipokampus (Intan Diana, 2009).
5) Teori kekurangan vitamin
Kekurangan vitamin D diduga meningkatkan resiko autis, teori
ini di kemukakan John Cannell, ahli penyakit Autistik dari Amerika.
Dalam studi penelitian hewan, terungkap fakta bahwa kekurangan
vitamin D pada hewan juga dapat membuat otak hewan kekurangan
protein dan menyebabkan gejala abnormal pada hewan seperti autis
pada manusia. Sedangkan anak yang kekurangan vitamin D dan
memiliki gejala autis, dapat berkurang dengan pemberian vitamin D
dosis tinggi dan terapi secara teratur (Nurlis & Mutia, 2009).
6) Gangguan selama kehamilan dan kesulitan waktu persalinan
Gangguan kehamilan persalinan sangat umum terjadi dari ibu
penyandang autisme. Faktor resiko berikut diduga berhubungan
dengan autisme adalah: ibu dengan umur 35 tahun keatas pada waktu
melahirkan anak, minum obat-obatan selama kehamilan, mekonium
(masuknya kotoran bayi pada ketuban), terjadi perdarahan pada
waktu kandungan ibu berumur antara ataupun delapan bulan dan
16
adanya rhesus yang tidak sesuai antara golongan darah ibu dan anak
(Cohen & Bolton, 1994).
7) keracunan Timbal
Tingginya angka timbal yang ditemukan dalam beberapa anak
autisme disebabkan karena kadar timbal yang tinggi dalam darah
(Widodo Judarwanto, 2005).
d. Terapi pada autisme
National institute of child health and human development
merekomendasikan metode terapi untuk anak autis antara lain
(Autismspeak, 2009):
1) Applied Behavior Analysis (ABA)
ABA adalah ilmu yang menggunakan prosedur perubahan
perilaku, untuk membantu individu membangun kemampuan dengan
ukuran nilai-nilai yang ada dimasyarakat. Terapi meliputi semua
aspek kehidupan yang dibutuhkan anak selama 40 jam per
minggunya selama minimal 2 tahun (Davidson & Neale, 1993).
2) Floortime
Metode ini di kembangkan oleh seorang psikiatri anak bernama
Stanley Greenspan, floortime adalah sebuah metode terapi dan
sebuah filosopi untuk berinteraksi dengan anak autis. Metode ini
menjelaskan bahwa anak autis dapat meningkatkan dan membangun
interaksi dengan orang lain. Hasil akhir dari metode floortime adalah
merubah perkembangan anak autis melalui enam dasar
perkembangan milestone yang harus dikuasai oleh anak autis untuk
pertumbuhan emosi dan intelektual.
17
3) Gluten Free, Casein Free Diet (GFCF)
Mengurangi gluten (senyawa protein yang dapat ditemukan
pada gerst, gandum) dan casein (senyawa protein yang dapat
ditemukan pada produk susu) dalam diet anak autis, dapat
mengurangi beberapa gejala dari anak autis. Hal ini berdasarkan
pada hipotesis yang menyebutkan bahwa protein ini diserap dengan
cara yang berbeda pada anak autis.
4) Occupational Therapy
Melalui metode Occupational Therapy, seseorang dengan autis
dapat dibantu baik dirumah maupun disekolah dengan cara aktivitas
mengajar termasuk berpakaian, memberi makan, penggunaan kamar
kecil, keterampilan sosial, motorik halus dan keterampilan visual
yang membantu saat menulis, menggunakan gunting, koordinasi
motorik kasar untuk menolong individu mengendarai motor atau
berjalan dengan baik, dan keterampilan persepsi visual dibutuhkan
untuk membaca dan menulis.
5) PECS
PECS adalah tipe dari augmentasi dan tehnik komunikasi
alternatif dimana individu dengan kemampuan belajar vebal sedikit
atau tidak memiliki untuk berkomunikasi menggunakan kartu
gambar. Anak-anak menggunakan gambar ini untuk “menyuarakan”
sebuah keinginan, pandangan, atau perasaan.
6) Relationship Development Intervention (RDI)
Program RDI adalah sebuah keluarga berbasis terapi yang
mana terfokus pada masalah inti dari memperoleh persahabatan,
perasaan empati, ungkapan cinta dan dapat berbagi pengalaman
dengan yang lain. Program Gutsein ini berdasarkan pada penelitian
yang luas dalam perkembangan yang khas dan penelitian terjemahan
menemukan sampai pendekatan klinis sistemik. Penelitiannya
18
menemukan bahwa individu pada autis tampak kekurangan beberapa
kemampuan yang dibutuhkan untuk sukses dalam mengatur
lingkungan kehidupan nyata yang dinamis dan perubahan.
7) The SCERTS Model (Prizant et al, 2006)
The SCERTS Model adalah komprehensif, berdasarkan tim,
multidisiplin model untuk mempertinggi kemampuan dalam Social
Communication and Emotional Regulation, and implementing
Transactional Supports (komunikasi social dan pengaturan emosi,
dan penerapan menanggapi dukungan) untuk anak dan orang tua
dengan autis serta keluarganya.
8) Sensory Integration Therapy (SIT)
Adalah proses melalui pengaturan otak dan rangsangan luar
seperti gerak, sentuhan, bau, dan suara. Hasil akhir yang ingin
dicapai dengan terapi ini adalah untuk memfasilitasi perkembangan
dari kemampuan sistem saraf untuk memproses sensory input dalam
banyak hal. Melalui integrasi pulsasi otak bersama sonsor pesan dan
berbentuk informasi yang logis. SIT menggunakan latihan
neurosensori dan neuromotor untuk meningkatkan kemampuan otak
sehingga dapat memperbaikinya sendiri. Ketika berhasil, ini akan
meningkatkan perhatian, konsentrasi, kemampuan mendengarkan,
komprehensif, seimbang, koordinasi pada beberapa anak.
9) Speech Therapy
Masalah komunikasi dari anak autis bervariasi untuk beberapa
derajat dan mungkin tergantung pada intelektual dan perkembangan
social dari individu.
10) TEACCH
TEACCH (Training and Education of Autistic and Related
Communication Handicapped Children) adalah program
19
pembelajaran khusus yang menyesuaikan pada kebutuhan individu
anak autis berdasarkan pada petunjuk umum. Pendekatan TEACCH
berfokus kepada bentuk fisik, dan lingkungan komunikasi.
e. Gambaran otak pada anak autis
Pada tahun 1950 Margareth Bauman (Departement of
Neurology, Harvard Medicene Scholl) dan Erik Courchense
(Departement of Neurosains, University of California, San Diego)
menemukan kelainan Sususnan Saraf Pusat (SSP) pada beberapa tempat
dari anak autiseme yaitu (Christina, 2009):
1) Pengecilan Cerebellum (otak kecil) terutama Lobus VI – VII. Lobus
VI – VII berisi sel – sel Purkinje, yang memproduksi
Neurotransmiter Cerotonin. Pada anak autiseme, jumlah sel Purkinje
sangat kurang, akibatnya produksi Cerotonin berkurang sehingga
penyaluran rangsang / informasi antar sel otak kacau.
2) Kelainan struktur pada pusat emosi dalam otak (Sistem Limbik),
yang bisa menerangkan kenapa emosi anak autis sering terganggu.
kerusakan yang khas di dalam sistem limbik (pusat emosi) yaitu
bagian otak yang disebut hipokarnpus dan amigdala.
Karin Nelson, ahli neurologi amerika mengadakan penyelidikan
terhadap protein otak dari contoh darah bayi yng baru lahir. Empat
sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil,
tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang
kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini
berkembang menjadi autisme dan keterbelakangan mental. Nelson
menyimpulkan autisme terjadi sebelum kelahiran bayi (Prasetyono,
2008).
20
3. Senam Otak
Senam otak adalah serangkaian gerak sederhana menyenagkan
digunakan untuk memadukan semua bagian otak yang berfungsi
meningkatkan kemampuan belajar, membangun harga diri dan rasa
kebersamaan ( Dennison, 2006).
Berdasarkan Brain Gym Journal (2007), prestasi belajar dari 246
siswa dengan Brain Gym pada tahun 2003-2004 (rata-rata nilainya 8,1) di
bandingkan dengan siswa pada sekolah yang sama tahun 2002-2003 tanpa
intervensi Brain Gym (rata-rata nila 7,7) (Demuth, 2007). Selain itu dalam
Brain Gym Journal (2005) juga disebutkan bahwa hasil tes pada anak yang
mendapatkan senam otak yang dilatih oleh senior menunjukkan penurunan
yang signifikan dalam semua problem lingkungan, termasuk gejala
penurunan perhatian dan hiperaktivitas (Peterson, 2005). Menurut Liz
Jones Twomey (2002) dalam penelitiannya pada salah satu sekolah di
Kanada, menunjukkan bahwa dari tahun 1997-2000, skor menulis
meningkat dari 31% sampai 82% setelah dilakukan senam otak.
Otak manusia seperti hologram, terdiri dari tiga dimensi dengan
bagian-bagian yang saling berhubungan sebagai satu kesatuan, akan tetapi
memiliki tugas yang spesifik Sehingga dalam aplikasi gerakan senam otak
dibagi menjadi (Dennison, Dennison, 2005):
a. Dimensi Lateralitas (otak kiri dan kanan)
Lateralitas tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan sisi kanan.
Sifat ini memungkinkan dominasi salah satu sisi, misalnya menulis
dengan tangan kanan atau kiri, dan juga untuk integrasi kedua sisi tubuh
(bilateral integration), yaitu untuk menyebrangi garis tengah tubuh
untuk bekerja di “bidang tengah”. Garis tengah vertikal tubuh adalah
acuan penting yang diperlukan untuk semua kemampuan dua sisi tubuh.
Ketidakmampuan untuk menyebrangi garis tengah ini mengakibatkan
“ketidakmampuan belajar” (Learning disabled) atau “disleksia”.
21
Macam-macam gerakan yang dapat dilakukan untuk menyebrangi
garis tengah menurut Dennison antara lain:
1) Gerakan Silang
Dalam latihan silang ini, pelajar menggerakkan secara
bergantian pasangan kaki dan tangan yang berlawanan, seperti pada
gerak jalan di tempat. Gerakan silang mengaktifkan hubungan
kedua sisi otak dan merupakan gerakan pemanasan untuk semua
keterampilan yang memerlukan penyebrangan garis tengah bagian
lateral.
2) Delapan Tidur
Menggambar 8 tidur
atau simbol “tak terhingga”
memungkinkan pembaca
menyebrangi garis tengah
visual tanpa berhenti, dengan
demikian mengaktifkan mata
kanan dan kiri serta mengintegrasikan bidang penglihatan kanan
dan kiri. Angka 8 digambar dalam posisis tidur dengan titik tengah
yang jelas, yang memisahkan wilayah lingkaran kiri dan kanan dan
dihubungkan dengan garis yang tersambung.
3) Coretan Ganda
Coretan Ganda
adalah kegiatan
rnenggarnbar di kedua sisi
tubuh yang dilakukan pada
bidang tengah untuk
menunjang kemampuan
agar mudah mengetahui
arah dan orientasi yang berhubungan dengan tubuh. Ketika murid
22
telah merasakan perbedaan antara kiri dan kanan, maka saat
menggambar dan menulis dia menenmpatkan dirinya dipusat,
sehingga gerakan ke luar atau ke dalam, ke atas atau kebawah,
selalu di hubungkan dengan pusat tersebut.
4) Abjad 8
Abjad 8 mengadaptasi
bentuk 8 tidur sebagai tempat
meletakkan huruf kecil.
Aktivitas ini
mengintegrasikan gerakan
yang menyangkut garis tengah visual tanpa mengalami
kebingungan. Setiap huruf secara jelas ditempatkan pada salah satu
sisi, kiri atau kanan dari garis tengah. Bagi kebanyakan murid,
ketika penulisan huruf kecil membaik maka tulisan tanganpun
umumnya juga lebih baik.
5) Putaran Leher
Leher menunjang
relaksnya tengkuk dan
melepaskan ketegangan yang
disebabkan oleh
ketidakmampuan menyebrangi
garis tengan visual atau untuk
bekerja dalam bidang tengah.
Bila gerakan ini dilakukan sebelum membaca dan menulis akan
memacu kemampuan penglihatan dengan kedua mata (binokular)
dan pendengaran kedua telinga (binaural) secara bersamaan.
Kepala diputar di posisi depan saja, setengah lingkaran dan kiri ke
kanan dan sebaliknya. Tidak disarankan mernutar kepala hingga ke
belakang.
23
6) Pernafasan Perut
Pernafasan perut
mengingatkan murid untuk
tetap bernafas (dan tidak
menahan nafas) selama suatu
kegiatan mental atau fisik yang
berat. Bernafas harus
memperlebar dada dan depan ke belakang, kiri ke kanan dan atas
ke bawah, termasuk rongga perut. Ketika bernafas pendek, dada
terangkat sedikit saja, aliran oksigen ke otak terbatas, sedangkan
bernafas dengan benar mengalirkan banyak oksigen sehingga
meningkatkan fungsi otak secara khusus.
7) Membayangkan Huruf X
X merupakan pola
organisasi otak untuk
menyeberangi garis tengah
lateral. Seluruh bagian
otak belajar melalui
gerakan untuk bekerjasama, membuat kedua sisi dapat memproses
penerimaan dan pengekspresian. X juga mengaktifkan bagian otak
kiri dan kanan untuk menggerakkan dan menenangkan tubuh dan
mengaktifkan kedua mata untuk penglihatan binokular.
b. Dimensi pemfokusan
Pemfokusan adalah kemampuan menyebrangi “garis tengah
partisipasi” yang memisahkan otak bagian belakang dan depan tubuh,
dan juga bagian belakang (occipital) dan depan otak (frontal lobe).
Garis tengah partisipasi adalah garis bayangan vertikal ditengah tubuh
(dilihat dari samping). Seseorang yang mengalami fokus kurang
24
(underfocused) disebut “kurang perhatian”, ”kurang pengertian”,
“terlabat bicara” atau “hiperaktif”.
Adapun gerakan yang termasuk dalam dimensi fokus (Dennison, 1994&Elsabeth Demuth, 2005):
1) Mengaktifkan Tangan
Mengaktifkan tangan
dapat melepaskakan ketegangan
di otot pundak dan dada bagian
atas dan juga memanjangkannya.
Kontrol otot gerakan motorik
kasar dan halus berasal dan
bagian tubuh ini dan sangat
berpengaruh bagi keterampilan menulis dan menggunakan alat kerja
lainnya. Luruskan satu tangan ke atas di samping kuping. Tangan
kedua melewati bagian belakang kepala dan diletakkan di bawah
siku tangan pertama. Tangan yang lurus digerakkan ke arah luar, ke
dalam, ke belakang dan ke muka sambil tangan kedua menahannya
dengan tekanan halus. Hembuskan napas saat otot tegang atau
diaktifkan.
2) Burung Hantu (Owl)
Gerakkan ini menggerakkan kepala dan mata secara
bersamaan dan mempunyai jangkauan penglihatan yang luas karena
dapat memutar kepalanya 180°. Latihan ini untuk meghilangkan
kekakuan otot tengkuk dan leher, bila banyak membaca dan belajar.
Burung hantu dimaksudkan untuk menunjang penglihatan,
pendengaran dan putaran kepala.
3) Mengaktifkan Tangan
Mengaktifkan tangan dapat melepaskakan ketegangan di otot
pundak dan dada bagian atas dan juga memanjangkannya. Kontrol
25
otot gerakan motorik kasar dan halus berasal dan bagian tubuh ini
dan sangat berpengaruh bagi keterampilan menulis dan
menggunakan alat kerja lainnya.
4) Lambaian Kaki
Lambaian kaki adalah suatu gerakan yang berpengaruh pada
panjangnya tendon di bagian betis kaki. Tendon ini akan memeendek
diri bila seorang akan menghadapi suatu bahaya atau stres. Reaksi ini
berasal dari otak agar orang menanik diri atau menahan diri.
Cara: Duduk berpangku kaki, kedua tangan memegang ujung tendon
bagian atas dan bawah betis (di bawah lutut dan di atas tumit).
Panjangkan otot atau carilah titik-titik tegang sambil melambaikan
kaki. Hembuskan nafas pada saat kaki bergerak ke atas atau betis
terasa tegang dan nyeri. Latihan ini dilakukan pada kedua kaki.
5) Pompa Betis (Calf pump)
Pompa betis dapat merubah gerakan agar panjangnya tendon
di kaki dan betis sesuai ukuran alamiah. Pada saat seseorang
menghadapi bahaya dan merasa takut, urat ini spontan menjadi
kencang dan pendek untuk persiapan lari. “Refleks takut” ini dapat
dikendorkan dengan menarik tumit ke lantai, agar urat betis di
panjangkan lagi sehingga otot kembali dalam keadaan normal.
Cara: Berdiri dengan menyandarkan kedua tangan di dinding, tiang,
pohon atau kursi agar tidak terjatuh. Rentangkan satu kaki
kebelakang dengan tumit terangkat dan satu kaki dengan lutut di
bengkokkan ke depan, kemudian hembuskan nafas.
6) Luncuran Gravitasi
Gerakan luncuran
gravitasi merupakan
aktivitas pembelajaran-ulang
26
gerakan untuk mengembalikan keadaan alamiah dan hamstrings,
pinggul dan sekitarnva (pelviss). Gerakan ini menggunakan
keseimbangan dan gravitasi untuk melepaskan ketegangan pinggul
dan pelvis, agar murid dapat menemukan sikap tubuh duduk dan
berdiri yang nyaman.
7) Pasang kuda-kuda
Gerakan pasang kuda-kuda adalah kegiatan gerakan yang
meregangkan otot yang membuat relaks kelompok otot ileopsoas.
Otot ini menegang karena duduk terlalu lama atau stres di daerah
pelvis; yang membatasi gerakan dan kelenturan. Ketegangan ini pada
pinggul menimbulkan kekakuan sacrum, memperpendek napas dan
mengganggu gerakan tulang kepala. Kelompok otot ileopsoas
merupakan salah satu bagian terpenting tubuh karena berfungsi
menstabilkan dan merupakan kelompok otot dasar bagi tubuh;
kelenturannya penting bagi keseimbangan, koordinasi seluruh tubuh
dan fokus tubuh.
c. Dimensi pemusatan
Pemusatan adalah kemampuan untuk menyebrangi garis pisah
antara bagian atas dan bawah tubuh dan mengaitkan fungsi dari bagian
atas dan bawah otak. Ketidak mampuan untuk mempertahankan
pemusatan ditandai oleh ketahutan yang tidak beralasan, cenderung
bereaksi “berjuang atau melarikan diri” atau ketidakmampuan untuk
merasakan atau menyatakan emosi.
Gerakan yang dapat dilakukan untuk menyebrangi garis pisah
antara bagian atas dan bawah tubuh, antara lain (Denison &Denison,
2003).
1) Air (Water)
27
Air merupakan pembawa energi yang sangat baik. Dua per
tiga tubuh manusia (±70%) terdiri dari air. Semua aksi listrik dan
kimia dari otak dan sistem pusat saraf tergantung pada aliran arus
listrik antara otak dan organ sensorik, yang dimudahkan oleh air.
2) Sakelar Otak
Sakelar otak (jaringan
lunak di bawah tulang clavicula di
kin dan kanan sternum) dipijat
dengan satu tangan, sementara
tangan yang lain memegang pusar.
Sakelar otak merupakan titik akhir meridian ginjal dan berada dekat
pembuluh darah besar, sehingga apabila diaktifkan akan
melancarkan pengaliran darah yang kaya zat asam ke otak. Hal itu
penting karena agar otak dapat bekerja dengan baik maka diperlukan
seperlima bagian dan seluruh zat asam yang di butuhkan oleh tubuh
(Elisabeth, 2005).
3) Tombol Bumi
Tombol bumi adalah titik
akupuntur (di Meridian Sentral)
yang berhubungan langsung dengan
kegiatan otak. Ujung jari satu
tangan menyentuh bawah bibir,
ujung jari lainnya ±15 cm di bawah
pusar. Merasakan hubungan antara tubuh atas dan bawah
memungkinkan murid mengkoordinasikannya untuk meningkatkan
stabilitas.
4) Tombol Imbang
28
Tombol imbang dengan segera menyeimbangkan ketiga
dimensi: kiri-kanan, depan-belakang dan atas-bawah.
Mengembalikan keseimbangan ke bagian belakang otak (occiput)
dan daerah telinga bagian dalam membantu memulihkan
keseimbangan tubuh secara keseluruhan. Murid dibiarkan
menyentuh tombol imbang yang terdapat di belakang telinga, pada
sebuah lekukan di barts rambut antara tengkorak dan tengkuk (4-5
cm ke kiri dan ke kanan dari garis tengah tulang belakang dan persis
di belakang daerah mastoid).
5) Tombol AngkasaTombol angkasa adalah titik
akupuntur (di meridian governur)
yang berhubungan langsung dengan
otak, tulang belakang dan pusat
sistem saraf. Ujung jari satu tangan
menyentuh atas bibir, jari lainnya di garis belakang pada tulang ekor.
Dengan mengaktifkan tombol ini dimungkinkan untuk relaks.
6) Menguap Berenergi
Menguap merupakan refleks
penapasan alami yang meningkatkan
peredaran udara ke otak dan
merangsang seluruh tubuh.
Sebaiknya kita menutup mata waktu
menguap, tapi jangan menahannya karena bisa menimbulkan
ketegangan rahang. Menguap baik dalam brain gym, menguap
sambil menyentuh tempat-tempat yang tegang di rahang menolong
menyeimbangkan tulang tengkorak dan menghilangkan ketegangan
di kepala dan rahang.
7) Pasang Telinga
29
Kegiatan ini menolong murid memusatkan perhatian terhadap
pendengarannya serta menghilangkan ketegangan pada tulang-tulang
kepala. Dengan ibu jari telunjuk, pijat secara lembut daun telinga
sambil menariknya ke luar, mulai dan ujung atas, menurun sampai
sepanjang lengkungan dan berakhir di cuping.
8) Kait RelaksKait relaks
menghubungkan lingkungan
elektris di tubuh, dalam kaitannya
denga pemusatan perhatian dan
kekacauan energi. Pikiran dan
tubuli relaks, bila energi mengalir
lagi dengan baik di daerah yang semula mengalami ketegangan.
Posisi tangan dan kaki dalam bentuk 8 sesuai dengan aliran energi di
tubuh. Ujung-ujung jari tangan saling menyentuh untuk
menyeimbangkan dan menghubungkan dua belahan otak.
9) Titik Positif
Sentuhan pada dahi menolong menghilangkan
kekuatiran. ketegangan atau ketakutan.
sehingga pikiran menjadi tenang. Murid secara
perlahan menyentuh titik di atas kedua mata
dengan ujung jari tiap tangan.
Empat gerakan yang dilakuan untuk persiapan belajar meliputi
minum air, pijat sakelar otak, gerakan silang dan kait relaks. Gerakan
ini dikenal dengan PACE (Positif, Aktif, Clear, Energetis) yang
merupakan gerakan awal bagi para pemula.
4. Penelitian Senam Otak dan Autis
30
Dari penelitian yang telah dilakukan Charla Hannaford pada tahun
1990, yang meneliti 19 anak berkebutuhan khusus dengan umur 10-11
tahun, dilakukan Brain Gym selama 10 bulan di kelas. Charla Hannaford
menilai peningkatan dalam membaca dengan menggunakan Brigance
Inventory of basic Skill. Dari hasil penelitian, skor nilai rata-rata sebelum
Brain Gym adalah 1, 95, sedangkan skor nilai rata-rata setalah 10 bulan
melakukan Brain Gym adalah 3,53 (Hannaford, 2005).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Jennifer Dustow
(2007) di Hawaii pada 9 anak yang telah di diagnosa ASDs yang berusia 3
hingga 5 tahun selama 6 minggu. Hasilnya menunjukkan peningkatan yang
sangat signifikan dalam tingkah laku dan konsentrasi pada hari di mana
anak-anak melakukan gerakan senam otak. Percobaan ini dirancang untuk
menilai apakah melakukan gerakan senam otak yang menyeberangi garis
tengah membantu mengurangi prilaku autis, seperti menangis, berteriak,
kelakuan agresif, menarik perhatian pada waktu yang tidak tepat,
kurangnya pemfokusan. Semua anak diberikan gerakan senam otak yang
menyebrangi garis tengah selama 5 menit dalam waktu yang sama di pagi
hari selama 6 minggu. Hasilnya 77% mengalami penurunan prilaku autis,
seperti tampak pada grafik berikut (Dustow, 2007):
Dustow, J., 2007. Bilateral exercises to decrease off-task behaviors in special-needs preschoolers. The Brain Gym Journal, Vol XXI (1), p4.
31
Pelaksanaan senam otak di Indonesia digunakan pada bayi, lansia,
anak-anak dalam masa pertumbuhan. Dewasa ini belum ditemukan uji
coba dan penelitian pengaruh senam otak dengan evaluasi nilai kualitas
komunikasi, interaksi sosial dan pemfokusan pehaman.
5. Kerangka Konsep
Faktor eksternal yang mempengaruhi nilai autisme:1. Konsumsi Gluten dan
Kasein2. Program pendidikan
sekolah autis3. Kekurangan vitamin D4. Keracunan timbal
SubyekAutis
Kualitas komunikasi, Interaksi sosial dan Pemfokusan pemahaman
Tes ATEC (Pre test)
32
6. Hipotesis
Senam otak dapat mempengaruhi kualitas komunikasi, pemfokusan
pemahaman dan interaksi sosial pada anak autis di Yogyakarta.
H. METODE PELAKSANAAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen, pre-tes dan post-
tes grup kontrol. Akan dipilih salah satu sekolah autis dengan jumlah murid
cukup yang mewakili sampel penelitian dan satu sekolah untuk kontrol.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tidak Melakukan Senam Otak
Melakukan Senam Otak
Dimensi Pemfokusan, Dimensi Pemusatan,
Membuka bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat
Optimalisasi kerja otak tercapai
Perbedaan Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosial,
Pemfokusan Pemahaman
Tes ATEC (Post test)
Peningkatan skor Kualitas Komunikasi,
Interaksi Sosial dan Pemfokusan Pemahaman
33
Penelitian akan dilakukan di SLB Bina Anggita Banguntapan Bantul
Yogyakarta sebagai sampel dan SLB Dian Amanah Sleman Yogyakarta
sebagai kontrol. Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan.
3. Variabel dan Definisi Operasional
a. Variabel dalam penelitian
1) Variabel Independen (variabel bebas) adalah variabel yang
mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu senam otak
yang dilakukan.
2) Variabel dependen (variabel tergantung) adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.
Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kualitas komunikasi,
interaksi sosial dan pemfokusan pemahaman.
3) Variabel pengganggu dalam penelitian ini yaitu stress, aktivitas fisik,
program terapi lain yang sedang dilakukan oleh pihak sekolah,
intake makanan/nutrisi, lingkungan rumah dan keluarga. Variabel
pengganggu akan dikendalikan semaksimal mungkin, misalnya:
konsumsi gluten dan kasein, keseragaman guru dalam pelaksanaan
senam otak dan kesamaan program sekolah antara kelompok sampel
dan kelompok kontrol. Variabel ini akan didata dalam kartu
pantauan dan akan digunakan pertimbangan dalam rekruitmen
sampel.
b. Definisi Operasional
1) Subyek yang yang mengikuti senam otak adalah anak autis yang
bersedia mengikuti kegiatan senam otak secara rutin kurang lebih
selama 25 menit, 2-5 kali setiap minggu selama 16-25, 26-35 dan 36
kali.
2) Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosial dan Pemfokusan Pemahaman
akan diukur dengan menggunakan form ATEC. Tes ini dilakukan
34
sebelum dan sesudah pelaksanaan senam otak. Masing-masing item
pertanyaan di nilai dari skala 0-2 dan 0-3. Tingkat Kualitas
Komunikasi, Interaksi Sosial dan Pemfokusan Pemahaman pada
penelitian ini ditentukan dengan menjumlah skor masing-masing
item pertanyaan dan dibuat prosentase terhadap skor maksimal. Jika
nilainya lebih dari 80%, maka dianggap normal; sedangkan nilai 60
– 80 % dinggap autisme ringan, nilai 40 – 60 % dianggap autisme
sedang, dan nilai kurang dari 40 % dianggap autisme berat. Skala
data variabel ini adalah skala ordinal.
4. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai
karakteristik tertentu (Sastroasmoro dan Ismail, 2002). Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa autis di Bina Anggita dan Dian Amanah.
b. Sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling, jadi semua
siswa Bina Anggita dan Dian Amanah digunakan sebagai sampel. Satu
kelompok untuk eksperimen dan kelompok lain sebagai kontrol. Alasan
menggunakan kedua sekolah ini adalah karena memiliki jumlah siswa
autis yang banyak dan memiliki standar belajar yang hampir sama.
Sampel dalam penelitian ini adalah anak autis yang bersedia untuk
mengikuti penelitian ini dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria Inklusi :
a) Umur 4 - 17 tahun
b) Mengikuti kegiatan belajar di sekolah
c) Bersedia menjadi responden ( diwakili orangtua)
Kriteria eksklusi :
Tidak bisa atau menolak melakukan senam otak.
35
5. Instrumen Penelitian
a. Alat senam, terdiri dari: musik, kartu senam, air putih, alat tulis.
b. Kuisioner ATEC
6. Teknik Pengumpulan Data
Tahap penelitian dirancang utuk pengumpulan data adalah sebagai berikut:
a. Perijinan.
b. Menetapkan sampel dan kontrol penelitian.
c. Sosialisasi program.
d. Penandatanganan persetujuan oleh orang tua kontrol maupun sampel.
e. Pengambilan data murid yang terpilih sebagai kontrol dan sampel
penelitian meliputi : identitas dan tes ATEC (pre-tes).
f. Melakukan senam otak pada kelompok sampel selama 16-25, 26-35
dan 36 kali, 2-5 kali dalam seminggu dengan durasi kurang lebih 25
menit.
g. Pengambilan data murid yang terpilih sebagai sampel dan kontrol
penelitian meliputi : identitas sampel dan tes ATEC (post-tes).
h. Melakukan pengolahan dan analisis data.
i. Penyusunan laporan.
j. Persentasi hasil penelitian
7. Analisis Data
Analisa data, merupakan suatu proses analisis yang dilakukan
secara sistematik terhadap data yang telah dikumpulkan, dalam penelitian
ini analisis data menggunakan analisis non-parametik yang di dalamnya kita
menggunakan Uji Anova Friedman, Uji Kruskal Wallis, dan Uji Median.
a. Uji Anova Friedman
36
Analsis Anova Friedman adalah suatu analisis nonparametik untuk
menguji perbedaan antara 3 kelompok pengamatan atau lebih yang
berpasangan (sama subyek), dengan data berskala ordinal.
b. Uji Kruskal Wallis
Uji Kruskal – Wallis adalah suatu analisis nonparametik untuk menguji
perbedaan antara 3 kelompok pengamatan atau lebih yang mandiri
(berasal dari lain subyek), dengan data berskala ordinal.
c. Uji Median
Uji Median adalah suatu analisis nonparametik untuk menguji
perbedaan antara 2 kelompok pengamatan atau lebih yang mandiri
( berasal dari lain subyek), dengan data berskala ordinal.
8. Uji Validitas dan Reabilitas
Untuk menjaga validitas dan realibilitas data yang diperoleh, maka
dilakukan hal – hal berikut :
a. Pelaksanaan test dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan
instrument yang telah disediakan, bersama-sama dengan guru
pembimbing yang sebelumnya telah melakukan kesepakatan dalam
pengambilan data.
b. Data ini diambil dengan menggunakan kuisoner ATEC yang disusun
oleh lembaga Autism Research Institute yang sudah teruji validitasnya.
c. Pada saat pelaksanaan senam otak, langsung diawasi oleh peneliti
I. JADWAL KEGIATAN
Keterangan Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI
Minggu ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1. Perijinan 2. penetapan sampel
penelitian 3. Sosialisasi program 4. Penandatanganan
persetujuan orangtua5. Pre-Test
37
6. Pelaksanaan Program 7. Post-Test 8. Pengolahan data dan
analisis data 9. Penyusunan laporan
10. Pengiriman Laporan J. RANCANGAN BIAYA
1. RekapitulasiBiaya
No JenisPengeluaran Jumlah
1 Perijinan Rp 400.000,00
2 Sosialisasi Program Rp1.685.000,00
3
Pelaksanaan pre-tes dan post-tes (tes ATEC) Rp 865.000,00
4 Pelaksanaan Program Rp2.265.000,00
5 Transportasi Rp 500.000,00
6 Dokumentasi Rp 220.000,00
7 PenyusunanLaporan Rp 435.000,00
Jumlah Biaya Rp 6.370.000,00
3. RincianPengeluaran
a. Perijinan Rp 400.000,00
b. Sosialisasi Program
1) Pamflet 75 buah x Rp 3.000,00 Rp 225.000,00
2) Pembicara 1 orang x Rp 500.000,00 Rp 500.000,00
3) Konsumsi
Snack 65 buah x Rp 4.000,00 Rp 260.000,00
4) Sewa LCD Rp 200.000,00
5) Penggandaan CD 75 buah x RP 4.000,00 Rp 300.000,00
6) Plakat 4x50.000 Rp 200.000,00
38
Jumlah Rp 1.685.000,00
c. Pelaksanaan Pre-test dan Post-test
1) Kartu bergambar Rp 150.000,00
2) Kertas gambar Rp 100.000,00
3) Pensil warna Rp 125.000,00
4) Fotocopy Kuisoner ATEC 90 x Rp 1.000 Rp 90.000,00
5) Biaya pendampingan pengisian data ATEC Rp 400.000,00
Jumlah Rp 865.000,00
d. Pelaksanaan Program
1) Air minum kemasan 30 x 36 hari x 500 Rp 540.000,00
2) Alat tulis (kertas dan spidol) RP 200.000,00
3) Terapis senam otak Rp 500.000,00
4) Biaya pendampingan senam otak Rp 500.000,00
5) Papan tulis kecil Rp 105.000,00
6) Konsumsi hari 84 x Rp 5.000 Rp 420.000,00
Jumlah Rp 2.265.000,00
e. Transportasi
1) Pre research Rp 150.000,00
2) Pelaksanaan research Rp 350.000,00
Jumlah Rp 500.000,00
f. Dokumentasi
1) Sewa kamera Rp 100.000,00
2) Cuci cetak Rp 120.000,00
Jumlah Rp 220.000,00
g. Penyusunan Laporan
1) Kertas 1 rim x Rp 35.000,00 Rp 35.000,00
2) Tinta Print Rp 100.000,00
3) Scan gambar Rp 100.000,00
4) Penggandaan 10 buah x Rp 20.000,00 Rp 200.000,00
Jumlah Rp 435.000,00
Jumlah Pengeluaran Rp 6.370.000,00
39
K. DAFTAR PUSTAKA
Baron & Cohen, S. 1995. Mindblindness: An Essay on Autism and Theory of Mind: MIT Press/Bradford Books.
Beatty, J. 2001. The Human Brain: Essentials of Behavioral Neuroscience. Thousand Oak. Sage Publicaion. CA
Brain Gym International, 2008. Diakses 22 Juni 2009, dari http://braingym.org/studies
Budiman & Melly. 1998. Makalah Simposium. Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu Pada Autisme. Surabaya.
Dali, G. 1982. Kamus Psikologi. Penerbit Tonis. Bandung
Davidson, G. C & Neale, J. M. 1993. Abnormal Psycology. Sixt edition. New York. John Wiley & Sons, Inc.
Demuth, E. 2005. Brain Gym, Pedoman Senam Otak Bagi Guru dan Peminat. Yayasan Kinesiology Indonesia. Sulawesi Utara.
Dennison. 2006. Brain Gym. PT Gramedia. Jakarta
Dennison, P.E & Dennison, G.E. 2005. Brain Gym. PT Grasindo. Jakarta.
Diana, I. 2009. Nutrisi Pada Pasien Autis, Cermin Dunia Kedokteran 168/vol.36 no.2/maret-april 2009.
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. 2007. Diakses 30 Juli 2009,dari www.pendidikan-diy.go.id
Hadiyanto, Y. 2004. Autisme. Diakses Juni 2009, dari www.autism.societyorg.2002
Handoyo. 2004. Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengejar Anak Normal, Autisme dan Perilaku Lainnya. PT Gramedia. Jakarta
Johnson, M. H. 2005. Developmental cognitive neuroscience.Oxford: Blackwell publishing.
Kaltim Post. 1 Maret 2009. Terapi Autis Masih mahal. Diakses 11 Juli 2009, dari http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=16350
Kelana, A & Diah, E. 2007. Kromosom Abnormal Penyebab Autis. Diakses
40
Juni 2009, dari http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/anak/autis130307.htm
McClelland, B. 2008. Statistical analysis of study on Concentration and Behaviour for autistic 3 to 5 yr-olds from Dustow. Di akses 15 Juli 2009, dari http://www.oxfordbraingym.com/Dustow07.htm
Merangsang Otak Anak Dengan Brain Gym. 2007. Diakses Juni 2009, dari http://salamsehat.com/merangsang-otak-anak-dengan-brain-gym.php
Nurlis, E & Mutia, N. 2009. Kurang Vitamin D tingkatkan Resiko Autisme. Diakses Juni 2009, dari http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/142-kurang-vitamin-d-tingkatkan-risiko-autisme
Patmini, E. 2008. Thimerosal-Hepatitis B-Autis. Diakses Juni 2009, dari www.mer-c.org
Portalinfaq, 2007. Diakses 2 Juni 2009, dari http://portalinfaq.org/p01_program_view.php?program_id=259
Phillips, T. (2000). Neuropeptides and neurotrophins in neonatal blood of children with autism or mental retardation. Diakses 7 april 2010, dari http://www3.interscience.wiley.com/journal/78504794/abstract?CRETRY=1&SRETRY=0
Schecter & Grether. 2008. Continuing Increases in Autism Reported to California’s Developmental Services System. Arch Gen Psychiatry.
Sutadi, R. 2002. Transisi Penyandang Autisme ke Sekolah. Yayasan Nathanisa. Surabaya.
Tammasse, J. (2009). Lakukan Senam Otak. Harian Fajar. Edisi 19 Juli 2009.
The London School of Public Relation of Jakarta, cares for autism. Diakses Juli 2009, dari http://www.lspr.edu/csr/autismawareness/index.php?option=com_content&view=article&id=50&Itemid=208
Viana, S. 2005. Mengenali Anak Autisme. Diakses 11 Juni 2009, dari http://www.infoibu.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=67
Wresti. 2004. Kunci Keberhasilan Penyembuhan Autisme. Diakses 11 Juni 2009, dari http://www.kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=2553
41
Yudarwanto, W. 2005. Deteksi Dini dan Pencegahan Autisme. Yudhasmara. Jakarta
L. LAMPIRAN
1). Biodata Ketua dan Anggota Kelompok
1. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama : Revani Dewinta Lestarinb. NIM : 20070310175c. Fak/Jurusan : Kedokteran/Pendidikan Dokterd. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(UMY)e. E-mail : [email protected]. Jenis Kelamin : Perempuang. Waktu Kegiatan : 6 jam/minggu
2. Anggota PelaksanaAnggota 1a. Nama : Ragil Adi Sampurnab. NIM : 20070310049c. Fak/Jurusan : Kedokteran/Pendidikan Dokterd. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(UMY)e. E-mail : [email protected]. Jenis Kelamin : Laki-Lakig. Waktu Kegiatan : 6 jam/minggu
Anggota 2a. Nama : Yunita Puji Lestarib. NIM : 20070310157c. Fak/Jurusan : Kedokteran/Pendidikan Dokterd. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(UMY)e. E-mail : [email protected] f. Jenis Kelamin : Perempuang. Waktu Kegiatan : 6 jam/minggu
Anggota 3a. Nama : Restuning Diah Dwi Sundarib. NIM : 20080310169c. Fak/Jurusan : Kedokteran/Pendidikan Dokter
42
d. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta(UMY)
e. E-mail : [email protected] f. Jenis Kelamin : Perempuan
Waktu Kegiatan : 6 jam/minggu
2). Biodata Dosen Pembimbing
1. Nama Lengkap / NIP : Drh. Zulkhah Noor, M.Kes. / 173014
2. Pangkat / Golongan / Jabatan : Penata / III/a / Asisten Ahli
3. Tempat / Tanggal Lahir : Demak / 3 September 1964
4. Pendidikan : S1- Kedokteran Hewan IPB Bandung
S2 – Fisiologi IKD UGM Yogyakarta
5. Karya Penelitian :
a. Kultur Sel Luteal : Metoda dan Evaluasi Umur (UMY, 2000)
b. Pengaruh Kurkumin terhadap produksi Progesteron Oleh Kultur Sel Lutel
Tikus dengan Perangsangan hCG dan PGF2 alfa
c. Pengaruh Anemia terhadap Tingkat Kecerdasan anak Sekolah Dasar
Desa-Kota (Kopertis, 2002)
d. Pengaruh senam otak terhadap suasana hati (mood) dan daya ingat lansia
di Posyandu Lansia Lemahdadi Bangunjiwo Kasihan Bantul (Kopertis,
2006)
e. Survey Toksoplasmosis pada Tikus di Kecamatan Wirobrajan dan
sekitarnya secara serologis dengan metode Elisa dan isolasi sista otak
(Hibah FK UMY, 2006)
f. Implikasi Aktivitas Intensitas Tinggi Terhadap Kesehatan Reproduksi
Intruktur Senam Aerobik Perempuan di Kota Yogyakarta (Kajian
Wanita, Dikti, 2007)
g. Pengaruh Konsumsi VCO Terhadap kadar gula darah dan keton bodies
serta penampakan histologis pankreas dan pembuluh darah tikus jantan
hiperglikemi yang diinduksi alloksan (Penelitian Dosen Muda, DIKTI,
2007)
h. Pengaruh Pemberian Angkak terhadap jumlah sel-sel darah tikus Wistar
43
yang Mengalami Anemia perdarahan (KPD UMY, 2008)
6. Publikasi Ilmiah
a. Pengaruh Kurkumin terhadap produksi Progesteron Oleh Kultur Sel Lutel
Tikus dengan Perangsangan hCG dan PGF2 alfa ( Jurnal Pasca Sarjana
UGM, 2001)
b. Uji Toksisitas Kurkumin pada kultur sel Luteal Tikus (Jurnal Mutiara
Medika, 2002)
c. Pengaruh Kurkumin dan Penta Gama Funon nol terhadap Produksi
Progesteron Kultur Sel Luteal Tikus dengan Rangsangan LH dan PGF2
alfa (Kumpulan Riset Unggulan, FK UGM, 2003)
d. Implikasi Aktivitas Intensitas Tinggi Terhadap Kesehatan Reproduksi
Intruktur Senam Aerobik Perempuan di Kota Yogyakarta (Presentasi di
Conference and presenred paper, International conference “Women in
Public Srctor”, July, 16-17 2008, Program Pasca Sarjana UGM ), Peneliti
2
e. Pengaruh Program Olahraga Umum (senam aerobik) dan khusus (Body
language dan senam aerobik) terhadap penurunan berat badan, Mutiara
Medika, Volume 8 N0mor 1, Januari 2008), Peneliti 2
7. Pengabdian Masyarakat
a. Tes Kebugaran dan Sosialisasi Tentang Manfaat dan cara Olah Raga yang
Aman pada Kelompok Senam dan masyarakat dusun Ngentak
Bangunjiwo Kasihan Bantul (Kopertis, 2007).
b. Sosialisasi dan Pelatihan Penyiapan Makanan Sehat pada Ibu-bu
Rumah Tangga PKK dusun Ngentak Bangunjiwo Kasihan Bantul
(Kopeertis, 2008)
c. Sosialisasi Manfaat Angkak sebagai bahan makanan alami yang
menyehatkan dan Cara komsumsinya.(LP3M. 2008)
44
3). Lain-Lain
SURAT KESEPAKATAN KERJASAMA
Yang bertanda tangan dibawah ini:Nama : Revani Dewinta LJabatan : Ketua Pelaksana PKMP (Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian) Universitas Muhammadiyah yogyakarta
selanjutnya disebut sebagai pihak pertamaNama : M. Yasin, Sp.dJabatan : Kepala SLB Autistik Bina Anggita
selanjutnya disebut sebagai pihak keduaSepakat untuk menjalin kerjasama seperti diuraikan dalam pasal-pasal
sebagai berikut:
I. Pihak PertamaHak:
45
Pihak pertama berhak menjalin kerjasama dalam hal pelaksanaan dan pengambilan data tingkat Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosil dan Pemfokusan Pemahaman Pada Anak Autis.Kewajiban:Melaksanakan PKMP di SLB Autistik Bina Anggita melalui program SENAM OTAK.
II. Pihak KeduaHak:Mendapatkan fasilitas dari pihak pertama dalam hal penyelenggaraanPKMM (Program Krativitas Mahasiswa Penelitian)Kewajiban:Membantu dan Berperan aktif dalam pelaksanaan dan pengambilan data tingkat Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosil dan Pemfokusan Pemahaman Pada Anak Autis melalui program SENAM OTAK.
Demikian kesepakatan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaanuntuk dipatuhi kedua belah pihak.
Yogyakarta, 30 Juli 2009
Mengetahui,
Pihak Kedua Pihak Pertama
Kepala SLB Bina Anggita Ketua Pelaksana
(M. Yasin Sp.d) (Revani Dewinta L)