proposal metil

83
Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern : neorevivalis dan modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslim untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al – Quran dan As – Sunnah. Upaya awal penerapan system profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an , yaitu adanya upaya mengelola dana jemaah haji secara nonkonvensional. Rintisan intitusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo Mesir. Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana ini, bank Islam tumbuh dengan sangat pesat yang beroperasi diseluruh dunia, baik dinegara-negara yang berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia maupun Amerika. Satu hal yang juga patut dicatat adalah saat ini banyak nama besar dalam dunia keuangan internasional seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase Chemical Bank, Goldman Sech, dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiaries yang berdasarkan syariah. Dalam dunia pasar modal pun, Islamic fund kini ramai diperdagangkan, suatu hal 1

Upload: mila-wati-3402

Post on 05-Jul-2015

215 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua

gerakan renaissance Islam modern : neorevivalis dan modernis. Tujuan utama dari

pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum

muslim untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al – Quran

dan As – Sunnah.

Upaya awal penerapan system profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan

Malaysia sekitar tahun 1940-an , yaitu adanya upaya mengelola dana jemaah haji secara

nonkonvensional. Rintisan intitusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit

Ghamr pada tahun 1963 di Kairo Mesir.

Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana ini, bank Islam tumbuh dengan

sangat pesat yang beroperasi diseluruh dunia, baik dinegara-negara yang berpenduduk

muslim maupun di Eropa, Australia maupun Amerika.

Satu hal yang juga patut dicatat adalah saat ini banyak nama besar dalam dunia

keuangan internasional seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase Chemical Bank,

Goldman Sech, dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiaries yang berdasarkan

syariah. Dalam dunia pasar modal pun, Islamic fund kini ramai diperdagangkan,

suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia Dow Jones untuk menerbitkan

Islamic Dow Jones Index .

Oleh karena itu tak heran jika Scharf, mantan direktur utama bank Islam Denmark

yang non muslim itu, menyatakan bahwa bank Islam itu adalah partner baru

pembangunan.

Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke

Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar

ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah

1. Karnael A. Purwataatmaja,

2. M. Dewam Rahardjo, A,

3. M. Saefuddin ,

4. M. Amien Azis, dan lain-lain.

1

Page 2: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Diantaranya

adalah Baitut Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat tumbuh mengesankan. Di Jakarta

juga dibentuk lembaga serupa yang berbentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.

Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru

dilakukan pada tahun 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di

Cisarua Bogor Jawa Barat. Hasil Lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada

Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25

Agustus 1990. Berdasarkan Amanat Munas IV MUI , dibentuk kelompok kerja untuk

mendirikan bank Islam di Indonesia. (M. Syafi’i Antonio, 2001)

Kelompok kerja yang disebut Tim perbankan MUI, bertugas melakukan

pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.

Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya

Undang-Undang No 10 Tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan

landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan

oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank

konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonvensi diri secara total

menjadi bank syariah.

Peluang tersebut ternyata disambut antusias oleh masyarakat perbankan. Sejumlah

bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi para stafnya.

Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi atau cabang syariah dalam

institusinya. Sebagian lainnya bahkan berencana mengkonvensi diri secara total menjadi

bank syariah. Hal demikian diantisipasi oleh Bank Indonesia dengan mengadakan

“Pelatihan Perbankan Syariah” bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian,

terutama terutama aparat yang terkait langsung seperti DPNP (Direktorat Penelitian dan

Pengaturan Perbankan), kredit, pengawasan, akuntansi, riset, dan moneter.

Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan bank milik pemerintah pertama yang

melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah. Secara structural, BSM berasal dari

Bank Susila Bakti (BSB), sebagai salah satu anak perusahaan dilingkup Bank Mandiri

(ex BDN), yang kemudian dikonversikan menjadi bank syariah secara penuh.

Satu perkembangan lain perbankan syariah di Indonesia pasca reformasi adalah

diperkenankannya konversi cabang bank umum konvensional menjadi bank syariah.

2

Page 3: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan,

terutama pada sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi computer yang

digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal,

laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar

diantara keduanya. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, stuktur organisasi, usaha yang

dibiayai, dan lingkungan kerja. (Adiwarman Karim , 2002)

Dalam bank syariah , akad yang dilakukan memiliki konsekwensi duniawi dan

ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali nasabah

berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hukum

positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban

hingga yaumil qiyamah nanti.

Setiap akad dalam perbankan syariah , baik dalam hal barang, perilaku transaksi,

maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut,

1. Rukun

Seperti :

- penjual,

- pembeli,

- barang,

- bunga,

- akad/ ijab-qabul

2. Syarat

Seperti syarat berikut :

- Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan

jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.

- Harga barang dan jasa harus jelas.

- Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan

berdampak pada biaya transportasi.

- Barang boleh ditransaksikan harus sepenuhnya dalam

kepemilikan.

Bank syariah dapat memiliki stuktur yang sama dengan bank konvensional,

misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang membedakan adalah harus

3

Page 4: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan

produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.

Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakan pada posisi setingkat Dewan

Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dan setiap opini yang

diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penempatan Badan

Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat. Umumnya Pemegang Saham, setelah para

anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah

Nasional.

Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari

saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang

terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan.

Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum

dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya sebagai berikut,

1. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?

2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat ?

3. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila ?

4. Apakah proyek berkaitan dengan penjudian ?

5. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang illegal atau

berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh masal ?

6. Apakah proyek dapat merugikan syiar islam, baik secara langsung maupun

tidak langsung ?

Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam tabel

1.1 berikut ini,

4

Page 5: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Tabel 1.1

Perbandingan antara bank syariah dengan bank konvensional

BANK ISLAM BANK KONVENSIONAL

1. Melakukan investasi yang halal-halal saja.

2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual-beli,

atau sewa.

3. Profit dan falah oriented.

4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk

kemitraan.

5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus

sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas

Syariah.

1. Investasi yang halal dan haram.

2. Memakai perangkat bunga.

3. Profit oriented

4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk

debitor-debitor

5. Tidak terdapat dewan sejenis.

Sumber : Bank Indonesia, Biro Perbankan Syariah

Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan pada bank dapat dibagi menjadi dua

hal berikut,

1. Pinjaman produktif

Yaitu pinjaman yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam

arti luas yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan,

maupun investasi.

2. Pinjaman konsumtif

Yaitu pinjaman yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang

akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Menurut keperluannya, pinjaman produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut.

1. Pinjaman modal kerja

Yaitu pinjaman untuk memenuhi kebutuhan

a. peningkatan produksi

5

Page 6: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

b. untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari

suatu barang.

2. Pinjaman investasi

Yaitu pinjaman untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital

goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.

Bank konvensional memberikan kredit kerja dengan cara memberikan pinjaman

sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan

kombinasi dari komponen-komponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan

produksi maupun perdagangan dalam waktu tertentu,dengan imbalan berupa bunga.

Bank syariah dapat membantu seluruh kebutuhan modal kerja tersebut bukan

dengan meminjamkan uang, tetapi dengan menjalin hubungan partner ship dengan

nasabah, dimana bank bertindak sebagai pengusaha penyandang dana (shahibul maal),

sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini

disebut dengan mudharabah (trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan dalam jangka

waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang

disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta

porsi bagi hasil (yang belum dibagikan) yang menjadi bagian bank.

Bank syariah dapat menyediakan pinjaman komersil untuk pemenuhan kebutuhan

barang konsumsi dengan menggunakan skema berikut ini,

1. Al-bai’bi tsaman ajil atau jual beli dengan angsuran

2. Al-ijarah al-muntahia atau sewa beli

3. Al-musyarakah mustanaqhishah atau decresing participation, dimana secara

bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya.

4. Ar-Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.

Pembiayaan konsumsi tersebut diatas lazim digunakan untuk pemenuhan

kebutuhan sekunder. Adapun kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi

dengan pinjaman komersil. Seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan

pokoknya tergolong fakir atau miskin. Oleh karena itu, ia wajib diberi zakat atau sedekah,

atau maksimal diberikan pinjaman kebajikan (al-qardh al-hasan), yaitu pinjaman dengan

kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apapun.

6

Page 7: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Dalam perbankan syariah, sebenarnya penggunaan kata pinjam-meminjam kurang

tepat digunakan disebabkan dua hal. Pertama, pinjaman merupakan salah satu metode

hubungan financial dalam islam. Kedua, dalam islam pinjam-meminjam adalah akad

sosial, bukan akad komersial. Artinya, bila seseorang meminjam sesuatu, ia tidak boleh

disyaratkan untuk memberikan tambahan atas pokok pinjaman. Hal ini didasarkan pada

hadist Nabi SAW. Yang mengatakan bahwa setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat

atau riba, sedangkan para ulama sepakat bahwa riba itu haram. Karena itu pada

perbankan syariah, pinjaman tidak disebut kredit, tetapi pembiayaan (financing).

Seperti dalam perbankan konvensional, perbankan syariah memetapkan syarat-

syarat umum untuk sebuah pinjaman, seperti hal-hal berikut,

1. Surat permohonan tertulis, dengan dilampiri proposal yang memuat

gambaran umum usaha, rencana atau prospek usaha, rincian dan

rencana penggunaan dana, jumlah kebutuhan dana, dan jangka waktu

penggunaan dana.

2. Legalitas usaha, seperti identitas diri, akta pendirian usaha, surat izin

umum perusahaan, dan tanda daftar perusahaan.

3. Laporan keuangan, seperti neraca dan laporan rugi laba, data

persediaan terakhir, data penjualan, dan fotokopi rekening bank.

Contoh-contoh perhitungan praktis :

1. Al-Murabahah

Misalkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor. Ia dapat memohon

kepada bank syariah agar bank membelikannya. Setelah diteliti dan

dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor tersebut dan

memberikannya kepada nasabah. Jika harga motor tersebut Rp 4.000.000,00

dan bank ingin mendapatkan keuntungan

Rp 800.000,00 selama dua tahun, maka harga yang ditetapkan kepada nasabah

sebesar Rp 4.800.000,00. Nasabah dapat mencicil pembayaran tersebut Rp

200.000,00 perbulan.

2. Bai’as-Salam

Seorang petani memerlukan dana sebesar Rp 2.000.000,00 untuk mengolah

sawahnya seluas 1 hektar. Ia datang ke bank dan memohon permohonan dana

7

Page 8: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

untuk keperluan itu. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan , bank

memerlukan akad bai’as-Salam dengan petani, dimana bank akan membeli

gabah, misalnya, jenis IR dari petani untuk jangka waktu 4 bulan sebanyak 2

ton dengan harga

Rp 2.000.000,00. Pada saat jatuh tempo, petani harus menyetor gabah yang

dimaksud kepada bank. Jika bank tidak memerlukan gabah untuk

keperluannya sendiri, bank dapat menjualnya kepada pihak lain, atau meminta

petani mencarikan pembelinya dengan harga yang lebih tinggi, misalnya Rp

1.200,00 perkilogram. Dengan demikian, keuntungan bank dalam hal ini

adalah Rp 400.000,00 atau

(Rp 200,00 x 2000 kg).

3. Bai’al-Istishna

Seorang yang ingin membangun atau merenovasi rumah dapat mengajukan

permohonan dana untuk keperluan itu dengan cara bai’al-Istishna, bank

berlaku sebagai penjual yang menawarkan pembangunan/renovasi rumah.

Bank lalu membeli/memberikan dana, misalnya Rp 30.000.000 secara

bertahap. Stelah rumah itu jadi, secara hukum Islam rumah/ hasil renovasi

rumah itu masih menjadi milik bank dan sampai tahap ini akad istisna

sebenarnya telah selesai. Karena bank tidak ingin memiliki rumah tersebut,

bank menjualnya kepada nasabah dengan harga yang disepakati, misalnya Rp

39.000.000,00 dengan jangka waktu pembayaran 3 tahun. Dengan demikian,

bank memperoleh keuntungan Rp 9.000.000,00.

4. Al-Mudharabah

Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang dapat

mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah,

dimana bank bertindak sebagai shahibul maal dan nasabah selaku

mudharabah. Caranya adalah dengan mengitung dulu perkiraan pendapatan

yang akan diperoleh nasabah dari proyek yang bersangkutan. Misalnya, dari

modal Rp 30.000.000,00 diperoleh pendapatan Rp 5.000.000,00 per bulan.

Dari pendapatan itu harus disisihkan dahulu untuk tabungan pengembalian

modal misalnya Rp 2.000.000,00 selebihnya dibagikan antara bank dengan

8

Page 9: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

nasabah dengan kesepakatan dimuka, misalnya 60% untuk nasabah dan 40%

untuk bank.

5. Musyarakah

Pak Budi adalah seorang pengusaha yang akan melaksanakan suatu proyek.

Usaha tersebut memerlukan modal Rp 100.000.000,00. Ternyata setelah

dihitung, Pak Budi hanya memiliki Rp 50.000.000,00 atau 50% dari modal

yang diperlukan. Pak Budi kemudian datang ke sebuah bank syariah untuk

mengajukan pembiayaan dengan skema musyarakah. Dalam hal ini,

kebutuhan terhadap modal Rp 100.000.000 dipenuhi oleh nasabah 50% dan

50% dari bank. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut

bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. Seandainya keuntungan

dari proyek itu Rp 20.000.000 dan nisbah atau porsi bagi hasil yang disepakati

adalah 50:50, pada akhirnya Pak Budi harus mengembalikan dana sebesar Rp

50.000.000,00 (dana pinjaman dari bank) ditambah Rp 10.000.000,00 (50%

keuntungan untuk bank).

6. Musyarakah Mutanaqishah

Nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang (biasanya rumah

atau kendaraan), misalkan 30% dari nasabah dan 70% dari bank. Untuk

memiliki barang tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi

yang dimiliki bank. Karena pembayarannya dilakukan secara angsuran,

penurunan porsi kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai

dengan besarnya angsuran. Barang yang telah dibeli secara kongsi tadi baru

akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah menjadi 100% dan porsi

bank 0%.

7. Al-Ijarah

Bank syariah yang mengoperasikan ijarah dapat melakukan leasing, baik

operational lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya bank-

bank syariah lebih banyak melakukan financial lease with purchase option

atau ijarah muntahia bit-tamlik. Hal ini karena skema lebih sederhana dari sisi

pembukuan dan bank tidak direpotkan oleh beban pemeliharan asset. Ditinjau

9

Page 10: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

dari hal tersebut, ijarah lebih sering dipakai untuk pembiayaan investasi dan

customer loan.

Syarat kehidupan sehari-hari kian lama kian rumit. Karena itu pentingnya

pinjaman konsumtif untuk kebutuhan pokok bagi tiap orang tidak berlebihan. Pinjaman

konsumtif sedikit banyak bersifat tidak produktif, walaupun ada pengaruhnya pada

produktifitas masyarakat secara tidak langsung, yaitu mendorong produksi dan supply.

Tentu saja pinjaman harus ada tanggungan berupa deposito atau bukti harta tetap yang

dimiliki si peminjam.

Maka dalam tataan sosial Islami pemerintah terpaksa menarik pajak semua

deposito dan saldo kredit untuk memperoleh biayanya. Rakyat tidak akan merasa berat

memikul beban perpajakan ini karena adanya pelayanan cuma-cuma, dengan demikian,

perdagangan, perniagaan, dan industri pun akan tumbuh dengan pesat. Akibatnya,

sumberdaya ekonomi akan dimanfaatkan dengan baik, masalah pengangguran akan

terpecahkan, dan pendapatan nasional pun akan meningkat dalam suatu negara Islam.

Pada semua negara Islam terdapat sejenis pinjaman yang khas yang disebut Qard i-

Hasanah yang artinya suatu pinjaman tanpa bunga. Seseorang yang berhutang harus

menyelesaikan semua utangnya sebelum ia meninggal dunia, kalau tidak maka ia

berdosa, dalam beberapa hal si pemberi pinjaman akan memberi Qard i-Hasanah,

pinjaman tanpa bunga yang harus dibayar kembali.( M.A.Mannan,1992)

10

Page 11: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Dengan berpatokan kepada pinjaman tanpa bunga ,maka fenomena ini menjadi

latar belakang penulis untuk memilih judul :

“ Analisis Pinjaman Konsumtif Riil Pada Bank Syariah

di Indonesia ”

1.2 Identifikasi Masalah

Dengan demikian identifikasi permasalahan dalam penelitian ini akan

menganalisis tentang :

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan pinjaman konsumtif

pada Bank Syariah di Indonesia?

2. Diantara faktor-faktor tersebut, faktor mana yang lebih berpengaruh terhadap

permintaan pinjaman konsumtif pada Bank Syariah di Indonesia?

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan hal-hal diatas maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan

pinjaman konsumtif pada Bank Syariah di Indonesia.

2. Untuk mengetahui tentang faktor mana yang lebih berpengaruh terhadap

permintaan pinjaman konsumtif pada Bank Syariah di Indonesia.

1.4 Kerangka Pemikiran

1.4.1 Definisi bank syariah

Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berlandaskan etika dan

mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

1.4.2 Bank syariah yang terdapat di Indonesia,

1. Bank IFI (membuka cabang syariah pada 28 Juni 1999),

2. Bank Niaga (akan membuka cabang syariah),

3. Bank BNI’46 (telah membuka 5 cabang syariah),

4. Bank BTN (akan membuka cabang syariah),

5. Bank Mega (akan mengkonversikan satu bank konvensional anak

perusahaannya menjadi bank syariah),

11

Page 12: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

6. Bank BRI (akan membuka cabang syariah),

7. Bank Bukopin (tengah melakukan konversi untuk cabang Aceh),

8. BPD JABAR (telah membuka cabang syariah di Bandung),

9. BPD Aceh (tengan menyiapkan SDM untuk konvensi cabang).

Catatan : Data per November 2000

1.4.3 Pinjaman Konsumtif

Pinjaman konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi. Kebutuhan konsumsi dibedakan atas kebutuhan primer dan kebutuhan

sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok atau dasar baik berupa barang,

seperti makanan , minuman, pakaian dan tempat tinggal maupun berupa jasa seperti

pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan sekunder adalah kebutuhan

tambahan, yang secara kuantitatif dan kualitatif lebih tinggi ataupun lebih mewah dari

kebutuhan primer, baik berupa barang seperti makan dan minuman, pakaian/perhiasan,

bangunan rumah dan kendaraan dan sebagainya, maupun berupa jasa seperti pendidikan

dan pelayanan kesehatan, pariwisata dan hiburan.(M, Syafi’i Antonio, 2001,hal 168)

Sedangkan untuk Syariah yang dikatakan dengan konsumsi adalah permintaan

dan produksi adalah penyediaan kebutuhan konsumen yang kini dan yang sebelumnya,

merupakan insentif pokok bagi kegiatan-kegiatan ekonominya sendiri. Mereka mungkin

tidak hanya menyerap pendapatannya tetapi juga memberi insentif untuk

meningkatkannya. Hal ini mengandung arti bahwa pembicaraan mengenai konsumsi

adalah primer. (M. A Mannan,1992 hal 44)

Perbedaan antara ilmu ekonomi modern dan ilmu ekonomi Islam adalah dalam

hal konsumsi yaitu terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan

seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dari pola

konsumsi modern.

Aturan pertama mengenai konsumsi terdapat dalam ayat suci Al-Quran :

“ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di

bumi ............” (Q.S, Al-Baqarah,2:169)

12

Page 13: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Pada tabel 1.2 dibawah ini memperlihatkan pembiayaan tanpa bunga yang

diberikan oleh bank syariah di Indonesia yang memperlihatkan peningkatan, apalagi

dengan pengalamannya dengan sangat minim untuk ukuran bank di Indonesia,

Tabel 1.2

Pinjaman yang diberikan Perbankan Syariah

( Juta Rupiah)

Bulan – tahun Jumlah

September 2001 1.939.087

Desember 2001 2.049.793

Maret 2002 2.153.084

Sumber:Bank Indonesia, Biro Perbankan Syariah

1.4.4 Teori Permintaan Uang Keynes

Menurut Keynes teori permintaan uang didorong oleh 3 (tiga) hal yaitu :

1. Motif transaksi (Transaction Motive)

Keynes berpendapat bahwa orang-orang yang memegang uang guna

memenuhi dan melancarkan transaksi-transaksi yang dilakukan, dan

permintaan akan uang dari masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh

tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga. Semakin tinggi pendapatan

nasional semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula

kebutuhan akan uang untuk memenuhi kebutuhan transaksi. Selain itu,

Keynes berpendapat bahwa permintaan akan uang untuk tujuan transaksi

ini pun tidak merupakan suatu proporsi yang konstan, tetapi dipengaruhi

pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Tapi, Keynes tidak terlalu

menekankan faktor bunga untuk motif ini.

2. Motif berjaga-jaga (Precautionary motive)

Selain untuk keperluan transaksi, permintaan akan uang bertujuan

untuk memenuhi kemungkinan yang tidak terduga atau untuk melakukan

pembayaran-pembayaran yang diluar transaksi normal. Menurut keynes,

permintaan akan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh

13

Page 14: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan akan uang untuk transaksi,

yaitu terutama dipengaruhi oleh tingkat penghasilan orang tersebut dan

mungkin dipengaruhi pula oleh tingkat suku bunga.

3. Motif spekulasi (Speculative motive)

Motif dari pemegang yang ini bertujuan untuk memperoleh

“keuntungan” yang bisa diperoleh seandainya si pemegang uang mampu

meramal apa yang akan terjadi dengan benar. Keynes tidak membicarakan

faktor “uncertainty” dan “expectation” secara umum, tetapi ia membatasi

“uncertainty” dan “expectation” pada suatu variabel, yaitu tingkat suku

bunga sebagai opportunity cost ditekankan oleh keynes, dimana semakin

tinggi tingkat bunga maka semakin rendah permintaan uang untuk

spekulasi, begitu juga sebaliknya.

Hal yang berbeda dinyatakan oleh Keynes sehubungan dengan kesimpulan dari

Irving fisher di atas. Keynes berpendapat bahwa perubahan tingkat bunga dapat

mempengaruhi tingkat harga, meskipun kuantitas uang M masih tetap sebagai variabel

kunci. Dengan kata lain, Keynes menyatakan bahwa selain kuantitas M, tingkat bunga

bisa mempengaruhi tingkat harga.

Persamaan permintaan akan uang versi Keynes merupakan permintaan akan saldo

riil, dimana permintaan seseorang untuk saldo riil tidak berubah apabila harga berubah.

Permintaan uang untuk saldo riil/real balances (Md/P) ditentukan dari besarnya

pendapatan riil (Y) serta opportunity cost (i). Secara matematis formula Keynes untuk

permintaan uang dapat dituliskan sebagai berikut:

M d

P=f ( i

−, Y

+)

Selanjutnya, dengan menarik fungsi preferensi likuiditas untuk velocity PY/M,

kita dapat melihat bahwa teori permintaan uang Keynes berdampak bahwa velocity of

money tidaklah konstan tetapi sebaliknya berfluktuasi dengan pergerakan tingkat bunga.

Persamaan preferensi likuiditas dapat ditulis kembali sebagai berikut:

P

M d= 1f ( i , Y )

14

Page 15: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan di atas dengan Y dan menganggap

bahwa Md dapat diganti dengan M karena pada saat pasar uang dalam kondisi ekulibrium

jumlah uang M yang dipegang oleh masyarakat sama dengan jumlah permintaan uang

Md, maka persamaan untuk velocity of money menjadi

PYM

= Yf ( i , Y )

=V

Dari persamaan di atas diketahui bahwa permintaan uang berhubungan secara

negatif dengan tingkat bunga; ketika i naik, f(i, Y) turun, oleh karena itu velocity of

money juga naik. Dalam perkataan yang lain, kenaikan tingkat bunga mendorong

masyarakat untuk memegang real money balances lebih sedikit pada tingkat pendapatan

yang tetap. Sehingga tingkat perputaran uang menjadi lebih tinggi. Hal ini secara tidak

langsung menyatakan bahwa tingkat bunga memainkan peranan yang penting untuk

mempengaruhi tingkat perputaran uang.

Lebih lanjut, model permintaan uang untuk spekulasi Keynes juga dapat

menjelaskan kenapa perputaran uang berfluktuasi. Apa yang akan terjadi terhadap

permintaan uang apabila tingkat bunga normal berubah? Misalnya, apa yang akan terjadi

jika di masa yang akan datang masyarakat mengharapkan tingkat bunga normal lebih

tinggi daripada tingkat bunga normal sekarang? Karena tingkat bunga diharapkan lebih

tinggi di masa yang akan datang, maka masyarakat mengharapkan di masa mendatang

harga obligasi turun sehingga para pemegang obligasi akan mengalami capital loss.

Dengan demikian, memegang uang akan menjadi lebih menarik daripada memegang

obligasi. Akibatnya, jumlah permintaan uang naik. Hal ini berarti bahwa f (i, Y) akan

naik dan akibatnya velocity of money turun. Jadi, velocity of money akan berubah

apabila ekspektasi tentang tingkat bunga normal di masa yang akan datang berubah, dan

ketidakstabilan ekspektasi tentang pergerakan tingkat bunga normal di masa yang akan

datang akan menyebabkan velocity of money menjadi tidak stabil pula. (Gujarati, 2003)

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Metode yang digunakan

Dalam penulisan skripsi ini metode penelitian yang dilakukan adalah melalui

pendekatan deskriptif kuantitatif dengan menggunakan data sekunder, yaitu dengan

15

Page 16: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

menggambarkan atau melukiskan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-

fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara variabel yang diteliti.

Untuk analisa kuantitatif, penulis menggunakan alat bantu ekonometrika. Teknik

ekonometrika yang bersifat time series digunakan dalam menguji masing-masing variabel

independent terhadap variabel dependent dan bersifat korelasional dengan menggunakan

metode regresi sederhana yaitu OLS (Oldinary Least Square).

1.5.2 Sumber data

Dalam hal ini perlu pula dijelaskan bahwa data pendukung untuk analisis dalam

skripsi ini adalah data triwulan (tiga bulanan) dari periode1998.2 – Juni 2003.1

Semua data yang digunakan adalah data sekunder yang diterbitkan oleh :

1. Bank Indonesia

2. Biro Pusat Statistik

3. Referensi studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, makalah, litelatur dan

bahan-bahan lain, perpustakaan UNPAD, koleksi buku kajian ekonomi

Islam, Perpustakaan Bank Indonesia, Internet, serta sumber-sumber lain

yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.5.3 Model ekonometrik

Pada penelitian ini model yang digunakan adalah model dari penelitian Ahmad

Kaleem dan Khan ,1990 yaitu tentang penelitian stabilisasi keuangan dan kredit bank

syariah (studi kasus di Malaysia).

ln(Credit(isl)/P)t = a+ b1lnYRt + b2lnPt + b3ln(credit (isl)/P)t-1 + b4Dummy+mt

Keterangan :

Kredit (Isl ) = Kredit Islam (kredit syariah)

Kredit/P = Kredit riil

Y = Pendapatan riil

R = Tingkat suku bunga

P = Tingkat inflasi

a, b1, b2, b3, b4 = Parameter

t = waktu

m = Unsur gangguan

Dummy = Akibat krisis yang dtimbulkan

16

Page 17: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Sedangkan untuk penelitian ini model adopsi dari penelitian Ahmad Kaleem dan

Khan dengan menghilangkan variabel Dummy dan formulasinya menjadi :

ln(Credit(isl)/P)t= a+ b1lnYt + b2lnPt + b3ln(credit (isl)/P)t-1+ µ

Keterangan :

Credit (Isl ) = Pinjaman Konsumtif

Credit (isl)/P = Pinjaman Konsumtif Riil

Y = GDP Riil

P = Indeks Harga Konsumen

a, b1, b2, b3, b4 = Parameter

t = waktu

µ = Unsur gangguan

1.6 Metode Analisis (Gujarati,2003)

Sebelum dilakukan analisis ekonomi terhadap pengolahan data berdasarkan model

yang telah di bentuk, terlebih dahulu akan dilakukan pengujian dengan menggunakan

metode pengujian statistik, antara lain :

1.6.1 Uji Determinasi (R2)

Uji ini menunjukkan besarnya kemampuan variabel bebas (independent variable)

untuk menerangkan variabel tidak bebas (dependent variable) secara bersamaan dengan

tujuan untuk mengukur kebaikan dan kebenaran hubungan antara variabel dalam model

yang digunakan. Nilai R2 berkisar antara 0-1, dimana semakin besar nilainya (mendekati

1) maka semakin dekat hubungan antara variabel tidak bebas dengan variabel bebasnya.

1.6.2 Uji t

Uji t dilakukan untuk menguji tingkat signifikan variabel bebas terhadap variabel

tidak bebas melalui koefisien regresi suatu model. Kriteria yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pengujian dua arah (two tailed significance level). Dengan demikian

berlaku pengujian sebagai berikut :

Jika t stst > t tabel atau t stat < t tabel maka pengaruhnya signifikan

Jika –t tabel < t stat < +t tabel maka pengaruhnya tidak signifikan

17

Page 18: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

1.6.3 Uji F

Uji f digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara bersama-

sama terhadap pergerakan variabel dependen dengan nilai koefisien determinan R :

F = ESS / ( k – 1 )

RSS / ( n – k )

Keterangan :

F Statistik F yang menyebar mengikuti distribusi F dengan derajat bebas

k-1 dan n-k

ESS : jumlah kuadrat yang dijelaskan

RSS : jumlah kuarat residual

k – 1 : derajat bebas regresi, dengan k adalah banyaknya parameter dalam

model regresi

n – k : derajat bebas error dimana n adalah banyaknya pengamatan

(ukuran sampel)

Seandainya seluruh nilai sebenarnya dari seluruh variabel regresi ini sama dengan

nol, maka dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan linear antara variabel bebas dengan

variabel tidak bebas dalam model. Sebaiknya jika angka F statistik lebih besar dari nilai

kritis pada tingkat signifikansi tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel

bebas dalam model tersebut secara bersama-sama akan mempengaruhi variabel tidak

bebas pada tingkat signifikan tertentu.

1.6.4 Uji Durbin Watson

Uji statistik Durbin–Watson digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi

(serial korelasi) dalam suatu model regresi linier. Autokorelasi adalah korelasi antara

anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data time

series) atau ruang (seperti dalam data cross sectional). Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : tidak ada autokorelasi dalam model regresi

H1 : terdapat autokorelasi dalam model regresi

Pengujian yang dilakukan untuk menyatakan adanya autokorelasi pada error-

terms adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson yang diperoleh dengan memperhatikan

kriteria-kriteria yang didasarkan pada tabel 1.3 berikut ini.

18

Page 19: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Tabel 1.3

Batas Kritis Hipotesis untuk DW Statistik

Nilai DW berdasarkan

Estimasi Model Regresi

Kesimpulan

0 < DW < DL

DL < DW < DU

DU < DW < (4 - DU)

(4 - DU) < DW < (4 - DL)

(4 - DL) < DW < 4

H0 ditolak, terdapat autokorelasi positif

Daerah Ragu-ragu

H0 diterima, tidak terdapat autokorelasi

Daerah Ragu-ragu

H0 ditolak, terdapat autokorelasi negative

Sumber: Damodar N. Gujarati. 1993. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Erlangga.

1.6.5 Run Test

Uji ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya masalah autokorelasi dalam

model, dengan melakukan perhitungan terhadap pergerakan (positif dan negatif) residual

yang diperoleh dari selisih antara nilai aktual dari variabel dependen terhadap

estimasinya. Setelah diperoleh data residual, maka ditentukan jumlah nilai residual yang

positif (N1), nilai negatif (N2), jumlah/banyaknya run atau perubahan nilai positif dan

negatif residual (n) dan jumlah observasinya (N).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Permintaan Uang

Dengan berbagai elemen sistem ekonomi Islam tidak hanya dapat meminimisasi

ketidakstabilan permintaan uang agregat, tetapi juga mempengaruhi berbagai komponen

money demand yang pada gilirannya akan meningkatkan efisiensi dan pemerataan

penggunaan dana. Dengan lebih stabilnya money demand di dalam perekonomian Islam

akan menciptakan tingkat stabilitas yang lebih baik bagi velocity of circulation of money.

Money demand dalam perekonomian Islam tercermin dalam equation sebagai berikut:

Md = f ( Ys , S , π )

19

Page 20: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Keterangan

Ys, merupakan barang dan jasa yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan

investasi produktif yang sesuai dengan nilai-nilai Islam,

S, merupakan nilai-nilai moral sosial dan kelembagaan (termasuk zakat) yang

mempengaruhi alokasi dan distribusi resources yang tidak digunakan untuk konsumsi

yang tidak bermanfaat, investasi yang tidak produktif dan juga tidak untuk motif-motif

spekulasi.

π adalah profit-and-loss sharing.

Umumnya termasuk di beberapa negara-negara Islam, Y merupakan output yang

termasuk untuk pemenuhan konsumsi yang tidak bermanfaat dan investasi yang

nonproduktif. Sedangkan karakteristik Ys, merupakan sesuatu yang normatif yang belum

mencerminkan sesuatu kenyataan yang berlaku saat ini, namun bukan sesuatu hal yang

tidak mungkin untuk dicapai. Selanjutnya S merupakan nilai-nilai dan kelembagaan yang

kompleks yang tidak harus dapat dikuantifikasi. Hal penting yang harus diperhatikan

adalah aktualisasi pencapaian tujuan-tujuan dimana Y harus dibersihkan dari hal-hal yang

bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan unsur-unsur yang dapat mengagalkan

pencapaian tujuan ekonomi. Selain dari pada itu, penting pula diperhatikan bahwa dengan

adanya nilai-nilai dan kelembagaan tersebut maka tidak ada alasan untuk menggunakan

suku bunga yang pada dasarnya telah terbukti tidak efektif dalam mempengaruhi money

demand.

Penghapusan suku bunga, penetapan kewajiban pembayaran pajak atas biaya

produktif yang menganggur, serta penghilangan insentif bagi pemegang uang iddle

mendorong orang melakukan :

Qard (meminjamkan harta kepada orang lain)

Penjualan muajjal

Mudarabah (bagi hasil)

Para pemilik dana akan menginvestasikan dana pada kegiatan yang memberikan

keuntungan terbesar (actual return). Semakin tinggi permintaan akan uang untuk investasi

di sektor riil, tingkat harapan keuntungan yang akan diraih relatif menurun. Karena

20

Page 21: Proposal Metil

Md1 Md0

Pajak thdp asset produktif yg menganggur

Ms

M/P

M0 M1

Bab I Pendahuluan

besarnya tingkat actual return tidak berfluktuatif seperti halnya suku bunga, permintaan

akan uang akan lebih stabil.

Ketika actual return dari investasi di sektor riil menurun karena lesunya kondisi

ekonomi, pemegang dana akan mengurangi investasi dan lebih senang memegang uang

tunai riil. Dalam gambar 2.1, terlihat permintaan akan uang tunai riil meningkat dari Md0

menjadi Md1. Kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah adalah meningkatkan biaya atas

aset atau dana yang dianggurkan, yang menempatkan pemilik dana sebagai penanggung

biaya peniduran uang. Diharapkan mereka akan menginvestasikan uang dan menurunkan

permintaan akan uang tunai riil kembali kepada Md0, yaitu ketika terjadi perpotongan

antara Md0 dengan Ms.

Gambar 2.1

Permintaan dan Penawaran Saldo Uang Riil dalam Ekonomi Islam

Teori permintaan uang pada hakikatnya merupakan teori tentang alokasi sumber-

sumber ekonomi yang bersifat terbatas. Seseorang yang memegang uang tunai

dihadapkan pada kemungkinan untung dan rugi. Keuntungannya, ia mendapatkan tingkat

likuiditas dan dapat membelanjakan uangnya, namun ia kehilangan peluang mendapatkan

21

Page 22: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

nilai-lebih uang ( value added of money) karena uang tersebut tidak diinvestasikan untuk

kegiatan produktif. Memegang uang tunai juga akan terkena risiko menurunnya nilai riil

uang karena inflasi. (Adiwarman A Karim dan Sidiq Haryono, 2002)

2.1.1 Teori Permintaan Uang dalam Ekonomi Islam

Dalam ekonomi Islam, hanya dikenal dua motif permintaan akan uang, yaitu

motif transaksi dan motif berjaga-jaga. Karena dalam ekonomi Islam melarang tindakan

spekulasi, instrumen moneter tidak menggunakan variabel yang mengarah kepada motif

spekulasi . Penggunaan instrumen pengganti suku bunga dimaksudkan untuk mencapai

tujuan yang penting dan mendesak serta mendorong investasi yang produktif dan efisien.

Diskusi tentang pola dan penerapan manajemen moneter tidak terlepas dari

pemikiran untuk mempertemukan permintaan akan uang dengan penawaran akan uang

pada tingkat paling ideal. Kita tidak dapat mengasumsikan bahwa salah satu diantaranya

merupakan variabel eksogen namun harus melihat bagaimana kedua variabel ini

mencapai tingkat ekuilibrium dalam makroekonomi

Pemikiran dalam ekonomi islam dibagi dalam tiga mazhab yaitu mazhab

iqtishad, mainstream economic, dan mazhab alternatif. (Adiwarman A Karim dan Sidiq

Haryono, 2002)

2.1.2 Permintaan Uang Mazhab Iqtishaduna

Permintaan uang ditujukan hanya untuk memenuhi dua tujuan pokok, yaitu untuk

transaksi atau berjaga-jaga. Secara matematis diformulasikan dengan:

Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi tingkat pendapatan seseorang.

Semakin tinggi tingkat pendapatan, prmintaan akan uang untuk memfalisitasi transaksi

barang dan jasa juga meningkat.

Fungsi permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga (meliputi juga permintaan akan

uang untuk investasi dan tabungan ) ditentukan oleh besar kecilnya harga barang

tangguh untuk pembelian barang tidak tunai.

Md = Md trans + Md prec

22

Page 23: Proposal Metil

Pt/P0

Md2

Md1

Md

Bab I Pendahuluan

Setiap fungsi permintaan akan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga dapat

dituliskan sebagai berikut:

Md trans = f ( Y )

Md prec = f ( Y, Pt /Po ) ,

Pt / Po adalah rasio harga antara harga bayar tangguh (future price) dengan harga

bayar kini (present price) .

Dalam formula permintaan uang di bawah terlihat bahwa variabel bebas

pendapatan mempunyai koefisien yang positif dan harga bayar tangguh mempunyai

koefisien negatif.

Dalam gambar 2.2, permintaan uang memiliki kemiringan negatif, garis vertikal

mewakili nilai Pt / Po dan jumlah Md berada pada garis horizontal. Pergerakan sepanjang

kurva ( titik a ke titik b ) pada kurva Md1 dipengaruhi oleh perubahan-perubahan harga

pada Pt / Po, sedangkan pergeseran kurva dari Md1 ke Md2 diakibatkan oleh perubahan-

perubahan pada variabel eksogen, seperti peningkatan ekspor atau impor. (Adiwarman A

Karim dan Sidiq Haryono, 2002)

Gambar 2.2

Kurva Permintaan dalam Mazhab Iqtishaduna

2.1.3 Permintaan Uang Mazhab Mainstream

Md = f (Y+ , Pt /Po

− )

a

b

23

Page 24: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Strategi utama mazhab mainstream adalah pengenaan pajak terhadap aset

produktif yang menganggur (dues of iddle cash) dengan tujuan mengalokasikan sumber

dana pada kegiatan usaha produktif. Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset

produktif yang dianggurkan, permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Kebijakan ini

berdampak pada pola permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga.

Secara matematis, permintaan uang untuk mazhab kedua ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Md = Md trans + Mdprec

Mdtrans = f (Y)

Mdprec & trans = f (Y, μ)

Tingkat dues of iddle fund diwakili oleh nilai μ, Semakin tinggi nilai μ, semakin

kecil permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga karena biaya risiko untuk

membayar pajak terhadap uang tunai tersebut menjadi naik, apabila nilai μ relatif rendah,

tindakan memegang atau menyimpan uang tunai relatif tidak berisiko. Tinggi rendahnya

tingkat risiko menyimpan uang tunai ( Ω ) dipengaruhi oleh besarnya dues of iddle fund

( μ ) dikurangi risiko investasi ( Ψ ) .

Dalam persamaan di bawah ini kita dapat tuliskan bahwa variabel pendapatan (Y)

berbanding positif dengan banyaknya permintaan uang dan berbanding terbalik dengan

nilai pajak yang dikenakan terhadap aset atau kekayaan yang dianggurkan (μ).

Semakin tinggi nilai μ , velocity of money akan meningkat, hubungan ini dapat dilihat

pada gambar 2.3. Peningkatan ini mengurangi permintaan akan uang untuk berjaga-jaga

dan sekaligus meningkatkan permintaan uang untuk transaksi. Peningkatan jumlah uang

Ω = μ - Ψ

Md = f (Y+ , μ−

24

Page 25: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

yang digunakan untuk transaksi dan investasi akan berdampak pada peningkatan

pendapatan nasional.

Gambar 2.3

Kurva Permintaan Uang Mazhab Mainstream

Gambar 2.3, menjelaskan hubungan kurva permintaan akan uang dengan tingkat μ, Y,

dan Ms dalam berbagai tingkatan. Permintaan akan uang untuk tansaksi dan berjaga-jaga

bervariasi sebagai kebalikan tingkat biaya atas uang menganggur (μ). Pada tingkat biaya

μ1, keseimbangan akan tercapai pada titik E1. Pada grafik di atas pergeseran motif untuk

berjaga-jaga direspons secara berlawanan oleh pergeseran motif untuk transaksi Md =

Md trans + Md prec. Bila Md tetap, kenaikan Md untuk berjaga-jaga akan berdampak pada

pengurangan Md untuk transaksi, sehingga kurva Md trans akan bergeser kekiri.

25

Page 26: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Pada tingkat pendapatan sekarang Y* dan biaya-biaya yang berlaku terdapat

kecenderungan untuk menahan uang, pemerintah akan meningkatkan pajak terhadap uang

yang ditahan itu menjadi μ2 sehingga keseimbangan antara Ms dan Md tetap terjaga.

Suatu hal yang penting dalam pengelolaan uang adalah kebijakan pemerintah

ketika terjadi ketidakseimbangan antara permintaan uang dengan penawaran uang ,

dengan memainkan peranan biaya atas uang yang menganggur, dan bukan dengan

menaikkan dan menurunkan jumlah uang beredar. (Adiwarman A Karim dan Sidiq

Haryono, 2002)

2.1.4 Permintaan Uang Mazhab Alternatif

Keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi volume transaksi yang ada

dalam sektor riil. Permintaan uang dalam mazhab ini erat kaitannya dengan konsep

endogenous uang dalam Islam. Teori ini menjembatani pertumbuhan uang di sektor

moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang di sektor riil.

Permintaan uang adalah representasi keseluruhan kebutuhan transaksi dalam

sektor riil (M.A Choudhury, 1997). Semakin tinggi kapasitas dan volume sektor riil,

semakin meningkat permintaan akan uang. Variabel yang mempengaruhi permintaan

permintaan akan uang adalah variabel sosio-ekonomi (X), kebijakan pemerintah dalam

regulasi ekonomi (Y), dan informasi objektif masyarakat akan kondisi riil perekonomian.

Tidak seperti teori exogenous uang dalam literatur konvensional, mazhab

alternatif berpendapat, permintaan akan uang dan penawaran akan uang dipengaruhi oleh

besarnya pembagian keuntungan (profit sharing) atau tingkat kentungan yang diharapkan

(expected rate of profit). Tinggi rendahnya expected rate of profit merupakan representasi

prospek pertumbuhan aktual ekonomi.

Secara matematis M.A Choudhury (1997), memformulasikan permintaan akan

uang sebagai berikut:

Ms( π , y , p , S , R , X ,Y )(θ )=∑b=1

N

Mdb (rb , y , p , S , X ,Y )(θ )

Ms=∑b=1

N

Md b=∑b=1

N

Ms=∑j=1

m

∑b=1

N

Mdbj=Md

26

Page 27: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

b=1,2,3 , .. . ,N

Md=f (r b+, y+, p

¿, S+, X

+,Y+)(θ)

Ket:

Ms = Penawaran uang

Л = Tingkat keuntungan yang diharapkan

p = Tingkat harga atau inflasi

S = Total pengeluaran nasional

R = Reserve requirement

X = Variabel sosio ekonomi

Y = Kebijakan pemerintah dalam regulasi ekonomi

Θ = Pengetahuan masyarakat akan kondisi objektif tiap-tiap variabel

Md = Permintaan uang

b = Lembaga keuangan

rb = Rasio profit sharing

y = Pendapatan riil

Formula diatas memperlihatkan hubungan antara variabel-variabel yang ada

terhadap permintaan uang dan penawaran uang. Variabel bebas y, pendapatan riil yang

dimiliki oleh seorang individu akan berhubungan secara positif dengan banyaknya

permintaan akan uang. Variabel p, inflasi memiliki hubungan yang berbanding terbalik

dengan banyaknya permintaan akan uang. Variabel pengeluaran nasional S, berhubungan

secara positif dengan permintaan akan uang sedangkan X, dan Y adalah variabel untuk

sosio-ekonomi dan kebijakan pemerintah. θ adalah induced-knowledge , pengetahuan

masyarakat akan kondisi objektif tiap-tiap variabel, kualitas pengetahuan ini juga akan

berpengaruh terhadap besaran permintaan akan uang yang diinginkan oleh seorang

pelaku ekonomi.

27

Page 28: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

2.2 Teori Penawaran Uang

Jika money demand akan dikaitkan dengan kesejahteraan masyarakat dan

pembangunan, diharapkan money demand akan stabil. Selanjutnya, perlu diperhatikan

bagaimana mengiring aggregate money supply bertemu dengan money demand sehingga

terjadi equilibrium. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dua instrumen utama dalam

manajemen moneter sistem kapitalis, yaitu discount rate dan operasi pasar terbuka yang

mengandung suku bunga tidak dapat dipakai dalam ekonomi Islam. Selanjutnya, yang

perlu juga diperhatikan adalah bagaimana mengalokasikan money supply sehingga

pencapaian tujuan-tujuan ekonomi dapat berlangsung dengan baik.

Agar pertumbuhan money supply mencapai target, diperlukan instrumen-

instrumen yang digunakan oleh bank sentral untuk menciptakan keselarasan antara

pertumbuhan money supply yang ditargetkan dan yang aktual terjadi. Oleh karena

dekatnya hubungan antara pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan M0 atau

highpowered money, maka bank sentral berkewajiban untuk mengatur dengan ketat

pertumbuhan M0.

Terdapat tiga sumber utama dari high-powered money, yaitu:

1. Pinjaman pemerintah kepada bank sentral.

2. Kredit bank sentral kepada bank komersial.

3. Surplus neraca pembayaran.

Setelah perang dunia kedua, sumber pertama merupakan yang terbesar bagi high-

powered money karena besarnya defisit anggaran pemerintah. Berlebihnya defisit pada

anggaran pemerintah mengakibatkan beban yang sangat berat bagi sektor moneter untuk

menjaga stabilitas serta kebijakan moneter yang sehat sangat sulit diciptakan. Ekspansi

moneter hanya dapat dikontrol bila sumber utama dari high-powered money dapat diatur

dengan baik. Merupakan suatu hal yang tidak realistik bagi negara Islam membicarakan

meng-Islamkan perekonomiannya tanpa ada usaha serius untuk mengatur defisit

anggaran pemerintah yang sesuai dengan azas manfaat.

Selanjutnya, dimungkinkan bagi bank sentral untuk mengendalikan penyaluran

kredit kepada bank-bank komersial. Penerapan profit-and-loss sharing yang

menggantikan suku bunga akan lebih dapat meningkatkan kemampuan bank sentral untuk

28

Page 29: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

mengendalikan penyaluran pinjaman tersebut. Penyaluran pinjaman oleh bank sentral

kepada bank komersial bisa dalam bentuk mudarabah (bagi hasil), yang berarti bank

sentral harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman kepada bank komersial.

Dilain pihak, bank komersial juga harus lebih ber-hati-hati dalam menyalurkan kredit

kepada debiturnya baik sektor pemerintah maupun swasta, guna menghindari

pemanfaatan kredit pada kegiatan-kegiatan spekulasi dan non-produktif. Oleh karena itu,

manajemen perbankan yang konservatif sangat diperlukan, namun tetap menjaga

momentum pertumbuhan ekonomi. Untuk pengendalian surplus neraca pembayaran,

dapat dilakukan dengan melakukan sterilisasi. Sterilisasi dapat dilaksanakan dengan

menggunakan instrument moneter yang tersedia pada suatu negara. (Adiwarman A Karim

dan Sidiq Haryono, 2002)

2.3 Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia

Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 10 tahun 1998 perbankan dapat berusaha

berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 Bank

Indonesia dapat melaksanakan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah.

Berdasarkan UU tersebut, perbankan di Indonesia mulai beralih dari sistem

konvensional menjadi dual banking system yang mengakomodir baik sistem perbankan

konvensional maupun sistem perbankan syariah yang tidak menggunakan suku bunga

dalam bertransaksi. Namun dalam UU No. 10 tahun 1998 belum secara jelas

memperlihatkan bagaimana operasi perbankan syariah yang seharusnya, padahal sistem

perbankan syariah dan konvensional sangat berbeda. Maka untuk menunjang

berlangsungnya dual banking system dengan dasar hukum yang lebih kuat, perlu

dipikirkan adanya undang-undang perbankan syariah tersendiri.

Bank Indonesia dapat mengimplementasikan manajemen moneter tanpa

menggunakan suku bunga. Sesuai dengan amanah UU No. 23 tahun 1999, Bank

Indonesia telah mengeluarkan kebijakan mengenai Pasar Uang Antarbank Berdasarkan

Prinsip Syariah (PUAS) dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Kebijakan PUAS

mengatur bank umum syariah maupun konvensional dapat berinvestasi jangka pendek

pada bank umum syariah yang membutuhkan likuiditas dengan menggunakan prinsip

29

Page 30: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

mudharabah atau bagi hasil. Sedangkan dengan SWBI memungkinkan bagi Bank

Indonesia mempengaruhi likuiditas perekonomian melalui bank umum syariah maupun

konvensional dengan menggunakan prinsip wadiah atau penitipan.

Berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 memungkinkan bagi Bank Indonesia untuk

menerapkan statutory reserves terhadap perbankan syariah dan hal ini telah berlangsung

dengan adanya kebijakan Giro Wajib Minimum bagi bank umum syariah. Walaupun

disadari penentuan Giro Wajib Minimum yang harus dipelihara perbankan syariah masih

berdasarkan seluruh dana pihak ketiga termasuk deposito mudharabah.

Selanjutnya sesuai dengan UU tersebut memungkinkan bagi Bank Indonesia

menerapkan pagu kredit (credit ceilings) kepada bank umum syariah sehingga

pertumbuhan penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah dapat sejalan dengan target

moneter. Namun mengingat peran perbankan syariah dalam mempengaruhi likuiditas

perekonomian saat ini masih kecil dan perbankan syariah masih mengalami kelebihan

likuiditas karena masih kesulitan dalam menyalurkan pembiayaan, maka kebijakan

tersebut belum diperlukan.

Sebagai pemegang kas pemerintah tidak memungkinkan bagi Bank Indonesia

memindahkan demand deposits pemerintah yang ada pada bank sentral ke dan dari bank

umum. Hal ini hanya dapat terlaksana bila pemerintah mendelegasikan wewenang

tersebut kepada Bank Indonesia sehingga operasi pasar terbuka yang secara tidak

langsung mempengaruhi reserves perbankan dapat digantikan dengan wewenang Bank

Indonesia memindahkan deposit pemerintah yang ada pada bank sentral ke dan dari bank

umum sehingga dapat secara langsung mempengaruhi reserves perbankan syariah

maupun konvensional.

Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998, perbankan syariah dapat saja bekerja sama

untuk membentuk pooling funds yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah, guna

mengatasi kesulitan likuiditas yang terjadi. Kebijakan pooling funds memiliki kelemahan,

yaitu umumnya yang memanfaatkan hanya bank-bank yang tidak baik performance-nya.

Oleh karena itu penyelenggaraan pooling funds perlu diatur dengan ketat guna

menghindari moral hazard dari peserta. Selanjutnya pooling funds belum diperlukan

karena perbankan syariah yang mengalami kesulitan likuiditas saat ini dapat

memanfaatkan keberadaan PUAS.

30

Page 31: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Bank Indonesia telah melakukan moral suasion kepada perbankan syariah melalui

berbagai kegiatan sosialisasi dan training/seminar mengenai perbankan syariah.

Sosialisasi perbankan syariah kepada masyarakat dilaksanakan Bank Indonesia bekerja

sama dengan perbankan syariah, melalui kegiatan sosialisasi ini tercipta komunikasi yang

baik antara Bank Indonesia dengan perbankan syariah.

Menurut UU No. 23 tahun 1999 tidak memungkinkan bagi Bank Indonesia

menyisihkan dana untuk secara langsung maupun tidak langsung membiayai proyek-

proyek yang berlangsung di sektor riil. Namun skim dan lembaga penjaminan yang

menghubungkan sektor riil dan sektor keuangan perlu dipertimbangkan keberadaannya

guna melengkapi sistem perbankan tanpa suku bunga. Adanya lembaga ini dapat

menghindari kesalahan dalam mengalokasikan dana sehingga hanya yang memiliki

peluang investasi terbaiklah yang akan dapat memanfaatkan dana. Dengan adanya

perbankan yang menyediakan pembiayaan yang berdasarkan profit-and-loss sharing yang

dilengkapi dengan skim dan lembaga penjaminan tersebut, usaha kecil akan memiliki

kontribusi yang maksimal dalam kegiatan sektor riil.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia, maka bank dengan dual banking system

mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:

1. Kantor Cabang Syariah.

Kantor cabang bank umum konvensional yang telah diberi ijin usaha melakukan

kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah harus mencantumkan kata “ Kantor Cabang

Syariah “ pada setiap penulisan nama kantornya.

2. Unit Usaha Syariah

Kantor-kantor cabang dari bank umum konvensional pada dasarnya merupakan

unit yang mempunyai karakteristik kegiatan usaha yang berbeda, serta mempunyai

pencatatan pembukuan yang terpisah dari kantor-kantor operasionalnya. Oleh karena itu

bank umum dengan dual banking system juga diwajibkan membentuk Unit Usaha

Syariah (UUS) yang berfungsi sebagai kantor- kantor induk bagi seluruh kantor cabang

syariah. Unit tersebut berada di Kantor Pusat Bank dan dipimpin oleh seorang anggota

direksi atau pejabat satu tingkat dibawah direksi.

Secara umum tugas UUS mencakup:

Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah.

31

Page 32: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan

dana yang bersumber dari kantor-kantor cabang syariah.

Menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor-kantor

cabang syariah.

Melaksanakan tugas penata-usahaan laporan keungan kantor-kantor

cabang syariah .

3. Modal Kantor Cabang Syariah

Bagi bank umum konvensional yang membuka cabang syariah wajib

menyediakan modal kerja untuk setiap kantor. Modal tersebut harus disisihkan oleh bank

dalam suatu rekening tersendiri atas nama pimpinan unit usaha syariah. Penyisihan modal

tersebut dimaksudkan agar dana yang dikelola oleh kantor cabang syariah tidak

tercampur dengan dana kantor induk yang beroperasi scara konvensional

4. Rekening Giro pada Bank Indonesia

Bank konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah wajib memelihara dua

rekening giro rupiah, masing-msing satu rekening untuk kantor pusat bank dan satu

rekening untuk UUS. Bagi bank konvensional berstatus devisa dan memiliki UUS, maka

selain diwajibkan memelihara dua rekening giro dalam rupiah tersebut , wajib pula

memelihara dua rekening giro dalam valuta asing di Kantor Pusat Bank Indonesia. Kedua

rekening giro valuta asing tersebut masing-masing satu rekening untuk kantor pusat bank

dan satu rekening untuk UUS.

Kebijakan pokok yang melandasi system operasioanal dual banking system

adalah:

1. Bahwa kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah berbeda sama sekali dengan

kegiatan usaha secara konvensional. Oleh karena itu kegiatan usaha berdasarkan

prinsip syariah hanya diselenggarakan secara terpisah dari unit / kantor cabang

lainnya.

2. Bank syariah atau unit/cabang syariah atau unit/kantor cabang syariah hanya

boleh menginvestasikan dananya pada bank syariah atau unit/kantor cabang

syariah . Sedangkan bank/unit usaha konvensional diperkenankan

menginvestasikan dana nya pada bank syariah atau unit/syariah. Bank/unit usaha

konvensional tidak diperkenankan mengelola dana-dana yang berasal dari bank

32

Page 33: Proposal Metil

RUPS/ Rapat Anggota

Dewa Komisaris Dewan Pengawas Syariah

DireksiDewan Audit

Divisi / Urusan Divisi/ Urusan Divisi/ Unit Usaha SyariahDivisi/ Urusan

Kantor Cabang KonvensionalKantor Cabang KonvensionalKantor Cabang SyariahKantor Cabang Syariah

Bab I Pendahuluan

syariah atau unit/kantor cabang syariah (M. Syafe’i. Antonio, Bank Syariah, Dari

teori ke praktik, Gema Insan Press,2001)

Gambar 2.4 :

Bagan Organisasi Bank dengan Dual Banking System

2.4 Konsep Uang Beredar

2.4.1 Mazhab Iqtishaduna

Pandangan utama mazhab ini adalah jumlah uang beredar elastis sempurna

dengan asumsi pemerintah sebagai pemegang otoritas moneter tidak mampu

mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Pada gambar 2.5, terlihat bahwa fungsi

penawaran akan uang berbentuk elastis sempurna (perfect elastis). Banyak sedikitnya Ms

yang beredar tidak berdampak dan berpengaruh terhadap rasio harga tangguh terhadap

harga tunai (Pt/Po), karena dengan perdagangan yang bebas dan tidak adanya bea cukai,

nilai uang yang keluar dan masuk selalu diseimbangkan dengan nilai ekonomi barang

yang diperdagangkan. Elastisitas sempurna Ms ini didukung oleh kesamaan nilai uang

dengan nilai intrinsiknya serta tidak adanya institusi tertentu yang melakukan pencetakan

dan pengontrolan uang. (Adiwarman Karim(2002), hal.162).

33

Page 34: Proposal Metil

Pt/P0

Ms

Ms

Bab I Pendahuluan

Gambar 2.5

Elastisitas kurva penawaran uang menurut mazhab Iqtishaduna

Mazhab ini menerangkan beberapa kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah

untuk menciptakan pasar persaingan sempurna. Kebijakan pertama adalah mengenakan

sejumlah pajak terhadap barang atau uang, menentukan harga pasar atau price

intervention, yang bertujuan untuk mencegah adanya praktek penimbunan barang,

kedua, pelarangan membeli barang dari pedagang yang belum memasuki pasar,

disebabkan karena ketidaksempurnaan informasi terhadap harga pasar bagi pedagang

yang belum memasuki pasar. Kebijakan-kebijakan ini dilatarbelakangi oleh kehidupan

perekonomian pada masa Nabi Muhammad SAW.

Untuk menjelaskan bagaimana keseimbangan antara pasar barang dengan pasar uang

pada masa tersebut ,dijelaskan pada gambar 2.6 di bawah ini,

Gambar 2.6

Keseimbangan antara pasar uang dengan pasar barang

34

Page 35: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Gambar 2.6 (a) Pasar barang

(b) Pasar uang

Keseimbangan awal pasar barang berada pada titik e2, yaitu titik perpotongan antara

kurva AD2 dan AS. Pada e2 ini tingkat pendapatan adalah Y2 dengan tingkat harga P2.

Ketika ada tambahan ekspor barang (tambahan impor uang), aggregate demand dalam

negeri naik. Peningkatan aggregate demand ini dipicu oleh peningkatan pendapatan

dalam negeri. Kenaikan aggregate demand digambarkan oleh pergerakan kurva AD2 ke

AD3, sehingga keseimbangan di pasar barang yang baru terletak di titik e3, meningkatnya

harga dari P2 ke P3 disebabkan oleh meningkatnya permintaan terhadap barang,

sedangkan jumlah barang-barang yang ditawarkan tidak berubah.

Pada pasar uang, naiknya jumlah pendapatan mengakibatkan meningkatnya

permintaan akan uang. Dengan demikian, titik keseimbangan di pasar uang bergeser dari

35

Page 36: Proposal Metil

μ

Ms2 Ms1

Ms

Bab I Pendahuluan

e2 ke e3, ketika jumlah uang beredar bertambah dari M2 ke M3. Pergeseran tersebut dapat

dilihat melalui surplus ekspor barang yang berdampak pada peningkatan capital inflow.

Mazhab Mainstream

Menurut mazhab ini, penawaran uang dalam Islam sepenuhnya dikontrol oleh

negara sebagai pemegang monopoli penerbitan uang yang sah. Diasumsikan penawaran

uang sepenuhnya dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral sehingga pada gambar 2.7,

terlihat Ms bersifat perfect inelastic. Akibatnya, penawaran uang terbebas dari pengaruh

tinggi rendahnya kebijakan biaya atas aset yang menganggur (μ ). Otoritas moneter

menetapkan jumlah uang beredar berdasarkan proporsi tingkat pendapatan atau nilai

transaksi, yaitu:

Ms = f (μ ) dan Ms = β Y ; β > 0

Gambar 2.7

Inelastis Sempurna kurva penawaran dari mazhab mainstream

Bentuk kurva Ms adalah tegak lurus dengan garis horizontal Ms, artinya

pergerakan Ms1 dari dan ke Ms2 tidak dipengaruhi oleh pergerakan nilai μ , melainkan

36

Page 37: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

oleh variabel eksogen di luar sistem ini, yaitu bank sentral sebagai otoritas moneter.

Pergerakan μ hanya akan berdampak pada pergerakan di sepanjang kurva Ms.

Suatu kondisi yang penting diciptakan bagi terwujudnya keseimbangan uang

adalah seimbangnya persediaan uang dengan penawaran uang , Ms = Md

Apabila terdapat kelebihan permintaan akan uang, cara yang digunakan untuk

mengembalikan pada tingkat yang stabil adalah menaikkan biaya atas uang yang

menganggur (μ ). Secara matematis kita dapat menuliskan bagaimana keseimbangan

yang terjadi dengan tingkat pendapatan (Y) dan biaya atas aset yang menganggur (μ 0 ).

Md0 (Y0 / μ 0 ) > Ms0 = α Y0

Sehubungan dengan adanya kelebihan permintaan akan uang sedangkan banyak

uang yang mengangur, pemerintah menaikkan biaya atas aset yang menganggur menjadi

μ1, sehingga persamaan matematikanya menjadi:

Md0 (Y0 / μ 1 ) > Ms0 = α Y0

Kebijakan menaikkan biaya atas aset yang menganggur ini berdampak pada

naiknya permintaan uang untuk investasi dan konsumsi, yang dapat menaikkan

pendapatan. Tingkat pendapatan yang baru akan mendorong kurva permintaan ke kanan,

sehingga tingkat keseimbangan yang baru :

Md1 (Y1 / μ 1 ) > Ms1 = α Y1

Keterkaitan antara permintaan uang, penawaran uang dan biaya atas aset

produktif yang mengangur terlihat pada gambar 2.8 berikut:

Gambar 2.8

Hubungan penawaran uang, permintaan uang, dan biaya atas uang kas dalam

mazhab Mainstream

Md2 MS

E2

μ

μ 2

μ 1

Md1

37

Page 38: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

E1

M1 M2

Kurva penawaran berbentuk perfect inelastis menunjukkan pasar tidak mampu

mempengaruhi penawaran akan uang karena adanya kebijakan otoritas moneter yaitu

bank sentral. Pada tingkat biaya μ 1 tingkat keseimbangan berada pada E1. Apabila pada

tingkat biaya μ 1 permintaan akan uang melebihi kurva penawaran akan barang (misalnya

kurva Md2), pemerintah berusaha mengalihkan uang tunai milik masyarakat kepada

transaksi di pasar, baik untuk konsumsi maupun investasi, dengan cara meningkatkan

biaya menjadi μ 2 . Hal ini akan mendorong kurva permintaan bergeser ke atas (Md2)

karena adanya peningkatan velocity of money dan pendapatan. Kenaikan μ 2

menyebabkan terjadinya pergerakan di sepanjang kurva Md2 sehingga mencapai

keseimbangan baru di titik E2 . Keseimbangan akan bergeser ke E2 sebagai konsekuensi

perpotongan kuva Md2 dengan Ms. (Adiwarman Kari,2002.162)

2.4.3 Mazhab Alternatif

Keberadaan uang pada dasarnya terintegrasi dalam sistem sosial ekonomi sosial

yang berlaku. Artinya, nilai (value) dan jumlah uang bukan variabel yang berdiri sendiri.

Terintegrasinya uang dalam sebuah sistem yang kompleks menjadikan uang tidak

independent atau bukan variabel yang exogenous., mazhab ini berpendapat, jumlah uang

beredar lebih ditentukan oleh actual spending demand dalam transaksi di pasar barang

dan jasa.

Asumsi yang digunakan dalam konsep ini sebagai berikut:

1. Telah terjadi globalisasi perekonomian sehingga bank sentral tidak mampu lagi

mengontrol secara penuh jumlah uang beredar. Fund Manager adalah pihak diluar

bank

sentral yang mempunyai pengaruh cukup signifikan dalam mempengaruhi level

stock uang di pasar.

M

38

Page 39: Proposal Metil

M

Ms

Bab I Pendahuluan

2. Perekonomian mengarah kepada tahap Islamisasi sistem keuangan, dengan

dihapuskannya suku bunga dan digunakan expected rate of profit.

Gambar 2.9

Elastisitas kurva Ms sebagai teori endogenous uang dalam islam

ρ

Ms menyatakan jumlah uang beredar, ρ mewakili expected rate of profit atau

profit sharing rate . Dalam teori exogenous uang, suku bunga berperan dalam

mempertemukan fungsi permintaan uang dan penawaran uang. Dalam teori endogenous

uang, instrumen yang digunakan untuk mempertemukan kedua fungsi tersebut adalah

variabel yang mampu merefleksikan kondisi riil sebuah perekonomian . Variabel tersebut

adalah tingkat keuntungan rata-rata semua

Investasi mudharabah atau musharakah. Keseimbangan antara pertumbuhan volume uang

dengan pertumbuhan volume perekonomian di sektor riil menjadi sumber inspirasi teori

endogenous uang.

Pada gambar 2.9, kurva Ms berbentuk elastis, dalam hal ini menunjukkan bahwa

bank sentral sebagai pemegang otoritas tidak mampu mengendalikan volume uang

beredar . Ms dipengaruhi oleh ρ . Semakin tinggi ρ (tingkat keuntungan dalam investasi

syariah).

Kesimpulannya, pergerakan penawaran akan uang merupakan derivasi kondisi riil

perekonomian itu sendiri, bukannya fungsi suku bunga yang keberadaannya

39

Page 40: Proposal Metil

1

Ms

Md1

Md2

M1 M2

Bab I Pendahuluan

ditentukan di luar sistem. Teori endogenous bertujuan menjaga keseimbangan antara

pertumbuhan sektor riil dengan sektor moneter sehingga nilai instrinsik uang dapat

dijaga.

Gambar 2.10

Keseimbangan expected rate of profit dengan uang beredar dalam sistem keuangan

Islam

E2

E1

Keterangan

π adalah tingkat keuntungan dan M adalah stock uang yang ditawarkan dalam

sistem keuangan syariah, yang merupakan fungsi Φ . Pergerakan kurva permintaan untuk

sistem keuangan mudharabah dipengaruhi oleh tinggi rendahnya ekspektasi terhadap

tingkat keuntungan. M1 adalah banyaknya uang yang ditawarkan untuk memenuhi

transaksi mudharabah. M0 adalah jumlah uang yang disediakan lebih sedikit dari

kebutuhan.

Jika terjadi perubahan teknologi dalam proyek mudharabah, maka akan terjadi

penarikan dana di luar proyek

M⟨Φ⟩M0

40

Page 41: Proposal Metil

E1 E2

E

E3 E4

Ms

Md

M

Bab I Pendahuluan

mudharabah ini, yang mempunyai pengaruh bertambahnya stock uang menjadi M2 dan

keseimbangan bergeser dari E1 ke E2. Pergeseran E1 ke E2 merupakan fungsi nilai Φ ,

dengan Φ adalah objektifitas pengetahuan masyarakat terhadap perubahan teknologi.

Dalam teori endogenous uang, Ms hanyalah representasi total permintaan akan

uang, sementara dalam formula permintaan uang menurut mazhab ini Md adalah fungsi

adalah fungsi rb, y, p, S, X, Y dan θ . Dengan demikian, dari sisi penawaran akan uang

Md adalah fungsi dari:

Ms ( π+, y+S+, R−, X

+ ) ( θ )

Dari formulasi diatas terlihat bahwa hanya variabel R yang mempunyai hubungan negatif

dengan Ms. Semakin tinggi R, semakin meningkat dana pihak ketiga yang harus

disimpan bank umum sehingga penawaran uang di pasar akan turun.

Dalam konsep endogenous uang, Md akan menentukan level Ms dan keduanya

sama-sama bergerak menuju tingkat keseimbangan keseimbangan dalam pembentukan

market clearing. Gambar 2.11, menunjukkan ketika expected rate of profit atau biaya

opportunity uang tunai berada pada level π 1, maka Md berada pada titik E1 dan Ms

berada pada titik E2. Adanya kesenjangan antara permintaan akan uang dan penawaran

akan uang mendorong kedua variabel bergerak sepanjang kurva bersama-sama menuju

titik ekuilibrium E. Begitu pula sebaliknya, apabila nilai π terlalu rendah, yaitu π 2 <

π *, Md akan lebih besar daripada Ms. Kesenjangan ini dieliminir dengan pergerakan

sepanjang kurva dari Md dan Ms menuju titik keseimbangan E.

Gambar 2.11

Pergerakan keseimbangan moneter dalam teori endogenous uang

41

Page 42: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

2.5 Penelitian – Penelitian Empiris

2.5.1 Penelitian Ahmad Kaleem

Penelitian Ahmad Kaleem (University of Malaysia, 2000) yang berjudul :

Modeling Monetary Stability Under Dual Banking System : The Case of Malaysia,

mempuyai tujuan utama melakukan pengujian secara empiris tentang kebenaran dari

hipotesis bahwa instrumen-instrumen moneter islam sama stabilnya dengan instrumen

moneter berbasiskan bunga, pada kasus dual banking system.

Dalam penelitian ini, Kaleem mengkonsentrasikan pada tiga masalah utama.

Pertama, mengembangkan dan mendefinisikan instrumen-instrumen moneter islam pada

kasus dual banking system di Malaysia. Kedua, mengevaluasi permintaan terhadap

instrumen-instrumen ini dan yang terakhir membandingkan secara empiris degan

menggunakan metodologi Darrat (1988) kebenaran dan efektivitas dari instrumen-

instrumen islami dan yang berbasiskan bunga untuk tujuan-tujuan kebijakan.

Pada penelitian ini , mempunyai periode observasi dari Januari 1994 sampai

dengan Desember 1999 dengan periode bulanan, dengan masuknya periode krisis

keuangan di Malaysia, maka dimasukkan variabel dummy pada model regresi dengan

tujuan membuktikan pendapat ahli-ahli ekonomi Islam bahwa perbankan Islam lebih

stabil selama krisis .

Masalah pertama pada penelitian ini adalah menguji secara empiris stabilitas dari

instrumen keuangan dan kredit islam, persamaan ini menggunakan prosedur Koyck

seperti disarankan

oleh Darrat (1988).

Tabel 2.1

Hasil regresi permintaan untuk instrumen-instrumen keuangan dan kredit

Konvensional

X Y M1 / P M 2 / P Credit / P

Dummy 97 -0.037 (-2.05) -0.012 (-1.24) -0.012 (-182)

Log GDP 0.081 (2.294) 0.031 (1.92) -0.015 (-0.95)

Log Inf 0.289 (2.508) 0.321 (1.77) -0.141 (-101)

42

Page 43: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Log M1/ P 0.289 (14.76)

Log M2/ P 0.913 (18.507)

Log credit/ P 1.01 (37.35)

C -1.06 (-2.08) -1215 (-2.79) 0.726 (1.487)

Adj R2 0.789 0.843 0.988

Durbin h 0.88 0.70 0.63

Catatan : t-stat dalam tanda kurung

Secara keseluruhan, hasil dari model pada penelitian ini cukup memuaskan dan

menjelaskan sedikitnya 79 persen dari observasi yang tersedia. Variabel dummy untuk

krisis signifikan untuk (M1/P) dan (Credit/P), sementara inflasi menghasilkan tanda yang

benar dan signifikan hanya untuk (M1/P) dan (M2/P).

Tabel 2.2

Hasil regresi permintaan untuk instrumen-instrumen

Keuangan dan kredit islam

X Y M1 / P M 2 / P Credit / P

Dummy 97 -0.045 (-2.74) -0.012 (-1.18) -0.019 (-1.82)

Log GDP -0.017 (-0.41) -0.018 (-0.35) 1.089 (0.675)

Log Inf 0.396 (2.537) 0.573(2.59) 0.129 (0.115)

Log M1/ P (t-1) 0.811 (11.49)

Log M2/ P (t-1) 0.05 (11.63)

Log credit/ P (t-1) 0.979 (27.118)

C -0.69 (1.9) -15.0 (1.9) -1.06 (0.1)

Adj R2 0.662 0.921 0.947

Durbin h 0.47 0.6 1.04

Variabel dummy untuk krisis dan inflasi menunjukkan hasil yang hampir sama

seprti instrumen-instrumen keuangan konvensional, kedua regresi ini menunjukkan hasil

yang relatif sama terhadap permintaan instrumen-instrumen moneter baik konvensional

maupun Islam, penelitian ini menolak pendapat Khan (1985) mengenai lebih stabilnya

instrumen moneter Islam terhadap konvensional

43

Page 44: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Penelitian ini mengacu pada penelitian Darrat (1988) yang mengajukan dua

prasyarat yang dapat digunakan untuk meneliti penampilan dari kedua instrumen

keuangan islam dan konvensional. Pertama adalah kontrol efektif dari otoritas moneter

terhadap instrumen diatas tersebut. Kedua adalah hubungan yang kuat antara instrumen

keuangan dan tujuan utama kebijakan moneter dari otoritas moneter, jika hubungan

tersebut lemah meskipun instrumen tersebut dapat dikontrol tetapi tidak dapat digunakan

untuk tujuan kebijakan.

Seperti dijelaskan oleh Karim (1996), instrumen-instrumen keuangan Islam

mempunyai resiko yang berbeda dari instrumen konvensional. Maka dari itu persentasi

yang sama dari reserve requirement tidak dapat dipaksakan terhadap instrumen tersebut.

Tabel 2.3

Hasil regresi untuk pengujian kemampuan kontrol

Otoritas Moneter

X

Y

GMB GMB

(ISL)

C R2 D.W

GM1 0.123

(1.508)

0.005

(1.373)0.032 2.31

GM2 0.098

(2.44)

0.011

(5.968)0..079 2.16

GM1 (ISL) 0.105

(2.92)

0.001

(0.324)0.111 2.02

GM2 (ISL) 0.168

(5.971)

0.003

(0.963)0.341 2.03

Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung

Hasil regresi diatas menunjukkan bahwa otoritas moneter secara signifikan

mempunyai tingkat kontrol yang tinggi terhadap M1 (ISL) daripada M1, ditunjukkan oleh

t-statistik GMB yang bergerak dari 1.508 sampai 2.92 untuk GMB (ISL) . Hasil yang

sama terdapat pada tingkat kontrol yang tinggi terhadap M2 (ISL) ditunjukkan oleh

koefisiennya 0.168 dibandingkan dengan M2 yang koefisiennya 0.098. Secara

keseluruhan hasil dari regresi diatas memperkuat hipotesis dari penelitian ini yang

44

Page 45: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

menunjukkan tingkat kontrol yang tinggi pada instrumen-instrumen moneter Islam

dibandingkan instrumen moneter konvensional.

Teori ketersediaan kredit menganjurkan bahwa rasio likuiditas dapat digunakan

sebagai instrumen moneter untuk mengontrol pertumbuhan kredit. Menurut pandangan

ini, investasi swasta berespon terhadap setiap perubahan dalam ketersediaan kredit, setiap

peningkatan dalam rasio likuiditas dapat menurunkan penawaran kredit dan karena itu

memperkecil permintaan total.

Menurut Karim dan Abdullah (1995) kebanyakan dari pembiayaan perbankan

Islam terdiri dari instrumen berbasiskan Murabaha dan hampir semua penjualan melalui

instrumen ini berhubungan langsung dengan sektor swasta, diamana hal tersebut

mempunyai 100% resiko menurut perjanjian Basle. Banyak pendapat mengatakan bahwa

instrumen kredit Islam berbeda secara alami , maka dari itu persentase syarat likuiditas

yang disarankan oleh perjanjian Basle hanya akan meningkatkan keseluruhan cost of

capital-nya.

Tabel 2.4

Hasil regresi untuk instrumen kredit

Pada

hasil regresi

ini,

koefisien CREDIT(ISL) adalah 0.943 dan signifikan ketika LIQUID(ISL) digunakan

sebagai dependent variable. Dengan membandingkan ukuran koefisien dari kedua

instrumen, 0.076 dan 0.943 dan t- statistik nya, bisa disimpulkan bahwa instrumen kredit

Islam berada dibawah tingkat kontrol yang tinggi oleh Otoritas Moneter, yang juga

membuktikan hipotesis dari penelitian ini bahwa rasio CAR (capital adequacy ratio) yang

ada saat ini tidak dapat diaplikasikan pada instrumen kredit Islam, ini berarti bahwa

Otoritas Moneter harus mendefinisikan program penyesuaian atau menggunakan syarat

likuiditas yang berbeda untuk perbankan Islam.

45

X

Y

LIQUID LIQUID

(ISL)C R2 D.W

CREDIT0.076

(2.547)

0.0128

(4.651)0.264 2.18

CREDIT(ISL)0.943

(14.07)

0.011

(1.264)0.781 1.98

Page 46: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Tabel 2.5

Hasil regresi untuk instrumen-instrumen keuangan dalam mencapai tujuan

Otoritas Moneter

INFLATION M1 M2 M1(ISL) M2(ISL)

t -0.007

(-1.92)

0.004

(0.332)

-0.011

(-1.72)

-0.019

(-1.832)

t-1 -0.007

(-0.989)

-0.003

(-0.18)

0.004

(0.494)

0.005

(0.967)

t-2 -0.009

(-1.199)

-0.006

(-0.530)

0.004

(0.594)

0.008

(1.007)

C 0.004

(8.472)

0.004

(5.589)

0.003

(7.446)

0.004

(7.482)

R2 0.477 0.491 0.506 0.515

D.W 2.01 2.01 2.00 2.04

Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung

Regresi diatas menunjukkan hasil yang hampir sama antara instrumen-instrumen

keuangan Islam dan konvensional dalam hubungannya dengan inflasi, yang ditunjukkan

oleh R2 sebesar 0.477 untuk M1, 0.506 untuk M1 (ISL) dan R2 sebesar 0.491 untuk M2,

0.515 untuk M2 (ISL), hasil-hasil ini mengindikasikan hampir samanya hubungan yang

dapat diandalkan antara instrumen-instrumen keuangan Islam dan konvensional dengan

tujuan Otoritas Moneter dalam hal ini inflasi. (Ahmad Kaleem, “ Modeling Monetary

Stability under Dual Banking System,2000)

Penelitian Mahmood Yousefi dan Sohrab Abizadeh (1996)

Penelitian yang berjudul Monetary Stability and Interest-free Banking dengan

periode penelitian 1962-1991 mengambil sampel negara Pakistan yang mempunyai

sejarah perbankan Islam sejak akhir tahun 1979.

46

Page 47: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Dengan menggunakan data dari International Financial Statistics-IMF dari tahun

1962-1991, hasil estimasi menunjukkan bahwa pergerakan velocity of non-interest-

bearing money (VMNI) relatif lebih stabil daripada velocity of interest-bearing money

(VMI). Selama periode penelitian menunjukkan bahwa nilai varians dan standar deviasi

dari VMNI ternyata lebih kecil daripada nilai varians dan standar deviasi dari VMI (lihat

tabel 2.6 dan tabel 2.7).

Tabel 2.6

Nilai Velocity of Money for Non-Interest Bearing Assets

Period Minimum Maximum Mean Variance

1962-1991

1962-1983

1984-1991

2.71

2.70

3.30

4.34

4.34

23.97

3.63

3.65

3.55

0.11

0.13

0.06

Tabel 2.7

Nilai Velocity of Money for Interest Bearing Assets

Period Minimum Maximum Mean Variance

1962-1991

1962-1983

1984-1991

6.14

6.14

6.63

17.18

17.18

10.99

8.65

8.82

8.18

5.95

8.94

3.49

Dalam penelitian ini juga meneliti kemampuan otoritas moneter dalam mengontrol

agregat moneter. Hal ini bisa dilihat dari korelasi antara agregat moneter dengan

47

Page 48: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

monetary base (MB). Adapun model ekonometrik yang digunakan untuk mengestimasi

kemampuan kontrol otoritas moneter yaitu:

Sistem Moneter Konvensional

(GMI)t = γ + δGMB + v

Sistem Moneter Bebas Bunga

(GMNI)t = η + θMBt + π

dimana:

GMI = Tingkat pertumbuhan M2

GMNI = Tingkat pertumbuhan M1

GMB = Tingkat pertumbuhan moneter

Dengan menggunakan data dari International Financial Statistics-IMF periode

1962-1991, hasil regresi dari model di atas adalah sebagai berikut:

Tabel 2.8

Hasil Analisis Regresi

Dependent

Variable Constant GMB R2 D-W

GMI

GMNI

0.07

-0.02

0.63

(2.15)

0.96

(30.11)

0.18

0.95

2.14

1.64

Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa antara non-interest bearing money

balances dan MB memiliki korelasi yang lebih kuat daripada interest-bearing money

balances dan MB. Hal ini bisa dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R2). Nilai R2

untuk GMNI dan GMB lebih besar daripada nilai adjusted R2 untuk GMI dan GMB (0,95

> 0,18). Selain itu, tingkat perbedaan elastisitas antara kedua agregat moneter tersebut

48

Page 49: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

(derajat kepekaan MNI atau MI terhadap perubahan dalam MB) juga cukup signifikan.

Yang terlihat dari masing-masing nilai koefisien MB-nya (0,96 > 0,63).

Masalah terakhir yang diteliti dalam penelitian ini adalah keterkaitan antara agregat

moneter dan tujuan utama kebijakan moneter. Adapun model ekonometrik yang

digunakan untuk mengestimasi keterkaitan antara agregat moneter dengan tujuan utama

kebijakan moneter (di sini diasumsikan bahwa tujuan utama dari kebijakan moneter

adalah pencapaian stabilitas harga) yaitu:

Sistem Moneter Konvensional

GPt = ρ0 + ρ1(GMI)t + ρ2(GMI)t-1 + ρ3(GMI)t-2 + ρ4(GMI)t-3 + τ

Sistem Moneter Bebas Bunga

GPt = λ0 + λ 1(GMNI)t + λ 2(GMNI)t-1 + λ3(GMNI)t-2 +

λ 4(GMNI)t-3 + θ

di mana :

GP = Tingkat pertumbuhan IHK

τ dan θ = Unsur gangguan

Tabel 2.9

Hasil Analisis Regresi

Monetary

Aggregate

Consta

nt

t t-1 t-2 t-3 D-W R2

Interest-

bearing

Non-Interest

bearing

0.11

0.18

-0.07

(0.99)

-0.39

(5.89)

-0.05

(0.50)

-0.13

(1.69)

0.01

(1.14)

-0.04

(0.56)

-0.01

(0.14)

-0.04

(0.55)

1.97

1.62

0.47

0.80

Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa antara non-interest bearing money

balances dan tingkat harga (CPI) memiliki keterkaitan yang relatif lebih kuat daripada

49

Page 50: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

antara interest-bearing money balances dan tingkat harga (CPI). Yang ditunjukkan dari

masing-masing nilai R2-nya (0,80 > 0,47).

BAB III

OBYEK PENELITIAN

3.1 Pinjaman Konsumtif

Pinjaman konsumtif adalah pinjaman yang dibutuhkan untuk membiayai

kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Gambaran umum mengenai tingkat Pinjaman Komsumtif Riil di Indonesia pada periode

1997.I sampai 2003. I dapat dilihat pada tabel 3.1 dan grafik 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1

Jumlah pinjaman konsumtif riil yang diberikan di Indonesia pada tahun 1997.I

sampai 2003.I

Tahun Kuartal Credit Isl/P

1997 I 2.963115385

II 3.768337478

III 2.719397153

IV 2.664853744

1998 I 3.422883879

II 3.740325153

III 2.200275117

IV 2.386788935

1999 I 2.206776051

I I 2.080247216

III 2.149248992

IV 2.12233144

2000 I 2.297009885

II 2.707380907

III 3.937565488

IV 5.742250531

2001 I 6.569049726

II 7.476925383

III 8.098425493

50

Page 51: Proposal Metil

C Isl/P

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

I II III IV I II III IV I I I III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

1997 1998 1999 2000 2001 20022003

C Isl/P

Bab I Pendahuluan

IV 8.227144291

2002 I 8.349493931

  II 10.41329491

  III 12.0177787

  IV 11.95290556

2003 I 13.25919343

Sumber: Bank Indonesia, data diolah

Grafik 3.1

Jumlah pinjaman konsumtif riil yang diberikan di Indonesia pada tahun 1997.I

sampai 2003.I

3.2 Tingkat IHK

Inflasi merupakan kecenderungan naiknya tingkat harga umum. Inflasi

merupakan salah satu indikator perekonomian secara umum dan tingkat inflasi dipakai

sebagai dasar pengukuran secara statistik terhadap perkembangan harga barang dan jasa

yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Terdapat beberapa indikator untuk

mengukur laju inflasi, diantaranya adalah Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga

51

Page 52: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Perdagangan Besar (IHPB) dan GDP deflator. IHK merupakan pengukur perkembangan

daya beli rupiah yang dibelanjakan untuk membeli barang dan jasa dari bulan ke bulan.

IHK mulai digunakan sejak April 1979, sebelumnya menggunakan Indeks Biaya Hidup

(IBH) / Cost of Living (CLI).

Pertumbuhan IHK tahun 1999 menunjukkan penurunan yang cukup besar dari

tahun sebelumnya, disumbang oleh perbaikan sisi penawaran jangka pendek dan

sumbangan yang besar dari penurunan laju inflasi inti. Dalam triwulan I/1999 laju IHK

mencapai 4,05% dibanding 1,23% pada triwulan sebelumnya. Tingginya laju inflasi di

awal tahun laporan terutama disebabkan oleh faktor musiman, yaitu bulan Ramadhan dan

hari raya Idul Fitri yang tercermin dari tingginya laju inflasi kelompok makanan.

Pada semester pertama 2002 laju inflasi menunjukkan kecenderungan yang

menurun. Hal ini terutama disebabkan oleh menguatnya nilai tukar rupiah dan

membaiknya ekspektasi inflasi. Pada semester kedua 2002, penurunan IHK sedikit

tertahan. Kondisi ini terutama terkait dengan faktor musiman yakni menghadapi perayaan

hari besar keagamaan, berlanjutnya administered prices, dan meningkatnya ekspektasi

inflasi Gambaran umum mengenai tingkat IHK di indonesia periode 1997.I -2003.I dapat

dilihat pada grafik 3.2 dan tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2

Tingkat IHK di Indonesia pada periode 1997.I sampai dengan 2003.I

Tahun Kuartal IHK

1997 I 104

II 104.54

52

Page 53: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

III 107.49

IV 111.79

1998 I 141.06

II 163

III 196.28

IV 198.47

1999 I 206.61

II 203.87

III 198.4

IV 202.45

2000 I 204.34

II 208.24

III 211.87

IV 221.37

2001 I 226.04

II 233.46

III 239.44

IV 249.15

2002 I 257.87

II 260.25

III 264.53

IV 274.13

2003 I 276.23

Sumber: Bank Indonesia, data diolah

Grafik 3.2

Tingkat IHK di Indonesia pada periode 1997.I sampai dengan 2003.I

53

Page 54: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

INF(IHK)

0

50

100

150

200

250

300

I II III

IVI II III

IVI II III

IVI II III

IVI II III

IVI II III

IVI

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

INF(IHK)

3.3 Pendapatan Riil /GDP Riil

Dalam kerangka ekonomi makro pendapatan nasional menggambarkan aktivitas

perekonomian dalam suatu negara. Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan nilai

dari total output yang dihasilkan dalam suatu negara. Peningkatan GDP menunjukkan

membaiknya perekonomian secara umum. Sekalipun demikian, dalam perhitungan

pendapatan nasional terdapat unsur harga yang mempengaruhi besarnya nilai

(nominal) pendapatan nasional. Dengan asumsi harga konstan, maka nilai barang yang

diproduksi dengan pengeluaran agregat akan bergerak kearah yang sama. Konsekuensi

dari asumsi ini adalah pendapatan riil memiliki nilai yang sama dengan GDP Riil

Tingkat pertumbuhan GDP Riil tidak terlepas dari pengaruh kegiatan ekonomi,

baik dalam negeri maupun faktor yang mewarnai keadaan ekonomi serta pola

perdagangan dan situasi moneter internasional. Dalam kondisi demikian, nilai GDP dapat

digunakan sebagai salah satu cara untuk mengukur perkembangan taraf hidup dan tingkat

kesejahteraan rakyat yang merupakan pencerminan hasil-hasil pembangunan yang telah

dicapai. Perkembangan GDP REAL di Indonesia periode 1997.I sampai 2003.II dapat

dilihat pada Tabel 3.3 dan grafik 3,3 berikut ini:

54

Page 55: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

Tabel 3.3

Tingkat GDP Riil dan GDP Nominal di Indonesia pada periode 1997.I sampai

dengan 2003.I

(jutaan rupiah)

Tahun

Kuarta

l GDP GDP Riil

1997 I 124876.7 120073.75

II 129961.8

124317.773

1

III 141165.1

131328.588

7

IV 144123.4

128923.338

4

1998 I 197424.4

1399.57748

5

II 186301.3

114295.276

1

III 236344.4

120411.860

6

IV 227521.4

114637.678

2

1999 I 248034

120049.368

4

II 223284.8

109523.127

5

III 239232

120580.645

2

IV 232479.9

114833.242

8

2000 I 283427.6 138703.964

55

Page 56: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

8

II

251070.2

7

120567.743

9

III

281521.7

5

132874.758

1

IV

331311.6

6

149664.209

2

2001 I

306708.9

3

135687.900

4

II

318450.1

3

136404.578

9

III

328333.5

5

137125.605

6

IV

333931.0

4

134028.111

6

2002 I

332357.8

6

128885.818

4

II

349720.3

5

134378.616

7

III

346013.7

3

130803.209

5

IV

352416.8

8

128558.304

5

2003 I

355007.6

4

128518.857

5

Sumber: Bank Indonesia, data diolah

Grafik 3.3

Tingkat GDP RiiL dan GDP Nominal di Indonesia pada periode 1997.I sampai

dengan 2003.I

56

Page 57: Proposal Metil

Bab I Pendahuluan

(jutaan rupiah)

0.00

50,000.00

100,000.00

150,000.00

200,000.00

250,000.00

300,000.00

350,000.00

400,000.00

I II III

IVI II III

IVI II III

IVI II III

IVI II III

IVI II III

IVI

1997 1998 1999 2000 2001 20022003

GDP Nominal

GDP Riil

57