proposal kultur lidah buaya.doc

38
PROPOSAL PENELITIAN KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) PADA TARAF KONSENTRASI BAP DAN NAA SECARA IN VITRO Oleh : AGISTA MAHRINI (E1A209027) AKHMAD KAMAL (E1A209052) DARMA SETIA JAYA (E1A209217)

Upload: gita91

Post on 30-Dec-2014

1.200 views

Category:

Documents


125 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

PROPOSAL PENELITIAN KULTUR JARINGAN

PERBANYAKAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) PADA TARAF KONSENTRASI BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

Oleh :

AGISTA MAHRINI (E1A209027)AKHMAD KAMAL (E1A209052)

DARMA SETIA JAYA (E1A209217)

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU2013

Page 2: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu dari 10 jenis tanaman di

dunia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat dan

bahan baku industri (Atherton, 1998; Wahjono dan Koesnandar, 2002). Tanaman

ini dapat dijumpai di seluruh Indonesia dan umumnya dibudidayakan sebagai

tanaman obat keluarga sekaligus tanaman hias pot atau pekarangan.

Lidah buaya memiliki daun berwarna hijau berlapis lilin putih, berbentuk

agak runcing seperti taji dengan tepi daun bergerigi/berduri kecil. Pemanfaatan

lidah buaya sebagai bahan kosmetika dan obat tradisional telah dilakukan sejak

1400 SM, terutama untuk penyubur rambut, penghalus dan pengencang kulit, obat

anti inflamasi, anti jamur, anti bakteri dan regenerasi sel. Akhir-akhir ini diketahui

bahwa lidah buaya juga berfungsi menurunkan kadar gula darah, obat kanker dan

mengontrol tekanan darah, mengatasi stres dan kecanduan, serta merupakan

nutrisi pendukung bagi penderita HIV (Atherton, 1998; Pangabean, 2002).

Lidah buaya dikenal dengan sebutan the miracle plant (tanaman ajaib),

karena dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit (Plaskett, 2000; Sumarno,

2002).

Bahan aktif yang dikandungnya antara lain adalah aloin, glukomannan,

acemannan, aloe-emodin, aloenin, folocin, asam sinamat, yang memiliki efek

farmakologi sebagai anti radang, anti pencahar, anti diabetes, anti kanker, anti

inflamatori, dan anti bakteri. Prospek pengembangan tanaman lidah buaya sangat

cerah mengingat jenis ini telah dimanfaatkan dalam bidang kedokteran di 23

Page 3: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

negara dan tercantum dalam Daftar Tanaman Obat Prioritas WHO (Koesnandar

2002).

Multiplikasi lidah buaya biasanya dilakukan melalui pemisahan anakan,

stek batang, dan dengan teknik kultur jaringan. Akibat dari perbanyakan vegetatif

yang dilakukan secara terus menerus dalam jangka panjang tersebut, variasi

genetik lidah buaya menjadi sempit. Pemuliaan lidah buaya hampir tidak pernah

dilakukan, namun silangan alami mungkin dapat ditemukan di daerah

pembudidayaan. Untuk mengantisipasi meningkatnya kebutuhan bibit, sejalan

dengan berkembangnya industri berbahan baku lidah buaya, kiranya perlu

dikembangkan teknologi in vitro yang efisien bagi perbanyakan tanaman lidah

buaya. Teknik tersebut kelak dapat diterapkan pada varietas terpilih yang berdaya

produksi atau mengandung bahan aktif tinggi. Menurut George dan Sherrington

(1984) dan Yusnita (2003), kultur jaringan tanaman merupakan teknik

menumbuhkembangkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan atau organ

dalam kondisi aseptik secara in vitro.

Pada dasarnya langkah-langkah dalam melakukan proses kultur jaringan ada

3 tahap, yaitu :

1.      Tahap I atau disebut juga tahap persiapan eksplan

2.      Tahap II atau disebut juga tahap penggandaan.

3.     Tahap III atau disebut juga tahap penndewasaan (D.F.Wetherell,1976).

Penanaman eksplan harus dilakukan pada ruangan yang harus steril, dan

eksplan juga dalam keadaan yang steril pula.  Penanaman dapat dilakukan pada

ruangan tertutup atau ruangan penabur  dalam Laminair Air Flow (LAF). Ruangan

digunakan, setelah dilakukan sterilisasi dengan menggunakan larutan alkohol 96

Page 4: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

% pada lantai dan dinding ruangan, dan membiarkan ruangan selama 30 menit

dengan sinar UV yang menyala (Gunawan, 1992).

Kontaminasi yang terjadi pada kultur jaringan merupakan momok yang

cukup mengganggu proses kultur jaringan. Namun kontaminasi juga dapat

dicegah dengan perlakuan-perlakuan yang aseptic. Stelah dua acara praktikum

diatas dilakukan sterilisasi terhadap peralatan kultur dan media kultur, tanaman

atau eksplan yang akan ditanam juga harus dalam keadaan steril dan sehat artinya

eksplan tidak terserang penyakit ataupun terkena serangan mikroba (Gunawan,

1992).

Keberadaan kontaminan yang berasal dari spora maupun mikroba lainnya

sangat sulit dihindari termasuk juga di dalam ruang kultur. Untuk itu sterilisasi

ruangan juga perlu dilakukan tentunya dengan tujuan untuk menciptakan

lingkungan yang aseptic dan menghilangkan mikroba maupun spora penyebab

kontaminan (Gunawan, 1990).

Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan

perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur

telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan

tanaman yang dikulturkan.

Pemanfaatan lidah buaya dalam negeri hingga saat ini sangat beragam

mulai dari sebagai tanaman obat sampai industri makanan olahan. Minat

masyarakat terhadap produk-produk berbahan dasar lidah buaya cukup baik

sehingga peranan lidah buaya mendapat tempat cukup baik. Hal ini menjadi salah

satu alasan penting mengenai pentingnya perbanyakan tanaman lidah buaya. Salah

Page 5: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

satu metode perbanyakan adalah dengan kultur jaringan bagian tanaman lidah

buaya (Fathini, et al, 2012).

Dalam media kultur jaringan diperlukan penambahan zat pengatur tumbuh

untuk mendukung pertumbuhan eksplan. Salah satu zat pengatur tumbuh yang

sering digunakan adalah zat pengatur tumbuh yang berasal dari kelompok

sitokinin. Menurut Badriah et al. (1998), sitokinin berpengaruh terhadap inisiasi

tunas. Jenis sitokinin yang yang paling sering dipakai adalah 6-Benzyl Amino

Purine (BAP) karena efektivitasnya tinggi (Yusnita, 2003). Penggunaan NAA

(Napthalene Acetic Acid), salah satu jenis auksin sintetis banyak digunakan untuk

meningkatkan rasio pertumbuhan akar tanaman dalam kultur in-vitro, karena akan

mendorong pembentukan akar-akar baru pada selang konsentrasi tertentu. Dengan

pertumbuhan akar yang sehat dan kuat akan meningkatkan kemampuan tanaman

untuk bertahan hidup pada tahap aklimatisasi ke lapangan. Namun belum

diketahui konsentrasi BAP dan NAA yang sesuai yang mampu meningkatkan

pertumbuhan lidah buaya.

Meskipun pada prinsipnya semua sel dapat ditumbuhkan, sebaiknya

dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh seperti anakan atau

mata tunas. Penelitian ini bertujuan untuk mencari media yang optimal bagi

pertambahan jumlah daun dan tunas lidah buaya dengan BAP dan NAA pada

media MS.

Page 6: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat komposisi media tanam yang tepat untuk kultur jaringan

lidah buaya?

2. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara BAP dan NAA terhadap

pertumbuhan terbaik eksplan kultivar tunas pucuk lidah buaya yang ditanam

dengan teknik kultur jaringan?

3. Apakah pengaruh konsentrasi BAP dan NAA dengan kultivar tunas pucuk

lidah buaya yang terbaik terhadap pertumbuhan eksplan tunas pucuk yang

ditanam dengan teknik kultur jaringan?

Tujuan

1. Untuk mendapatkan komposisi media tanam yang tepat untuk kultur jaringan

lidah buaya.

2. Mengetahui pengaruh interaksi antara BAP dan NAA terhadap pertumbuhan

terbaik eksplan kultivar tunas pucuk lidah buaya yang ditanam dengan teknik

kultur jaringan,

3. Mengetahui pengaruh masing-masing konsentrasi BAP dan NAA dengan

kultivar tunas pucuk lidah buaya yang terbaik terhadap pertumbuhan eksplan

tunas pucuk yang ditanam dengan teknik kultur jaringan.

Hipotesis

1. Terdapat komposisi media tanam yang tepat untuk kultur jaringan lidah

buaya.

Page 7: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

2. Terdapat pengaruh interaksi antara BAP dan NAA terhadap pertumbuhan

terbaik eksplan kultivar tunas pucuk lidah buaya yang ditanam dengan teknik

kultur jaringan,

3. Terdapat pengaruh konsentrasi BAP dan NAA dengan kultivar tunas pucuk

lidah buaya yang terbaik terhadap pertumbuhan eksplan tunas pucuk yang

ditanam dengan teknik kultur jaringan.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan menjadi media bagi para pembaca untuk

mendapat beberapa manfaat, yaitu:

1. Sebagai sumber informasi bagi kalangan peneliti, akademisi, instansi,

maupun wirausaha daun sambung nyawa

2. Sebagai langkah alternatif untuk pembaca untuk memulai proyek kultur

jaringan daun sambung nyawa.

Page 8: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Lidah Buaya

Lidah buaya dikenal dengan berbagai nama, di Indonesia lidah buaya,

Inggris crocodiles tongues, di Malasyia disebut jadam karena merupakan bahan

baku pembuatan jadam, yaitu obat kunyah untuk menyehatkan badan, sedang di

spanyol dinamai salvila, di Cina disebut lu hui, dan di Perancis Portugis, Jerman

dan lain-lain disebut aloe (Sudarto, 1997).

Tanaman ini termasuk liliceae yang diduga mempunyai 4.000 jenis yang

terbagi dalam 240 marga dan 12 anak suku, penggolongan klasifikasi tanaman

dapat dilihat sebagai berikut (Sudarto, 1997).

Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Ordo : Asparagales

Famili : Asphodelaceae

Genus : Aloe

Spesies : Aloe vera L.

Lidah buaya adalah sejenis tumbuhan yang sudah dikenal sejak ribuan

tahun silam dan digunakan sebagai penyubur rambut, penyembuh luka, dan untuk

perawatan kulit. Tumbuhan ini dapat ditemukan dengan mudah di kawasan kering

Page 9: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

di Afrika. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan

tanaman lidah buaya berkembang sebagai bahan baku industri farmasi dan

kosmetika, serta sebagai bahan makanan dan minuman kesehatan (Briggs , G. B.

dan C. L. Calvin, 1987).

Secara umum, lidah buaya merupakan satu dari 10 jenis tanaman terlaris di

dunia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat dan

bahan baku industri. Berdasarkan hasil penelitian, tanaman ini kaya akan

kandungan zat-zat seperti enzim, asam amino, mineral, vitamin, polisakarida dan

komponen lain yang sangat bermanfaat bagi kesehatan (Briggs , G. B. dan C. L.

Calvin, 1987).

Selain itu, lidah buaya berkhasiat sebagai anti inflamasi, anti jamur, anti

bakteri dan membantu proses regenerasi sel. Di samping menurunkan kadar gula

dalam darah bagi penderita diabetes, mengontrol tekanan darah, menstimulasi

kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit kanker, serta dapat digunakan

sebagai nutrisi pendukung penyakit kanker, penderita HIV/AIDS (Sudarto, 1997).

Salah satu zat yang terkandung dalam lidah buaya adalah aloe emodin,

sebuah senyawa organik dari golongan antrokuinon yang mengaktivasi jenjang

sinyal insulin seperti pencerap insulin-beta dan -substrat1, fosfatidil inositol-3

kinase dan meningkatkan laju sintesis glikogen dengan menghambat glikogen

sintase kinase 3beta, sehingga sangat berguna untuk mengurangi rasio gula darah.

Di negara-negara Amerika, Australia, dan Eropa, saat ini lidah buaya juga telah

dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman kesehatan

(Briggs , G. B. dan C. L. Calvin, 1987).

Page 10: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

Aloe vera/lidah buaya mengandung semua jenis vitamin kecuali vitamin

D, mineral yang diperlukan untuk fungsi enzim, saponin yang berfungsi sebagai

anti mikroba dan 20 dari 22 jenis asam amino. Dalam penggunaannya untuk

perawatan kulit, Aloe vera dapat menghilangkan jerawat, melembabkan kulit,

detoksifikasi kulit, penghapusan bekas luka dan tanda, mengurangi peradangan

serta perbaikan dan peremajaan kulit. Dengan beragam manfaat yang terkandung

dalam lidah buaya, pemanfaatannya kurang optimal oleh masyarakat yang hanya

memanfaatkannya sebagai penyubur rambut (Sudarto, 1997).

Perbanyakan secara In Vitro

Untuk mengantisipasi meningkatnya kebutuhan bibit, sejalan dengan

berkembangnya industri berbahan baku lidah buaya, kiranya perlu dikembangkan

teknologi in vitro yang efisien bagi perbanyakan tanaman lidah buaya. Teknik

tersebut kelak dapat diterapkan pada varietas terpilih yang berdaya produksi atau

mengandung bahan aktif tinggi.

Menurut George dan Sherrington (1984) dan Yusnita (2003), kultur

jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman baik

berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Meskipun

pada prinsipnya semua sel dapat ditumbuhkan, sebaiknya dipilih bagian tanaman

yang masih muda dan mudah tumbuh seperti anakan atau mata tunas.

Dengan semakin berkembangnya usaha di bidang pertanian maka

kebutuhan bibit semakin meningkat. Melalui perbanyakan konvensional sangat

sulit untuk memenuhi kebutuhan bibit yang sangat banyak dengan waktu relatif

Page 11: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

cepat. Dengan demikian, teknologi kultur jaringan telah terbukti dapat digunakan

sebagai teknologi pilihan (Gunawan, 1995).

Menurut Sriyanti (1994), kultur jaringan adalah suatu metode untuk

mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel,

jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga

bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi

tanaman lengkap kembali. Tujuan dari  Kultur jaringan diantaranya menciptakan

tanaman baru bebas penyakit, memperbanyak tanaman yang sukar diperbanyak

secara seksual, dan menghasilkan tanaman baru sepanjang tahun.

Kultur jaringan atau biakan jaringan merupakan teknik pemeliharaan

jaringan atau bagian dari individu secara buatan (artifisial). Yang dimaksud secara

buatan adalah dilakukan di luar individu yang bersangkutan. Karena itu teknik ini

sering kali disebut kultur in vitro, sebagai lawan dari in vivo. Dikatakan in vitro

(bahasa Latin, berarti "di dalam kaca") karena jaringan dibiakkan di dalam tabung

inkubasi atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Kultur

jaringan secara teoretis dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan

maupun hewan (termasuk manusia) namun masing-masing jaringan memerlukan

komposisi media tertentu (Gunawan, 1995).

Pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur in vitro dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya: faktor genetik, media tumbuh, faktor lingkungan,

dan zat pengatur tumbuh. Menurut Wetherell (1982), zat pengatur tumbuh (ZPT)

di dalam dalam media berfungsi untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan

tanaman pada setiap tingkat pertumbuhan dan perkembangan.

Page 12: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

Di dalam tanaman terdapat fitohormon yang mendorong pertumbuhan dan

perkembangan, serta fitohormon yang menghambat. ZPT akan bekerja secara

aditif (sinergis) dengan fitohormon (pendorong) atau antagonis dengan

fitohormon yang menghambat. Resultan dari interaksi ini akan tampil dalam

pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman pada kultur jaringan tidak

dapat menghasilkan karbohidrat sendiri dalam jumlah cukup sehingga perlu

diberikan sumber energi karbon dalam media berupa sukrosa (Rahardja, 1994).

Untuk mendukung keberhasilan kultur tanaman yang akan dikulturkan

berupa jaringan muda yang sedang dalam kondisi tumbuh. Jaringan yang akan

dikuturkan biasanya berupa ujung akar, tunas atau daun muda. Jaringan yang

diambil dan ditumbuhkan melalui kultur jaringan disebut eksplan. Sejak diambil

dari tumbuhan induk sampai dengan dikulturkan, eksplan harus berada dalam

keadaan steril. Persiapan eksplan sampai penanaman dalam media buatan harus

dilakukan di dalam enkas atau laminar air flow (Rahardja, 1993).

Proses perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan terdiri atas seleksi

pohon induk (sumber eksplan), sterilisasi eksplan, inisiasi tunas, multiplikasi,

perakaran, dan aklimatisasi. Eksplan berupa mata tunas, diambil dari pohon induk

yang fisiknya sehat. Tunas tersebut selanjutnya disterilkan dengan alkohol 70%,

HgCl2 0,2%, dan Clorox 30%. Inisiasi tunas. Eksplan yang telah disterilkan di-

kulturkan dalam media kultur (MS + BAP). Setelah terbentuk tunas, tunas

tersebut disubkultur dalam media multiplikasi (MS + BAP) dan beberapa

komponen organik lainnya. Multiplikasi dilakukan secara berulang sampai

diperoleh jumlah tanaman yang dikehendaki, sesuai dengan kapasitas laborato-

rium. Setiap siklus multiplikasi berlangsung selama 2–3 bulan. Untuk biakan

Page 13: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

(tunas) yang telah responsif stater cultur, dalam periode tersebut dari 1 tunas dapat

dihasilkan 10-20 tunas baru. Setelah tunas mencapai jumlah yang diinginkan,

biakan dipindahkan (dikulturkan) pada media perakaran (Santoso, 2001).

Untuk perakaran digunakan media MS + NAA. Proses perakaran pada

umumnya berlangsung selama 1 bulan. Planlet (tunas yang telah berakar)

diaklimatisasikan sampai bibit cukup kuat untuk ditanam di lapang. Aklimatisasi.

Dapat dilakukan di rumah kaca, rumah kasa atau pesemaian, yang kondisinya

(terutama kelembaban) dapat dikendalikan. Planlet dapat ditanam dalam dua cara.

Pertama, planlet ditanam dalam polibag diameter 10 cm yang berisi media (tanah

+ pupuk kandang) yang telah disterilkan. Planlet (dalam polibag) dipelihara di

rumah kaca atau rumah kasa. Kedua, bibit ditaruh di atas bedengan yang dinaungi

dengan plastik. Lebar pesemaian 1-1,2 m, panjangnya tergantung keadaan tempat.

Dua sampai tiga minggu sebelum tanam, bedengan dipupuk dengan pupuk

kandang (4 kg/m2) dan disterilkan dengan formalin 4%. Planlet ditanam dengan

jarak 20 cm x 20 cm. Aklimatisasi berlangsung selama 2-3 bulan. Aklimatisasi

cara pertama dapat dilakukan bila lokasi pertanaman letaknya jauh dari pesemaian

dan cara kedua dilakukan bila pesemaian berada di sekitar areal pertanaman

(Santoso, 2001).

Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh dalam Kultur Jaringan

Hormon (dari kata Yunani hormaein yang berarti menguatkan) pada

khusunya dibentuk disuatu tempat, akan tetapi melaksanakan fungsinya ditempat

lain. Pada tumbuhan tidak diketahui adanya berjenis-jenis hormon seperti pada

manusi. Diantara zat-zat yang telah agak banyak diketahui ialah auksin, hetero-

Page 14: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

auksin, asam indol asetat, asam traumatat, kinin, giberelin, hidrazidamalat dan

vitamin (Dwijoseputro, 1980).

Zat tumbuh nabati, sebagai istilah kolektif untuk hormon dan pengatur zat-

zat itu pada proses fisiologi tertentu. Hal ini secara tidak langsung dinyatakan

dengan nama beberapa kelompok misalnya absisi, auksin mengatur perpanjangan

sel, sitokinin mempengaruhi sitokinesis dan florigen terlibat dalam menginduksi

pertumbuhan bunga (Loveless, 1991).

Pola perkembangan tanaman kultur jaringan dipengaruhi oleh jenis,

jumlah dan perbandingan zat-zat pengatur tumbuh yang digunakan. Zat pengatur

tumbuh auksin dan sitokinin tidak hanya menentukan tumbuhnya jaringan yang

dikulturkan, tetapi bagaimana jaringan itu tumbuh (Yusnita, 2003).

Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan pada awal kultur jaringan

adalah auksin dan sitokinin. Auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang

berfungsi untuk menginisiasi pemanjangan dan pembesaran sel (Loveless, 1991).

Salah satu golongan auksin yang paling banyak digunakan pada teknik

kultur in vitro adalah Naphthalene Acetic Acid (NAA). NAA merupakan zat

pengatur tumbuh sintetik yang mempunyai sifat lebih stabil dan tidak mudah

terurai oleh enzim yang dikeluarkan sel atau pemanasan pada proses sterilisasi

dibandingkan golongan auksin lainnya.

Zat pengatur tumbuh lain yang digunakan adalah sitokinin. Sitokinin

berfungsi untuk meregulasi pembelahan sel, memacu morfogenesis,

perkembangan kloroplas, menginduksi embriogenesis, dan organogenesis

(Yusnita, 2003).

Page 15: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

Golongan sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur in vitro adalah

kinetin, BA, zeatin dan BAP. Penggunaan BAP sering digunakan karena bersifat

tahan terhadap degradasi dan harganya lebih murah. Menurut Badriah et al.

(1998), sitokinin berpengaruh terhadap inisiasi tunas. Jenis sitokinin yang yang

paling sering dipakai adalah 6-Benzyl Amino Purine (BAP) karena efektivitasnya

tinggi (Yusnita, 2003).

Penggunaan BAP dengan konsentrasi tinggi dalam waktu yang lama

seringkali menyebabkan regeneren sulit berakar dan dapat menyebabkan

penampakan pucuk abnormal. Secara umum konsentrasi sitokinin yang digunakan

berkisar daro 0,1 – 10 mg/l (Gunawan, 1992).

Page 16: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum Kultur Jaringan ini adalah :

- Bahan eksplan berupa tunas pucuk lidah buaya kultivar kecil, tinggi 3-4 cm.

- Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan media MS adalah larutan

stok hara makro, larutan hara mikro, stok Fe.EDTA, stok Myo-Inositol, stok

vitamin, ZPT, gula/sukrosa, aquades dan agar-agar.

- Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan larutan stok hara makro

adalah aquades, KNO3, NH4NO3, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O, dan KH2PO4.

- Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan larutan stok hara mikro

campuran adalah Kl 83.0 mg, H3BO3 620.0 mg, MnSO4 H2O 1690.0,

ZnSO4.7H2O 860.0 mg, CuSO4.5H2O 2.5 mg, CoCl2.6H2O 2.5 mg, Stok

FeSO4.7H2O dan Na2 EDTA.

- Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan stok vitamin adalah Tiamin

HCl, Asam mikotinat, Piridoksin HCl, Gilisin, Mioinositol, Sukrosa, Agar.

- Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sterilisasi eksplan adalah air,

aquades steril, larutan sabun (sunlight), larutan klorox 35%, larutan klorox

20%, dan larutan alkohol 70 %.

- Spiritus

- Konsentrasi BAP 1 mg/l dan NAA 0,1 mg/l

Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum Kultur Jaringan ini adalah :

Page 17: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

- Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), digunakan sebagai tahap perlakuan

penanaman.

- Shaker (penggojok), merupakan alat penggojok yang putarannya dapat

diatur menurut kemauan kita.

- Timbangan Analitik, berfungsi sebagai alat untuk menimbang bahan-

bahan kimia yang digunakan untuk kultur jaringan.

- Erlenmeyer, berfungsi sebagai sarana menuangkan air suling maupun

untuk tempat media dan penanaman eksplan.

- Gelas Ukur, digunakan untuk menakar air suling dan bahan kimia yang

akan digunakan.

- Gelas Piala, digunakan untuk menuangkan atau mempersiapkan bahan

kimia dan air suling dalam pembuatan medium.

- Petridish, merupakan tempat pemotongan eksplan.

- Pinset dan Scalpel. Pinset digunakan untuk memegang atau mengambil

irisan eksplan atau untuk menanam eksplan, Scalpel digunakan untuk

memotong eksplan.

- Lampu Spiritus, digunakan untuk sterilisasi dissecting kit (skalpel dan

pinset) di dalam laminar air flow cabinet pada saat kita mengerjakan

penanaman.

- Lampu UV, berfungsi untuk sterilisasi fisik.

- Lampu Neon, berfungsi untuk pencahayaan bagi eksplan.

- Hot plate/magnetic stirrer atau kompor berfungsi untuk menggojok dengan

pemanas/memasak media.

Page 18: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

- Peralatan gelas (gelas ukur, erlenmeyer) atau stainless steel untuk

memanaskan dan melarutkan media.

- Autoclave, merupakan alat sterilisasi dengan tekanan uap (sterilisasi

basah).

- pH meter, berfungsi untuk mengukur pH.

- Timbangan (analitical dan bench top loading), berfungsi untuk menimbang

bahan kimia.

- Botol kultur dengan penutupnya, berfungsi sebagai tempat menanam

eksplan.

- Alat diseksi (spatula, scalpel (pinset), forcep, gunting)

- Refrigerator, berfungsi untuk menyimpan larutan kimia atau bahan kimia

- Distiling unit atau water deionizer, berfungsi untuk membuat aquades

- Oven, berfungsi untuk sterilisasi kering

- Pipet ukur, berfungsi untuk mengambil dan mengukur larutan kimia.

- Rak, berfungsi untuk tempat media dan plantlet.

Metode Penelitian

Metode percobaan yang digunakan adalah faktorial dua faktor,

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor yang digunakan

meliputi:

Konsentrasi BAP (B) yang terdiri dari 1 taraf:

b1 : BAP 1 mg/l

Konsentrasi NAA (A) yang terdiri dari 1 taraf:

a1 : NAA 0,1 mg/l

Page 19: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

Dari percobaan tersebut terdapat 1 perlakuan, dimana setiap perlakuan

diulang sebanyak 3 kali, sehingga perlakuannya terdiri dari 3 satuan percobaan.

Tiap satuan percobaan terdapat 4 botol, sehingga semuanya terdapat 12

percobaan. Pucuk tunas lidah buaya yang diperlukan sebagai eksplan adalah 12

eksplan. Perlakuan zat pengatur tumbuh BAP dan NAA pada kultur pucuk tunas

lidah buaya disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh BAP dan NAA

Konsentrasi NAA mg/l (A) Konsentrasi BAP mg/l (B)a1 = 1 b1 = 1

a1b1

Pemakaian konsentrasi NAA dan BAP yang diberikan berdasarkan pada

kombinasi perbandingan zat pengatur tumbuh golongan auksin dan sitokinin

dalam metode Mohr. Menurut Mohr dan Schoper (1978) dalam Hendaryono dan

Wijayani (1994) bahwa penggunaan dosis kombinasi sitokinin 2mg/l dan auksin 3

mg/l, serta sitokinin 3 mg/l dan uksin 2 mg/l menghasilkan pertumbuhan eksplan

akar dan tunas anggrek.

Pelaksanaan Percobaan

Tempat dan Waktu

Percobaan kultur jaringan lidah buaya dilaksanakan di Laboratorium

Kultur Jaringan, jurusan Budidaya Prtanian, Fakultas Pertanian Universitas

Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6

Minggu, yaitu mulai bulan Mei sampai Juni 2013.

Page 20: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

Persiapan

Persiapan dilakukan terutama untuk pengadaan bahan dan alat yang

digunakan. Bahan eksplan berupa tunas pucuk lidah buaya kultivar kecil, tinggi 3-

4 cm.

Pelaksanaan

Sterilisasi alat tanam dan botol kultur. Alat tanam seperti botol kultur,

cawan petri, pinset, gunting, scalpel yang akan digunakan dicuci kemudian

disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan autoclaf selama satu jam pada

tekanan 17.5 psi dan suhu 121oC. untuk cawan petri, pinset, gunting, dan pisau

scalpel sebelum di autoclaf dibungkus dahulu dengan kertas tebal.

Sterilisasi aquadest. Sterilisasi aquadest dilakukan dengan memasukkan

aquadest ke dalam erlenmeyer 250 ml , diisi sampai 100 mlkemudian sterilisasi

yang digunakan sama dengan sterilisasi alat.

Laminar air flow sebelum digunakan disterilkan dulu dengan

mengusapkan atau menyemprotkan alkohol 70% pada dinding dan lantainya,

kemudian didiamkan slama kurang lebih 30 menit.

Sterilisasi eksplan. Tunas pucuk lidah buaya dicuci bersih dengan air

mengalir, lalu direndam dalam larutan sabun (sunlight) selama 5 menit dan

direndam dalam larutan klorox 35% selama 30 menit. Selanjutnya tunas

dicelupkan dalam larutan alkohol 70% selama 2 menit, dan dalam larutan klorox

20% selama 15 menit. Pekerjaan terakhir ini dilakukan dalam laminar air flow

Page 21: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

cabinet. Setelah itu eksplan tersebut dibilas beberapa kali dengan akuades steril

agar bersih dari sisa-sisa klorox dan alkohol.

Pembuatan larutan stok

a. Bahan-bahan kimia makro nutrien ditimbang dengan neraca analitik

sebagai berikut :

-          KNO3 = 1900 mg/l x 20=38 gram

-          NH4NO3 =1650 mg/l x 20=33 gram

-          CaCl2.2H2O = 440 mg/l x 20=8,8 gram

-          MgSO4.7H2O = 370 mg/l x 20=7,4 gram

-          KH2PO4 =170 mg/l x 20=3,4 gram

Larutan makro = 1000 ml (1000/20=50 ml)

b. Bahan-bahan yang sudah ditimbang, dimasukkan ke dalam erlenmeyer

volume 1000 ml yang telah berisi 700 ml aquades.

c. Bahan-bahan tersebut dilarutkan dengan menggoyang-goyangkan

erlenmeyer.

d. Setelah semua hara makro larut, ditera dengan aquades hingga 1000 ml.

e. Masukkan ke dalam botol tempat penyimpanan larutan stok lalu ditutup

dengan aluminium foil dan diikat dengan karet, kemudian diberi label dan

tanggal pembuatan.

Pembuatan Media tumbuh. Media dasar Murashige dan Skoog (MS)

(1962), yang dilengkapi dengan gula 30 g/L, agar Gelrite 2,5 g/L serta zat

pengatur tumbuh (ZPT) BAP 1 mg/L (media inisiasi) digunakan untuk

menginduksi penggandaan tunas in vitro. Tunas yang dihasilkan digunakan

sebagai bahan eksplan. Media tersebut diatur keasamannya pada pH 5,7, diberi

Page 22: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

agar, lalu diautoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1 atm selama 15 menit,

kemudian disimpan selama 3 hari untuk mengeliminasi media yang

terkontaminasi jamur atau bakteri. Untuk menginduksi penggandaan tunas in vitro

lidah buaya, maka dicari kombinasi hormon BAP dan NAA yang optimal.

Penanaman eksplan. Tunas pucuk yang telah disterilkan dibuang daun-

daun luarnya, sehingga diperoleh pucuk tunas berukuran ± 1-2 cm. Tunas tersebut

ditumbuhkan dalam media tumbuh awal (MS + BAP 1 mg/l dan MS + NAA 0,1

mg/l), penanaman dilakukan secara aseptik di dalam laminar flow cabinet, lalu

diinkubasikan dalam ruangan bersuhu 25°C yang diberi pencahayaan dari lampu

TL selama 16 jam per hari sampai terbentuk tunas baru untuk eksplan, kemudian

tunas yang baru (dengan 2 daun) ditumbuhkan kembali pada media tumbuh.

Pengamatan

Pengamatan adalah untuk mendapatkan data secara kuantitas dan kualitas

terhadap perkembangan morfologi eksplan. Pengamatan dilakukan terhadap

jumlah daun dan jumlah tunas seminggu sekali sampai data yang diperoleh tidak

berubah lagi. Data dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Tukey

pada taraf 5%.

1. Peubah yang diamati setiap minggu pada percobaan pertama:

a. Jumlah daun, dengan cara menghitung daun yang tumbuh atau keluar.

b. Tinggi tanaman, dengan mengukur eksplan dari pangkal batang sampai

daun yang tertinggi (mm).

c. Jumlah tunas, dengan menghitung tuna syang telah tumbuh

2. Peubah yang diamati setiap minggu pada percobaan pkdua:

a. Jumlah daun, dengan cara menghitung daun yang tumbuh atau keluar.

Page 23: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

X2 =

b. Tinggi tanaman, dengan mengukur eksplan dari pangkal batang sampai

daun yang tertinggi (mm).

c. Jumlah tunas, dengan menghitung tuna syang telah tumbuh

d. Jumlah akar, dengan menghitung akar yang telah tumbuh pada tanaman.

Analisis Data

Statistik yang digunakan dalam menganalisa peubah-peubah yang diamati

adalah sebagai berikut:

1. Statistik non paramtik untuk data kualitatif (perubahan kesegaran morfologi

eksplan menggunakan uji friedman)

Keterangan:

X2 = Statistika analisis varian ranking dua arah friedman

K = 1, 2, 3, 4 ......., n (banyaknya kelompok

n = 1, 2 ,3 .........., n (banyaknya perlakuan)

Rp = Jumlah peringkat perlakuan

RA = Jumlah peringkat perlakuan A

RB = Jumlah peringkat perlakuan B (Schefler, 1997).

2. Statistik parametik untuk data kuantitatif menggunakan Model Linear Aditif

dalam Rancangan Acak Kelompok (Langai, 2002).

Keterangan:

i = 1, 2, 3, ......., a

12 n k (k + 1) [ ( ∑ Rp )2 + ( ∑ RA )2 ] + ( ∑ RB )2) – 3 n (k+1) ]

Yijk = µ + ρi + αj + (αβ)jk + εijk

Page 24: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

j = 1, 2, 3, ......., b

k = 1, 2, 3, ......., n

Yijk = Respon satuan percobaan yang menerima taraf perlakuan

konsentrasi NAA dan konsentrasi BAP ke-k pada kelompok ke – i

µ = Nilai tengah umum

ρi = Pengaruh kelompok ke –i

αj = Pengaruh konsentrasi NAA taraf ke-j

βk = Pengaruh konsentrasi BAP taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh-pengaruh interaksi konsentrasi NAA taraf ke-j dengan

konsentrasi BAP taraf ke-k

εijk = Pengaruh galat acak yang menerima perlakuan konsentrasi NAA

taraf ke-j dan konsentrasi BAP taraf ke-k pada kelompok-i

Dua kualitatif akan uji Friedman pada taraf nyata 5% dan 1%. Sedangkan

untuk data kuantitatif dilakukan analisis ragam, bila uji F berbeda nyata atau

berbeda sangat nyata, amaka analisis dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda

Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5% dan 1%.

Page 25: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

DAFTAR PUSTAKA

Atherton, P. 1998. Aloe vera-mith or medicine?. http://www.positivehealth. com/permit/articles/aloe%20vera/atherton.htm.

Briggs , G. B. dan C. L. Calvin. 1987. Indoor Plants. John Wiley and Sons. New York. 516 p.

Fathini, Nur Dannar et al. 2012. Perbanyakan Lidah Buaya (Aloe Vera) dalam Media In Vitro dengan Penambahan NAA dan BAP pada Berbagai Konsentrasi. Sumber:http://tissuecultureandorchidologi.blogspot.com/2012/03/perbanyakan-lidah-buaya-aloe-vera-dalam.html. Diakses tanggal 6 Mei 2013.

George, E.F. and P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation by Tissue Culture, Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Reading, UK.: Eastern Press.

Gunawan, L.W. 1990.  Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan.  Laboratorium Kultur Jaringan.  Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi.  IPB.  Bogor.  P.  304.

Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultr In Vitro dalam Holtikultur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Loveless, A. R. 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Hal: 364,369.

Pangabean, F.I. 2002. Lidah Buaya Sembuhkan Bermacam Penyakit Berat. http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=37868.

Plaskett, L. 2000. Aloe vera, Aloe in Alternative Medicine Practice. http://www.wholeleaf.com/aloevera/plaskett.htm.

Raharja, P.D. 1993. Kultur Jaringan: Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penebar Swadaya, Jakarta. 53 hlm.

Rahardja, P.C. 1994. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penebar Swadaya. Jakarta.

Santoso, U. Dan F. Nursandi. 2001. Kultur Jaringan Tanaman. Malang.

Sriyanti, D.P. dan A.Wijayani.  1994.  Teknik Kultur Jaringan.  Yayasan Kansius.   Yogyakarta.  Hal.  18, 54, 57, 63, 67, 69, 82-83.

Page 26: PROPOSAL KULTUR LIDAH BUAYA.doc

Sudarto, Y. 1997. Lidah Buaya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sumarno. 2002. Program Pengembangan lidah buaya di Indonesia. Pertemuan Nasional Pengembangan Lidah Buaya, Pontianak 21-22 Juni 2002. Pontianak: Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak Kalimantan Barat.

Wahjono, E. dan Koesnandar. 2002. Mengebunkan Lidah Buaya secara Intensif. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Wetherell, D.F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In vitro. Avery Publishing Group Inc., Wayne, New Jersey.

Yusnita, 2003. Kultur Jaringan : Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia Pustaka, Jakarta. 105 hlm.