proposal kp
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejaksaan tinggi (Kejati) adalah lembaga kejaksaan yang berkedudukan di
ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan provinsi.
Kejaksaan tinggi merupakan kekuasaan negara khususnya di bidang penuntutan,
dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat
dipisahkan. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan fasilitas untuk
mendukung kinerja kejaksaan tinggi, maka pemerintah provinsi Sumatera Selatan
membangun infrastruktur berupa gedung baru. Daerah yang menjadi sentra
pembangungan infrastruktur gedung Kejaksaan Tinggi adalah daerah Jakabaring
yang merupakan kawasan pengembangan di kota Palembang.
Pembangunan atau pelaksanaan suatu struktur pada umumnya melibatkan
berbagai tahap. Urutan aktual mengenai kejadian tertentu sangat bergantung pada
besar, ruang lingkup, jenis konstruksi, dan model yang dipilih untuk mengelola
suatu proyek. Pembangunan suatu konstruksi, pertama-tama sekali yang
dilaksanakan dan dikerjakan dilapangan adalah pekerjaan pondasi (struktur
bawah) baru kemudian melaksanakan pekerjaan struktur atas. Pekerjaan struktur
yang diantaranya pile cap, tie beam, pelat, balok, kolom dan shearwall mencakup
banyak pekerjaan lain, seperti pemasangan bekisting, pembesian, pengecoran
yang sangat perlu diperhatikan untuk mencapai mutu yang diinginkan.
Salah satu komponen struktur bangunan yang sangat berpengaruh dari
pembangunan suatu gedung adalah balok. Pada saat pembangunan suatu gedung,
balok harus diperhitungkan secara benar, teliti, cermat, dan tidak boleh terjadi
kekeliruan. Apabila sampai terjadi kekeliruan pada saat perhitungan dan
perencanaan, maka bangunan tersebut dikhawatirkan akan roboh karena tidak
dapat menahan beban sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, dalam
merencanakan struktur balok haruslah secara hati-hati dan teliti.
Fokus pembahasan pada laporan kerja praktek ini adalah peninjauan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi balok proyek pembangunan gedung kantor
Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan. Melalui peninjauan pelaksanaan balok
diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang pelaksanaan konstruksi balok.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dilaksanakannya kerja praktek ini adalah untuk mengetahui dan
memahami proses pelaksanaan pekerjaan dan analisa perhitungan konstruksi
balok pada proyek pembangunan gedung kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera
Selatan. Baik tahapan-tahapan pelaksanaan maupun permasalahan yang terjadi di
lapangan.
Tujuan dari kerja praktek adalah :
1. Mengetahui bentuk kondisi sebenarnya pelaksanaan proyek pembangunan
gedung kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan secara langsung,
sehingga dapat mengetahui bagaimana mengaplikasikan ilmu yang
didapat.
2. Untuk mengidentifikasi prosedur pelaksanaan pekerjaan di lapangan
khususnya pelaksanaan pekerjaan balok.
3. Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang berlangsung dalam pelaksanaan
proyek.
4. Menghitung momen lentur maksimal yang dapat ditahan pada masing-
masing balok dikonstruksi ini.
1.3 Metode Pengumpulan Data
Penulisan laporan kerja praktek ini dilakukan dengan studi literatur serta
berdasarkan pada data yang diperoleh dilapangan secara lisan maupun tulisan.
Adapun metode pengambilan data yaitu dengan cara :
1. Melakukan observasi secara langsung ke lokasi proyek pembangunan
gedung.
2. Melakukan konsultasi dan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terlibat
langsung dalam pekerjaan proyek pembangunan gedung.
3. Mempelajari kegiatan di proyek dan gambar-gambar rencana proyek yang
ada.
4. Mempelajari literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan
dibahas.
5. Membuat dokumentasi dan meminta data-data yang diperlukan dari pihak
proyek pembangunan gedung Kejati Sumatera Selatan.
1.4 Ruang Lingkup Penulisan
Pelaksanaan kerja praktek ini berlangsung selama dua bulan, yaitu akhir
bulan September sampai dengan akhir bulan November 2011, pada proyek
pembangunan Gedung Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan di Jakabaring.
Pelaksanaan pembangunan ini memakan waktu yang cukup lama, sehingga tidak
memungkinkan untuk meninjau keseluruhan dari pelaksanaan proyek tersebut.
Permasalahan yang akan dibahas dibatasi hanya mengenai pekerjaan konstruksi
balok yaitu berupa teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi balok beserta analisa
perhitungannya.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan kerja praktek ini dibagi menjadi 5 bagian,
yaitu sebagai berikut :
Bab I. Pendahuluan
Pada bab ini, dibahas mengenai latar belakang proyek pembangunan
gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan di Jakabaring disertai maksud dan
tujuan, metode pengumpulan data, ruang lingkup penulisan, dan sistematika
penulisan.
Bab II. Gambaran Umum Proyek
Pada bab ini dibahas tentang uraian umum data proyek, pihak-pihak yang
terlibat dalam proyek, struktur organisasi proyek, serta jadwal pelaksanaan
pekerjaan.
Bab III. Dasar Teori
Pada bab ini membahas mengenai landasan teori tentang topik yang akan
ditinjau pada kerja praktek yang diperoleh dari berbagai literatur
Bab IV. Tinjauan Pelaksanaan
Berisi pembahasan mengenai alat, material, dan teknik pelaksanaan
pekerjaan konstruksi balok di lapangan yang diikuti selama masa kerja praktek.
Bab V. Perhitungan dan Pembahasan
Pada bab ini terdapat pembahasan mengenai analisa perhitungan balok
Bab VI. Penutup
Pada bab ini membahas tentang kesimpulan akhir dari pelaksanaan
pekerjaan proyek yang ditinjau dan saran-saran yang disampaikan penulis.
II. GAMBARAN UMUM PROYEK
2.1 Uraian Umum Proyek
Proyek Pembangunan Gedung Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan
dapat dijelaskan dengan keadaan sebagai berikut :
Data-Data Umum Proyek
Nama Pekerjaan : Proyek Pembangunan Gedung Kantor Kejaksaaan
Tinggi Sumatera Selatan Tahap II
Lokasi Proyek : Jl. Gubernur H.A. Bastari Jakabaring Palembang
Pemilik Proyek : Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan
Nilai Kontrak : Rp. 31.535.920.000,-
Sifat Kontrak : Unit Price
Sumber Dana : APBN
Waktu Pelaksanaan : ± 180 hari (27 Juni 2011 – 23 Desember 2011)
Konsultan Pengawas : PT. Deserco Development Services
Konsultan Perencana : PT. Pandu Persada
Kontraktor Pelaksana : PT. Adhi Karya
Data-Data Teknis Proyek
Jumlah Lantai : 10 lantai
Konstruksi : Beton Bertulang
Jenis Pondasi : Tiang Pancang
Mutu Beton : K-300
Mutu Baja : BJTD-40 (fy = 400 MPa)
BJTP-24 (fy = 240 MPa)
Tebal Selimut Beton : 3 cm
Tulangan balok lantai 2 - 8
TIPE UKURAN KETERANGAN
B.1 – B1’ 450 x 900 ASIMETRIS
B.2 – B2’ 300 x 700 ASIMETRIS
B.3 – B3’ 300 x 600 ASIMETRIS
B.4 300 x 600
B.5 – B5’ 300 x 700 ASIMETRIS
B.6 – B6’ 300 x 600 ASIMETRIS
B.7 – B7’ 300 x 900 ~ 300 x 500 ASIMETRIS
B.8 – B8’ 300 x 700 ~ 300 x 500 ASIMETRIS
B.9 200 x 400
B.10 250 x 800 SPANDREL BEAM
B.11 150 x 500
B.12 450 x 900 ~ 450 x 600
Baja tulangan : D10, D16, D19
Tulangan balok lantai 8A (Aula)
TIPE UKURAN KETERANGAN
B.1 – B1’ 500 x 1000 ASIMETRIS
B.2 500 x 1000
B.3 400 x 800
B.4 – B4’ 300 x 700 ASIMETRIS
B.5 – B5’ 300 x 600 ASIMETRIS
B.6 300 x 600
B.7 300 x 600
B.8 – B8’ 300 x 600 ASIMETRIS
B.9 – B9’ 300 x 600 ASIMETRIS
B.10 250 x 800 SPANDREL BEAM
B.11 150 x 500
B.12 200 x 400
B.13 300 x 600
B.14 300 x 600
B.15 130 x 850
B.16 – B16’ 200 x 500 ~ 200 x 300 ASIMETRIS
B.17 200 x 500
Baja tulangan : D10, D16, D19
Tulangan balok lantai Ruang Mesin
TIPE UKURAN KETERANGAN
B.1 – B1’ 500 x 1000 ASIMETRIS
B.2 – B2’ 400 x 800 ASIMETRIS
B.3 – B3’ 300 x 600 ASIMETRIS
B.4 300 x 600
B.5 – B5’ 300 x 700 ASIMETRIS
B.6 300 x 600
B.7 300 x 600
B.8 – B8’ 300 x 800 ~ 300 x 500 ASIMETRIS
B.9 – B9’ 300 x 800 ~ 300 x 500 ASIMETRIS
B.10 250 x 800 SPANDREL BEAM
B.11 200 x 500
B.12 200 x 400
B.13 – B13’ 300 x 600 ASIMETRIS
B.14 300 x 600
Baja tulangan : D10, D16, D19
2.2 Syarat-syarat Pelaksanaan Kerja
Gambar-gambar perencanaan pada proyek ini dibuat oleh konsultan
perencana proyek. Setelah perencanaan selesai dikerjakan, maka dapat diketahui
berapa banyak anggaran pengeluaran yang harus dikeluarkan.
2.3. Jadwal Pelaksanaan Proyek
Jadwal pelaksanaan pekerjaan (time schedule) merupakan suatu acuan
proyek agar tidak terjadi overlapping (menumpuknya pekerjaan dalam suatu
waktu), dan juga menghindari keterlambatan pelaksanaan pekerjaan suatu proyek.
2.4. Struktur Organisasi
Organisasi proyek adalah gabungan beberapa unsur pelaksanaan pada
suatu proyek yang saling berhubungan erat dalam melakukan kegiatannya. Dalam
berbagai bidang pekerjaan, struktur organisasi merupakan suatu kelengkapan yang
amat penting, demikian halnya dengan pekerjaan yang berhubungan dengan
pembangunan suatu konstruksi.
Gambar 2.1 Struktur organisasi proyek pembangunan gedung kantor Kejaksaan
Tinggi Sumatera Selatan
2.5. Peta Lokasi Proyek
Gambar 2.2 Lokasi pelaksanaan proyek (disunting dari citra catelit)
Lokasi Proyek
III. DASAR TEORI
3.1 Pengertian Balok
Menurut Dr. Edward G. Nawy, P.E.(1998), Balok adalah elemen struktur
yang menyalurkan beban-beban tributary dari slab lantai ke kolom penyangga
yang vertikal. Pada umumnya elemen balok dicor secara monolit dengan slab, dan
secara struktural ditulangi di bagian bawah atau di bagian atas. Balok juga
berfungsi sebagai pengekang dari struktur kolom. Dalam perencanaannya, suatu
balok dapat mempunyai bermacam-macam ukuran atau dimensi sesuai dengan
jenis dan besar beban yang akan dipikul oleh balok itu sendiri. Namun dimensi
tersebut harus memiliki efisiensi tinggi agar dapat memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan sebagai standar perhitungan struktur beton di Indonesia saat ini.
Balok dapat menahan kondisi pembebanan yang rumit seperti lentur.
Kombinasi gaya tekan dan gaya tarik disebut lentur dan tegangannya tersebar
tidak merata pada potongan melintang. Elemen - elemen yang berkaitan pada
struktur dihubungkan dengan balok. Kuat hubungan struktural bertambah jika
jaraknya diperbesar. Gaya lentur bertambah jika beban pada balok berlebih
sehingga pada daerah yang bertegangan tinggi terjadi aksi sendi (balok patah dan
terdapat sendi pada titik ini).
Balok akan melentur jika terbuat dari material plastis seperti baja. Serat-
serat balok akan mudah terpisah pada titik sendi jika terbuat dari material getas
(kayu), sehingga ada kemungkinan akan roboh. Gaya lentur akan berlipat dua bila
beban pada balok dinaikan dua kali lipat. Kekuatan balok akan menjadi empat kali
dari semula bila panjang balok dinaikkan dua kali lipat.
3.1.1. Jenis-jenis balok
Balok dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk, susunan tulangannya,
dan teknik pelaksanaannya.
Berdasarkan teknik pelaksanaanya, maka perencanaan dari suatu balok
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a) Balok Persegi
Balok persegi merupakan suatu jenis balok dengan bentuk persegi pada
dua dimensi (sumbu X dan sumbu Y). Pada perencanaannya, balok ini dapat
memiliki dua jenis penulangan yaitu pertama balok dengan penulangan tunggal
dan yang kedua balok dengan penulangan rangkap. Pada suatu komposisi tertentu
balok menahan beban sedemikian hingga regangan mencapai regangan lentur
beton maksimum ( ) mencapai 0,003 sedangkan tegangan tarik baja
tulangan mencapai tegangan luluh maka penampang tersebut mencapai
keseimbangan. Kuat lentur suatu balok beton tersedia karena berlangsungnya
mekanisme tegangan-tegangan dalam yang timbul didalam balok yang pada
keadaan tertentu diwakili oleh gaya-gaya dalam. Akibat gaya tekan dalam dan
gaya tarik dalam maka membentuk kopel momen tahanan dalam dimana nilai
maksimum disebut sebagai kuat lentur. Berdasarkan bentuk empat persegi
panjang, intensitas tegangan beton tekan rata-rata ditentukan sebesar dan
dianggap bekerja pada daerah tekan dari penampang balok sebesar b dan sedalam
a, yang mana besarnya ditentukan dengan rumus:
………………………(3.1)
dimana, c = jarak serat tekan terluar ke garis netral.
= konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton.
Standar SK SNI T-03-2847-2002 menetapkan nilai diambil 0,85 untuk
MPa, berkurang 0,008 untuk setiap kenaikan 1 MPa kuat beton, dan nilai
tersebut tidak boleh kurang dari 0,65.
b) Balok T
Suatu balok yang apabila pada pelaksanaan dan perencanaannya dihitung
sebagai struktur yang monolit(menyatu) maka balok ini disebut dengan nama
balok T. Balok yang dicetak menjadi satu kesatuan dengan pelat lantai atau atap.
Pelat akan berlaku sebagai lapis sayap (flens) tekan dan balok-balok sebagai
a = β1 c
badan. Dalam hal ini, pelat berfungsi sebagai flens dari balok T juga harus
direncana dan diperhitungkan tersendiri terhadap lenturan pada arah melintang
terhadap balok-balok pendukungnya. Dengan demikian plat yang berfungsi
sebagai flens tersebut berperilaku sebagai komponen struktur yang bekerja pada
dua arah lenturan yang tegak lurus. Standar SK SNI T-03-2847-2002 pasal 10.10
memberikan pembatasan lebar flens efektif balok T sebagai berikut:
1) Lebar flens efektif sebagai bagian dari sayap balok T yang diperhitungkan
tidak lebih dari seperempat panjang bentang balok, sedangkan lebar efektif bagian
pelat yang menonjol dikedua sisi dari balok tidak lebih dari delapan kali tebal
pelat, dan juga tidak lebih besar dari setengah jarak bersih dengan balok
disebelahnya.
2) Untuk balok yang hanya mempunyai flens pada satu sisi, lebar efektif
bagian pelat yang menonjol yang diperhitungkan tidak lebih besar dari
seperduabelas panjang bentangan balok, atau enam kali tebal plat atau setengah
jarak bersih dengan balok disebelahnya.
3) Untuk balok yang khusus dibentuk sebagai balok T dengan maksud untuk
mendapatkan tambahan luas daerah tekan, ketebalan flens tidak boleh besar dari
setengah lebar badan balok, dan lebar flens total tidak boleh lebih besar dari empat
kali lebar balok.
4) Bila tulangan lentur utama pelat, yang merupakan bagian dari sayap balok
T (terkecuali untuk konstruksi pelat rusuk), dipasang sejajar dengan balok, maka
harus disediakan penulangan di sisi atas pelat yang dipasang tegak lurus terhadap
balok berdasarkan ketentuan berikut :
a. Tulangan transversal tersebut harus direncanakan untuk memikul
beban terfaktor selebar efektif pelat yang di anggap berperilaku sebagai
kantilever. Untuk balok T tunggal, seluruh lebar dan sayap yang
membentang harus diperhitungkan. Untuk balok T lainnya, hanya bagian
pelat selebar efektifnya saja yang perlu diperhitungkan.
b. Tulangan transversal harus dipasang dengan spasi tidak melebihi lima
kali tebal pelat dan juga tidak melebihi 500 mm.
Persyaratan balok T sama dengan yang diisyaratkan bagi balok persegi
dimana rasio penulangan maksimum tidak boleh lebih besar dari .
Sedangkan nilai rasio minimum ditetapkan:
………………………………(3.2)
Sesuai dengan ketentuan SK SNI T-03-2847-2002 pasal 12.5 ayat 1, rasio
penulangan aktual ditentukan dengan menggunakan lebar badan balok( ) dan
bukannya lebar flens efektif ( ).
3.1.2 Ragam Keruntuhan Balok Tanpa Penulangan Tarik Diagonal
Ragam keruntuhan balok tanpa penulangan tarik diagonal sebagai berikut :
1) Keruntuhan Lentur
Pada daerah yang mangalami keruntuhan lentur, retak terutama terjadi
pada sepertiga tengah bentang , dan tegak lurus terhadap arah tegangan utama.
Retak-retak ini diakibatkan oleh tegangan geser v yang sangat kecil dan tegangan
lentur f yang sangat dominan yang besarnya hampir mendekati tegangan utama
horizontal ft (max).
Gambar 3.1 Keruntuhan Lentur
2) Keruntuhan Tarik Diagonal
Keruntuhan ini dapat terjadi apabila kekuatan balok dalam diagonal tarik
lebih kecil daripada kekuatan lenturnya. Retak-retak mulai terjadi ditengah
bentang, berarah vertikal, yang berupa retak halus, dan diakibatkan oleh lentur.
Hal ini diikuti dengan rusaknya lekatan antara baja tulangan dengan beton di
sekitarnya, pada perletakan. Maka, tanpa adanya peringatan sebelum runtuh, dua
atau tiga retak diagonal terjadi pada jarak sekitar 1,5d sampai 2d dari muka
perletakan
Gambar 3.2 Keruntuhan Tarik Diagonal
3) Keruntuhan Tekan Geser
Balok-balok yang mengalami keruntuhan demikian mempunyai
perbandingan antara bentang geser dengan tinggi penampang a/d sebesar 1 sampai
2,5 untuk beban terpusat, dan kurang dari 5,0 untuk beban terdistribusi. Seperti
pada tarik diagonal, keruntuhan ini dimulai dengan timbulnya retak-lentur-halus
vertikal ditengah bentang kemudian diikuti dengan retak miring dan menjalar
terus menuju sumbu netral. Pada saat bertemunya retak miring ini dengan tepi
beton yang tertekan, terjadilah keruntuhan yang bersifat getas karena adanya
redistribusi regangan tadi.
Gambar 3.3 Keruntuhan Tekan Geser
3.1.3 Bentang Teoritis Balok
Pada balok berlaku pula panjang bentang teoritis l harus dianggap sama
dengan bentang bersih L ditambah dengan setengah panjang perletakan yang telah
ditetapkan. Andaikan balok dibuat menyatu dengan kolom-kolom pendukung
maka sesuai dengan SK SNI T 03-2847-2002 Pasal 10.7 ayat 2 untuk bentang
teoritis ditentukan sebagai jarak pusat ke pusat antar pendukung. Bila balok tidak
menyatu pada pendukung yang ada maka menurut SK SNI T 03-2847-2002 Pasal
10.7 ayat 1 untuk bentang teoritis harus ditentukan sebagai bentang bersih L
ditambah dengan tinggi balok.
Gambar 3.4 Bentang Teoritis Balok
3.2 Metode Perencanaan Struktur Beton Bertulang
Ada dua metode yang umum digunakan untuk perencanaan struktur beton
bertulang, yaitu Metode Beban Kerja (Working Stress Design) dan Metode
Kekuatan Batas (Ultimate Strength Design). Metode beban kerja sangat populer
pada masa lampau, yaitu sekitar awal sampai pertengahan abad 19. Penelitian
mengenai metode kekuatan batas mulai banyak dilakukan pada tahun 1950-an.
Sedangkan di Indonesia mulai diperkenalkan metode kekuatan batas pada tahun
1955 dengan peraturan atau pedoman standar yang mengatur perencanaan dan
palaksanaan bangunan beton bertulang yaitu Peraturan Beton Indonesia 1955 (PBI
1955) kemudian PBI 1971.
Pada Peraturan Beton Indonesia 1971 (PBI 1971), metode kuat batas
diperkenalkan sebagai metode alternatif (masih mengandalkan metode beban
kerja). Kemudian mulai 1991 dengan dikeluarkannya peraturan SK SNI T-15-
1991-03 tentang “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk
Bangunan Gedung” telah mengacu pada kuat batas yang merujuk pada peraturan
perencanaan struktur beton Amerika (ACI 318M-83). Pembaruan tersebut
tentunya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya mengimbangi
pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang
berkaitan dengan beton ataupun struktur beton bertulang. Sedangkan yang edisi
yang terbaru yaitu SK SNI 03-2847-2002 mengacu pada ketentuan dan
persyaratan dari Uniform Building Code (UBC 1997) untuk pedoman ketahanan
gempa, dan ACI 318-99 dan ACI 318-02 untuk mendesain dan pendetailan
struktur dengan beberapa modifikasi. Menurut Uniform Building Code (UBC
1997) beberapa perubahan sudah mencerminkan hasil observasi perilaku struktur
oleh kejadian gempa Northridge di California pada tahun 1994 dan kejadian
gempa Hyogoken-Nanbu di Kobe Jepang pada tahun 1995.
Dalam laporan ini akan digunakan metode kuat batas sebagai perencanaan
struktur beton bertulang. Karena metode kuat batas (ultimate strength design) di
peraturan SNI T-15-1991-03 dan SK SNI 03-2847-2002 sebagai metode utama
dalam perencanaan struktur beton bertulang, Sedangkan metode beban kerja
(working stress design) sebagai metode alternatif.
Pada perencanaan kuat batas (ultimite strength design). Penampang
struktur direncanakan dengan mempertimbangkan kondisi regangan in-elastis saat
mencapai kondisi batasnya (kondisi struktur yang stabil sesaat sebelum runtuh).
Beban yang menimbulkan kondisi seperti itu disebut beban batas (ultimate).
Untuk mencari beban batas untuk setiap struktur sangat variatif sekali, sehingga
dibuat kesepakatan bahwa beban batas adalah sama dengan kombinasi beban
layan dikalikan faktor beban yang ditentukan.
Dalam menentukan beban batas, aksi redistribusi momen negatif dapat
dimasukkan sebagai hasil dari aksi nonlinear yang ada antara gaya dan deformasi
penampang batang pada pembebanan maksimum, dimana pada kondisi tersebut
struktur mengalami deformasi akibat pelelehan tulangan maupun terjadi retak-
retak pada bagian beton tarik.
Beberapa alasan digunakannya metode kuat batas (ultimate strength
design) sebagai trend perencanaan struktur beton adalah:
1) Struktur beton bersifat in-elastis saat beban maksimum, sehingga teori
elastis tidak dapat secara akurat menghitung kekuatan batasnya. Untuk
struktur yang direncanakan dengan metode beban kerja (working stress
design) maka faktor beban (beban atas/beban kerja) tidak diketahui dan
dapat bervariasi dari struktur yang lainnya.
2) Faktor keamanan dalam bentuk faktor beban lebih rasional, yaitu faktor
beban rendah untuk struktur dengan pembebanan yang pasti, sedangkan
faktor beban tinggi untuk pembebanan yang fluaktif (berubah-berubah).
3) Kurva tegangan-regangan beton adalah non-linier dan tergantung dari
waktu, misal regangan rangkak (creep) akibat tegangan yang konstan
dapat beberapa kali lipat dari regangan elastis awal. Oleh karena itu nilai
rasio modulus yang digunakan dapat menyimpang dari kondisi
sebenarnya. Regangan rangkak dapat memberikan redistribusi tegangan
yang lumayan besar pada penampang struktur beton, artinya tegangan
sebenarnya yang terjadi pada struktur tersebut bisa berbeda dengan
tegangan yang diambil dalam perencanaan. Contoh, tulangan baja desak
pada kolom beton dapat mencapai leleh selama pembebanan tetap,
meskipun kondisi tersebut tidak terlihat pada saat direncanakan dengan
metode beban kerja yang memakai nilai modular ratio sebelum creep.
Metode perencanaan kuat batas tidak memerlukan rasio modulus.
4) Metode perencanaan kuat batas memanfaatkan kekuatan yang dihasilkan
dari distribusi tegangan yang lebih efisien yang memungkinkan oleh
adanya regangan in-elastis. Sebagai contoh, penggunanaan tulangan desak
pada penampang dengan tulangan ganda dapat menghasilkan momen
kapasitas yang lebih besar karena pada tulangan desaknya dapat
didayagunakan sampai mencapai tegangan leleh pada beban batasnya,
sedangkan dengan teori elastis tambahan tulangan desak tidak terlalu
terpengaruh, karena hanya dicapai tegangan yang rendah pada baja.
5) Metode perencanaan kuat batas menghasilkan penampang struktur beton
yang lebih efisien jika digunakan tulangan baja mutu tinggi dan tinggi
balok yang rendah dapat digunakan tanpa perlu tulangan desak.
6) Metode perencanaan kuat batas dapat digunakan untuk mengakses
daktilitas struktur di luar batas elastisnya. Hal tersebut penting untuk
memasukkan pengaruh redistribusi momen dalam perencanaan terhadap
beban gravitasi, perencanaan tahan gempa dan perencanaan terhadap
beban ledak (blasting).
3.3 Diagram Alir Perhitungan Balok
Berdasarkan SK SNI 03-2847-2002, perhitungan dalam mencari momen
tahanan pada balok dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Diketahui nilai b, d, d’, As, As’, f’c, fy terlebih dahulu.
2) Tentukan tinggi blok tegangan tekan a dan letak garis netral c.
3) Hitung regangan tulangan tekan dan tarik.
4) Hitung kuat momen tahanan ideal Mr
Adapun langkah-langkah perhitungan mencari momen tahanan pada balok
dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini.
Sumber : Struktur Beton Bertulang
(Istimawan Dipohusodo)
Tentukan b, h, d, d', As, As', f'c, fy
•
•
Cek regangan tulangan tekan:
•Cek regangan tulangan tarik:
•
Tulangan tarik mencapai luluhTulangan tekan mencapai luluh
Tulangan tarik mencapai luluhTulangan tekan belum luluh
Langkah-langkah:
•
•
•
•
Langkah-langkah:Hitung nilai c:
•Atau dengan rumus:
, dimana
•
•Hitung gaya-gaya tekan:
•
•
•
Berdasarkan
SK SNI T-03-2847-2002
Gambar 3.5 Diagram Alir untuk Menentukan Momen Lentur Balok
Tabel 3.1 Konstanta Perencanaan Tulangan Baja
Tabel 3.2 Luas Penampang Tulangan Baja
Diameter
Batang
(mm)
Luas Penampang (mm2)
Jumlah Batang
1 2 3 4 5 6 7 8 9
6
8
9
10
12
13
14
16
18
19
20
22
25
28
29
32
36
40
50
28,3
50,3
63,6
78,5
113,1
132,7
154,0
201,1
254,5
283,5
314,2
380,1
490,9
615,7
660,5
804,3
1017,9
1256,6
1963,5
56,6
100,6
127,2
157,0
226,2
265,4
308,0
402,2
509,0
567,0
628,4
760,2
981,8
1231,5
1321,0
1608,6
2035,8
2513,3
3927,0
84,9
150,9
190,6
235,6
339,3
398,2
462,0
603,2
763,4
850,5
942,5
1140,4
1472,6
1847,3
1981,6
2412,8
3053,6
3769,9
5890,5
113,1
201,1
254,5
314,2
452,4
630,9
616,0
804,2
957,9
1134,0
1256,6
1520,5
1963,5
2463,0
2642,1
3217,0
4071,5
5026,6
7854,0
141,4
251,4
318,1
392,7
565,5
663,7
770,0
1005,3
1272,4
1417,5
1570,8
1900,7
2454,8
3078,7
3302,6
4021,3
5089,4
6283,2
9817,5
169,6
301,6
381,6
471,2
678,6
796,4
924,0
1206,4
1526,8
1701,0
1885,0
2280,8
2945,2
3694,6
3963,2
4825,5
6107,2
7539,8
11781
197,9
351,9
445,2
549,8
791,7
929,1
1078,0
1407,4
1781,3
1984,5
2199,1
2660,9
3436,1
4310,3
4623,7
5629,8
7125,1
8796,6
13745
226,2
402,2
509,0
628,3
904,8
1061,8
1232,0
1608,5
2035,8
2268,0
2513,3
3041,0
3927,0
4926,0
5284,0
6434,0
8143,0
10053
15708
254,5
452,4
572,6
760,9
1017,9
1194,6
1386,0
1809,5
2290,2
2551,5
2827,4
3421,2
4418,1
5541,7
5944,5
7238,3
9160,9
11309
17672
Sumber: Struktur Beton Bertulang, Gramedia
IV. RENCANA TINJAUAN PELAKSANAAN
Proyek pembangunan Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan dimulai
sejak Juni 2011 sampai dengan Desember 2011. Adapun perencanaan pelaksanaan
pekerjaan konstruksi balok antara lain:
4.1. Pekerjaan persiapan pelaksanaan
4.2. Pekerjaan pelaksanaan balok
4.3. Pekerjaan pembesian balok
4.4. Pekerjaan pemasangan framework
4.5. Pekerjaan pengecoran
4.6. Pekerjaan perawatan beton
V. RENCANA PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
Rencana perhitungan balok dalam Laporan Kerja Praktek ini yaitu
menghitung momen tahanan menggunakan rumus-rumus secara manual.
Langkah-langkah perhitungan balok antara lain sebagai berikut:
1. Diketahui nilai b, d, d’, As, As’, f’c, fy terlebih dahulu.
2. Tentukan tinggi blok tegangan tekan a dan letak garis netral c.
3. Hitung regangan tulangan tekan dan tarik.
4. Hitung kuat momen tahanan ideal Mr
VI. RENCANA DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, Tri., Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004.
Ir. Sunggono KH. “ Buku Teknik Sipil”, Penerbit NOVA, Bandung, 1984.
Dipohusodo, Istimawan, Struktur Beton Bertulang, Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta,1999
Pedoman Pelaksanaan Kerja Praktek dan Tugas Akhir , Jurusan Teknik
Sipil, Fakultas teknik, Universitas Sriwijaya, 2007.
Badan Standarisasi Nasional, RSNI Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung.
Kusuma, Ir Gideon H. M. Eng, Dasar – Dasar Perencanaan Beton Bertulang,
Penerbit Erlangga, Ciracas, Jakarta, 1993