proposal islam

31
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah Nabi Muhammad wafat, para khalifah mengembangkan agama Islam keluar Jazirah Arab. Penyebaran dan perkembangan Islam berlangsung sangat cepat sehingga pada abad ke-8 M, pengaruh Islam telah meliputi seluruh kawasan Timur Tengah, Afrika Utara, dan sebagian Eropa, yakni Spanyol dan Turki. Kemudian,pada masa Khalifah Bani Umayyah, agama Islam telah berkembang sampai ke India, bahkan sampai ke Indonesia. Ketika Kerajaan Sriwijaya sedang mengembangkan kekuasaanya, sekitar abad ke-7 dan 8M, Selat Malaka sudah mulai dilalui oleh pedagang-pedagang Islam. Berdasarkan beita Cina darizaman Dinasti Tang, pada abad itu, di Sumatra dan Kanton (Guangzhou) sudah terdapat penganut Islam. Pada masa itu, sudah ada kegiatan pelayaran dan perdagangan antara Barat (Laut Tengah) dan Timur (Asia), yang dilakukan oleh Kerajaan 1

Upload: rudi-andrianto

Post on 07-Dec-2014

42 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah Nabi Muhammad wafat, para khalifah mengembangkan agama Islam

keluar Jazirah Arab. Penyebaran dan perkembangan Islam berlangsung sangat

cepat sehingga pada abad ke-8 M, pengaruh Islam telah meliputi seluruh kawasan

Timur Tengah, Afrika Utara, dan sebagian Eropa, yakni Spanyol dan Turki.

Kemudian,pada masa Khalifah Bani Umayyah, agama Islam telah berkembang

sampai ke India, bahkan sampai ke Indonesia.

Ketika Kerajaan Sriwijaya sedang mengembangkan kekuasaanya, sekitar abad ke-

7 dan 8M, Selat Malaka sudah mulai dilalui oleh pedagang-pedagang Islam.

Berdasarkan beita Cina darizaman Dinasti Tang, pada abad itu, di Sumatra dan

Kanton (Guangzhou) sudah terdapat penganut Islam. Pada masa itu, sudah ada

kegiatan pelayaran dan perdagangan antara Barat (Laut Tengah) dan Timur

(Asia), yang dilakukan oleh Kerajaan Islam Bani Ummayah dengan Kerajaan

Cina di bawah Dinasti Tang yang melalui Selat Malaka.

Ketika Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran pada abad ke-13 M,

kedudukan masyarakat Islam di pulau Sumatra, semananjung Melayu, dan pulau-

pulau disekitar Selat Malaka semakin kuat. Beberapa waktu kemudian,

masyarakat Islam sudah berperan penting dalam bidang politik. Di pesisir

Sumatra sampai Palembang, berdiri kerajaan-kerajaan Islam termasuk disekitar

Selat Malaka,sedangkan di daerah pedalaman masih masih terdapat penganut

agama Budha.berita tentang adanya Islam di Sumatra pada abad ke-13 M itu

dikemukakan oleh Marco Polo yang singgah di Sumatra pada 1292.

1

Rupanya agama Islam masuk ke Indonesia itu dengan perlahan-lahandan

bertahap, yang dimulai pada abad ke-7 dan mendapatkan bentuknya secara politik

pada abad ke-13M. adapun yang menyebarkan agama Islam itu terdiri atas

berbagai bangsa seperti Arab, Persia, dan Gujarat.

Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini.

Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada

tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu

kedatangannya. Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh

Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad

Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar. Pertama, teori

Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran

para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M. Kedua, teori Makkah.

Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para

pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di

Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya

singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M.. Melalui

Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17,

jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai Semenanjung Onin di

Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Kalau Ahli Sejarah Barat beranggapan bahwa Islam masuk di Indonesia mulai

abad 13 adalah tidak benar, HAMKA berpendapat bahwa pada tahun 625 M

sebuah naskah Tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa

Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatera (Barus). Pada saat nanti

wilayah Barus ini akan masuk ke wilayah kerajaan Sriwijaya.

Pada tahun 674M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman bin Affan,

memerintahkan mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah

Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta

Islam ini adalah raja Jay Sima ptra ratu Sima dari Kalingga masuk Islam.

Pada tahun 718M raja Sriwijaya Sri Indrawarman setelah kerusuhan Kanton juga

masuk Islam pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (Dinasti Umayyah).

2

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

a. Bagaimana proses masuknya agama Islam di Indonesia?

b. Bagaimana perwujudan akulturasi kebudayaan Indonesia dengan

kebudayaan Islam?

C. Tujuan Penelitian

Agar sebuah penelitian memiliki arah yang jelas, maka setiap penelitian tentu

harus memiliki tujuan, yakni hasil akhir yang hendak dicapai dari suatu penelitian.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji secara teliti tentang

proses masuknya agama Islam di Indonesia dan perwujudan akulturasi

kebudayaan di Indonesia dengan kebudayaan Islam.

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan tujuan penelitian dapat tercapai

sehingga dapat memberi manfaat yaitu dapat mengetahui proses masuknya agama

Islam di Indonesia dan perwujudan akulturasi kebudayaan Indonesia dengan

kebudayaan Islam.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sumber Sejarah Penyebaran Islam di Indonesia

Sumber sejarah yang menjadi bukti awal penyebaran Islam di Indonesia tidak

begitu banyak. Sumber sejarah itu berupa catatan dari para musafir dan pesan-

pesan yang termuat pada nisan.

1. Catatan Dinasti Tang

Sumber sejarah dari Cina itu memberitakan bahwa pada abad ke-7M, telah ada

pemukiman pedagang Arab di Baros, kota kecil di pantai barat laut Sumatra

Utara. Namun, belum dapat diketahui apakah penduduk asli diwilayah itu telah

memeluk agama Islam.

2. Catatan Marco Polo

Catatan itu membuktikan adanya masyarakat muslim di Perlak, pada akhir abad

ke-13M.

3. Catatan Ma-Huan

Catatan musafir Cina itu memberitakan bahwa pada awal abad ke-15M, sebagian

masyarakat kota di pantai utara Jawa telah memeluk Islam.

4. Suma Oriental dari Tome Pires

Buku musafir Portugis itu memuat catatan lengkap penyebaran agama islam di

Sumatra, Kalimantan, Jawa, sampai Maluku, sekitar abad ke-16 M.

5. Tulisan pada nisan di Leran, Gresik

4

Tulisan berhuruf Arab itu memberitakan wafatnya seorang wanita muslim

bernama Fatimah binti Maimun, sekitar abad ke-11 M.

6. Pemakaman Muslim kuno di Troloyo dan Trowulan

Pemakaman dekat Mojokerto itu membuktikan adanya bangsawan Majapahit

yang sudah memeluk Islam, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.

B. Penyebaran Islam di Indonesia

Masuknya Islam di Indonesia ke berbagai daerah di Indonesia, tidaklah sekaligus,

melainkan secara bertahap. Faktor transportasi, komunikasi, politik, dan latar

belakang sosial masyarakat setempat menentukan proses Islamisasi di daerah-

daerah Nusantara. Pada mulanya Islam berkembang di daerah pesisir, sedangkan

daerah-daerah pedalaman masih menganut paham lama. Dalam buku “Suma

Oriental”, Tome’ Pires menyebutkan bahwa pada abad 16 Islam telah menyebar di

bagian pesisir Sumatra Utara dan Timur, yakni dari Aceh sampai Palembang.

Dalam abad 14 di Sumatra telah terbentuk kerajaan Islam, yaitu Samudra Pasai.

Dari Samudra Pasai, Islam kemudian berkembang ke Malaka. Dari Malaka Islam

disebarkan ke Pulau Jawa. Masyarakat muslim di Jawa Timur diduga terbentuk

pada masa puncak kebesaran kerajaan Majapahit. Disaat Majapahit mengalami

kemunduran, muncul kota Tuban, Gresik, dan Demak sebagai pusat penyebaran

agama Islam, yang pengaruhnya meluas sampai ke Maluku. Dari Demak Islam

meluas ke daerah pesisir utara Jawa Barat (Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon).

Di Pulau Jawa dikenal adanya Wali Sembilan (Wali Songo) yang merupakan

tokoh-tokoh ulama penyebar agama Islam. Mereka adalah ahli agama yang dekat

kepada Allah, mempunyai tenaga gaib, kekuatan batin, dan menguasai ilmu yang

tinggi. Kesembilan wali itu masing-masing diberi gelar Sunan, yaitu Sunan

Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Djarat, Sunan Kalijaga, Sunan

Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria dan SyekhSiti Jenar (Syekh Lemah Abang).

Pemberian gelar itu di dasarkan pada tempat mereka dimakamkan, seperti

Gunungjati di Cirebon, Drajat di dekat Tuban, Giri di dekat Gresik, dan

5

sebagainya. Salah satu dari kesembilan wali itu, yakni Syekh Siti Jenar

mengalami nasib yang buruk yakni dihukum mati oleh keputusan dewan wali,

karena dianggap menyiarkan ajaran yang sesat.

Penyebaran Islam ke daerah Maluku berhubungan dengan kegiatan perdagangan

antara Malaka, Jawa, dan Maluku. Islam masuk ke Maluku sekitar abad ke-13.

Menurut sumber tradisi, penyebaran Islam di Maluku dilakukan oleh Maulana

Husayn pada masa pemerintahan Marhum di Ternate. Menurut “Hikayat Tanah

Hitu” disebutkan bahwa raja pertama yang memeluk agama Islam di Maluku

adalah Zainal Abidin (1486-1500). Konon ia belajar agama Islam di pesantren

Giri. Berbeda dengan di Jawa proses Islamisasi di Maluku diwarnai oleh

persaingan di antara raja-raja muslim seperti Ternate dan Tidore. Dari Maluku

Islam kemudian menyebar ke Irian dan sekitarnya.

Penyebaran Islam di Kalimantan Selatan diketahui dari Hikayat Banjar. Proses

Islamisasinya ditandai oleh terjadinya perpecahan dikalangan Istana, antara

Pangeran Tumenggung dengan Raden Samudera. Pangeran Tumenggung adalah

Raja Dipa dan Daha bercorak Hindu. Untuk menaklukkan Pangeran Tumenggung,

Raden Samudera meminta bantuan Demak dengan perjanjian bersedia masuk

Islam. Atas bantuan Demak, maka Pangeran Tumenggung dapat dikalahkan.Sejak

itu, kerajaan Banjar bercorak Islam dan Rajanya Raden Samudera bergelar Sultan

Suryanullah. Menurut Hikayat Kutai bahwa proses Islamisasi di Kalimantan

Timur berlangsung damai. Disebutkan bahwa penyebar Islam di Kutai adalah

Tuan ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan pada masa pemerintahan Raja

Mahkota. Raja Mahkota masuk Islam karena merasa kalah kesaktiannya.

Menurut Hikayat Gowa-Tallo dan Wajo bahwa penyebaran Islam di Sulawesi

berjalan secara damai. Penyebaran Islam adalah Dato’ ri Bandang dan Dato’

Sulaeman. Kerajaan Islam Gowa kemudian menaklukkan Kerajaan Soppeng,

Wajo, dan Bone yang raja-raja secara resmi memeluk agama Islam pada tahun

1611.

Sebenarnya proses Islamisasi di Indonesia berjalan secara damai, yakni melalui

dakwah, perkawinan, tasawuf, dan kesenian. Sedangkan secara politik dan

6

kekerasan, bukan semata-mata masalah agama, melainkan didorong oleh

kepentingan ekonomi dan kekuasaan semata-mata.

Sanggahan Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui Pedagang Gujarat

Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui pedagang Gujarat adalah tidaklah

benar, apabila benar maka tentunya Islam yang akan berkembang kebanyakan di

Indonesia adalah aliran Syiah karena Gujarat pada masa itu beraliran Syiah, akan

tetapi kenyataan Islam di Indonesia didominasi Mazhab Safi'i.

Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya Islam di masa awal dengan bukti

Tarikh Nisan Fatimah binti Maimun (1082M) di Gresik.

C. Proses Persebaran Pengaruh Islam di Indonesia

Persebaran pengaruh Islam di Indonesia pada awalnya berlangsung lambat, dan

meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia, kecuali sejumlah kawasan di

Indonesia bagian timur.

Berdasarkan sumber-sumber sejarah, baik berupa tulisan maupun peninggalan

fisik, proses persebaran pengaruh Islam di Indonesia diperkirakan sebagai berikut.

Para pedagang muslim mancanegara mendirikan pemukiman semi permanen

di sejumlah bandar penting Indonesia. Mereka mendirikan masjid untuk

keperluan kegiatan keagamaan. Saat berinteraksi dengan penduduk pribumi,

mereka mengenal ajaran dan nilai-nilai Islam.

Pengenalan ajaran dan nilai Islam belum memperoleh tanggapan saat

pengaruh kerajaan Hindu-Budha masih kuat. Meskipun demikian, para

pedagang tetap aktif berdakwah, bahkan melibatkan mubalig dari negeri asal

mereka. Upaya itu menunjukkan hasil ketika pengaruh kerajaan Hindu-Budha

mulai surut. Sejumlah pemukiman muslim yang permanen bermunculan di

sejumlah Bandar penting seperti di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Maluku.

Berkembangnya pemukiman muslim di pusat-pusat perdagangan menjadikan

masyarakat muslim sebagai kekuatan ekonomi. Para pedagang muslim

pribumi terlibat aktif dalam kegiatan perdagangan mancanegara. Namun

7

kekuatan ekonomi belum beralih menjadi kekuatan politik selama kerajaan

Hindu-Budha masih berpengaruh.

Kekuatan ekonomi itu beralih menjadi kekuatan politik saat penguasa pribumi

di bandar-bandar dagang menjadi muslim. Kondisi itu dipercepat dengan

mundurnya pengaruh kerajaan Hindu-Budha. Puncak dari kekuatan politik

Islam adalah munculnya sejumlah kerajaan Islam di Indonesia.

a. Penyebaran Pengaruh Islam di Indonesia

Proses persebaran Islam di Indonesia berjaln dengan lancar. Hal itu terbukti dari

wilayah persebarannya yang luas. Penyebabnya antara lain seabagai berikut.

Syarat-syarat masuk agama Islam sangat mudah. Seseorang telah dianggap

masuk Islam bila ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat, yang berisi

pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah

utusan Allah.

Upacara-upacara dalam Agama Islam sangat sederhana bila dibandingkan

dengan agama Hindu dan Budha.

Agama Islam tidak mengenal sistem kasta dan menganggap semua manusia

mempunyai kedudukan yang sama dihadapan Allah.

Agama Islam yang menyebar di Indonesia disesuaikan dengan adat dan

tradisi bangsa Indonesia, dan dalam penyebarannya dilakukan dengan damai

tanpa kekerasan.

Faktor politik ikut memperlancar penyebaran agama Islam di Indonesia, yaitu

keruntuhan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit sebagai kerajaan Budha dan

Hindu di Indonesia.

b. Cara Penyebaran Islam di Indonesia

1. Cara Perdagangan

Perdagangan memegang peran utama, karena Islam mulai diperkenalkan melalui

sejumlah bandar penting. Perdagangan itu pula yang memungkinkan persebaran

pengaruh Islam yang luas di Indonesia, berawal dari pesisir lalu kepedalaman.

8

Pengenalan nilai dan ajaran Islam oleh pedagang muslim mancanegara

dimungkinkan dengan kesempatan menetap cukup lama di bandar-bandar

Indonesia, sambil menunggu pergantian musim. Selain itu, juga dengan sikap

terbuka masyarakat Indonesia terhadap hal-hal baru yang positif. Itulah sebabnya,

pedagang muslim mancanegara diperkenankan mendirikan pemukiman beserta

tempat ibadah.

Yang penting dicatat, kepada bandar-bandar penting disekitar Selat Malaka

mengundang para mubalig dari Arab, Persia, dan India untuk mengenalkan nilai

dan ajaran Islam sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.

2. Cara Perkawinan

Bagi masyarakat setempat, pedagang muslim mancanegara dianggap sebagai

kalangan terpandang, baik kekayaan maupun pengetahuannya. Kedudukan itu

menarik kalangan penguasa pribumi (bangsawan) untuk menikahkan anak

gadisnya dengan para pedagang itu. Sebelum menikah, sang gadis menjadi

muslim terlebih dahulu. Perkawinan dapat pula terjadi antara wanita muslim

dengan kalangan pribumi.

Kedua bentuk perkawinan tersebut membentuk keluarga muslim, kemudian

berkembang menjadi perkampungan muslim. Lalu lebih luas lagi menjadi

masyarakat muslim, dan terbentuklah kerajaan Islam.

Perkawinan secara muslim dikalangan terpandang memperlancar penyebaran

pengaruh Islam. Misalnya, perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan

Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawungaten, dan Brawijaya

dengan Puteri Jeumpa yang menurunkan Raden Patah.

3. Cara Pendidikan

Pengenalan dan penyebaran ajaran serta nilai-nilai Islam melalui pendidikan

dilakukan setelah masyrakat muslim pribumi terbentuk. Pendidikan

diselenggarakan oleh para guru agama, kiai, dan ulama. Mereka mendirikan

pondok-pondok pesantren untuk mendidik para santri.

9

Oleh karena terbuka oleh siapapun, banyak anak-anak dan remaja dari berbagai

kalangan tertarik menjadi santri. Setelah selesai, mereka kembali ke kampung

halaman masing-masing, juga pergi ke tempat lain. Disana para santri berdakwah

mengajarkan Islam. Tindakan seperti itu turut memperluas pengaruh Islam ke

berbagai penjuru Indonesia.

Tokoh Islam Indonesia yang mendirikan pesantren antara lain Raden Rahmat di

Ampel, dekat Surabaya dan Raden Paku di Giri. Beberapa lulusan Giri diundang

ke Maluku untuk mengajarkan Islam disana.

4. Cara Politik

Penyebaran Islam secara politik dilakukan oleh para penguasa, baik dalam lingkup

kecil maupun besar. Mereka mempunyai pengaruh dan berwibawa (disegani), dan

menjadi panutan rakyat. Itulah sebabnya, tindakan penguasa masuk Islam segera

diikuti oleh rakyatnya. Akibatnya, seluas pengaruh politik sang penguasa,

semakin luas pula penyebaran pengaruh Islam.

Penyebaran Islam secara politik juga dilakukan sejalan dengan perkembangan

kerajaan-kerajaan Islam. Dalam rangka memperluas pengaruh, kerajaan

memerangi kerajaan non-Islam. Misalnya, Demak menyerang Majapahit dan

Banten menyerang Pajajaran. Kemenangan kerajaan Islam kemudian menarik

penduduk kerajaan non-Islam itu untuk menjadi muslim.

5. Cara Kesenian

Pertunjukan wayang merupakan salah satu sarana kesenian yang digunakan untuk

menyebarkan Islam. Tokoh termashur yang mahir mementaskan wayang adalah

Sunan Kalijaga. Kisah yang dipentaskan dikutip dari Mahabharata ataupun

Ramayana. Namun selama pementasan, disisipkan ajaran dan nilai-nilai Islam.

Selesai pertunjukan, “sang dalang” tidak meminta upah melainkan mengajak para

penonton mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat.

D. Perwujudan Akulturasi Kebudayaan Indonesia dengan Kebudayaan

Islam

10

Berkembangnya agama dan kebudayaan Islam membawa banyak perubahan

terhadap corak kehidupan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Masuknya budaya

Islam tidak menyebabkan hilangnya kebudayaan asli pra-Islam, tetapi justru

memperkaya keanekaragaman budaya bangsa Indonesia. Unsur-unsur asli

kebudayaan Indonesia, pengaruh budaya Hindu-Budha, dan budaya Islam berpadu

menjadi kebudyaan baru, yaitu kebudayaan bangsa Indonesia. Kebudayaan asli,

pengaruh Hindu-Budha yang baik terus dipertahankan dan dikembangkan sesuai

dengan pola budaya Islam dalam wujud akulturasi kebudayaan. Perwujudan

akulturasi kebudayaan itu terlihat dari berbagai aspek kehidupan, seperti dalam

seni bangunan, seni rupa aksara dan seni sastra, sistem pemerintahan, sistem

kalender, pandangan hidup, dan nilai-nilai tradisional lainnya

1. Seni Bangunan

Dalam seni bangunan, akulturasi tampak terutama dalam bentuk bangunan mesjid,

keraton, makam. Mesjid arti sebenarnya adalah tempat sujud, yaitu tempat orang

Islam melakukan shalat menyembah Allah. Masjid selalu menghadap ke arah

kiblat. Mesjid yang besar disebut Masjid Jami’ dan yang lebih kecil disebut

langgar atau mushola. Bangunan mesjid ini berbentuk segi empat dengan serambi

di depannya.

Mesjid di Indonesia mempunyai ciri khas Indonesia, yakni atapnya berundak-

undak (bertingkat) yang merupakan prototipe seni bangunan zaman sebelum

Islam dan sebelum adanya pengaruh Hindu-Budha. Ciri yang kedua adalah adanya

menara, dan yang ketiga adalah letaknya selalu di sebelah barat alun-alun dan

tidak jauh dari pusat kota.

Halaman mesjid sering digunakan untuk menempatkan makam. Untuk makam-

makam yang keramat biasanya didirikan rumah tersendiri, disebut cangkub

(kubba). Bahkan, dalam kukusan mesjid/makam (kelompok makam) diberi

tembok dengan gapura sebagai penghubung. Gapura-gapura itu berlanggam seni

zaman kuno, yaitu ada yang berbentuk kori agung (beratap dan barpintu) atau

berbentuk candi bentar (tanpa atap dan pintu).

11

Di samping unsur-unsur zaman kuno terdapat pula unsur-unsur zaman madya,

unsur daerah, unsur asing, yang semua itu memberi bentuk pada mesjid-mesjid di

Indonesia. Unsur-unsur budaya itu, memberi corak yang merupakan tambahan

pada bagian-bagiannya. Di Minangkabau, misalnya, bentuk rumah gadang yang

menambah indahnya, yakni tatap yang tumpang tindih. Mesjid Sumenep

memperlihatkan pengaruh Inggris, Mesjid Agung Palembang (menaranya)

memperlihatkan seni bangunan cina, dan Mesjid Kebon Jeruk Jakarta

memperlihatkan seni bangunan Belanda, dan sebagainya. Tidak berbeda halnya

dengan candi, makam Islam untuknya menyerupai perumahan tempat kediaman

terakhir yang abadi, terutama sekali makam para raja sering dibuat layaknya

istana.

2. Seni Rupa

Dalam agama Islam ada larangan melukis suatu makhluk hidup apalagi manusia

(menurut hadis). Karena itu, seni rupa dan seni pahat (patung) pada zaman madya

(Islam pertama kali masuk) yang dalam zaman kuno sangat maju menjadi

mundur. Namun, dalam berkembangannya timbul kembali seni patung, pada

zaman Islam kepandaian pahat-memahat jadi terbatas pada seni ukir saja.,

Dalam seni hias pola-polanya meniru zaman kuno, seperti daun-daunan, bunga-

bungaan, bukit-bukit karang, pemandangan, dan garis-garis geometri, kepala

kijang, ular naga, dan sebagainya. Dengan datang Islam, maka ada tambahan satu

pola lagi, yaitu pola huruf arab. Dalam perkembanganya, ukir-ukiran yang

tampak, baik dalam bangunan masjid, nisan-nisan, gapura, atau dinding-dinding

tembok banyak yang berpolakan huruf Arab dan pola-pola pra-Islam. Hal yang

menarik perhatian adalah banyaknya warna emas dan merah yang digunakan

dalam seni rupa/ hias.

3. Aksara dan Seni Sastra

Sebelum Islam masuk, aksara Indonesia diwarnai pengaruh huruf Pallawa dari

India, misalnya aksara Kawi (Jawa Kuno). Setelah Islam masuk, berkembanglah

huruf Arab dan bahasa Arab. Dengan adanya bahasa Arab, banyak hasil sastra

kuno yang disadur atau diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Gubahan-gubahan

12

baru dari kisah Mahabharata, Ramayana, dan Pancatantra menjadi Hikayat

Pandawa Lima, Hikayat Perang Pandaawa Jaya, Hikayat Sri Rama, Hikayat

Panjatanderan, dan sebagainya. Demikian halnya cerita panji dalam zaman kuno,

maka pada zaman Islam di daerah Melayu dikenal Syair Ken Tambunan, Syair

Panji Sumirang, Cerita Wayang Kinudang, Hikayat Panji Kuda Semirang,

Hikayat Panji Wila Kusuma, dan sebagainya. Adanya istilah syair dan hikayat

jelas sekali adanya pengaruh Islam, sebab istilah ini sebelumnya tidak dikenal.

Salah satu karya sastra yang mencerminkan Islam adalah Suluk, yaitu kitab-kitab

yang menjelaskan soal-soal tasawuf. Beberapa contoh kitab Suluk, diantaranya

sebagai berikut:

a. Suluk Sukarsa, yang isinya menceritakan ki Sukarsa mencari ilmu sejati untuk

mendapatkan kesempurnaan.

b. Suluk Wujil, yang isinya berupa wejangan-wejangan Sunan Bonang kepada

Wujil, seorang kerdil bekas abdi raja Majapahit.

c. Suluk Malang Sumirang, yang isinya mengagungkan orang yang telah

mencapai kesmpurnaan.

Beberapa contoh Syair, yaitu sebagai berikut:

a. Syair Perahu, yang isinya mengibaratkan manusia seperti perahu,

mengarungi dzat Tuhan, dengan menghadapi segala macam rintangan dan

marabahaya, dapat diatasi dengan tauhid dan ma’rifat.

b. Syair si Burung Pingai, yang isinya menggambarkan manusia seperti seekor

burung (dzat Tuhan).

Beberapa contoh hikayat, yaitu sebagai berikut:

Hikayat Amir Hamzah,

Hikayat Bahtiar,

Hikayat si Miskin,

Hikayat Hang Tuah,

Hikayat Jauhar Manikan,

Hikayat Raja-Raja Pasai, dan

13

Hikayat Hasanuddin.

4. Sistem Pemerintahan

Masuknya agama dan budaya Islam juga mempengaruhi terhadap sistem

pemerintahan. Sebelum Islam masuk, corak pemerintahan dipengaruhi budaya

Hindu dan Budha. Pada zaman kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha, struktur

pemerintahan dan nama-nama jabatan dipengaruhi budaya India. Kita mengenal

adanya istilah Maharaja, Yuwaraja, Rakryan Mahamantri, Dharma dhyaksa,

Senapati, dan sebagainya. Masuknya Islam maka nama-nama jabatan tadi

berubah, disesuaikan dengan pola budaya Islam. Misalnya, jabatan raja berubah

menjadi Sultan. Kedudukan raja pada masa Islam tidak lagi bersifat turun-

temurun, tetapi sudah lebih bersifat demokratis. Kedudukan Sultan pada zaman

Islam tidak diperoleh dengan cara kekerasan, tetapi berkat kelebihannya sehingga

dipilih dan diangkat oleh rakyatnya.

5. Sistem Kalender

Sebelum Islam masuk, kita mengenal penggunaan kalender Masehi atau tahun

Saka (pengaruh budaya India). Setelah masuknya budaya Islam kita mengenal

adanya penanggalan Hijriyah, berdasarkan peredaran bulan. Ketika itu, mereka

telah tahu nama-nama bulan, seperti Muharram, Syafar, Rabiulawal, Rabiulakhir,

Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab,Sya’ban, Ramadhan, Syawal Zulkaidah, dan

Zulhijah. Di Indonesia perintis pembuatan kalender Islam adalah Sultan Agung

dari Mataram Baru. Dalam perkembangannya, kini kita mengenal adanya sistem

kalender yang merupakan penggabungan dari penanggalan Masehi, Saka, dan

Hijrah.

6. Filsafat dan Pandangan Hidup

Akulturasi budaya Islam dan pra-Islam terwujud pula dalam filsafat hidup bangsa

Indonesia. Secara praktisnya, yaitu berfilsafat, berpikir untuk mencari kebenaran

14

yang hakiki. Menurut falsafah hidup masyarakat Budha, misalnya, bahwa hidup

ini adalah samsara (sengsara) akibat manusia mengikuti nafsu ingin menguasai

duniawi. Masyarakat Islam berpendapat bahwa hidup pada hakikatnya adalah

beribadah (mengabdi kepada Allah). Orang Hindu-Budha untuk mencapai

ketenangan dan kesempurnaan hidup berusaha dengan cara bersemedi, meditasi,

atau yoga. Orang Islam dengan cara bertasauf, yaitu hidup mengikuti ketentuan

ajaran agama Islam yang sebenar-benarnya. Akulturasi budaya Islam dan pra-

Islam itu kini terwujud dalam bentuk falsafah hidup bangsa Indonesia, yakni

Pancasila sebagai substansi(isi) nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia.

15

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Yang Digunakan

Metode adalah cara atau jalan yang digunakan peneliti untuk menyelesaikan suatu

permasalahan di dalam suatu kegiatan penelitian. Metode yang berhubungan

dengan ilmiah adalah menyangkut masalah cara kerja, yakni cara kerja untuk

dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. (Husin

Sayuti,1989:32)

Metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh pemecahan

terhadap suatu permasalahan. Oleh karenanya, metode penelitian sangat

dibutuhkan dalam memecahkan suatu masalah yang turut menentukan

keberhasilan suatu penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Metode Historis. Adapun yang dimaksud dengan Metode Historis adalah:

Suatu metode yang sistematis untuk memberikan bantuan secara efektif dalam

usaha untuk mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarawan dengan menilai secara

kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesa dari hasilnya, biasanya dalam

bentuk tulisan.(Nugroho Notosusanto,1984:10-11)

Sedangkan menurut Abdurrahman Surjomimihardjo, Metode Historis adalah suatu

proses yang telah dilaksanakan oleh sejarawan dalam usaha mencari,

mengumpulkan, menguji, memilih, memisahkan dan kemudian menyajikan fakta

sejarah serta tafsirannya dalam susunan yang teratur.(Abdurrahman

Surjomihardjo, 1979:133)

Dengan demikian metode historis adalah suatu prinsip dan aturan yang sistematis,

yang digunakan oleh para sejarawan dalam rangka suatu penulisan sejarah.

16

Tujuan dari penelitian dengan metode historis adalah membuat rekonstruksi masa

lampau secara objektif dan sistematis drengan cara mengumpulkan,

memverifikasikan, mensitesakan bukti-bukti untuk memperoleh hasil serta

penafsiran yang baik. Dalam penelitian historis, validitas dan reabilitas hasil yang

dicapai sangat ditentukan oleh sifat data yang ditentukan pula oleh sumber

datanya. Sifat data historis tersebut diklasifikasikan dalam dua jenis data, yaitu

data primer dan data sekunder. Adapun data primer adalah data autentik yaitu data

yang langsung dari tangan pertama tentang masalah yang diungkapkan atau data

asli. Sedangkan data sekunder adalah data yang mengutip dari sumber lain

sehingga tidak bersifat autentik karena sudah diperoleh dari tangan kedua, ketiga

dan selanjutnya, atau data tidak asli. (Budi Koestoro dan Basrowi, 2006:122)

Adapun langkah-langkah dalam penelitian historis,yaitu:

1. Heuristik, adalah proses mencari untuk menemukan sumber sejarah.

2. Kritik, yaitu menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah itu asli, baik isi maupun

bentuknya.

3. Interpretasi, yaitu setelah memperoleh fakta yang diperlukan maka harus

merangkaikan fakta-fakta itu menjadi keseluruhan yang masuk akal.

4. Historiografi, yaitu kegiatan penulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian.

(Nugroho Notosusanto, 1984:12)

Heuristik, adalah proses mencari untuk menemukan sumber-sumber sejarah.

Proses yang dilakukan penulis dalam heuristik adalah mencari sumber-sumber

sejarah yang sesuai dengan tema penulisan, dan juga mencari sumber-sumber data

dan fakta yang berasal dari pustaka yang dapat dijadikan literatur penulisan.

Kritik, adalah menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah itu asli atau palsu dan

apakah dapat digunakan atau sesuai dengan tema penelitian. Proses ini dilakukan

penulis dengan memilah-milah dan menyesuaikan data yang penulis dapatkan dari

heuristik dengan tema yang akan penulis kaji, dan arsip atau data yang diperoleh

penulis telah diketahui keasliannya.

Interpretasi,adalah kegiatan setelah memperoleh fakta yang diperlukan maka

harus merangkaikan fakta-fakta itu menjadi keseluruhan yang masuk akal. Pada

17

bagian ini setelah mendapat fakta-fakta yang diperlukan maka kita merangkaikan

fakta-fakta itu menjadi keseluruhan yang masuk akal, dalam hal ini penulis

berupaya untuk menganalisis data dan fakta yang telah diperoleh dan dipilah yang

sesuai dengan kajian penulis.

Historiografi, adalah suatu kegiatan penulisan dalam bentuk laporan hasil

penelitian. Dalam hal ini penulis membuat laporan hasil penelitian berupa

penulisan proposal dari apa yang didapatkan penulis saat heuristik, kritik, dan

interpretasi. Penulisan proposal disusun berdasarkan metode karya ilmiah yang

diberikan oleh dosen pembimbing yang berlaku di STKIP-PGRI Bandar

Lampung.

B. Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik dalam pengumpulan data ini diartikan sebagai metode atau cara peneliti

dalam mengumpulkan data-data atau sumber-sumber informasi untuk

mendapatkan data yang valid sesuai dengan tema penelitian ini, dengan demikian

peneliti perlu menggunakan beberapa metode dalam mengumpulkan sumber-

sumber bahan antara lain melalui:

Tekhnik Kepustakaan

Yang dimaksud tekhnik kepustakaan adalah suatu cara untuk mendapatkan

informasi secara lengkap serta untuk menentukan tindakan yang akan diambil

sebagai langkah penting dalam kegiatan ilmiah. (Joko Subagyo, 1997:109)

Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa

Tekhnik kepustakaan merupakan cara mengumpulkan data dan informasi dengan

bantuan bermacam-macam material yang terdapat diruang perpustakaan, misalnya

dalam bentuk majalah atau koran, naskah, catatan-catatan, kisah sejarah, dokumen

dan lain sebagainya yang relevan dengan penelitian. (Koentjaraningrat, 1983;81)

Sementara itu tekhnik kepustakaan juga dapat diartikan sebagai studi penelitian

yang dilaksanakan dengan cara mendapatkan sumber-sumber data yang diperoleh

18

dari perpustakaan yaitu melalui buku-buku literatur yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti. (Hadari Nawawi, 1996:133)

Jadi tekhnik kepustakaan ini peneliti berusaha untuk melakukan penelitian dengan

mempelajari buku-buku literatur sehingga peneliti memperoleh data-data serta

informasi dengan bantuan material berupa naskah, catatan-catatan, kisah sejarah,

dan ensiklopedia yang relevan.

C. Tekhnik Analisis Data

Setelah data penelitian diperoleh maka langkah peneliti selanjutnya adalah

mengolah dan menganalisis data untuk diinterpretasikan dalam menjawab

permasalahan penelitian yang telah di ajukan. Karena penelitian ini adalah

penelitian kualitatif maka data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data

kualitatif, dengan demikian tekhnik analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah tekhnik analisis data kualitatif, yang berupa fenomena-fenomena dan

kasus-kasus dalam bentuk laporan dan karangan sejarawan, sehingga memerlukan

pemikiran yang diteliti dalam menyelesaikan masalah penelitian.

Adapun definisi penelitian kualitatif adalah data yang berupa informasi, uraian

dalam bentuk bahasa prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk

mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya, sehingga

memperoleh gambaran baru ataupun memuatkan suatu gambaran yang sudah ada

dan sebaliknya. (Joko Subagyo. 1997:106)

Dalam sebuah penelitian, analisis data merupakan hal yang sangat penting, karena

data yang sudah diperoleh akan lebih memiliki arti bila telah dianalisis.

Kecermatan dalam memilih tekhnik analisis dalam sebuah penelitian sangat

diperlukan. Takhnik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tekhnik

analisis data deskriptif kualitatif karena data yang didapatkan tidak berupa angka-

angka, akan tetapi data berupa fenomena-fenomena dan kasus-kasus dalam bentuk

laporan dan karangan sehingga harus dideskripsikan untuk memperoleh suatu

kesimpulan.

19

Pada prinsipnya analisis dan kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses

pengumpulan data. Analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan, dalam

menganalisis data-data tersebut.

Tahapan-tahapan dalam proses analisis data kualitatif meliputi:

1. Reduksi Data yaitu sebuah proses pemulihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari

catatan dilapangan. Reduksi data juga merupakan bentuk analisis yang

tajam, mengolongkan, mengarahkan, serta membuang yang tidak perlu

serta mengorganisir data sampai akhirnya bias menarik kesimpulan.

2. Penyajian Data yaitu data yang dibatasi sebagai kumpulan informasi

tersusun, member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Dengan penyajian data tersebut akan dapat

dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan, sehingga dalam

penganalisis atau mengambil tindakan nantinya akan berdasarkan

pemahaman yang didapat dari penyajian data tersebut.

3. Verifikasi Data yaitu menarik sebuah kesimpulan secara utuh setelah

semua makna-makna yang muncul dari data sudah diuji kebenarannya,

kekokohannya, kecocokannya sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan

yang jelas kegunaan dan kebenarannya. (Budi Koestoro dan Basrowi,

2006:106)

20

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Indonesia

Matroji.2007.Sejarah.Jakarta:Erlangga.

Sayuti,Husin.1989.Pengantar Metodologi Riset.Jakarta:Fajar Agung.

Notosusanto,Nugroho.1984.Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer.Jakarta:Inti

Indayu.

Surjomihardjo,Abdurrahman.1979.Pembinaan Bangsa dan masalah Historiografi.

Jakarta:Indayu.

Sugiyono.2007.Prosedur Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D.

Bandung :Alfabeta.

Koentjoroningrat.1983.Metode-Metode Penelitian Masyarakat.Jakarta:Gramedia.

Nawawi,Hadari dan Mimi Martini.1996.Penelitian Terapan.Jakarta:Gadjah Mada

University Press.

Wijaya, Juhana. 1994. Pegangan Sejarah Nasional dan Sejarah Umum. Bandung.

CV. Armico.

21