proposal gabung

28
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis adalah peradangan lapisan mukosa hidung. Rinitis alergi meru reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai IgE pada membran mukosa hidung. Gejala rinitis alergi timbul akibat histamin dilepas oleh komple mast yang berkontak dengan alergen spesifiknya. Selain itu, histamin juga menimbulkan kontraksi otot polos, vasodilatasi, dan peningkatan permeabi kapiler (Sudarmini, 2!" Rinitis alergi merupakan penyakit yang sering ditemukan dan prevalens terus meningkat dalam dekade terakhir. #i dunia, prevalensi rinitis aler men$apai %&2' atau lebih dari ! juta penderita di seluruh etnis dan (Reinhard, 2%)". *ngka ini dapat berbeda&beda di tiap negara karena fak lingkungan (+ang, 2'". revalensi rinitis alergi di *merika -tara seki 2 , di Eropa sekitar %&%' , di hailand sekitar 2 , di /epang sekitar dan di Selandia 0aru sebesar 2' . #i Indonesia, prevalensi rinitis alergi yang pasti belum diketahui karena sampai saat ini belum pernah dila multisenter. ada penelitian di suatu daerah di /akarta, 0arata1idjaja e mendapatkan prevalensi sebesar 2).34 , sedangkan 5adiadipoera et al (% 0andung menemukan insidensebesar%.' . Sedangkan surveiISS*6 (International Study of *sthma and *llergies in 6hildhood" (22", ditem

Upload: suwita

Post on 06-Oct-2015

48 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

25

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Rinitis adalah peradangan lapisan mukosa hidung. Rinitis alergi merupaan reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai IgE pada membran mukosa hidung. Gejala rinitis alergi timbul akibat histamin dilepas oleh kompleks IgE sel mast yang berkontak dengan alergen spesifiknya. Selain itu, histamin juga menimbulkan kontraksi otot polos, vasodilatasi, dan peningkatan permeabilitas kapiler (Sudarmini, 2006) Rinitis alergi merupakan penyakit yang sering ditemukan dan prevalensinya terus meningkat dalam dekade terakhir. Di dunia, prevalensi rinitis alergi saat ini mencapai 10-25% atau lebih dari 600 juta penderita di seluruh etnis dan usia. (Reinhard, 2013). Angka ini dapat berbeda-beda di tiap negara karena faktor lingkungan (Wang, 2005). Prevalensi rinitis alergi di Amerika Utara sekitar 10-20%, di Eropa sekitar 10-15%, di Thailand sekitar 20%, di Jepang sekitar 10% dan di Selandia Baru sebesar 25%. Di Indonesia, prevalensi rinitis alergi yang pasti belum diketahui karena sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian multisenter. Pada penelitian di suatu daerah di Jakarta, Baratawidjaja et al (1990) mendapatkan prevalensi sebesar 23.47%, sedangkan Madiadipoera et al (1991) di Bandung menemukan insiden sebesar 1.5%. Sedangkan survei ISSAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood) (2002), ditemukan prevalensi rinitis alergi sebesar 18% pada siswa SMP umur 13-14 tahun di Semarang, seperti yang dikutip oleh Ilavarase (2011). Gejala rinitis alergi berupa bersin (5-10 kali berturut-turut), rasa gatal (pada mata, telinga, hidung, tenggorok, dan palatum), hidung dan mata berair, hidung tersumbat, post nasal drip, tekanan pada sinus, dan rasa lelah (Harsono, dkk., 2007; Lumbanraja, 2008). Berdasarkan penelitian Sumarman (1996) yang dikutip Sudarmini (2006) hampir dapat dipastikan bahwa rinitis alergi di Indonesia adalah rinitis alergi perenial, yang hasil tes kulit sebagian besar positif terhadap debu rumah, tungau debu rumah, dan kecoa. Rinitis alergi dapat mengenai laki-laki maupun perempuan dari semua golongan umur, tetapi biasanya mulai timbul pada anak dan dewasa muda (Pratiwi, 2008). Usia rata-rata onset rinitis alergi adalah 8-11 tahun, dimana 80% rinitis alergi berkembang pada usia 20 tahun (Ilavarase, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa rinitis alergi banyak terjadi pada usia sekolah dan usia produktif (Reinhard, 2013) Penyakit rinitis alergi bukanlah penyakit yang mengancam jiwa, tetapi sering mengalami kekambuhan dan sulit disembuhkan, sehingga mengganggu konsentrasi belajar, mengganggu produktivitas kerja, dan menurunkan kualitas hidup penderita dan keluarganya, serta membutuhkan biaya yang besar untuk penyembuhannya (Pratiwi, 2008). Kekambuhan rinitis alergi pada penderita dengan alergi berat dan lama dapat menebabkan gangguan psikologis seperti depresi, menyebabkan timbulnya rasa lelah, sakit kepala, dan kelemahan kognitif (Reinhard, 2013) Kekambuhan dan berat ringannya rinitis alergi dipengaruhi oleh faktor internal yaitu genetik dan sistem imun tubuh. Faktor eksternal juga berpengaruh, dapat berupa alergen inhalan, ingestan, dan polutan lain bahkan faktor non medik seperti sosio-kultural juga turut mempengaruhi (Pratiwi, 2008) Beban ekonomi yang ditimbulkan oleh rinitis alergi cukup signifikan. Di Amerika Serikat, direct medical cost seperti biaya dokter, penunjang diagnosis, dan pengobatan meningkat dua kali lipat dari US$6.1milyar di tahun 2000 menjadi US$11.2 milyar di tahun 2005. Sedangkan di Eropa, direct cost-nya mencapai 1.0-1.5 milyar di akhir tahun 1990-an. Tidak hanya itu, indirect cost seperti biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan mengunjungi dokter, penurunan produktivitas kerja, ketinggalan sekolah, dan kehilangan upah per hari karena merawat anak mereka juga cukup tinggi. Diperkirakan produktivitas menurun sekitar US$600 per pegawai per tahun, dimana ini merupakan kehilangan yang lebih besar dibandingkan asma, diabetes, dan penyakit jantung koroner (Tran, 2011). Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai profil pasien rinitis alergi di Indonesia terutama di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun sebuah rumusan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimanakah profil pasien rinitis alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar?

1.3. Tujuan penelitian1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran pasien rinitis alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar1.3.2. Tujuan Khusus1) Mengetahui prevalensi rinitis alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar2) Mengetahui distribusi jenis rinitis alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar3) Mengetahui gambaran pasien rinitis alergi berdasarkan umur4) Mengetahui gambaran pasien rinitis alergi berdasarkan jenis kelamin5) Mengetahui gambaran pasien rinitis alergi berdasarkan pekerjaan6) Mengetahui gambaran pasien rinitis alergi berdasarkan gejala klinis7) Mengetahui gambaran pasien rinitis alergi berdasarkan penanganan8) Mengetahui gambaran pasien rinitis alergi berdasarkan alergen melalui tes cukit kulit

1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:1.4.1. Manfaat Klinis Dapat mengetahui profil pasien rinitis alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar

1.4.2. Manfaat Ilmiah Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai referensi, pembanding, maupun bahan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.1.4.3. Manfaat Sosial Diharapkan melalui penelitian ini dapat membuka wawasan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit rinitis alergi.

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

2.1. Definisi Rinitis Alergi Rinitis alergi merupakan kelainan hidung yang disebabkan oleh proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas (alergi) tipe I, dengan gejala khas berupa hidung gatal, bersin-bersin, rinore, dan hidung tersumbat yang bersifat reversibel secara spontan maupun pengobatan (Suprihati, 2004).

2.2. Klasifikasi Rinitis Alergi Berdasarkan alergen penyebabnya, rinitis alergi dibedakan menjadi musiman, menahun, dan okupasional (Lee, 2008). Rinitis alergi musiman (seasonal) adalah rinitis alergi yang lebih banyak dihubungkan dengan alergi serbuk sari (pollen), sedangkan rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) banyak dihubungkan dengan kutu debu rumah (house-dust mite). Namun klasifikasi ini mempunyai banyak keterbatasan sehingga pada tahun 2001 WHO mengeluarkan sistim klasifikasi baru yaitu ARIA (The Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) (Mullol, 2005) Klasifikasi ARIA dibuat berdasarkan durasi dan tingkat keparahan dari gejala rinitis alergi dan dampaknya pada kualitas hidup penderita. Berdasarkan terdapatnya gejala:1. RA Intermiten, bila gejala berlangsung:- kurang dari 4 hari dalam seminggu, atau- kurang dari 4 minggu2. RA Persisten, bila gejala berlangsung:- lebih dari 4 hari dalam seminggu, dan- lebih dari 4 minggu Berdasarkan beratnya gejala:1. Ringan, berarti tidak terdapat salah satu dari hal-hal sebagai berikut:- gangguan tidur- gangguan aktivitas sehari-hari/malas/olahraga- gangguan pekerjaan atau sekolah- gejala dirasakan mengganggu2. Sedang-berat, berarti didapatkan satu atau lebih hal-hal berikut:- gangguan tidur- gangguan aktivitas sehari-hari/malas/olahraga- gangguan pekerjaan atau sekolah- gejala dirasakan mengganggu (Surprihati, 2004) Berdasarkan uraian tersebut, rinitis alergi dapat dikelompokkan menjadi 4:1. Intermiten ringan2. Intermiten sedang-berat3. Persisten ringan4. Persisten sedang-berat(Lee, 2008)2.3. Etiologi Rinitis Alergi Penyebab rinitis alergi berbeda-beda bergantung apakah gejala yang muncul merupakan episode musiman, perenial, maupun sporadik. Beberapa pasien sensitif terhadap lebih dari satu alergen dan bisa mempunyai rinitis alergi perenial dengan eksaserbasi musiman. Perkembangan penyakit rinitis alergi memerlukan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi. (Sheikh, 2013; Ilavarase, 2011) Berdasarkan cara masuknya, alergen dibagi atas:1) Alergen inhalan, yaitu alergen yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang, serta jamur.2) Alergen ingestan, yaitu alergen yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan misalnya susu, telur, coklat, ikan, dan udang.3) Alergen injektan, yaitu alergen yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah4) Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak, dimana pada anak-anak sering dijumpai gejala alergi lain serperti urtikaria dan gangguan pencernaan (Ilavarase, 2011). Sedangkan berdasarkan jenis alergennya, penyebab rinitis alergi dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni penyebab spesifik dan non spesifik.

1) Penyebab SpesifikSebagian besar anggota kelompok ini merupakan alergen hirupan (inhalan), dimana alergen inhalan merupakan alergen yang sering ditemukan, biasanya terbagi ke dalam 2 jenis berdasarkan kemampuan hidup dalam lingkungannya, yaitu perenial dan seasonalA. Alergen perenialMerupakan alergen yang ada sepanjang tahun dan sulit dihindari. Contoh:1. Debu rumahDebu rumah adalah alergen gabungan yang terdiri dari tungau, kecoa, partikel kapas, serpih kulit manusia, dan lain-lain. Merupakan alergen udara dengan ukuran >10m yang sering pada ruang tertutup.2. Tungau debu rumahMerupakan komponen alergi tersering yang hidup dari serpihan kulit manusia. Terdapat dua spesies utama yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus. Mereka lebih suka hidup pada suhu 21,1-26,6C sehingga tidak ditemukan pada ketinggian lebih dari 5000 kaki.3. Serpihan kulit binatangSerpihan kulit kucing mengandung antigen Fel D1 yang diproduksi pada kelenjar sebasea kulit kucing. Serpihan kulit anjing mempunyai antigen yang bervariasi dan umumnya kurang kuat untuk menyebabkan alergi. Serpihan kulit binatang lainnya juga ditemukan menyebabkan alergi seperti unggas, kuda, atau sapi yang biasanya terjadi di kawasan pertanian dan peternakan.4. JamurJamur merupakan alergen yang ditemukan baik di dalam maupun di luar ruangan. Berkembang dengan baik pada daerah yang lembab diatas barang yang busuk, ruang bawah tanah, tumpukan koran lama, debu kayu, dan tempat lainnya. Penyebab tersering diantaranya genus Alternaria, Aspergillus, Pullularia, Hormodendrum, Penicillium, dan Cephalosphorium.5. KecoaAlergen ini sulit dihilangkan dan terdapat pada rumah yang kotor. Pada anak-anak, alergi terhadap kecoa berhubungan dengan asma. Alergen berasal dari sekresi serangga, yang terdapat pada badan dan sayap kecoa.B. Alergen musiman (Seasonal)Biasanya disebabkan oleh serbuk sari tanaman yang muncul secara musiman. Postulat Thommen menyatakan alergen serbuk sari yang efektif harus: (1) dapat diterbangkan angin, (2) ringan, diameter lebih 55) untuk membunuh tungau yang mungkin ada. Usahakan sesedikit mungkin menggunakan furnitur dengan bahan kain/kain berbulu. Pembersihan menyeluruh pada karpet dengan pembersih vakum dapat membantu, tapi lebih baik lagi apabila tidak menggunakan karpet sama sekali dan menggunakan lantai dari bahan yang dapat dibersihkan seperti keramik, bahan plastik, ataupun kayu. Tungau debu berkembang dalam ruangan dengan kelembaban diatas 50%, jadi dehumidification, penggunaan AC, atau keduanya dapat membantu. Sedangkan untuk jamur di dalam rumah, fungisida seperti Clorox dan Lysol dapat membantu untuk membersihkan basement, ruang sempit, tembok dingin, dan tempat berkembang jamur lainnya. (Randall, 2003; Sheikh, 2013; Suprihati, 2004). Sedangkan untuk alergen di luar rumah seperti serbuk sari, pasien sebaiknya mengurangi aktivitas di luar rumah selama jumlah serbuk sari yang menjadi alergen sedang tinggi. Menutup jendela dan menggunakan AC lebih membantu dibanding menggunakan kipas angin biasa. Begitu pula pada pasien yang alergi terhadap jamur tertentu sebaiknya mengurangi keluar rumah saat jamur sedang berkembang pesat seperti pada masa panen. Apabila memiliki alergi terhadap binatang tertentu, cara terbaik adalah dengan tidak memelihara binatang tersebut dan menghindarinya secara total (Randall, 2003) Meskipun merupakan terapi yang paling ideal, eliminasi total dari alergen penyebab rinitis sulit dilakukan. Selain itu tuntutan aktivitas sehari-hari yang tidak dapat ditinggalkan juga merupakan kendala bagi penderita. Oleh karena itu tersedia terapi farmakologis untuk mengurangi gejala.

2.7.2 Terapi Farmakologis Terapi farmakologis untuk rinitis alergi saat ini termasuk antihistamin, dekongestan, antikolinergik, intranasal cromolyn, leukotriene modifiers, dan steroid inhalan. Panduan ARIA tahun 2007 menyarankan pendekatan stepwise pada terapi rinitis alergi. Pada rinitis intermiten ringan, disarankan menggunakan antihistamin oral atau intranasal, dekongestan intranasal, dan dekongestan oral (tidak pada anak). Untuk rinitis intermiten sedang-berat dan rinitis persisten ringan, terapi yang disarankan adalah antihistamin oral atau intranasal, antihistamin oral bersama dekongestan, kortikosteroid intranasal, dan chromones. Rinitis persisten sedang-berat membutuhkan kortikosteroid intranasal sebagai terapi lini pertama, dan tambahan kortikosteroid atau dekongestan kerja cepat jika terjadi sumbatan. Jika gejala tidak berkurang maka bisa ditambahkan antihistamin oral dan dekongestan dan atau ipratropium. (Braido, 2008)1) AntihistaminAntihistamin merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Antihistamin yang digunakan adalah antagonis H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 yang terdapat di ujung saraf dan epitel kelenjar pada mukosa, sehingga efektif menghilangkan gejala rinore dan bersin akibat dilepaskannya histamin pada rinitis alergi. Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (non sedatif). Antihistamin generasi-1 terbukti secara klinis efektif mengurangi gejala bersin dan rinore, tetapi mempunyai efek samping sedatif karena dapat menembus sawar otak. Antihistamin generasi kedua seperti astemizol, loratadin, setirizin, dan terfenadin dapat menutup kelemahan antihistamin lama karena bersifat non-sedatif dan mempunyai masa kerja yang panjang.2) DekongestanPada rinitis alergi, pengaruh berbagai mediator akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang menimbulkan buntu hidung. Dekongestan merupakan obat yang bersifat agonis alfa adrenergik yang dapat berikatan dengan reseptor alfa adrenergik yang ada di dalam mukosa rongga hidung dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah konka, akibatnya mengurangi buntu hidung. Dekongestan dapat digunakan secara sistemik (oral), yakni efedrin, fenil propanolamin, dan pseudo-efedrin atau secara topikal dalam bentuk tetes hidung maupun semprot hidung yaitu fenileprin, efedrin, dan semua derivat imidazolin. Penggunaan secara topikal ini lebih cepat dibanding penggunaan sistemik.3) KortikosteroidKortikosteroid adalah obat antiinflamasi yang kuat dimana penggunaan secara sistemik dapat dengan cepat mengatasi inflamasi yang akut sehingga hanya untuk penggunaan jangka pendek yakni pada gejala hidung buntu yang berat. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan triamsinolon). 2.7.3. Imunoterapi Imunoterapi terdapat beberapa jenis, diantaranya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.2.7.4. Pembedahan Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat. (Lumbanraja, 2008; Ilavarase, 2011)

BAB IIIKERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berpikir Rinitis alergi bukanlah penyakit yang mengancam nyawa, namun kerugian yang ditimbulkan akibat penurunan produktivitas dan penurunan kualitas hidup seseorang cukup signifikan. Penyakit yang sering mengalami kekambuhan dan sulit disembuhkan ini paling banyak terjadi pada usia produktif. Dalam dekade terakhir, prevalensi rinitis alergi mengalami kecenderungan peningkatan, mencapai sekitar 20% dari populasi dunia. Sebagian besar pasien rinitis alergi disebebabkan oleh alergen yang dihirup, meskipun beberapa pasien mengalami rinitis alergi yang disebabkan oleh makanan. Alergen ini berbeda-beda di tiap pasien, meskipun ada pasien yang alergi terhadap lebih dari satu jenis alergen. Manifestasi klinis yang didapatkan bervariasi, dimana hal ini akan mempengaruhi terapi medikamentosa yang akan diberikan kepada pasien. Kerangka berpikir penelitian ini didasarkan pada bervariasinya penyebab, manifestasi klinis, serta penanganan pada pasien rinitis alergi sehingga diperlukan penelitian yang merangkum profil pasien rinitis alergi tersebut.3.2. Konsep Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut:Pasien Rinitis Alergi

Profil Pasien Rinitis Alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2013Karakteristik Pasien Rinitis Alergi Jenis Rinitis Alergi Jenis kelamin Usia Pekerjaan Gejala klinis Alergen Penanganan

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian

3.3. Hipotesis Penelitian Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, maka tidak diperlukan hipotesis penelitian

BAB IVMETODE PENELITIAN

4.1. Rancangan, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa catatan rekam medis yang didapat dari Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar selama tahun 2013. Pengambilan, pencatatan, dan pengolahan data akan dilakukan selama periode Maret sampai Oktober 2014.

4.2. Subjek dan Sampel4.2.1. Variabilitas Populasi Populasi target dari penelitian ini adalah semua orang dengan keluhan dan gejala rinitis alergi yang melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik THT didiagnosis rinitis alergi. Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah pasien rinitis alergi yang datang ke Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar4.2.2. Kriteria Subjek Subjek atau sampel dari penelitian ini adalah semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi:

1) Kriteria inklusi: Pasien rinitis alergi dengan catatan medis lengkap di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar2) Kriteria ekslusi: Pasien rintis alergi yang tidak memiliki catatan medis yang lengkap di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar Pasien rinitis alergi yang tidak melakukan tes cukit kulit4.2.3. Besaran Sampel Besar sampel dari penelitian ini meliputi semua pasien dengan rinitis alergi yang berobat ke Poliklinik THT RSUP Sanglah sepanjang tahun 2013 yang tercatat pada buku register.4.2.4. Teknik Penentuan Sampel Teknik pengambilan sampel menggunakan metode total sampling, dimana semua rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi selama tahun 2013 akan diambil sebagai sampel.

4.3. Variabel4.3.1. Identifikasi Variabel Variabel pada penelitian ini antara lain jenis rinitis alergi, jenis kelamin, usia, pekerjaan, gejala klinis, penanganan, dan jenis alergen.

4.3.2. Definisi Operasional Variabel1) Pasien rinitis alergi adalah seseorang yang dinyatakan sakit/menderita rinitis alergi berdasarkan diagnosa dokter seusai dengan yang tertera pada rekam medis.2) Jenis rinitis alergi adalah jenis rinitis yang ditemukan pada pasien, dikategorikan sebagai (1) intermiten ringan, (2) intermiten sedang-berat, (3) persisten ringan, (4) persisten sedang-berat.3) Jenis kelamin adalah tanda atau ciri-ciri yang dimiliki oleh setiap individu penderita yang tertulis di rekam medis, dikategorikan sebagai: (1) laki-laki, (2) perempuan4) Usia adalah perhitungan lama kehidupan dihitung berdasarkan waktu kelahiran hingga saat penelitian berlangsung, kategori: (1) balita, 0-5 tahun, (2) anak-anak, 6-12 tahun, (3) remaja, 13-18 tahun, (4) dewasa muda, 19-25 tahun, (5) dewasa, 26-50 tahun, dan usia lanjut, diatas 50 tahun5) Pekerjaan adalah jenis profesi yang dikerjakan oleh pasien, dilihat melalui catatan rekam medis. Dikategorikan sebagai (1) pelajar atau mahasiswa, (2) IRT, (3) pegawai, (4) petani, (5) swasta, (6) pensiunan, dan (7) lainnya.6) Manifestasi klinis adalah tanda atau gejala yang muncul pada penderita rinitis alergi. Dikategorikan sebagai (1) bersin-bersin, (2) rinore, (3) hidung tersumbat, (4) gatal pada hidung atau mata dan daerah sekitarnya, (5) hiposmia atau anosmia, (6) post nasal drip, (7) lainnya.7) Penanganan adalah jenis terapi yang diberikan kepada pasien, dikategorikan sebagai (1) terapi farmakologis, (2) imunoterapi, dan (3) pembedahan. Terapi farmakologis disubkategorikan sebagai (1) antihistamin, (2) kortikosteroid, dan (3) dekongestan.8) Alergen adalah agen penyebab alergi yang diketahui melalui tes cukit kulit, dikategorikan sebagai (1) alergen inhalan, (2) alergen ingestan, (3) alergen injektan, dan (4) alergen kontaktan. Alergen inhalan disubkategorikan menjadi (1) debu rumah, (2) tungau debu rumah, (3) serpihan kulit binatang, (4) jamur, (5) kecoa, dan (6) serbuk sari.

4.4. Bahan dan Instrumen Penelitian1) Buku register pasien di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar2) Data rekam medis pasien rinitis alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar

4.5. Protokol Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian berasal dari data sekunder catatan medik Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar selama periode 2013. Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

Pasien dengan diagnosis rinitis alergi yang tercatat pada buku register pasien di Poliklinik THT RSUP Sanglah sejak Januari 2013 sampai Desember 2013

Penelusuran rekam medis dan pengumpulan data1. Identitas dasar pasien2. Jenis rinitis alergi3. Jenis kelamin4. Usia5. Pekerjaan6. Gejala klinis7. Penanganan yang diberian8. Jenis alergen

Analisis data dan penyusunan laporan

Analisis dan penyusunan laporan

Gambar 2. Protokol Penelitian4.6. Analisis Data Data yang dikumpulkan akan diolah dan dianalisis secara statistik deskriptif menggunakan program SPSS 16.04.7. Kelemahan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang hospital based, sehingga data yang didapatkan hanya dari pasien yang berobat ke rumah sakit, sedangkan pasien yang tidak berobat tidak dapat dijangkau.

DAFTAR PUSTAKA

Braido, F et al. (2008) New treatment options in allergic rhinitis: patients consideration and the role of ciclesonide. Therapeutic and Clinical Risk Management 2008:4(2) 353-361.

Harsono, G. dkk. (2007) FAKTOR YANG DIDUGA MENJADI RESIKO PADA ANAK DENGAN RINITIS ALERGI DI RSU DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXIII, No.3,Desember 2007, hal. 116-120.

Ilavarase, N. (2011) Prevalensi Gejala Rinitis Alergi di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009. USU Institutional Repository.

Lee, CH. dkk. (2008) Clinical Characteristics of Allergic Rhinitis According to Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma Guidelines. Clinical and Experimental Otorhinolaryngology Vol. 1, No. 4: 196-200, December 2008

Lumbanraja, PLH. (2007) Distribusi Alergen pada Penderita Rinitis Alergi di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Postgraduate thesis, Universitas Sumatra Utara.

Mullol, J. Bachert, C. Bousquet, J. (2005) Management of persistent allergic rhinitis: evidence-based treatment with levocetirizine. Therapeutics and Clinical Risk Management 2005:1(4) 265271

Pawankar, R. Mori, S. Ozu, C. Kimura, S. (2011) Overview of pathomechnism of allergic rhinitis. Asia Pac Allergy 2011;1:157-167

Pratiwi, MF. (2008) HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT ALERGI KELUARGA, LAMA SAKIT DAN HASIL TES KULIT DENGAN JENIS DAN BERATNYA RINITIS ALERGI. Undergraduate thesis, Diponegoro University.

Randall, DA. (2003) The Nose and Paranasal Sinuses, dalam Lee, KL (ed). Essential Otolaryngology: Head and Neck Surgery, 8th Edition, International Edition. New York: McGraw-Hill. Hal 702-704

Reinhard, E. Palandeng, OL, Pelealu, OCP. (2013) RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012. Ejournal Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e-CliniC Vol. 1, No. 2

Sheikh, J. (2013) Allergic rhinitis. Medscape Medical Reference. Accesed February 10th 2014. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/134825-overview

Sudarmini, M.(2006)HUBUNGAN IMUNOTERAPI DOSIS ESKALASI TERHADAP PERUBAHAN RASIO IL-4/IFN-Y DAN PERBAIKAN GEJALA KLINIK PENDERITA RINITIS ALERGI.Masters thesis, Diponegoro University

Suprihati. (2004) MANAJEMEN RINITIS ALERGI TERKINI BERDASARKAN ARIA WHO, dalam Mulyarjo dkk (ed). Naskah Lengkap Perkembangan Terkini Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinosinusitis. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya. Hal 40-49.

Small, P dan Kim, H. (2011) Review: Allergic Rhinitis. Asthma & Clinical Immunology 2011, 7(Suppl 1):S3.

Tran, NP. Vickery, J. Blaiss, MS. (2011) Management of Rhinitis: Allergic and Non-Allergic. Allergy Asthma Immunol Res. 2011 July;3(3):148-156.

Wang, DY. (2005) Risk factors of allergic rhinitis: genetic or environmental? Therapeutics and Clinical Risk Management 2005:1(2) 115 123