proposal edit
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan terlepas dari kontaminasi
berbagai polusi, seperti asap rokok, polutan radiasi, pestisida, bahan-bahan kimia
beracun, asap kendaraan bermotor dan berbagai bahan makanan, kesemuanya ini
merupakan produsen dari radikal bebas. Radikal bebas ini sangat berbahaya
terutama terhadap kesehatan, karena sifatnya yang sangat tidak stabil.
Ketidakstabilan disebabkan oleh karena adanya atom yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan. Elektron tunggal ini selalu berusaha untuk
mencari pasangan elektron dari molekul lain sehingga sifatnya reaktif. Dalam
keadaan normal terdapat keseimbangan antara produk radikal bebas dengan
netralisasi oleh suatu sistem anti oksidan tubuh. Jika jumlah radikal bebas
melebihi kemampuan tubuh menetralisasinya maka dapat menyebabkan stress
oksidatif yang dapat memicu pengrusakan molekul makro pembentuk sel seperti,
karbohidrat, lemak dan deoksiribose nucleic acid (DNA), akibatnya sel menjadi
rusak dan menyebabkan penyakit degeneratif seperti katarak dan kanker (Anonim,
2008).
Untuk mencegah timbulnya penyakit ini asupan antioksidan dari luar
sangat dibutuhkan. Antioksidan adalah zat yang dapat menetralisir radikal bebas
sehingga elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron dari
antioksidan sehingga radikal menjadi stabil. Antioksidan merupakan senyawa
yang mampu menghambat oksidasi dari molekul lain. Tubuh kita tidak
1
mempunyai sistem pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi
paparan radikal yang berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen.
Namun dengan adanya kekhawatiran terhadap efek samping dari antioksidan
sintetik sehingga antioksidan alami menjadi alternatif yang terpilih (Sunarni et al.,
2007).
Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang
disebabkan species oksigen reaktif, mampu menghambat penyakit degeneratif,
serta mampu menghambat peroksidasi lipid pada makanan. Beberapa tahun
terakhir terjadi peningkatan minat untuk mendapatkan antioksidan alami. Studi
menunjukkan senyawa fenolik seperti flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan
penangkap radikal superoksida (Cos et al., 2001; Gulcin et al., 2004).
Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa fenol alam dan telah
diketahui memiliki aktifitas sebagai antioksidan, sehingga flavonoid termasuk
salah satu antioksidan alami. Antioksidan berpotensi dalam mencegah
pembentukan radikal bebas dengan cara menangkap dan mengikat radikal bebas
tersebut (Okawa et al; 2001).
Salah satu kelompok tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai makanan adalah genus Garcinia atau manggis-manggisan. Banyak species
dari genus Garcinia ini mengandung senyawa dengan aktivitas biologis yang
sangat menarik, diantaranya sebagai anti asma, diare, disentri, penurun panas, obat
batuk dan obat setelah melahirkan, amandel, penyakit kulit (Tjahjaningtyas,
2011).
Diantara species dari genus Garcinia yang memiliki aktivitas antioksidan
adalah Garcinia mangostana Linn yang dikenal dengan nama manggis yang
2
dijumpai tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan
hasil penelitian, tumbuhan ini mengandung senyawa golongan xanthon yang
memiliki banyak aktivitas seperti antimikroba, antioksidan, anti tumor dan
sitotoksik serta anti malaria.
Setidaknya ada 40 jenis xanthon yang tedapat pada kulit buah manggis,
diantaranya adalah mangostin, mangostenol, mangostinon A, mangostenon B,
trafezifolixanthone, tovophylin B, alpha mangostin, beta mangostin, garcinon B,
mangostanol, Flavonoid, epikatekin, garciniafuran, mangoxanthone dan gartanin.
Sebuah riset membuktikan, xanthone dikulit manggis terbentuk sejak buah
berumur satu bulan setelah bunga mekar. Pada umur satu bulan, kadar xanthone
dikulit manggis sebesar 14,67 mg/g, kadar xanthone pada buah umur dua bulan
sebesar 16,21 mg/g, umur tiga bulan 15,74 mg/g, dan umur empat bulan 15,68
mg/g. Kadar xanthone justru lebih meningkat jika buah disimpan hingga empat
minggu setelah dipetik mencapai 34,36 mg/g (Mardiana, 2011).
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti ingin melakukan penetapan kadar
flavonoid total dan uji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol kulit buah muda
dan matang Garcinia mangostana Linn dengan menggunakan metoda
Spektrofotometri UV-Vis.
2.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
Apakah pengaruh perbedaan asam dalam proses ekstraksi terhadap
kadar alkaloid total dari daun bandotan.
3
2.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh perbedaan asam dalam proses ekstraksi
terhadap alkaloid total daun bandotan.
2.4. Hipotesa Penelitian
H0 : Ekstrak kulit manggis yang diuji tidak mempunyai aktivitas
antioksidan dan tidak memiliki perbedaan kandungan flavonoid total.
H1 : Ekstrak kulit manggis yang diuji mempunyai aktivitas antioksidan dan
memiliki perbedaan kandungan flavonoid total.
2.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah apabila tujuan penelitian tercapai, maka hasil
penelitian akan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
menyusun standarisasi mutu obat bahan alam.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Biologi Bandotan ( Ageratum conyzoides, L. )
2.1.1. Klasifikasi
Klasifikasi dari tanaman manggis adalah sebagai berikut (Rukmana,
2003):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Guttifernales
Famili : Guttiferae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana Linn
2.1.2. Morfologi
Merupakan pohon besar, bergetah, memiliki daun ellip yang mengkilap,
bunga tunggal berwarna merah muda dan bulat dengan kelopak yang tebal dan
kuat pada dasar (Rukmana,2003). Manggis merupakan salah satu tanaman buah
tropika yang pertumbuhannya paling lambat, tetapi umurnya juga paling panjang.
Tanaman yang berasal dari biji umumnya membutuhkan 10 – 15 tahun untuk
mulai berbuah. Tingginya mencapai 10 – 25 meter dengan ukuran sedang serta
5
tajuk yang rindang berbentuk piramida. Diameter batang 25 – 35 cm dan kulit
batang kayu biasanya berwarna cokelat gelap atau hampir hitam, kasar dan
cenderung mengkelupas. Letak daun berhadapan, merupakan daun sederhana
dengan tangkai daun pendek yang berhubungan dengan tunas, panjang tangkai
daun 1,5 – 2 cm dengan helaian daun berbentuk bulat telur, bulat panjang atau elip
dengan panjang 15 – 25 cm x lebar 7 – 13 cm mengkilap, tebal dan kaku, ujung
daun meruncing (acuminate) dan licin (glabrous). Bunganya bersifat uniseksual
dioecious (berumah dua), Bunga memiliki empat sepal dan empat petal dengan
tangkai bunga pendek dan tebal berwarna merah kekuning-kuningan, Buah
berbentuk bulat atau agak pipih dan relatif kecil dengan diameter 3,5-8 cm
(Qosim, 2009).
2.1.3. Sejarah dan Penyebaran
Manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara,
yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini
menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka,
Malagasi, Karibia, Hawaii dan Australia Utara. Tanaman manggis merupakan
tanaman asli asia tenggara khususnya Indonesia (Akao et al., 2008).
2.1.4. Penggunaan
Hasil penelitian menunjukkan, ekstrak kulit manggis mempunyai
aktivitas melawan sel kanker meliputi breast, liver, dan leukemia. Selain itu, juga
digunakan untuk antihistamin, antiinflamasi, menekan sistem saraf pusat, dan
tekanan darah (Heyne,1987).
6
2.1.5. Kandungan Kimia
Daging buah mengandung Karbohidrat (14%) terutama gula invert dan
sukrosa, asam sitrat (0,5%), pectin dan tannin (7-14%). Kulit kayu, kulit buah dan
lateks kering menghasilkan xanton (gambar 1), α mangostin, β-mangostin, dan γ-
mangostin, garsinon, flavonoid dan tanin (Pradipta, et al; 2006).
Gambar 1. Struktur Kimia Xanton
2.2. Tinjauan Kimia
2.2.1. Alkaloid
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol alam yang merupakan
golongan metabolit sekunder yang merata pada tumbuhan. Flavonoid
mengandung atom karbon dalam cincin dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi
C6-C3-C6 yaitu dua cincin fenil yang terikat pada rantai karbon propana yang dapat
atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham, 1998).
Struktur umum dari flavonoid adalah sebagai berikut:
Gambar 2 : Struktur umum flavonoid
7
Modifikasi lain dari struktur menghasilkan penambahan atau pengurangan
gugus hidroksil, metilasi gugus OH atau inti flavonoid, iso prenasi gugus OH atau
inti flavonoid, dimerisasi (pembentukan biflavonoid). Glikosilasi gugus OH
(pembentukan flavonoid-O-glikosida) atau inti flavonoid (pembentukan
flavonoid-C-glikosida). Berdasarkan tingkat oksidasi rantai propan flavonoid
dapat dibedakan atas beberapa golongan antara lain yaitu flavon, flavonol,
flavanon, isoflavon, kalkon, dihidroksi kalkon, auron, antosianidin, katekin,
flavan 3,4-ddiol (leukuantosianidin).
2.2.1.1. Monografi Flavonoid
Flavonoid merupakan suatu senyawa polar karena adanya sejumlah gugus
hidroksil bebas sehingga dapat larut dalam pelarut polar seperti metanol, etanol,
butanol, aseton, dimetil sulfoksida, dimetil formamida dan air. Adanya gula yang
terikat pada flavonoid menyebabkan flavonoid ini lebih mudah larut dalam air dan
dengan demikian campuran pelarut polar diatas dengan air merupakan pelarut
yang baik untuk glikosida. Sebaliknya aglikon yang kurang polar seperti
isoflavon, flavonon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah
larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform. Aglikon ini adalah suatu polifenol,
karena itu mempunyai sifat seperti senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat larut
dalam basa (Harborne J B, 1987).
2.2.2. Identifikasi Flavonoid
Sebanyak ± 4 gram sampel dipotong halus dan didihkan dalam 25 mL
etanol, saring selagi panas. Filtrat yang didapat di uapkan sampai setengahnya,
kemudian tambahkan asam klorida pekat 1 mL dan serbuk logam Mg. Adanya
8
flavonoid ditandai dengan timbulnya warna orange sampai merah (Simes et al.,
1959).
2.2.3. Penetapan Kadar Flavonoid
Sebanyak 0,5 mL ekstrak ditambahkan 1,5 mL metanol, 0,1 mL
aluminium klorida 10 %, 0,1 mL natrium asetat 1M, dan 2,8 mL air suling,
selanjutnya larutan dihomogenkan. Biarkan selama 30 menit diukur serapan pada
panjang gelombang maksimum dengan spektrofotometer UV-Vis.
2.2.4. Isolasi Flavonoid
Isolasi dilakukan terlebih dahulu dengan mencuci dan merajang kulit
manggis, ditimbang lalu diekstraksi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan maserasi,
perkolasi dan sokletasi. Menggunakan pelarut yang sesuai dengan kepolaran
flavonoid yang akan dianalisis. Selanjutnya ekstrak dipekatkan sampai volume
sepertiganya. Ekstraksi ini dibebaskan dari senyawa-senyawa non polar dengan
memakai n-heksan dan etanol untuk menarik senyawa-senyawa polar. Ekstrak
yang mengandung flavonoid difraksinasi dengan pelarut yang cocok kemudian
dipekatkan dengan dengan menggunakan Rotary evaporator. Pemisahan
flavonoid dengan jumlah besar dipisahkan dengan menggunakan kromatografi
kolom (Harborne J B, 1987).
2.2.5. Bioaktifitas Flavonoid
Flavonoid merupakan komponen umum yang terdapat dalam makanan
manusia. Pemasukan flavonoid melalui makanan berasal dari sayur-sayuran,
buah-buahan, biji-bijian dan sumber makanan lain. Konsumsi flavonoid ini pasti
memberikan bioaktifitas didalam tubuh manusia.
9
Telah diketahui bermacam-macam bioaktifitas flavonoid antara lain
sebagai anti hipertensi, anti tumor, hepatoprotektor dan anti diabetes (Arkara,
2007).
Kuersetin sebagai salah satu flavonoid akan banyak dijumpai, dapat
mencegah kanker dengan manghambat sintesa DNA dan RNA sel, sistim transpor
laktat, pertumbuhan dan proliferasi sel tumor secara in-vitro terutama terhadap
kanker. Disamping itu kuersetin juga dapat digunakan sebagai alternatif
pencegahan diabetes melitus dengan menghambat kerja enzim aldosa reduktase
dalam pembentukan sorbitol (Karimah, 1991 ; Sajuthi)
Flavonoid lain yang dilaporkan yang mempunyai aktifitas anti kanker di
antaranya katekin, rutin, hesperedin dan kaemferol. Flavonoid sebagai anti kanker
diduga ia dapat bersifat sebagai antioksidan.
Mekanisme flavonoid sebagai antioksidan diduga karena ia dapat
mengikat radikal bebas yang dapat merangsang sel normal menjadi ganas.
Flavonoid dapat menghambat sintesis RNA dan DNA pada sel kanker sehingga
dapat menghambat pertumbuhan dan poliferasi sel kanker.
2.2.6. Sifat Fisika dan Kimia Flavonoid
Flavonoid merupakan amorf yang berwarna kuning atau kekuningan.
Umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol,
aseton, dimetilsulfoksida, air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada gugus
aglikon menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air, sebaliknya aglikon
bersifat kurang polar seperti isoflafon, flavanan dan flavon serta flavonol yang
termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam eter dan klorofom (Markham,
1988). Flavonoid jika berkontak dengan oksigen maka akan terurai.
10
Golongan flavonoid akan menunjukkan warna kuning, sedangkan khalkon
dan auron menunjukkan perubahan warna dari kuning menjadi merah. Reaksi
flavonoid dengan FeCl3 memberikan warna hijau sampai kehitaman, tetapi reaksi
ini tidak dapat menunjukkan golongan flavonoid.
2.2.7. Biosintesa Flavonoid
Kerangka dasar flavonoid yang terdiri dari 15 atom karbon berasal dari
dua jalur sikimat dan jalur asetat malonat (jalur poliketida) biosintesa dimulai
dengan kondensasi asam 4-hidroksisinamat dan triketida membentuk khalkon.
Reaksi ini dikatalis oleh enzim khalkon isomerase, khalkon mengalami siklisasi
membentuk dasar flavanon. Pola oksigenasi yang berbeda pada cincin aromatis
diperoleh dari jalur poliketida dan jalur sikimat.
2.2.8. Penggolongan Flavonoid
1. Aglikon flavonoid
Ada beberapa jenis aglikon flavonoid seperti kalkon, flavonon,
dihidrokalkon, flavon, flavonol, auron, isoflavon, dihidroflavonol, retenoid
dan antisianidin. Kalkon dan auron mempunyai struktur dengan cincin
yang terbuka dan diberi penomoran yang berbeda dengan flavonoid
lainnya. Kalkon dan auron sedikit ditemui dialam seperti halnya flavonon,
leuko antosianin. Sedangkan flavonoid yang banyak ditemui di alam
adalah flavonol, flavon dan antosianidin. Flavonon diperoleh dari reduksi
flavon dan dihidroksiflavonol dari reduksi flavonol (Markham, 1988).
11
2. Flavonoid O-glikosida
Flavonoid biasanya terdapat dalam bentuk O-glikosida, dimana satu
gugus hidroksil flavonoid atau lebih berikatan dengan gugus hidroksil dari
gula dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam. Gugus hidroksil
pada setiap inti flavonoid dapat diglikosilasi, tapi pada kenyataannya
gugus hidroksil pada tempat tertentu lebih mudah terglikolisasi
dibandingkan dengan tempat lain, seperti pada posisi 7-OH pada flavon,
isoflavon dan dihidroflavon. Pengaruh glikolisasi tersebut menyebabkan
flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air
(Markham, 1988).
Gula yang paling umum pada flavonoid O-glikosida adalah glukosa,
galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa. Disakarida juga sering
didapatkan pada flavonoid seperti gentibiosa, soforosa, rutinosa,
neohesperisida, kadang-kadang trisakarida bahkan tetrasakarida
(Markham, 1988).
3. Flavonoid C-glikosida
Flavonoid C-glikosida merupakan flavonoid dengan struktur yang khas,
dimana ikatan antara gula dengan aglikon adalah ikatan karbon-karbon.
Jenis aglikon flavonoid yang dijumpai sangat terbatas. Yang umum
dijumpai adalah flavon C-glikosida. Jenis gula yang terikat adalah glukosa,
galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa. Ikatan C-glikosida lebih tahan
asam dibandingkan ikatan flavonoid O-glikosida (Harborne, 1976;
Markham, 1988).
12
4. Flavonoid sulfat
Flavonoid sulfat termasuk flavonoid yang mudah larut dalam air,
senyawa ini mengandung satu atau lebih ion sulfat yang terikat pada
hidroksi fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat
sebagai garam kalium yaitu O-SO3KS. Banyak yang berupa glikosida
bisulfat pada bagian hidroksi fenol mana saja yang masih bebas atau pada
gula (Markham, 1988).
5. Biflavonoid
Biflavonoid merupakan flavonoid dimer. Flavonoid yang biasanya
terikat adalah flavon dan flavonon yang secara biosintesis mempunyai pola
oksigenasi yang sederhana pada 5,7,4 atau kadang-kadang 5,7,3,4 dan
ikatan antar flavonoid berupa ikatan karbon-karbon atau ikatan eter.
Monomer flavonoid yang tergabung menjadi flavonoid dapat berjenis
sama atau berbeda dan letak ikatannya berbeda. Sifat fisika dan kimianya
menyerupai sifat monoflavonoid pembentuknya. Senyawa ini jarang
ditemukan dalam bentuk glikosida dan penyebarannya terbatas terutama
pada Gymnospermae (Harborne, 1987).
6. Aglikon Flavonoid Yang Optik Aktif
Flavonoid ini mempunyai atom karbon asimetrik sehingga
menunjukkan keaktifan optik. Yang termasuk golongan flavonoid ini
adalah flavonon, dihidroflavonol, katekin, pterokarpan, dan beberapa
biflavonoid (Markham, 1988).
13
2.3. Antioksidan (Fessenden, 1997)
Senyawa antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi
oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas. Senyawa ini dapat menyumbangkan
elektronnya pada radikal bebas sehingga radikal bebas akan menjadi senyawa
yang stabil.
Tubuh manusia juga memproduksi senyawa antioksidan yang disebut anti
oksidan enzimatis, seperti :
a. Superoksida dismutase (SOD), enzim ini mengkatalis dismutasi O2-
menjadi H2O2.
b. Katalase mendegradasi H2O2 menjadi H2O + 1/2 O2.
c. Glutation peroksidase mengkatalis reduksi H2O2 dengan menggunakan
glutation tereduksi.
2.3.1. Pembagian antioksidan
Anti oksidan dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan mekanisme
kerjanya yakni (Winarsi, H., 2007 ; Harliansyah) :
1. Antioksidan primer
Anti oksidan primer ini bekerja untuk mencegah pembentukan
senyawa radikal bebas baru. Ia mengubah radikal bebas yang ada
menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal
bebas ini sempat bereaksi. Contoh antioksidan ini adalah enzim
peroksida dismutase (SOD), glutation peroksidase, peroksidase/katalase
dan glutation.
14
2. Antioksidan sekunder
Antioksidan ini berfungsi menangkap senyawa radikal bebas serta
mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder yaitu
vitamin E, vitamin C, beta karoten asam urat, bilirubin dan albumin.
3. Antioksidan tersier
Antioksidan jenis ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan
yang disebabkan radikal bebas. Contohnya adalah enzim metionin
sulfoksidan reduktase yang memperbaiki DNA pada inti sel.
2.3.2. Metoda pengujian Aktivitas Antioksidan (Arjuna, 2004)
Metode uji aktivitas antioksidan secara in vitro dilakukan dengan cara:
1. Metode yang menggunakan reaksi kimia
Metode yang digunakan sangat bervariasi, tetapi berdasarkan prinsip
yang sama. Radikal bebas secara in vitro, misalnya dengan mengoksidasi
dopamin, sisten xantin / xantin oksidase, atau dengan menggunakan sinar
ultraviolet. Sistem-sistem ini dapat membentuk anion superoksida atau
hidrogen peroksida yang dapat mengalami reaksi rantai dengan adanya
ion metal. Senyawa-senyawa seperti ABTS (2,2-azinobis (3-
etilbenzothiazolin-6-sulfonat)). Feri thiosianat, DPPH (1,1-difenil-2-
pikrilhidrazil) dapat menghasilkan radikal secara terkontrol. Reaksi
antara radikal bebas dengan antioksidan kemudian diukur dengan
berbagai cara berdasarkan teknik spektrofotometri.
2. Metode yang menggunakan material biologis
15
Teknik berdasarkan kultur seluler dari berbagai sel ini telah banyak
digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan. Keuntungan teknik ini
adalah karena lebih mendekati proses yang terjadi secara in-vivo. Pada
dasarnya sel merupakan media biologis yang bersifat komplek dan dapat
memetabolisme komponen yang diuji. Pengujian aktivitas antioksidan
menggunakan hewan percobaan dan dapat dilakukan dengan cara:
Mengukur viabilitas seluler dengan cara menghitung dengan
mikroskop. Senyawa-senyawa oksigen reaktif umumnya
menurunkan viabilitas seluler, sebaliknya senyawa antioksidan
mengembalikan viabilitas normal.
Analisa laktodehidrogenase (LDH) intraseluler, LDH merupakan
ciri viabilitas seluler.
2.4. Radikal bebas DPPH (Molyneux, 2004)
Radikal bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazl) merupakan radikal yang
stabil pada suhu kamar karena adanya delokalisasi elektron pada molekul
sehingga elektron pada molekul ini tidak terdimerasi seperti kebanyakan radikal
bebas lain. Jika larutan DPPH dicampur dengan sampel yang bisa mendonorkan
elektron, maka DPPH akan tereduksi sehingga warnanya berubah menjadi violet
menjadi kuning sampai bening. Ini disebabkan karena terjadi pengurapan serapan
DPPH secara stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron yang ditangkap.
Pengamatan reduksi DPPH dapat diamati pada panjang gelombang 517 nm yang
merupakan panjang gelombang maksimum DPPH.
16
Gambar 3 : Rumus struktur DPPH
BM : 394,3 gram/mol
Pemerian : serbuk, warna violet
Kelarutan : mudah larut dalam metanol
Penyimpanan : dalam freezer, suhu dibawah 0’C
2.5. Spektrofotometer UV-Visible (Dachriyanus,2004; Fessenden,1999)
Spektrofotometer UV-Visibel adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar
ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan
elektron pada kulit terluar ketingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-
Visibel biasanya digunakan untuk menentukan jenis kromofor, Ikatan rangkap
terkonjugasi dan ausokrom dari suatu senyawa organik, menjelaskan informasi
dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum dari suatu senyawa serta
mampu menganalisa senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan
hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400
nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm.
Hukum Lambert-beer adalah hubungan linearitas antara absorben dengan
konsentrasi larutan analit.
17
1 2 3 4 5
Bagan bagian Spektrofotometer UV-Visibel :
Keterangan:
1. Sumber cahaya
Untuk mendapatkan pengukuran absorban yang cocok, sumber cahaya
hendaknya menghasilkan sinar dengan kekuatan yang cukup kontinu dan merata
pada panjang gelombang yang dikehendaki dan stabil selama waktu yang
diperlukan.
2. Monokromator
Digunakan untuk menghamburkan cahaya ke dalam panjang gelombang unsur-
unsurnya, yang diseleksi lebih lanjut dengan celah. Monokromator berotasi
sehingga rentang panjang gelombang dilewatkan melalui sampel.
3. Kuvet
Kuvet atau bejana tempat larutan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
meneruskan sinar yang digunakan dan dinding sel yang akan ditentukan harus
tegak lurus terhadap cahaya yang masuk, kuvet digunakan untuk sinar tampak
yang biasanya terbuat dari kaca atau plastik, sedangkan ultraviolet digunakan
kuarsa.
4. Detektor
Detektor yaitu suatu alat yang dapat merubah energi sinar menjadi listrik
dengan menyerap energi foton sinar yang jatuh dirubah menjadi besaran yang
dapat diukur.
18
5. Alat Baca (Rekorder)
Rekorder adalah suatu alat untuk membaca isyarat dari detektor. Untuk
menganalisa kimia secara spektrofotometri pengaruh berkurangnya intensitas
sinar yang disebabkan oleh pemantulan pada dinding kuvet dapat dihilangkan
dengan pemakaian sel pembanding yang disebut blanko.
2.5.1 Cara kerja spektrofotometer UV-Visibel (Clifford, et al 1982)
1. Sinar dari sumber radiasi diteruskan menuju monokromator.
2. Cahaya dari monokromator diarahkan terpisah melalui blanko dan sampel
dengan sebuah cermin berotasi.
3. Kedua cahaya lalu bergantian merubah arah karena pemantulan dari cermin
yang berotasi secara kontinu
4. Detektor menerima cahaya dari blanko dan sampel secara bergantian secara
berulang-ulang.
5. Sinyal listrik dari detektor diproses, diubah ke digital dan dibandingkan
antara sampel dan blanko, perhitungan dilakukan dengan komputer yang
sudah terprogram.
19
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama 4 bulan di Laboratorium Kopertis
Wilayah X.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelsitian ini adalah rotary evaporator,
spektrofotometer UV-Vis, timbangan analitik, botol maserasi, labu ukur dengan
berbagai ukuran, gelas ukur dengan berbagai ukuran, beker glass, erlenmeyer,
cawan penguap, kaca arloji, pipet mikro, pipet gondok, batang pengaduk, tabung
reaksi, corong, plat tetes, spatel, gegep, kertas saring Whatman No. 41 dan pipet
tetes.
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit buah muda
dan matang dari Garcinia mangostana Linn, etenol 70%, metanol, kuersetin,
klorofom, kloroform amoniak, asam sulfat, serbuk logam, norit, aluminium
klorida, natrium asetat, AICI3 10% dan DPPH dan aquadest.
20
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit dari buah muda
dan buah matang Garcinia Mangostana Linn yang diambil didaerah Lubuk
Alung Pariaman, Sumatera Barat.
3.3.2. Pembuatan reagen
1. Larutan Aluminium Klorida 10%
Sebanyak 1g aluminium klorida dilarutkan didalam labu ukur 10 mL
sampai tanda batas.
2. Larutan Natrium Asetat 1M
Sebanyak 0,91 g Natrium asetat dilarutkan di dalam labu ukur 10 mL
ditambahkan aquadest sampai tanda batas dan aduk.
3. Larutan Kuersetin
Sebanyak 0,125 g kuersetin dilarutkan dengan metanol dalam labu
ukur 25 mL sampai tanda batas.
4. Larutan DPPH 35 µg/mL (Markham, 1988)
Sebanyak 10 mg DPPH dilarutkan dengan metanol dalam labu ukur
100 mL sampai tanda batas. Pipet sebanyak 17,5 mL dan masukkan ke
dalam labu ukur 50 mL dan tambahkan metanol hingga tanda batas.
3.3.3. Pembuatan Ekstrak Sampel
Sampel terlebih dahulu dipisahkan dari daging buah dan dikupas kulit
bagian luar nya lalu dicuci dengan air bersih dan diiris tipis-tipis, kemudian
sampel dikering anginkan selama empat hari dan dihaluskan dengan mesin
penghalus, sampel yang sudah kering dan dihaluskan ditimbang sebanyak 50
21
gram. Kemudian serbuk sampel tersebut diekstrak dengan menggunakan etanol
70% secukupnya selama 2 x 24 jam sebanyak tiga kali pengulangan lalu maserat
disaring dan filtrat dikentalkan dengan Rotary evaporator sehingga diperoleh
ekstrak kental total. Masing-masing ekstrak kental tersebut dilarutkan dalam labu
ukur 25 ml dengan campuran metanol air (1:1) kemudian dipipet beberapa ml lalu
ditentukan kandungan flavonoid total dan aktivitas antioksidannya.
3.3.4. Karakterisasi Simplisia Sampel Kulit Buah Garcinia mangostana
Linn
Sampel yang diperoleh dikarakterisasi dengan beberapa parameter yang
meliputi pemeriksaan organoleptis, penetapan susut pengeringan dan kadar abu.
1. Pemeriksaan Organoleptis
Dengan menggunakan panca indera untuk uji bentuk, warna, bau dan
rasa dari sampel kulit muda dan matang Garcinia mangostana Linn.
2. Penetapan Susut Pengeringan
Ekstrak kental ditimbang 1 g dimasukan kedalam kurs porselen yang
sebelumnya telah dipanaskan suhu 105˚Cselama 30 menit dan telah
ditara. Kemudian dimasukan dalam oven pada suhu 105˚C selama 2 jam,
lalu didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang hingga bobot
tetap. Dihitung susut pengeringan dengan rumus :
Susut pengeringan=(B−A )−(C−A)
(B−A )x 100 %
Keterangan : A = Berat kurs kosong
B = berat krus + ekstrak sebelum pengeringan
C = berat kurs + ekstrak setelah pengeringan
22
3.3.5. Uji Kandungan Kimia Ekstrak Etanol Buah Garcinia mangostana
Linn
Pemerisaan kandungan kimia metabolit sekunder dilakukan terhadap
ekstrak kental etanol kulit buah Garcinia mangostana Linn, dimana terhadap 50
mg ekstrak sampel ditambahkan 10 mL air suling dan kloroform (1:1) kemudian
dikocok kuat dan dibiarkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan
air digunakan untuk pengujian kandungan senyawa flavonoid, fenolik dan
saponin. Sedangkan lapisan kloroform digunakan untuk pemeriksaan kandungan
senyawa alkaloid terpenoid dan steroid.
1. Pemeriksaan alkaloid
Sebanyak 1 mL lapisan kloroform ditambahkan 1 mL kloroform
amoniak 0,05 N dan 1 mL asam sulfat 2N, selanjutnya dikocok perlahan
dan dibiarkan memisah. Lapisan asam dipipet dan dipindahkan kedalam
tabung reaksi lain, kemudian ditambahkan beberapa tetes pereaksi mayer.
Reaksi positif ditandai dengan adanya kabut putih hingga gumpalan putih
(Culvenor et al, 1963).
2. Pemeriksaan Fenolik
Sebanyak 1-2 tetes lapisan air diteteskan pada plat tetes, kemudian
ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Terbentuknya
warna biru menandakan adanya kandungan senyawa fenol (Simes et al,
1959).
2. Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 1-2 tetes lapisan air diteteskan pada plat tetes, kemudian
ditambahkan beberapa tetes asam klorida pekat dan sedikit serbuk logam
23
Mg. Timbulnya warna orange sampai merah menandakan adanya
flavonoid (Simes et al., 1959).
3. Pemeriksaan steroid dan terpenoid
Sebagian lapisan kloroform disaring dengan menggunakan pipet yang
berisi norit (arang aktif), tampung dalam plat tetes sebanyak 2-3 tetes dan
biarkan mengering. Setelah kering tambahkan 2 tetes asam asetat
anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Liebermen-Bouchard).
Terpenoid akan memberikan warna merah, sedangkan steroid akan
memberikan warna hijau atau biru (Simes et al., 1959).
4. Pemeriksaan Saponin
Sebagian lapisan air dimasukkan kedalam tabung reaksi, selanjutnya
dikocok kuat. Terbentuknya busa yang permanen (±15 menit), ini
menunjukkan adanya saponin (Simes et al., 1958).
3.3.6. Penentuan Kadar Flavonoid Total
1. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Kuersetin
Dibuat larutan standar kuersetin dengan konsentrasi 100 µg/mL
dengan cara memipet 2 mL larutan kuersetin (5mg/mL) lalu diencerkan
dengan campuran metanol dan air suling (1:1) dalam labu ukur 100 mL
sampai tanda batas.
Larutan standar 100 µg/mL dipipet 0,5 masukkan kedalam vial lalu
dicampur dengan 1,5 mL metanol, selanjutnya tambahkan 0,1 mL larutan
aluminium klorida 10%, 0,1 mL larutan natrium asetat 1M dan 2,8 mL
aquadest, lalu dihomogenkan. Diamkan selama 30 menit, kemudian ukur
24
serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm dengan menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis.
2. Penentuan Kurva Kalibrasi Kuersetin
Dari larutan induk kuersetin (5mg/mL) dipipet sebanyak 0,1 ; 0,2 ; 0,3
; 0,4 ; 0,5 dan 0,6 mL kemudian diencerkan dengan campuran metanol
dan air suling (1:1) dalam labu ukur 25 mL sampai tanda batas sehingga
didapatkan seri konsentrasi kuersetin 20, 40, 60, 80 dan 120 µg/mL.
Masing-masing konsentrasi larutan dipipet 0,5 mL masukkan kedalam
vial lalu tambahkan 1,5 mL metanol, selanjutnya tambahkan 0,1 mL
aluminium klorida 10%, 0,1 mL natrium asetat 1M dan 2,8 mL aquadest.
Larutan ini dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit, kemudian
diukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum dengan
menggunakan Spektrofotometer UV-Visible. Lalu buat kurva kalibrasi
sehingga persamaan regresi liniernya dapat dihitung.
3. Penentuan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Etanol Kulit Buah
Garcinia mangostana Linn (Poumorad et al., 2006)
Dibuat larutan ekstrak sampel dengan konsentrasi 5mg/ml dengan cara
melarutkan 0,125g ekstrak kental sampel dalam campuran metanol dan
air suling (1:1) dalam labu ukur 25 mL sampai tanda batas. Dipipet 0,5
mL ekstrak sampel dan masukkan kedalam vial lalu dicampur dengan 1,5
mL metanol, selanjutnya ditambahkan 0,1 mL larutan aluminium klorida
10% dan 0,1 mL natrium asetat 1M dan 2,8 mL aquadest. Larutan
dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit, kemudian diukur
25
serapannya pada panjang gelombang maksimum dengan menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis.
3.3.7. Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Muda
dan Matang Garcinia Mangostana Linn (Mosquera et al, 2007).
1. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH
Dipipet sebanyak 4 mL larutan DPPH 35µg/mL yang baru dibuat,
masukkan kedalam vial dan tambahkan dengan 2 mL campuran metanol
dan air suling (1:1). Larutan dihomogenkan dan dibiarkan selama 30
menit ditempat yang gelap. Serapan larutan diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400-800 nm.
2. Penentuan IC50 Larutan Kuersetin
Dibuat larutan pembending kuersetin dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4 dan
5 µg/mL dengan cara memipet 1 mL larutan induk kuersetin (5mg/mL)
yang kemudian diencerkan dengan campuran metanol dan air suling (1:1)
dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas sehingga didapatkan larutan
kuersetin dengan konsentrasi 50µg/mL. Dari larutan ini masing-masing
dipipet sebanyak 1, 2, 3, 4 dan 5 mL, masukkan kedalam labu ukur 50
mL dan diencerkan lagi dengan campuran metanol dan aquadest (1:1)
hingga tanda batas sehingga didapatkan dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan
5µg/mL.
Dipipet sebanyak 2 mL masing-masingnya lalu dimasukkan kedalam
vial, tambahkan 4 mL larutan DPPH 35 µg/mL. Campuran
dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit ditempat yang gelap.
26
Kemudian diukur serapan larutan dengan menggunakan Spektrofotometri
UV-Vis pada panjang gelombang maksimum.
Dari nilai absorban sampel dan kontrol, kemudian dihitung %
inhibisi dengan menggunakan rumus:
%inhibisi = absorban kontrol – absorban sampel x 100%absorban kontrol
Keterangan :
Absorban kontrol : serapan larutan radikal DPPH 35µg/mL pada
panjang gelombang 518 nm.
Absorban sampel : serapan larutan ekstrak etanol kulit buah Garcinia
Mangostana Linn (sampel) ditambah larutan DPPH 35 µg/mL dikurangi
dengan serapan sampel tanpa DPPH pada panjang gelombang
maksimum.
Dari data % inhibisi dengan konsentrasi larutan pembanding kuersetin
tersebut dapat dibuat kurva aktivitas antioksidan sehingga dapat
diperoleh persamaan regresi linier. IC50 kuersetin adalah konsentrasi
larutan pembanding yang memberikan inhibisi sebesar 50% yang dapat
dihitung menggunakan regresi linier yang telah diperoleh.
3. Pemeriksaan IC50 Ekstrak Etanol Buah Muda dan Matang
Garcinia Mangostana Linn.
Dibuat larutan sampel dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50
µg/mL. Masing-masing seri konsentrasi larutan sampel dipipet sebanyak
2 mL lalu dimasukkan kedalam vial, tambahkan 4 mL larutan DPPH 35
27
µg/mL. Campuran dihomogenkan dan didiamkan ditempat yang gelap
selama 30 menit. Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang maksimum. Kemudian dihitung % inhibisi
dengan menggunakan rumus seperti pada larutan pembanding kuersetin
diatas.
Dari data % inhibisi dengan konsentrasi larutan sampel tersebut dapat
dibuat kurva aktivitas antioksidan sehingga dapat diperoleh persamaan
regresi liniernya. IC50 larutan sampel adalah konsentrasi larutan sampel
yang memberikan inhibisi sebesar 50% yang dapat dihitung
menggunakan persamaan regresi linier yang telah diperoleh.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Antioksidan dan Radikal Bebas. http:// Pengobatan. Word Press. Com .2007/04/24/ antioksidan-dan-radikal-bebas, diakses 16 April 2008.
Arjuna, P., 2004, Antioxidant Activity, Medalion Laboratories Analithycal Progress, Vol. 19, No.2 page 1-4.
Arkara, N. 2007. Daya hepatoprotektor ekstrak buah jambu biji, buni dan wortel pada mencit yang diinduksi dengan carbontetrachlorida. Universitas Padjajaran. Bandung.
Cos, P., Callome, M., Sindambiwe, J.B., Bruyne, T.D., Cimanga, K., Pieters, L., Vlietinck, A.J., and Berghe, D.V., 2001, Cytotoxicity and Lipid Peroxidation-Inhibiting Activity of Flavonoids, Planta Med, 67. 515-519.
Creswell, Clifford J., Runguist, Olaf A., Campbell, Malcom, M, 1982, Analisis Spektrum Senyawa Organik, Edisi ke-2, Penerbit ITB: Bandung.
Culvenor, C. C. J. And J. S. Fitzgerald, 1963, A Field Methods for Alkaloids Screening of plants, J. Pharm. Sci., 52.
Dachriyanus. 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi, cetakan pertama, Andalas University Press, Trianda Anugrah Pratama, Padang.
Fessenden, F. 1999, Kimia Organik. Edisi III Jilid 1, Erlangga , Jakarta.
Fessenden, R. J. Dan Fessenden, J. S., 1982, Kimia Organik, alih bahasa oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Gulcin, I., Uguz, M.T., Oktay, M., Beydemir, S., and Kufrevioglu, O.I., 2004, Evaluation of the Antioxidant and Antimicrobial Activities of Clary sage (Salvia sclarea L), Turki. Agric. For., 28: 25-33.
Harborne, J.B., 1987, Metoda Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,terbitan ke-2, alih bahasa oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Penerbit ITB, Bandung.
Harliansyah, “Mengunyah Halia Menya Penyakit:, Paksi Jurnal, Fakultas Perubatan, Universiti Kebangsaan Malaysia, Selanor Darus Ehsan, Malaysia.
Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia III, Penerjemah : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Yayasan Sarana Wahajaya, Jakarta, pp 1385-1386.
29
Karimah. 1991, Inhibitor Aldosa Reduktase Trend Baru Pencegahan Komplikasi Diabetes Melitus, Buletin Pharos, 2.
Mardiana, L., 2011, Ramuan dan Khasiat Kulit Manggis, Penebar Swadaya, Jakarta.
Markham, K.R., 1998, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, alih bahasa oleh Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung.
Molynneux, K.R., 2004, The use of the stable free radical diphenylpicryl-hidrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity, J. Sci technol., Vol. 26 (2): 211-210.
Okawa, M., J. Kinjo, T. Nohara and M. Ono, 2001, Modification Method DPPH (1,1-diphnyl-2-picrylhydrazyl) radical scavenging activity of flavonoids obtained from some medical plants, Biol. Pharm. Bull., Vol. 24 (10), 1202-1205.
Poumorad, F., S. J. Hosseinimehr dan N. Shahabimajd, 2006, antioxidant activity, phenol and flavonoid content of some selecteral Iranian medical plants, African Journal of Biotechnology, Vol. 5(11),pp. 1142-1145.
Pradipta, I.S., Nikodemus, T.W., dan Susilawati, Y, 2006, Isolasi dan identifikasi Senyawa Golongan Xanthon dari Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.), Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran, Bandung.
Qosim, Ali Warid, 2009, Manggis (Garcinia Mangostana L.), Diakses 29 Agustus 2010.
Rukmana, Rahmat, 2003. Bibit Manggis Kanisius, Yogyakarta.
Sajuthi, Dondin. Ekstraksi, Fraksinasi, Karakterisasi dan Uji Hayati In-vitri Senyawa Bioaktif Daun Dewa (Gynura pseudochina (Lour)DC)Sebagai Anti Kanker, Tahap II. Buletin Kimia : 75-79.
Simes, J. J. H., J. G. Tracy, L. J. Web and W. J. Dunston, 1959, an Australian Phytichem Common Wealth Scientific and Industrial Research Organization, Australia, Melbourne, Bulletin no. 281, 5-9.
Sunarni, T., S. Pramono dan R. Asmah, 2007, Flavonoid Antioksidan Penangkap Radikal dari daun Kepel (Stelechocarpus burahol (BL) Hook f. dan Th). Majalah Farmasi Indonesia 18 (3), 111-116, Solo.
Tjahjanigtyas, 2011. Manggis Ratu Buah Kaya Mamfaat. surabaya
Winarsi, H., 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, Kasinius, Yogyakarta.
30
Yukiro Akao, Yoshito Nakagawa dan Yoshinori Nozawa, 2008, Anti Cancer Effects of Xanthones from Pericarps of Mangosteen, int. J. Mol. Sci 9 : 355-370.
31
Lampiran 1 : Skema Kerja Ekstraksi Sampel
50 gram sampel kering
- kulit yang telah diserbuk
- direndam dengan 250 mL etanol 70% selama 2 x 24 jam, sambil sekali-kali diaduk
- saring dengan kertas saring whatman No.41
- ulangi sampai filtrate sampai tidak berwarna
Filtrat
- ketiga filtrat digabungkan
Filtrat diuapkan dengan rotary evaporator suhu 40oC
Ekstrak kental
- ekstrak kental ditimbang
- dilarutkan dengan
metanol:air (1:1) dalam
labu ukur 50 mL
Larutan ekstrak
Gambar 4 : Skema Kerja Ekstraksi Sampel
32
Penentuan kadar flavonoid total
Lampiran 2 : Skema kerja Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Kuersetin Dalam Methanol:air
2 ml larutan kuersetin (5mg/mL)
- tambahkan metanol:air
(1:1) dalam labu ukur 100
mL
Larutan kuersetin konsentrasi 100µg/mL
0,5 ml larutan kuersetin (100µg/mL)
- tambahkan 1,5 mL metanol
- tambahkan 0,1 mL larutan
aluminium klorida 10%
- tambahkan 0,1 mL natrium
asetat 1M
- diamkan selama 30 menit
Ukur serapan pada panjang gelombang 200-800 nm dengan
spektrofotometri UV-Visibel
Gambar 5 : Skema Kerja Penentuan Panjang gelombang Maksimum
Kuersetin Dalam Methanol:air
33
Lampiran 3 : Skema Kerja Penentuan Kadar Flavonoid Total
0,5 mL larutan ekstrak
- tambahkan 1,5 mL metanol
- tambahkan 0,1 mL larutan
aluminium klorida 10%
- tambahkan 0,1 mL natrium
asetat 1 M
- tambahkan 2,8 mL air
suling
- diamkan selama 30 menit
Ukur serapan dengan spektrofotometri UV-Visibel pada panjang
gelombang maksimum
Gambar 6 : Skema Kerja Penentuan Kadar Flavonoid Total
34
Lampiran 4. Skema Kerja Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metoda DPPH
2 mL larutan ekstrak Sampel
- Ditambahkan 4 mL larutan
DPPH 35 µg/mL
- Diamkan selama 30 menit
ditempat gelap
Ukur Serapan dengan Spektrofotometri UV-Vis
Pada Panjang Gelombang maksimum
Gambar 7: Skema Kerja Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metoda DPPH
35