propil lengkap mathla'ul anwar
DESCRIPTION
Sejarah singkat MATRANSCRIPT
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 1
PROFIL MATHLA'UL ANWAR
A. LATAR BELAKANG BERDIRINYA MATHLAUL ANWAR
Kondisi Umum Masyarakat Banten
Sejak dihancurkannya kesultanan Banten pada tahun 1813
oleh Gubernur Jenderal Deandeles, praktis Banten dinyatakan
daerah jajahan Belanda. Kekuatan Belanda di Banten memaksa
perubahan, dan sejak itu seluruh daeah di Banten mengalami
guncangan. Sebab ketika penetrasi kolonial secara intensif
menyentuh kehidupan sehari-hari rakyat melalui pajak yang
berat, pengerahan tenaga buruh yang berlebihan, dan
peraturan yang menindas, serta tekanan militer yang represif,
jelas realitas sosial-politik di Banten dirasakan sebagai kenyataan
yang jauh dari apa yang mereka harapkan.
Kolonialisme sebagai bentuk penguasaan wilyah memiliki
system administrasi yang sistematis dengan mengatur segala
kewenangan organisasi sosial-politik di kawasan kolonial sesuai
dengan keperluan negara jajahan. Sistem itu bertentangan
dengan apa yang diharapkan dalam bentuk harmoni sosial.
Lebih dari itu kehadiran kolonialisme Belanda bukan hanya
menghancurkan tata-niaga masyarakat pribumi, system ekonomi
dan politik tradisional, tetapi juga menghancurkan system idiologi
negara sebagai pemersatu bangsa, sehingga kesatuan rakyat di
negara jajahan bercerai berai, yang juga mengakibatkan
terjadinya koflik dan peperangan antar golongan dalam
kebangkrutan politik tersebut. Demikianlah politik adu domba
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 2
yang dilancarkan Belanda menyebabkan terjadinya perselisihan
dan sengketa politik antar elite dan pewaris kesultanan yang tak
jarang melahirkan peperangan local.
Perpecahan politik ini melengkapi kemunduran structural
sosial masyarakat Banten. Kekacauan politik yang juga diikuti
oleh kemerosotan ekonomi, sekaligus disertai dengan
marginalisasi masyarakat. Sebagian penduduk kembali ke
daerah-daerah pelosok pedesaan dan di sinilah pendidikan
agama Islam dikembangkan dengan fasilitas yang seadanya
dan dengan orientasi yang teramat anti-kolonialisme.
Ketika tata kehidupan tradisional yang membentuk
harmoni sosial masyarakat mengalami penghancuran, sebagian
mereka membentuk pandangan-pandangan baru dan
tumbuhnya mitologi keagamaan yang kian mengental dalam
kehidupan masyarakat. Demikian ini sebagian besar yang
mayoritas petani kembali ke alam pikiran masa lalunya,
semacam restorasi tradisi, dengan mencari tulang punggung
ketenangan dan ketenteraman teologis yang pernah dirasakan
sebelumnya.
Idiolegi keagamaan semacam itu menimbulkan rasa
kebencian yang dalam terhadap kolonialisme. Sehingga
sebagian dari elte agama membentuk fron perlawanan
terhadap penjajahan Belanda tanpa henti. Guru agama/kyai
tidak hanya mengambil jarak dengan pemerintah kolonial, tapi
juga menjadikan kegiatan-kegiatan sosial-keagamaan itu
dinyatakan sebagai jalan jihad melawan kolonialisme Belanda.
Mereka memilih menjadi buronan yang selalu diawasi dan
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 3
dikejar-kejar oleh pemerintah. Karena itu sering terjadi
pemberontakan dan perlawanan walau banyak di antara para
tokoh dan pimpinan agama Islam di Banten yang tertangkap
dan kemudian dibuang ke negeri orang.
Juga tak sedikit para kyai/Guru Agama yang uzlah
meninggalkan keramaian kota dan masuk ke pedalaman.
Kelompok ini membuka lembaran baru dengan cara bertani
sambil mengajarkan ilmu agama Islam secara mandiri. Dengan
demikian bahkan mereka tetap mempunyai akar yang kuat dan
mendapat tempat terhormat di kalangan masyarakat.
Pada zaman ini muncul kembali kepercayaan-
kepercayaan tradisional sebagai bentuk simbolisme harmoni
hubungan manusia dengan lingkungan alamnya. Masyarakat
petani yang walaupun sudah memluk agama Islam, jika memulai
menuai padi, terlebih dahulu akan mengadakan upacara
mipit. Upacara ini adalah membuat sesajian untuk menyuguh
Dewi Sri atau Sri Pohaci yang dipercaya sebagai dewi padi yang
berwenang untuk memberkahi padi. Suatu jangjawokan
(mantera dalam bahasa Sunda) yang sudah menjadi aksioma
adalah mipit amit ngala menta. Artinya, mengambil apa pun
dari suatu tempat, berupa apa saja, harus izin terlebih dahulu
kepada roh halus yang menguasai tempat tersebut. Kalau
setelah melakukan sesuatu kemudian mendapat musibah,
seperti sakit kepala atau demam, atau tersandung apa saja,
kemudian akan dihubung-hubungkan dengan perbuatan yang
dianggap sembrono (sembarangan). Yaitu tidak minta izin
kepada yang membahurekso (bahasa Jawa) atau nu
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 4
ngageugeuh (bahasa Sunda). Untuk itu kemu-dian masyarakat
akan menanya kepada orang yang dianggap tua dan mengerti
tentang yang gaib, yang biasanya berupa seorang dukun. Sang
dukun kemudian akan memberikan petunjuk tentang apa yang
harus dilakukan sebagai langkah penebusanatas kesalahannya.
Pada upacara walimah (pernikahan/khitanan), sang
pengantin pria/wanita sebelum melaksaakan akad nikah atau
pada saat si anak dikhitan, mereka harus terlebih dahulu
mengunjungi leluhurnya untuk memohon doa restunya, agar
tidak terjadi sesuatu bencana aral melintang yang mungkin
mengganggu jalannya upacara tersebut.
Setiap orang yang melewati tempat yang dianggap
angker harus mengucapkan mantera minta izin kanu
ngageugeuh (yang membahurekso), yaitu roh halus yang
menmpati tempat itu. Misalnya saja dengan kalimat ampun
paralun kanu luhung, sang karuhun anu ngageugeuh,
danginang anu nga-wisesa, ulah ganggu gunasita, kami incu
buyut ki.. (biasanya dengan menyebutkan nama
leluhurnya). Misalnya ki buyut Ance, ki buyut Sawi, ki Jaminun
dan sebagainya.
Pengalaman-pengalaman budaya seperti itu merupakan
bentuk sumbolisme atas harapan adanya ketenangan dan
ketentraman kehidupan, yang pada saat itu tak pernah
dirasakan karena kuatnya tekanan koloni Belanda. Idiologi
tradisionalisme itu juga merupakan respon atas hancurnya
idiologi politik dan agama yang mereka anut, setalah
kedudukan dan struktur sosial terganggu dan hancur.
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 5
Dalam pada itu tingkat kejahatan merajalela Perampokan,
pembunuhan, perkelahian terjadi hampir setiap saat. Sedangkan
usaha penanggulangan oleh pemerintah Belanda hanya cukup
dengan mendirikan rumah-rumah penjara mulai dari kota besar
sampai kota kecil. Rumah tahanan atau penjara di bangun di
kota-kota kewadanaan seperti Menes, Labuan, Malingping,
Balaraja, Mauk dan tempat-tempat lain yang sederajat.
Akibatnya, para bekas narapidana semakin mematangkan diri
dalam melakukan aksi kejahatannya, karena selama di dalam
penjara, bukannya semakin baik dan jera, tetapi semakin
matang dan kian semakin menambah kualitasnya.
Walaupun demikian, sebenarnya, kejahatan-kejahatan itu
dilakukan hanya dengan menggunakan senjata tajam
tradisional seperti golok, pisau, dan lain-lain. Hal itu ada
kepercayaan atas benda-benda tajam itu yang dianggapnya
mengandung kekuatan gaib.
Kondisi Pendidikan
Di bawah kekuasaan Belanda rakyat Banten bukan
bertambah baik, malah semakin melarat dan terbelakang.
Kondisi ini hampir dialmai oleh seluruh rakyat di seluruh nusantara.
Guna mengatasi permasalahan tersebut pemerintah Belanda
memberlakukan politik etis. Program politik etis yang dijalankan
oleh pemerintah Belanda, di antaranya membuat irigasi buat
mendudung pertanian rakyat dan menyelenggarakan sekolah
bagi bumiputra. Ternyata program tersebut gagal memberikan
manfaat bagi penduduk desa. Hal ini terjadi, karena yang bisa
menikmati sekolah itu hanya sebagian kecil rakyat saja terutama
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 6
orang-orang yang berada di kota dan siap jadi calon ambtenar
(pegawai Belanda).
Sedangkan di kalangan rakyat kebanyakan, tidak
terjangkau oleh sistem pendidikan ini. Disamping jumlah yang
sangat sedikit (hanya di kota-kota kewadanaan saja yang
disediakan sekolah), juga syarat untuk dapat belajar sangat
berat, dan cen-derung sengaja dipersulit, dengan alasan
bermacam-macam.
Tujuan Belanda menyelenggarakan sekolah, seperti di-
katakan di atas, adalah untuk menyiapkan calon pekerja
ambtenar yang jumlahnya tidak perlu banyak. Sebagian besar
rakyat bumi putra hanya dibutuhkan sebagai pekerja kasar yang
tidak memerlukan pengetahuan yang tinggi, yang penting asal
bertenaga kuat.
Pendidikan Islam yang masih ada ialah pondok pesantren
yang diselenggarakan oleh para Kyai secara individual dan
tradisional. Pendidikan ini penuh dengan segala
keterbatasannya, baik dalam hal sarana, dana, maupun
manajemennya. Ditambah pula dengan kondisi yang tidak
aman dari berbagai pengawasan oleh pemerintah Belanda.
Pihak penjajah beranggapan bahwa kharisma keagamaan
yang tersimpan dalam jiwa para Kyai itu masih mengundang
semangat anti kafir/ penjajah, yang bila ada peluang pasti
meletuskan api pembe-rontakan terhadap pemerintah penjajah.
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 7
Berdirinya Madrasah Pertama
Keadaan tersebut menggelisahkan masyarakat dan
mematikan semangat umat dan pada gilirannya akan
menghilangkan ajaran Islam yang telah ditanamkan oleh para
pejuang terdahulu. Oleh karenanya orang-orang yang baru saja
pulang menunaikan ibadah haji atau mukim di Mekkah yang
lama menimba agama Islam, sudah tentu merupakan sesuatu
yang sangat menarik perhatian bagi masyarakat Banten.
Di tengah hiruk pikuknya dan galaunya kemungkaran di
dalam masyarakat yang dilanda kemiskinan, kebodohan dan
kejumudan yang diselimuti pula oleh kabut kegelapan dan
kebingungan muncullah seberkas sinar harapan yang
diharapkan akan membawa perubahan di hari kemudian.
Tersebutlah K.H.E. Moh. Yasin yang baru kembali dari
menghadiri rapat yang diselenggarakan di Bogor oleh para
ulama yang mendambakan kahidupan umat yang lebih baik.
Gerakan ini dipelopori oleh Haji Samanhudi dalam rangka
mendirikan Syarikat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1908 M.
Beliau mendatangi rekan-rekan ulama yang ada disekitar Menes,
antara lain Kyai H. Tb. Moh. Sholeh dari kampung Kananga dan
beberapa orang kyai lainnya. Tujuan pertemuan tersebut
adalah untuk bermusyawarah dan bertukar pikiran, yang
akhirnya melahirkan kata sepakat untuk membentuk suatu
majelis pengajian yang diasuh bersama. Pengajian ini juga
dijadikan lembaga muzakarah dan musyawarah dalam me-
nanggulangi dan memerangi situasi gelap itu ialah dengan
harapan muncul seberkas sinar, yang kemudian menjadi nama
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 8
MATHLAUL ANWAR (bahasa Arab, yang artinya tempat lahirnya
cahaya).
Militansi K.H. Entol Moh. Yasin dari Kaduhawuk, Menes ini
tak pernah memudar dalam keinginan untuk memajukan umat
melalui pendidikan. Beliau menghendaki kemajuan umat hanya
mungkin melalui pendidikan. Bukankah Nabi Muhammad SAW
bersabda : Barang siapa yang menginginkan dunia haruslah
dengan ilmu, barangsiapa meng-inginkan akhirat haruslah
dengan ilmunya, dan barang siapa yang menginginkan
keduanya haruslah dengan ilmu. Dan hadits yang lain : Ilmu itu
adalah cahaya.
Beranjak dari sini agaknya pertemuan, akhirnya melahirkan
sebuah kata sepakat untuk mendirikan sebuah lembaga
pendidikan Islam yang dikelola dan diasuh secara jamaah
dengan mengkordinasikan berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu
Islam yang dianggap merupakan kebutuhan yang mendesak.
Perjuangan mengangkat dan membangkitkan umat dari
lembah kegelapan dan kemiskinan yang menimbulkan
keterbelakangan, tidak cukup sekedar dengan mengadakan
pengajian bagi generasi tua saja. Untuk itu dituntut langkah
lebih lanjut lagi, yaitu lahirnya generasi berikutnya yang justru
merupakan sasaran utama yang diharapkan mampu mengubah
situasi (min al zhulumati ila al nur).
Berdirinya Mathlaul Anwar
Guna mencari pemecahan masalah tersebut, para kyai
mengadakan musyawarah di bawah pimpinan KH. Entol
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 9
Mohamad Yasin dan KH. Tb. Mohamad Sholeh serta para ulama
yang ada di sekitar Menes, bertempat di kampung Kananga.
Akhirnya, setelah mendapatkan masukan dari para peserta,
musyawarah mengambil keputusan untuk memanggil pulang
seorang pemuda yang sedang belajar di Makkah al
Mukarramah. Ia tengah menimba ilmu Islam di tempat asal
kelahiran agama Islam kepada seorang guru besar yang juga
berasal dari Banten, yaitu Syekh Mohammad Nawawi al Bantani.
Ulama besar ini diakui oleh seluruh dunia Islam tentang
kebesarannya sebagai seorang fakih, dengan karya-karya
tulisnya dalam berbagai cabang ilmu Islam. Siapakah pemuda
itu ? Dialah KH. Mas Abdurrahman bin Mas Jamal, yang lahir
pada tahun 1868, di kampung Janaka, Kecamatan Jiput,
Kawedanaan Caringin, Kabupaten Pandeglang, Karesidenan
Banten.
KH. Mas Abdurrahman bin KH. Mas Jamal kembali dari
tanah suci sekitar tahun 1910 M. Dengan kehadiran seorang
muda yang penuh semangat untuk berjuang mengadakan
pembaharuan semangat Islam, bersama kyai-kyai sepuh,
dapatlah diharapkan untuk membawa umat Islam keluar dari
alam gelap gulita ke jalan hidup yang terang benderang, sesuai
ayat al-Quran Yukhriju hum min al dzulumati ila al nur.
Pada tanggal 10 bulan ramadhan 1334 H, bersamaan
dengan tanggal 10 Juli 1916 M, para Kyai mengadakan suatu
musyawarah untuk membuka sebuah perguruan Islam dalam
bentuk madrasah yang akan dimulai kegiatan belajar
mengajarnya pada tanggal 10 Syawwal 1334 H/9 Agustus 1916
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 10
M. Sebagai Mudir atau direktur adalah KH. Mas Abdurrahman
bin KH. Mas Jamal dan Presiden Bistirnya KH.E. Moh Yasin dari
kampung Kaduhawuk, Menes, serta dibantu oleh sejumlah kyai
dan tokoh masyarakat di sekitar Menes.
Selengkapnya para pendiri Mathlaul Anwar :
Kyai Moh. Tb. Soleh Kyai E.H. Moh Yasin Kyai Tegal Kyai H. Mas Abdurrahman K.H. Abdul Muti K.H. Soleman Cibinglu K.H. Daud K.H. Rusydi E. Danawi K.H. Mustagfiri
Adapun tujuan didirikannya Mathlaul Anwar ini adalah
agar ajaran Islam menjadi dasar kehidupan bagi individu dan
masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disepakati
untuk menghumpun tenaga-tenaga pengajar agama Islam,
mendirikan madrasah, memelihara pondok pesantren dan
menyelenggarakan tablig ke berbagai penjuru tanah air yang
pada saat itu masih dikuasai oleh pemerintah jajahan Belanda.
Pemerintah kolonial telah membiarkan rakyat bumi putra hidup
dalam kebodohan dan kemiskinan.
Program Pendidikan Mathlaul Anwar
Untuk sementara, kegiatan belajar diselenggarakan di
rumah seorang dermawan, di kota Menes. Beliau merelakan
tempat tinggalnya digunakan untuk tempat belajar bagi umat.
Tokoh ini adalah K.H. Mustagfiri.
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 11
Selanjutnya, setelah mendapatkan sebidang tanah yang
diwakafkan Ki Demang Entol Djasudin, yang terletak di tepi jalan
raya, dibangunlah sebuah gedung madrasah dengan cara
gotong-royong oleh seluruh masyarakat Islam Menes. Sampai
kini gedung tersebut masih berfungsi sebagai tempat
penyelenggaraan Madrasah Ibtidaiyyah, Sekolah Dasar Islam
dan Taman Kanak-kanak Mathlaul Anwar. Gedung tersebut
tidak lain ialah pusat perguruan Islam Mathlaul Anwar yang
terletak di kota Menes, Pandeglang.
Mengenai program pendidikan diselenggarakan program
pendidikan 9 (sembilan) tahun. Yaitu mulai dari kelas A, B, I, II, III,
IV, V, VI dan kelas VII. Belum ada pemisahan tingkat Ibti-daiyah
dan tingkat Tsanawiyah. Disamping pendidikan dengan sistem
klasikal dalam bentuk madrasah, sebagai langkah modernisasi;
juga dibuka lembaga pendidikan dengan sistem pesantren.
Model ini tetap dihidup-suburkan, bahkan dikore-lasikan dengan
sistem sekolah. Guru-guru yang mengajar di madrasah pada
pagi hari, pada sore dan malam harinya, di rumah masing-
masing, tetap menyelenggarakan pengajian dengan sistem
pesantren dan menampung santri yang datang dari berbagai
daerah untuk belajar di madrasah Mathlaul Anwar.
Santriwan dan santriwati yang telah menyelesaikan masa
pendidikan selama 9 (sembilan) tahun, yaitu tamat kelas VII,
dikirim ke berbagai tempat/daerah untuk mendawahkan ajaran
Islam dalam bentuk baru, yaitu mendirikan madrasah Mathlaul
Anwar cabang Menes, dengan diantar oleh Pengurus Mathlaul
Anwar Menes. Mereka diberi bisluit atau Surat Tugas mengajar
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 12
dari Presiden of Bestur Mathlaul Anwar dengan semangat iman
dan keyakinan terhadap janji Allah yang berbunyi : In tanshuru
Allah yanshuru kum. Artinya, jika engkau menolong agama
Allah, pasti Allah akan menolongmu. Maka tidaklah menghe-
rankan jika pada tahun 1920-an sampai dengan tahun 1930-an,
di Lampung, Lebak, \serang (Kepuh), Bogor, Tangerang,
Karawang dan tempat-temapat lain, sudah berdiri madrasah
Mathlaul Anwar cabang Menes, hanya diizinkan menye-
lenggarakan madrasah sampai kelas IV (empat), sedangkan
untuk kelas V, VI dan VII harus belajar di Menes.
Pada tahun 1929 didirikan madrasah putri Mathlaul Anwar
dengan tiga tokoh yang menjadi pimpinannya yaitu : Nyi. H.
Jenab binti Yasin, Nyi Kulsum, dan Nyi Aisyah. Disamping
kegiatan belajar mengajar di madrasah dan pesantren bagi
murid-murid, juga setiap hari Kamis setiap pekan seluruh guru
diwajibkan mengikuti pengajian yang diselenggarakan di masjid
Soreang, Menes. Di situ KH. Mas Abdurrahman menetap dan
sekaligus sebagai pengajian pusat. Tujuannya adalah dalam
rangka memperluas dan memperdalam ilmu Islam. Dengan
cara itu, akhirnya kyai-kyai pimpinan Mathlaul Anwar dapat
berfikir dan berwawasan luas, tidak mengurung diri dalam satu
pendapat seorang ulama saja.
Untuk membangun dan memelihara madrasah Mathlaul
Anwar, diusahakan dengan cara gotong-royong, baik tenaga
manusianya maupun dananya. Untuk itu dihimpun shadaqoh
jariyah, wakaf dan jimpitan (beras remeh), yang diseleng-
garakan oleh jamaah Majlis Talim ibu-ibu. Caranya, setiap kali
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 13
hendak masak nasi diambil satu sendok makan dari beras yang
akan dimasak dan ditampung dalam tempat tersendiri.
Selanjutnya, beras dihimpun oleh petugas yang biasanya
terdiri dari seorang janda iskin dengan mendapat imbalan
sepuluh persen dari hasil pungutannya. Para janda miskin ini
kemudian menyetor kepada para kader yang mengikuti
pengajian pada setiap hari Kamis yang menyerahkan lagi
kepada kordinator pusat Mathlaul Anwar. Usaha yang tidak
terasa namun nyata ini, akhirnya mampu menghimpun suatu
kekuatan yang tidak kecil. Diantara sekian tanda bukti yang
tidak bisa dilipakan ialah adanya beberapa bidang tanah yang
dibeli dari hasil pungutan beras jimpitan (beras remeh) dan
hingga kini tempat itu dinamakan Kebon remeh, milik Mathlaul
Anwar. Bukti ini, tidak boleh dilupakan oleh generasi selanjutnya.
Pada tahun 1940 didirikan Madrasah Arabiah (Sekolah
Arab) yang khusus memberi pelajaran bahasa Arab, untuk itu
didatangkan seorang guru dari Salatiga yaitu KH. Humaedi
disamping itu beberapa pemuda dikirim ke Jakarta (sekolah
Jamiatul Khaer) untuk calon-calon guru. Dan untuk mempela-jari
ilmu Falak didatangkan guru dari Pekalongan (KH. Syabrawi dan
diadakan kursus ilmu falak bagi guru-guru Mathlaul Anwar).
Untuk mencetak para muballig diadakan kursus muballig
yang dinamai cm. Yang diikuti para santri-santri dan guru-guru
serta pemuda-pemuda. Disamping adanya kursus mubalig bagi
murid-murid/pelajar madrasah mulai tingkat rendah sampai
tingkat atas, pada tiap-tiap kenaikan kelas Ichtifalan diadakan
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 14
pidato anak-anak sekolah untuk mendidik mereka pandai pidato
dan tablig.
Untuk menampung para pelajar yang datang dari daerah-
daerah, didirikan pondok-pondok pesantren di sekitar Menes,
antara lain di Kananga yang paling besar yang dipimpin oleh KH.
Tb. Ahmad, seorang alumni pertamapendidikan di Mathlaul
Anwar. Para santri yang mondok di Kananga datang dari Bogor,
Tangerang, Lampung dan lain-lain, sampai ratusan jumlahnya.
Kananga adalah satu kampung di kaki gunung pulosari
merupakan tempat cikal bakal Mathlaul Anwar, sebab disitulah
K. Tb. Moh. Sholeh tinggal dan setibanya KH. Mas Abdurrahman
dari Makkah tinggal di Kananga dan menikah dengan putri dari
KH. Tb. Moh. Sholeh, dan selanjutnya pindah ke Soreang Menes,
dan di Soreang inilah dibangun pesantren. KH. E. Muhamad
Yasin adalah seorang ulama intelek yang berwawasan luas, dan
ia seorang putra dari seorang jaksa.
Lahirnya Statuten Mathlaul Anwar
Peristiwa pemberontakan rakyat terhadap pemerintahan
Belanda pada tahun 1926 di Menes dan Labuan, tanpa disadari
oleh para tokoh dan pimpinannya, telah membuat Mathlaul
Anwar bertambah besar dan meluas. Pemberontakan, yang
oleh pihak Belanda disebut sebagai pemberontakan Komunis,
menyebabkan para tokoh dan pimpinan Mathlaul Anwar selalu
dicurigai dan diawasi oleh aparat pemerintahan, terutama pihak
P.I.D (polisi rahasia kolonial Belanda). Hal ini terjadi karena
diantara pelaku pemberontakan terdapat tokoh dan orang-
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 15
orang Mathlaul Anwar. Meskipun mereka tidak dalam
kapasitasnya sebagai tokoh dan warga Mathlaul Anwar, tetapi
dalam kedudukannya sebagai anggota Serikat Islam (?)
Sebagian dari mereka bahkan ada pula yang dibuang ke Boven
Degul, Tanah Merah, Irian antara lain : K. Abdulhadi Bangko,
Khusen Cisaat dan lain-lain.
Dengan adanya pengawasan dan kecurigaan yang amat
ketat di Pandeglang, Khususnya di Menes dan Labuan, aktivitas
para pimpinan Mathlaul Anwar di daerah tersebut menjadi
berkurang dan terpaksa harus berhati-hati sekali. Para kyai dan
ulama Mathlaul Anwar kemudian bergerak menyebar-luaskan
Mathlaul Anwar ke luar daerah, mengirimkan kader-kader dan
para abituren (lulusan) madrasah Mathlaul Anwar Menes ke
daerah-daerah di luar Pandeglang. Diantaranya ke kabupaten
Lebak, Serang, Tangerang, Bogor, Karawang dan di Keresidenan
Lampung.
Pada tahun 1936 jumlah madrasah Mathlaul Anwar sudah
mencapai 40 buah yang tersebar di tujuh daerah tersebut di
atas. Pada waktu itu perhatian terhadap Mathlaul Anwar tidak
lagi terbatas dari kalangan kaum pelajar (intelektual) pun mulai
ikut berpartisipasi aktif. Karena itu, dan sesuai pula
perkembangan Mathlaul Anwar, maka timbulah gagasan-
gagasan untuk meningkatkan kualitas perkembangan
organisasinya, baik yang bersifat teknis pedagogis, maupun
adsministratif organisasi dan keanggotaannya.
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 16
B. TUJUAN DIDIRIKANNYA MATHLAUL ANWAR
1. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang beriman dan
bertakwa kepada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani,
berilmu pengetahuan, cakap dan terampil, serta
berakhlaqul karimah
2. Terwujudnya nilai nilai Islam pada lembaga lembaga
pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan
3. Terwujudnya keluarga dan masyarakat yang bahagia,
sejahtera, adil, dan makmur yang diridhai Allah SWT.
C. KIPRAH MATHLAUL ANWAR DI TENGAH MASYARAKAT
Membangun Universitas Mathlaul Anwar dengan
jumlah mahasiswa 10.000 orang
Mendirikan 2.000 sekolah di Indonesia
Mendirikan 43 Perguruan (Madrasah dan pondok
pesantren) di seluruh Indonesia
Mencerdaskan masyarakat melalui kajian kajian
keislaman dan kekinian di 26 propinsi
Membangun LKBH MA (lembaga Konsultasi dan
Bantuan Hukum Mathlaul Anwar)
Mendirikan Lembaga Pengembangan Koperasi
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 17
D. MAKNA LAMBANG MATHLAUL ANWAR
Lambang Mathlaul Anwar berbentuk bulan sabit menjulang
ke atas dan di kedua ujungnya terletak bintang bersudut lima
dengan empat kaki huruf MA memotong ke bawah tegak
berdiri di atas empat garis gelombang yang terputus-putus
dan bertuliskan Mathlaul Anwar yang melintang dari kanan
kekiri dalam huruf Arab.
Warna dasar hijau tua dan warna tulisan putih
Pengertian Lambang: Bulan Bintang adalah tanda Umat
Islam yang sinarnya merupakan cahaya kebenaran
menyinari umat manusia
Huruf M dan A merupakan singkatan dari Mathlaul Anwar,
dengan 4 (empat) kaki yang melambangkan ilmil ulama,
adlil umara, sakhwatil agnia, dawatil fuqara
Empat garis gelombang menggambarkan pedoman
Mathlaul Anwar kepada al-Quran, al-Hadits, al-Ijma dan al-
Qiyas
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 18
Tulisan Arab hurufnya berjumlah 11 (sebelas)
menggambarkan Rukun Iman dan Rukun Islam
Warna dasar hijau tua menggambarkan kebenaran dan
kesuburan, mengingatkan kewajiban anggotanya untuk
senantiasa menyuburkan dakwah Islamiyah, amar maruf
nahi munkar serta menyuburkan pendidikan agama Islam
Warna tulisan putih yang melambangkan kesucian,
mengingatkan agar umat Islam senantiasa suci dan ikhlas
dalam beramal.
D. STRUKTUR MATHLAUL ANWAR (PERIODE 2010 S.D. 2015)
DEWAN PENASEHAT
Ketua : H. Wiranto, SH, SIP
Anggota-anggota : 1. Drs. KH. Ismael Hassan, SH
2. KH. Hilmi Aminudin
3. KH. Wahid Sahari, MA
4. Dr. Abdul Ghafur
MAJELIS AMANAH
Ketua : Drs. H.M. Irsyad Djuwaeli
Wakil Ketua I : Prof. Dr. Ir. H. Herman Haeruman, Js.MF, FWAAS
Wakil Ketua II : H. Usep Fathudin, M.P.S
Wakil Ketua III : Drs. H. Daud Apifi, SH, MH
Sekretaris : Drs. H.A. Sihabudin, MM
Wakil Sekretaris : Drs. Alinurdin, MM.
Anggota-anggota : 1. KH.Hafidz Usman
2. H. Mohamad Izen
3. KH. Ismail Jaelani
4. Drs. H. Abdullah Sukarta
5. Hj.Eneng Jubaedah, SH., MH
6 . H. O Boman Rukmantara
7. Hj. Mimi Suhada
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 19
MAJELIS FATWA
Ketua : DR. KH.E Syibli Syarjaya,LML.,MM
Wakil Ketua I : KH. Bai Mamun
Wakil Ketua II : KH. Tengku Zulkarnaen
Sekretaris : H. Endang Saeful Anwar,Lc., MA
Wakil Sekretaris : H. M. Lili Nahriri,Lc, MA
Anggota-anggota :
1. Prof. Dr. KH. Amin Suma, MA 2. KH. A. Syatibi 3. KH. Abdul Hadi Muchtar 4. KH. Sarinin 5. H.Saleh Asad 6. KH. Muhammad Isa 7. KH.Ading Subarna , Lc 8. KH. Ruyadi Zaini 9. KH. Fuad Abdurahman 10. H. Miskadiyanto, S.Ag 11. KH. Drs Mahnun 12. KH. M.Sahar, Lc 13. Dr. H. Oni Sahroni, MA 14. KH. Abdul Alim,Lc 15. KH. Masa Thoyyib, Lc 16. H. Ahmad Fatoni, S.Ag 17. Drs. Masum As, MA 18. Drs.H. Zaenal Solihin, Lc 19. H. Ubaidillah Saeful Akhyar, Lc 20. H. Nurcholis, MA 21. H. Inas Nasrullah,Lc 22. H.Iin Fauzi,Lc 23. Aceng Abdul Qodir, S.Ag 24. A. Zaki Zarkasyi, Lc 25. Masduki, MA 26. Endad Musadad, MA 27. H. Udin Zaenudin, Lc 28. H. Wawan Arwani, Lc 29. H. Dahlan Harnawisesa, Lc 30. KH. Uyung Ambari 31. M. Syafii Umar 32. KH. Subrani
-
Profile Mathlaul Anwar Hal 20
PENGURUS BESAR
A. Pengurus Harian
Ketua Umum : KH. Ahmad Syadeli Karim,Lc
Ketua I : Orgnss dan Pengembangan SDM : KH. A. Jazuli Juwaeni, MA
Ketua II : Pendidikan dan Kebudayaan : Drs. Jihaduddin, M.Pd
Ketua III : Dakwah dan Sosial : Drs. Yayan Hasuna Hudaya, M.M
Ketua IV : Pengembangan Ekonomi Umat : H. Embay Mulyasyarif
Ketua V : Hubungan antar Lembaga dan LN : Dr. Ir. H. Ahmad Mukhlis Yusuf,
MM
Ketua VI : Hukum dan HAM : H. Indra Cahaya, SE., MH
Ketua VII : Penelitian dan Pengembangan : DR. Didin Nurul Rosyidin, MA
Sekretaris Jenderal : H. Oke Setiadi, M.Sc
Wakil Sekretaris Jenderal I : Nurul Fajri, M.Si
Wakil Sekretaris Jenderal II : Drs. Mohammad Zen, MM
Wakil Sekretaris Jenderal III : Drs. H. Salim Tohir
Wakil Sekretaris Jenderal IV : H. Dindin Hadiyudin, SE
Wakil Sekretaris Jenderal V : H. M. Tauhid, Lc, MA
Wakil Sekretaris Jenderal VI : Drs. H. Agus Yasmin, SIP, MSi
Wakil Sekretaris Jenderal VII : Dra. Hj. Fitri Hilmiyati, M.Ed
Bendahara Umum : Hj. Ayu Uke Octorina
Wakil Bendahara : Taryanto, SE., MM
Wakil Bendahara : Drs. Nadarsjah Mahdur, MM