propanol
DESCRIPTION
Sifat Kimia, Rekasi, Pembuatan, Kontak, KegunaanTRANSCRIPT
1
Makalah Kimia Organik
KELOMPOK 5
Asti Kukuh Yulitaningtyas
NIS. 08.54.06134
Muhammad Rizky Aprilla Saputra
NIS. 08.54.06262
Wulan Sadat Wati
NIS. 08.54.06346
Kelas XI-2
Angkatan 54
Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor
2010
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt karena atas rahmat dan karunia-Nya
kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun
berdasarkan materi yang ditugaskan yaitu 1-propanol. Makalah ini disajikan
dalam kalimat yang sederhana agar mudah dipahami, meskipun ada banyak kata
yang sulit di mengerti.
Tujuan kelompok kami membuat makalah ini adalah sebagai tugas Kimia
Organik tetapi selain itu agar kami dan orang-orang yang membaca makalah ini
memahami tentang materi tersebut.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya. Kami mohon maaf, apabila ada kesalahan dalam kalimat ataupun
ejaan yang kurang baik, kami mohon dimaklumi karena masih dalam proses
pembelajaran. Kritik dan saran kami harapkan guna penyempurnaan makalah
berikutnya.
Bogor, 26 April 2010
Penyusun
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. ALKOHOL ................................................................................................................. 1
B. SIFAT-SIFAT FISIKA ALKOHOL .................................................................................. 2
C. IKATAN HIDROGEN .................................................................................................. 3
D. KEASAMAN DAN KEBASAAN ALKOHOL ................................................................... 4
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
A. DEFINISI ................................................................................................................... 6
B. SIFAT FISIKA dan KIMIA ........................................................................................... 6
1. SIFAT FISIKA ......................................................................................................... 6
2. SIFAT KIMIA ......................................................................................................... 7
3. PEMBUATAN / SINTESIS .................................................................................... 15
4. KEBERADAAN DI ALAM ..................................................................................... 18
5. KEGUNAAN ........................................................................................................ 18
6. BAHAYA ............................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 23
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Propan-1-ol ................................................................................................................... 24
B. Preparation ........................................................................................................... 24
C. History ................................................................................................................... 25
Reassessment of the Two Exemptions from the Requirement of Tolerances for n-
Propanol ........................................................................................................................ 27
n-propil ALKOHOL ......................................................................................................... 32
KIMIA ORGANIK UNTUK MAHASISWA FARMASI .......................................................... 40
REAKSI-REAKSI ALKOHOL .............................................................................................. 41
1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. ALKOHOL
Alkohol atau alkanol merupakan senyawa organik yang mempunyai
gugus fungsional yaitu gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan atom C
tunggal/jenuh. Dengan demikian, alkohol mempunyai rumus umum ROH atau
dapat pula gugus hidroksil (-OH) berikatan dengan senyawa aromatic/aril (Ar-
OH). Alkohol berisomer gugus fungsi dengan eter, atau alkoksialkana. Kedua
senyawa homolog ini mempunyai rumus umum CnH2n+2O, tetapi berbeda rumus
strukturnya (rumus bangunnya), karena berbeda gugus fungsi yang terikatnya.
Oleh karena itu, keduanya mempunyai sifat yang sangat berbeda.
Alkohol merupakan turunan dari alkana (CnH2n+2), jika 1 atom H-nya
diganti dengan gugus (-OH), sehingga rumus umum dari alkohol ialah
CnH2n+1OH. Gugus hidroksil (-OH) pada alkohol berbeda dengan hidroksida pada
senyawa anorganik, karena tidak bisa mengion. Jadi alkohol/alkanol tidak bersifat
basa.
Alkohol yang paling sederhana dan yang paling umum dikenal adalah
metal alkohol/methanol (CH3OH) dan etil alkohol/ethanol (CH3CH2OH). Alkohol
dapat berupa siklik atau tidak siklik (asiklik). Alohol dapat mengandung ikatan
rangkap, suatu atom halogen, atau mengandung gugus hidroksil lainnya.
Berdasarkan posisi gugus hidroksil (-OH)nya, alkohol dapat
dikelompokkan sebagai alkohol primer (1º), sekunder (2º), dan alkohol tersier
(3º).
Contoh:
CH3CH2CH2OH (1-propanol) 1º
CH3CH2(OH)CH3 (2-propanol/isopropyl alkohol) 2º
CH3C(CH3)OHCH3 (2-metil-2-propanol) 3º
Jika gugus hidroksil dihubungkan secara langsung pada cincin aromatis,
maka senyawa tersebut disebut sebagai fenol, yang berbeda secara nyata dari
alkohol.
2
Sedangkan berdasarkan jumlah gugus hidroksilnya (-OH), alkohol dapat
dibedakan menjadi :
Monohidroksi alkohol (Alkohol bermartabat 1).
Alkohol yang hanya mengandung 1 gugus hidroksil (-OH)
CH3-CH2-OH (1-propanol).
Dihidroksi alkohol (Alkohol bermartabat 2)→ diol.
Alkohol yang mengandung 2 gugus hidroksil (-OH).
CH2CH2(OH)2
1,2-etanadiol
Trihidroksi alkohol (Alkohol bermartabat 3)→ triol.
Alkohol yang mengandung 3 gugus hidroksil (-OH)
CH2CH2CH2(OH)3
Gliserol/ trigliserida
1,2,3-propanatriol.
Polihidroksi Alkohol
Alkohol yang mempunyai lebih dari 3 gugus hidroksi (-OH).
Contoh : Karbohidrat.
B. SIFAT-SIFAT FISIKA ALKOHOL
Alkohol dapat dianggap sebagai molekul organik yang merupakan
turunan ( analog dengan air). Kedua ikatan C-O dan H-O bersifat polar karena
elektronegatifitas pada oksigen. Sifat ikatan O-H yang sangat polar menghasilkan
ikatan hidrogen dengan akohol lain atau dengan system ikatan hidrogen yang
lain, misalkan alkohol dengan air dan dengan amina. Ikatan hidrogen lebih lemah
daripada ikatan kovalen biasa. Namun, kekuatan ikatannya yaitu sekitar 5
Gambar 1 Isomer dari C3H8O
3
sampai 10 kkal/mol (20 sampai 40 kJ/mol. Akibatnya, alkohol mempunyai titik
didih yang cukup tinggi disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen antar molekul
tersebut. jadi, kalor (energy) yang digunakan untuk menguapkan akohol, ialah
tidak hanya kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan setiap molekulnya, tetapi
juga dibutuhkan kalor (energy) yang cukup untuk memutuskan ikatan hidrogen
sebelum setiap molekul dapat diuapkan. Alkohol lebih polar dibandingkan
dengan senyawa hidrokarbon lainnya dan alkohol merupakan pelarut yang baik
untuk molekul-molekul polar.
Gugus hidroksi merupakan gugus yang lipofilik (suka air), sementara
bagian alkil pada suatu alkohol bersifat hidrofobik (takut air). Alkohol-alkohol
berantai pendek dapat bercampur dengan air, akan tetapi kelarutannya menurun
seiring bertambah panjangnya rantai alkil.
Nama RM Mr S dalam air
(g/100g)
Titi didih
(ºC)
Methanol CH3OH 32 Tak terhingga 64,5
Ethanol CH3CH2OH 4 Tak terhingga 78,3
n- propanol C3H7OH 60 Tak terhingga 97,0
Isopropanol CH3CHOHCH3 60 Tak terhingga 82,5
n-butanol C4H9OH 74 8,0 118,0
Isobutanol (CH3)2CHCH2OH 74 10,0 108,0
n- pentanol C5H11OH 88 2,3 138,0
isopentanol (CH3)2CH(CH3)2OH 88 2,0 132,0
Tabel 1 Sifat fisika berbagai alkohol
C. IKATAN HIDROGEN
Ikatan hidrogen merupakan gaya tarikan antara atom hidrogen yang
terikat pada suatu atom elektronegatif dari salah satu molekul dengan suatu atom
elektronegatif yang sama (dalam satu molekul) atau pada suatu molekul yang
berbeda. Ikatan hidrogen merupakan tarikan gaya yang kuat antara molekul-
molekul yang sangat polar dimana hidrogen berikatan dengan kuat secara
kovalen dengan atom N,O, atau F. Oleh karena itu, ikatan hidrogen merupakan
jenis interaksi khusus di antara 2 atom. Ikatan hidrogen dibentuk ketika ikatan
kovalen polar yang melibatkan atom Hidrogen, berikatan dengan atom
elektronegatif seprti O. Gaya tarikan ikatan hidrogen biasanya ditunjukkan
4
dengan garis putus-putus, dan jarang dengan garis penuh sebagaimana
digunakan pada ikatan kovalen. Sebagai contoh, molekul-molekul air membentuk
ikatan hidrogen antar molekul. Air merupakan molekul polar disebabkan oleh
perbedaan elektronegativitas antara ato H dan O. Polaritas moleku air dengan
tarikan muatan ositif sebagian O merupakan dasar ikatan hidrogen.
Ikatan hidrogen terjadi pada atom hidrogen yang diikatkan secara kovalen
dengan oksigen, nitrogen, atau fluor, akan tetapi tidak dengan khlor, yang
mempunyai kuran molekul lebih besar. Ikatan hidrogen pada molekul air inilah
yang mempengaruhi tiiti didih air (100º C). Sama halnya pada alkohol,dengan
adanya ikatan hidrogen antar molekul alkohol dan ikatan jidrogen alkohol dengan
system ikatan hidrogen lainnya, maka inilah yang menyebabkan titik didih yang
dimiliki alkohol yang relatif tinggi.
D. KEASAMAN DAN KEBASAAN ALKOHOL
Sifat asam-basa dari senyawa organik dapat menjelaskan sifat- sifat
kimiawinya, sama halnya dengan alkohol.
Alkohol sama seperti air dalam hal kebasaan dan keasamannya. Alkohol-
akohol bersifat lebih asam dibandingkan dengan alkuna terminal, amina primer,
ataupun amina sekunder. Meskipun demikian, alkohol bersifat asam lebih lemah
dibandingkan dengan asam asetat. Alkohol akan mengalami disosiasi/ peruraian
dalam air dan membentuk alkoksida (RO-) dan ion hydronium (H3O+).
R−OH + H2O → RO- + H
O H (ion hidronium)
H
CH3−CH2−CH2−OH + H2O → CH3−CH2−CH2O- + H3O
+
1-propanol ion propoksida
Alkohol cukup bersifat asam dan bereaksi dengan logam-logam aktif
untuk membebaskan Hidrogen (H2). Dengan demikian, ion alkoksida (RO-) dapat
disiapkan dengan suatu reaksi antara alkohol dengan logam K atau Na.
Sebagaimana ion hidroksida (OH-), ion alkoksida juga merupakan basa
kuat dan bersifat nukleofil. Halogen (X) akan meningkatkan keasaman alkohol,
akan tetapi keasaman alkohol menurun dengan meningkatnya jumlah rantai alkil.
5
R-OH + Na → R-O-Na+ + ½ H2
CH3-CH2-CH2-OH + Na → CH3-CH2-CH2-ONa + ½ H2
n-propanol
Alkohol cukup basa untuk menerima suatu proton dari asam kuat, misal
dari HCl dan H2SO4,( Teori Asam-Basa oleh BrØnsted-Lowry) dan mampu terurai
secara sempurna dalam medium asam. Alkohol-alkohol yang mempunyai
rintangan serik seperti ter-butil alkohol merpakan basa kuat ( nlai pKa yang
tinggi), dan dapat bereaksi dengan asam kuat menghasilkan ion oksonium
(ROH2+).
R-OH + H2SO4 → R
O H (ion oksonium) + HSO4-
H
CH3-CH2-CH2-OH + H2SO4 → CH3-CH2-CH2-
O -H + HSO4-
n-propil alkohol H
Gambar 2 Reaksi keasaman dan kebasaan metanol
Akhirnya, beberapa zat bertindak sebagai asam atau basa, tergantung
pada keadaan reaktan lainnya. Contohnya pada reaksi di bawah ini, air bertindak
sebagai basa ( penerima proton). Akan tetapi, reaksi dengan ammonia, air
bertindak sebagai asam (donor proton).
H− ..
..O −H + :NH3 → H−
..
..O : - + H−
N H3
Air (asam) ammonia (basa) ion hidroksida ion ammonium
(basa konjugat) (asam konjugat).
Zat yang dapat bertindak sebagai asam atau basa disebut amfoterik
(amphoteric).
6
BAB 2 PEMBAHASAN
A. DEFINISI
1-propanol adalah alkohol primer dengan rumus molekul C3H8O. Ia juga
dikenal sebagai propil alkohol, n-propil alkohol, n-propanol, atau hanya propanol.
Ini merupakan isomer dari 2-propanol. Propan-1-ol merupakan unsur utama
minyak fusel, produk-oleh yang terbentuk dari asam amino tertentu ketika
kentang atau butir yang difermentasi untuk menghasilkan etanol. 1-propanol
ditemukan pada tahun 1853 oleh mimbar, yang diperoleh dengan penyulingan
fraksional minyak fusel. Zat ini sering digunakan sebagai bahan pelarut dalam
industri farmasi, dan untuk resin ester selulosa. Zat ini terbentuk secara alami
pada jumlah yang kecil dalam bahan bakar fosil mentah, sebagai hasil fermentasi
dan dekomposisi berbagai produk buah-buahan dan sayur-sayuran, dan
merupakan bahan aditif yang ditambahkan pada obat atau makanan sebagai
pemberi aroma (flavour). Keberadaan alkohol seperti n-propanol di alam ialah
terdapat banyak di setiap buah dan sayur-sayuran. N-propanol adalah salah satu
alkohol yang paling penting dalam industry. Secara keseluruhan, kegunaan
utamanya ialah sebagai pelarut, terutama d tinta cetak, cat, kosmetik, dan
pestisida.
B. SIFAT FISIKA dan KIMIA
1. SIFAT FISIKA
Gambar 3 Rumus struktur 1-propanol
7
2. SIFAT KIMIA
Nama IUPAC : 1-propanol.
Nama Trivial : propil alkohol.
Nama Lain : n-propanol.
n-propil alkohol.
Propanol.
Etil karbinol.
1-hidroksipropana.
Rumus Molekul : C3H8O
CH3(CH2)2OH
Massa relatif : 60,1 g/mol
Wujud : cairan tak berwarna
Densitas : 0,8034 g/mL
Titik lebur : -126,5°C, 147 K, -196°F
Titik didih : 97,1°C, 370 K, 207°F
Titik Nyala : 15oC
Kelarutan dalam air : Larut sempurna
Keasaman (pKa) : ~ 16
Kekentalan : 1,938 cP
Momen dipol : 1,68 D
Bahaya : Flammable (F)
Irritating (Xi)
8
a. Reaksi dengan logam aktif.
Apabila alkohol direaksikan dengan logam aktif (M) maka akan
terbentuk logam alkoksi dan gas hidrogen.
Jadi apabila n-propanol direaksikan dengan logam maka akan
terbentuk logam propoksi.
Reaktivitas alkohol 1º > 2º > 3º. Dan alkohol yang paling reaktif
ialah methanol.
M= Na, Mg, Al, etc.
R−OH + M → R−OM + ½ H2
Reaksi pada n-propanol :
H3C−CH2−CH2−OH → H3C−CH2−CH2−ONa + ½ H2
n-propanol natrium propoksida
H3C−CH2−CH2−OH → ( )2 Mg + H2
n-propanol magnesium propoksida
H3C−CH2−CH2−OH → ( )3 Al + ⁄ H2
n-propanol aluminium propoksida
b. Esterifikasi (Pembentukan ester).
Reaksi esterifikasi terjadi antara alkohol dan asam karboksilat,
dimana dalam proses esterifikasi gugus yang terlibat ialah ikatan
antara C−OH pada asam karboksilat dan ikatan O−H pada alkohol.
R’−OH + R−COOH → R-COOR’+ H2O
Alkohol As. Karboksilat ester
Reaksi berjalan bolak-balik, dan apabila reaksi berjalan ke arah
kanan dinamakan reaksi hidrolisis (penguraian ester oleh air)
sehingga membentuk alkohol dan asam karboksilat.
Reaksi n-propanol :
O O
║ ║
H3C−CH2−CH2−OH + CH3−C−OH → CH3−C−O−(CH2)2−CH3 +H2O
9
n-propanol as. metanoat propil metanoat
c. Dehidrasi (Reaksi dengan Asam Sulfat)
1) Pembentukan alkena
Apabila alkohol didehidrasi dengan alkohol pekat berlebih
pada suhu 180ºC maka akan terbentuk alkena.
Berlaku aturan Saytzeff :
Dehidrasi pada alkohol 2º dan 3º yang terdiri dari 4 atau
lebih atom C maka akan terbentuk 2 jenis alkena. Dimana
sebagai produk utama ialah alkena yang mengikat alkil
terbanyak dan alkena lainnya sebagai produk sampingnya.
R−OH berlebihSOH 4(p)2
→
R−C=CH + H2O
Reaksi pada n-propanol :
H3C−CH2−CH2−OH berlebihSOH 4(p)2
→
CH3−CH=CH2 + H2O
n-propanol propena
2) Pembentukan Eter
Apabila alkohol didehidrasi dengan H2SO4 pekat pada
suhu 140º C maka yang terbentuk ialah eter.
2 R−OH berlebihSOH 4(p)2
→
R-O-R + H2O
Dimana alkohol yang beraksi ialah sebanyak 2 molekul,
apabila kedua molekul alkohol ini sama, maka akan terbentuk
eter simetris, namun apabila alkoholnya berbeda maka akan
tebentuk produk sesuai banyaknya pereaksi yang digunakan,
baik simetris maupun asimetris.
Reaksi pada n-propanol :
2 H3C−CH2−CH2−OH berlebihSOH 4(p)2
→
H3C−CH2−CH2−O− H2C−CH2−CH3 + H2O
n-propanol propoksi propane
10
3) Pembentukan Alkil hidrogen sulfat.
Pada suhu ruang (25ºC-40ºC) alkohol bereaksi dengan
asam sulfat pekat (H2SO4 pekat) membentuk alkil hidrogen
sulfat dan air.
R−OH + HO-SO3H (pekat)
→ R−OSO3H + H2O
Reaksi pada n-propanol :
H3C−CH2−CH2−OH + HO-SO3H
H2O
H3C−CH2−CH2−O SO3H + H2O
propil hidrogen sulfat
d. Reaksi dengan Asam Nitrat (HNO3)
Alkohol apabila direaksikan dengan asam nitrat maka akan
terbentuk alkil nitrat dan air.
R−OH + HO-NO2 R-ONO2 + H2O
Reaksi pada n-propana :
H3C−CH2−CH2−OH + HO-NO2 H3C−CH2−CH2−O NO2 +H2O
n-propanol asam nitrat propil nitrat
e. Oksidasi
Apabila senyawa alkohol dioksidasikan oleh agen pengoksidasi
seperti KMnO4 + H2SO4 (reagen Jones) dan Na2Cr2O7 + H2SO4 maka
akan dihasilkan senyawaan yang spesifik sesuai dengan tipe alkohol
yang dioksidasi. Dimana :
Alkohol 1º
Apabila alkohol primer (1º) direduksi oleh agen pengoksidasi
maka akan terbentuk aldehid dan dapat dioksidasi lagi menjadi asam
karboksilat atau juga dapat langsung berupa asam karboksilat apabila
jumlah zat oksidator berlebih. Untuk mendapatkan produk aldehid yang
dihasilkan maka aldehid hasil reaksi dapat dipisahkan secara destilasi.
Atau dapat pula digunakan reagen khusus, seperti piridinium
11
klorokhromat/PCC (dibuat dengan cara melarutkan CrO3 dalam asam
hidroklorida kemudian ditambahkan piridina).
CrO3 + HCl + CrO3Cl-
R-OH (1º)
( )
/H7
O2
Cr2
Na
→
( )
/H7
O2
Cr2
Na
→
Aldehid
Asam karboksilat
R-OH (1º)
→
Reaksi pada n-propanol :
H3C−CH2−CH2−OH
( )
/H7
O2
Cr2
Na
→
║
n-propanol propanal
( )
/H7
O2
Cr2
Na
→
║
Asam propanoat
Alkohol 2º
Apabila alkohol sekunder (2º) dioksidasi oleh suatu oksidator
maka akan terbentuk senyawaan keton dan apabila oksidatornya
berlebih tidak akan terbentuk senyawaan lain seperti pada alkohol 1º.
R-OH (2º)
( )
/H7
O2
Cr2
Na
→
( )
/H7
O2
Cr2
Na
→ NR
Keton
Alkohol 3º
12
Alkohol 3º tidak memiliki atom hidrogen pada karbon pembawa
hidroksil, maka tidak terjadi proses oksidasi pada alkohol 3º.
R-OH (3º)
( )
/H7
O2
Cr2
Na
→ NR (No Reaction).
f. Reaksi dengan HX (Asam/ Hidrogen Halida)
Apabila alkohol direaksikan dengan asam / hidrogen halida (HX)
maka akan membentuk alkil halida dan air. Reaksi substitusi ini pada
umumnya berguna untuk menghasilkan alkil halida. Karena ion halida
merupakan nukleofili yang baik, kita terutama memperoleh produk
substitusi, bukannya dehidrasi.
Laju reaksi dan mekanisme reaksinya bergantung pada tipe
alkoholnya apakah primer, sekunder, atau tersier. Alkohol 3º paling
cepat bereaksi, sebaliknya alkohol 1º bereaksi secara lambat dan
harus dipanaskan selama beberapa jam dengan campuran HCl pekat
dan katais asam Lewis (ZnCl2 ).
Bila HX yang digunakan ialah HCl (Asam Khlorida) maka dalam
reaksinya membutuhkan katalis yaitu ZnCl2 anhidrat agar reaksinya
berlangsung. Lain halnya apabila digunakan HBr atau HI dalam
reaksinya tidak diperlukan katalis.
R−OH + HX R−X + H−OH
Alkohol asam halida alkil halida air
Bila HX adalah HCl maka :
R−OH + HCl → R−Cl + H−OH
Reaksi pada n-propanol :
H3C−CH2−CH2−OH + HCl → H3C−CH2−CH2−Cl + H2O
n-propanol kloro propana
H3C−CH2−CH2−OH + HBr H3C−CH2−CH2−Br + H2O
n-propanol bromo propane
13
g. Reaksi Pembentukan Alkil Halida.
4) Reaksi dengan Tionil klorida (SOCl2)
Tionil klorida (SOCl2) dalam trietilamin (Et3N) atau dalam
piridin bereaksi dengan alkohol menghasilkan alkil klorida.
Alkohol mula-mula dikonversi menjadi ester klorosulfit
intermediet, yaitu langkah yang mengkonversi gugus hidroksil
menjadi gugus pergi yang baik. Langkah ini diikuti oleh
substitusi nukleofilik yang mekanismenya bergantung pada
jenis alkoholnya (1º,2º,atau 3º).
Keuntungan dari metode ini ialah bahwa 2 dari produk
reaksinya, yaitu hidrogen klorida (HCl) dan sulfur
dioksida(SO2), berupa gas dan menguap dari campuran
reaksI, meninggalkan hanya alkil klorida yang diinginkan.
Namun, metode ini tidak efektif untuk membuat alkil halida
bertitik didih rendah (dengan R hanya beberapa atom karbon),
sebab alkil halida seperti ini mudah mendidih dan
meninggalkan campuran reaksi bersama-sama dengan
produk gas lainnya.
R−OH + SOCl2 → R−Cl + SO2 + HCl
Reaksi pada n-propanol :
H3C−CH2−CH2−OH + SOCl2 → H3C−CH2−CH2−Cl + SO2 + HCl
n-propanol kloro propana
5) Reaksi dengan fosforus halida (PX3 atau PX5)
X = Cl,Br,dan I.
Dalam hal ini, produk reaksi lainnya yaitu asam fosfat,
yang memiliki titi didih yang agak tinggi. Jadi, alkil halida yang
umumnya bertitik didih rendah dapat dipisahkan dari
campuran reaksi melalui penyulingan.
3 R−OH + PX3 3 R−X + H3PO3
R−OH + PX5 R−X + HX + POX3
5 R−OH + PX5 5 R−X + H3PO4 + H2O
Reaksi pada n-propanol :
14
3 H3C−CH2−CH2−OH + PCl3 3 H3C−CH2−CH2−Cl + H3PO3
n-propanol kloro propane
H3C−CH2−CH2−OH + PBr5 H3C−CH2−CH2−Br + HBr + POBr3
n-propanol bromo propane
5 H3C−CH2−CH2−OH + PI5 5 H3C−CH2−CH2−I + H3PO4 + H2O
n-propanol iodo propane
Kedua metode di atas digunakan terutama dengan alkohol
primer (1º) dan sekunder (2º) yang reaksinya dengan hidrogen
halida berlangsung lambat.
h. Oksidasi Katalitik dengan Tembaga panas ( Dehidrogenasi Katalitik).
Alkohol dapat mengalami dehidrogenasi katalitik oleh tembaga
membentuk senyawaan yang spesifik sesuai dengan tipe dari alkohol
yang berkaitan.
R-OH (1º)
→
+ H2
Alkohol 1º Aldehid
Reaksi pada n-propanol :
H3C−CH2−CH2−OH
→
║
+H2
n-propanol propanal
R-OH (2º)
→
+ H2
Alkohol 2º Keton
R-OH (3º)
→ R−C=CH + H2O
Alkohol 3º Alkena
i. Penyiapan aldehid
Aldehid disiapkan dengan oksidasi alkohol primer secara selektif
dan dengan reduksi sebagian asil klorida dan ester, maupun dengan
reduksi sebagian nitril, masing-masing dengan litium tri-ter--
butoksialumunium hidrida [ (LiAlH(O-tBu)3] dan diisobutilaluminium
hidrida (DIBAH).
15
H3C−CH2−CH2−OH
→
║
n-propanol propanal
( ( )
→
║
→
║
j. Penyiapan Alkana
Secara umum, suatu alkohol tidak dapat direduksi secara
langsung menjadi suatu alkana dalam atu tahap, karena gugus –OH
merupakan gugus pergi yang buruk. Meskipun demikian, gugus
hidroksil dapat dengan mudah diubah menjadi air, suatu gugus pergi
yang baik, dan hal ini memunginkan suatu reaksi dapat berlanjut.
Salah satu perubahan semacam ini dilakukan dengan melibatkan tosil
klorida, dan dengan pembentukan suatu tosilat.
3. PEMBUATAN / SINTESIS
a. Dalam Skala Laboratorium
1) Hidrolisis Ester yang mempunyai Gugus n-propil
Dalam suasana asam dan panas, ester yang mempunyai gugus n-
propil dapat dihirolisis menghasilkan 1-propanol dan asam
karboksilat.
2) Hidrolisis n-Propil Halida dengan NaOH
Dalam suasana basa dan panas, n-propil halida dapat dihidrolisis
dengan basa kuat (NaOH atau KOH) menghasilkan 1-propanol
dan garam.
16
b. Dalam Industri
1) Reduksi Asam Propanoat dengan LiAlH4
Asam karboksilat dianggap kurang reaktif dibanding asil halida,
aldehid, dan keton terhadap reaksi reduksi. Asam karboksilat tidak
dapat direduksi oleh hidrogenasi katalitik atau dengan agen
pereduksi natrium borohidrida (NaBH4). Asam karboksilat
membutuhkan agen pereduksi yang lebih kuat seperti LiAlH4.
Reaksi reduksi asam karboksilat ini membutuhkan 2 hidrida (H)
dari LiAlH4, karena reaksi berlangsung melalui aldehid, akan tetapi
reaksi reduksi ini tidak dapat dihentikan pada tahap ini. Aldehid
lebih mudah tereduksi dibanding asam karboksilat, dan LiAlH4
mereduksi semuanya untuk kembali menjadi alkohol primer.
Asam propanoat dapat direduksi dengan LiAlH4 menghasilkan 1-
propanol. Reaksi reduksi ini membutuhkan 2 hidrida (H-) dari
LiAlH4. Sebenarnya reduksi ini menghasilkan aldehid, namun
karena LiAlH4 merupakan reduktor kuat, LiAlH4 mereduksi
semuanya untuk menjadi alkohol primer dan reaksi tidak dapat
dihentikan pada tahap itu.
2) Adisi Propionaldehid dengan Ni atau LiAlH4
Aldehid dapat direduksi oleh H2/Ni dan LiAlH4.
3) Reduksi Propionil Klorida dengan NaBH4 atau LiAlH4
Asil halida mudah direduksi dibanding asam karboksilat dan
turunan karboksilat yang lain. Asil halida tereduksi menjadi alkohol
primer dengan reagen hidrida logam NaBH4 atau LiAlH4.
17
4) Hidrogenasi Katalitik Propionil Klorida
Asil halida tereduksi menjadi alkohol primer dengan hidrogenasi
katalitik (H2/Pd-C).
5) Reduksi Ester (Propil Butirat)
Ester hanya dapat direduksi oleh LiAlH4. Ester bereaksi dengan
LiAlH4 menghasilkan aldehid, yang bereaksi lebih lanjut untuk
menghasilkan alkohol primer.
6) Hidrogenasi Katalitik
Hidrogenasi katalitik dengan menggunakan H2 dan suatu katalis
akan mereduksi aldehid dan keton masing-masing menjadi alkohol
primer dan alkohol sekunder. Katalis yang paling sering digunakan
adalah nikel Raney, meskipun PtO2 dan Pd-C juga dapat
digunakan. Ikatan rangkap C=C direduksi lebih cepat dibanding
ikatan rangkap C=O. Oleh karena itu, tidak dimungkinkan untuk
mereduksi C=O secara selektif dengan adanya C=C tanpa
mereduksi keduanya dengan metode ini.
→
7) Hidroborasi-oksidasi Alkena.
Adisi air pada alkena dengan hidroborasi-oksidasi memberikan
alkohol melalui adisi anti-Markovnikov. Adisi ini adalah kebalikan
dari reaksi air yang dikatalisis dengan asam. Pada reaksi adisi ini,
boran akan terikat pada karbon ikatan rangkap yang kurang
tersubstitusi, dan hidrogen akan terikat pada karbon ikatan
rangkap yang leih tersubstitusi.
18
Reaksi menghasilkan produk n-propanol :
Propena bereaksi dengan boran dan komleks THF, diikuti dengan
oksidasi dengan hidrogen peeroksida basa (H2O2) untuk
menghasilkan n-propanol.
→
n-propanol
Adisi anti-Markovnikov
4. KEBERADAAN DI ALAM
Meskipun tidak pada konsentrasi tinggi, n-propanol secara alami terdapat
dalam bahan bakar fosil mentah, proses fermentasi dan dekomposisi berbagai
produk buah-buahan dan sayuran (busuk).
5. KEGUNAAN
Secara keseluruhan, gunakan utama adalah sebagai pelarut, terutama di
tinta cetak, cat, kosmetik (antiseptik dalam sabun, lotion, dan kuku poles), dan
pestisida
Secara keseluruhan, penggunaan utama n-propanol adalah sebagai pelarut.
Dalam hal pestisida, n-propanol digunakan sebagai bahan inert saja; tidak ada
terdaftar pestisida produk yang mengandung n-propanol sebagai bahan aktif.
n-propanol adalah pelarut dan cosolvent di sejumlah produk pestisida,
termasuk yang digunakan dalam pertanian, pada hewan, dan tanaman hias. n-
propanol,bahan inert pestisida yang dua pembebasan dari persyaratan toleransi
bagi residu yang ada bila digunakan dalam digunakan sesuai dengan praktek
pertanian yang baik sebagai bahan inert dalam formulasi pestisida digunakan
untuk menanam tanaman atau komoditas pertanian baku (kain) setelah panen
dan hewan.
n-propanol digunakan pada tanaman hias seperti bibit tanaman (pohon,
bunga), rumput (termasuk lapangan golf), antifouling cat, dan indoor dan outdoor
semprotan hama. Akhirnya, n-propanol bukan perkembangan atau
racun reproduksi pada tingkat yang diharapkan dari penggunaan n-propanol
sebagai bahan inert dalam formulasi pestisida.
19
Para isomer propanol terutama digunakan sebagai pelarut untuk pelapisan; di
antibeku komposisi dan produk rumah tangga pribadi; dan kimia
intermediet untuk produksi ester, amina, dan turunan organik lainnya.
Secara keseluruhan, penggunaan utama n-propanol adalah sebagai pelarut.
Pada tahun 1988, lebih dari 75% dari npropanol yang
digunakan di Amerika Serikat di sektor ini. (Ullman 1989) Sebagai
pelarut, n-propanol digunakan terutama di tinta cetak, cat, kosmetik (antiseptilc
dalam sabun, lotion, dan poles kuku), dan pestisida. Selain menggunakan
industrinya, n-propanol ditambahkan pada makanan dan minuman rasa volatile
(IPCS 1990), ada satu US Food and Drug Administrasi (FDA) langsung Makanan
Aditif untuk n-propanol.
n-propanol dapat mencemari airtanah akuifer dangkal, namun biologicall)
rmediated degradasi baik dalam kondisi aerobik dan anaerobik akan membatasi
beban, sehingga konsentrasi. Berdasarkan volatilitas tinggi alkohol paling alifatik
dan aerasi urutan yang digunakan dalam utilitas air minum banyak, tidak
mungkin bahwa sebagian besar senyawa akan ditemukan dalam air pada
konsentrasi diperlakukan setara dengan yang ditemukan alami di lingkungan.
(US EPA 2002) IPCS (1990) melaporkan bahwa n-propanol memiliki
ditemukan dalam air minum perkotaan pada konsentrasi 0,001 ppm. Lain yang
tersedia data air ambient monitoring menunjukkan bahwa alkohol alifatik rantai
pendek banyak ditemukan dalam air permukaan di rendah untuk rentang
pertengahan ppb (US EPA 2002). Tidak ada ambien kriteria kualitas air atau
minum air kontaminan maksimum atau advisolY kesehatan tingkat apapun yang
alkohol alifatik.
n-propanol digunakan sebagai bahan inert dalam sejumlah produk konsumen
seperti sebagai; cat antifouling, semprotan pestisida dijual untuk digunakan di
dalam dan sekitar rumah (pembunuh bug, perawatan untuk tanaman hias), dan
loak dan centang semprotan untuk kucing dan anjing. Dalam additiorl,
eksposur dapat terjadi melalui penggunaan n-propanol inert dalam produk
pestisida diterapkan pada golf kursus dan pembibitan tanaman. Meskipun
paparan rumah tangga dapat terjadi melalui dermal dan inhalasi rute, EPA hanya
mengharapkan pemaparan-pemaparan inhalasi dermal tidak diharapkan sebagai
penyerapan dermal diharapkan menjadi lambat. Keterbatasan data eksposur
perumahan tersedia untuk n-propanol. Rumah Tangga Products Database (NIH
20
2004b) menunjukkan dua produk yang mengandung n-propanol; keduanya
cairan pernis dengan jumlah tak dikenal n-propanol. Untuk memperkirakan
terburuk paparan inhalasi, EPA model skenario menggunakan E-FAST (US EPA
2004c) dimana produk cat aerosol perumahan dalam ruangan digunakan
mengandung 90% n-propanol dan spray (selama 20 menit di ruang utilitas
tertutup.
6. BAHAYA
Propanol atau n-propanol merupakan senyawa yang bersifat
flammable atau mudah terbakar, sangat reaktif dan mudah bereaksi
dengan air, udara ataupun uap air. N-propanol bereaksi dengan logam
alkali, nitrida dan agen yang kuat sehingga bersifat mudah terbakar atau
beracun. Senyawa ini memiliki label untuk bahaya peringatan, peringatan,
serta pertolongan pertama yaitu sebagai berikut,
a. Label Bahaya Peringatan
PERINGATAN! FLAMMABLE LIQUID DAN VAPOR. berbahaya jika tertelan,
terhirup atau diserap melalui kulit. Memungkinkan mempengaruhi sistem saraf
tengah. penyebab iritasi pada kulit, mata dan saluran pernapasan. Aspirasi, dan
penyebab kerusakan.
b. Label Peringatan:
o Jauhkan dari panas, percikan dan nyala api
o Hindari penhirupan uap
o Hindari kontak dengan mata,kulit dan pakaian
o Jagalah agar wadah tetap tertutup
o Berikan ruang/ ventilasi yang memadai
o Lakukan pencucian setelah penggunaan
c. Label Pertolongan Pertama:
Dalam kasus kontak, segera basuh mata atau kulit dengan banyak air
sedikitnya selama 15 menit. Lepaskan pakaian dan sepatu yang tercemar.
Cucilah pakaian sebelum digunakan kembali. Jika dihirup, pindahkan ke udara
segar. Jika tidak bernapas, berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernapas,
berikan oksigen. Jika tertelan, berikan air sebanyak-banyaknya. Jangan pernah
memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadar. Dalam semua
kasus sebaiknya berikan pertolongan medis dokter.
21
1-propanol juga memiliki peringkat kebahayaan, yaitu sebagai berikut:
Kesehatan Rating: 2 - Moderat (sedang)
Mudah terbakar Rating: 2 - Moderat (sedang)
Reaktivitas Rating: 2 - Moderat (sedang)
Kontak Rating: 3 – Parah
Berdasarkan label bahaya peringatan, peringatan serta tingkat
kebahayaan, maka didapatkan beberapa potensi efek kesehatan yang harus
diperhatikan. Potensi-potensi tersebut diantaranya,
Inhalasi: Uap memiliki efek narkotik ringan dan bertindak sebagai saluran
pernapasan bagian atas iritasi. Gejala yang ditimbulkan bisa termasuk iritasi
mata, hidung, dan tenggorokan, pusing, serta sakit kepala,. Eksposur yang
berlebihan dapat menyebabkan pembiusan dan sistem saraf pusat depresi.
Menelan: Aspirasi ke dalam paru-paru mungkin terjadi selama menelan
atau menyebabkan muntah, dan kerusakan paru-paru. Dapat menyebabkan
mual, muntah, mengantuk, sakit saluran pencernaan, kejang dan diare. Dosis
besar dapat menyebabkan kematian.
Kontak Kulit: Defatting agen. Dapat menyebabkan iritasi kulit. Penyerapan
kulit dapat terjadi dengan gejala paralel yang berasal dari paparan inhalasi.
Kontak Mata: Dapat menyebabkan iritasi mata. Percikan yang terjadi
dapat menyebabkan iritasi berat, seperti tersengat, dapat merobek, kemerahan
dan timbul rasa sakit. Bila terkena kornea dapat menyebabkan cedera atau
kebutaan.
Expos kronis: Berkepanjangan atau berulang kontak kulit dapat
menyebabkan dermatitis. Tidak ada efek kronis sistemik telah dilaporkan terjadi
pada manusia.
Kejengkelan Pra-Kondisi yang ada: Orang-orang dengan masalah kulit
atau gangguan fungsi pernafasan mungkin lebih rentan terhadap efek dari zat ini.
Oleh karena potensi-potensi yang dpat ditimbulkan di atas, di sarankan
untuk melakukan perlindungan yang cukup agar terhindar dari bahaya yang tidak
diinginkan. Perlindungan yang dimaksud dapat berupa,
perlindungan pada kulit,
22
dengan memakai pakaian pelindung atau APD
perlindungan pada mata
dengan menggunakan kacamata kimia atau apabila telah terjadi
kontak dilakukan pencucian dengan air yang mengalir dengan
cepat.
perlindungan terhadap kerusakan fisik
menyimpan senyawa pada tempat yang sejuk, kering, berventilasi
baik, jauh dari api, atau pada ruangan tersendiri dengan jenis non-
memicu alat dan peralatan, termasuk potensi terhadap ledakan
ventilasi
23
DAFTAR PUSTAKA
D. Sarker, Sayatjit ; Nahar, Luthfun. 2009. Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi
Terjemahan dari Chemistry for Pharmacy Student General Organic and
Natural Product Chemistry. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.
J. Fessenden, Ralph ; Fessenden, Joan. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga
(Jilid I). Jakarta: Erlangga.
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga.
A.D., Latifah B.Sc. ; Sumarna, Drs. Ardi. 2009. Kimia Organik Kelas XI.
Departemen Perindustrian Pusdiklat Industri Sekolah Menengah Analis
Kimia Bogor.
Furniss, B. S.; Hannaford, A. J.; Smith, P. W. G.; Tatchell, A. R. (1989),
Vogel's Textbook of Practical Organic Chemistry (5th ed.), Harlow:
Longman, ISBN 0-582-46236-3
Lide, David R., ed (2006-06-26). CRC Handbook of Chemistry and
Physics, 87th Edition (87 ed.). TF-CRC. ISBN 0849304873.
Maryadele J. O'Neil, ed (2006-11-03). The Merck Index: An Encyclopedia
of Chemicals, Drugs, and Biologicals (14 ed.). Merck. ISBN 091191000X.
Perkin, W. H.; Kipping, F. S (1922). Organic Chemistry. London: W. & R.
Chambers.
Elvers, B; Rounsaville, JF; Schulz, G; and Ullman, F Industrial Chemistry,
5th ed. Wiley-VCH. 1989. Ullman's Encyclopedia of Industrial Chemistry,
5th ed. Wiley-VCH.
Chemist, Kathleen Martin. 2005. Reassessment of the Two Exemptions
from the Requirement of Tolerances for n-Propanol. United States
Environmental Protection Agency Washington, D.C. 20460.
http://www.wikipedia.com// propan-1-ol,alkohol.
http://www.google.com//propilalkohol.
Mallinckrodt Baker, Inc.222 Red School Lane Philipsburg, NJ 08865.
2007.Material Safety Data Sheet n-propil alkohol. National Response In
Canada.
24
LAMPIRAN
Propan-1-ol
From Wikipedia, the free encyclopedia
Propan-1-ol is a primary alcohol with the molecular formula of C3H8O. It
is also known as 1-propanol, 1-propyl alcohol, n-propyl alcohol, n-propanol,
or simply propanol. It is an isomer of propan-2-ol. It is used as a solvent in the
pharmaceutical industry, and for resins and cellulose esters. It is formed naturally
in small amounts during many fermentation processes.
A. Chemical properties
1-Propanol shows the normal reactions of a primary alcohol. Thus it can
be converted to alkyl halides; for example red phosphorus and iodine produce n-
propyl iodide in 90% yield, while PCl3 with catalytic ZnCl2 gives 1-chloropropane.
Reaction with acetic acid in the presence of an H2SO4 catalyst under Fischer
esterification conditions gives propyl acetate, while refluxing propanol overnight
with formic acid alone can produce propyl formate in 65% yield. Oxidation of 1-
propanol with Na2Cr2O7 and H2SO4 gives only a 36% yield of propionaldehyde,
and therefore for this type of reaction higher yielding methods using PCC or the
Swern oxidation are recommended. Oxidation with chromic acid yields propionic
acid.
B. Preparation
Propan-1-ol is a major constituent of fusel oil, a by-product formed from
certain amino acids when potatoes or grains are fermented to produce ethanol.
This is no longer a significant source of propanol.
Propan-1-ol is manufactured by catalytic hydrogenation of propionaldehyde.
The propionaldehyde is itself produced via the oxo process, by hydroformylation
of ethylene using carbon monoxide and hydrogen in the presence of a catalyst
such as cobalt octacarbonyl or a rhodium complex.
H2C=CH2 + CO + H2 → CH3CH2CH=O
CH3CH2CH=O + H2 → CH3CH2CH2OH
25
A traditional laboratory preparation of 1-propanol involves treating n-propyl iodide
with moist Ag2O.
C. History
1-Propanol was discovered in 1853 by Chancel, who obtained it by fractional
distillation of fusel oil.
Propanol
IUPAC name
propan-1-ol
other names
1-propanol
propyl alcohol
n-propanol
n-propyl alcohol
propanol
Identifiers CAS number 71-23-8 PubChem 1031 ChemSpider 1004 RTECS
number UH8225000 SMILES
Properties Molecular formula C3H8O Molar mass 60.1 g mol−1 Appearance Clear,
colorless liquid Density 0.8034 g/cm3 Melting point
26
−126.5 °C, 147 K, -196 °F
Boiling point
97.1 °C, 370 K, 207 °F
Solubility in water Fully miscible Acidity (pKa) ~16 Viscosity 1.938 cP Structure
Dipole moment 1.68 D Hazards MSDS External MSDS EU classification
Flammable (F)
Irritant (Xi) R-phrases R11 R41 R67 S-phrases (S2) S7 S16 S24 S26 S39 NFPA
704
Flash point 15 °C Related compounds Related alcohols Ethanol
Propan-2-ol
Butan-1-ol Related compounds Propionaldehyde
Propionic acid
1-Chloropropane
Propyl acetate Supplementary data page Structure and
properties n, εr, etc. Thermodynamic
data Phase behaviour
Solid, liquid, gas Spectral data UV, IR, NMR, MS
Except where noted otherwise, data are given for materials in their standard
state (at 25 °C, 100 kPa) Infobox references.
27
UNITED STATES ENVIRONMENTAL PROTECTION AGENCY WASHINGTON, D.C. 20460
Reassessment of the Two Exemptions from the
Requirement of Tolerances for n-Propanol
BACKGROUND
Attached is the science assessment for n-propanol. The purpose of this document
is to reassess the two existing exemptions from the requirement of a tolerance for residues
of n-propanol as required under the Food Quality Protection Act (FOPA). This
assessment summarizes available information on the use, physical/ chemical properties,
toxicological effects, exposure profile, and environmental fate and ecotoxicity of n-
propanol.
EXECUTIVE SUMMARY .This report evaluates n-propanol, a pesticide inert
ingredient for which two exemptions from the requirement of a tolerance exist for its residues
when used in used in accordance with good agricultural practice as inert ingredients in pesticide
formulations applied to growing crops or to raw agricultural commodities (RAGs) after harvest (40
.QEB 180.910) and to animals (40.QEB 180.930).EPA expects that exposure to n-propanol is
widespread, though not at high concentrations. n-Propanol occurs naturally in crude fossil
fuels, as the fermentation and decomposition product of various fruits and vegetables, and
is a Food and Drug Administration Direct Food Additive (as a flavoring substance).
Linear saturated aliphatic alcohols such as n-propanol are ubiquitous in nature; they have
been detecte(j in almost every known fruit and vegetable (IPCS 1998). n-Propanol is
among the most important industrial alcohols (Elvers, et al 1989). Overall, its major use is
as a solvent, principally in printing inks, paint, cosmetics (antiseptic in soaps, lotions, and
nail polishes), and pesticides (Ullman 1989; IPCS 1990). As an inert ingredient in
pesticide formulations, EPA expects that exposure to npropanol would primarily be
through the oral route, via consumption of agricultural crops to which this inert ingredient
has been applied as a solvent or cosolvent and through drinking water. Additional
exposure may occur in the residential setting through npropanol's use on ornamentals
such as nursery plants (trees, flowers), lawns (including golf courses), antifouling paints,
and indoor and outdoor pest sprays. Residential exposure is expected primarily through
the inhalation route. n-Propanol exhibits low acute toxicity for animals via the dermal,
inhalation, and oral routes of exposure; it is not very irritating to the skin and dermal
absorption is expected to be slow. n-Propanol is readily metabolized, and has no evidence
of carcinogenicity or mutagenicity. Finally, n-propanol is not a developmental or
28
reproductive toxicant at levels expected from use of n-propanol as an inert ingredient in
pesticide formulations. , Taking into consideration all available toxicity and exposure
information on npropanol, EPA has determined that there is a reasonable certainty that no
harm to any population subgroup will result from aggregate exposure to n-propanol used
as an inert ingredient in pesticide formulations when considering dietary exposure and all
other nonoccupational sources of pesticide exposure for which there is reliable
information. Therefore, it is recommended that the two exemptions from the requirement
of a tolerance established for residues of n-propanol under 40 .Q.EB 180.910 (one
tolerance) and 40.Q.EB 180.930 (one tolerance) can be considered reassessed as safe
under section 408(q) of the Federal Food, Drug, and Cosmetic Act (FFDCA).
Use Information
A. Pesticides
n-Propanol is used as an inert ingredient only; there are no registered
pesticide products containing n-propanol as an active ingredient. As an inert ingredient,
n-propanol is a solvent and cosolvent in a number of pesticide products, including those
used in agriculture, on animals, and on ornamental plants.
B. Other Uses
The propanol isomers are mainly used as solvents for coatings; in antifreeze
compositions and household personal products; and as chemical intermediates for the
production of esters, amines, and other organic derivatives. Overall, the major use of n-
propanol is as a solvent. In 1988, over 75% of the npropanol used in the United States
was in this sector. (Ullman 1989) As a solvent, n-propanol is used principally in printing
inks, paint, cosmetics (antiseptilc in soaps, lotions, and nail polishes), and pesticides
(Ullman 1989; IPCS 1990).
In addition to its industrial uses, n-propanol is added to foods and beverages
as a flavor volatile (IPCS 1990); there is one U.S. Food and Drug Administration (FDA)
Direct Food Additive for n-propanol.
Hazard Assessment
29
To assess the toxicity posed by the use of n-propanol as an inert ingredient in pesticide
formulations, the Environmental Protection Agency (EPA or the Agency) relied on a 1990
peer-reviewed document: the International Programme on Chemical Safety (IPCS)
Environmental Health Criteria (EHC) on n-propanol (IPCS 1990)1. The Agency also
considered a draft European Union Comprehensive Risk Assessment (FIOSHNU 2003). n-
Propanol is sponsored under the Agency's High Production Volume (HPV) Challenge
program2. Member countries of the Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) are sharing the burden of investigating the chemicals identified
under the HPV program. Germany is sponsoring the development of the Screening
Information Data Set (SIDS), which will be used to set priorities for further testing or risk
assessment/management activities. Currently, n-propanol is in the "Information
Gathering & Data Review" stage (http://cs3-ha.oecd.ora/scripts/hpv/).
Exposure Assessment
Individuals may be exposed to n-propanol through the oral, dermal, and
inhalation routes of exposure. EPA expects that exposure to n-propanol is widespread.
According to Elvers et al (1989), n-propanol is among the most important industrial
alcohols. Overall, the major use is as a solvent, principally in printing inks, paint,
cosmetics (antiseptic in soaps, lotions, and nail polishes), and pesticides (Ullman 1989;;
IPCS 1990). When used as a pesticide inert ingredient, EPA expects that exposure to
npropanol would primarily be through the oral route, via consumption of agricultural
crops to which this inert ingredient has been applied as a solvent or cosolvent and
through drinking water. Additional exposure may occur in the residential setting from
use of pe~ticide products containing n-propanol on ornamentals such as nursery plants
(trees, flowers), lawns (including golf courses), antifouling paints, and indoor and
outdoor pest sprays. Residential exposure is expected primarily through the inhalation
route. Food and Orinkina Water As an inert ingredient of pesticide products that are
applied to growing crops, RACs after harvest, or to animals, potential human exposure
would be via the oral route, through consumption of food to which an n-propanol-
containing pesticide produc1: has been applied, or through drinking water. EPA expects
that such exposures would be low. n-Propanol is readily biodegradable, so it is unlikely
that residues would be found on foods harvested and consumed, or in drinking water
(see section on "Environmental Fate Characterization and Drinking Water
Considerations" for details). n-Propanol does occur naturally as a fermentation and
30
decomposition product of various fruits and vegetables. Linear saturated aliphatic
alcohols, which include npropanol, are ubiquitous in nature; they have been detected in
almost every known fruit and vegetable (IPCS 1998). Alcoholic beverages nearly always
contain n-propanolbeer may contain it up to 195 ppm, wine up to 116 ppm, and neat
ethanol up to 2,910 ppm (IPCS 1990).
In addition to its natural occurrence, FDA permits n-propanol to be added to
food as a synthetic flavoring substance "in the minimum quantity required to produce
their intynded effect" (21 .Q£B 172.515). And JECFA, the Joint World Health
Organization (WHO)/Food And Agriculture Organization (FAO) Expert Committee on
Food Additives, has evaluated the use of n-propanol as an extraction solvent, carrier
solvent, and flavoring agent (IPCS 2001). Residential n-Propanol is used as an inert
ingredient in a number of consumer products such as; antifouling paint, pesticide sprays
sold for use in and around the home (bug killers, treatment for ornamental plants), and
flea and tick sprays for cats and dogs. In additiorl, exposure may occur through n-
propanol's inert use in pesticide products applied to golf courses and nursery plants.
Although residential exposure can occur through the dermal and inhalation routes, EPA
only expects inhalation exposure-dermal exposure is not expected as dermal absorption
is expected to be slow. Limited residential exposure data are available for n-propanol.
The Household Pr0ducts Database (NIH 2004b) shows two products which contain n-
propanol; both are liquid varnishes with an unknown amount of n-propanol. To estimate
worst-case inhalation exposure, EPA modeled a scenario using E-FAST (U.S. EPA 2004c)
where a residential aerosol indoor-use paint product contained 90% n-propanol and was
spraye(j for 20 minutes in an enclosed utility room. E-FAST is a model used by EPA's
Office of Pollution, Prevention and Toxics to conduct New Chemicals exposure
assessments. It was developed to provide screening-level estimates of the
concentrations of chemicals released from consumer products. Modeled estimates of
concentrations and doses are designed to reasonably overestimate exposures, for use in
screening level assessment. In using E-FAST to model exposure, the assessor may choose
from the following Consumer Pathway scenarios: General Purpose Cleaner, Latex Paint,
Fabric Protector, Aerosol Paint, Laundry Detergent, Solid Air Freshener, Bar Soap, and
Used Motor Oil. For this assessment, the "Aerosol Paint" scenario was used. , Using E-
FAST (U.S. EPA 2004c) and standard model assumptions (model results and all
assumptions are provided in Appendix A), EPA determined that the chronic indoor
31
potential Average Daily Concentration (which is an exposure metric for inhalation
exposure) of n-propanol is 2.2 mg/m3 or 0.9 ppm. This E-FAST estimate is considered
worst-case for several reasons: (1) in the E-FAST run, a high concentrationl of n-propanol
(90%) was assumed; it is unlikely that all indoor residential-use products containing n-
propanol as an inert ingredient have such a high concentration; (2) E-FAS-r is gesigned as
a screening tool with modeled estimates of concentrations and doses designed to
reasonably overestimate exposures; and (3) the E-FAST scenario that would yield the
greatest exposure (aerosol paint) was used. For outdoor-use products, EPA believes that
exposure would be no greater than for indoor use and, in fact, is expected to be much
less due to n-propanol's dissipation into the air.
32
n-propil ALKOHOL
Material Safety Data Sheet n-propil alkohol. National Response In Canada.
A. Product Identification
Synonyms: 1-Propanol; Ethyl Carbinol; 1-Hydroxypropane; n-Propanol
CAS No.: 71-23-8
Molecular Weight: 60.1
Chemical Formula: CH3(CH2)2 OH
Product Codes:
J.T. Baker: 9030, 9031, 9086, 9087, 9099
Mallinckrodt: 5351, 5919, 7169
A. Hazards Identification
Emergency Overview
--------------------------
WARNING! FLAMMABLE LIQUID AND VAPOR. HARMFUL IF SWALLOWED,
INHALED OR ABSORBED THROUGH SKIN. MAY AFFECT CENTRAL
NERVOUS SYSTEM. CAUSES IRRITATION TO SKIN, EYES AND
RESPIRATORY TRACT. ASPIRATION MAY CAUSE LUNG DAMAGE.
SAF-T-DATA(tm) Ratings (Provided here for your convenience)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Health Rating: 2 - Moderate
Flammability Rating: 2 - Moderate
Reactivity Rating: 2 - Moderate
Contact Rating: 3 - Severe (Life)
Lab Protective Equip: GOGGLES & SHIELD; LAB COAT & APRON; VENT
HOOD; PROPER GLOVES; CLASS B EXTINGUISHER
Storage Color Code: Red (Flammable)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Potential Health Effects
----------------------------------
Inhalation:
Vapors have a mild narcotic effect and act as an upper respiratory tract irritant.
33
Symptoms may include irritation of the eyes, nose, and throat, drowsiness,
headache, and incoordination. Excessive exposures may lead to narcosis and
central nervous system depression.
Ingestion:
Aspiration into the lungs may occur during swallowing or vomiting, resulting in
lung damage. May cause nausea, vomiting, drowsiness, gastrointestinal pain,
cramps and diarrhea. Large doses may cause death.
Skin Contact:
Defatting agent. May cause skin irritation. Skin absorption may occur with
symptoms paralleling those from inhalation exposure.
Eye Contact:
Vapors are irritating to the eyes. Splashes may cause severe irritation, with
stinging, tearing, redness and pain. May cause corneal injury or blindness.
Chronic Exposure:
Prolonged or repeated skin contact may cause dermatitis. No systemic chronic
effects have been reported in humans.
Aggravation of Pre-existing Conditions:
Persons with pre-existing skin problems or impaired respiratory function may be
more susceptible to the effects of this substance.
A. First Aid Measures
Inhalation:
Remove to fresh air. If not breathing, give artificial respiration. If breathing is
difficult, give oxygen. Call a physician.
Ingestion:
Aspiration hazard. Do NOT induce vomiting. Give large amounts of water. Never
give anything by mouth to an unconscious person. Get medical attention.
Skin Contact:
In case of contact, immediately flush skin with plenty of water for at least 15
minutes. Remove contaminated clothing and shoes. Wash clothing before reuse.
Call a physician.
Eye Contact:
Immediately flush eyes with plenty of water for at least 15 minutes, lifting lower
and upper eyelids occasionally. Get medical attention immediately.
Note to Physician:
34
Treat CNS depression supportively. Rule out other causes. Treat ingestion with
gastric lavage and saline catharsis. Metabolite acetone may be detected in urine.
B. 5. Fire Fighting Measures
Fire:
Flash point: 23C (73F) CC
Autoignition temperature: 412C (774F)
Flammable limits in air % by volume:
lel: 2.3; uel: 13.7
Flammable Liquid and Vapor!
Explosion:
Above flash point, vapor-air mixtures are explosive within flammable limits noted
above. Vapors can flow along surfaces to distant ignition source and flash back.
Ignites on contact with potassium tertbutoxide.
Fire Extinguishing Media:
Water spray, dry chemical, alcohol foam, or carbon dioxide. Water spray may be
used to keep fire exposed containers cool.
Special Information:
In the event of a fire, wear full protective clothing and NIOSH-approved self-
contained breathing apparatus with full facepiece operated in the pressure
demand or other positive pressure mode. If a leak or spill has not ignited, use
water spray to disperse the vapors, to protect personnel attempting to stop leak,
and to flush spills away from exposures.
C. 6. Accidental Release Measures
Ventilate area of leak or spill. Remove all sources of ignition. Wear appropriate
personal protective equipment as specified in Section 8. Isolate hazard area.
Keep unnecessary and unprotected personnel from entering. Contain and
recover liquid when possible. Use non-sparking tools and equipment. Collect
liquid in an appropriate container or absorb with an inert material (e. g.,
vermiculite, dry sand, earth), and place in a chemical waste container. Do not use
combustible materials, such as saw dust. Do not flush to sewer! Water can be
used to dilute to raise flashpoint and to flush away from possible sources of
35
ignition.
J. T. Baker SOLUSORB® solvent adsorbent is recommended for spills of this
product.
D. 7. Handling and Storage
Protect against physical damage. Store in a cool, dry well-ventilated location,
away from any area where the fire hazard may be acute. Outside or detached
storage is preferred. Separate from incompatibles. Containers should be bonded
and grounded for transfers to avoid static sparks. Storage and use areas should
be No Smoking areas. Use non-sparking type tools and equipment, including
explosion proof ventilation. Containers of this material may be hazardous when
empty since they retain product residues (vapors, liquid); observe all warnings
and precautions listed for the product.
E. 8. Exposure Controls/Personal Protection
Airborne Exposure Limits:
-OSHA Permissible Exposure Limit (PEL):
200 ppm (TWA), 250 ppm (STEL)
-ACGIH Threshold Limit Value (TLV):
100 ppm (TWA)
Ventilation System:
A system of local and/or general exhaust is recommended to keep employee
exposures below the Airborne Exposure Limits. Local exhaust ventilation is
generally preferred because it can control the emissions of the contaminant at its
source, preventing dispersion of it into the general work area. Please refer to the
ACGIH document, Industrial Ventilation, A Manual of Recommended Practices,
most recent edition, for details.
Personal Respirators (NIOSH Approved):
If the exposure limit is exceeded and engineering controls are not feasible, a full
facepiece respirator with organic vapor cartridge may be worn up to 50 times the
36
exposure limit or the maximum use concentration specified by the appropriate
regulatory agency or respirator supplier, whichever is lowest. For emergencies or
instances where the exposure levels are not known, use a full-facepiece positive-
pressure, air-supplied respirator. WARNING: Air purifying respirators do not
protect workers in oxygen-deficient atmospheres. This compound possibly exists
in both particulate and vapor phase. A particulate (NlOSH type N95 or better)
prefilter should be used for the particulate.
Skin Protection:
Wear impervious protective clothing, including boots, gloves, lab coat, apron or
coveralls, as appropriate, to prevent skin contact.
Eye Protection:
Use chemical safety goggles. Maintain eye wash fountain and quick-drench
facilities in work area.
F. 9. Physical and Chemical Properties
Appearance:
Clear, colorless liquid.
Odor:
Alcohol odor.
Solubility:
Infinitely soluble.
Specific Gravity:
0.804
pH:
No information found.
% Volatiles by volume @ 21C (70F):
100
Boiling Point:
97C (207F)
Melting Point:
-127C (-197F)
Vapor Density (Air=1):
2.07
Vapor Pressure (mm Hg):
37
21 @ 25C (77F)
Evaporation Rate (BuAc=1):
1.3
G. 10. Stability and Reactivity
Stability:
Stable under ordinary conditions of use and storage.
Hazardous Decomposition Products:
Carbon dioxide and carbon monoxide may form when heated to decomposition.
May produce acrid smoke and irritating fumes when heated to decomposition.
Hazardous Polymerization:
Will not occur.
Incompatibilities:
Strong acids, aldehydes, halides, halogens, Reacts violently with potassium-tert-
butoxide. Can react vigorously with oxidizing materials.
Conditions to Avoid:
Heat, flames, ignition sources and incompatibles.
H. 11. Toxicological Information
Oral Rat LD50: 1870 mg/kg; Skin Rabbit LD50: 4060 mg/kg; Inhalation mouse
LC50: 48 mg/m3; Irritation,open, eye rabbit 4mg, Severe; open, skin, rabbit: 580
mg/24 Hr. Mild; Investigated as a tumorigen, a mutagen, and a reproductive
effector.
I. 12. Ecological Information
Environmental Fate:
When released into the soil, this material is expected to readily biodegrade.
When released into the soil, this material is expected to leach into groundwater.
When released into the soil, this material is expected to quickly evaporate. When
released into water, this material is expected to readily biodegrade. When
38
released to water, this material is expected to quickly evaporate. This material is
not expected to significantly bioaccumulate. This material has a log octanol-water
partition coefficient of less than 3.0. When released into the water, this material is
expected to have a half-life between 1 and 10 days. When released into the air,
this material is expected to be readily degraded by reaction with photochemically
produced hydroxyl radicals. When released into the air, this material is expected
to be readily removed from the atmosphere by wet deposition.
Environmental Toxicity:
The LC50/96-hour values for fish are between 1 and 10 mg/l. This material is
expected to be toxic to aquatic life.
J. 13. Disposal Considerations
Whatever cannot be saved for recovery or recycling should be handled as
hazardous waste and sent to a RCRA approved incinerator or disposed in a
RCRA approved waste facility. Processing, use or contamination of this product
may change the waste management options. State and local disposal regulations
may differ from federal disposal regulations. Dispose of container and unused
contents in accordance with federal, state and local requirements.
K. 14. Transport Information
Domestic (Land, D.O.T.)
-----------------------
Proper Shipping Name: N-PROPANOL
Hazard Class: 3
UN/NA: UN1274
Packing Group: III
Information reported for product/size: 370LB
International (Water, I.M.O.)
-----------------------------
Proper Shipping Name: PROPANOL
Hazard Class: 3
UN/NA: UN1274
39
Packing Group: III
Information reported for product/size: 370LB
International (Air, I.C.A.O.)
-----------------------------
Proper Shipping Name: N-PROPANOL
Hazard Class: 3
UN/NA: UN1274
Packing Group: III
Information reported for product/size: 370LB .
40
KIMIA ORGANIK UNTUK MAHASISWA FARMASI
41
REAKSI-REAKSI ALKOHOL
42
43