promkes imunisasi

79
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Indonesia mencanangkan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan sebagai strategi pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010. Dengan kebijakan dan strategi ini, perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya di semua sektor harus dipertimbangkan terlebih dahulu dampak negatif dan positif terhadap kesehatan. Masyarakat juga ikut bertanggung jawab untuk melaksanakan hidup sehat, perilaku sehat dan upaya pencegahan agar tidak terkena penyakit menular. Sejalan dengan upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita perlu terus digalakkan. Imunisasi merupakan program unggulan pertama dalam rangka percepatan perbaikan derajat kesehatan. 1,2 Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Pada tahun 1974, WHO mencanangkan Expanded Programme of Immunization (EPI) atau program pengembangan imunisasi. Program imunisasi merupakan suatu program yang digunakan untuk 1

Upload: monickmanda

Post on 29-Dec-2015

472 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

promkes imunisasi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemerintah Indonesia mencanangkan gerakan pembangunan

berwawasan kesehatan sebagai strategi pembangunan nasional untuk

mewujudkan Indonesia sehat 2010. Dengan kebijakan dan strategi ini,

perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya di semua sektor harus

dipertimbangkan terlebih dahulu dampak negatif dan positif terhadap

kesehatan. Masyarakat juga ikut bertanggung jawab untuk melaksanakan

hidup sehat, perilaku sehat dan upaya pencegahan agar tidak terkena

penyakit menular. Sejalan dengan upaya menurunkan angka kematian bayi

dan balita perlu terus digalakkan. Imunisasi merupakan program unggulan

pertama dalam rangka percepatan perbaikan derajat kesehatan.1,2

Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila

kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan.

Pada tahun 1974, WHO mencanangkan Expanded Programme of

Immunization (EPI) atau program pengembangan imunisasi. Program

imunisasi merupakan suatu program yang digunakan untuk menurunkan

angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi serta anak balita. Program ini

memiliki 6 penyakit target seperti penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus,

Polio dan Campak, sedangkan Hepatitis B baru ditambahkan pada awal

tahun 1980-an karena baru ditemukan. Idealnya bayi harus mendapat

imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4

kali, HB 3 kali dan Campak 1 kali.3 Kementerian Kesehatan Indonesia

menetapkan imunisasi sebagai upaya nyata pemerintah untuk mencapai

Millennium Development Goals (MDGs), khususnya untuk menurunkan

angka kematian anak. Indikator keberhasilan pelaksanaan imunisasi diukur

dengan pencapaian UCI (Universal Child Immunization) baik di tingkat

1

2

nasional, propinsi, dan kabupaten bahkan di setiap desa/kelurahan, yaitu

minimal 80% bayi telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap untuk BCG,

DPT, polio, campak, dan hepatitis B.1

Menurut Kemenkes RI pada tahun 2011, diketahui bahwa

persentase bayi pada usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar

lengkap adalah sebesar 93,4% namun persentase desa yang mencapai UCI

hanyalah 74,16% yaitu 10% dibawah target. Hal ini masih kontradiksi

mengingat target dari Kemenkes RI untuk mencapai MDGs dibutuhkan

angka pencapaian UCI yang sesuai target yaitu di atas 80%. Cakupan

imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan di provinsi sumatera selatan

ialah 95,1% sedikit di bawah provinsi Jambi yang memperoleh angka

cakupan 99.9%.4,5

Hal-hal tersebut dapat disebabkan antara lain karena kurang

perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah terhadap program imunisasi,

kurangnya dana operasional untuk imunisasi baik rutin maupun tambahan,

dan tidak tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang adekuate. Selain itu

juga kurangnya koordinasi lintas sektor termasuk pelayanan kesehatan

swasta, kurang sumber daya yang memadai serta kurangnya pengetahuan

masyarakat tentang program dan manfaat imunisasi. Guna mecapai target

100% UCI desa/ kelurahan pada tahun 2014 perlu dilakukan berbagai upaya

percepatan melalui Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional untuk mencapai

UCI (GAIN UCI).1

Oleh karena masih rendahnya angka pencapaian UCI pada bayi,

maka diperlukan program promosi kesehatan tentang Imunisasi dasar pada

bayi usia 0-11 bulan khususnya di wilayah Puskesmas Kenten, Kecamatan

Ilir Timur II, Kota Palembang. Selain itu peran tenaga kesehatan dalam

upaya menurunkan angka morbiditas dan mortalitas bayi sangat diperlukan.

Tidak hanya tenaga kesehatan saja yang bertanggung jawab untuk

menanggulangi kasus tersebut namun peran dari seluruh lapisan masyarakat

sangat diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam program pemerintah

untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas bayi akibat kurang

3

optimalnya program promosi kesehatan tentang imunisasi. Sehubungan

dengan hal tersebut maka penulis melakukan penelitian mengenai

manajemen program promosi Imunisasi di Puskesmas Kenten.

1.2. Rumusan masalah

1. Bagaimana desain program promosi kesehatan Imunisasi Dasar yang bisa

mengatasi ibu – ibu yang beranggapan bahwa imunisasi itu berdampak

negatif bagi bayinya ?

2. Bagaimana manajemen kegiatan promosi Imunisasi Dasar di Puskesmas

Kenten ?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Menyusun perencanaaan program-program yang dapat dan harus

dilakukan untuk menunjang Bayi Indonesia Sehat Di Puskesmas Kenten.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui besar pencapaian bayi mendapat Imunisasi

sebagai hasil kegiatan promosi Imunisasi Dasar.

b. Mengetahui kendala dan cara mengatasi nya dalam

pelaksanaan kegiatan promosi Imunisasi di Puskesmas

Kenten

c. Menjelaskan membuat perencanaan program promosi

kesehatan mewujudkan Bayi Indonesia Sehat Di Puskesmas

Kenten

d. Menjelaskan tujuan, sasaran, dan isi program promosi

kesehatan mewujudkan Bayi Indonesia Sehat Di Puskesmas

Kenten

e. Memaparkan penerapan program promosi kesehatan

mewujudkan Bayi Indonesia Sehat Di Puskesmas Kenten

4

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

manajemen dan kendala yang dihadapi dalam kegiatan promosi kesehatan bayi

mendapat imunisasi sehingga bermanfaat menambah wawasan Ibu/pihak terkait

mengenai pentingnya imunisasi sehingga para Ibu/pihak terkait mengetahui hal

yang terbaik yang dapat dilakukan untuk pemberian imunisasi.

Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman penelitian dalam bidang promosi kesehatan sekaligus sebagai sumber

informasi bagi peneliti lain untuk penelitian lebih lanjut.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen

yang serupa, tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua

jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif

adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh tubuh itu

sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau

kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan immunoglobulin.

Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh.

Waktu paruh IgG 28 hari, sedangkan waktu paruh immunoglobulin lainnya lebih

pendek. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat

terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah.

Kekebalan aktif berlangsung lebih lama daripada kekebalan pasif karena adanya

memori imunologik.6,7

2.2 Tujuan imunisasi

Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat

(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.7

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekebalan

Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan antara lain umur, seks, kehamilan,

gizi dan trauma.

1. Umur. Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan

orang tua lebih mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat

muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit

menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua kelompok

umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah

6

2. Seks. Untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan

difteria lebih parah terjadi pada wanita daripada pria.

3. Kehamilan. Wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan

terhadap penyakit-penyakit menular tertentu misalnya penyakit polio,

pneumonia, malaria serta amubiasis. Sebaliknya untuk penyakit tifoid dan

meningitis jarang terjadi pada wanita hamil.

4. Gizi. Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh

terhadap penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi

berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi

5. Trauma. Stres salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab

kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tententu.8

2.4 Jenis Imunisasi

Berdasarkan program pengembangan Ikatan Dokter Anak Indonesia

(IDAI). Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang diwajibkan dan Program

Imunisasi Non PPI yang dianjurkan. Wajib jika kejadian penyakitnya cukup tinggi

dan menimbulkan cacat atau kematian. Sedangkan imunisasi yang dianjurkan

untuk penyakit-penyakit khusus yang biasanya tidak seberat kelompok pertama.

Jenis imunisasi wajib terdiri dari 6 yaitu:8

2.4.1 BCG

Bacille Calmete-Guerin (BCG) adalah vaksin hidup yang dibuat dari

Mycobacterium Bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga

didapatkan basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.

Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberculin.

Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Namun untuk

mencapai cakupan yang lebih luas, Departemen Kesehatan menganjurkan

pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.9

Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1

tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada

insersio M. Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain (bokong, paha).

7

Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat

mencegah komplikasinya. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan,

sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila

uji tuberculin negatif.

Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikkan. Berhubungan

dengan beberapa factor yaitu mutu vaksin yang dipakai, lingkungan dengan

Mycobacterium atipik atau factor pejamu (umur, keadaan gizi dan lain-lain)

Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu

2-80C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah dienccerkan harus dipergunakan dalam

waktu 8 jam.8

Kejadian ikutan pasca imunisasi vaksinasi BCG

Penyuntikan BCG intradermal akan menimbulkan ulkus lokal yang

superficial 3 minggu setelah penyuntikkan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh

dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm, apabila

dosis terlalu tinggi maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila

penyuntikkan terlalu dalam maka parut yang terjadi tertarik ke dalam.

1. Limfadenitis

Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpai

setelah penyuntikan BCG. Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidak perlu

diobati. Apabila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula maka dapat

dibersihkan (drainage) dan diberikan obat anti tuberculosis oral. Pemberian

obat anti tuberculosis sistemik tidak efektif.

2. BCG-itis diseminasi

Berhubungan dengan imunodefisiensi berat. Komplikasinya adalah

eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris dan osteomielitis. Komplikasi ini harus

diobati dengan kombinasi obat anti tuberculosis.1

Kontra indikasi BCG

- Reaksi uji tuberculin >5 mm.

- Menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV,

imunokompromais akibat penggunaan kortikosteroid, obat imunosupresif,

8

mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum

tulang atau system limfe.

- Menderita gizi buruk.

- Menderita demam tinggi.

- Menderita infeksi kulit yang luas.

- Pernah sakit tuberculosis.

- Kehamilan.

2.4.2 Hepatitis B

Vaksin hepatitis B (hep B) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat

vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk

memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.

Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus dan bayi

diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa, diberikan

di region deltoid.8

Imunisasi aktif

- Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah

lahir.

- Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi

hepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respon imun

optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan,

terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.

- Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasi

kedua. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2

bukan dari imunisasi kedua.

- Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan.

- Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag yang tidak diketahui, hepB-1 harus

diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan pada umur 1

bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status Hbs-Ag ibu tidak diketahui

dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui ibu dengan Hbs-Ag

9

positif, maka ditambahkan hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml

sebelum bayi berumur 7 hari.

- Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag positif, diberikan vaksin hepB-1 dan

HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir.

- Anak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh imunisasi

dasar 3x pada masa bayi, maka pada saat usia 5 tahun tidak perlu

imunisasi ulang (booster). Hanya dilakukan pemeriksaan kadar anti HBs

- Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh

imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi Hep B dengan

jadwal 3x pemberian (catch up vaccination).

Catch up vaccination merupakan upaya imunisasi pada anak atau remaja

yang belum pernah di imunisasi atau terlambat > 1 bulan dari jadwal yang

seharusnya. Khusus pada imunisasi hepatitis B, imunisasi catch up ini

diberikan dengan interval minimal 4 minggu antara dosis pertama dan

kedua, sedangkan interval antara dosis kedua dan ketiga minimal 8

minggu atau 16 minggu sesudah dosis pertama.

- Ulangan imunisasi (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12

tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti Hbs< 10µg/ml).8-10

Imunisasi pasif

Hepatitis B immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat akan

memeberikan proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan).

HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan. Sebaiknya HBIg

diberikan bersama vaksin VHB sehingga proteksinya berlangsung lama. Pada

needle stick injury maka diberikan HBIg 0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam 48

jam pertama setelah kontak. Pada penularan dengan cara kontak seksual HBIg

diberikan 0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam waktu <14 hari sesudah kontak

terakhir.8-10

10

Efek samping

Umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan bersifat sementara.

Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari.8,9

Kontra indikasi

Tidak ada kontraindikasi yang absolut.

2.4.3 DTwP (whole-cell pertussis) dan DTap (acelluler pertussis)

Imunisasi DTP primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DTP

tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu.

Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DTP-1 diberikan pada umur 2 bulan,

DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTP-3 pada umur 6 bulan. Ulangan booster DTP

selanjutnya diberikan satu tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan

DTP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.8,9 Pada booster umur 5 tahun harus

tetap diberikan vaksin dengan komponen pertusis (sebaiknya diberikan DTaP

untuk mengurangi demam pasca imunisasi) mengingat kejadian pertusis pada

dewasa muda meningkat akibat ambang proteksi telah sangat rendah sehingga

dapat menjadi sumber penularan pada bayi dan anak.

DT-5 diberikan pada kegiatan imunisasi di sekolah dasar. Ulangan DT-6

diberikan pada usia 12 tahun, mengingat masih dijumpai kasus difteria pada umur

lebih dari 10 tahun. Dosis DTwP atau DTaP atau DT adalah 0,5 ml,

intramuscular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.

Jadwal untuk imunisasi rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5 dosis

pada usia yaitu 2,4,6,15-18 bulan dan usia 5 tahun atau saat masuk sekolah. Dosis

ke 4 harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ke 3. Kombinasi

toksoid difteria dan tetanus (DT) yang mengandung 10-12 Lf dapat diberikan

pada anak yang memiliki kontra indikasi terhadap pemberian yang pertusis.8,9

Kejadian ikutan pasca imunisasi DTP

- Reaksi lokal kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi

pada separuh penerima DTP.

11

- Proporsi demam ringan dengan reaksi lokal sama dan diantaranya dapat

mengalami hiperpireksia.

- Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam pasca

suntikan (inconsolable crying).

- Dari suatu penelitian ditemukan adanya kejang demam sesudah vaksinasi

yang dihubungkan dengan demam yang terjadi.

- Kejadian ikutan yang paling serius adalah terjadinya ensefalopati akut atau

reaksi anafilaksis dan terbukti disebabkan oleh pemberian vaksin pertusis.

Kontra indikasi

Saat ini didapatkan dua hal yang diyakini sebagai kontraindikasi mutlak

terhadap pemberian vaksin pertusis baik whole cell maupun acelular yaitu :

- anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya.

- Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya.

- Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus (precaution).

Misalnya pemberian vaksin pertusis berikutnya bila pada pemberian

pertama dijumpai riwayat hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif

dalam 48 jam, anak menangis terus menerus selama 3 jam dan riwayat

kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DTP

Riwayat kejang dalam keluarga dan kejang yang tidak berhubungan

dengan pemberian vaksin sebelumnya, kejadian ikutan paska imunisasi atau

alergi terhadap vaksin bukanlah suatu indikasi kontra terhadap pemberian

vaksin DTaP. Walaupun demikian keputusan untuk pemberian vaksin pertusis

harus dipertimbangkan secara individual dengan memperhitungkan

keuntungan dan resiko pemberiannya.8,9

2.4.4 Vaksin pertusis aseluler

Vaksin pertusis aseluler adalah vaksin pertusis yang berisi

komponen spesifik toksin dari Bordetellapertusis yang dipilih sebagai dasar yang

berguna dalam patogenesis pertusis dan perannya dalam memicu antibodi yang

berguna untuk pencegahan terhadap pertusis secara klinis.10

12

2.4.5 Polio

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang

disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan

poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus

ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan

melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).

Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda

dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat

terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, 50% kasus

terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala

pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.8,9

Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami gejala

ringan dan menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di daerah yang

memiliki sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap polio karena tidak

menderita polio ketika masih kecil. Vaksinasi pada saat balita akan sangat

membantu pencegahan polio di masa depan karena polio menjadi lebih berbahaya

jika diderita oleh orang dewasa. Orang yang telah menderita polio bukan tidak

mungkin akan mengalami gejala tambahan di masa depan seperti layu otot; gejala

ini disebut sindrom post-polio.

Imunisasi Polio

Vaksin efektif pertama dikembangkan oleh Jonas Salk. Salk menolak

untuk mematenkan vaksin ini karena menurutnya vaksin ini milik semua orang

seperti halnya sinar matahari. Namun vaksin yang digunakan untuk inokulasi

masal adalah vaksin yang dikembangkan oleh Albert Sabin. Inokulasi pencegahan

polio anak untuk pertama kalinya diselenggarakan di Pittsburgh, Pennsylvania

pada 23 Februari 1954. Polio hilang di Amerika pada tahun 1979.

Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang

dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat

menular. Penularannya bisa lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio,

juga lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut orang

yang sehat. Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit

13

poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu

maupun kedua lengan/tungkai, otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan

hingga menyebabkan kematian.8-10

Terdapat 2 macam vaksin polio yaitu :

- IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang

telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.

- OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah

dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV)

efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan

1 jenis polio. Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan

interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun

setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada

saat meninggalkan SD (12 tahun).

Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan

sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan

sendok yang berisi air gula. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk

menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat

diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai pada tingkat yang

tertinggi. Orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah

pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan

IPV. Namun sebaiknya diberikan OPV. penderita denga gangguan sistem

kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma),

dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang

menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat

imunosupresan lainnya. IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare.

Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya

pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa

menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya

berlangsung hanya selama beberapa hari. Masa inkubasi virus antara 6-10 hari.

Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada

salah satu anggota gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus polio akan

14

mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan

daya tahan tubuh si anak. Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap

serangan virus polio.8

Usia Pemberian

Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada

usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu

dibarengi dengan vaksin DTP.

Cara Pemberian

Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat

mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah

OPV.

Efek Samping

Pusing, diare ringan, dan sakit otot serta kelumpuhan dan kejang-kejang

merupakan efek samping dari imunisasi inin namun sangat jarang terjadi.

Kontraindikasi

Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam

tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan;

HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum;

serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.

2.4.6. Campak (Morbilli)

Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi

virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis

(peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini

disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.

Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak

terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak

SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan

kebal terhadap penyakit ini. Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak

sebaiknya menjalani tirah baring. Untuk menurunkan demam, diberikan

asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik.

15

Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin

biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak

Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau

lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9

bulan.

Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis

kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. selain itu penderita juga harus disarankan

untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan

tubuh meningkat.8-10

Imunisasi Campak

Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun

seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh

antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak

mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali

terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak hanya

diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak

akan terkena lagi. Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan terhadap

penyakit campak sampai seumur hidup.

Penyakit campak yang disebabkan oleh virus ini dapat dicegah jika

seseorang mendapatkan imunisasi campak, minimal dua kali yakni semasa usia 6

– 59 bulan dan masa SD (6 – 12 tahun). Upaya imunisasi campak tambahan yang

dilakukan bersama dengan imunisasi rutin terbukti dapat menurunkan kematian

karena penyakit campak sampai 48%. Tanpa imunisasi, penyakit ini dapat

menyerang setiap anak, dan menyebabkan cacat dan kematian karena komplikasi

seperti radang paru (pneumonia), diare, radang telinga (otitis media) dan radang

otak (ensefalitis) terutama pada anak dengan gizi buruk.

Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran air ludah (droplet)

penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang

berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah

muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerah-merahan dan berair,

merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul

16

bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami

diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-

40,5°C. Seiring dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan

ciri khas penyakit ini. Predileksi awalnya ialah di bagian leher, bawah telinga,

dada, wajah, tangan dan kaki. Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam

akan turun dengan sendirinya dan akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik,

disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas sembuh dengan

sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh

benar dari sisa-sisa campak. Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati

berdasarkan gejala yang muncul. komplikasi, terutama pada campak yang berat.

Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak

membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang

paru-paru (bronchopneumonia) dan radang otak (ensefalitis).8-10

Deskripsi

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap

dosis (0,5ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM

70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu

erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan

hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut.

Komposisi

Tiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung : Virus Campak >=

1.000 CCID50, Kanamycin sulfat <= 100 mcg, Erithromycin <= 30 mcg

Dosis dan Cara Pemberian

Imunisasi campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan secara

Subkutan, lebih baik pada lengan atas. Pada setiap penyuntikan harus

menggunakan jarum dan syringe yang steril. Vaksin yang telah dilarutkan hanya

dapat digunakan pada hari itu juga (maksimum untuk 8 jam) dan itupun berlaku

hanya jika vaksin selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2°-8°C serta

terlindung dari sinar matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk sebelum

digunakan.

17

Satu dosis vaksin campak cukup untuk membentuk kekebalan terhadap

infeksi. Di negara-negara dengan angka kejadian dan kematian karena penyakit

campak tinggi pada tahun pertama setelah kelahiran, maka dianjurkan imunisasi

terhadap campak dilakukan sedini mungkin setelah usia 9 bulan (270 hari). Di

negara-negara dengan kasus campak yang sedikit, maka imunisasi boleh

dilakukan lebih dari usia tersebut. Vaksin campak tetap aman dan efektif jika

diberikan bersamaan dengan vaksin-vaksin DT, Td, TT, BCG, Polio, (OPV dan

IPV), Hepatitis B, dan Yellow Fever.8-10

Usia & Jumlah Pemberian

Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan,

pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah

menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita.

Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12

bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).

Efek Samping

Umumnya tidak ada namun beberapa anak, dapat menyebabkan demam

dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu.

Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.

Kontraindikasi

Kontraindikasi terjadi bagi individu yang diketahui alergi berat terhadap

kanamycin dan erithromycin. Efek vaksin virus campak hidup terhadap janin

belum diketahui, maka wanita hamil juga termasuk kontraindikasi. Individu

pengidap virus HIV (Human Immunodficiency Virus). Vaksin Campak

kontraindikasi terhadap individu-individu yang mengidap penyakit immune

deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena

leukimia, lymphoma atau generalized malignancy.

Kemasan

Vaksin tersedia dalam kemasan vial 10 dosis + 5 ml pelarut dalam ampul.

18

2.5 Teknik dan ukuran jarum

Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali

pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena

resiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis maka jarum suntik yang telah

digunakan menyuntik tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin.

Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada

perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut :

- pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan

bayi-bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan

panjang 16 mm.

- untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dipakai jarum ukuran 25

dengan panjang 16mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27

dengan panjang 12 mm.

- untuk suntikan intramuscular pada orang dewasa yang sangat gemuk

(obese) diapakai jarum ukuran 23 dengan panjang 38 mm.

- untuk suntikan untradermal pada vaksinasi BCG dipakai jarum ukuran 25-

27 dengan panjang 10 mm.

2.6 Arah sudut jarum pada suntikan Intramuscular

Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 450 sampai 600 ke dalam otot

vastus lateralis atau otot deltoid. Untuk otot vastus lateralis, jarum harus

diarahkan kea rah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak.

Kerusakan saraf dam pembuluh vascular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan

pada sudut 900.

2.7 Tempat suntikan yang dianjurkan

Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi

pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Region deltoid adalah

alternative untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang dapat

berjalan) dan orang dewasa.

19

Sejak akhir 1980, WHO telah memberi rekomendasi bahwa daerah

anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan

tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari resiko kerusakan saraf

iskhiadika (nervus ischiadicus).

Resiko kerusakan saraf ischiadika akibat suntikan di daerah gluteus lebih

banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih

tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuscular di daerah gluteal

dengan tidak disengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi local yang

lebih berat. Vaksinasi hepatitis B dan rabies bila disuntikkan di daerah gluteal

kurang imunogenik; hal ini berlaku untuk semua umur. Sedangkan untuk vaksin

BCG, harus disuntik pada kulit diatas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab

suntikan-suntikan diatas puncak pundak memeberi resiko terjadinya keloid.

2.8 Posisi anak dan lokasi suntikan

Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur di bawahh

12 bulan adalah:

- Menghindari resiko kerusakan saraf ischiadika pada suntikan daerah

gluteal.

- Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap

suntikan secara adekuat.

- Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B dan rabies berkurang bila

disuntikkan di daerah gluteal.

- Menghindari resiko reaksi lokal dan terbentuk pembengkakan ditempat

suntikan yang menahun.

- Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.

Vastus lateralis, posisi anak dan lokasi suntikan

Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi

bagian anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara

sepertiga otot bagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling

tebal dan padat. Jarum harus membuat sudut 450-600 terhadap permukaan

20

kulit, dengan jarum kearah lutut, maka jarum tersebut harus menembus kulit

selebar ujung jari diatas (kearah proksiimal) batas hubungan bagian atas dan

sepertiga tengah otot.

Gambar 2.1 Diagram Lokasi Suntikan Yang Dianjurkan pada otot paha.

Gambar 2.2 Potongan Lintang Paha : Menunjukkan Bagian Yang Disuntik

Lokasi suntikan pada vastus lateralis

- Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang.

- Tungkai bawah sedikit di tekuk dengan fleksi pada lutut.

- Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi,

tarik garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan

vaksin ialah batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut

21

(bila tungkai bawah sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh

tractus iliotibialis menyebabkan garis bagian distal lebih jelas)

- Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara

sepertiga bagian atas dan tengah, jarumditusukkan satu jari diatas batas

tersebut.

Deltoid, posisi anak dan lokasi suntikan

- Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikkan di daerah deltoid

ialah duduk diatas pangkuan ibu atau pengasuhnya.

- Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh

bayi,sementara lengan lainnya diletakkan di belaknag tubuh orang tua atau

pengasuh.

- Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung

aman dan berhasil.

- Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar

dan meningkatkan resiko penetrasi saraf.

Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik, membuka lengan atas dari

pundak ke siku. Lokasi yang paling baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh

antara akromion dan insersi pada tengah humerus. Jarum suntik ditusukkan

membuat sudut 450-600 mengarah pada akromion. Bila bagian bawah deltoid yang

disuntik, ada resiko trauma saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan

muncul dari otot trisep.

Perhatian untuk suntikan subkutan

- Arah jarum 450 terhadap kulit.

- Cubit tebal untuk suntikan subkutan

- Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan.

- Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.

22

Gambar 2.3 Lokasi Penyuntikan Subkutan Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)

Perhatian untuk penyuntikan intramuscular

- Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot.

- Suntik dengan arah jarum 450 – 600 , lakukan dengan cepat.

- Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat

jaruum ditusukkan.

- Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak

masuk dalam vena. Apabila terdapat darah buang dan ulangi dengan

suntikan baru.

- Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstremitas berbeda.

2.9 Pemberian dua atau lebih vaksin pada hari yang sama

Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boleh

diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup,

khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat

diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya

pada kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, Hib, hepatitis B,

dan polio.

Lebih dari satu macam vaksin virus hidup dapat diberikan pada hari yang

sama, tetapi apabila hanya satu macam yang diberikan, vaksin virus hidup yang

kedua tidak boleh diberikan kurang dari 2 minggu dari vaksin yang pertama,

sebab respons terhadap vaksin yang kedua mungkin telah banyak berkurang.

Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-

23

vaksin yang berbeda yangdiberikan pada seseorang pada hari yang sama harus

disuntikkan pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan semprit yang

berbeda.

Gambar 2.4. Jadwal Imunisasi 2008 menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDAI)

24

BAB III

GAMBARAN UMUM PUSKESMAS KENTEN

3.1 Visi dan Misi

a. Visi

“Tercapainya puskesmas kenten sebagai pusat pelayanan kesehatan

yang prima, Menuju Palembang Sehat.”

b. Misi

1. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu prima merata

dan terjangkau

2. Meningkatkan profesionalisme yang berorientasi pada standar

pelayanan kesehatan

3. Meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan lingkungan nya

melalui pemberdayaan masyarakat

3.2 Fungsi Puskesmas

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

2. Sebagai pemberdayaan masyarakat serta keluarga

3. Sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama

3.3 Program Puskesmas

Merupakan wujud dari pelaksanaan dari fungsi puskesmas di atas,

program puskesmas dapat dibagi menjadi Program Pokok dan Program

Pengembangan yang akan diperjelas sebagai berikut :

3.3.1 Program Pokok Puskesmas Kesehatan

Program dasar puskesmas berdasarkan kebutuhan kesehatan

sebagian besar masyarakat dan mempunyai daya ungkit yang tinggi dalam

mengatasi permasalahan kesehatan nasional dan internasional yang

berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas meliputi 6 pokok program

dasar adalah :

25

1. Promosi Kesehatan

2. Kesehatan Lingkungan

3. Kesehatan Ibu dan anak,, KB

4. Gizi

5. Pemberantasan penyakit menular

6. Pengobatan

3.3.2 Program Pengembangan

Puskesmas mengenal pokok program kegiatan dengan perubahan –

perubahan program dasar dapat masuk dalam kelompok program

pengembangan yang terkait. Merupakan program yang spesifik sesuai

dengan permasalahan kesehatan masyarakat setempat dan tuntutan

masyarakat sebagai program inovatif. Program spesifik puskesmas kenten

adalah :

1. TB Paru

2. Geriatri (Puskesmas santun Lansia)

3. Gerakan sayang ibu

3.3.3 Kegiatan Dalam Gedung

a. Klinik Gilingan Mas (Sanitasi, Imunisasi, Gizi)

b. Klinik MTBS

c. KESGA (pelayanan ibu hamil, nifas dan menyusui,pelayanan

akseptor KB, Klinik Laktasi, pelayanan reproduksi remaja,

Balita)

d. Pengobatan program TB Paru, Diare dan ISPA

e. Pengobatan Umum dan tindakan darurat serta pengobatan gigi

f. Kesehatan Kerja

g. Penyuluhan dan PHN

h. Laboratorium Sederhana

i. SP2TP

j. Penilaian kinerja Puskesmas

26

3.3.4 Kegiatan Luar Gedung

a. Posyandu balita sebanyak 24 buah

b. Posyandu Lansia sebanyak 8 buah

c. UKS dan UKGS

d. Penyuluhan

e. Pelayanan KB

f. Pelayanan P3K

3.4 Geografi dan Topografi

Puskesmas Kenten memiliki batasan administrasi sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sukamaju.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Musi.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Duku,5 Ilir,Lawang

kidul.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan 20 Ilir, 9 Ilir,10 Ilir dan

11 Ilir

Wilayah kerja puskesmas kenten terdiri dari 2 kelurahan yaitu :

Kelurahan 8 ilir

Kelurahan Kuto Batu

Dengan memiliki 2 PUSTU

3.5 Data Umum Puskesmas

Data Umum Puskesmas

Tabel1. Peta Demografi di Wilayah Kerja Puskesmas Kenten

No DeskripsiNama Kelurahan Jumlah

Total1 2

8 ILIRKUTO

BATU

1 Jumlah Penduduk 24285 15173 39458

- Laki-laki 11843 7338 19181

27

- Perempuan 12442 7835 20277

2Jumlah Kepala Keluarga

(KK)

a. KK Gakin 1178 1752 2930

b. KK Non Gakin 22846 13549 36395

3 Jumlah Ibu Bersalin (Bulin) 456 285 741

4 Jumlah Ibu Meneteki (Buteki) 456 285 741

5 Jumlah Ibu Nifas (Bufas) 456 285 741

6Jumlah Wanita Usia Subur

(WUS)456 285 741

7Jumlah Wanita Peserta KB

Aktif3.225 2.280 5505

8 Jumlah Bayi 437 273 710

9 Jumlah Anak Balita 2021 1262 3283

10 Jumlah Anak Batita 808 504 1312

11 Jumlah Anak Baduta 323 201 524

12 Jumlah Remaja 4421 2767 7188

13 Jumlah Usila 1.705 844 2549

14Jumlah Taman Kanak Kanak

(TK)10 3 13

15Jumlah SD / Madrasah

Ibtidaiyah

a. Negeri 5 5 10

b. Swasta 3 1 4

16Jumlah SMP / Madrasah

Tsanawiyah

a. Negeri 1 0 1

b. Swasta 2 0 2

17Jumlah SMA / Madrasah

Aliyah

28

a. Negeri 1 0 1

b. Swasta 3 0 3

18 Jumlah Akademi

a. Negeri 0 0 0

b. Swasta 1 0 1

19 Jumlah Perguruan Tinggi

a. Negeri 0 0 0

b. Swasta 1 0 1

20 Jumlah Kantor 15 8 23

21 Jumlah Hotel 2 0 2

22 Jumlah Toko 8 9 17

23 Jumlah Pasar 0 1 1

24Jumlah Restoran / Rumah

Makan49 22 71

25 Salon Kecantikan 10 0 10

26 Jumlah Masjid 12 1 13

27 Jumlah Pesantren 0 0 0

28 Jumlah Langgar / Musholla 0 13 13

29 Jumlah Gereja 4 1 5

30 Jumlah Pura 1 0 1

31 Jumlah Kelenteng / Vihara 2 0 2

32 Jumlah Rumah 4203 1949 6152

33 Jumlah Rumah Sehat 3284 1834 5118

34 Jumlah Jamban Sehat 3284 1834 5118

35 Sumber Air Bersih (PDAM) 3284 1834 5118

36 SAB Sumur Gali 0 0 0

37 SAB Sumur Tangan 0 0 0

38 SAB Sumur Artesis 0 0 0

39 SAB Air Hujan 0 0 0

40 SAB Air Sungai 0 0 0

41 Peserta Asuransi Kesehatan 6468 3.396 9864

29

(Askes)

42 Asuransi Jamsostek 0 0 0

43 Asuransi Kesehatan Lainnya 0 0 0

44 Jumlah Panti Jompo 0 0 0

45 Jumlah Panti Pijat 1 0 1

46 Jumlah Praktek Bidan 6 1 7

47Jumlah Pengobatan

Tradisional11 4 15

48Jumlah Rumah Sakit

Pemerintah0 0 0

49 Jumlah Rumah Sakit Swasta 0 0 0

50 Jumlah Balai Pengobatan 1 0 1

51 Jumlah Praktek Dr Umum 3 8 11

52 Jumlah Praktek Dr Gigi 2 2 4

53 Jumlah Praktek Dr Bersama 0 0 0

54Jumlah Laboratorium

Kesehatan0 0 0

55 Jumlah Apotik 3 3 6

56 Jumlah Optik 1 0 1

57 Jumlah Toko Obat 0 1 1

3.6 Demografi

Wilayah kerja puskesmas kenten meliputi dua Kelurahan yaitu

Kelurahan 8 Ilir dan Kelurahan Kutobatu, dengan luas Wilayah kerja

39,79 Km meliputi dataran tinggi,rendah dan rawa rawa, terletak strategis

karena terletak pada jalan besar. Puskesmas kenten dapat dijangkau pasien

dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat tetapi terbatas

pada beberapa kelurahan. Hal ini mengakibatkan perlunya usaha keras dari

pihak puskesmas untuk merangkul kunjungan.

Tabel 3.1. Jumlah Penduduk wilayah kerja Puskesmas Kenten

30

No Nama Desa Jumlah penduduk (jiwa)

1 Kelurahan 8 ilir 24285

2 Kelurahan Kuto Batu 15173

Jumlah 39458

3.7 Sumber Daya Tenaga Kesehatan Puskesmas Kenten

Tenaga Puskesmas Kenten dan 2 PUSTU berjumlah 32 orang, yaitu

seperti pada tabel 3.2.

Tabel 2. Staf/Tenaga di Puskesmas Kenten

N

O.

Jenis

Keterangan

Yang ada

SekarangKekurangan

Status

KepegawaianKet

I. Puskesmas

induk.

1 Dokter 2 - PNS

2 Dokter gigi 1 - PNS

3 Sarjana / D3

a. SKM 3 - PNS

b. Akper 3 - PNS

c. Akbid 4 - PNS

d. Akademi

Gizi- - -

e. Lain lain - - -

4 Bidan 1 - PNS

5 Perawat ( SPK ) 2 - PNS

6 Perawat Gigi 2 - PNS

7 Sanitarian 1 - PNS

8 SPAG 1 0 -

9Tenaga

Laboratorium1 -

Honor

Daerah

10 Pengelola Obat 2 1 PNS

31

11 LCPK 2 - PNS

12 SMA 1 1 PNS

II.Puskesmas

Pembantu

13Perawat

Kesehatan2 - PNS

14 Bidan 2 - PNS

3.8 Cakupan Pemberian Imunisasi Puskesmas Kenten

Berdasarkan profil puskesmas Kenten tahun 2013 didapatkan data

cakupan pemberian imunisasi adalah didalam tabel 3.3. Adapun nilai

cakupan imunisasi didapatkan dengan menggunakan rumus

Cakupan Imunisasi = Jumlah bayi yang datang dan diimunisasi x 100%

Disatu wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu

Jumlah sasaran bayi disatu wilayah kerja dalam

Dalam kurun waktu yang sama

Tabel 3.3 Cakupan Pemberian Imunisasi Bayi di Puskesmas Kenten tahun

2013

No Jenis

Imunisasi

Jumlah Bayi yang

diimunisasi tahun

Cakupan

imunisasi bayi

32

2013 tahun 2013

1 BCG 713 97.3 %

2 Polio 1 713 97.3 %

3 Polio 2 706 96.3 %

4 Polio 3 688 93.9 %

5 Polio 4 672 91.7 %

6 DTP-HB 1 707 96.5 %

7 DTP-HB 2 687 93.7 %

8 DTP-HB 3 672 91.7 %

9 Campak 675 92.1 %

Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

cakupan imunisasi bayi di wilayah kerja Puskesmas Kenten rata-rata berada pada

angka 90-97% pada tahun 2013 yang telah mencapai atau melampaui target

standar pelayanan minimal bayi imunisasi yakni 82%.

BAB IV

PENYELESAIAN MASALAH

4.1 Upaya Promosi Kesehatan Imunisasi Dasar

33

Kegiatan Imunisasi dasar biasa dilakukan di Puskesmas karena

termasuk salah satu upaya kesehatan wajib puskesmas dengan tujuan untuk

mencegah dan memberantas penyakit menular sesuai dengan target dan

ketentuan Menteri Kesehatan yaitu sebesar 82% .

Promosi kesehatan merupakan proses pendidikan kesehatan yang

diimplementasikan. Berdasarkan Notoatmodjo (2003), pendidikan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan orang atau

keluarga dalam masyarakat. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan

perilaku kesehatan masyarakat supaya lebih efektif perlu diperhatikan tiga

faktor utama, yaitu: 11

1. Faktor predisposisi

Faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal – hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat

pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi.

2. Faktor pemungkin

Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan

terwujudnya perilaku kesehatan. Faktor ini mencakup ketersediaan

sarana dan prasarana fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Termasuk juga

fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik,

posyandu, polindes, dokter, bidan praktek swasta, dan sebagainya.

3. Faktor penguat

Faktor – faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,

tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas

kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan – peraturan

baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan

kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang – kadang bukan

hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas.

kesehaan saja melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para

tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas terutama petugas

kesehatan.

34

4.2 Kerangka Teori Promosi Kesehatan Imunisasi Dasar

Sistem kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang kompleks

dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perseorangan, keluarga,

kelompok ataupun masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan.12

Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan

mempengaruhi, dimana bagian atau elemen tersebut ialah sesuatu yang

mutlak harus harus ditemukan. 13

- Sarana - P1 Cakupan Target

program

- Prasarana - P2 Imunisasi Dasar

- Tenaga - P3

- Dana

Lingkungan

Gambar 4.1. Kerangka teori program bayi mendapat Imunisasi dasar

Keterangan :

P1: Perencanaan

P2: Penggerakan Pelaksanaan (kerjasama)

P3: Monitoring dan evaluasi

Bagian atau elemen suatu sistem dapat dikelompokkan dalam enam unsur,

yaitu: 13

1. Masukan

Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam

sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem. Masukan ini

dikenal pula dengan nama perangkat manajemen (tools of administration).

Masukan tersebut banyak macamnya. Beberapa diantaranya yang terpenting

INPUT PROSES OUTPUT OUT COME

35

adalah sumber (sumber tenaga, sumber modal), prosedur, dan kesanggupan

(capacity) atau keadaan fisik, mental, dan biologis tenaga pelaksana.

2. Proses

Proses (Process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam

sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang

direncanakan. Proses adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya proses ini merupakan

tanggung jawab pimpinan.

3. Keluaran

Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari

berlangsungnya proses dalam sistem.

4. Umpan Balik

Umpan Balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang

merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem

tersebut.

5. Dampak

Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.

6. Lingkungan

Lingkungan (environtment) adalah dunia diluar sistem yang tidak dikelola

oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.

4.3 Perencanaan Program Promosi Kesehatan Untuk Menunjang Bayi

Sehat di Puskesmas Kenten

4.3.1 Diagnosis Sosial

a. Beberapa ibu bekerja sehingga tidak sempat untuk membawa bayinya

mendapatkan imunisasi

b. Banyaknya mitos atau kepercayaan yang salah berkembang di kalangan

ibu-ibu tentang imunisasi yang akhirnya mempengaruhi pemberian

imunisasi pada bayi

36

c. Masih ada ibu yang melahirkan dengan dukun yang mempengaruhi

pemberian imunisasi

4.3.2 Diagnosis Epidemiologi

Persentase bayi yang mendapatkan imunisasi di wilayah kerja Puskesmas

Kenten yakni sebesar 90-97%, namun diupayakan untuk menjadi 100%

demi mewujudkan bayi Indonesia Sehat.

4.3.3 Diagnosis Perilaku dan Lingkungan

1. Diagnosis Perilaku

a. Banyak Ibu yang kurang atau belum mengetahui manfaat imunisasi pada

bayinya

b. Kurangnya kesadaran ibu untuk membawa anaknya mendapatkan

imunisasi hingga usia 1 tahun

2. Diagnosis Lingkungan

a. Kurangnya sarana dan prasarana kesehatan di Puskesmas Kenten yang

mendukung keberhasilan Imunisasi dasar

b. Kurangnya poster-poster mengenai Imunisasi dasar di tempat-tempat

strategis di wilayah kerja puskesmas Kenten.

c. Kurangnya iklan di tv atau radio mengenai imunisasi dasar lengkap

4.3.4 Diagnosis Pendidikan dan Organisasi

4.3.4.1 Faktor predisposisi (predisposing factors)

a. Beberapa ibu meyakini bahwa pemberian imunisasi berbahaya bagi

kesehatan bayi

b. Beberapa ibu meyakini dengan pemberian ASI dan makanan tambahan

saja sudah cukup untuk mencegah penyakit menular pada bayinya

c. Para ibu meyakini bahwa vaksin imunisasi tidak halal (terbuat dari

babi)

37

d. Beberapa ibu meyakini bahwa imunisasi dapat menyebabkan autisme

pada anak

4.3.4.2 Faktor pemungkin (enabling factors)

a. Kurang tersedianya sarana kesehatan yang dapat dijangkau dengan

mudah oleh ibu-ibu seperti posyandu atau puskesmas

b. Belum tersedianya fasilitas yang memadai di tempat posyandu

c. Masih terdapatnya kader yang meminta pungutan liar atau bayaran

terhadap ibu

4.3.4.3 Faktor penguat (reinforcing factors)

a. Kurangnya partisipasi tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas

Puskesmas, Bidan Desa, dan Kader kesehatan mengenai penyuksesan

program imunisasi.

b. Kurang ramahnya petugas kesehatan atau kader terhadap ibu dan

bayi

c. Efek samping yang timbul setelah bayi diimunisasi

4.3.5 Diagnosis Administrasi dan Kebijakaan

1. Sumber daya

a. Pihak Dinas Kesehatan Kota Palembang dan Puskesmas Kenten sangat

mendukung terwujudnya program “Bayi Sehat”

2. Hambatan

a. Prilaku para ibu yang tidak membawa anaknya untuk diberikan

imunisasi dasar lengkap

b. Kurangnya komitmen dari Tokoh Masyrakat,Tokoh Agama, Tenaga

Kesehatan Puskesmas, Bidan Desa, dan Kader Kesehatan/Ibu-Ibu-PKK

terhadap keberlangsungan program promosi kesehatan Imunisasi dasar.

3. Kebijakan

a. Pemerintah pusat dan daerah telah mengeluarkan peraturan mengenai

Imunisasi.

4.4 Implementasi/penerapan

38

4.4.1 Metode Penentuan Prioritas Masalah

Dalam rangka mewujudkan promosi kesehatan mengenai Imunisasi

di Wilayah Puskesmas Kenten diperlukan serangkaian program untuk

menyelesaikan masalah tersebut. Namun, tidak semua masalah tersebut

dapat diatasi secara bersamaan. Oleh karena itu, kita harus menentukan

terlebih dahulu masalah mana yang harus diprioritaskan. Dalam hal ini,

pemilihan prioritas masalah dilakukan dengan metode USG.

Tabel 4.1 Tabel Metode USG

Masalah U S G Total

Beberapa ibu bekerja sehingga tidak sempat untuk membawa

bayinya mendapatkan imunisasi

2 2 3 12

Banyaknya mitos atau kepercayaan yang salah berkembang di

kalangan ibu-ibu tentang imunisasi yang akhirnya

mempengaruhi pemberian imunisasi pada bayi

2 3 4 24

Masih ada ibu yang melahirkan dengan dukun yang

mempengaruhi pemberian imunisasi

2 3 2 12

Persentase bayi yang mendapatkan Imunisasi di wilayah kerja

Puskesmas Kenten yakni sebesar 90-97% dan belum mencapai

100%.

3 4 4 48

Banyak Ibu yang kurang atau belum mengetahui manfaat

imunisasi pada bayinya

3 4 4 48

Kurangnya kesadaran ibu untuk membawa anaknya

mendapatkan imunisasi hingga usia 1 tahun

4 4 3 48

Kurangnya sarana dan prasarana kesehatan di Puskesmas

Kenten yang mendukung keberhasilan Imunisasi dasar

3 3 3 27

Kurangnya poster-poster mengenai Imunisasi dasar di tempat-

tempat strategis di wilayah kerja puskesmas Kenten.

2 4 3 24

Kurangnya iklan di tv atau radio mengenai imunisasi dasar

lengkap

2 3 3 18

Beberapa ibu meyakini bahwa pemberian imunisasi

berbahaya bagi kesehatan bayi

4 4 4 64

39

Beberapa ibu meyakini dengan pemberian ASI dan makanan

tambahan saja sudah cukup untuk mencegah penyakit menular

pada bayinya

4 3 3 36

Para ibu meyakini bahwa vaksin imunisasi tidak halal (terbuat

dari babi)

2 3 4 24

Beberapa ibu meyakini bahwa imunisasi dapat menyebabkan

autisme pada anak

2 3 4 24

Belum tersedianya sarana kesehatan yang dapat dijangkau

dengan mudah oleh ibu-ibu seperti posyandu atau puskesmas

2 3 3 18

Belum tersedianya fasilitas yang memadai di tempat posyandu 3 3 3 27

Masih terdapatnya kader yang meminta pungutan liar atau

bayaran terhadap ibu

3 3 4 36

Kurangnya partisipasi tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas

Puskesmas, Bidan Desa, dan Kader kesehatan mengenai

penyuksesan program imunisasi.

3 3 4 36

Kurang ramahnya petugas kesehatan atau kader terhadap ibu

dan bayi

2 3 3 18

Efek samping yang timbul setelah bayi diimunisasi 2 3 3 18

Dari metode ini, maka prioritas utama dalam permasalahan di atas

adalah beberapa ibu meyakini bahwa pemberian imunisasi berbahaya

bagi kesehatan bayi.

DR. Kaoru Ishikawa mengemukakan bahwa suatu masalah seringkali

disebabkan oleh masalah yang lain. Hal ini dapat digambarkan dalam

diagram tulang ikan (Fishbone diagram) atau diagram pohon. Salah satu

sasaran upaya promosi kesehatan bayi mendapat Imunisasi Dasar adalah

pengetahuan ibu mengenai manfaat dan keamanan dari Imunisasi, dapat

diketahui dengan menggunakan Fishbone diagram seperti tertera dalam

gambar berikut

Sarana

Beberapa ibu meyakini dengan pemberian ASI dan makanan tambahan saja sudah cukup untuk mencegah penyakit menular pada bayinyaKurangnya iklan di tv atau radio mengenai imunisasi dasar lengkap

Beberapa ibu meyakini bahwa pemberian imunisasi berbahaya bagi kesehatan bayi

Ibu meyakini imunisasi dapat menyebabkan autisme pada anak

man

Man Masih ada ibu yang melahirkan dengan dukun yang mempengaruhi pemberian imunisasi

Banyaknya mitos atau kepercayaan yang salah berkembang di kalangan ibu-ibu tentang imunisasi

Lingkungan

Kurangnya perhatian dan informasi bagi petugas kesehatan mengenai imunisasi

40

Gambar 4.2 Fish Bone Diagram

4.4.2 Komponen Promosi Kesehatan

Upaya yang dilakukan dalam promosi kesehatan imunisasi dasar di

wilayah kerja Puskesmas Kenten untuk menunjang bayi Indonesia sehat

adalah sebagai berikut :

1. Program sosialisasi mengenai Imunisasi Dasar

2. Program Pelatihan Konseling Imunisasi pada Tenaga dan Kader

Kesehatan

3. Program Melahirkan Gratis dengan Imunisasi

Rincian pelaksanaan masing-masing promosi kesehatan diatas

dapat dilihat dibawah ini :

1. Program sosialisasi mengenai Imunisasi dasar

a. Tujuan

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama para ibu

mengenai manfaat dan pentingnya Imunisasi

2. Meningkatkan cakupan pemberian Imunisasi di wilayah kerja

Puskesmas Kenten.

41

3. Terwujudnya kesadaran ibu-ibu mengenai pemberian imunisasi

pada bayinya

4. Terbentuknya sistem pendukung yang baik bagi terlaksananya

pemberian Imunisasi, baik dari suami, keluarga, dan

masyarakat.

b. Sasaran

1. Sasaran primer (pemberdayaan masyarakat) : Para ibu terutama

ibu yang memiliki bayi, ibu hamil, ibu, remaja putri di wilayah

kerja Puskesmas Kenten.

2. Sasaran sekunder (dukungan) : suami, keluarga, warga

masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama yang akan

mempermudah sosialisasi Imunisasi.

3. Sasaran tersier (advokasi) : dukungan dari pembuat kebijakan

dan sarana dan prasarana mulai dari RT hingga ke tingkat kota

Palembang.

c. Isi

1. Imunisasi merupakan zat kekebalan yang mengandung kuman

yang dilemahkan. Zat ini tidak berbahaya melainkan membantu

bagi tubuh sang bayi untuh membentuk sistem kekebalan tubuh

sendiri agar terhindar dari penyakit menular seperti Diphteri,

Tetanus, Pertusis, Campak, Polio, tuberkulosis dan hepatitis.

2. Imunisasi bertujuan untuk mencegah atau mengurangi derajat

kesakitan bila terjangkit penyakit menular tersebut dan

imunisasi ini dilakukan satu kali seumur hidup.

3. Keunggulan-keunggulan Imunisasi ini hanya dapat diperoleh

apabila bayi secara optimal mendapatkan imunisasi dasar

secara lengkap hingga usia 1 tahun.

d. Metode

1. Sosialisasi

2. Seminar terbuka

3. Pemasangan spanduk dan baliho mengenai pentingnya Imunisasi

42

4. Pemasangan iklan di televisi, radio, dan koran

e. Media

a. Lisan (seminar)

b. Pos ter

c. Radio

d. Televisi

e. Spanduk

f. Baliho

f. Evaluasi

- Evaluasi proses

1. Diterimanya Proposal sesuai standar instansi terkait

2. Ditandatanganinya proposal.

3. Tersedianya media seminar dan ceramah umum.

4. Tersedianya sarana dan prasarana penunjang kegiatan termasuk

biaya yang mencukupi.

5. Terlaksananya kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah

dibuat.

6. Terpasangnya Poster di tempat stategis di wilayah kerja

Puskesmas Kenten

- Evaluasi dampak

1. Persentasi Ibu yang memiliki bayi dan kelompok masyarakat

lainnya menghadiri ceramah, diskusi

2. Perubahan ibu yang mengimunisasikan anaknya

3. Menimbulkan pengetahuan akan imunisasi

- Hasil evaluasi

Peningkatan Pemberian Imunisasi dasar di wilayah kerja

Puskesmas Kenten

43

g. Jadwal Pelaksanaan

No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Persiapan dan

pembuatan

proposal

2 Persentasi ke

pihak Dinas

Kesehatan Kota

Palembang

2 Perizinan

3 Sosialisasi

program

4 Pemasangan

Iklan di Koran,

radio dan televisi

5 Pemasangan

poster, spanduk,

dan baliho

mengenai

Imunisasi dasar

di tempat

strategis di

wilayah

Puskesmas

Kenten

6 Evaluasi

h. Anggaran dana

No Kegiatan Biaya Sumber

1 Persiapan Pembuatan

Proposal

Rp. 250.000,00 Bantuan dinas

kesehatan

44

Kota

Palembang

/Instansi

Swasta/Tokoh

Masyarakat/

Sponsor

Surat Rp. 100.000,00

Snack rapat Rp. 500.000,00

Uang

Transportasi

Rp. 250.000,00

2 Sosialisasi

Imunisasi

dasar

Honor

pembicara

Rp.2.000.000,00

Materi

sosialisasi

Rp. 500.000,00

Snack Rp. 750.000,00

3 Seminar

terbuka

Peminjaman

Alat

Rp. 250.000,00

Snack Rp. 500.000,00

4 Pemasangan

iklan di

Radio,

televisi, dan

Koran

Pemasangan

iklan di

Koran

“Sriwijaya

Post”

Rp. 300.000,00

Pemasangan

iklan di radio

“Momea FM”

Rp. 300.000,00

Pemasangan

iklan di

televisi lokal

Rp. 500.000,00

5 Pembuatan

poster,

spanduk

dan baliho

Pembuatan

poster

Rp.1.000.000,00

Pembuatan

spanduk

Rp.1.000.000,00

Pembuatan

baliho

Rp.1.000.000,00

Total Rp.9.200.000,00

45

2. Program Pelatihan Konseling Imunisasi pada Tenaga dan Kader

Kesehatan

a. Tujuan

1. Meningkatkan pengetahuan para tenaga dan kader kesehatan

mengenai manfaat dan pentingnya Imunisasi dasar.

2. Meningkatkan keahlian para tenaga dan kader kesehatan mengenai

dalam hal konseling imunisasi

3. Meningkatkan cakupan pemberian Imunisasi dasar di wilayah kerja

Puskesmas Kenten.

4. Terwujudnya kemampuan konseling pemberian Imunisasi dasar

pada tenaga kesehatan dan kader kesehatan

5. Terbentuknya sistem pendukung yang baik bagi terlaksananya

pemberian Imunisasi dasar, yaitu dari pihak pemberi layanan

kesehatan.

b. Sasaran

Tenaga kesehatan dan Kader Kesehatan di wilayah kerja Puskesmas

Kenten

c. Isi

Keberhasilan program Imunisasi dasar tercapai apabiila ada dukungan

antara penerima layanan kesehatan (para Ibu) dan pemberi layanan

kesehatan (para tenaga dan kader kesehatan). Pelatihan konseling

imunisasi dilakukan selama 3 hari dengan kuota peserta yang ikut 50

orang/periode. Setiap kader/tenaga kesehatan yang ikut akan diberikan

sertifikat dan juga diberikan hak untuk memberikan konseling

imunisasi bagi para Ibu di wilayah kerja puskesmas Kenten

d. Metode

Pelatihan Konseling imunisasi dengan mengundang ahli di bidangnya.

46

e. Media

1. Pelatihan konseling imunisasi

2. Konseling berjenjang dari tenaga kesehatan dan kader kesehatan

terlatih yang bersertifikat kepada para Ibu

f. Evaluasi

- Evaluasi proses

Banyaknya jumlah peserta yang ingin ikut dalam konseling

imunisasi

- Evaluasi dampak

Meningkatnya kemampuan tenaga kesehatan dan kader kesehatan

dalam konseling imunisai.

- Hasil evaluasi

1. Kemampuan konseling tenaga kesehatan dan kader kesehatan

meningkat

2. Peningkatan Pemberian Imunisasi dasar di wilayah kerja

Puskesmas Kenten

g. Jadwal Pelaksanaan

No Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Juni

1 Persiapan dan

pembuatan

proposal

2 Penyiapan

materi dan

pembicara

3 Pelaksanaan

pelatihan

4 Evaluasi

47

h. Anggaran dana

No Kegiatan Biaya Sumber

1 Persiapan Pembuatan

Proposal

Rp. 250.000,00 1. Bantuan dinas

kesehatan kota

palembang/Insta

nsi

Swasta/Tokoh

Masyarakat/Spo

nsor

2. Biaya

Pendaftaran

peserta

Surat Rp. 100.000,00

Snack rapat Rp. 500.000,00

Uang

Transportasi

Rp. 250.000,00

2 Pelatihan

Konseling

Menyusui

Honor

pembicara

Rp.3.000.000,00

Materi

pelatihan

Rp. 750.000,00

Snack Rp. 750.000,00

Makan

siang

Rp.2.000.000,00

Goodie bag Rp.1.500.000,00

Total Rp.9.100.000,00

3. Program Melahirkan Gratis dengan Imunisasi

a. Tujuan

1. Meningkatkan cakupan imunisasi dasar di wilayah kerja

Puskesmas Kenten

2. Menurunkan Angka Kematian Bayi dengan Imunisasi sesegara

setelah lahir

b. Sasaran

Semua ibu yang melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Kenten

c. Isi

Setiap ibu yang akan melahirkan, dapat dibantu tanpa dipungut biaya

persalinan dengan syarat bayinya mau diimunisasi setelah lahir.

d. Metode

48

1. Pelayanan bersalin dilakukan di Puskesmas Induk

2. Setiap bayi setelah lahir, kemudian wajib mendapatkan

imunisasi

e. Media

- Iklan layanan masyarakat di televisi, radio, dan koran setempat

- Pemasangan spanduk-spanduk di jalanan yang berisi ajakan untuk

bersalin gratis dengan syarat di imunisasi

f. Evaluasi

- Evaluasi proses

Banyaknya ibu yang bersalin di puskesmas Kenten

- Evaluasi dampak

Meningkatnya cakupan imunisasi di wilayah kerja puskesmas

Kenten

- Hasil evaluasi

1. Peningkatan pemberian Imunisasi dasar di wilayah kerja

Puskesmas Kenten

g. Jadwal pelaksanaan

No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Persiapan dan

pembuatan

Proposal

2 Pelaksanaan

Kegiatan

3 Evaluasi

h. Anggaran dana

N

o

Kegiatan Biaya Sumber

1 Persiapan Pembuatan Rp. 250.000,00 Bantuan dinas

49

Proposal kesehatan ota

Palembang/Instan

si Swasta/Tokoh

Masyarakat/

Sponsor

Surat Rp. 100.000,00

Snack rapat Rp. 500.000,00

Uang

Transportas

i

Rp. 250.000,00

2 Pelaksanaa

n kegiatan

Honor

petugas

Rp

2.000.000,00/bln

3 Evaluasi ATK dan

pengandaan

hasil

evaluasi

Rp. 100.000,00

Total Rp. 3.200.000,00

Jadwal Evaluasi Program Promosi Kesehatan Imunisasi Dasar di Puskesmas

Kenten

No Program

Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1

1

12

1 Program sosialisasi

mengenai Imunisasi

2 Program Pelatihan

Konseling Pemberian

Imunisasi pada Tenaga

& Kader Kesehatan

3 Program melahirkan

gratis dengan imunisasi

50

Keterangan

Pelaksanaan program

Evaluasi proses akan dilakukan setiap 1 bulan untuk setiap program.

Evaluasi dampak akan dilakukan setelah 6 bulan program berjalan, yaitu

pada bulan Agustus – Desember 2014

Evaluasi hasil akan dilakukan pada akhir tahun dengan indikator

keberhasilan adalah meningkatnya presentase ibu bayi usia 0-11 bulan

yang memberikan imunisasi lengkap di wilayah kerja Puskesmas Kenten.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Imunisasi dasar merupakan suatu agen kekebalan tubuh yang berguna

untuk membentuk daya tahan tubuh bayi terhadap penyakit-penyakit

menular. Imunisasi sendiri mengandung kuman yang dilemahkan tetapi

tidak berbahaya sama sekali bagi tubuh bayi. Banyak penyakit menular yang

dapat dicegah dengan imunisasi diantaranya adalah Tuberculosis, Campak,

Difteri, Pertusis, Tetanus, dan Polio.

Cakupan pemberian Imunisasi dasar di puskesmas Kenten yang

berkisar 90-97% ini memang telah melampaui target dari data kesehatan

Indonesia yaitu sebesar 82%, namun diupayakan agar menjadi 100% sesuai

51

dengan target standar pelayanan minimal UCI dan juga demi mewujudkan

bayi Indonesia sehat.

Oleh karena itu, program promosi kesehatan yang akan dilakukan di

wilayah kerja puskesmas Kenten mengenai Imunisasi Dasar diharapkan

dapat meningkatkan cakupan pemberian imunisasi dasar hingga 100% dan

mewujudkan bayi Indonesia sehat melalui program yaitu :

1. Program sosialisasi mengenai Imunisasi Dasar

2. Program Pelatihan Konseling Imunisasi pada Tenaga dan Kader

Kesehatan

3. Program melahirkan gratis dengan imunisasi

2. Saran

1. Program-progam yang diajukan dalam promosi kesehatan sebaiknya

didukung penuh oleh pihak Kota Palembang, dinas kesehatan,

dinas-dinas terkait lainnya, televisi, radio , koran, masyarakat, serta

dari penanggung jawab dalam hal ini yaitu pimpinan puskesmas

beserta anggotanya agar dapat berjalan lancar

2. Memantau aktivitas program dan melakukan evaluasi keberhasilan

ptrogram mengenai pemberian Imunisasi dasar

3. Perlunya dilakukan penelitian untuk menilai apakah pengetahuan

dan persepsi tentang Imunisasi telah meningkat atau belum.

52

DAFTAR PUSTAKA

1. Muamalah, Siti. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Imunisasi Difteri Pertusis Tetanus (Dpt) Dan Campak. Dapat diunduh dari http://id.scribd.com/doc/53187122/FAKTOR, diakses pada tanggal 05 Januari 2014. 2006

2. Menyongsong Program Indonesia Sehat 2010 Gairahkan Spirit Imunisasi Bayi dan Balita. Dapat diunduh dari http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=27905&kat=Daerah, diakses pada tanggal 05 Januari 2014. 2010

3. WHO. Program Imunisasi Dan Pengembangan Vaksin. Dapat diunduh dari http://www.who.or.id, diakses pada tanggal 05 Januari 2014.

4. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2010. Dapat diunduh dari http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_riskesdas2010/Laporan_riskesdas_2010.pdf, diakses pada tanggal 08 Januari 2014

53

5. Kementerian Kesehatan Indonesia. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Dapat diunduh dari http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN_INDONESIA_TAHUN_2011.pdf, diakses pada tanggal 08 Januari 2014

6. Ranuh I.G.N. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 2005.

7. Entjang, Indan. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2000

8. Ilyas, Sadeli. Imunisasi. Dapat diunduh dari http:// akfarsam.ac.id/downlot.php?file=IMUNISASI.pdf, diakses pada tanggal 10 Januari 2014

9. Jenis Macam Vaksin Imunisasi untuk Anak. Dapat diunduh dari http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-grey-2003-supraptini-1631-imunisasi   [Diakses pada tanggal 10 Januari 2014]

10. Epidemiologi Imunisasi Dan Kesehatan Matra. Dapat diunduh dari http://www.jakarta.go.id   [diakses tanggal 10 Januari 2014]. Pemutakhiran Terakhir (Senin, 18 April 2011 14:26)

11. Notoatmojo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta

12. Notoatmojo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

13. Notoatmojo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta