prolaps organ pelvis williams

20
Prolaps Organ Panggul Epidemiologi Prolaps organ panggul merupakan masalah kesehatan yang melibatkan jutaan wanita di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, menduduki peringkat ketiga indikasi histerektomi. Lebih lagi, penelitian menyebutkan bahwa setiap wanita mempunyai resiko sebesar 11 persen dalam hidupnya untuk menjalani pembedahan prolaps dan kondisi inkontinensia (Olsen, 1997). Meskipun data-data mengenai prolaps masih terbatas, akan tetapi studi-studi mengenai hal ini terus berkembang (Olsen,1997 ; Swift, 2005). Faktor Resiko Dari tabel 24-1 menunjukkan mengenai factor predisposisi dari prolaps organ panggul. Para peneliti sependapat bahwa penyebab prolaps organ pelvis (POP) adalah multifaktorial dan berkembang setiap tahun. Tabel 24-1. Faktor Resiko Berkaitan Dengan Prolaps Organ Panggul (POP) Kehamilan Kelahiran pervaginam Menopause Penuaan Hipoestrogen Peningkatan Tekanan Intra Abdominal Kronis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Konstipasi Obesitas Trauma Dinding Pelvis Faktor Genetik Ras Penyakit Jaringan Ikat Histerektomi Spina Bifida

Upload: geralders

Post on 01-Dec-2015

134 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

ljnj

TRANSCRIPT

Page 1: Prolaps Organ Pelvis Williams

Prolaps Organ Panggul

Epidemiologi

Prolaps organ panggul merupakan masalah kesehatan yang melibatkan jutaan wanita di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, menduduki peringkat ketiga indikasi histerektomi. Lebih lagi, penelitian menyebutkan bahwa setiap wanita mempunyai resiko sebesar 11 persen dalam hidupnya untuk menjalani pembedahan prolaps dan kondisi inkontinensia (Olsen, 1997). Meskipun data-data mengenai prolaps masih terbatas, akan tetapi studi-studi mengenai hal ini terus berkembang (Olsen,1997 ; Swift, 2005).

Faktor Resiko

Dari tabel 24-1 menunjukkan mengenai factor predisposisi dari prolaps organ panggul. Para peneliti sependapat bahwa penyebab prolaps organ pelvis (POP) adalah multifaktorial dan berkembang setiap tahun.

Tabel 24-1. Faktor Resiko Berkaitan Dengan Prolaps Organ Panggul (POP)

Kehamilan

Kelahiran pervaginam

Menopause

Penuaan

Hipoestrogen

Peningkatan Tekanan Intra Abdominal Kronis

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Konstipasi

Obesitas

Trauma Dinding Pelvis

Faktor Genetik

Ras

Penyakit Jaringan Ikat

Histerektomi

Spina Bifida

Faktor Resiko Berkaitan Dengan Kondisi Obstetri

Multiparitas

Kelahiran pervaginam merupakan faktor resiko yang paling sering. Sampai saat ini belum ada kesepakatan apakah kehamilan atau kelahiran menyebabkan disfungsi dinding panggul. Akan tetapi, beberapa studi dengan jelas menunjukkan bahwa kelahiran meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya POP pada seorang wanita (Swift,2005). Selain itu, pada studi

Page 2: Prolaps Organ Pelvis Williams

yang dilakukan oleh Pelvic Organ Support Study (POSST), menyebutkan bahwa peningkatan paritas berkaitan dengan peningkatan kejadian prolaps (Swift,2005). Lebih lagi, resiko POP meningkat sebesar 1.2 kali setiap kali kelahiran pervaginam. Studi dari Universitas Oxford, melaporkan bahwa pada wanita nullipara, setiap kelahiran pervaginam sebanyak dua kali, maka akan meningkatkan resiko POP sebesar delapan kali lipat.

Faktor Resiko Berkaitan Dengan Kondisi Obstetri Lainnya

Walaupun kelahiran pervaginam dikatakan berpengaruh terhadap setiap wanita untuk terjadinya POP, akan tetapi beberapa faktor resiko yang spesifik masih bersifat kontroversial. Antara lain pada kondisi makrosomia, pemanjangan kala II, episiotomi, laserasi sfingter anal, analgesia epidural, penggunaan forsep, dan induksi oksitosin.

Perlu diketahui bahwa, dua tindakan di bidang obstetrik, penggunaan forsep dan episiotomy elektif tidak disarankan, karena kurangnya bukti medis mengenai keuntungan kedua tindakan tersebut, dan bahayanya terhadap ibu dan anak. Pertama, penggunaan forsep secara langsung berdampak terhadap perlukaan dinding organ panggul, yang mana berkaitan dengan laserasi sfingter anal. Kedua, bukti medis mengenai tujuan dari forsep untuk memperpendek kala II juga masih sangat kurang. Oleh karena itu, penggunaan forsep tidak disarankan. Paling sedikit ada enam studi yang melaporkan bahwa tindakan elektif dan selektif episiotomy terbukti tidak memberikan keuntungan medis, akan tetapi berkaitan dengan laserasi sfingter anal, inkontinensia post partum, dan nyeri post partum. (Carroli,2000)

Kelahiran Secara Sesarea Elektif

Kontroversi meningkat mengenai tindakan sesarea untuk mencegah disfungsi dinding panggul. Secara teori, jika setiap wanita dilakukan sesarea, maka tentunya kejadian disfungsi dinding panggul akan menurun, termasuk inkontinensia urin dan POP. Namun, secara epidemiologi kejadian POP terus meningkat. Para peneliti sepakat mengenai perlu dilakukannya penelitian-penelitian untuk menilai resiko dan keuntungan dari sesarea elektif untuk mencegah disfungsi dinding panggul (Patel,2006).

Usia

Seperti telah disebutkan, bahwa faktor usia berpengaruh terhadap peningkatan resiko berkembanganya POP. Dari studi POSST melaporkan bahwa 100 persen resiko meningkat setiap dekade usia wanita. Pada wanita usia 20-59 tahun, insidensi POP meningkat dua kali pada setiap decade usia wanita. Faktor usia merupakan proses yang kompleks, dimana peningkatan resiko disebabkan karena adanya proses penuaan yang fisiologis dan adanya proses degenerasi yang berkaitan dengan kondisi hipoestrogenisme.

Penyakit Jaringan Ikat

Pada wanita dengan penyakit jaringan ikat, lebih beresiko untuk terjadinya POP. Pada studi yang dilakukan, 1/3 wanita dengan sindrom Marfan dan 3/4 wanita dengan Sindroma Ehler-Danlos, dilaporkan mempunyai riwayat POP (Carley, 2000).

Page 3: Prolaps Organ Pelvis Williams

Ras

Perbedaan ras berkaitan dengan prevalensi terjadinya POP (Schaffer, 2005). Wanita Asia dan kulit hitam mempunyai resiko yang paling rendah, sementara wanita Hispanik mempunyai resiko yang paling tinggi (Kim, 2005). Perlu diketahui bahwa jumlah kolagen dalam tulang panggul berbeda untuk setiap ras, dan tulang pelvis untuk setiap ras juga berbeda dalam peranannya terhadap prevalensi POP. Sebagai contoh, wanita kulit hitam, lebih sering mempunyai arkus pubis yang lebih sempit dan bentukn panggul jenis andoid dan anthropoid. Bentuk panggul ini, melindungi untuk terjadinya POP dibandingkan dengan bentuk panggul jenis ginekoid yang sering pada wanita Kaukasia.

Peningkatan Tekanan Intra Abdominal

Peningkatan tekanan intra abdomen secara kronis, berkaitan dengan patogenesis POP. Kondisi ini sering pada wanita obesitas, konstipasi kronik, batuk kronis, dan angkat bebanyang dilakukan secara berulang. Beberapa studi mengidentifikasi bahwa obesitas merupakan factor resiko untuk terjadinya inkontinensia urin (Brown, 1996 ; Burgio,1991; Dwyer,1988). Penelitian yang dilakukan oleh Jorgensen, menunjukkan bahwa angkat beban yang dilakukan berulang, meningkatkan resiko untuk terjadinya POP. Sebagai tambahan, merokok dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) juga berkaitan dengan kejadian POP.

Deksripsi dan Klasifikasi

Deksripsi Visual

Prolaps ialah turunnya salah satu organ panggul dari tempatnya yang normal, yang menyebabkan protrusi dinding vagina. Istilah cystocele, cystourethrocele, prolaps uterine, rectocele, dan enterocele sering digunakan untuk menunjukkan lokasi protrusi. Secara klinis, istilah yang sering dipakai adalah, prolaps dinding vagina depan, prolaps dinding vagina apical, prolaps servikal, prolaps dinding vagina posterior, prolaps perineal, dan prolaps rektum.

Kuantifikasi POP

Pada tahun 1996, the International Continence Society menetapkan suatu sistem penilaian yang dikenal sebagai Pelvic Organ Prolaps Quantification (POP-Q) (Bump, 1996). Sistem POP-Q merupakan sistem yang dipakai secara luas untuk mempelajari mengenai prolaps. Karena dengan sistem ini, para peneliti dengan mudah menilai prolaps secara standar. Sistem ini terdiri atas pengukuran yang spesifik terhadap setiap bagian penyangga organ panggul. Prolaps pada setiap segmen-nya diukur terhadap hymen, yang merupakan parameter anatomi yang dapat diidentifikasi dan terfiksasi. Enam titik yang digunakan pada sistem ini berlokasi antara lain, dua di dinding vagina depan (Aa dan Ba), dua di vagina bagian apikal (C dan D), dan dua di dinding vagina bagian posterior (Ap dan Bp) (Gambar 24-1). Semua poin POP-Q, kecuali panjang total vagina / total vagina length (tvl), diukur ketika pasien melakukan Valsava yang menunjukkan protrusi maksimal.

Page 4: Prolaps Organ Pelvis Williams

Gambar 24-1. Titik Penanda Pada Sistem POP-Q

Titik Pada Dinding Vagina Depan

Titik Aa

Istilah ini menunjukkan lokasi pada midline dari dinding vagina bagian depan dan 3 cm proksimal terhadap meatus uretral eksterna. Berdekatan dengan himen, titik ini terletak dari 3 (normal) sampai +3cm (prolaps maksimum dari Aa).

Titik Ba

Titik ini merupakan posisi paling distal dari dinding vagina anterior atau forniks anterior vagina sampai ke titik Aa.

Page 5: Prolaps Organ Pelvis Williams

Titik Pada Vagina Apikal

Titik C

Dua titik apikal, C dan D, yang terletak pada proksimal vagina, mewakili lokasi paling proksimal dari posisi normal saluran reproduksi bagian bawah. Titik C merupakan titik paling distal dari serviks.

Titik D

Titik ini mewakili lokasi daripada fornix posterior. Pada titik ini, terdapat ligament uterosakral yang melekat pada proksimal posterior.

Titik Pada Dinding Vagina Posterior

Titik Ap

Titik ini terletak pada midline dari posterior dinding vagina 3 cm dari himen.

Titik Bp

Titik ini pada posisi distal dari bagian dinding vagina atas.

Hiatus Genital dan Perineal Body

Titik ini termasuk hiatus genital(gh) dan perieal body (pb) (gambar 24-1). Hiatus genital diukur dari tengah meatus urethral eksterna sampai ke midline posterior dari himen. Perineal Body diukur dari batas posterior dari hiatus genital sampai ke tengah anal.

Penilaian dengan POP-Q

Dengan himen sebagai 0, posisi anatomi setiap titik dari hymen diukur dalam sentimeter. Titik diatas atau proksimal dari hymen merupakan angka negatif. Dan posisi dibawah atau distal dari hymen dicatat sebagai angka positif.Pengukuran setiap titik menggunakan tabel 3-3, seperti di gambar 24-2.

Page 6: Prolaps Organ Pelvis Williams
Page 7: Prolaps Organ Pelvis Williams
Page 8: Prolaps Organ Pelvis Williams

Tabel 24.2 Sistem Staging POP-Q

Stage 0 Tidak ada prolaps. Titik Aa, Ap, Ba, dan Bp semuanya 3 cm, dan titik C dan D

Sistem Baden – Walker

Sistem ini digunakan untuk mengklasifikasikan prolaps pada saat pemeriksaan fisik dan telah digunakan secara luas secara klinik. (Baden, 1972)

Tabel 24-3. Sistem Baden-Walker (Baden,1992)

Grade

Grade 0 Posisi normal

Grade 1 Penurunan pada pertengahan hymen

Grade 2 Penurunan sampai pada himen

Grade 3 Penurunan melewati himen

Grade 4 Penurunan maksimal dari setiap bagian

*Penurunan dari dinding vagina anterior, posterior, atau apikal dapat menggunakan sistem grading ini.

Patofisiologi

Penyangga pada organ panggul merupakan interkasi yang kompleks antara m.levator ani, vagina, dan jaringan ikat dinding vagina. Akan tetapi, mekanisme ini belum sepenuhnya dimengerti.

Ketika m.levator ani berkontraksi, vagina terletak pada posisi horizontal ketika wanita dalam posisi berdiri. (Gambar 38-9) Hal ini menciptakan efek “flap-valve” yang mana bagian atas vagina tertekan berlawanan dengan levator selama peningkatan tekanan intraabdominal. Secara teori, ketika m.levator ani tidak bisa berkontraksi, maka vagina akan turun dari horizontal ke posisi semi-vertikal. Hal ini membuka hiatus genital dan menyebabkan prolaps organ viseral panggul. Tanpa adanya dukungan dari m.levator ani yang adekuat, maka organ visera akan turun dari rongga panggul.

Page 9: Prolaps Organ Pelvis Williams

Gambar 38-9. A.Organ panggul dan Dinding Panggul, B. Ketika tekanan intraabdominal meningkat, otot dinding panggul berkontraksi untuk menyokong organ panggul

Mekanisme Kerusakan Pada Levator Ani

Otot skeletal merupakan jaringan yang dinamis, yang secara konstan melakukan remodeling dan regenerasi. Serat yang heterogen dengan fungsi yang berbeda-beda, membuat otot skeletal dapat beradaptasi pada berbagai kondisi dan tekanan mekanik. Kerusakan dari m.levator ani bisa disebabkan oleh karena persalinan pervaginam.

Kerusakan Langsung

Kerusakan langsung pada m.levator ani sering terjadi saat persalinan kala II. Otot ini meregang ketika kepala janin berada di dinding rongga panggul. Perlu diketahui, bahwa m.pubbococcygeus merupakan otot yang paling meregang dalam hal ini. (Lien, 2004) Lebih lagi, Tunn dan para peneliti lainnya (1999) dengan menggunakan MRI, mendapatkan bahwa hiatus urogenital dan levator meningkat segera setelah persalinan. Hal ini menunjukkan bahwa m.levator ani dapat melakukan remodeling dan perbaikan pada beberapa wanita setelah persalinan.

Page 10: Prolaps Organ Pelvis Williams

Pada wanita pasca persalinan, didapati bahwa terjadi penurunan kekuatan otot dinding rongga panggul, akan tetapi akan kembali normal fungsinya setelah 10 minggu (Peschers,1997) Akan tetapi, pada beberapa kasus dapat terjadi kerusakan permanen pada otot. Hal ini didukung dari penilaian para peneliti bahwa wanita multipara mempunyai hiatus genital yang lebih luas daripada wanita nullipara.

Kerusakan Neurologi

Hal ini merupakan faktor resiko terjadinya POP. Pada studi-studi anatomi, pudendal nerve terminal motor latencies (PNMTL), electromyography (EMG), Electromyography, telah digunakan untuk mencari kerusakan saraf setelah kelahiran per vaginam. Dari studi, didapatkan butki bahwa adanya neuropati pudendal yang berkaitan dengan kelahiran pervaginam (Snooks,1990). Hal ini disebabkan oleh karena adanya regangan pada n.pudendus selama persalinan kala II, karena saraf ini terfiksasi pada jalan keluarnya yaitu kanal Alcock. (Benson,1999) Selain itu regangan defekasi yang terjadi secara kronis berkaitan dengan denervasi otot rongga panggul. (Jones,1987 ; Lubowski,1998;Snooks,1985). Meskipun ada kaitan antara neuropati dengan kelahiran pervaginam dan konstipasi secara kronis, namun tetap perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hal ini.(Barberm2002 ; Snook,1985)

Mekanisme Kerusakan Dinding Vagina

Dinding vagina terdiri dari epitel squamous, otot polos, dan adventitia. Semua ini terdapat dalam matriks ekstraseluler yang mengandung kolagen, serat fibrin, dan otot polos. Abnormalitas dari setiap komponen ini berperan dalam terjadinya disfungsi vagina dan insidensi POP.

Adanya Defek Spesifik

Teori ini berdasar pada, apabila adanya robekan pada fasia endopelvis sekitar dinding vagina menyebabkan herniasi dari organ pelvis. Hubungan antara POP dengan kelahiran pervaginam sangat berkaitan dengan teori ini. Akan tetapi, studi anatomi mikroskopik dari dinding vagina menunjukkan bahwa fasia endopelvis bukan merupakan jaringan anatomi spesifik, akan tetapi merupakan lapisan fibromuskular dari dinding vagina.(Boreham,2001)

Page 11: Prolaps Organ Pelvis Williams

Gambar 24-5. Foto mikrograf menunjukkan irisan silang dari dinding vagina. Lapisan fibromuskular terdiri dari muskularis dan adventitia.

Nichols dan Randall (1989) berpendapat bahwa ada jenis prolaps yang tanpa kehilangan fasia, yang dikenal sebagai tipe prolaps distensi dari cystocele dan rectocele.(Gambar 24-6). Sedangkan defek pada dinding vagina anterior dan posterior yang disebabkan karena hilangnya fungsi jaringan ikat dari dinding vagina, yang dikenal sebagai displacement (paravaginal) cystocele atau rectocele (Gambar 24-7). Pada prolaps tipe distensi, dinding vagina tampak halus dan tanpa adanya rugae. Pada prolaps tipe displacement, rugae vagina terlihat. Kedua tipe defek ini dapat menyebabkan regangan atau robekan pada jaringan penyangga selama persalinan kala II.

Page 12: Prolaps Organ Pelvis Williams

Gambar 24-6. Distensi Cystocele Midline. Ditandai dengan hilangnya rugae pada dinding vagina

Page 13: Prolaps Organ Pelvis Williams

Gambar 24-7. Menunjukkan Cystocele lateral. Didapatkan rugae, yang menunjukkan bahwa hilangnya penyangga pada bagian lateral daripada sentral.

Disfungsi Otot Polos

Abnormalitas pada anatomi, fisiologi, dan biologi seluler dari otot polos dinding vagina berkontribusi terhadap POP. Disfungsi dari otot polos berpengaruh pada fungsi dari dinding vagina bagian lateral . Dari studi yang ada, dilaporkan bahwa pada wanita dengan prolaps menunjukkan jumlah serat otot polos yang lebih sedikit daripada wanita tanpa prolaps ( Boreham, 2002a, 2002b).

Abnormalitas Jaringan Ikat

Jaringan ikat dari rongga pelvis antara lain kolagen, otot polos, dan microfiber, yang terdapat dalam matriks ekstraseluler dan polisakarida. Semuanya ini membantu dalam menyokong

Page 14: Prolaps Organ Pelvis Williams

organ dan struktur lainnya dalam rongga panggul. Didapatkan bukti bahwa abnormalitas pada jaringan ikat berkaitan dengan predisposisi wanita terhadap POP (Norton,1995 ; Smith 1989). Wanita dengan kelainan jaringan ikat seperti Ehlers-Danl;os atau sindroma Marfan lebih dapat menyebabkan POP dan inkontinensia urin (Carley,2000;Norton,1995)

Pada wanita dengan penurunan jumlah kolagen, meningkatkan resiko untuk terjadinya POP dan inkontinensia urin dibandingkan dengan wanita tanpa penurunan jumlah kolagen (Jackson,1996 ; Makinen,1986). Fasia dan jaringan penyokong lainnya dapat kehilangan fungsinya akibat adanya proses penuaan dan berkurangnya proses hantaran sinyal neuroendokrin pada jaringan panggul. (Smith,1989) Defisiensi estrogen dapat berpengaruh terhadap komposis, kualitas, dan kuantitas dari kolagen. Hal ini terbukti pada studi yang dilakukan Brincat, menemukan bahwa suplemen estrogen ternyata meningkatkan sintesis kolagen pada wanita postmenopause yang mengalami defisiensi estrogen (Brincat,1983).

Penyangga Vagina

Vagina terdiri atas fibromuskular, berbentuk tabung silinder, dan mempunyai tiga tingkatan penyangga.(Gambar 38-11) Tingkat I menyangga bagian atas atau proksimal daripada vagina. Tingkat II menyangga vagina bagian tengah.Dan tingkat III menyangga sebelah distal dari vagina. Apabila terjadi defek atau gangguan pada tiap tingkatan penyangga, maka akan menyebabkan prolaps vagina, baik anterior, apical, maupun posterior.

Perlu diketahui bahwa tiap tingkatan ini saling berhubungan satu sama lain, melalui jaringan fibromuskular. Jaringan ini membungkus organ panggul dan sedemikian rupa terhubung satu sama lain dengan organ dan tulang panggul. Terdiri dari kolagen, elastin, jaringan lemak, pembuluh darah, saluran limfatik, dan otot polos, jaringan penyangga ini menghasilkan stabilitas terhadap setiap gerakan, ekspansi, dan kontraksi daripada organ.

Tingkat I

Tingkatan ini terdiri atas ligament kardinal dan uterosakral yang melekat dengan serviks dan bagian atas daripada serviks. Ligamen kardinal berada sebelah lateral melekat pada fasia dari m.obturator internus dan m.piriformis, batas anterior dari foramen skiatik, dan spina iskiadika. Ligamen uterosakral melekat pada sebelah posterior setinggi S2dan S4. Secara bersamaan, hal ini mempertahankan vagina pada posisi yang normal dengan axis horizontal. Selain itu membantu serviks berada pada posisi superior dari spina iskiadika. Kerusakan pada tingkatan ini, akan menyebabkan prolaps apikal dan sering berkaitan dengan herniasi usus halus ke dinding vagina, yang dikenal sebagai enterokel / enterocele.

Tingkat II

Tingkatan ini merupakan jaringan penyangga yang melekat pada dinding sebelah lateral vagina, yang mana sebelah anterior ialah fasia dari arcus tendinea, dan sebelah posterior adalah fasia dari arcus tendinea rectovaginalis. Gangguan pada tingkatan ini, menyebabkan prolaps pada sisi lateral dan anterior dari dinding vagina.

Page 15: Prolaps Organ Pelvis Williams

Tingkat III

Tingkatan ini terdiri atas perineal body, otot perinealis superficialis dan profunda,serta jaringan fibromuskular. Secara bersamaan, hal ini akan menyangga bagian distal pada sepertiga vagina dan introitus vagina. Kerusakan pada tingkat ini akan menyebabkan prolaps anterior dan posterior dari dinding vaginadan penurunan dari perineum.

TERAPI

Pada wanita yang asimptomatik atau dengan gejala ringan, mungkin terapi diperlukan. Akan tetapi pada wanita dengan prolaps yang signifikan, maka terapi dengan atau tanpa pembedahan dapat dikerjakan. Pilihan terapi bergantung pada tipe dan derajat dari kasus yang ada, usia, fungsi seksual dan fertilitas, dan faktor resiko. Sering dalam prakteknya, terapi non pembedahan dan dengan pembedahan dikerjakan secara bersamaan.

Terapi Non Pembedahan

Pesarium merupakan terapi standar non-bedah yang paling banyak digunakan pada kasus POP. Dahulu, pesarium terbuat dari bahan kain, kayu, besi, tulang, dan lain-lain. Namun saat ini pesarium terbuat dari bahan silicon atau plastic khusus, karena lebih aman dalam pemakaiannya.

Indikasi

Prolaps organ panggul masih merupakan indikasi untuk penggunaan pesarium. Pesarium diunakan pada wanita POP yang tidak ingin menjalankan prosedur pembedahan. Survey dari American Urogynecologi Society, melaporkan bahwa pesarium digunakan oleh dokter ahli kandungan yang telah menjalankan profesinya lebih dari 20 tahun. Akan tetapi, survey juga melaporkan bahwa ahli kandungan yang lebih muda, biasanya menggunakan pesarium terlebih dahulu sebagai terapi lini pertama, sebelum merekomendasikan tindakan pembedahan.

Tipe Pesarium

Dua kategori pesarium yang sering digunakan adalah: pesarium jenis penyangga/cincin dan “space-filling”. (Gambar 24-16) Pesarium penyangga , seperti halnya pesarium cincin, digunakan untuk menyangga forniks posterior, dan menyebabkan elevasi vagina bagian atas untuk menyokong vagina. Pesarium cincin dibuat secara khusus menyerupai bentk cincin sirkuler yang hamper serupadengan kontrasepsi jenis diafragma.(Gamabr 24-17). Pesarium ini sangat efektif bagi wanita yang mengalami prolaps dinding vagina bagian anterior.Pemasangan yang benar dari pesarium ini, adalah sebelah anterior berada di belakang simfisis pubis dan posterior di belakang serviks.

Page 16: Prolaps Organ Pelvis Williams

Gambar 24-16. Jenis-jenis Pesarium. A.Pesarium Cube, B. Pesarium Gehrung,C. Pesarium Hodge,D. Pesarium Regula,E. Pesarium Gellhorn, F. Pesarium Shaatz, G. Pesarium Inkontinensia, H. Pesarium Cincin, I. Pesarium Donat

Page 17: Prolaps Organ Pelvis Williams

Gambar 24-17. Pesarium Jenis Cincin

Evaluasi Pasien dan Penempatan Pesarium

Setiap pasien dianjurkan untuk aktif dalam penentuan jenis pesarium yang akan diberikan dalam proses terapi. Kesuksesan dalam sebuah terapi bergantung pada kemampuannya dalam merawat pesarium. Atrofi pada vagina sebaiknyaditerapi terlebih dahulu sebelum penggunaan pesarium. Tipe yang dipilih sebaiknya memperhatikan faktor daripada pasien, antara lain status hormonal, apakah ada riwayat histerektomi, aktifitas seksual, dan stadium daripada POP. Setelah jenis pesarium dipilih oleh pasien, maka selanjutnya adalah pasien mencoba ukuran yang paling besar yang nyaman dipakai.

Umumnya, pasien dibaringkan dalam posisi litotomi, setelah mengosongkan kandung kemih dan rectum. Pemeriksaan secara digital dikerjakan, untuk menilai panjang dan lebar dari vagina, yang disesuaikan dengan ukuran pesarium. Kemudian pesarium dipegang dengan tangan yang dominan dipakai oleh klinisi.(Gambar 24-18) Lubrikan diberikan pada introitus vagina. Ketika memegang labia,pesarium dimasukkan dengan mendorong sedikit kebawah melawan dinding vagina posterior,sambil pesarium dimaskkan secara perlahan. Kemudian dengan telunjuk, diperiksa apakah pesarium sudah berada dalam posisi yang benar atau belum.

Page 18: Prolaps Organ Pelvis Williams

Setelah pesarium terpasang, pasien dilarang melakukan manuver Valsava, yang akan menyebabkan bergesernya posisi dari pesarium. Pasien seharusnya bisa berdiri, berjalan, batuk, dan mengejan tanpa adanya kesulitan atau rasa tidak nyaman setelah pemasangan pesarium. Untuk melepaskan pesarium, jari telunjuk pasien dimasukkan ke dalam vagina,dan menarik cincin dari pesarium. Gerakan traksi dikerjakan sepanjang axis vagina untuk mengeluarkan pesarium sampai ke introitus. Idealnya,pesarium dilepaskan pada malam hari,dicuci dengan sabun dan air, diganti besok paginya.