program studi psikologi jurusan psikologi fakultas...

112
COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh : Stephanie Rusli NIM : 049114059 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN

    URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    Oleh :

    Stephanie Rusli

    NIM : 049114059

    PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2009

  • COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN

    URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    Oleh :

    Stephanie Rusli

    NIM : 049114059

    PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2009

    i

  • PERSETUJUAN PEMBIMBING

    COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN

    URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA

    Skripsi

    Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    Oleh :

    Stephanie Rusli

    NIM : 049114059

    Telah disetujui oleh :

    Pembimbing

  • V. Didik Suryo H., S.Psi., M.Si. Yogyakarta,

    SKRIPSI

    COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN

    URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA

    Dipersiapkan dan ditulis oleh :

    Stephanie Rusli

    NIM : 049114059

    Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

    pada hari Kamis, 04 Desember 2008

    dan dinyatakan telah memenuhi syarat.

    Susunan Panitia Penguji

    Nama Lengkap Tanda Tangan

    Penguji I : V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si. ………………

    Penguji II : Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si. ………………

    Penguji III : P. Henrietta PDADS., S.Psi. ………………

    Yogyakarta,

    Fakultas Psikologi

    Universitas Sanata Dharma

    Dekan,

  • MOTTO

    Janganlah mengkhawatirkan hari kemarin

    maupun hari esok karena masing-masing

    memiliki kesulitannya sendiri.

    Yang terpenting adalah lakukanlah yang

    terbaik untuk hari ini.

    Hiduplah dalam jangka waktu terbatas.

    iv

  • Saya persembahkan karya ini kepada :

    Semua orang yang saya sayangi

    v

  • PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Dengan ini, saya menyatakan sesungguhnya bahwa skrispi saya yang berjudul

    “Coping Stres pada Dewasa Awal Berdasarkan Urutan Kelahiran Dalam

    Keluarga” ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah

    disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

    Yogyakarta, 01 Desember 2008

    Penulis,

    Stephanie Rusli

  • ABSTRAK

    Stephanie Rusli (2008). Coping Stres pada Dewasa Awal Berdasarkan UrutanKelahiran Dalam Keluarga. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Program StudiPsikologi, Universitas Sanata Dharma.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan coping(baik problem-focused maupun emotion-focused) pada dewasa awal berdasarkanurutan kelahiran dalam keluarga. Hipotesis mayor yang diajukan dalam penelitianini adalah ada perbedaan coping stres antara anak sulung, anak tengah, dan anakbungsu dewasa awal. Sedangkan hipotesis minor dalam penelitian ini, yaitu (1)Ada perbedaan problem-focused coping antara anak sulung, tengah, dan bungsudewasa awal dimana PFC Anak Sulung > Anak Tengah > Anak Bungsu; (2) adaperbedaan emotion-focused coping antara anak sulung, tengah, dan bungsudewasa awal dimana EFC Anak Sulung < Anak Tengah < Anak Bungsu.

    Subyek dalam penelitian ini berjumlah 192 orang yang terdiri dari 65 anaksulung, 65 anak tengah, dan 62 anak bungsu dimana 99 diantaranya laki-laki dan93 perempuan dengan usia antara 22-28 tahun dan memiliki tiga saudara dalamkeluarga.

    Metode pengambilan data dilakukan melalui skala coping yang dibagikankepada subyek. Hasil uji reliabilitas skala menghasilkan koefisien reliabilitasuntuk problem-focused coping (PFC) sebesar .854, untuk emotion-focused coping(EFC) sebesar .807 dimana aspek seeking meaning menjadi terpisah dari EFCsehingga juga dianalisis terpisah dan didapatkan koefisien reliabilitasnya sebesar.783.

    Data penelitian dianalisis menggunakan ANAKOVA untuk PFC dan EFC,sedangkan ANAVA satu-jalur untuk seeking meaning. Hasil uji hipotesis adalahsebagai berikut : (1) Tidak ada perbedaan problem-focused coping antara anaksulung, tengah, dan bungsu dewasa awal (F urutan kelahiran sebesar 2.767 denganp>0.05); (2) tidak ada perbedaan emotion-focused coping antara anak sulung,tengah, dan bungsu dewasa awal (F urutan kelahiran adalah 2.660 denganp>0.05); (3) tidak ada perbedaan seeking meaning antara anak sulung, tengah, danbungsu dewasa awal (F urutan kelahiran adalah 1.510 dengan p>0.05); (4) kontrolstres memiliki hubungan hanya dengan PFC dan EFC, dimana R terhadap PFCsebesar -.175, p

  • ABSTRACT

    Rusli, S (2008). Coping Stress Among Young Adults in Order of Birth.Yogyakarta : Departement of Psychology, Faculty of Psychology, SanataDharma University.

    The purpose of this research was to identify whether there was a copingdifference (both in problem focused and emotion focused) or not among youngadults from a three-siblings family. Major hypothesis in this research is there wasa coping stress difference between the older, middle and younger child in earlyadulthood. While the minor hypothesis were problem-focused coping (PFC) andemotion-focused coping (EFC) difference between the older, middle, and youngerchild in early adulthood.

    192 persons were the subject in this research, consists of 65 older children,65 middle children and 62 younger children. 99 of them are men and the rest ofthem are women. The subjects is between 22 until 28 years old in a family withthree children.

    The data collecting method was done by giving a coping scale to the subject.The result of reliability scale test for problem-focused coping are .854 and .807for emotion-focused coping, where seeking meaning aspect was analyzed in aseparate way and the result for reliability coefficient was .783.

    Research data was analyzed using ANAKOVA for PFC and EFC, and oneway ANAVA for seeking meaning. The following results were : (1) There was nosignificant differences on PFC between the older, middle and younger children (Fon birth order was 2.767 with p>0.05); (2) There was no significant differenceson EFC between the older, middle and younger children (F on birth order was2.660 with p>0.05); (3) There was no significant differences on seeking meaningbetween the older, middle and younger children (F on birth order was 1.510 withp>0.05); (4) stress control only have correlation with PFC and EFC, with R onPFC was -.175 (p

  • LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

    PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

    Nama : Stephanie Rusli

    Nomor Mahasiswa : 049114059

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

    Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Coping Stres Pada

    Dewasa Awal Berdasarkan Urutan Kelahiran Dalam Keluarga, beserta perangkat

    yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada

    Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

    dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk

    kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan

    royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

    Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya

    Dibuat di Yogyakarta

    Pada tanggal : 21 Januari 2009

    Yang menyatakan,

    (Stephanie Rusli)

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kepada Bapa MahaKasih karena berkat kasih-Nya yang

    begitu besar, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tanpa

    bimbingan-Nya, tentu skripsi ini tidak akan tersusun dengan baik.

    Banyak hal berharga yang penulis dapatkan saat menyusun skripsi ini,

    berbagai perasaan juga pernah penulis rasakan baik perasaan gembira, takut,

    cemas, bosan dan terkadang frustasi terhadap kesulitan yang ada. Namun, semua

    kesulitan tersebut mampu penulis lalui sehingga akhirnya penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini.

    Tentunya tidak lupa juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

    pihak-pihak yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, informasi, dan

    dukungan yang tiada henti sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi

    ini, secara khusus ditujukan kepada :

    1. Papa “Toto Rusli” dan Mama “Rini” yang sangat penulis sayangi. Terima

    kasih untuk semua perhatian, dukungan, pengertian, nasehat, kesabaran dan

    doa yang selalu diberikan untuk Nini. Papa dan Mama adalah orang tua yang

    terbaik dan Nini bangga pada Papa dan Mama.

    2. Bapak P.Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi yang

    telah memberikan kesempatan dalam penyusunan skripsi ini.

    3. Ibu Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi yang juga

    telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.

    x

  • 4. Bapak V. Didik Suryo H., S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang

    telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis serta senantiasa

    memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

    5. Ibu L. Pratidarmanastiti, MS selaku dosen pembimbing akademik, yang selalu

    memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan studi ini.

    6. Bapak Agung Santoso, S.Psi. yang bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan

    penulis walaupun saat ini sedang studi di luar sehingga penulis dapat

    menghilangkan kecemasan dan keraguan penulis dalam menyelesaikan skripsi

    ini.

    7. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik penulis selama

    studi di Fakultas Psikologi ini. Terima kasih atas bimbingan Bapak/ Ibu

    selama ini kepada penulis.

    8. Mb. Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gie’ yang dengan

    sabar membantu dan memberikan kemudahan kepada penulis selama studi.

    9. Frederick Rusli ‘my lovely brother’. Thanks ya Fred untuk semuanya,

    walaupun terkesan cuek tapi sebenarnya tetap perhatian dan selalu

    memberikan semangat untuk cc.

    10. All my big family : Ce Vesi, Ce Jenny, Cik Lina, Tuako, Akong-Ama Jambi

    dan yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih

    untuk semua dukungan, perhatian dan doa yang diberikan.

    11. Hendrik, seseorang yang spesial dalam hidup penulis. Walaupun sikapmu

    cenderung cuek tapi aku tahu sebenarnya kamu perhatian dan senantiasa

    xi

  • mendukungku. Makasih buat kesabaranmu menghadapi sikapku yang kadang

    masih kayak anak kecil.

    12. Badai, Dylfa dan Agung. “Onenk” mau mengucapkan makasih untuk

    persahabatan yang telah kita jalani selama ini. Walaupun sekarang kita dah

    gak pernah lagi ngumpul bareng tapi “Onenk” yakin kalian selalu mendukung

    dan mendoakan “Onenk”.

    13. Ce Elvin & keluarga serta Mas Adi. Terima kasih untuk semangat dan

    dukungannya ya. Kalian selalu dekat di hati walaupun sekarang jarak kita

    jauh.

    14. Buat keluarga besar P2TKP; Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si; Pak Tonny,

    dan Mbak Tia serta semua temen-temen asisten P2TKP yang selalu

    memberikan semangat dan motivasi serta membantu penulis dalam

    mengumpulkan data : Mas Desta “Ta”, Tinul, Betty, Vania, Budi, Otik, Abe,

    Mas Rondang, Atiek , Wenny, Lia, Mitha, Wiwied, Gothe, dan Woelan.

    15. Teman-teman di Centro Futsal : Irene, Ko Anton, Ko Ahie, Asep, Mas Yanto,

    A’an. Terima kasih atas dukungan kalian dan kesempatan untuk mengerjakan

    skripsi waktu kerja hehe. sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini

    walaupun dibarengi dengan kerja tiap hari.

    16. Teman-teman di Padang, Bandung dan Jakarta yang selalu peduli pada penulis

    : Ko Edy, Ricky, Via, Hendra “Dewa”, Ronny, Jeffri “Kubu”, Joseph Benny.

    Makasih buat semangat dan doa yang selalu kalian berikan serta bantuan

    terutama waktu pengumpulan data.

    xii

  • 17. Teman-teman di Yogya : Ferdi, Jigo, Willy, Ari, Robert, Titin, Tere. Makasih

    atas bantuannya ya waktu pengumpulan data. Data jadi cepat terkumpul

    karena kalian, walaupun kalian juga sibuk tapi tetap mau bantu dengan tulus.

    Tanpa kalian mungkin skripsi ini belum dapat diselesaikan.

    18. Teman-teman di Kost Intan. Terima kasih untuk perhatian dan dukungannya.

    19. Teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi USD dan para volunteer yang

    bersedia membantu mengisi skala yang telah penulis buat untuk

    menyelesaikan skripsi ini.

    Akhirnya, penulis menyadari bahwa berbagai kekurangan masih ada dalam

    skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap hasil penelitian ini dapat

    bermanfaat bagi semua yang membaca.

    Penulis

    Stephanie Rusli

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

    HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

    HALAMAN MOTTO ..................................................................................... iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v

    Pernyataan Keaslian Karya ............................................................................. vi

    Abstrak ............................................................................................................ vii

    Abstract ............................................................................................................ viii

    Lembar Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ................................................... ix

    Kata Pengantar ................................................................................................ x

    Daftar Isi .......................................................................................................... xiv

    Daftar Tabel ................................................................................................... xviii

    Daftar Lampiran ............................................................................................... xix

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ............................................................................... 4

    C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

    D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 4

    xiv

  • BAB II. LANDASAN TEORI

    A. Coping Stres

    1. Pengertian Coping ......................................................................... 6

    2. Jenis Coping .................................................................................. 8

    3. Faktor-faktor yang mempengaruhi coping .................................... 11

    4. Kontrol terhadap stres ................................................................... 13

    B. Urutan Kelahiran dan Kepribadian

    1. Asumsi bahwa Urutan Kelahiran mempengaruhi Kepribadian .... 14

    2. Perlakuan Orang Tua dan Kepribadian berdasarkan Urutan

    Kelahiran ........................................................................................ 16

    C. Individu Dewasa Awal

    1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Awal................................... 19

    2. Ciri-ciri Dewasa Awal.................................................................... 21

    D. Perbedaan coping stres pada dewasa awal berdasarkan urutan

    Kelahiran .............................................................................................. 23

    E. Hipotesis .............................................................................................. 29

    BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian .................................................................................... 30

    B. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................... 30

    C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................ 30

    D. Subyek Penelitian ................................................................................ 32

    E. Prosedur Penelitian .............................................................................. 33

    xv

  • F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

    1. Skala Coping ................................................................................. 34

    2. Pemberian Skor ............................................................................. 38

    G. Estimasi Validitas, Seleksi Item dan Reliabilitas

    1. Estimasi Validitas ......................................................................... 39

    2. Seleksi Item ................................................................................... 40

    3. Estimasi Reliabilitas....................................................................... 42

    H. Metode Analisis Data .......................................................................... 43

    BAB IV. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

    A. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 44

    B. Deskripsi Subyek Penelitian ............................................................... 45

    C. Hasil Penelitian

    1. Uji Korelasi pada Kontrol Stres ..................................................... 47

    2. Uji Beda pada Kelompok Gender .................................................. 49

    3. Deskripsi Data Penelitian .............................................................. 51

    4. Uji Asumsi

    a. Uji Normalitas Sebaran ............................................................ 53

    b. Uji Homogenitas Varian .......................................................... 55

    c. Uji Linearitas............................................................................ 56

    5. Uji Hipotesis .................................................................................. 57

    D. Pembahasan ......................................................................................... 60

    xvi

  • BAB V. PENUTUP

    A. Kesimpulan .......................................................................................... 68

    B. Saran .................................................................................................... 68

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70

    LAMPIRAN

    xvii

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 : Distribusi Item Skala Coping untuk PFC .....................................37

    Tabel 3.2 : Distribusi Item Skala Coping untuk EFC .....................................37

    Tabel 3.3 : Skor Jawaban Skala .....................................................................38

    Tabel 3.4 : Distribusi Item Skala Coping untuk PFC setelah Uji Coba ..........41

    Tabel 3.5 : Distribusi Item Skala Coping untuk EFC setelah Uji Coba ..........42

    Tabel 3.6 : Distribusi Item untuk Seeking Meaning setelah Uji Coba ............42

    Tabel 4.1 : Hasil Uji Korelasi pada Kontrol Stres ..........................................48

    Tabel 4.2 : Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada PFC ..............49

    Tabel 4.3 : Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada EFC ..............50

    Tabel 4.4 : Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada Seeking

    Meaning ........................................................................................50

    Tabel 4.5 : Ringkasan Tabel Data Penelitian PFC ..........................................51

    Tabel 4.6 : Ringkasan Tabel Data Penelitian EFC ..........................................52

    Tabel 4.7 : Ringkasan Tabel Data Penelitian Seeking Meaning ....................53

    Tabel 4.8 : Hasil Uji Normalitas pada PFC ....................................................54

    Tabel 4.9 : Hasil Uji Normalitas pada EFC. ...................................................55

    Tabel 4.10 : Hasil Uji Normalitas pada Seeking Meaning ................................55

    Tabel 4.11 : Hasil Uji Homogenitas Varian ......................................................56

    Tabel 4.12 : Hasil Uji Linearitas .......................................................................57

    Tabel 4.13 : Test of Between-Subject Effects (PFC) .........................................58

    Tabel 4.14 : Test of Between-Subject Effects (EFC) .........................................58

    Tabel 4.15 : ANOVA (Seeking Meaning) ........................................................59

    xviii

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Skala Penelitian ...................................................................................................73

    Hasil Koefisien Reliabilitas Alpha .......................................................................81

    Uji Beda / Uji-T Kelompok Gender .....................................................................85

    Uji One Sample t-Test .........................................................................................87

    xix

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola

    kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru (Hurlock, 1990). Oleh karena itu,

    masa dewasa awal menjadi suatu periode yang khusus dan sulit dari rentang

    kehidupan seseorang. Pada masa ini, individu telah dianggap sebagai orang

    dewasa dan diharapkan telah dapat menyesuaikan diri secara mandiri.

    Levinson (dalam Monks, 2004) menyebutkan periode pertama pada masa

    dewasa awal adalah pengenalan dengan dunia orang dewasa. Individu yang

    termasuk dalam periode ini adalah individu yang berusia antara 22-28 tahun. Pada

    masa dewasa awal, individu akan mulai mencari tempat dalam dunia kerja dan

    dunia hubungan sosial. Hal ini disebabkan karena nantinya individu dewasa awal

    akan dihadapkan dengan tuntutan dimana mereka harus dapat mandiri dalam hal

    ekonomi (Santrock, 2002) dan juga harus siap untuk membangun sebuah keluarga

    serta membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu (Havighurst

    dalam Monks, 2004).

    Banyaknya tuntutan yang harus dihadapi pada masa dewasa awal dapat

    membuat individu stres apabila tidak berhasil menghadapi tuntutan-tuntutan yang

    ada. Oleh karena itu, individu dewasa awal merupakan individu yang rawan

    terhadap stres (Hurlock, 1990).

    1

  • Stres yang dialami oleh setiap individu, khususnya individu dewasa awal

    harus mampu diatasi agar perkembangan emosional dan sosial individu tersebut

    tidak terganggu. Banyak cara yang dapat dilakukan individu sebagai bentuk

    penyesuaian dirinya terhadap stres dan setiap individu memiliki cara yang

    berbeda-beda untuk mengatasi stres yang dialaminya tersebut. Berbagai cara yang

    dilakukan individu untuk mengurangi atau menghindari stress yang dialami

    disebut juga sebagai coping. Coping merupakan pikiran-pikiran atau tindakan-

    tindakan untuk beradaptasi terhadap stres dalam kehidupan sehari-hari (Hardjana,

    1997).

    Menurut Folkman dan Lazarus (dalam Aldwin & Revenson, 1987) ada dua

    bentuk coping, yaitu problem-focused coping untuk mengatur atau mengendalikan

    situasi yang stressful dan emotion-focused coping untuk mengendalikan emosi-

    emosi negatif yang muncul. Problem-focused coping digunakan apabila individu

    merasa mampu menghadapi situasi yang menimbulkan tekanan, sedangkan

    apabila individu merasa tidak mampu untuk mengubah situasi yang menimbulkan

    tekanan maka individu akan cenderung menggunakan emotion-focused coping.

    Dalam memilih bentuk coping apa yang akan digunakan, banyak faktor yang

    mempengaruhi, salah satu diantaranya yaitu kepribadian (Smet, 1994) dan dalam

    hal ini kepribadian diasumsikan berkaitan dengan urutan kelahiran karena urutan

    kelahiran memainkan peranan yang penting dalam membentuk kepribadian

    seseorang (Sulloway dalam Harris, 2007). Perbedaan kepribadian dapat terjadi

    karena adanya perbedaan perlakuan orang tua terhadap masing-masing anak yang

    menempati posisi kelahiran tertentu. Banyak orang juga percaya bahwa posisi

    2

  • mereka sebagai yang paling tua, tengah, paling muda, atau anak tunggal dalam

    keluarga mempengaruhi kepribadian mereka dalam beberapa hal seperti

    kekuasaan, kematangan emosi, rasa tanggung jawab, keramah-tamahan, dan harga

    diri (Guastello & Guastello, 2002).

    Sulloway (dalam Harris, 2007) meyakini bahwa urutan kelahiran

    mempengaruhi lima sifat-sifat kepribadian yang utama, yaitu kecemasan,

    keterbukaan, sikap berterus terang, keramah-tamahan, dan sikap berhati-hati.

    Namun, Alfred Adler (dalam Harris, 2007) tidak meyakini bahwa urutan kelahiran

    berpengaruh langsung pada kepribadian, tetapi urutan kelahiran akan

    mempengaruhi bagaimana individu belajar untuk mengatasi permasalahan hidup

    yang dihadapi dan berhubungan dengan orang lain.

    Eckstein (2000) menemukan ada 151 penelitian yang secara statistik

    menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara urutan kelahiran dan

    kepribadian, dimana dari 151 penelitian tersebut didapatkan adanya beberapa

    kesamaan karakteristik umum dari tiap urutan kelahiran, yaitu anak sulung, anak

    tengah, anak bungsu, dan anak tunggal. Dr. Kevin Leman juga berpendapat bahwa

    konsepsi utama tentang kepribadian manusia berkembang disebabkan karena

    bawaan urutan kelahiran setiap individu.

    Penelitian Herrera&Zonjanc (dalam Schiller, 2006) tentang kepercayaan

    masyarakat mengenai ciri-ciri kepribadian anak dengan perbedaan urutan

    kelahiran menemukan bahwa anak sulung lebih cerdas, bertanggung jawab, taat

    atau penurut, stabil, tidak emosional, dan tidak kreatif, sedangkan anak tengah

    3

  • dianggap pencemburu. Dan anak bungsu terlihat kreatif, emosional, terbuka, tidak

    patuh, tidak bertanggung jawab, dan banyak bicara.

    Dari uraian di atas, membuat peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut

    bagaimana coping pada dewasa awal khususnya dilihat berdasarkan urutan

    kelahiran. Dengan kata lain, peneliti ingin melihat apakah urutan kelahiran ikut

    mempengaruhi coping individu khususnya pada individu dewasa awal.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka peneliti ingin

    membatasi permasalahan yang akan diteliti, yaitu apakah ada perbedaan coping

    stres pada dewasa awal antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu.

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan batasan permasalahan di atas maka penelitian ini memiliki tujuan

    untuk melihat perbedaan coping stres pada dewasa awal antara anak sulung, anak

    tengah, dan anak bungsu.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoretis

    Dapat menjadi referensi bagi psikologi perkembangan dan psikologi sosial

    dalam mempelajari dinamika kehidupan anak sulung, anak tengah, dan anak

    bungsu pada masa dewasa awal khususnya permasalahan apa yang dihadapi

    4

  • dan bagaimana kecenderungan mereka dalam mengatasi permasalahan atau

    stres yang mereka hadapi.

    2. Manfaat Praktis

    Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagi individu

    dewasa awal baik anak sulung, anak tengah maupun anak bungsu tentang

    permasalahan yang sering dihadapi pada masa dewasa awal. Dengan

    demikian, individu dewasa awal dapat semakin memahami diri sendiri

    sehingga menjadi lebih siap dalam menghadapi situasi yang ada dan dapat

    mencari penyelesaian yang terbaik untuk setiap masalah yang dihadapi.

    5

  • BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Coping Stres

    1. Pengertian Coping

    Lazarus (dalam Ismudiyati, 2003) memandang coping sebagai kemampuan

    individu dalam mempersepsi situasi-situasi yang menimbulkan stres dengan

    mengevaluasi reaksi berupa tindakan. Sedangkan menurut Lavine (dalam

    Setianingsih, 2003) coping stres merupakan suatu proses yang aktif dalam

    usaha untuk beradaptasi dengan sungguh-sungguh pada kondisi mengandung

    stres sebagai komponen utama.

    Coping juga didefinisikan oleh Lazarus & rekan-rekannya sebagai usaha

    kognitif dan behavioral yang terus menerus berubah untuk mengatur tuntutan-

    tuntutan eksternal dan internal yang dinilai mengganggu atau melebihi

    kemampuan individu tersebut (dalam Aldwin & Revenson, 1987). Selain itu,

    Cohen & Lazarus, Lazarus & Folkman, Sarafino, Taylor (dalam Smet, 1994)

    menggambarkan coping sebagai suatu proses dimana individu mencoba untuk

    mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang

    berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan

    sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi

    stressful.

    6

  • Berbagai ahli (dalam Ismudiyati, 2003) juga menyimpulkan bahwa

    perilaku coping merupakan respon tingkah laku atau pikiran terhadap situasi

    yang menekan menggunakan sumber baik dari dalam dirinya maupun

    lingkungan; dilakukan secara sadar; bertujuan untuk meningkatkan

    perkembangan individu, seperti mengembangkan kontrol pribadi. Taylor

    (1998) juga menyebutkan bahwa coping itu berkenaan dengan usaha-usaha

    spesifik, baik behavioral maupun psikologis, yang digunakan individu untuk

    menguasai, bertoleransi, mengurangi atau meminimalkan situasi-situasi

    stressful.

    Sejumlah peneliti (dalam Setianingsih, 2003) menyatakan bahwa respon

    coping individu memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan

    makna dan pengaruh dari kejadian-kejadian dalam kehidupan yang dapat

    menimbulkan stres. Dengan demikian, coping dilihat sebagai proses dinamis

    dari usaha yang ditunjukkan pada pemecahan masalah dan akan menuntut

    individu untuk dapat melakukan penyesuaian diri.

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa coping stres

    merupakan suatu bentuk usaha yang spesifik, baik pikiran maupun perilaku,

    yang dilakukan individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres yang

    berasal dari tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal dengan menggunakan

    sumber daya yang ada baik dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari

    lingkungan. Usaha-usaha tersebut diharapkan dapat membantu individu

    mengatasi, bertoleransi, mengurangi atau menurunkan efek negatif dari situasi

    stres yang dialami. Dengan kata lain, membantu individu untuk dapat terlepas

    7

  • dari situasi yang tidak menyenangkan yang timbul karena stres yang

    dialaminya.

    2. Jenis Coping

    Folkman dan Lazarus (dalam Sarafino, 1990) menggolongkan coping yang

    biasanya digunakan oleh individu ke dalam dua bentuk, yaitu :

    a. Problem-Focused Coping

    Problem-focused coping merupakan suatu respon yang berusaha

    mengatasi stres dengan menghadapi masalah yang mendatangkan stres

    (Hardjana, 1994). Coping ini digunakan oleh individu untuk

    menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress, dimana

    individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah dengan

    mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan baru (Smet, 1994).

    Individu akan cenderung menggunakan problem-focused coping

    apabila dirinya merasa akan dapat mengubah situasi, biasanya dilakukan

    oleh orang dewasa. Hal ini didukung juga dengan penelitian Folkman &

    Lazarus, dkk. (1986) yang menyebutkan bahwa penggunaan problem-

    focused coping akan meningkat pada situasi yang dinilai mudah untuk

    diubah.

    Aldwin & Revenson (1987) yang mengembangkan teori coping dari

    Lazarus & Folkman mengemukakan tiga aspek dari problem-focused

    coping, yaitu :

    8

  • 1) Cautiousness atau kehati-hatian merupakan strategi yang

    mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan, selalu bersikap

    hati-hati sebelum bertindak, dan menahan diri ketika mungkin ingin

    lebih melakukan yang merugikan atau berbahaya daripada yang baik.

    2) Instrumental Action atau tindakan instrumental, yaitu usaha-usaha

    yang secara langsung dilaksanakan untuk memecahkan masalah.

    3) Negotiation atau negosiasi merupakan usaha yang memusatkan

    perhatian pada taktik untuk memecahkan masalah secara langsung

    dengan orang lain mengenai dirinya.

    b. Emotion-Focused Coping

    Emotion-focused coping merupakan respon yang berusaha mengatasi

    stres yang diarahkan pada pengendalian emosi (Hardjana, 1994). Coping

    ini digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres melalui

    perilaku individu; seperti penggunaan alkohol, bagaimana meniadakan

    fakta-fakta yang tidak menyenangkan, dan mencari dukungan sosial dari

    teman atau relasi (Smet, 1994). Emotion-focused coping ini lebih

    diarahkan pada pengontrolan emosi yang tidak menyenangkan sehingga

    dapat mengurangi atau mengatasi tekanan emosional yang berkaitan

    dengan situasi yang terjadi (Sarafino, 1990).

    Individu akan cenderung menggunakan emotion-focused coping saat

    dirinya merasa tidak mampu melakukan apa-apa untuk mengubah kondisi

    yang stressful atau pada situasi dimana individu merasa sumber daya yang

    9

  • ia miliki tidak cukup mampu untuk menghadapi tuntutan-tuntutan dari

    stressor. Hasil penelitian Folkman & Lazarus, dkk. (1986) juga

    mengatakan bahwa emotion-focused coping banyak digunakan pada situasi

    yang sulit untuk diubah.

    Aldwin & Revenson (1987) juga mengemukakan empat aspek dari

    emotion-focused coping, yaitu :

    1) Escapism atau pelarian diri dari masalah adalah usaha dari individu

    untuk meninggalkan masalah dengan membayangkan hal-hal yang

    lebih baik.

    2) Minimization atau pengurangan beban masalah, yaitu usaha untuk

    menolak merenungi suatu masalah dan bertindak seolah-olah tidak

    terjadi apa-apa.

    3) Self Blame atau penyalahan diri, yaitu tindakan pasif yang berlangsung

    dalam batin kemudian baru pada masalah yang dihadapi dengan jalan

    menganggap bahwa masalah terjadi karena kesalahannya.

    4) Seeking Meaning atau pencarian makna merupakan usaha menemukan

    kepercayaan baru atau sesuatu yang penting dari kehidupan.

    10

  • Jenis Coping

    Bagan 1. Jenis Coping beserta aspek-aspeknya

    3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Coping

    Menurut Smet (1994), cara mengatasi masalah dan bereaksi terhadap stres

    bervariasi antara individu yang satu dengan individu lainnya. Selain itu, reaksi

    terhadap stres juga akan berbeda dari waktu ke waktu pada individu yang

    sama. Perbedaan ini sering disebabkan karena adanya faktor psikologis dan

    sosial yang dapat mengubah dampak stressor bagi individu.

    Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan coping

    (Smet, 1994), antara lain :

    a. Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, kebudayaan,

    status ekonomi dan kondisi fisik.

    Problem-focused coping

    1. Cautiousness atau kehati-hatian

    2. Instrumental Action atau

    tindakan instrumental

    3. Negotiation atau negosiasi

    Emotion-focused coping

    1. Escapism atau pelarian diri dari

    masalah

    2. Minimization atau pengurangan

    beban masalah

    3. Self Blame atau penyalahan diri

    4. Seeking Meaning atau pencarian

    makna

    11

  • b. Karakteristik kepribadian.

    Lengua & Stormshak (2000) menyebutkan bahwa karakteristik

    kepribadian juga dapat memprediksikan coping, misalnya locus of control.

    Individu dengan external locus of control kemungkinan besar

    menggunakan cognitive atau avoidant coping karena kurang yakin dengan

    kemampuan yang dimilikinya untuk menghadapi masalah. Hal ini

    didukung juga dengan penelitian Parkes (dalam Carver & Scheier, 1989)

    yang menyebutkan bahwa individu dengan internal locus of control akan

    lebih menggunakan planning dan active coping daripada individu dengan

    external locus of control.

    Penelitian Carver, Coleman, & Glass; Matthews (dalam Carver &

    Scheier, 1989) juga menunjukkan bahwa karakteristik kepribadian, seperti

    Type kepribadian A juga mempengaruhi coping. Individu dengan Type

    kepribadian A tidak akan melepaskan diri dari tujuan-tujuan yang penuh

    dengan stressor dan akan lebih memilih active coping.

    c. Variabel sosial-kognitif seperti dukungan sosial yang dirasakan dan

    kontrol pribadi yang ada pada diri individu.

    d. Hubungan individu dengan lingkungan sosial dan integrasi dalam jaringan

    sosial.

    12

  • 4. Kontrol terhadap stres

    Dalam hal ini, kontrol terhadap stres diartikan sebagai tanggapan atau

    penilaian individu mengenai seberapa mampu individu tersebut merasa dapat

    mengontrol masalahnya.

    Pembahasan mengenai kontrol terhadap stres ini menjadi penting karena

    kontrol terhadap stres juga ikut mempengaruhi coping individu. Dengan kata

    lain, bentuk coping apa yang akan digunakan individu dalam menghadapi

    masalahnya juga tergantung dari penilaian individu tersebut terhadap masalah

    yang dihadapinya. Cara individu menghadapi masalah yang mudah dikontrol

    tentunya akan berbeda dengan saat individu menghadapi masalah yang sulit

    dikontrol.

    Penelitian Folkman & Lazarus (dalam Taylor, 1998) mendukung

    pernyataan di atas dimana disebutkan bahwa individu secara khusus

    menggunakan problem-focused coping untuk mengatasi masalah-masalah

    yang secara potensial dapat dikontrol, seperti masalah-masalah yang

    berhubungan dengan pekerjaan dan masalah-masalah yang berhubungan

    dengan keluarga; sebaliknya stressor yang dianggap sulit dikontrol, seperti

    jenis-jenis tertentu dari masalah kesehatan fisik, individu akan cenderung

    menggunakan emotion-focused coping.

    13

  • B. Urutan Kelahiran dan Kepribadian

    1. Asumsi bahwa Urutan Kelahiran mempengaruhi Kepribadian

    Urutan kelahiran merupakan urutan posisi seseorang diantara saudara

    sekandungnya yang berkaitan dengan urutan suatu kelahiran. Adler (dalam

    Boeree, 2006) menyebutkan bahwa kepribadian atau gaya hidup terbentuk

    pada masa kanak-kanak dan setiap anak yang lahir dalam urutan kelahiran

    tertentu memiliki perbedaan karakteristik sifat yang disebabkan karena

    posisinya dan lingkungan keluarga dimana anak tersebut tinggal (dalam

    Adkins, 2003).

    Allport (dalam Syed, 2004) menyebutkan bahwa apa yang individu

    pelajari tentang diri mereka dalam keluarga mencerminkan bagaimana mereka

    memahami diri mereka sendiri dalam lingkungan. Cara individu berinteraksi

    dengan lingkungan mencerminkan keunikan pribadi mereka, yang juga disebut

    sebagai kepribadian mereka. Syed (2004) juga menyatakan bahwa pengalaman

    pertama dalam keluarga memainkan peran yang penting dalam perkembangan

    kepribadian.

    Setiap anak belajar bersosialisasi untuk pertama kali di dalam keluarga dan

    pengalaman masing-masing anak sangat berbeda berdasarkan struktur yang

    ada dalam keluarga, antara lain : posisi urutan kelahiran, jenis kelamin tiap

    saudara sekandung, perbedaan umur antara anak, dan jumlah anak dalam

    keluarga (Toman dalam Syed, 2004).

    14

  • Eckstein (2000) juga mendukung bahwa urutan kelahiran mempengaruhi

    kepribadian individu, dimana ada 151 penelitian yang secara statistik

    menyatakan ada hubungan yang signifikan antara urutan kelahiran dan

    kepribadian. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa karakteristik umum

    dari tiap urutan kelahiran yang diidentifikasi dari 151 penelitian tersebut, yaitu

    anak sulung memiliki IQ yang tertinggi, pencapaian prestasi tertinggi, sedikit

    mengalami masalah akademik, memiliki motivasi tertinggi dan ingin

    mencapai suatu prestasi, menonjol diantara kelompok belajar (seperti

    mahasiswa), dan paling mudah terkena stres. Anak tengah paling sedikit

    memiliki masalah perilaku, ramah, dan paling merasa diabaikan. Dan

    karakteristik umum anak bungsu adalah paling sering terlibat dalam

    penyimpangan kejiwaan jika berasal dari keluarga kecil, empati, dan memiliki

    kecenderungan ke arah kecanduan alkohol.

    Perbedaan kepribadian juga dipengaruhi oleh bagaimana perlakuan orang

    tua terhadap masing-masing anak yang menduduki posisi urutan kelahiran

    tertentu (Yuliana, 2002). Penerimaan dan interaksi orang tua dengan anak

    akan berbeda berdasarkan posisi urutan kelahiran anak (Adkins, 2003). Para

    peneliti (Sutton-Smith & Rosenberg dalam Syed, 2004) juga meyakini bahwa

    para orang tua bertanggungjawab terhadap kepribadian anak-anak mereka

    yang bervariasi.

    15

  • 2. Perlakuan Orang Tua dan Kepribadian berdasarkan Urutan Kelahiran

    a. Anak Sulung

    Anak sulung merupakan anak pertama yang lahir dalam keluarga. Oleh

    karena itu, pengalaman merawat dan mendidik anak belum dimiliki oleh

    kedua orang tuanya. Kekurangan pengetahuan dan pengalaman dari orang tua

    mengakibatkan orang tua cenderung terlalu cemas dan melindungi secara

    berlebihan (Gunarsa, 2003). Hal ini juga menyebabkan anak sulung cenderung

    lebih merasa takut (Eisenman dalam Guastello & Guastello, 2002) dan lebih

    cemas pada situasi yang menimbulkan kecemasan dibandingkan dengan anak

    yang lahir berikutnya (Schacter dalam Guastello & Guastello, 2002).

    Dibandingkan dengan anak tengah dan bungsu, anak sulung lebih

    cenderung mencari teman apabila merasa cemas (Schacter dalam Guastello &

    Guastello, 2002). Penelitian Kushnir (dalam Guastello & Guastello, 2002)

    juga menemukan adanya perbedaan antara urutan kelahiran dalam hal

    keinginan untuk bersosialisasi atau mencari teman, terutama pada anak sulung

    perempuan dibandingkan dengan anak tengah dan bungsu perempuan serta

    hanya muncul pada situasi yang menimbulkan kecemasan terbesar.

    Rothbart mengatakan bahwa orang tua menaruh harapan-harapan yang

    lebih tinggi pada anak-anak yang lahir terlebih dahulu daripada anak-anak

    yang lahir kemudian. Orang tua juga cenderung memberi lebih banyak

    tekanan pada anak sulung untuk berhasil dan bertanggung jawab, serta campur

    tangan dalam kegiatan-kegiatan mereka (Santrock, 2002). Hal ini membuat

    anak sulung tumbuh menjadi anak yang lebih bertanggungjawab dibandingkan

    16

  • anak-anak yang lahir kemudian (Hansson, Chernovetz, dkk; Howarth dalam

    Guastello & Guastello, 2002).

    Penelitian yang dilakukan oleh Lackie pada alumni di kelompok kerja

    perguruan tinggi (dalam Guastello & Guastello, 2002) juga menyebutkan

    bahwa anak sulung baik laki-laki maupun perempuan merasa memiliki rasa

    tanggung jawab yang lebih terhadap keluarga mereka, sebaliknya anak yang

    lahir berikutnya (anak tengah dan anak bungsu) baik laki-laki maupun

    perempuan lebih diidentifikasikan sebagai anak yang masih memiliki sifat

    kekanak-kanakan.

    Anak sulung juga mendapatkan peran sebagai pemimpin ketika adik-

    adiknya lahir. Hal inilah yang membuat anak sulung lebih bertanggungjawab

    (Harris, 2007) dan cenderung bisa solider atau mengalah dibandingkan adik-

    adiknya (Adler dalam Boeree, 2006).

    b. Anak Tengah

    Saroglou & Fiasse (2003) menyatakan bahwa anak tengah diharuskan

    untuk menerima posisi atau peran sebagai yang tua saat berhadapan dengan

    anak bungsu dan sebagai yang muda saat berhadapan dengan anak sulung.

    Selain itu, definisi sosial untuk masing-masing posisi berdasarkan urutan

    kelahiran lebih jelas untuk anak sulung dan bungsu daripada anak tengah.

    Toman (dalam Adkins, 2003) juga menyebutkan anak tengah sering

    merasa ditolak dan merasa kurang penting dibandingkan saudaranya yang

    lebih tua maupun yang lebih muda. Dan dari sejak lahir, perhatian orang tua

    17

  • tidak pernah dimiliki sepenuhnya oleh anak tengah. Hal ini membuat anak

    tengah merasa adanya sikap pilih kasih dari orang tua mereka (Adler dalam

    Adkins, 2003) sehingga anak tengah selalu berusaha untuk menghindari

    konflik, takut ditolak, dan mencoba membina hubungan baik dengan setiap

    orang. Selain itu, anak tengah juga cenderung sangat loyal terhadap

    kelompoknya (Harris, 2007).

    Dalam teorinya, Adler juga menyatakan bahwa anak tengah tidak pernah

    merasa mereka memiliki tempat di dalam keluarga. Hal ini menyebabkan anak

    tengah lebih bisa menguasai diri dan mencoba untuk memecahkan perbedaan-

    perbedaan. Oleh karena itu, anak tengah tumbuh menjadi lebih diplomatis dan

    memiliki kemampuan sosial yang baik (Harris, 2007).

    Namun, anak tengah memiliki kesempatan yang lebih besar untuk

    mengembangkan diri dibandingkan anak sulung (Hurlock, 1990). Anak tengah

    juga memiliki ambisi yang besar dan daya juang yang kuat untuk meraih

    superioritasnya, namun akan cenderung merasa tidak mampu apabila gagal

    dalam persaingan. Adler (dalam Yuliana, 2002) menambahkan bahwa anak

    tengah cenderung untuk mencari-cari alasan berkaitan dengan kegagalannya

    dan selalu membantah perintah orang yang lebih tua untuk menunjukkan

    superioritasnya.

    18

  • c. Anak Bungsu

    Adler (dalam Harris, 2007) menyatakan bahwa anak bungsu merupakan

    anak terakhir yang lahir dalam keluarga dan memanjakan anak bungsu adalah

    perilaku yang umum dari para orang tua. Hal ini menyebabkan anak bungsu

    menjadi tidak bertanggungjawab dan tidak pernah mengembangkan

    kemampuannya untuk mandiri. Oleh karena itu, anak bungsu mungkin tidak

    akan pernah menjadi mandiri sepenuhnya (Adler dalam Adkins, 2003).

    Perilaku orang tua yang cenderung memanjakan anak bungsu membuat anak

    sulung dan anak tengah merasa bahwa anak bungsu lebih disayang oleh orang

    tua mereka (Adkins, 2003).

    Anak bungsu sering terlihat kekanak-kanakan, cepat putus asa, dan bila

    menginginkan sesuatu kemudian tidak tercapai maka akan memberikan reaksi

    yang sifatnya emosional, misalnya cepat menangis, bertingkah laku secara

    berlebihan, dan lain-lain (Gunarsa, 2003).

    Anak bungsu termasuk tipe extrovert, banyak bicara dan emosional,

    popular, dan berempati. Anak bungsu juga lebih kreatif dibandingkan dengan

    anak sulung atau anak tengah (Schiller, 2006).

    C. Individu Dewasa Awal

    1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Awal

    Istilah adult berasal dari kata kerja Latin yang memiliki arti “telah tumbuh

    menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna”. Ini berarti orang dewasa

    merupakan individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap

    19

  • menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa

    lainnya (Hurlock, 1990). Monks (2004) juga berpendapat bahwa kedewasaan

    adalah masa yang dianggap sebagai masa yang sudah mencapai perkembangan

    penuh, sudah selesai perkembangannya.

    Santrock (2002) mengatakan bahwa tanda seseorang telah memasuki masa

    dewasa adalah ketika seseorang mendapatkan pekerjaan. Selain itu, masa

    dewasa awal merupakan masa untuk bekerja dan bercinta serta untuk

    menunjukkan kemandirian ekonomi dan kemandirian seseorang dalam

    membuat sebuah keputusan.

    Menurut Hurlock (1990), masa dewasa awal merupakan periode

    penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan

    sosial baru. Hal inilah yang menjadikan periode ini suatu periode khusus dan

    sulit dari rentang kehidupan seseorang.

    Monks (2004) menyatakan bahwa di Indonesia seorang individu dikatakan

    memasuki tahap dewasa awal apabila ia telah berumur 21 tahun. Sedangkan

    menurut Levinson (dalam Monks, 2004) masa dewasa awal mencakup tiga

    periode, yaitu :

    a. Pengenalan dengan dunia orang dewasa (22-28 tahun)

    Orang mengakui dirinya sendiri serta dunia yang ia masuki dan berusaha

    untuk membentuk struktur kehidupan yang stabil. Orang mencari tempat

    dalam dunia kerja dan hubungan sosial. Pemilihan stuktur hidup ini makin

    menjadi penting di akhir usia 20 tahun.

    20

  • b. Pada usia 28-33 tahun, pilihan stuktur kehidupan menjadi lebih tetap dan

    stabil.

    c. Fase Kemantapan (33-40 tahun)

    Orang dengan keyakinan yang mantap menemukan tempatnya dalam

    masyarakat dan berusaha untuk memajukan karir sebaik-baiknya. Impian

    yang ada dalam fase-fase sebelumnya (17-33 tahun) mulai mencapai

    kenyataan. Usia 40 tahun tercapailah puncak masa dewasa.

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa batasan usia

    dewasa awal adalah usia 21-40 tahun.

    2. Ciri-ciri Dewasa Awal

    Ciri-ciri dewasa awal (Hurlock, 1990) sebagai berikut :

    a. Masa dewasa awal sebagai usia produktif

    Merupakan masa untuk berkeluarga dan memiliki anak. Dengan demikian,

    masa dewasa awal merupakan masa reproduksi.

    b. Masa dewasa awal sebagai masa bermasalah

    Di awal masa dewasa, seorang individu pada umumnya dihadapkan

    dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan penyesuaian diri

    dalam berbagai aspek utama kehidupan orang dewasa, seperti kehidupan

    perkawinan, peran sebagai orang tua, dan karier. Masalah ini menjadi sulit

    karena tidak adanya bantuan karena telah dianggap dewasa.

    21

  • c. Masa dewasa awal sebagai masa ketegangan emosional

    Ketegangan emosional umumnya tampak dalam bentuk keresahan, apabila

    individu merasa tidak mampu mengatasi masalah-masalah utama dalam

    kehidupannya maka individu sering terganggu secara emosional.

    d. Masa dewasa awal sebagai masa keterasingan sosial

    Individu mencurahkan sebagian besar tenaga untuk pekerjaan dan rumah

    tangganya sehingga individu hanya memiliki sedikit waktu untuk

    bersosialisasi. Akibatnya, individu menjadi egosentris dan kesepian.

    e. Masa dewasa awal sebagai masa komitmen

    Individu akan mengalami perubahan tanggungjawab ketika menjadi

    dewasa. Individu harus menentukan pola hidup baru, memikul

    tanggungjawab baru, dan membuat komitmen-komitmen baru.

    f. Masa dewasa awal sebagai masa perubahan nilai

    Perubahan nilai ini disebabkan oleh alasan bahwa untuk diterima dalam

    masyarakat atau kelompok sosial, individu harus menerima nilai-nilai

    yang dianut oleh masyarakat atau kelompok sosial tersebut.

    g. Masa dewasa awal sebagai masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru

    Masa dewasa awal merupakan masa yang paling banyak menghadapi

    perubahan. Gaya hidup baru yang paling menonjol adalah menikah dan

    menjadi orang tua.

    22

  • Ciri-ciri dewasa awal yang telah dijabarkan dapat menjadi petunjuk mengenai

    masalah-masalah apa saja yang mungkin dihadapi oleh individu dewasa awal dan

    dapat diperkirakan apakah masalah yang dihadapi tersebut mudah dikontrol atau

    tidak. Hal ini tentunya akan mempengaruhi penggunaan coping individu dewasa

    awal.

    D. Perbedaan coping stres pada dewasa awal berdasarkan urutan kelahiran

    Individu yang memasuki usia dewasa awal akan menjalani pola-pola

    kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru (Hurlock, 1990) yang

    disesuaikan dengan tuntutan masyarakat. Tugas-tugas perkembangan pada masa

    ini ditentukan oleh masyarakat yaitu menikah, membangun sebuah keluarga,

    mendidik anak, memikul tanggung jawab sebagai warga negara, membuat

    hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan

    (Havighurst dalam Monks, 2004). Individu yang mampu menghadapi berbagai

    tuntutan yang ada tidak akan mengalami permasalahan yang berarti karena

    individu akan merasa diterima dalam masyarakat. Akan tetapi, apabila individu

    tidak mampu menghadapi tuntutan-tuntutan yang ada maka individu akan merasa

    ditolak karena mendapat penilaian yang negatif dari masyarakat. Hal ini tentunya

    dapat membuat individu merasa kesepian, terasing, dan terganggu secara

    emosional (Hurlock, 1990). Oleh karena itu, individu dewasa awal merupakan

    individu yang rawan terhadap stres.

    23

  • Keadaan ini akan dialami sama oleh anak sulung, anak tengah, dan anak

    bungsu yang berusia dewasa awal walaupun urutan kelahiran mereka berbeda. Hal

    yang mungkin akan membedakan adalah cara tiap anak dalam menghadapi

    masalah-masalah yang terkait dengan tugas-tugas perkembangan dewasa awal.

    Perbedaan ini diasumsikan karena adanya perbedaan kepribadian yang berkaitan

    dengan urutan kelahiran yang melekat pada masing-masing anak.

    Sulloway (dalam Harris, 2007) meyakini bahwa urutan kelahiran memainkan

    peranan penting dalam pembentukan kepribadian seseorang dimana urutan

    kelahiran mempengaruhi lima sifat kepribadian yang utama yaitu kecemasan,

    keterbukaan, sikap berterus terang, keramah-tamahan, dan sikap berhati-hati;

    namun tidak bisa ditentukan urutan kelahiran mana yang terbaik. Selain itu,

    perbedaan perlakuan orang tua terhadap masing-masing anak dalam posisi urutan

    kelahiran tertentu ikut mempengaruhi terbentuknya perbedaan kepribadian pada

    masing-masing anak (Yuliana, 2002). Hal ini didukung juga oleh Sutton-

    Smith&Rosenberg (dalam Syed, 2004) yang menyebutkan bahwa banyak peneliti

    meyakini para orang tua bertanggungjawab terhadap kepribadian anak-anak

    mereka yang bervariasi.

    Anak sulung merupakan anak pertama yang lahir dalam keluarga.

    Pengetahuan dan pengalaman yang kurang dari orang tua membuat orang tua

    cenderung terlalu cemas dan melindungi secara berlebihan (dalam Gunarsa,

    2003); namun dengan adanya kehadiran seorang adik, anak sulung merasa bahwa

    ia tidak disayang lagi. Hal ini membuat anak sulung untuk selalu berhati-hati

    dalam bertindak dan mulai berperan sebagai pemimpin atas adik-adiknya.

    24

  • Anak sulung juga tumbuh menjadi individu yang bekerja keras, bertanggung

    jawab, serta memiliki keyakinan terhadap potensi diri mereka. Anak sulung selalu

    fokus pada sasaran permasalahan, membuat perencanaan berdasarkan pengamatan

    yang sangat cermat, percaya pada pertimbangan rasional pikirannya.

    Saat memasuki usia dewasa awal, anak sulung tidak hanya mendapat tuntutan

    dari keluarga, seperti yang dikemukakan oleh Rothbart (dalam Santrock, 2002)

    bahwa orang tua menaruh harapan-harapan yang lebih tinggi pada anak-anak yang

    lahir terlebih dahulu, tetapi juga mendapat tuntutan dari masyarakat dimana

    sebagai anak tertua dalam keluarga harus sudah memiliki pekerjaan dan

    berkeluarga, serta bisa menjadi panutan bagi saudara yang lain.

    Sedangkan anak tengah cenderung merasa terabaikan dalam keluarga karena

    orang tua tidak pernah memberikan perhatian sepenuhnya kepada mereka. Oleh

    karena itu, anak tengah cenderung tumbuh menjadi individu yang berusaha

    menunjukkan superioritas, berpikir dan bertindak realistis, belajar untuk

    bernegosiasi dan berkompromi serta selalu berusaha menghindari konflik.

    Seperti halnya anak sulung, anak tengah juga mengalami masalah yang

    cenderung sama di usia dewasa awal. Anak tengah dewasa awal juga dihadapkan

    pada tuntutan orang tua dan tuntutan masyarakat yang menjadi tugas

    perkembangan pada dewasa awal yaitu berkeluarga, memiliki pekerjaan, dan lain

    sebagainya.

    Anak bungsu dewasa awal pun akan menghadapi tuntutan yang sama seperti

    halnya dengan anak sulung dan anak tengah; namun berbeda dengan anak sulung

    dan anak tengah, anak bungsu cenderung bersifat manja dan kekanak-kanakan

    25

  • karena selalu mendapat perhatian dari orang tua maupun kakak-kakaknya. Hal ini

    juga dikarenakan orang tua yang selalu memanjakan anak bungsu (Adkins, 2003).

    Akan tetapi, anak bungsu tidak takut untuk berbuat salah dan berani mengambil

    resiko. Mereka termasuk orang yang ramah dan mudah akrab dengan orang lain.

    Anak bungsu juga cepat merasa bosan dan sangat takut tidak diterima dalam suatu

    lingkungan. Selain itu, anak bungsu lebih bersikap cuek dan tidak mau mengurusi

    hal-hal kecil serta lebih emosional.

    Tuntutan-tuntutan yang dialami oleh anak sulung, tengah dan bungsu dewasa

    awal apabila tidak mampu diatasi tentunya dapat membuat mereka stres sehingga

    anak sulung, tengah dan bungsu dewasa awal akan mencoba untuk menyesuaikan

    diri dengan situasi yang ada untuk mengatasi stres yang dialami. Penyesuaian diri

    ini bisa dilakukan dengan coping, yaitu suatu proses dimana individu berusaha

    untuk mengontrol adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dengan sumberdaya-

    sumberdaya yang dimilikinya dalam situasi stres (Sarafino, 1990). Coping stres

    ini selanjutnya akan diwujudkan dalam bentuk strategi coping yang mengarah

    pada usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan individu untuk mengatasi

    tuntutan internal maupun eksternal dan konflik-konflik yang muncul dalam situasi

    stres (Taylor, 1998). Usaha-usaha tersebut diharapkan dapat membantu anak

    sulung, tengah dan bungsu dewasa awal untuk mengatasi, mengurangi atau

    menurunkan efek negatif dari situasi stres yang dialami.

    Ada dua bentuk coping yang cenderung digunakan oleh individu untuk

    mengatasi stres (Folkman & Lazarus dalam Sarafino, 1990) yaitu problem-

    focused coping dan emotion-focused coping. Beberapa penelitian (dalam Sarafino,

    26

  • 1990) menyebutkan bahwa individu cenderung akan menggunakan kombinasi dari

    kedua bentuk coping untuk menghadapi situasi stressful.

    Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, maka dapat diasumsikan bahwa anak

    sulung dewasa awal akan cenderung menggunakan problem-focused coping

    dibandingkan anak tengah dan bungsu. Selain itu, anak bungsu dewasa awal akan

    lebih cenderung menggunakan emotion-focused coping dibandingkan anak sulung

    dan tengah.

    Selain kepribadian, banyak disebut para ahli bahwa faktor penting lain yang

    juga berpengaruh pada coping individu adalah persepsi subyek terhadap

    masalahnya (seberapa mampu subyek merasa masalah tersebut dapat dikontrol).

    Cara individu mempersepsi, menilai, mengevaluasi, dan beraksi terhadap stimulus

    lingkungannya sangat dipengaruhi oleh kepribadiannya. Individu dengan ciri-ciri

    kepribadian tertentu cenderung akan menunjukkan pola coping yang berbeda-

    beda.

    27

  • Bagan 2. Coping stres pada Dewasa Awalberdasarkan Urutan Kelahiran dalam Keluarga

    ANAK SULUNG

    Kurang pengetahuan danpengalaman sehingga terlalucemas dan terlalu melindungi

    Menaruh harapan yang lebihtinggi dan memberi lebihbanyak tekanan untuk berhasildan bertanggungjawab

    Perhatian yang mulai terbagisaat kelahiran anak berikutnya

    Berhati-hati dalambertindak

    Fokus pada sasaranpermasalahan

    Membuatperencanaan denganpengamatan yangcermat

    Percaya padapertimbangan rasionalpikirannya

    Dll.

    Sering menyalahkandiri sendiri

    Belajar bernegosiasidan berkompromi

    Bertindak danberpikir realistis

    Merasa diri tidakmampu apabila gagalmelakukan sesuatu

    Sangat loyal terhadapkelompok

    Dll.

    Ekstrovert Kekanak-kanakan Ramah dan mudah

    bergaul Berani mengambil

    resiko Cenderung bereaksi

    secara emosional Impulsif Tidak mau mengurusi

    hal-hal kecil Dll.

    Coping :Lebih cenderung

    menggunakan Problem-focused coping

    Coping :Problem-focused copingmaupun emotion-focused

    coping

    Coping :Lebih cenderung

    menggunakan Emotion-focused coping

    Perlakuan Orang Tua

    ANAK TENGAH

    Tidak pernahmemberikanperhatiankhusus karenaperhatian selaluterbagi untukanak-anak yanglain

    ANAK BUNGSU

    Cenderungmemberikanperhatian khususkarenamerupakan anakterakhir, dimanasering dikatakanterlalumemanjakan

    28

  • E. Hipotesis

    Hipotesis mayor dari penelitian ini adalah ada perbedaan coping stres antara

    anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu dewasa awal.

    Hipotesis minor dari penelitian ini, antara lain :

    - Ada perbedaan problem-focused coping antara anak sulung, tengah, dan

    bungsu dewasa awal.

    PFC Anak Sulung > Anak Tengah > Anak Bungsu

    - Ada perbedaan emotion-focused coping antara anak sulung, tengah, dan

    bungsu dewasa awal.

    EFC Anak Sulung < Anak Tengah < Anak Bungsu

    29

  • BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji

    perbedaan yang bertujuan untuk melihat perbedaan dua atau lebih jenis sampel

    penelitian dengan cara membandingkan coping stres antara anak sulung, anak

    tengah, dan anak bungsu dewasa awal.

    B. Identifikasi Variabel Penelitian

    Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu :

    1. Variabel Tergantung : coping stres

    a. Problem-focused coping (PFC)

    b. Emotion-focused coping (EFC)

    2. Variabel Bebas : urutan kelahiran

    3. Kovariabel : kontrol terhadap stres

    C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

    1. Coping stres

    Coping stres merupakan suatu bentuk usaha yang spesifik, baik pikiran

    maupun perilaku yang dilakukan individu untuk mengurangi atau

    menghilangkan stres yang berasal dari tuntutan internal maupun eksternal

    30

  • dengan menggunakan sumber daya yang ada baik dari dalam diri individu itu

    sendiri maupun dari lingkungan.

    a. PFC

    Problem-focused coping merupakan bentuk coping yang berorientasi pada

    masalah, dimana individu berusaha untuk memodifikasi sumber stres

    dengan menghadapi situasi sebenarnya.

    b. EFC

    Emotion-focused coping merupakan bentuk coping yang berorientasi pada

    emosi, dimana individu berusaha mengendalikan penyebab stres yang

    berhubungan dengan emosi.

    Skala coping akan digunakan sebagai alat ukur, namun akan dipisahkan ke

    dalam dua bagian. Bagian pertama dalam skala coping akan mengungkap PFC,

    sedangkan bagian kedua mengungkap EFC.

    2. Urutan Kelahiran

    Urutan kelahiran merupakan posisi seorang anak diantara saudara

    sekandung di dalam keluarganya, seperti anak sulung, anak tengah, dan anak

    bungsu.

    Untuk mendapatkan keterangan mengenai urutan kelahiran subyek pada

    skala coping terdapat bagian identitas yang meminta subjek untuk memilih

    urutan kelahirannya dalam keluarga (anak sulung/ anak tengah/ anak bungsu).

    Selain itu, subyek juga diminta untuk menuliskan usia, jenis kelamin, dan

    tingkat pendidikan.

    31

  • 3. Kontrol terhadap Stres

    Dalam penelitian ini, kontrol terhadap stres merupakan kovariabel.

    Kovariabel adalah variabel bebas bukan kategori melainkan berupa variabel

    berskala interval yang harus memiliki hubungan linear dengan variabel

    tergantung (Azwar, 2003).

    Kontrol terhadap stres diartikan sebagai tanggapan atau penilaian subyek

    tentang seberapa mampu subyek dapat mengontrol masalahnya dan untuk

    mendapatkan keterangan mengenai tanggapan subyek terhadap masalahnya

    maka sebelum memilih pernyataan yang ada subyek diminta untuk

    menuliskan terlebih dahulu masalah apa yang sedang dihadapi subyek dalam

    jangka waktu tertentu kemudian subyek diminta untuk memberikan skor pada

    setiap masalah yang telah dituliskan tersebut. Semakin tinggi skor yang

    diberikan subyek terhadap masalahnya maka menurut subyek semakin sulit

    pula masalah tersebut dikontrol.

    D. Subyek Penelitian

    Subyek dalam penelitian ini adalah anak sulung, anak tengah, dan anak

    bungsu dewasa awal dengan batasan sebagai berikut :

    1. Usia antara 22 tahun sampai dengan 28 tahun

    Individu dewasa awal adalah individu yang berusia antara 21 sampai 40 tahun.

    Namun, jarak usia yang cukup jauh akan membedakan individu dalam

    merespon tekanan. Oleh karena itu, peneliti memilih subyek yang berusia

    antara 22 sampai dengan 28 tahun didasarkan pada pertimbangan akan adanya

    32

  • perkembangan usia subyek, dimana pada rentang usia ini subyek juga baru

    mengenal dunia orang dewasa. Selain itu, pada usia ini kepribadian individu

    lebih stabil.

    2. Jumlah saudara dalam keluarga

    Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada subyek yang memiliki tiga saudara.

    3. Pendidikan subyek minimal SMU

    Pengambilan sample dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive

    sampling, yaitu dengan memilih sekelompok subyek berdasarkan cirri-ciri atau sifat-

    sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau

    sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2007).

    E. Prosedur Penelitian

    Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini, antara lain :

    1. Membuat skala coping berdasarkan blue print

    2. Melakukan uji coba atau try out skala coping yang telah dibuat

    3. Melakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap skala coping yang

    telah diujicobakan

    4. Memilih item-item yang layak

    5. Melakukan analisis data menggunakan ANAKOVA (Analisis Kovarians)

    6. Membuat pembahasan dan kesimpulan dari data yang didapatkan sebagai hasil

    penelitian

    33

  • F. Metode dan Alat Pengumpul Data

    1. Skala Coping

    Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

    adalah skala yang dibagikan langsung pada subyek penelitian untuk diisi.

    Skala merupakan kumpulan pernyataan yang disusun berkaitan dengan objek

    yang hendak diungkap dari diri subjek dan subjek diminta untuk memberikan

    jawaban terhadap pernyataan tersebut.

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala coping yang disusun

    sendiri oleh peneliti dan didasarkan tujuh aspek coping yang diajukan oleh

    Aldwin & Revenson (1987), dimana tiga aspek termasuk dalam PFC dan

    empat aspek lainnya termasuk dalam EFC.

    Tiga aspek yang termasuk dalam PFC adalah sebagai berikut :

    a. Cautiousness atau kehati-hatian meliputi 5 hal, yaitu :

    1) Berhati-hati dalam membuat keputusan

    2) Menganalisa permasalahan yang sedang dihadapi

    3) Tidak mudah emosional

    4) Berkonsentrasi pada apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan

    masalah

    b. Instrumental Action atau aksi instrumental meliputi 3 hal, yaitu :

    1) Selalu membuat perencanaan sebelum melakukan sesuatu

    2) Memperhitungkan waktu dan kemampuan yang dibutuhkan untuk

    menyelesaikan masalah

    3) Mencari informasi untuk pemecahan masalah

    34

  • c. Negotiation atau negosiasi meliputi 2 hal, yaitu :

    1) Bisa berkompromi dengan orang-orang yang menjadi sumber masalah

    2) Mau meminta pendapat dan mencari bantuan orang lain bila ada

    masalah

    Sedangkan empat aspek lainnya termasuk dalam EFC, antara lain:

    a. Escapism atau pelarian dari masalah meliputi 3 hal, yaitu :

    1) Berkhayal jika menghadapi masalah yang sulit

    2) Menghindari masalah

    3) Melakukan pelarian diri dari masalah dengan cara merokok, minum-

    minum serta makan yang berlebihan

    b. Minimization atau pengurangan beban masalah meliputi 2 hal, yaitu :

    1) Menganggap seolah-seolah tidak ada masalah

    2) Tidak mau tahu terhadap permasalahan yang dihadapi

    c. Self Blame atau menyalahkan diri sendiri meliputi 3 hal, yaitu :

    1) Menghukum dan menyalahkan diri sendiri

    2) Terlalu menyesali apa yang telah terjadi dengan dirinya

    3) Menganggap diri adalah orang yang paling bodoh atau paling malang

    d. Seeking Meaning atau pencarian makna meliputi 3 hal, yaitu :

    1) Mencari makna kegagalan yang dialami

    2) Mampu mencoba untuk menemukan jawaban dari masalah yang

    sedang dihadapi melalui cara kepercayaan yang dianut, seperti berdoa

    3) Bisa menemukan kesalahan yang dilakukan

    35

  • Skala coping ini terdiri dari tiga bagian yakni bagian identitas, bagian

    pertanyaan dan bagian pernyataan. Bagian identitas berguna untuk mendapatkan

    keterangan mengenai diri subyek, bagian pertanyaan berguna untuk mengetahui

    sejauh mana subyek mampu mengontrol masalahnya, sedangkan bagian

    pernyataan dimaksudkan untuk mengungkap coping yang biasanya digunakan

    oleh subyek dalam menghadapi masalahnya.

    Skala coping ini memiliki enam kategori jawaban yang didasarkan pada

    metode Summated Rating dari Likert, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Agak

    Sesuai (AS), Agak Tidak Sesuai (ATS), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak

    Sesuai (STS). Alternatif jawaban yang dibuat dalam enam kategori ini

    dimaksudkan untuk menghindari kecenderungan subjek menjawab pernyataan

    dengan jawaban netral atau ragu-ragu.

    Pernyataan-pernyataan yang akan digunakan dalam skala dituangkan dalam

    bentuk item yang favorable dan unfavorable. Item-item favorabel adalah item-item

    yang isinya mendukung atau menunjukkan ciri adanya atribut yang diukur. Item-

    item unfavorable merupakan item-item yang isinya tidak mendukung atau tidak

    menunjukkan ciri atribut yang diukur.

    Berdasarkan tujuh aspek yang diuraikan di atas disusun 36 item untuk PFC

    dan 48 item untuk EFC seperti yang dijabarkan dalam blue-print berikut.

    36

  • Tabel 3.1

    Distribusi Item Skala Coping untuk PFC

    ItemAspek

    Favorable UnfavorableJumlah

    Cautiousness atau kehati-hatian 1,8,9,16,20,29 4,11,17,25,26,33 12

    Instrumental Action atau aksi

    instrumental2,5,13,14,28,32 10,18,22,30,31,34 12

    Negotiation atau negosiasi 3,7,15,21,27,35 6,12,19,23,24,36 12

    Total 18 18 36

    Tabel 3.2

    Distribusi Item Skala Coping untuk EFC

    ItemAspek

    Favorable UnfavorableJumlah

    Escapism atau pelarian dari

    masalah6,13,21,25,26,44 2,8,16,29,30,45 12

    Minimization atau pengurangan

    beban masalah4,12,19,31,35,48 9,17,24,36,38,41 12

    Self Blame atau menyalahkan

    diri sendiri1,14,15,27,32,39 7,20,23,34,42,46 12

    Seeking Meaning atau pencarian

    makna5,10,11,22,33,40 3,18,28,37,43,47 12

    Total 24 24 48

    37

  • 2. Pemberian Skor

    Pemberian skor dalam skala ini adalah skor untuk item yang favorable

    bergerak dari 6 sampai 1, yaitu dari Sangat Sesuai sampai dengan Sangat

    Tidak Sesuai. Dan untuk item yang unfavorable, skor akan bergerak dari 1

    sampai 6, yaitu dari Sangat Sesuai sampai dengan Sangat Tidak Sesuai. Untuk

    lebih jelasnya, dapat kita lihat pada tabel berikut.

    Tabel 3.3

    Skor Jawaban Skala

    Pernyataan atau ItemAlternatif Jawaban

    Favorable Unfavorable

    Sangat Sesuai 6 1

    Sesuai 5 2

    Agak Sesuai 4 3

    Agak Tidak Sesuai 3 4

    Tidak Sesuai 2 5

    Sangat Tidak Sesuai 1 6

    Pemberian skor pun dilakukan pada dua bagian dalam skala. Skor pada item-

    item yang termasuk pada bagian PFC akan dijumlahkan sehingga menjadi skor

    total. Dan semakin tinggi skor yang diperoleh subjek menunjukkan bahwa subjek

    cenderung lebih tinggi dalam menggunakan PFC. Sebaliknya, semakin rendah

    skor yang diperoleh subjek, menunjukkan bahwa subjek cenderung lebih rendah

    dalam menggunakan PFC untuk mengatasi masalah.

    38

  • Demikian juga untuk bagian EFC, skor pada item-item yang termasuk bagian

    EFC akan dijumlahkan sehingga menjadi skor total. Semakin tinggi skor yang

    diperoleh subjek menunjukkan bahwa subjek cenderung lebih tinggi dalam

    menggunakan EFC. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek,

    menunjukkan bahwa subjek cenderung lebih rendah dalam menggunakan EFC

    untuk mengatasi masalah.

    G. Estimasi Validitas, Seleksi Item dan Reliabilitas

    1. Estimasi Validitas

    Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan suatu skala dalam

    menjalankan fungsi ukurnya. Hal ini juga dapat diartikan sejauh mana suatu alat

    ukur atau skala mampu mengukur atribut yang memang hendak diukur. Suatu alat

    ukur atau skala dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila

    menghasilkan eror pengukuran yang kecil (Azwar, 2004).

    Pada penelitian ini, pengukuran validitas alat ukur atau skala dilakukan

    dengan menggunakan validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang

    diestimasi melalui pengujian terhadap isi skala dengan analisis rasional atau

    professional judgement (Azwar, 2004). Pada penelitian ini, professional

    judgement dilakukan oleh orang yang sudah ahli dalam bidangnya, yaitu dosen

    pembimbing.

    39

  • 2. Seleksi Item

    Prosedur seleksi item didasarkan pada data empiris yaitu data hasil uji coba

    item pada kelompok subjek yang karakteristiknya setara dengan subjek yang

    hendak dikenai skala. Kualitas item diukur dengan analisis butir menggunakan

    parameter daya beda atau daya diskriminasi item, yaitu sejauh mana item mampu

    untuk membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut

    yang diukur dengan individu yang tidak memiliki atribut yang diukur. Item yang

    memiliki daya beda tinggi adalah item yang mampu membedakan mana subjek

    yang bersikap positif dan mana subjek yang bersikap negatif (Azwar, 2004).

    Pengujian daya diskriminasi item dilakukan dengan komputasi koefisien

    korelasi antara distribusi skor pada setiap item dengan distribusi skor total sebagai

    kriteria. Komputasi koefisien korelasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi

    item total (rix) yang dikenal dengan indeks daya beda item. Semakin baik daya

    diskriminasi sebuah item, maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka

    1,00.

    Item dalam skala coping berjumlah 84 item yang terbagi atas 36 item untuk

    mengungkap PFC dan 48 item yang mengungkap EFC, dengan jumlah subyek

    sebanyak 222 orang tetapi hanya 192 orang yang memenuhi syarat untuk

    dijadikan subyek penelitian. Setelah melakukan uji reliabilitas dan melihat

    korelasi item total terhadap EFC, aspek seeking meaning menjadi terpisah dari

    EFC (lihat hal. 43). Dengan demikian, analisis item pun dilakukan tiga kali yaitu

    pada PFC, EFC, dan seeking meaning.

    40

  • Pemilihan item dilakukan dengan menyeleksi seluruh item pada masing-

    masing bagian (PFC, EFC, dan seeking meaning), dimana dipilih item-item yang

    memiliki daya diskriminasi > 0.25 dan apabila < 0.25 maka item dianggap gugur.

    Berdasarkan analisis item pada PFC, terdapat korelasi item total berkisar antara

    0.251-0.602 dimana dari 36 item terdapat 10 item yang gugur sehingga ada 26

    item yang dinyatakan valid. Pada EFC juga dilakukan analisis yang sama dan

    didapatkan korelasi item total berkisar antara 0.259-0.603, dimana dari 36 item

    yang dianalisis terdapat 14 item yang gugur sehingga ada 22 item yang dinyatakan

    valid. Sedangkan untuk seeking meaning, setelah dilakukan analisis terdapat

    korelasi item total berkisar antara 0.318-0.586 dan 10 item yang dinyatakan valid

    dari 12 item yang ada. Berikut ini disertakan tabel spesifikasi skala coping setelah

    uji coba.

    Tabel 3.4

    Distribusi Item Skala Coping untuk PFC Setelah Uji Coba

    Aspek PFC Nomor Item Koefisien rixJumlah

    ItemF 1, 8, 9, 16, 20, 29 .511 .334 .594 .389 .537

    .4446

    Cautiousness atau

    kehati-hatian

    UF 4, 25, 26, 33 .310 .513 .422 .422 4

    F 2, 5, 13, 28 .434 .441 .602 .362 4Instrumental

    Action atau aksi

    instrumental

    UF 22, 30, 31, 34 .301 .316 .480 .5014

    F 3, 7, 15, 27, 35 .302 .346 .336 .306 .399 5Negotiation atau

    negosiasi UF 12, 23, 36 .370 .337 .251 3

    26

    41

  • Tabel 3.5

    Distribusi Item Skala Coping untuk EFC Setelah Uji Coba

    Aspek EFC Nomor Item Koefisien rix Jumlah ItemF 6, 25, 26 .500 .303 .489 3Escapism atau

    pelarian dari

    masalah

    UF 2, 8, 16, 29, 30 .379 .309 .378 .386

    .4195

    F 4, 31 .271 .383 2Minimization atau

    pengurangan beban

    masalah

    UF 17, 24, 36 38 .399 .603 .352 .420 4

    F 1, 14, 15, 32 .325 .348 .266 .390 4Self Blame atau

    menyalahkan diri

    sendiri

    UF 7, 20, 23, 42 .513 .290 .259 .3014

    22

    Tabel 3.6

    Distribusi Item untuk Seeking Meaning Setelah Uji Coba

    Nomor Item Koefisien rix Jumlah Item5, 10, 11, 18, 22, 28, 33,

    37, 40, 47

    .435 .451 .388 .534 .585 .332 .280

    .575 .607 .50010

    3. Estimasi Reliabilitas

    Reliabilitas diartikan sebagai konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang

    mengandung makna kecermatan pengukuran. Realibilitas dinyatakan oleh

    koefisien realibilitas dengan rentang angka antara 0 sampai dengan 1,00. Semakin

    tinggi koefisien realibilitas (semakin mendekati 1,00) maka semakin tinggi pula

    realibilitasnya. Sebaliknya, apabila koefisien realibilitas mendekati 0 maka

    realibilitasnya semakin rendah (Azwar, 2004). Dan pada penelitian ini, peneliti

    menguji realibilitas dengan menggunakan koefisien realibilitas Alpha Cronbach.

    42

  • Perhitungan estimasi reliabilitas alpha dalam penelitian ini menggunakan

    SPSS versi 12.0 for Windows dan diperoleh koefisien reliabilitas alpha sebagai

    berikut :

    a) PFC sebesar 0.854 dari 26 item.

    b) EFC (dengan seeking meaning) sebesar 0.449 dengan 48 item.

    Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa reliabilitas EFC rendah

    dan semua item (12 item) yang mengungkap seeking meaning gugur. Oleh

    karena itu, seeking meaning diuji secara terpisah dari EFC.

    Setelah seeking meaning dipisahkan dari EFC, reliabilitasnya menjadi

    lebih baik, yaitu 0.807 dengan 22 item.

    c) Seeking meaning sebesar 0.783 dari 10 item.

    H. Metode Analisis Data

    Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

    ANAKOVA dengan bantuan SPSS versi 12.0 for Windows. Metode ini digunakan

    untuk menguji signifikansi perbedaan antar Mean lebih dari dua kelompok

    berlainan yang terbentuk akibat penggunaan beberapa treatment levels (perlakuan

    yang berbeda) pada satu variabel bebas, dengan mengontrol efek dari satu atau

    lebih variabel yang tidak terkontrol (kovariabel). Hasil dari ANAKOVA ini akan

    mengindikasikan ada atau tidaknya perbedaan coping stres pada dewasa dini

    berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga.

    43

  • BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Pelaksanaan Penelitian

    Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2008 di

    daerah Yogyakarta dan beberapa di luar Yogyakarta. Dalam pengambilan data,

    peneliti menyebarkan skala kepada siapa saja yang berumur antara 22-28 tahun

    baik yang berada di lingkungan kampus maupun di luar kampus terutama yang

    tiga bersaudara dalam keluarga. Oleh karena itu, peneliti menanyakan urutan

    kelahiran dan umur subyek terlebih dahulu sebelum memberikan skala penelitian

    kepada subyek yang peneliti temui. Selain mencari sendiri subyek penelitian,

    peneliti juga meminta bantuan beberapa teman untuk menyebarkan skala,

    sedangkan untuk di luar Yogyakarta peneliti mengirimkan skala penelitian lewat

    email.

    Subyek penelitian ternyata tidak mudah didapatkan karena adanya pembatasan

    karakteristik subyek tetapi akhirnya setelah dibantu oleh teman-teman, peneliti

    berhasil menyebarkan skala penelitian kepada 222 orang.

    Informasi mengenai karakteristik subyek diperoleh pada bagian identitas yang

    terdapat dalam skala yang disebarkan oleh peneliti. Dalam skala tersebut terdapat

    beberapa hal yang harus diisi oleh subyek berkaitan dengan karakteristik subyek

    penelitian, diantaranya adalah urutan kelahiran, jenis kelamin, usia dan tingkat

    pendidikan.

    44

  • B. Deskripsi Subyek Penelitian

    Peneliti mendapatkan 222 orang yang berusia antara 22-28 tahun, namun yang

    memenuhi syarat untuk dijadikan subyek penelitian (tiga bersaudara dalam

    keluarga) hanya 192 orang dimana 99 orang diantaranya laki-laki dan perempuan

    93 orang yang terdiri atas :

    1. Anak sulung sebanyak 65 orang

    2. Anak tengah sebanyak 65 orang

    3. Anak bungsu 62 orang

    Selain data mengenai urutan kelahiran, peneliti juga mengumpulkan data

    mengenai tingkat pendidikan dan gambaran masalah-masalah yang dihadapi oleh

    subyek. Data ini juga diperlukan karena tingkat pendidikan dan masalah apa yang

    dihadapi subyek ikut mempengaruhi coping individu.

    Data mengenai tingkat pendidikan subyek dapat dilihat pada tabel berikut.

    Frequency PercentCumulative

    Percent

    SMU 113 58.9 58.9

    D3 7 3.6 62.5

    S1 70 36.5 99.0

    S2 2 1.0 100.0

    Total 192 100.0

    Berdasarkan data di atas, dapat terlihat bahwa mayoritas pendidikan terakhir

    subyek adalah SMU. Dengan kata lain, mayoritas subyek dalam penelitian ini

    masih berstatus mahasiswa.

    45

  • Data mengenai gambaran masalah-masalah yang pada umumnya dihadapi

    oleh subyek dapat dilihat pada tabel berikut.

    Jenis Masalah Frequency PercentCumulative

    Percent

    Kuliah/Skripsi/Tugas 58 30.2 30.2

    Pekerjaan/ sulit mencari pekerjaan 31 16.1 55.2

    Hubungan dengan orang lain(sahabat, rekan kerja)

    22 11.5 69.8

    Keuangan 21 10.9 80.7

    Keluarga (orang tua, saudara) 17 8.9 89.6

    Hubungan dengan pacar/ mencaripasangan hidup

    17 8.9 39.1

    Masalah dalam diri sendiri 14 7.3 99.0

    Membagi waktu 6 3.1 58.3

    Kehilangan (orang terdekat, benda) 3 1.6 91.1

    Persiapan pernikahan 2 1.0 100.0

    Kesehatan 1 .5 91.7

    Total 192 100.0

    Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa masalah yang banyak

    dihadapi oleh subyek adalah berkaitan dengan perkuliahan, diantaranya masalah

    skripsi dan tugas-tugas kuliah. Data ini sebanding juga dengan data mengenai

    tingkat pendidikan subyek dimana pendidikan terakhir mayoritas subyek adalah

    SMU.

    46

  • Selain masalah perkuliahan, subyek dalam penelitian ini juga cenderung

    menghadapi masalah-masalah seperti sulitnya mencari pekerjaan atau masalah

    pekerjaan bagi yang sudah bekerja, masalah dalam berhubungan dengan orang

    lain seperti sahabat atau rekan kerja, masalah keuangan, masalah dalam keluarga

    baik dengan orang tua maupun saudara, hubungan dengan pacar atau sedang

    mencari pasangan hidup, masalah dalam diri sendiri, masalah kesehatan, membagi

    waktu, kehilangan orang terdekat maupun benda berharga dan masalah persiapan

    pernikahan.

    C. Hasil Penelitian

    1. Uji Korelasi pada Kontrol Stres

    Sebelum melakukan uji hipotesis, uji korelasi ini perlu dilakukan untuk

    mengetahui apakah ada hubungan antara kontrol stres dengan PFC, EFC, dan

    seeking meaning karena syarat sebuah variabel menjadi kovariabel adalah

    harus memiliki hubungan dengan variabel dependent-nya. Apabila hasil

    analisis menunjukkan ada hubungan yang signifikan maka uji hipotesis

    dengan ANAKOVA dapat dilakukan, namun apabila menunjukkan hubungan

    yang tidak signifikan maka ANAVA satu jalur lebih tepat digunakan untuk uji

    hipotesis dalam penelitian ini. Metode yang digunakan dalam uji korelasi ini

    adalah Pearson Product-Moment.

    47

  • Tabel 4.1

    Hasil Uji Korelasi pada Kontrol Stres

    NPearson

    CorrelationSig. (2-tailed)

    PFC 192 -.175 .015

    EFC 192 .182 .012

    Seeking meaning 192 -.071 .327

    Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat bahwa :

    a. Ada hubungan negatif yang signifikan antara kontrol stres dengan PFC.

    Hasil analisis menunjukkan korelasi Pearson sebesar -.175 dengan p

    sebesar .015 (p

  • metode, yaitu ANAKOVA untuk PFC & EFC dan ANAVA satu jalur untuk

    seeking meaning.

    2. Uji Beda pada Kelompok Gender

    Selain uji korelasi, peneliti juga melakukan uji beda pada kelompok

    gender terhadap PFC, EFC, dan seeking meaning. Hal ini dilakukan untuk

    melihat apakah ada atau tidak perbedaan coping stres antara laki-laki dan

    perempuan, apabila ada perbedaan maka penelitian ini akan terdiri dari dua

    kelompok yaitu kelompok gender dan kelompok berdasarkan urutan kelahiran.

    Namun, apabila tidak ada maka dalam penelitian ini kelompok gender dapat

    dihilangkan. Dengan kata lain, hanya ada satu kelompok sample yaitu

    berdasarkan urutan kelahiran (anak sulung, tengah, dan bungsu). Uji beda ini

    dilakukan dengan menggunakan Independent Sample t-Test.

    a. PFC

    Tabel 4.2

    Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada PFC

    JenisKelamin

    N Mean SD df t p

    Laki-laki 99 114.65 14.482 190 -.527 .599PFC

    Perempuan 93 115.67 12.159 187.684 -.530 .597

    Dari tabel 4.2, dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan problem-focused

    coping antara laki-laki dan perempuan secara signifikan, dimana terlihat p

    sebesar .599 untuk laki-laki dan .597 untuk perempuan (p>0.05).

    49

  • b. EFC

    Tabel 4.3

    Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada EFC

    JenisKelamin

    N Mean SD df t p

    Laki-laki 99 52.23 11.207 190 -.873 .384EFC

    Perempuan 93 53.63 11.034 189.575 -.873 .384

    Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan emotion-

    focused coping antara laki-laki dan perempuan secara signifikan, dimana

    terlihat p sebesar .384 baik untuk laki-laki maupun perempuan (p>0.05).

    c. Seeking Meaning

    Tabel 4.4

    Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada Seeking Meaning

    JenisKelamin

    N Mean SD df t p

    Laki-laki 99 48.14 6.101 190 -1.206 .229seekingmeaning

    Perempuan 93 49.15 5.451 189.533 -1.210 .228

    Dari tabel 4.4, dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan seeking meaning

    antara laki-laki dan perempuan secara signifikan, dimana terlihat p sebesar

    .229 untuk laki-laki dan .228 untuk perempuan (p>0.05).

    Berdasarkan hasil uji beda terhadap kelompok gender di atas, dapat dilihat

    bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan

    baik terhadap PFC, EFC maupun seeking meaning. Oleh karena itu, kelompok

    gender dapat dihilangkan. Dengan kata lain, hanya ada satu kelompok sample

    50

  • dalam penelitian ini yaitu berdasarkan urutan kelahiran (anak sulung, anak

    tengah, dan anak bungsu).

    3. Deskripsi Data Penelitian

    Skala coping dalam penelitian ini terdiri atas PFC 26 item dan EFC 22

    item dimana saat seleksi item aspek seeking meaning menjadi terpisah dari

    EFC. Dengan demikian, perhitungannya juga dipisah dan seeking meaning

    memiliki item sebanyak 10 item.

    Perhitungan kategorisasi dilakukan pada PFC, EFC, dan seeking meaning

    secara terpisah dengan membandingkan mean hipotetik dengan mean empiris.

    Perhitungan ini dilakukan menggunakan One Sample t-Test dengan bantuan

    program SPSS 12.0 for Windows.

    a. PFC

    Tabel 4.5

    Ringkasan Tabel Data Penelitian PFC

    N MeanStd.

    Deviatio