profil peresepan antihipertensi

35
Profil Peresepan Antihipertensi di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina Jaya Periode JanuariMaret 2014 Karya Tulis Ilmiah Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya Kesehatan bidang Farmasi Disusun oleh : Erlin Indriani P2.31.39.0.11.015 Jurusan Farmasi POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2014

Upload: erlindri

Post on 21-Jul-2015

190 views

Category:

Science


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Profil Peresepan Antihipertensi

Profil Peresepan Antihipertensi di Apotek Rawat Jalan

Rumah Sakit Pertamina Jaya Periode Januari–Maret 2014

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Ahli Madya Kesehatan bidang Farmasi

Disusun oleh :

Erlin Indriani

P2.31.39.0.11.015

Jurusan Farmasi

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II

2014

Page 2: Profil Peresepan Antihipertensi

ii

Abstrak

Poltekkes Kemenkes Jakarta II Jurusan Farmasi

Karya Tulis Ilmiah 2014

Erlin Indriani (NIM : P2.31.39.0.11.015)

Profil Peresepan Antihipertensi di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina

Jaya Periode Januari–Maret 2014

xi, VI BAB, 33 halaman, 2014, 5 tabel, 5 lampiran.

Prevalensi hipertensi di Indonesia cukup tinggi, yaitu sebesar 26,5%

(Riskesdas 2013), sehingga penggunaan antihipertensi di beberapa rumah sakit

meningkat. Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui profil

peresepan antihipertensi di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina Jaya.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan

mengumpulkan semua resep periode Januari–Maret 2014, selanjutnya

mengelompokkan resep yang mengandung antihipertensi berdasarkan usia, jenis

kelamin, zat aktif, obat dengan nama dagang dan generik, golongan dan kelas

terapi obat lain yang diresepkan bersama antihipertensi, kemudian dihitung

jumlah dan persentasenya. Berdasarkan hasil penelitian pada jenis kelamin,

perempuan lebih banyak menerima resep antihipertensi yaitu sebanyak 3.503

resep (52,08%) dan pada kelompok usia ≥ 50 tahun (orang tua) sebanyak 3.355

resep (95,78%). Zat aktif terbanyak adalah amlodipin sebanyak 3.802 R/ (33,82%)

dengan peresepan terbanyak obat dengan nama generik sebanyak 10.544 R/

(93,78%). Golongan antihipertensi terbanyak adalah zat penghambat RAAS

(Renin-Angiotensin-Aldosteron System) sebanyak 4.508 R/ (40,10%). Lima besar

kelas terapi obat lain yang diresepkan bersama antihipertensi yaitu antidiabetik

sebanyak 3.796 R/ (23,39%), antihiperlipidemia sebanyak 3.290 R/ (20,27%),

obat yang mempengaruhi darah sebanyak 2.522 R/ (15,54%), kardiovaskular

sebanyak 1.544 R/ (9,51%) dan multivitamin & mineral sebanyak 980 R/ (6,04%).

Kata Kunci : antihipertensi, resep, Rumah Sakit Pertamina Jaya

Daftar acuan : 20 (1999 – 2013)

Page 3: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 1

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena

dengan memiliki tubuh yang sehat, maka setiap manusia bisa melakukan berbagai

aktifitas dengan baik. Namun saat ini manusia banyak yang menjalankan gaya

hidup yang tidak sehat, baik dari segi pola makan hingga kurangnya aktifitas fisik.

Hal ini mengakibatkan banyak munculnya penyakit di dalam tubuh, salah satunya

adalah penyakit degeneratif yaitu hipertensi.

Tekanan darah tinggi atau hipertensi secara umum didefinisikan sebagai

tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.1

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap

kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering disebut juga

sebagai the silent killer (pembunuh diam-diam) karena tidak menunjukkan gejala,

sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan

fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja

pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain.1,2

Hipertensi saat ini masih menjadi masalah utama di dunia. Dalam statistik

kesehatan dunia tahun 2012, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan

bahwa hipertensi adalah suatu kondisi berisiko tinggi yang menyebabkan sekitar

51% dari kematian akibat stroke, dan 45% dari jantung koroner. Pada tahun 2011,

WHO mencatat satu miliar orang di dunia menderita hipertensi. Dua per tiga di

antaranya berada di negara berkembang yang berpenghasilan rendah dan sedang.

Page 4: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 2

Indonesia berada dalam deretan 10 negara dengan prevalensi hipertensi tertinggi

di dunia, bersama Myanmar, India, Srilanka, Bhutan, Thailand, Nepal, Maldives.3

Angka kejadian hipertensi di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2013 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat

belum terdiagnosis (63,2%). Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5%.

Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas

ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 25,8% dan kuesioner terdiagnosis tenaga

kesehatan untuk responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang

minum obat hipertensi sebesar 0,7%.4

Penanganan yang tepat serta diagnosis dini penyakit hipertensi perlu

dilakukan mengingat masih rendahnya tingkat kesadaran akan kesehatan pada

masyarakat Indonesia.5 Terapi dengan obat hipertensi (antihipertensi) juga harus

didasarkan pada bukti ilmiah dalam khasiat untuk menurunkan morbiditas dan

mortalitas, biaya dan adanya penyakit lain serta faktor-faktor risiko lainnya.6

Berdasarkan pengamatan yang telah penulis lakukan, peresepan obat untuk

pasien hipertensi di Rumah Sakit Pertamina Jaya cukup tinggi, dan menurut

sumber data dari seksi catatan medik dan pelaporan Rumah Sakit Pertamina Jaya

pada tahun 2014, hipertensi merupakan penyakit utama dari 10 besar penyakit

yang ada di rumah sakit ini. Pengelolaan penyakit hipertensi harus dilakukan

dengan baik, terutama pengelolaan farmakologis dengan pemberian antihipertensi.

Tingginya jumlah pasien dapat menyebabkan terjadinya kekosongan persediaan

antihipertensi. Hal ini menjadi perhatian penting agar ketersediaan obat selalu ada

untuk memberikan pengobatan maksimal terhadap pasien.

Page 5: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 3

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui tentang

profil peresepan antihipertensi di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina

Jaya Periode Januari–Maret 2014.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana profil peresepan

antihipertensi di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina Jaya Periode

Januari–Maret 2014.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah penulis ingin mengetahui profil

peresepan antihipertensi di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina Jaya

Periode Januari–Maret 2014.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah penulis ingin mengetahui jumlah dan

persentase peresepan antihipertensi terbanyak berdasarkan:

1. Jenis kelamin dan usia pasien

2. Zat aktif antihipertensi, nama generik dan nama dagang

3. Golongan antihipertensi

4. Lima besar kelas terapi obat lain yang diresepkan bersama antihipertensi

Page 6: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 4

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi penulis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis serta melatih

kemampuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis resep antihipertensi.

1.4.2 Bagi akademik

Sebagai referensi di perpustakaan Poltekkes Kemenkes Jakarta II Jurusan

Farmasi mengenai antihipertensi sehingga dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang

membacanya.

1.4.3 Bagi rumah sakit

Sebagai bahan pertimbangan dalam program monitoring, evaluasi,

penggunaan, perencanaan dan pengadaan antihipertensi di Apotek Rawat Jalan

Rumah Sakit Pertamina Jaya.

Page 7: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 5

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan

tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai antihipertensi.7

Istilah hipertensi digunakan untuk kenaikan tekanan darah yang melebihi normal

dan kenaikan ini bertahan. Daerah batas yang harus diamati adalah tekanan sistol

antara 140-160 mmHg dan tekanan diastol antara 90-95 mmHg.8

2.2 Klasifikasi Hipertensi

2.2.1 Hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah

Untuk pembagian hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah (TD),

The Joint National Committee on the prevention, detection evaluation and

treatment of high blood pressure ke 7 (JNC 7) tahun 2003, membuat klasifikasi

tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih.9

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan

JNC VII, 2003

Klasifikasi tekanan darah TD sistolik,

(mmHg)

TD diastolik

(mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi

Tingkat 1

140 – 159

90 – 99

Tingkat 2 ≥ 160 ≥ 100

Page 8: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 6

2.2.2 Hipertensi berdasarkan etiologi

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibedakan menjadi hipertensi esensial atau

primer dan hipertensi sekunder, yaitu:

a. Hipertensi Primer

Hipertensi primer atau hipertensi essensial, atau idiopatik adalah hipertensi

yang tidak diketahui penyebabnya.7 Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi

essensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan.

Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap

stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan

lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan

merokok, stress, emosi, obesitas dan lain-lain.9

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi yang penyebab spesifiknya telah diketahui seperti kelainan ginjal,

kelainan sistem saraf pusat, penyakit endokrin dan penyakit vaskular. Hipertensi

sekunder meliputi 5-10% kasus hipertensi. Perawatan hipertensi jenis ini cukup

dengan mengobati penyakit-penyakit yang menyebabkan tekanan darah menjadi

meningkat.7,9

2.3 Faktor Risiko Hipertensi

Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu yang

tidak dapat diubah dan yang dapat diubah.

Page 9: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 7

2.3.1 Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a. Umur

Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur,

risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Tingginya hipertensi sejalan dengan

bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah

besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi

lebih kaku, sehingga tekanan darah sistolik meningkat.10

b. Jenis Kelamin

Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana pria

lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita. Pria diduga

memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah

dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi

hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya

hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan

oleh faktor hormonal.10

c. Keturunan (genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga

mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer

(esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan

lain, yang kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi.10

2.3.2 Faktor risiko yang dapat diubah

a. Garam

Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah dan

menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat.

Page 10: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 8

b. Merokok

Nikotin dalam rokok menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan TD.

Merokok memperkuat efek buruk dari hipertensi terhadap sistem pembuluh.

c. Pil antihamil

Pil antihamil mengandung hormon wanita estrogen, yang juga bersifat

meretensi garam dan air.

d. Stress

Stress atau ketegangan emosi dapat meningkatkan TD untuk sementara akibat

pelepasan adrenalin dan noradrenalin (hormon stress), yang bersifat

vasokonstriktif. TD juga dapat meningkat pada waktu ketegangan fisik

(pengeluaran tenaga , olahraga) dan bila stress hilang, TD akan turun kembali.

e. Drop

Sejenis gula-gula yang terbuat dari Succus liquiritiae mengandung asam

glizirinat yang dapat meretensi air, sehingga dapat meningkatkan TD bila dimakan

dalam jumlah besar.

f. Hormon pria dan kortikosteroida

Hormon pria dan kortikosteroid juga menyebabkan retensi air. Setelah

penggunaan hormon ini atau pil antihamil dihentikan, atau pemakaian garam

sangat dikurangi, pada umumnya TD menurun dan menjadi normal kembali.

g. Kehamilan

Kenaikan TD dapat terjadi selama kehamilan. Mekanisme hipertensi ini

serupa dengan proses ginjal, bila uterus diregangkan terlampau banyak (oleh

janin) dan menerima kurang darah, maka dilepaskan zat-zat yang meningkatkan

TD.11

Page 11: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 9

2.4 Gejala Hipertensi

Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru setelah beberapa tahun

adakalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur, nyeri

ini biasanya hilang setelah bangun. Gangguan hanya dapat dikenali dengan

pengukuruan tensi dan adakalanya melalui pemeriksaan tambahan terhadap ginjal

dan pembuluh.11

2.5 Pencegahan Hipertensi

Meskipun faktor keturunan memegang peranan penting, namun cara dan pola

hidup juga sangat penting dalam menjauhi hipertensi. Penderita dengan tekanan

darah tinggi tanpa ada sebab-sebab organis yang jelas dapat menerapkan sendiri

sejumlah aturan hidup untuk menurunkan tensinya, antara lain menguruskan

badan, mengurangi garam dalam diet, membatasi kolesterol, berhenti merokok,

membatasi minum kopi, membatasi minum alkohol, cukup istirahat dan tidur serta

olahraga.11

2.6 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan terapi nonfarmakologi

(tanpa obat) dan terapi farmakologi (dengan obat).5

2.6.1 Terapi nonfarmakologi

Dengan menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang karena sangat penting

untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang paling penting

dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi

harus melakukan perubahan gaya hidup, diantaranya: 5

Page 12: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 10

a. Menurunkan berat badan

Berat badan berlebihan (kegemukan) menyebabkan bertambahnya volume

darah dan perluasan sistem sirkulasi.

b. Mengurangi garam dalam diet

Bila kadar natrium di filtrat glomeruli rendah, maka lebih banyak air akan

dikeluarkan untuk menormalisasi kadar garam dalam darah. Akibat pengeluaran

ekstra air tersebut, tekanan darah akan turun.

c. Membatasi kolesterol

Dengan mengurangi atau menghindari asupan lemak jenuh yang berguna

untuk membatasi risiko atherosclerosis.

d. Berhenti merokok

Tembakau mengandung nikotin yang memperkuat kerja jantung dan

menciutkan arteri kecil hingga sirkulasi darah berkurang dan tekanan darah

meningkat.

e. Membatasi minum kopi

Kofein dalam kopi berkhasiat menciutkan pembuluh yang secara akut dapat

meningkatkan tekanan darah dengan terjadinya gangguan ritme.

f. Membatasi minum alkohol

Alkohol jika diminum lebih dari 40 g sehari dalam jangka waktu yang lama

dapat meningkatkan tensi diastolis sampai 0,5 mm per 10 g alkohol.

g. Cukup istirahat dan tidur

Istirahat dan tidur yang cukup sangatlah penting, karena selama periode itu

tekanan darah menurun.

Page 13: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 11

h. Gerak badan

Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah yang tinggi, karena

saraf parasimpatik akan menjadi lebih aktif daripada saraf simpatik.11

2.6.2 Terapi farmakologi

Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik di bawah

140 mmHg dan tekanan diastolik di bawah 90 mmHg serta mengontrol faktor

risiko. Terapi dengan antihipertensi bagi sebagian pasien dimulai dengan dosis

rendah kemudian ditingkatkan sesuai dengan usia dan kebutuhan.7

2.7 Penggolongan Obat Hipertensi

2.7.1 Diuretik

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan

curah jantung dan tekanan darah.9

Diuretika yang biasa digunakan dalam pengobatan hipertensi dibedakan

menjadi tiga golongan, yaitu:

a. Diuretik tiazid

Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama Na+

dan Cl-

di tubulus ginjal, sehingga ekskresi Na+

dan Cl-

meningkat. Tiazid dapat

digunakan sebagai obat tunggal pada hipertensi ringan sampai sedang, atau dalam

kombinasi dengan antihipertensi lain bila tekanan darah tidak dapat diturunkan

dengan diuretik saja. Contoh obat golongan tiazid antara lain hidroklortiazid,

bendroflumetiazid dan klorotiazid.

Page 14: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 12

Hidroklorotiazid (HCT) dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi

ringan sampai sedang dan dalam kombinasi dengan berbagai antihipertensi lain.

Pada kebanyakan pasien hipertensi, efeknya mulai terlihat dengan dosis 12,5 mg

per hari. Bila digunakan sebagai monoterapi, dosis maksimal sebaiknya tidak

melebihi 25 mg per hari. Efek sampingnya adalah hipokalemia.9

b. Diuretik kuat

Diuretik kuat bekerja di lengkung ansa henle asenden bagian epitel tebal

dengan cara menghambat kotransport Na+, K

+, Cl

- dan menghambat reasorpsi air

dan elektrolit. Mula kerjanya lebih cepat, efek diuretiknya lebih kuat daripada

golongan tiazid, oleh karena itu diuretik kuat jarang digunakan sebagai

antihipertensi, kecuali pada pasien gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung.

Contoh obat golongan ini adalah furosemid, torasemid, bumetamid dan asam

etakrinat.

Furosemid merupakan diuretik kuat yang mempunyai waktu paruh umumnya

pendek. Dosisnya 20-80 mg dua sampai tiga kali sehari. Efek sampingnya hampir

sama dengan tiazid tetapi diuretik kuat dapat menimbulkan hiperkalsiurea dan

menurunkan kadar kalsium darah.9

c. Diuretik hemat kalium

Mekanisme kerja obat golongan ini adalah menghambat secara kompetitif

reabsorpsi Na+ dan ekskresi K

+ yang distimulasi oleh aldosteron. Efek obat ini

lemah dan hanya digunakan sebagai kombinasi dengan diuretika lainnya untuk

menghemat ekskresi kalium. Contoh obat golongan ini antara lain amlorid,

triamteren dan spironolakton.

Page 15: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 13

Spironolakton mula kerjanya dua sampai tiga hari dan bertahan sampai

beberapa hari setelah pengobatannya dihentikan. Dosis oral 25-100 mg satu

sampai dua kali sehari. Pada penggunaan lama dan dosis tinggi dapat

menyebabkan efek antiandrogen dengan gynecomastia, gangguan potensi dan

libido pada pria, sedangkan pada wanita dapat menyebabkan nyeri buah dada dan

gangguan haid.11

2.7.2 Alfa-blockers

Zat-zat ini bekerja dengan memblokade reseptor pada otot polos yang

melapisi pembuluh darah. Jika reseptor tersebut diblokade, pembuluh darah akan

melebar (vasodilatasi) sehingga darah mengalir dengan lebih lancar dan tekanan

darah menurun. Contoh obatnya antara lain terazosin, prazosin, dll.1

Prazosin merupakan obat hipertensi yang dengan cepat menurunkan tekanan

darah tinggi setelah dosis pertama. Dosis untuk hipertensi yaitu 2-3 kali sehari 0,5

mg selama 3-7 hari ,tingkatkan sampai 2-3 kali sehari 1 mg setelah 3-7 hari. Efek

samping prazosin dapat berupa mengantuk, lemah, pusing, sakit kepala, dan

mual.12

2.7.3 Beta-blockers

Zat-zat ini menurunkan tekanan darah dengan memperlambat denyut dan

mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Dengan demikian, tekanan yang

disebabkan oleh pompa jantung juga berkurang. Contoh obat golongan ini antara

lain asebutolol, bisoprolol, propanolol, atenolol dan lain-lain.1

Bisoprolol adalah derivat selektif lipofil tanpa ISA (Intrinsic

Sympathicomimetic Activity) dengan sifat lokal-anestetik. Dosis yang digunakan

Page 16: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 14

untuk hipertensi yaitu 5-10 mg satu kali sehari. Efek sampingnya antara lain gagal

jantung dan gangguan saluran cerna.11

2.7.4 Zat-zat dengan kerja pusat

Agonis α2-adrenergik menstimulasi reseptor α2-adrenergik yang banyak

terdapat di Susunan Saraf Pusat (otak dan medulla). Akibat stimulasi ini maka

aktivitas saraf adrenergik perifer dikurangi. Contoh obat golongan ini antara lain

metildopa, klonidin, reserpin, guanfasin, dll.11

Klonidin berkhasiat hipotensif kuat berdasarkan efek adrenergik sentralnya.

Obat ini digunakan pada hipertensi sedang sampai berat. Dosis untuk hipertensi

mulai tiga kali sehari 0,075 mg, berangsur-angsur dinaikkan sampai 0,15-0,6 mg

dalam 2-3 dosis.11

Efek sampingnya dapat berupa pusing, mulut kering dan

gangguan tidur.12

2.7.5 Antagonis Kalsium

Antagonis kalsium menurunkan tekanan darah dengan memblokade masuknya

kalsium ke dalam sel. Jika kalsium memasuki sel otot, maka otot akan

berkontraksi. Dengan menghambat kontraksi otot yang melingkari pembuluh

darah, pembuluh darah akan melebar sehingga darah mengalir dengan lancar dan

tekanan darah menurun. Contoh obatnya antara lain amlodipin, nifedipin,

verapamil, diltiazem, dll.1

Amlodipin memiliki beberapa kelebihan antara lain mempunyai

bioavailabilitas yang relatif tinggi, absorbsinya terjadi secara perlahan sehingga

dapat mencegah penurunan tekanan darah yang mendadak dan memiliki waktu

paruh yang panjang sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Dosisnya 5-10 mg

Page 17: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 15

satu kali sehari. Efek sampingnya dapat berupa sakit kepala, muka kemerahan dan

hiperplasia gusi.9

2.7.6 Zat penghambat RAAS (Renin-Angiotensin-Aldosteron System)

Zat penghambat-RAAS menurunkan tekanan darah dengan jalan mengurangi

daya tahan pembuluh perifer dan vasodilatasi tanpa menimbulkan refleks-

takikardi atau retensi garam. Menurut titik kerjanya penghambat RAAS dapat

dibagi dalam dua kelompok, yakni ACE-inhibitors dan AT-II Reseptor blockers

(AT2-antagonis).11

a. Penghambat Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor (ACE-inhibitor)

ACE-inhibitor menghambat perubahan AT I menjadi AT II sehingga terjadi

vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Vasodilatasi secara langsung akan

menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan

menyebabkan eksresi air, natrium dan retensi kalium. Contoh obatnya antara lain

kaptopril, benazepril, lisinopril, kuinapril, enalapril dan lain-lain.9

Kaptopril diindikasikan untuk hipertensi ringan sampai berat. Dosisnya yaitu

25 mg satu sampai dua kali sehari. Efek samping yang umum terjadi adalah

hilangnya rasa dan batuk kering.11

b. Antagonis reseptor Angiotensin (Angiotensin Receptor Blockers, ARB)

ARB bekerja dengan memblokade pengikatan AT II ke reseptor spesifiknya,

sehingga AT II tidak dapat mengkonstriksi pembuluh darah. Dengan demikian

pembuluh darah akan melebar (vasodilatasi) dan tekanan darah akan menurun.

Contoh obatnya antara lain losartan, irbesartan, telmisartan, valsartan dan lain-

lain.1

Page 18: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 16

Telmisartan dapat digunakan tunggal maupun dikombinasi dengan

hidroklortiazid. Dosis lazimnya 40 mg sekali sehari, jika diperlukan (pada pasien

yang tekanan darahnya tidak terkontrol) setelah 4 minggu dosisnya dapat

ditingkatkan hingga 80 mg sekali sehari. Efek sampingnya dapat berupa gangguan

saluran cerna, nyeri otot dan nyeri sendi.12

2.7.7 Vasodilator

Vasolidator adalah zat-zat yang berkhasiat vasodilatasi langsung terhadap

arteriole sehingga dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Penggunaannya

sebagai obat pilihan ketiga, terutama bersama dengan beta-blocker dan

diuretikum. Contoh obatnya antara lain beraprost, hidralazin, dihidralazin,

minoksidil dan lain-lain.

Beraprost digunakan sebagai terapi pada hipertensi paru primer. Dosis awal 60

mcg sehari dalam 3 dosis terbagi sesudah makan, dapat ditingkatkan hingga

maksimum 180 mcg sehari dalam 3-4 dosis terbagi. Efek sampingnya dapat

berupa pusing, nyeri kepala, mual dan diare.12

2.8 Definisi Operasional

1. Antihipertensi adalah obat yang digunakan untuk pengobatan hipertensi

berdasarkan resep yang masuk di apotek rawat jalan Rumah Sakit Pertamina

Jaya.

2. Usia adalah pengguna antihipertensi yang dibagi berdasarkan usia pasien. Bayi

dan anak: 0-14 tahun, dewasa: 15-49 tahun, orang tua: ≥ 50 tahun.13

Page 19: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 17

3. Golongan adalah golongan obat hipertensi menurut mekanisme kerja obat yaitu

diuretik, alfa-blockers, beta-blockers, zat-zat dengan kerja pusat, antagonis

kalsium, zat penghambat RAAS dan vasodilator.11

4. Nama generik adalah nama obat yang sesuai dengan nama resmi International

Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia

atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.14

5. Nama dagang adalah nama obat jadi yang diedarkan dengan menggunakan

nama dagang yang berasal dari pabrik yang memproduksinya.

6. Kelas terapi obat lain adalah kelas terapi obat selain obat hipertensi yang

diresepkan bersamaan dengan obat hipertensi yang diminum secara oral,

seperti obat saluran cerna, obat yang mempengaruhi darah, antidiabetik,

multivitamin, antikolesterol dan lain-lain.

Page 20: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 18

Bab III

Metode Penelitian

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan oleh penulis adalah deskriptif kuantitatif

yaitu dengan mengambil data primer yang berasal dari seluruh lembar resep yang

ada di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina Jaya periode Januari–Maret

tahun 2014.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina

Jaya. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret–Juni tahun 2014.

Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei–Juni tahun 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh lembar resep

yang ada di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina Jaya periode Januari–

Maret tahun 2014.

3.3.2 Sampel

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah seluruh lembar resep yang

mengandung antihipertensi di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina Jaya

periode Januari–Maret tahun 2014.

Page 21: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 19

3.4 Cara Pengumpulan Data

Dengan cara mengumpulkan data primer yang berasal dari lembar resep di

Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina Jaya periode Januari–Maret 2014.

Kemudian dilakukan pencatatan terhadap resep-resep yang mengandung

antihipertensi.

3.5 Cara Pengolahan dan Analisa data

Untuk mengetahui jumlah dan persentase (%) peresepan antihipertensi di

Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina Jaya periode Januari–Maret 2014,

maka langkah-langkah yang dilakukan adalah :

1. Mengumpulkan dan mengelompokkan lembar resep yang mengandung

antihipertensi.

2. Mencatat umur dan jenis kelamin pasien yang mendapatkan antihipertensi.

3. Mengelompokkan antihipertensi berdasarkan zat aktif, nama generik, nama

dagang dan golongan.

4. Mendata kelas terapi obat lain yang diresepkan dengan antihipertensi.

5. Menyajikan data dalam bentuk tabel.

6. Melakukan perhitungan jumlah dan persentase.

7. Membahas hasil pengamatan dan menyimpulkan data.

Page 22: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 20

Bab IV

Gambaran Umum Rumah Sakit Pertamina Jaya

4.1 Sejarah Rumah Sakit Pertamina Jaya

Berdasarkan UU No.8 tahun 1971 tentang PERTAMINA, di Indonesia hanya

ada perusahaan minyak negara dalam bidang industri minyak dan gas bumi.

Untuk memelihara dan meningkatkan produktifitas kerja para pekerja di semua

bidang pekerjaan, maka diadakan sistem pelayanan kesehatan yang komprehensif

termasuk mendirikan rumah sakit-rumah sakit Pertamina yang dilaksanakan oleh

perusahaan.

Rumah Sakit Pertamina Jaya (RSPJ) diresmikan penggunaannya pada bulan

April, 1979 oleh dr. Amino Gondohutomo (alm) yang ketika itu menjabat sebagai

Kepala Rumah Sakit Pusat Pertamina.

Rumah Sakit Pertamina Jaya (RSPJ) merupakan rumah sakit tipe C plus,

dimana sebelumnya adalah Rumah Sakit Bersalin yang dikelola oleh Direktorat

Perkapalan dan Telekomunikasi (P&T) dengan jumlah tempat tidur sebanyak 54

buah.

Tugas utama RSPJ adalah memberikan layanan jasa medis kepada pekerja

pertamina beserta keluarga, pensiunan, anak perusahaan, dan masyarakat umum

terutama yang berdomisili di sekitar Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara,

dan Bekasi.

Page 23: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 21

4.2 Visi dan Misi Rumah Sakit Pertamina Jaya

4.2.1 Visi Rumah Sakit Pertamina Jaya

Menjadi Institusi Pemeliharaan Kesehatan yang memberikan layanan prima

dan lebih dari institusi pelayanan kesehatan setara dengan berlandaskan moral

agamis.

4.2.2 Misi Rumah Sakit Pertamina Jaya

1. Melaksanakan pelayanan kesehatan berdasarkan paradigma sehat sesuai

kebutuhan pelanggan dengan standar pelayanan prima dan terpadu.

2. Membangun SDM yang berkualitas melalui mekanisme pembelajaran

berkesinambungan.

3. Menjalankan kegiatan operasional secara efektif dan efisien sehingga

menghasilkan nilai tambah bagi stakeholders (pelanggan, pekerja, mitra

pekerja, pemilik, dan masyarakat).

4.3 Apotek Rawat Jalan

Apotek rawat jalan bertugas melayani semua pasien baik pertamina maupun

umum. Sejak bulan Mei 2007 di unit farmasi Rumah Sakit Pertamina Jaya (RSPJ)

diselenggarakan sistem stok satu kendali. Sistem stok satu kendali merupakan

suatu sistem dimana semua permintaan persediaan farmasi (obat dan alat

kesehatan) dan penyimpanannya di unit layanan dikelola oleh apotek yang bersifat

sentralisasi dan tersedia stok minimal untuk kelancaran pelayanan. Apotek ini

bekerja setiap Senin-Sabtu mulai pukul 07.30 sampai dengan 18.00.

Page 24: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 22

Alur pelayanan resep di RSPJ dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Untuk pasien Pertamina yaitu Pertamina aktif dan Pertamina non aktif

(pensiunan)

Pasien menyerahkan resep ke bagian penerimaan, lalu dilakukan pemeriksaan

kelengkapan resep dan ketersediaan obat, jika sudah sesuai maka pasien akan

diberikan nomor (berdasarkan aktif atau pensiunan) dan diberi waiting time.

Resep selanjutnya di verifikasi dan di data di komputer (entry awal) dan jika

sesuai akan dituliskan etiketnya, lalu resep dan etiket akan masuk ke bagian

pengisian dan peracikan obat. Obat-obat yang sudah diisi dan diracik kemudian

diserahkan ke bagian pengecekan kemudian di data kembali (entry akhir).

Resep yang telah selesai dikerjakan diberi tanda waktu selesai dan selanjutnya

akan diberikan ke petugas bagian penyerahan untuk diserahkan ke pasien

beserta informasi dan penjelasan tentang obat yang akan diambil.

2. Untuk pasien non Pertamina

Alur pelayanan resep pada pasien non Pertamina hampir sama dengan pasien

Pertamina, perbedaannya adalah pasien non Pertamina harus membayar ke

kasir setelah resep diterima dan di verifikasi oleh petugas apotek.

Page 25: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 23

Bab V

Hasil dan Pembahasan

5.1 Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan data yang penulis lakukan

terhadap peresepan antihipertensi di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina

Jaya periode Januari–Maret tahun 2014, maka didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 5.1 Peresepan antihipertensi berdasarkan jenis kelamin dan usia

No Usia Jenis Kelamin

L (%) P (%)

1 ≥ 50 tahun 3151 97,77 3355 95,78

2 15-49 tahun 72 2,23 148 4,22

3 0-14 tahun 0 0 0 0

Jumlah 3223 100 3503 100

Tabel 5.1 menunjukkan jumlah dan persentase terbanyak pengguna antihipertensi

berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan sebanyak 3.503 resep (52,08%) pada

kelompok usia ≥ 50 tahun (orang tua) yaitu sebanyak 3.355 resep (95,78%).

Page 26: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 24

Tabel 5.2 Peresepan antihipertensi berdasarkan zat aktif, nama generik dan nama

dagang

No Zat Aktif Generik Persentase

Nama Obat Dagang Persentase

(R/) (%) (R/) (%)

1 Amlodipin 3802 33,82 - - -

2 Losartan 3339 29,70 Insaar 2 0,02

3 Bisoprolol 930 8,27 Concor 1 0,01

4 Irbesartan 642 5,71 Opisar 17 0,15

- - Irtan 2 0,02

5 Karvedilol - - Carbloxal 420 3,74

- - V-bloc 216 1,92

6 Captopril 477 4,24 - - -

7 Furosemid 458 4,07 - - -

8 Spironolacton 388 3,45 Letonal 2 0,02

9 Hidroklortiazida 249 2,21 - - -

10 Diltiazem 163 1,45 - - -

11 Verapamil 58 0,52 Cardiover 1 0,01

12 Nifedipin 18 0,16 - - -

13 Lisinopril - - Odace 17 0,15

14 Propanolol 12 0,11 - - -

15 Klonidin 8 0,07 - - -

16 Ramipril - - Hyperil 7 0,06

17 Beraprost - - Dorner 5 0,04

18 Kandesartan - - Blopress 4 0,04

19 Indapamid - - Natrilix SR 3 0,03

20 Telmisartan - - Micardis 1 0,01

21 Atenolol - - Betablok 1 0,01

Jumlah 10544 93,78 699 6,22

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa antihipertensi berdasarkan zat aktif yang paling

banyak diresepkan adalah amlodipin yaitu sebanyak 3.802 R/ (33,82%) dan obat

dengan nama generik yaitu sebesar 10.544 R/ (93,78%).

Page 27: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 25

Tabel 5.3 Peresepan antihipertensi berdasarkan golongan

No Golongan Jumlah R/ Persentase (%)

1 Zat Penghambat RAAS 4508 40,10

2 Antagonis Kalsium 4042 35,95

3 Beta blockers 1580 14,05

4 Diuretik 1100 9,78

5 Zat dengan kerja pusat 8 0,07

6 Vasodilator 5 0,04

Jumlah 11243 100

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa golongan antihipertensi yang paling banyak

diresepkan adalah golongan zat penghambat RAAS (Renin-Angiotensin-

Aldosteron System) yaitu sebanyak 4.508 R/ (40,10%).

Tabel 5.4 Lima besar kelas terapi obat lain yang diresepkan bersama

antihipertensi

No Kelas Terapi Jumlah R/ Persentase (%)

1 Antidiabetik 3796 23,39

2 Antihiperlipidemia 3290 20,27

3 Obat mempengaruhi darah 2522 15,54

4 Kardiovaskular 1544 9,51

5 Multivitamin & mineral 980 6,04

Subtotal R/ 12132 74,75

Total R/ 16230 100

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa lima besar kelas terapi obat lain yang diresepkan

bersama antihipertensi dari total 16.230 R/ yaitu antidiabetik sebanyak 3.796 R/

(23,39%), antihiperlipidemia sebanyak 3.290 R/ (20,27%), obat yang

mempengaruhi darah sebanyak 2.522 R/ (15,54%), kardiovaskular sebanyak 1.544

R/ (9,51%) dan multivitamin & mineral sebanyak 980 R/ (6,04%).

Page 28: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 26

5.2 Pembahasan

Hasil yang didapat berdasarkan penelitian mengenai peresepan antihipertensi

pada pasien di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina Jaya periode Januari–

Maret tahun 2014 berdasarkan tabel 5.1 yaitu jumlah dan persentase pengguna

antihipertensi terbanyak berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan sebanyak

3.503 resep (52,08%) pada kelompok usia lebih dari 50 tahun yaitu sebanyak

3.355 resep (95,78%). Hal ini sesuai dengan hasil survei Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2013, yaitu hipertensi lebih mempengaruhi perempuan (28,8%)

dibanding laki-laki (22,8%), dengan prevalensi hipertensi pada kelompok usia 55-

64 tahun sebesar 45,9%, usia 65-74 tahun sebesar 57,6% dan usia lebih dari 75

tahun sebesar 63,8%.4

Penderita hipertensi lebih banyak diderita oleh pasien usia lanjut (≥50 tahun),

karena pada usia lanjut terjadi proses menua yang secara struktur anatomi maupun

fungsional terjadi kemunduran, yaitu terjadi proses degenerasi. Proses degenerasi

seringkali disertai penyakit tidak menular diantaranya hipertensi, stroke, diabetes

mellitus dan radang sendi atau rematik. Beberapa manifestasi dari proses menua

disebabkan oleh menurunnya kadar hormon.15,16

Hipertensi jarang terjadi pada

wanita muda dibandingkan dengan pria, tetapi angka kejadiannya meningkat lebih

pesat pada wanita setelah usia 50 tahun dan pada usia 60 tahun dapat menyamai

atau bahkan lebih tinggi dari pria.17

Banyaknya pasien wanita yang berusia lanjut

(≥ 50 tahun) yang menderita hipertensi dapat disebabkan oleh penurunan kadar

estrogen. Menurunnya kadar estrogen dapat menyebabkan turunnya kadar

kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) dan meningkatnya kolesterol Low

Page 29: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 27

Density Lipoprotein (LDL). Meningkatnya kadar LDL dapat menyebabkan

penyakit kardiovaskular seperti hipertensi.18

Berdasarkan data tabel 5.2, zat aktif yang paling banyak diresepkan yaitu

amlodipin dengan jumlah 3.802 R/ (33,82%). Amlodipin merupakan

antihipertensi golongan antagonis kalsium derivat dihidropiridin yang memiliki

afinitas yang besar pada kanal kalsium di pembuluh darah sehingga memiliki efek

vasodilatasi yang kuat. Selain itu, dihidropiridin juga sangat bermanfaat pada

pasien hipertensi usia lanjut karena tidak mempunyai efek samping metabolik,

baik terhadap lipid, gula darah, maupun asam urat. Amlodipin memiliki waktu

paruh yang panjang sehingga cukup diberikan sekali sehari. Obat ini menurunkan

TD secara perlahan-lahan sehingga tidak menimbulkan refleks takikardi. Obat ini

juga memiliki efek antioksidan dan meningkatkan produksi nitrit oksida (NO)

sehingga mampu memperbaiki fungsi endotel.8,19

Tingginya peresepan amlodipin

dikarenakan banyaknya pasien yang berusia di atas 50 tahun, sehingga amlodipin

dijadikan alternatif yang lebih menguntungkan dalam pengobatan.

Pada tabel 5.2 juga menunjukkan bahwa antihipertensi dengan nama generik

merupakan obat yang paling banyak diresepkan yaitu sebanyak 10.544 R/

(93,78%). Hasil data ini menunjukkan adanya kesesuaian dengan PERMENKES

RI No. HK.02.02./MENKES/068/I/2010 tentang kewajiban menggunakan obat

generik di fasilitas pelayanan kesehatan Pemerintah, yang menyebutkan bahwa

dokter yang bertugas di fasilitas pelayanan pemerintah wajib menulis resep obat

generik bagi semua pasien sesuai indikasi medis.13

Hal tersebut menunjukkan

bahwa dokter yang bekerja di rumah sakit BUMN telah menjalankan peraturan

dari Pemerintah. Penggunaan obat dengan nama generik lebih banyak

Page 30: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 28

dibandingkan dengan nama dagang karena sebagian besar pasien di Rumah Sakit

Pertamina Jaya berstatus pasien jaminan, baik pensiunan maupun karyawan

beserta keluarga.

Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa golongan antihipertensi yang paling

banyak diresepkan yaitu zat penghambat RAAS (Renin-Angiotensin-Aldosteron

System) sebanyak 4.508 R/ (40,10%). Sistem Renin Angiotensin merupakan

regulator yang penting dalam mengatur tekanan darah, keseimbangan cairan dan

elektrolit.19

Zat ini bekerja dengan jalan mengurangi daya tahan pembuluh perifer

dan vasodilatasi tanpa menimbulkan refleks takikardi atau retensi garam.10

Hasil

data dalam penelitian ini menunjukkan zat penghambat RAAS yang banyak

diresepkan yaitu kelompok Angiotensin Receptor Blockers (ARB), seperti

losartan, irbesartan, kandesartan dan telmisartan (lampiran 1). Golongan ini

memiliki bioavaibilitas rendah, namun karena ikatan dengan protein plasma

sangat kuat sehingga ARB hanya diberikan sehari sekali.19

Selain itu, obat

golongan ini tidak menghambat pemecahan bradikinin sehingga tidak

menimbulkan efek batuk kering.11

Besarnya peresepan antihipertensi golongan ini

karena dapat dijadikan alternatif yang lebih menguntungkan untuk kondisi pasien.

Berdasarkan data tabel 5.4 antidiabetik merupakan kelas terapi obat lain yang

banyak diresepkan bersama antihipertensi, yaitu sebanyak 3.796 R/ (23,39%).

Antidiabetika oral paling banyak diresepkan dapat disebabkan pada pasien

diabetes mellitus yang kadar glukosanya tidak terkontrol dengan baik dalam

waktu yang lama, menyebabkan pembuluh darah di berbagai jaringan di seluruh

tubuhnya akan mengalami gangguan fungsi dan perubahan struktur, sehingga

suplai darah ke dalam jaringan tidak memadai. Akibatnya akan meningkatkan

Page 31: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 29

risiko terjadinya serangan jantung, stroke, penyakit ginjal stadium akhir, kebutaan

dan iskemia. Adanya kerusakan ginjal akibat diabetes dapat menimbulkan

hipertensi. Dengan demikian pada pasien hipertensi karena adanya kerusakan

ginjal akibat diabetes, selain menggunakan obat hipertensi juga disertai dengan

antidiabetika oral.20

Namun penulis tidak dapat mengetahui lebih lanjut mengenai

pasien yang diresepkan antidiabetika oral bersama antihipertensi memiliki

penyakit diabetes mellitus, karena penulis tidak melihat rekam medis pasien.

Page 32: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 30

Bab VI

Kesimpulan dan Saran

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan peresepan antihipertensi di Apotek Rawat Jalan

Rumah Sakit Pertamina Jaya periode Januari–Maret tahun 2014, dapat

disimpulkan berdasarkan data sebagai berikut:

1. Pasien perempuan lebih banyak mendapat resep antihipertensi yaitu sebanyak

3.503 resep (52,08%) pada kelompok usia ≥ 50 tahun (orang tua) yaitu

sebanyak 3.355 resep (95,78%).

2. Zat aktif antihipertensi terbanyak adalah Amlodipin yaitu sebanyak 3.802 R/

(33,82%) dan peresepan terbanyak adalah obat dengan nama generik yaitu

sebanyak 10.544 R/ (93,78%).

3. Golongan terbanyak adalah golongan zat penghambat RAAS (Renin-

Angiotensin-Aldosteron System) yaitu sebanyak 4.508 R/ (40,10%).

4. Lima besar kelas terapi obat lain yang diresepkan bersama antihipertensi yaitu

antidiabetik sebanyak 3.796 R/ (23,39%), antihiperlipidemia sebanyak 3.290 R/

(20,27%), obat yang mempengaruhi darah sebanyak 2.522 R/ (15,54%),

kardiovaskular sebanyak 1.544 R/ (9,51%) dan multivitamin & mineral

sebanyak 980 R/ (6,04%).

Page 33: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 31

6.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya jika ingin mengangkat tentang antihipertensi di

Rumah Sakit Pertamina Jaya sebaiknya tidak hanya melihat berdasarkan lembar

resep, tetapi juga mengambil data dari rekam medis pasien. Hal ini ditujukan agar

dapat diketahui riwayat pengobatan pasien sehingga dapat menentukan pilihan

antihipertensi yang tepat, untuk menghindari adanya interaksi antara antihipertensi

dengan obat lain.

Page 34: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 32

Daftar Pustaka

1. Palmer A, Williams B. Simple Guide Tekanan Darah Tinggi. Jakarta.

Erlangga. 2007.

2. Depkes RI. Masalah Hipertensi di Indonesia.

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1909-masalah-

hipertensi-di-indonesia.html. Diakses pada hari rabu, 5 maret 2014.

3. Anonim. Hari Kesehatan Sedunia: Waspadai ancaman “Silent Killer”

http://www.beritasatu.com/riset/106290-hari-kesehatan-sedunia-waspadai-

ancaman-silent-killer.html. Diakses pada hari rabu, 5 Maret 2014.

4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2013. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. 2013.

5. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Dirjen Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2006.

6. Yardi. Pengaruh Konseling Oleh Apoteker Terhadap Peningkatan

Pengetahuan Pasien tentang Obat dan Kepatuhan Pasien Meminum Obat

Antidiabetes Mellitus Tipe 2 & Antihipertensi di Apotek Kimia Farma Pasar

Minggu Jakarta dan Kimia Farma Merdeka Bogor. Tesis. Jakarta. FMIPA

Universitas Indonesia. 2007.

7. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi III. Jakarta. Media

Aesculapius FKUI. 2001.

8. Mutschler E. Dinamika Obat. Bandung. Penerbit ITB Bandung. 1999.

9. Nafrialdi. Antihipertensi. Dalam : Gunawan SG. Farmakologi dan Terapi.

Edisi V. Jakarta. Departemen Farmakologi dan Terapi FKUI. 2007.

10. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Pedoman Teknis

Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Jakarta. Depkes RI. 2006.

11. Tjay TH, Raharja K. Obat-obat Penting. Edisi 6. Jakarta. Elex Media

Komputindo. 2007.

12. BPOM RI. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008. Jakarta. BPOM RI.

2008.

13. Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta.

Rineka Cipta. 2007.

Page 35: Profil Peresepan Antihipertensi

Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jakarta II 2014 33

14. Menkes RI. Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang

kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan

pemerintah. Jakarta. Menkes RI. 2010.

15. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Jakarta. Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2010.

16. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Buletin: Gambaran Kesehatan Lanjut

Usia di Indoneisa. Jakarta. Kemenkes RI. 2013.

17. Arief I. Sensitifitas terhadap Garam dan Hipertensi Pascamenopuse.

www.pjnhk.go.id/content/view/665/31. Diakses pada hari jumat, 20 juni

2014.

18. Ikawati Z. Pengantar Farmakologi Molekuler. Yogyakarta. Gadjah Mada

University Press. 2006.

19. Kabo P, Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskular Secara

Rasional. Jakarta. FKUI. 2010.

20. Guyton A, Hall JE. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta. EGC. 2008.