profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

110

Upload: muhammad-saleh

Post on 12-Jun-2015

774 views

Category:

Data & Analytics


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010
Page 2: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI BARAT

JALAN KURUNGAN BASSI NO. 19 MAMUJU

TELPON : 0426-21027 FAX 0426-22579

WEBSITE : DINKES.SULBARPROV.GO.ID

EMAIL : [email protected]; FACEBOOK : PORTAL DINKES SULBAR

Diterbitkan oleh :

Page 3: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun 2009 ini

dapat tersusun.

Profil Kesehatan ini memuat informasi penting tentang berbagai capaian

program dan kegiatan pada tahun 2010. Informasi tersebut bisa menjadi salah

satu tolak ukur keberhasilan pembangunan kesehatan di Propinsi Sulawesi

Barat. Data yang digunakan dalam proses penyusunan buku profil kesehatan ini

bersumber dari berbagai sektor baik sektor kesehatan maupun sektor di luar

kesehatan. Data dan informasi yang disajikan masih terdapat banyak

keterbatasan dan kekurangan. Banyak kendala dan tantangan dalam penyediaan

data dan informasi tepat waktu, sehingga masih ada beberapa tabel yang belum

terisi. Namun dengan segala keterbatasan dan kekurangan ini, saya berharap

Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun 2010 dapat dimanfaatkan dalam

pengambilan keputusan yang didasari kepada data dan informasi serta

digunakan sebagai salah satu rujukan data dan informasi yang terkait dengan

bidang kesehatan.

Penyusunan Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun 2010 ini

merupakan tahun pertama penyusunan Profil dalam bentuk data terpilah

menurut Jenis kelamin. Olehnya masih banyak terdapat kekurangan baik

Page 4: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

ii

kelengkapan maupun akurasi serta ketepatan waktu penyajiannya. Karena sifat

manusia tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan.

Untuk itu, diharapkan saran dan kritik yang membangun, serta partisipasi dari

semua pihak khususnya dalam upaya mendapatkan data/informasi yang akurat,

tepat waktu dan sesuai dengan kebutuhan. Kepada semua pihak yang telah

menyumbangkan pikiran dan tenaganya dalam penyusunan Profil Kesehatan

Propinsi Sulawesi Barat, saya sampaikan terima kasih.

Biilahi Taufik Walhidayah

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Mamuju, 11 Juli 2011

Kepala Dinas Kesehatan

Propinsi Sulawesi Barat

dr. H.Achmad Azis,M,Kes

Nip. 19590515 198903 1 016

Page 5: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

iii

KATA SAMBUTAN

GUBERNUR SULAWESI BARAT

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji Syukur ke Hadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan bimbingannya

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat saat ini telah menyeleseaikan

penyusunan Profil Kesehatan Sulawesi Barat yang mencakup seluruh

kabupaten kota di Tanah Malaqbi, Sulawesi Barat.

Saya menyambut gembira dengan terbitnya “Profil Kesehatan Provinsi

Sulawesi Barat Edisi Tahun 2011. Meskipun berat dan banyak tantangan di

dalam proses pengumpulan data untuk mengisi profil kesehatan ini, akhirnya

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat berhasil menghimpun data dan

menyusunnya menjadi Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Edisi Tahun

2011.

Sebagai provinsi termuda, Sulawesi Barat dalam rangka mewujudkan cita-cita

perjuangan pembentukan provinsi dibutuhkan akselarasi pembangunan di

segala bidang khususnya pembangunan yang bersentuhan langsung dengan

kehidupan rakyat seperti di sektor kesehatan guna mengejar ketertinggalan dan

menciptakan kesejahteraan dan kesetaraan. Untuk melaksanakan program

pembangunan yang telah dicanangkan RPJMD 2006-2011, tentunya

dibutuhkan kerjasama dan koordinasi yang integral disemua bidang

Page 6: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

iv

pembangunan serta ketersediaan data dan informasi kesehatan di 5 kabupaten

yang akurat, komprehensif serta bisa diakses dengan cepat dan dapat

dimanfaatkan oleh berbagai pihak, baik dikalangan aparatur pemerintah

maupun masyarakat pada umumnya, terkhusus bagi perencana, pelaksana dan

pengawas pembangunan.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka buku Profil Kesehatan Provinsi

Sulawesi Barat tahun 2010 yang diterbitkan oleh bagian data Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Barat, patut dihargai dan mendapatkan apresiasi guna

memenuhi kebutuhan informasi dan ekspose kesehatan dan permasalahannya

di 5 kabupaten.

Semoga buku ini yang memuat data dan informasi kesehatan dapat

dimanfaatkan sebaik-baiknya dan kedepan, mutunya dapat lebih ditingkatkan

lagi.

Biilahi Taufik Walhidayah

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Mamuju, 11 Juli 2011

Gubernur Sulawesi Barat

H. ANWAR ADNAN SALEH

Page 7: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

v

VISI DAN MISI

PROVINSI SULAWESI BARAT

TAHUN 2006 – 2011

VISI

“Meningkatkan Derajat Kehidupan Yang Layak Bagi Masyarakat Sulawesi

Barat, Serta Meningkatkan Kesetaraan Dengan Provinsi Lainnya”.

MISI

1. Meletakkan dasar-dasar tumbuhnya perekonomian yang sehat berbasis potensi

daerah.

2. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat akan pangan,

kesehatan dan pendidikan.

3. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan hukum dan norma kehidupan

bermasyarakat.

4. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan kerukunan hidup antar umat

beragama.

5. Meningkatkan stabilitas ketentraman dan ketertiban, kerukunan, kesatuan dan

persatuan warga masyarakat.

6. Mengembangkan seni budaya dan olahraga sebagai penopang pembangunan

yang berkebudayaan.

Page 8: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya untuk mewujudkan Negara Indonesia

menjadi bangsa yang sehat,maju, mandiri, sejahtera, adil dan makmur dengan

sasaran meningkatnuya kualitas sumber daya manusia yang ditandai dengan

meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan

Gender (IPG) dan semakin kuatnya jati diri dan karakter bangsa.

Pembangunan kesehatan harus dilaksanakan dengan keterlibatan

masyarakat luas dan dilaksanakan dengan semangat kemitraan lintas sektor,

antara pemerintah dan sawasta, serta antara pusat dengan daerah. Pembangunan

kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan : 1). Upaya kesehatan, 2).

Teknologi dan Produk Teknologi Kesehatan, 3). Pembiayaan Kesehatan, 4).

SDM Kesehatan, 5). Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan, 6).

Manajemen, Informasi, Regulasi Kesehatan, dan 7). Pemberdayaan Masyarakat.

Sesuai dengan amanat yang tertiuang dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menegngah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 dan Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan RI tahun 2010 – 2014, yang ditujukan untuk

meningkatkan status kesehatan setinggi-tingginya, serta mencapai MDG,s yang

merupakan salah satu tugas penting dari Pemerintah. Diupayakan percepatan

pencapaian target sasaran yang telah ditetapkan dengan pembangunan

Page 9: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 2

kesehatan yang lebih focus, sistematis, terpadu, efisien, terintegrasi yang

memerlukan kerjasama dan komitmen dari seluruh stakeholders.

Untuk menjamin terlaksananya pembangunan secara efektif dan efisien

khususnya dalam bidang Kesehatan maka diperlukan data dan informasi

kesehatan yang cepat, tepat dan akurat sebagai bahan dasar penyusunan

perencanaan pembangunan kesehatan yang sistematis, terarah, terpadu dan

menyeluruh . Data yang akurat menjadi salah satu indikator penting dalam

penyusunan perencanaan pembangunan kesehatan

Tahun 2011 merupakan tahun pertama kali pelaksanaan Penyusunan

Data dan Informasi dalam bentuk Profil Kesehatan 2010 yang berbasis data

terpilah menurut jenis kelamin. Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun

2010 adalah gambaran situasi kesehatan di Provinsi Sulawesi Barat yang

memuat berbagai data tentang situasi dan hasil pembangunan kesehatan selama

tahun 2010. Data dan informasi yang termuat antara lain data kependudukan,

fasilitas kesehatan, pencapaian program-program kesehatan, masalah kesehatan

dan lain sebagainya. Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat ini disajikan

secara sederhana dan informatif dengan harapan bisa dimanfaatkan oleh

masyarakat luas.

Selain untuk menyajikan informasi kesehatan, profil Kesehatan Propinsi

Sulawesi Barat bisa dipakai sebagai tolok ukur keberhasilan/kemajuan

pembangunan kesehatan yang telah dilakukan selama tahun 2010 dibandingkan

dengan target yang sudah ditetapkan, sekaligus bisa dipakai sebagai bahan

evaluasi perwujudan menuju Sulawesi Barat Malaqbi.

Page 10: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 3

B. MAKSUD DAN TUJUAN

I. Maksud

Maksud dalam penyusunan Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat

Tahun 2010 adalah untuk memantapkan dan mengembangkan Sistem Informasi

Kesehatan, sehingga dapat digunakan secara aplikatif sebagai acuan dalam

manajemen pelaksanaan upaya pelayanan kesehatan.

II. Tujuan

a. Tujuan Umum

Memberikan informasi tentang program-program pembangunan

kesehatan, pencapaian pembangunan kesehatan dan kinerja pembangunan

kesehatan.

b. Tujuan Khusus

1. Tersedianya data tentang data geografi, demografi, dan sosial-ekonomi.

2. Evaluasi keberhasilan upaya kesehatan

3. Evaluasi kinerja pembangunan kesehatan

4. Terciptanya suatu sistem informasi kesehatan yang dapat digunakan

sebagai indikator pencapaian program dan kegiatan kesehatan

C. SISTEMATIKA PENYAJIAN

Profil Kesehatan diharapkan bisa lebih informatif, maka profil kesehatan

ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut

Page 11: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 4

Bab I – Pendahuluan. Bab ini secara ringkas menjelaskan latar belakang,

maksud dan tujuan serta sistematika penulisan. Di dalamnya berisi pula uraian

ringkas dari masing-masing bab.

BAB II - Gambaran Umum. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum

Propinsi Sulawesi Barat. Di dalamnya berisi uraian tentang keadaan geografis,

keadaan penduduk, keadaan pendidikan, keadaan ekonomi, dan keadaan

lingkungan di Propinsi Sulawesi Barat

BAB III - Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini menyajikan situasi Derajat

Kesehatan berisi uraian tentang angka kematian, angka kesakitan, dan keadaan

gizi;

BAB IV - Situasi Upaya Kesehatan . Bab ini membahas tentang upaya – upaya

kesehatan yang telah dilaksanakan di Sulawesi Barat sampai tahun 2010.

BAB V - Tenaga Kesehatan berisi uraian tentang jenis tenaga kesehatan, unit

kerja penempatan tenaga kesehatan, dan persebaran tenaga kesehatan di unit

kerja Propinsi Sulawesi Barat

**************

Page 12: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 5

BAB II

GAMBARAN UMUM

A. KEADAAN GEOGRAFI

Sulawesi Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang cukup

strategis karena berada diantara dua Provinsi, yaitu Sulawesi Selatan dan

Sulawesi Barat. Provinsi Sulawesi Barat sebelah barat berbatasan langsung

dengan Selat Makassar, Sebelah timur berbatasan dengan Sulawesi Selatan,

sebelah utara berbatasan dengan Sulawesi tengah dan Sulawesi selatan

berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan.

Gambar 2.1

Peta Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2010

Page 13: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 6

Luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat sebesar 16.787 km2, secara

administratif terbagi menjadi 5 kabupaten, yang tersebar menjadi 68 kecamatan

dan 603 desa/kelurahan. Wilayah terluas adalah Kabupaten Mamuju dengan

luas 8.014 km2, atau sekitar 48% dari luas total Provinsi Sulawesi Barat,

sedangkan Kabupaten Majene merupakan wilayah yang luasnya paling kecil di

Sulawesi barat, yaitu seluas 948 km2.

Secara topografi, wilayah Sulawesi Barat memiliki kondisi yang

bervariasi yaitu pegunungan, perbukitan, dataran rendah, pesisir pantai serta

rawa-rawa. Sebagian besar wilayah di Sulawesi Barat merupakan daerah yang

sulit dijangkau disebabkan kondisi daerah yang sangat berat sehingga hanya

bisa dilalui dengan kuda dan jalan kaki. Disamping itu masih terdapat

sekelompok masyarakat terasing yang menutup diri dari kemajuan ilmu

pengetahuan.

B. KEADAAN PENDUDUK

1. Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk

Jumlah penduduk Sulawesi Barat tahun 2010 (Hasil Estimasi Dinas

Kesehatan masing-masing kabupaten) sebesar 1.168.807 Jiwa. Dengan luas

wilayah sebesar 16.787 km2,maka rata – rata kepadatan penduduk di Sulawesi

Barat sebesar 69 jiwa untuk setiap kilometer persegi (km2). Wilayah terpadat

adalah Kabupaten Polewali Mandar, dengan tingkat kepadatan penduduk

sekitar 196 jiwa per kilometer persegi (km2). Wilayah terlapang di Sulawesi

Barat adalah Kabupaten Mamuju, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar

Page 14: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 7

45 jiwa per kilometer persegi (km2). Dengan demikian dapat dilihat bahwa

persebaran penduduk si Sulawesi Barat belum merata.

Dengan jumlah rumah tangga sebesar 258.583 rumah tangga, maka rata-

rata jumlah rumah tangga di Sulawesi Barat adalah 5 Jiwa untuk setiap rumah

tangga. Jumlah penduduk tertinggi berada di Kabupaten Polewali Mandar dan

terendah di Kabupaten Mamuju Utara. Data mengenai kependudukan dapat

dilihat pada tabel lampiran 1.

2. Rasio Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio jenis

kelamin yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan

per 100 penduduk. Berdasarkan hasil proyeksi Dinas Kesehatan Kabupaten

tahun 2010 didapatkan jumlah penduduk laki-laki di Sulawesi Barat sulit

ditentukan karena kelengkapan data yang kurang dari kabupaten. Data

mengenai Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio) dapat dilihat pada lampiran tabel 2.

3. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur

Struktur/komposisi penduduk Sulawesi Barat menurut umur dan jenis

kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki maupun perempuan mempunyai

proporsi terbesar pada kelompok umur 10 – 14 tahun dan 5 – 9 tahun.

Gambaran komposisi penduduk secara lebih rinci dapat dilihat pada lampiran

tabel 3.

Page 15: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 8

C. KEADAAN EKONOMI

1. Produk Domestik Bruto (PDRB)

Perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan

yang spektakuler menembus angka dua jilid sebesar 11,91%. Laju pertumbuhan

tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi sejak terbentuknya Sulawesi Barat

dan merupakan pertumbuhan tertinggi kedua dari 33 Provinsi di Indonesia

setelah Provinsi Papua Barat yang tumbuh 26,82%, sementara nasional hanya

tumbyh 6,1%. Pada tahun 2010 nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000

mencapai Rp 4.744,31 milyar, sedangkan tahun 2009 sebesar Rp. 4.239,46

milyar. Berdasarkan harga berlaku, PDRB tahun 2010 bertambah sebesar

Rp.1.583,24 Milyar yakni dari Rp. 9.403,38 milyar pada tahun 2009 menjadi

sebesar Rp. 10.986,62 milyar pada tahun 2010.

Tabel 2.1

Nilai dan Laju Pertumbuhan PDRB menurut Sektor

Tahun 2009 – 2010

Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Barat, 2010

Page 16: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 9

Tiga sektor utama penggerak ekonomi di Sulawesi Barat adalah sektor

pertanian; sektor jasa – jasa 16,11% dan sektor perdagangan hotel, dan restoran

13,01%. Dari sisi penggunaan, pada tahun 2010 sebagian besar PDRB

digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga, yaitu sebesar 66,83%

persen. Kemudian sisanya digunakan untuk konsumsi pemerintah 22,65%,

pembentukan modal tetap bruto atau investasi fisik 12,18 persen, ekspor 15,25

persen.

PDRB per kapita secara tidak langsung bisa dijadikan sebagai salah satu

indikator untu memakmurkan suatu wilayah.

Pada tahun 2010 angka PDRB mencapai Rp. 10.986.624,75 bertambah

sekitar 16,84% atau lebih cepat sekitar 5,46% jika dibandingkan dengan PDRB

tahun 2009. Dari jumlah angka PDRB per kapita Sulawesi Barat mencapai Rp.

9.444.174 atau naik 13,90 persen jika dibandingkan dengan tahun 2009.

Tabel 2.2

PDRB Per Kapita Provinsi Sulawesi Barat tahun 2009 dan 2010

Uraian 2009 2010

1 2 3

PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku

Nilai (Rp) 8.291.689 9.444.174

Indeks Peningkatan (Persen) 10,04 13,90

Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Barat, 2010

Page 17: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 10

D. KEADAAN PENDIDIKAN

Keadaan pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah

dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu daerah. Melalui

pengetahuan, pendidikan berkonstribusi penting terhadap perubahan perilaku

kesehatan masyarakat. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam mempengaruhi

keputusan seseorang untuk berperilaku sehat.

Angak buta huruf berkolerasi dengan angka kemiskinan. Sebab,

pendududk yang tidak bisa membaca secara tidak langsung mendekatkan

mereka pada kebodohan, sedangkan kebodohan itu sendiri mendekatkan kepada

kemiskinan.

Berdasarkan data BPS 2010, persentase penduduk usia 5 tahun keatas

yang melek huruf di Sulawesi Barat sebesar 84,86%, artinya persentase

penduduk usia 5 tahun keatas yang bisa membaca serta mengerti sebuah

kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. Penggunaan AMH adalah untuk

mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama

didaerah pedesaan di Indonesia terutama didaerah di Sulawesi Barat;

menunjukkan kemampuan penduduk suatu wilayah dalam menyerap informasi

daer beberapa media dan menunjukkan kemapuan untuk berkomunikasi secara

lisan dan tertulis.

E. KEADAAN KESEHATAN LINGKUNGAN

1. Sarana Air Bersih yang Digunakan dan Akses Air Minum yang

Aman

Page 18: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 11

Berbagai sarana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih

bagi penduduk baik untuk keperluan air minum, masak, mencuci dan keperluan

lainnya. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka kebutuhan akan

air bersih semakin bertambah. Berbagai upaya yang dilakukan agar akses

masyarakat terhadap air bersih meningkat, salah satunya melalui pendekatan

partisipatori yang mendorong masyarakat berperan aktif dalam pembangunan

perpipaan air bersih di daerahnya.

Di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2010 telah memiliki akses

terhadap air bersih. Keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih di

Provinsi Sulawesi Barat masih tergolong sedikit mengingat air bersih adalah

salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat.

Gambar 2.2

Persentase Cakupan Air Sehat di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010.

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010

Page 19: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 12

2. Sarana dan Akses Terhadap Sanitasi Dasar

Jumlah sarana sanitasi dasar yang mencakup jamban, tempat sampah dan

pengelolaan air limbah/SPAL di Provinsi Sulawesi Barat tiap tahunnya

mengalami peningkatan. Namun tidak semua kepala keluarga (KK) yang

memiliki sarana sanitasi dasar dan memenuhi syarat kesehatan yang baik.

Jumah KK dengan jamban di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2010

jamban sehat sebesar 85,80%. Untuk kepemilikan tempat sampah sehat sebesar

28,84%. Cakupan SPAL sehat sebesar 22,20%.

3. Rumah Sehat

Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi

sebagai tempat tinggal atau hunian dan saran pembinaan keluarga. Sebuah

rumah haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat hidup sehat, mampu

beraktifitas dan berkarya untuk meningkatkan produktifitas diri dan keluarga.

Secara umum dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa kriteria, diantaranya

adalah memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah,

pembuangan air limbah, ventilasi baik, lepadatan hunian rumah yang sesuai dan

lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.

Jumlah rumah yang berperilaku hidup bersih dan sehat di Provinsi

Sulawesi Barat tahun 2010 sebesar 40,90%, rumah sehat sebesar38,04% dan

rumah bebas jentik sebesar 48,69%

Page 20: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 13

Gambar 2.3

Persentase Cakupan Rumah Sehat

Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2010

4. Akses Keluarga terhadap Air Sehat

Berbagai sarana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih

bagi penduduk baik untuk keperluan air minum, masak, mencuci dan keperluan

lainnya. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka kebutuhan akan

air bersih semakin bertambah. Berbagai upaya yang dilakukan agar akses

masyarakat terhadap air bersih meningkat, salah satunya melalui pendekatan

partisipatori yang mendorong masyarakat berperan aktif dalam pembangunan

perpipaan air bersih di daerahnya.

Di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2010 telah memiliki akses

terhadap air bersih. Keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih d

Provinsi Sulawesi Barat masih tergolong sedikit mengingat air bersih adalah

salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat.

Page 21: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 14

5. Sanitasi Dasar

Jumlah sarana sanitasi dasar yang mencakup jamban, tempat sampah dan

pengelolaan air limbah/SPAL di Provinsi Sulawesi Barat tiap tahunnya

mengalami peningkatan. Namun tidak semua kepala keluarga (KK) yang

memiliki sarana sanitasi dasar dan memenuhi syarat kesehatan yang baik.

Jumah KK dengan jamban di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2010

jamban sehat sebesar 85,80%. Untuk kepemilikan tempat sampah sehat

sebesar 28,84%. Cakupan SPAL sehat sebesar 22,20%.

Gambar 2.4

Persentase Cakupan Sanitasi Dasar Menurut Kabupaten Tahun 2010

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2010

6. Tempat – Tempat Umum dan Institusi Kesehatan

Tempat-tempat umum dan pengelolaan makanan (TTUPM) adalah

sarana kegiatan bagi umum yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah,

swasta atau perorangan yang langsung digunakan dan banyak dikunjungi oleh

masyarakat (hotel, restauran/rumah makan, pasar dan lain-lain). Kategori

TTUPM yang dikategorikan sehat adalah yang memenuhi akses sanitasi dasar

Page 22: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 15

(tersedianya air bersih, jamban, pembungan sampah dan limbah, ventilasi dan

pencahayaan yang dan luas ruangan sesuai).

Jumah TTUPM di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2010 telah

diperiksa dan pemeriksaan pemenuhan syarat kesehatan dasar. Capaian yang

diperoleh masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 80%. Cakupan

tertinggi pada TTUPM Hotel sebesar 76,47% dan terendah pada TTU lainnya

sebesar 30,29%. Hal ini tentunya harus mendapatkan tindak lanjut yang cukup

dengan upaya pembinaan intensif terhadap pengelola TTUPM. Institusi yang

dibina kesehatan lingkungannya meliputi sarana kesehatan, sarana pendidikan,

sarana ibadah, perkantoran dan sarana lainnya. Pembinaan yang dilakukan

berupa manajemen kontrol dan kendali mutu bagi institusi yang dibina.

Cakupan tertinggi pada Instalasi Air Minum sebesar 88,24% dan terendah pada

sarana lainnya sebesar 0,00%. Jumlah institusi yang dibina masih cukup kecil

dibandingkan jumlah institusi yang ada, namun akan ditingkatkan pada tahun-

tahun berikutnya terutama pada institusi lainnya. Pembinaan ini dilakukan

secara berkelanjutan dengan pengawasan yang ketat sehingga dapat menjaga

kesehatan pada masyarakat atau orang yang berada pada intitusi tersebut.

Page 23: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 16

BAB III

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Gambaran masyarakat Provinsi Sulawesi Barat masa depan yang ingin

dicapai oleh segenap kelompok masyarakat melalui pembangunan kesehatan

Provinsi Sulawesi Barat adalah “Terwujudnya Masyarakat Sulawesi Barat

Yang Sehat Maju dan Amanah”. Untuk mewujudkan visi tersebut ada lima

misi yang diemban oleh seluruh jajaran petugas kesehatan di masing-masing

jenjang administrasi pemerintahan, yaitu meningkatkan jangkauan dan kualitas

pelayanan kesehatan, Menjamin pemerataan sumber daya kesehatan,

Memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, Mendorong percepatan

pelaksanaan pembangunan kesehatan daerah tertinggal dan daerah perbatasan

dan menciptakan manajemen kesehatan yang akuntabel.

Guna mempertegas rumusan visi “Terwujudnya Masyarakat Sulawesi

Barat Yang Sehat Maju dan Amanah” maka ditempuh strategi percepatan

berupa mewujudkan komitemen pembangunan berwawasan kesehatan,

Profesioanalisme Unit Kerja, mempercepat pemerataan pelayanan kesehatan

yang berkualitas di daerah terpencil dan kepulauan dengan strategi

mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan Melaksanakan

jejaring Pembangunan Kesehatan.

Adapun situasi derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Sulawesi Barat

adalah sebagi berikut :

Page 24: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 17

F. ANGKA KEMATIAN

Kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dapat

menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi atau tingkat

permasalahan kesehatan, kondisi lingkungan fisik dan biologic secara tidak

langsung. Disamping itu dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian

keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan.

A. Angka Kematian Bayi

Angka kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (0-12 bulan)

per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB dapat

menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan

dengan factor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi

ibu hami, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan

dan social ekonomi. Bila AKB disuatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan

diwilayah tersebut rendah.

AKB di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010 sebesar 15,2/1000 kelahiran

hidup, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 11,7/1000

kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan target Nasional dalam RPJMN

24/1000 kelahiran hidup, maka AKB Provinsi Sulawesi Barat sudah melampaui

target Nasional, demikian juga bila dibandingkan dengan target yang

diharapkan dalam MDD (Millennium Development Goals) tahun 2015 yaitu

23/1000 kelahiran hidup.

Page 25: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 18

Peningkatan AKB di Provinsi Sulawesi Barat satu tahun terakhir dapat

memberi gambaran pelayanan kesehatan yang belum terjangkau secara merata

keseluruh lapisan masyarakat.

Penyebab kematian Anak paling besar adalah Asfiksia dan BBLR yang

mencapai 41 % dari total kematian anak 323 Jiwa selama tahun 2010. Selain itu

Anak lebih banyak meninggal di rumah. Hal ini mengindikasikan kurangnya

kesadaran masyarakat untuk membawa anakanya ke Pusat pelayanan kesehatan

untuk memeriksakan diri.

Gambar 3.5

Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2006-2010

Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011

B. Angka Kematian Balita

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian balita (1 – 5

tahun) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA dapat

menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak balita, tingkat pelayanan

KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program KIA/Posyandu, dan kondisi

sanitasi lingkungan.

Page 26: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 19

Angka kematian balita atau AKABA menggambarkan peluang untuk

meninggal pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. Berdasarkan

laporan Dinas kesehatan 5 Kabupaten di Propinsi Sulawesi Barat, Angka

kematian balita tahun 2007 sebesar 6,4 per 1.000 kelahiran hidup, tahun 2008

mengalami penurunan menjadi 1,1 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun

2009 meningkat lagi menjadi 2,28 per 1000 kelahiran hidup, dan tahun 2010

menurun menjadi 1,22 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini menandakan Angka

Kematian Balita 3 tahun terakhir sifatnya fluktuatif

Kasus kematian Balita berhubungan erat dengan kondisi lingkungan,

perilaku, infeksi penyakit, status gizi dan imunitas serta mutu dari pelayanan

kesehatan. Format pelaporan program KIA yang selama ini digunakan tidak

bisa mengakomodasi jumlah kematian balita yang ada di wilayah kerja

Puskesmas sehingga data kematian balita (1 – 4 th) tidak bisa diketahui.

Tabel 3.3

Kematian Balita di Propinsi Sulawesi Barat tahun 2008-2010

NO KABUPATEN Tahun

2008 2009 2010

1. Polewali Mandar 3 3 1

2. Mamasa - 2 0

3. Mamuju Utara 5 10 4

4. Majene 4 18 8

5. Mamuju 9 11 12

Jumlah 21 44 25

Angka Kematian 1,1 2,28 1,22 Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Suawesi Barar 2011

Page 27: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 20

Gambar 3.6

Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup

Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2007-2010

Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011

Pada gambar 3.6 nampak bahwa Angka Kematian Balita selama periode

2007-2009 menunjukkan flukstuasi dan mengalami penurunan pada tahun

2010.

Penyebab kematian terbanyak yang dilaporkan adalah penyebabnya tidak

diketahui (lainnya) sebanyak 17, kemudian ISPA, diare dan malaria. Kategori

penyakit lainnya bisa saja karena trauma, meningitis, kelainan bawaan dll.

Kabupaten Mamuju mempunyai jumlah kematian balita (1 - 5 thn) yang

terbanyak dalam 1 tahun (tahun 2010) yaitu 12 orang , kemudian Kab. Majene,

Matra dan Polman. Jumlah kematian balita ini bisa juga disebabkan karena

belum adanya Dokter Spesialis Anak di Kabupaten .

Data kematian balita ini termasuk dalam indikator pemantauan pada

cakupan pelayanan anak balita (12-59 bulan). Jadi, kasus kematian yang terjadi

tergantung dari peran tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan sesuai

Page 28: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 21

standar meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantuan

perkembangan min 2x setahun dan pemberian vitamin A 2x setahun. Termasuk

dalam pelayanan mendapatkan MTBS, khusus untuk anak yang sakit sehingga

kematian dapat dicegah.

C. Angka Kematian Ibu

AKI yang didefinisikan sebagai banyaknya kematian perempuan pada

saat hamil atau bersalin per 100.000 kelahiran hidup yang disebabkan oleh

kehamilan atau pengelolaannya, kecuali yang disebabkan oleh kecelakaan.

Angka kematian Ibu merupakan salah satu indikator penting yang

merefleksikan derajat kesehatan di suatu daerah, yang mencakup tingkat

kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan Ibu, kondisi kesehatan

lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama bagi ibu hamil, ibu

melahirkan dan ibu pada masa nifas.

Kesehatan Ibu hamil/bersalin dan AKI memiliki korelasi erat dengan

kesehatan bayi dan AKB. Faktor kesehatan ibu saat ia hamil dan bersalin

berkontribusi terhadap kondisi kesehatan bayi yang dikandung serta resioko

bayi yang dilahirkan dengan lahir mati (still birth) atau yang mengalami

kematian neonatal dini (umur 0-6 hari).

Sebagai Provinsi baru Sulawesi Barat belum memiliki data statistik vital

yang langsung dapat menghitung Angka Kematian Ibu (AKI). Jumlah

Kematian Ibu didapatkan dengan mengumpulkan informasi dari Puskesmas

semasa kehamilan, persalinan atau selama melahirkan. Seperti indikator

Page 29: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 22

kesehatan lain pada umumnya, terdapat perbedaan AKI antar wilayah di

Sulawesi Barat. Berdasarkan data Jumlah Kematian Ibu di provinsi Sulawesi

Barat pada tahun 2010 di lima kabupaten menunjukkan bahwa kabupaten

Mamuju Utara dan Majene mempunyai jumlah kematian Ibu yang paling

rendah yaitu 6 ibu di bandingkan dengan Polman (13 ibu), Mamuju yang

sampai 10 ibu yang meninggal dan Mamasa 9 ibu yang meninggal pada tahun

2010.

Angka Kematian Ibu per tahun di Provinsi Sulawesi Barat belum dapat

ditentukan karena jumlah kelahiran hidup di Sulawesi Barat pada tahun 2010,

sebesar 20.973 kelahiran hidup. Sedangkan konstanta yang digunakan dalam

perhitungan Angka Kematian Ibu adalah per 100.000 kelahiran hidup. Jadi

dalam buku ini penyusun hanya menuliskan angka absolut atau jumlah

sebenarnya, tetapi rumus yang dikeluarkan dari Kementerian Kesehatan

menjadi pedoman untuk menentukan target setiap wilayah.

Tabel 3.4

Jumlah Kematian Ibu di Propinsi Sulawesi Barat

Tahun 2008,2009 dan 2010

No Kabupaten Tahun

2008 2009 2010

1 Polewali Mandar 17 12 13

2 Mamasa 5 8 9

3 Mamuju

Utara 8 6 6

4 Majene 9 11 6

5 Mamuju 15 18 10

Jumlah (Kab/Kota) 54 55 44

Angka Kematian Ibu

Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011

Page 30: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 23

Gambar 3.7

Jumlah Kematian Ibu Maternal Sulawesi Barat

Tahun 2006-2010

Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat. 2011

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa kematian ibu dari tahun ke

tahun terdapat trend penurunan. Pada tahu 2010 kematian ibu tertinggi adalah

Kabupaten Polman sebanyak 13 orang dengan penyebab tertinggi adalah

pendarahan (6 orang) dan hipertensi dlm kehamilan (5 orang). Kemudian

Kabupaten Mamuju sebanyak 10 orang dengan penyebab kematian ibu adalah

pendarahan (2 orang), abortus (1 orang), partus lama (3 orang) dan lain – lain

(4 orang). Selanjutnya Kabupaten Mamasa sebanyak 9 orang dengan penyebab

tertinggi adalah pendarahan (3 orang). Kematian ibu terendah periode Januari –

Desember 2010 adalah Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamuju Utara, hal

ini disebabkan karena kemitraan bidan dan dukun di Kabupaten Majene sudah

berjalan dengan baik.

Page 31: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 24

Secara umum penyebab kematian ibu yang tertinggi adalah perdarahan

(19 orang) hal ini disebabkan karena masih banyaknya ibu melahirkan ditolong

selain tenaga kesehatan dan bukan di tempat fasilitas kesehatan.

B. Morbiditas

Morbiditas adalag angka kesakitan (insidensi atau prevalensi) dari suatu

penyakit yang terjadi pada suatu populasi dalam kurun waktu tertentu.

Morbiditas berhubungan dengan terjadinya atau terjangkitnya penyakit didalam

populasi, baik fatal maupun non-fatal. Angka morbiditas lebih cepat

menentukan keadaan kesehatan masyarakat dari pada angka mortalitas, karena

banyak penyakit yang mempengaruhi kesehatan hanya mempunyai mortalitas

yang rendah.

1. Penyakit terbanyak di Rumah Sakit

Penyakit terbesar di rumah sakit sepanjang tahun 2010 di Sulawesi Barat

menurut catatan Bidang Pelayanan Medik Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Barat menunjukkan pasien yang paling banyak berkunjung adalah pasien

dengan faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan dan berhubungan dengan

pelayanan kesehatan.

Perincian penyakit yang melakukan kunjungan rawat jalan di rumah sakit

menurut catatan Bidang Pelayanan Medik Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Barat tahun 2010 adalah sebagai berikut :

Kunjungan terbesar pertama rawat jalan adalah Diare dengan Jumlah

kunjungan 1888 orang dan penyakit kedua adalah Demam Berdarah dengan

jumlah kunjungan 1232 orang.

Page 32: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 25

Tabel 3.5

Jumlah Penyakit Terbanyak Pada Pasien Rawat Jalan

Dirumah Sakit Di Sulawesi Barat Tahun 2010

Daftar Penyakit Jumlah Kasus

Demam Berdarah 1232

Kolera 450

Diare 1880

TBC 313

Tetanus 21

Kusta 36

Malaria 1023

Diphteria 1112

Gigitan anjing gila 35

Sumber : Bina Pelayanan Medik Dinkes Sulbar tahun 2011

Sedangkan pasien rawat inap terbanyak menunjukkan pola yang sedikit

berbeda. Malaria menjadi kasus terbanyak yaitu 1342 kasus.

Tabel 3.6

Jumlah Penyakit Terbanyak Pada Pasien Rawat Jalan

Dirumah Sakit Di Sulawesi Barat Tahun 2010

Daftar Penyakit Jumlah Kasus

Demam Berdarah 936

Kolera 235

Diare 1627

TBC 504

Tetanus 53

Kusta 21

Malaria 1342

Diphteria 823

Gigitan anjing gila 21 Sumber : Bidang Bina pelayanan Medik Dinkes Sulbar Tahun 2011

2. Penyakit Menular

a. Malaria

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya

pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millennium Development

Goals (MDGs). Malaria disebabkan oleh hewan bersel satu (protozoa).

Page 33: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 26

Plasmodium yang ditularkan melaui gigitan nyamuk Anopheles. Wilayah

endemis malaria di Sulawesi Barat pada umumnya adalah desa – desa terpencil

dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi

yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan social

ekonomi masyarakat yang rendah.

Direktorat Jenderal PP&PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan

stratifikasi endemisitas malaria di suatu wilayah di Indonesia menjadi 4 strata

yaitu:

1. Endemis tinggi bila API > 5 per 1.000 penduduk

2. Endemis sedang bila API berkisar antara 1 - < 5 per 1.000 penduduk

3. Endemis rendah bila API 0 – 1 per 1.000 penduduk

4. Non Endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria

(Daerah pembebasan malaria) atau API = 0.

Guna mencapai target yang di canangkan secara nasional maka ada

beberapa program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat

diantaranya sebagai berikut :

1. Gebrak Malaria yang bertujuan untuk memastikan 80% dari masyarakat

yang beresiko terjangkit malaria mendapatkan perlindungan melalui

metode pengendalian vector yang sesuai keadaan setempat; 80%

penderita malaria didiagnosis dan diobati dengan menggunakan

antimalarial yang adekuat; 80% perempuan ibu hamil didaerah penularan

yang stabil mendapat perawatan pencegahan berkala (IPTp); dan beban

akibat penyakit malaria berkurang sampai 50% dan pada tahun 2015,

Page 34: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 27

penyakit dan kematian akibat malaria berkurang 75 persen dibandingkan

dengan tahun 2005, tervapainya target MDG dan intervensi efektif

diterapkan secara universal

Tabel 3.7

Strategi Kampanye Gebrak Malaria

Strategi Utama Tujuan Utama

Memobilisasi dan memberdayakan

masyarakat menuju hidup sehat

Semua desa menjadi “desa siaga”-

pemberdayaan dan pelibatan

masyarakat dalam pemberantasan

dan pengendalian malaria dan

penyakit lain yang merupakan

masalah utama kesehata

Meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan

yang berkualitas

Setiap bayi, anak dan kelompok

resiko tinggi terlindung dari

penyakit-penyakit

Memperbaiki sistem surveilans, monitoring

dan informasi

Setiap kejadian penyakit dilaporkan

secara tepat waktu dan akurat kepada

dinas kesehatan terdekat

Setiap kejadian luar biasa/wabah

dikendalikan secara cepat dan tepat

Peningkatan ketersediaan pendanaan malaria

2. Penelitian Malaria terpadu kerjasama Universitas Hasanuddin dengan

Dinas Kesehatan Sulawesi Barat. Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten

Mamuju yang merupakan daerah endemis malaria tinggi di Sulawesi

Barat dan berlangsung selama 3 tahun mulai 2010 – 2012.

Di Sulawesi Barat terdapat dua kabupaten yang termasuk dalam daerah

Endemis tinggi yakni Mamuju dan Mamuju Utara. Kondisi wilayah yang ada

menjadi salah satu faktor tingginya kasus malaria di kedua wilayah tersebut di

bandingkan dengan wilayah lain di Sulawesi Barat.

Page 35: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 28

API Sulawesi Barat pada tahum 2010 adalah 6,7 per 1.000 penduduk

Sulawesi barat. Di hubungkan dengan target MDGs angka API Sulawesi Barat

masih sangat tinggi. Begitupula dengan target nasional yang menekan jumlah

kasus menjadi kurang dari 1 per 1000 kasus malaria positif yang ditemukan

melalui pelayanan rutin. Sulawesi Barat mesti memacu diri untuk mencapai

target nasional Indonesia bebas malaria tahun 2030.

b. TB Paru

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar

melalui droplet orang yang telah terinfeksi hasil TB. Bersama dengan malaria

dan HIV AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi

komitmen global dalam MDGs.

Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case

Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru TBA Positif yang

ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang

diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Kementerian Kesehatan menetapkan

target CDR minimal pada tahun 2010 sebesar 70%.

Dalam upaya peningkatan efektifitas pengendalian TB, Sulawesi Barat

telah melakukan upaya penguatan DOTS yang merupakan kebijakan nasional

dalam pengendalian Tuberkulosis. Kunci utama dalam DOTS yaitu : komitmen,

doagnosa yang benar dan baik. Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat,

pengawasan penderita menelan obat dan pencatatan dan pelaporan penderira

dengan baik dan benar dengan sistem kohort.

Page 36: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 29

Gambar 3.8

Angka Penemuan Kasus (CDR) Per Kabupaten

Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010

Sumber : Program P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011

Angka penemuan kasus Case Detection Rate (CDR) Sulawesi Barat tahun

2010 Sulawesi Barat sebesar 47%. Kabupaten Majene adalah Kabupaten

dengan pencapaian CDR sebesar 85% dan paling rendah adalah Kabupaten

Mamuju Utara sebesar 24%. Sedangkan CDR Sulawesi Barat sebesar 47%.

Sasaran ini masih belum mencapai target MDGs sebesar 70%. Hal ini tentu

menjadi tantangan terbesar bagi Sulawesi Barat untuk dapat mencapai target

MDGs pada tahun 2015.

Tantangan yang dihadapi dalam upaya penanganan TB di Sulawesi Barat

antara lain:

1. Masih rendahnya kesadaran masyarakat mengakibatkan tingginya resiko

penyebaran infeksi. Hal ini terkait dengan advokasi, komunikasi dan

mobilisasi social belum optimal, terbatasnya akses pelayanan dan belum

maksimalnya kemitraan antara public-swasta;

Page 37: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 30

2. Masih tingginya penemuan kasus yang belum diimbangi dengan

ketersediaan pelayanan pengobatan yang memadai. Layanan pengobatan

untuk TB secara rutin belum merata.

3. Masih terbatasnya penguatan kebijakan pengendalian TB berbasis local di

Sulawesi Barat. Diperlukan penguatan pelayanan kesehatan, informasi

dan pendanaan tingkat daerah

4. Belum optimalnya sistem informasi untuk penyusunan kebijakan berbasis

fakta. Saat ini penerapan elemen strategi TB, penguatan sistem kesehatan,

peran serta petugas kesehatan, ASCM, dan riset masih kurang optimal

5. Masih terbatasnya sumber pendanaan untuk menanggulangi TB di

Sulawesi Barat. Alokasi Dana bersumber Anggaran pendapatan Belanja

Daerah hanya Rp. 48.060.000,00. Selama ini sumber dana pendanaan

penanggulangan TB di Sulawesi Barat sebagian besar berasal dari

bantuan luar negeri (GF TB). Untuk itu diperlukan peningkatan

mobilisasi sumber daya local dan peningkatan efisiensi anggaran

bersumber APBD dalam peningkatan program TB.

c. HIV AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus (retrovirus) yang

menginfeksi sel-sel sistem imunologi sehingga merusak sistem kekebalan tubuh

manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kondisi

kesehatan seseorang ketika HIV telah merusak sistem kekebalan terhadap

penyakit Infeksi menular seksual (IMS) merupakan penyakit yang sangat erat

keterkaitannya dengan kejadian HIV dan AIDS.

Page 38: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 31

Keberadaan penderita HIV/AIDS bagaikan fenomena gunung es, dimana

jumlah penderita yang ditemukan jauh lebih sedikit dibandingkan penduduk

yang terinfeksi dan diperkirakan pada tahun 2010 jumlah Orang Dengan HIV

AIDS (ODHA) di Sulawesi Barat mencapai 000000 orang. Kondisi tersebut

berkaitan dengan keadaan geografis Sulawesi Barat yang berada dalam posisi

“Segitia emas” terletak diantara Sulawesi selatan dan Sulawesi Tengan dan

berbatasan langsung dengan pulau Kalimantan menjadi salah satu faktor

mobilisasi penduduk yang cepat. Selain itu banyaknya penduduk yang masuk

menyebabkan adanya perubahan pola hidup dan perubahan perilaku seksual

yang tidak aman serta penggunaan Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif

lainnya (NAPZA) suntik yang semakin meluas.

Tantangan lain yang dihadapi adalah terbatasnya akses terhadap

pelayanan kesehatan dalam pencegahan, perawatan dan pengobatan HIV AIDS.

Sistem layanan kesehatan perlu diperkuat dalam menangani kasus HIV/AIDS;

terbatasnya alokasi anggaran dan ketersediaan dana yang berkesinambungan

dalam pengendalian HIV/AIDS. Masalah dana menjadi kendala utama dalam

mengani HIV/AIDS; masih lemahnya koordinasi linta sektor sistem monitoring

dan evaluasi; dan masih terbatasnya fasilitas dan tenaga kesehatan baik dalam

hal kuantitas dan kualitas maupun kapasitas dalam penanganan HIV AIDS.

Upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan memalui

penyuluhan ke masyarakat, pembentukan klinik IMS dan Voluntary Concealing

Test VCT di puskesmas, pengobatan dan pemeriksaan berkala penyakit

Page 39: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 32

menular seksual, pengamatan darah donor dan kegiatan lain yang menunjang

pemberantasan penyakit HIV/AIDS.

Pengembangan jejaring HIV/AIDS serta kerjasama dengan Komisi

Penanggulangan AIDS Nasional (KPA) tingkat provinsi dan kabupaten, Majelis

Ulama (MU) serta organisasi masyarakat lainnya yang terkait merupakan usaha

lain dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat dalam penanggulangan

HIV/AIDS.

Meski demikian jumlah penderita HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Barat

hingga tahun 2010 belum ada laporan secara tertulis penduduk yang tercatat

sebagai penderita positif, namun penderita positif tersebut diperkirakan ada di

sekitar kita.

Untuk penyakit infeksi menular lainnya pada tahun 2010 di Sulawesi

Barat tercatat sebanyak 516 orang. Kabupaten Mamuju menjadi kabupaten

dengan jumlah penderita IMS terbesar 493 orang atau sekitar 95 % dari

penderita penyakit infeksi menular lainnya yang tercatat di Sarana Pelayana

Kesehatan

d. Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

ISPA seringkali menjadi penyebab utama kematian pada bayi dan balita,

dimana pneumonia diduga sebagai faktor utama penyebabnya. ISPA juga

merupakan salah satu penyebab kunjungan berobat pasien di rumah sakit dan

Puskesmas.

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) atau Acute Respiratory

Infection (ARI) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian

Page 40: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 33

dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli termasuk

jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit

ISPA yang menjadi fokus program kesehatan adalah Pneumonia, karena

pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak.

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru yang

dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur dengan populasi rentan

pada anak-anak usia kurang dari dua tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau

orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).

Gambar 3.9

Penderita Pneumonia pada Balita

Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2010

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011

Berdasarkan laporan bidang pencegahan dan pengendalian penyakit dari

dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Barat, kasus pneumonia

mengalami penurunan yang cukup tajam dari tahun 2007. Pada tahun 2010

kasus pneumonia menunjukkan adanya kecenderungan meningkat sehingga

perlu diwaspadai.

Page 41: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 34

Program pengendalian ISPA menetapkan bahwa semua kasus yang

ditemukan harus mendapat tatalaksana sesuai standar. Target cakupan program

ISPA nasional pada pneumonia balita sebesar 76% dari perkiraan jumlah kasus.

Pada tahun 2009 cakupan penemuan kasus di Provinsi Sulawesi barat telah

mencapai 100%.

Gambar 3.10

Penemuan dan Tata Laksanan Pneumonia pada Balita

Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat,2011

e. Kusta

Penyakit kusta atau disebut penyakit lepra adalah penyakit infeksi kronis

yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae yang menyerang syaraf

tepi dan jaringan tubuh lainnya. Bila tidak ditangani dengan baik, kusta dapat

menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, syaraf,

anggota gerak dan mata.

Page 42: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 35

Penyakit kusta menurut jenis penyakitnya dibedakan menjadi kusta Pausi

Basiler (PB) dan kusta Multi Basiler (MB) dan pengobatannya disesuaikan

dengan klasifikasi jenisnya.

Strategi global WHO menetapkan indikator eliminasi kusta adalah angka

penemuan penderita atau istilah bahasa inggrisnya Newly Case Detection Rate

(NCDR) yang menggantikan indicator utama sebelumnya yaitu angka

penemuan penderita terdaftar berupa prevalensi rate < 1/100.000 penduduk.

Gambar 3.11

Angka Penemuan Kasus Kusta Baru

Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2010

Sumber : Bagian P2PL Dina Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011

Angka penemuan kasus kusta baru pada tahun 2010 mengalami

penurunan yang cukup berarti, baik dari jenis PB ataupun MB. Sedangkan

untuk persebarannya, kasus kusta terdapat di semua kabupaten dengan jumlah

kasus yang berbeda-beda.Hal ini disebabkan masalah dalam pengelolaan

pengendalian penyakit kusta baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.

Page 43: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 36

Dalam upaya penanggulangan penyakit kusta di Indonesia, salah satu

indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilannya adala angka proporsi

cacat tingkat II (kecatatatn yang dapat dilihat dengan mata) sebesar 5% dan

proporsi anak di antara kasus baru. Angka proporsi cacat tingkat II digunakan

untuk menilai kinerja petugas dalam upaya peningkatan penemuan kasus.

Angka proporsi cacat tingkat II yang tinggi mengindikasikan adanya

keterlambatan dalam penemuan penderita yang dapat diakibatkan rendahnya

kinerja petugas dan rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai tanda-tanda

dini penyakit kusta.

Gambar 3.12

Proporsi Cacat Tingkat 2 Penderita Kusta

Menurut Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011

Sedangkan indikator proporsi anak di antara kasus baru mampu

mempresentasikan penularan kusta yang masih terjadi di masyarakat.

Page 44: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 37

Gambar 3.13

Penderita Kusta Berdasarkan Kelompok Umur

Menurut Umur di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010.

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2011

Prevalensi penyakit kusta di Provinsi Sulawesi Barat telah mengalami

perubahan setiap tahunnya. Prevalensi penyakit kusta telah turun dari

2,5/10.000 penduduk menjadi 1,6/10.000 penduduk pada tahun 2010, walaupun

belm mencapai angka <1/10.000 penduduk. Sedangkan untuk persebarannya,

kasus kusta terdapat di semua kabupaten dengan jumlah kasus yang berbeda-

beda.

3. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

AFP adalah kondisi abnormal yang ditandai dengan melemahnya,

lumpuhnya atau hilangnya kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas secara tiba-

tiba. Hal ini dapat disebabkan oleh penyakit atau trauma yang mempengaruhi

syaraf yang berhubungan dengan otot. AFP ini sering juga dijelaskan sebagai

tanda cepat munculnya serangan seperti pada polio.

Kasus AFP adalah semua anak berusia kurang dar 15 tahun dengan

kelumpuhan yang sifatnya layuh yang terjadi secara mendadak. Sedangkan

Page 45: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 38

AFP non polio adalah kasus AFP yang pada pemeriksaan spesimen tinja tidak

ditemukan virus polio liar yang ditetapkan oleh tim ahli sebagai kasus AFP

dengan kriteria tertentu.

Gambar 3.14

Jumlah Kasus AFP [lumpuh layuh]

Provinsi Sulawesi Barat tahun 2007-2010

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011

Indikator keberhasilan ERAPO adalah ditemukannya kasus AFP minimal

2/100.000 penduduk dan tidak ditemukannya kasus polio selama lima tahun

berturut-turut. Penemuan kasus AFP di Sulawesi Barat dapat dilihat pada

gambar berikut :

Gambar 3.15

AFP Rate tahun 2007 – 2010

Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011

Page 46: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 39

4. Penyakit Potensial KLB/Wabah

a. Demam Berdarah

Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorraghic Fever) adalah

penyakit yang disebabkan oleh virus dengue serta disebarkan dengan

perantaraan nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus yang hidup di

genangan air bersih atau jernih di sekitar rumah atau tempat-tempat yang dapat

menampung dan menjadi genangan air dan umumnya kasus ini mulai

meningkat pada musim penghujan.

Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat

ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan sering muncul sebagai

Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga menimbulkan kepanikan di masyarakat

karena penyebarannya yang sangat cepat dan berpotensi menimbulkan kematian

bila tidak mendapatkan penangan secara cepat dan tepat.

Angka kesakitan DBD di Provinsi Sulawesi Barat sampai tahun 2010

cukup tinggi walaupun secara umum mengalami penurunan dibandingkan

tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 Kabupaten Mamuju dan Polewali

Mandar memiliki kasus DBD yang meningkat dibanding tahun 2009. Dari

seluruh kasus di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2010 tidak terdapat

kematian.

Kesigapan petugas di lapangan dalam penangan kasus DBD haruslah

ditingkatkan dan dipertahankan. Seperti pada Kabupaten Mamuju Utara,

Majene dan Mamuju telah melakukan penangan kasus DBD sebesar 100% dari

Page 47: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 40

18 20

0

58 73

169

18 20

0

58 73

169

7 13 0

32 42

94

11 7 0

26 31

75

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

MAJENE POLMAN MAMASA MAMUJU MATRA SULBAR

kasus dbd ditangani laki-laki perempuan

kasus yang ada. Pada Kabupaten Polewali Mandar tidak diperoleh data

mengenai jumlah kasus dan pengobatan terhadap pasien yang ditemukan.

Gambar 3.16

Penderita Kusta Berdasarkan Kelompok Umur

Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010.

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011

b. Diare

Diare dapat didefinisikan sebagai perubahan konsistensi fases selain dari

frekuensi buang air besar. Dikatakan diare apabila fases lebih berair dari

biasanya. Diare juga didefinisikan bila Buang Air Besar (BAB) tiga kali atau

lebih atau BAB lebih berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. Sementara

diare yang berdarah didefinisikan sebagai disentri.

Selain angka kesakitan yang masih tinggi, penyakit diare juga sering

menimbulkan KLB dengan tingkat CFR yang juga tinggi. Salah satu upaya

menurunkan kematian akibat diare adalah dengan tatalaksana yang tepat dan

cepat. Pengolahan, analisa, dan interpretasi data secara rutin juga akan

Page 48: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 41

dilakukan, sebagai upaya kewaspadaan dini KLB Diare. Upaya ini dilakukan

dengan mengadakan pelatihan petugas terintegrasi dengan pelatiha Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS), serta pengamatan tatalaksana diare di puskesmas

sentinel.

Gambar 3.17

Cakupan Penemuan Penderita Diare

Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011

Untuk tahun 2010, kejadian diare tertinggi tercatat di Kabuapten Mamuju

sebanyak 21.656 kasus melebihi kasus perkiraan kejadian diare dan terendah di

Kabupaten Mamasa sebanyak 3.050 kasus yang masih belum mencapai target.

Selain Kabupaten Mamuju, tidak ada kabupaten yang mencapai target

penemuan kasus diare pada tahun 2010.

Kasus diare pada balita di Provinsi Sulawesi Barat sudah mulai

menunjukkan penurunan setiap tahunnya, walaupun tidak terlalu signifikan.

Pada tahun 2008 sebesar 46,88% per 1.000 penduduk dan di tahun 2010 sebesar

45,21% per 1000 penduduk. Dari 45.012 untuk semua kasus diare, telah

Page 49: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 42

dilakukan penanganan kasus sebesar 43,89 %. Hal ini sangat jauh dari target

penanganan kasus diare.

Gambar 3.18

Cakupan Penemuan Penderita Diare Menurut Golongan Umur

Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010.

Sumber : Bagian P2Pl Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011

Upaya penanggulangan diare dilakukan dengan pemberian zink, oralit

dan penggunaan cairan infuse pada penderita serta melakukan tatalaksana diare

karena dengan penanganan yang cepat dan tepat di tingkat rumah tangga maka

diharapkan dapat mencegah terjadinya diare dengan dehidrasi berat yang dapat

menyebabkan kematian.

Gambar 3.19

Cakupan Penggunaan Zink dan Oralit Bagi Penderita Diare

Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun 2010

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2010

Page 50: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 43

c. Filariasis

Limpathic Filariasis adalah penyakit parasit dimana cacing filaria

(Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori) menginfeksi jaringan

limfe (getah bening). Parasit ini ditularkan pada manusia melalui gigitan

berbagai jenis nyamuk yang telah terinfeksi dan kemudian menjadi cacing

dewasa dan hidup di jaringan limfe.

Penyakit ini sering menyebabkan menurunkan daya kerja dan

produktifitas serta timbulnya cacat tubuh yang menetap atau permanen berupa

pembesaran kaki, lengan dan alat kelaminsebagai tanda tingkat lanjut dari

penyakit. Penyakit ini juga sering disebut Elefantiasis atau yang sering juga

disebut penyakit kaki gajah karena penderitanya sering mengalami bengkak di

kaki yang sangat besar menyerupai kaki gajah.

Gambar 3.20

Trend Kejadian Kasus Filariasis

Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 - 2010

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011

Meskipun penyakit ini sudah menyebar di semua kabupaten/kota di

Sulawesi Barat dan telah dilakukan survey pemetaan endemitas di beberapa

Page 51: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 44

kabupaten/kota, namun hingga saat ini belum dapat diketahui secara akurat

prevalensi dan jumlah penderita secara pasti. Penemuan kasus filariasis selama

ini hanya setelah timbulnya tanda tingkat lanjut dari penyakit ini mengingat

penyakit ini bersifat kronis. Belum pernah ditemukan orang yang menderita

filaria secara dini walaupun orang tersebut bermukim di daerah endemis atau

terdapat penderita filariasis disekitarnya.

Dalam upaya mencapai eradikasi filariasis pada tahun 2020 diperlukan

upaya pencegahan dan pemberantasan dilakukan dengan memutus rantai

penularan dan mengobati penderita untuk mencegah infeksi sekunder serta

alat/sarana yang sensitive untuk penegakan diagnosis sehingga penderita dapat

ditemukan dalam stadium dini dan sampai tidak menimbulkan kecatatan.

Kegiatan pengobatan massal pada penderita filariasis belum pernah

dilakukan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten selama tahun 2010.

Page 52: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 45

BAB IV

SITUASI UPAYA KESEHATAN

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya

pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan gambaran situasi upaya

kesehatan yang telah dilakukan di Provinsi Sulawesi Barat.

A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan langkah awal yang sangat penting

dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan

pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat, diharapkan

sebagian besar masalah kesehatan dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan

dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan jaringannya

adalah sebagai berikut :

1. PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN BAYI

Seorang ibu mempunyai peran besar didalam pertumbuhan bayi dan

perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang

sedang hamil bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga

kelahiran dan masa pertumbuhan bayi / anaknya.

Pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi antara lain pelayanan antenatal,

persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di sarana

kesehatan mulai Posyandu sampai rumah sakit.

Page 53: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 46

a. Pelayanan Antenatal (K 1 dan K 4)

Pelayanan Antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga

kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter

umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil sesuai pedoman.Kegiatan

pelayanan antenatal meliputi pengukuran berat badan dan tekanan darah,

pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta

pemberian tablet besi pada ibu hamil selama masa kehamilannya. Titik berat

kegiatan adalah promotif dan preventif dan hasilnya terlihat dari cakupan K1

dan K4

Cakupan K1 untuk mengukur akses pelayanan ibu hamil,

menggambarkan besaran ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama ke

fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Indikator ini

digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal dan kemampuan

program dalam menggerakan masyarakat. Cakupan K1 tahun 2010 sebesar

96,7%, meningkat dibandingkan tahun 2009 sebesar 93,14%.

Cakupan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan

pelayanan antenatal sesuai standar, minimal empat kali kunjungan selama masa

kehamilannya (sekali di trimester pertama, sekali di trimester kedua dan dua

kali di trimester ketiga). Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat

perlindungan dan kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil.

Page 54: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 47

Gambar 4.21

Persentase cakupan pelayanan K1 DAN K4 ibu hamil

Di Sulawesi Barat Tahun 2006-2010

Sumber : Bidang Bina Kesehatan Masyarakat, 2010

Dari grafik tersebut terlihat cakupan K4 di Sulawesi Barat menunjukan

peningkatan dalam empat tahun terakhir yang berarti terjadi peningkatan

kualitas pelayanan pada ibu hamil di Sulawesi Barat, ini menunjukkan semakin

kuatnya program memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama bagi ibu

hamil cakupan tersebut memenuhi target SPM sebesar 90%.

Cakupan pelayanan K4 menurut Kabupaten di Sulawesi Barat, dapat di

lihat pada gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2

Persentase Cakupan Pelayanan K1 dan K4 Ibu Hamil

Menurut Kabupaten Tahun 2010

Sumber : Program Ibu dan Anak, Binkesmas Dinkes Sulbar

Page 55: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 48

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa tahun 2010 presentase ibu

hamil yang mendapat pelayanan ANC sampai 4 kali (cakupan K4) yang

tertinggi adalah Kabupaten Majene (87,56%) setelah itu Kab. Polman dan yang

terendah adalah Kabupaten Mamasa (69,73%). Persentase cakupan K4 semua

kabupaten sudah melampaui target yang diberikan oleh Provinsi Sulawesi Barat

yang disesuaikan dengan kondisi masing – masing kabupaten. Secara umum,

presentase cakupan K4 semua kabupaten dan provinsi sudah melampaui target,

kecuali Kabupaten Polman (79,42%) belum melampaui target (82,71%)

sedangkan Kabupaten Mamuju (71,67%), Mamasa (62,18%) dan Kabupaten

Matra (69,73%) serta Provinsi Sulawesi Barat (74,93%) telah melampaui target

tahun 2010 (71,30%).

Untuk dapat meningkatkan cakupan K4 dapat didukung dengan kegiatan

Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K), kemitraan

bidan dan dukun serta kelas ibu hamil dan juga dengan adanya program

kelambu oleh GF ATM Round 8 Kesehatan Ibu dapat meningkatkan cakupan

K4.

Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa ibu

hamil dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader

dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di semua kabupaten se Provinsi

Sulawesi Barat terdapat penurunan cakupan K1 ke cakupan K4. Hal ini

disimpulkan bahwa banyaknya K4 yang DO. Semua kabupaten se Provinsi

Sulawesi Barat cakupan k1 lebih dari 30% ibu hamil dari sasaran telah

Page 56: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 49

mendapatkan pelayanan antenatal care pada kehamilannya tapi melihat DO K1-

K4 yang lebih dari 10% maka Provinsi Sulawesi Barat perlu penelusuran dan

intervensi lebih lanjut. Salah satu penyebab DO tersebut adalah ibu yang kontak

pertama (K1) dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari

3 bulan, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang

kehamilannya. Sehingga diperlukan intervensi penelusuran ibu hamil dan

mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya pemeriksaan kehamilan

secara dini ke petugas kesehatan serta meningkatkan Program Perencanaan

Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K) dan melakukan sweeping ibu

hamil secara berkala di wilayah kerja masing – masing.

Bila ibu hamil kontak pertama pada tenaga kesehatan (K1) bukan pada

trimester 1 maka cakupan K4 nya pasti akan lebih kecil dari K1 karena

dikatakan cakupan K4 bila memenuhi persyaratan 1 kali kontak dengan tenaga

kesehatan pada kehamilan trimester 1, 1 kali kontak dengan tenaga kesehatan

ada kehamilan trimester 2 serta 2 kali kontak dengan tenaga kesehatan pada

kehamilan trimester 3

b. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang memiliki

kompetensi Kebidanan

Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian

besar terjadi pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan

pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

kompetensi kebidanan (profesional).

Page 57: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 50

Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan mengalami fluktuasi. Tahun 2010 Cakupan pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 73,1% meningkat di bandingkan tahun

2008 sebesar 65,94% Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

tahun 2006-2010 cenderung meningkat selama 3 tahun terakhir, hal dapat di

lihat pada gambar 4.3 berikut ini :

Gambar 4.23

Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan

Oleh tenaga Kesehatan Tahun 2006-2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten 2006-2009

Gambar 4.24

Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan

Oleh tenaga Kesehatan menurut kabupaten di Sulawesi Barat Tahun 2010

Sumber : Program Ibu dan Anak, Dinkes Sulawesi Barat, 2011

Page 58: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 51

Pada gambar 4.24 terlihat bahwa presentase ibu hamil yang melahirkan

dengan ditolong oleh tenaga kesehatan ( cakupan PN) yang tertinggi adalah

Kabupaten Majene (85,10%) kemudian Kabupaten Polman (81,94%) dan yang

terendah adalah Kabupaten Mamuju Utara (56,94%). Kabupaten persentase

cakupan PNnya melampaui target yang diberikan oleh Provinsi Sulawesi Barat

yang disesuaikan dengan kondisi masing – masing kabupaten adalah kabupaten

Majene (85,10%). Secara umum, presentase cakupan PN semua kabupaten dan

provinsi sudah mendekati target bahkan capaian PN provinsi (73,12%) sudah

mendekati target 73,53%.

Untuk dapat meningkatkan cakupan K4 dapat didukung dengan kegiatan

Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K), kemitraan

bidan dan dukun, kelas ibu hamil serta pelatihan APN bagi bidan sehingga

dapat menambah keterampilan bidan menangani persalinan disamping pelatihan

– pelatihan lainnya yang menunjang peningkatan keterampilan bidan

memberikan pelayanan di masyarakat. Serta membuat rumah tunggu untuk ibu

hamil yang tempat tinggalnya jauh dari tenaga kesehatan dan fasilitas

kesehatan.

Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa dengan

memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali

tanda – tanda dan mendeteksi secara dini.

c.Ibu Hamil Resiko Tinggi (Risti)/komplikasi yang ditangani

Page 59: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 52

Risiko tinggi pada ibu hamil adalah keadaan penyimpangan dari normal

yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.

Risti/komplikasi kebidanan meliputi Hb<8 %, Tekanan darah tinggi (Sistole

>140 mmHg, diastole > 90 mmHg), Oedema nyata, ekslampsia, perdarahan

pervaginam, ketuban pecah dinoi, letak lintang pada usia kehamilan > 36

minggu, letak sungsang pada pramigravida, infeksi berat/sepsis, persalinan

prematur.

Dalam memberikan pelayan kuhususnya oleh tenaga bidan didesa dan

puskesmas, beberapa ibu hamil yang memiliki resiko tinggi (risti) memerlukan

pelayanan kesehatan karena terbatasnya kemampuan dalam memberikan

pelayanan, maka kasus tersebut perlu dilakukan rujukan ke unit pelayanan

kesehatan yang memadai.

Pada tahun 2010 terdapat 27.502 ibu hamil di Propinsi Sulawesi Barat.

Dari jumlah tersebut, terdapat sebanyak 5.500 ibu hamil risiko

tinggi/komplikasi atau sebesar 20% dari jumlah ibu hamil yang ada. Jumlah ibu

hamil risiko tinggi/komplikasi yang ditangani sebesar 3.178 ibu hamil atau

sebesar 50,96% .

Persentase Penanganan Komplikasi Ibu Hamil di Sulawesi Barat selama

tahun 2006-2010 dapat di lihat pada gambar 4.25

Page 60: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 53

Gambar 4.25

Persentase Penanganan Komplikasi Ibu Hamil

Di Sulawesi Barat Tahun 2010

Sumber : Program Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat tahun 2011

Presentasi cakupan ibu hamil komplikasi yang ditangani (PK) yang

tertinggi adalah Kabupaten Polman (82,43%) dari hasil deteksi resiko oleh

nakes 80,87% dan deteksi resiko oleh masyarakat 30,37% hal ini disebabkan

karena Kabupaten Polman mempunyai 2 (dua) orang dokter obgyn (akhir april

1 org obgyn pindah tugas) dan memiliki RS mampu PONEK yang menjadi

pusat rujukan, kemudian Kabupaten Majene dapat menangani ibu hamil yang

komplikasi sebesar 59,44% dari 111,68% yang dideteksi oleh nakes dan

54,24% yang dideteksi oleh masyarakat dan yang terendah adalah Kabupaten

Mamuju Utara (33,32%). Kabupaten Mamuju Utara tidak memiliki dokter

obgyn sedangkan letaknya jauh dari Kabupaten Mamuju yang mempunyai

dokter obgyn. Persentase cakupan ibu hamil komplikasi yang ditangani pada

umumnya sudah melampaui target masing – masing kabupaten, kecuali

Kabupaten Mamuju (26,90%) yang belum mencapai target kabupaten

Page 61: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 54

(49,63%) padahal kabupaten mamuju diharapkan cakupan PK nya tinggi karena

memiliki dokter obgyn, di kabupaten mamuju dari hasil deteksi resiko oleh

nakes sekitar 68,88% dan deteksi resiko oleh masyarakat 12,79% dan yang

ditangani hanya 26,90% sehingga ada 54,77% bumil beresiko yang tidak

ditangani. Pencapaian PK Provinsi Sulawesi Barat (50,99%) telah melampaui

target cakupan ibu hamil komplikasi yang ditangani (PK) 46,35%

Untuk dapat meningkatkan cakupan PK dapat didukung dengan kegiatan

Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K) sehingga

ibu hamil yang komplikasi dapat lebih dini terdeteksi jika bumil melakukan

ANC lengkap, dapat pula didukung oleh kegiatan pemeriksaan ibu hamil secara

brkala dengan menggunakan USG Mobile yang dilakukan oleh dokter obgyn ke

daerah yang sulit dijangkau, kemitraan bidan dan dukun, kelas ibu hamil sera

PKM mampu PONED sehingga bila ada yang ditedeksi bumil resti oleh nakes

maupun masyarakat dapat terlebih dahulu ditangani di PKM PONED sebelum

dirujuk ke RS. Tapi kendala yang ada yaitu tim PONED di PKM masih banyak

yang belum aktif memberikan pelayanan disebabkan oleh tiak adanya alat

PONED serta seringnya terjadi pergeseran petugas kesehatan.

Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa bumil

resti yang perlu mendapatkan penanganan dengan memberikan sosialisasi

penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali tanda – tanda dan

mendeteksi secara dini.

Page 62: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 55

d. Pelayanan Nifas

Masa nifas adalah masa 6-8 minggu setelah persalinan dimana organ

reproduksi mulai mengalami masa pemulihan untuk kembali normal, walau

pada umumnya organ reproduksi akan kembali normal dalam waktu 3 bulan

pasca persalinan.

Dalam masa nifas, ibu seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan yang

meliputi pemeriksaan kondisi umum, payudara, dinding perut, perineum,

kandung kemih dan organ kandungan. Karena dengan perawatan nifas yang

tepat akan memperkecil resiko kelainan bahkan kematian ibu nifas.

Pada tahun 2010 jumlah sasaran ibu bersalin di Sulawesi Barat sebanyak

26.251 orang dan 20.184 (76,89) diantaranya telah mendapat pelayanan nifas

sesuai standar. Capaian tertinggi dicapai beberapa kabupaten Majene (97,06%)

dan terendah Mamuju Utara (68%)

Gambar 4.26

Cakupan Kunjungan Ibu Nifas

Menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Tahun 2010

Sumber : Program Ibu dan Anak, Dinkes Sulawesi Barat 2010

Page 63: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 56

e. Kunjungan Neonatus (KN2)

Kunjungan neonatus adalah bayi usia 0-28 hari yang kontak dengan

tenaga kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan minimal tiga kali

yaitu dua kali pada umur 0 -7 hari dan satu kali pada umur 8-28 hari (KN2).

Adapun pelayanan kesehatan yang diberikan adalah pelayanan kesehatan

neonatal dasar yang meliputi tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia,

pemberian ASI dini dan ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata,

tali pusat, kulit dan pemberian imunisasi, pemberian vitamin K, manajemen

terpadu balita muda (MTBM) dan konseling untuk ibunya tentang perawatan

neonatus di rumah dengan menggunakan buku KIA.

Berdasarkan laporan Program Kesehatan ibu dan Anak jumlah dengan

risiko tinggi/komplikasi pada neonatal di Propinsi Sulawesi Barat tahun 2010

sebanyak 24.999 bayi. Dari jumlah tersebut terdapat sebanyak 3.750 bayi risiko

tinggi/komplikasi atau sebesar 15%. Cakupan penanganan neonatal resiko

tinggi ditangani pada tahun 2010 sebesar 46,6%. Cakupan penanganan

Neonatla selama tahun 2008 sampai 2010 dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4.27

Cakupan Penanganan Neonatal resiko tinggi Sulawesi Barat

Tahun 2008-2010

Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat, 2011

Page 64: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 57

Berdasarkan gambar 4.27 diatas menunjukkan bahwa selama tahun 2008-

2009 penanganan neonatal resiko tinggi di Sulawesi Barat mengalami

peningkatan yang cukup signifikan sedangkan pada tahun 2010 secara angka ini

mengalami penurunan, bukan berarti penanganan neonates tidak dilaksanakan,

namun dari perkiraan neonates yang ada ternyata lebih banyak dari jumlah

sebenarnya. Ini menjadi tanda bahwa semakin baiknya pelayanan kesehatan dan

kunjungan ibu hamil kesarana pelayanan kesehatan selama hamil.

Pada tahun 2010 presentasi cakupan neonatal komplikasi yang ditangani

yang tertinggi adalah Kabupaten Polman (68,2%) hal ini disebabkan karena

Kabupaten Polman mempunyai 1 (orang) orang dokter ahli anak dan memiliki

RS mampu PONEK yang menjadi pusat rujukan, kemudian Kabupaten Majene

dapat menangani neonatal yang komplikasi sebesar 49,9%. Kabupaten Majene

juga memiliki 1 (orang) orang dokter ahli anak. Kabupaten Mamuju Utara juga

memiliki 1 (orang) orang dokter ahli anak walaupun hanya dikontrak dan

mrelaksanakan pelayanan di RSUD Mamuju Utara 3 (tiga) kali satu pecan.

Walaupun demikian Mamuju utara dapat mencapai cakupan penanganan

neonatal komplikasi sebesar 44,0%% dan kabupaten dengan cakupan terendah

adalah Kabupaten Mamasa (18,4%). Kabupaten Mamasa dan Kabupaten

Mamuju tidak memiliki dokter ahli anak sedangkan letaknya jauh dari

Kabupaten Polman dan Majene yang mempunyai dokter ahli anak.

Untuk dapat meningkatkan cakupan penanganan neonatal dapat didukung

dengan kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi

Page 65: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 58

(P4K) sehingga ibu hamil yang komplikasi dapat lebih dini terdeteksi jika

bumil melakukan ANC lengkap, dapat pula didukung oleh kegiatan

pemeriksaan ibu hamil secara berkala dengan menggunakan USG Mobile yang

dilakukan oleh dokter obstetric dan ginekologin ke daerah yang sulit dijangkau,

kemitraan bidan dan dukun, kelas ibu hamil sera PKM mampu PONED

sehingga bila ada yang didekteksi neonatal resti oleh nakes maupun masyarakat

dapat terlebih dahulu ditangani di PKM PONED sebelum dirujuk ke RS. Tapi

kendala yang ada yaitu tim PONED di PKM masih banyak yang belum aktif

memberikan pelayanan disebabkan oleh tidak adanya alat PONED serta

seringnya terjadi pergeseran petugas kesehatan. Serta diharapkan peran serta

kader dalam mencari dan membawa neonatal resti yang perlu mendapatkan

penanganan dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga

kader dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini.

Gambar 4.28

Cakupan Penanganan Neonatal resiko tinggi

menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Tahun 2010

Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011

Page 66: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 59

3. PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA, USIA SEKOLAH

DAN REMAJA

Pelayanan kesehatan pada kelompok anak balita (pra sekolah), usia

sekolah dan remaja dilakukan melalui deteksi/pemantauan dini terhadap

tumbuh kembang dan kesehatan anak pra sekolah serta pemeriksaan kesehatan

anak sekolah dasar/ sederajat dan pelayanan kesehatan pada remaja (SMP dan

SMU).

Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita/pra sekolah adalah

cakupan anak umur 0-5 tahun yang dideteksi kesehatan dan tumbuh

kembangnya sesuai standar oleh dokter, bidan dan perawat paling sedikit dua

(2) kali per tahun baik didalam gedung maupun diluar gedung seperti

Posyandu, taman kanak-kanak, panti asuhan. Sementara untuk pelayanan

kesehatan bagi siwa SD/MI dan siswa`SMP/SMU dan sederajat dilakukan

melalui penjaringan kesehatan bagi murid kelas 1 (satu) SD/MI dan

SMP/SMU.

Cakupan pelayanan anak balita pra sekolah tahun 2010 sebesar 43,6%,

meningkat tajam dibanding tahun 2009 sebesar 41,16%, namun masih jauh dari

target SPM sebesar 80%. Demikian pula dengan cakupan siswa SD/MI tahun

2010 hanya ada 2 (dua) kabupaten yang melaporkan datanya yakni Kabupaten

Majene 36,7% dan Kabupaten Mamasa 90,5%

Page 67: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 60

Cakupan tahun 2010 masih sangat jauh target SPM yang harus dicapai

maka masih dibutuhkan upaya ekstra guna meningkatkan cakupan. Dibutuhkan

koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait.

4. PELAYANAN KESEHATAN PRA USILA (45-59 TH) DAN USILA

(>60 TH)

Seiring bertambahnya Umur Harapan Hidup (UHH) maka keberadaan

para lanjut usia tidak dapat begitu saja diabaikan, sehingga perlu diupayakan

peningkatan kualitas hidup bagi kelompok umur lanjut usia.

Pelayanan kesehatan pra usila dan usila adalah penduduk usia 60 tahun

ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar yang dilakukan

oleh tenaga kesehatan baik di Puskesmas, di Posyandu lansia maupun di

kelompok usia lanjut.

Pada tahun 2010 jumlah usila di Sulawesi Barat sebanyak 73.529 orang,

dan yang menadapat pelayanan kesehatan 58.210 orang atau 82,6%

(Kabupaten Mamasa dan Mamuju utara tidak melaporkan datanya) .cakupan

Sulawesi Barat amsih dibawah target nasional sebesar 90%.

Masih kurangnya cakupan pelayanan kesehatan bagi untuk warga usila,

kemungkinan karena belum berfungsinya posyandu lansia secara optimal.

Selain itu belum semua desa mempunyai posyandu lansia. Padahal dengan

adanya posyandu lansia maka pelayanan kesehatan akan lebih mudah dijangkau

oleh para lansia. Dibutuhkan koordinasi dan peran serta masyarakat serta lintas

Page 68: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 61

sektor terkait dalam upaya meningkatkan cakupan pelayanan terhadap para

lansia.

4. PELAYANAN KELUARGA BERENCANA (KB)

Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya

kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi, menurut

hasil penelitian bahwa usia subur wanita antara usia 15-49 tahun. Oleh karena

itu untuk mengatur jumlah kelahiran, maka wanita/ pasangan usia subur (PUS)

diprioritaskan untuk menggunaan KB.

Peserta KB dibagi menjadi KB baru dan KB aktif. Pada tahun 2010

cakupan peserta KB baru sebesar 6,1% dan KB aktif sebesar 45,1 % dari

jumlah PUS sebanyak 234.784 orang. Cakupan KB aktif Sulawesi Barat

tahun 2010 masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 70%.

Berdasarkan jenis metode kontrasepsi yang digunakan, sebanyak 92,4%

akseptor KB aktif memilih metode kontrasepsi jangka pendek (non MKJP)

dengan pilihan terbanyak adalah metode Pil (54%). Sementara yang memilih

metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD, MOW/MOP dan

implant hanya 6,1%.

Page 69: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 62

Gambar 4.29

Proporsi metode kontrasepsi peserta KB Aktif

di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010

Sumber : Program kesehatan Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat 2010

Begitupula untuk peserta KB baru, peminat metode kontrasepsi jangka

pendek sebesar 96,3% dengan pilihan terbanyak juga metode pil (58,7%),

sedangkan yang memilih metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) hanya

3,7%. Kondisi tersebut mungkin disebabkan karena faktor biaya yang lebih

murah dan cara yang mudah.

Gambar 4.30

Proporsi metode kontrasepsi peserta KB Baru

di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2008

Sumber : Program kesehatan Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat 2010

Page 70: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 63

5. PELAYANAN IMUNISASI

Beberapa penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat

dikelompokkan ke dalam dua kelompok vaksin, yaitu vaksin yang tergabung

dalam kelompok vaksin virus dan kelompok vaksin bakteri. Kelompok vaksin

bakteri misalnya tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, meningitis

meningokokus, tipus abdominalis, kolera, hemophilus influenza tipe B dan

pneumonia pneumokokus.

Sedangkan vaksin virus termasuk di dalamnya adalah penyakit campak,

polio, hepatitis B, hepatitis A, influenza, rabies, Japanese encephalitis, yellow

fever (demam kuning), rubella, varicella, parotitis epidemica dan rotavirus.

Banyak penyakit lain yang sedang dikembangkan seperti malaria, demam

berdarah, HIV/AIDS dan AI.

Upaya imunisasi telah terbukti dapat mengeradikasi penyakit cacar dan

menekan penyakit polio, yaitu serta sejak tahun 1995 tidak ditemukan lagi virus

polio liar yang berasal dari Indonesia (indigenous). Hal ini sejalan dengan

upaya global untuk membasmi polio di dunia dengan program ERAPO.

Indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan program imunisasi

secara nasional adalah angka cakupan Universal Child Immunization (UCI)

pada wilayah desa/kelurahan. Untuk tahun 2010 indikator perhitungan UCI

adalah cakupan imunisasi lengkap pada bay1 >85% untuk semua antigen.

Sehingga bila cakupan UCI dikaitkan dengan batas wilayah maka dapat

Page 71: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 64

menggambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi terhadap

penularan PD3I di wilayah tersebut.

Target cakupan UCI desa/kelurahan di Provinsi Sulawesi Barat pada

tahun 2010 dibandingkan tahun 2009 yang hanya sebesar 42,11%. Pencapaian

UCI Sulawesi Barat tahun 2010 belum mencapai target nasional sebesar 85%.

Sedangkan untuk cakupan UCI per Kabupaten, Kabupaten Mamuju

memiliki cakupan UCI desa/kelurahan tertinggi 76,0%, yang paling terendah

cakupan UCI desa/kelurahan adalah Kabupaten Mamasa (53,0%)

Gambar 4.31

Cakupan Desa/Kelurahan UCI

Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010

Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011

Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi kepada bayi umur

0 – 1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi kepada Wanita Usia

Subur (WUS)/ibu hamil (TT) dan imunisasi kepada anak sekolah dasar (SD)

(kelas 1 : DT, kelas 2-3 : TT) sedangkan kegiatan imunisasi tambahan

Page 72: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 65

dilakukan atas dasar ditemukannya masalah, seperti desa non UCI,

potensial/risti KLB, ditemukan adanya virus polio liar atau kegiatan lainnya

berdasarkan kebijakan teknis.

Gambar 4.32

Cakupan pemberian Imunisasi Pada Bayi

Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat tahun 2010

Sumber : Program Sepimkesma Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011

Drop Out (DO) imunisasi adalah bayi yang tidak mendapat imunisasi

lengkap yaitu dengan mendeteksi bayi yang telah mendapat imunisasi DPT1

namun tidak mendapat imunisasi campak. Karena imunisasi DPT1 merupakan

salah satu antigen kontak pertama yang diberikan pada bayi sedangkan

imunisasi campak merupakan antigen kontak terakhir dari semua imunisasi

yang diberikan kepada bayi. Cakupan DO tahun 2010 sebesar 0,5%, seluruh

kabupaten di Sulawesi Barat mencapai cakupan campak > 80% dengan cakupan

terendah adalah Kabupaten Mamuju Utara (84,4%).

Page 73: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 66

6. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan melalui distribusi tablet besi

(Fe) pada ibu hamil, distribusi Vitamin A pada balita dan pemberian kapsul

yodium pada WUS.

a. Pemberian Tablet Besi (Fe) pada ibu hamil

Pada saat periksa kehamilan di sarana kesehatan, ibu hamil akan

mendapatkan tablet Fe yang bertujuan untuk mengatasi dan mencegah

terjadinya kasus anemia serta meminimalkan dampak buruk akibat kekurangan

Fe, karena kekurangan Fe pada ibu hamil dapat mengakibatkan terjadinya

abortus, kecacatan bayi atau bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR).

Cakupan ibu hamil yang mendapatkan Fe-1 (30 tablet) tahun 2010

sebesar 94,36% dan cakupan Fe-3 sebesar 69,16%. Cakupan kedua indikator

tersebut meningkat dibandingkan tahun 2009 dan telah memenuhi target

Indonesia sehat 2010 sebesar 80%. Cakupan Fe-3 tertinggi dicapai Kabupaten

Majene 87,56% dan terendah Kota Mamasa (61,83%).

Walaupun capaian telah melampaui target namun petugas kesehatan

tetap harus memotivasi ibu hamil agar meminum tablet besi tersebut guna

mencegah terjadinya anemia ibu hamil.

Page 74: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 67

Gambar 4.33

Cakupan distribusi tablet Fe-1 dan Fe-3

Meurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010

Sumber : Program Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010

b. Pemberian Kapsul Vitamin A pada balita

Vitamin A adalah salah satu zat gizi yang diperlukan tubuh dan berguna

untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan mata. Bila seorang anak

yang menderita kekurangan vitamin A terserang campak, diare atau penyakit

infeksi lainnya maka penyakit tersebut akan bertambah parah dan dapat

mengakibatkan kematian, karena infeksi tersebut menghambat kemampuan

tubuh untuk menyerap zat-zat gizi dan pada saat yang sama akan mengikis

simpanan vitamin A dalam tubuh. Selain itu kekurangan vitamin A dalam

waktu lama dapat mengakibatkan gangguan pada mata bahkan dapat

mengakibatkan kebutaan.

Sasaran pemberian kapsul Vitamin A adalah bayi usia 6-11 bulan dan

balita (1-4 tahun) sebanyak 2 kali dalam setahun (Februari dan Agustus) serta

Page 75: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 68

ibu nifas satu kali. Cakupan balita yang mendapat vitamin A pada tahun 2010

sebesar 77,57%, kondisi ini sudah mencapai target nasional tahun 2010 75%

namun belum mencapai target Nasional 2015 sebesar 85%. Capaian tertinggi

pemberian kapsul vitamin A adalah Kabupaten Majene 89,74% dan terendah

kabupaten Mamuju Utara (66,72%)

Gambar 4.34

Cakupan pemberian kapsul Vitamin A pada Bayi dan Anak Balita

Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun 2010

Sumber : Program Gizi Dinkes Sulawesi Barat 2010

7. PELAYANAN FARMASI

a. Kabupaten Majene

Kabupaten Majene merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi Barat

yang cukup maju infrastrukturnya baik sarana dan prasarana dan ditunjang oleh

perencanaan pemerintah Sulawesi Barat yang menggandengkan Kabupaten

Majene sebagai Kabupaten Pusat pendidikan Sulawesi Barat Kedepannya.

Page 76: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 69

Upaya pelayanan kesehatan Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara paripurna.

Upaya tersebut dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan

pemerataan Obat Generik dan Obat Esensial yang bermutu bagi masyarakat.

Instalasi Farmasi Kabupaten Majene dipimpin oleh Apoteker, serta

dibantu 1 orang tenaga Apoteker , 1 orang tenaga Asisten Apoteker dan 4 orang

tenaga SMA, sehingga seluruhnya berjumlah 7 orang.

Tabel 4.8

Gambaran Pengadaan Obat

Kabupaten Majene Tahun 2006 – 2010 No Anggaran Obat APBD (Rp) APBN/DAK (Rp)

1 Tahun 2006 Rp. ,- Rp. ,-

2 Tahun 2007 Rp. ,- Rp.

3 Tahun 2008 Rp. 1.000.000.000,- Rp. 371.000.000,-

4 Tahun 2009 Rp. 500.000.000,- Rp. 231.000.000,-

5 Tahun 2010 Rp. 400.000.000,- Rp. 703.000.000,-

Sumber : Bina Pelayanan Farmasi Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011

Jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk, maka didapat pembelian

obat untuk tahun 2010 sebesar Rp. 7.429/kapita. Jelas ini masih dibawah

standart nasional sebesar Rp.13.000,-.

Jadi dapat dikatakan bahwa ketersediaan obat di IFK Majene dengan

memakai parameter obat “indicator”, didapatkan obat yang habis atau kosong

ada 4 jenis, sementara obat dengan tingkat kecukupan dengan kategori kurang

Page 77: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 70

sebanyak 16 jenis. Untuk tingkat kecukupan kategori lebih sebanyak 4 jenis

obat.

Upaya kearah perbaikan untuk mencukupkan ketersediaan obat tidak

dilakukan baik dari pengadaan APBD maupun meminta obat buffer stok di

Instalasi Farmasi Provinsi Sulawesi Barat. Diharapkan ke depan ada upaya

perbaikan di IFK Majene. Upaya yang dapat dilakukan antara lain,

meningkatkan dana pengadaan obat yang untuk tahun 2010 hanya berkisar

400.000.000,- mengingat untuk mencapai ketersediaan obat dalam jumlah dan

mutu yang terjamin dan mengacu pada standar perkapita yang ditetapkan

Depkes untuk tahun 2010 sebesar Rp 13.000,-., maka seyogyanya pemkab

Majene menyediakan dana sebesar = 148.467 (jumlah penduduk) x Rp 13.000,-

/kapita – 703.000.000,- (dana obat DAK tahun 2010) = Rp. 1.227.071.000,-.

b. Kabupaten Polewali Mandar

Polewali Mandar merupakan Kabupaten induk bersama Kabupaten

Majene dan Kabupaten Mamuju, sehingga Kabupaten ini merupakan

Kabupaten yang telah cukup maju infrastrukturnya baik itu sarana maupun

prasarana kesehatan.

Kabupaten Polewali Mandar merupakan Kabupaten yang Cukup maju

infrastrukturnya baik sarana dan prasarana kesehatan sehingga pada awal

pembentukan Sulawesi Barat Kabupaten polewali Mandar direncanakan

sebagai kota rujukan untuk pelayanan kesehatan Masyarakat Sulawesi Barat.

Page 78: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 71

Instalasi Farmasi Kabupaten Polewali Mandar memiliki seorang Asisten

Apoteker sebagai kepala instalasi farmasi dibantu 2 orang tenaga SMA,

sehingga seluruhnya berjumlah 3 orang.

Adapun gambaran pengadaan obat dari tahun ketahun yang diperoleh

dari dana APBD dan APBN dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 4.9

Gambaran Pengadaan Obat

Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2006 – 2010

No Anggaran Obat APBD APBN/DAK

1 Tahun 2006 Rp. 1.092.822.950,- Rp. ,-

2 Tahun 2007 Rp. 1.578.691.606,- Rp. 568.734.624,-

3 Tahun 2008 Rp. 1.258.175.688,- Rp. 709.365.047,-

4 Tahun 2009 Rp. 893.080.965,- Rp. 425.490.365

5 Tahun 2010 Rp. 170.000.000,- Rp. 1.780.600.000,-

Sumber : Bina Pelayanan Farmasi Dinas Keseharan Sulawesi Barat, 2011

Melihat data diatas, jelas ada pengaruh yang cukup signifikan dengan

adanya intervensi penambahan obat yang dilakukan IFK polewali Mandar

melalui dana DAK Tahun 2010.

Dari data diatas, menunjukkan bahwa ketersediaan obat di IFK Polewali

Mandar dengan memakai parameter obat “indicator”, obat yang habis atau

kosong ada 2 jenis, sementara obat dengan tingkat kecukupan dengan kategori

Page 79: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 72

kurang sebanyak 12 jenis, sementara kecukupan kategori cukup sebanyak 9

jenis obat.

Upaya kearah perbaikan untuk mencukupkan ketersediaan obat tidak

dilakukan baik dari pengadaan APBD maupun meminta obat buffer stok di

Instalasi Farmasi Provinsi Sulawesi Barat. Diharapkan ke depan ada upaya

perbaikan di IFK Polewali Mandar. Upaya yang dapat dilakukan antara lain,

meningkatkan dana pengadaan obat yang untuk tahun 2010 hanya berkisar

170.000.000,- mengingat untuk mencapai ketersediaan obat dalam jumlah dan

mutu yang terjamin dan mengacu pada standar perkapita yang ditetapkan

Depkes untuk tahun 2010 sebesar Rp 13.000,-., maka seyogyanya pemkab

Polewali Mandar menyediakan dana sebesar = 392.290,- (jumlah penduduk) x

Rp 13.000,-/kapita – 1.780.600.000,- (dana obat DAK tahun 2010) = Rp.

3.319.170.000,-.

c. Kabupaten Mamasa

Instalasi Farmasi Kabupaten memiliki 7 orang pengelola, dimana

pimpinannya seorang Diploma 3 Keperawatan yang dibantu oleh seorang

Apoteker sebagai Kepala Seksi Farmasi, 1 orang Sarjana Farmasi, 1 orang D3

Farmasi dan 4 orang berpendidikan SMU.

Adapun gambaran pengadaan obat dari tahun ketahun yang diperoleh dari dana

APBD dan APBN dapat dilihat pada Tabel berikut :

Page 80: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 73

Tabel 4.10

Gambaran Pengadaan Obat

Kabupaten Mamasa Tahun 2006 – 2010

No Anggaran Obat APBD (Rp) APBN/DAK (Rp)

1 Tahun 2006 Rp. 200.000.000,- Rp. 275.552.367,-

2 Tahun 2007 Rp. 400.000.000,- Rp. 372.076.611,-

3 Tahun 2008 Rp. 800.000.000,- Rp. 522.749.239,-

4 Tahun 2009 Rp. 1.000.0000.000,- Rp. 296.667.356,-

5 Tahun 2010 Rp. 296.800.000,- Rp. 703.200.000,-

Sumber : Bina Pelayanan Farmasi Dinas Kesehatan Sulawesi Barat,2011

Jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk, maka didapat pembelian

obat untuk tahun 2010 sebesar Rp. 7.144/kapita. Jelas ini masih di bawah

standart nasional sebesar Rp.13.000,-.

Upaya kearah perbaikan untuk mencukupkan ketersediaan obat tidak

dilakukan baik dari pengadaan APBD maupun meminta obat buffer stok di

Instalasi Farmasi Provinsi Sulawesi Barat. Diharapkan ke depan ada upaya

perbaikan di IFK Mamasa. Upaya yang dapat dilakukan antara lain,

meningkatkan dana pengadaan obat yang untuk tahun 2010 hanya berkisar

296.800.000,- mengingat untuk mencapai ketersediaan obat dalam jumlah dan

mutu yang terjamin dan mengacu pada standar perkapita yang ditetapkan

Depkes untuk tahun 2010 sebesar Rp 13.000,-., maka seyogyanya pemkab

Page 81: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 74

Mamasa menyediakan dana sebesar = 139.962 (jumlah penduduk) x Rp

13.000,-/kapita – 703.200.000,- (dana obat DAK tahun 2010) = Rp.

1.116.306.000,-.

d. Kabupaten Mamuju

Kabupaten Mamuju merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi Barat dengan

Luas wilayah lebih dari 50 % dari Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten ini telah

dimekarkan menjadi 2 yakni Kabupaten Mamuju Utara dan mana dalam kurung

waktu dekat ini kabupaten ini kembali dimekarkan menjadi 3 yakni Kabupaten

Mamuju Tengah.

Upaya Dinas Kesehatan mengajak Kabupaten berslogan Bersehati

(Bersih, Semangat,Hijau Aman,Tertib dan Indah ) ini untuk bekerja sama

mewujudkan masyarakat sulbar yang sehat, maju dan Amanah salah satunya

ditunjang oleh pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang baik sebagai

penunjang vital pelayanan Kesehatan

Instalasi Farmasi Kabupaten Mamuju dipimpin oleh D3 Farmasi, serta

dibantu 2 tenaga SMU dan 4 orang tenaga sukarela dari sukarela dari berbagai

disiplin ilmu, sehingga seluruhnya berjumlah 7 orang.

Untuk menjamin ketersediaan obat di pelayanan kesehatan itu sendiri,

maka sangatlah penting menjamin ketersediaan dana yang cukup untuk

pengadaan Obat esensial, namum yang lebih penting lagi dalam mengelola dana

penyediaan obat secara efektif dan efisien.

Page 82: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 75

Adapun gambaran pengadaan obat dari tahun ketahun yang diperoleh dari

dana APBD dan APBN dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 4.11

Gambaran Pengadaan Obat

Kabupaten Mamuju Tahun 2006 – 2010

No Anggaran Obat APBD (Rp) APBN/DAK (Rp)

1 Tahun 2006 Rp. 996.103.900,- Rp. 210.172.949,-

2 Tahun 2007 Rp. 983.702.730,- Rp. 550.121.257,-

3 Tahun 2008 Rp. 1.999.000.000,- Rp. 610.053.461

4 Tahun 2009 Rp. 1.998.000.000,-

5 Tahun 2010 Rp. 1.000.000.000,- Rp. 1.093.400.000,-

Sumber : Bina Pelayanan Farmasi Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011

Jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk, maka didapat pembelian

obat untuk tahun 2010 sebesar Rp. 6.214,-/kapita. Jelas ini masih dibawah

standart nasional sebesar Rp.13.000,-.

Dari data diatas, menunjukkan bahwa ketersediaan obat di IFK Mamuju

dengan memakai parameter obat “indicator”, obat yang habis atau kosong ada

10 jenis, sementara obat dengan tingkat kecukupan dengan kategori kurang

sebanyak 14 jenis obat. Upaya kearah perbaikan untuk mencukupkan

ketersediaan obat tidak dilakukan baik dari pengadaan APBD maupun meminta

obat buffer stok di Instalasi Farmasi Provinsi Sulawesi Barat. Diharapkan ke

Page 83: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 76

depan ada upaya perbaikan di IFK Mamuju. Upaya yang dapat dilakukan antara

lain, meningkatkan dana pengadaan obat yang untuk tahun 2010 hanya berkisar

1.000.000.000,- mengingat untuk mencapai ketersediaan obat dalam jumlah dan

mutu yang terjamin dan mengacu pada standar perkapita yang ditetapkan

Depkes untuk tahun 2010 sebesar Rp 13.000,-., maka seyogyanya pemkab

Mamuju menyediakan dana sebesar = 336.879 (jumlah penduduk) x Rp

13.000,-/kapita – 1.093.400.000,- (dana obat DAK tahun 2010) = Rp.

3.286.027.000,-

e. Kabupaten Mamuju Utara

Kabupaten Mamuju Utara masih tertinggal jauh baik dari infrastruktur

maupun sarana pendukung Pelayanan Kesehatan. Hal ini terbukti dengan belum

adanya Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) yang representative untuk

menunjang pelayanan obat baik penyimpanan, pendistribusian apalagi

pengadaannya. Hal inilah yang banyak menyebabkan terganggunya

ketersediaan obat di “Instalasi Farmasi Kabupaten” Mamuju Utara di unit

pelayanan kesehatan lainnya seperti puskesmas dan pustu. Instalasi Farmasi

Kabupaten Mamuju Utara dipimpin oleh Apoteker, serta dibantu 1 orang tenaga

S1 Farmasi dan 1 orang tenaga D3 Farmasi, sehingga seluruhnya berjumlah 3

orang.

Adapun gambaran pengadaan obat dari tahun ketahun yang diperoleh dari

dana APBD dan APBN dapat dilihat pada Tabel berikut :

Page 84: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 77

Tabel 4.12

Gambaran Pengadaan Obat

Kabupaten Mamuju Utara Tahun 2006 – 2010

No Anggaran

Obat APBD (Rp) APBN/DAK (Rp)

1 Tahun 2006 Rp. 647.967.939,- Rp. 22 6.815.089,-

2 Tahun 2007 Rp. 680.000.000,- Rp. 111.762.069,-

3 Tahun 2008 Rp. 859.828.000,- Rp. 157.672.265,-

4 Tahun 2009 Rp. 877.846.260,- Rp. 89.112.913,-

5 Tahun 2010 Rp. 1.000.000.000,- Rp. 584.000.000,-

Sumber : Bina Pelayanan Farmasi Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011

Jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk, maka didapat pembelian

obat untuk tahun 2010 sebesar Rp. 11.064/kapita. Jelas ini masih dibawah

standart nasional sebesar Rp.13.000,-. Untuk tahun 2010

Ketersediaan obat di IFK Mamuju Utara terlihat terjadi peningkatan obat

kosong di triwulan IV menjadi 90 %,Dari hasil analisis data, pengolahan obat

di IFK Mamuju Utara sangat jelek. Hal ini terbukti dari data yang ada, tidak

mencerminkan pengolahan data dan obat yang baik. Gambaran mutasi yang

dilakukan di IFK Mamuju Utara terlihat bahwa hampir 95 % dari data mutasi

obat yang ada kosong.

Upaya kearah perbaikan untuk mencukupkan ketersediaan obat tidak

dilakukan baik dari pengadaan APBD maupun meminta obat buffer stok di

Page 85: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 78

Instalasi Farmasi Provinsi Sulawesi Barat. Diharapkan ke depan ada upaya

perbaikan di IFK Mamuju Utara, sehingga ketersediaan obat dapat lebih

terjamin baik mutu maupun jumlahnya. Upaya yang dapat dilakukan antara

lain, meningkatkan dana pengadaan obat yang untuk tahun 2010 hanya berkisar

700.000.000,- mengingat untuk mencapai ketersediaan obat dalam jumlah dan

mutu yang terjamin dan mengacu pada standar perkapita yang ditetapkan

Depkes untuk tahun 2010 sebesar Rp 13.000,-., maka seyogyanya pemkab

Mamuju Utara menyediakan dana sebesar = 108,900 (jumlah penduduk) x Rp

13.000,-/kapita – 566.500.000,- (dana obat DAK tahun 2010) = Rp.

849,200.000,-.

Page 86: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 79

BAB V

SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Sumber Daya Kesehatan merupakan salah satu faktor pendukung dalam

penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas, yang diharapkan dapat

meningkatkan derajat kesehatan masayarakat.

A. SARANA KESEHATAN

1. Puskesmas

Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan dasar yang

menyelenggarakan kegiatan Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan,

Pelayanan Kesehatan Ibu & Anak (KIA) termasuk Keluarga Berencana (KB),

Perbaikan Gizi, Pemberantasan Penyakit Menular, dan Pengobatan. Beberapa

Puskesmas yaitu Puskesmas Perawatan, selain menyelenggarakan pelayanan

kesehatan seperti Puskesmas pada umumnya, juga menyediakan fasilitas

pelayanan rawat inap. Dengan demikian Puskesmas Perawatan juga berfungsi

sebagai “Pusat Rujukan Antara” yang melayani penderita gawat darurat

sebelum dirujuk ke rumah sakit.

Puskesmas merupakan Unit pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan

kabupaten yang berada di semua wilayah kecamatan yang melaksanakan tugas-

tugas operasional pembangunan kesehatan.

Pada tahun 2010 jumlah Puskesmas di seluruh Sulawesi Barat sebanyak

81 unit. Jika dilihat dari tahun 2006-2010 terlihat adanya peningkatan.

Peningkatan yang cukup besar, yaitu dari 64 Unit Puskesmas pada tahun 2006

menjadi 81 Unit Pada tahun 2010.

Page 87: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 80

Gambar 5.35

Jumlah Puskesmas Sulawesi Barat

Tahun 2006-2010

Sumber : Program Kebijakan dan Manajemen Teknis Lainnya Dinkes Sulbar, 2011

Bila dilihat dari kabupaten, puskesmas terbanyak berada di kabupaten

Mamuju sebanyak 28 Unit dan paling sedikit di Kabupaten Majene 8 unit

Puskemas.

Puskesmas di Sulawesi barat terdiri atas dua jenis yaitu Puskesmas

Perawatan dan non Perawatan. pada tahun 2010 Puskesmas Perawatan

sebanyak 34 Unit dan puskesmas Non perawatan 49 Unit.

Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di puskesmas, maka

kedepan puskesmas non perawatan akan ditingkatkan menjadi puskesmas

perawatan.

Gambar 5.36

Jumlah Puskesmas Perawatan dan Non Perawataan

Tahun 2006-2010

Sumber : Program Kebijakan dan Manajemen Teknis Lainnya Dinkes Sulbar, 2011

Page 88: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 81

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui keterjangkauan

penduduk terhadap puskesmas adalah rasio Puskesmas per 100.000

pendududk. Dalam kurun waktu 2006 hingga 2010 menunjukkan adanya

perkembangan rasio secara fluktuatif. Rasio Puskesmas pada tahun 2006

sebesar 6,19 , pada tahyn 2010 meningkat menjadi 7,13.

Gambar 5.37

Rasio Puskesmas Per 100.000 Penduduk

Sulawesi Barat Tahu 2006 – 2010

Sumber : Program Kebijakan dan Manajemen Teknis Lainnya Dinkes Sulbar, 2011

Untuk meningkatkan jangkauan pelayanan Puskesmas terhadap

masyarakat di wilayah kerjanya, puskesmas di sukung sarana pelayanan

kesehatan berupa puskesmas pembantu (pustu). Jumlah pustu pada tahun 2010

dilaporkan sebanyak

2. Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan

menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan

kesehatan dan pelayanan Administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup

Page 89: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 82

pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan

pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat

darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap. Dalam perkembangannya

pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari pembangunan ekonomi masyarakat.

Perkembangan ini tercermin pada perubahan fungsi klasik RS yang pada

awalnya hanya memberikan pelayanan yang bersifat penyembuhan (kuratif)

terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayanan rumah sakit kemudian bergeser

karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran, peningkatan

pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan di rumah sakit ini

tidak saja bersifat kuratif (penyembuhan) tetapi juga besifat pemulihan

(rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promosi

kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Dengan demikian sarana

pelayanan kesehatan rumah sakit bukan hanya untuk individu pasien tetapi juga

berkembang untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya

memang pasien yang datang atau yang dirawat sebagai individu dan bagian dari

keluarga. Atas dasar sikap seperti itu pelayanan kesehatan di rumah sakit

merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (kompeherensife dan holistik)

Pada tahun 2010 jumlah rumah sakt di Sulawesi Barat sebanyak 7 Unit

yang terdiri atas rumah sakit umum (RSU) berjumlah 6 Unit dan rumah sakit

swasta sebanyak 1 unit. Rumah sakit tersebut dikelola oleh Pemerintah

Provinsi, pemerintah kabupaten/kota serta sektor swasta.

Bila melihat perkembangan sejak tahun 206 sampai dengan tahun 2010.

Maka terjadi peningkatan jumlah rumah sakit di Sulawesi Barat.

Page 90: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 83

Dari rumah sakit umum tersebut sebagian diantaranya masih belum

memiliki kelas. Hanya RSUD Polewali Mandar dan Mejene yang memiliki

kelas D dan rumah sakit yang lain sementara dalam pengurusan kelas.

Jumlah tempat tidur rumah sakit dapat digunakan untuk menggambarkan

kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat. Jumlah tempat tidur rumah sakit dalam kurun 2 tahun terakhir

mengalami peningkatan.

Rincian jumah tempat tidur pada rumah sakit di Sulawesi Barat dapat

dilihat sebagai berikut :

Gambar 5.38

Jumlah Tempat Tidur RSU di Sulawesi Barat

Tahun 2009 dan 2010

Sumber : Program Kebijakan dan Manajemen Teknis Lainnya Dinkes Sulbar, 2011

Rasio tempat tidur rumah sakit terhadap penduduk juga menggambarkan

tingkat ketersediaan sarana pelayanan kesehatan rujukan. Rasio tempat tidur per

100.000 penduduk dari tahun 2009-2010 juga mengalami peningkatan. Rasio

pada tahun 2009 sebesar 34,9 menjadi 43,9 pada tahun 2010

Page 91: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 84

3. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat

Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dilakuakan dengan

menerapkan berbagai pendekatan, termasuk didalamnya dengan melibatkan

potensi masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep pemberdayaan masyarakat.

Langkah tersebut tercermin dalam pengembangan Sarana Upaya Kesehatan

Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). UKBM diantaranya terdiri dari Pos

Pelayanan terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) di desa siaga

dan Pos Obat Desa (POD).

Pada tahun 2009 jumlah poskesdes dilaporkan sebanyak 255 unit dan

mengalami peningkatanpada tahun 2010 menjadi 287 unit. Kabupaten Mamuju

merupakan kabupaten dengan poskesdes terbanyak di Kabupaten Mamuju 160

unit dan paling sedikit kabupaten Majene 18 unit. Mamuju memiliki Poskesdes

paling banyak dibandingkan dengan Kabupaten lain karena kebijakan

pemerintah daerah kabupaten Mamuju yang menetapkan kebijakan daerah

dimana semua Puskesmas pembantu berubah status menjadi pokesdes.

Gambar 5.39

Jumlah Poskesdes Sulawesi Barat

Tahun 2008-2010

Sumber : Program Kebijakan dan Manajemen Teknis Lainnya Dinkes Sulbar, 2011

UKBM lain yang yang telah lama dikembangkan adalah posyandu.

Posyandu merupakan UKBM yang telah lama mengakar di masyarakat. Dalam

Page 92: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 85

menjalankan fungsinya, posyandu diharapkan dapat melaksanakan 5 program

prioritas, yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi,

imunisasi dan penanggulangan diare.

Dalam rangka menilai kinerja dan perkembangannya, posyandu

dikalfikasikan menjadi 4 strata, yaitu Posyandu Pratama, Posyandu Madya,

Posuandu Purnama dan posyandu Mandiri. Pada tahun 2010 terdapat 1625

posyandu. Dengan demikian maka dapat dikatakan semua desa memiliki

minimal 2 posyandu diwilayahnya.

B. TENAGA KESEHATAN

1. Persebaran Tenaga Kesehatan Menurut Unit Kerja

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dilakukan melalui perbaikan fisik

dan penambahan sarana prasarana, penambahan peralatan dan ketenagaan serta

pemberian biaya operasional dan pemeliharaan. Namun dengan semakin

tingginya pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, tuntutan masyarakat akan

mutu pelayanan semakin meningkat. Untuk itu dibutuhkan penambahan tenaga

kesehatan yang terampil dan siap pakai sesuai dengan karateristik dan fungsi

tenaganya.

Tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Salah satu unsur yang berperan

dalam percepatan pembangunan kesehatan adalah tenaga kesehatan yang

Page 93: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 86

bertugas di sarana pelayanan kesehatan di Masyarakat. Berikut adalah

penjelasan persebaran tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan:

a. Tenaga Medis

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 32 Tahun 1996

tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga medis adalah dokter

dan dokter gigi. Tabel....menunjukkan sebaran tenaga medis di Sulawesi Barat

berdasarkan unit kerja.

Tabel 5.13

Persebaran Tenaga Medis Berdasarkan Kabupaten

Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2011

No Unit Kerja Kabupaten Prov.

Sulbar Majene Polman Mamasa Mamuju Matra

1 Puskesmas 29 51 24 69 21

2 Rumah Sakit 8 28 5 25 23

3 Dinkes Provinsi,

Kab/Kota 1 1 2 1 3 18

Sumber : Program Kebijakan dan Manajemen Teknis Lainnya Dinkes Sulbar, 2011

Tabel 5.40 menunjukkan sebaran tenaga medis dokter umum, dokter gigi

dan dokter spesialis di Provinsi Sulawesi Barat. Berdasarkan unit kerja di

Puskesmas, Kabupaten Mamuju memiliki dokter umum paling banyak dengan

26 dokter umum berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 22 dokter umum

PTT. Kabupaten Polewali Mandar dengan 30 dokter umum berstatus PNS dan

10 dokter umum PTT, Kabupaten Mamasa dengan 9 dokter umum berstatus

PNS dan 12 dokter umum PTT , Kabupaten Majene dengan 13 dokter umum

Page 94: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 87

berstatus PNS dan 5 dokter umum PTT, Kabupaten Mamuju Utara dengan 7

dokter umum berstatus PNS dan 6 dokter umum PTT.

Data pada tabel diatas menunjukkan adanya kekurangan tenaga medis

Sp.D, Sp.OG, Sp.A dan Sp.B, dan berdasarkan persebarannya, maka dokter

spesialistik dasar tersebut hanya terdapat pada Kabupaten Mamuju dengan 1

orang dokter Sp.D, 1 orang Sp.OG dan 1 orang Sp.B. Dikabupaten Majene 1

orang Sp. D, 1 orang Sp.A dan 1 orang Sp.B. Kabupaten Polman memiliki

dokter spesialis dasar yang lebih banyak dibandingkan keempat kabupaten

lainnya, dimana pada Kabupaten Polman terdapat 1 orang Sp.D, 1 orang Sp.A,

1 orang Sp.B, dan 2 orang Sp. OG. Pada tabel tersebut juga menunjukkkan

tidak adanya tenaga medis dokter spesialis penunjuang di Kabupaten Majene

yang memiliki Rumah Sakit Tipe C. Sedangkan Kabupaten Polman yang juga

memiliki Rumah Sakit Tipe C hanya kekurangan tenaga dokter Sp. Patologi

Klinik pada tenaga medis dokter spesialis penunjang. Data tersebut

menunjukkan sebaran dokter umum dan dokter gigi di Provinsi Sulawesi Barat,

dimana masih adanya kekurangan tenaga medis dokter umum dan dokter gigi

khususnya di Kabupaten Majene dengan 6 orang dokter umum, 1 orang dokter

gigi, dan di Kabupaten Mamuju Utara yang belum memiliki dokter umum dan

dokter gigi.

Data tenaga medis yang terdapat di RSUD Provinsi Sulawesi Barat yang

juga ditunjukkan dala tabel 5.1 menggambarkan masih kurangnya tenaga medis

dokter spesialis dasar dimana hanya terdapat 1 orang Sp. D dan 1 orang Sp. B,

Page 95: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 88

sedangkan ketenagaan dokter umum dan dokter gigi telah memenuhi standar

ketenagaan rumah sakit.

Gambar 5.40

Persebaran Tenaga Medis Berdasarkan Unit Kerja

Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2010

Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011

Berdasarkan gambar diatas, tenaga medis yang bekerja dan mengabdikan

ilmu dan keterampilan yang dimiliki di fasilitas pelayanan kesehatan di

Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 berjumlah 283 orang.

Grafik tersebut menunjukkan jumlah tenaga medis yang bekerja di rumah

sakit sebanyak 89 orang, sedangkan di puskesmas sebanyak 194 orang.

Sementara tenaga medis yang bekerja di dinas kesehatan provinsi,

kabupaten/kota sebanyak 26 orang.

b. Perawat

Berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang tenaga

kesehatan, yang di maksud dengan tenaga keperawatan adalah perawat dan

bidan. Perawat adalah tenaga profesional dibidang keperawatan kesehatan yang

Page 96: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 89

terlibat dalam kegiatan keperawatan. Perawat bertanggung jawab untuk

keperawatan, perlindungan dan pemulihan orang luka atau pasien penderita

penyakit akut atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan

keadaan darurat yang mengancam nyawa dalam berbagai jenis perawatan

kesehatan. Perawat juga dapat terlibat dalam riset medis dan perawatan serta

menjalankan beragam fungsi non klinis yang diperlukan untuk perawatan

kesehatan.

Perawat mendapatkan wewenang menjalankan tugas profesinya di bidang

keperawatan melalui Surat Ijin Kerja (SIK) yang merupakan bukti tertulis

pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh

wilayah Indonesia. Setiap perawat yang bekerja disarana pelayanan kesehatan /

praktek kelompok maupun perorangan harus mempunyai Surat Ijin Kerja

(SIK).

Gambar 5.41

Persebaran Tenaga Perawat Menurut Unit Kerja

Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010

Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011

Page 97: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 90

Berdasarkan gambar diatas, tenaga perawat mayoritas tersebar di unit

kerja Puskesmas dengan 805 orang. Sementara tenaga perawat yang bekerja di

Rumah Sakit sebanyak 472 orang. Total tenaga perawat yang bekerja di

fasilitas pelayanan kesehatan adalah 2038 orang. Sedangkan tenaga perawat

yang ada di unit kerja dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota sebanyak 66

orang dan sarana kesehatan lainnya terdapat 1 orang.

c. Bidan

Pengertian Bidan seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri

Kesehatan RI No.900 tahun 2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan adalah

seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan yang telah

lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Dalam hal menjalankan

pelayanan asuhan kebidanan, seorang bidan harus terlebih dahulu mengurus

Surat Ijin Bidan (SIB) yang merupakan bukti tertulis pemberian kewenangan

untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan diseluruh wilayah Republik

Indonesia. Dalam hal pelaksanaan Praktek kebidanan, seorang bidan harus

mempunyai Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) yang merupakan bukti tertulis

yang diberikan kepada bidan untuk menjalankan praktek bidan.

Pelayanan yang menjadi wewenang bidan adalah pelayanan kebidanan,

pelayanan keluarga berencana, pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan

kebidanan ditujukan kepada Ibu dan Anak yang pelayanannya berupa:

pelayanan pra nikah, pra hamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas,

masa menyusui dan masa antara. Pelayanan kebidanan untuk anak diberikan

kepada bayi baru lahir, masa bayi, masa balita, dan masa pra sekolah.

Page 98: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 91

Pelayanan keluarga berencana yang diberikan oleh Bidan meliputi

pemberian obat dan alat kontrasepsi, penyuluhan/ konseling alat kontrasepsi,

pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim, dan pelayanan konseling keluarga

berencana. Pelayanan kesehatan masyarakat yang diberikan bidan adalah

pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak, memantau

tumbuh kembang anak, melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas,

melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan

memberikan penyuluhan infeksi menular seksual (IMS), penyuluhan narkotika,

psikotrofika dan zat adiktif lainnya serta penyakit lainnya. Bidan juga

berwenang melakukan pelayanan kebidanan lainnya selain kewenangangnya

untuk penyelamatan jiwa pada keadaan darurat.

Gambar 5.42

Persebaran Tenaga Bidan Menurut Unit Kerja

Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2010

Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011

Page 99: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 92

Gambar diatas menunjukkan bahwa tenaga bidan yang bekerja di fasilitas

pelayanan kesehatan sebanyak 812 orang dimana 706 bidan bekerja di unit

kerja puskesmas dan 106 bidan bekerja di unit kerja rumah sakit. Sedangkan

bidan yang bekerja di unit kerja dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota

sebanyak 11 orang.

d. Farmasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun

1996 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga kefarmasian

meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

Defenisi apoteker berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek adalah sarjana farmasi yang telah lulus

pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan

kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.

Asisten apoteker berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang ketentuan dan

tata cara pemberian izin apotek adalah mereka yang berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian

sebagai asisten apoteker.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 679/MENKES/SK/V/2003 tentang Registrasi dan Izin Kerja Asisten

Page 100: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 93

Apoteker, yang dimaksud Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang

berijazah Sekolah Asisten Apoteker/ Sekolah Menengah Farmasi, Akademi

Farmasi, Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analis Farmasi dan

Makanan, Jurusan Analis Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Gambar 5.43

Persebaran Farmasi Berdasarkan Unit Kerja

Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2010

Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011

Gambar... menunjukkan tenaga kefarmasian paling banyak bekerja di unit

kerja rumah sakit dengan 55 orang. Sementara di unit kerja puskesmas terdapat

29 orang tenaga kefarmasian. Total tenaga kefarmasian yang bekerja pada

fasilitas pelayanan kesehatan adalah 84 orang. Sedangkan tenaga kefarmasian

yang bekerja di dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota adalah 10 orang dan 3

orang tenaga kefarmasian juga terdapat di unit kerja sarana kesehatan lainnya.

Page 101: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 94

e. Gizi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun

1996 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga gizi meliputi

nutrisionis dan dietisien. Tenga gizi adalah tenaga kesehatan yang meliputi

nutrisionis dan dietisien dengan pendidikan dasar minimal D3 Gizi. Nutrisionis

adalah seorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh

oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional dibidang

pelayanan gizi, makanan dan dietik baik di masyarakat maupun rumahsakit dan

unit pelaksana kegiatan kesehatan lainnya, berpendidikan dasar D3 Gizi.

Dietisien adalah seorang nutrisionis yang telah mendalami pengetahuan dan

keterampilan dietetik baik melalui lembaga pendidikan formal maupun

pengalaman bekerja dengan masa kerja minimal 1 tahun atau mendapat

sertifikasi dari Persatuan Ahli Gizi (PERSAGI) dan bekerja di unit pelayanan

yang menyelenggarakan terapi dietetic.

Tabel 5.14

Persebaran Tenaga Gizi Berdasarkan Unit Kerja

Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2010

No Unit Kerja Kabupaten Prov

Sulbar Majene Polman Mamasa Mamuju Matra

1 Puskesmas 12 16 15 12 8

2 Rumah Sakit 3 3 2 3 4 5

3

Dinkes

Provinsi,

Kab/Kota

- 5 2 2 3 3

Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011

Page 102: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 95

Tabel 5.14 menunjukkan sebaran tenaga gizi di Provinsi Sulawesi Barat.

Berdasarkan unit kerja di Puskesmas, Kabupaten Polewali Mandar memiliki

tenaga gizi terbanyak yaitu 16 orang. Kabupaten Mamasa 15 orang, Kabupaten

Mamuju 12 orang, Kabupaten Majene 12 orang, Kabupaten Mamuju Utara 8

orang. Sementara berdasarkan unit kerja di RSUD, Kabupaten Mamuju utara

memiliki tenaga gizi 4 orang, Kabupaten Mamuju dengan 3 orang, Kabupaten

Majene dengan 3 orang, Kabupaten Polewali Mandar 3 orang dan Kabupaten

Mamasa 2 orang. Untuk di RSUD Provinsi Sulawesi Barat, Tenaga gizi yang

bekerja di unit kerja tersebut sebanyak 5 orang. Tabel diatas juga menunjukkan

sebaran tenaga gizi di Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten di Provinsi

Sulawesi Barat. Tenaga gizi yang bekerja di unit kerja Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Barat sebanyak 3 orang. Sementara berdasarkan di unit kerja

Dinas Kesehatan Kabupaten, Kabupaten Polewali Mandar memiliki tenaga gizi

5 orang, Kabupaten Mamuju Utara dengan 3 orang, Kabupaten Mamuju dengan

2 orang dan Kabupaten Mamasa 2 orang. Sedangkan Kabupaten Majene belum

memiliki tenaga gizi yang bekerja di unit kerja Dinas Kesehatan.

f. Teknisi Medis

Tenaga Keteknisan Medis meliputi Radiografer, Radioterafis, Teknisi

Gigi, Teknisi Elektormedis, Analisis Kesehatan, Refraksionis Optisien, Otorik

Prostetik, Teknisi Transfusi dan Perekam Medik.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

357/Menkes/Per/2006 tentang Registrasi dan Izin Kerja Radiografer, defenisi

Page 103: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 96

radiographer adalah tenaga kesehatan lulusan Akademi Penata Rontgen,

Diplolma III Radiologi, Pendidikan Ahli Madya/Akdemi/Diploma III Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi yang telah memiliki ijasah sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

544/Menkes/SK/V/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis

Optisien, adalah seorang yang telah lulus pendidikan refraksionis optisien

minimal program pendidikan diploma, baik didalam maupun diluar negeri

sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tabel 5.15

Persebaran Tenaga Teknisi Medis Berdasarkan Unit Kerja

Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2010

No Unit Kerja Kabupaten Prov.

Sulbar Majene Polman Mamasa Mamuju Matra

1 Puskesmas 8 28 11 0 0

2 Rumah Sakit 4 13 0 14 9 14

3

Dinkes

Provinsi,

Kab/Kota

0 4 0 1 0 4

Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011

Tabel 5.15 menunjukkan sebaran tenaga keteknisian medis di Provinsi

Sulawesi Barat. Berdasarkan unit kerja di Puskesmas, Kabupaten Polewali

Mandar memiliki tenaga keteknisian paling banyak yaitu 28 orang. Kabupaten

Mamasa dengan 11 orang dan Kabupaten Majene dengan 8 orang. Sedangkan

Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara belum memiliki tenaga keteknisian

medis. Sementara berdasarkan unit kerja di RSUD, Kabupaten Mamuju

Page 104: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 97

memiliki tenaga keteknisian medis 14 orang, Kabupaten Polewali Mandar

dengan 13 orang, Kabupaten Mamuju Utara dengan 9 orang dan Kabupaten

Majene dengan 4 orang. Untuk Kabupaten Mamasa belum memiliki tenaga

keteknisian medis yang bekerja di unit tersebut. Selain itu, RSUD Provinsi

Sulawesi Barat juga memiliki tenaga keteknisian medis sebanyak 14 orang.

Tabel tersebut juga menunjukkan sebaran tenaga keteknisian medis di Dinas

Kesehatan Provinsi dan Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Tenaga

keteknisian medis yang ada di unit kerja Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Barat yaitu 4 orang. Sementara berdasarkan unit kerja di Kabupaten, hanya

Kabupaten Polewali Mandar yang memiliki tenaga keteknisian medis yaitu 4

orang.

g. Kesmas

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32

tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga kesehatan

masyarakat meliputi epidemiologi kesehatan, entomologi kesehatan,

mikrobiologi kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.

Tabel 5.16

Persebaran Kesmas Berdasarkan Unit Kerja

Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010

No Unit Kerja

Kabupaten

Prov Sulbar

Majene Polman Mamasa Mamuju Matra

1 Puskesmas 27 45 14 33 23

2 Rumah Sakit 7 4 2 11 7 28

3

Dinkes

Provinsi,

Kab/Kota

18 19 8 15 21 52

Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011

Page 105: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 98

Tabel 5.16 menunjukkan sebaran tenaga kesehatan masyarakat di

Provinsi Sulawesi Barat. Berdasarkan unit kerja di Puskesmas, Kabupaten

Polewali Mandar memiliki tenaga kesehatan masyarakat terbanyak yaitu 45

orang. Kabupaten Mamuju dengan 33 orang, Kabupaten Majene dengan 27

orang, Kabupaten Mamuju Utara dengan 23 orang, Kabupaten Mamasa dengan

14 orang. Sementara berdasarkan unit kerja di RSUD, Kabupaten Mamuju

memiliki tenaga kesehatan paling banyak yaitu 11 orang. Kabupaten Majene

dengan 7 orang, Kabupaten Mamuju Utara 7 orang, Kabupaten Polewali

Mandar 4 orang dan Kabupaten Mamasa 2 orang. Untuk di RSUD Provinsi

Sulawesi Barat, tenaga kesehatan masyarakat yang ada diunit kerja tersebut

yaitu 28 orang.

Tabel ini juga menunjukkan sebaran tenaga kesehatan m,asyarakat di

Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Tenaga

kesehatan masyarakat yang bekerja di unit kerja Dinas Kesehatan Provinsi

Sulawesi Barat yaitu 52 orang. Sedangkan berdasarkan di unit kerja Dinas

Kesehatan Kabupaten, Kabupaten Mamuju Utara memiliki tenaga kesehatan

masyarakat terbanyak yaitu 21 orang. Kabupaten Polewali Mandar dengan 19

orang, Kabupaten Majene dengan 18 orang, Kabupaten Mamuju dengan 15

orang dan Kabupaten Mamasa 8 orang.

Page 106: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 99

Gambar 5.43

Pesebaran tenaga kesmas berdasarkan unit kerja

Provinsi Sulawesi Barat 2010

Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011

Berdasarkan gambar diatas, jumlah total tenaga kesehatan masyarakat

yang ada di provinsi Sulawesi Barat adalah 334 orang dimana tenaga kesehatan

masyarakat yang bekerja di unit kerja puskesmas sebanyak 142 orang, tenaga

kesehatan masyarakat yang bekerja di unit kerja rumah sakit sebanyak 59 orang

dan tenaga kesehatan masyarakat yang bekerja di dinas kesehatan provinsi,

kabupaten/kota sebanyak 133 orang.

2. Kebutuhan Tenaga Kesehatan

Berdasarkan standar revitalisasi kebijakan dasar pusat kesehatan

masyarakat, maka kebutuhan sumber daya manusia kesehatan di Provinsi

Sulawesi Barat disajikan pada tabel 5.17 berikut;

Page 107: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 100

Tabel 5.17

Kebutuhan tenaga kesehatan di Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2010

Jenis Tenaga

Kesehatan

Kabupaten

Majene Mamuju Mamasa Matra Polman

Dokter Umum 4 17 15 9 8

Dokter Gigi 1 16 15 7 9

Perawat(DIII) 10 130 75 32 86

Bidan (DIII) 15 48 54 22 21

Tenaga Kesmas

(S1) 3 15 9 3 5

Apoteker 5 9 7 4 9

Ahli Gizi (DIII) 3 18 6 3 11

Perawat gigi (DIII) 3 24 11 8 16

Sanitarian (DIII) Terpenuhi 17 16 8 20

Sumber :Program Sumber Daya Kesehatan Dinas kesehatan Sulawesi Barat 2011

Tabel diatas menunjukkan hanya tenaga sanitarian di Kabupaten Majene

yang telah terpenuhi sesuai standar revitalisasi kebijakan dasar pusat kesehatan

masyarakat. Sedangkan untuk tenaga kesehatan lainnya masih membutuhkan

penambahan kuantitas tenaga kesehatan seperti yang tercantum pada tabel

sehingga pola ketenagaan minimal untuk penyelenggaraan upaya wajib

puskesmas berdasarkan standar revitalisasi kebijakan dasar pusat kesehatan

masyarakat dapat terpenuhi.

Page 108: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 101

C. PEMBIAYAAN KESEHATAN

Arah kebijakan pembangunan kesehatan sebagaimana dicanangkan dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-N) mencakup

upaya peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas sertapeningkatan

kualitas tenaga medis, pemgembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi

penduduk miskin.

Anggaran yang di kelola di Dinas Kesehatan Provinsi Pada tahun 2010

dibagi/dikelompokkan dalam 4 kelompok besar, yaitu program/kegiatan yang

bersifat promotif, preventif, kuratif dan preventif. Program/kegiatan yang

bersifat preventif antara lain penerapan kepemerintahan yang baik, program

obat dan perbekalan kesehatan, program pencegahan dan pemberantasan

penyakit, program sumber daya kesehatan, kebijakan dan manajemen

pembangunan kesehatan dan program pendidikan kedinasan. Program/kegiatan

yang bersifat promotif yaitu promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

Program/kegiatan yang bersifat kuratif yaitu program upaya kesehatan

perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Sedangkan program/kegiatan

yang bersifat rehabilitatif yaitu perbaikan gizi masyarakat.

Penganggaran bidang kesehatan untuk tahun anggaran 2010 yang ada

pada satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesehatan Provinsi

Sulawesi Barat pada tahun 2010 bersumber dari APBN, APBD dan Dana

Alokasi Khusus.

Page 109: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 102

Tabel 5.18

Alokasi Anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat

Tahun Anggaran 2010

No Sumber Dana Alokasi Anggaran Realisasi

1 APBN-DK 20.918.027.000 85,34

2 APBN-TP 17.000.000.000 99,08

3 DAK 8.016.897.000 99,26

4 APBD 8.002.539.000 91,72

54.739.153.500 92,78

Sumber : Program dan Pelaporan Dinas Kesehatan Sulbar, 2011

Page 110: Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2010

DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI BARAT

JALAN KURUNGAN BASSI NO. 19 MAMUJU

TELPON : 0426-21027 FAX 0426-22579

WEBSITE : DINKES.SULBARPROV.GO.ID

EMAIL : [email protected]; FACEBOOK : PORTAL DINKES SULBAR

Diterbitkan oleh :