profil kesehatan 2011 narasi.pdf

53
1 B A B I P E N D A H U L U A N Penyusunan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 merupakan hasil dari salah satu mata rantai pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka menyediakan berbagai data & informasi di bidang kesehatan. Data dan informasi kesehatan tersebut akan menjadi faktor pendukung di dalam sistem manajemen pembangunan kesehatan, dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan berbagai upaya kesehatan akan menjadi berdaya guna dan berhasil guna sebagaimana termaktub dalam Rencana Strategis (Renstra) dinas kesehatan provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008 2013. Sistem Informasi Kesehatan merupakan bagian fungsional dari Sistem Kesehatan secara keseluruhan. Oleh karena itu penerbitan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat sekarang ini lebih dikaitkan dengan sistem kesehatan yang diarahkan pada pencapaian Visi Kalimantan Barat Sehat 2013 yakni mewujudkan masyarakat kalimantan barat yang beriman, sehat, cerdas, aman, berbudaya dan sejahtera. Artinya, Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 ini disusun agar dapat menjadi salah satu sarana untuk menilai pencapaian Pembangunan Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka mencapai Visi tersebut. Profil adalah dokumen yang berisi tentang data dan informasi dari sistem manajemen data/informasi sebuah organisasi, mulai dari pengumpulan, pengolahan, analisis, penyajian dan penyebarluasan informasi. Untuk fungsi manajemen dan pengambilan keputusan sebuah organisasi memerlukan dukungan data/informasi. Dalam penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 ini kami menggunakan berbagai sumber data antara lain Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2011. Data dari berbagai sektor/Instansi terkait, data dari berbagai bidang di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Walaupun dengan berbagai keterbatasan data dan informasi yang dapat kami sajikan, akhirnya buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 ini dapat diselesaikan. Apa yang kami tampilkan pada buku Profil Kesehatan ini diharapkan dapat memberikan

Upload: tri-juni-ardhi

Post on 29-Nov-2015

391 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

my bahan

TRANSCRIPT

Page 1: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

1

B A B I

P E N D A H U L U A N

Penyusunan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 merupakan

hasil dari salah satu mata rantai pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan di Provinsi

Kalimantan Barat dalam rangka menyediakan berbagai data & informasi di bidang kesehatan.

Data dan informasi kesehatan tersebut akan menjadi faktor pendukung di dalam sistem

manajemen pembangunan kesehatan, dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan

berbagai upaya kesehatan akan menjadi berdaya guna dan berhasil guna sebagaimana

termaktub dalam Rencana Strategis (Renstra) dinas kesehatan provinsi Kalimantan Barat Tahun

2008 – 2013.

Sistem Informasi Kesehatan merupakan bagian fungsional dari Sistem Kesehatan secara

keseluruhan. Oleh karena itu penerbitan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

sekarang ini lebih dikaitkan dengan sistem kesehatan yang diarahkan pada pencapaian Visi

Kalimantan Barat Sehat 2013 yakni ”mewujudkan masyarakat kalimantan barat yang

beriman, sehat, cerdas, aman, berbudaya dan sejahtera”. Artinya, Profil Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat Tahun 2011 ini disusun agar dapat menjadi salah satu sarana untuk menilai

pencapaian Pembangunan Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka mencapai Visi

tersebut.

Profil adalah dokumen yang berisi tentang data dan informasi dari sistem manajemen

data/informasi sebuah organisasi, mulai dari pengumpulan, pengolahan, analisis, penyajian dan

penyebarluasan informasi. Untuk fungsi manajemen dan pengambilan keputusan sebuah

organisasi memerlukan dukungan data/informasi.

Dalam penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 ini kami

menggunakan berbagai sumber data antara lain

Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2011.

Data dari berbagai sektor/Instansi terkait, data dari berbagai bidang di lingkungan

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.

Walaupun dengan berbagai keterbatasan data dan informasi yang dapat kami sajikan,

akhirnya buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 ini dapat diselesaikan.

Apa yang kami tampilkan pada buku Profil Kesehatan ini diharapkan dapat memberikan

Page 2: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

2

gambaran tentang berbagai perubahan maupun perbaikan pada program Pembangunan Daerah

Provinsi Kalimantan Barat khususnya sektor kesehatan secara menyeluruh. Untuk memenuhi

kebutuhan berbagai data dan informasi guna menunjang manajemen program kesehatan pada

semua tingkat administrasi. Untuk itu segala upaya dan perbaikan terhadap isi buku profil ini

telah kami coba laksanakan baik terhadap kualitas maupun kuantitas dan juga dalam hal

menganalisa data-data yang ada.

Penyusunan Buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 ini mengalami

keterlambatan jika disesuaikan dengan waktu yang seharusnya dimana bulan Juli sudah harus

tersusun, hal ini disebabkan karena adanya keterlambatan laporan data profil dari Dinas

Kesehatan Kabupatan/Kota.

Guna memberikan gambaran yang lebih baik tentang situasi kesehatan di Provinsi

Kalimantan Barat maka buku Profil Kesehatan ini kami susun dengan sistimatika sebagai berikut

:

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Gambaran umum Provinsi

Bab III : Pembangunan Kesehatan Daerah

Bab IV : Pencapaian Pembangunan Kesehatan

Bab V : Situasi Sumber Daya Kesehatan

Bab VI : Penutup

Lampiran tabel-tabel

Page 3: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

3

BAB II

GAMBARAN UMUM PROVINSI

2.1. Letak Wilayah

Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara garis

2° 08' LU serta 3° 02' LS serta di antara 108° 30' BT dan 114° 10' BT pada peta bumi.

Berdasarkan letak geografis yang spesifik ini, maka daerah Kalimantan Barat tepat dilalui oleh

garis Khatulistiwa (garis lintang 0°) tepatnya di atas Kota Pontianak. Karena pengaruh letak ini

pula, maka Kalimantan Barat adalah salah satu daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi

serta diiringi kelembaban yang tinggi.

Ciri-ciri spesifik lainnya adalah bahwa wilayah Kalimantan Barat termasuk salah satu

Provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara asing, yaitu dengan Negara

Bagian Serawak, Malaysia Timur. Bahkan dengan posisi ini, maka daerah Kalimantan Barat kini

merupakan satu-satunya Provinsi di Indonesia yang secara resmi telah mempunyai akses jalan

darat untuk masuk dan keluar dari negara asing. Hal ini dapat terjadi karena antara Kalimantan

Barat dan Sarawak telah terbuka jalan darat antar negara Pontianak – Entikong – Kuching

(Sarawak, Malaysia) sepanjang sekitar 400 km dan dapat ditempuh sekitar enam sampai

delapan jam perjalanan.

Batas-batas wilayah selengkapnya bagi daerah Provinsi Kalimantan Barat adalah :

Utara : Sarawak (Negara Malaysia)

Selatan : Laut Jawa & Provinsi Kalimantan Tengah

Timur : Provinsi Kalimantan Timur

Barat : Laut Natuna dan Selat Karimata

Sebelah utara Provinsi Kalimantan Barat terdapat empat kabupaten yang langsung

berhadapan dengan negara jiran yaitu; Sambas, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu, yang

membujur sepanjang Pegunungan Kalingkang – Kapuas Hulu.

2.2. Luas Wilayah

Sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah merupakan daratan

berdataran rendah dengan luas sekitar 146.807 km2 atau 7,53 persen dari luas Indonesia atau

1,13 kali luas pulau Jawa. Wilayah ini membentang lurus dari Utara ke Selatan sepanjang lebih

dari 600 km dan sekitar 850 km dari Barat ke Timur.

Page 4: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

4

Dilihat dari besarnya wilayah, maka Kalimantan Barat termasuk Provinsi terbesar

keempat setelah pertama Provinsi Papua (319.036 km2), kedua Kalimantan Timur (204.534 km2)

dan ketiga Kalimantan Tengah (153.564 km2).

Dilihat dari luas menurut Kabupaten/Kota, maka yang terbesar adalah Kabupaten

Ketapang (31.240,74 km2 atau 21,28 persen) kemudian diikuti Kapuas Hulu (29.842 km2 atau

20,33 persen), dan Kabupaten Sintang (21.635 km atau 14,74 persen), sedangkan sisanya

tersebar pada 11 (sebelas) kabupaten/kota lainnya.

2.3. Topografi

Secara umum, daratan Kalimantan Barat merupakan dataran rendah dan mempunyai

ratusan sungai yang aman bila dilayari, sedikit berbukit yang menghampar dari Barat ke Timur

sepanjang “Lembah Kapuas” serta Laut Natuna/Selat Karimata. Sebagian daerah daratan ini

berawa-rawa bercampur gambut dan hutan mangrove.

Wilayah daratan ini diapit oleh dua jajaran pegunungan yaitu, Pegunungan

Kalingkang/Kabupaten Kapuas Hulu di bagian Utara dan Pegunungan Schwaner di Selatan

sepanjang perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah.

Dilihat dari tekstur tanahnya maka, sebagian besar daerah Kalimantan Barat terdiri dari

jenis tanah PMK (podsolet merah kuning), yang meliputi areal sekitar 10,5 juta hektar atau 17,28

persen dari luas daerah yang 14,7 juta hektar. Berikutnya, tanah OGH (orgosol, gley dan humus)

dan tanah Aluvial sekitar 2,0 juta hektar atau 10,29 persen yang terhampar di seluruh

Kabupaten/Kota, namun sebagian besar terdapat di kabupaten daerah pantai.

2.4. Sungai dan Danau

Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki Provinsi

“Seribu Sungai”. Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai

besar dan kecil yang diantaranya dapat dan sering dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat

ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun

prasarana jalan darat telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan.

Sungai besar utama adalah Sungai Kapuas, yang juga merupakan sungai terpanjang

di Indonesia (1.086 km), yang mana sepanjang 942 km dapat dilayari. Sungai-sungai besar

lainnya antara lain : Sungai Melawi (dapat dilayari 471 km), Sungai Pawan (197 km), Sungai

Kendawangan (128 km), Sungai Jelai (135 km), Sungai Sekadau (117 km), Sungai Sambas (233

km), Sungai Landak (178 km), dan lainnya.

Page 5: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

5

Jika sungai-sungai sangat menonjol jumlahnya di Kalimantan Barat, maka sebaliknya

yang terjadi dengan danau. Dari danau-danau yang ada hanya dua yang cukup berarti. Kedua

danau ini adalah Danau Sentarum dan Danau Luar I yang berada di Kabupaten Kapuas Hulu.

Danau Sentarum mempunyai luas 117.500 hektar yang kadang-kadang nyaris kering di

musim kemarau, serta Danau Luar I yang mempunyai luas sekitar 5.400 hektar. Kedua danau ini

mempunyai potensi yang baik sebagai objek wisata.

2.5. Gunung-gunung

Dipengaruhi oleh dataran rendah yang amat luas, maka ketinggian gunung-gunung relatif

rendah serta non aktif. Gunung yang paling tinggi adalah gunung Baturaya di Kecamatan

Serawai, Kabupaten Sintang yang mempunyai ketinggian 2.278 meter dari permukaan laut, jauh

lebih rendah dibanding G. Semeru (Jatim,3.676 meter) atau G. Kerinci (Jambi, 3.805 meter).

Gunung Lawit yang berlokasi di Kapuas Hulu, Kec. Embaloh Hulu dan lebih dahulu

dikenal di Kalimantan Barat, ternyata hanya menempati tertinggi ketiga karena mempunyai tinggi

1.767 meter, sedangkan tertinggi kedua adalah Gunung Batusambung (Kec. Ambalau) dengan

ketinggian mencapai 1.770 meter (Tabel 1.13).

2.6. Pulau-pulau

Walaupun sebagian kecil wilayah Kalimantan Barat merupakan perairan laut, akan tetapi

Kalimantan Barat memiliki puluhan pulau besar dan kecil (sebagian tidak berpenghuni) yang

tersebar sepanjang Selat Karimata dan Laut Natuna yang berbatasan dengan wilayah Provinsi

Kepulauan Riau, Sumatera.

Pulau-pulau besarnya seperti Pulau Karimata, Pulau Maya dan Pulau Panebangan di

Kabupaten Kayong Utara, serta Pulau Bawal dan Pulau Gelam di perairan Selat Karimata,

Kabupaten Ketapang. Pulau besar lainnya antara lain adalah Pulau Laut, Pulau Betangin

Tengah, Pulau Butung, Pulau Nyamuk dan Pulau Karunia di Kabupaten Pontianak.

Sebagian kepulauan ini, terutama di wilayah Kabupaten Ketapang merupakan Taman

Nasional serta wilayah perlindungan atau konservasi.

2.7. Penggunaan Tanah

Sebagian besar luas tanah di Kalimantan Barat adalah hutan (45,47%) dan

padang/semak belukar/alang-alang (29,53%). Adapun areal hutan terluas terletak di Kabupaten

Page 6: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

6

Kapuas Hulu seluas 1.960.578 ha, sedangkan padang/semak belukar terluas berada di

Kabupaten Ketapang yaitu seluas 1.084.278 ha. Sementara itu areal perkebunan mencapai

1.691.617 ha atau 11,52 %. Dari 14,68 ribu ha luas Kalimantan Barat, areal untuk pemukiman

hanya berkisar 0,77 persen. Adapun areal pemukiman terluas berada di Kabupaten Sintang

diikuti kemudian oleh Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Sanggau.

2.8. I k l i m

2.8.1. Angin dan Udara

Faktor yang merupakan ciri umum bagi suatu daerah dataran rendah di daerah tropis

adalah suhu udara yang relatif panas atau tinggi, sedangkan khusus daerah Kalimantan Barat

suhu yang tinggi ini diikuti pula dengan kelembaban udara yang tinggi. Berdasarkan catatan

empiris dari Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak yang meliputi Stasiun Meteorologi (SM)

Supadio Pontianak, SM Pangsuma Putussibau, SM Paloh Sambas, SM Susilo Sintang, SM

Nanga Pinoh Melawi dan Stasiun Klimatologi Siantan Kabupaten Pontianak, umumnya suhu

udara di daerah Kalbar cukup normal namun bervariasi, yaitu rata-rata sekitar 23,30C sampai

dengan 32,90C.

Selama tahun 2011, temperatur udara di Kalimantan Barat maksimum mencapai 37,10C.

yang terjadi di stasiun meteorologi Maritim Kota Pontianak pada bulanMei 2011. Demikian juga

temperatur minimum tercatat 19,60C yang terjadi di stasiun meteorologi Nangapinoh Melawi

pada Bulan Februari 2011.

Pada umumnya, kecepatan angin di Kalimantan Barat dari beberapa stasiun

meteorologi, sepanjang bulan di tahun 2011, secara rata-rata berkisar antara 1 hingga 6

knot/jam sedangkan maksimum tercatat sebesar 26 knot/jam terjadi di stasiun meteoreologi

Paloh pada BulanMei 2011.

2.8.2. Curah Hujan dan Hari Hujan

Pada tahun 2011, rata-rata curah hujan bulanan tertinggi terjadi di Stasiun Meteorologi

Paloh pada bulan Januari 857,1 mm dan terendah terjadi di Stasiun Metereologi Rahadi Usman

yaitu pada bulan Agustus mencapai 3,8 mm. Banyaknya hari hujan tertinggi tercatat di SM

Pangsuma pada Bulan Januari sebanyak 28 hari dan SM Maritim Kota Pontianak Bulan

November, juga sebanyak 28 hari. Jumlah hari terendah terjadi pada Agustus di SM Rahadi

Usman sebanyak 3 hari.

Page 7: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

7

Hasil Pemantauan di Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak menggambarkan bahwa

curah Hujan tertinggi terjadi pada Bulan Oktober 2011, yang mencapai 533,2 mm, sedangkan

yang terendah tercatat 144,1 mm yang terjadi pada Bulan Juli 2011.

Demikian juga halnya dengan beberapa stasiun meteorologi lainnya seperti, Siantan,

Susilo dan Nanga Pinoh masing-masing curah hujan tertinggi mencapai 327,5 mm, 375,8 mm

dan 497,4 mm; angka terendah masing-masing 65,0 mm, 78,1 mm, dan 3,8 mm.

2.9. Wilayah Administratif dan Pemerintahan.

Pada tahun 2011 berdasarkan Data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, Provinsi

Kalimantan Barat terdiri dari 14 (empat belas) kabupaten/kota yaitu dua belas kabupaten dan 2

(dua) kota. Empat belas Kabupaten/kota ini terbagi dalam 173 kecamatan dengan 1.915

desa/kelurahan. Rincian jumlah kecamatan dan Desa/Kelurahan dapat terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel : 2.1.

Jumlah Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 2011

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2011

2.10. Kependudukan

Penduduk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2011 diperkirakan berjumlah sekitar

4,477.348 juta jiwa (angka proyeksi BPS), dimana sekitar 2,288.577 juta jiwa berjenis kelamin

laki-laki dan 2,188.771 juta jiwa adalah perempuan. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat

sebesar 146.807 Km2, sehingga jika dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduk, maka

kepadatan penduduk di Kalimantan Barat adalah sekitar 30 atau lebih besar dari Pulau Jawa,

maka kepadatan penduduk Kalimantan Barat sekitar 30 Jiwa per Km2.

Page 8: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

8

Tabel : 2.2

Jumlah Penduduk Menurut Daerah Dan Kepadatan Per Kabupaten/Kota

Tahun 2011

Sumber : BPS

Dilihat dari tabel 2.2. Persebaran penduduk Kalimantan Barat tidak merata antar

wilayah kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, maupun antar wilayah kawasan pantai

bukan pantai atau perkotaan dan pedesaan. Seperti daerah pesisir yang mencakup

Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Ketapang,

Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak, dan Kota Singkawang

yang dihuni oleh hampir 50 persen dari total penduduk Kalimantan Barat dengan

kepadatan rata-rata mencapai 38 jiwa per Km2. Sebaliknya tujuh kabupaten lain (bukan

pantai) selain kota pontianak secara rata-rata tingkat kepadatan penduduknya relatif lebih

jarang. Kabupaten Kapuas Hulu dengan luas wilayah 29.842 km2 atau sekitar 20,33% dari

luas wilayah Kalimantan Barat hanya dihuni rata-rata 8 (delapan) jiwa per kilometer

persegi.

Kota Pontianak dengan luas wilayah paling kecil diantara Kabupaten/Kota di

Kalimantan Barat yaitu sekitar 107,80 km2 memiliki jumlah penduduk paling besar

mencapai 565.856 jiwa atau sekitar 12,62 persen dari total luas wilayah Kalimantan Barat.

Dengan demikian Kota Pontianak merupakan kota terpadat penduduknya yaitu 5146 orang

per Km2.

Komposisi penduduk Kalimantan Barat, dari 4.477.348 jiwa penduduk, 51,11% atau

2.288.577 jiwa adalah laki-laki dan 48,89% atau 2.188.771 jiwa adalah perempuan. Rasio

jenis kelamin (sex ratio) penduduk adalah sebesar 104.56 artinya dalam setiap 205

penduduk terdapat 105 jiwa penduduk laki-laki dan 100 jiwa penduduk perempuan. Dilihat dari

ratio penduduk berdasarkan kabupaten/kota, hampir seluruh kabupaten/kota di wilayah

Page 9: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

9

Kalimantan Barat (kecuali Kabupaten Sambas) memiliki ratio lebih dari 100 yang berarti

jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari penduduk perempuan, untuk lengkapnya dapat dilihat

pada lampiran profil kesehatan tabel 2.

Gambar : 2.1

Piramida Penduduk Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011

Sumber : BPS

Page 10: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

10

Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Kalimantan Barat

Sehat 2013

B A B III

PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH

3.1. Visi

Visi merupakan cara pandang jauh kedepan tentang kemana Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat akan diarahkan dan apa yang akan dicapai.

Dalam mengantisipasi tantangan kedepan menuju kondisi yang diinginkan, Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat secara terus menerus mengembangkan peluang dan

inovasi agar tetap eksis dan unggul dengan senantiasa mengupayakan perubahan ke arah

perbaikan. Perubahan tersebut harus disusun dalam tahapan yang terencana, konsisten dan

berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja yang berorientasi pada

pencapaian hasil (outcomes).

Untuk memenuhi harapan diatas, maka Visi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

adalah :

3.1.1. Penjelasan Makna

Didalam pernyataan Visi tersebut, terdapat kata–kata kunci sebagai berikut :

Masyarakat Kalimantan Barat Sehat 2013 yang diharapkan adalah masyarakat yang

proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mecegah risiko penyakit, melindungi

diri dari ancaman penyakit, berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, serta

mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu. Sehat dalam hal ini mengandung arti

dalam perspektif luas, tidak sebatas pada kondisi fisikal yang prima, melainkan juga sehat

rohani, mental, intelektual dan sosial.

Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Kalbar mengandung makna bahwa masyarakat

Kalbar mempunyai kemampuan untuk mewujudkan kesehatannya dimana setiap penduduknya

mampu memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dengan pembiayaan secara

mandiri.

Kemandirian masyarakat untuk hidup sehat juga tidak terlepas dengan keluarga, yang

merupakan unit terkecil dari masyarakat. Di dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat,

keluarga merupakan sumber informasi dalam perawatan di rumah dan pengobatan sendiri.

Diharapkan dalam keluarga menunjukkan kemandiriannya dalam memberikan pelayanan

Page 11: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

11

kesehatan pada anggota keluarganya dan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang

bermutu.

Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat,

pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa kesadaran

individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang

dapat dicapai. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan

mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan

pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, salah satu upaya kesehatan pokok adalah

mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

3.2. Misi

Pernyataan Misi mengandung pernyataan yang mencerminkan pandangan organisasi

tentang kemampuan dirinya. Pernyataan misi merupakan hal yang sangat penting untuk

mengarahkan kegiatan Dinas Kesehatan untuk lebih eksis dan dapat mengikuti efek global

otonomi daerah.

Misi ditetapkan untuk mengarahkan operasionalisasi Dinas Kesehatan sehingga terus

eksis dan mengikuti perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi, yang harus dilaksanakan

untuk mencapai tujuan tersebut. Misi yang ditetapkan diharapkan seluruh pegawai Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders)

mengetahui peran dan program-program serta hasil yang akan diperoleh Dinas Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat dimasa mendatang.

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dalam penetapan misinya, telah

mempertimbangkan tugas pokok dan fungsi, keinginan dan harapan pelanggan dan

stakeholders, serta permasalahan yang akan dihadapi/ditangani sehubungan dengan perubahan

lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. Karena itu, misi yang telah ditetapkan

memungkinkan untuk dilakukan perubahan dan penyesuaian sesuai dengan tuntutan perubahan

lingkungan yang signifikan.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka Dinas Kesehatan dengan memperhatikan tugas

pokok dan fungsi, menetapkan Misi sebagai berikut :

1. Mewujudkan Aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang professional.

2. Membuat Masyarakat Kalimantan Barat Yang Sehat dan Mandiri di Bidang

Kesehatan serta Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Page 12: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

12

3. Meningkatkan Upaya Pelayanan Kesehatan, Penyediaan Obat dan Perbekalan

Kesehatan Yang Optimal, Bermutu dan Terjangkau Serta Meningkatnya Upaya

Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan

4. Terbinanya Keluarga Sehat, Mandiri dan Sadar Gizi Yang Ditunjang Oleh Perilaku

Hidup Bersih Sehat

5. Memantapkan Sumber Daya dan Informasi Kesehatan

3.3. Tujuan dan Sasaran

3.3.1. Tujuan

Tujuan merupakan target kualitatif organisasi, sehingga pencapaian target ini dapat

merupakan ukuran kinerja faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi. Tujuan sifatnya lebih

konkrit daripada misi dan mengarah pada suatu titik terang pencapaian hasil. Dengan adanya

pernyataan tujuan, maka akan jelas bagi organisasi mengenai arah yang akan dituju dalam

rangka mempertahankan eksistensi dimasa datang.

Untuk menetapkan tujuan, diperlukan suatu alat bantu berupa metode atau analisis yang

dapat memberikan suatu rujukan teoritis dalam menggambarkan situasi dan kondisi Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Dari pencermatan lingkungan intern dan ekstern ini akan

diperoleh strategi yang akan menentukan faktor-faktor kunci keberhasilan guna memberikan

rambu-rambu dalam menetapkan tujuan.

Agar dapat mengukur pencapaian tujuan pada suatu periode tertentu diperlukan adanya

indikator kinerja tujuan, yang pada hakekatnya merupakan benefit atau impacts dari suatu

kegiatan. Untuk keperluan ini dibutuhkan adanya Sistem Pengukuran Kinerja yang berlaku di

lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.

Suatu instansi pemerintah dalam menetapkan tujuan harus memperhatikan kriteria:

1) Cukup jelas

2) Diselaraskan dengan Visi dan Misi

3) Mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman instansi

4) Menggambarkan hasil yang ingin dicapai

5) Mengakomodasi issue strategis yang dihadapi

6) Mencerminkan “Core Area” dimana organisasi berperan.

Page 13: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

13

Dengan demikian, tujuan merupakan penjabaran secara lebih nyata dari perumusan visi

dan misi yang unik dan idealistik.

Adapun tujuan strategis tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Strategis untuk mencapai misi: “Mewujudkan aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat yang profesional” adalah Terciptanya pegawai yang

profesional guna memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.

2. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “Membuat masyarakat Kalimantan Barat yang

sehat dan mandiri di bidang kesehatan serta Meningkatkan pengendalian penyakit

dan penyehatan lingkungan” adalah Tercapainya pengendalian penyakit dan

penyehatan lingkungan yang sehat dan bermutu.

3. Tujuan Strategis untuk mencapai misi: “Meningkatkan upaya Pelayanan Kesehatan,

Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang Optimal, Bermutu dan

Terjangkau serta Meningkatnya upaya Penanggulangan bencana bidang

Kesehatan“ adalah sebagai berikut:

a. Meningkatnya pelayanan kesehatan khusus yang bermutu.

b. Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan.

c. Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang bermutu.

d. Meningkatnya penanganan obat & perbekalan kesehatan yang optimal.

4. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “Terbinanya Keluarga sehat, mandiri dan

sadar gizi yang ditunjang oleh perilaku hidup bersih sehat” adalah Meningkatnya

jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya, serta

peningkatan dukungan manajemen upaya pelayanan kesehatan.

5. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “ Memantapkan Sumber Daya dan Informasi

Kesehatan ” adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Kesehatan dalam rangka

meningkatkan profesionalisme.

b. Meningkatnya pelaksanaan manajemen informasi dan pengembangan

kesehatan.

c. Meningkatnya pengembangan sumber daya pembiayaan dan jaminan

kesehatan.

Page 14: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

14

3.3.2. Sasaran Dan Indikator Kinerja Sasaran

Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan dicapai secara

nyata dalam jangka waktu tahunan. Sasaran merupakan bagian internal dalam proses

perencanaan strategis Dinas Kesehatan.

Sasaran harus bersifat spesifik, dapat dinilai, diukur, menantang namun dapat dicapai,

orientasi pada hasil dan dapat dicapai dalam periode tertentu. Sasaran Dinas Kesehatan selama

5 (lima) tahun periode 2008 – 2013 juga disertai dengan indikator kinerja sasaran. Indikator

kinerja sasaran merupakan ukuran keberhasilan dari suatu sasaran strategis organisasi yang

bersifat kuantitatif atau kualitatif dan dijadikan patokan/tolok ukur dalam menilai keberhasilan

atau kegagalan penyelenggaraan pemerintahan dalam mencapai visi dan misi organisasi.

Berdasarkan pengertian tersebut maka Dinas Kesehatan menetapkan sasaran sebagai

berikut :

3.3.2.1. Tujuan Pertama:

“Terciptanya pegawai yang profesional guna memberikan pelayanan prima kepada masyarakat

”, dengan sasaran :

1. Meningkatkan pegawai yang profesional yang didukung oleh rencana kerja,

penganggaran, sarana dan prasarana yang efektif dan efisien serta memadai,

dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Prosentase pejabat struktural yang telah mengikuti diklatpim.

- Prosentase pejabat struktural yang telah memenuhi syarat kompetensi jabatan.

- Prosentase pegawai fungsional yang telah mengikuti diklat teknis fungsional

sesuai dengan jenjangnya.

- Tingkat ketepatan penempatan pegawai sesuai dengan keahliannya/

pendidikannya.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap pelayanan administrasi ketatausahaan.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap penerapan disiplin.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap penerapan sanksi pelanggaran disiplin

pegawai.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap tingkat kesejahteraan (ekonomi) dikaitkan

dengan kebutuhan minimal di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan

Barat.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap penghargaan dan prestasi kerja.

- Prosentase kegiatan yang telah menyampaikan laporan hasil akhir kegiatan.

Page 15: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

15

- Prosentase hasil pencapaian pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan rencana.

- Prosentase tertatanya administrasi kepegawaian, dengan rincian indikator sebagai

berikut :

Penyelesaian proses kenaikan pangkat

Penyelesaian proses gaji berkala

Penyelesaian proses Cuti PNS

Penyelesaian proses usul pensiun PNS

Penyelesaian proses usul penghargaan satya lencana

a. Dokter PTT

b. Dokter Gigi PTT

c. Bidan PTT

Penyelesaian proses selesai masa bakti tenaga kesehatan PTT :

a. Dokter PTT

b. Dokter Gigi PTT

Penilaian tenaga puskesmas teladan

Fasilitasi pelatihan peningkatan keterampilan & kemampuan PNS

Analisis jabatan

- Berfungsinya sarana dan prasarana gedung.

- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana gedung.

- Berfungsinya sarana dan prasarana mobilitas.

- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana mobilitas.

- Berfungsinya sarana dan prasarana alat kantor dan rumah tangga.

- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana alat kantor dan rumah

tangga.

2. Meningkatkan ketertiban pelayanan perijinan di bidang Kesehatan sesuai dengan

ketentuan, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Tingkat kesesuaian waktu pelayanan perijinan dengan ketentuan

- Kontribusi PAD dari pelayanan perizinan terhadap PAD Provinsi Kalimantan Barat.

Page 16: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

16

3.3.2.2. Tujuan Kedua :

“Tercapainya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan yang sehat dan

bermututu”, dengan sasaran :

3. Meningkatkan Kualitas Kesehatan Lingkungan, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya:

- Keluarga yang menggunakan air bersih memenuhi syarat kesehatan diperkotaan

dan pedesaan.

- Keluarga menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan.

- Sarana air bersih memenuhi syarat kesehatan.

- TTU yang memenuhi syarat kesehatan

- Rumah makan/restoran yang memenuhi Laik Hygiene Sanitasi

- Institusi Yang Sehat

- Dokumen AMDAL yang memenuhi kriteria kajian kesehatan masyarakat

- Tenaga sanitasi yang pernah mengikuti diklat di bidang kesling

- Dinkes Kab/kota yang memiliki simkesling

- Informasi kesling yang tersedia

4. Menurunnya angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular

dan penyakit tidak menular, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Persentase darah donor di skrining terhadap HIV/AIDS dan Sifilis

- Jumlah klien yang mendapatkan testing HIV lengkap

- Terbentuknya klinik VCT baru

- Jumlah orang yang mendapatkan ARV

- Jumlah Orang dengan profilaksis dan pengobatan ODHA sesuai standar

- Infeksi menular seksual (IMS) yang ditemukan dan diobati sesuai standar

- Menurunkan transmisi penularan HIV/AIDS di kelompok resiko tinggi

- Cakupan UCI desa/kelurahan

- Cakupan imunisasi Anak sekolah (BIAS)

- Cakupan imunisasi BCG

- Cakupan imunisasi DPT/HB1

- Cakupan imunisasi polio 4

- Cakupan imunisasi campak

- AFP rate per 100.000 penduduk < 15 tahun

- Jumlah Kab/kota yang melakukan SKD KLB

Page 17: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

17

- Persentase desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani <24 jam

- Persentase calon jamaah haji mendapatkan pemeriksaan kesehatan

- Persentase Kab/kota melaksanakan SKD KLB pada kondisi matra

- Persentase Kab/kota melaksanakan pengendalian faktor resiko Penyakit Tidak

Menular (PTM)

- Angka Kesakitan DBD (IR)

- Angka kematian akibat DBD, dengan rincian indikator :

Angka Bebas Jentik (ABJ)

Penderita DBD yang ditemukan & di obati sesuai standar

Prosentase Desa/Kel yang melaksanakan PJB (Pemantauan Jentik Berkala)

- Penderita DSS (Dengue Shock Syndrom) yang ditemukan di RS Pusk

- Angka kesakitan malaria (positif) per 1.000 penduduk

- Angka kematian malaria

- Penderita malaria yang ditemukan dan diobati sesuai standart

- Persentase penemuan penderita baru malaria klinis

- Persentase malaria klinis yang dilakukan pemeriksaan lab

- API (Annual Parasite Incident)

- Penemuan TB baru BTA (+)

- Angka kesembuhan TB baru BTA (+)

- Angka kematian akibat TB paru

- Cakupan pengobatan massal Filariasis

- Jumlah kasus klinis filariasis yang ditangani

- Prevalensi kusta per 10.000 penduduk

- Angka kesembuhan kusta (RFT rate)

- Cakupan penemuan penderita kusta baru

- Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan kewaspadaan Pandemi Influenza

- Prevalensi ibu hamil yang positif malaria

- Prevalensi ibu hamil yang positif TB

- Cakupan penemuan dan tata laksana penderita Pneumonia balita

- Prosentase penemuan dan pengobatan pneumonia balita sesuai standart

- Prosentase penemuan kasus diare pada balita dan ditangani sesuai standart

- Angka kematian diare saat KLB

- Prosentase diare yang diberi oralit

- Prosentase penemuan kasus diare di sarkes dan kader

- Prevalensi kecacingan pada anak SD

- Prevalensi kasus kusta pada anak <15 tahun

Page 18: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

18

3.3.2.3. Tujuan Ketiga :

“Meningkatnya pelayanan kesehatan khusus yang bermutu”, dengan sasaran :

5. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khusus dengan dukungan/peran serta

masyarakat dan stakeholder terkait, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Rasio cabut dan tambal gigi pada sarana pelayanan kesehatan

- Pemeriksaan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar

- Pelayanan gangguan jiwa disarana pelayanan kesehatan umum

- Tempat kerja formal menerapkan kesehatan kerja

- Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan kerja

- Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan indera

- Pelayanan darah yang memenuhi standar transfusi darah

- Akreditasi Laboratorium Klinik

- Akreditasi Laboratorium Kesehatan dan Laboratorium swasta

- Pelayanan Spesialistik penyakit paru

- Puskesmas yang melaksanakan program kesehatan olahraga masyarakat

- Terbentuknya balai kesehatan kerja dan olah raga masyarakat

6. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan yang efektif dan efisien, dengan

indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Tingkat pemanfaatan RS :

BOR

LOS

TOI

BTO

- Net Death Rate

- Persentase rujukan ke rumah sakit regionalnya

- Persentase rumah sakit yang telah terakreditasi

3.3.2.4. Tujuan Keempat :

“Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan”, dengan sasaran :

7. Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan yang tepat dan cepat,

dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat sesuai standar

- Dinkes Kab/Kota yang melakukan kegiatan pra bencana

Page 19: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

19

3.3.2.5. Tujuan Kelima :

“Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang bermutu“, dengan sasaran :

8. Meningkatkan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan,

dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Persentase pemilihan ISO

- Persentase Pemilihan akreditasi

- Persentase Pemilihan terlaksananya kinerja pemerintah

- Persentase puskesmas kota yang melaksanakan program puskesmas perkotaan

- Persentase tenaga pelayanan kesehatan terlatih

- Persentase pada jangka menengah algoritma klinik

- Persentase pada jangka rendah perkesmas

- Persentase RS terakreditasi

- Persentase RS PONEK

- Persentase RS yang mempergunakan perizinan dan kesehatan RS

- Persentase RS yang mudah untuk pengkalibrasi alat-alat

3.3.2.6. Tujuan Keenam :

9. Meningkatkan kualitas penanganan obat & perbekkes, alat kesehatan, obat

tradisional, pangan, kosmetik dan PKRT, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya :

- Persentase pengadaan obat esensial

- Persentase ketersediaan obat generik

- Persentase penulisan resep obat generik

- Persentase pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian

- Persentase pembinaan pada sarana gudang/instalasi farmasi Kab/kota

- Persentase peredaran alkes & PKRT yang memenuhi syarat

- Persentase upaya penyuluhan P3 NAPZA oleh tenaga kesehatan

- Cakupan pemeriksaan sarana produksi & distribusi produk terapeutik (obat), obat

tradisional, alat kesehatan, PKRT kosmetik, pangan dll

- Persentase pembinaan sarana produksi & distribusi produk terapeutik (obat), obat

tradisional, alat kesehatan, PKRT kosmetik, pangan dll

- Persentase produksi & distribusi produk obat, obat tradisional, alat kesehatan,

PKRT kosmetik, pangan dll

- Bimbingan teknis terhadap sarana produksi Obat Asli Indonesia

Page 20: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

20

3.3.2.7. Tujuan Ketujuh:

“Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya, serta

peningkatan dukungan manajemen upaya pelayanan kesehatan”, dengan sasaran :

10. Meningkatkan upaya kesehatan ibu dan kesehatan anak di tingkat propinsi dan

kabupaten, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Cakupan Kunjungan ibu hamil K4

- Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani

- Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi kebidanan

- Cakupan pelayanan nifas

- Cakupan neonatus dengan kompilkasi yang ditangani

- Cakupan kunjungan bayi

- Cakupan pelayanan anak balita

- Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat

- Cakupan peserta aktif KB

- Persentase balita yang naik berat badannya (N/D)

- Persentase balita Bawah Garis Merah

- Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali per tahun

- Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe

- Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi gizi kurang dari

keluarga miskin

- Persentase balita gizi buruk mendapat perawatan sesuai dengan standar tata

laksana gizi buruk

- Persentase bayi yang mendapat ASI-Eksklusif

- Persentase desa dengan garam beryodium baik

- Kecamatan bebas rawan gizi

- Balita gizi buruk mendapat perawatan

11. Menumbuhkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan mengembangkan

upaya kesehatan bersumber masyarakat, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya :

- Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat

- Persentase posyandu Aktif

- Desa siaga aktif

- Persentase upaya kesehatan bersumber daya masyarakat

Page 21: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

21

3.3.2.8. Tujuan Kedelapan:

“Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Kesehatan dalam rangka meningkatkan

profesionalisme”, dengan sasaran :

12. Meningkatkan jumlah dan jenis tenaga kesehatan, menyelenggarakan kegiatan

pelatihan seminar dan bentuk-bentuk kegiatan peningkatan keterampilan tenaga

kesehatan, memfasilitasi kegiatan organisasi profesi dalam rangka peningkatan

mutu pelayanan kesehatan masyarakat, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya :

- Peningkatan Jumlah dan Jenis Tenaga kesehatan, terselenggaranya kegiatan-

kegiatan Pelatihan, Seminar dan Kegiatan peningkatan keterampilan

13. Meningkatkan Kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan pengelola,

dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Meningkatkan Kemampuan pengelolaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

- Meningkatnya persentase Puskesmas yang memiliki Tenaga dokter

- Meningkatnya persentase rumah sakit yang memiliki dokter spesialis

- Meningkatnya jumlah jenis dan kualitas sumber daya kesehatan, dengan rincian

indiaktor sasaran :

Dr. Spesialis

Dr. Umum

Dr. Gigi

Perawat

Bidan

Apoteker

Asisten Apoteker

Kes. Mas

Sanitarian

Gizi

Fisioterapi

Analis Lab

Atem/rotgen

Perawat Anestesi

- Meningkatnya pemerataan/distribusi tenaga kesehatan, dengan rincian indiaktor

sasaran :

Ratio dokter per 100.000/pddk

Ratio dokter spesialis per 100.000/pddk

Page 22: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

22

Ratio dokter gigi per 100.000/pddk

Ratio perawat per 100.000/pddk

Ratio Bidan per 100.000/pddk

Ratio apoteker per 100.000/pddk

Ratio asisten apoteker per 100.000/pddk

Ratio kesehatan masyarakat per 100.000/pddk

Ratio tenaga sanitasi per 100.000/pddk

Ratio tenaga gizi per 100.000/pddk

Ratio tenaga fisioterapi per 100.000/pddk

Ratio analis laboratorium per 100.000/pddk

Ratio aterm & rontgen per 100.000/pddk

Ratio perawat anestesi per 100.000/pddk

- Meningkatnya prosentase tenaga strategis pada Dacilgatas

3.3.2.9. Tujuan Kesembilan:

“Meningkatnya pelaksanaan manajemen informasi dan pengembangan kesehatan”, dengan

sasaran :

14. Meningkatkan pelaksanaan dan kesinambungan SIK, sehingga memperoleh data

yang berkualitas, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Tersusunnya profil kesehatan yang berkualitas, akurat dan tepat waktu

- Tersedianya data yang berkualitas, akurat dan tepat waktu

- Tersedianya SDM yang memiliki kapasitas di Bidang IT (teknologi informasi)

- Optimalisasi pemanfaatan Sistem Informasi Kesehatan

15. Meningkatkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan, dengan

indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Tersedianya SDM yang memiliki kapasitas untuk penelitian dan pengembangan

kesehatan

- Terlaksananya pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan

- Tersosialisasinya dan termanfaatkannya hasil penelitian dan pengembangan

kesehatan

Page 23: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

23

Tujuan Kesepuluh :

“ Meningkatnya pengembangan sumber daya pembiayaan dan jaminan kesehatan ”,

dengan sasaran :

16. Meningkatkan pelaksanaan pengembangan sumber daya pembiayaan dan

jaminan kesehatan, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Tersusunnya dokumen PHA dan DHA agar dapat terlaksana penyusunan

perencanaan dan penganggaran berbasis Health Account

- Peningkatan cakupan kepesertaan jaminan kesehatan prabayar

- Tercakupnya seluruh masyarakat miskin dalam jaminan kesehatan

Page 24: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

24

BAB IV

PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

Mengacu kepada sistimatika dari uraian Visi, Misi Kalimantan Barat Sehat 2013, pada

bab ini akan menyajikan gambaran tentang hasil-hasil yang telah dicapai dalam tahun 2011 di

Provinsi Kalimantan Barat.

Uraian pada bab ini meliputi gambaran tentang derajat kesehatan masyarakat, keadaan

lingkungan, keadaan perilaku masyarakat dan keadaan pelayanan kesehatan.

4.1. DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT

Untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat Provinsi Kalimantan Barat

dipergunakan beberapa indikator berdasarkan data-data yang diperoleh dari SDKI, SUSENAS,

RISKESDAS, BPS atau data-data terkait lainnya.

Indikator-indikator yang digunakan antara lain meliputi :

4.1.1. MORTALITAS

4.1.1.1. Angka Kematian Bayi (AKB)

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi

belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara

garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen atau yang

umum disebut dengan kematian neonatal : adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan

pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak

lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Dan

eksogen atau kematian post neo-natal : adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu

bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian

dengan pengaruh lingkungan luar.

Angka Kematian Bayi (AKB) di Kalimantan Barat untuk tahun 2011 berdasarkan data

yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar dalam angka

tahun 2012) masih mengacu pada AKB tahun 2005 yaitu sebesar 38,41 per 1.000 kelahiran

hidup, hal ini disebabkan karena sampai saat ini instansi yang berwenang belum mengeluarkan

angka yang terbaru. Angka tersebut jika dibedakan antara bayi laki-laki dengan bayi perempuan,

33,34 per 1.000 kelahiran hidup untuk AKB perempuan dan 43,73 per 1.000 kelahiran hidup

untuk AKB laki-laki. Sedang berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia

Page 25: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

25

(SDKI), berturut-turut AKB di Kalimantan Barat mulai tahun 1994 adalah 97 per 1.000 Kelahiran

Hidup, Tahun 1997 menjadi 70 per 1.000 KH, Tahun 2002 menjadi 47 per 1.000 KH dan turun

menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup berdasarkan SDKI Tahun 2007. Jika dilihat dari kurun

waktu 1994 sampai dengan tahun 2007 meskipun terlihat adanya penurunan angka kematian

bayi di Kalimantan Barat, namun masih di atas rata-rata nasional yaitu 34 per 1.000 kelahiran

hidup. Adapun target Indonesia pada tahun 2015 (target MDG‟s) adalah menurunkan AKB

sampai 19 per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 (SP

2010), AKB di Kalimantan Barat sebesar 27 per 1000 kelahiran hidup, sedikit lebih tinggi dari

rata-rata nasional yaitu 26 per 1000 kelahiran hidup.

Namun demikian jika merujuk pada data profil kesehatan kabupaten/kota yang masuk di

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, terlihat bahwa kasus kematian bayi adalah sebesar

588 kasus dimana kelahiran hidupnya berjumlah 86.174 sehingga dengan demikan jika dihitung

angka kematian bayinya hanya sebesar 6,82 per 1.000 kelahiran hidup (tabel 7 lampiran profil).

Gambar 4.1

97

70

47 46

27

0

20

40

60

80

100

120

1994 1997 2002 2007 2010

Sumber : BPS , SDKI dan SP 2010.

ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUPTAHUN 1994 - 2010

Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana

angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan

perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian

neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-

program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan

program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi (tablet Fe) dan

suntikan anti tetanus.

Page 26: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

26

Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian

Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program

pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gizi dan

pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007, kematian bayi baru lahir (neonatus)

merupakan penyumbang kematian terbesar pada tingginya angka kematian balita (AKB). Setiap

tahun sekitar 20 bayi per 1.000 kelahiran hidup terenggut nyawanya dalam rentang waktu 0-12

hari pasca kelahirannya.

4.1.1.2. Angka Kematian Ibu (AKI)

Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun

waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat

persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi

bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dan lain-lain (Budi, Utomo. 1985).

Di Provinsi Kalimantan Barat untuk tahun 2011, Angka Kematian Ibu masih merujuk pada

Laporan Indikator Data Base 2005. Dengan asumsi 15% dari kematian wanita (Famale Death),

Angka Kematian Ibu adalah sebesar 403,15 per 100.000 Kelahiran Hidup. Sedang Jika AKI

menggunakan asumsi 20% dari kematian wanita (Female Death), maka AKI di Kalimantan Barat

sebesar 566 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan angka nasional sebesar

307 per 100.000 kelahiran pada periode 1998 – 2002, dan 228 pada tahun 2007, maka kematian

ibu di Kalimantan Barat masih jauh lebih tinggi dari target yang ingin dicapai pada Millenium

Development Goals (MDGs), yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Maka Kalimantan Barat akan sulit mencapai target tersebut. Untuk itu perlu dilakukan berbagai

upaya, serta koordinasi yang lebih baik antara pemegang program maupun lintas sektor dalam

upaya penurunan AKI di Kalimantan Barat.

Page 27: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

27

Gambar 4.2

390

334307

228

050

100150200250300350400450

1994 1997 2002 2007

ANGKA KEMATIAN IBU PER 100.000 KELAHIRAN HIDUPTAHUN 1994 - 2007

Sumber : BPS

Berdasarkan data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2011, kasus kematian ibu

maternal adalah sebanyak 110 kasus kematian dengan rincian sebanyak 19 kasus kematian ibu

hamil, 63 kasus kematian ibu pada saat persalinan serta sebanyak 28 kasus kematian ibu nifas.

Sehingga jika dihitung angka kematian ibu maternal dengan jumlah kelahiran hidup sebanyak

86.174, maka kematian ibu maternal di provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar 128 per

100.000 kelahiran hidup (tabel 8).

Informasi mengenai tingginya Angka Kematian Ibu bermanfaat untuk pengembangan

program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat

kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan jumlah

kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan

komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang

semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat

kesehatan reproduksi.

4.1.1.3. Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak berusia 0-5 tahun (59

Bulan) selama satu tahun tertentu per 1.000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu

(termasuk kematian bayi).

Page 28: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

28

AKABA menggambarkan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan

anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan.

Gambar 4.3

Angka Kematian Balita Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 1994 – 2007

Sumber : SDKI 1994; 1997; 2002-2003; 2007

AKABA Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan hasil SDKI berturut-turut mulai tahun 1994

adalah 93 per 1.000 Balita, turun menjadi 88,2 per 1.000 Balita pada tahun 1997, turun menjadi

63 per 1.000 Balita pada tahun 2003 dan turun menjadi 59 per 1.000 balita pada tahun 2007.

Angka ini masih lebih tinggi dari rata-rata angka kematian balita secara nasional yaitu 51 per

1.000 Balita. Jika dibandingkan dengan target yang akan dicapai pada tahun 2010 yaitu sebasar

58 per 1.000 kelahiran hidup, maka AKABA Kalimantan Barat sudah hampir mancapai target.

Namun jika dibandingkan dengan target pada 2015 sesuai dengan MDGs yaitu sebesar 32 per

1.000 kelahiran hidup, maka AKABA Kalimantan Barat masih tinggi. Dengan demikian,

meskipun terjadi penurunan angka kematian balita di provinsi Kalimantan Barat dan hasil yang

dicapai cukup menggembirakan, namun masih perlu ditingkatkan kegiatan yang menunjang

penurunan angka kematian Balita.

Page 29: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

29

4.1.1.4. Angka Harapan Hidup

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada

umumnya dapat dilihat dari peningkatan angka harapan hidup penduduk dari suatu negara.

Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat

akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi

dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan

dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya.

Angka Harapan Hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan

dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam

situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.

Angka harapan hidup saat lahir adalah rata – rata hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru

lahir pada tahun tertentu.

Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam

meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan

pada khususnya. Angka Umur Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah, harus diikuti dengan

program pembangunan kesehatan dan program sosial lainnya, termasuk kesehatan lingkungan,

kecukupan gizi dan kalori serta program pemberantasan kemiskinan.

Dilihat dari tahun ke tahun, Umur Harapan Hidup di Kalimantan Barat terjadi

peningkatan. Angka Harapan Hidup tahun 2005 berdasarkan Data yang dikeluarkan oleh Badan

Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat adalah 65,2 dan meningkat menjadi 66,75 pada tahun

2011 berdasarkan Data Statitistik Daerah Kalimantan Barat. Angka Harapan Hidup tingkat

nasional pada tahun 2005 adalah 68,1 dan meningkat menjadi 69,65 pada tahun 2011. Dengan

demikian, angka Umur Harapan Hidup penduduk di Kalimantan Barat masih lebih rendah

dibanding dengan rata-rata umur harapan hidup tingkat nasional. Secara berurutan

kecenderungan peningkatan umur harapan hidup di Kalimantan Barat dapat dilihat pada Gambar

4.4.

Page 30: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

30

Gambar 4.4

Meningkatnya Umur Harapan Hidup secara tidak langsung juga memberi gambaran

tentang adanya peningkatan kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat serta turut

berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

4.1.1.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan manusia adalah proses agar manusia mampu memiliki lebih banyak

pilihan dalam hal pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik dan sebagainya.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit yang

menggabungkan tiga aspek penting, yaitu peningkatan kualitas fisik (kesehatan), intelektualitas

(pendidikan), dan kemampuan ekonominya (daya beli) seluruh komponen masyarakat dalam

kurun waktu tertentu. Indeks Pembangunan Manusia adalah mengukur pencapaian keseluruh

negara atau provinsi. Dengan demikian IPM mengukur pencapaian kemajuan pembangunan

sosial dan ekonomi di negara atau provinsi tertentu.

IPM direpresentasikan oleh 3 dimensi, yaitu umur panjang dan sehat (longevity),

pengetahuan (knowledge) dan hidup yang layak (standard of living). Indikator yang digunakan

untuk mengukur dimensi umur panjang dan sehat adalah angka harapan hidup. Untuk

mengukur dimensi pengetahuan adalah angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah,

sedangkan dimensi kehidupan yang layak diukur dengan paritas daya beli (purchsing power

parity/PPP).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalimantan Barat Tahun 2011 adalah sebesar

69,53 poin. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi

Kalimantan Barat, dengan kondisi tersebut, IPM Kalimantan Barat menempati posisi peringkat ke

Page 31: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

31

28 dari 33 Provinsi se Indonesia, hal ini berarti pada tahun 2011 Kalimantan Barat berada pada

posisi yang sama dengan tahun 2010.

Dari sisi perencanaan pembangunan, angka IPM yang semakin tinggi menunjukkan

keberhasilan di dalam pembangunan sumber daya manusia, sebaliknya angka IPM yang

semakin rendah menunjukkan kekurang berhasilan di dalam pembangunan sumber daya

manusia. Secara lengkap Indeks Pembangunan Manusia Kaliamantan Barat dari tahun 2005

sampai dengan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar. 4.5.

67.53

68.17

68.7969.15 69.53

66.567

67.568

68.569

69.570

2007 2008 2009 2010 2011

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KALIMANTAN BARAT TAHUN 2007 - 2011

Sumber : BPS

4.1.2. MORBIDITAS

4.1.2.1. Malaria

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia plasmodium

terdiri dari empat spesies, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium

malariae, dan plasmodium ovale. Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi berat

bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies plasmodium yang terdapat di Indonesia

yaitu plasmodium falciparum yang meyebabkan malaria tropika, plasmodium vivax yang

menyebabkan malaria tertiana, plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana dan

plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale (Soedarmo, dkk., 2008).

Malaria biasanya didapat dari gigitan nyamuk anopheles betina yang sebelumnya

terinfeksi. Pada keadaan lain, malaria berkembang pasca-penularan transplasenta atau sesudah

Page 32: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

32

transfusi darah yang terinfeksi. Masa inkubasi (antara gigitan nyamuk yang terinfeksi dan

adanya parasit dalam darah) bervariasi sesuai dengan spesies; pada P. falciparum masa

inkubasinya 10 – 13; pada P.vivaks dan P. ovale, 12 – 16 hari; dan pada P. malariae 27 – 37

hari, tergantung pada ukuran inokulum. Malaria yang ditularkan melalui tranfusi darah yang

terinfeksi nampak nyata pada waktu yang lebih pendek (Nelson, 2000).

Data WHO menyebutkan tahun 2008 terdapat 544.470 kasus malaria positif di

Indonesia, sedangkan pada tahun 2009 terdapat 1.100.000 kasus malaria klinis, dan pada tahun

2010 meningkat lagi menjadi 1.800.000 kasus malaria klinis dan telah mendapatkan

pengobatan. (Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI).

Penyakit Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Berdasarkan rekapitulasi Profil Kabupaten/Kota Tahun 2011 (tabel 24) terdapat 36.233 kasus

Malaria tanpa pemeriksaan sediaan darah dan 44.977 kasus Malaria dengan pemeriksaan

sediaan darah. Jika mengacu pada definisi operasional pada indikator Indonesia Sehat 2010,

dimana penderita malaria di luar Jawa dan Bali adalah kasus dengan gejala klinis (demam tinggi

disertai menggigil) dengan atau tanpa pemeriksaan sediaan darah di laboratorium, maka

berdasarkan definisi operasional tersebut angka kesakitan malaria untuk kasus malaria tanpa

pemeriksaan sediaan darah di Kalimantan Barat adalah 8,1 per 1.000 penduduk. Hal ini berati

bahwa dari setiap 1.000 penduduk terdapat 8 orang yang terjangkit penyakit Malaria. Sedang

untuk kasus malaria dengan pemeriksaan sediaan darah, angka kesakitannya adalah 10 per

1.000 penduduk.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010, Data Kasus Baru Malaria tahun

2009/2010 yang diperoleh melalui wawancara ART dan ditanyakan apakah selama satu tahun

terakhir pernah didiagnosis menderita malaria yang sudah dipastikan dengan pemeriksaan

darah oleh tenaga kesehatan. Hasilnya menunjukkan bahwa besarnya angka Kasus Baru

malaria tahun 2009/2010 di seluruh Indonesia adalah 22,9 per mil. Kasus terendah adalah di Bali

(3,4‰), sedang yang tertinggi adalah Provinsi Papua (261,5‰) diikuti Papua Barat (253,4‰),

NTT (117,5‰), Maluku Utara (103,2‰), Kepulauan Bangka Belitung (91,9‰), Maluku (76,5‰),

Sulawesi Utara (61,7‰), Bengkulu (56,7‰), Sulawesi Barat (56,0‰), Kalimantan Barat (53,1‰),

dan Jambi (52,2‰). Besarnya angka Kasus Baru malaria dikawasan Luar Jawa-Bali adalah 45,2

per mil atau hampir 6 kali angka Kasus Baru malaria di kawasan Jawa-Bali (7,6‰).

4.1.2.2. TB Paru

Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC

Page 33: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

33

dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC menular melalui droplet

infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui

susu. Pada keadaan yang terakhir ini, bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis.

Berdasarkan Hasil rekapitulasi Profil Kabupaten/Kota tahun 2011 tercatat TB Paru dengan

BTA Positif (+) sebanyak 4.367 kasus dengan angka insidens 98,9 per 100.000 penduduk.

Sedang untuk persentase kesembuhan penderita TB Paru dengan BTA positif di Kalimantan

Barat merujuk pada kasus yang diobati tahun 2010 adalah sebesar 93,20, dengan rincian dari

4.247 penderita yang diobati, sebanyak 3.958 penderita dinyatakan sembuh. (tabel 12).

Hasil wawancara ART pada Riskesdas tahun 2010 menunjukan bahwa Kasus Baru

Malaria dalam satu tahun terakhir (2009/2010) di seluruh Indonesia adalah: 22,9 permil. Lima

provinsi dengan Kasus Baru Malaria tertinggi adalah Papua (261,5‰), Papua Barat (253,4‰),

Nusa Tenggara Timur (117,5‰), Maluku Utara (103,2‰) dan Kepulauan Bangka Belitung

(91,9‰). Kejadian malaria ditemukan pada semua kelompok umur dan terendah pada bayi

dengan angka Kasus Baru malaria 11,6 permil, sedangkan kelompok umur lain hampir sama

yaitu sekitar 21,4-23.9 permil. Kasus baru malaria lebih banyak pada laki-laki (24,9‰), pada

pendidikan tidak tamat SD (27,5‰), petani/nelayan/buruh (29,8‰) dan di perdesaan (29,8‰).

4.1.2.3. HIV/AIDS

Menurutnya, “Penyebab meningkatnya HIV dan AIDS lebih banyak dikarenakan adanya

heteroseksual atau bergonta-ganti pasangan, homoseksual, jarum suntik atau IDU, dan ibu yang

sedang hamil yang mengidap HIV dan AIDS yang mengakibatkan terjadinya penularan terhadap

bayi yang dikandungnya,”

Jumlah kasus baru AIDS di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Bila

pada 2005 hanya ada 2.638 kasus AIDS baru, tahun 2006 jumlahnya bertambah menjadi 2.873

kasus, naik lagi menjadi 2.974 pada 2007 dan menjadi sebanyak 4.969 kasus baru pada 2008.

Pada tahun 2010, di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan rekapitulasi data profil

kesehatan kabupaten/kota, kasus HIV sebesar 362 kasus, sedang AIDS ada sebesar 111 kasus.

Tahun 2011 jumlah kasus HIV sebesar 523 kasus dan jumlah kasus AIDS sebesar 213 kasus.

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat

Jenderal Kementerian Kesehatan RI, sampai tanggal 30 Juni 2010, secara kumulatif kasus AIDS

yang dilaporkan sejak tahun 1978 berjumlah 21.770 dari 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota.

Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Kasus terbanyak dilaporkan dari

Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Bali, Jawa Tengah, Kalimantan Barat,

Page 34: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

34

Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat. Rate kumulatif kasus AIDS

nasional sampai 30 Juni 2010 adalah 9,44 kasus per 100.000 penduduk. Rate kumulatif kasus

AIDS tertinggi dilaporkan dari Provinsi Papua (14,34 kali angka nasional), Bali (5,2 kali angka

nasional), DKI Jakarta (4,4 kali angka nasional), Kep. Riau (2,4 kali angka nasional), Kalimantan

Barat (1,8 kali angka nasional), Maluku (1,5 kali angka nasional), Bangka Belitung (1,2 kali

angka nasional), Papua Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, Riau

(1,0 kali angka nasional).

Kasus HIV positif, sampai dengan 30 Juni 2010 secara kumulatif berjumlah 44.292

kasus dengan positive rate rata-rata 10,3%. Jumlah kasus baru pada triwulan kedua 2010

sebanyak 3.916 kasus. Daerah yang paling banyak terjadi kasus HIV positif adalah DKI Jakarta

(9.804 kasus), Jawa Timur (5.973 kasus), Jawa Barat (3.798 kasus), Sumatera Utara (3.391

kasus), Papua (2.947 kasus), dan Bali (2.505 kasus) (Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat

Jenderal Kementerian Kesehatan RI).

Berdasarkan laporan Bidang Bina Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, untuk

wilayah Provinsi Kalimantan Barat, sejak tahun 1993 sampai dengan tahun 2011 tercatat

sebanyak 3.335 penderita HIV dan 1.610 orang penderita AIDS.

Menurut Sasongko, Sejumlah 75-85% penularan terjadi melalui hubungan seks (5-10%

diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang tercemar (terutama

pada pemakai narkotika suntik), 3-5% melalui transfusi darah yang tercemar. Infeksi HIV

sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-49 tahun) terutama

laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90%

terjadi dari ibu yang mengidap HIV. Sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan oleh Ibu pengidap HIV

akan menjadi pengidap HIV, melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, selama

proses persalinan dan melalui pemberian ASI. Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil

trimester terakhir, risiko penularan dapat dikurangi menjadi hanya 8%.

4.1.2.4. Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Kejadian AFP diproyeksikan sebagai indikator untuk menilai keberhasilan program

Eradikasi Polio (Erapo). Upaya pemantauan terhadap keberhasilan Erapo yaitu dengan

melaksanakan kegiatan ” Surveilans Secara Aktif ” untuk menemukan kasus AFP sebagai upaya

untuk mendeteksi secara dini munculnya virus polio liar yang mungkin ada di masyarakat untuk

segera dilakukan penanggulangannya.

Page 35: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

35

Tahun 2011, berdasarkan hasil rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota tahun

2011 (tabel 9) terdapat 29 kasus AFP atau sebesar 2,04 per 100.000 penduduk berisiko (usia <

15 tahun). Dilihat dari kasus AFP, angka AFP Kalimantan Barat masih diatas angka AFP yang

ditargetkan SPM yaitu ≥ 2 per 100.000 anak usia < 15 tahun.

4.1.2.5. DBD

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang

disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi

mendadak dengan manivestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock dan kematian.

Penyakit DBD ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan mungkin juga Aedes

Albopictus.

Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali di ketinggian

lebih 1.000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7

hari. Penyakit DBD dapat menyerang semua golongan umur. Sampai saat ini penyakit DBD lebih

banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan

kenaikan proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada orang dewasa (Faziah, 2004).

Provinsi Kalimantan Barat merupakan daerah endemik untuk penyakit DBD, hal ini

disebabkan karena letak geografis Kalimantan Barat yang sebagian besar merupakan dataran

rendah dan merupakan daerah rawa. Di samping itu, budaya masyarakat perkotaan di

Kalimantan Barat cenderung menyimpan persediaan air pada tempat-tempat penampungan air

di sekitar rumahnya. Hal ini akan menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes Aegypti yang paling

disukai.

Gambar 4.8

808 960

9,710

677 784

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

2007 2008 2009 2010 2011

Kasus DBD di Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2007 s.d 2011

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota

Page 36: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

36

Di Provinsi Kalimantan Barat dalam tiga tahun terakhir berturut-turut dari tahun 2007

terjadi kenaikan kasus DBD adalah sebagai berikut : Pada tahun 2007 terjadi 808 kasus DBD

dengan angka kesakitan 20,24 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan

kasus menjadi 960 kasus dengan angka kesakitan sebesar 22,59 per 100.000 penduduk, pada

tahun 2009 terjadi peningkatan kasus yang sangat tinggi menjadi 9.710 kasus dengan angka

kesakitan 225 per 100.000 penduduk. Untuk tahun 2010, mengalami penurunan kasus yang

cukup tajam dari tahun sebelumnya menjadi 677 kasus dengan angka kesakitan 15 per 100.000

penduduk, dengan penderita meninggal sebanyak 13 orang (CFR 1,9%)

Pada tahun 2011, berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota, jumlah

kasus DBD meningkat dari tahun sbelumnya yaitu sebesar 784 kasus dengan angka kesakitan

17,5 per 100.000 penduduk, dengan penderita meninggal sebanyak 10 orang (CFR 1,3%) (tabel

23). Kecenderungan kasus DBD dari tahun ke tahun dapat dilihat pada gambar 4.8.

4.1.3. STATUS GIZI

Status gizi masyarakat dapat diukur melalui beberapa indikator, diantaranya adalah bayi

dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Status Gizi balita, status gizi wanita usia subur

Kurang Energi Konis(KEK).

4.1.3.1. Gizi Buruk

Status Gizi merupakan suatu indikator yang sangat penting untuk menilai status

indikator derajat Kesehatan Masyarakat. Di dalam Indikator Indonesia Sehat 2010, status gizi

merupakan salah satu indikator yang menggambarkan derajat kesehatan masyarakat.

Gizi buruk adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi,

kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan

gizi menahun. Anak balita sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan

membandingkan antara berat badan menurut umurnya dengan rujukan (standar) yang telah

ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik.

Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi

buruk. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor.

Sementara itu, pengertian di masyarakat tentang ”Busung Lapar” adalah tidak tepat. Sebutan

”Busung Lapar” yang sebenarnya adalah keadaan yang terjadi akibat kekurangan pangan dalam

kurun waktu tertentu pada satu wilayah, sehingga mengakibatkan kurangnya asupan zat gizi

yang diperlukan, yang pada akhirnya berdampak pada kondisi status gizi menjadi kurang atau

buruk dan keadaan ini terjadi pada semua golongan umur. Tanda-tanda klinis pada ”Busung

Page 37: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

37

Lapar” pada umumnya sama dengan tanda-tanda pada marasmus dan kwashiorkor. Anak

kurang gizi pada tingkat ringan dan atau sedang tidak selalu diikuti dengan gejala sakit. Dia

seperti anak-anak lain, masih bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama

badannya mulai kurus.

Gambar 4.9.

Kasus Gizi Buruk Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2011

Berdasarkan hasil rekapitulasi Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2011, terdapat

kasus gizi buruk sebanyak 294 (table 45), angka tersebut didapatkan dari laporan kasus dilihat

berdasarkan tanda-tanda klinis kasus gizi buruk. Sedang kasus gizi buruk yang berasal dari

banyaknya Balita yang ditimbang/pemantauan status gizi (PSG) adalah sebanyak 2.906 kasus

dari 124.080 Balita yang ditimbang (2,34%).

Pada gambar 4.9, terlihat bahwa kasus gizi buruk terbanyak di Kota Pontianak yaitu

sebanyak 41 kasus, diikuti oleh Kabupaten Sambas sebanyak 38 kasus, Kabupaten Ketapang

34 kasus dan Kabupaten Kubu Raya sebanyak 33 kasus. Kabupaten lainnya rata-rata masih

dibawah 30 Kasus. Dilihat dari gizi buruk yang mendapat perawatan, seluruh balita gizi buruk

mendapat perawatan sesuai prosedur tatalaksana gizi buruk, kecuali Kabupaten Bengkayang

(80% balita gizi buruk mendapat perawatan) dan Kabupaten Kubu Raya (84% balita gizi buruk

yang mendapat perawatan).

Page 38: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

38

Hasil Riskesdas tahun 2010 menunjukan bahwa ditingkat nasional sudah terjadi

penurunan prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur)pada balita dari 18,4 persen tahun

2007 menjadi 17,9 persen tahun 2010. Penurunan terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari

5,4 persen pada tahun 2007 menjadi 4,9 persen pada tahun 2010. Sedang untuk prevalensi gizi

kurang, pada tahun 2010 tidak terjadi penurunan, yaitu tetap 13,0 persen.

Prevalensi. pendek pada balita adalah 35,7 persen, menurun dari 36,7 persen pada tahun 2007.

Penurunan terutama terjadi pada prevalensi balita pendek yaitu dari 18,0 persen tahun 2007

menjadi 17,1 persen tahun 2010. Sedangkan prevalensi balita sangat pendek hanya sedikit

menurun yaitu dari 18,8 persen tahun 2007 menjadi 18,5 persen tahun 2010. Penurunan juga

terjadi pada prevalensi anak kurus, dimana prevalensi balita sangat kurus menurun dari 13,6

persen tahun 2007 menjadi 13,3 persen tahun 2010.

4.1.3.2. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup

bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas, artinya bayi lahir cukup bulan (usia

kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya,

yaitu tidak mencapai 2.500 gram. "Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan

pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya

kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai

makanan ke bayi jadi berkurang." (Pringgardani, SpA).

Berat Badan Lahir Rendah (< 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang

berpengaruh terhadap kematian perinatal dan nenonatal. Barker dkk dalam Hardiansyah dkk

(2000) mengungkapkan bahwa BBLR mempunyai dampak yang kompleks sampai usia dewasa

antara lain meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, gangguan

metabolik dan kekebalan tubuh serta katahanan fisik yang resultantenya adalah beban ekonomi

individu dan masyarakat.

Di Provinsi Kalimantan Barat, berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan

kabupaten/kota tahun 2011, terdapat 1.330 bayi dengan BBLR dari 63.645 bayi lahir hidup yang

ditimbang (2,3%).

Page 39: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

39

4.2. KEADAAN LINGKUNGAN

Untuk menggambarkan keadaan lingkungan di Provinsi Kalimantan Barat, berikut ini

disajikan indikator-indikator persentase rumah sehat, tempat-tempat umum sehat, serta

sarana sanitasi dasar seperti air bersih, pembuangan air limbah dan kepemilikan jamban.

4.2.1. Rumah Sehat

Rumah sehat dinilai dengan menggunakan indikator komposit 8 – 10 indikator tunggal

PHBS yaitu : Pertolongan Persalinan nakes, Aktif secara fisik, Jamban sehat, lantai rumah

bukan tanah, ASI eksklusif, Konsumsi sayur dan Buah, Akses air bersih, Tidak merokok, JPK

dan Luas hunian > 9 m2 per orang (Depkes RI, 2005). Suatu rumah tangga dikatakan sehat jika

memenuhi semua indkator PHBS (8-10 indikator).

Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2011 (Tabel 62), dari

300.662 Rumah Tangga yang diperiksa, terdapat 182.047 (60,5%) rumah tangga diantaranya

merupakan rumah tangga sehat. Jika dibandingkan dengan tahun 2010 dimana rumah tangga

sehat yang terlaporkan sebesar 64%, maka terjadi penurunan rumah sehat di Kalimantan Barat

tahun 2011.

4.2.2. Jamban Keluarga

Rumah tangga yang tidak menggunakan/mempunyai jamban yang baik, lebih mudah

terkena penyakit seperti disentri, diare dan tipus. Laporan SDKI 2002-2003 menyatakan bahwa

rumah tangga yang mempunyai jamban sendiri hanya sebesar 86% di daerah perkotaan dan

52% di daerah pedesaan.

Di Kalimantan Barat pada tahun 2011 berdasarkan hasil rekapitulasi data profil

kesehatan Kabupaten/Kota, dari 309.567 rumah tangga yang diperiksa, ada sebesar 190.332

(61,5%) rumah tangga yang memiliki Jamban, dan 76,5% yang memiliki jamban dengan kriteria

sehat.

4.2.3. Tempat-Tempat Umum Sehat

Tempat-tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan (TUPM) merupakan suatu

sarana yang dikunjungi oleh banyak orang sehingga dikhawatirkan dapat menjadi sumber

penyebaran penyakit. Yang termasuk TUPM antara lain adalah hotel, restoran, pasar dan

lain-lain. Adapun TUPM yang dapat dikategorikan sehat adalah TUPM yang memiliki sarana air

bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan limbah, ventilasi yang baik serta

Page 40: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

40

luas yang sesuai dengan banyaknya pengunjung.

Pada Tahun 2011, di Kalimantan Barat berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan

Kabupaten/Kota, dari keseluruhan tempat-tempat umum yang diperiksa sebanyak 6.782 tempat-

tempat umum, sebesar 4.774 (70,4%) diantaranya merupakan tempat-tempat umum yang telah

dinyatakan sehat.

4.2.4. Akses Air Minum

Berasarkan rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2011, terlihat

bahwa sumber air minum yang digunakan di rumah tangga dibedakan menurut air kemasan,

ledeng, sumur gali, sumur pompa dan penampungan air hujan. Dari data yang ada, sebagian

besar rumah tangga di Provinsi Kalimantan Barat masih didominasi dengan keluarga yang

memanfaatkan air hujan maupun ledeng sebagai sumber air minumnya. Pada tahun 2011 dari

269.410 keluarga yang diperiksa, 51.128 (19%) diantaranya menggunakan sumber air minum

yang terlindung. Dimana yang paling besar masih didominasi oleh yang menggunakan air hujan

sebanyak 37.395 (13,9%), diikuti oleh penggunaan air ledeng sebanyak 21.917 (8,1%) keluarga

(tablel 65). Sedangkan berdasarkan criteria MDGs, akses rumah tangga terhadap sumber air

minum terlindung adalah 45,1%.

Hasil riskesdas tahun 2010, Ada penurunan akses rumah tangga terhadap sumber air

minum terlindung, terutama diperkotaan sehingga capaian MDGs pada posisi ‘on the wrong

track’. Apabila memperhitungkan air kemasan dan air dari depot air minum, persentase rumah

tangga yang akses terhadap sumber air minum terlindung menjadi 66,7 persen. Akses terhadap

sumber air minum „berkualitas‟ yang mempertimbangkan jenis sumber air terlindung (termasuk

air kemasan dan depot air minum), jarak ke sumber air minum, kemudahan memperoleh air

minum dan kualitas fisik air minum adalah sebesar 67,5% dengan persentase tertinggi di

Provinsi DKI Jakarta (87,0%) dan terendah di Provinsi Kalimantan Barat (35,9%).

Apabila ditinjau dari segi kepemilikan sarana, maka seluruh masyarakat yang ada di

Provinsi Kalimantan Barat dapat dikatakan telah memiliki sarana air bersih yang memadai. Akan

tetapi dari segi kualitas air, masih belum dapat dipastikan apakah masyarakat telah

mengkonsumsi air yang memenuhi standar kesehatan. Hal ini disebabkan oleh karena

wilayah Kalimantan Barat meskipun banyak sumber air, tetapi sumber air tersebut belum dapat

diolah maksimal sebagai air bersih, apalagi jika musim kemarau tiba, dimana dengan adanya

interupsi air laut ke Sungai Kapuas, menyebabkan air menjadi asin, sehingga air bersih yang

didistribusikan ke masyarakat oleh PDAM pun menjadi payau, sehingga tidak layak untuk

dikonsumsi. Hal lainnya adalah masih banyaknya masyarakat memanfaatkan air hujan sebagi

Page 41: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

41

sumber air bersih. Hal tersebut kemungkinan pula berdampak terhadap derajat kesehatan

masayarakat, oleh karenanya perlu diuji kelayakan kualitas airnya untuk dikonsumsi.

4.3. PERILAKU MASYARAKAT

Menurut teori Blum, salah satu faktor yang berperan penting dalam menentukan

derajat kesehatan adalah perilaku. Perilaku dianggap penting karena ketiga faktor lain

seperti lingkungan, kualitas pelayanan kesehatan maupun genetika kesemuanya masih

dapat dipengaruhi oleh perilaku. Selain itu, banyak penyakit yang muncul pada saat ini

disebabkan karena perilaku yang tidak sehat. Perubahan perilaku tidak mudah untuk

dilakukan akan tetapi mutlak diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

4.3.1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Rumah Tangga Berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan salah satu pilar

Indonesia dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Diantara salah satu sub sistem dalam SKN adalah sub sistem pemberdayaan masyarakat.

Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah terselenggaranya upaya pelayanan, advokasi

dan pengawasan sosial oleh perorangan, kelompok, dan masyarakat dibidang kesehatan secara

efesien dan efektif guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pemberdayaan perorangan mempunyai target minimal mempraktekan perilaku Hidup bersih dan

Sehat (PHBS) yang diteladani oleh keluarga dan masyarakat sekitar dan target maksimal

berperan aktif sebagai kader kesehatan dalam menggerakan masyarakat untuk berperilaku

hidup bersih dan sehat.

Dari hasil rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2011 pada Tabel 61,

menunjukan bahwa di Kalimantan Barat dari 262.067 rumah tangga yang dipantau, sebesar

115.809 (44,19%) merupakan Rumah Tangga ber Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

4.3.2. Posyandu

Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

berbagai upaya dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di masyarakat telah lama

dilakukan dalam bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM). Posyandu

merupakan salah satu bentuk UKBM yang telah lama di kembangkan untuk menjangkau

pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pencapaian persentase posyandu aktif di tingkat

kabupaten/kota dapat dilihat pada Gambar 4.10.

Page 42: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

42

Gambar 4.10.

Persentase Posyandu Aktif (Purnama + Mandiri )

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2011

Pada tabel 72 lampiran Profil Kesehatan, terlihat bahwa pencapaian Kalimantan Barat

untuk peningkatan posyandu aktif pada pada tahun 2011 sebesar 17%, mengalami penurunan

dari tahun sebelumnya dimana posyandu aktif pada tahun 2010 adalah sebesar 22%.

4.4. PELAYANAN KESEHATAN

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat, berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat telah dilakukan.

Dibawah ini diuraikan beberapa hal mengenai upaya pelayanan kesehatan pada Tahun 2011.

4.4.1. Pelayanan Antenatal (K1-K4)

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional

(dokter, bidan maupun perawat) kepada ibu hamil dimasa kehamilannya dengan mengikuti

program pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promotif dan

preventif. Hasil kegiatan antenatal dapat dilihat berdasarkan cakupan pelayanan K1 dan K4.

Page 43: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

43

Cakupan K1 atau disebut juga akses pelayanan ibu hamil, menggambarkan

besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama/kontak pertama dengan

tenaga kesehatan/ fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Indikator

akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta

kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.

Sedangkan cakupan K4 adalah besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan

antenatal sesuai standar minimal empat kali kunjungan selama masa kehamilannya dengan

distribusi satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada

trimester ketiga. Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil

di suatu wilayah dan untuk menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan

program KIA. Kecenderungan pencapaian cakupan K1 dan K4 di Provinsi Kalimantan Barat dari

tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 4.12.

Persentase K4 Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2011 berdasarkan data Profil

Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 86,20%, terjadi kenaikan cakupan sebesar 0,6% dari tahun

2010. Namun demikian, jika dibandingkan dengan target cakupan K4 berdasarkan Permenkes

RI Nomor 741 Tahun 2008 tentang SPM Bidang Kesehatan adalah sebesar 95%, cakupan K4

di Kalimantan Barat masih lebih rendah.

Gambar 4.12.

Cakupan K-1 dan K-4 Prov. Kalbar Tahun 2007 s.d 2011

88.789.82

90.84

93.394.1

82.2481.43

82.65

85.6 86.2

74

76

78

80

82

84

86

88

90

92

94

96

2007 2008 2009 2010 2011

K1

K4

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota

Page 44: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

44

Pada gambar 4.12. dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun selalu terjadi kesenjangan

cakupan K1 dan K4. Berturut-tururt kesenjangan K1 dan K4 mulai tahun 2007 adalah

sebagai berikut : Pada tahun 2007 kesenjangannya adalah 5,95%, menjadi 8,39% pada tahun

2008, menjadi 8,19% pada tahun 2009, pada tahun 2010 kesenjangan yang terjadi antara K1

dan K4 adalah sebesar 7,7% dan pada tahun 2011 kesenjangannya adalah 7,9%. Hal ini

berarti masih ada ibu hamil yang tidak terlindungi secara maksimal dalam proses kehamilannya

selama tahun 2011. Dikemudian hari perlu tetap dilakukan upaya yang lebih optimal agar

kesenjangan yang terjadi antara cakupan K1 dengan K4 menjadi semakin kecil yang berarti

bahwa perlindungan terhadap ibu hamil semakin meningkat.

Informasi yang didapat dari hasil Riskesdas 2010 adalah, akses ibu hamil tanpa

memandang umur kandungan saat kontak pertama kali adalah 92,7persen (K1), sedangkan

akses ibu hamil yang memeriksakan kehamilan dengan tenaga kesehatan pada trimester

1 (K1-trimester 1) adalah 72,3 persen. Adapun cakupan akses ibu hamil dengan pola 1-1-2

(K4) oleh tenaga kesehatan saja adalah 61,4 persen. Gorontalo menunjukkan angka

terendah untuk K1-trimester 1 (25,9%) dan K4 (19,7%). Ada kecenderungan cakupan K1 dan

K4 yang rendah pada kelompok ibu hamil berisiko tinggi: umur <20 tahun, dan >35 tahun;

kehamilan ke 4 atau lebih; tinggal di pedesaan, tingkat pendidikan, dan status ekonomi

terendah.

4.4.2. Pertolongan Persalinan

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu dari enam

indikator pemantauan program KIA. Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi

persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan sekaligus menggambarkan kemampuan

manajemen program KIA dalam menangani persalinan secara profesional.

Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar terjadi

pada masa di sekitar persalinan, hal ini dapat disebabkan persalinan yang tidak dilakukan

oleh tenaga kesehatan yang mempunyai potensi kebidanan. Adapun definisi cakupan

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah

Ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi kebidanan disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Page 45: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

45

Gambar 4.13.

Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2011

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/KotaTahun 2011

Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di wilayah Provinsi Kalimantan Barat

berdasarkan hasil analisis dari profil kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2011 adalah 79,1%. Hasil

ini masih lebih rendah dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM) 2010 – 2015 yaitu sebesar

90%. Pada gambar 4.15 terlihat bahwa cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan paling tinggi

adalah Kabupaten Kapuas Hulu (100%), diikuti oleh Kota Pontianak (91,5%), dengan

pencapaian tersebut, berarti Kabupaten Kapuas Hulu maupun Kota Pontianak telah mencapai

target SPM. Sedang yang paling rendah adalah Kabupaten sintang (52,8%). Secara keseluruhan

pencapaian cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat masih lebih

rendah dari target SPM, sehingga perlu diupayakan untuk meningkatkan cakupan di tahun 2012,

sehingga target SPM 2010 - 2015 dapat tercapai.

Hasil riskesdas 2010 manyatakan bahwa Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan

pada ibu yang melahirkan setahun sebelum survey adalah 82,2 persen, angka ini terus membaik

jika dibandingkan dengan Susenas pada tahun 1990 yaitu 40,7 persen, dan tahun 2007 yaitu

75,4 persen. Pada tahun 2010, kesenjangan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan

berdasarkan tempat tinggal cukup lebar, yaitu 91,4 persen di perkotaan dan 72,5 persen di

perdesaan, demikian juga menurut tingkat pengeluaran, dimana pada kuintil 1, penolong

Page 46: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

46

persalinan oleh tenaga kesehatan hanya 69,3 persen dibanding pada kuintil 5 yaitu 94,5 persen.

Menurut Provinsi, DI Yogyakarta adalah provinsi yang terbaik (98,6%) dibanding Maluku utara

(26,6%).

Gambar 4.14.

Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Kalbar

Tahun 2007 s.d Tahun 2011

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota

Kecenderungan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar 4.14. Dari gambar 4.14 terlihat bahwa cakupan

pertolongan persalinan di Provinsi Kalimantan Barat dari 2007 sampai tahun 2008 mengalami

kenaikan, yaitu dari 73,72% pada tahun 2007 meningkat menjadi 75,61% pada tahun 2008.

Pada tahun 2009 cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mengalami penurunan menjadi

74,45%, pada tahun 2010 meningkat kembali menjadi 77,9% dan pada tahun 2011 meningkat

lagi menjadi 79,1%.

4.4.3. Kunjungan Bayi

Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan

sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, dan perawat yang memiliki kompetensi klinis

kesehatan, paling sedikit 4 kali disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini

mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi bayi sehingga kesehatannya

terjamin melalui penyediaan pelayanan kesehatan.

Page 47: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

47

Berdasarkan Permenkes No. 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang standar pelayanan

kesehatan Bidang Kesehatan, ditetapkan target Cakupan Kunjungan Bayi pada tahun 2010

adalah sebesar 90%.

Berdasarkan hasil rekapitulasi data profil kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2011, di

Kalimantan Barat ada 4 (empat) kabupaten yang cakupan kunjungan bayinya mencapai 100%,

yaitu Kabupaten Sambas, Sintang, Kapuas Hulu dan Kabupaten Kubu Raya. Sedangkan

Kabupaten dengan cakupan Kunjungan Bayi terendah adalahKabupaten Kayong Utara, yaitu

sebesar 64% (Tabel 37 lampiran profil).

4.4.4. Pelayanan KB

Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) berdasarkan data profil kesehatan kabupaten/kota

tahun 2011 (tabel 35) sebesar 843.183 dengan jumlah peserta KB aktif sebesar 546.473

(64,8%) dan peserta KB Baru sebesar 108.172 (12,8%). Adapun untuk penggunaan alat

kontrasepsi oleh peserta KB aktif secara rinci dapat dilihat pada tabel 33 lampiran profil.

Pada tahun 2011 di Kalimantan Barat, penggunaan suntik sebagai alat untuk menunda

kehamilan paling banyak dipilih oleh Pasangan usia Subur (PUS) yaitu sebanyak 50,3%,

kemudian diikuti oleh penggunaan pil sebanyak 38,9%. Sedang penggunaan MOP dan MOW

merupakan alat kontrasepsi yang paling sedikit diminati oleh PUS untuk menunda kehamilannya

yaitu masing-masing sebesar 1,3% untuk MOW dan 0,3% untuk MOP.

4.4.5. Pelayanan Imunisasi

Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan suatu

gambaran terhadap cakupan sasaran bayi yang telah mendapatkan imunisasi secara lengkap

dengan ditunjukan pada cakupan imunisasi campak. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan

wilayah tertentu (desa), hal ini berarti dalam wilayah tersebut dapat diprediksi tingkat kekebalan

masyarakat terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Cakupan UCI tingkat provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2011 adalah 71,9%,

meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu 59,8%. Hal ini perlu menjadi perhatian,

karena berdasarkan indikator SPM bahwa pada periode 2010 – 2015 UCI di seluruh Provinsi di

Indonesia harus mencapai 100%.

Pada lampiran profil kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2011 pada tabel 38,

terlihat bahwa pencapaian UCI terbesar ada pada Kabupaten Sambas (86,4%), diikuti oleh

Page 48: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

48

Kabupaten Kayong Utara (83,7%). Pencapaian UCI terendah ada pada Kota pontianak, yaitu

sebesar 41,4%.

Pelayanan imunisasi bayi mencakup vaksinasi BCG, DPT, Polio, Hepatitis B dan

Imunisasi Campak yang dilakukan melalui pelayanan rutin Posyandu dan fasilitas pelayanan

kesehatan dasar lainnya. Berdasarkan pengolahan data profil kesehatan kabupaten/kota tahun

2011, menunjukan bahwa cakupan imunisasi DPT + HB1 maupun campak dalam empat tahun

terakhir cenderung stabil, yaitu berkisar antara 91% – 93% untuk DPT1+HB1, dan berkisar

antara 84% - 88% untuk imunisasi campak. Selain itu, meskipun masih adanya Droup Out (DO)

untuk imunisasi, namun jika dilihat dari kecenderungan tiga tahun terakhir, terlihat hasil yang

cukup menggembirakan, kerena meskipun sedikit, tetapi terlihat adanya penurunan kasus DO

dari tahun 2008 sampai tahun 2011.

4.4.6. Pemberian Kapsul Vit A

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting, berfungsi untuk penglihatan,

pertumbuhan dan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Secara nasional masalah kekurangan

vitamin A pada balita secara klinis sudah tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat. Studi

masalah gizi mikro di 10 propinsi tahun 2006, diperoleh gambaran prevalensi xeropthalmia pada

balita 0,13% dan indeks serum retinol kurang dari 20µg/dl adalah 14,6%. Hasil studi tersebut

menggambarkan terjadinya penurunan, jika dibandingkan dengan hasil survei vitamin A pada

tahun 1992.

Di Provinsi Kalimantan Barat, berdasarkan hasil pengolahan data dari profil kesehatan

kabupaten/kota, pada tahun 2011 menunjukkan bahwa pencapaian cakupan pemberian kapsul

vitamin A 2 kali pada balita sebesar 72,04% (Tabel 32 lampiran profil kesehatan).

Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa cakupan suplementasi vitamin A secara

nasional pada anak umur 6-59 bulan adalah 71,5%. Masih ada 3 propinsi dengan cakupan di

bawah 60%, 16 propinsi di bawah 70% dan hanya 4 propinsi dapat mencapai 80%. Berdasarkan

laporan dari provinsi tahun 2009, cakupan pemberian kapsul vitamin A pada anak umur 12-59

bulan sebesar 79,2%. Provinsi dengan cakupan > 85 % adalah DIY, Jawa Timur, Kepulauan

Riau, dan Kalimantan Selatan sedangkan provinsi Papua Barat, Papua dan Maluku cakupan

pemberian kapsul vitamin A < 60% .

4.4.7. Pemberian Tablet Besi

Penanggulangan masalah anemia gizi besi saat ini terfokus pada pemberian tablet

tambah darah (Fe). Ibu Hamil mendapat tablet tambah darah 90 tablet selama kehamilannya.

Page 49: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

49

Paparan dari Direktur Bina Gizi, Ditjen Bina Gizi dan KIA, berdasarkan laporan dari provinsi

tahun 2009, cakupan pemberian tablet tambah darah (Fe3) pada ibu hamil pada tahun 2009

rata-rata nasional 68,5%. Beberapa propinsi seperti provinsi Bali, Lampung dan NTB,

mempunyai cakupan diatas 80%, sementara provinsi Papua Barat, Papua dan Sulawesi Tengah

cakupannya dibawah 40%.

Di Kalimantan Barat, cakupan pemberian tablet Fe pada bumil dalam empat tahun

terakhir cenderung terjadi peningkatan. Pencapaian cakupan pemberian tablet Fe3 di Provinsi

Kalimantana Barat pada tahun 2011 adalah 84,32.

Page 50: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

50

BAB V

SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan dikelompokan dalam sajian data dan

informasi mengenai sarana kesehatan dan tenaga kesehatan serta alokasi anggaran kesehatan.

5.1. SARANA KESEHATAN

5.1.1. Tenaga Kesehatan

Dalam pembangunan kesehatan, faktor penggerak utamanya adalah sumber daya

manusia. SDM kesehatan yang berkualitas menentukan keberhasilan dari seluruh proses

pembangunan tersebut.

Informasi tenaga kesehatan diperlukan bagi perencanaan dan pengadaan tenaga serta

pengelolaan pegawai. Kesulitan memperoleh data ketenagaan yang mutakhir disebabkan antara

lain oleh sifat dari data ketenagaan yang selalu berubah dengan cepat dan terus menerus dari

waktu ke waktu.

Pada tahun 2011 jumlah tenaga kesehatan di seluruh Kabupaten/Kota Provinsi

Kalimantan Barat adalah 11.902 orang dengan ratio tenaga kesehatan untuk masyarakat per

100.000 penduduk adalah 376 orang tenaga kesehatan, atau 1 orang tenaga kesehatan

melayani 266 penduduk.

5.1.2. Sarana Pelayanan Kesehatan

Selain ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah dan kualifikasi yang cukup,

diperlukan juga dukungan sarana dan prasarana yang memadai agar pelaksanaan

pembangunan kesehatan dapat berjalan dengan baik.

Tahun 2011 jumlah pelayanan kesehatan masyarakat di Provinsi Kalimantan Barat terdiri

dari 236 puskesmas yang terdiri dari 98 Puskesmas perawatan dan 138 puskesmas non

perawatan. Ratio puskesmas terhadap 100.000 penduduk adalah 5,27.

Page 51: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

51

Tabel 5.1

Distribusi Sarana Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011

5.1.3. Pembiayaan Kesehatan

Pada tahun 2011 berdasarkan hasil rekapitulasi data profil kesehatan Kabupaten/Kota,

total jumlah anggaran pembangunan kesehatan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan

Barat (tidak termasuk anggaran kesehatan provinsi) yang bersumber dari APBN, PHLN dan

APBD serta sumber pemerintah lain sebesar Rp. 949.733.872.384,- Sehingga dengan jumlah

penduduk sebesar 4,477.348 jiwa, maka anggaran kesehatan perkapita penduduk di

Kalimantan Barat pada tahun 2011 adalah sebesar Rp. 212.119,74,-.

Berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota total anggaran APBD

Kesehatan Kabupaten/Kota adalah sebasar Rp. 648.687.152.187,- dengan total anggaran

APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp. 12.473.042.824.522,-. Sehingga persentase anggaran

APBD kesehatan Kabupaten/Kota terhadap APBD Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat adalah

7,21%.

APBD Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar Rp. 439.490.221.356,- dan

anggaran APBD Provinsi Kalimantan Barat secara keseluruhan adalah sebesar Rp.

2.178.709.051.349,-. Berdasarkan angka tersebut, maka persentase anggaran APBD kesehatan

untuk tingkat Provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar 11,51%.

Page 52: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

52

BAB VI

PENUTUP

Data dan Informasi merupakan sumber daya strategis bagi pimpinan dan organisasi

dalam pelaksanaan manajemen, maka penyediaan data dan informasi yang berkualitas sangat

diperlukan sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan juga sebagai alat monitoring

dan evaluasi berjalannya kegiatan sehingga menjadi lebih efesien dan efektif. Data dalam

pembuatan Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat ini diperoleh melalui penyelenggaraan

sistem informasi kesehatan berdasarkan profil maupun draf data Profil Kesehatan

Kabupaten/Kota dan data dari masing-masing pemegang program.

Penyusunan profil kesehatan sebagai salah satu instrumen dalam Sistem

Informasi Kesehatan Daerah disadari maupun tidak, memegang peranan penting bagi

semua pihak yang terlibat dalam pembangunan. Hal ini karena data dan informasi

merupakan sumber daya strategis bagi organisasi maupun individu dalam menjalankan

sistem manajemen yaitu dalam proses perencanaan sampai pengambilan keputusan.

Keputusan yang baik dapat dihasilkan apabila ditunjang dengan data yang akurat dan

validitasnya tidak diragukan.

Namun sangat disadari, sistem informasi kesehatan yang ada saat ini belum berjalan

sebagaimana yang diharapkan sehingga tidak dapat memenuhi data dan informasi yang

dibutuhkan, apalagi dalam era desentralisasi pengumpulan data menjadi relatif lebih sulit

didapatkan dari Kabupaten/Kota yang berimplikasi terhadap ketepatan, kelengkapan maupun

keakuratan data yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan data dan informasi yang disajikan pada

profil kesehatan provinsi saat ini belum sesuai dengan harapan.

Kedepan, berangkat dari permasalahan yang dihadapi dari penyusunan Profil

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2011 ini, diharapkan kesadaran dan peran

serta aktif dari semua pihak untuk membenahi sistem manajemen data agar kinerja dari masing-

masing bidang dapat lebih terukur dan memberikan gambaran yang lebih rinci dari pencapaian

masing-masing program serta kontribusinya bagi pencapaian visi dan misi pembangunan

kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.

Page 53: PROFIL KESEHATAN 2011 NARASI.pdf

53

Namun demikian, diharapkan Profil Kesehatan Provinsi dapat memberikan gambaran

secara garis besar tentang seberapa jauh keadaan kesehatan masyarakat yang telah dicapai.

Walaupun profil kesehatan propinsi sering kali belum mendapatkan apresiasi yang

memadai, karena belum dapat menyajikan data dan informasi yang sesuai dengan harapan,

namun profil ini merupakan salah satu publikasi data dan informasi yang meliputi data

pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Indikator MDGs 2015. Oleh karena itu dalam

rangka meningkatkan kualitas Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, perlu dicari terobosan

dalam mekanisme pengumpulan data dan informasi secara cepat agar dapat dihasilkan

informasi yang cepat, lengkap dan akurat, khususnya data dan informasi yang bersumber dari

Kabupaten/Kota.

Demikianlah Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 ini disusun, kiranya

dapat bermanfaat untuk semua pihak yang memerlukannya, terutama jajaran Dinas Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat dan Lintas Sektor terkait.

.

Pontianak, Desember 2012