profil desa sibanggor julu (komoditi karet)
TRANSCRIPT
![Page 1: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/1.jpg)
PROFIL KELOMPOK DAMPINGAN & DESA SIBANGGOR JULU.
KABUPATEN MANDAILING NATAL
PROFIL KELOMPOK.
1. Kabupaten : Mandailing natal ( Madina )
2. Kecamatan : Puncak Sorik Marapai.
3. Desa : Sibanggor Julu.
4. Nama kelompok : Simajambu
5. Jumlah anggota : 46 orang.
6. Kegiatan : Peningakatan usaha Ekonomi melalaui inisisatif
pemasaran bersama hasil karet Rakyat.
7. Tujuan : Memperkuat usaha Ekonomi Konservasi melalui
hasil
kebun karet konservasi
8. Keluaran : Kelompok Dampingan menjadi pioner pelaksana
pemasaran bersama, hasil karet dari Desa.
: Adanya kesadaran kolektif masyarakat desa untuk
melindungi sumber penghidupan dari kawasan
hutan
desa dan Hutan TNBG
9. Mitra Kerjasama : Dinas Perekebunan, Koperasi, Kabupaten Madina.
: Eksportir/ Pengolahan Remiling Karet.
PROFIL DESA
1. Gambaran Umum Desa
Letak dan Keadaan Alam
Desa Sibanggor Julu terletak dilereng sebelah timur dari Gunung Sorik
Marapi. Desa ini adalah salah satu desa yang terdapat dikawasan Hutanamale
Sibanggor dan merupakan desa yang paling dekat dengan puncak gunung berapi
tersebut diatas. Berjarak sekitar 9,5 km dari ibukota kecamatan atau sekitar 14 km
dari Panyabungan (ibukota Kabupaten Madina), desa ini dapat dijangkau dengan
menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan aspal yang kondisinya cukup baik,
kira-kira 30 menit dari Panyabungan. Karena posisinya yang berada dilereng bukit,
hamper semua lanskap wilayah desa berada dalam kemiringan diatas 25 %, sehingga
pengaturan rumah-rumah penduduk juga disusun berbanjar mengikuti kontur tanah
perbukitan. Catatan resmi pemerintah (BPS/ Kecamatan Tambangan Dalam Angka
2003) menyebutkan bahwa luas Desa Sibanggor Julu adalah 300 ha dengan jumlah
penduduk 1.384 jiwa.
Batas wilayah Desa Sibanggor Julu adalah Sibanggor Tonga disebelah utara, Gunung
Sorik Marapi, Tor Aek Silai-lai dan anak Gunung Sorik Marapi disebelah selatan dan
Huta Lombang disebelah timur.
![Page 2: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/2.jpg)
Permukiman penduduk di Desa Sibanggor Julu dikelilingi oleh lahan
pertanian berupa sawah, tegalan, kebun karet dan hutan. Di pekarangan rumah
penduduk ditemukan tanaman palawija, hortikultura dan juga tanaman tua seperti
jeruk “unte manis” yang sekarang tidak produktif lagi. Areal persawahan di desa ini
terdapat di tiga lokasi utama yang oleh penduduk dinamakan Saba Lombang, Saba
Jae, dan aek Namilas. Areal sawah diairi dari anak-anak sungai yang berhulu di
Gunung Sorik Marapi maupun dari beberapa sumber air yang terdapat di kawasan
desa. Tidak semua sumber air yang mengalir di daerah Desa Sibanggor Julu dapat
dimanfaatkan untuk pengairan sawah, karena sebahagiannya mengandung belerang
atau bahan-bahan kimia lain yang tidak cocok untuk pertanian maupun untuk
konsumsi manusia. Aliran sungai yang ada di desa ini antaranya adalah Aek Badak,
Aek Cunik, Aek Nalomlom dan Aek Sibanggor.
Letak Desa Sibanggor Julu yang berada di lereng Gunung Api Sorik Marapi
(2.145 m) di satu sisi memiliki keuntungan berupa keberadaan panorama alam yang
indah, Kaldera (kawah), beberapa lapangan solfatara (sumber air panas yang
mengandung belerang) dan memberikan kesuburan bagi tanah pertanian disekitarnya.
Tetapi disisi lain, posisi tersebut
juga menjadikan desa ini
terkategori sebagai daerah
bahaya dengan jarak hanya
sekitar 4,5 km dari puncak
gunung.. Dalam catatan Manalu
(1989) disebutkan bahwa bila
terjadi letusan dikawah pusat
yang berupa danau, maka lahar
panas akan menghantam Desa
Sibanggor Julu, maupun desa-
desa lain di sekitarnya. Gunung
Sorik Marapi pernah meletus
pada tahun 1830, 1879, 1892,
1893, 1917,1970 dan 1986. Pada peristiwa letusan tahun 1892, hujan lahar menelan
korban 180 orang meninggal di Sibanggor. Menurut penuturan sejumlah informan,
setelah letusan tahun 1892 dan 1893 itu letak permukiman lama Desa Sibanggor Julu
(dulu bernama Singajambu) pindah ke lokasi yang sekarang.
Aksesibilitas dan Sarana Publik
Meskipun secara resminya Desa Sibanggor Julu merupakan bagian dari
Kecamatan Tambangan yang ibukotanya di Laru, tetapi penduduk desa ini lebih
berorientasi ke kota Panyabungan. Hal ini antara lain karena sarana transportasi yang
cukup ramai mengisi jalur kawasan Hutanamale Sibanggor dengan Panyabungan.
Sedikitnya ada 35 unit angkutan pedesaan (minibus Anatra) yang sehari-hari
melewati jalur ini. Ada empat orang penduduk Desa Sibanggor Julu yang memiliki
angkutan umum sejenis yang menempuh trayek Sibanggor-Panyabungan.
Di Desa Sibanggor Julu terdapat 1 unit SD dan 1 unit Madrasah Ibtidaidah/
Tsanawiyah. Sarana peribadatan terdiri dari 1 mesjid dan 4 suarau, sementara sarana
kesehatan ada 1 unit. Juga disini terdapat sebuah mesin penggilingan padi.
![Page 3: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/3.jpg)
Penduduk Desa
Berdasarkan keterangan informan diketahui bahwa jumlah penduduk desa ini
adalah 1.495 jiwa yang terdiri atas 270 KK. Hanya sekitar 200 KK yang memiliki
lahan persawahan sementara sisanya tidak memiliki lahan persawahan. Disebutkan
bahwa kelompok marga pembuka huta adalah Nasution, yaitu Raja Baginda
Marpayung Aji yang makamnya berada di tengah areal persawahan Saba Aek
Namilas dan oleh penduduk setempat biasa disebut dengan “tompat”. Mayoritas
penduduk desa ini sebenarnya bermarga Tanjung, baru disusul oleh penduduk
bermarga Nasution, Lubis dan klen Nasution menjadi raja huta di Desa Sibanggor
Julu mengikuti tradisi kawasan Mandailing Godang yang dipimpin oleh raja-raja
bermarga Nasution. Di desa ini terdapat segregasi pemukiman menurut pembagian
marga, khususnya mereka yang bermarga Nasution dan Tanjung yang masing-masing
terkonsentrasi di tempat yang terpisah.
Lokasi pemukiman yang sekarang adalah pindahan dari tempat sebelumnya
yang terjadi setelah peristiwa letusan Gunung Sorik Marapi pada tahun 1886.
Pemukiman lama terdapat di sekitar lokasi pemandian air panas, yang sekarang ini
menjadi areal persawahan. Oleh karena itulah hingga sekarang penduduk Desa
Sibanggor Julu mengklaim bahwa sumber air panas yang menjadi asset wisata desa
yang ramai dikunjungi pada hari-hari libur diklaim sebagai kepunyaan Desa
Sibanggor Julu, meskipun secara fisik terlihat lebih dekat dengan kampong Sibanggor
Tonga. Kedua desa ini pernah terlibat konflik terkait dengan klaim penguasaan atas
sumber air panas tersebut.
Pada umumnya penduduk Desa Sibanggor Julu memiliki hubungan
kekerabatan satu sama lain, baik melalui hubungan darah maupun perkawinan.
Hubungan kekerabatan itu juga terjalin dengan penduduk desa-desa lain disekitarnya.
Selain yang bermukim di desa, banyak pula warga Sibanggor Julu yang merantau,
misalnya ke Jakarta dan Malaysia, dan pada waktu-waktu tertentu kembali ke
kampong halaman. Ikatan batin perantau dengan kampung halaman atau kampung
asal nenek moyangnya cukup kuat, salah satunya terlihat dari partisipasi beberapa
orang perantau asal sibanggor Julu yang bermukim di Malaysia untuk membantu
pembangunan di kampong asalnya hingga sekarang.
2. Sosial Ekonomi
Mayoritas penduduk Desa Sibanggor Julu hidup dari sector pertanian. Hasil
utama dari desa ini adalah padi, gula aren, karet, sayur-sayuran dan beberapa jenis
hasil hutan.
Sawah
Areal sawah yang ada di desa ditanami secara bergilir dengan tanaman padi
dan palawija, khususnya cabe dan kacang tanah. Hasil padi dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan pangan keluarga, sedangkan hasil tanaman palawija seperti
cabe dan kacang tanah dijual ke pasar dan menjadi sumber pendapatan tunai yang
sifatnya musiman. Pergiliran pemanfaatan lahan sawah dengan tanaman padi dan
palawija sudah berlangsung lama dan cara ini merupakan salah satu siasat penduduk
untuk mengoptimalkan hasil lahan yang ada.
![Page 4: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/4.jpg)
Seperti disinggung diatas, tidak semua penduduk memilki lahan sawah.
Sebagian pemilik lahan sawah yang ada di Desa Sibanggor Julu adalah warga yang
bermukim di rantau. Mereka yang tidak memiliki lahan sawah bias mengelola sawah
orang lain dengan system bagi hasil (biasanya 1/3 untuk pemilik dan 2/3 untuk
pengelola). Dengan alas an kelangkaan lahan yang ada didesa, akhir-akhir ini juga
sudah berkembang pola penyewaan lahan sawah dengan terlebih dahulu memberikan
emas kepada pemilik sawah kepada pemilik sawah dan hasil panen tetap dibagi
dengan perhitungan diatas, uang jaminan kembali kepada penyewa atau berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak bias juga diperhitungkan sebagai sewa lahan.
Persoalan yang dihadapi petani di Desa Sibanggor Julu maupun desa-desa lain
disekitarnya dalam mengelola lahan sawah adalah masalah irigasi, terutama karena
adanya beberapa aliran anak sungai yang mengandung belerang dan bahan-bahan
kimia lain yang bersifat merusak tanaman. Sejumlah anak sungai yang berhulu di
Gunung Sorik Marapi seperti Aek Siunik, Aek Nalomlom, Aek Sabadano dan lain-
lain tidak bias dimanfaatkan untuk pengairan sawah karena membuat rusak tanaman.
Oleh karena itu, salah seorang informan mengemukakan gagasan bahwa untuk
mengoptimalkan hasil persawahan yang ada dikawasan ini perlu bantuan teknis untuk
memisahkan aliran-aliran air yang tidak bagus agar tidak mencemari aliran air yang
bias dimanfaatkan untuk pertanian.
Ladang/ Kebun
Lahan Tegalan penduduk Desa Sibanggor Julu pada umumnya terletak
dibagian hulu desa arah perbukitan atau gunung. Lahan hutan yang termasuk wilayah
desa sudah mencapai ke patok batas hutan lindung yang dikenal oleh masyarakat
dengan sebutan “rintis”. Disan penduduk menanam tanaman kopi, kayu manis dan
aren. Hasil karet pernah menjadi andalan produksi pertanian dari Desa Sibanggor
Julu, namun sejak 1990-an hasilnya jauh merosot dan ditaksir sekarang ini hanya
berkisar 0,51 ton/ minggu. Peurunan produksi karet dari desa ini terjadi karena pada
tahun 1990-an banyak penduduk yang melakukan konversi kebun karet ke kebun
jeruk. Pada masa tahun 1980-an hingga 1990-an di daerah kecamatan Kotanopan
(dulu kecamatan induk dari kecamatan Tambangan) berkembang budidaya jeruk
sehingga banyak lahan karet yang dikonversi menjadi kebun jeruk. Hasil kebun jeruk
milik penduduk Sibanggor Julu memberikan kontribusi ekonomi yang cukup
signifikan hanya dalam jangka pendek, sehingga sajak tahun 2000-an tidak produktif
lagi.
Hasil kebun karet pada umumnya dijual petani langsung di desa. Ada 5 orang
toke karet di Desa Sibanggor Julu yang setiap minggu menampung hasil petani, dan
mereka kemudian menjual kembali pada hari pecan di Kayu Laut atau Panyabungan.
Toke besar yang menguasai perdagangan karet di kawasan Panyabungan bernama
Haji Atas Nasution. Pola perdagangan karet antara petani dengan toke-toke di tingkat
desa sudah memperlihatkan bentuk hubungan patron-klien, dimana petani pada
waktu-waktu mengalami kesulitan ekonomi bias mendapatkan pinjaman dari toke dan
untuk itu mereka berkewajiban menjual hasil karetnya kepada toke tempat meminjam
uang..
Selain kebun karet di desa ini juga ada kebun kopi yang sudah berumur tua,
letaknya jauh dari desa dan sudah melampaui patok batas hutan lindung (rintis), kira-
![Page 5: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/5.jpg)
kira 5 km jauhnya dari kampong. Jarak tempuh dari kampung ke lokasi kebun-kebun
penduduk yang paling jauh adalah sekitar 2 jam perjalanan. Kebun kopi tua yang ada
di hutan tersebut kadangkala masih diambil hasilnya jika harga jual kopi naik.
Produk Ekstraktif
Produk ekstraktif yang paling menonjol dari Desa Sibanggor Julu adalah gula
aren yang diolah dari pohon-pohon aren yang tumbuh secara alamiah di kawasan
desa. Belum ada tradisi menanam pohon aren untuk untuk meningkatkan kapasits
produksi. Sebagian warga percaya bahwa pertumbuhan pohon-pohon aren
berlangsung secara alamiah bersamaan dengan perluasan pembukaan lahan-lahan
kebun. Hanya saja karena belakangan ini tidak ada aktivitas pembukaan kebun-kebun
baru maka menurut warga pertambahan pohon aren yang bias disadap juga tidak
banyak. Pohon-pohon aren yang dimanfaatkan penduduk saat ini relative berada
dekat ke pemukiman penduduk atau masih dalam batas tanah adapt Desa Sibanggor
Julu.
Produk ekstraktif lainnya dari Desa Sibanggor Julu adalah kulit kayu andor
sari dan juga rotan. Pengumpulan bahan-bahan ini dilakukan di dalam hutan dan baru
dilakukan oleh penduduk jika ada permintaan pasar. Pada saat penelitian ini
berlangsung tidak ditemukan lagi usaha ektraksi kulit-kulit kayu maupun rotan tadi.
Hasil ekstraktif lain dari hutan yang dimanfaatkan penduduk adalah bamboo untuk
membuat lemang, dan dimasa lalu ada dana retribusi yang harus diserahkan ke desa
atas pemanfaatan hasil hutan ini. Mengumpulkan belerang juga menjadi salah satu
bentuk kegiatan ekonomi yang ada di Desa Sibanggor Julu, baik dari bagian Kaldera
Gunung Sorik Marapi maupun dari suatu tempat di lereng gunung tersebut yang
dikenal penduduk dengan sebutan “barerang”. Tempat yang disebut terakhir ini
terdapat di kaki gunung, berjarak kira-kira 4 km dari desa dengan waktu tempuh
sekitar 1-2 jam. Pada tahun 1990-an pernah ada sebuah kilang pengolahan bijih
belerang di desa Sibanggor Tonga, tetapi sudah berhenti beroperasi setelah kejadian
gempa pada tahun 1986. Pengumpulan hasil belerang ini juga sangat tergantung
kepada permintaan pasar.
Dalam skala kecil, ada juga penduduk yang memanfaatkan binatang buruan di
dalam hutan maupun unggas. Hewan-hewan yang tergolong dilindungi masih sering
dijumpai di daerah Sibanggor Julu seperti harimau, beruang, kucing hutan, rusa dan
kambing hutan. Bahkan salah satu anak Gunung Sonik Marapi dipercaya penduduk
sebagai tempat bersarangnya Harimau Sumatera, dan penduduk biasanya
menghindari untuk masuk ke wilayah itu. Jenis burung yang biasa ditangkap
penduduk adalah murai daun, namun bukan dalam skala besar untuk tujuan
komersial.
Produk ekstraktif lainnya yang juga pernah sangat eksplitatif di Desa
Sibanggor Julu dan sekitarnya adalah pembalakan kayu yang dilakukan secara liar.
Ada beberapa keluarga pemilik chainsaw di desa ini yang beroperasi di hutan-hutan
kawasan hutan lindung.. Tetapi kegiuatan penebangan kayu berhenti sejak SBY
menjadi president. Lebih lanjut mengenai aktifitas penebangan liar akan diuraikan di
bagian lain dibawah.
![Page 6: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/6.jpg)
Sektor non-pertanian
Sebagian kecil penduduk Desa Sibanggor Julu memiliki usaha sebagai
pedagang kecil (parengge-rengge) ke pecan-pekan yang ada di kecamatan maupun ke
kota Panyabungan. Ada juga yang bekerja sebagai pegawai, guru sekolah maupun
madrasah. Di desa ini juga ad usaha jasa pengerahan tenaga kerja untuk menjadi
pekerja di warung-warung migrant asal Mandailing di sekitar Jabodetabek.
Penguasaan sumber-sumber ekonomi
Kelompok social yang paling dominant menguasai asset-aset ekonomi di Desa
Sibanggor Julu pada umumnya adalah keturunan dari mereka yang bermarga
Tanjung. Sebagian dari pemilik lahan-lahan produktif yang ada di dea ini adalah
warga yang bermukim di rantau yang pada waktu-waktu tertentu misalnya ketika
pulang kampong, mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan lahan miliknya.
Pemasaran hasil
Hasil produksi pertanian dari dea ini dipasarkan ke Kayu Laut (sekarang
ibukota Kecamatan Panyabungan Barat) dank e Panyabungan. Ada yang dijual
langsung ke pasar-pasar, tetapi sebagian jenis produksi dijual di desa kepada toke-
toke yang dating menjemput ke desa. Hasil karet misalnya dijual oleh petani ke toke
atau agen pengumpul di tingkat desa, kemudian oleh agen dibawa ke Kayu Laut
untuk dihimpun oleh toke besar dan selanjutnya dari sana dibawa ke pabrik getah
(crumb Rubber) yang ada di Padang Sidimpuan (Sihitang Raya), Panompuan atau ke
Kisaran. Hasil sayur-sayuran dijual sendiri oleh petani ke pasar atau kepada
pedagang-pedagang kecil yang kemudian membawanya ke pasar. Sedikitnya ada 10
orang warga Desa Sibanggor Julu yang bekerja sebagai pedagang hasil bumi ke
pecan-pekan. Selain berdagang mereka ini juga tetap merangkap sebagai petani.
Tempat berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari biasanya adalah pasar-pasar
tradisional yang disebut dengan nama “poken” oleh penduduk setempat. Ada
beberapa pecan yang dapat diakses oleh penduduk Desa Sibanggor Julu, diantaranya
poken wakaf di Hutanamale pada hari Minggu (dulu hari Jumat), pecan Kayu Laut
atau langsung ke Panyabungan.
Lembaga Keuangan
Di Desa Sibanggor Julu tidak ada lembaga keuangan formal yang dapat
diakses oleh penduduk untuk mendapatkan modal usaha. Lembaga seperti itu ada di
Panyabungan dan menurut informasi dari Kepala desa hanya satu orang warga desa
ini yang memanfaatkan jasa bank untuk meminjam uang. Kebiasaan warga
masyarakat untuk mengatasi masalah keuangan pada umumnya adalah meminjam
kepda saudara-saudaranya yang tinggal dirantau atau meminjam kepada toke-toke di
kampong. Sebuah “konvensi” berlaku jika meminjam uang kepada toke maka
biasanya hasil bumi yang ia peroleh harus dijual kepada toke yang bersangkutan.
Hutang biasanya dibayar secara cicilan, dan pada umumnya tidak ada bentuk
penekanan harga bagi mereka yang meminjam uang kepada toke. Hubungan warga
![Page 7: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/7.jpg)
dengan toke yang menjadi tempat meminjam pada umumnya berlangsung baik karena
diantara mereka terjalin hubungan saling menguntungkan.
Kendala utama yang dihadapi warga desa untuk memanfaatkan jasa lembaga
keuangan formal seperti bank adalah persoalan agunan. Penduduk desa tidak
memiliki harta benda atau sertifikat tanah yang bias dijadikan agunan ke bank, selain
itu warga juga berpandangan bahwa meminjam ke bank banyak aturannya sehingga
menyulitkan bagi mereka. Mereka yang meminjam ke bank dengan agunan sertifikat
tanah misalnya juga harus seizing kepala desa.
Potensi-potensi Pengembangan Ekonomi
Beberapa potensi pengembanagn ekonomi di Desa Sibanggor Julu antara lain
:
Pertanian : hortikultura (sayur-sayuran, cabe, markisa, bawang, kacang tanah, jagung,
kacang-kacangan, dsb) ; kakao, jeruk manis (varietas lokal), kopi, nenas dsb ;
budidaya aren untuk meningkatkan produksi gula. Cabe produksi Sibanggor terkenal
bagus di daerah Mandailing Natal bahkan sampai ke Sumatera Barat.
Industri Kerajinan dari bambu untuk mengoptimalkan pemanfaatan kekayaan jenis
bamboo yang tumbuh di kawasan desa.
Ekowisata : pemandian air panas, mendaki gunung, homestay dengan memanfaatkan
lanskap perkampungan tradisional.
3. Sosial Budaya
Wilayah Desa Sibanggor Julu saat ini sebagian besar sudah menjadi wilayah
npenguasaaan privat atau individual oleh keluarga-keluarga yang membuka hutan
dimasa lalu. Ketentuan adapt di daerah ini memberikan kebebasan kepada warganya
untuk membuka hutan yang masih belum dikelola untuk dijadikan lahan pertanian
dan setelah berubah menjadi lahan pertanian bias diklaim sebagai milik pribadi.
Lahan hutan yang masih tersisa sekarang ini tidak banyak lagi, yaitu bagian-bagian
punggung bukit yang menuju kea rah Gunung Sorik Marapi, dan sudah dekat dengan
batas hutan lindung (rintis). Meskipun aktivitas pertanian belum melampaui garis
batas hutan lindung tersebut, sabagian penduduk sesungguhnya sudah masuk
melampaui garis batas tersebut untuk mengambil manfaat dari hasil-hasil hutan yang
ada berupa rotan, kayu maupun kulit kayu yang diambil jika ada permintaan pasar,
termasuk juga untuk aktivitas perburuan binatang.
Kearifan Lokal
Beberapa bentuk kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam yang
teridentifikasi antara lain adanya pengetahuan dan pantangan untuk tidak menebang
pohon “sampinur” jika sedang membuka lahan hutan. Pohon tersebut diyakini banyak
menyimpan air, sehingga ketika musim hujan dating pohon ini dapat menyimpan air
yang akan berguna jika tiba musim kemarau. Pengetahuan mengenai pentingnya
memelihara kawasan hutan yang menjadi sumber mata air juga masih menjadi
rujukan dalam pengelolaan lahan, sehingga warga tidak dibolehkan untuk membuka
![Page 8: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/8.jpg)
lahan hutan dibagian-bagian hulu sungai karena akan menyebabkan terganggunya
pasokan air untuk menyangga kehidupan masyarakat.
Kearifan lokal juga terlihat dalam kehidupan sehari-hari warga komunitas
desa, khususnya dalam cara-cara yang mereka pilih untuk menanggulangi masalah-
masalah yang dihadapi bersama. Komunitas desa ini memiliki modal social yang
masih cukup besar, yang terlihat dari kemauan mereka untuk bekerjasama
menanggulangi berbagai masalah. Beberapa bentuk modal social yang masih berlaku
diantaranya adalah :
Adanya asset desa berupa sebidang sawah (disebut soka wakaf) dan kolam luas (tobat
bolak) yang hasilnya dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan desa. Sawah
wakaf dan kolam tersebut sudah lama ada, dan ini diduga hal ini merupakan buah dari
fatwa-fatwa ekonomi yang dikembangkan oleh alm. Tuan Syeih Juneid Thala,
seorang ulama asal Tarlola yang dikenal luas mengembangkan system wakaf di
daerah asal Tarlola Sibanggor. Kolam dan sawah milik desa tersebut sekarang ini
disewakan kepada warga dan hasilnya digunakan untuk pembangunan desa.
Di Desa Sibanggor Julu juga masih hidup tradisi jimpitan beras (mereka
menyebutnya jomput-jomputan) yang dikumpulkan setiap minggu dari rumah
kerumah oleh Nauli Bulung (remaja putri) dan hasilnya digunakan untuk pengelolaan
madrasah.
Sejak 10 tahun lalu juga ada dibentuk badan penyantun anak yatim, badan ini
mengumpulkan derma melalaui warung-warung yang ada di Desa Sibanggor Julu.
Pengutipan retribusi dari pemanfaatan hasil-hasil sumberdaya alam seperti belerang,
bamboo dan juga tempat pemandian air panas yang kemudian juga dimanfaatkan
untuk mengisi kas desa.
Kerjasama kelompok juga masih terlihat dalam berbagai aktivitas ekonomi, misalnya
mengelola lahan pertanian, kegiatan pembersihan jalan, kegiatan perayaan
keagamaan dan lain sebagainya.
Kas desa yang terkumpul dari berbagai sumber pemasukan tersebut biasanya
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat 1x1 tahun melalui forum musyawarah
gabungan BPD, LPM, Hatobangon yang diadakan setelah hari lebaran.
Konflik
Salah satu konflik yang cukup menonjol terjadi antara penduduk Desa
Sibanggor Julu dengan Desa Sibanggor Tonga yang berusaha merebut penguasaan
atas sumber air panas yang selama ini sudah menjadi asset ekowisata di daerah
Sibanggor. Letak pemandian air panas tersebut lebih dekat dengan pemukiman
Sibanggor Tonga, namun pihak Sibanggor Julu mengklaim bahwa sumber air panass
tersebut merupakan wilayah desa mereka karena secara histories merupakan lokasi
perkampungan lama Sibanggor Julu serta kenyataan bahwa hingga sekarang lahan-
lahan persawahan yang ada di tempat itu masih menjadi milik warga Sibanggor Julu.
4. Kelembagaan Lokal
Lembaga Sosial
Beberapa lembaga yang terdapat di desa Sibanggor Julu adalah :
![Page 9: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/9.jpg)
Lembaga pemerintahan formal : pemerintahan desa, BPD, LPM. Fungsi lembaga
pemerintahan desa belum berjalan secara optimal, karena sebagian besar urusan
pemerintahan dijalankan sendiri oleh kepala desa, sementara perangkat-perangkat
desa lainnya tidak berfungsi dengan semestinya. Dengan kata lain, pemerintahan desa
identik dengan jabatan kepala desa. Sementara itu, BPD desa Sibanggor Julu
beranggotakan 5 orang, fungsi yang terlihat selama ini dari BPD ini masih sebatas
fungsi control terhadap jalannya pemerintahan desa dan mengenai hal ini muncul
kesan rivalitas antara kepala desa dengan ketua BPD. Fungsi lainnya berupa legislasi
atau untuk membuat peraturan-peraturan desa maupun untuk menyusun rencana
anggaran belanja desa belum berjalan hingga sekarang. Anggota BPD sendiri
sesungguhnya belum memahami secara bernar fungsi yang diamanatkan kepadanya
sesuai dengan undang-uandang. LPM di desa Sibanggor Julu diketuai oleh Makmur
Nasution.
COBRA (Corps Brigade Pemuda) merupakan underbow dari partai keadilan dan
persatuan Indonesia (PKPI).Lembaga ini dipimpin oleh Edi Lubis dan masih berusia
muda. Sejauh ini kegiatannya belum ada yang menonjol kecuali pengurus tingkat
desa sudah dilantik dan telah melakukan usaha-usaha persuasive untuk mencari
dukungan politik bagi partai yang disokongnya pada pemilu yang lalu.
Serikat Tolong Menolong (STM) merupak organisasi perkumpulan marga-marga
Tanjung,Nasution,Lubis,Batubara dan perkumpulan lintas margayang dipimpin oleh
tokoh hatobangon setiap marga yang mewakili. Adapun nama tokoh hatobangon
setiap marga yang ada di desa Sibanggor Julu adalah sebagai berikut : Marga Tanjung
terdiri dari H.Abdul Wahid<binu alias Jasatim, dan Adanan; Marga Nasution terdiri
dari Sangkot,Awal,Berlin dan Umar Baki; dan marga Batubara adalah Hamsar dan
marga Lubis adalah Thamrin.
Kelompok Pengajian terdiri dari kelompok pengajian kaum ibu-ibu yang melakukan
kegiatan pengajian setiap hari Jum’at;Kelompok pengajian pelajar SMP dan
Madrasah Tsanawiyah melakukan kegiatan pengajian dua kali dalam seminggu dan
kelompok pengajian umum atau untuk semua kalangan masyarakat desa Sibanggor
Julu dilakukan pada setiap hari kamis dengan mengundang guru ngaji.
Perkumpulan Na Poso Bulung Nauli merupakan wadah organisasi muda-mudi desa
Sibanggor Julu yang belum menikah yang diketuai oleh Taufik Nasution dengan
beberapa kegiatan antara lain melakukan pengajian /takziah jika ada keluarga yang
mendapat kemalangan di desa,membantu penyelenggaraan pesta perkawinan di
desa,melakukan kegiatan olah raga seperti turnamen sepak bola,gotong royong
membersihkan jalan desa dan lain-lain.Lembaga Nauli Bulung (remaja putri) diketui
oleh Azizah Tanjung dan secara kelembagaan lebih solid dari perkumpulan
pemudanya.Kegiatan-kegiatan yang menjadi tugas organisasi remaja putrid antara
lain melakukan pengajian/takziah jika ada keluarga yang mendapat kemalangan
,menjadi panitia dalam kegiatan pesta perkawinan,gotong royong kebersihan desa dan
mengutip jemputan beras setiap minggunya.
Kelompok Arisan kaum ibu yang suaminya semarga. Ketuanya secara formal tidaka
da, namun secara kebiasaan isteri dari tokoh hatobangon di setiap marga otomatis
menjadi pemimpinnya. Kegiatan yang dilakukan antara lain menghimpun dana
perkumpulan marga yang rutin dilakukan apabila ada pewristiwa siriaon
(kegembiraan) atau siluluton (dukacita). Selain itu mereka juga aktif dalam kegiatan
![Page 10: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/10.jpg)
persiapan pelaksanaan pesta, khususnya untuk menyiapkan bahan-bahan yang akan
dimasak untuk konsumsi pesta.
Kelompok Tani Suka Mulia pernah ada di desa Sibanggor Julu, dibentuk oleh Dinas
Pertanian Kabupaten Madina. Anggotanya berjumlah sekitar 30 orang. Kegiatan yang
dilakukan adalah penanaman jeruk dan jahe dari bantuan pemerintah yang
diperuntukkan bagi anggota yang aktif. Pihak dinas pertanian telah memberikan
bantuan antara lain berupa biaya perawatan dan pupuk. Tetapi kelompok tani ini telah
mengundang kontroversi di kalangan warga karena tidak mempertanggungjawabkan
pengelolaan dana bantuan yang sudah diterima dari pemerintah sebesar 100 juta.
Warga menduga-duga bahwa pengurus kelompok tani telah memanfaatkannya untuk
kepentingan pribadi, namun berdasarkan keterangan seorang pengurus sesungguhnya
dana itu tidak semua diterima oleh pengurus koperassi karena sebagiannya disunat
oleh pihak pemberi bantuan dan sebagian diberikan dalam bentuk barang.
Tokoh-tokoh Berpengaruh
Warga desa biasanya meminta bantuan jika menghadapi masalah kepada
orang-orang tertentu di dea. Misalnya jika menghadapi kesulitan ekonomi mereka
meminta bantuan kepada para toke yang melahirkan pola hubungan patron-klien
antara toke dengan warga yang meminta bantuan. Tetapi jika ada masalah berupa
konflik atau perkelahian antara warga, maka pihak hatobangon biasanya biasanya
menjadi actor yang sangat menentukan dalam penyelesaiannya. Hatobangon menjadi
tokoh yang dihormati karena sudah menjadi bagian integral dari budaya Mandailing,
juga karena hatobangon lebih mengerti masalah-masalah adapt dan hokum yang
berlaku di lingkup desa, juga karena hatobangon dipandang dapat menciptakan
harmoni di kalangan warga desa. Perlu dipahami bahwa hatobangon dari setiap marga
adalah semacam “ primus interpares” di dalam kelompok marga itu, sehingga mereka
adalah tokoh yang benar-benar dituakan dan dihormati di lingkup internal klen.
Diluar mereka yang menduduki posisi sebagai hatobangon, ada juga beberapa
individu di desa yang dianggap memiliki pengaruh dan didengarkan orang misalnya
H. Arifin Lubis, mantan guru SD karena hamper semua orang tua yang ada di desa
pernah menjadi muridnya. Tokoh ini juga dikenal kritis dan cukup besar
kontribusinya dalam mendorong dinamisasi pemerintahan desa.
Selain mereka yang berada di desa, ada juga individu yang oleh warga
dianggap memiliki pengaruh ditingkat desa, misalnya para perantau yang selalu
memberikan perhatian dan bantuan ke desa. Ada dua kelompok perantau yang cukup
penting yaitu yang bermukim di daerah Jakarta dan sekitarnya dan juga perantau
yang bermukim di Malaysia. Salah seorang yang bermukim di Malaysia bernama H.
Ja’far Tani Tanjung dan H.Ramli Nasution, sering memberikan bantuan untuk
pembangunan sarana ibadah di desa. Tokoh yang sering membantu bidang
pendidikan adalah Drs. Arsyad Tanjung, tinggal di Jakarta. Pandangan warga
masyarakat terhadap individu yang sering memberikan bantuan tersebut sangat positif
dan mereka masuk kategori orang yang dihormati di desa.
Kontribusi yang pernah diberikan para perantau kepada masyarakat Sibanggor
Julu, misalnya H. Ramli Nasution telah membantu pembangunan mesjid dan
membantu pengembangan kesenian tradisional Mandailing (margondang) serta secara
rutin memberikan bantuan kepada anak yatim setiap menjelang hari raya. H. Ja’far
![Page 11: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/11.jpg)
Tani Tanjung telah membantu pembangunan mesjid dengan total bantuan 200 juta
lebih dan telah menjanjikan akan terus membantu biaya pembangunan mesjid sampai
selesai. Tokoh ini juga berperan membantu para perantau asal desa ini yang dating ke
Malaysia, baik untuk akomodasi sementara maupun untuk mencarikan pekerjaan.
Tokoh H. Ramli nasution merupakan ketua pengajian Indonesia di Malaysia dan H.
Ja’far Tani Tanjung memiliki sebuah rumah sakit di Kelang, Malaysia yaitu Hospital
Tengku Ampuna Rahim.
5. Illegal Logging
Aktivitas penebangan kayu yang terjadi di wilayah Sibanggor Julu dapat
digolongkan atas dua kategori. Pertama aktivitas penebangan kayu untuk keperluan
warga sendiri, misalnya untuk mendapatkan perabot rumah dan untuk kayu baker.
Kedua, kegiatan penebangan kayu yang merupakan bagian dari jaringan illegal
logging yang ada di daerah Mandailing Natal secara keseluruhan.
Penebangan kayu kategori pertama boleh dikatakan tidak bersifat eksploitatif
karena skalanya kecil, menggunakan tekhnologi sederhans dan juga dilakukan di
wilayah-wilayah yang berada diluar kawasan hutan lindung. Kebutuhan bahan baker
sangat vital karena di desa Sibanggor Julu banyak warga yang menyadap nira untuk
membuat gula aren. Proses pengolahan nira menjadi gula aren memerlukan kayu
bakar yang cukup banyak setiap hari, oleh karena itu kebutuhan kayu baker termasuk
cukup besar untuk menopang ekonomi gula aren. Hanya saja, kayu yang biasa
digunakan untuk kayu baker juga tidak termasuk kayu yang bermutu tinggi seperti
halnya untuk kayu log. Bahkan kayu yang dimanfaatkan adalah kayu-kayu yang
sudah tumbang, sudah mulai lapuk dan umumnya berukuran sedang. Daya jangkau
para petani gula aren untuk mendapatkan kayu baker juga tidak terlalu jauh, sehingga
dampak ekologisnya tidak begitu signifikan. Pandangan warga terhadap aktifitas
penebangan kayu untuk kebutuhan kayu baker maupun untuk perabot rumah bebeda
dengan pandangan mereka terhadap praktik illegal logging. Untuk kebutuhan kayu
baker dan perabot rumah mereka anggap sebagai sesuatu yang wajar dan tidak perlu
dilarang karena dilakukan dalam skala kecil dan bukan untuk tujuan komersial,
sementara praktek illegal logging dipandang sebagai suatu tindakan yang berbahayaa
bagi keselamatan lingkungan.
Penebangan kayu kategori kedua, atau illegal logging, dilakukan oleh
sejumlah kecil actor yang merupakan bagian dari jaringan pembalakan kayu di
Madina. Di desa ini ada empat orang actor yang selama ini terlibat dalam praktik
penebangan kayu secara illegal dengan menggunakan gergaji mesin (chainsaw).
Mereka merupakan bagian dari jaringan penebangan kayu illegal yang selama ini
berlangsung di kawasan Maga Sibanggor dan belakangan ini juga memeprluas
kegiatannya sampai ke Batang Natal, bahkan ke wilayah Kecamatan Siais di
perbatasan Kabupaten Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan.
Kegiatan penebangan kayu sudah masuk kawasasn hutan lindung dan batas
hutan lindung sendiri tidak lagi jelas karena patok batas yang selama ini ada sudah
dipindah oleh orang-orang tertentu lebih jauh ke atas sehingga mengaburkan batas
yang sebenarnya. Praktek-praktek penebangan kayu log dikawasan Tarlola Sibanggor
sudah berlangsung cukup lama, bahkan hal itu sudah pernah menimbulkan konflik
besar antara penduduk Maga dengan penduduk Hutanamale yang berbuntut panjang
![Page 12: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/12.jpg)
terhadap timbulnya disharmonisai dikawasan ini. Penebangan kayu selama ini marak
dibagian kaki Gunung Sorik Marapi, dihutan-hutan yang berada di bagian hulu
Hutanamale dan Hutabaringin. Pemilik chainsaw adalah warga lokal, dan kayu yang
ditebang diangkut ke kilang kayu yang adad I Panyabungan, antara lain milik
pengusaha Ucin. Kayu olahan di kilang-kilang tersebut kemudian didistribusikan di
kawassan Madina maupun keluar Madina, termasuk untuk memasok kayu bagi
pengusaha keturunan Cina di Kisaran.
Jalur pengangkutan kayu dari kawasan Hutanamale selama ini ada dua, yaitu
melalui Hutabaringin, Hutanamale, Huta Lombang, Maga sampai ke Panyabungan,
jalur kedua melalui Hutabaringin, Hutanamale, Sibanggor jae, Jembatan Merah lalu
ke Panyabungan. Jalur pertama sudah berakhir karena adanya konflik antara
penduduk Maga yang keberatan dengan tindakan pembalakan yang dilakukan
penduduk desa-desa di bagian atas (Hutanamale, Hutabaringin, dan lain-lain) yang
berakibat pada rusaknya sarana jalan kearah Maga dan juga berkurangnya debit air
untuk kebutuhan penduduk di wilayah Lembah Sorik Marapi.
Di kawasan Sibanggor Julu aktivitas pembalakan kayu berlangsung di
beberapa bukit yang menjadi bagian dari Gunung Sorik Marapi, diantaranya di Napa
Natayas, Tor Barerang dan Aek Nalomlom. Penduduk Sibanggor Julu berpandangan
bahwa penebangan kayu yang dilakukan untuk tujuan komersial seperti yang berlaku
selama ini tidak bias dibenarka, tetapi kalau hanya sebatas untuk memenuhi
kebutuhan perabit rumah tangga menurut mereka masih wajar. Terlebih lagi karena
penebangan kayu khususnya untuk kayu baker sudah menjadi bagian dari aktivitas
pengelolaan gula aren yang selama ini menjadi salah satu komoditi unggulan dari
desa Sibanggor Julu.
6. Respon terhadap TNBG
Ada kesalahpahaman warga Sibanggor Julu tentang rencana TNBG, yang
diduga terjadi karena kurangnya sosialisasi mengenai rencana ini. Sebagian penduduk
mengira bahwa TNBG adalah sebuah upaya pemerintah untuk menguasai hutan-
hutan yang ada di daerah mereka sehingga dengan demikian mereka tidak bisa lagi
melanjutkan usaha pertaniannya. Sebagian yang lain merasa bingung dengan rencana
TNBG disatu pihak dan adanya perusahaan tambang mas yang pernah melakukan
eksplorasi di daerah ini, sehingga ada yang menduga bahwa TNBG merupakan
bagian dari rencana pembukaan tambang. Sebagian yang lain menduga bahwa TNBG
ini hanya untuk kepentingan Bupati saat ini yang ingin mempertahankan
kedudukannya. Sangat sedikit di antara warga yang mengetahui dengan jelas apa
sesungguhnya tujuan utama dari penetapan TNBG.
Satu hal yang membingungkan bagi warga desa dengan rencana TNBG ini
adalah semakin seringnya dating ke desa mereka orang-orang dari luar yang hendak
melakukan survey dan terus bertanya-tanya kepada warga mengenai berbagai hal.
Mereka bingung dengan keadaan itu, dan menimbulkan berbagai macam dugaan,
diantaranya ada yang menduga akan ada bantuan untuk masyarakat. Namun ketika
kepada mereka diberikan penjelasan tentang tujuan dari TNBGini , bagaimana
kaitannya dengan perusahaan tambang, bagaimana kaitannya dengan kesinambungan
usaha mereka yang bergantung kepada sumberdaya alam, mereka bisa memahami
dan setuju terhadap TNBG. Resistensi masyarakat terhadap TNBG akan berkurang
![Page 13: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081720/55721128497959fc0b8e7902/html5/thumbnails/13.jpg)
jika proses sosialisasi mengenai rencana ini berlangsung optimal, untuk mengimbangi
persuasi-persuasi yang dilakukan oleh pihak-pihak lain yang tudak setuju dengan
TNBG.