profil desa sibanggor julu (komoditi karet)

13
PROFIL KELOMPOK DAMPINGAN & DESA SIBANGGOR JULU. KABUPATEN MANDAILING NATAL PROFIL KELOMPOK. 1. Kabupaten : Mandailing natal ( Madina ) 2. Kecamatan : Puncak Sorik Marapai. 3. Desa : Sibanggor Julu. 4. Nama kelompok : Simajambu 5. Jumlah anggota : 46 orang. 6. Kegiatan : Peningakatan usaha Ekonomi melalaui inisisatif pemasaran bersama hasil karet Rakyat. 7. Tujuan : Memperkuat usaha Ekonomi Konservasi melalui hasil kebun karet konservasi 8. Keluaran : Kelompok Dampingan menjadi pioner pelaksana pemasaran bersama, hasil karet dari Desa. : Adanya kesadaran kolektif masyarakat desa untuk melindungi sumber penghidupan dari kawasan hutan desa dan Hutan TNBG 9. Mitra Kerjasama : Dinas Perekebunan, Koperasi, Kabupaten Madina. : Eksportir/ Pengolahan Remiling Karet. PROFIL DESA 1. Gambaran Umum Desa Letak dan Keadaan Alam Desa Sibanggor Julu terletak dilereng sebelah timur dari Gunung Sorik Marapi. Desa ini adalah salah satu desa yang terdapat dikawasan Hutanamale Sibanggor dan merupakan desa yang paling dekat dengan puncak gunung berapi tersebut diatas. Berjarak sekitar 9,5 km dari ibukota kecamatan atau sekitar 14 km dari Panyabungan (ibukota Kabupaten Madina), desa ini dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan aspal yang kondisinya cukup baik, kira-kira 30 menit dari Panyabungan. Karena posisinya yang berada dilereng bukit, hamper semua lanskap wilayah desa berada dalam kemiringan diatas 25 %, sehingga pengaturan rumah-rumah penduduk juga disusun berbanjar mengikuti kontur tanah perbukitan. Catatan resmi pemerintah (BPS/ Kecamatan Tambangan Dalam Angka 2003) menyebutkan bahwa luas Desa Sibanggor Julu adalah 300 ha dengan jumlah penduduk 1.384 jiwa. Batas wilayah Desa Sibanggor Julu adalah Sibanggor Tonga disebelah utara, Gunung Sorik Marapi, Tor Aek Silai-lai dan anak Gunung Sorik Marapi disebelah selatan dan Huta Lombang disebelah timur.

Upload: petrabersama

Post on 04-Aug-2015

354 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

PROFIL KELOMPOK DAMPINGAN & DESA SIBANGGOR JULU.

KABUPATEN MANDAILING NATAL

PROFIL KELOMPOK.

1. Kabupaten : Mandailing natal ( Madina )

2. Kecamatan : Puncak Sorik Marapai.

3. Desa : Sibanggor Julu.

4. Nama kelompok : Simajambu

5. Jumlah anggota : 46 orang.

6. Kegiatan : Peningakatan usaha Ekonomi melalaui inisisatif

pemasaran bersama hasil karet Rakyat.

7. Tujuan : Memperkuat usaha Ekonomi Konservasi melalui

hasil

kebun karet konservasi

8. Keluaran : Kelompok Dampingan menjadi pioner pelaksana

pemasaran bersama, hasil karet dari Desa.

: Adanya kesadaran kolektif masyarakat desa untuk

melindungi sumber penghidupan dari kawasan

hutan

desa dan Hutan TNBG

9. Mitra Kerjasama : Dinas Perekebunan, Koperasi, Kabupaten Madina.

: Eksportir/ Pengolahan Remiling Karet.

PROFIL DESA

1. Gambaran Umum Desa

Letak dan Keadaan Alam

Desa Sibanggor Julu terletak dilereng sebelah timur dari Gunung Sorik

Marapi. Desa ini adalah salah satu desa yang terdapat dikawasan Hutanamale

Sibanggor dan merupakan desa yang paling dekat dengan puncak gunung berapi

tersebut diatas. Berjarak sekitar 9,5 km dari ibukota kecamatan atau sekitar 14 km

dari Panyabungan (ibukota Kabupaten Madina), desa ini dapat dijangkau dengan

menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan aspal yang kondisinya cukup baik,

kira-kira 30 menit dari Panyabungan. Karena posisinya yang berada dilereng bukit,

hamper semua lanskap wilayah desa berada dalam kemiringan diatas 25 %, sehingga

pengaturan rumah-rumah penduduk juga disusun berbanjar mengikuti kontur tanah

perbukitan. Catatan resmi pemerintah (BPS/ Kecamatan Tambangan Dalam Angka

2003) menyebutkan bahwa luas Desa Sibanggor Julu adalah 300 ha dengan jumlah

penduduk 1.384 jiwa.

Batas wilayah Desa Sibanggor Julu adalah Sibanggor Tonga disebelah utara, Gunung

Sorik Marapi, Tor Aek Silai-lai dan anak Gunung Sorik Marapi disebelah selatan dan

Huta Lombang disebelah timur.

Page 2: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

Permukiman penduduk di Desa Sibanggor Julu dikelilingi oleh lahan

pertanian berupa sawah, tegalan, kebun karet dan hutan. Di pekarangan rumah

penduduk ditemukan tanaman palawija, hortikultura dan juga tanaman tua seperti

jeruk “unte manis” yang sekarang tidak produktif lagi. Areal persawahan di desa ini

terdapat di tiga lokasi utama yang oleh penduduk dinamakan Saba Lombang, Saba

Jae, dan aek Namilas. Areal sawah diairi dari anak-anak sungai yang berhulu di

Gunung Sorik Marapi maupun dari beberapa sumber air yang terdapat di kawasan

desa. Tidak semua sumber air yang mengalir di daerah Desa Sibanggor Julu dapat

dimanfaatkan untuk pengairan sawah, karena sebahagiannya mengandung belerang

atau bahan-bahan kimia lain yang tidak cocok untuk pertanian maupun untuk

konsumsi manusia. Aliran sungai yang ada di desa ini antaranya adalah Aek Badak,

Aek Cunik, Aek Nalomlom dan Aek Sibanggor.

Letak Desa Sibanggor Julu yang berada di lereng Gunung Api Sorik Marapi

(2.145 m) di satu sisi memiliki keuntungan berupa keberadaan panorama alam yang

indah, Kaldera (kawah), beberapa lapangan solfatara (sumber air panas yang

mengandung belerang) dan memberikan kesuburan bagi tanah pertanian disekitarnya.

Tetapi disisi lain, posisi tersebut

juga menjadikan desa ini

terkategori sebagai daerah

bahaya dengan jarak hanya

sekitar 4,5 km dari puncak

gunung.. Dalam catatan Manalu

(1989) disebutkan bahwa bila

terjadi letusan dikawah pusat

yang berupa danau, maka lahar

panas akan menghantam Desa

Sibanggor Julu, maupun desa-

desa lain di sekitarnya. Gunung

Sorik Marapi pernah meletus

pada tahun 1830, 1879, 1892,

1893, 1917,1970 dan 1986. Pada peristiwa letusan tahun 1892, hujan lahar menelan

korban 180 orang meninggal di Sibanggor. Menurut penuturan sejumlah informan,

setelah letusan tahun 1892 dan 1893 itu letak permukiman lama Desa Sibanggor Julu

(dulu bernama Singajambu) pindah ke lokasi yang sekarang.

Aksesibilitas dan Sarana Publik

Meskipun secara resminya Desa Sibanggor Julu merupakan bagian dari

Kecamatan Tambangan yang ibukotanya di Laru, tetapi penduduk desa ini lebih

berorientasi ke kota Panyabungan. Hal ini antara lain karena sarana transportasi yang

cukup ramai mengisi jalur kawasan Hutanamale Sibanggor dengan Panyabungan.

Sedikitnya ada 35 unit angkutan pedesaan (minibus Anatra) yang sehari-hari

melewati jalur ini. Ada empat orang penduduk Desa Sibanggor Julu yang memiliki

angkutan umum sejenis yang menempuh trayek Sibanggor-Panyabungan.

Di Desa Sibanggor Julu terdapat 1 unit SD dan 1 unit Madrasah Ibtidaidah/

Tsanawiyah. Sarana peribadatan terdiri dari 1 mesjid dan 4 suarau, sementara sarana

kesehatan ada 1 unit. Juga disini terdapat sebuah mesin penggilingan padi.

Page 3: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

Penduduk Desa

Berdasarkan keterangan informan diketahui bahwa jumlah penduduk desa ini

adalah 1.495 jiwa yang terdiri atas 270 KK. Hanya sekitar 200 KK yang memiliki

lahan persawahan sementara sisanya tidak memiliki lahan persawahan. Disebutkan

bahwa kelompok marga pembuka huta adalah Nasution, yaitu Raja Baginda

Marpayung Aji yang makamnya berada di tengah areal persawahan Saba Aek

Namilas dan oleh penduduk setempat biasa disebut dengan “tompat”. Mayoritas

penduduk desa ini sebenarnya bermarga Tanjung, baru disusul oleh penduduk

bermarga Nasution, Lubis dan klen Nasution menjadi raja huta di Desa Sibanggor

Julu mengikuti tradisi kawasan Mandailing Godang yang dipimpin oleh raja-raja

bermarga Nasution. Di desa ini terdapat segregasi pemukiman menurut pembagian

marga, khususnya mereka yang bermarga Nasution dan Tanjung yang masing-masing

terkonsentrasi di tempat yang terpisah.

Lokasi pemukiman yang sekarang adalah pindahan dari tempat sebelumnya

yang terjadi setelah peristiwa letusan Gunung Sorik Marapi pada tahun 1886.

Pemukiman lama terdapat di sekitar lokasi pemandian air panas, yang sekarang ini

menjadi areal persawahan. Oleh karena itulah hingga sekarang penduduk Desa

Sibanggor Julu mengklaim bahwa sumber air panas yang menjadi asset wisata desa

yang ramai dikunjungi pada hari-hari libur diklaim sebagai kepunyaan Desa

Sibanggor Julu, meskipun secara fisik terlihat lebih dekat dengan kampong Sibanggor

Tonga. Kedua desa ini pernah terlibat konflik terkait dengan klaim penguasaan atas

sumber air panas tersebut.

Pada umumnya penduduk Desa Sibanggor Julu memiliki hubungan

kekerabatan satu sama lain, baik melalui hubungan darah maupun perkawinan.

Hubungan kekerabatan itu juga terjalin dengan penduduk desa-desa lain disekitarnya.

Selain yang bermukim di desa, banyak pula warga Sibanggor Julu yang merantau,

misalnya ke Jakarta dan Malaysia, dan pada waktu-waktu tertentu kembali ke

kampong halaman. Ikatan batin perantau dengan kampung halaman atau kampung

asal nenek moyangnya cukup kuat, salah satunya terlihat dari partisipasi beberapa

orang perantau asal sibanggor Julu yang bermukim di Malaysia untuk membantu

pembangunan di kampong asalnya hingga sekarang.

2. Sosial Ekonomi

Mayoritas penduduk Desa Sibanggor Julu hidup dari sector pertanian. Hasil

utama dari desa ini adalah padi, gula aren, karet, sayur-sayuran dan beberapa jenis

hasil hutan.

Sawah

Areal sawah yang ada di desa ditanami secara bergilir dengan tanaman padi

dan palawija, khususnya cabe dan kacang tanah. Hasil padi dimanfaatkan untuk

memenuhi kebutuhan pangan keluarga, sedangkan hasil tanaman palawija seperti

cabe dan kacang tanah dijual ke pasar dan menjadi sumber pendapatan tunai yang

sifatnya musiman. Pergiliran pemanfaatan lahan sawah dengan tanaman padi dan

palawija sudah berlangsung lama dan cara ini merupakan salah satu siasat penduduk

untuk mengoptimalkan hasil lahan yang ada.

Page 4: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

Seperti disinggung diatas, tidak semua penduduk memilki lahan sawah.

Sebagian pemilik lahan sawah yang ada di Desa Sibanggor Julu adalah warga yang

bermukim di rantau. Mereka yang tidak memiliki lahan sawah bias mengelola sawah

orang lain dengan system bagi hasil (biasanya 1/3 untuk pemilik dan 2/3 untuk

pengelola). Dengan alas an kelangkaan lahan yang ada didesa, akhir-akhir ini juga

sudah berkembang pola penyewaan lahan sawah dengan terlebih dahulu memberikan

emas kepada pemilik sawah kepada pemilik sawah dan hasil panen tetap dibagi

dengan perhitungan diatas, uang jaminan kembali kepada penyewa atau berdasarkan

kesepakatan kedua belah pihak bias juga diperhitungkan sebagai sewa lahan.

Persoalan yang dihadapi petani di Desa Sibanggor Julu maupun desa-desa lain

disekitarnya dalam mengelola lahan sawah adalah masalah irigasi, terutama karena

adanya beberapa aliran anak sungai yang mengandung belerang dan bahan-bahan

kimia lain yang bersifat merusak tanaman. Sejumlah anak sungai yang berhulu di

Gunung Sorik Marapi seperti Aek Siunik, Aek Nalomlom, Aek Sabadano dan lain-

lain tidak bias dimanfaatkan untuk pengairan sawah karena membuat rusak tanaman.

Oleh karena itu, salah seorang informan mengemukakan gagasan bahwa untuk

mengoptimalkan hasil persawahan yang ada dikawasan ini perlu bantuan teknis untuk

memisahkan aliran-aliran air yang tidak bagus agar tidak mencemari aliran air yang

bias dimanfaatkan untuk pertanian.

Ladang/ Kebun

Lahan Tegalan penduduk Desa Sibanggor Julu pada umumnya terletak

dibagian hulu desa arah perbukitan atau gunung. Lahan hutan yang termasuk wilayah

desa sudah mencapai ke patok batas hutan lindung yang dikenal oleh masyarakat

dengan sebutan “rintis”. Disan penduduk menanam tanaman kopi, kayu manis dan

aren. Hasil karet pernah menjadi andalan produksi pertanian dari Desa Sibanggor

Julu, namun sejak 1990-an hasilnya jauh merosot dan ditaksir sekarang ini hanya

berkisar 0,51 ton/ minggu. Peurunan produksi karet dari desa ini terjadi karena pada

tahun 1990-an banyak penduduk yang melakukan konversi kebun karet ke kebun

jeruk. Pada masa tahun 1980-an hingga 1990-an di daerah kecamatan Kotanopan

(dulu kecamatan induk dari kecamatan Tambangan) berkembang budidaya jeruk

sehingga banyak lahan karet yang dikonversi menjadi kebun jeruk. Hasil kebun jeruk

milik penduduk Sibanggor Julu memberikan kontribusi ekonomi yang cukup

signifikan hanya dalam jangka pendek, sehingga sajak tahun 2000-an tidak produktif

lagi.

Hasil kebun karet pada umumnya dijual petani langsung di desa. Ada 5 orang

toke karet di Desa Sibanggor Julu yang setiap minggu menampung hasil petani, dan

mereka kemudian menjual kembali pada hari pecan di Kayu Laut atau Panyabungan.

Toke besar yang menguasai perdagangan karet di kawasan Panyabungan bernama

Haji Atas Nasution. Pola perdagangan karet antara petani dengan toke-toke di tingkat

desa sudah memperlihatkan bentuk hubungan patron-klien, dimana petani pada

waktu-waktu mengalami kesulitan ekonomi bias mendapatkan pinjaman dari toke dan

untuk itu mereka berkewajiban menjual hasil karetnya kepada toke tempat meminjam

uang..

Selain kebun karet di desa ini juga ada kebun kopi yang sudah berumur tua,

letaknya jauh dari desa dan sudah melampaui patok batas hutan lindung (rintis), kira-

Page 5: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

kira 5 km jauhnya dari kampong. Jarak tempuh dari kampung ke lokasi kebun-kebun

penduduk yang paling jauh adalah sekitar 2 jam perjalanan. Kebun kopi tua yang ada

di hutan tersebut kadangkala masih diambil hasilnya jika harga jual kopi naik.

Produk Ekstraktif

Produk ekstraktif yang paling menonjol dari Desa Sibanggor Julu adalah gula

aren yang diolah dari pohon-pohon aren yang tumbuh secara alamiah di kawasan

desa. Belum ada tradisi menanam pohon aren untuk untuk meningkatkan kapasits

produksi. Sebagian warga percaya bahwa pertumbuhan pohon-pohon aren

berlangsung secara alamiah bersamaan dengan perluasan pembukaan lahan-lahan

kebun. Hanya saja karena belakangan ini tidak ada aktivitas pembukaan kebun-kebun

baru maka menurut warga pertambahan pohon aren yang bias disadap juga tidak

banyak. Pohon-pohon aren yang dimanfaatkan penduduk saat ini relative berada

dekat ke pemukiman penduduk atau masih dalam batas tanah adapt Desa Sibanggor

Julu.

Produk ekstraktif lainnya dari Desa Sibanggor Julu adalah kulit kayu andor

sari dan juga rotan. Pengumpulan bahan-bahan ini dilakukan di dalam hutan dan baru

dilakukan oleh penduduk jika ada permintaan pasar. Pada saat penelitian ini

berlangsung tidak ditemukan lagi usaha ektraksi kulit-kulit kayu maupun rotan tadi.

Hasil ekstraktif lain dari hutan yang dimanfaatkan penduduk adalah bamboo untuk

membuat lemang, dan dimasa lalu ada dana retribusi yang harus diserahkan ke desa

atas pemanfaatan hasil hutan ini. Mengumpulkan belerang juga menjadi salah satu

bentuk kegiatan ekonomi yang ada di Desa Sibanggor Julu, baik dari bagian Kaldera

Gunung Sorik Marapi maupun dari suatu tempat di lereng gunung tersebut yang

dikenal penduduk dengan sebutan “barerang”. Tempat yang disebut terakhir ini

terdapat di kaki gunung, berjarak kira-kira 4 km dari desa dengan waktu tempuh

sekitar 1-2 jam. Pada tahun 1990-an pernah ada sebuah kilang pengolahan bijih

belerang di desa Sibanggor Tonga, tetapi sudah berhenti beroperasi setelah kejadian

gempa pada tahun 1986. Pengumpulan hasil belerang ini juga sangat tergantung

kepada permintaan pasar.

Dalam skala kecil, ada juga penduduk yang memanfaatkan binatang buruan di

dalam hutan maupun unggas. Hewan-hewan yang tergolong dilindungi masih sering

dijumpai di daerah Sibanggor Julu seperti harimau, beruang, kucing hutan, rusa dan

kambing hutan. Bahkan salah satu anak Gunung Sonik Marapi dipercaya penduduk

sebagai tempat bersarangnya Harimau Sumatera, dan penduduk biasanya

menghindari untuk masuk ke wilayah itu. Jenis burung yang biasa ditangkap

penduduk adalah murai daun, namun bukan dalam skala besar untuk tujuan

komersial.

Produk ekstraktif lainnya yang juga pernah sangat eksplitatif di Desa

Sibanggor Julu dan sekitarnya adalah pembalakan kayu yang dilakukan secara liar.

Ada beberapa keluarga pemilik chainsaw di desa ini yang beroperasi di hutan-hutan

kawasan hutan lindung.. Tetapi kegiuatan penebangan kayu berhenti sejak SBY

menjadi president. Lebih lanjut mengenai aktifitas penebangan liar akan diuraikan di

bagian lain dibawah.

Page 6: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

Sektor non-pertanian

Sebagian kecil penduduk Desa Sibanggor Julu memiliki usaha sebagai

pedagang kecil (parengge-rengge) ke pecan-pekan yang ada di kecamatan maupun ke

kota Panyabungan. Ada juga yang bekerja sebagai pegawai, guru sekolah maupun

madrasah. Di desa ini juga ad usaha jasa pengerahan tenaga kerja untuk menjadi

pekerja di warung-warung migrant asal Mandailing di sekitar Jabodetabek.

Penguasaan sumber-sumber ekonomi

Kelompok social yang paling dominant menguasai asset-aset ekonomi di Desa

Sibanggor Julu pada umumnya adalah keturunan dari mereka yang bermarga

Tanjung. Sebagian dari pemilik lahan-lahan produktif yang ada di dea ini adalah

warga yang bermukim di rantau yang pada waktu-waktu tertentu misalnya ketika

pulang kampong, mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan lahan miliknya.

Pemasaran hasil

Hasil produksi pertanian dari dea ini dipasarkan ke Kayu Laut (sekarang

ibukota Kecamatan Panyabungan Barat) dank e Panyabungan. Ada yang dijual

langsung ke pasar-pasar, tetapi sebagian jenis produksi dijual di desa kepada toke-

toke yang dating menjemput ke desa. Hasil karet misalnya dijual oleh petani ke toke

atau agen pengumpul di tingkat desa, kemudian oleh agen dibawa ke Kayu Laut

untuk dihimpun oleh toke besar dan selanjutnya dari sana dibawa ke pabrik getah

(crumb Rubber) yang ada di Padang Sidimpuan (Sihitang Raya), Panompuan atau ke

Kisaran. Hasil sayur-sayuran dijual sendiri oleh petani ke pasar atau kepada

pedagang-pedagang kecil yang kemudian membawanya ke pasar. Sedikitnya ada 10

orang warga Desa Sibanggor Julu yang bekerja sebagai pedagang hasil bumi ke

pecan-pekan. Selain berdagang mereka ini juga tetap merangkap sebagai petani.

Tempat berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari biasanya adalah pasar-pasar

tradisional yang disebut dengan nama “poken” oleh penduduk setempat. Ada

beberapa pecan yang dapat diakses oleh penduduk Desa Sibanggor Julu, diantaranya

poken wakaf di Hutanamale pada hari Minggu (dulu hari Jumat), pecan Kayu Laut

atau langsung ke Panyabungan.

Lembaga Keuangan

Di Desa Sibanggor Julu tidak ada lembaga keuangan formal yang dapat

diakses oleh penduduk untuk mendapatkan modal usaha. Lembaga seperti itu ada di

Panyabungan dan menurut informasi dari Kepala desa hanya satu orang warga desa

ini yang memanfaatkan jasa bank untuk meminjam uang. Kebiasaan warga

masyarakat untuk mengatasi masalah keuangan pada umumnya adalah meminjam

kepda saudara-saudaranya yang tinggal dirantau atau meminjam kepada toke-toke di

kampong. Sebuah “konvensi” berlaku jika meminjam uang kepada toke maka

biasanya hasil bumi yang ia peroleh harus dijual kepada toke yang bersangkutan.

Hutang biasanya dibayar secara cicilan, dan pada umumnya tidak ada bentuk

penekanan harga bagi mereka yang meminjam uang kepada toke. Hubungan warga

Page 7: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

dengan toke yang menjadi tempat meminjam pada umumnya berlangsung baik karena

diantara mereka terjalin hubungan saling menguntungkan.

Kendala utama yang dihadapi warga desa untuk memanfaatkan jasa lembaga

keuangan formal seperti bank adalah persoalan agunan. Penduduk desa tidak

memiliki harta benda atau sertifikat tanah yang bias dijadikan agunan ke bank, selain

itu warga juga berpandangan bahwa meminjam ke bank banyak aturannya sehingga

menyulitkan bagi mereka. Mereka yang meminjam ke bank dengan agunan sertifikat

tanah misalnya juga harus seizing kepala desa.

Potensi-potensi Pengembangan Ekonomi

Beberapa potensi pengembanagn ekonomi di Desa Sibanggor Julu antara lain

:

Pertanian : hortikultura (sayur-sayuran, cabe, markisa, bawang, kacang tanah, jagung,

kacang-kacangan, dsb) ; kakao, jeruk manis (varietas lokal), kopi, nenas dsb ;

budidaya aren untuk meningkatkan produksi gula. Cabe produksi Sibanggor terkenal

bagus di daerah Mandailing Natal bahkan sampai ke Sumatera Barat.

Industri Kerajinan dari bambu untuk mengoptimalkan pemanfaatan kekayaan jenis

bamboo yang tumbuh di kawasan desa.

Ekowisata : pemandian air panas, mendaki gunung, homestay dengan memanfaatkan

lanskap perkampungan tradisional.

3. Sosial Budaya

Wilayah Desa Sibanggor Julu saat ini sebagian besar sudah menjadi wilayah

npenguasaaan privat atau individual oleh keluarga-keluarga yang membuka hutan

dimasa lalu. Ketentuan adapt di daerah ini memberikan kebebasan kepada warganya

untuk membuka hutan yang masih belum dikelola untuk dijadikan lahan pertanian

dan setelah berubah menjadi lahan pertanian bias diklaim sebagai milik pribadi.

Lahan hutan yang masih tersisa sekarang ini tidak banyak lagi, yaitu bagian-bagian

punggung bukit yang menuju kea rah Gunung Sorik Marapi, dan sudah dekat dengan

batas hutan lindung (rintis). Meskipun aktivitas pertanian belum melampaui garis

batas hutan lindung tersebut, sabagian penduduk sesungguhnya sudah masuk

melampaui garis batas tersebut untuk mengambil manfaat dari hasil-hasil hutan yang

ada berupa rotan, kayu maupun kulit kayu yang diambil jika ada permintaan pasar,

termasuk juga untuk aktivitas perburuan binatang.

Kearifan Lokal

Beberapa bentuk kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam yang

teridentifikasi antara lain adanya pengetahuan dan pantangan untuk tidak menebang

pohon “sampinur” jika sedang membuka lahan hutan. Pohon tersebut diyakini banyak

menyimpan air, sehingga ketika musim hujan dating pohon ini dapat menyimpan air

yang akan berguna jika tiba musim kemarau. Pengetahuan mengenai pentingnya

memelihara kawasan hutan yang menjadi sumber mata air juga masih menjadi

rujukan dalam pengelolaan lahan, sehingga warga tidak dibolehkan untuk membuka

Page 8: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

lahan hutan dibagian-bagian hulu sungai karena akan menyebabkan terganggunya

pasokan air untuk menyangga kehidupan masyarakat.

Kearifan lokal juga terlihat dalam kehidupan sehari-hari warga komunitas

desa, khususnya dalam cara-cara yang mereka pilih untuk menanggulangi masalah-

masalah yang dihadapi bersama. Komunitas desa ini memiliki modal social yang

masih cukup besar, yang terlihat dari kemauan mereka untuk bekerjasama

menanggulangi berbagai masalah. Beberapa bentuk modal social yang masih berlaku

diantaranya adalah :

Adanya asset desa berupa sebidang sawah (disebut soka wakaf) dan kolam luas (tobat

bolak) yang hasilnya dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan desa. Sawah

wakaf dan kolam tersebut sudah lama ada, dan ini diduga hal ini merupakan buah dari

fatwa-fatwa ekonomi yang dikembangkan oleh alm. Tuan Syeih Juneid Thala,

seorang ulama asal Tarlola yang dikenal luas mengembangkan system wakaf di

daerah asal Tarlola Sibanggor. Kolam dan sawah milik desa tersebut sekarang ini

disewakan kepada warga dan hasilnya digunakan untuk pembangunan desa.

Di Desa Sibanggor Julu juga masih hidup tradisi jimpitan beras (mereka

menyebutnya jomput-jomputan) yang dikumpulkan setiap minggu dari rumah

kerumah oleh Nauli Bulung (remaja putri) dan hasilnya digunakan untuk pengelolaan

madrasah.

Sejak 10 tahun lalu juga ada dibentuk badan penyantun anak yatim, badan ini

mengumpulkan derma melalaui warung-warung yang ada di Desa Sibanggor Julu.

Pengutipan retribusi dari pemanfaatan hasil-hasil sumberdaya alam seperti belerang,

bamboo dan juga tempat pemandian air panas yang kemudian juga dimanfaatkan

untuk mengisi kas desa.

Kerjasama kelompok juga masih terlihat dalam berbagai aktivitas ekonomi, misalnya

mengelola lahan pertanian, kegiatan pembersihan jalan, kegiatan perayaan

keagamaan dan lain sebagainya.

Kas desa yang terkumpul dari berbagai sumber pemasukan tersebut biasanya

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat 1x1 tahun melalui forum musyawarah

gabungan BPD, LPM, Hatobangon yang diadakan setelah hari lebaran.

Konflik

Salah satu konflik yang cukup menonjol terjadi antara penduduk Desa

Sibanggor Julu dengan Desa Sibanggor Tonga yang berusaha merebut penguasaan

atas sumber air panas yang selama ini sudah menjadi asset ekowisata di daerah

Sibanggor. Letak pemandian air panas tersebut lebih dekat dengan pemukiman

Sibanggor Tonga, namun pihak Sibanggor Julu mengklaim bahwa sumber air panass

tersebut merupakan wilayah desa mereka karena secara histories merupakan lokasi

perkampungan lama Sibanggor Julu serta kenyataan bahwa hingga sekarang lahan-

lahan persawahan yang ada di tempat itu masih menjadi milik warga Sibanggor Julu.

4. Kelembagaan Lokal

Lembaga Sosial

Beberapa lembaga yang terdapat di desa Sibanggor Julu adalah :

Page 9: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

Lembaga pemerintahan formal : pemerintahan desa, BPD, LPM. Fungsi lembaga

pemerintahan desa belum berjalan secara optimal, karena sebagian besar urusan

pemerintahan dijalankan sendiri oleh kepala desa, sementara perangkat-perangkat

desa lainnya tidak berfungsi dengan semestinya. Dengan kata lain, pemerintahan desa

identik dengan jabatan kepala desa. Sementara itu, BPD desa Sibanggor Julu

beranggotakan 5 orang, fungsi yang terlihat selama ini dari BPD ini masih sebatas

fungsi control terhadap jalannya pemerintahan desa dan mengenai hal ini muncul

kesan rivalitas antara kepala desa dengan ketua BPD. Fungsi lainnya berupa legislasi

atau untuk membuat peraturan-peraturan desa maupun untuk menyusun rencana

anggaran belanja desa belum berjalan hingga sekarang. Anggota BPD sendiri

sesungguhnya belum memahami secara bernar fungsi yang diamanatkan kepadanya

sesuai dengan undang-uandang. LPM di desa Sibanggor Julu diketuai oleh Makmur

Nasution.

COBRA (Corps Brigade Pemuda) merupakan underbow dari partai keadilan dan

persatuan Indonesia (PKPI).Lembaga ini dipimpin oleh Edi Lubis dan masih berusia

muda. Sejauh ini kegiatannya belum ada yang menonjol kecuali pengurus tingkat

desa sudah dilantik dan telah melakukan usaha-usaha persuasive untuk mencari

dukungan politik bagi partai yang disokongnya pada pemilu yang lalu.

Serikat Tolong Menolong (STM) merupak organisasi perkumpulan marga-marga

Tanjung,Nasution,Lubis,Batubara dan perkumpulan lintas margayang dipimpin oleh

tokoh hatobangon setiap marga yang mewakili. Adapun nama tokoh hatobangon

setiap marga yang ada di desa Sibanggor Julu adalah sebagai berikut : Marga Tanjung

terdiri dari H.Abdul Wahid<binu alias Jasatim, dan Adanan; Marga Nasution terdiri

dari Sangkot,Awal,Berlin dan Umar Baki; dan marga Batubara adalah Hamsar dan

marga Lubis adalah Thamrin.

Kelompok Pengajian terdiri dari kelompok pengajian kaum ibu-ibu yang melakukan

kegiatan pengajian setiap hari Jum’at;Kelompok pengajian pelajar SMP dan

Madrasah Tsanawiyah melakukan kegiatan pengajian dua kali dalam seminggu dan

kelompok pengajian umum atau untuk semua kalangan masyarakat desa Sibanggor

Julu dilakukan pada setiap hari kamis dengan mengundang guru ngaji.

Perkumpulan Na Poso Bulung Nauli merupakan wadah organisasi muda-mudi desa

Sibanggor Julu yang belum menikah yang diketuai oleh Taufik Nasution dengan

beberapa kegiatan antara lain melakukan pengajian /takziah jika ada keluarga yang

mendapat kemalangan di desa,membantu penyelenggaraan pesta perkawinan di

desa,melakukan kegiatan olah raga seperti turnamen sepak bola,gotong royong

membersihkan jalan desa dan lain-lain.Lembaga Nauli Bulung (remaja putri) diketui

oleh Azizah Tanjung dan secara kelembagaan lebih solid dari perkumpulan

pemudanya.Kegiatan-kegiatan yang menjadi tugas organisasi remaja putrid antara

lain melakukan pengajian/takziah jika ada keluarga yang mendapat kemalangan

,menjadi panitia dalam kegiatan pesta perkawinan,gotong royong kebersihan desa dan

mengutip jemputan beras setiap minggunya.

Kelompok Arisan kaum ibu yang suaminya semarga. Ketuanya secara formal tidaka

da, namun secara kebiasaan isteri dari tokoh hatobangon di setiap marga otomatis

menjadi pemimpinnya. Kegiatan yang dilakukan antara lain menghimpun dana

perkumpulan marga yang rutin dilakukan apabila ada pewristiwa siriaon

(kegembiraan) atau siluluton (dukacita). Selain itu mereka juga aktif dalam kegiatan

Page 10: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

persiapan pelaksanaan pesta, khususnya untuk menyiapkan bahan-bahan yang akan

dimasak untuk konsumsi pesta.

Kelompok Tani Suka Mulia pernah ada di desa Sibanggor Julu, dibentuk oleh Dinas

Pertanian Kabupaten Madina. Anggotanya berjumlah sekitar 30 orang. Kegiatan yang

dilakukan adalah penanaman jeruk dan jahe dari bantuan pemerintah yang

diperuntukkan bagi anggota yang aktif. Pihak dinas pertanian telah memberikan

bantuan antara lain berupa biaya perawatan dan pupuk. Tetapi kelompok tani ini telah

mengundang kontroversi di kalangan warga karena tidak mempertanggungjawabkan

pengelolaan dana bantuan yang sudah diterima dari pemerintah sebesar 100 juta.

Warga menduga-duga bahwa pengurus kelompok tani telah memanfaatkannya untuk

kepentingan pribadi, namun berdasarkan keterangan seorang pengurus sesungguhnya

dana itu tidak semua diterima oleh pengurus koperassi karena sebagiannya disunat

oleh pihak pemberi bantuan dan sebagian diberikan dalam bentuk barang.

Tokoh-tokoh Berpengaruh

Warga desa biasanya meminta bantuan jika menghadapi masalah kepada

orang-orang tertentu di dea. Misalnya jika menghadapi kesulitan ekonomi mereka

meminta bantuan kepada para toke yang melahirkan pola hubungan patron-klien

antara toke dengan warga yang meminta bantuan. Tetapi jika ada masalah berupa

konflik atau perkelahian antara warga, maka pihak hatobangon biasanya biasanya

menjadi actor yang sangat menentukan dalam penyelesaiannya. Hatobangon menjadi

tokoh yang dihormati karena sudah menjadi bagian integral dari budaya Mandailing,

juga karena hatobangon lebih mengerti masalah-masalah adapt dan hokum yang

berlaku di lingkup desa, juga karena hatobangon dipandang dapat menciptakan

harmoni di kalangan warga desa. Perlu dipahami bahwa hatobangon dari setiap marga

adalah semacam “ primus interpares” di dalam kelompok marga itu, sehingga mereka

adalah tokoh yang benar-benar dituakan dan dihormati di lingkup internal klen.

Diluar mereka yang menduduki posisi sebagai hatobangon, ada juga beberapa

individu di desa yang dianggap memiliki pengaruh dan didengarkan orang misalnya

H. Arifin Lubis, mantan guru SD karena hamper semua orang tua yang ada di desa

pernah menjadi muridnya. Tokoh ini juga dikenal kritis dan cukup besar

kontribusinya dalam mendorong dinamisasi pemerintahan desa.

Selain mereka yang berada di desa, ada juga individu yang oleh warga

dianggap memiliki pengaruh ditingkat desa, misalnya para perantau yang selalu

memberikan perhatian dan bantuan ke desa. Ada dua kelompok perantau yang cukup

penting yaitu yang bermukim di daerah Jakarta dan sekitarnya dan juga perantau

yang bermukim di Malaysia. Salah seorang yang bermukim di Malaysia bernama H.

Ja’far Tani Tanjung dan H.Ramli Nasution, sering memberikan bantuan untuk

pembangunan sarana ibadah di desa. Tokoh yang sering membantu bidang

pendidikan adalah Drs. Arsyad Tanjung, tinggal di Jakarta. Pandangan warga

masyarakat terhadap individu yang sering memberikan bantuan tersebut sangat positif

dan mereka masuk kategori orang yang dihormati di desa.

Kontribusi yang pernah diberikan para perantau kepada masyarakat Sibanggor

Julu, misalnya H. Ramli Nasution telah membantu pembangunan mesjid dan

membantu pengembangan kesenian tradisional Mandailing (margondang) serta secara

rutin memberikan bantuan kepada anak yatim setiap menjelang hari raya. H. Ja’far

Page 11: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

Tani Tanjung telah membantu pembangunan mesjid dengan total bantuan 200 juta

lebih dan telah menjanjikan akan terus membantu biaya pembangunan mesjid sampai

selesai. Tokoh ini juga berperan membantu para perantau asal desa ini yang dating ke

Malaysia, baik untuk akomodasi sementara maupun untuk mencarikan pekerjaan.

Tokoh H. Ramli nasution merupakan ketua pengajian Indonesia di Malaysia dan H.

Ja’far Tani Tanjung memiliki sebuah rumah sakit di Kelang, Malaysia yaitu Hospital

Tengku Ampuna Rahim.

5. Illegal Logging

Aktivitas penebangan kayu yang terjadi di wilayah Sibanggor Julu dapat

digolongkan atas dua kategori. Pertama aktivitas penebangan kayu untuk keperluan

warga sendiri, misalnya untuk mendapatkan perabot rumah dan untuk kayu baker.

Kedua, kegiatan penebangan kayu yang merupakan bagian dari jaringan illegal

logging yang ada di daerah Mandailing Natal secara keseluruhan.

Penebangan kayu kategori pertama boleh dikatakan tidak bersifat eksploitatif

karena skalanya kecil, menggunakan tekhnologi sederhans dan juga dilakukan di

wilayah-wilayah yang berada diluar kawasan hutan lindung. Kebutuhan bahan baker

sangat vital karena di desa Sibanggor Julu banyak warga yang menyadap nira untuk

membuat gula aren. Proses pengolahan nira menjadi gula aren memerlukan kayu

bakar yang cukup banyak setiap hari, oleh karena itu kebutuhan kayu baker termasuk

cukup besar untuk menopang ekonomi gula aren. Hanya saja, kayu yang biasa

digunakan untuk kayu baker juga tidak termasuk kayu yang bermutu tinggi seperti

halnya untuk kayu log. Bahkan kayu yang dimanfaatkan adalah kayu-kayu yang

sudah tumbang, sudah mulai lapuk dan umumnya berukuran sedang. Daya jangkau

para petani gula aren untuk mendapatkan kayu baker juga tidak terlalu jauh, sehingga

dampak ekologisnya tidak begitu signifikan. Pandangan warga terhadap aktifitas

penebangan kayu untuk kebutuhan kayu baker maupun untuk perabot rumah bebeda

dengan pandangan mereka terhadap praktik illegal logging. Untuk kebutuhan kayu

baker dan perabot rumah mereka anggap sebagai sesuatu yang wajar dan tidak perlu

dilarang karena dilakukan dalam skala kecil dan bukan untuk tujuan komersial,

sementara praktek illegal logging dipandang sebagai suatu tindakan yang berbahayaa

bagi keselamatan lingkungan.

Penebangan kayu kategori kedua, atau illegal logging, dilakukan oleh

sejumlah kecil actor yang merupakan bagian dari jaringan pembalakan kayu di

Madina. Di desa ini ada empat orang actor yang selama ini terlibat dalam praktik

penebangan kayu secara illegal dengan menggunakan gergaji mesin (chainsaw).

Mereka merupakan bagian dari jaringan penebangan kayu illegal yang selama ini

berlangsung di kawasan Maga Sibanggor dan belakangan ini juga memeprluas

kegiatannya sampai ke Batang Natal, bahkan ke wilayah Kecamatan Siais di

perbatasan Kabupaten Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan.

Kegiatan penebangan kayu sudah masuk kawasasn hutan lindung dan batas

hutan lindung sendiri tidak lagi jelas karena patok batas yang selama ini ada sudah

dipindah oleh orang-orang tertentu lebih jauh ke atas sehingga mengaburkan batas

yang sebenarnya. Praktek-praktek penebangan kayu log dikawasan Tarlola Sibanggor

sudah berlangsung cukup lama, bahkan hal itu sudah pernah menimbulkan konflik

besar antara penduduk Maga dengan penduduk Hutanamale yang berbuntut panjang

Page 12: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

terhadap timbulnya disharmonisai dikawasan ini. Penebangan kayu selama ini marak

dibagian kaki Gunung Sorik Marapi, dihutan-hutan yang berada di bagian hulu

Hutanamale dan Hutabaringin. Pemilik chainsaw adalah warga lokal, dan kayu yang

ditebang diangkut ke kilang kayu yang adad I Panyabungan, antara lain milik

pengusaha Ucin. Kayu olahan di kilang-kilang tersebut kemudian didistribusikan di

kawassan Madina maupun keluar Madina, termasuk untuk memasok kayu bagi

pengusaha keturunan Cina di Kisaran.

Jalur pengangkutan kayu dari kawasan Hutanamale selama ini ada dua, yaitu

melalui Hutabaringin, Hutanamale, Huta Lombang, Maga sampai ke Panyabungan,

jalur kedua melalui Hutabaringin, Hutanamale, Sibanggor jae, Jembatan Merah lalu

ke Panyabungan. Jalur pertama sudah berakhir karena adanya konflik antara

penduduk Maga yang keberatan dengan tindakan pembalakan yang dilakukan

penduduk desa-desa di bagian atas (Hutanamale, Hutabaringin, dan lain-lain) yang

berakibat pada rusaknya sarana jalan kearah Maga dan juga berkurangnya debit air

untuk kebutuhan penduduk di wilayah Lembah Sorik Marapi.

Di kawasan Sibanggor Julu aktivitas pembalakan kayu berlangsung di

beberapa bukit yang menjadi bagian dari Gunung Sorik Marapi, diantaranya di Napa

Natayas, Tor Barerang dan Aek Nalomlom. Penduduk Sibanggor Julu berpandangan

bahwa penebangan kayu yang dilakukan untuk tujuan komersial seperti yang berlaku

selama ini tidak bias dibenarka, tetapi kalau hanya sebatas untuk memenuhi

kebutuhan perabit rumah tangga menurut mereka masih wajar. Terlebih lagi karena

penebangan kayu khususnya untuk kayu baker sudah menjadi bagian dari aktivitas

pengelolaan gula aren yang selama ini menjadi salah satu komoditi unggulan dari

desa Sibanggor Julu.

6. Respon terhadap TNBG

Ada kesalahpahaman warga Sibanggor Julu tentang rencana TNBG, yang

diduga terjadi karena kurangnya sosialisasi mengenai rencana ini. Sebagian penduduk

mengira bahwa TNBG adalah sebuah upaya pemerintah untuk menguasai hutan-

hutan yang ada di daerah mereka sehingga dengan demikian mereka tidak bisa lagi

melanjutkan usaha pertaniannya. Sebagian yang lain merasa bingung dengan rencana

TNBG disatu pihak dan adanya perusahaan tambang mas yang pernah melakukan

eksplorasi di daerah ini, sehingga ada yang menduga bahwa TNBG merupakan

bagian dari rencana pembukaan tambang. Sebagian yang lain menduga bahwa TNBG

ini hanya untuk kepentingan Bupati saat ini yang ingin mempertahankan

kedudukannya. Sangat sedikit di antara warga yang mengetahui dengan jelas apa

sesungguhnya tujuan utama dari penetapan TNBG.

Satu hal yang membingungkan bagi warga desa dengan rencana TNBG ini

adalah semakin seringnya dating ke desa mereka orang-orang dari luar yang hendak

melakukan survey dan terus bertanya-tanya kepada warga mengenai berbagai hal.

Mereka bingung dengan keadaan itu, dan menimbulkan berbagai macam dugaan,

diantaranya ada yang menduga akan ada bantuan untuk masyarakat. Namun ketika

kepada mereka diberikan penjelasan tentang tujuan dari TNBGini , bagaimana

kaitannya dengan perusahaan tambang, bagaimana kaitannya dengan kesinambungan

usaha mereka yang bergantung kepada sumberdaya alam, mereka bisa memahami

dan setuju terhadap TNBG. Resistensi masyarakat terhadap TNBG akan berkurang

Page 13: Profil Desa Sibanggor Julu (Komoditi Karet)

jika proses sosialisasi mengenai rencana ini berlangsung optimal, untuk mengimbangi

persuasi-persuasi yang dilakukan oleh pihak-pihak lain yang tudak setuju dengan

TNBG.