problematika implementatif pendaftaran hak …...problematika implementatif pendaftaran hak...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PROBLEMATIKA IMPLEMENTATIF PENDAFTARAN
HAK TANGGUNGAN
OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT)
DI KOTA SURAKARTA, KABUPATEN WONOGIRI,
DAN KABUPATEN BOYOLALI
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan Untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
AGNES ARTI CITRA PUTRI
NIM. E0008102
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
AGNES ARTI CITRA PUTRI, E0008102. 2008. PROBLEMATIKA
IMPLEMENTATIF PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN OLEH
PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DI KOTA SURAKARTA,
KABUPATEN WONOGIRI, DAN KABUPATEN BOYOLALI. Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) dalam proses pendaftaran Hak Tanggungan menurut Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah serta problematika implementatif yang dihadapi oleh PPAT
dalam pendaftaran hak Tanggungan dan cara mengatasinya.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian empiris atau non-doktrinal yang
didahului dengan penelitian terhadap data sekunder yaitu peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan pendaftaran Hak Tanggungan. Kemudian dilanjutkan dengan
penelitian terhadap data primer di 3 kantor PPAT dan 3 Kantor Pertanahan di Kota
Surakarta, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Boyolali.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
PPAT memegang peranan penting mulai dari proses pengumpulan data fisik dan data
yuridis sampai dengan pengiriman Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) ke
Kantor Pertanahan untuk didaftarkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam
pendaftaran Hak Tanggungan problematika yang meliputi kelengkapan berkas
pendukung APHT serta problematika yang pada dasarnya disebabkan oleh adanya
perbedaan penafsiran peraturan (baik berupa Undang-Undang maupun
PMNA/KBPN) oleh Kantor Pertanahan di berbagai daerah, khususnya di Kota
Surakarta, Kabupaten Wonogiri serta Kabupaten Boyolali sehingga dapat
menimbulkan suatu permasalahan bagi PPAT dalam penerapannya.
Kata Kunci : Problematika, PPAT, Pendaftaran Hak Tanggungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
AGNES ARTI CITRA PUTRI, E0008102. 2008. THE REGISTRATION RIGHTS
OF THE IMPLEMENTATIVE PROBLEMS DEPENDENTS BY OFFICIALS OF
THE LAND DEED (PPAT) IN SURAKARTA, WONOGIRI, AND BOYOLALI..
Faculty of Law Sebelas Maret University.
This research aims to know the role of land deed official (PPAT) in the
process of registration of rights to Dependents according to the Act No. 4 of 1996 on
the rights of the land and their Dependent objects related to the land as well as
implementative problems faced by PPAT in the process of registration of rights to
dependent and how to overcome it.
This research is included to empirical or non-doctrinal research start from
research to secondary data got from the regulation of registration of rights to
dependent, and then research to primary data found in the 3 of the PPATs and the 3
of the Land Offices in Surakarta, Wonogiri and Boyolali.
Based on the results of the research and the discussion then it can be inferred
that the PPAT played an important role from the physical process of data collection
and data up to delivery of the deed legally Granting Dependents APHT to Land
Office to be registered in accordance with the regulations. In the registration of
rights to Dependents there are many types of problems that include completeness of
support files as well as the problems which APHT basically caused by the existence
of differences in the interpretation of the rules (whether in the form of law or
PMNA/KBPN) by the Land Office in various areas, especially in Surakarta,
Wonogiri, and Boyolali so that could pose a problem for the PPAT in its application.
Keywords : Problems, PPAT, Registration of Rights to Dependent
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
No pain, no gain!
Get rich or die trying
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan kepada :
Mamaku tercinta, Maria Christyana Hariwantri.
Kakakku, Andreas Ari Satrio.
Alm. Kakekku, Thomas Whisnuradji.
Nenekku, Margaretha Sukeksi.
Indra Gustinov.
Sahabat-sahabatku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah Bapa yang Maha Esa,
atas berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan hukum (skripsi) ini
yang berjudul “PROBLEMATIKA IMPLEMENTATIF PENDAFTARAN HAK
TANGGUNGAN OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DI
KOTA SURAKARTA, KABUPATEN WONOGIRI, DAN KABUPATEN
BOYOLALI”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) dalam proses pendaftaran Hak Tanggungan menurut Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah serta problematika implementatif yang dihadapi
oleh PPAT dalam pendaftaran hak Tanggungan dan cara mengatasinya. Dengan
memperhatikan pentinganya peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan
rumitnya problematika yuridis dalam proses pendaftaran Hak Tanggungan, maka
penulis terdorong untuk mengambil judul tersebut. Dalam upaya menyelesaikan
Skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan dukungan, bimbingan dan doa
sehingga penulisan hukum ini dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghormatan setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Pranoto, S.H., M.H sebagai Pembimbing I dan Ibu Anjar Sri. C. N.,
S.H., M.Hum sebagai Co. Pembimbing yang selama ini telah memberikan
waktu, bimbingan, bantuan dan motivasi kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Djuwityastuti, S.H., M.H. sebagai Ketua Bagian Hukum Perdata.
4. Bapak M. Adnan, S.H., M.Hum sebagai Penasihat Akademik penulis yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis sejak semester awal sampai
selesainya perkuliahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………...................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………...
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……………………………………..
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………………
ABSTRAK……………………………………………………………………...
ABSTRACT…………………………………………………………………..
MOTTO……………………………………………………………………..….
PERSEMBAHAN………………………………………………………..…….
KATA PENGANTAR…...……………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL…………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan Penelitian............................................................................................
D. Manfaat Penelitian..........................................................................................
E. Metode Penelitian...........................................................................................
F. Sistematika Penulisan Hukum........................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................
A. Kerangka Teori...............................................................................................
1. Tinjauan tentang Hak Tanggungan...........................................................
2. Tinjauan tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).........................
B. Kerangka pemikiran.......................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
xi
xiii
xiv
1
1
5
6
7
7
13
15
15
15
29
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................
A. Hasil Penelitian………………………….......................................................
1. Tinjauan Lokasi penelitian………………………………………………
2. Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam proses pendaftaran
Hak Tanggungan menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah………………………………...........................
3. Problematika implementatif yang dihadapi Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) dalam pendaftaran Hak Tanggungan di Kota Surakarta,
Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Boyolali ……………………………..
B. Pembahasan…………………………………………………………………
1. Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam proses pendaftaran
Hak Tanggungan menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah……………...…................................................
2. Problematika implementatif yang dihadapi Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) dalam pendaftaran Hak Tanggungan di Kota Surakarta,
Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Boyolali ……….…………………….
BAB IV PENUTUP.............................................................................................
A. Simpulan.........................................................................................................
B. Saran……….................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
37
37
37
57
65
73
73
81
92
92
93
95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Tabel 1 :
Tabel 2 :
Tabel 3 :
Tabel 4 :
Gambar 1 :
Gambar 2 :
Gambar 3 :
Gambar 4 :
Gambar 5 :
Gambar 6 :
Gambar 7 :
Gambar 8 :
Gambar 9 :
Gambar 10 :
Gambar 11 :
Peraturan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2010 Tentang
Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan…………….
Uraian Kegiatan Pendaftaran Hak Tanggungan……………
Problematika yuridis pendaftaran Hak Tanggungan oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kota Surakarta, Kabupaten
Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali………………………...
Prosentase pemicu terjadinya problematika implementatif
pendaftaran Hak Tanggungan di Kota Surakarta, Kabupaten
Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali………………………….
Teknik Analisis Kualitatif………………………………….
Skema Kerangka Pemikiran………………………………..
Struktur Karyawan Kantor Notaris dan PPAT Sunarto, S.H
di Kota Surakarta………………………………………….....
Struktur Karyawan Kantor Notaris dan PPAT Noor Saptanti,
S.H, M.H, di Kabupaten Wonogiri………………..
Struktur Karyawan Kantor Notaris dan PPAT Adang Tri
Sunoko, S.H, di Kabupaten Boyolali………………………..
Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Surakarta……
Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten
Wonogiri……………………………………………………..
Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali..
Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Surakarta
Bulan November – Desember 2012…………………………
Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri
Bulan November – Desember 2012…………………………
Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
Bulan November – Desember 2012…………………………
59
62
66
72
13
34
40
41
42
43
44
45
46
47
48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
A. Pedoman Pengisian Akta Pemberian Hak Tanggungan
B. Pedoman Pengisian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
C. Pedoman Wawancara Untuk Petugas Kantor Pertanahan
D. Pedoman Wawancara Untuk PPAT
E. Permohonan Ijin Penelitian Kepada PPAT Sunarto, S.H
F. Permohonan Ijin Penelitian Kepada PPAT Noor Saptanti, S.H, M.H
G. Permohonan Ijin Penelitian Kepada PPAT Adang Tri Sunoko, S.H
H. Permohonan Ijin Penelitian Kepada Kantor Pertanahan Kota Surakarta
I. Permohonan Ijin Penelitian Kepada Kantor Pertanahan Kabupaten
Wonogiri
J. Permohonan Ijin Penelitian Kepada Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali
K. Surat Keterangan dari Kantor Notaris dan PPAT Sunarto, S.H
L. Surat Keterangan dari Kantor Notaris dan PPAT Noor Saptanti, S.H,
M.H
M. Surat Keterangan dari Kantor Notaris dan PPAT Adang Tri Sunoko,
S.H
N. Surat Keterangan dari Kantor Pertanahan Kota Surakarta
O. Surat Keterangan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri
P. Surat Keterangan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional
merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan ekonomi di suatu negara
sangat bergantung kepada dinamika perkembangan dan kontribusi nyata dari
sektor perbankan (Widjojo, 2010 : 1). Dalam dunia perbankan perkreditan
merupakan salah satu tugas bank yang penting. Dengan tugas bank dalam
memberikan dan menyalurkan kredit merupakan kegiatan penting bagi bank
guna menunjang perkembangan ekonomi masyarakat (Sri Gambir Melati
Hatta, 2010 : 1).
Mengingat pentingnya perkreditan bagi pembangunan ekonomi
tersebut, maka diperlukan adanya suatu lembaga jaminan yang kuat sehingga
dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang terkait di dalamnya.
Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memperkenalkan Hak Tanggungan sebagai
suatu lembaga jaminan yang kuat. “Both government agencies and private
lenders have played significant roles in helping families achieve this ideal by
making available the necessary mortgage financing” (Roberto G. Quercia and
Michael A. Stegman, 1992 : 341). Selanjutnya pada Pasal 57 UUPA
menyatakan bahwa selama sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai
hypotheek dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
credietverband tersebut dalam S. 1908-542 sebagaimana yang telah diubah
dengan S. 1937-190.
Because land transaction administration and land surveys established
the security and value of land, land not only became a secure
investment, but it also became possible to borrow money based on the
value of one’s land. This is the basis for the formation of mortgage
markets (Manuel B. Aalbers, 2009 : 282)
Peraturan jaminan atas tanah peninggalan jaman kolonial sudah tidak
sesuai dengan kebutuhan rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, dengan adanya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan maka
terhapuslah peraturan kolonial yaitu Hypotheek dan Credietverband yang
mengatur jaminan atas tanah, maka seharusnya Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah merupakan sistem hukum
jaminan hak atas tanah yang bersifat konsisten sehingga tidak terjadi
peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih (Endang Mintorowati,
2009 : 4-5).
Hak Tanggungan sebagai suatu hak jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Salim HS, 2005 : 98) :
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada
pemegangnya atau droit de preference;
2. Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda itu
berada atau disebut dengan Droit de suit. Biarpun objek hak tanggungan
sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain, kreditur pemegang hak
tanggungan tetap masih berhak untuk menjualnya melalui pelelangan
umum jika debitur cidera janji ;
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak
ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan;
dan;
4. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Ciri pada poin ketiga, yaitu pemenuhan terhadap Asas Spesialitas dan
Asas Publisitas inilah yang membuat Hak Tanggungan menjadi suatu lembaga
jaminan yang kuat dan memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang
terkait di dalamnya. Asas Spesialitas dalam Hak Tanggungan diatur dalam
Pasal 11, sedangkan Asas Publisitas diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 (UUHT) yang mewajibkan adanya pendaftaran
pemberian Hak Tanggungan di Kantor Petanahan selambat-lambatnya tujuh
hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT). Tanggal pendaftaran tanah ini menentukan tanggal lahirnya Hak
Tanggungan.
Kepastian mengenai tanggal kelahiran HT tersebut bukan saja penting
bagi mulai diperolehnya kedudukan yang istimewa oleh kreditor,
tetapi juga bagi penentuan peringkat HT-nya, apabila ada kreditor
pemegang HT yang lain. Demikian juga jika HT sudah didaftar,
kedudukan kreditor sebagai pemegang HT tidak terpengaruh oleh
adanya sita jaminan yang diletakkan kemudian. Tetapi apabila sita
jaminan diletakkan sebelum tanggal hari ketujuh, HT yang diberikan
tidak dapat didaftar, karena pemberi HT tidak lagi diperbolehkan
melakukan perbuatan hukum mengenai obyek HT yang besangkutan
(Boedi Harsono, 2003 : 449).
Pendaftaran Hak Tanggungan didahului dengan pembuatan APHT.
Adapun pejabat yang berwenang dalam proses ini adalah Pejabat Pembuat
Akta Tanah, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah. Dengan dibuatnya APHT di hadapan PPAT, maka
terpenuhilah asas spesialitas dan dengan didaftarkannya Hak Tanggungan di
Kantor Pertanahan, maka sejak saat itulah lahir pembebanan Hak
Tanggungan.
Momen lahirnya Hak Tanggungan merupakan momen yang sangat
penting sekali sehubungan dengan munculnya hak tagih preferen dari
kreditor, menentukan tingkat / kedudukan kreditor terhadap sesama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
kreditor preferen dan menentukan posisi kreditor dalam hal ada sita
jaminan atas benda jaminan (J. Satrio, 1998 :138).
Hukum bukan hanya memperhatikan kepentingan kreditor.
Perlindungan juga diberikan kepada debitor dan pemberi HT. Bahkan
juga kepada pihak ketiga yang kepentingannya bisa terpengaruh oleh
cara penyelesaian utang-piutang kreditor dan debitor, dalam hal
debitor cidera janji. Pihak ketiga itu khususnya para kreditor yang lain
dan pihak yang membeli obyek HT (Boedi Harsono, 2003 : 423).
Adalah tidak adil bagi pihak ketiga untuk terikat dengan pembebanan
suatu Hak Tanggungan atas suatu objek Hak Tanggungan apabila
pihak ketiga tidak dimungkinkan untuk mengetahui tentang
pembebanan Hak Tanggungan itu. Hanya dengan cara pencatatan atau
pendaftaran yang terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak
ketiga dapat mengetahui tentang adanya pembebanan Hak
Tanggungan atas suatu hak atas tanah (Sutan Remy Sjahdeini, 1999 :
44).
Di samping memberikan perlindungan terhadap para pihak yang
terkait dalam pembebanan Hak Tanggungan, pendaftaran Hak Tanggungan
sebagai suatu hak jaminan yang dibebankan atas tanah juga membawa akibat
positif ganda terhadap pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia. Karena di
samping pemasukan keuangan negara juga akan menghasilkan keterangan-
keterangan (data-data pertanahan) yang lazim disebut dengan peta pendaftaran
tanah yang sangat berguna dalam rangka penyediaan data-data bagi
pemerintah secara terarah untuk dapat melaksanakan pembangunan sesuai
dengan program yang direncanakan terlebih dahulu (Bachtiar Effendie, 1993 :
27).
Mengingat pentingnya proses pendaftaran Hak Tanggungan ini, maka
dibutuhkan suatu kinerja optimal PPAT sebagai pejabat yang berwenang,
karena menurut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, peralihan dan pembebanan hak atas tanah, haknya
dapat didaftar apabila dibuktikan dengan akta PPAT. Dedih Ahmad Bashori
dalam tesisnya yang berjudul “Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Kabupaten Bogor” telah memaparkan
bahwa :
Ketepatan kepastian dan kebenaran informasi yang tertuang dalam
akta yang dibuat oleh PPAT sangat menentukan bagi proses
pendaftaran untuk mendapatkan perlindungan hak atas tanah bagi
warga masyarakat, sehingga PPAT disamping harus bertanggung
jawab terhadap kepastian dan kebenaran isi akta, juga wajib
menyampaikan akta yang ditandatanganinya beserta warkah-warkah
lain kepada Kantor Pertanahan dalam jangka waktu tujuh hari kerja
sejak ditandatanganinya akta (Dedih Ahmad Bashori, 2010 : 4)
Hal inilah yang menjadi acuan penulis dalam penyusunan penelitian
ini. Peran PPAT dalam pendaftaran tanah, khususnya Hak Tanggungan, perlu
mendapat perhatian demi terjaminnya kepastian hukum bagi pihak-pihak yang
terikat dalam perjanjian kredit yang merupakan perjanjian induk dari
pembebanan Hak Tanggungan terhadap suatu hak atas tanah. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai peran PPAT dalam
pendaftaran Hak Tanggungan dalam sebuah penelitian yang berjudul
”PROBLEMATIKA IMPLEMENTATIF PENDAFTARAN HAK
TANGGUNGAN OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DI
KOTA SURAKARTA, KABUPATEN WONOGIRI, DAN KABUPATEN
BOYOLALI”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah dikemukakan
diatas, maka Penulis memberikan perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam proses
pendaftaran Hak Tanggungan menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Bagaimanakah problematika implementatif yang dihadapi Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pendaftaran Hak Tanggungan di Kota
Surakarta, Kabupaten Wonogiri,dan Kabupaten Boyolali serta bagaimana
cara mengatasinya?
C. Tujuan Penelitian
Dalam pelaksanaan suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu
tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam
penelitian ini adalah :
1. Tujuan Objektif
a. Mengetahui peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam proses
pendaftaran hak tanggungan menurut Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
b. Mengetahui problematika implementatif yang dihadapi Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pendaftaran hak tanggungan dan
cara mengatasinya.
2. Tujuan Subjektif
a. Memperoleh data-data yang lengkap sebagai bahan penyusunan
penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis
guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Menambah dan mengembangkan wawasan serta pemahaman penulis
di bidang ilmu hukum baik dalam teori maupun praktek, khususnya di
bidang Hukum Perdata, serta penerapannya dalam proses pendaftaran
hak tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian hukum ini adalah
sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
ilmu hukum pada umumnya, dan Hukum Perdata pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta
menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Manfaat praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan,
kemampuan, serta membentuk pola pikir yang dinamis dalam
menganalisis permasalahan dan menerapkan ilmu hukum.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan
bagi para pihak terkait proses pendaftaran hak tanggungan oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan
pada metode, sistematika dan penulisan tertentu, yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan
menganalisanya (Soerjono Soekanto, 2010 : 43). Bertolak dari pengertian
tersebut, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris
atau non-doktrinal yang mendasarkan atau mengkonsepkan hukum
sebagai tingkah laku atau perilaku dan aksi (Burhan Ashshofa, 2010 : 34).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Pada penelitian hukum sosiologis atau empiris, maka yang diteliti pada
awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan
penelitian terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat
(Soerjono Soekanto, 2010 : 52).
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, memberikan data yang seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya (Soerjono
Soekanto, 2010 : 10). Adapun data yang dideskripsikan dalam penelitian
ini adalah data mengenai problematika implementatif pendaftaran Hak
Tanggungan oleh PPAT di Kota Surakarta, Kabupaten Wonogiri, dan
Kabupaten Boyolali.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Lexy J. Moleong, 2007 : 6). Pada
pendekatan ini diperlukan suatu pemahaman yang mendalam terhadap
objek yang diteliti sehingga pada akhirnya dapat membuahkan suatu
kesimpulan dalam penelitian.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di beberapa tempat sesuai jenis
penelitian yang dilakukan dengan tujuan memperoleh keragaman
informasi yang akan memperkaya substansi dari penelitian ini. Adapun
lokasi-lokasi tersebut antara lain :
a. Kantor Notaris dan PPAT Sunarto, S.H di Kota Surakarta.
b. Kantor Notaris dan PPAT Noor Saptanti, S.H, M.H di Kabupaten
Wonogiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
c. Kantor Notaris dan PPAT Adang Tri Sunoko, S.H di Kabupaten
Boyolali.
d. Kantor Pertanahan Kota Surakarta.
e. Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri.
f. Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali.
Keenam lokasi di atas merupakan sampel yang dipilih berdasarkan
pertimbangan/penelitian subyektif dari penelitian (Purposive Sampling),
dimana penulis sebelumnya telah melakukan survey atau prapenelitian
terhadap keenam lokasi tersebut, dengan hasil sebagai berikut :
a. Ketiga PPAT dipilih berdasarkan kekayaan pengetahuan dan
pengalaman dalam pelaksanaan pendaftaran Hak Tanggungan yang
dapat dilihat dari banyaknya jumlah Hak Tanggungan yang
didaftarkan serta kesediaan untuk diteliti.
b. Ketiga Kantor Pertanahan tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian
didasarkan pada keragaman karakteristik ketiga daerah tersebut,
misalnya mengenai penafsiran atau cara pandang terhadap suatu
peraturan. Selain itu, pemilihan ketiga Kantor Pertanahan tersebut juga
tujuan untuk memperoleh keseimbangan informasi mengenai prosedur
pendaftaran Hak Tanggungan serta kelengkapan data yang menunjang
penelitian ini.
5. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari
lapangan, yaitu dari keenam lokasi penelitian yang telah disebutkan di
atas. Data primer tersebut berupa keterangan-keterangan yang
diperoleh dari hasil wawancara sehubungan dengan pendaftaran Hak
Tanggungan oleh PPAT.
b. Data Sekunder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka
yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil
penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya yang
dari kekuatan mengikatnya digolongkan ke dalam (Soerjono Soekanto,
2010 : 51-52) :
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,
terdiri dari :
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok.Agraria (UUPA);
c) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah (UUHT);
d) Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
e) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;
f) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3
Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
g) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 4
Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penanggungan
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin
Pelunasan Kredit-kredit Tertentu.
Di dalam bahan hukum primer tersebut dapat diperoleh
dasar-dasar hukum dari yang umum hingga yang lebih spesifik.
Bahan hukum primer tersebut menjadi pedoman dalam
pelaksanaan pendaftaran Hak Tanggungan oleh PPAT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2) Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, misalnya rancangan undang-undang, hasil-
hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.
3) Bahan Hukum Tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
misalnya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk
memperoleh data dari sumber-sumber yang telah ditentukan agar dapat
diperoleh data-data yang lengkap dan relevan. Adapun teknik
pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :
a. Teknik Pengumpulan Data Primer
Untuk memperoleh data melalui penelitian di lapangan penulis
melakukan wawancara langsung dengan narasumber di lokasi
penelitian berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik wawancara
yang digunakan adalah teknik wawancara berencana (berpatokan)
dimana sebelum dilakukan wawancara telah dipersiapkan suatu daftar
pertanyaan (kuesioner) yang lengkap dan teratur (Burhan Ashshofa,
2010 : 96). Adapun daftar pertanyaan terlampir.
b. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan sebagai
penunjang sumber data primer.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah mekanisme mengorganisasikan data dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan uraian dasar sehingga
dapat ditemukan tema dan hipotesis kerja yang diterangkan oleh data
(Lexi J. Moleong 2007 : 280). Teknik analisis data yang penulis gunakan
adalah model analisis interaktif melalui tiga alur komponen pengumpulan
data, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
a. Reduksi Data
Kegiatan ini merupakan proses seleksi, pemfokusan, dan
penyederhanaan data pada penelitian. Data yang telah teridentifikasi
tersebut lebih memudahkan dalam penyusunan.
b. Penyajian Data
Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset
dapat dilaksanakan.
c. Penarikan kesimpulan
Dalam proses penarikan kesimpulan, diperlukan adanya
penafsiran hukum agar diperoleh suatu pemahaman terhadap rumusan
peraturan perundang-undangan yang menjadi salah satu sumber data
dalam penelitian ini. Berbicara mengenai macam-macam penafsiran
dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Penafsiran menurut tata bahasa (grammatical interpretatie);
2) Penafsiran secara sistematis;
3) Penafsiran mempertentangkan (argentum acontrario);
4) Penafsiran memperluas (extensieve interpretatie);
5) Penafsiran mempersempit (restrictieve interpretatie);
6) Penafsiran historis (rechts/wets-historis);
7) Penafsiran teleologis;
8) Penafsiran logis;
9) Penafsiran analogi;
10) Penafsiran komparatif;
11) Penafsiran futuristis (Ishaq, 2008 : 255-256).
Adapun penafsiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penafsiran menurut tata bahasa (grammatical interpretatie). Penafsiran
ini mengartikan istilah dalam rumusan peraturan perundang-undangan
menurut tata bahasa.
Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi
pencatatan-pencatatan peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi
yang mungkin, alur sebab akibat, akhirnya peneliti menarik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Reduksi Data
Penarikan kesimpulan
kesimpulan (HB. Sutopo, 2002 : 37). Adapun skema teknik analisis
kualitatif dengan model interaktif adalah sebagai berikut :
Gambar 1 : Teknik Analisis Kualitatif
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai
sistematika penulisan hukum sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum,
maka penulis menyusun sistematika penulisan hukum sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini dikemukakan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini terdiri dari pemaparan mengenai kerangka teori
dan kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi tinjauan
mengenai Hak Tanggungan dan PPAT, sedangkan kerangka
pemikiran berisi skema dan penjelasan mengenai alur berpikir
penulis dalam proses penelitian ini.
Pengumpulan Data
Penyajian Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis menguraikan pembahasan dan
hasil penelitian yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun
pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah mengenai peran
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam proses
pendaftaran Hak Tanggungan menurut Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah serta
persoalan atau permasalahan implementatif yang dihadapi
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pendaftaran Hak
Tanggungan dan cara mengatasinya.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan akhir dari penelitian yang
menguraikan mengenai kesimpulan dan saran terkait dengan
permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Hak Tanggungan
a. Pengertian Hak Tanggungan
Pengertian Hak Tanggungan menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Hak Tanggungan (UUHT) Nomor 4 Tahun 1996 adalah :
Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut
atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu
terhadap kreditor-kreditor lain.
Agar dapat lebih memahami tentang pengertian Hak
Tanggungan, hendaknya tidak hanya mengacu pada satu sumber saja,
namun juga memperhatikan pendapat beberapa ahli mengenai
pengertian Hak Tanggungan. Adapun pendapat tersebut antara lain :
1) Menurut Sutan Remy Sjahdeini :
Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa UUHT
memberikan definisi yaitu Hak Tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya
disebut Hak Tanggungan (Sutan Remy Sjahdeini, 1999 : 10).
Berdasarkan pengertian Hak Tanggungan tersebut, Sutan Remy
Sjahdeini menguraikannya menjadi beberapa unsur pokok yaitu :
a) Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang.
b) Objek hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA.
c) Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas
tanah) saja, dapat juga dibebankan berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
d) Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu.
e) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor
tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. (Sutan Remy Sjahdeini,
1999 : 11)
2) Menurut Kartini Muljadi - Gunawan Widjaja :
Hak Tanggungan merupakan suatu bentuk jaminan pelunasan
hutang yang disertai dengan hak mendahulu, yang objeknya
berupa hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Kartini
Muljadi - Gunawan Widjaja, 2005 : 13).
b. Dasar Hukum Hak Tanggungan
Dasar hukum yang mengatur mengenai Hak Tanggungan
adalah (Boedi Harsono, 2003 : 417) :
1) Pasal 25, 33, 39, dan 51 UUPA mengenai Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan sebagai obyek Hak Tanggungan.
2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah
(UUHT).
3) Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah (PP 24/1997).
4) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor
24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PMNA/KBPN 3/1997);
5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 4 Tahun
1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penanggungan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan Untuk menjamin Pelunasan
Kredit-kredit Tertentu (PMNA/KBPN 4/1996).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
6) Peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai
berlakunya UUHT (tgl.9 April 1996) berlaku terhadap eksekusi
Hak Tanggungan, yaitu Pasal 224 reglemen Indonesia Yang di-
Baharui (S. 1941-44) dari Pasal 258 Rechts Reglemen Buiten
Gewesten (S.1927-227) selama belum ada peraturan perundang-
undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan
dalam Pasal 14, dinyatakan dalam Pasal 26 UUHT.
7) Pasal 25 UUHT yang menyatakan bahwa sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam UUHT, semua peraturan
perundang-undangan mengenai pembebanan Hak Tanggungan,
kecuali ketentuan mengenai Credietverband dan Hypotheek
sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan, tetap berlaku
sampai ditetapkannya peraturan pelaksanaan UUHT dan dalam
penerapannya disesuaikan dengan ketentuan UUHT.
c. Asas-Asas Hak Tanggungan
Asas hukum merupakan unsur pokok dari peraturan hukum.
Satjipto Rahardjo menyebut asas hukum sebagai “jantungnya”
peraturan hukum karena merupakan landasan paling luas bagi lahirnya
suatu peraturan hukum. Selain itu asas hukum juga merupakan ratio
legis dari peraturan hukum, yaitu alasan bagi lahirnya peraturan
hukum (Satjipto Rahardjo, 2000 : 45).
Hak Tanggungan merupakan salah satu jenis lembaga hukum
jaminan, sehingga wajib didasarkan pada asas-asas hukum jaminan
dalam sistem hukum kebendaan. Hukum jaminan merupakan
keseluruhan kaidah hukum antara pemberi dan penerima jaminan
dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk memperoleh
fasilitas kredit (Salim H.S, 2005 : 6). Fungsi jaminan adalah
memberikan perlindungan bagi kreditor terhadap kepastian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
pemenuhan prestasi oleh debitor. Perlindungan ini tercermin dalam
pasal 1131 dan 1132 BW yang bahwa segala kebendaan debitor, baik
yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada,
maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan
untuk segala perikatan perseorangan. Kebendaan tersebut menjadi
jaminan bersama-sama bagi semua kreditor, hasil penjualan benda-
benda itu dibagi-bagi menurut keseimbanganya itu menurut besar
kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para
kreditor itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 BW dapat disimpulkan
bahwa kedudukan para kreditor adalah konkuren sehingga akan
menimbulkan suatu persaingan dalam pemenuhan piutang, kecuali
apabila ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan (droit de
preference). Pasal 1134 BW memberikan suatu hak istimewa bagi
kreditor untuk didahulukan terhadap kreditor lain berdasarkan sifat
piutangnya. Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang
diberikan kepada seorang kreditor sehingga tingkatnya lebih tinggi
daripada kreditor lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.
Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali
dalam hal-hal di mana oleh Undang-Undang ditentukan sebaliknya.
Dalam Pasal 1134 BW, disebutkan bahwa Gadai dan Hipotik
lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali apabila ditentukan
sebaliknya oleh Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 29 UUHT,
dengan berlakunya UUHT maka ketentuan-ketentuan dalam BW
dinyatakan tidak berlaku lagi sepanjang mengenai pembebanan hak
atas tanah beserta benda yang berkaitan dengan tanah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Hak
Tanggungan merupakan salah satu bentuk hak jaminan yang harus
didasarkan pada asas-asas hukum jaminan dalam sistem kebendaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Adapun asas-asas hukum kebendaan adalah sebagai berikut (Kartini
Muljadi-Gunawan Widjaja, 2005 : 143-145) :
1) Hak kabendaan adalah hak yang diberikan oleh undang-undang,
sehingga orang tidak dapat menciptakan hak kebendaan lain.
2) Hak kebendaan yang bersumber pada hukum kebendaan yang
bersifat memaksa tidak boleh dikesampingkan karena hak
kebendaan mengikat semua orang.
3) Hak kebendaan bersifat droit de suit, yaitu mengikuti kemanapun
benda tersebut beralih atau dialihkan.
4) Hak kebendaan paling luas adalah hak milik.
5) Hak Milik yang dimiliki oleh seseorang memberikan kepadanya
hak untuk memberikan hak kebendan lain di atasnya, baik bersifat
umum maupun terbatas (Jura in re alinea).
6) Terhadap benda bergerak hak menguasai atau pemegang
kedudukan berkuasa memiliki hak yang sama dengan seorang
pemegang Hak Milik (Pasal 1977 ayat (1) BW).
7) Terhadap benda bergerak, pemberian hak kebendaan dalam Jure in
re alinea harus dilakukan dengan penyerahan kebendaan tersebut.
8) Terhadap kebendaan tidak bergerak, hanya memperoleh hak
kebendaan secara terbatas.
9) Terhadap kebendaan tidak bergerak, pemberian hak kebendaannya
dalam Jure in re alinea harus dilakukan dengan pendaftaran dan
pengumuman terhadap pemberian hak itu.
10) Hak kebendaan yang bersifat umum memungkinkan pemegang
hak untuk menikmati, menyerahkan, atau mengalihkan dan
membebani kembali hak kebendaan tersebut dengan hak
kebendaan yang bersifat terbatas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
11) Hak kebendaan yang bersifat terbatas itu hanya memberikan hak
kepada pemegang hak untuk menikmati (hak pakai), atau
memperoleh pelunasan sebagai jaminan utang (gadai dan hipotek).
12) Pemegang hak lebih lanjut (Jure in re alinea) adalah juga
pemegang hak kebendaan dimana Jure in re alinea tersebut hapus
demi hukum (asas percampuran).
13) Pemberian hak kebendaan bersifat menyeluruh terhadap suatu
benda, merupakan satu kesatuan, termasuk kebendaan yang
berdasarkak asas permelekatan menjadi satu dengan hak
kebendaan tersebut.
14) Terhadap hak kebendaaan yang diberikan kemudian dapat
dipisahkan, maka hak kebendaan tersebut demi hukum mengikuti
seluruh bagian kebendaan yang telah dipisahkan tersebut.
15) Terhadap hak kebendaan terbatas yang diberikan sebagai jaminan
utang maka hak kebendaan tersebut memiliki sifat droit de
preference yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk
mendapat pelunasan terlebih dahulu dibandingkan kreditor
lainnya.
Asas-asas hukum kebendaan yang melekat pada Hak
Tanggungan adalah sebagai berikut (Kartini Muljadi-Gunawan
Widjaja, 2005 : 147-181) :
1) Hak Tanggungan bersifat memaksa (Pasal 6, 12, 13, 14 UUHT)
Dalam UUHT tidak dinyatakan secara eksplisit mengenai
asas ini, namun ketentuan dalam Pasal 6, 12, 13, dan 14 UUHT
menutup kemungkinan terjadinya penyimpangan tehadap UUHT.
Penyimpangan terhadap UUHT mengakibatkan tidak berlakunya
Hak Tanggungan tersebut serta pelaksanaannya tidak dapat
dipaksakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2) Hak Tanggungan dapat beralih atau dipindahkan (Pasal 16
UUHT)
Hak Tanggungan lahir dari suatu perjanjian assesoir yang
mengikuti perjanjian pokok yang merupakan utang. Berdasarkan
Pasal 16 UUHT, dapat diketahui bahwa Hak Tanggungan dapat
beralih atau berpindah tangan dengan terjadinya peralihan atau
perpindahan Hak Milik atas piutang tersebut.
3) Hak Tanggungan bersifat individualiteit (Pasal 5, 18,19 UUHT)
Kata individualiteit yang dimaksud disini berarti bahwa
yang dapat dimiliki sebagai kebendaan adalah segala sesuatu yang
menurut hukum dapat ditentukan terpisah. Dalam Pasal 5 UUHT
dinyatakan bahwa pada sebidang tanah tertentu dapat diletakkan
lebih dari satu Hak Tanggungan, namun masing-masing hak
tersebut berdiri sendiri, terlepas dari yang lainnya.
Pada Pasal 18 dan 19 UUHT diketahui bahwa hapusnya
Hak Tanggungan yang satu tidak berpengaruh terhadap Hak
Tanggungan lainnya yang melekat pada objek yang dijaminkan
dengan lebih dari satu Hak Tanggungan. Pembersihan Hak
Tanggungan yang masih melekat pada objek yang dibebani Hak
Tanggungan hanya dapat dilakukan atas permohonan pembeli hak
atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut.
4) Hak Tanggungan bersifat meyeluruh (totaliteit) (Pasal 4
UUHT)
Sifat menyeluruh dari Hak Tanggungan dapat ditemukan
dalam Pasal 4 UUHT. Dari pasal tersebut diketahui bahwa pada
prinsipnya Hak Tanggungan diberikan secara keseluruhan. Hak
Tanggungan diberikan dengan segala ikutannya, yang melekat dan
menjadi satu kesatuan dengan bidang tanah yang dijaminkan,
maka dalam eksekusinya pun juga meliputi segala ikutannya itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
5) Hak Tanggungan tidak dapat dipisah-pisahkan
(Onsplitbaarheid) (Pasal 2 UUHT)
Dari rumusan Pasal 2 UUHT dapat diketahui bahwa
terhadap pembebanan Hak Tanggungan atas beberapa bidang tanah
yang berdiri sendiri, selama seluruh utangnya belum terlunasi,
maka hak Tanggungan tetap melekat pada bidang tanah tersebut.
Meskipun pembebanan Hak Tanggungan tersebut dibuat dalam
satu Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT), namun
Sertipikat Hak Tanggungan atas beberapa bidang tanah tersebut
berdiri sendiri.
Dalam hal terjadi pemisahan, pemecahan, penggabungan
dan atau pembagian hak atas tanah tersebut, maka Hak
Tanggungan yang dibebankan atasnya demi hukum menjadi hapus.
Kemudian APHT harus dibuat dan didaftarkan sehingga kembali
terbit Sertifikat Hak Tanggungan untuk masing-masing bidang
tanah yang hak atas tanahnya telah dipecah, digabung, dan atau
dibagi tersebut.
6) Hak Tanggungan berjenjang (Ada prioritas yang satu atas
yang lainnya) (Pasal 5 UUHT)
Penjenjangan Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 5
UUHT dimana penentuan peringkat Hak Tanggungan didasarkan
pada saat pendaftarannya. Apabila pendaftaran tersebut dilakukan
secara bersamaan maka peringkat Hak Tanggungan didasarkan
pada saat pembuatan APHTnya.
7) Hak Tanggungan harus diumumkan (Asas Publisitas) (Pasal
13 UUHT)
Pendaftaran Hak Tanggungan merupakan pemenuhan
terhadap Asas Publisitas yang disyaratkan dalam hukum
kebendaan. Berdasarkan rumusan Pasal 13 UUHT, dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
disimpulkan bahwa saat pendaftaran hak Tanggungan merupakan
saat lahirnya Hak Tanggungan tersebut, sehingga sebelum
dilakukan pendaftaran maka Hak Tanggungan tidak pernah ada.
8) Hak Tanggungan mengikuti bendanya (Droid de suit) (Pasal 7
UUHT)
Asas Droit de Suit adalah ciri utama hak kebendaan yang
berarti bahwa ke tangan siapa pun kebendaan yang dimiliki dengan
kebendaan tersebut beralih, pemilik dengan hak kebendaan
tersebut berhak untuk menuntutnya kembali, dengan atau tanpa
disertai ganti rugi. Asas Droit de Suit termuat dalam pasal 7
UUHT.
9) Hak Tanggungan bersifat mendahulu (Droid de Preference)
(Pasal 1, 6, 11, 14, 26 UUHT)
Asas Droit de Preference Hak Tanggungan termuat dalam
Pasal 1, 6, 11, 14, 26 UUHT. Dalam rumusan serta penjelasan dari
pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa hak tanggungan sebagai
jaminan pelunasan utang bersifat mendahulu, dengan menjual
sendiri tanah objek Hak Tanggungan kemudian memperoleh
pelunasannya dari hasil penjualan tersebut hingga sejumlah nilai
Hak Tanggungan atau nilai piutang kreditor.
10) Hak Tanggungan sebagai Jure in re Alinea (Yang Tebatas)
(Pasal 12 UUHT)
Hak tanggungan bersifat terbatas karena hanya dapat lahir
sebagai perjanjian assesoir belaka. Dari rumusan Pasal 12 UUHT,
dapat dilihat bahwa kreditor sebagai pemegang Hak Tanggungan
tidak dapat berbuat bebas apalagi memiliki tanah objek hak
Tanggungan. Apabila hal tersebut diperbolehkan maka fungsi Hak
tanggungan sebagai jaminan kebendaan menjadi tidak ada lagi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
d. Subjek Hak Tanggungan
Subjek Hak Tanggungan disebutkan dalam Pasal 8 dan 9
UUHT, yaitu Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan. Pemberi Hak
Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap
obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan tersebut
harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak
Tanggungan dilakukan. Pemegang Hak Tanggungan adalah orang
perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak
yang berpiutang. Adapun syarat subjek Hak Tanggungan adalah
sebagai berikut (Zulkarnain Sitompul, 2007 : 15) :
1) Pemberi Hak Tanggungan adalah :
a) Warga Negara Indonesia yang berkewarganegaraan
tunggal sebagai pemegang Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah
Negara.
b) Badan Hukum Indonesia sebagai pemegang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah
Negara.
c) Warga Negara Asing, baik yang bedomisili di dan
menjadi penduduk Indonesia sebagai pemegang Hak
Pakai atas tanah Negara.
d) Badan Hukum Asing, yang mempunyai kantor
perwakilan di Indonesia sebagai pemegang Hak Pakai
atas tanah Negara.
2) Pemegang Hak Tanggungan adalah :
a) Warga Negara Indonesia.
b) Warga Negara Asing, baik yang berdomisili di
Indonesia maupun di manca Negara.
c) Badan Hukum Indonesia.
d) Badan Hukum Asing, baik yang mempunyai kantor
perwakilan di Indonesia maupun yang berkantor pusat
di manca Negara.
Berdasarkan syarat subjek Hak Tanggungan diatas, dapat
diketahui bahwa tidak hanya WNI dan Badan Hukum Indonesia saja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
yang merupakan subjek Hak Tanggungan, melainkan juga WNA dan
Badan Hukum Asing. Meskipun demikian, dalam pelaksanaan
pembebanan maupun eksekusinya tetap menggunakan hukum nasional
Indonesia. Hal ini sesuai dengan salah satu asas dalam hukum perdata
internasional, yaitu asas Lex Rei Sitae (Lex Situs), yang menyatakan
bahwa hukum yang harus diberlakukan atas suatu benda adalah hukum
dari tempat benda tersebut berada (Agustin Mahardika, 2011 : 1).
Berdasarkan penjelasan Pasal 4 UUHT, objek Hak
Tanggungan adalah hak atas tanah yang dimaksud dalam UUPA. Jadi
dapat disimpulkan bahwa siapapun subjek Hak Tanggungan, objek
Hak Tanggungan tetaplah berada di Indonesia, sehingga hukum yang
diberlakukan atasnya adalah hukum nasional Indonesia.
e. Objek Hak Tanggungan
Berdasarkan penunjukan oleh UUPA (Pasal 4 ayat 1 UUHT)
maka yang bisa menjadi objek hak tanggungan adalah :
1) Hak Milik (Pasal 25 UUPA)
2) Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA)
3) Hak Guna Bangunan (Pasal 39 UUPA)
Kemudian berdasarkan penunjukan oleh UUHT (Pasal 4 ayat 2), dapat
ditambahkan satu lagi macam hak tanggungan ialah Hak Pakai atas
tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan
menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Sedangkan berdasarkan
penunjukan oleh UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun (Pasal
27 UUHT) terdapat penambahan objek hak tanggungan yaitu Rumah
Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai yang diberikan oleh Negara serta Hak Milik atas Satuan
Rumah Susun (HMSRS) yang bangunannya didirikan di atas tanah
Hak Milik,Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai yang diberikan oleh
Negara (Fernandes Raja Saor, 2009 : 1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
f. Tata Cara, Bentuk, dan Substansi Akta Pemberian Hak
Tanggungan
Tata cara pemberian Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 10
UUHT. Adapun tata cara tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan suatu perjanjian
pemberian Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang
tertentu, yang dituangkan di dalam perjanjian utang-piutang yang
bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang
tersebut.
2) Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT.
3) Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang
berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk
didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan,
pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan
permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.
Tata cara pembebanan Hak Tanggungan dimulai dengan
pemberian Hak Tanggungan di hadapan PPAT yang berwenang dan
dibuktikan dengan APHT dan diakhiri dengan pendaftaran Hak
Tanggungan di Kantor Pertanahan setempat (Teja Buwana, 2009 : 2).
Selanjutnya, bentuk dan substansi Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT) dapat ditemukan pengaturannya dalam Pasal 11. Pengaturan
tersebut meliputi :
1) Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib memuat:
a) nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
b) domisili pemegang dan pemberi Hak Tanggungan, apabila di
antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya
harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor
PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan
dianggap sebagai domisili yang dipilih;
c) utang yang dijamin harus dicantumkan dengan jelas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);
d) nilai tanggungan;
e) uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.
2) Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat memuat janji-janji, antara
lain:
a) janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan
untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau
menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau
menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan
tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
b) janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan
untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak
Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu
dari pemegang Hak Tanggungan;
c) janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak
Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan
berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila
debitor sungguh-sungguh cidera janji;
d) janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak
Tanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan,
jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk
mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang
menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau
dilanggarnya ketentuan undang-undang;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Sebagai akibat ditetapkannya isi yang sifatnya wajib dipenuhi dalam
suatu Akta Pemberian Hak Tanggungan, maka terhadap Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang menyimpang dari hal-hal yang
ditentukan oleh Undang-undang Hak Tanggungan, mengakibatkan
Akta Pemberian Hak Tanggungan menjadi batal demi hukum (Ignatius
Ridwan Widyadharma, 1996 : 16).
g. Pendaftaran Hak Tanggungan
Hak Tanggungan akan lahir apabila telah dilakukan
pendaftaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 UUHT yang
meliputi :
1) Pendaftaran Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan.
2) PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang
bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor
Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan.
3) Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku-tanah Hak
Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah
yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan
tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
4) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh
setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan
bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur,
buku-tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja
berikutnya.
5) Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku-tanah Hak
Tanggungan.
Pendaftaran Hak Tanggungan tersebut dilakukan untuk
memenuhi asas publisitas sebagai salah satu syarat dari lahirnya Hak
Tanggungan (Arie Hutagalung, 2008 : 160). Pelaksanaan pendaftaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Hak Tanggungan diatur dengan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1996 Tentang
Pendaftaran Hak Tanggungan dan kemudian dijabarkan lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No.3 tahun 1997 (Sutan Remy Sjahdeini, 1999 :
146).
2. Tinjauan Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
a. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Pengertian atau definisi dari PPAT dapat ditemukan dari
beberapa sumber, antara lain :
1) Pasal 1 angka 4 UUHT menyebut PPAT sebagai pejabat umum
yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas
tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa
membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2) Menurut Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, PPAT adalah pejabat umum yang
diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu.
3) Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
memberikan definisi PPAT sebagai pejabat umum yang diberi
kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun.
b. Dasar Ketentuan Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah
Dasar hukum yang mengatur tentang PPAT tertuang dalam :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
1) Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik
atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan
hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat
didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT
yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Juncto Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah;
2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;
3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
c. Macam-Macam Pejabat Pembuat akta Tanah (PPAT) dan
Wilayah Kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Menurut ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP No.37/1998),
diatur mengenai 3 (tiga) macam PPAT yaitu:
1) PPAT selaku Pejabat Umum yang diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri/ Kepala Badan Pertanahan Nasional dengan daerah kerja
Kota atau Kabupaten;
2) Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara:
Camat atau Kepala Desa ditunjuk karena jabatannya untuk
melaksanakan tugas PPAT. Penunjukan Camat selaku PPAT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Sementara, sepanjang wilayah kerjanya masih termasuk dalam
daerah Kota atau Kabupaten yang formasi PPAT belum terpenuhi.
PPAT Sementara diangkat oleh Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi dengan wilayah kerjanya meliputi
wilayah kecamatannya. Kewenangan Camat selaku PPAT
Sementara sama dengan PPAT selaku Pejabat Umum, kecuali
wilayah kerjanya. Sedangkan Kepala Desa atau Lurah dapat
ditunjuk sebagai PPAT sementara dalam hal:
a) Letak desa sangat terpencil;
b) Banyak bidang tanah yang sudah terdaftar tetapi tidak ada
PPAT disana.
3) Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus, yaitu Pejabat Badan
Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk
melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu
khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah
tertentu.
Daerah kerja PPAT diatur dalam Pasal 12 PP No.37/1998,
sebagai berikut:
1) Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota;
2) Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah
kerjanya sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar
penunjukannya.
Untuk daerah yang terjadi pemekaran atau pemecahan menjadi
2 (dua) atau lebih tentunya dapat mengakibatkan perubahan daerah
kerja PPAT didaerah yang terjadi pemekaran atau pemecahan tersebut.
Hal ini telah diatur dalam Pasal 13 PP No.37/1998, sebagai berikut :
1) Apabila suatu wilayah Kabupaten/Kota dipecah menjadi 2 (dua)
atau lebih wilayah Kabupaten/Kota, maka dalam waktu 1 (satu)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
tahun sejak diundangkannya Undang-Undang tentang
pembentukan Kabupaten/Kota Daerah tingkat II yang baru PPAT
yang daerah kerjanya adalah Kabupaten/Kota semua harus
memilih salah satu wilayah Kabupaten/Kota sebagai daerah
kerjanya, dengan ketentuan bahwa apabila pemilihan tersebut tidak
dilakukan pada waktunya, maka mulai 1 (satu) tahun sejak
diundangkannya Undang-Undang pembentukan Kabupaten/Kota
Daerah Tingkat II yang baru tersebut daerah kerja PPAT yang
bersangkutan hanya meliputi wilayah Kabupaten/Kota letak kantor
PPAT yang bersangkutan;
2) Pemilihan daerah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku dengan sendirinya mulai 1 (satu) tahun sejak
diundangkannya Undang-Undang pembentukan Kabupaten/Kota
daerah Tingkat II yang baru.
d. Tugas Pokok dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT)
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 mengatur
tentang Tugas Pokok dan Kewajiban PPAT adalah sebagai berikut :
1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan
pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah
dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah
atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan
dasar bagi perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh
perbuatan hukum itu;
2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
sebagai berikut:
a) Jual Beli;
b) Tukar Menukar;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
c) Hibah;
d) Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e) Pembagian Harta Hak Bersama;
f) Pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai atas tanah Hak
Milik;
g) Pemberian Hak Tanggungan;
h) Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.
e. Sanksi Administratif Bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah
Dalam Pasal 23 ayat (1) UUHT disebutkan bahwa apabila
PPAT melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (2), dan Pasal 15 ayat
(1) UUHT dapat dikenai sanksi administratif, berupa :
1) Teguran lisan;
2) Teguran tertulis;
3) Pemberhentian sementara dari jabatan;
4) Pemberhentian dari jabatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
C. Kerangka Pemikiran
Perjanjian Kredit (Induk)
Perjanjian Hak Tanggungan (accessoir)
UUHT
Pembebanan Hak Tanggungan
Peran PPAT
(Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah)
Pemberian Hak Tanggungan Pendaftaran Hak Tanggungan
(Pasal 10, 11, 12 UUHT) (Pasal 13 UUHT)
Problematika
Cara Mengatasi Masalah
Gambar 2 : Skema Kerangka Pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Keterangan :
Skema kerangka pemikiran di atas berusaha memberikan
gambaran tentang alur pemikiran penulis mengenai hubungan antara
konsep-konsep yang menjadi objek penelitian ini, sehingga dapat
tersusun secara sistematis dan dapat menjadi pedoman bagi penulis
dalam menemukan jawaban dari rumusan masalah yang telah
ditentukan. Adapun kerangka pemikiran di atas dapat diuraikan
sebagai berikut :
Pembangunan ekonomi di Indonesia sangat ditunjang dengan
adanya kegiatan perkreditan. Para pihak dalam kegiatan perkreditan
kemudian saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian kredit yang
di dalamnya memuat klausul-klausul mengenai hak dan kewajiban
yang disepakati oleh para pihak. Dalam rangka melindungi hak-hak
dan kepentingan para pihak dalam perjanjian kredit, maka Pasal 51
UUPA memberikan suatu alternatif lembaga jaminan yang kuat, yaitu
Hak Tanggungan. Perjanjian Hak Tanggungan merupakan perjanjian
accessoir dari perjanjian kredit. Perjanjian Hak Tanggungan ini
kemudian diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah atau yang lebih dikenal dengan
UUHT.
Tata cara pembebanan Hak Tanggungan serta pendaftarannya
diatur dalam Bab IV UUHT, dimana berdasarkan Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PPAT merupakan
pejabat umum yang diberi wewenang untuk melaksanakannya. Dalam
proses pendaftaran Hak Tanggungan ini, dibutuhkan peran yang
optimal dari PPAT. Oleh karena itu, penulis akan menganalisis
mengenai peran PPAT serta pemasalahan-permasalahan yang dihadapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
PPAT dalam pendaftaran Hak Tanggungan, untuk kemudian mencari
penyelesaian dari permasalahan-permasalahan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Tinjauan Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di beberapa tempat sesuai jenis
penelitian yang dilakukan dengan tujuan memperoleh keragaman
informasi yang akan memperkaya substansi dari penelitian ini. Adapun
lokasi-lokasi tersebut antara lain :
a. Kantor Notaris dan PPAT Sunarto, S.H di Kota Surakarta.
Kantor Notaris dan PPAT Sunarto, S.H beralamat di Jalan
Prof. Dr. Supomo 20 A, Tumenggungan, Banjarsari, Solo 57131 Jawa
Tengah. Telepon 0271 713683 – 0271 716086 – 0271 724923, Fax
0271 724923. Email : [email protected] /
[email protected]. Di lokasi ini penulis melakukan wawancara
dengan Bapak Sunarto, S.H.
b. Kantor Notaris dan PPAT Adang Tri Sunoko, S.H di Kabupaten
Boyolali.
Kantor Notaris dan PPAT Adang Tri Sunoko, S.H beralamat di
Jalan Pandanaran 336, Boyolali. Telepon 0276 324466 – 0276 325745
Fax 0276 325745. Email : [email protected]. Di lokasi ini penulis
melakukan wawancara dengan Bapak Adang Tri Sunoko, S.H.
c. Kantor Notaris dan PPAT Noor Saptanti, S.H, M.H di Kabupaten
Wonogiri.
Kantor Notaris dan PPAT Noor Saptanti, S.H, M.H beralamat
di Jalan Raya Ngadirojo, Kenteng Ngadirojo, Wonogiri. Telepon 0273
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
323315 – 081 22981529. Di lokasi ini penulis melakukan wawancara
dengan Ibu Noor Saptanti, S.H., M.H.
d. Kantor Pertanahan Kota Surakarta.
Kantor Pertanahan Kota Surakarta beralamat di Jalan Ki Hajar
Dewantoro 29 Surakarta. Telepon 0271 656627 – 0271 656628. E-
mail [email protected]. Di lokasi ini penulis melakukan
wawancara dengan Kasubsi Penetapan Hak Tanah, yaitu Bapak Edy
Musthofa, S.H dan Kasubsi Sengketa dan Konflik Pertanahan, yaitu
Bapak Radiyanto, S.H.
e. Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri.
Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri beralamat di Jalan Dr.
Wahidin No. 1 Wonogiri, Kota, Wonogiri. Telepon 0273 321027. E-
mail [email protected]. Di lokasi ini penulis melakukan
wawancara dengan Kasubsi Peralihan Pembebanan Hak dan PPAT,
yaitu Bapak Antun M. A.Ptnh.
f. Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali.
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali beralamat di Jalan
Anggrek No.1 Kota Boyolali. Telepon 0276 321035. E-mail kab-
[email protected]. Di lokasi ini penulis melakukan wawancara
dengan Kasubsi Pendaftaran Hak, yaitu Bapak Drs. Sugiyarto dan
Kasubsi Pengukuran Pemetaan yaitu Bapak Tri Gunawan, S.H.
Keenam lokasi di atas merupakan sampel yang dipilih berdasarkan
pertimbangan/penelitian subyektif dari penelitian (Purposive Sampling),
dimana penulis sebelumnya telah melakukan survey atau prapenelitian
terhadap keenam lokasi tersebut, dengan hasil sebagai berikut :
a. Ketiga PPAT dipilih berdasarkan kekayaan pengetahuan dan
pengalaman dalam pelaksanaan pendaftaran Hak Tanggungan serta
kesediaan untuk diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
b. Ketiga Kantor Pertanahan tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian
didasarkan pada keragaman karakteristik ketiga daerah tersebut,
misalnya mengenai penafsiran atau cara pandang terhadap suatu
peraturan. Selain itu, pemilihan ketiga Kantor Pertanahan tersebut juga
tujuan untuk memperoleh keseimbangan informasi mengenai prosedur
pendaftaran Hak Tanggungan serta kelengkapan data yang menunjang
penelitian ini.
Dalam suatu instansi dan perkantoran terdapat pembagian tugas
serta wewenang demi mewujudkan produktivitas instansi dan perkantoran
yang bersangkutan. Seluruh Kantor Notaris dan PPAT serta Kantor
Pertanahan yang menjadi menjadi objek dalam penelitian ini membagi
tugas dan wewenangnya dalam sebuah susunan tata kerja. Berikut ini
adalah skema/bagan susunan karyawan dan struktur organisasi dari
seluruh Kantor Notaris dan PPAT serta Kantor Pertanahan yang menjadi
menjadi objek dalam penelitian ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Keterangan :
Gambar 3 :
Struktur Karyawan Kantor Notaris dan PPAT Sunarto, S.H di Kota
Surakarta
Struktur organisasi di Kantor Notaris dan PPAT Sunarto, S.H
terdiri dari Notaris dan PPAT beserta 11 (sebelas) karyawan yang terbagi
dalam 3 (tiga) bagian, yaitu bagian Notariil, bagian Pembukuan /
Administrasi, serta bagian KePPAT-an. Adapun tugas-tugasnya adalah
sebagai berikut :
a. Notaris dan PPAT bertugas pokok melaksanakan kewenangan sesuai
dengan yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, UUHT, Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997) serta
PP 37/1998.
b. Bagian Notariil bertugas memeriksa dan memelihara berkas serta
mengetik akta-akta yang notariil, misalnya akta Perbankan dan BPR,
serta akta pendirian Badan Hukum atau Lembaga Hukum, maupun
akta-akta notariil lainnya.
c. Bagian Pembukuan / Administrasi bertugas menyelenggarakan buku
tamu, menjilid akta yang telah dibuat dalam 1 (satu) bulan menjadi
buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, mencatat
jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul
setiap buku, mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar
wasiat pada setiap akhir bulan, sekaligus mencatat pemasukan dan
pengeluaran uang kantor setiap bulannya.
d. Bagian KePPAT-an bertugas mengantar berkas-berkas ke Kantor
Pertanahan, mengurus pembayaran pajak, memeriksa dan memelihara
berkas serta mengetik SKMHT, APHT, maupun akta-akta tanah
lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Gambar 4 :
Struktur Karyawan Kantor Notaris dan PPAT Noor Saptanti, S.H,
M.H di Kabupaten Wonogiri
Struktur organisasi di Kantor Notaris dan PPAT Noor Saptanti,
S.H, M.H terdiri dari Notaris dan PPAT beserta 7 (tujuh) karyawan yang
terbagi dalam 4 (empat) bagian, yaitu bagian Notariil, Sekretaris, bagian
KePPAT-an, dan Bendahara. Adapun tugas-tugasnya adalah sebagai
berikut :
a. Notaris dan PPAT bertugas pokok melaksanakan kewenangan sesuai
dengan yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, UUHT, Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997) serta
PP 37/1998.
b. Bagian Notariil bertugas memeriksa dan memelihara berkas serta
mengetik akta-akta yang notariil.
c. Sekretaris bertugas melaksanakan kegiatan pembukuan dan
administrasi kantor, selain masalah keuangan kantor.
d. Bagian KePPAT-an bertugas mengantar berkas-berkas ke Kantor
Pertanahan, mengurus pembayaran pajak, memeriksa dan memelihara
berkas serta mengetik SKMHT, APHT, maupun akta-akta tanah
lainnya.
e. Bendahara bertugas mencatat pembukuan keuangan kantor.
Gambar 5 :
Struktur Karyawan Kantor Notaris dan PPAT Adang Tri Sunoko,
S.H di Kabupaten Boyolali
Struktur organisasi di Kantor Notaris dan PPAT Adang Tri
Sunoko, S.H terdiri dari Notaris dan PPAT beserta 6 (enam) karyawan
yang terbagi dalam 4 (empat) staf, yaitu Staf Tata Usaha, Staf Urusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Notaris, Staf Urusan PPAT, dan Staf Urusan Lapangan. Adapun tugas-
tugasnya adalah sebagai berikut :
a. Notaris dan PPAT bertugas pokok melaksanakan kewenangan sesuai
dengan yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, UUHT, Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997) serta
PP 37/1998.
b. Staf Tata Usaha bertugas menyelenggarakan urusan pembukuan
dokumen dan administrasi, serta mencatat keluar masuknya uang
kantor.
c. Staf Urusan Notaris bertugas memeriksa dan memelihara berkas serta
mengetik akta-akta yang notariil.
d. Staf Urusan PPAT bertugas memeriksa dan memelihara berkas serta
mengetik SKMHT, APHT, maupun akta-akta tanah lainnya.
e. Staf Urusab Lapangan bertugas mengantar berkas-berkas ke Kantor
Pertanahan, dan mengurus pembayaran pajak.
Gambar 6, 7, dan 8 :
Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Surakarta, Kabupaten
Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali bulan Juli – Oktober 2012
Struktur organisasi Kantor Pertanahan telah diatur dalam ketentuan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan (PKBPN 4/2006). Dengan
adanya peraturan ini, maka skema/bagan struktur organisasi Kantor
Pertanahan di seluruh Indonesia adalah sama atau seragam.
Tugas dari setiap bagian/bidang hingga sub bagian/seksi juga telah
diatur sedemikian rupa dalam PKBPN 4/2006. Adapun tugas tersebut
adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
a. Tugas Bagian Tata Usaha beserta sub bagiannya diatur dalam Pasal 5,
6, 7, 8 PKBPN 4/2006. Bagian Tata Usaha bertugas memberikan
pelayanan administratif kepada semua satuan organisasi Kantor
Pertanahan, dan menyiapkan bahan evaluasi kegiatan, penyusunan
program, dan peraturan perundang-undangan.
1) Subbagian Perencanaan dan Keuangan mempunyai tugas
menyiapkan penyusunan rencana, program, dan anggaran, laporan
akuntabilitas kinerja pemerintah serta urusan keuangan dan
pelaksanaan anggaran.
2) Subbagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan
urusan kepegawaian dan pengembangan sumberdaya manusia
pertanahan, serta melakukan urusan surat-menyurat, perlengkapan,
dan rumah tangga, pelayanan data dan informasi serta menyiapkan
koordinasi pelayanan pertanahan.
b. Tugas Seksi Survei, Pengukuran, dan Pemetaan beserta sub seksinya
diatur dalam Pasal 9, 10, 11, 12 PKBPN 4/2006. Seksi Survei,
Pengukuran, dan Pemetaan bertugas mengkoordinasikan dan
melaksanakan survei, pengukuran, dan pemetaan bidang tanah, ruang,
dan perairan; perapatan kerangka dasar, pengukuran batas
kawasan/wilayah, pemetaan tematik, dan survei potensi tanah,
pembinaan surveyor berlisensi.
1) Sub Seksi Pengukuran dan Pemetaan Dasar mempunyai tugas
melakukan perapatan kerangka dasar, dan pengukuran batas
kawasan/wilayah serta pemeliharaan, pengelolaan, dan
pengembangan peralatan teknis, dan teknologi komputerisasi;
disamping itu juga bertugas melakukan pengukuran, perpetaan,
pembukuan bidang tanah, ruang, dan perairan serta bimbingan
teknis, dan surveyor berlisensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
2) Sub Seksi Pemetaan Tematik dan Potensi Tanah mempunyai tugas
melakukan survei, pemetaan, pemeliharaan, dan pengembangan
pemetaan tematik dalam data tekstual, dan spasial, serta
melakukan pemeliharaan dan pengembangan survei potensi tanah
dalam data tekstual dan spasial serta pembinaan teknis pejabat
penilai tanah.
c. Tugas Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Pemetaan beserta sub
seksinya diatur dalam Pasal 13, 14, 15, 16 PKBPN 4/2006. Seksi Hak
Tanah dan Pendaftaran Tanah Pemetaan bertugas mengkoordinasikan,
dan melaksanakan penyusunan program, pemberian perijinan,
pengaturan tanah pemerintah, pembinaan, pengaturan, dan penetapan
hak tanah, pembinaan pendaftaran hak atas tanah, dan komputerisasi
pelayanan.
1) Sub Seksi Penetapan Hak Tanah Perorangan mempunyai tugas
melakukan penelitian, telaahan, pengolahan urusan permohonan
hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai bagi perorangan, dan
tanah wakaf, penyiapan bahan perijinan, dan rekomendasi serta
pembinaannya.
2) Sub Seksi Penetapan Hak Tanah Badan Hukum mempunyai tugas
melakukan penelitian, telaahan, pengolahan urusan permohonan
hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai atas tanah
badan hukum, penyiapan bahan perijinan dan rekomendasi serta
pembinaannya.
3) Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah mempunyai tugas
melakukan penelitian, telaahan, pengolahan urusan permohonan
hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan hak
pengelolaan atas tanah, tanah pemerintah, dan badan hukum
pemerintah, penyiapan bahan perijinan, rekomendasi, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
pembinaannya, serta mengadministrasikan atas tanah yang
dikuasai dan/atau milik negara dan daerah.
4) Sub Seksi Pendaftaran Hak mempunyai tugas menyiapkan
pembinaan pendaftaran hak, penegasan, dan pengakuan hak atas
tanah bekas hak Indonesia.
5) Sub Seksi Peralihan, Pembebanan Hak, dan Pejabat Pembuat Akta
Tanah mempunyai tugas menyiapkan peralihan, pembebanan hak
atas tanah, pembebanan hak tanggungan, dan pembinaan Pejabat
Pembuat Akta Tanah serta melakukan komputerisasi pelayanan
pertanahan.
d. Tugas Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan beserta sub seksinya
diatur dalam Pasal 17, 18, 19, 20 PKBPN 4/2006. Seksi Pengaturan
dan Penataan Pertanahan bertugas mengkoordinasikan dan
melaksanakan urusan penatagunaan tanah, penataan pertanahan
wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan, dan kawasan tertentu
lainnya, landreform, dan konsolidasi tanah.
1) Sub Seksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu mempunyai
tugas menyiapkan bahan penyusunan rencana dan program
persediaan, peruntukan dan penatagunaan tanah, pengaturan dan
penetapan penggunaan dan pemanfaatan tanah; neraca
penatagunaan tanah dan ketersediaan tanah; bimbingan dan
penerbitan pertimbangan teknis penatagunaan tanah, ijin
perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah; inventarisasi data,
mengelola basis data dan sistem informasi geografi; serta
menyiapkan zonasi dan penataan pemanfaatan zonasi serta
penetapan pembatasan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah di wilayah pesisir, pulau kecil, perbatasan, dan
kawasan tertentu sesuai daya dukung lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
2) Sub Seksi Landreform dan Konsolidasi Tanah mempunyai tugas
mengusulkan penetapan tanah obyek landreform, penegasan tanah
Negara menjadi obyek landreform, pengeluaran tanah menjadi
obyek landreform; mengkoordinasikan penguasaan tanah-tanah
obyek landreform; memberi ijin peralihan tanah pertanian, dan ijin
redistribusi tanah dengan luasan tertentu; melakukan pengeluaran
tanah dari obyek landreform hasil penertiban surat keputusan
redistribusi; monitoring, evaluasi, dan bimbingan redistribusi
tanah, ganti kerugian, pemanfaatan tanah bersama dan penertiban
administrasi landreform; serta menyiapkan koordinasi dan
pengendalian penyediaan tanah melalui konsolidasi tanah,
pengelolaan sumbangan tanah untuk pembangunan, penataan tanah
bersama untuk peremajaan permukiman kumuh, daerah bencana
dan daerah bekas konflik serta permukiman kembali, penegasan
obyek, pengembangan teknik dan metode; promosi dan sosialisasi;
pengorganisasian dan pembimbingan masyarakat; kerja sama dan
fasilitasi; pengelolaan basis data dan informasi; monitoring dan
evaluasi konsolidasi tanah.
e. Tugas Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan beserta sub
seksinya diatur dalam Pasal 21, 22, 23, 24 PKBPN 4/2006. Seksi
Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan bertugas
mengkoordinasikan dan melaksanakan penyusunan program
pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah terlantardan
tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat.
1) Sub Seksi Pengendalian Pertanahan mempunyai tugas mengelola
basis data, evaluasi hasil inventarisasi, dan atau identifikasi serta
penyusunan saran tindak, dan langkah-langkah penanganan, serta
penyiapan usulan penertiban, dan pendayagunaan dalam rangka
penegakan hak, dan kewajiban pemegang hak atas tanah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
pengendalian penerapan kebijakan dan program pertanahan;
pengelolaan tanah negara, serta penanganan tanah terlantardan
kritis.
2) Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas
melakukan inventarisasi potensi, asistensi, fasilitasi dalam rangka
penguatan penguasaan, dan melaksanakan pembinaan partisipasi
masyarakat, lembaga masyarakat, mitra kerja teknis dalam
pengelolaan pertanahan, serta melakukan kerjasama pemberdayaan
dengan pemerintah dan non pemerintah serta menyiapkan bahan
pembinaan dan pelaksanaan kerjasama pemberdayaan.
f. Tugas Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan beserta sub
seksinya diatur dalam Pasal 25, 26, 27, 28 PKBPN 4/2006. Seksi
Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan bertugas
mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan teknis penanganan
sengketa, konflik, dan perkara pertanahan.
1) Sub Seksi Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik
Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan bahan pengkajian dan
penanganan sengketa dan konflik, pembatalan, dan penghentian,
usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum
antara orang dan/atau badan hukum dengan tanah; pelaksanaan
alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi, fasilitasi,
koordinasi dan pembinaan teknis.
2) Sub Seksi Pengkajian dan Penanganan Perkara Pertanahan
mempunyai tugas menyiapkan bahan pengkajian, dan penyelesaian
perkara, pembatalan, dan penghentian, usulan rekomendasi
pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang
dan/atau badan hukum dengan tanah sebagai pelaksanaan putusan
lembaga peradilan serta koordinasi dan bimbingan teknis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Gambar 6, 7, dan 8 :
Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Surakarta, Kabupaten
Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali bulan November – Desember 2012
Pada bulan November 2012 terjadi pergantian beberapa pejabat
dalam organisasi di Kantor Pertanahan Kota Surakarta, Kabupaten
Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali. Pergantian ini disebabkan karena
adanya mutasi maupun pejabat yang telah pensiun.
2. Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam proses
pendaftaran Hak Tanggungan menurut Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah
PPAT memegang peranan yang penting tidak hanya pada saat
proses pendaftaran Hak Tanggungan, melainkan sejak dimulainya proses
pemberian Hak Tanggungan. Oleh karena itu, berbicara mengenai peran
PPAT dalam pendaftaran Hak Tanggungan tidak dapat dilepaskan dari
proses pemberiannya. Berikut ini merupakan garis besar rangkaian peran
PPAT sejak pemberian Hak Tanggungan hingga pendaftarannya di Kantor
Pertanahan :
a. Peran PPAT dalam Proses Pemberian Hak Tanggungan
Tata cara pembebanan Hak Tanggungan dimulai dengan tahap
pemberian Hak Tanggungan di hadapan PPAT yang berwenang dan
dibuktikan dengan APHT dan diakhiri dengan tahap pendaftaran Hak
Tanggungan di Kantor Pertanahan setempat (Teja Buwana, 2009 : 2).
APHT inilah yang nantinya menjadi salah satu syarat yang penting
pada saat pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan. Oleh
karena itu, PPAT sebagai satu-satunya pejabat yang berwenang dalam
pembuatan APHT harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
peraturan yang berlaku. Berikut ini adalah peran PPAT dalam proses
pemberian Hak Tanggungan :
1) Sebelum membuat APHT, PPAT terlebih dahulu
mengumpulkan data fisik dan data yuridis.
Data fisik adalah data mengenai letak, luas dan batas tanah
objek Hak Tanggungan, sedangkan data yuridis adalah data
mengenai identitas subjek Hak Tanggungan dan status tanah yang
didaftarkan. Dari hasil pengecekan ini diperoleh dasar bagi PPAT
untuk menerima atau menolak permohonan pembuatan APHT
yang diajukan kepadanya.
2) PPAT wajib melakukan pengecekan di Kantor Pertanahan
setempat mengenai sertipikat hak atas tanah dari tanah yang
menjadi objek Hak Tanggungan.
Pengecekan ini dilakukan untuk mengetahui keaslian
sertipikat hak atas tanah dari tanah yang menjadi objek Hak
Tanggungan. Hal-hal yang perlu di cek dalam sertipikat meliputi
jenis hak atas tanah, nomor sertipikat,tanggal pembuatan surat
ukur, luas, Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB), letak atau
kedudukan dari tanah yang menjadi objek hak Tanggungan. Hasil
dari pengecekan ini juga merupakan dasar bagi PPAT untuk
menerima atau menolak permohonan pembuatan APHT yang
diajukan kepadanya.
3) PPAT membuat APHT.
Pembuatan APHT dilaksanakan di hadapan PPAT dan
wajib dihadiri oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan serta
saksi-saksi. Pemberi Hak Tanggungan adalah debitur atau
kuasanya (apabila dikuasakan), sedangkan pemegang Hak
Tanggungan adalah kreditur (bank atau lembaga keuangan lainnya)
yang pada umumnya diwakili oleh Kepala Cabang atau legal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
officer atau karyawan bagian pemasaran (marketing) kreditnya.
Substansi APHT harus sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UUHT
serta sesuai dengan pedoman pengisian APHT yang dikeluarkan
oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
4) Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan
Apabila pemberi Hak Tanggungan tidak menghadiri proses
pemberian Hak Tanggungan di hadapan PPAT, maka
kehadirannya dapat diwakilkan kepada pihak lain. Dalam hal
pemberian Hak Tanggungan serta penandatangan APHT dapat
dikuasakan dengan sebuah akta otentik yang disebut Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Adapun pedoman
pengisian formulir APHT dan SKMHT telah terlampir.
b. Peran PPAT dalam Proses Pendaftaran Hak Tanggungan
Setelah berlangsungnya tahap pembebanan Hak Tanggungan
yang dibuktikan dengan APHT, kemudian dilanjutkan dengan tahap
pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan setempat. PPAT
sebagai pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat APHT
dan atau SKMHT serta mendaftarkannya, wajib melaksanakan
tugasnya dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan sebagai
berikut :
Tabel 1 :
Peraturan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2010
Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan
Dasar Hukum Persyaratan Biaya Waktu Keterangan
1. UU No. 5/1960
2. UU No. 4/1996
3. PP No. 24/1997
4. PMNA/KBPN
1.Formulir
permohonan yang
sudah diisi
ditandatangani
Sesuai
ketentuan
peraturan
pemerintah
Hari
ketujuh
Formulir
permohonan
memuat :
1. Identitas diri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
No. 3/1997
5. SE KBPN No.
600-1900
tanggal 31 Juli
2003
pemohon atau
kuasanya di atas
materai cukup.
2.Surat kuasa apabila
dikuasakan.
3. Fotocopy identitas
pemohon (KTP, KK)
dan kuasa apabila
dikuasakan, yang
telah dicocokkan
dengan aslinya oleh
petugas
4. Fotocopy Akta
Pendirian dan
Pengesahan Badan
Hukum yang telah
dicocokkan aslinya
oleh petugas.
5. Sertipikat asli.
6. Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT).
7. Salinan APHT yang
sudah diparaf oleh
PPAT yang
bersangkutan untuk
disahkan sebagai
salinan oleh Kepala
kantor untuk
tengtang
jenis dan
tariff atas
jenis
penerimaan
Negara
bukan
pajak yang
berlaku
pada BPN
RI
2. Luas, letak, dan
penggunaan
tanah yang
dimohon.
3. Pernyataan
tanah tidak
sengketa.
4. Pernyataan
tanah dikuasai
secara fisik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
pembuatan Sertipikat
HT.
8. Fotocopy KTP
pemberi HT (debitur)
atau Akta Pendirian
Badan Hukum
penerima HT
(kreditur) dan/atau
kuasanya yang telah
dicocokkan oleh
petugas loket.
9. Surat Kuasa
Membebankan Hak
Tanggungan
(SKMHT) apabila
pemberian HT
melalui kuasa.
Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri
Setelah PPAT menyerahkan APHT dan warkah-warkah yang
dipersyaratkan diatas, maka Kantor Pertanahan setempat akan
memprosesnya. Berikut ini merupakan uraian kegiatan pendaftaran
Hak Tanggungan yang dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan setempat
:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tabel 2 :
Uraian Kegiatan Pendaftaran Hak Tanggungan
SOPP-3.29-KPM
No. Uraian Kegiatan Waktu Keterangan
1 2 3 4
1 Petugas Loket II
-Menerima dan mengkoreksi/meneliti
kelengkapan fisik dokumen.
-Membuat dan memberikan STTD
kepada pemohon.
-Membuat SPS.
-Menyerahkan dokumen kepada
Petugas Loket III.
1 Pemohon menyerahkan
STTD Loket II sebagai
penerima, berkas dapat
diperbanyak sesuai
kebutuhan masing-masing.
Asli SPS diberikan kepada
pemohon. Pemohon,
dengan membawa asli SPS
dan STTD, melakukan
pembayaran ke Petugas
Loket III.
2 Petugas Loket III
-Menerima biaya dari pemohon sesuai
SPS.
-Melakukan pencatatan pada DI 305.
-Melakukan kuitansi (DI 306).
-Mencantumkan nomor dan tanggal DI
305 pada STTD.
-Menyerahkan dokumen kepada
Petugas Loket II.
1 Asli DI 306 diserahkan
kepada pemohon
3 Petugas Loket II
-Melakukan pencatatan pada DI 301.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
-Mencantumkan nomr dan tanggal DI
301 pada STTD dan menyerahkan
kembali kepada pemohon.
-Menyerahkan dokuman kepada
Petugas Pelaksana PPH dan PPAT.
4 Petugas PPH dan PPAT
-Mempelajari dokumen.
-Meminjam Buku Tanah kepada
Petugas Arsip.
5 Petugas Arsip
-Menyiapkan Buku Tanah.
-Mencatat peminjaman Buku Tanah.
2
6 Petugas PPH dan PPAT
-Membuat catatan HT pada BT dan
sertipikat.
-Memberikan /mencatat nomor HT
pada DI 312C, BH HT dan sertipikat
HT.
-Menyerahkan dokumen kepada
Kasubsi PPH dan PPAT.
7 Kasubsi PPH dan PPAT
-Koreksi dan validasi dokumen : Jika
tidak benar diserahkan kembali kepada
petugas pelaksana PPH dan PPAT.
-Memberi paraf catatan HT pada BT-
Sertipikat.
-Meneruskan dokumen kepada Kasi
HT dan PT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
8 Kasi HT dan PT
-Koreksi dan validasi dokumen : Jika
tidak benar diserahkan kembali kepada
petugas pelaksana PPH dan PPAT.
-Memberi paraf catatan HT pada BT-
Sertipikat.
-Meneruskan dokumen kepada Kepala
Kantor.
2
9 Kepala Kantor
-Koreksi dan validasi dokumen : Jika
tidak benar diserahkan kembali kepada
Petugas Pelaksana PPH dan PPAT.
-Memberi paraf catatan HT pada BT –
Sertipikat.
-Meneruskan dokumen kepada Petugas
Pelaksana PPH dan PPAT.
10 Petugas Pelaksana PPH dan PPAT
-Mencatat peralihan hak pada DI 208.
-Mencantumkan nomor dan tanggal DI
208 pada Buku Tanah dan Sertipikat.
-Mencatat peralihan pada DI 307.
-Menyerahkan dokumen dan
mengembalikan BT kepada Petugas
Arsip.
-Menyerahkan Sertipikat kepada
Petugas Loket IV.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri
3. Problematika implementatif yang dihadapi Pejabat Pembuat Akta
Tanah dalam pendaftaran Hak Tanggungan di Kota Surakarta,
Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga Pejabat Pembuat Akta
Tanah yang telah ditentukan, maka diperoleh keterangan mengenai
problematika-problematika implementatif yang dihadapi oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pendaftaran Hak Tanggungan.
Adapun keterangan tersebut adalah sebagai berikut :
11 Petugas Arsip-Warkah
-Mencatat pengembalian BT.
-Melakukan pengarsipan dokumen.
12 Petugas Loket IV
-Membuat bukti penyerahan produk
(DI 301 A).
-Memberikan nomor dan tanggal pada
DI 301 A.
-Menyerahkan sertipikat kepada
Pemohon.
2
13 Petugas Pelaksana PPH dan PPAT
-Memperbaiki catatan HT pada BT dan
sertipikat.
-Menyerahkan dokumen kepada
Kasubsi PPH dan PPAT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Tabel 3 :
Problematika implementatif pendaftaran Hak Tanggungan
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kota Surakarta, Kabupaten
Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali
Sumber : Hasil wawancara dengan Bapak Sunarto, S.H (PPAT Kota
Surakarta), Ibu Noor Saptanti, S.H, M.H (PPAT Kabupaten
Wonogiri), dan Bapak Adang Tri Sunoko, S.H (PPAT di
Kabupaten Boyolali) pada bulan Juli-Desember 2012.
Penjelasan :
Tabel diatas menunjukkan problematika implementatif pendaftaran
Hak Tanggungan oleh PPAT di Kota Surakarta, Kabupaten Wonogiri, dan
Kabupaten Boyolali. Untuk lebih memperjelas keterangan dalam tabel
tersebut, maka perlu adanya suatu uraian sebagai berikut :
a. Problematika Implementatif Pendaftaran Hak Tanggungan oleh
PPAT di Kota Surakarta
1) Kelengkapan berkas pendukung
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sunarto, S.H pada
hari Jumat tanggal 27 Juli 2012, problematika ini terkadang dipicu
oleh fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemberi dan atau
PROBLEMATIKA PPAT
SURAKARTA WONO
GIRI
BOYO
LALI
Kelengkapan berkas pendukung √ √ √
Kebijakan mengenai standar usia
kedewasaan para pihak dalam
pembebanan HT
√ √ √
Kebijakan mengenai jangka waktu
masa berlakunya SKMHT
_ √ √
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
pemegang Hak Tanggungan yang tidak jelas terbaca oleh petugas
Kantor Pertanahan, sehingga berkas pendaftaran dikembalikan
oleh petugas Kantor Pertanahan untuk dilengkapi dan kemudian
diserahkan kembali ke Kantor Pertanahan untuk didaftarkan.
Selain ketidaklengkapan berkas, terkadang juga terjadi
keterlambatan pengiriman berkas yang disebabkan karena berkas-
berkas tersebut masih berada di tangan kreditur (dalam hal ini
Bank atau Lembaga Keuangan lainnya).
Dalam wawancara pada hari Jumat tanggal 3 Agustus
2012, Bapak Sunarto, S.H merekomendasikan kepada pemberi dan
pemegang Hak Tanggungan mengusahakan agar memberikan
fotocopy KTP yang lebih jelas agar proses pendaftaran lebih
lancar. Di samping itu, pihak kreditur harus sesegera mungkin
menyerahkan berkas-berkas pemberian Hak Tanggungan kepada
PPAT untuk segera didaftarkan.
2) Kebijakan mengenai standar usia kedewasaan para pihak
dalam pembebanan Hak Tanggungan
Dalam wawancara pada hari Jumat tanggal 3 Agustus
2012, Bapak Sunarto, S.H mengemukakan bahwa terdapat suatu
ketidakseragaman kebijakan yang terjadi di beberapa daerah.
Kantor Pertanahan Kota Surakarta menerapkan usia 21 tahun
sebagai standar usia kedewasaan para pihak dalam pembebanan
Hak Tanggungan, sedangkan di Kabupaten Sukoharjo menerapkan
usia 18 tahun. Ketidakseragaman ini pada akhirnya akan
memunculkan suatu problematika pada saat pendaftaran Hak
Tanggungan apabila tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan
berada di Kota Surakarta.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Radiyanto, S.H
(Kasubsi Sengketa dan Konflik Pertanahan di Kantor Pertanahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Kota Surakarta) pada hari Senin tanggal 6 Agustus 2012, Kantor
Pertanahan Surakarta menerapkan suatu kebijakan mengenai
standar usia kedewasaan para pihak dalam pembebanan Hak
Tanggungan, yaitu pada usia 21 tahun atau telah menikah. Hal ini
sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang
HukumPerdata / Burgelijk Wetboek (BW).
Kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan bahwa
tanah merupakan benda tidak bergerak yang pengaturannya
termasuk dalam ketentuan Buku II BW yaitu Tentang Kebendaan,
karena hukum tanah adalah hukum perdata yang
diadministrasikan. Walaupun ketentuan Buku II BW telah dicabut,
namun ketentuan mengenai standar usia dalam Pasal 330 masih
tetap berlaku. Dalam hal pemberi Hak Tanggungan belum dewasa
menurut peraturan ini, maka wajib melampirkan Penetapan
Pengadilan.
Dalam wawancara hari Jumat tanggal 10 Agustus 2012,
Bapak Sunarto, S.H merekomendasikan agar Kantor Pertanahan
Kota Surakarta mengusahakan adanya keseragaman terhadap
kebijakan ini dengan menerapkan usia 18 tahun sebagai standar
kedewasaan para pihak dalam pembebanan Hak Tanggungan. Hal
ini diperlukan mengingat kebutuhan masyarakat terhadap suatu
kredit dengan jaminan pembebanan Hak Tanggungan, serta
perkembangan peraturan yang ada saat ini.
b. Problematika Implementatif Pendaftaran Hak Tanggungan oleh
PPAT di Kabupaten Wonogiri
1) Kelengkapan berkas pendukung
Masalah kelengkapan berkas ini adalah problematika
umum yang wajar dialami oleh PPAT, termasuk PPAT di
Kabupaten Wonogiri. Menurut keterangan yang diperoleh dari Ibu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Noor Saptanti, S.H, M.H (PPAT di Kabupaten Wonogiri) pada
hari Sabtu tanggal 7 Juli 2012, selain karena KTP yang tidak jelas
terbaca, ketidaklengkapan berkas juga disebabkan oleh masa
berlaku KTP Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan yang
ternyata telah berakhir pada saat pendaftaran Hak Tanggungan di
Kantor Pertanahan. Oleh karena itu, PPAT wajib meminta
fotocopy KTP Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan yang telah
diperpanjang masa berlakunya. Sehingga pada saat pendaftaran
kembali Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan, KTP tersebut
masih berlaku.
Terhadap problematika ini, Ibu Noor Saptanti, S.H, M.H
merekomendasikan kepada pemberi dan pemegang Hak
Tanggungan untuk menyerahkan KTP yang masih berlaku paling
tidak 8 (delapan) hari terhitung pada saat pembuatan APHT. Hal
ini dimaksudkan agar KTP tersebut masih berlaku pada saat
pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan (Hasil
wawancara hari Kamis, 12 Juli 2012).
2) Kebijakan mengenai standar usia kedewasaan para pihak
dalam pembebanan Hak Tanggungan
Ketidakseragaman kebijakan ini juga terjadi di Kantor
Pertanahan Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan wawancara dengan
Bapak Antun Murdito, A. Ptnh pada hari Senin tanggal 16 Juli
2012, Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri menerapkan usia 21
tahun sebagai standar usia kedewasaan para pihak dalam
pembebanan Hak Tanggungan. Kebijakan ini juga didasarkan pada
ketentuan BW.
Terhadap problematika ini, Ibu Noor Saptanti, S.H, M.H
merekomendasikan agar Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri
mengusahakan adanya keseragaman terhadap kebijakan ini dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
menerapkan usia 18 tahun sebagai standar kedewasaan para pihak
dalam pembebanan Hak Tanggungan. Hal ini diperlukan untuk
menyesuaikan perkembangan peraturan yang ada (Hasil
wawancara hari Kamis, 12 Juli 2012).
3) Kebijakan mengenai jangka waktu masa berlakunya SKMHT
Menurut Ibu Noor Saptanti, S.H, M.H problematika ini
disebabkan oleh adanya penafsiran yang berbeda oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten Wonogiri terhadap ketentuan Peraturan
Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996
tentang Penetapan Batas Waktu Penanggungan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan Untuk menjamin Pelunasan
Kredit-Kredit Tertentu (PMNA/KBPN 4/1996). Dalam ketentuan
PMNA/KBPN 4/1996 ini, jangka waktu masa berlakunya SKMHT
didasarkan pada plafon kredit (Hasil wawancara hari Kamis, 12
Juli 2012).
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Antun Murdito, A.
Ptnh pada hari Senin tanggal 16 Juli 2012, Kantor Pertanahan
Kabupaten Wonogiri mendasarkan jangka waktu masa berlakunya
SKMHT pada nilai Hak Tanggungan. Kebijakan ini diambil
karena pihak kreditur (Bank atau Lembaga Keuangan lainnya)
jarang mencantumkan plafon kredit pada SKMHT nya.
Pada akhirnya kebijakan ini akan menimbulkan
problematika terhadap validitas APHT yang akan dibuat dan
didaftarkan di Kantor Pertanahan. Dalam wawancara pada hari
Sabtu tanggal 14 Juli 2012, Ibu Noor Saptanti, S.H, M.H
memberikan suatu solusi terhadap problematika ini, yaitu dengan
mencoret nilai Hak Tanggungan dalam SKMHT tersebut dan
mengubahnya dengan nilai nominal Hak Tanggungan dibawah Rp
50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah) dengan persetujuan para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
pihak. Selain itu dapat juga dilakukan pemberian kuasa lagi
melalui SKMHT yang baru.
c. Problematika Implementatif Pendaftaran Hak Tanggungan oleh
PPAT di Kabupaten Boyolali
1) Kelengkapan berkas pendukung
Menurut keterangan yang diperoleh dari wawancara
dengan Bapak Adang Tri Sunoko, S.H pada hari Rabu tanggal 8
Agustus 2012, problematika ini disebabkan karena berkas-berkas
pendaftaran Hak Tanggungan masih berada di tangan kreditur
(Bank atau Lembaga Keuangan lainnya). Oleh karena itu,
terkadang terjadi ketidaklengkapan maupun keterlambatan
pengiriman berkas. Terhadap problematika ini, Bapak Adang Tri
Sunoko, S.H juga merekomendasikan agar pihak kreditur (Bank
atau Lembaga Keuangan lainnya) segera menyerahkan berkas-
berkas tersebut kepada PPAT agar proses pendaftaran berjalan
dengan lancar.
2) Kebijakan mengenai standar usia kedewasaan para pihak
dalam pembebanan Hak Tanggungan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Sugiyarto
pada hari Senin 20 Agustus 2012, Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali juga menerapkan usia 21 tahun sebagai standar usia
kedewasaan para pihak dalam pembebanan Hak Tanggungan.
Kebijakan ini didasarkan pada ketentuan BW.
Menurut Bapak Adang Tri Sunoko, S.H dalam wawancara
hari Rabu tanggal 22 Agustus 2012, Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali juga perlu mengupayakan penyesuaian terhadap
peraturan-peraturan yang saat ini telah berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
3) Kebijakan mengenai jangka waktu masa berlakunya SKMHT
Menurut keterangan yang diperoleh dari wawancara
dengan Bapak Drs. Sugiyarto pada hari Senin tanggal 20 Agustus
2012, Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali juga mendasarkan
jangka waktu masa berlakunya SKMHT pada nilai Hak
Tanggungan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap validitas APHT
yang akan dibuat dan didaftarkan. Menurut Bapak Adang Tri
Sunoko, S.H apabila SKMHT ternyata telah dinyatakan berakhir
masa berlakunya dan APHT menjadi tidak valid menurut
kebijakan Kantor Pertanahan Boyolali ini, maka solusinya adalah
SKMHT harus dibuat kembali (hasil wawancara 22 Agustus
2012).
Tabel : 4
Prosentase pemicu terjadinya problematika implementatif pendaftaran Hak
Tanggungan di Kota Surakarta, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali
Kantor Pertanahan
Surakarta Wonogiri Boyolali
Berkas yang tidak lengkap saat di loket ± 12 % ± 4 % ± 10 %
Usia Pemberi HT dibawah 21 tahun ± 0,7 % ± 0,5 % ± 1 %
SKMHT yang tidak mencantumkan plafond - ± 75 % ± 70 %
Sumber : Hasil wawancara dengan narasumber di Kantor Pertanahan Kota Surakarta,
Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali Desember 2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
B. Pembahasan
1. Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam proses
pendaftaran Hak Tanggungan menurut Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah
Dalam Pasal 1 angka 4 UUHT disebutkan bahwa PPAT
merupakan pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta
pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta
pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pasal ini hanya menyatakan
kewenangan PPAT sebagai pembuat akta tanah, khususnya APHT, namun
dalam Pasal 13 ayat (2) disebutkan bahwa selain membuat APHT, PPAT
juga wajib mengirimkan APHT beserta warkah lainnya ke Kantor
Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
penandatanganan APHT untuk keperluan pendaftaran Hak Tanggungan.
Oleh karena itu, membahas peran PPAT dalam proses pendaftaran Hak
Tanggungan tidak dapat dilepaskan dari proses pemberian Hak
Tanggungan.
a. Peran PPAT dalam proses pemberian Hak Tanggungan
Proses pemberian Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 10
UUHT, dimana pemberian Hak Tanggungan didahului dengan
perjanjian kredit yang didalamnya terdapat klausula pemberian Hak
Tanggungan sebagai jaminan pelunasan sejumlah hutang tertentu.
Berdasarkan wawancara dengan ketiga PPAT yang menjadi
narasumber dalam penelitian ini, diperoleh keterangan mengenai
uraian terhadap peran PPAT dalam proses pemberian Hak
Tanggungan, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
1) Sebelum membuat APHT, PPAT terlebih dahulu
mengumpulkan data fisik dan data yuridis
Data fisik dapat diperoleh melalui keterangan yang termuat
dalam Sertipikat Hak atas Tanah dari tanah yang menjadi objek
Hak Tanggungan. Dalam sertipikat itu terdapat keterangan
mengenai luas tanah, serta letaknya, yang meliputi propinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan nama jalan. Selain
itu juga terdapat keterangan mengenai batas-batas tanah tersebut,
misalnya berupa jalan raya, bangunan, tanaman, rel kereta api,
sungai atau batas tanah lainnya. Selain letak, luas, dan batas tanah,
perlu juga diketahui mengenai bangunan atau tanaman yang ada di
atas tanah tersebut, karena menurut Pasal 4 UUHT Hak
Tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah berikut maupun
tidak berikut benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah tersebut.
Data yuridis juga dapat ditemukan dalam Sertipikat Hak
atas Tanah. Dalam sertipikat tersebut juga tercantum nama
pemegang hak atas tanah. Menurut Pasal 8 ayat (1) UUHT,
pemberi Hak Tanggungan adalah orang atau badan hukum yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap obyek Hak Tanggungan. Orang atau badan hukum
tersebut adalah yang namanya tercantum dalam Sertipikat Hak atas
Tanah sebagai pemilik hak atas tanah. Oleh karena itu, sebelum
membuat APHT, PPAT perlu memastikan bahwa penghadap yang
bertindak sebagai pemberi Hak Tanggungan adalah benar-benar
merupakan pemilik hak atas tanah dari obyek Hak Tanggungan.
Hal ini dapat dilihat dari kecocokan identitas yang diberikan
dengan nama yang tercantum dalam sertipikat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Pemberi Hak Tanggungan dapat merupakan Warga Negara
Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA). Identitas
WNI berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), sedangkan identitas
WNA berupa paspor. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua
WNA dapat membebankan Hak Tanggungan. Berdasarkan Pasal 1
Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan
Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing
(PMNA/KBPN 7/1996), hanya orang asing yang memiliki dan
memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan
melaksanakan investasi untuk memiliki rumah tinggal atau hunian
di Indonesia yang dapat memiliki hunian dalam bentuk rumah
dengan hak atas tanah tertentu atau satuan rumah susun di atas Hak
Pakai atas tanah Negara.
Di antara semua objek Hak Tanggungan, hanya Hak Pakai
atas tanah Negara saja yang menurut UUPA dapat dimiliki oleh
WNA (Pasal 42). Oleh karena itu diperlukan kejelian dari PPAT
dalam melakukan pengumpulan data fisik dan yuridis ini karena
hasil dari proses ini akan menjadi dasar pertimbangan untuk
menerima atau menolak pembuatan APHT. Apabila terdapat
kejanggalan data maupun ketidaksesuaian data dengan peraturan
yang berlaku, maka PPAT harus menolak permohonan pembuatan
APHT yang diajukan kepadanya.
2) PPAT wajib melakukan pengecekan di Kantor Pertanahan
setempat mengenai Sertipikat Hak atas tanah dari tanah yang
menjadi objek Hak Tanggungan
Sertipikat Hak atas Tanah tersebut harus dicocokkan
dengan data-data yang ada di Kantor Pertanahan. Data-data
tersebut adalah data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
buku tanah dan surat ukur. Apabila sertipikat tersebut telah sesuai
dengan data-data yang ada di Kantor Pertanahan maka pada
halaman perubahan sertipikat tersebut akan dibubuhi cap yang
bertuliskan “PPAT ….. (diisi nama PPAT) telah minta pengecekan
sertipikat” oleh pejabat di Kantor Pertanahan kemudian diberi
tanggal pengecekan dan paraf. Tanggal pengecekan harus sama
dengan tanggal permohonan pengecekan. Artinya, permohonan,
pengerjaan serta pengembalian sertipikat harus dilakukan dalam
satu hari sesuai dengan ketentuan Pasal 97 ayat (7) PMNA/KBPN
3/1997.
Apabila terdapat ketidakcocokan atau sertipikat tersebut
tidak dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan yang bersangkutan,
maka pada semua halaman sertipikat tersebut diberi cap yang
bertuliskan “sertipikat ini tidak diterbitkan oleh Kantor
Pertanahan….. (diisi nama kota atau kabupaten tempat Kantor
Pertanahan tersebut)”. Dalam hal terjadi ketidakcocokan data fisik
dan data yuridis atau sertipikat tersebut terbukti palsu, maka PPAT
wajib menolak pembuatan APHT.
3) PPAT yang daerah kerjanya meliputi lokasi keberadaan tanah
yang menjadi objek perjanjian Hak Tanggungan tersebut
membuat APHT.
Dalam pembuatan APHT ini, PPAT wajib memperhatikan
ketentuan yang termuat dalam Pasal 11 ayat (1) UUHT, dimana
telah disebutkan bahwa APHT wajib memuat :
a) nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
b) domisili pemegang dan pemberi Hak Tanggungan, apabila di
antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya
harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia,
dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan
dianggap sebagai domisili yang dipilih;
c) utang yang dijamin harus dicantumkan dengan jelas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);
d) nilai tanggungan;
e) uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.
Pada Pasal 11 ayat (2) Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat
memuat janji-janji, antara lain:
a) janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan
untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau
menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau
menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan
tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
b) janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan
untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak
Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu
dari pemegang Hak Tanggungan;
c) janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak
Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan
berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila
debitor sungguh-sungguh cidera janji;
d) janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak
Tanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan,
jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk
mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang
menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau
dilanggarnya ketentuan undang-undang;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Sesuai dengan Penjelasan dari Pasal ini maka Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang tidak mencantumkan secara
lengkap hal-hal yang disebut pada ayat ini dalam Akta Pemberian
Hak Tanggungan mengakibatkan akta yang bersangkutan batal
demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas
spesialitas dari Hak Tanggungan, baik mengenai subyek,obyek,
maupun utang yang dijamin.
4) Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan
Pada asasnya pemberian Hak Tanggungan wajib dihadiri
dan dilakukan pemberi Hak Tanggungan. Hanya apabila benar-
benar diperlukan dan berhalangan, kehadirannya untuk
memberikan HT dan menandatangani APHT-nya dapat dikuasakan
kepada pihak lain. Pemberian kuasa tersebut wajib dilakukan di
hadapan seorang notaris atau PPAT, dengan akta otentik yang
disebut Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)
(Boedi Harsono, 2003 : 444).
Menurut pasal 15 ayat (1) UUHT, SKMHT harus dibuat
dengan akta notaris atau PPAT. Selain itu juga harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum selain
membebankan Hak Tanggungan;
b) Tidak memuat kuasa substitusi;
c) Mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah
utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas
debitor apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan.
Isi dan bentuk APHT dan SKMHT telah diatur dalam Pasal
96 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 dimana APHT dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
SKMHT harus dibuat berdasarkan formulir yang telah ditetapkan
oleh peraturan ini.
b. Peran PPAT dalam proses pendaftaran Hak Tanggungan
Dalam rangka penerapan asas Publisitas, maka Hak
Tanggungan wajib didaftarkan. Pendaftaran ini merupakan saat
terpenting dalam pembebanan Hak Tanggungan, karena saat
pendaftaran Hak Tanggungan merupakan saat lahirnya Hak
Tanggungan. Dalam proses ini juga masih diperlukan peran serta
PPAT. Dalam penjelasan Pasal 13 UUHT, PPAT wajib melaksanakan
tugas pendaftaran ini dengan cara yang paling baik dan aman karena
jabatannya.
Berdasarkan Pasal 13 UUHT, setelah APHT selesai
ditandatangani oleh para pihak, saksi dan PPAT, PPAT wajib
mengirimkan salinan APHT yang telah diparaf beserta warkah-warkah
lainnya untuk didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat selambat-
lambatnya pada hari ketujuh setelah penandatanganan APHT. Warkah-
warkah tersebut diatur dalam Peraturan Kepala BPN RI No. 1 Tahun
2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. Adapun
warkah-warkah tersebut adalah sebagai berikut :
a) Formulir permohonan yang sudah diisi ditandatangani pemohon
atau kuasanya di atas materai cukup.
b) Surat kuasa apabila dikuasakan.
c) Fotocopy identitas pemohon (KTP, KK) dan kuasa apabila
dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas.
d) Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang
telah dicocokkan aslinya oleh petugas.
e) Sertipikat asli.
f) Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
g) Fotocopy KTP pemberi HT (debitur) atau Akta Pendirian Badan
Hukum penerima HT (kreditur) dan/atau kuasanya yang telah
dicocokkan oleh petugas loket.
h) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) apabila
pemberian HT melalui kuasa.
Kantor Pertanahan kemudian memproses berkas-berkas
tersebut dengan membuatkan Buku Tanah Hak Tanggungan serta
mencatatnya dalam Buku Tanah dan Sertipikat hak atas tanah dari
tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan tersebut.
Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari
ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan
bagi pendaftarannya dan jika hari ke 7 (tujuh) itu jatuh pada hari libur
buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya.
Tanggal yang tercantum pada buku tanah Hak Tanggungan inilah yang
merupakan tanggal lahirnya Hak Tanggungan. Dengan lahirnya Hak
Tanggungan, maka kreditor pemegang Hak Tanggungan yang
bersangkutan berkedudukan sebagai kreditor preferen terhadap para
kreditor konkuren (Pasal 1 UUHT).
Menurut Pasal 14 UUHT, sebagai tanda bukti adanya Hak
Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertipikat Hak
Tanggungan yang memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sertipikat Hak Tanggungan ini terdiri
dari salinan Buku Tanah dan salinan APHT yang telah disahkan oleh
Kepala Kantor Pertanahan.
Sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun yang telah dibubuhi salinan catatan adanya Hak Tanggungan
tersebut diserahkan kepada pemegang haknya, kecuali kalau ada janji
tertulis untuk diserahkan kepada pihak kreditor pemegang hak
tanggungan (Boedi Harsono, 2003 : 448)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
2. Problematika implementatif yang dihadapi Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) dalam pendaftaran Hak Tanggungan di Kota
Surakarta, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali dan cara
mengatasinya
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga PPAT dan Kantor
Pertanahan yang menjadi objek dalam penelitian ini, dapat diketahui
bahwa terdapat tiga problematika implementatif dalam pendaftaran Hak
Tanggungan yang dihadapi oleh PPAT di Kota Surakarta, Kabupaten
Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali, yaitu :
a. Problematika yang berkaitan dengan kelengkapan berkas
pendukung dalam pendaftaran Hak Tanggungan
Problematika ini dapat berasal dari Pemberi Hak Tanggungan,
maupun Pemegang Hak Tanggungan yang bersangkutan. Problematika
ini dihadapi oleh seluruh PPAT yang menjadi narasumber dalam
penelitian ini.
Pada umumnya problematika ini disebabkan karena fotocopy
Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemberi dan Pemegang Hak
Tanggungan tidak jelas terbaca. Konsekuensinya, berkas tersebut
dikembalikan oleh Kantor Pertanahan kepada PPAT untuk dilengkapi.
Selain karena KTP yang tidak jelas terbaca, ketidaklengkapan
berkas juga disebabkan oleh masa berlaku KTP Pemberi dan
Pemegang Hak Tanggungan yang ternyata telah berakhir pada saat
pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan. Oleh karena itu,
PPAT wajib meminta fotocopy KTP Pemberi dan Pemegang Hak
Tanggungan yang telah diperpanjang masa berlakunya, sehingga pada
saat pendaftaran kembali Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan, KTP
tersebut masih berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Problematika yang berkaitan dengan kelengkapan berkas
pendukung dalam pendaftaran Hak Tanggungan juga dapat dipicu oleh
keterlambatan PPAT dalam mendaftarkan Hak Tanggungan. Pada
Pasal 13 ayat (2) UUHT, PPAT diwajibkan untuk mengirimkan APHT
dan warkah-warkah lain yang diperlukan ke Kantor Pertanahan
selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah penandatanganan APHT.
Namun pada prakteknya, pernah terjadi keterlambatan pengiriman
berkas-berkas tersebut, walaupun keterlambatan ini jarang terjadi pada
ketiga PPAT yang menjadi objek penelitian ini. Dari hasil wawancara
dengan ketiga PPAT diatas, keterlambatan pengiriman berkas tersebut
disebabkan karena berkas-berkas yang diperlukan untuk pendaftaran
Hak Tanggungan masih berada di tangan kreditur (dalam hal ini Bank
atau Lembaga Keuangan lainnya). Keterlambatan pengiriman berkas
tersebut tidak mengakibatkan APHT menjadi batal, dan pihak Kantor
Pertanahan tetap wajib memprosesnya.
Terhadap keterlambatan ini, PPAT wajib melampirkan surat
pernyataan keterlambatan pada saat mendaftarkan kembali Hak
Tanggungan yang berkasnya dikembalikan oleh Kantor Pertanahan.
Selain itu, berdasarkan ketentuan yang berlaku PPAT dapat dikenai
sanksi administratif sesuai dengan Pasal 23 UUHT yang dapat berupa
tegoran lisan, tegoran tertulis, pemberhentian sementara dari jabatan
maupun pemberhentian dari jabatan.
Cara mengatasi problematika ini adalah dengan melakukan
pengecekan secara lebih terperinci terhadap fotocopy berkas yang
diperlukan, terutama fotocopy KTP, sebelum pembuatan APHT.
Pengecekan tersebut meliputi kejelasan tulisan yang tercantum serta
masa berlaku KTP tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan
tulisan pada fotocopy KTP tersebut telah jelas terbaca dan pada saat
pendaftaran Hak Tanggungan KTP masih berlaku sehingga tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
menimbulkan masalah dalam proses pendaftaran Hak Tanggungan.
Selain itu, kreditur (Bank atau Lembaga Keuangan lainnya) sebaiknya
segera menyerahkan berkas-berkas pendaftaran kepada PPAT agar
berkas-berkas tersebut dapat segera diserahkan ke Kantor Pertanahan.
b. Problematika mengenai kebijakan tentang standar usia
kedewasaan para pihak dalam pembebanan Hak Tanggungan
Problematika ini juga dihadapi oleh seluruh PPAT yang
menjadi narasumber dalam penelitian ini. Seluruh Kantor Pertanahan
yang menjadi objek penelitian ini menerapkan usia 21 tahun atau telah
menikah sebagai standar kedewasaan bagi para pihak dalam
pembebanan Hak Tanggungan. Hal ini berkaitan dengan kewenangan
untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan
yang bersangkutan. Kebijakan ini didasarkan pada ketentuan Pasal 330
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (BW).
Dalam menetapkan ketentuan BW sebagai dasar pengambilan
kebijakan ini adalah dengan pertimbangan bahwa tanah merupakan
benda tidak bergerak yang pengaturannya termasuk dalam ketentuan
Buku II BW yaitu Tentang Kebendaan, karena hukum tanah adalah
hukum perdata yang diadministrasikan. Walaupun ketentuan Buku II
telah dicabut, namun ketentuan mengenai standar usia dalam Pasal 330
masih tetap berlaku.
Dalam hal para pihak belum mencapai usia genap 21 tahun dan
belum menikah, maka pada saat pendaftaran Hak Tanggungan di
Kantor Pertanahan wajib melampirkan surat Penetapan dari
Pengadilan Negeri. Berdasarkan ketentuan Pasal 299 BW, tiap-tiap
anak bernaung dibawah kekuasaan orang tua sampai ia menjadi
dewasa. Sehingga dalam melakukan perbuatan hukum, seseorang yang
belum dewasa wajib diwakili oleh orang tuanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia, maka
perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum
dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekadar ini tidak telah
dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya (Pasal 345 BW).
Apabila kedua orang tua telah meninggal, maka berdasarkan
Pasal 330 BW, si belum dewasa berada dibawah perwalian. Namun
berdasarkan ketentuan Pasal 393 BW, untuk kepentingan si belum
dewasa wali tidak boleh meminjam uang, menggadaikan, menjual atau
memindahtangankan surat-surat utang Negara, piutang dan andil-andil
tanpa izin dari Pengadilan Negeri. Oleh karena itu, dalam hal
menjaminkan tanah sebagai objek Hak Tanggungan, orang tua ataupun
wali dari si belum dewasa wajib melampirkan surat Penetapan dari
Pengadilan Negeri. Sehingga pada saat pendaftaran Hak Tanggungan
di Kantor Pertanahan, berkas pendaftaran tersebut tidak ditolak.
Dalam Pasal 1320 BW terdapat 4 (empat) syarat sahnya suatu
perjanjian, yaitu :
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3) Suatu hal tertentu;
4) Suatu sebab yang halal.
Pengaturan mengenai standar kedewasaan berkaitan dengan kecakapan
seseorang untuk membuat suatu perikatan.
Dalam hal kebijakan mengenai standar usia kedewasaan para
pihak dalam pembebanan Hak Tanggungan, ternyata tidak semua
daerah menerapkan kebijakan yang sama dengan Kantor Pertanahan
Kota Surakarta, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali. Hal ini
akan menjadi masalah pada saat pendaftaran Hak Tanggungan di
ketiga Kantor Pertanahan ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Untuk memperoleh pemahaman mengenai problematika ini,
maka ada baiknya untuk mencermati ilustrasi berikut. Dalam sebuah
Sertipikat hak atas tanah tercantum nama seseorang yang belum
dewasa. Hak atas tanah tersebut akan dibebani Hak Tanggungan, oleh
karena itu wajib dilampiri Penetapan Pengadilan terhadap perwalian si
belum dewasa tersebut pada saat pendaftaran Hak Tanggungan di
Kantor Pertanahan. Dalam hal permohonan penetapan perwalian, tidak
selalu dikabulkan oleh Pengadilan Negeri (PN), seperti pada Putusan
PN Surakarta No. 407/Pdt.P/2012/PN.Ska. Putusan ini menetapkan
menolak permohonan perwalian pada seseorang yang telah berusia 20
tahun karena telah dianggap dewasa berdasarkan Pasal 50 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 (UU No. 1/1974).
Apabila dikaji lebih dalam, standar usia kedewasaan seseorang
ini telah diatur dalam beberapa peraturan di Indonesia. Peraturan
tersebut antara lain (Ade Maman Suherman dan J. Satrio, 2010 : 96) :
1) Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (UU No. 1/1974)
tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa anak wajib
menghormati orang tua dan menaati kehendak merela yang baik.
Jika anak telah dewasa, memelihara menurut kemampuannya,
orang tua, dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu
memerlukan bantuannya.
2) SK Mendagri Dirjen Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah
(Kadaster) No. Dpt.7/530/7.77 tanggal 13 Juli 1977 menyatakan
bahwa usia dewasa untuk mengikuti PEMILU adalah 17 tahun,
dewasa seksuil adalah 18 tahun, dewasa hukum adalah batas umur
tertentu menurut hukum yang dapat dianggap cakap bertindak
hukum.
3) Pasal 1 Keppres RIS No. 33 Tahun 1950 tentang Persetudjuan
Perihal Pembagian Warganegara yang menyatakan bahwa mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
yang disebut dewasa adalah mereka yang berumur delapan belas
tahun penuh atau yang kawin lebih dahulu.
4) Pasal 98 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa dewasa
adalah 21 tahun sepanjang tidak bercacat fisik maupun mental atau
belum pernah kawin.
Selain peraturan-peraturan di atas, terdapat juga peraturan lain,
yaitu, Pasal 330 BW yang menyatakan bahwa yang dimaksud “belum
dewasa” adalah mereka yang belum berusia genap 21 tahun dan belum
menikah, serta Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (UU
No. 1 Tahun 1974) tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan “anak” adalah mereka yang berusia belum genap 18
tahun. Dari beberapa peraturan di atas, terlihat jelas bahwa dalam
perkembangan hukum di Indonesia, pembuat Undang-Undang lebih
banyak menggunakan usia 18 tahun sebagai standar usia kedewasaan
yang menentukan kecakapan seseorang untuk melakukan perbuatan
hukum. Standar usia kedewasaan ini ditetapkan dengan
memperhatikan kebutuhan serta kondisi masyarakat yang terus
berkembang.
Menetapkan usia 21 tahun sebagai standar kedewasaan
seseorang dalam pembebanan Hak Tanggungan sudah tidak sesuai lagi
mengingat kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap suatu
kredit dengan jaminan sebidang tanah. Hal ini juga ditunjang dengan
perkembangan hukum di Indonesia.
Pembebanan Hak Tanggungan saat ini sudah bukan lagi hanya
mengenai persoalan pengaturan administrasi pertanahan saja, namun
sudah mengatur mengenai hak dan pertanggung jawaban dari subjek
Hak Tanggungan itu sendiri. Dari ilustrasi yang telah dipaparkan di
atas, dapat diketahui bahwa debitor yang beusia 18 tahun dianggap
belum dewasa menurut kebijakan Kantor Pertanahan kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Surakarta/Kabupaten Wonogiri/Kabupaten Boyolali sehingga wajib
melampirkan Penetapan Pengadilan. Jika memperhatikan
yurisprudensi di atas, usia 18 tahun sudah dianggap dewasa sehingga
tidak berada di bawah kekuasaan orang tua atau walinya lagi. Hal ini
didasarkan pada ketentuan UU No.1/1974. Undang-undang ini tidak
hanya mengatur tentang perkawinan saja, melainkan juga mengenai
akibat yang ditimbulkan dari perkawinan tersebut, yaitu anak beserta
segala hak dan kewajibannya. Ketika si anak genap berusia 18 tahun,
ia telah dewasa dan dapat berbuat hukum sendiri, termasuk melakukan
pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang dimilikinya.
Cara mengatasi problematika ini adalah dengan
mengimplementasikan peraturan yang up to date dalam kebijakan
yang diambil oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta, Kabupaten
Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali. Sudah saatnya ketiga Kantor
Pertanahan tersebut menyesuaikan diri dengan perkembangan
peraturan yang ada, yaitu dengan menerapkan usia 18 tahun sebagai
standar usia kedewasaan para pihak dalam pembebanan Hak
Tanggungan. Dengan demikian maka kebutuhan masyarakat dapat
terpenuhi melalui suatu kebijakan yang sesuai, serta tercipta suatu
keseragaman kebijakan di semua daerah, sehingga dapat
meminimalkan terjadinya problematika dalam pendaftaran hak
tanggungan oleh PPAT.
C. Problematika tentang kebijakan mengenai jangka waktu masa
berlakunya SKMHT
Problematika ini dihadapi oleh PPAT di Kabupaten Wonogiri
dan Kabupaten Boyolali. Menurut Pasal 15 UUHT ayat (3) dan (4),
bagi SKMHT mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib
diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 1 bulan setelah
diberikan, sedangkan untuk SKMHT hak atas tanah yang belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 3
bulan setelah diberikan.
Ketentuan mengenai jangka waktu masa berlakunya SKMHT
secara lebih khusus diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria /
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu
(PMNA/KBPN 4/1996). Dalam PMNA/KBPN 4/1996 ditetapkan
bahwa SKMHT dapat digunakan sebagai jaminan pelunasan kredit-
kredit tertentu karena SKMHT tersebut berlaku sampai dengan saat
berakhirnya jangka waktu perjanjian kredit. Adapun kredit-kredit
tesebut adalah kredit usaha kecil, kredit perumahan tertentu dan kredit-
kredit produktif yang plafondnya tidak lebih dari Rp 50.000.000,00
(Lima Puluh Juta Rupiah).
Dalam hal jangka waktu masa berlakunya SKMHT ini, Kantor
Pertanahan Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Boyolali mengambil
suatu penafsiran yang berbeda terhadap ketentuan PMNA/KBPN
4/1996, bahwa jangka waktu masa berlakunya SKMHT didasarkan
pada nilai Hak Tanggungan yang tercantum pada SKMHT. Apabila
nilai Hak Tanggungan tidak lebih dari Rp 50.000.000,00 (Lima Puluh
Juta Rupiah) maka jangka waktu berlakunya SKMHT adalah sampai
dengan saat berakhirnya jangka waktu perjanjian pokok. Hal ini tidak
sesuai dengan ketentuan Pasal 1 PMNA/KBPN 4/1996 yang
menyatakan bahwa SKMHT untuk menjamin pelunasan jenis-jenis
Kredit Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 26/24/KEP/Dir tanggal 29 Mei 1993
berlaku sampai saat berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok
yang bersangkutan. Kredit-kredit tersebut meliputi :
1) Kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil, yang meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
a) Kredit kepada Koperasi Unit Desa;
b) Kredit Usaha Tani;
c) Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya.
2) Kredit Pemilikan Rumah yang diadakan untuk pengadaan
perumahan, yaitu :
a) Kredit yang diberikan untuk membiayai pemilikan rumah inti,
rumah sederhana atau rumah susun dengan luas tanah
maksimum 200 m² (dua ratus meter persegi) dan luas bangunan
tidak lebih dari 70 m² (tujuh puluh meter persegi);
b) Kredit yang diberikan untuk pemilikan Kapling Siap Bangun
(KSB) dengan luas tanah 54 m² (lima puluh empat meter
persegi) sampai dengan 72 m² (tujuh puluh dua meter persegi)
dan kredit yang diberi-kan untuk membiayai bangunannya;
c) Kredit yang diberikan untuk perbaikan/pemugaran rumah
sebagai-mana dimaksud huruf a dan b;
3) Kredit produktif lain yang diberikan oleh Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat dengan plafond kredit tidak melebihi Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), antara lain :
a) Kredit Umum Pedesaan (BRI);
b) Kredit Kelayakan Usaha (yang disalurkan oleh Bank
Pemerintah);
Ketidaksesuaian ini menimbulkan suatu problematika
tersendiri karena terdapat dua penafsiran yang tidak sejalan terhadap
satu ketentuan sehingga menimbulkan kebingungan bagi PPAT dalam
pelaksanaan pendaftaran Hak Tanggungan. Problematika tersebut
terjadi ketika terdapat suatu kredit yang plafondnya dibawah Rp
50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) dijamin dengan suatu objek
Hak Tanggungan yang nilai Hak Tanggungannya lebih dari Rp
50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) melalui sebuah SKMHT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Berdasarkan ketentuan PMNA/KBPN 4/1996 SKMHT tersebut
dapat berlaku sampai saat berakhirnya jangka waktu perjanjian kredit,
namun menurut kebijakan di Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri
dan Boyolali SKMHT tersebut wajib diikuti dengan pembuatan APHT
selambat-lambatnya 1 bulan setelah diberikan, sedangkan untuk
SKMHT hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan
pembuatan APHT selambat-lambatnya 3 bulan setelah diberikan.
Jangka waktu masa berlakunya SKMHT ini perlu diperhatikan karena
menyangkut validitas APHT yang nantinya akan dibuat dan
didaftarkan oleh PPAT ke Kantor Pertanahan. PPAT yang daerah
kerjanya meliputi wilayah Kabupaten Wonogiri dan Boyolali wajib
menyesuaikan diri dengan penafsiran yang diambil oleh Kantor
Pertanahan setempat, sehingga APHT wajib segera dibuat sebelum
jangka waktu masa berlakunya SKMHT yang bersangkutan berakhir.
Berdasarkan ketentuan pada halaman sepuluh (10) SKMHT,
kuasa yang diberikan melalui SKMHT akan berakhir setelah
pembuatan APHT selambat-lambatnya pada tanggal yang telah
ditentukan serta pendaftarannya atau dikarenakan telah lampaunya
tanggal tersebut tanpa dilaksanakan pembuatan APHT. Ketentuan ini
tidak akan menjadi masalah apabila SKMHT dan APHT dibuat oleh
PPAT yang sama. Namun dalam hal SKMHT dibuat oleh notaris di
luar wilayah Kabupaten Wonogiri dan Boyolali sedangkan tanah yang
menjadi objek Hak Tanggungan berada di wilayah Kabupaten
Wonogiri dan Boyolali, maka diperlukan suatu informasi dari PPAT
setempat mengenai kebijakan tentang jangka waktu masa berlakunya
SKMHT yang berlaku pada masing-masing Kantor Pertanahan, serta
pengetahuan dan kesadaran hukum dari notaris yang menandatangani
SKMHT untuk segera mengajukan permohonan pembuatan APHT
kepada PPAT yang daerah kerjanya meliputi wilayah Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Wonogiri dan Boyolali sebelum jangka waktu masa berlakunya
SKMHT tersebut berakhir agar nantinya Hak Tanggungan dapat
didaftarkan dan tidak ditolak oleh Kantor Pertanahan. Apabila dalam
suatu SKMHT yang memuat plafond kredit dibawah Rp
50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) dan nilai Hak Tanggungan
diatas Rp 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) namun pembuatan
APHTnya telah melampaui jangka waktu sesuai dengan penafsiran
Kantor Pertanahan setempat, maka pendaftaran Hak Tanggungannya
akan ditolak oleh Kantor Pertanahan.
Cara mengatasi problematika di atas dapat dilakukan dengan
dua upaya. Upaya yang pertama yaitu dengan mencoret nilai Hak
Tanggungan dalam SKMHT tersebut dan mengubahnya dengan nilai
nominal Hak Tanggungan dibawah Rp 50.000.000,00 (Lima Puluh
Juta Rupiah) dengan persetujuan para pihak. Upaya kedua yaitu
dengan melakukan pemberian kuasa lagi melalui SKMHT yang baru
serta penandatanganan SKMHT oleh para pihak untuk melanjutkan
masa berlaku SKMHT yang sebelumnya telah gugur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan oleh penulis,
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Peran PPAT dalam proses pendaftaran Hak Tanggungan menurut Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah
beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah yaitu melaksanakan
pembuatan APHT yang wajib dihadiri oleh para pihak atau kuasanya
melalui SKMHT disertai oleh saksi-saksi. Setelah itu, PPAT mengirimkan
APHT beserta warkah-warkahnya untuk didaftarkan ke Kantor Pertanahan
setempat selmbat-lambatnya tujuh hari kerja setelah tanggal
penandatanganan APHT.
2. Terdapat tiga problematika implementatif yang dihadapi PPAT dalam
pendaftaran Hak Tanggungan yaitu :
a. Problematika mengenai kelengkapan berkas pendukung
Problematika ini dihadapi oleh PPAT di Kota Surakarta,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Boyolali adalah mengenai
fotocopy KTP Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan. Cara
mengatasi problematika ini adalah dengan melakukan pengecekan
secara lebih terperinci terhadap fotocopy berkas yang diperlukan,
terutama fotocopy KTP, sebelum pembuatan APHT.
b. Problematika mengenai kebijakan tentang standar usia kedewasaan
para pihak dalam pembebanan HT
Problematika ini dihadapi oleh seluruh PPAT yang menjadi
objek penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang
dari masing-masing Kantor Pertanahan di berbagai daerah mengenai
hal kedewasaan dalam hukum. Cara mengatasi problematika ini adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
dengan mengimplementasikan peraturan yang up to date dalam
kebijakan yang diambil oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta,
Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Boyolali.
c. Problematika mengenai kebijakan tentang jangka waktu masa
berlakunya SKMHT
Problematika ini dihadapi oleh PPAT di Kabupaten Wonogiri
dan Kabupaten Boyolali. Kantor Pertanahan di dua lokasi ini
menafsirkan kata “plafond” dalam Pasal 1 PMNA/KBPN Nomor 4
Tahun 1996 sebagai nilai Hak Tanggungan. Cara mengatasi
problematika di atas dapat dilakukan dengan dua upaya. Upaya yang
pertama yaitu dengan mencoret nilai Hak Tanggungan dalam SKMHT
tersebut dan mengubahnya dengan nilai nominal Hak Tanggungan
dibawah Rp 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) dengan
persetujuan para pihak. Upaya kedua yaitu dengan melakukan
pemberian kuasa lagi melalui SKMHT yang baru serta
penandatanganan SKMHT oleh para pihak untuk melanjutkan masa
berlaku SKMHT yang sebelumnya telah gugur.
B. SARAN
Dari hasil penelitian, pembahasan dan simpulan yang telah dipaparkan
di atas, maka dapat direkomendasikan beberapa saran antara lain :
1. Dalam rangka mewujudkan ketertiban hukum dan administrasi dalam
pendaftaran Hak Tanggungan, sebaiknya didukung oleh suatu kerja sama
antara PPAT dan Kantor Pertanahan.
2. Untuk mencegah terjadinya problematika implementatif dalam proses
pendaftaran Hak Tanggungan oleh PPAT, penulis memberikan beberapa
rekomendasi antara lain :
a. Sebagai upaya preventif terhadap problematika yang menyangkut
kelengkapan berkas pendukung, sebaiknya setelah mengumpulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
data fisik dan data yuridis PPAT melakukan konfirmasi kepada para
pihak mengenai berkas-berkas tersebut sebelum membuat APHT.
Pemberi Hak Tanggungan harus menyadari pentingnya kejelasan
tulisan dalam fotocopy KTP. Pemegang Hak Tanggungan (Bank atau
Lembaga Keuangan lainnya) juga harus mengupayakan ketepatan
waktu penyerahan berkas-berkas pendaftaran Hak Tanggungan kepada
PPAT.
b. Terhadap problematika mengenai kebijakan tentang standar usia
kedewasaan para pihak dalam pembebanan HT, ketiga kantor
Pertanahan hendaknya segera menyesuaikan diri dengan
perkembangan hukum di Indonesia, yaitu dengan menerapkan usia 18
tahun sebagai standar kedewasaan para pihak dalam pembebanan HT.
c. Terhadap problematika mengenai kebijakan tentang jangka waktu
masa berlakunya SKMHT, hendaknya Kantor Pertanahan di
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Boyolali lebih tegas lagi dalam
menegakkan peraturan yang ada, seperti di Kantor Pertanahan Kota
Surakarta. Apabila pihak kreditor (Bank atau Lembaga Keuangan
lainnya) tidak mencantumkan plafond, maka berkas pendaftaran Hak
Tanggungan wajib dilampiri salinan Perjanjian Kreditnya.