problem-problem sistem perwakilan, sistem pemilu, dan sistem kepartaian

Upload: meyrzashrie

Post on 13-Jul-2015

443 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Representasi Politik dan Perilaku Legislatif.

TRANSCRIPT

Meyrza Ashrie Tristyana 070913042 Identifikasi problem-problem sistem perwakilan, sistem pemilu, dan sistem kepartaian! A. Sistem Perwakilan Sistem Unikameral Dalam struktur parlemen, tipe unikameral/satu kamar ini, tidak dikenal adanya dua badan yang terpisah seperti adanya DPR dan Senat, ataupun Majelis Tinggi dan Majelis Rendah. Tetapi justru sistem unikameral inilah yang sesungguhnya lebih populer karena sebagian besar negara dunia sekarang ini menganut sistem ini. Dalam buku Parliament of The World (1986), dikatakan bahwa meskipun berusaha untuk menguji secara sistematik terhadap alasan-alasan yang bervariasi mengapa begitu banyak negara-negara mengadopsi sistem unicameral yang melebihi cakupan studi tentang parlemen, ada beberapa hal yang dapat dicatat. Negara-negara yang berukuran kecil lebih menyukai untuk memilih satu kamar daripada dua kamar, seperti masalah keseimbangan kekuatan politik adalah sangat kecil kesulitannya untuk memecahkannya daripada dalam suatu negara besar. Di negara-negara kesatuan sosialis, sistem bikameral dipandang membawa kepada komplikasi-komplikasi, penundaan-penundaan dan biaya-biaya, dengan sedikit kompensasi yang menguntungkan. Selama abad ke-20, negara-negara Scandinavia mengganti sistem bikameral dengan unikameral, misalnya; Konstitusi Norway, pada awalnya disusun pada tahun 1814, terdapat contoh tentang parlemen yang mempunyai karakteristik yang jelas dari parlemen dua kamar. Parlemen-parlemen unikameral mendominasi sejumlah negara-negara yang memperoleh kemerdekaannya baru-baru ini, dan dengan perkembangan politik dalam lingkungan yang sangat berbeda dengan yang ada di eropa pada saat pemerintahan parlemen dilahirkan. Dengan membandingkan konstitusi-konstitusi yang ada di Asia, sistem unikameral yang dianut oleh Vietnam, Singapura, Laos, Lebanon, Syiria, Kuwait dan lain-lain, fungsi Dewan atau Majelis Legislatif dalam sistem unikameral itu terpusat pada satu badan legislatif tertinggi dalam struktur negara. Isi aturan mengenai fungsi dan tugas parlemen unikameral ini beragam dan bervariasi dari satu negara ke negara lain, tetapi pada pokoknya serupa bahwa secara kelembagaan fungsi legislatif tertinggi diletakkan sebagai tanggung jawab satu badan tertinggi yang dipilih oleh rakyat. Sistem Bikameral Struktur organisasi parlemen dua kamar atau dalam istilah yang lain adalah bikameral. Beberapa definisi tentang bikameralisme dan Second chamber, sebagai berikut: 1. Bicameral system: A term applied by Jeremy Bentham to the division of e legislative body into two chamber, as in the United States Government (Senate and House). 2. Bicameral system: A legislature which has two chamber rather than one (a unicameral system), providing checks and balances and lessening, the risk of elective dictatorship. At the birth of the United, Benjamin Franklin wrote that aplural legislature is as necessary to good government as a single executive.

3. Bicameral: The division of legislative or judicial body into two components or chambers. The U.S. Congress is a bicameral legislature, since its divided into two houses, the Senate and the House of Representatives. 4. Second Chambers: Historically second chambers are rooted in the medieval idea of representation of orders or ESTATES. The various sosial orders were considered to require representation in different methods of selection. Second chamber atau Upper House di berbagai negara dikenal dengan variasi nama yang bermacam-macam: sebagai contoh di Inggris dengan nama House Of Lords,; di Switzerland, Council Of State (Standerat), Di Jerman, Bundesrat, Di Malaysia, Dewan Negara, dan sebagian besar, seperti di Australia, Amerika Serikat, Canada, Perancis, masingmasing dinamakan dengan Senate. Mengenai kamar kedua atau second chamber seorang utilitarian, John Stuart Mill dalam bukunya Representative Government mengatakan But the houses need not both be of the same composition; they may be intended as check on one another. One being supposed democratic, the other will naturally be constituted with aview to its being some restraint upon democracy. Kemudian ia juga berpendapat, If one House represents populer feeling, the pther should represent personal merit, tested and guaranteed by actual public service, and fortified by practical experience. If one is the Peoples Chamber, the other should be the Chamber of Statesmen.1 Penjabaran klasik tentang fungsi dari second chamber atau kamar kedua dikemukakan oleh Lord Bryce. Bryce mengatakan bahwa second chamber atau kamar kedua mempunyai 4 fungsi, yaitu: a. Revisions of Legislation b. Initiation of non-controversial bills c. Delaying legislation of fundamental constitutional importance so as to enable the opinion of the nation to be adequately expressed upon it, and d. Public debate. Selain fungsi second chamber atau upper house yang disebutkan oleh Lord Bryce, argumentasi dibentuknya second chamber atau upper house menurut C.F. Strong dalam bukunya Modern Political Constitution adalah: a. The existence of a Second Chamber prevent the passage of precipitate and ill considered by a single house; b. The sense of unchecked power on the part of single Assembly, concious of having only itself to consult, may lead to abuse of power ang tyrany; c. The should be a centre of resistance to the pre dominate power in the state at any given moment, whether it be the people as a whole or a political party supported by a majority of voters;

John Stuart Mill , Representative Government, Fifth Printing, (Chicago: Encyclopaedia Britannica Inc, 1994) p. 406-408.

1

d. In the case of a federal state there is a special argument in favour of a Second Chamber which is so arranged as to embody the federal principle or to enshrine the popular will of each of the states, as distinc from that of the federation as a whole.2 Mungkin ada dua alasan mengapa para penyusun konstitusi memilih sistem bikameral. Pertama adalah untuk membangun sebuah mekanisme pengawasan dan keseimbangan (checks and balances) serta untuk pembahasan sekali lagi dalam bidang legislatif. Alasan kedua adalah untuk membentuk perwakilan untuk menampung kepentingan tertentu yang biasanya tidak cukup terwakili oleh majelis pertama. Secara khusus, bikameralisme telah digunakan untuk menjamin perwakilan yang memadai untuk daerahdaerah di dalam lembaga legislatif. Hasil dari kesenjangan representasi di majelis kedua amat bervariasi di dalam berbagai sistem di dunia. Memang dimungkinkan untuk menemukan pola dalam sistem-sistem konstitusional demokratis di dunia. Kesimpulan umum yang dapat ditarik adalah: 1. Semua negara federal memiliki dua majelis; 2. Negara-negara kesatuan terbagi seimbang, sebagian memilih Unikameral dan sebagian lagi bikameral; 3. Sebagian besar negara dengan jumlah penduduk yang besar memiliki dua majelis: demikian pula sebagian besar negara yang memiliki wilayah luas memiliki dua majelis. Cara kerja lembaga legislatif jelas berkaitan dengan hubungan antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif. Sebagian besar sistem presidensiil adalah bikameral: hal ini menunjukkan bahwa tidak ada suatu pandangan umum yang menunjukkan bahwa mendapatkan persetujuan dari dua majelis legislatif dan seorang presiden eksekutif adalah suatu prosedur yang berat atau mustahil. Sistem parlemantarian lebih beragam. Namun karena sistem presidensiil di Indonesia berbeda dengan sistem presidensiil yang lain, maka sulit diambil kesamaan secara langsung. Status dari majelis kedua diatas sampai taraf tertentu bergantung pada caranya dipilih. Bila majelis kedua dipilih oleh pemilih, anggota-anggotanya dapat mengaku memiliki legitimasi demokratis langsung yang lebih besar. Bila majelis kedua dipilih secara tidak langsung, anggota-anggotanya hanya mengandalkan legitimasi sebatas dari jalur perwakilan yang menentukan keanggotaan mereka. Bila majelis kedua dipilih langsung oleh pemilih, sistem atau siklus pemilihan bisa jadi berbeda, karena bila tidak, alasan untuk memiliki dua majelis dapat dipertanyakan kembali. Kita dapat mengetahui bagaimana fungsi dan komposisi dari second chamber atau upper house ini, dari cara mereka direkrut, yaitu3: a. Tidak dengan pemilihan (non elective) dengan keturunan (hereditary) dengan pengangkatan (nominated) b. Dengan pemilihan (elective) seluruhnya dipilih (fully elected)C.F. Strong, Modern Political Constitution; An Introduction to the Comparative Study Of Their History ang Existing Forms, (London: Sidwick & Jackson, 1963), p.195 196.3 2

C.F. Strong, opcit, p. 196.

sebagian dipilih (partially elected) Konsekwensi dari cara pemilihan tersebut, akan mengakibatkan hal lain yang perlu diketahui adalah: pertama, Sejauhmana kamar kedua/second chamber atau majelis tinggi/upper house yang tidak dipilih seluruhnya oleh rakyat dapat menahan kekuasaankekuasaan (dalam parlemen) yang ada; kedua, sejauhmana unsur pemilih dalam pemilihan sebagian dapat mengembangkan kekuatannya; ketiga, dengan cara apa, deadlock antara dua kamar dapat dipecahkan apabila kekuasaan kamar kedua/second chamber atau majelis tinggi/upper house cukup untuk menahan tindakan-tindakan bebas dari kamar pertama/first chamber atau majelis tinggi/lower house; keempat, bagaimana kamar kedua/second chamber yang dipilih dapat memberi martabat yang tidak diberikan oleh kamar pertama/first chamber. Dua kamar dari legislatif bikameral cenderung berbeda dalam beberapa cara. Semula, fungsi yang paling penting dari second chamber/kamar kedua, atau upper house/majelis tinggi, memilih dengan dasar dari suatu hak suara yang terbatas, sebagai rem konservatif terhadap lower house yang dipilih secara lebih demokratis. Menurut Arend Lijphart ada enam perbedaan antara kamar pertama dan kamar kedua, tiga hal yang secara khusus penting dalam membedakan apakah bikameralisme adalah suatu institusi yang signifikan. Pertama kita membedakannya dengan melihat tiga perbedaan yang kurang penting, yaitu: pertama, kamar kedua cenderung lebih kecil dari kamar pertama; kedua, masa jabatan legislatiff kedua cenderung lebih lama daripada kamar pertama; ketiga, ciri-ciri umum yang lain dari kamar kedua dipilih dengan cara pemilihan umum bertahap (staggered election). Ketiga perbedaan inimempengaruhi bagaimana dua kamar beberapa legislatif bekerja. Sebagian, kamar kedua yang lebih kecil dapat mempengaruhi urusan mereka dalam suatu cara yang lebih formal dan santai daripada yang biasanya terdapat pada kamar pertama yang lebih besar. Tetapi, dengan satu pengecualian disebutkan secara ringkas, mereka tidak mempengaruhi suatu pertanyaan apakah suatu negara yang mempunyai parlemen bikameral adalah suatu institusi yang benarbenar kuat atau berarti. Antara parlemen bikameral kuat dan lemah Arend Lijphart membedakan menjadi tiga ciri-ciri: Pertama, kekuasaan yang diberikan secara formal oleh konstitusi terhadap kedua kamar tersebut; kedua, bagaimana metode seleksi mereka, biasanya memepengaruhi legitimasi demokratis dari kamar-kamar tersebut; ketiga; perbedaan yang krusial antara dua kamar dalam legislative bicameral adalah kamar kedua mungkin dipilih dengan cara atau desain yang berbeda juga sebagai perwakilan (overrepresent) minoritas tertentu/khusus. Jika dalam kasus ini, dua kamar berbeda dalam komposisi mereka. Dapat disebut incongruent, contoh yang paling menyolok adalah paling banyak kamar kedua dipergunakan sebagai kamar federal pada suatu federasi. Perbedaan antara bikameral dan unikameral, antara bikameral simetris dan asimetris, dan antara bikameral congruent dan incongruent, dikontruksikan oleh Arend Lijphart (dalam bukunya Patterns of Democracy Government Forms and Performances in Thirty-Six Countries) dengan suatu klasifikasi struktur kamar. Ada 4 katagori pokok: strong, mediumstrength, dan weak bicameralism, dan unicameralism. Strong bicameralism (bikameralisme kuat) digolongkan simetris dan incongruence. Pada Medium-strength bicameralisme, satu dari dua elemen tersebut hilang; katagori ini dibagi dalam dua subklas apakah ciri-ciri simetris dan incongruence yang hilang, tetapi keduanya diperingkatkan sama yaitu peringkat medium-strength bicameralism.

Katagori ketiga adalah weak bicameralism, yang mana kedua kamarnya asimetris dan congruent. Dan katagori keempat adalah legilatif unikameral. Sistem bikameral dapat digolongkan sebagai kuat atau lunak oleh Andrew S Ellis digolongkan sebagai berikut: Dalam sistem yang kuat pembuatan undang-undang biasanya dimulai dari majelis manapun, dan harus dipertimbangkan oleh kedua majelis dalam forum yang sama sebelum bisa disahkan. Dalam sistem lunak, majelis yang satu memiliki status yang lebih tinggi dari yang lain. Misalnya, majelis pertama mungkin dapat mengesampingkan penolakan atau amandemen RUU yang diajukan oleh majelis kedua. Hal ini mensyaratkan tingkat dukungan yang lebih tinggi, seperti mayoritas absolut dari anggota-anggotanya, atau dua pertiga mayoritas dari anggota yang hadir dan memberikan. Majelis Kedua, juga bisa dilarang atau dibatasi secara ketat dalam menolak atau melakukan amandemen RUU Keuangan (money bills). Bila majelis kedua merupakan perwakilan dari daerah-daerah, kekuatan dari majelis kedua bisa saja, bervariasi tergantung dari apakah RUU yang diperdebatkan berkaitan langsung dengan daerah-daerah tersebut. Dan sebuah sesi bersama (joint session) dari kedua majelis dapat digunakan sebagai mekanisme untuk menyelesaikan konflik, sehungga sebagian besar anggota dari majelis kedua memiliki timbangan/porsi yang lebih besar dalam pengambilan keputusan akhir. Sistem-sistem bikameral yang ada di dunia terbagi secara merata antara yang kuat dan lunak. Banyak sistem yang kuat ditemukan dalam sistem presidensiil. Tidak ada sistem presidensiil yang juga memakai sistem bikameral lunak.

B. Sistem Pemilihan Umum Sistem Distrik Sistem distrik merupakan sistem pemilihan yang paling tua yang didasarkanatas kesatuan geografis. Dalam sistem distrik, calon yang dalam satu distrik memperoleh suara terbanyaklah yang menang, sedangkan suara-suara yangditujukan kepada calon-calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dantidak diperhitungkan lagi, bagaimana kecil pun selisih kekalahannya. Menurut penulis, hal inilah yang merupakan kelemahan terbesar dari sistemdistrik atau single-member constituency. Sepintas sistem ini memang terlihat adil, karena untuk dapat mewakili masyarakat di suatu distrik tertentu, memang harusdipilih seorang wakil yang dikenal dan difavoritkan oleh sebagian besar masyarakat.Namun seringkali dalam suatu pemilihan umum dengan sistem distrik, tidak berhasildilahirkan seorang wakil yang perolehan suaranya benar-benar mayoritas (lebih dari50%).Katakanlah dalam Distrik A, terdapat 3 calon wakil rakyat, yaitu X, Y, dan Z. Dalam pemilihan umum yang diselenggarakan, ternyata X berhasil menang denganperolehan 40% suara, sementara Y mendapat 28% suara, dan Z mendapat 32% suara.Dengan sistem distrik, wakil yang akan terpilih adalah X, padahal jika kita lihat, suarayang diperoleh oleh Y dan Z, jika digabungkan, akan melebihi perolehan suara dari X sendiri. Di sinilah letak ketidakadilan dalam pelaksanaan sistem distrik dalam suatupemilihan umum: adanya sejumlah suara yang terbuang dan tidak diperitungkansama sekali; dan seandainya jumlah suara yang hilang ini digabungkan, maka jumlah Sistem Perwakilan Berimbang

Sistem perwakilan berimbang (multi-member constituency/sistemproporsional) adalah sistem pemilihan umum di mana negara yang mengadakanpemilihan umum dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan. Jumlah kursi untuk tiap-tiap daerah pemilihan ini beragam sesuai jumlah pemilih di daerah tersebut. Tiap-tiapkursi mempunyai harga (batas minimum suara yang harus diraih untuk mendapatkansatu kursi). Dalam sistem ini, pemenang dari suatu daerah pemilihan dapat lebih darisatu orang, tergantung perolehan suara orang tersebut. Titik lemah dari sistem ini adalah sukarnya mencapai pemerintahan yang mayoritas, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinyaketidakstabilan dalam pemerintahan yang terbentuk. Hal ini terjadi karena partai-partai politik seringkali membentuk suatu koalisi dengan partai politik lain, untukmempermudah partai tersebut mencapai dukungan mayoritas dalam masyarakat,sehingga terjadilah pemerintahan koalisi lebih dari satu partai. Partai-partai yangberkoalisi ini tentunya mempunyai program (kepentingan) yang berbeda-beda, bahkanseringkali bertentangan. Belum lagi masalah setiap tokoh partai ingin mendapatkankedudukan dalam pemerintahan. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi konflik yangtajam dalam pemilihan umum dengan sistem perwakilan berimbang. Sering terjadinyakonflik inilah yang menyebabkan pemerintahan cenderung tidak stabil. Sehinggakelemahan dari sistem perwakilan berimbang ini terletak pada seringnya terjadibenturan-benturan kepentingan antar partai-partai yang berkoalisi, yang akanmenyebabkan terjadinya berbagai macam konflik, dan kemudian mengarahkan pada terciptanya pemerintahan yang tidak stabil.

C. Sistem Kepartaian Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.4 Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik. Macam-macam sistem partai5: 1. 2. 3. 4.4 5

Sistem satu partai (one party system) Sistem hegemoni (hegemonic system) Sistem predominan (predominant system) Sistem dua partai (two party system)

Budiarjo, Miriam, "Dasar-Dasar Ilmu Politik", (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hal.159.

http://www.gudangmateri.com/2011/01/definisi-partai-politik-dan-sistem.html

5. Pluralisme terbatas (limited pluralism) 6. Pluralisme ekstrem (extreme pluralism) 7. Sistem atomisasi (atomized system) Adanya organisasi partai, tentu dapat dikatakan juga mengandung beberapa kelemahan. Di antaranya ialah bahwa organisasi partai cenderung bersifat oligarkis. Organisasi dan termasuk juga organisasi partai politik kadang-kadang bertindak dengan lantang untuk dan atas nama kepentingan rakyat, tetapi dalam kenyataannya di lapangan justru berjuang untuk kepentingan pengurusnya sendiri. Seperti dikemukakan oleh Robert Michels sebagai suatu hukum besi yang berlaku dalam organisasi bahwa: Organisasilah yang melahirkan dominasi si terpilih atas para pemilihnya, antara si mandataris dengan si pemberi mandat dan antara si penerima kekuasaan dengan sang pemberi. Siapa saja yang berbicara tentang organisasi, maka sebenarnya ia berbicara tentang oligarki. Untuk mengatasi berbagai potensi buruk partai politik seperti dikemukakan di atas, diperlukan beberapa mekanisme penunjang. Pertama, mekanisme internal yang menjamin demokratisasi melalui partisipasi anggota partai politik itu sendiri dalam proses pengambilan keputusan. Pengaturan mengenai hal ini sangat penting dirumuskan secara tertulis dalam anggaran dasar (constitution of the party) dan anggaran rumah tangga partai politik bersangkutan yang ditradisikan dalam rangka rule of law. Di samping anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, sesuai tuntutan perkembangan, perlu diperkenalkan pula sistem kode etika positif yang dituangkan sebagai Code of Ethics yang dijamin tegaknya melalui dewan kehormatan yang efektif. Dengan begitu, di dalam dinamika internal organisasi partai, berlaku tiga dokumen sekaligus, yaitu Code of Law yang tertuang dalam anggaran dasar (constitution of the political party), Code of Conduct (code of organizational good conducts) yang tertuang dalam anggaran rumah tangga, dan Code of Ethics dalam dokumen yang tersendiri. Dengan demikian, norma hukum, norma moral, dan norma etika diharapkan dapat berfungsi efektif membangun kultur internal setiap partai politik. Aturan-aturan yang dituangkan di atas kertas, juga ditegakkan secara nyata dalam praktek, sehingga prinsip rule of law, dan rule of ethics dapat sungguh-sungguh diwujudkan, mulai dari kalangan internal partai-partai politik sebagai sumber kader kepemimpinan negara. Di dalam ketiga kode normatif tersebut tersedia berbagai prosedur kerja pengurus dan hubungannya dengan anggota, pengaturan mengenai lembaga-lembaga internal, mekanisme hubungan lembaga-lembaga, serta mekanisme penyelesaian konflik yang elegan dan dapat dijadikan pegangan bersama. Dengan begitu setiap perbedaan pendapat dapat disalurkan secara baik dan konflik dapat diatasi agar tidak membawa kepada perpecahan yang tidak demokratis dan biasanya kurang beradab (uncivilised conflict). Kedua, mekanisme keterbukaan partai melalui mana warga masyarakat di luar partai dapat ikut-serta berpartisipasi dalam penentuan kebijakan yang hendak diperjuangkan melalui dan oleh partai politik. Partai politik harus dijadikan dan menjadi sarana perjuangan rakyat dalam turut menentukan bekerjanya sistem kenegaraan sesuai aspirasi mereka. Karena itu, pengurus hendaklah berfungsi sebagai pelayan aspirasi dan kepentingan bagi konstituennya.

Untuk itu, diperlukan perubahan paradigma dalam cara memahami partai dan kegiatan berpartai. Menjadi pengurus bukan lah segala-galanya. Yang lebih penting adalah menjadi wakil rakyat. Akan tetapi, jika menjadi status sebagai menjadi faktor penentu terpilih tidaknya seseorang menjadi wakil rakyat, maka setiap orang tentu akan berlomba-lomba menjadi pengurus dan bahkan pimpinan puncak partai politik. Akibatnya, menjadi pengurus dianggap keharusan, dan kelak dapat sekaligus menjadi wakil rakyat. Dua-duanya dirangkap sekaligus, dan untuk seterusnya partai politik hanya akan berfungsi sebagai kendaraan bagi individu para pengurusnya untuk terus mempertahankan posisi sebagai wakil rakyat atau untuk meraih jabatan-jabatan publik lainnya. Kepengurusan partai politik di masa depan memang sebaiknya diarahkan untuk menjadi pengelola yang profesional yang terpisah dan dipisahkan dari para calon wakil rakyat. Mungkin ada baiknya untuk dipikirkan bahwa kepengurusan partai politik dibagi ke dalam 3 (tiga) komponen, yaitu: - komponen kader wakil rakyat - komponen kader pejabat eksekutif - komponen pengelola profesional Ketiganya diatur dalam struktur yang terpisah, dan tidak boleh ada rangkap jabatan dan pilihan jalur. Pola rekruitmen dan promosi diharuskan mengikuti jalur yang sudah ditentukan dalam salah satu dari ketiga jalur tersebut. Jika seseorang berminat menjadi anggota DPRD, atau DPR, maka ia diberi kesempatan sejak awal untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Partai atau yang dapat disebut dengan nama lain, yang disediakan tersendiri strukturnya dalam kepengurusan Partai. Sedangkan kader yang berminat duduk di lembaga eksekutif tidak duduk di Dewan Perwakilan, melainkan duduk dalam Dewan Kabinet atau yang disebut dengan nama lain. Di luar kedua struktur itu, adalah struktur kepengurusan biasa yang dijabat oleh para profesional yang digaji oleh partai dan tidak dimaksudkan untuk direkruit menjadi wakil rakyat ataupun untuk dipromosikan menduduki jabatan di lingkungan pemerintahan. Ketiga kelompok pengurus tersebut hendaknya jangan dicampur aduk atau terlalu mudah berpindah-pindah posisi dan jalur. Kalaupun ada orang yang ingin pindah jalur karena alasan yang rasional, maka hal itu dapat saja dimungkinkan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, sehingga tidak justru menjadi stimulus bagi kaum oportunis yang akan merusak rasionalitas kultur demokrasi dan rule of law di dalam partai. Untuk mendorong agar mekanisme kepengurusan dan pengelolaan partai menjadi makin baik, pengaturannya perlu dituangkan dalam undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainya. Hal itu tidak cukup hanya diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai yang bersangkutan. Mekanisme pertama dan kedua tersebut di atas, berkaitan dengan aspek internal organisasi partai politik. Di samping itu, diperlukan pula dukungan iklim eksternal yang tercermin dalam poin ketiga. Ketiga, penyelenggaraan negara yang baik dengan makin meningkatnya kualitas pelayanan publik (public services), serta keterbukaan dan akuntabilitas organisasi kekuasaan dalam kegiatan penyelenggaraan negara. Dengan adanya pelayanan umum yang baik disertai keterbukaan dan akuntalitas pemerintahan dan penyelenggara negara lainnya, iklim politik

dengan sendirinya akan tumbuh sehat dan juga akan menjadi lahan subur bagi partai politik untuk berkembang secara sehat pula. Keempat, berkembangnya pers bebas yang semakin profesional dan mendidik. Media pers adalah saluran komunikasi massa yang menjangkau sasaran yang sangat luas. Peranannya dalam demokrasi sangat menentukan. Karena itu, pers dianggap sebagai the fourth estate of democracy, atau untuk melengkapi istilah trias politica dari Montesquieu, disebut juga dengan istilah quadru politica. Kelima, kuatnya jaminan kebebasan berpikir (freedom of thought), dan berekspresi (freedom of expression), serta kebebasan untuk berkumpul dan beorganisasi secara damai (freedom of peaceful assembly and association). Pada intinya kebebasan dalam peri kehidupan bersama umat manusia itu adalah bermula dari kebebasan berpikir (freedom of thought). Dari kebebasan berpikir itu lah selanjutnya berkembang prinsip-prinsip freedom of belief, freedom of expression, freedom of assembly, freedom of association, feedom of the press, dan sebagainya dan seterusnya. Oleh sebab itu, iklim atau kondisi yang sangat diperlukan bagi dinamika pertumbuhan dan perkembangan partai politik di suatu negara, adalah iklim kebebasan berpikir. Artinya, partai politik yang baik memerlukan lahan sosial untuk tumbuh, yaitu adanya kemerdekaan berpikir di antara sesama warga negara yang akan menyalurkan aspirasi politiknya melalui salah satu saluran yang utama, yaitu partai politik. Dalam sistem representative democracy, biasa dimengerti bahwa partisipasi rakyat yang berdaulat terutama disalurkan melalui pemungutan suara rakyat untuk membentuk lembaga perwakilan. Mekanisme perwakilan ini dianggap dengan sendirinya efektif untuk maksud menjamin keterwakilan aspirasi atau kepentingan rakyat. Oleh karena itu, dalam sistem perwakilan, kedudukan dan peranan partai politik dianggap sangat dominan.