probarling ternak

98

Upload: rangga74

Post on 26-Jun-2015

369 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Probarling Ternak

1

P R O B A R L I N G

Page 2: Probarling Ternak

2

P R O B A R L I N G

PEDOMAN PRODUKSI BERSIH AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN

ISBN : 978-979-3864-16-7

Pengarah :Ir. Chairul Rachman, MM(Direktur Pengolahan Hasil Pertanian)

Penanggung Jawab :Ir. Susanto, MM.

Penyusun :Ir. Woro PalupiDede Sulaeman, ST, M.Si.Astrit Asriningrum, SEMuhammad Arif, SE

Kontributor :Dr. Ir. TB. Benito A. Kurnani, Dipl. Est., (Universitas Padjadjaran)Dr. Arif Wibowo, MS, (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup)Dra. Asnelia, Apt., (Badan Pengawas Obat dan Makanan)Lili Nus Chalimah, S.Pt, (Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. Bogor)Iwan Ramkar, (PT. Hasmilk)Endang Sri Marni Ismail, (Kelompok Wanita Tani BROSEM)

Foto :Tim Subdit Pengelolaan Lingkungan

Penerbit :Direktorat Pengolahan Hasil PertanianDirektorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil PertanianDepartemen PertanianTelp/Fax : 021-78842569,7815380 ext. 5334E-mail : [email protected]

© Juli 2010

Page 3: Probarling Ternak

i

P R O B A R L I N G

Secara umum belum banyak agroindustri skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pengolahan yang Baik (CPB), serta praktek sanitasi dan higiene dalam proses produksi, termasuk penanganan limbahnya.

Para pelaku usaha umumnya hanya fokus bagaimana mengolah bahan baku dari hasil pertanian menjadi makanan siap untuk dikonsumsi, tanpa memikirkan bagaimana cara mengolah yang baik, sehingga makanan atau produk aman untuk dikonsumi, bernilai gizi tinggi dan prosesnya ramah terhadap lingkungan. Untuk itu diperlukan suatu pedoman yang dapat dijadikan acuan bagi pelaku industri pengolahan pangan khususnya skala UMKM untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan mampu menjaga kondisi lingkungan industrinya yang sesuai dengan atau memenuhi standart GMP serta sanitasi dan higiene. Pedoman yang dapat menjadi acuan tersebut yaitu Pedoman Produksi Bersih Aman dan Ramah Lingkungan (PROBARLING).

Pedoman PROBARLING ini disusun oleh Tim Penyusun yang terdiri dari berbagai institusi yang terkait dan pelaku usaha. Pedoman ini meliputi pendahuluan, prinsip produksi bersih, aman dan ramah lingkungan, penerapan prinsip PROBARLING, serta strategi penerapan dan penutup.

Akhir kata, semoga dengan diterbitkannya buku Pedoman Produksi Bersih Aman dan

Ramah Lingkungan ini diharapkan para pelaku usaha pengolahan yang bersangkutan dapat mempedomaninya sehingga diperoleh produk yang aman untuk dikonsumsi, mempunyai nilai jual dan daya saing tinggi serta ramah lingkungan.

Jakarta, Juli 2010

Direktur Pengolahan Hasil Pertanian

Ir. Chairul Rachmanm, MM.

kata pengantar

Page 4: Probarling Ternak

ii

P R O B A R L I N G

Page 5: Probarling Ternak

iii

P R O B A R L I N G

HalKATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................ v

DAFTAR TABEL .................................................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang .......................................................................................................... 7 1.2. Maksud dan Tujuan ................................................................................................ 7 1.3. Ruang Lingkup ........................................................................................................ 7 1.4. Pengertian/Istilah .................................................................................................... 7

BAB II PRINSIP PROBARLING ................................................................................................... 11 2.1. Tatacara Produksi Pangan Yang Baik (GMP) .................................................. 11 2.2. Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SSOP) .................................................... 19 2.3. Produksi Bersih, Aman dan Ramah Lingkungan (PROBARLING) ............ 21 2.4. Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) .......................................................... 22 2.5. Pengelolaan Limbah ............................................................................................... 23

BAB III PENERAPAN PRINSIP PRODUKSI BERSIH DAN RAMAH LINGKUNGAN ................................................................................................. 27 3.1. Aspek Teknis .............................................................................................................. 27 3.2. Aspek Manajemen .................................................................................................. 34 3.3. Aspek Sumberdaya Manusia ............................................................................... 37 3.4. Aspek Finansial ....................................................................................................... 37

BAB IV STRATEGI PENERAPAN ................................................................................................. 39 4.1. Sosialisasi dan Promosi ......................................................................................... 39 4.2. Pelatihan dan Seminar .......................................................................................... 40

daftar isi

Page 6: Probarling Ternak

iv

P R O B A R L I N G

4.3. Kemitraan ................................................................................................................... 41

BAB V PENUTUP ............................................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 43

LAMPIRAN ......................................................................................................................................... 44 1. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan 2. Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan 3. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.5.1639 Tahun 2003 tentang Pedoman Cara Produksi Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) 4. SNI 01-3141-1998 tentang Susu Segar 5. SNI 01-2981-2009 tentang Standar Mutu Yoghurt

Page 7: Probarling Ternak

v

P R O B A R L I N G

daftar gambar

No. Daftar Gambar Halaman

1. Diagram alir minimasi limbah 102. Tata letak bangunan dan alur kerja 133. Fasilitas Sanitasi 154. Perlakuan Sanitasi & higiene 155. Peralatan Produksi 166. Proses pengolahan yoghurt 167. Penggunaan peralatan keamanan kerja 178. Penempatan label pangan pada kemasan 189. Perkembangan bakteri dalam susu segar 2810. Perlakuan pengeringan milk can 3011. Susu murni produksi HASMILK 32 12. Produk lain hasil olahan HasMilk 3313. Milk can 3514. Macam-macam alat pemerah susu 3515. Alat transportasi dan penyimpanan susu segar 3616. Penyerahan Penghargaan Ketahanan Pangan 40

Page 8: Probarling Ternak

vi

P R O B A R L I N G

daftar tabel

No. Daftar Tabel Halaman

1. Profil usaha di Indonesia, 2004 32. Struktur Industri di Indonesia, 2004 - 2006 33. Syarat mutu susu segar (SNI No. 01-3141-1998) 31

Page 9: Probarling Ternak

1

P R O B A R L I N G

11.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat serta membutuhkan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1996 , Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai pangan bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan dan bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Batasan pangan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan pengobatan.

Dewasa ini agroindustri (pengolahan hasil pertanian) baik skala rumah tangga, skala kecil maupun menengah banyak tumbuh di perkotaan maupun perdesaan. Namun secara umum belum banyak agroindustri skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pengolahan yang Baik (CPB), serta praktek sanitasi dan higiene personal dalam proses produksi, termasuk penanganan limbahnya. Hal ini menyebabkan kegiatan pengolahan hasil pertanian yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan nilai tambah, memperpanjang masa simpan menjadi terhambat realisasinya.

Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus ada pada setiap pangan yang akan dikonsumsi. Kemanan tersebut mencakup aspek keamanan konsumen, pekerja/ produsen dan lingkungan produksinya. Selain itu, pangan yang baik harus memperhatian aspek kemurnian dan higienisnya.

Pangan selalu melibatkan manusia dalam setiap tahapan produksinya. Setiap pangan dikategorikan baik bila memenuhi pengamatan keamanan, kemurnian dan higienisnya. Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua manusia. Dalam hal aman tidak hanya memperhatikan aspek konsumennya saja, tetapi juga pekerja yang memproduksi dan lingkungan produksinya.

pendahuluan

Page 10: Probarling Ternak

2

P R O B A R L I N G

Makanan yang layak dikonsumsi dan tidak menimbulkan penyakit harus memenuhi kriteria, diantaranya :a. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki b. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari

pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.

d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (foodborne diseases).

Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman yang akan dijadikan acuan bagi pelaku industri pengolahan pangan khususnya skala UMKM untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan mampu menjaga kondisi lingkungan industrinya yang sesuai dengan/ memenuhi standar GMP serta sanitasi dan higiene personal. Adapun pedoman yang menjadi acuan tersebut yaitu Pedoman Produksi Bersih Aman dan Ramah Lingkungan.

a. Karakteristik industri olahan skala UMKM Agroindustri perdesaan mempunyai peranan besar di perdesaan dalam hal

penyerapan tenaga kerja, namun peranannya relatif kecil dalam hal penciptaan nilai tambah. Hal ini dikarenakan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal penguasaan teknologi. Oleh karena itu perlu adanya suatu pedoman sebagai bahan pembinaan dari intansi terkait baik pusat maupun daerah agar agroindustri sebagai penarik pembangunan sektor pertanian diharapkan mampu berperan dalam menciptakan pasar bagi hasil-hasil pertanian melalui produk olahannya.

a.1. Posisi Agroindustri Perdesaan sebagai bagian dari usaha kecil Agroindustri perdesaan sebagai bagian dari usaha kecil maupun industri

kecil telah menjadi bagian penting dari sistem perekonomian nasional, yaitu mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan usaha dan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat serta ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa dan memperkokoh struktur ekonomi nasional. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 11: Probarling Ternak

3

P R O B A R L I N G

Dari Tabel 2 terlihat bahwa industri kecil termasuk didalamnya sektor agroindustri perdesaan, berperan besar dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini berkaitan erat dengan unit usaha yang ada. Pada tahun 2004 usaha kecil berjumlah 41.301.263 atau 99,13 % dari jumlah unit usaha yang ada termasuk usaha besar dan menengah).

Tabel 1. Profil usaha di Indonesia, 2004

Keterangan : Sektor ekonomi di Indonesia meliputi pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik, gas dan air minum, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, real estate, sewa dan jasa lainnya.

Parameter

Skala Usaha

Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar

Jumlah (unit/%) 41.301.263/99,13 361.052/0,86 2.158/0,01

Kesempatan Kerja (%) 88,92 10,54 0,54

Nilai Tambah

(% terhadap ekonomi) 43,42 15,42 44,90

Produktivitas Kecil Sedang besar

Sumber : Kementerian UKM, 2004

Tabel 2. Struktur Industri di Indonesia, 2004 - 2006

Uraian Satuan 2004 2005 2006

1.Tenaga Kerja Orang 10.822.076 11.390.942 11.981.002 a. Industri Kecil Orang 6.709.408 7.156.927 7.517.088 b. Industri Menengah Orang 1.640.791 1.727.038 1.827.073 c. Industri Besar Orang 2.471.877 2.506.977 2.636.841

2.PDB (hargakonstan 2000) Rp. Miliar 418.368,5 442.902,7 466.264,1 a. Industri Kecil Rp. Miliar 61.463,9 64.073,1 66.271,5 b. Industri Menegah Rp. Miliar 57.530,8 59.726,0 62.034,7 c. Industri Besar Rp. Miliar 299.373,8 319.103,6 337.957,9

Sumber : Kementerian UKM, 2007

Page 12: Probarling Ternak

4

P R O B A R L I N G

Namun tenaga kerja yang mendukung keberlangsungan agroindustri perdesaan tidak didukung dengan keterampilan yang memadai. Disamping itu, umumnya para pekerja masih memiliki ikatan persaudaraan. Hal ini yang menyebabkan tidak adanya peraturan tertulis dan tindakan tegas bila terjadi pelanggaran.

Para tenaga kerja ini tergantung pada usaha kecil dengan penghasilan yang pas pasan. Rendahnya kualitas atau kompetensi sumber daya manusia karena hanya memiliki tingkat kemampuan serta tingkat penguasaan ilmu dan teknologi yang rendah akan berdampak pada produk yang akan dihasilkannya. Untuk itu perlu peningkatan kompetensi mereka baik melalui pelatihan atau magang, dengan demikian diharapkan peningkatan ilmu dan penguasaan teknologi dapat mendorong muculnya inovasi-inovasi produk.

a.2. Permasalahan, Peluang dan Pengembangan Usaha Kecil Permasalahan, peluang dan pengembangan usaha kecil dalam ekonomi

nasional maupun global menunjukkan hal-hal apa yang perlu diperkuat dalam percaturan bisnis dan usaha-usaha manakah yang perlu dikembangkandi masa mendatang untuk mencapai usaha kecil yang potensial dan dinamis. Permasalahan tersebut dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kategori berikut :

• Permasalahanklasikdanmendasar,misalnyaketerbatasanmodal,SDM,pengembangan produk dan akses pemasaran.

• Permasalahanpadaumumnya,misalnyaantaraperandanfungsiinstansiterkait dalam menyelesaikan masalah dasar yang berhubungan dengan masalah lanjutan seperti prosedur perijinan, perpajakan, agunan dan hukum.

• Permasalahanlanjutan,misalnyapengenalandanpenetrasipasareksporyang belum optimal, kurangnya pemahaman desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, masalah hukum yang menyangkut perijinan, hak paten dan prosedur kontrak.

Permasalahan usaha kecil dalam arti luas dapat dikelompokkan ke dalam 7 (tujuh) faktor/karakteristik berikut :

a. Kesulitan Pemasaran Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum

dihadapi oleh UMKM adalah tekanan-tekanan persaingan, baik di pasar domestikdari produk-produk serupa buatan usaha besar, maupun produk impor di pasar ekspor.

b. Keterbatasan Finansial UMKM menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial, yaitu

mobilisasi modal awal dan akses ke modal kerja investasiserta finansial jangka panjang akibat skala ekonomi yang kecil. Modal yang dimiliki oleh pengusaha kecil sering kali tidak mencukupi untuk kegiatan produksinya, terutama untuk investasi (perluasan kapasitas produksi atau penggantian

Page 13: Probarling Ternak

5

P R O B A R L I N G

mesin-mesin tua), walaupun modal awal bersumber dari modal sendiri atau dari sumber-sumber informal.

Banyaknya kredit perbankan saat ini tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan finansial UMKM sehingga sumber-sumber pendanaan dari sektor informal masih tetap dominan di dalam pembiayaan UMKM. Hal ini disebabkan oleh sejumlah alasan, diantaranya lokasi bank terlalu jauh bagi pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolasi, persyaratan kredit terlalu berat, kurang informasi mengenai skim-skim perkreditan yang ada beserta prosedurnya. Hal lainnya adalah sistem pembukuan yang relatif sederhanan dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar atau kadangkala pembukuan oleh UMKM tidak up to date sehingga sulit untuk menilai kinerja usahanya.

c. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) Keterbatasan SDM merupakan merupakan salah satu kendala serius bagi

banyak UMKM, terutama dalam aspek kewirausahaan, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, perancangan teknik, pengendalian dan pengawasan mutu (quality control), organisasi bisnis akutansi, pengolahan data, teknik pemasaran. Semua keahlian ini dibutuhkan untuk mempertahankan dan atau memperbaiki mutu produk, meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar baru.

d. Masalah Bahan Baku Keterbatasan bahan baku dan masukan lainnya sering menjadi salah

satu kendala serius bagi pertumbuhan dan kelangsungan produksi bagi banyak UMKM.

e. Keterbatasan Teknologi UMKM masih menggunakan teknologi dalam bentuk mesin-mesin tua

(manual). Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya menyebabkan rendahnya total faktor produktivitas dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya mutu produk yang dibuat. Keterbatasan teknologi di UMKM disebabkan oleh banyak faktor, diantara keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin baru guna menyempurnakan proses produksi, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi (mesin-mesin dan alat-alat produksi baru), serta keterbatasan SDM yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru dan melakukan inovasi-inovasi dalam produk maupun proses produksi.

f. Kekurangmampuan pengusaha kecil untuk menentukan pola menajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan usahanya, sehingga pengelolaan usahanya menjadi terbatas. Dalam hal ini,

Page 14: Probarling Ternak

6

P R O B A R L I N G

manajemen merupakan seni yang dapat digunakan atau diterapkan dalam kegiatan apapun, karena dalam setiap kegiatan akan terdapat unsur-unsur perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Atas dasar hal tersebut, maka praktek-praktek manajemen dapat dilakukan dalam fungsi yang ada dalam suatu usaha, yaitu :

1. Planning (perencanaan) 2. Organizing (pengorganisasian) 3. Actuating (pelaksanaan) 4. Controlling (pengawasan)

g. Kemitraan Kemitraan mengacu pada pengertian bekerja sama antar pengusaha

dengan tingkatan yang berbeda, yaitu antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar. Istilah kemitraan sendiri mengandung arti bahwa meskipun tingkatannya berbeda, hubungan yang terjadi merupakan hubungan yang setara (sebagai mitra).

a.3. Peluang dan Pengembangan Pada saat Indonesia dilanda krisis ekonomi (1998-2000), usaha kecil

menunjukkan fleksibilitas yang tinggi dan mampu bertahan dibandingkan usaha besar dari sub-sub sektor kegiatan ekonomi yang dijadikan pusat pertumbuhan telah mengalami kebangkrutan akibat penggunaan bahan baku impor dan selisih kurs mata uang asing terhadap rupiah. Dengan demikian, terlihat bahwa peran usaha kecil dalam perekonomian nasional sangat positif terhadap pendapatan dan penyedia lapangan kerja.

Di Indonesia, jumlah UMKM meningkat secara cepat. Menurut BPS dan Kantor Menteri Negara Koperasi dan UMKM pada tahun 2006, 98,8 % lebih usaha yang ada di Indonesia adalah berbentuk UMKM. Pada tahun 2006, jumlah UMKM mencapai 48.926.636 dengan pertumbuhan 9,5 %. Disamping itu, UMKM menjadi tumpuan utama penyerapan tenaga kerja pada masa mendatang karena jumlah tenaga kerja yang terlibat di UMKM sangat besar. Sebagai gambaran, pada tahun 2006 mencapai lebih dari 85 juta orang atau 96,18 % dari total tenaga kerja yang terlibat di UKM dan pada periode 2005-2006, UMKM telah mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 55.700. Hal ini membuktikan bahwa UMKM merupakan tulang punggung penyediaan tenaga kerja di Indonesia serta sebagai dinamisator dan stabilisator perekonomian Indonesia. Namun demikian, dalam pengembangan usahanya masih mengalami hambatan akses ke bank dalam hal permodalan.

Perkembangan UMKM di Indonesia ditentukan oleh banyak faktor, yang secara garis besar dapat dibedakan atas faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang paling dominan adalah ”kebijakan pemerintah, pasokan bahan baku, dan karakteristik pasar sasaran”. Faktor internal yang paling dominan adalah

Page 15: Probarling Ternak

7

P R O B A R L I N G

“kemampuan manajemen organisasi” dan “mutu produk”. Untuk memperbaiki mutu produk UMKM diperlukan suatu metode peningkatan mutu yang sesuai bagi UMKM, yaitu yang mampu mendukung kemampuam manajemen organisasi UMKM, sekaligus mampu memperbaiki kinerja mutu produknya, yang pada akhirnya dapat mendukung keunggulan bersaing UMKM, baik di pasar nasional maupun internasional.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penyusunan pedoman produksi bersih aman dan ramah lingkungan (PROBARLING) adalah :• Memberikan pedoman secara umum kepada pelaku usaha olahan skala UKM

tentang produksi bersih aman dan ramah lingkungan • PenerapanGMPdanSPOSanitasidiagroindustriperdesaan• Meningkatkan citraproduk yang sehat, amandanberkualitas dari agroindustri

perdesaan • Meningkatkan daya saing dan nilai jual produk serta pangsa pasar produk

agroindustri perdesaan• Menciptakanagroindustriperdesaanyangramahlingkungan

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pedoman produksi bersih aman dan ramah lingkungan ini meliputi: Penerapan Good Manufacturing Practises (GMP) yang terdiri atas Lingkungan Produksi, Bangunan, Fasilitasi Sanitasi, Peralatan Produksi, Proses Pengolahan, Produk akhir, Karyawan, Label Pangan, Wadah dan Pembungkus, Penyimpanan, Pemeliharaan, Penanggung Jawab, Penarikan Produk, Pencatatan dan Dokumentasi serta Standar Prosedur Operasi Sanitasi dan Higiene Personal.

1.4. Pengertian/Istilah

Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan :1. Agroindustri adalah kegiatan dengan ciri: (a) meningkatkan nilai tambah, (b)

menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan, (c) meningkatkan daya simpan, dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan produsen.

2. Agroindustri perdesaan adalah usaha produktif milik perorangan atau badan usaha yang menangani pengolahan bahan pangan di perdesaan dengan skala usaha dari mikro sampai menengah.

3. Bangunan adalah tempat yang digunakan untuk melakukan kegiatan produksi atau penyimpanan makanan.

Page 16: Probarling Ternak

8

P R O B A R L I N G

4. Buangan adalah limbah atau bahan sisa lain yang berkaitan dengan produksi.5. Buangan terolah adalah buangan yang diolah dengan sistem yang tepat sehingga

tidak menimbulkan pencemaran.6. Foodborne Diseases adalah penyakit menular atau keracunan yang disebabkan

oleh mikroba atau agen yang masuk ke badan menusia melalui makanan yang dikonsumsinya.

7. Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pengolahan Yang Baik (CPB) merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi suatu produk olahan antara lain mencakup lokasi, bangunan, ruang dan sarana pengolahan, proses pengolahan, peralatan pengolahan, penyimpanan, distribusi produk olahan, kebersihan dan kesehatan pekerja, serta penanganan limbah dan pengelolaan lingkungan.

8. Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan (Enksiklopedia Indonesia).

9. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

10. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman.

11. Manajemen adalah suatu kegiatan pengelolaan yang diawali dengan proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan, keempat proses tersebut saling mempunyai fungsi masing-masing untuk mencapai suatu tujuan organisasi.

12. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai pangan bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan dan bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman (UU No. 7/1996 tentang Pangan).

13. Produksi bersih adalah aplikasi strategi perlindungan lingkungan yang terintegrasi yang dilakukan secara kontinyu pada proses produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan, dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan (UNEP, 1992).

14. Bagi proses produksi meliputi penghematan bahan baku, air dan energi, mengeliminasi bahan beracun dan berbahaya, dan mengurangi jumlah dan toksinitas seluruh emisi dan limbah di sumbernya selama proses berlangsung.

15. Bagi produk : ditekankan pada reduksi dampak negatif suatu produk terhadap lingkungan mulai dari pengadaan bahan baku, manufaktur dan penggunaan sampai dengan pembuangan akhir.

16. Bagi Jasa/Pelayanan : Pemasukan aspek lingkungan ke dalam proses desain dan pemberian pelayanan.

Page 17: Probarling Ternak

9

P R O B A R L I N G

17. Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan

18. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.

19. Persyaratan keamanan pangan adalah standar dan ketentuan-ketentuan lain yang harus dipenuhi untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

20. Pencemaran makanan adalah peristiwa masuknya zat asing ke dalam makanan yang seharusnya tidak ada mengakibatkan turunnya mutu makanan.

21. Persyaratan sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang harus dipenuhi sebagai upaya mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya agar pangan yang dihasilkan dan dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan dan jiwa manusia.

22. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk pangan

23. Sanitasi pangan adalah upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minumam, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.

24. Usaha mikro/rumah tangga adalah usaha produktif milik orang perorang atau badan usaha perorangan dengan kekayaan bersih maksimal Rp. 50 juta diluar tanah dan bangunan dengan omzet maksimal Rp. 300 juta setahun.

25. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif milik orang perorang atau badan usaha, berdiri sendiri bukan merupakan anak atau cabang. Usaha yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bangian langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau besar dengan kekayaan bersih > Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta diluar tanah dan bangunan. Omzet > Rp. 300 juta dengan maksimal maksimal Rp. 2,5 milyar setahun. Biasanya merupakan usaha yang membuat produk yang khusus, unik dan spesial agar tidak bersaing dengan usaha besar, daerah pemasaran dari usaha kecil tidak terlalu luas sehinga konsumennya dapat betul-betul dikuasai dan dengan modal yang terbatas perusahaan kecil yang sukses bersifat luwes dan sering menghasilkan inovasi-inovasi.

26. Tindak Sanitasi merupakan usaha untuk mematikan jasad renik patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lain agar tidak membahayakan.

27. Agroindustri adalah industri yang bahan baku utamanya hasil pertanian atau industri yang mengolah bagian tanaman/tumbuhan menjadi bahan lain. Agroindustri atau pengolahan hasil pertanian meningkatkan nilai tambah karena sudah diolah menjadi bahan setengah jadi atau bahan lain sehingga meningkatkan nilai jual.

Page 18: Probarling Ternak

10

P R O B A R L I N G

MIN

IMAS

I LIM

BAH

LIMBA

H YA

NG TI

DAK D

APAT

DIM

ODIF

IKAS

I- S

YSTE

M PE

NGOL

AH LI

MBA

H- D

ISPO

SAL

BAHA

N BA

KU:

-Per

ubah

an/

Peng

gant

ian

- Pem

urni

an

OPER

ASIO

NAL

- Se

greg

asi/

Pe

mila

han

Lim

bah

- Pe

nceg

ahan

ke

boco

ran

- Pe

ngat

uran

Pr

oses

- G

ood

Hou

se

Keep

ing

TEKN

OPRO

- Pe

ngga

ntia

n/M

odifi

kasi

Tekn

olog

i/ Pr

oses

- Re

desa

in-

Peng

gant

ian

Mes

in

PROD

UK-

Peng

gant

ian

prod

uk/

refo

rmul

asi

- Su

bstit

usi

REU

SE(P

engg

unaa

n Ke

mba

li)

RECY

CLE

(Dau

r Ula

ng)

RECO

VER

Y(P

erol

ehan

Ke

mba

li)

PEM

ANFA

ATAN

LIM

BAH

REDU

KSI P

ADA S

UMBE

R

Gam

bar 1

. D

iagr

am A

lir M

inim

asi L

imba

h

Page 19: Probarling Ternak

11

P R O B A R L I N G

22.1. Tatacara Produksi Pangan Yang Baik (GMP)

Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) di Indonesia telah memberikan konstribusi yang penting dalam kegiatan ekonomi nasional. Di Indonesia UMKM mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan, hal ini sesuai dengan salah satu kebijakan pembangunan dalam jangka panjang adalah memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan masing-masing wilayah menuju keunggulan kompetitif. Perwujudan kebijakan ini dapat dilakukan salah satunya adalah melalui pengembangan UMKM. Selain itu, dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), menunjukkan makin kuatnya posisi UMKM dalam kebijakan pembangunan nasional. Persoalan mendasar dari hal tersebut adalah bagaimana mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tersebut, sehingga UMKM di Indonesia betul-betul menjadi pelaku ekonomi yang mempunyai kontribusi besar dalam memperkuat perekonomian domestik.

Namun demikian, dari sisi mutu atau kualitas produk-produk UMKM masih banyak yang belum memenuhi kaidah-kaidah cara produksi pangan yang baik. Sementara di sisi lain, kesadaran sebagian masyarakat akan produk yang bermutu atau berkualitas masih rendah. Oleh karena itu, perlu adanya pembinaan dan pendampingan dari pemerinath agar pelaku usahan UMKM mampu mewujudkan produk pangan yang memiliki sifat aman (tidak membahayakan), sehat dan bermanfaat bagi konsumen serta dapat bersaing secara kualitas baik dometik maupun global.

Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan. CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil sedang maupun yang berskala besar. Melalui CPPB ini industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk

prinsip probarling

Page 20: Probarling Ternak

12

P R O B A R L I N G

dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan.

Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi ktriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit. Untuk memenuhi kriteria tersebut, dapat menerapkan Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB), meliputi:

a. Lokasi Lingkungan Produksi Untuk menetapkan lokasi perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi

lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksi¬nya, misalnya lokasi produksi tidak bersebelahan atau berdekatan dengan lokasi pembuangan sampah. Hal ini dikarenakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sumber kontaminan potensial secara biologi. Selain TPA, hal lain yang harus diwaspadai dalam menentukan lokasi produksi adalah :

• Daerahbebaspencemaranpestisida,semakbelukardangenanganair • Pemukiman padat penduduk (aktivitas penduduk menimbulkan

pencemaran) • Tidakdidaerahpenumpukanbarangbekasdandaerahkotorlainnya • Lingkunganyangterawatdanbersih • Bebasbanjirdantersediasaranajalanyangbaik • Bebasdarikotorandansumberpencemaran • Bebasdaribauyangtidaksedap,asapdandebu • Sumberairmemenuhisyaratairminumdancukup • Sistempembuanganair/saluransesuaiketentuan

b. Bangunan Bangunan merupakan tempat yang digunakan untuk melakukan kegiatan

produksi atau penyimpanan makanan. Bangunan terdiri atas ruang pokok atau ruang yang digunakan sebagai tempat produksi dan ruang pelengkap seperti ruangan yang digunakan sebagai tempat administrasi produksi atau ruang ganti keryawan. Bangunan dapat menjamin bahwa pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia, serta mudah dibersihkan dan disanitasi. Tata letak bangunan sedemikian rupa diatur agar tidak berdekatan atau tercampur antara bahan baku, proses olahan dan produk beracun atau pembersih (mencegah terjadinya kontaminasi silang). Daerah bersih dan daerah kotor dipisah secara fisik, pekerja dan alat didaerah bersih terpisah dengan daerah kotor, pekerja daerah bersih tidak masuk ke daerah

Page 21: Probarling Ternak

13

P R O B A R L I N G

kotor dan sebaliknya. Tata letak bangunan dan alur kerjanya dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

1) Disain dan Tata Letak Ruang produksi seharusnya cukup luas dan mudah dibersihkan 2) Lantai a) Lantai seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak

licin, kuat mudah dibersihkan dan dibuat miring untuk memudahkan pengaliran air.

b) Lantai harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir dan kotoran lainnya.

3) DInding a) Dinding seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna

terang, tahan lama, tidak mudah megelupas, kuat dan mudah dibersihkan.

b) Dinding harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya.

4) Langit- langit a) Konstruksi langit-langit seharusnya didisain dengan baik untuk

mencegah penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama, memperkecil terjadinya kondensasi, serta terbuat dari bahan tahan lama dan mudah dibersihkan.

b) Langit-langit harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang laba-laba dan kotoran lainnya.

Gambar 2. Tata letak bangunan dan alur kerja

Page 22: Probarling Ternak

14

P R O B A R L I N G

5) Pintu, Jendela dan Lubang Angin a) Pintu dan jendela seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah

pecah, rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan. b) Pintu, jendela dan lubang angin seharusnya dilengkapi dengan kawat

kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan saat pembesihan dan perawatan.

c) Pintu seharusnya didisain membuka ke luar/ ke samping sehingga debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan pengolahan

d) Pintu seharusnya dapat ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan tertutup.

e) Lubang angin harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang produksi

f ) Lubang angin harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu dan tidak dipenuhi sarang laba-laba.

6) Kelengkapan ruang produksi a) Ruang produksi seharusnya cukup terang sehingga karyawan dapat

mengerjakan tugasnya dengan teliti. b) Di ruang produksi ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam

keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya. c) Di ruang produksi harus tersedia perlengkapan Pertolongan Pertama

Pada Kecelakaan (PPPK) 7) Tempat Penyimpanan a) Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan bahan

tambahan pangan (BTP) seharusnya terpisah dengan produk akhir. b) Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-

bahan bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas dan oli. c) Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama

seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung atau mikroba dan ada sirkulasi udara.

c. Fasilitasi dan Sanitasi Fasilitas dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan

selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan.

1) Umum; Bangunan dilengkapi fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene.

2) Sarana penyediaan air, Sumber air, perpipaan, tempat persediaan air mampu menyediakan air bersih sesuai kebutuhan produksi maupun perusahaan.Pemanasan dan bahan sarana penyediaan air memenuhi ketentuan yang berlaku.

3) Sarana toilet; Letaknya tidak langsung ke ruang pengolahan, dilengkapi bak cuci tangan, tanda pemberitahuan untuk karyawan agar mencuci tangan setelah keluar toilet, jumlah cukup sesuai jumlah karyawan (1 toilet untuk 20

Page 23: Probarling Ternak

15

P R O B A R L I N G

orang), dan ventilasi toilet yang baik, pintu toilet/jamban harus selalu dalam keadaan tertutup.

4) Sarana cuci tangan; Pada tempat yang diperlukan, air mengalir dilengkapi dengan sabun, alat pengering dan tempat sampah, jumlah cukup sesuai karyawan.

5) Saluran pembuangan air limbah • Ukuranmemadaidengankonstruksiyangmemudahkanpembersihan,

kedap air serta permukaan halus dan rata • Diberisaringanuntukmencegahmasuknyabinatangpengerat • Diberipenutupdandilengkapbakkontrol • Dilengkapikatupuntukmencegahmasuknyaairdariluarareakedalam

unit pengolahan

d. Peralatan Produksi Selain itu tata letak kelengkapan ruang produksi juga diatur agar tidak terjadi

kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan seharusnya didesain, dikonstruksi dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. Seperti halnya untuk peralatan dapur atau benda tajam di desain sesuai kebutuhan dan menggunakan bahan anti karat.

e. Proses Pengolahan Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi

pengolahan harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri rumahtangga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut

1) Formula dasar : • Penetapanspesifikasibahanbaku • Penetapankomposisidanformulasibahan

15

Gambar 3. Fasilitas Sanitasi Gambar 4. Perlakuan Sanitasi & higiene

Page 24: Probarling Ternak

16

P R O B A R L I N G

• Penetapan cara produksiyang baku

• Penetapan jenis, ukuran,dan spesifi kasi kemasan

• Penetapan keteranganlengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa

2) Standard Operating Procedure (SOP). Ada instruksi tertulis mengenai: nama makanan, tanggal pembuatan, kode, jenis dan jumlah bahan yang digunakan, tahap pengolahan, jumlah hasil pengolahan, dan lain-lain.

f. Produk Akhir Perusahaan sangat dituntut untuk menjadi unggul dalam daya saing maupun

dalam kualitas produk. Untuk itu, perusahaan perlu melakukan pengendalian kualitas bahan baku, proses produksi, maupun produk akhirnya. Dengan

Gambar 5. Peralatan Produksi

Gambar 6. Proses pengolahan yoghurt

Page 25: Probarling Ternak

17

P R O B A R L I N G

diterapkannya pengendalian kualitas diharapkan akan diperoleh output yang berkualitas tinggi dengan menerapkan beberapa aturan sebagai berikut :

1) Memenuhi persyaratan mutu, tidak merugikan atau membahayakan kesehatan

2) Sesuai persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan apabila belum ada standar yang berlaku

3) Dilakukan pemeriksaan organoleptik, fi sika, kimia dan mikrobiologi sebelum diedarkan.

g. Karyawan Pekerja atau karyawan yang bertugas dalam operasional pengolahan harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut : Kebersihan : 1) Sehat dan menjaga kebersihan diri

(mandi, cuci rambut) 2) Bebas luka/penyakit kulit 3) Pemeriksaan berkala 4) Menggunakann sarana kerja 5) Mencuci tangan 6) Kuku pendek dan bersih

Perilaku dan Kebiasaan saat bekerja : 1) Tidak menyentuh hidung, wajah,

muka, telinga dan rambut 2) Tidak memasukan jari ke dalam

mulut 3) Tidak menyandari/menduduki

peralatan 4) Tidak menggunakan make-up berlebihan dan parfum pada area penyiapan makanan 5) Tidak makan / minum 6) Tidak merokok 7) Tidak meludah sembarang tempat 8) Tidak menggunakan perhiasan berlebihan 9) Pakaian kerja bersih, diganti setiap hari dan tidak dibawa keluar area

produksi

h. Label Pangan Pangan yang telah diproduksi harus diberi Label Pangan, sebagai salah satu

informasi dan pengetahuan untuk konsumen dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Label memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Label pangan harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen memilih, menyimpan, mengolah

17

1) Sehat dan menjaga kebersihan diri

1) Tidak menyentuh hidung, wajah,

2) Tidak memasukan jari ke dalam

Gambar 7. Penggunaan peralatan keamanan kerja

Page 26: Probarling Ternak

18

P R O B A R L I N G

dan mengkonsumsi pangan. Dibuat dengan ukuran, kombinasi warna dan bentuk yang berbeda.

2) Pada label sekurang-kurangnya memuat keterangan : berat bersih atau isi bersih; nama dan alamat pihak yang memproduksi; tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa; nomor pendaftaran produk.

3) Kode produksi pangan diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan.

i. Wadah dan Pembungkus Untuk menarik konsumen akhir atau pembeli, produk akhir akan dimasukkan

atau dibungkus dalam wadah yang menarik. Namun tetap harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Dapat melindungi dan mempertahankan mutu dari pengaruh luar 2) Tidak berpengaruh terhadap isi, tidak toksik, mudah dibersihkan dan

didisfeksi 3) Bahan tidak dapat mengganggu atau mempengaruhi mutu 4) Dapat menjamin keutuhan dan keaslian isi

j. Penyimpanan Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan dan

produk pangan yang diolah. Penyimpanan dapat dilakukan dengan mengacu pada syarat-syarat sebagai berikut :

1) Bahan dan hasil produksi disimpan terpisah, bersih, bebas serangga, binantang pengerat dan / atau binatang lain,

2) Bahan dan hasil produksi ditandai dan ditempatkan secara jelas

Gambar 8. Penempatan label pangan pada kemasan

Page 27: Probarling Ternak

19

P R O B A R L I N G

3) Penerapan sistem First In First Out (FIFO) 4) Wadah dan atau kemasan harus disimpan ditempat bersih dan tidak

bercampur dengan bahan yang dapat menyebabkan pencemaran 5) Kondisi ruang penyimpanan disesuaikan dengan jenis produk (suhu,

kelembaban dan cahaya).

k. Pemeliharaan Bangunan beserta seluruh isi dan fasilitasnya harus dipelihara dan disanitasi,

bersih dan berfungsi baik. Pencegahan masuknya binatang (serangga, binatang pengerat, unggas dan binatang lainnya). Pembasmian jasad renik dan hama (pest) dilakukan hati-hati untuk mencegah gangguan kesehatan dan pencemaran.

l. Penanggung Jawab Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap proses

produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan aman.

m. Penarikan Produk Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan

karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan.

n. Pencacatan dan Dokumentasi Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan

penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi.

2.2. Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SSOP)

Industri pangan maupun usaha pengolahan pangan agar dapat menghasilkan atau memproduksi pangan yang berkualitas, maka aspek sanitasi baik peralatan maupun personil harus menjadi hal penting. Oleh karena itu industri pangan baik skala kecil maupun besar diharapkan dapat menerapkan Standar Prosedur Operasi Sanitasi dalam usahanya.

Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi :1. Mempunyai dan menerapkan Program SPO secara tertulis;2. Memonitor kondisi dan penerapan SPO Sanitasi;3. Melakukan tindakan koreksi segera bila ada penyimpangan kondisi dan

penerapan SPO Sanitasi;4. Memelihara rekaman.Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SPOS) meliputi :

Page 28: Probarling Ternak

20

P R O B A R L I N G

1. Keamanan air • Keamananairyangkontakdenganprodukpangan • Air untuk produksi (air yang digunakan/ditambahkan ke dalam proses

produksi) • Tidakadahubungansilangantaraairbersihdanairkotor Sumber-sumber air : • PAM(mututerstandar(sudahmelaluiwater treatment)) • Sumur(harusdilakukanwater treatment) • Air laut (bebas dari kontaminan, tetapi harus diwaspadai kadar garam

tinggi).

2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; Dijaga agar permukaan yang kontak dengan bahan pangan tidak terkontaminasi

selama proses pengolahan, contoh : peralatan pengolahan, pisau, meja, talenan, sarung tangan, baju kerja.

3. Pencegahan kontaminasi silang; • Tindakankaryawan(karyawansakittidakusahmasukkerja) • Pemisahanbahandenganproduksiapkonsumsi • Desainsarana–prasaranamencegahkontaminasisilang

4. Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet; Hal ini dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kontaminasi terhadap

proses produksi pangan. Praktek Higiene Karyawan meliputi : • Mencucitangan • Peraturanpenggunaanperhiasan • Kondisirambut/janggut • Alaskaki • Makan,minum,merokokdll • Pengunaanobat-obatan,komestik

5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan; Tujuan dari kegiatan ini adalah menjamin bahwa produk pangan, bahan

pengemas, dan permukaan kontak langsung dengan pangan terlindungi dari kontaminasi mikrobial, kimia dan fisik.

Penyimpanan bahan berbahaya : • Aksesterbatas(tidaksemuaorangdapatmengakseskeruangtersebut) • Pisahkanfood grade • Jauhkandenganproduk Penggunaan bahan berbahaya : • Menurutintruksiperusahaanprodusen • Prosedurtidakakanmencemariproduk

Page 29: Probarling Ternak

21

P R O B A R L I N G

6. Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan berbahaya yang benar; Tujuan tahapan ini adalah untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan

dan penggunaan bahan berbahaya adalah benar untuk proteksi produk dari kontaminasi.

Pelabelan wadah bahan berbahaya. Label wadah asal : • Namabahan/larutandalamwadah • Namaalamatprodusen/distributor • Petunjukpenggunaan Label wadah untuk kerja : • Namabahan/larutandalamwadah • Petunjukpenggunaannya

7. Pengawasan kondisi kesehatan personil; Pengawasan terhadap personil yang mempunyai tanda-tanda penyakit, luka

dan kondisi lain yang dapat menjadi sumber kontaminasi mikrobilogi.

8. Menghilangkan pest dari unit pengolahan. Tujuan tahapan ini adalah menjamin tidak adanya pest dalam bangunan

pengolahan pangan terdapat 3 (tiga) fase program pest control • Eliminasitempatbersembunyi • Menghilangkanpestdariruangpengolahan • Pembasmianpestdarimasuknyakembalikedalamunitpengolahan

Contoh pest : • Lalatdankecoapembawa:Salmonella,Staphylococcus,Clostridium • Binatangpengerat:Salmonella,Parasit • Burung:SalmonelladanListeria

2.3. Produksi Bersih, Aman dan Ramah Lingkungan (PROBARLING)

Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan.

Pedoman produksi bersih aman dan ramah lingkungan, secara prinsip adalah penerapan GMP dan SPO Sanitasi disesuaikan dengan kondisi industri olahan skala UMKM dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas produk olahan sehingga produk

Page 30: Probarling Ternak

22

P R O B A R L I N G

tersebut aman untuk dikonsumsi, meningkat nilai jual dan daya saingnya serta pangsa pasarnya, dan dalam proses produksinya tidak mencemari lingkungan.

Pelaku usaha olahan skala UMKM diharapkan dapat menerapkan standar yang dipersyaratkan seperti GMP dan SOP Sanitasi disesuaikan dengan kondisi dan skala usahanya. Minimal mereka dalam menjalankan usahanya sudah mempunyai komitmen untuk menjalankannya.

Dalam mewujudkan produk yang bersih, aman (sesuai GMP dan SOP Sanitasi) dan ramah lingkungan, pelaku usaha olahan juga harus memperhatikan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) serta kepedulian lingkungan dengan meminimalkan limbah yang dihasilkan dan mengolahnya terlebih dahulu sesuai baku mutu yang dipersyaratkan sehingga tidak mencemari lingkungan.

2.4. Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3)

Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja dan pemerintah dalam dunia usaha. Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang sistem manajemen K3.

Tujuan dari penerapan sistem K3 adalah memberikan hak perlindungan bagi pekerja atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan atas moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Sementara manfaat yang diharapkan bagi penerapan sistem K3 antara lain :• Mengurangiangkakematian,luka-lukadanpenyakitakibatkerja.• Meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja

yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-sehari.• Meningkatkankinerjapekerja• Mengurangitingkatbahayakesehatandankeselamatankerja

Saat ini K3 sudah semakin dipahami oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia. Pertanian mengandung/menimbulkan seluruh spektrum keselamatan kerja dan risiko bahaya kesehatan. Pestisida dapat menyebabkan keracunan atau penyakit yang serius. Mesin-mesin dan alat-alat berat yang digunakan untuk pertanian merupakan sumber bahaya yang dapat menyebabkan cedera dan kecelakaan kerja yang berakibat fatal. Sepatu boot untuk menghindari terinjak benda tajam atau terpeleset pada saat pencucian. Celemek atau baju kerja melindungi terkontaminasi bahan baku pada saat proses olahan. Penutup kepala digunakan untuk menghindari jatuhnya benda-benda kotor yang hinggap di rambut pekerja. Di wilayah tropika, pekerja juga berisiko terkena sengatan matahari dan hawa panas. Masker dapat melindungi pekerja dari debu binatang dan tumbuhan hasil bumi yang dapat mengakibatkan alergi dan penyakit pernafasan.

Page 31: Probarling Ternak

23

P R O B A R L I N G

Bahaya-bahaya lain meliputi semua jenis nyeri otot akibat keseleo atau terkilir karena mengangkat dan membawa bahan menular. Terkena tanaman beracun/ berbahaya, gigitan serangga dan ular juga merupakan risiko bahaya yang sudah umum diketahui, melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang, dan bekerja dengan postur tubuh yang salah, dan berbagai masalah psikososial. Selain itu, tidak adanya atau kurangnya air bersih untuk diminum dan higiene yang tidak memadai dapat menimbulkan penyakit.

2.5. Pengelolaan Limbah

Agroindustri atau industri pengolahan hasil pertanian merupakan salah satu industri yang menghasilkan air limbah yang dapat mencemari lingkungan, sehingga perlu memperhatikan daya dukung dan kualitas lingkungan. Seperti halnya dengan usaha peternakan sapi perah dengan skala usaha lebih dari 20 ekor dan relatif terlokalisasi akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran ini disebabkan oleh pengelolaan limbah yang belum dilakukan dengan baik, bila dikelola dengan baik, limbah tersebut memberikan nilai tambah bagi usaha peternakan dan lingkungan di sekitarnya. Sistem usaha peternakan dengan penerapan produksi bersih merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meminimisasi limbah ternak.

Mengingat tingginya potensi pencemaran yang ditimbulkan oleh air limbah yang tidak dikelola dengan baik, maka diperlukan pemahaman dan informasi mengenai pengelolaan air limbah secara benar. Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan (minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah. Dengan demikian untuk mencapai hasil yang optimal, kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan limbah perlu dilakukan dan tidak hanya mengandalkan kegiatan pengolahan limbah saja. Bila pengelolaan limbah hanya diarahkan pada kegiatan pengolahan limbah maka beban kegiatan di Instalasi Pengolahan Air Limbah akan sangat berat, membutuhkan lahan yang lebih luas, peralatan lebih banyak, teknologi dan biaya yang tinggi. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan, segregasi dan penanganan limbah) akan sangat membantu mengurangi beban pengolahan limbah di IPAL.

Tren pengelolaan limbah adalah menjalankan secara terintergrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling limbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta minim tingkat pencemarannya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi limbah (waste minimization).

Page 32: Probarling Ternak

24

P R O B A R L I N G

Secara prinsip, konsep produksi bersih dan minimasi limbah mengupayakan dihasilkannya jumlah limbah yang sedikit dan tingkat cemaran yang minimum. Namun, terdapat beberapa penekanan yang berbeda dari kedua konsep tersebut yaitu: produksi bersih memulai implementasi dari optimasi proses produksi, sedangkan minimasi limbah memulai implementasi dari upaya pengurangan dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan.

Produksi Bersih menekankan pada tata cara produksi yang minim bahan pencemar, limbah, minim air dan energi. Bahan pencemar atau bahan berbahaya diminimalkan dengan pemilihan bahan baku yang baik, tingkat kemurnian yang tinggi, atau bersih. Selain itu diupayakan menggunakan peralatan yang hemat air dan hemat energi. Dengan kombinasi seperti itu maka limbah yang dihasilkan akan lebih sedikit dan tingkat cemarannya juga lebih rendah. Selanjutnya limbah tersebut diolah agar memenuhi baku mutu limbah yang ditetapkan.

Strategi produksi bersih yang telah diterapkan di berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif mengatasi dampak lingkungan dan memberikan beberapa keuntungan, antara lain :a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien;b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar;c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media yang lain;d). Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan;e). Mengurangi biaya penaatan hukum;f ). Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan (clean up);g). Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional;h). Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela.

Minimasi limbah merupakan implementasi untuk mengurangi jumlah dan tingkat cemaran limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi dengan cara pengurangan, pemanfaatan dan pengolahan limbah. Pengurangan limbah dilakukan melalui peningkatan atau optimasi efisiensi alat pengolahan, optimasi sarana dan prasarana pengolahan seperti sistem perpipaan, meniadakan kebocoran, ceceran, dan terbuangnya bahan serta limbah.

Pemanfaatan ditujukan pada bahan atau air yang telah digunakan dalam proses untuk digunakan kembali dalam proses yang sama atau proses lainnya. Pemanfaatan perlu dilakukan dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati agar tidak menimbulkan gangguan pada proses produksi atau menimbulkan pencemaran pada lingkungan. Setelah dilakukan pengurangan dan pemanfaatan limbah, maka limbah yang dihasilkan akan sangat minimal untuk selanjutnya diolah dalam instalasi pengolahan limbah.

Pada kegiatan pra produksi dapat dilakukan pemilihan bahan baku yang baik, berkualitas dan tingkat kemurnian bahannya tinggi. Saat produksi dilakukan, fungsi

Page 33: Probarling Ternak

25

P R O B A R L I N G

alat proses menjadi penting untuk menghasilkan produk dengan konsumsi air dan energi yang minimum, selain itu diupayakan mencegah adanya bahan yang tercecer dan keluar dari sistem produksi.

Dari tiap tahapan proses dimungkinkan dihasilkan limbah. Untuk mempermudah pemanfaatan dan pengolahan maka limbah yang memiliki karakteristik yang berbeda dan akan menimbulkan pertambahan tingkat cemaran harus dipisahkan. Limbah yang memiliki kesamaan karakteristik dapat digabungkan dalam satu aliran limbah. Pemanfaatan limbah dapat dilakukan pada proses produksi yang sama atau digunakan untuk proses produksi yang lain.

Limbah yang tidak dapat dimanfaatkan selanjutnya diolah pada unit pengolahan limbah untuk menurunkan tingkat cemarannya sehingga sesuai dengan baku mutuyang ditetapkan. Limbah yang telah memenuhi baku mutu tersebut dapat dibuang ke lingkungan. Bila memungkinkan, keluaran (output) dari instalasi pengolahan limbah dapat pula dimanfaatkan langsung atau melalui pengolahan lanjutan.

Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk menghasilkan produk yang sama. Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume limbah dan kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia dan radioaktif. Karakteristik ini akan menjadi dasar untuk menentukan proses dan alat yang digunakan untuk mengolah air limbah.

Pengolahan air limbah biasanya menerapkan 3 tahapan proses yaitu pengolahan pendahuluan (pre-treatment), pengolahan utama (primary treatment), dan pengolahan akhir (post treatment). Pengolahan pendahuluan ditujukan untuk mengkondisikan aliran, beban limbah dan karakter lainnya agar sesuai untuk masuk ke pengolahan utama. Pengolahan utama adalah proses yang dipilih untuk menurunkan pencemar utama dalam air limbah. Selanjutnya pada pengolahan akhir dilakukan proses lanjutan untuk mengolah limbah agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.

Terdapat 3 (tiga) jenis proses yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah yaitu: proses secara fisik, biologi dan kimia. Proses fisik dilakukan dengan cara memberikan perlakuan fisik pada air limbah seperti menyaring, mengendapkan, atau mengatur suhu proses dengan menggunakan alat screening, grit chamber, settling tank/settling pond, dan lain-lain.

Page 34: Probarling Ternak

26

P R O B A R L I N G

Proses biologi dilakukan dengan cara memberikan perlakuan atau proses biologi terhadap air limbah seperti penguraian atau penggabungan substansi biologi dengan lumpur aktif (activated sludge), attached growth filtration, aerobic process dan an-aerobic process. Proses kimia dilakukan dengan cara membubuhkan bahan kimia atau larutan kimia pada air limbah agar dihasilkan reaksi tertentu. Untuk suatu jenis air limbah tertentu, ketiga jenis proses dan alat pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan. Pilihan mengenai teknologi pengolahan dan alat yang digunakan seharusnya dapat mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan pengelolaannya.

Page 35: Probarling Ternak

27

P R O B A R L I N G

33.1. Aspek Teknis

Prinsip Penerapan Produksi Bersih dan Ramah Lingkungan (PROBARLING) pada agroindustri perdesaan adalah agar produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi tidak mengandung penyakit, tidak terkontaminasi secara fisik, biologi maupun kimia. Dalam proses produknya meminimalkan limbah dan memperhatikan keamanan dan keselamatan pekerjaan.

Salah satu contoh produk olahan ternak adalah yoghurt. Yoghurt merupakan hasil proses fermentasi susu murni dengan kuallitas bagus, karena jika bahan baku yoghurt mengandung Total Plate Count (TPC) tinggi, maka yoghurt tidak akan terbentuk.

Susu segar adalah susu murni yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.

Proses pengolahan susu sangat peka terhadap cemaran kuman serta mudah menjadi rusak atau busuk. Kerusakan susu akibat kontaminasi kuman dapat membahayakan konsumen karena dapat terjadi penularan penyakit seperti Brucellosis dan Tuberculosis (TBC), biasanya ditularkan melalui susu yang tidak terpasteurisasi dengan baik.

Proses pencemaran dapat terjadi pada berbagai kesempatan antara lain, saat susu diperah, penyimpanan pada milk-can, transportasi dari kandang ke cooling unit, penanganan di tempat penampungan hingga pengangkutan melalui truk tanki sampai ke industri pengolah susu.

Untuk mencegah terkontaminasinya bahan baku, baik secara fisik, biologis dan kimia, maka perlu dikembangkan praktek sanitasi yang bertujuan untuk mencegah dan menekan pertumbuhan mikroba kontaminan air susu.

penerapan prinsip probarling

Page 36: Probarling Ternak

28

P R O B A R L I N G

Kuman dapat dengan cepat berkembangbiak melalui pembelahan sel, berawal dari satu buah sel selanjutnya berkembang menjadi 2 sel; kemudian menjadi 4, 8, 16 dan seterusnya (berkembang sesuai deret ukur). Menurut Codex Allimentarius Commision (CAC), standar yang diterapkan dalam penerimaan susu oleh industri pengolah, susu tidak boleh mengandung kuman patogen dan benda asing yang dapat mengotori susu.

Untuk menghindari pencemaran yang terjadi pada susu, perlu dilakukan upaya praktek sanitasi yang merupakan upaya higienis pengamanan bahan pangan dengan cara menerapkan praktek sanitasi dan higiene personal dari penyiapan bahan baku, proses produksi sampai pengemasan produk.

Awal penyebaran kuman biasanya berasal dari sapi, pekerja, kandang dan lantai, peralatan susu serta waktu antara pemerahan dan penyetoran ke penampungan.

Keterangan : Pada kondisi lingkungan yang baik (normal), satu bakteri akan membelah/berkembang menjadi 2 (dua) setiap 20 menit. Dengan demikian 1 (satu) bakteri akan berkembang menjadi 2.097.152 dalam waktu 7 jam.

Gambar 9. Perkembangan bakteri dalam susu segar

Page 37: Probarling Ternak

29

P R O B A R L I N G

Saluran susu dari sel alveoler yang berakhir pada lubang puting biasanya tercemar oleh lantai yang kotor, sehingga air susu yang keluar akan bertambah jumlah kumannya.Untuk menghindari hal tersebut, biasanya dilakukan pembuangan pancaran pertama pada saat pemerahan serta melakukan teat dipping atau pencelupan puting dada dengan cairan desinfektan sebelum pemerahan, hal ini dapat mengurangi secara signifikan angka pertambahan kuman.

Pekerja yang melaksanakan pemerahan harus dalam keadaan sehat atau terbebas dari penyakit menular. Pekerja tidak boleh memerah pada saat menderita flu, batuk atau diare, tangan dan kuku harus bersih dan tidak diperkenankan meludah saat memerah. Penggunaan pakaian harus bersih dan menggunakan masker untuk melindung terjadinya pencemaran dari pekerja ke sapi.

Sanitasi kandang terutama pada bagian lantai harus dipelihara pada saat akan dilakukan pemerahan. Kandang harus sudah bersih untuk menghilangkan sumber pencemaran kuman yang disebabkan oleh kandang yang kotor, angin dan gerakan ekor sapi, sehingga dapat memudahkan masuknya kotoran pada air susu, ventilasi yang baik menjamin kualitas karena udara yang bersih mencegah timbulnya bau yang mudah diserap oleh susu.

Waktu antara pemerahan dan penyetoran juga merupakan saat kritis air susu terhadap pencemaran kuman. Oleh karena itu setelah susu diperah sebaiknya segera kirim ke tempat penampungan. Dalam proses pengangkutan agar dihindari dari sinar matahari langsung untuk mencegah kenaikan suhu susu yang berakibat pada percepatan perkembangan bakteri.

Peralatan yang dipergunakan untuk menampung air susu harus terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kedap air, terbuat dari bahan yang tidak berkarat (stainless steel/aluminium), tidak mudah mengelupas bagian-bagiannya (bercelah-celah) yang memungkinkan kuman hidup dari sisa air susu yang tertinggal di tempat tersebut, tidak bereaksi dengan susu, tidak merubah bau, warna dan reaksi susu serta mudah dibersihkan/disucihamakan.

Pembersihan dilakukan dengan menggunakan air bersih dilanjutkan dengan sabun kemudian dibilas kembali dengan air bersih atau kaporit, peralatan disimpan terbalik pada rak, dan sebaiknya terkena sinar matahari dan jangan dibersihkan dengan kain yang dapat mengakibatkan terjadi penempelan kuman.

Mengingat pertumbuhan bakteri yang sangat cepat dapat merusak atau menurunkan kualitas susu, perlu dilakukan penanganan awal. Salah satu cara yang dianjurkan adalah melalui pendinginan.

Pendinginan yang umum dilakukan adalah dengan meletakan susu dalam wadahnya atau dapat ditempatkan sementara pada suatu bak berlapis seng atau

Page 38: Probarling Ternak

30

P R O B A R L I N G

aluminium, diisi dengan timbunan es batu dibubuhi garam dapur dan serbuk gergaji, cara ini dapat menurunkan suhu hingga lebih rendah dari 10 derajat celsius, jika penyimpanan agak lama, diperlukan pengadukan secara berkala dengan pengaduk berbahan stainless steel agar suhu merata.

Untuk daerah pegunungan cara yang sederhana adalah dengan mengalirkan air dingin terus menerus pada bak dimana wadah susu ditempatkan. Suhu yang diperoleh adalah antara 15 hingga 10 derajat celsius, sedangkan cara yang lain adalah dengan menggunakan surface cooler, refrigerator (lemari es) dan cooling unit, teknik pendinginan semacam ini dilakukan untuk tujuan penyimpanan atau penundaan pengiriman. Pada suhu 12 derajat celcius, susu tahan hingga 12 jam, sedangkan untuk suhu 8 derajat celcius tahan hingga 12-24 jam dan pada suhu 0 derajat celcius (titik beku air) dapat disimpan hingga 72 jam.

Untuk membunuh kuman pemanasan (pasteurisasi) merupakan teknik yang umum dipergunakan untuk mematikan kuman dalam susu, sehingga air susu dapat disimpan lebih lama, tidak membahayakan kesehatan konsumen,Namun ini mengakibatkan perubahan susunan gizi yang terkandung dalam air susu, tetapi perubahan yang terjadi ini kecil artinya jika dibandingkan dengan bahaya yang ditimbulkan oleh kuman tersebut.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia tentang Susu Segar (SNI No. 01-3141-1998, yang merupakan revisi SNI No. 01.3141-1992, tentang Susu Segar), maka baku mutu susu segar yang layak dikonsumsi adalah seperti tabel berikut :

Gambar 10. Perlakuan pengeringan milk can

Page 39: Probarling Ternak

31

P R O B A R L I N G

Hal ini merupakan standar baku mutu susu di Indonesia yang harus dipenuhi oleh setiap produsen susu segar, namun demikian ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Peternakan melalui SK Dirjen Peternakan Nomor 17 tahun 1983, yang mengisyaratkan kualitas susu segar yang layak dikonsumsi adalah dengan jumlah mikroba maksimum 3 juta/ml, ketentuan ini lebih ringan daripada yang tercantum dalam SNI susu segar.

Tabel 3. Syarat mutu susu segar (SNI No. 01-3141-1998)

Karakteristik Syarat

a. Berat Jenis (pada suhu 27,5oC) minimum 1,0280 b. Kadar lemak minimum 3,0 % c. Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 8,0 % d. Kadar protein minimum 2,7% e. Warna, bau, rasa dan kekentalan tidak ada perubahan f. Derajat asam 6 - 7 0 SH g. Uji alkohol (70 %) negatif h. Uji katalase maksimum 3 (cc) i. Angka refraksi 36 - 38 j. Angka reduktase 2 - 5 (jam) k. Cemaran mikroba maksimum : 1. Total kuman 1 X 106 CFU/ml 2. Salmonella negatif 3. E. coli(patogen) negatif 4. Coliform 20/ml 5. Streptococcus Group B negatif 6. Staphylococus aureus 1 X 102 /mll. Jumlah sel radang maksimum 4 X 105 /ml m. Cemaran logam berbahaya, maksimum : 1. Timbal (Pb) 0,3 ppm 2. Seng (Zn) 0,5 ppm 3. Merkuri (Hg) 0,5 ppm 4. Arsen (As) 0,5 ppm n. Residu : sesuai dengan peraturan - Antibiotika; Keputusan Bersama - pestisida/insektisida Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian yang berlaku o. Kotoran dan benda asing negatif p. Uji pemalsuan negatif q. Titik beku -0,520oC s/d -0,560oC r. Uji peroxidase positif

Page 40: Probarling Ternak

32

P R O B A R L I N G

Jika dilihat dari aspek teknis dan cara sanitasi pengolahan susu pada tahap awal (susu segar), hal ini telah dilakukan oleh perusahaan/industri pengolah susu olahan HasmilkyangterletakdiJl.P-11No.5,Cimangkok–Sukalarang,KabupatenSukabumi43192, Propinsi Jawa Barat, usaha peternakan ini telah dirintis sejak tahun 1980-an dengan jumlah ternak sebanyak 60 ekor, sedangkan usaha olahan yoghurt baru dimulai pada tahun 2005.

Kata Hasmilk berasal dari asal kata Halal, Asli, Sehat dan kata Milk berasal dari bahasa Inggris yang berarti susu, jadi kata Hasmilk mengandung arti Susu yang Halal, Asli dan Sehat, sehingga dengan nama tersebut diharapkan tidak menimbulkan keraguan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya.

Produk yang dihasilkan terdiri atas berbagai jenis usaha diantaranya adalah ; Susu Pasteurisasi, yang telah diolah sesuai dengan standar baku susu segar dan olahan (SNI Susu Segar) dan telah diuji oleh Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Selain susu pasteurisasi, HasMilk juga memproduksi jenis produk lain yang merupakan produk lanjutan dari susu segar yaitu berupa ; Yoghurt, Caramel, Milk Stick dan Kolostrum Murni. Yoghurt yang dihasilkan adalah Yoghurt 100 % yang berasal dari susu segar yang terseleksi dengan Susu TS diatas 12% tanpa penambahan maizena, tanpa susu skim, benar-benar murni dari susu yang berkualitas tinggi. Contoh produk-produk Hasmilk dapat dilihat pada Gambar 12.

Dalam proses pembuatannya, yoghurt tersebut diolah dengan teknologi sederhana namun tetap memperhatikan aspek sanitasi dan higienitas produk

Gambar 11. Susu murni produksi HASMILK

Page 41: Probarling Ternak

33

P R O B A R L I N G

diantaranya adalah dengan penyediaan fasilitas sanitasi, misalnya wastafel (tempat untuk mencuci tangan) yang telah dilengkapi dengan sabun pencuci tangan walaupun belum terdapat alat pengeringnya, serta alat-alat produksi yang sesuai.

Namun demikian, dalam penggunaan air, kualitasnya belum teruji, sedangkan dalam penerapan higiene personal dilingkup karyawan/pekerja menunjukkan bahwa kesadaran karyawan dan kontrol pihak manajemen tentang sanitasi pada proses pengolahan bahan pangan masih rendah, seperti kebersihan tangan pekerja yang mengolah dan memproduksi yoghurt, penggunaan seragam khusus untuk mengolah makanan, penutup kepala, masker saat melakukan produksi kurang mendapat perhatian dari pengurus unit pengolahan.

Gambar 12. Produk lain hasil olahan HasMilk

Yoghurt Botol Es Yoghurt

Milk Stick Milk Caramel

Page 42: Probarling Ternak

34

P R O B A R L I N G

Meskipun demikian dalam proses produksi yoghurt tersebut sudah mendekati standar yang dipersyaratkan dalam Good Manufaturing Practicess (GMP) seperti di antaranya adalah Lingkungan sarana pengolahan dan lokasi, bangunan dan fasilitas unit usaha, peralatan pengolahan, fasilitas dan kegiatan sanitasi serta sistem penyimpanan dan distribusinya. Selain itu, untuk mutu produk yoghurt, Hasmilk telah mengacu pada standart mutu yoghurt (SNI.01-2981.2009) dengan parameter seperti tercantum pada lampiran 5.

3.2. Aspek Manajemen

Hal yang perlu diperhatikan oleh setiap pegawai yang bekerja dalam satu usaha adalah mempunyai visi dan misi yang sama untuk mencapai tujuan perusahaan. Perusahaan harus memberikan informasi mengenai hal tersebut secara terus menerus untuk menimbulkan kesadaran bagi setiap pegawai tentang tujuan perusahaan.

Sosialisasi mengenai tujuan tersebut tidak hanya perlu dilaksanakan oleh pegawai ditingkat operasional akan tetapi semua unsur yang ada dalam perusahaan tersebut termasuk pemilik usaha.

Hal penting yang harus menjadi perhatian pihak manajemen adalah pemahaman dan kesadaran setiap pegawai atau pekerja untuk menerapkan prinsip-prinsip GMP dan prosedur sanitasi dan higiene personal dalam mengolah susu menjadi bahan pangan yang siap konsumsi.

Hal penting tersebut meliputi penerapan GMP, Hiegiene dan Sanitasi seperti yang termuat dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No. 17 Tahun 1983, yaitu mulai dari proses pemerahan (pasca panen) hingga sampai proses siap diolah, diantaranya adalah :

a. Peralatan Kerja 1) Ember Susu yang berfungsi sebagai

wadah penampungan susu yang diperah secara manual

2) Saringan Susu / Strainer berfungsi sebagai filterisasi benda-benda asing yang terikut air susu pada waktu pemerahan (rambut, sel ephithel, kotoran lain), agar susu benar-benar bersih.

Gambar 13. Milk can

Page 43: Probarling Ternak

35

P R O B A R L I N G

3) Milk Can berfungsi sebagai alat untuk menampung dan menyimpan sementara susu hasil pemerahan, untuk segera dikirim ke Koperasi / MCC (Milk Collecting Center) maupun ke Industri Pengolahan Susu yang jarak dan waktu tempuhnya tidak lebih 2 jam dari proses pemerahan. Alat ini berbahan stainless steel/aluminium, berpenutup rapat dan umumnya berkapasitas 5, 10, 20, 30, 40, 50 liter.

4) Mesin Pemerah Susu Fungsi berfungsi sebagai sarana untuk memerah susu secara pneumatis, dimana pemerahan dilakukan dengan membuat tekanan vakum pada penampung dan susu diperah kedalam penampung melalui unit perah. Pemerahan dengan mesin perah akan mengurangi kontak susu dengan tukang perah dan lingkungan kandang, sehingga susu hasil perahan lebih bersih dan higienis.

Ada 3 (tiga) macam model mesin perah susu, yaitu : • Portable Milking Machine, pada tipe ini semua peralatan mesin perah

(Pompa vakum s/d Bucket) ditaruh diatas Troley dan didorong ke sapi yang akan di perah.

• Bucket Milking Machine, pada tipe ini pompa vakum terpisah dan dihubungkan pada titik-titik tertentu dengan bucket melalui pipa vakum sepanjang lorong kandang. Bucket, Pulsator serta teat cup mendatangi tiap sapi yang akan diperah dan menyambung pulsator dengan pipa vakum.

• Flat Barn dan Herringbone Milking Machine, pada tipe ini sekelompok sapi digiring ketempat pemerahan (milking parlour) dengan alunan musik tertentu. Posisi sapi pada waktu diperah secara berbaris miring (herringbone) atau tegak lurus (fl at barn). Biasanya susu hasil pemerahan serentak ini langsung dipompakan ke tangki cooling unit.

b. Peralatan Tempat Penampungan Susu (TPS) Jenis-jenis peralatan penampungan susu diantaranya adalah :

Gambar 14. Macam-macam alat pemerah susu

Portable Milking Machine Bucket MilkingMachine Heringbone Milking Machine

Page 44: Probarling Ternak

36

P R O B A R L I N G

8) Cooling Unit; berfungsi sebagai alat untuk menampung dan menyimpan susu segar dalam kondisi dingin (4-7o C), tertutup, dan tidak tembus cahaya. Alat ini dilengkapi dengan termostat, display suhu susu di dalam cooling unit, pengaduk, tombol operasi alat dan terbuat dari stainless steel dan dinding diinsulasi dengan lapisan polyurethane (PU) dan dilengkapi dengan agitator berkecepatan rendah serta thermometer. Dikenal 2 (dua) model/type cooling unit, yaitu :

• Direct Expansion Cooling Unit; pada tipe ini proses pendinginan dilakukan secara langsung, dimana cairan pendingin (freon) langsung diuapkan pada dasar tangki melalui celah sempit (cavity plate/panel evaporator).

• Ice Bank Cooling Unit; pada tipeini terdiri atas dinding rangkap tiga (triple wall), dimana terdapat kantong es (ice bank) didalamnya. Proses pendinginan dilakukan secara tidak langsung, dimana air es dari ice

Gambar 15. Alat transportasi dan penyimpanan susu segar

Transfer Tank

Cooling Unit

Page 45: Probarling Ternak

37

P R O B A R L I N G

bank disemprotkan pada dinding tangki, sehingga luas permukaan pendinginan lebih luas dan proses pendinginan susu lebih cepat. Teknik ini sering dipergunakan pada beberapa industri susu yang tidak mempunyai Cooling unit, seperti di perdesaan yang tidak mempunyai daya listrik yang cukup besar.

3.3. Aspek Sumber Daya Manusia

Selain dari Aspek Teknis dan Manajemen, Aspek Sumber Daya Manusia merupakan faktor utama yang harus diperhatikan, karena hampir semua kegiatan produksi dilakukan oleh manusia yang merupakan tenaga kontrol. Untuk itu, pemahaman dan kesadaran untuk menerapkan prinsip-prinsip dasar sanitasi dan higienis bagi setiap produk harus dimiliki oleh setiap pegawai.

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh para karyawan dalam penerapan Sanitasi dan Higiene industri pengolahan susu diantaranya adalah :• KesehatanKaryawan• KebersihanKaryawan• KebiasaanKaryawan• Fasilitashigienekaryawan• Memeliharakebersihantempatkerja

Perlu dilakukan upaya peningkatan wawasan dan keterampilan mengenai teknik sanitasi dan higiene tersebut seperti melalui pelatihan Hazard Analysis Critical Point (HACCP), Teknik Good Manufacturing Practices atau Good Milking Practices (GMP) pada setiap pegawai yang memproduksi pangan.

Dengan pelatihan tersebut diharapkan seluruh karyawan, khususnya bidang produksi dapat memahami dengan jelas mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari saat memproduksi susu yang Halal, Aman dan Sehat.

3.4. Aspek Finansial

Jika ditinjau dari sisi finansial, penerapan sanitasi dan higiene pada industri pengolahan susu memang mengeluarkan anggaran atau biaya yang cukup besar, misalnya; untuk pengolahan susu Skala Besar (Paket A) dengan produksi susu antara 500–2.000liter/hariataudenganjumlahternakberkisarantara100–300ekorsapiperah diperkirakan akan membutuhkan dana sekitar Rp. 3.501.000.000,-, sedangkan untukSkalaSedang(PaketB)denganproduksisusuantara200–1.000liter/hariataujumlahternakberkisarantara50–100ekorsapiperahdiperkirakanmembutuhkandana Rp. 1.379.000.000,- dan pengolahan Skala Kecil (Paket C) dengan produksi susu berkisar100–250liter/hariataudenganjumlahternakantara20–50ekorsapiperah

Page 46: Probarling Ternak

38

P R O B A R L I N G

diperkirakan membutuhkan dana sekitar Rp. 210.700.000,-. Dana tersebut merupakan anggaran standar penggunaan alat penunjang industri susu, belum termasuk untuk bahan baku utama (Sapi dan Kandang) serta pelatihan karyawan, dan lain-lain.

Namun demikian, biaya yang dikeluarkan tersebut akan berdampak positif terhadap kemajuan industri yang telah menerapkan sistem kerja sesuai dengan standar sanitasi dan higiene, karena jaminan mutu dan kualitas dari produk tersebut terjamin keamanannya, sehingga konsumen tidak akan ragu terhadap produk tersebut karena produk sudah terhindar dari kontaminasi bahan-bahan berbahaya yang dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan. Kepercayaan konsumen tersebut akan berdampak pada peningkatan penjualan produk yang jelas akan meningkatkan keuntungan bagi industri pengolahan tersebut.

Page 47: Probarling Ternak

39

P R O B A R L I N G

44.1. Sosialisasi dan Promosi

Produksi bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang diterapkan untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan. Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Sosialisasi juga menuntut peran serta pelaku usaha untuk dapat menerapkan standar sesuai anjuran.

Pemerintah khususnya Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian selaku institusi pembina pelaku usaha olahan tidak hanya memberikan sosialisasi tetapi juga memantau dan mengevaluasi keberhasilan dari sosialisasi tersebut. Selain itu untuk memotivasi pelaku usaha agar menerapkan produksi bersih aman ramah lingkungan dalam usahanya, DItjen PPHP telah memberikan penghargaan kepada pelaku usaha pengolahan berprestasi untuk masing-masing sub sektor (empat kategori). Kegiatan tersebut merupakan agenda tahunan DItjen PPHP dan dilaksanakan bertepatan dengan Hari Pangan Sedunia.

Penyusunan Pedoman Umum Probarling ini diharapkan dapat membantu para pelaku usaha untuk lebih menyadari arti pentingnya kebersihan produksi yang dihasilkan dan keamanan bagi para pekerjanya. Dengan menerapkan probarling, pelaku usaha dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :• Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui upaya

minimisasi limbah, daur ulang, pengolahan, dan pembuangan limbah yang aman.

• Mendukung prinsip pemeliharaan lingkungan dalam rangka pelaksanaanPembangunan Berkelanjutan.

• Dalam jangka panjang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melaluipenerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi yang efisien.

• Mencegahataumemperlambatdegradasilingkungandanmengurangieksploitasisumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah dan dalam proses yang

strategi penerapan

Page 48: Probarling Ternak

40

P R O B A R L I N G

akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

• Memberipeluangkeuntunganekonomi,sebabdidalamproduksibersihterdapatstrategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction and in process recycling), yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini, dengan demikian dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan.

• Memperkuatdayasaingprodukdipasarglobal.• Meningkatkan citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen

terhadap produk yang dihasilkan. • Mengurangitingkatbahayakesehatandankeselamatankerja.• Menurunkanbiayaproduksi.

4.2. Pelatihan dan Seminar

Pelatihan adalah proses melatih kegiatan atau pekerjaan dan setiap usaha untuk memperbaiki prestasi kerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya. Idealnya, pelatihan harus dirancang untuk mewujudkan tujuan organisasi, yang pada waktu bersamaan juga mewujudkan tujuan para pekerja secara perorangan. Pelatihan sering dianggap sebagai aktivitas yang paling umum dan para pimpinan mendukung adanya pelatihan, karena melalui pelatihan para pekerja akan

Gambar 17. Penyerahan Penghargaan Ketahanan Pangan

Page 49: Probarling Ternak

41

P R O B A R L I N G

menjadilebihtrampildankarenanyaakanlebihproduktifsekalipunmanfaat–manfaattersebut harus diperhitungkan dengan waktu yang tersita ketika pekerja sedang dilatih. Sedangkan seminar biasanya memiliki fokus pada suatu topik yang khusus, di mana mereka yang hadir dapat berpartisipasi secara aktif.

Dengan melakukan pelatihan dan seminar, maka diharapkan setiap pelaku usaha dapat menerapkan sistem probarling dalam kehidupan sehari-hari, sehingga diperoleh manfaat yang dapat meningkatkan kesejahteraannya.

4.3. Kemitraan

Kemitraan adalah sikap menjalankan bisnis yang berorientasi pada hubungan kerjasama yang solid (kokoh dan mendalam), berjangka panjang, saling percaya dan dalam kedudukan yang setara.

Kemitraan lebih diwarnai atas dasar hubungan mitra biasa dengan pola sederhana dan lebih bersifat kekeluargaan tidak secara hubungan bisnis. Untuk menciptakan kemitraan yang baik dalam hubungan usaha rekomendasi yang diusulkan adalah : membentuk kelompok kemitraan secara lebih luas dengan menjalankan elemen–elemen kemitraan sehingga didapat hasil yang baik berdasarkan bahan baku dan mesin, tersedianya suatu pasar khusus untuk menjual hasil produksi dengan beberapa variasi harga yang dapat terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat, penganekaragaman bentuk–bentuk barang dengan bahan baku yang sama sehinggamengoptimalkantenaga–tenaga professional yang berkualitas, pendampinganmanajemen terhadappengusaha, penyediaan teknologi informasi, pemberian pendidikan dan pelatihan yang efektif, serta penyediaan pemasaran yang luas baik dalam dan luar negeri, salah satunyarutinmengikusertakanpelakuusahakecilmenengahdalampameran–pameranusaha.

Page 50: Probarling Ternak

42

P R O B A R L I N G

5Dengan tersusunnya pedoman produksi bersih aman dan ramah lingkungan ini

diharapkan dapat memberikan manfaat dan dampak yang positif serta sebagai bahan acuan para pelaku usaha olahan dalam proses produksi sehingga dapat terwujud produk yang aman untuk dikonsumsi yang mempunyai nilai jual dan daya saing tinggi serta ramah lingkungan.

Terima kasih kepada kontributor dan semua pihak, sehingga buku pedoman

produksi bersih aman dan ramah lingkungan ini dapat tersusun dan diselesaikan dengan baik. Dengan tersusunnya buku pedoman ini diharapkan kepada semua pihak baik pelaku usaha olahan skala UKM maupun aparat pembina dapat mengaplikasikan sehingga dapat terwujud produk yang aman untuk dikonsumsi yang mempunyai nilai jual dan daya saing tinggi serta ramah lingkungan.

penutup

Page 51: Probarling Ternak

43

P R O B A R L I N G

1. Badan Standardisasi Nasional, 1998, SNI No. 02-3141-1998 tentang Susu Segar, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta

2. Badan Standardisasi Nasional, 1992, SNI 01.2981-1992 tentang Standar Mutu Yoghurt, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta

3. Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah, Cybermedia

4. Hasmilk, 2009, Profile Hasmilk, Hasmilk, Sukabumi

5. Institut Pertanian Bogor, Modul Mata Kuliah Regulasi UMKM, Magister Profesional IndustriKecil–IPB,Bogor

6. Kementerian Lingkungan Hidup, 2009. Panduan Penerapan Produksi Bersih Industri Kecil dan Menengah sektor Tapioka, Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta.

7. Kementerian Lingkungan Hidup, 2003, Kebijakan Nasional Produksi Bersih, Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta

8. Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.5-1639 tahun 2003 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT), Jakarta

9. M’Brio Biotekindo, 2010, Modul Pelatihan Auditor HACCP, M’Brio Press, Bogor.

10. Pedum Pengolahan Susu, Direktorat Jenderal PPHP, Tahun 2009

11. Sinar Tani, 2009, Sanitasi dan Higiene Susu Segar, Cybermedia, Jakarta

12. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Bagian Ke Empat : Pengamanan makanan dan minuman, Bagian Ke Dua Belas : Pengamanan Zat Aditif, Jakarta

13. Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang PANGAN, Bab II : Keamanan Pangan, Jakarta

14. Undang-undang RI No. 69 Tahun 19909 tentang Label dan Iklan Pangan, Jakarta

daftar pustaka

Page 52: Probarling Ternak

44

P R O B A R L I N G

Page 53: Probarling Ternak

45

P R O B A R L I N G

lampiran 1

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 7 TAHUN 1996

TENTANG

PANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. Bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hask asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional ;

b. Bahwa pangan yanag aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;

c. Bahwa pangan sebagai komoditas dagang memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab sehingga tersedia pangan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat serta turut berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional ;

Page 54: Probarling Ternak

46

P R O B A R L I N G

d. Bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada butir a, butir b dan butir c, serta untuk mewujudkan sistem pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang efektif di bidang pangan, maka perlu dibentuk Undangundang tentang Pangan ;

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (2) dan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PANGAN

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman ;

2. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hsil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bantuan tambahan ;

3. Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia ;

4. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia ;

5. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan ;

6. Pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau sarana angkutan apapun dalam rangka produksi, peredaran dan atau perdagangan

Page 55: Probarling Ternak

47

P R O B A R L I N G

pangan ; 7. Peredaran pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka

penyaluran pangan kepada masyarakat, baik untuk diperdagangkan maupun tidak ; 8. Perdagangan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkain kegiatan dalam rangka

penjualan dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk menjual pangan, dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan pangan dengan memperoleh imbalan ;

9. Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia ;

10. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak ;

11. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad renik patogen;

12. Rekayasa genetika pangan adalah suatu proses yagn melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendaptkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk pangan yang lebih unggul ;

13. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman;

14. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia ;

15. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan ;

16. Iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan atau bentuk lain yang dilkaukan dengan berbagai cara untuk pamasaran dan atau perdagangan pangan ;

17. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagai rumah tangga yagn tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau ;

18. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak.

Pasal 2

Pembangunan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar

manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.

Page 56: Probarling Ternak

48

P R O B A R L I N G

Pasal 3 Tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah :

a. Tersedianya pangan yanag memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia ;

B. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab ; dan C. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau

sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

B A B II KEAMANAN PANGAN

Bagian Pertama Sanitasi Pangan

Pasal 4

(1) Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi,

penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan ; (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan persyaratan minimal

yang wajib dipenuhi dan ditetapkan serta diterapkan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan.

Pasal 5

(1) Sarana dan atau prasarana yang digunakan secara langsung atau tidak langsung

dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi ;

(2) Penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpangan,pengangkutan dan atau peredaran pangan serta penggunaan sarana dan prasarana, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan persyaratan sanitasi .

Pasal 6

Setiap orang yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau

proses produksi, penyimpangan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib : a. Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia ; b. Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala dan c. Menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi.

Pasal 7

Orang perseorangan yang menangani secara langsung dan atau berada langsung

Page 57: Probarling Ternak

49

P R O B A R L I N G

dalam lingkungan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.

Pasal 8

Setiap oranga dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi,

penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi.

Pasal 9

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, pasal 5, pasal 6 dan pasal 7

ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua Bahan Tambahan Pangan

Pasal 10

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan

bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan ;

(2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 11

Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan, tetapi belum

diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya dalam kegiatan atau proses produksi pangan utnuk diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan Pemerintah.

Pasal 12

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 ditetapkan lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan

Pasal 13

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan atau menggunakan bahan baku, bahan

Page 58: Probarling Ternak

50

P R O B A R L I N G

tambahan pangan, dan atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika wajib terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan ;

(2) Pemerintah menetapkan persyaratan dan prinsip penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan metode rekaysa genetika dalam kegiatan atau proses produksi pengan, serta menetapkan persyaratan bagi pengujian pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika.

Pasal 14

(1) Iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan dilakukan berdasarkan izin

Pemerintah ; (2) Proses perizinan penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi pangan yang

dilakukan dengan menggunakan teknik dan atau metode iradiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi persyaratan kesehatan, penanganan limbah dan penaggulangan bahaya bahan radioaktif untuk menjamin keamanan pangan, keselamatan kerja dan kelestarian lingkungan.

Pasal 15

Ketentuan sebagaimanan dimaksud dalam pasal 13 dan pasal 14 ditetapkan lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat Kemasan Pangan

Pasal 16

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan

bahan apapun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau yang dapat melepasakan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia;

(2) Pengemasan pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata cara yang dapat menghindarkan terjadinya kerusakan dan atau pencemaran ;

(3) Pemerintah menetapkan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan tata cara pegnemasan pangan tertentu yang diperdagangkan.

Pasal 17

Bahan yang akan digunakan sebagai kemasan pangan, tetapi belum diketahui

dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya bagi pangan yang diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan Pemerintah.

Page 59: Probarling Ternak

51

P R O B A R L I N G

Pasal 18

(1) Setiap orang dilarang membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan ;

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar dan lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut.

Pasal 19

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16, pasal 17 dan pasal 18

ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium

Pasal 20

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan wajib

menyelenggarakan sistem jaminan mutu, sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi ;

(2) Terhadap pangan tertentu yang diperdagangkan, pemerintah dapat menetapkan persyaratan agar pangan tersebut terlebih dahulu diuji secara laboratoris sebelum peredarannya ;

(3) Pengujian secara laboratoris, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan di laboratorium yang ditunjuk oleh dan atau telah memperoleh akreditasi dari Pemerintah;

(4) Sistem janinam nutu serta persyaratan pangujian secara laboratoris, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dan diterapkan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan;

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1, ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam

Pangan Tercemar

Pasal 21

Setiap orang dilarang mengedarkan : a. Pangan yang mengandung bahan beracunm, berbahaya, atau yang dapat merugikan

atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia ; b. Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang

ditetapkan ; c. Pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau

Page 60: Probarling Ternak

52

P R O B A R L I N G

proses produksi pangan ; d. Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai atau mengandung

bahan nabati atau hewani yang berpenyakti atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia ;

e. Pangan yang sudah kadaluwarsa.

Pasal 22

Untuk mengawasi dan mencegah tercemarnya pangan, Pemerintah : a. Menetapkan bahan yang dilarang digunakan alam kegiatan atau proses produksi

pangan serta ambang batas maksimal cemaran yang diperbolehkan; b. Mengatur dan atau menetapkan persyaratan bagi penggunaan cara, metode

dan atau bahan tertentu dalam kegiatan atau proses produksi, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pagnan yang dapat memiliki risiko yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia ;

c. Menetapkan bahan yang dilarang digunakan dalam memproduksi peralatan pengolahan, penyiapan, pemasaran dan atau penyajian pangan.

Pasal 23

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 22 ditetapkan lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III MUTU DAN GIZI PANGAN

Bagian Pertama Mutu Pangan

Pasal 24

(1) Pemerintah menetapkan standar mutu pangan ; (2) Terhadap pangan tertentu yang diperdagangkan, Pemerintah dapat membelakukan

dan mewajibkan pemenuhan standar mutu pangan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ;

Pasal 25

(1) Pemerintah menetapkan persyaratan sertifikasi mutu pangan yang diperdagankan; (2) Persyaratan sertifikasi mutu pangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterapkan

secara bertahap berdasarkan jenis pangan dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan.

Page 61: Probarling Ternak

53

P R O B A R L I N G

Pasal 26 Setiap orang dilarang memperdagangkan :

a. Pangan tertentu, sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2), apabila tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkans sesuai dengan peruntukannya ;

b. Pangan yang mutu berbeda atau tidak sama dengan mutu pangan yang dijanjikan; c. Pangan yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25.

Bagian Kedua Gizi Pangan

Pasal 27

(1) Pemerintah menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan di bidang gizi bagi

perbaikan status gizi masyarakat ; (2) Untuk meningkatkan kendungan gizi pangan olahan tertentu yang diperdagangka,

Pemerintah dapat menetapkan persyartan khusus mengenai komposisi pangan ; (3) Dalam hal terjadi kekurangan dan atau penurunan status gizi masyarakat, Pemerintah

dapat menetapkan persyaratan bagi perbaikan atau pengayaan gizi pangan tertentu yang diedarkan ;

(4) Setiap orang yang memproduksi pangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), wajib memenuhi persyaratan tentang gizi yang ditetapkan.

Pasal 28

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan olahan tertentu untuk diperdagangkan

wajib menyelenggarakan tata cara pengolahan pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan gizi bahan baku pangan yang digunakan ;

(2) Pangan olahan tertentu serta tata cara pengolahan pangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 29

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 27 dan Pasal 28

ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV LABEL DAN IKLAN PANGAN

Pasal 30

(1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia

Page 62: Probarling Ternak

54

P R O B A R L I N G

pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, didalam dan atau di kemasan pangan ;

(2) Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurang-kurangnya keterangan mengenai :

a. Nama produk ; b. Daftar bahan yang digunakan ; c. Berat bersih atau isi bersih ; d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam

wilayah Indonesia; e. Keterangan tentang halal ; dan f. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa (3) Selain keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah dapat

menetapkan keterangan lain yang wajib atau dilarang untuk dicantumkan pada label pangan.

Pasal 31

(1) Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud dalam pasal 30, ditulis atau dicetak

atau ditampilkan secara tegas dan jelas sehingga dapat mudah dimengerti oleh masyarakat ;

(2) Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin ;

(3) Penggunaan istilah asing, selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan sepanjang tidak ada padanannya, tidak dapat diciptakan padanannya, atau digunakan untuk kepentingan perdagangan pangan ke luar negeri.

Pasal 32

Setiap orang dilarang mengganti, melabel kembali atu menukar tanggal, bulan

dan tahun kadaluwarsa pangan yang diedarkan.

Pasal 33

(1) Setiap label dan atau iklan tentang pangan yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai pangan denan benar dan tidak menyesatkan ;

(2) Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan label atau iklan apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benas dan atau menyesatkan ;

(3) Pemerintah mengatur, mengawasi dan melakukan tindakan yang diperlukan agar iklan tentang pangan yang diperdagankan tidak memuat keterangan yang dapat menyesatkan.

Page 63: Probarling Ternak

55

P R O B A R L I N G

Pasal 34

(1) Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut ;

(2) Label tentang pangan olahan tertentu yang diperdagangkan untuk bayi, anak berumur di bawah lima tahun dan ibu yang sedang hamil atau menyusui wajib memuat keterangan tentang peruntukkan, cara penggunaan, dan atau keterangan lain yang perlu diketahui mengenai dampak pangan terhadap kesehatan manusia.

Pasal 35

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 33 dan Pasal 34

ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V PEMASUKAN DAN PENGELUARAN PANGAN KE DALAM DAN DARI WILAYAH INDONESIA

Pasal 36

(1) Setiap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan

wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini dan peraturan pelaksanannya ;

(2) Setiap orang dilarang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia dan atau mengedarkan di dalam wilayah Indonesia pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia apabila pangan tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini dan peraturan pelaksanannya.

Pasal 37

Terhadap pangan yagn dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 36, Pemerintah dapat menetapkan persyaratan bahwa : a. Pangan telah diuji dan atau diperiksa serta dinyatakan lulus dari segi keamanan,

mutu dan atau gizi oleh instansi yang berwenang di negara asal; b. Pangan dilengkapi dengan dokumen hasil pengujian dan atau pemeriksaan,

sebagaimana dimaksud pada huruf a ; dan atau c. Pangan terlebih dahulu diuji dan atau diperiksa di Indonesia dari segi keamanan,

mutu dan atau gizi sebelum peredarannya.

Pasal 38 Setiap orang yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk

Page 64: Probarling Ternak

56

P R O B A R L I N G

diedarkan bertanggungjawab atas keamanan, mutu dan gizi pangan.

Pasal 39 Pemerintah dapat menetapkan persyaratan agar pangan yang dikeluarkan dari

wilayah Indonesia untuk diedarkan terlebih dahulu diuji dan atau diperiksa dari segi keamanan, mutu, persyaratan label dan atau gizi pangan.

Pasal 40

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38 dan Pasal 39 ditetapkan

lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI TANGGUNG JAWAB INDUSTRI PANGAN

Pasal 41

(1) Badan usaha yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau orang

perseorangan dalam badan usaha yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya usaha tersebut bertanggung jawab atas kemanan pangan yang diproduksinya terhadap kesehatan orang lain yang mengkonsumsi pangan tersebut.

(2) Orang perseorangan yang kesehatannya terganggu atau ahli waris dari orang yang meninggal sebagai akibat langsung karena mengkonsumsi pangan olahan yang diedarkan berhak mengajukan gugatan ganti rugi terhadap badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ;

(3) Dalam hal terbukti bahwa pangan olahan yang diedarkan dan dikonsumsi tersebut mengandung bahan yang dapat merugikan dan atau membahaykan kesehatan manusia atau bahan lain yang dilarang, maka badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengganti segala kerugian yang secara nyata ditimbulkan ;

(4) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha dapat membuktikan bahwa hal tersebut bukan diakibatkan kesalahan atau kelalaiannya, maka badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha tidak wajib mengganti kerugian ;

(5) Besarnya ganti rugi, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setinggi-tingginya sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk setiap orang yang dirugikan kesehatannya atau kematian yang ditimbulkan.

Pasal 42

Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) tidak diketahui

atau tidak berdomisili di Indonesia, ketentuan dalam pasal 41 ayat (3) dan ayat (5) diberlakukan terhadap orang yang mengedarkan dan atau memasukkan pangan ke

Page 65: Probarling Ternak

57

P R O B A R L I N G

dalam wilayah Indonesia.

Pasal 43

(1) Dalam hal kerugian yang ditimbulkan melibatkan jumlah kerugian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit, Pemerintah berwenang mengajukan gugatan ganti rugi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) ;

(2) Gugatan ganti rugi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan untuk kepentingan orang yang mengalami kerugian dan atau musibah.

Pasal 44

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dan pasal 43 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII

KETAHANAN PANGAN

Pasal 45

(1) Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan;

(2) Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Pasal 46 Dalam pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45, pemerintah

: a. Menyelenggarakan, membina dan atau mengkoordinasikan segala upaya atau

kegiatan untuk mewujudkan cadangan pangan nasional ; b. Menyelenggarakan, mengatur dan atau mengkoodinasikan segala upaya atau

kegiatan dalam rangka penyediaan, pengadaan dan atau penyaluran pangan tertentu yang bersifat pokok ;

c. Menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan mutu pangan nasional dan penganekaragaman pangan ;

d. Mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dan atau menanggulangai gejala kekurangan pangan, keadaan darurat dan atau spekulasi atau manipulasi dalam pengadaan dan peredaran pangan.

Page 66: Probarling Ternak

58

P R O B A R L I N G

Pasal 47

(1) Cadangan pangan nasional, sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 huruf a, terdiri atas :

a. Cadangan pangan pemerintah ; b. Cadangan pangan masyarakat . (2) Cadangan pangan pemerintah ditetapkan secara berkala dengan memperhitungkan

tingkat kebutuhan nyata pangan masyarakat dan ketersediaan pangan, serta dengan mengantisipasi terjadinya kekurangan pangan dan atau keadaan darurat;

(3) Dalam upaya mewujudkan cadangan pangan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah :

a. Mengembangkan, membina dan atau membantu penyelenggaraan cadangan pangan masyarakat dan Pemerintah di tingkat pedesaan, perkotaan, propinsi dan nasional ;

b. Mengembangkan, menunjang dan memberikan kesempatan seluasluasnya bagi peran koperasi dan swasta dalam mewujudkan cadangan pangan setempat dan atau nasional.

Pasal 48

Untuk mencegah dan atau menanggulangi gejolak harga pangan tertentu yang

dapat merugikan ketahanan pangan, pemerintah mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka mengendalikan harga pangan tersebut.

Pasal 49

(1) Pemerintah melaksanakan pembinaan yang meliputi upaya : a. Pengembangan sumber daya manusia di bidang pangan melalui kegiatan

pendidikan dan pelatihan, terutama usaha kecil ; b. Untuk mendorong dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan

pengembangan sumber daya manusia, peningkatan kemampuan usaha kecil, penyuluhan di bidang pangan, serta penganekaragaman pangan ;

c. Untuk mendorong dan mengarahkan peran serta asosiasi dan organisasi profesi di bidang pangan ;

d. Untuk mendorong dan menunjanga kegiatan penelitian dan atau pengembangan teknologi di bidang pangan ;

e. Penyebarluasan pengetahuan dan penyuluhan di bidang pangan ; f. Pembinaan kerja sama internasional di bidang pangan, sesuai dengan

kepentingan nasional ; g. Untuk mendorong dan meningkatkan kegiatan penganekaragaman pangan

yang dikonsumsi masyarakat serta pemantapan mutu pangan tradisional.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Page 67: Probarling Ternak

59

P R O B A R L I N G

Pasal 50 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 dan

Pasal 49 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 51

Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam

mewujudkan perlindungan bagi orang perseorangan yang mengkonsumsi pangan, sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya serta peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.

Pasal 52

Dalam rangka penyempurnaan dan peningkatan sistem pangan, masyarakat

dapat menyampaikan permasalahan, masukan dan atau cara pemecahan mengenai hal-hal di bidang pangan.

BAB IX

PENGAWASAN

Pasal 53

(1) Untuk mengawasi pemenuhan ketentuan Undang-undang ini, pemerintah berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan ;

(2) Dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berwenang :

a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan pangan untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh pangan dan segala sesuatu yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau perdagangan pangan ;

b. Menghentikan, memeriksa dan mencegah setiap sarana angkutan yang diduga atau patut diduga digunakan dalam pengangkutan pangan serta mengambil dan memeriksa contoh pangan ;

c. Membuka dan meneliti setiap kemasan pangan ; d. Memeriksa setiap buku, dokumen atau catatan lain yang diduga memuat

keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau perdagangan pangan termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut ;

Page 68: Probarling Ternak

60

P R O B A R L I N G

e. Memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain sejenis. (3) Pejabat pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), dilengkapi dengan surat perintah ; (4) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pada ayat

(2), patut diduga merupakan tindak pidana di bidang pangan, segera dilakukan tindakan penyidikan oleh penyidik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 54

(1) Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran ketentuan undang-undang ini ;

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa : a. Peringatan secara tertulis ; b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk

menarik produk pangan dari peredaran apabila terdapat resiko tercemarnya pangan atau pangan tidak aman bagi kesehatan manusia;

c. Pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia; d. Penghentian produksi untuk sementara waktu ; e. Pengenaan denda paling tinggi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan

atau f. Pencabutan izin produksi atau izin usaha. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X KETENTUAN PIDANA

Pasal 55

Barangsiapa dengan sengaja :

a. Menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ;

b. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) ;

c. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan atau bahan apa pun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) ;

Page 69: Probarling Ternak

61

P R O B A R L I N G

d. Mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d atau huruf e ;

e. Memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi standar mutu yang diwajibkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf a ;

f. Memperdagangkan pangan yang mutunya berbeda atau tidak sama dengan mutu pangan yang dijanjikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf b ;

g. Memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf c ;

h. Mengganti, melabel kembali atau menukar tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa pangan yang diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 32;

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling

banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 56 Barangsiapa karena kelalaiannya :

a. Menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ;

b. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) ;

c. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan atau bahan apapun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) ;

d. Mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e ;

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).

Pasal 57

Ancaman pidana atas pelanggaran, sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 huruf

a, huruf b, huruf c dan huruf d serta pasal 56 ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian.

Pasal 58

Barangsiapa : a. Menggunakan suatu bahan sebagai bahan tambahan pangan dan mengedarkan

pangan tersebut secara bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 11 ;

Page 70: Probarling Ternak

62

P R O B A R L I N G

b. Mengedarkan pangan yang diproduksi atau menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan dan atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika, tanpa lebih dahulu memeriksakan keamanan pangan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) ;

c. Menggunakan iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan tanpa izin, sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) ;

d. Menggunakan suatu bahan sebagai kemasan pangan untuk diedarkan secara bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 17 ;

e. Membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan memperdagangkannya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) ;

f. Mengedarkan pangan tertentu yang diperdagankan tanpa lebih dahulu diuji secara laboratoris, sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) ;

g. Memproduksi pangan tanpa memenuhi persyaratan tentang gizi pangan yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (4) ;

h. Memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan tanpa mencantumkan label, sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 atau pasal 31;

i. Memberikan keterangan atau pernyataan secara tidak benar dan atau menyesatkan mengenai pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan label dan atau iklan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (2) ;

j. Memberikan pernyataan atau keterangan yang tidak benar dalam iklan atau label bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai menurut persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1) ;

k. Memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia dan atau mengedarkan di dalam wilayah Indonesia pangan yang tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (2) ;

l. Menghambat kelancaran proses pemeriksaan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 53;

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah).

Pasal 59 Barangsiapa :

a. Tidak menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan yang memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia atau tidak menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala, atau tidak menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ;

b. Tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ; c. Tidak melaksanakan tata cara pengemasan pangan yang ditetapkan, sebagaimana

dimaksud dalam pasal 16 ayat (3) ; d. Tidak menyelenggarakan sistem jaminan mutu yang ditetapkan dalam kegiatan

Page 71: Probarling Ternak

63

P R O B A R L I N G

atau proses produksi pangan untuk diperdagangkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) ;

e. Tidak memuat keterangan yang wajib dicantumkan pada label, sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (2) ;

Meskipun telah diperingatkan secara tertulis oleh pemerintah, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 480.000.000,00 (empat ratus delapan puluh juta rupiah).

BAB XI

PENYERAHAN URUSAN DAN TUGAS PEMBANTUAN

Pasal 60

(1) Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang pangan kepada

pemerintah daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Pemerintah dapat menugaskan pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas

pembantuan di bidang pangan ; (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan

peraturan pemerintah.

BAB XII KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 61

(1) Dalam hal terjadi keadaan kekurangan pangan yang sangat mendesak, pemerintah

dapata mengesampingkan untuk sementara waktu ketentuan Undang-undang ini tentang persyaratan keamanan pangan, label, mutu dan atau persyaratan gizi pangan;

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap memperhatikan keselamatan dan terjaminnya kesehatan masyarakat.

Pasal 62 Bilamana dipandang perlu, pemerintah dapat menunjuk instansi untuk

mengkoordinasikan terlaksananya undangundang ini.

Pasal 63 Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaanya tidak berlaku bagi pangan yang

diproduksi dan dikonsumsi oleh kalangan rumah tangga.

Page 72: Probarling Ternak

64

P R O B A R L I N G

BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64

Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini semua peraturan perundang-

undangan tentang pangan yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 65 Undang-undang in mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap

orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta Pada tanggal 4 Nopember 1996 TTD PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA S O E H A R T O

Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 4 Nopember 1996 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA M O E R D I O N O

Page 73: Probarling Ternak

65

P R O B A R L I N G

PERATURAN PEMERINTAH NO. 69 TAHUN 1999 TENTANG

LABEL DAN IKLAN PANGAN

BAB IILABEL PANGANBagian Pertama

Umum

Pasal 2

1. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas kedalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan.

2. Pencantuman Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca.

Pasal 3

1. Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan.

2. Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya : a. nama produk; b. daftar bahan yang digunakan; c. berat bersih atau isi bersih; d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke

dalam wilayah Indonesia. e tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa.

lampiran 2

Page 74: Probarling Ternak

66

P R O B A R L I N G

Pasal 4

Selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), untuk pangan olahan tertentu Menteri Kesehatan dapat menetapkan pencantuman keterangan lain yang berhubungan dengan kesehatan manusia pada label sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 5

1. Keterangan dan atau pernyataan tentang pangan dalam Label harus benar dan tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar, atau bentuk apapun lainnya.

2. Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan Label apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar dan atau menyesatkan.

Pasal 6

1. Pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan dalam Label hanya dapat dilakukan apabila didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

2. Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan persyaratan pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 7

Pada Label dilarang dicantumkan pernyataan atau keterangan dalam bentuk apapun bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat.

Pasal 8

Setiap orang dilarang mencantumkan pada Label tentang nama, logo atau identitas lembaga yang melakukan analisis tentang produk pangan tersebut.

Pasal 9

Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan, dilarang mencantumkan Label yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 10

1. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan

Page 75: Probarling Ternak

67

P R O B A R L I N G

tersebut halal bagi umat Islam, bertanggungjawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada Label.

2. Pernyataan tentang halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Label.

Pasal 11

1. Untuk mendukung kebenaran pernyataan halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan, wajib memeriksakan terlebih dahulu

2. Pangan tersebut pada lembaga pemeriksa yang telah diakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan pedoman dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Agama dengan memperhatikan pertimbangan dan saran lembaga keagamaan yang memiliki kompetensi dibidang tersebut.

Bagian KeduaBagian Utama Label

Pasal 12

Dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2), bagian utama Label sekurangkurangnya memuat :a. nama produk;b. berat bersih atau isi bersih;c. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam

wilayah Indonesia.

Pasal 13

1. Bagian utama Label sekurang-kurangnya memuat tulisan tentang keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dengan teratur, tidak berdesak-desakan, jelas dan dapat mudah dibaca.

2. Dilarang menggunakan latar belakang, baik berupa gambar, warna maupun hiasan lainnya, yang dapat mengaburkan tulisan pada bagian utama Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 14

Bagian utama Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus ditempatkan pada sisi kemasan pangan yang paling mudah dilihat, diamati dan atau dibaca oleh masyarakat pada umumnya.

Page 76: Probarling Ternak

68

P R O B A R L I N G

Pasal 15

Keterangan pada Label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia , angka Arab dan huruf lain.

Pasal 16

1. Penggunaan bahasa, angka dan huruf selain bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf lain diperbolehkan sepanjang tidak ada padanannya atau tidak dapat diciptakan padanannya, atau dalam rangka perdagangan; pangan luar negeri.

2. Huruf dan angka yang tercantum pada Label harus jelas dan mudah dibaca.

Page 77: Probarling Ternak

69

P R O B A R L I N G

lampiran 3

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANKEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIANOMOR : HK. 00.05.5.1639

TENTANG

PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUKINDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT)

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Menimbang : a. bahwa Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu dan persyaratan yang ditetapkan untuk pangan;

b. bahwa Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) sangat bermanfaat bagi industri pangan berskala kecil dan besar untuk menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi dan aman bagi kesehatan;

c. bahwa Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga perlu diaplikasikan pada Industri berskala Rumah Tangga;

d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu ditetapkan Pedoman tentang Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga (IRT) dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Page 78: Probarling Ternak

70

P R O B A R L I N G

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan; 2. Undag-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan

Iklan Pangan; 4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,

Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2002;

5. Keputusan Presiden Nomro 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi Dan Tugas Eselon 1 Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2002.

MEMUTUSKANMenetapkan :Pertama : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

TENTANG PEDOMAN CARA PERODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT).

Kedua : Setiap Industri Rumah Tangga dalamseluruh aspek dan rangkaian kegiatannya wajib berpedoman pada Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) sebagaimana tecantum dalam lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini akan diatur lebih lanjut.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 30 April 2003 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA,

H. SAMPURNO

Page 79: Probarling Ternak

71

P R O B A R L I N G

PEDOMANCARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK

INDUSTRI RUMAH TANGGA( CPPB-IRT )

PENDAHULUAN Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor yang

penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang bersakla besar. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dkonsumsi dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dkonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan.

RUANG LINGKUP 1 Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) ini

menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan bahan pangan di seluruh mata rantai produksi pangan mulai bahan baku sampai produk akhir.

2 Pedoman CPPB-IRT sesuai Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1639 tanggal 30 April 2003

3 Pedoman CPPB-IRT ini berlaku bagi semua IRT yang berada di wilayah Republik Indonesia

PENGERTIAN 1. Pangan adalah segala sesuatau yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang

diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai pangan bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam prses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.

2. Aman untuk dikonsumsi adalah pangan tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia misalnya bahan yang dapat menimbulkan penyakit atau keracunan.

3. Layak untuk dikonsumsi adalah pangan tersebut keadaannya normal tidak menyimpang seperti busuk, kotor, menjijikkan dan penyimpangan lainnya.

4. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari keumngkinan cemaran biologis, kimia dan fisik yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

5. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,

Page 80: Probarling Ternak

72

P R O B A R L I N G

mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan.

6. Cara Produksi Pangan yang Baik adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi.

7. Higiene pangan adalah kondisi dan perlakukan yang diperlukan untuk menjamin keamanan pangan di semua tahap rantai pangan.

8. Sanitasi Pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertambah dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam pangan,peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.

9. Industri Rumah Tangga (disingkat IRT) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis.

TUJUAN PENERAPAN CPPB-IRT 1. Tujuan umum adalah menghasilkan pangan yang bermutu, aman dikonsumsi

dan sesuai dengan tuntutan konsumen baik konsumen domestik maupun internasional.

2. Tujuan khusus adalah : a. Memberikan prinsip-prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang baik; b. Mengarahkan IRT agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi

yang baik seperti persyaratan lokasi, bangunan dan asilitas, peralatan produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses dan pengawasan.

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT)

A. LINGKUNGAN PRODUKSI

IRT harus berada di tempat yang :- Bebas pencemaran, semak belukar dan genangan air- Bebas dari sarang hama, khususnya serangga dan binatang pengerat- Tidak berada di daerah sekitar tempat pembuangan sampah baik sampah padat

maupun sampah cair atau daerah penumpukan barang bekas dan daerah kotor lainnya.

IRT tidak berada di daerah pemukiman penduduk yang kumuh.Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-cara

Untuk menetapkan lokasi IRT perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya

Page 81: Probarling Ternak

73

P R O B A R L I N G

- Sampah harus dibuang dan tidak menumpuk- Tempat dampah harus selalu tertutup- Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik

B. BANGUNAN DAN FASILITAS IRT

Ruang Produksia. Disain dan Tata Letak Ruang produksi seharusnya cukup luas dan mudah dibersihkan

b. Lantai 1) Lantai seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin,

kuat, mudah dibersihkan dan dibuat miring untuk memudahkan pengaliran air.

2) Lantai harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir dan kotoran lainnya.

c. DInding 1) Dinding seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang,

tahan lama, tidak mudah megelupas, kuat dan mudah dibersihkan. 2) Dinding harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran

lainnya.

d. Langit- langit 1) Konstruksi langit-langit seharusnya didisain dengan baik untuk mencegah

penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama, memperkecil terjadinya kondensasi, serta terbuat dari bahan tahan lama dan mudah dibersihkan.

2) Langit-langit harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang labah-labah dan kotoran lainnya.

e. Pintu. Jendela dan Lubang Angin 1) Pintu dan jendela seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah

pecah, rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan. 2) Pintu, jendela dan lubang angin seharusnya dilengkapi dengan kawat kasa

yang dapat dilepas untuk memudahkan pembesihan dan perawatan. 3) Pintu seharusnya didisain membuka ke luar/ ke samping sehingga debu

atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan pengolahan

Bangunan dan fasilitas IRT dapat menjamin bahwa pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik,biologis dan kimia serta mudah dibersihkan dan disanitasi.

Page 82: Probarling Ternak

74

P R O B A R L I N G

4) Pintu seharusnya dapat ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan tertutup.

5) Lubang angin harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang produksi

6) Lubang angin harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu dan tidak dipenuhi sarang labah-labah.

f. Kelengkapan ruang produksi 1) Ruang produksi seharusnya cukup terang sehingga karyawan dapat

mengerjakan tugasnya dengan teliti. 2) Di ruang produksi ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam

keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya. 3) Di ruang produksi harus tersedia perlengkapan Pertolongan Pertama Pada

Kecelakaan (PPPK) g. Tempat Penyimpanan 1) Tempat penyimpanan bahan pangan ermasuk bumbu dan bahan tambahan

pangan (BTP) seharusnya terpisah dengan produk akhir. 2) Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-bahan

bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas dan oli. 3) Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti

serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung atau mikroba dan ada sirkulasi udara.

C. PERALATAN PRODUKSI

1. Peralatan produksi seharusnya terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat, mudah dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan

2. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan seharusnya halus, tidak bercelah, tidak mengelupas dan tidak menyerap air.

3. Peralatan produksi harus diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja dan mudah dibersihkan

4. Semua peralatan seharusnya diperlihara agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih.

Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan seharusnya didisain., dikonstruksi dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan .

Page 83: Probarling Ternak

75

P R O B A R L I N G

D. SUPLAI AIR

1. Suplai air.a. Air yang digunakan harus air bersih dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh

kebutuhan proses produksib. Sumber dan pipa air untuk keperluan selain pengolahan pangan seharusnya

terpisah dan diberi warna yang berbeda.c. Air yang kontak langsung dengan pangan sebelum diproses harus memenuhi

persyaratan air bersih.

E. FASILITAS DAN KEGIATAN HIGIENE DAN SANITASI

Alat cuci/pembersiha. Alat cuci /pembersih seperti sikat, pel, deterjen, dan bahan sanitasi harus tersedia

dan terawat dengan baik.b. Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan tertentu.

Fasilitas higiene karyawana. Fasilitas higiene karyawan seperti tempat cuci tangan dan toilet/jamban harus

tersedia dalam jumlah yang cukup dan selalu dalam keadaan bersih.b. Pintu toilet/jamban harus selalu dalam keadaan tertutup.

Kegiatan higiene dan sanitasia. Pembersihan dapat dilakukan secara fisik seperti dengan sikat atau secara kimia

seperti dengan deterjen atau gabungan keduanya.b. Jika diperlukan, penyucihamaan dapat dilakukan dengan menggunakan kaporit

sesuai petunjuk yang dianjurkan.c. Kegiatan pembersihan, pencucian, dan penyucihamaan peralatan harus dilakukan

secara rutin.d. Harus ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pembersihan,

pencucian dan penyucihamaan.

Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan.

Air yang digunakan selama proses produksi harus cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum.

Page 84: Probarling Ternak

76

P R O B A R L I N G

F. PENGENDALIAN HAMA

Mencegah masuknya hamaa. Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus selalu

dalam keadaan tertutup.b. Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan ayam tidak boleh berkeliaran di

pekarangan IRT apalagi di ruang produksi.c. Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hamad. IRT seharusnya memeriksa lingkungannya dari kemungkinan timbulnya sarang

hama.

Pemberantasan hamaa. Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan

keamanan pangan.b. Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan perangkap tikus

atau secara kimia seperti dengan racun tikus.c. Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan tidak

mencemari pangan.

G. KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN

1. Kesehatan karyawan Karyawan yang bekerja di ruang produksi harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut : a. Dalam keadaan sehat. Karyawan yang sakit atau baru sembuh dari sakit dan

diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan bekerja di pengolahan pangan.

b. Karyawan yang menunjukkan gejala atau sakit misalnya sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan mengolah panagn.

c. Karyawan harus diperiksa dan diawasi kesehatannya secara berkala.

2. Kebersihan karyawan a. Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya.

Hama (tikus, serangga, dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan.

Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran

Page 85: Probarling Ternak

77

P R O B A R L I N G

b. Karyawan seharusnya mengenakan pakaian kerja/celemek lengkap dengan penutup kepala, sarung tangan dan sepatu kerja. Pakaian dan perlengkapannya hanya dipakai untuk bekerja.

c. Karyawan harus menutup luka dan perban. d. Karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai

kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah atau bahan/alat yang kotor dan sesudah ke luar dari toilet/jamban;

3. Kebiasaan karyawan Karyawan tidak boleh bekerja sambil mengunyah, makan dan minum, merokok,

tidak boleh meludah, tidak boleh bersin atau batuk ke arah pangan, tidak boleh mengenakan perhiasan seperti giwang, cincin, gelang, kalung, arloji dan peniti.

H. PENGENDALIAN PROSES

1. Penetapan spesifikasi bahan baku a. Harus menentukan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan baku dan bahan

penolong untuk memproduksi pangan yang akan dihasilkan. b. Tidak menerima bahan pangan yang rusak c. Menggunakan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan sesuai batas

maksimum penggunaannya.2. Penetapan komposisi dan formulasi bahan a. Harus menentukan komposisi bahan yang digunakan dan komposisi formula

untuk memproduksi jenis pangan yang akan dihasilkan. b. Harus mencatat dan menggunakan komposisi yang telah ditentukan secara

baku setiap saat secara konsisten.3. Penetapan cara produksi yang baku a. Harus menentukan proses produksi pangan yang baku b. Harus membuat bagan alirnya atau urut-urutan prosesnya secara jelas.4. Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan a. Harus menentukan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan yang digunakan. b. Harus menggunakan bahan kemasan yang sesuai untuk pangan c. Harus mencatat dan menggunakan informasi ini untuk pemantauan5. Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk

Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri rumah tangga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :(1) Penetapan spesifikasi bahan baku;(2) Penetapan komposisi dan formulasi bahan;(3) Penetapan cara produksi yang baku;(4) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan(5) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk

nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa.

Page 86: Probarling Ternak

78

P R O B A R L I N G

nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa. a. Harus menentukan karakteristik produk pangan yang dihasilkan. b. Harus menentukan tanggal kadaluarsa c. Harus mencatat tanggal produksi.

I. LABEL PANGAN

1. Label pangan yang dihasilkan IRT harus memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

2. Keterangan pada label sekurang-kurangnya : - nama produk - daftar bahan yang dihasilkan - berat bersih atau isi bersih - nama dan alamat pihak yang memproduksi - tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa - nomor Sertifikasi Produksi (P-IRT)3. Kode produksi harus dicantumkan pada setiap label pangan.

J. PENYIMPANAN

1. Penyimpanan bahan dan produk a. Penyimpanan bahan dan produk pangan dilakukan di tempat yang bersih. b. Bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), bahan penolong dan produk

akhir masing-masing harus disimpan terpisah. c. Penyimpanan bahan baku dan produk pangan harus sesuai dengan suhu

penyimpanannya d. Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di tempat kering,

misalnya garam, gula, dan rempah-rempah bubuk e. Bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), bahan penolong dan produk

akhir diberi tanda untuk membedakan yang memenuhi syarat dengan yang tidakmemenuhi syarat.

f. Bahan yang lebih dahulu masuk harus digunakan terlebih dahulu g. Produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan / diedarkan

terlebih dahulu.

2. Penyimpanan bahan berbahaya Bahan berbahaya seperti pemberantas serangga, tikus, kecoa, bakteri dan bahan

Label pangan harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen memilih,menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi pangan. Kode produksi pangandiperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan.

Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan dan produkpangan yang diolah

Page 87: Probarling Ternak

79

P R O B A R L I N G

berbahaya lainnya harus disimpan dalam ruangan terpisah dan harus selalu diawasi penggunaannya.

3. Penyimpanan label dan kemasan a. Kemasan dan label harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh dari

pencemaran. b. Label harus disimpan secara rapih dan teratur supaya tidak terjadi kesalahan

dalam penggunaannya.

4. Penyimpanan peralatan Peralatan yang telah dibersihkan dan disanitasi harus disimpan di tempat bersih. Sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindung dari

debu, kotoran atau pencemaran lainnya.

K. PENANGGUNG JAWAB

1. Penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang ditanganinya.

2. Kegiatan pengawasan hendaknya dilakukan secara rutin.

L. PENARIKAN PRODUK

1. Pemilik IRT harus menarik produk pangan dari peredaran jika diduga menimbulkan penyakit atau keracunan pangan

2. Pemilik IRT harus menghentikan produksinya sampai masalah terkait diatasi.3. Pemilik IRT harus melaporkan penarikan produknya ke Pemerintah Kabupaten/

Kota setempat dengan tembusan kepada Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat

4. Pangan yang terbukti berbahaya bagi konsumen harus dimusnahkan.

Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan aman.

Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan.

Page 88: Probarling Ternak

80

P R O B A R L I N G

M. PENCATATAN DAN DOKUMENTASI

1. Pemilik seharusnya mencatat dan mendokumentasikan : a. Penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), dan bahan penolong

sekurang-kurangnya b. Produk akhir sekurang-kurangnya memuat nama jenis produk, tanggal

produksi, kode produksi dan jumlah produksi.

2. Catatan dan dokumen harus disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk pangan yang dihasilkan.

N. PELATIHAN KARYAWAN

1. Pemilik/penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang Cara Produksi pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).

2. Pemilik/penanggung jawab tersebut harus menerapkannya serta mengajarkan pengetahuan dan ketrampilannya kepada karyawan yang lain.

Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 30 April 2003 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA,

H. SAMPURNO

Pencatatan dan dokumentasiyang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi

Pimpinan dan karyawan IRT harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses pengolahan pangan yang ditanganinya agar dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman.

Page 89: Probarling Ternak

81

P R O B A R L I N G

Badan Standardisasi Nasional - BSN

Standar Nasional Indonesia

SNI 01-3141-1998

Susu Segar

lampiran 4

Page 90: Probarling Ternak

82

P R O B A R L I N G

Halaman | i

DAFTAR ISI

Pendahuluan

DAFTAR ISI ...................................................................................................... i

JUDUL .............................................................................................................. 1

1 Ruang Lingkup ........................................................................................ 1

2 Definisi .................................................................................................... 1

3 Syarat Mutu ........................................................................................... 1

4 Cara Pengambilan Contoh ..................................................................... 2

5 Cara Uji ............. .................................................................................... 3

6 Syarat Penandaan ............ ..................................................................... 3

7 Cara Pengemasan .................................................................................. 3

Page 91: Probarling Ternak

83

P R O B A R L I N G

Halaman | 1

SUSU SEGAR

1 Ruang Lingkup

Standar ini meliputi definisi, syarat mutu, cara uji, syarat penandaan, dan cara pengemasan

susu segar.

2 Definisi

Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh

dengan cara yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu

apapun dan belum mendapat perlakuan apapun.

Susu segar adalah susu murni yang disebutkan diatas dan tidak mendapat perlakuan apapun

kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.

3 Syarat Mutu

Syarat mutu susu segar seperti tabel dibawah ini :

Tabel 1

Syarat mutu susu segar

Karakteristik Syarat a. Berat Jenis (pada suhu 27,5oC) minimum 1,0280 b. Kadar lemak minimum 3,0 % c. Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 8,0 % d. Kadar protein minimum 2,7% e. Warna, bau, rasa dan kekentalan tidak ada perubahan f. Derajat asam 6 - 7 0 SH g. Uji alkohol (70 %) negatif h. Uji katalase maksimum 3 (cc) i. Angka refraksi 36 - 38 j. Angka reduktase 2 - 5 (jam) k. Cemaran mikroba maksimum :

1. Total kuman 2. Salmonella 3. E. coli(patogen) 4. Coliform 5. Streptococcus Group B 6. Staphylococus aureus

1 X 106 CFU/ml negatif negatif 20/ml negatif 1 X 102 /ml

Page 92: Probarling Ternak

84

P R O B A R L I N G

Halaman | 2

Karakteristik Syarat l. Jumlah sel radang maksimum 4 X 105 /ml m. Cemaran logam berbahaya, maksimum :

1. Timbal (Pb) 2. Seng (Zn) 3. Merkuri (Hg) 4. Arsen (As)

0,3 ppm 0,5 ppm 0,5 ppm 0,5 ppm

n. Residu : - Antibiotika; - pestisida/insektisida

sesuai dengan peraturan Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian yang berlaku

o. Kotoran dan benda asing negatif p. Uji pemalsuan negatif q. Titik beku -0,520oC s/d -0,560oC r. Uji peroxidase positif

4 Cara Pengambilan Contoh

Cara pengambilan contoh sesuai dengan Peraturan Departemen Pertanian yang berlaku

mengenai Petunjuk Teknis Pengawasan Peredaran dan Pengujian Kualitas Susu Produksi

Dalam Negeri dan Susu yang Beredar.

5 Cara Uji

Cara uji susu sesuai dengan Peraturan Departemen Pertanian yang berlaku mengenai

Petunjuk Teknis Pengawasan Peredaran dan Pengujian Kualitas Susu Produksi Dalam Negeri

dan Susu yang Beredar.

6 Syarat Penandaan

Sesuai dengan peraturan Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang berlaku tentang

label dan periklanan makanan.

7 Cara Pengemasan

Susu segar dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, aman selama penyimpanan dan

pengangkutan, tidak dipengaruhi dan mempengaruhi isi.

Page 93: Probarling Ternak

85

P R O B A R L I N G

SNI 2981:2009

Standar Nasional Indonesia

Yogurt

ICS 67.100.10 Badan Standardisasi Nasional

Yogurt

P R O B A R L I N G

P R O B A R L I N G

lampiran 5

Page 94: Probarling Ternak

86

P R O B A R L I N G

SNI 2981:2009

iii

Prakata

Standar Nasional Indonesia (SNI) Yogurt ini merupakan revisi dari SNI 01-2981-1992, Yogurt. Tujuan penyusunan standar ini adalah : - Melindungi kesehatan konsumen; - Menjamin perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; - Diversifikasi produk atau pengembangan produk; - Mendukung perkembangan industri yogurt. Dalam merumuskan SNI ini tim telah memperhatikan hal-hal yang tertera dalam: 1. Undang Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. 2. Undang Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 3. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. 4. Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No.03725/B/SK/VII/89

tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan dan Minuman atau revisinya. 5. Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

No. 03726/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan dan Minuman atau revisinya.

Standar ini dirumuskan oleh Panitia Teknis 67 - 04 Makanan dan minuman. Standar ini telah dibahas melalui rapat teknis dan disepakati dalam rapat konsensus pada tanggal 30 November 2007 di Departemen Perindustrian. Hadir dalam rapat tersebut wakil dari konsumen, produsen, lembaga pengujian, Lembaga IPTEK, dan instansi terkait lainnya. Standar ini telah melalui proses jajak pendapat pada tanggal 4 Agustus 2008 sampai dengan dengan 4 Oktober 2008 namun untuk mencapai kuorum diperpanjang sampai dengan tanggal 4 November 2008 dengan hasil RASNI.

5. Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03726/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan dan Minuman atau revisinya.

Standar ini dirumuskan oleh Panitia Teknis 67 - 04 Makanan dan minuman. Standar ini telah dibahas melalui rapat teknis dan disepakati dalam rapat konsensus pada tanggal 30 November 2007 di Departemen Perindustrian. Hadir dalam rapat tersebut wakil dari konsumen, produsen, lembaga pengujian, Lembaga IPTEK, dan instansi terkait lainnya.

Page 95: Probarling Ternak

87

P R O B A R L I N G

SNI 2981:2009

1 dari 51

Yogurt 1 Ruang lingkup Standar ini menetapkan syarat mutu, pengambilan contoh, dan cara uji yogurt. Standar ini hanya berlaku untuk yogurt yang siap konsumsi. 2 Istilah dan definisi 2.1 yogurt produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan/atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan 2.2 yogurt rendah lemak yogurt dengan bahan baku susu rendah lemak atau susu rendah lemak rekonstitusi 2.3 yogurt tanpa lemak produk yang diperoleh dari fermentasi susu skim atau susu skim rekonstitusi 3 Klasifikasi 3.1 Yogurt tanpa perlakuan panas setelah fermentasi a) Yogurt. b) Yogurt rendah lemak. c) Yogurt tanpa lemak. 3.2 Yogurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi a) Yogurt. b) Yogurt rendah lemak. c) Yogurt tanpa lemak. 4 Komposisi 4.1 Bahan baku utama Susu dan/atau susu rekonstitusi; dengan atau tanpa lemak 4.2 Bahan pangan lain yang dapat ditambahkan Bahan pangan yang diizinkan; 4.3 Bahan tambahan pangan Bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk produk yogurt sesuai sesuai dengan ketentuan tentang Bahan Tambahan Pangan.

dengan bahan baku susu rendah lemak atau susu rendah lemak rekonstitusi

produk yang diperoleh dari fermentasi susu skim atau susu skim rekonstitusi

Page 96: Probarling Ternak

88

P R O B A R L I N G

SNI 2981:2009

2 dari 51

5 Syarat mutu Syarat mutu yogurt sesuai Tabel 1 di bawah ini

Tabel 1 - Syarat mutu yogurt

Yogurt tanpa perlakuan panas setelah fermentasi

Yogurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi

No. Kriteria Uji Satuan Yogurt

Yogurt rendah lemak

Yogurt tanpa lemak

YogurtYogurt rendah lemak

Yogurt tanpa lemak

1 Keadaan 1.1 Penampakan - cairan kental - padat cairan kental - padat 1.2 Bau - normal/khas normal/khas 1.3 Rasa - asam/khas asam/khas 1.4 Konsistensi - homogen homogen 2 Kadar lemak

(b/b) % min. 3,0 0,6 - 2,9 maks.

0,5 min. 3,0

0,6 - 2,9 maks. 0,5

3 Total padatan susu bukan lemak (b/b)

% min. 8,2 min. 8,2

4 Protein (Nx6,38) (b/b)

% min. 2,7 min. 2,7

5 Kadar abu (b/b) % maks. 1,0 maks. 1,0 6 Keasaman

(dihitung sebagai asam laktat) (b/b)

% 0,5-2,0 0,5-2,0

7 Cemaran logam 7.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,3 maks. 0,3 7.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 20,0 maks. 20,0 7.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 maks. 40,0 7.4 Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,03 maks. 0,03 8 Arsen mg/kg maks. 0,1 maks. 0,1 9 Cemaran

mikroba

9.1 Bakteri coliform APM/g atau

koloni/g

maks. 10 maks. 10

9.2 Salmonella - negatif/25 g negatif/25 g 9.3 Listeria

monocytogenes - negatif/25 g negatif/25 g

10 Jumlah bakteri starter*

koloni/g

min. 107 -

* sesuai dengan Pasal 2 (istilah dan definisi) 6 Pengambilan contoh Cara pengambilan contoh sesuai Lampiran A.

% min. 2,7 min. 2,7

5 Kadar abu (b/b) % maks. 1,0 maks. 1,0 % 0,5-2,0 0,5-2,0

Page 97: Probarling Ternak

89

P R O B A R L I N G

SNI 2981:2009

3 dari 51

7 Cara uji Cara uji yogurt seperti di bawah ini: a) Persiapan contoh sesuai Lampiran B.1. b) Cara uji keadaan sesuai Lampiran B.2.

- Cara uji penampakan sesuai Lampiran B.2.1. - Cara uji bau sesuai Lampiran B.2.2. - Cara uji rasa sesuai Lampiran B.2.3. - Cara uji konsistensi sesuai Lampiran B.2.4.

c) Cara uji kadar lemak sesuai Lampiran B.3. d) Cara uji total padatan susu bukan lemak sesuai Lampiran B.4. e) Cara uji protein sesuai Lampiran B.5. f) Cara uji kadar abu sesuai Lampiran B.6. g) Cara uji keasaman (dihitung sebagai asam laktat) sesuai Lampiran B.7. h) Cara uji cemaran logam sesuai Lampiran B.8.

- Cara uji timbal (Pb) dan tembaga (Cu) sesuai Lampiran B.8.1 - Cara uji timah (Sn) sesuai Lampiran B.8.2 - Cara uji raksa (Hg) sesuai Lampiran B.8.3

i) Cara uji arsen (As) sesuai Lampiran B.9. j) Cara uji cemaran mikroba sesuai Lampiran B.10. k) Persiapan dan homogenisasi contoh sesuai Lampiran 10.1. l) Cara uji bakteri coliform sesuai Lampiran B.10.2.

- Cara uji bakteri coliform metode APM (Angka Paling Mungkin) sesuai Lampiran B.10.2.1

- Cara uji bakteri coliform metode tuang sesuai Lampiran B.10.2.2. m) Cara uji Salmonella sesuai Lampiran B.10.3. n) Cara uji Listeria monocytogenes sesuai Lampiran B.10.4. o) Cara uji jumlah bakteri starter sesuai Lampiran B.11 7 Syarat lulus uji Produk dinyatakan lulus uji apabila memenuhi syarat mutu sesuai Pasal 5. 8 Higiene Cara memproduksi produk yang higienis termasuk cara penyiapan dan penanganannya mengacu pada peraturan tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik. 9 Pengemasan Yogurt dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. 10 Syarat penandaan Syarat penandaan sesuai dengan peraturan tentang label dan iklan pangan. Produk yogurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi pada label harus dicantumkan tulisan ”Perlakuan panas”.

6

7

8

9

Page 98: Probarling Ternak

90

P R O B A R L I N G