prinsip ekonomi, konsep bisnis, dan etika bisnis …...prinsip ekonomi, konsep bisnis, dan etika...

62
BAGIAN V PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT PENGANTAR Tujuan penulisan Bagian V untuk memahami pergeseran rumah sakit di Indonesia dari lembaga sosial ke arah lembaga usaha dan memahami konsep etika bisnis rumah sakit. Pemahaman ini diperlukan untuk mencari bentuk rumah sakit yang tepat di masa depan dan norma-norma yang dianut. Pembahasan dimulai dari kajian mengenai industri farmasi yang merupakan komponen sektor kesehatan yang secara tegas bersifat for-profit (Bab XIV). Satu hal penting yang menjadi bahan perdebatan dalam kegiatan rumah sakit dan obat; apakah layak sebuah organisasi atau orang menjadi kaya karena menolong orang lain yang mengalami kesusahan? Lebih lanjut, apakah keberadaan lembaga for-profit dalam sektor kesehatan merupakan sesuatu yang tidak baik? Dalam hal ini dibutuhkan indikator untuk menilai rumah sakit yang sedang berubah dari lembaga sosial ke lembaga usaha yang sosial. Kebutuhan akan indikator ini dibahas dalam Bab XV mengenai perubahan rumah sakit dari lembaga sosial menjadi lembaga usaha tetapi mempunyai aspek usaha, indikator, dan evaluasi ekonomi. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa kemungkinan terjadi konflik antarberbagai indikator. Adanya konflik ini menimbulkan perenungan mendalam me- ngenai etika profesi dan etika kelembagaan yang dibahas pada Bab XVI mengenai etika bisnis rumah sakit. Sebagaimana diketahui, dalam teori ekonomi, masalah profit ataupun insentif untuk profe- sional merupakan hal yang wajar asalkan berada dalam batas-batas

Upload: others

Post on 29-Jan-2020

122 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

BAGIAN V PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN

ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT

PENGANTAR

Tujuan penulisan Bagian V untuk memahami pergeseran rumah sakit di Indonesia dari lembaga sosial ke arah lembaga usaha dan memahami konsep etika bisnis rumah sakit. Pemahaman ini diperlukan untuk mencari bentuk rumah sakit yang tepat di masa depan dan norma-norma yang dianut. Pembahasan dimulai dari kajian mengenai industri farmasi yang merupakan komponen sektor kesehatan yang secara tegas bersifat for-profit (Bab XIV). Satu hal penting yang menjadi bahan perdebatan dalam kegiatan rumah sakit dan obat; apakah layak sebuah organisasi atau orang menjadi kaya karena menolong orang lain yang mengalami kesusahan?

Lebih lanjut, apakah keberadaan lembaga for-profit dalam sektor kesehatan merupakan sesuatu yang tidak baik? Dalam hal ini dibutuhkan indikator untuk menilai rumah sakit yang sedang berubah dari lembaga sosial ke lembaga usaha yang sosial. Kebutuhan akan indikator ini dibahas dalam Bab XV mengenai perubahan rumah sakit dari lembaga sosial menjadi lembaga usaha tetapi mempunyai aspek usaha, indikator, dan evaluasi ekonomi. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa kemungkinan terjadi konflik antarberbagai indikator.

Adanya konflik ini menimbulkan perenungan mendalam me-ngenai etika profesi dan etika kelembagaan yang dibahas pada Bab XVI mengenai etika bisnis rumah sakit. Sebagaimana diketahui, dalam teori ekonomi, masalah profit ataupun insentif untuk profe-sional merupakan hal yang wajar asalkan berada dalam batas-batas

Page 2: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

230 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

norma masyarakat. Oleh karena itu, muncul berbagai peraturan hukum yang mengatur masalah keuntungan dan keadaan monopoli agar terjadi kewajaran. Tanpa adanya keuntungan ataupun insentif, kehidupan ekonomi dapat berhenti karena menyalahi sifat manusia. Dengan latar belakang keadaan nyata yang dilematis, Bab XVI membahas berbagai pernyataan normatif dalam manajemen rumah sakit. Memang akan ada pihak yang skeptis, apakah norma-norma yang ada mampu mempengaruhi kehidupan nyata?

Dalam konteks pengembangan manajemen rumah sakit, analisis normatif perlu dilakukan untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan nyata sektor kesehatan. Sebagaimana kehidupan lain di masyarakat, dalam kehidupan manusia yang semakin keras dan bersaing, norma-norma yang berdasarkan moralitas masih harus dikembangkan. Jangan sampai kehidupan nyata berjalan tanpa analisis normatif. Di sektor kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan kesehatan seha-rusnya bertujuan untuk tercapainya keadilan sosial dalam pembiayaan dan pemberian pelayanan kesehatan. Ilmu ekonomi, khususnya yang membahas masalah alokasi sumber daya dapat membantu sektor kesehatan mencapai tujuan tercapainya keadilan sosial tersebut.

Page 3: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 231

BAB XIV

INDUSTRI FARMASI, PROFIT, DAN ETIKA

Bab ini membahas industri farmasi yang merupakan kom-plemen penting di sektor rumah sakit. Tanpa obat, rumah sakit akan sulit melakukan kegiatan. Yang menarik, perilaku industri farmasi sebenarnya mengacu pada memaksimalkan keuntungan. Perilaku ini tentunya masuk ke dalam sektor rumah sakit yang merupakan sektor dengan tradisi sosial kemanusiaan. Dalam hal ini pertanyaannya, apakah ada pertimbangan etika dalam industri farmasi yang memaksimalkan keuntungan?

14.1 Sifat Maksimalisasi Keuntungan Industri Farmasi

Dalam sektor kesehatan, industri farmasi mempunyai pengaruh besar terhadap rumah sakit dan berbagai organisasi pelayanan kese-hatan. Besarnya omzet obat dapat mencapai 50%-60% dari anggaran rumah sakit. Obat merupakan bagian penting dalam kehidupan rumah sakit, dokter, dan pasien. Oleh karena itu, perlu untuk memahami peri-laku industri farmasi dalam konteks aplikasi ekonomi di rumah sakit.

Berdasarkan sifatnya obat-obatan ada yang mempunyai barang substitusi, tetapi ada pula yang tidak. Sebagai contoh untuk masya-rakat yang membutuhkan obat-obat pelangsing tubuh, terdapat produk substitusi berupa peralatan fitnes untuk menjaga berat badan. Akan tetapi, obat-obatan di rumah sakit banyak yang tidak mempunyai barang substitusi dan merupakan barang komplemen untuk tindakan medik. Sebagai contoh, operasi di ruang bedah membutuhkan obat-obatan narkose. Dalam hal ini tidak ada pengganti untuk obat-obatan narkose. Tindakan untuk menjaga keseimbangan elektrolit membutuh-

Page 4: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

232 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

kan cairan infus. Tidak adanya barang susbtitusi menjadikan obat-obatan sebagai barang yang harus dibeli oleh pasien yang ingin sembuh dari suatu penyakit atau membutuhkan tindakan tertentu. Sering timbul kasus tidak adanya obat pengganti atau tindakan alternatif, akibatnya obat-obat tertentu yang bersifat menyelamatkan jiwa (life-saving) justru sangat mahal karena memang tidak ada pilihan lain.

Sebagai gambaran Gamimune®, sebuah obat berisi imuno-globulin untuk pasien yang berada dalam keadaan kritis karena mempunyai daya tahan rendah, mempunyai harga yang sangat mahal: 25cc seharga sekitar Rp 1.250.000,00 pada tahun 2001. Kebutuhan dalam proses pengobatan tidak hanya 25cc, mungkin sampai berkali-kali. Contoh lain, obat-obatan untuk AIDS sangat mahal, sehingga tidak terjangkau oleh penderita dengan kemampuan ekonomi rendah. Wajar jika keluarga pasien mengeluh karena mahalnya obat-obat di rumah sakit yang seharusnya membutuhkan nilai kemanusiaan.

Dalam hal ini memang timbul kesan bahwa industri farmasi memanfaatkan kesempatan pada saat manusia mengalami kemalangan dan tidak mempunyai pilihan lain karena tidak ada obat pengganti yang lebih murah. Para tenaga kesehatan yang berada di ICU atau OK sering mengalami keadaan ketika dihadapkan pada pilihan yang harus membeli obat mahal, keluarga pasien terpaksa harus menjual aset keluarga, berhutang, ataupun yang paling drastis adalah menghentikan proses penyembuhan karena tidak tersedianya sumber daya untuk membeli obat atau membiayai proses penyembuhan di rumah sakit.

Dengan sifat tersebut maka obat merupakan barang ekonomi strategis di rumah sakit. Berbagai rumah sakit melaporkan bahwa keuntungan dari obat yang dijual merupakan hal paling mudah dilakukan dibandingkan dengan keuntungan pada jasa lain, misalnya pelayanan laboratorium, radiologi, pelayanan rawat inap, ataupun pelayanan gizi. Walaupun sulit dibuktikan, dokter menerima berbagai keuntungan dan fasilitas dari industri obat. Sementara itu, masyarakat sering mengeluh tentang mahalnya harga obat yang dibutuhkan justru pada saat orang sakit dan tidak mampu bekerja.

Tidak semua obat mempunyai sifat tersebut. Dalam hubung-

Page 5: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 233

annya dengan dampak terhadap masyarakat, terdapat obat-obatan yang mempunyai eksternalitas positif yang besar, misalnya obat-obatan untuk menyembuhkan pasien yang terkena penyakit menular ataupun untuk imunisasi. Untuk obat-obatan yang mempunyai eksternalitas, sebagian negara mempunyai kebijakan menjadikannya sebagai obat gratis yang dibiayai oleh pemerintah bagi masyarakat yang membu-tuhkan.

Pada prinsipnya, industri farmasi di dunia merupakan sektor yang berjalan seperti industri-industri lain. Dalam sifat ini memang harus dipahami bahwa industri obat berjalan dengan sifat memaksimalkan keuntungan, sejak dari pabrik, distributor hingga apotek pengecer. Patut dicatat bahwa kinerja keuntungan industri farmasi sangat besar, lebih besar dibandingkan rata-rata industri, walaupun masih lebih rendah di banding dengan industri software. Kasus obat Viagra® yang sangat mahal menunjukkan pola memaksimalkan keuntungan. Pola ini diambil karena sampai saat ini masih sedikit pengganti Viagra®. Dalam hal ini demand untuk Viagra® bersifat inelastik dan ada unsur monopoli karena paten.

Menurut Folland dkk (2001) industri farmasi mempunyai nilai pasar yang besar. Dua raksasa industri farmasi, Merck dan Pfizer (pembuat Viagra®) berada pada ranking ke-10 terbesar di dunia, dan 7 lainnya berada pada top 50 tahun 1999. Di Indonesia, menurut laporan Warta Ekonomi, jumlah pendapatan grup Kalbe Farma berada di urutan ke-14 rangking pendapatan para konglomerat Indonesia di tahun 1996.

Kompetisi sektor industri farmasi sangat tinggi, terutama untuk obat-obatan yang tidak dilindungi lagi oleh hak paten. Di samping memaksimalkan profit, beberapa hal menarik lain untuk dicatat. Pabrik obat di dunia ternyata mempunyai penetapan harga yang berbeda antarnegara. Hal ini tergantung pada kemampuan membayar, tuntutan pemerintah yang menjadi pembeli besar obat, elastisitas harga, dan keadaan sistem asuransi kesehatan.

Perilaku industri farmasi dalam mencari keuntungan ternyata tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi. Sebuah gambaran mengenai omzet dan keuntungan PT Kimia Farma Indonesia. Laba perusahaan

Page 6: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

234 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

tidak turun walaupun Indonesia mengalami krisis ekonomi dan yang terjadi justru kenaikan keuntungan yang cukup mencolok. Menarik untuk diperhatikan bahwa laba bersih justru meningkat tinggi pada saat krisis ekonomi. Logika normatif menyatakan bahwa pada saat rakyat miskin menderita, seharusnya perusahaan tidak boleh untung banyak dari kesakitan rakyat. Pernyataan yang penuh nilai ini ternyata tidak ditemui di dunia nyata.

14.2 Mengapa Industri Farmasi Berbeda dengan Industri Lain?

Secara sifat, industri farmasi tidak berbeda dengan berbagai industri yang mengandalkan pada penemuan teknologi tinggi. Pola kerja untuk memproduksi obat pada industri farmasi dapat dibagi menjadi dua periode. Periode pertama adalah penelitian dasar dan pengembangan di laboratorium serta masyarakat. Periode kedua adalah setelah peluncuran obat di masyarakat. Periode pertama merupakan investasi yang mempunyai risiko tinggi berupa kegagalan secara ilmiah. Sementara itu, periode kedua mempunyai risiko pula dalam penjualan. Yang menarik pada periode kedua, undang-undang paten melindungi industri farmasi dari pesaing (lihat Gambar 14.1) Apabila masa paten selesai, maka pabrik obat lain boleh memproduksi dalam bentuk obat generik sehingga pendapatan akan turun.

Mekanisme ini menimbulkan peluang bagi industri farmasi untuk memperoleh untung banyak. Setelah menemukan obat baru dan mempunyai hak paten, maka perusahaan farmasi dapat membuat tarif untuk produk baru secara maksimal (lihat Bagian III). Tarif dapat ditentukan setinggi-tingginya tanpa khawatir muncul persaingan. Sebagai hasilnya adalah keuntungan luar biasa dapat diperoleh. Clarkson (1996) menunjukkan bahwa industri farmasi merupakan salahsatu industri yang paling menguntungkan. Keuntungan industri farmasi berada pada ranking ke-4 setelah industri software, permi-nyakan, dan makanan. Dibanding rata-rata industri, keuntungan perusahaan farmasi lebih besar yaitu 13.27% dibanding dengan rata-rata 10.19%.

Page 7: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 235

Pendapatan

Pengeluaran

Fase 1. Biaya riset dan pengembangan

Fase 2. Pendapatan dari pasar

Peluncuran obat

Paten berakhir

Sumber: Wildus , 2001

Gambar 14.1 Dua periode pengembangan dan penjualan obat baru Mekanisme mendapat keuntungan ini dipengaruhi berbagai sifat

khas industri farmasi yang tidak dijumpai pada industri lain. Salahsatu sifat tersebut adalah adanya Barriers to Entry yang akan mempengaruhi harga obat. Hambatan untuk masuk ke industri farmasi dilakukan dalam berbagai bentuk: (1) regulasi obat; (2) hak paten; dan (3) sistem distribusi.

Hambatan pertama masuk pada industri farmasi adalah aspek regulasi dalam industri farmasi yang sangat ketat. Di Amerika Serikat regulator utama adalah Food and Drug Administration (FDA), sedang di Indonesia dipegang oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Proses pengujian obat di Amerika Serikat (termasuk dalam periode 1) berlangsung lama, bisa terjadi hingga 15 tahun dengan proses yang sangat kompleks. Setelah menemukan formula kimia baru untuk menangani suatu penyakit, perusahaan obat harus melakukan uji coba pada binatang untuk mengetahui daya racun jangka pendek dan keselamatan obat. Selanjutnya, FDA akan memberikan persetujuan melakukan uji klinik yang tersusun atas tiga tahap. Tahap I dimulai dengan sekelompok kecil orang sehat dan berfokus pada dosis dan keamanan obat. Tahap II akan diberikan kepada sejumlah orang yang lebih banyak (sampai ratusan) yang mempunyai penyakit untuk menguji efikasi obat (kemanjurannya). Tahap III akan dilakukan ke

Page 8: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

236 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

ribuan pasien dengan berbagai latar belakang berbeda untuk menguji efikasi dan keselamatannya secara lebih terinci. Dapat dibayangkan betapa berat dan mahal proses ini.

Faktor penghambat kedua adalah hak paten yang diberikan oleh pemerintah untuk industri farmasi yang berhasil menemukan obat baru. Contoh yang paling hangat adalah hak paten untuk obat Viagra® yang sangat menguntungkan karena pembelinya banyak dan harga tinggi. Dengan adanya kebijakan paten maka perusahaan farmasi baru harus mempunyai obat baru yang membutuhkan biaya riset tinggi atau memproduksi obat-obat generik yang sudah tidak ada patennya lagi dengan risiko banyak pesaing. Setelah sebuah obat habis waktu hak patennya, perusahaan-perusahaan lain dapat memproduksi obat serupa. Oleh karena itu, hambatan untuk masuk menjadi lebih rendah, dan harga dapat turun. Obat-obat ini disebut generik yang dampak terapinya sama dengan obat bermerek. Secara logika, paten memang

Masa paten habis

Sebuah pabrik mempunyai hak eksklusif untuk memproduksi obat

karena mempunyai paten

Industri Farmasi satu sumber

Industri Farmasi banyak sumber

Setiap pabrik boleh untuk memproduksi obat yang mempunyai campuran sama

Merek asli Merek Generik

Gambar 14.2 Siklus hidup produk farmasi

Page 9: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 237

ditujukan dalam usaha merangsang penelitian ilmiah untuk mene-mukan obat-obatan baru. Secara diagram, Reuter Business Insight menggambarkan life-cycle produksi obat pada Gambar 14.2.

Dalam siklus hidup ini terlihat bahwa terjadi saat ketika industri farmasi menikmati masa monopoli, yaitu hanya ada sebuah pabrik obat yang mempunyai hak menjual dan memproduksi obat karena paten. Hak paten berlaku dengan masa 17 tahun, bahkan hingga 25 tahun. Dengan hak paten yang bersifat monopoli maka terdapat kebebasan bagi pabrik menetapkan harga setinggi mungkin untuk mendapatkan profit setinggi-tingginya.

Hambatan ketiga untuk masuk adalah sistem jaringan distribusi dan pemasaran industri farmasi yang sangat kompleks. Jaringan sistem distribusi dan pemasaran mempunyai ciri menarik yaitu menggunakan konsep ‘detailling’, yaitu perusahaan farmasi dengan melalui jaringan distributor melakukan pendekatan tatap muka dengan dokter yang berpraktik di rumah sakit ataupun praktik pribadi. Kegiatan detailing ini melibatkan banyak pihak dan mempunyai berbagai nuansa termasuk adanya komunikasi untuk mendapatkan situasi saling menguntungkan antara dokter dan industri farmasi. Dalam komunikasi ini terbuka kemungkinan terjadi bentuk kolusi antara dokter dan industri farmasi. Dengan bentuk pemasaran seperti ini, akan sulit bagi pemain baru masuk dalam industri farmasi.

Di dalam masyarakat, sistem promosi dan pemasaran obat akan menambah mahalnya harga obat. Berbagai hal tersebut terkait secara kompleks sehingga sulit untuk menurunkan harga obat. Sebagai contoh, kebijakan memperpendek waktu paten, atau memberi lisensi kepada pabrik obat di negara sedang berkembang memproduksi obat secara murah ditentang keras oleh perusahaan obat. Logika yang dipergunakan adalah apabila kebijakan ini berjalan maka motivasi melakukan penelitian obat baru akan rendah. Dengan logika ini diperkirakan bahwa di dunia tidak akan ada penelitian baru mengenai obat, kecuali yang disponsori pemerintah tanpa ada hak paten yang optimal.

Pola pengembangan obat ini membuat industri farmasi tidak banyak mengembangkan obat baru untuk penyakit-penyakit yang

Page 10: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

238 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

diderita orang miskin. Pecoul dkk (1999) menyatakan bahwa dari 1.223 komposisi kimia baru untuk obat yang diproduksi dari tahun 1973 - 1996, hanya 13 yang ditujukan pemasarannya untuk penyakit-penyakit tropis. Hal serupa dinyatakan oleh Webber dan Kramer (1999) yang menyebutkan adanya investasi yang sangat rendah untuk pengembangan obat TBC yang dibutuhkan banyak orang miskin. Terlihat perusahaan obat tidak berani menanggung risiko untuk pengembangan obat baru yang nilai komersialnya rendah.

Pertanyaan menarik, apakah dengan adanya obat-obatan generik, maka obat-obat bermerek akan lebih murah dan kurang diresepkan oleh dokter? Kebijakan obat generik ternyata tidak mampu menekan biaya obat secara signifikan. Graboswski dan Vernon (1992) melaporkan bahwa walaupun ada obat generik yang murah, produsen obat tetap menaikkan harga. Dalam hal ini terdapat loyalitas dokter terhadap merek-merek obat yang bukan generik. Hellerstein (1998) melaporkan bahwa hanya 29% resep ditulis dengan obat generik di Amerika Serikat. Keadaan ini dapat dipahami karena adanya teori dokter sebagai agen pasien dalam memilih obat dan informasi. Dalam teori agensi, para dokter tidak mendapat manfaat ekonomi dari penghematan harga obat. Sementara itu, berdasarkan informasi, para dokter tidak menerima informasi cukup mengenai efektivitas dan harga obat generik. Seperti yang diduga, dokter yang berada dalam sistem managed care lebih cenderung menulis obat generik. Hal ini disebabkan oleh tekanan sistem managed care dengan daftar formularium dan sistem insentif atau disinsentif untuk para dokter dalam peresepan obat.

Hubungan industri farmasi dengan rumah sakit dan dokter merupakan hal yang umum terjadi di seluruh dunia. Industri farmasi bahkan mempengaruhi rumah sakit pendidikan, fakultas kedokteran, dan para peneliti (Angell, 2000; Martin dan Kasper, 2000; Bodenheimer, 2000). Pengaruh industri farmasi terhadap rumah sakit dan dokter dilakukan dengan pendekatan pemasaran canggih seperti menggunakan konsep detailling tatap muka dan berbagai hal lain termasuk mensponsori pertemuan-pertemuan ilmiah, jurnal, bahkan penelitian-penelitian ilmiah.

Page 11: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 239

Dilaporkan pula bahwa tenaga pemasaran perusahaan farmasi mengirimkan hadiah-hadiah untuk mahasiswa kedokteran dan residen di rumah sakit pendidikan. Angell dan Relman (2001) melaporkan bahwa pada tahun 2000 perusahaan farmasi menghabiskan 8 miliar dollar untuk menyenangkan dokter dengan memperkerjakan 83.000 tenaga pemasaran di Amerika Serikat. Di samping itu, perusahaan farmasi memberikan 8 miliar dollar untuk obat-obatan sampel di ruang praktik dokter. Di Indonesia, belum ada data seperti ini. Akan tetapi secara pengamatan dapat dilihat bahwa kehidupan dokter dan sektor rumah sakit dipengaruhi oleh industri farmasi dengan memberikan berbagai hal yang menyenangkan. Semua kegiatan ini tentunya dimasukkan dalam proses penetapan harga obat.

Walaupun tidak ditemukan data rinci, di Indonesia fenomena hubungan dekat antara industri farmasi dan dokter serta rumah sakit mempunyai gambaran serupa. Dalam pertemuan perhimpunan ahli, seminar-seminar ilmiah, pertemuan manajemen rumah sakit, dan berbagai penelitian klinik didanai oleh perusahaan farmasi. Menjadi pertanyaan besar, apakah perilaku dokter dipengaruhi oleh industri farmasi? Walaupun ada berbagai pengamatan, termasuk laporan investigasi oleh majalah Tempo, tetapi belum dilakukan penelitian serius mengenai hubungan dokter dan industri farmasi di Indonesia.

14.3 Apakah Terdapat Etika dalam Bisnis Farmasi?

Secara praktis harga obat memang sulit diturunkan. Di Indone-sia keadaan menjadi lebih sulit karena pemerintah tidak mempunyai wewenang mengendalikan harga obat seperti yang dinyatakan Kepala BPOM Drs. Sampurno, MBA. Dinyatakan bahwa berbeda dengan Pemerintah Italia atau Kanada yang mengatur harga obat yang beredar di negara itu, atau India yang mengatur harga obat yang dianggap sangat esensial, Indonesia tidak secara langsung mengatur harga obat bermerek (branded). Indonesia hanya membuat program obat generik yang harganya ditetapkan pemerintah (Kompas, 2001).

Dalam keadaan ini apa yang dapat dilakukan? Pendekatan

Page 12: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

240 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

pertama adalah menekan harga obat mulai dari fase riset hingga pemasaran. Penekanan ini dapat menggunakan berbagai bentuk, termasuk pembiayaan riset oleh pemerintah atau masyarakat. Di samping itu, diharapkan kerja sama antara perusahaan obat yang mempunyai sistem produksi dan distribusi baik dengan pemerintah untuk menyediakan obat murah terutama bagi masyarakat miskin (Wildus 2001). Pendekatan ini sedang dilakukan oleh TB Alliance, kelompok yang berusaha mengembangkan obat TB baru dengan dana campuran dari berbagai sumber, pemerintah, masyarakat, dan industri farmasi. Di samping itu, timbul usaha untuk memperpendek waktu paten, tetapi hal ini ditentang keras oleh industri obat.

Pendekatan kedua adalah menggunakan pendekatan etika. Dalam hal ini Burton dkk (2001) menyatakan bahwa harus ada nilai normatif dalam bentuk etika yang dipunyai oleh sektor kesehatan dalam mengendalikan biaya obat. Nilai-nilai tersebut akan hadir apabila timbul kesadaran mengenai keterbatasan sumber daya untuk pengadaan obat, rasa kemanusiaan untuk menolong orang yang sakit dan sengsara, adanya hak pasien mendapatkan yang terbaik, kepercayaan bersama, dan adanya kesadaran mengenai pemilihan obat sebagai keputusan bersama. Apa yang diuraikan oleh Burton dkk (2001) merupakan harapan normatif yang disampaikan untuk sektor kesehatan dan industri farmasi. Banyak pihak yang skeptis terhadap pendekatan normatif ini, tanpa suatu peraturan tegas. Pertanyaan penting: apakah ada etika dalam industri farmasi?

Velasquez (1998) menguraikan sebuah contoh etika bisnis perusahaan yang berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh Merck, perusahaan obat raksasa. Pada tahun 1979, Dr. William Campbell, seorang peneliti yang bekerja pada Merck and Co, menemukan bukti bahwa salah satu obat binatang Ivermectin® mungkin dapat mem-bunuh parasit yang menyebabkan penyakit river blindness di Afrika dan Amerika Latin. Dr. Campbell dan timnya kemudian menghubungi Dr. P. Roy Vagelos, Chairman Merck mengenai hal ini. Penemuan ini menjadikan perdebatan di dalam Merck, apakah akan meneruskan penelitian ini dan mencobakannya ke manusia. Para manajer yang menentang menyatakan bahwa masyarakat miskin tidak akan mampu

Page 13: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 241

membeli obat ini. Di samping itu, timbul pertanyaan mengenai bagaimana ongkos distribusinya untuk mencapai penduduk miskin di pedalaman? Di samping itu, risiko Merck akan rugi besar karena dapat menghancurkan pasar obat binatang Ivermectin® yang mempunyai omzet 300 juta $ setahun, jika versi manusia ini gagal.

Dalam perdebatan ini, muncul isu moral yang menyatakan bahwa manfaat obat ini untuk manusia tidak dapat diabaikan. Per-timbangan ini akhirnya mengalahkan aspek untung-rugi. Berdasarkan usul tim peneliti, akhirnya Merck setuju mengembangkannya. Setelah 7 tahun bekerja keras, dengan biaya cukup besar obat tersebut dapat diproduksi. Akan tetapi, tidak ada negara yang mau membeli, bahkan WHO pun tidak. Padahal obat ini potensial untuk mengobati 85 juta orang. Apa yang dibayangkan dalam perdebatan awal terjadi, terjadi produksi tanpa ada pembeli. Akhirnya, Merck memutuskan mem-berikan obat ini secara gratis untuk penderita yang potensial, bahkan memberikan bantuan dalam distribusinya. Merck kemudian bekerja sama dengan WHO, membentuk kelompok kerja internasional untuk mendistribusikan obat ke penderita secara aman dan menjamin untuk tidak dijual sebagai obat binatang. Pada tahun 1996, obat ini berhasil menyembuhkan banyak orang hasil kerja sama antara Merck dan berbagai negara serta lembaga sukarelawan.

Pertanyaan penting mengapa Merck mau menempuh risiko dan kemudian membiayai berbagai hal yang tentunya mengurangi profitnya? Dalam hal ini Dr. Vagelos menyatakan bahwa saat pertama kali perusahaannya menduga bahwa salah satu obat untuk binatang dapat mengobati manusia maka satu-satunya etika adalah harus mengembangkannya. Namun, dikatakan lebih lanjut bahwa dunia akan mengenang Merck dalam hal ini, sehingga nama Merck akan menjadi kenangan baik. Tentunya dalam hal ini akan timbul pengaruh positif untuk penjualan Merck di kelak kemudian hari.

Contoh kasus ini menunjukkan bahwa masih terdapat etika bisnis yang dimiliki oleh Merck, sebuah perusahaan farmasi yang terkemuka dengan keuntungan luar biasa. Memang pada jangka pendek, seolah etika akan bertabrakan dengan tujuan bisnis untuk menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Akan tetapi, dalam

Page 14: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

242 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

jangka panjang etika dan profit akan berjalan bersama. Dengan kasus ini, sebenarnya terdapat etika bisnis dalam perusahaan yang mencari keuntungan.

Sebagai penutup secara ringkas dapat disebutkan bahwa industri farmasi merupakan industri yang sama dengan industri lain dengan tujuan memaksimalkan keuntungan. Ciri ini juga terjadi pada industri peralatan rumah sakit yang menggunakan teknologi tinggi. Tujuan industri sektor rumah sakit ini mempunyai indikator keuntungan ataupun naik-turunnya harga saham industri tersebut. Dengan demikian, perilaku industri farmasi dari pabrik hingga para detailman adalah memaksimalkan keuntungan. Pertanyaan penting adalah: (1) Apakah para dokter dan manajer rumah sakit yang berada dalam sistem rumah sakit non-profit ataupun sosial akan berperilaku for-profit pula, seperti industri farmasi?; (2) Apakah para manajer rumah sakit dan dokter menggunakan obat sebagai alat untuk mendapatkan pendapatan dan keuntungan setinggi-tingginya?; dan (3) Apakah masih ada pertimbangan moral dan kaidah etika dalam sektor farmasi di rumah sakit?

Page 15: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 243

BAB XV

TRANSISI RUMAH SAKIT, INDIKATOR, DAN EVALUASI EKONOMI

Dalam kegiatan yang berjalan bersama dengan industri farmasi dan berbagai industri penunjang pelayanan kesehatan, sistem manajemen rumah sakit berada pada dilema; apakah mengikuti pola seperti masa rumah sakit misionaris, atau berpindah ke sistem yang mencari keuntungan. Dalam hal ini timbul suatu keadaan yang relatif lebih sulit dikelola apabila sebagian input untuk produksi di rumah sakit bersifat mengutamakan profit, sementara rumah sakit berperilaku tidak untuk mencari keuntungan.

Secara praktis akan timbul keganjilan, misalnya di rumah sakit keagamaan, manajemen obat dan bahan habis pakai dilakukan berdasarkan kaidah memaksimalkan keuntungan sementara misi rumah sakit adalah menolong orang miskin. Andaikata rumah sakit menekan harga obat atau bahkan mensubsidi (menjual obat di bawah harga beli dari distributor), akhirnya rumah sakit keagamaan akan kesulitan membiayai pelayanan bagi orang miskin karena biaya faktor produksi tidak dapat ditekan dan tidak diperoleh subsidi. Hal ini terjadi pula pada rumah sakit pemerintah.

Apakah rumah sakit kemanusiaan akan berpindah menjadi lembaga usaha yang for-profit? Pertanyaan-pertanyaan ini memicu timbulnya perubahan di berbagai rumah sakit dari suatu lembaga sosial ke lembaga usaha. Dalam perubahan tersebut dibutuhkan berba-gai indikator agar terdapat pedoman melakukan perubahan.

Page 16: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

244 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

15.1 Pergeseran Rumah Sakit dari Lembaga Sosial ke Lembaga Usaha yang Sosial

Pada akhir abad ke-20, pemerintah di berbagai negara kesulitan untuk membiayai pelayanan kesehatan secara penuh. Menurut pakar manajemen pelayanan kesehatan (Studin, 1995) dalam keadaan yang menjauhi konsep welfare-state, terjadi suatu transisi pandangan yaitu dari perencanaan rumah sakit yang berorientasi pelayanan kesehatan masyarakat menjadi suatu perencanaan strategis yang menyerupai perencanaan lembaga usaha. Keadaan ini dapat dilihat pada proses otonomi rumah sakit seperti yang dibahas pada Bab IV.

Pada intinya terjadi berbagai transisi antara lain, sistem peren-canaan rumah sakit berubah dari perencanaan yang birokratis tahunan atau pelayanan organisasi sosial menjadi suatu proses perencanaan yang disebut sebagai perencanaan strategis. Pada perencanaan ini dikenal berbagai teknik yang dipergunakan pada perencanaan perusahaan misalnya analisis Strength, Weakness, Opportunity dan Threats (SWOT), serta penyusunan strategi bisnis.

Penyusunan rencana strategis ini membutuhkan ketrampilan khusus yang dapat dipelajari dari buku-buku dan pelatihan manajemen strategis. Hal lain yang diperlu diperhatikan adalah penggunaan istilah needs untuk perencanaan. Dalam pendekatan needs (lihat Bab III), maka perencanaan pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tanpa membedakan status ekonominya. Transisi pada aspek ini menggunakan konsep demand, yaitu masyarakat dinilai mengenai kemauan dan kemam-puannya mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan menggunakan pendekatan demand ini maka ada berbagai kelompok masyarakat yang mampu untuk membiayai sendiri, tetapi ada yang memerlukan subsidi dari pemerintah atau bantuan lembaga sosial untuk memenuhi kebutuhannya (needs) akan pelayanan kesehatan.

Pola penyakit dan kematian, atau yang disebut sebagai data epidemiologi berubah menjadi data yang dapat dipergunakan untuk pemasaran rumah sakit. Berbagai trend perkembangan penyakit dipergunakan untuk melakukan peramalan akan prospek pasar

Page 17: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 245

pengguna rumah sakit. Transisi ini mengenal istilah manajemen produksi untuk menyebutkan pengembangan program rumah sakit di masyarakat. Istilah kelompok masyarakat yang menggunakan rumah sakit kemudian disebut sebagai customer.

Dalam perubahan ini berbagai prinsip dalam bisnis dipergu-nakan oleh rumah sakit. Rumah sakit tidak hanya berorientasi pada kesehatan masyarakat saja, tetapi juga harus memikirkan sistem bisnis agar dapat tumbuh dan berkembang. Keadaan pada sebagian rumah sakit daerah di Indonesia menunjukkan bahwa orientasi bisnis tidak diperhatikan sehingga terjadi kegagalan berkembang. Akibatnya, seluruh fungsi rumah sakit menjadi terganggu. Transisi ini menye-babkan rumah sakit menjadi lebih bersifat lembaga usaha dengan berbasis pada prinsip-prinsip ekonomi dan manajemen yang dipergu-nakan oleh badan-badan usaha lain (Kaluzny dkk., 1995; Mick, 1990). Dampak ini menuntut adanya perubahan pada berbagai tatanan baku yang secara tradisional sudah mengakar pada sistem pelayanan kesehatan, termasuk yang dikelola oleh pemerintah. Transisi ini meng-akibatkan rumah sakit menjadi lembaga yang mempunyai karakter ekonomi sekaligus mempunyai karakter sosial. Dalam hal ini dikhawatirkan apabila dampak tersebut tidak dikelola secara benar akan terjadi kesimpangsiuran dan ketidaktepatan pola manajemen yang dipakai. Transisi ini tidak harus dari satu ekstrim ke ekstrim lain. Dalam hal ini diperlukan suatu kombinasi yang tepat antara orientasi kesehatan masyarakat dan orientasi bisnis.

Lembaga usaha yang berfungsi sosial Lembaga kemanusiaan Lembaga usaha komersial yang bersifat non-profit bersifat for-profit Gambar 15.1 Spektrum rumah sakit berbentuk lembaga kemanusiaan murni hingga lembaga usaha komersial

Page 18: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

246 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Sebagaimana diuraikan pada Bagian II, pada dasarnya sebuah firma atau lembaga usaha diasumsikan mempunyai tujuan untuk memaksimalkan keuntungan (for-profit). Akan tetapi, sebagian lembaga usaha bertujuan tidak memaksimalkan untung (non-profit). Di sinilah letak rumah sakit sebagai lembaga usaha non-profit. Dengan menggunakan spektrum yang disusun oleh Dees (1999), rumah sakit dapat dibedakan dari lembaga usaha yang mempunyai motivasi campuran (rumah sakit berbentuk lembaga usaha non-profit), sampai pada bentuk lembaga usaha profit. Di Indonesia, sulit mencari rumah sakit yang benar-benar murni kemanusiaan.

Sebagai lembaga usaha non-profit dan profit, rumah sakit tidak lepas dari pengaruh lingkungan. Dalam hal ini perubahan lingkungan secara alamiah akan mendorong rumah sakit menjadi organisasi berciri multiproduk sehingga membutuhkan penanganan dengan konsep manajemen yang tepat. Secara garis besar konsep ini dapat diuraikan sebagai berikut: rumah sakit sebenarnya adalah sebuah badan usaha yang mempunyai berbagai macam unit-unit usaha strategis, misalnya instalasi rawat inap, laboratorium, rawat darurat, gizi, hingga urusan pemulsaraan jenazah.

Sebuah controh ekstrim menunjukkan bahwa terdapat sebuah rumah sakit yang dikelola sebagai sebuah mall, dengan instalasi laboratorium, poliklinik, gizi, bahkan perawatnya dikontrak dari pihak luar. Dengan demikian rumah sakit secara keseluruhan dapat dianggap sebagai suatu lembaga usaha yang mempunyai berbagai unit bisnis (usaha) strategis. Mengapa disebut sebagai unit usaha strategis? Unit-unit inilah yang dipergunakan langsung oleh masyarakat, dinilai, dan mempunyai semacam akuntabilitas (untung-rugi). Hax dan Majluf (1991) memberikan definisi unit bisnis strategis sebagai berikut:

A Strategic Business Unit (SBU) is an operating unit or a planning focus that groups a distinct set of products or services sold to a uniform set of customers, facing well defined set of competitors.

Unit-unit bisnis ini ditopang oleh manajemen pada tingkat rumah sakit dan oleh manajemen fungsional. Secara garis besar, beberapa area utama manajemen fungsional yaitu: (1) keuangan; (2)

Page 19: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 247

sumber daya manusia, (3) teknologi; (4) pengadaan dan pembelian; (5) medis fungsional; (6) sistem informasi, dan (7) pemasaran. Unit-unit bisnis strategis antara lain: Instalasi Rawat Jalan, Rawat Inap, Rawat Darurat, Laboratorium, Radiologi, dan lain sebagainya.

Unit usaha dalam rumah sakit merupakan suatu hal yang masih kontroversial. Cara pandang yang menolak menyatakan bahwa unit usaha rumah sakit dapat menimbulkan batas-batas yang tidak diperlukan sehingga membahayakan mutu pelayanan bagi pasien. Hal ini disebabkan oleh seorang pasien, misalnya pasien bedah caesar, mendapatkan pelayanan dari berbagai unit usaha rumah sakit secara terpadu. Antara unit-unit usaha sebenarnya tidak ada independensi mutlak. Pasien yang masuk ke rumah sakit dan mendapatkan pelayanan dari seluruh unit secara integrative. Apabila unit-unit usaha terlalu independen dan terlalu mementingkan diri sendiri serta chauvinistic, justru dapat terjadi hal yang membahayakan mutu pelayanan pasien bedah caesar tersebut. Kekhawatiran lain bahwa pengembangan sistem unit usaha akan menyebabkan rumah sakit mempunyai tujuan menghasilkan keuntungan semata dengan mengabaikan fungsi lainnya.

Pada saat ini konsep unit usaha strategis rumah sakit masih membutuhkan penelitian dan pengembangan lebih lanjut. Akan tetapi, yang perlu ditekankan adalah adanya kenyataan bahwa instalasi-instalasi di rumah sakit merupakan unit-unit usaha yang harus dikelola dalam suasana kompetitif. Dengan demikian, semangat lembaga usaha seharusnya dimiliki oleh para kepala instalasi. Hal ini terkait dengan konsep otonomi rumah sakit yang diharapkan juga ada otonomi dalam pengambilan keputusan di rumah sakit yang dapat didelegasikan sebagian ke manajer instalasi.

Dalam perkembangan menjadi lembaga usaha, rumah sakit pemerintah tentunya tidak akan berkembang menjadi lembaga usaha for-profit, tetapi lebih sebagai lembaga usaha non-profit. Saat ini Departemen Kesehatan mengubah RSUP menjadi lembaga yang berada di bawah predikat BUMN dalam bentuk Perjan, sesuai dengan UU No. 9/1969. Dengan adanya PP No. 64/2001 mengenai BUMN, secara hukum RSUP akan berada di bawah Kementerian BUMN. Hal

Page 20: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

248 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

ini merupakan perkembangan dari pembatalan status rumah sakit swadana kembali menjadi instansi PNBP dan adanya kebijakan desentralisasi pelayanan kesehatan.

Perkembangan menjadi Perjan dan BUMD untuk rumah sakit daerah masih kontroversial, terlebih di tahun 2003 ketika muncul kebijakan baru untuk membawa RSUP menjadi Perum. Pendapat yang kontra menyatakan bahwa bentuk Perjan (terlebih Perum) merupakan pengingkaran dari aspek sosial rumah sakit. Sementara itu, pihak yang pro perubahan ini menyatakan bahwa bentuk Perjan merupakan strategi untuk pengembangan rumah sakit. Di samping itu, ada pendapat ketiga yang menyatakan bahwa bentuk Perjan tidak tepat untuk rumah sakit. Diusulkan untuk menjadi bentuk khusus yang diatur dengan undang-undang untuk rumah sakit (Trisnantoro, 1999a).

Perkembangan-perkembangan terakhir ini semakin menunjukkan bahwa rumah sakit secara de-facto telah bergeser dari lembaga sosial menjadi sebuah lembaga usaha dengan berbagai konsep bisnis seperti yang dikemukakan oleh Studin (1995). Kecenderungan ini tercatat dalam penelitian yang dilakukan oleh Trisnantoro (1999b). Hasil penelitian ini menunjukkan sejarah pelayanan kesehatan yang berubah dari pelayanan dengan dasar imperialisme, berkembang dengan dasar misionarisme, dan akhirnya pada akhir abad ke-20 berkembang dengan nilai-nilai badan usaha. Tidak ada lagi subsidi yang substansial untuk membiayai pelayanannya.

Praktis rumah sakit keagamaan tersebut telah menjadi lembaga usaha yang harus membiayai segala kegiatannya dari pendapatan pasien. Hasil penelitian oleh Aji (1999) menunjukkan bahwa rumah sakit-rumah sakit keagamaan di Yogyakarta telah kehilangan sumber subsidi. Dengan kehilangan sumber subsidi ini mau tidak mau rumah sakit-rumah sakit keagamaan atau kemanusiaan harus menggunakan pendapatan dari pasien sebagai sumber dana. Dalam hal ini secara kenyataan rumah sakit keagamaan telah berkembang menjadi lembaga usaha, tetapi tetap mempunyai misi keagamaan atau misi sosial.

Menjadi pertanyaan di titik ini, apakah menjadi lembaga usaha itu merupakan hal yang baik atau buruk karena lembaga usaha

Page 21: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 249

merupakan pelayanan yang berdasarkan prinsip-prinsip bisnis? Pertanyaan lebih lanjut, apakah bisnis merupakan tindakan yang jahat? Dalam hal ini perlu dikaji mengenai makna dari bisnis. Definisi bisnis menurut Mulyadi (1995) sebagai berikut:

“Bisnis merupakan usaha penyediaan produk dan jasa berkualitas bagi pemuasan kebutuhan customers untuk memperoleh return jangka panjang memadai bagi kemampuan bertahan dan berkembang bisnis tersebut”.

Berdasarkan definisi di atas, rumah sakit merupakan lembaga yang dapat menerapkan prinsip bisnis dengan tidak melanggar etika kedokteran dan melindungi orang miskin. Kata-kata pemuasan kebutuhan customer, mempunyai makna kebutuhan yang ditetapkan berdasarkan indikasi medis. Return jangka panjang dapat berupa return keuangan atau return nonkeuangan. Dengan demikian, penanganan orang miskin merupakan tindakan yang mempunyai return bukan uang, tetapi berupa tercapainya misi sosial rumah sakit. Bertahan dan berkembang merupakan asas pokok sebuah lembaga untuk menempuh masa depan. Tanpa pengembangan yang bertumpu pada mutu, sebuah rumah sakit akan terus-menerus menurun kinerjanya dan akhirnya terpuruk. Dalam hal ini rumah sakit perlu untuk berkembang dan mampu menjalankan fungsi sosialnya dengan menerapkan prinsip bisnis yang etis. Oleh karena itu, diperlukan konsep rumah sakit yang dikelola berdasarkan asas lembaga usaha tetapi tetap mempunyai fungsi sosial.

Salah satu prinsip bisnis yang dapat dipergunakan dalam rumah sakit adalah konsep Balanced Scorecard. Pada akhir dekade 1990-an, kalangan industri mendapat masukan mengenai konsep Balanced Scorecard yang diusulkan oleh Kaplan dan Norton (1995). Konsep ini menegaskan bahwa perusahaan yang sukses tidak hanya mengejar keuntungan saja, tetapi juga berusaha untuk mengejar kepuasan peng-guna, pengembangan SDM, dan proses yang bermutu. Pengembangan konsep Balanced Scorecard ini relevan untuk diaplikasikan dalam rumah sakit. Dengan berbasis pada prinsip pelayanan prima dan konsep Balanced Scorecard, indikator yang dipergunakan untuk

Page 22: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

250 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

menilai keberhasilan rumah sakit sebagai sebuah lembaga usaha yang mempunyai fungsi sosial, Trisnantoro (1999a) mengusulkan adanya empat perspektif yaitu: 1. Pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia 2. Proses pelaksanaan kegiatan 3. Indikator kepuasan pengguna atau donor. Indikator ini merupakan

adaptasi dari konsep Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1995).

4. Indikator keuangan. Secara lebih rinci, nilai-nilai empat perspektif indikator tersebut

dilihat pada Gambar 15.2. Karyawan medis, paramedis, dan karyawan lain merupakan aset penting rumah sakit yang harus diberdayakan dengan berbagai program pengembangan sumber daya manusia serta kompensasi yang baik. Mutu proses pelayanan kesehatan hanya dapat meningkat apabila karyawan mempunyai komitmen dan terlatih dalam pekerjaannya. Tidak mungkin akan terjadi proses pelayanan rumah sakit yang bermutu apabila karyawan tidak baik. Pelayanan kesehatan bermutu yang efisien merupakan hal yang dituju. Dalam hal ini efisiensi dapat dicapai tidak hanya dari perbaikan sistem manajemen tetapi juga dalam proses medis klinis dan keperawatan.

Selanjutnya, mutu proses pelayanan rumah sakit yang baik dan cost-effective akan meningkatkan kepuasan pengguna pelayanan kesehatan. Kepuasan para pengguna akan memicu kesuksesan dalam keuangan secara berkesinambungan (sustainable). Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa pengguna rumah sakit tidak hanya masyarakat yang membeli sendiri, tetapi juga masyarakat yang menyumbang atau membelikan untuk orang lain (pemberi dana kemanusiaan), serta pihak-pihak yang memberi subsidi, seperti lembaga-lembaga pemerintah. Nilai-nilai kepuasan mereka harus diperhatikan dengan baik. Tanpa adanya subsidi dari pemerintah atau donor-donor kemanusiaan, rumah sakit akan kesulitan untuk mengembangkan diri.

Keberhasilan rumah sakit dalam bidang keuangan akan memungkinkannya untuk mewujudkan berbagai misi termasuk melindungi orang miskin, menjadi tempat bekerja yang baik bagi sumber daya manusia, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Page 23: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 251

luas. Secara sistemik dan berkesinambungan, rumah sakit yang baik secara keuangan akan mampu terus-menerus meningkatkan mutu proses pelayanan dan komitmen sumber daya manusia.

Perspektif Keuangan

Perspektif Pengguna Dan Donor

Perspektif Proses Pelayanan

Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Sumber Daya Manusia

Peningkatan sumber keuangan rumah sakit dari penjualan jasa dan sumbangan donor, serta subsidi

yang disertai dengan efisiensi biaya

Peningkatan kesehatan keuangan

Peningkatan kepercayaan

pengguna yang membeli, pemberi donor dan subsidi

Peningkatan kepuasan pengguna yang membeli,

pemberi donor dan pemberi subsidi melalui efisiensi

biaya

Peningkatan kualitas proses layanan klinik

dan non-klinik

Pengintegrasian proses layanan dan

peningkatan efisiensi

Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan

Gambar 15.2 Nilai-nilai kelembagaan berbasis pada empat perspektif (diadaptasi dari Mulyadi 2000).

Page 24: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

252 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Rumah sakit sebagai lembaga usaha perlu memperhatikan konsep Balanced Scorecard agar berkembang. Dengan mengacu pada prinsip Balanced Scorecard yang dimodifikasi untuk rumah sakit, kemungkinan suatu bentuk lembaga usaha dapat berfungsi sosial.

Dalam hal ini terdapat dua kemungkinan: (1) pendekatan cross-subsidy; dan (2) pendekatan donor dan subsidi. Pertanyaan kritis saat ini, apakah aspek sosial lembaga usaha dapat dijalankan berdasarkan pendekatan cross-subsidy? Jawabannya sulit, karena cross-subsidy sulit meningkatkan daya kompetisi sebuah rumah sakit sebagai lembaga usaha. Penelitian penulis di satu rumah sakit pemerintah menunjukkan bahwa tarif kamar VIP jauh di bawah unit cost (Trisnantoro dan Setyawan, 1995). Penelitian Abeng (1997) pada sebuah rumah sakit swasta menunjukkan bahwa tarif kamar VIP berada di bawah unit cost. Hal yang dikhawatirkan justru pasien kelas bawah memberikan subsidi ke kelas atas. Hal ini dimungkinkan karena harga obat yang mempunyai keuntungan yang sama besarnya antara kelas atas dan kelas bawah, sedangkan jumlah pasien kelas bawah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pasien kelas atas. Konsep subsidi silang, apabila dilakukan secara murni, akan merugikan daya kompetitif sebuah rumah sakit, termasuk daya kompetitif internasional.

Pendekatan subsidi silang ini secara praktis mengharapkan direktur rumah sakit melakukan pekerjaan yang sangat berat; yaitu sebagai manajer lembaga pelayanan kesehatan, sekaligus sebagai pengatur redistribusi pendapatan masyarakat yang notabene adalah tanggung jawab pemerintah. Dapat dibayangkan bahwa beban direksi dan staf manajemen sangat berat dalam melakukan subsidi silang ini, yang sebenarnya berada di luar jangkauan mereka.

Pendekatan kedua yang berdasarkan pada donor dan subsidi akan lebih masuk akal seperti apa yang terdapat dalam Gambar 15.2. Dengan demikian, donor atau subsidi merupakan aspek sosial dari rumah sakit, bukan dengan menggunakan subsidi silang. Pertanyaan sekarang adalah siapa yang memberikan subsidi untuk orang miskin? Pemerintah tentu merupakan pihak yang harus bertanggung jawab terhadap subsidi ini. Pemerintah merupakan pihak yang seharusnya

Page 25: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 253

melakukan alokasi anggaran secara adil. Fungsi untuk melakukan alokasi anggaran sebaiknya tidak berada pada direksi rumah sakit.

Di Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah menjamin bahwa fakir miskin berada di bawah tanggungan negara, bukan tanggungan sumber keuangan rumah sakit pemerintah atau swasta. UUD 1945 memang mengisyaratkan bahwa Republik Indonesia sebenarnya berpaham welfare-state. Paham ini terbukti dengan adanya JPS di Indonesia atau Medicaid dan Medicare di Amerika Serikat. Problemnya di Indonesia, program JPS pada awalnya bukan dirancang sebagai suatu sistem pembiayaan rumah sakit yang permanen, sehingga ada istilah exit strategy. Di Inggris, subsidi pemerintah berasal dari pajak dan hasil negara.

Di samping subsidi pemerintah, terdapat alternatif lain berupa penggalian dana-dana kemanusiaan. Siapa yang memberikan donor kemanusiaan? Dalam hal ini empat pasar donor yang utama yaitu individual atau perorangan, yayasan, perusahaan, dan pemerintah. Saat ini di Indonesia, donor-donor kemanusiaan ini semakin lama semakin mengecil. Rumah sakit-rumah sakit keagamaan semakin sulit mendapatkan dana, khususnya biaya operasional untuk menangani orang miskin. Apakah memang sumber donor kemanusiaan untuk melayani orang miskin sudah habis? Sulit untuk menjawab masalah ini. Pada tahun 2001 Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan UGM, Yogyakarta mengembangkan berbagai pelatihan untuk menggali dana kemanusiaan. Akan tetapi, hasilnya belum dapat diketahui. Saat ini dapat dikatakan bahwa secara de-facto rumah sakit memang merupakan lembaga usaha. Akan tetapi, secara hukum dan juga secara filosofi serta kultur bekerja ternyata sebagian rumah sakit belum siap menjadi sebuah lembaga usaha.

Hal penting lain dalam kebijakan rumah sakit yang terkait dengan sumber biaya dan pendapatan rumah sakit adalah masalah pajak. Berbagai pengamatan menunjukkan bahwa rumah sakit dianggap sebagai lembaga usaha yang sama dengan lembaga usaha for-profit lain. Akibatnya, berbagai kegiatan ekonomi, termasuk pembelian alat kedokteran berbagai pajak diterapkan, termasuk pajak barang mewah. Hal ini berbeda dengan di Malaysia bahwa rumah

Page 26: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

254 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

sakit mempunyai berbagai pengecualian dalam hal perpajakan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan baru di Indonesia dalam masalah pajak untuk rumah sakit.

15.2 Bagaimana Menjamin Orang Miskin?

Pengembangan ke model badan usaha dalam sektor kesehatan berdasarkan pasar (market-driven) harus dilakukan dengan syarat bahwa orang miskin atau pihak-pihak yang perlu dibantu tetap dijamin aksesnya terhadap pelayanan kesehatan. Dalam hal ini dikenal konsep JPS. Di samping itu, banyak ahli berpendapat, termasuk Anthony Culyer dari University of York yang menyatakan bahwa berbagai public service dalam pelayanan kesehatan tetap wajib diberikan oleh pemerintah sebagai pihak yang menentukan pembagian anggaran secara adil. Sistem pembiayaan untuk orang miskin tetap harus dijaga melalui berbagai mekanisme, misalnya dengan: (1) subsidi dari peme-rintah melalui mekanisme pajak pusat, pendapatan asli daerah, bantuan luar negeri; atau (2) dari dana-dana kemanusiaan.

Agar terjadi pengembangan sumber dana pelayanan kesehatan yang mengarah pada prinsip gotong-royong, pemerintah pusat atau daerah yang mampu dapat mengadakan peraturan yang mewajibkan seluruh penduduk mempunyai jaminan pelayanan kesehatan. Kepe-sertaan asuransi kesehatan bersifat wajib karena budaya masyarakat di Indonesia masih belum mengenal manajemen risiko sakit. Organisasi penyelenggara asuransi kesehatan dan JPKM yang sukarela saat ini cenderung mengalami kesulitan berkembang secara luas terutama yang beroperasi pada segmen masyarakat berpenghasilan rendah.

Bagi masyarakat yang menginginkan jasa asuransi kesehatan yang lebih tinggi dari paket dasar mempunyai kesempatan mengikuti asuransi kesehatan sukarela (komersial) tanpa meninggalkan keanggotaan asuransi kesehatan wajibnya. Walaupun belum pasti, dengan sistem ini diharapkan terjadi cross-subsidy dari masyarakat sehat yang kaya kepada masyarakat bawah yang miskin. Bagi masyarakat yang tidak mampu membeli premi asuransi kesehatan atau

Page 27: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 255

tidak terjangkau pelayanan kesehatan diperlukan suatu jaminan dari pemerintah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Secara dia-gramatik, keadaan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Asuransi Kesehatan Wajib Askes sukarela (on top) ekonomi tinggi ekonomi menengah ekonomi rendah Jaminan Pemeliharaan ekonomi sangat rendah Kesehatan dan sulit dijangkau

Gambar 15.3 Kerangka jaminan kesehatan untuk masyarakat

15.3 Kebutuhan akan Indikator yang Tepat

Dalam masa perubahan bentuk rumah sakit, maka diperlukan pengukuran untuk menilai apakah lembaga berjalan baik atau tidak. Penggunaan indikator seperti Balanced Scorecard merupakan gabungan antara indikator klinik, nonklinik, termasuk ekonomi. Hal penting yang perlu diperhatikan bahwa penggunaan indikator yang menyeluruh ini harus dapat diterapkan secara praktis sehingga keberhasilan rumah sakit dapat terukur. Dalam manajemen peng-gunaan sistem indikator kinerja merupakan bagian dari proses pengendalian sebuah lembaga, termasuk rumah sakit. Standar meru-pakan sebuah hasil akhir atau target yang akan menjadi nilai yang diperbandingkan dengan kinerja.

Page 28: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

256 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Pada rumah sakit, indikator yang dipergunakan dalam pengu-kuran kinerja dapat menjadi banyak. Sampai saat ini dikenal berbagai indikator klinik seperti yang pernah dihasilkan oleh Departemen Kesehatan dan WHO, indikator manajemen, indikator kinerja rumah sakit dengan menggunakan model Barber-Johnson. Pertanyaan penting di sini adalah; indikator apa yang akan dipergunakan? Apakah menggunakan grafik Barber Johnson? Ataukah Cost Recovery, ataukah apa? Secara lebih rinci, bagaimanakah indikator rumah sakit sebagai lembaga usaha yang mempunyai fungsi sosial? Untuk pembahasan hal ini dapat dilihat pada kasus di bawah ini.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Berdikari di Kabupaten Karangombo telah menjalankan kebijakan swadana selama 3 tahun. Setahun setelah kebijakan swadana berjalan, tarif bangsal kelas I dinaikkan 100% menjadi Rp35.000,00 per hari, dan tahun lalu membangun bangsal VIP. Tarif bangsal VIP ditetapkan seharga Rp100.000,00. Tarif kelas III tidak dinaikkan (tetap Rp7.500,00) akan tetapi jumlah kamarnya secara relatif menjadi berkurang. Dari 60% menjadi 45%. Secara fisik, setelah kebijakan swadana rumah sakit menjadi lebih baik, lebih megah, lebih bersih, dan karyawannya lebih produktif, serta keluhan dari masyarakat menurun. BOR rumah sakit secara total meningkat dari 57% menjadi 85%.

Namun, tiba-tiba muncul suatu kritikan dari seorang wakil rakyat di DPRD Kabupaten Karangombo, Drs. Subroto. Dalam suatu kesempatan sidang anggaran kesehatan, Drs. Subroto mengkritik keras RSUD Berdikari. Dalam pidato di depan sidang, Drs. Subroto menyatakan bahwa RSUD Berdikari telah menjalankan kebijakan swadana yang melenceng dari misi utamanya yaitu menolong orang miskin. Dengan memberi data yang akurat, Drs. Subroto meng-evaluasi bahwa BOR kelas III semakin meningkat. Sebelum swadana BOR-nya sebesar 78% dan saat ini menjadi 95%. Drs. Subroto menyatakan bahwa BOR yang tinggi ini menunjukkan bahwa akses orang miskin ke RSUD Berdikari menjadi sulit karena kamar kelas III sering penuh sehingga pasien disalurkan ke Puskesmas dengan Rawat Inap yang jaraknya 10 km dari RSUD Berdikari. Dengan data lain, Drs. Subroto menunjukkan bahwa BOR bangsal VIP relatif rendah,

Page 29: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 257

yaitu sekitar 45% dan pembangunan bangsal VIP ternyata mempunyai subsidi berupa pembangunan gedung dan harga tanah. Pada penutupnya sebagai anggota dewan, Drs. Subroto mengusulkan agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap RSUD Berdikari, termasuk komitmen pelayanan sosialnya.

Kasus tersebut menunjukkan bahwa memang timbul berbagai perspektif dalam menilai kinerja rumah sakit. Rumah sakit perlu memikirkan indikator yang menyeluruh. Drs. Subroto sebagai wakil masyarakat menggunakan perspektif akses untuk orang miskin, sementara itu direksi rumah sakit menggunakan kebijakan swadana tidak hanya dengan perspektif masyarakat, tetapi juga perspektif sumber daya manusia rumah sakit. Sementara itu kebijakan swadana dengan membangun bangsal VIP dan mengurangi kelas III berusaha Tabel 15.1 Perbedaan sikap dan interest pada stakeholders rumah sakit pemerintah

Stakeholders Sikap dan interest

Masyarakat Menginginkan rumah sakit yang dapat memberi akses untuk pelayanan bagi orang miskin secara adil dan bermutu baik

Pemerintah sebagai regulator

Sama dengan masyarakat karena pemerintah yang demokratis terpilih berdasarkan suara masyarakat. Menginginkan rumah sakit yang dapat memberi akses untuk pelayanan bagi orang miskin secara adil dan bermutu baik

Pemerintah sebagai pemilik rumah sakit

Rumah sakit dapat berjalan baik dengan memberikan hasil sesuai dengan prinsip usaha dan tidak ada penyimpangan-penyimpangan

Board of Trustees (Dewan Penyantun RS)

Bekerja atas garis yang ditetapkan oleh pemilik rumah sakit

Manajer rumah sakit Bekerja sesuai dengan tugas yang diberikan. Para direksi harus dapat melakukan pekerjaan sehingga hasilnya dapat memuaskan berbagai stakeholders lain.

Para professional yang bekerja di rumah sakit

Bekerja dengan baik sesuai standar profesional masing-masing dan mendapat suasana kerja yang nyaman, termasuk kompensasi yang baik.

untuk memperbaiki suasana kerja di rumah sakit agar para dokter dapat lebih mendapatkan kompensasi. Dalam hal ini terkesan terjadi

Page 30: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

258 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

suatu konflik antar-stakeholders. Barnett dkk (2001) menguraikan bahwa ada berbagai motivasi para stakeholders dalam menilai rumah sakit seperti yang terdapat pada Tabel 15.1.

Dengan memperhatikan tabel di atas, maka kemungkinan memang ada konflik antar-stakeholders. Pertanyaan pentingnya dalam kasus RSUD Berdikari apakah dengan mengurangi bangsal kelas III, akses untuk orang miskin dapat terjamin?

Dalam kasus tersebut Direktur RSUD Berdikari menyatakan bahwa RSUD bekerja sama dengan berbagai Puskesmas Rawat Inap di sekitar rumah sakit dalam sistem rujukan karena ada sekitar 30% pasien rawat inap kelas III yang tidak perlu masuk RSUD. Jenis penyakit pasien ini dapat ditangani di Puskesmas Rawat Inap dengan mutu yang sama, tetapi biaya lebih murah dan jarak lebih dekat. Dengan demikian, masyarakat akan diuntungkan. Sebagai dampak kebijakan menganjurkan para pasien dengan penyakit tertentu untuk berobat ke Puskesmas Rawat Inap, maka BOR kelas III akan turun sehingga tidak terjadi antrian. Dengan kebijakan ini maka masalah akses dapat diatasi.

Kasus RSUD Berdikari menunjukkan bahwa rumah sakit memang perlu diukur dengan berbagai perspektif. Untuk mengga-bungkan berbagai perspektif tersebut, konsep Balanced Scorecard mempunyai berbagai indikator menyeluruh yang dapat dipergunakan untuk menilai rumah sakit tersebut. Pertama, perspektif sumber daya manusia mengukur pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia dengan indikator misalnya: besarnya kompensasi untuk sumber daya manusia, perbandingan jumlah karyawan yang sudah dilatih dengan yang belum, kinerja karyawan (kedisiplinan, loyalitas, prestasi) yang dilatih dan yang belum, perubahan kinerja karyawan (meningkat atau menurun), keluhan karyawan.

Tanpa adanya karyawan yang puas dengan pekerjaannya, RSUD Berdikari tidak akan berjalan dengan mutu baik. Dalam hal ini perlu ditetapkan standar mengenai keadaan karyawan, termasuk kompensasinya. Sebelum kebijakan swadana, para karyawan, teruta-ma para dokter banyak menggunakan waktunya pada saat jam dinas di rumah sakit swasta. Akibatnya, mutu proses pelayananan menurun.

Page 31: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 259

Perspektif proses pelayanan, misalnya di Instalasi Rawat Inap RSUD Berdikari berusaha mencapai semua ukuran mutu pelayanan rawat inap sesuai standar Depkes yang meliputi jumlah pasien dekubitus, infeksi jarum infus, penyulit infeksi transfusi darah, kelambatan gawat darurat, kekambuhan rawat jalan, dan berbagai hal lainnya. Perlu dicatat bahwa indikator mutu klinik dan keperawatan saat ini sedang dikembangkan oleh Depkes RI. Selain itu, ada pula indikator proses pelayanan rawat inap misalnya berbagai macam rates, quick to respond rates: cepat memenuhi panggilan, cepat menangani keluhan/complain, dan waiting time yang minimal.

Perspektif konsumen adalah bagaimana caranya agar konsumen yang membeli akan puas dan menjadi pelanggan serta merekomen-dasikan pelayanan kepada orang lain. Sebagai contoh indikator kepuasan bagi pembeli adalah nilai berdasarkan survei kepuasan, angka keluhan, pengguna jasa pelayanan kesehatan yang semakin luas. Di samping itu, harus ada pula indikator yang mengukur kepuasan pemberi dana kemanusiaan dan pemberi subsidi. Bagi pemberi donor dan subsidi, indikator keberhasilan adalah sesuai dengan apa yang dipersyaratkan oleh pemberi. Kepuasan pemberi donor dan pemberi subsidi merupakan salah satu indikator bahwa rumah sakit menjalankan misi sosialnya. Perspektif ini yang dipergunakan oleh Drs. Subroto pada kasus di atas.

Di dalam perspektif keuangan, ada berbagai indikator yang dapat dipergunakan misalnya berbagai rates untuk kesehatan peru-sahaan, persentase sumber dana rumah sakit yang akan dipergunakan untuk kegiatan kemanusiaan, peningkatan pendapatan, dan penurunan biaya operasional serta berbagai hal lainnya. Dalam hal aspek keuangan ini terdapat indikator yang dapat dipakai untuk mengukur misi sosial rumah sakit, misalnya berapa persen pengeluaran untuk orang miskin yang dirawat di rumah sakit. Dalam indikator ini dapat dibahas bagaimana sumber pembiayaan untuk orang miskin. Apabila memang dibutuhkan maka bangsal kelas III dapat diperluas, tetapi perlu untuk mencari sumber pembiayaannya.

Sebagaimana cockpit ataupun dashboard mobil, akan timbul perdebatan; indikator yang dipakai apakah terlalu sedikit atau terlalu

Page 32: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

260 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

banyak? Apabila terlalu sedikit, maka mungkin terjadi kekurangan informasi, tetapi apabila terlalu banyak maka akan timbul pemborosan tenaga dan perhatian untuk hal-hal yang tidak diperlukan oleh lembaga sebagai alat kontrol. Oleh karena itu, muncul Key Performance Indicators, yang menunjukkan indikator-indikator kunci yang diharapkan optimal untuk menilai kinerja lembaga. Dalam hal ini Balanced Scorecard dapat dipergunakan sebagai Key Performance Indicators. Dengan Balanced Scorecard indikator rumah sakit mencakup pula indikator ekonomi ataupun nonekonomi. Kesepakatan untuk menetapkan standar dan indikatornya merupakan hal penting untuk mencapai tujuan rumah sakit sebagai lembaga usaha dan sosial.

Penggunaan laporan indikator kinerja di dalam rumah sakit

Di dalam kegiatan rumah sakit, hasil penilaian kinerja harus ditindaklanjuti dengan berbagai kemungkinan. Tanpa ada tindak lanjut maka penggunaan indikator tidak mencapai sasaran. Dengan menggunakan indikator kinerja, maka dapat dilakukan proses pengen-dalian yang dapat bersifat strategis atau operasional. Pengendalian strategis akan terkait dengan hal paling hakiki dalam rumah sakit. Sebagai contoh, setelah melakukan evaluasi berdasarkan hasil kerja dengan berbagai indikator, sebuah rumah sakit yang sebelumnya berstatus yayasan, merubah diri menjadi rumah sakit for-profit. Alasan perubahan agar terjadi sistem manajemen yang lebih baik, transparan, dan jelas indikator kesuksesannya.

Secara operasional berbagai indikator akan dipergunakan untuk menilai kinerja rumah sakit. Sebagai contoh dalam indikator ekonomi untuk status keuangan rumah sakit dikenal berbagai laporan misalnya laporan akuntansi, laporan cash-flow hingga paparan neraca rugi-laba tahunan. Dalam laporan rumah sakit for-profit dengan nilai ekonomi, berbagai macam rasio keuangan akan dikemukakan misalnya: Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), profit margin, debt to equity, earning pershare, revenue growth, dan asset growth (Duncan dkk, 1995).

Secara praktis, masalah besar dalam menggunakan indikator

Page 33: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 261

tersebut adalah mencari keseimbangan antara berbagai indikator. Sebagai contoh, apabila terlalu besar penekanan pada keuntungan atau nilai sosial rumah sakit maka kemungkinan mengurangi indikator kepuasan karyawan ataupun pasien. Kasus RSUD Berdikari menujuk-kan usaha untuk meningkatkan kepuasan dokter menyebabkan kritikan dari pihak lain. Akan tetapi, apabila karyawan rumah sakit tidak dipenuhi harapannya maka mutu kegiatan akan menurun. Keseimbangan ini sangat tergantung pada konteks pemilik dan lingkungan usaha setiap rumah sakit.

15.4 Evaluasi ekonomi untuk tindakan klinik

Dalam manajemen rumah sakit, banyak tindakan yang membu-tuhkan evaluasi ekonomi untuk pelayanan kesehatan (Lemieux-Charles, Hall, 1997). Sebagai contoh, apakah rumah sakit akan membeli CT scan baru? Apakah akan memasukkan obat baru ke dalam daftar formularium rumah sakit? Apakah perlu memberikan antibiotika sebelum operasi? Atau pertanyaan mengenai efektifitas biaya operasi sehari untuk hernia (Russel dkk., 1977).

Evaluasi ekonomi ini menjadi sering dibutuhkan karena tekno-logi pelayanan kesehatan berkembang sangat cepat, termasuk pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal-hal ini membutuhkan informasi mengenai cara yang paling efisien dari berbagai alternatif pelayanan yang ada. Sebagai contoh, apabila rumah sakit salah memilih CT Scan, kemungkinan hasil yang dicapai tidak memuaskan dan biayanya sangat tinggi. Akibat menggunakan teknologi yang tidak cost-effective ini, rumah sakit berkurang mutu pelayanannya.

Konsep evaluasi ekonomi terhadap pelayanan kesehatan berasal dari pertanyaan kritis mengenai manfaat teknologi kedokteran untuk masyarakat. Ilmu kedokteran-kesehatan merupakan ilmu yang harus diterapkan dalam masyarakat untuk mengurangi beban akibat adanya penyakit atau turunnya indikator kesehatan masyarakat. Dalam usaha mengurangi beban akibat penyakit, terdapat pilihan berbagai teknologi kedokteran dan kesehatan. Dalam konteks ilmu terapan Tugwell dkk

Page 34: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

262 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

(1986) mengusulkan sebuah kerangka berpikir untuk evaluasi teknologi kedokteran-kesehatan. Kerangka berpikir ini sangat menarik dalam kaitannya dengan evaluasi ekonomi sektor kesehatan. Kerangka berpikir tersebut terdapat pada Gambar 15.4.

1. Identifikasi teknologi

2. Efikasi 7. Monitoring dan Penilaian

Ulang

6. Sintesis dan Pelaksanaan

5. Efisiensi klinik 4. Efektivitas Tindakan

3. Screening dan Diagnosis

Gambar 15.4 Kerangka berpikir technology assessment iterative loop Dalam kerangka berpikir ini terlihat proses pemilihan teknologi

penanganan masalah kesehatan, mulai dari pemikiran awal mengenai beban penyakit yang harus ditangani. Dari pemikiran awal ini kemudian ada pilihan teknologi pelayanan kesehatan yang dapat dipergunakan untuk mengurangi beban penyakit. Teknologi ini kemudian menjalani uji coba pada kondisi ideal untuk menentukan apakah tindakan kesehatan ada pengaruhnya (uji efikasi). Jika dalam uji efikasi ini tindakan kesehatan tidak ada gunanya, maka akan dihentikan. Apabila berguna dalam ujiefikasi, maka tindakan kesehatan tersebut akan sampai pada pelaksanaan di lapangan yang mengandung berbagai kata kunci seperti efektivitas, efisiensi, dan evaluasi dengan indikator yang jelas untuk menilai keberhasilan intervensi di masyarakat.

Dalam hal ini salah satu indikator yang dipakai menggunakan ukuran ekonomi. Kerangka berpikir ini sejalan dengan konsep dasar

Page 35: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 263

ilmu manajemen bahwa input dan struktur harus diatur dalam proses yang baik untuk mencapai tujuan berupa hasil (yang dapat diukur) dengan sebaik-baiknya (Drucker dan Eccles, 1998; Burrows dkk., 1994).

Bersamaan dengan konsep ini Drummond dkk (1997) mengembangkan metode evaluasi ekonomi untuk pelayanan kesehatan yang sistematis. Dua hal penting dalam evaluasi ekonomi. Pertama adalah evaluasi ekonomi berarti mencakup biaya dan hasil dari proses yang menggunakan biaya tersebut. Kedua, evaluasi ekonomi selalu mengandung kegiatan membandingkan antaralternatif-alternatif pilihan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini Drummond dkk (1997) menyatakan bahwa evaluasi ekonomi adalah “The comparative analysis of alternative courses of action in terms of both their costs and concequences”. Oleh karena itu, manfaat utama evaluasi ekonomi adalah untuk mengidentifikasi, mengukur, menilai, dan memban-dingkan biaya dan konsekuensi dari alternatif yang dipertimbangkan. Gambar 15.5 berikut ini menunjukkan prinsip evaluasi ekonomi.

Gambar 15.5 memperlihatkan bahwa evaluasi ekonomi mem-bandingkan pilihan antara berbagai alternatif. Dalam hal ini misalnya terjadi perbandingan antara tindakan A dan pembanding B. Evaluasi ekonomi dapat dipergunakan dalam pemahaman mengenai konsep evaluasi tindakan atau teknologi kesehatan. Secara tradisional pada sektor rumah sakit dan kesehatan pada umumnya, sering dilakukan

Biaya A

Biaya B

Hasil A

Hasil B

Pilihan

Tindakan A

Pembanding B

Gambar 15.5 Prinsip evaluasi ekonomi melakukan perbandingan antaralternatif

evaluasi untuk menguji efikasi atau efek dari obat, alat, dan prosedur tindakan. Pengujian ini sering dilakukan dalam konteks memban-

Page 36: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

264 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

dingkan dua tindakan. Hal ini dapat dibaca pada berbagai jurnal kedokteran yang banyak melaporkan hasil penelitian evaluasi. Evaluasi jenis ini lebih banyak mengukur hasil, bukan pada biaya tindakan. Drummond dkk (1997) menggambarkan hal tersebut dengan Tabel 15.2 di bawah ini.

Pada kotak 1A, 1B, dan 2 tidak ada perbandingan alternatif (hanya ada satu tindakan atau program yang sedang dievaluasi). Sebe-narnya evaluasi harus mempunyai arti membandingkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu, “evaluasi” dalam kotak ini sebenarnya bukan evaluasi sesungguhnya, tapi lebih merupakan suatu gambaran. Pada kotak 1A hanya hasil dari tindakan yang diperiksa, dan disebut Tabel 15.2 Klasifikasi evaluasi ekonomi

Apakah biaya (input) dan hasil (output) dari alternatif-alternatif diperiksa?

Tidak Ya

Apakah ada perbandingan antara dua atau lebih alternatif

Tidak Menilai hasil saja

Menilai biaya saja

1A Evaluasi Sebagian Gambaran hasil

1B Evaluasi Sebagian Gambaran biaya

2 Evaluasi Sebagian Gambaran Hasil-biaya

Ya 3A Evaluasi Sebagian Uji efikasi atau efektivitas

3B Evaluasi Sebagian Analisis Biaya

4 Evaluasi Ekonomi Penuh Cost-minimization analysis Cost-effectiveness analysis Cost-utility analysis Cost-benefit analysis

sebagai gambaran hasil. Dalam kotak 1B karena hanya biaya yang dilihat maka disebut sebagai gambaran biaya. Karena tidak melihat

Page 37: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 265

pada hasil, maka tidak dapat disebut sebagai evaluasi ekonomi penuh. Pada kotak 3A dan 3B terdapat perbandingan antara dua

alternatif tindakan kesehatan, tetapi tidak melakukan penghitungan biaya. Pada kotak 3A tindakan ini disebut sebagai evaluasi efektivitas yang banyak dilakukan dalam uji klinik. Dalam kotak 3B hanya biaya yang dibandingkan sehingga disebut sebagai analisis biaya. Kotak 4 merupakan evaluasi ekonomi penuh dengan biaya dan hasil antar alternatif dibandingkan. Dikenal empat jenis evaluasi ekonomi penuh yaitu cost-minimization analysis, cost-effectiveness analysis, cost-utility analysis, dan cost-benefit analysis.

Analisis biaya minimalisasi (Cost Minimization Analysis)

Evaluasi ekonomi penuh jenis ini mempunyai ciri yaitu hasil dari dua alternatif yang diukur adalah sama. Berdasarkan hal ini maka komponen input atau biaya dari kedua alternatif akan dihitung untuk mendapatkan data tindakan mana yang paling rendah biayanya. Evaluasi ini banyak dilakukan pada berbagai tindakan bedah minor. Sebagai contoh Russsel dkk (1977) meneliti perbadingan bedah sehari untuk hernia dan hemoroid dibandingkan dengan teknik perawatan saat ini.

Analisis biaya dan hasil guna (Cost Effectiveness Analysis)

Apabila keluaran (outcome) dari tindakan proyek tersebut tidak sama, maka dilakukan pengukuran hasil dan biaya melalui metode cost-effectiveness. Dalam hal ini hasil (outcome) diukur dengan indikator status kesehatan yang alamiah, misalnya perpanjangan masa kehidupan. Indikator status kesehatan lain misalnya; penyembuhan, penghindaran dari kematian.

Analisis utilitas biaya (Cost Utility Analysis)

Page 38: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

266 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Pengukuran ini membutuhkan data hasil dalam bentuk utilitas atau kegunaan hidup. Dalam khasanah ekonomi kesehatan terdapat berbagai metode untuk menghitung kegunaan hidup. Salah satu yag paling yang populer adalah berdasarkan konsep Quality Adjusted Life Years (QALY) dan untuk menghitung beban penyakit Disability Adjusted Life Years (DALY). Perhitungan QALY berdasarkan kom-binasi antara lama kehidupan dan mutu kehidupan. Dalam aplikasi di rumah sakit, analisis ini penting untuk mempertimbangkan keputusan penggunaan teknologi yang mahal bagi pasien-pasien yang sudah dipastikan tidak mendapat manfaat banyak.

Analisis biaya dan keuntungan (Cost benefit Analysis)

Jika perhitungan biaya dan keluarannya menggunakan satuan yang sama, biasanya dengan nilai uang, maka analisis yang dilakukan adalah cost benefit analysis. Karena menggunakan ukuran yang sama maka dapat menggunakan perbandingan benefit atau cost sebagai satuannya.

Pemahaman mengenai evaluasi ekonomi ini menjadi dasar untuk menentukan tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit bersifat etis atau tidak. Namun, kesulitan yang sering dihadapi pada praktik sehari-hari adalah tidak adanya data mengenai evaluasi ekonomi untuk berbagai tindakan klinik ataupun peralatan teknologi kedokteran. Di samping itu, penghitungan biaya evaluasi ekonomi merupakan satu hal yang sangat sulit. Dapat dipahami bahwa evaluasi ekonomi dengan menggunakan model Drummond (1997) ini masih jarang diperguna-kan dalam pembuatan keputusan manajemen pada rumah sakit di Indonesia.

Page 39: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 267

BAB XVI

ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT

Seperti kecenderungan di berbagai negara, rumah sakit di Indonesia bergerak ke arah sistem manajemen berdasarkan konsep usaha yang mengarah pada mekanisme pasar dan prinsip efisiensi. Dalam transisi ini pertanyaannya adalah, apakah ada yang dirugikan? dan apakah ada pedoman etika yang dapat diikuti? Saat ini memang timbul kekhawatiran mengenai akibat negatif dari transisi rumah sakit ke arah lembaga usaha. Pertanyaan mengenai siapa yang dirugikan atas perkembangan ini perlu dibahas untuk mencari usaha menga-tasinnya. Pembahasan diawali dengan tinjauan konseptual mengenai dasar keadilan dalam peningkatan efisiensi. Dari pembahasan mengenai konsep dasar ini, berbagai ”kasus abu-abu” dalam rumah sakit dianalisis untuk mencari jawaban akan pertanyaan penting: adakah etika untuk bisnis di sektor rumah sakit?

16.1 Konsep Dasar untuk Keadilan

Dalam perubahan rumah sakit menjadi lebih bersifat lembaga usaha diperlukan suatu filosofi agar secara etika dapat dipertanggung-jawabkan. Tujuan penting dalam perubahan rumah sakit adalah peningkatan efisiensi dan penjaminan bagi orang miskin untuk mendapatkan pelayanan rumah sakit. Dengan demikian perubahan akan diukur dengan indikator ekonomi dan indikator lain termasuk fungsi sosial rumah sakit. Dalam hal ini, pernyataan Pareto cit. Friedman 1995 perlu diperhatikan bahwa perubahan kebijakan harus berprinsip: tidak ada satu orang atau satu lembaga pun yang dirugikan.

Page 40: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

268 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

“One allocation is defined as Pareto superior to another if and only if it makes at least one person better off and no one worse off”.

Teori ekonomi mikro menyatakan bahwa model standar suatu organisasi perusahaan adalah bersifat for profit. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi di lembaga usaha for profit dilakukan dengan berbagai usaha yaitu: (1) menjaga agar biaya produksi berada pada tingkat mimimum; (2) menetapkan harga di atas unit cost; dan (3) melebarkan penjualan (misalnya meningkatkan BOR dan berbagai produk rumah sakit). Sementara itu, pengertian efisiensi dalam organisasi non profit dapat berarti cara menghasilkan produk dan tercapainya misi dengan biaya produksi atau operasional yang serendah mungkin. Oleh karena itu, dalam transformasi lembaga sosial menjadi lembaga usaha yang mempunyai fungsi sosial, pertanyaan pentingnya adalah apakah ada kelompok masyarakat yang dirugikan. Untuk membahas hal ini pemahaman mengenai model utilitas di masyarakat perlu dipelajari. Model ini penting sebagai dasar kebijakan transisi rumah sakit.

Pemahaman mengenai efisiensi Pareto ini terlihat pada Gambar 16.1 yang menggunakan model utilitas. Dalam model ini digambarkan dunia terdiri atas 22 utilitas yang dibagi dua, untuk Jamhuri dan Suroto. Batas efisiensi pembagian antara Jamhuri dan Suroto dibatasi oleh kurva batas utilitas. Misalnya dimulai pada posisi awal A. Pada titik ini Jamhuri sebagai orang yang lebih kaya mempunyai 10 utilitas (titik J1), sementara Suroto mempunyai 6 (titik S1). Total yang dimiliki bersama adalah 16 utilitas. Dalam hal ini masih ada 6 utilitas yang belum terpakai. Jumlah ini merupakan peluang peningkatan efisiensi karena belum dikembangkan sampai batas lingkaran. Dalam hal ini keadaan di titik A masih dapat ditingkatkan efisiensinya ke titik D, H. atau B. Akan tetapi tidak dapat dikembangkan sampai titik R karena berada di luar batas kurva.

Pada pengertian efisiensi menurut Pareto, maka perubahan dari A ke B secara keseluruhan akan meningkatkan efiensi. Dalam perubahan ini yang meningkat hanya Suroto, dari 6 menjadi 12 (titik S2), sedangkan Jamhuri tidak mendapat keuntungan, tetap 10 utilitas

Page 41: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 269

A B

D R

S1 S2 S3

J1

J2 . H

Utilitas milik Suroto

Utilitas milik Jamhuri

Kurve batas utilitas

.

Gambar 16.1 Konsep efisiensi menurut Pareto

(titik J1). Perubahan dari A ke B ini masih disebut sebagai efisiensi Pareto. Akan tetapi apabila keadaan berubah dari A ke D, maka hanya Jamhuri sebagai orang yang lebih kaya justru mendapat keuntungan, berpindah dari titik J1 ke titik J2. Sementara Suroto berkurang utilitas, dari titik S1 ke titik S3. Dalam hal ini berarti ada pihak yang dirugikan, sehingga tidak memenuhi efisiensi Pareto. Perubahan ke titik H, dapat menjadikan pembagian utilitas menjadi 11 untuk Jamhuri dan 11 untuk Suroto. Hal ini menjadikan pembagian yang merata.

Bagaimana aplikasi di rumah sakit? Perubahan dari lembaga sosial birokrasi menjadi lembaga usaha yang sosial seharusnya mengacu pada filosofi Pareto. Dalam hal ini tidak boleh ada pihak yang dirugikan. Sebagai contoh, kebijakan Perjan harus mempunyai efek efisiensi menurut Pareto. Apakah perubahan kebijakan menjadi Perjan merugikan salah satu pihak? Misalnya orang miskin akan

Page 42: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

270 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

kesulitan mendapatkan akses ke rumah sakit. Apabila kebijakan menjadi Perjan mengurangi akses untuk orang miskin, berarti perubahan menjadi Perjan tidaklah efisien menurut Pareto karena ada pihak yang dirugikan.

Gambar 16.2 Pertumbuhan Benthamite dan Rawlsian.

Akan tetapi, ada yang tidak menggunakan efisiensi secara

Pareto. Mereka berpendapat bahwa yang penting adalah pertumbuhan. Masyarakat harus berkembang, walaupun ada yang dirugikan. Paham ini disebut Benthamite karena diusulkan oleh seorang ahli sosiologi bernama Jeremy Bentham pada tahun 1789. Menurut Bentham dalam peningkatan efisiensi yang penting adalah pertumbuhan dengan adanya peningkatan efisiensi. Apabila ada pihak yang dirugikan bukan menjadi masalah. Pemerataan merupakan hal lain yang tidak terkait dengan efisiensi.

Pendapat yang mengambil efisiensi Pareto secara radikal adalah paham Rawlsian, yang bersumber dari pendapat seorang filsuf John

Page 43: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 271

Rawls. Pendapat ini menekankan mengenai keadilan sosial, dengan harus mempunyai prinsip memperbaiki mereka yang paling sengsara (Rice 1998). Hal ini berarti sistem pelayanan kesehatan harus menempatkan pelayanan bagi yang paling menderita sebagai prioritas. Dengan demikian dalam masalah ini terdapat dua kutub ekstrim: pertama yang mengacu ke pertumbuhan (Benthamite), sedangkan kutub kedua mengacu pada egalitarian (Rawlsian). Secara grafis keadaan ini dapat dilihat pada Gambar 16.2. Pada Benthamite, yang penting adalah pertumbuhan dengan garis Benthamite bergeser ke kanan untuk memperbesar efisiensi sumber daya. Sementara Rawlsian menyatakan boleh bergeser ke kanan asal masih dalam cakupan daerah yang diarsir, dengan berusaha membuat pembagian utilitas seimbang (sesuai garis 45o) antara Suroto dan Jamhuri.

16.2 Berbagai “Kasus Abu-abu” dalam Rumah Sakit

Pembahasan model utilitas Pareto dapat dipergunakan untuk menyiapkan perangkat etika rumah sakit sebagai lembaga usaha yang mempunyai fungsi sosial. Pada saat ini bentuk rumah sakit di Indonesia memang masih belum jelas, apakah berdasarkan konsep lembaga usaha, ataukah berbentuk lembaga sosial. Dalam keadaan yang belum jelas ini, wajar jika timbul berbagai kasus yang mungkin dianggap normal di rumah sakit, tetapi apabila dibahas menggunakan etika bisnis atau norma-norma ekonomi maka kasus-kasus tersebut merupakan penyimpangan. Kasus-kasus tersebut sebagai berikut:

Kasus 1. Mengenai pengaturan jumlah dokter dan penempatan. Di sebuah kota besar, berbagai rumah sakit swasta besar tidak mempunyai satu jenis spesialis full-timer, walaupun sanggup untuk mempunyainya dan membutuhkan keberadaannya secara full-timer. Dalam pengaturan tenaga spesialis oleh pemerintah tidak ada peraturan mengenai penempatan spesialis tersebut di rumah sakit swasta. Akan tetapi, data menunjukkan bahwa seluruh tenaga spesialis tersebut berasal dari rumah sakit pendidikan pemerintah yang diatur oleh perhimpunan spesialis tersebut, walaupun tanpa aturan tertulis.

Page 44: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

272 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Patut dicatat bahwa tenaga spesialis tersebut sangat dibutuhkan oleh berbagai tindakan medik yang membutuhkan pembedahan dan ICU.

Kasus 2. Penetapan tarif yang terlalu tinggi oleh spesialis. Seorang direktur rumah sakit keagamaan mengeluh karena pasien SC kelas III harus membayar jasa medik sebesar Rp2.000.000,00 untuk dokternya. Jasa medik ini tidak bisa ditawar karena dokter ahli kebidanan dan kandungan tersebut satu-satunya di wilayah tersebut. Dalam kasus ini posisi direktur rumah sakit keagamaan berada pada situasi yang sulit. Apabila tidak menyetujui tarif tersebut, maka dokter yang bersangkutan tidak mau bekerja di rumah sakitnya. Akan tetapi, apabila mengikutinya, maka rumah sakit keagamaan ini menjadi mahal yang berarti berlawanan dengan misi sosialnya.

Kasus 3. Hubungan dokter dengan industri farmasi merupakan keadaan yang diwarnai dengan berbagai motivasi ekonomi. Konferensi-konferensi ilmiah para dokter dipengaruhi kuat oleh industri farmasi. Konferensi-konferensi ilmiah menjadi ajang promosi industri obat yang berusaha mempengaruhi pola peresepan dokter. Hal yang menarik bahwa banyak diskusi atau sesi-sesi dalam pertemuan ilmiah yang dibiayai oleh perusahaan farmasi dengan mekanisme memberikan door-prize dan makan siang.

Kasus 4. Ketika tarif poli spesialis di rumah sakit pemerintah murah yang jasa mediknya rendah, maka terjadilah peresepan yang sangat tinggi dan menggunakan jasa apotek di luar rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh motivasi ekonomi untuk mendapat persentase dari omzet penjualan obat. Walaupun tidak dapat dibuktikan secara ”hitam di atas putih”, dokter mendapat keuntungan materi dari apotek yang menjual obat yang diresepkan tersebut. Akibatnya, pasien yang ingin membeli obat harus pergi ke apotek di luar rumah sakit yang ditunjuk oleh dokter.

Kasus 5. Penjualan bahan dan alat yang diikutkan dengan pelayanan. Seorang keluarga pasien mengeluh karena operasi bedah tulang tidak dapat dilakukan sebelum pen-nya dibeli. Pembelian pen tersebut terpisah dari biaya rumah sakit karena rumah sakit tidak menyediakan langsung. Ketika pihak manajemen rumah sakit ditanya mengenai masalah ini, jawabannya sangat sederhana karena dokter

Page 45: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 273

bedah tulang mensyaratkan bahwa pen harus berasal dari dirinya. Kasus 6. Angka bedah caesar di sebuah rumah sakit sangat

tinggi karena indikasi diperlonggar. Angka tersebut sangat tinggi karena memang pasien menginginkan bedah SC tanpa indikasi medik, dokter kebidanan dan kandungan juga tertarik melakukannya, serta sistem manajemen rumah sakit mendorong mendapatkannya.

Kasus 7. Lingkungan fisik lembaga pelayanan kesehatan. Ham-pir seluruh praktik bersalin, dokter, dan dokter gigi tidak memper-hatikan masalah pencemaran lingkungan. Tempat-tempat praktik jarang yang mempunyai sistem pembuangan limbah. Limbah praktik diperlakukan sama dengan limbah rumah tangga. Berbagai rumah sakit membuang limbah berbahaya (B3) dengan tidak menggunakan instalasi limbah yang cukup baik. Akibatnya, limbah rumah sakit tidak dapat dijamin untuk tidak membahayakan penduduk di sekitar lingkungan rumah sakit.

Kasus-kasus tersebut patut dipertanyakan: apakah melanggar etika dokter? Apabila dikaji kasus per kasus, terdapat berbagai praktik terlarang secara ekonomi yang dipraktikkan. Kasus 1 terkait dengan praktik-praktik kartel dan perilaku monopolistik. Dengan adanya pengaturan jumlah dokter spesialis oleh perhimpunan profesi di sebuah daerah, dipandang dari kacamata anggota maka akan terjadi suatu jaminan pendapatan yang tinggi. Akan tetapi, dari kacamata konsumen ataupun dokter spesialis lain yang menggunakan jasa dokter spesialis tersebut akan terjadi keadaan yang berlawanan. Masyarakat dan dokter lain akan kesulitan mendapatkan jasa, dan nilai jasa menjadi tinggi karena pihak dokter spesialis tersebut dapat berlaku sebagai penentu jasa (price-maker).

Kasus 2, dokter menetapkan tarif tinggi walaupun di rumah sakit keagamaan karena perilaku monopolistik dengan sifat supply tenaga spesialis yang inelastik. Jika rumah sakit keagamaan tadi tidak mau memberikan tarif seperti yang diminta, maka tidak ada pilihan kedua untuk mencari spesialis lain. Kasus ke-3 dan ke-4 yang dila-kukan oleh dokter akan meningkatkan biaya obat. Hal ini bertentangan dengan prinsip efisiensi. Praktik-praktik hubungan antara dokter dan perusahaan farmasi merupakan salah satu faktor penyebab tingginya

Page 46: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

274 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

harga obat di pasar produk. Di samping itu, hubungan semacam ini akan memicu supplier-induced-demand.

Penjualan pen oleh dokter merupakan praktik tidak terpuji karena menghilangkan esensi dari hubungan kontraktual antara rumah sakit dan pasien bahwa dokter akan bertindak atas nama pasien. Kesulitan utama akan terjadi misalnya pada saat re-imburstment oleh pihak asuransi kesehatan karena tentunya pen yang dibeli dari dokter tidak mempunyai kuitansi. Di samping itu, kemungkinan (1) dokter bedah tulang mengambil keuntungan yang tidak sepatutnya dalam penjualan pen, karena ada faktor kerahasiaan antara pemasok pen dan dokter; dan (2) masalah penghindaran pajak akibat praktik jual beli yang tidak sepantasnya. Dalam hal ini dokter sebenarnya bukan penjual barang, tetapi lebih sebagai penyedia jasa. Keadaan ini serupa dengan penjualan obat oleh dokter pada daerah yang ada apoteknya. Kasus ini menjadi sulit apabila ternyata harga pen yang dijual dokter lebih murah dibanding melalui rumah sakit. Hal ini dapat menunjukkan adanya inefisiensi dalam manajemen rumah sakit.

Kasus 6 merupakan salah satu dampak dari fenomena supplier-induced-demand. Di beberapa rumah sakit angka kelahiran melalui bedah Caesar (bedah SC) dapat mencapai 50% dari seluruh jumlah kelahiran. Dalam hal ini berbagai pihak di rumah sakit menikmati adanya bedah SC. Secara sadar atau tidak, berbagai komponen dalam rumah sakit mengharapkan adanya lebih banyak SC. Lingkungan ini ditambah oleh keinginan pasien merupakan tempat yang cocok untuk melakukan SC walaupun tidak ada kebutuhan secara medik.

Kasus 7, merupakan kebalikan dari tugas rumah sakit sebagai suatu lembaga yang seharusnya mampu memberikan eksternalitas positif (good-externalities) dengan menyembuhkan berbagai penyakit, khususnya penyakit menular. Apa yang terjadi justru semakin meningkatnya kemungkinan eksternalitas negatif (bad externalities) akibat rumah sakit mencemari lingkungan.

Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa tindakan-tindakan yang dinilai tidak baik dalam prinsip ekonomi ternyata dipraktikkan dalam pelayanan kesehatan. Praktik melakukan tindakan yang tidak baik ini kemungkinan dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar

Page 47: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 275

karena memang tidak mengetahui konsep yang benar. Dalam diskusi dengan seorang ahli anestesi, memang tidak ada pemahaman mengenai apa yang disebut sebagai kartel. Yang dipahami oleh para dokter adalah suatu semangat kebersamaan yang kuat, dapat memberikan bantuan bagi yang sedang kesusahan, atau menggantikan praktik apabila dokter yang bersangkutan sedang di luar kota untuk belajar, konferensi atau menghadiri pertemuan sosial dan keluarga. Di sebuah kota sistem tersebut dapat memberikan jaminan untuk ahli yang senior atau yang akan memasuki masa pensiun. Dalam hal ini memang terjadi suatu perbedaan pemahaman prinsip normatif ekonomi yang menentang kartelisme dan rasa persaudaraan profesi. Di sisi dokter, bentuk-bentuk yang mengarah pada kartel adalah bentuk nyata dari kultur profesional yang menempatkan rasa persaudaraan dan senioritas sebagai hal utama.

Dengan demikian, keadaan yang baik atau buruk dapat dilihat sebagai sesuatu yang relatif, tergantung dari sudut pandangan mana dilakukan. Pertanyaan yang sering timbul: apakah tidak terdapat pedoman yang dapat diikuti oleh semua pihak yang terkait dengan kasus di atas? Dalam hal inilah prinsip Pareto sangat penting untuk dipergunakan. Dengan prinsip tersebut, pertanyaannya adakah sebuah pihak yang dirugikan? Lebih khusus lagi, penganut Rawlsian akan menanyakan apakah kasus-kasus di atas merugikan masyarakat yang sudah menderita?

Ketika dokter atau rumah sakit melakukan penetapan tarif terlalu tinggi, jelas bahwa mereka yang miskin akan semakin sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Demikian pula apabila harga obat menjadi semakin mahal akibat tidak efisiennya sistem produksi dan distribusi obat, maka masyarakat ekonomi lemah yang akan dirugikan.

Ada pertanyaan menarik mengapa etika dokter cenderung tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut, atau pertanyaan lain mengapa para ahli etika dokter tidak tertarik untuk membahas masalah ini? Pertanyaan ini terjadi karena pada saat Seminar Internasional Bioetika yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran UGM dan Harvard University pada pertengahan tahun 2000, ternyata tidak

Page 48: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

276 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

banyak pembahasan mengenai kasus-kasus tersebut dari para ahli etika. Dapat dikatakan bahwa kasus-kasus tersebut menjadi bagian abu-abu dari etika.

Dalam seminar tersebut, seorang ahli etika Prof. Syamsuhidayat mengungkapkan hal menarik dengan mengutip George Bernard Shaw yang menyatakan: “Every profession is a conspiracy against the public”. Menafsirkan pernyataan tersebut maka dapat diperkirakan bahwa etika dokter sulit mencegah dokter mendapatkan keuntungan-keuntungan ekonomi yang tidak wajar seperti yang terdapat pada kasus-kasus di atas. Hal ini yang mendorong berbagai pengamat etika mengusulkan adanya etika untuk lembaga pelayanan kesehatan. Etika ini bersifat lebih luas daripada etika dokter, karena sebenarnya di rumah sakit tidak hanya dokter yang mempunyai kegiatan dan interes (Monagle dan Thomasma, 1998). Oleh karena itu, diperlukan etika profesional dan etika kelembagaan.

Dalam membahas hubungan antara etika rumah sakit dan etika professional Jacobalis (1993) menyatakan sebagai etika individual dan etika institusional. Etika individual adalah etika profesi seperti etika dokter, etika perawat, dan sebagainya yang mengatur perilaku pribadi dan perilaku profesional pengemban profesi itu. Etika dokter adalah etika profesi yang tertua, yang berawal pada sumpah Hippokrates (460 - 377 SM). Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) masih mengan-dung unsur-unsur seperti dalam sumpah Hippokrates 2500 tahun yang lalu. Konsep etika institusional relatif baru, yaitu konsep berperilaku bagi suatu institusi atau dalam ikatan institusi. Etika rumah sakit adalah salah satu etika institusional dalam layanan kesehatan. Etika rumah sakit dapat dipilah dalam: (1) etika biomedik atau bioetika (bioethics); dan (2) etika manajemen yang lebih banyak terkait dengan aspek-aspek dalam manajemen dan administrasi.

Etika biomedik menyangkut masalah-masalah sekitar konsepsi, reproduksi, kehamilan, kelahiran, hidup, penyakit, dan kematian manusia. Istilah "bioetika" masih relatif baru. Orang yang pertama kali mencetuskannya adalah Dr. Van Ransellaer Potten dalam bukunya Bioethics, Bridge To The Future (1971). Bioetika menjadi sangat mendesak diperhatikan dan dipelajari guna mencari pemecahan atas

Page 49: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 277

dilema atau masalah yang timbul oleh perkembangan yang sangat pesat dalam ilmu dan teknologi biologi dan kedokteran dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan itu dalam banyak hal telah mengubah sama sekali konsepsi dan persepsi tentang hidup dan mati manusia, sehingga diperlukan peninjauan kembali tentang norma-norma moral yang sudah dianggap mapan sebelumnya (Jacobalis, 1993).

Dalam ”kasus abu-abu” di atas, terlihat bahwa memang etika profesi dokter tidak dapat menjadi pedoman untuk mencari pemecahan akan kasus-kasus di atas. Untuk itu diperlukan etika lain yaitu etika organisasi rumah sakit.

16.3 Perlukah Etika Bisnis Rumah Sakit?

Berbagai ahli menyatakan bahwa etika organisasi rumah sakit saat ini mengalami perubahan besar. Bentuk lama etika organisasi rumah sakit sering bersandar pada hubungan dokter dan pasien dalam konteks sumpah dokter. Akan tetapi etika organisasi rumah sakit saat ini sering membahas norma-norma yang diacu dalam manajemen kegiatan sehari-hari rumah sakit. Norma-norma ini mencerminkan bagaimana bisnis rumah sakit akan dijalankan sehingga pada akhirnya rumah sakit dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Patut dicatat bahwa rumah sakit sudah ada etika rumah sakit yang disebut sebagai Etika Rumah Sakit Indonesia (ERSI). Etika Rumah Sakit Indonesia (ERSI) dirumuskan dan dibina oleh PERSI, dan telah disahkan oleh Menteri Kesehatan. Sampai saat ini ERSI sudah berada pada versi tahun 2001.

Dalam seminar di UGM untuk pertama kali di Indonesia dilontarkan usulan untuk menyusun etika bisnis pelayanan kesehatan (Trisnantoro, 2000). Disebutkan pada seminar tersebut bahwa bisnis bersifat netral. Dengan mengacu pada konsep bisnis yang baik maka diperlukan suatu etika bisnis sebagai komplemen dari etika profesional. Etika bisnis yang berdasar dari etika sosial (misalnya oleh Pareto) berusaha menjaga sistem pelayanan kesehatan menjadi lebih

Page 50: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

278 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

baik dan melindungi mereka yang lemah. Etika rumah sakit di Indonesia (ERSI) tidak secara eksplisit

menyebut sebagai etika bisnis rumah sakit. Hal ini memang masih dalam suatu pengaruh persepsi masa lalu yang kuat bahwa bisnis dianggap jelek. Buku ini menganut prinsip bahwa rumah sakit adalah organisasi lembaga pelayanan yang memberikan pelayanan jasa kesehatan untuk membuat orang menjadi sehat kembali, atau tetap menjadi sehat dan bertambah sehat. Secara prinsip pemberian pela-yanan, rumah sakit sebagai lembaga pelayanan tidak berbeda dengan lembaga pelayanan lain seperti lembaga pendidikan, hotel, ataupun perpustakaan. Akan tetapi, berdasarkan jenis pelayanan, terdapat per-bedaan antara pelayanan rumah sakit dan pelayanan hotel misalnya.

Dalam pelayanan hotel tidak ada unsur eksternalitas, dan nilai-nilai penyembuhan dan kemanusiaan yang khas dimiliki secara tradisional oleh lembaga pelayanan kesehatan. Sifat khusus pelayanan kesehatan menimbulkan kebutuhan akan norma-norma dalam men-jalankan lembaga pelayanan kesehatan pada umumnya atau rumah sakit pada khususnya. Berkaitan dengan ekonomi, etika bisnis pelayanan kesehatan akan banyak menggunakan pernyataan-pernyataan normatif.

Dengan demikian, etika organisasi rumah sakit merupakan etika bisnis dengan sifat-sifat khusus. Etika bisnis didefinisikan oleh Velasques (1998) sebagai studi mengenai standar moral dan bagaimana standar tersebut dipergunakan oleh: (1) sistem dan organisasi dengan masyarakat modern memproduksi dan mendistri-busikan barang dan jasa, serta (2) orang-orang yang bekerja di dalam organisasi tersebut. Dengan kata lain, etika bisnis adalah sebuah bentuk dari etika terapan. Etika bisnis tidak hanya menganalisis norma-norma moral dan nilai-nilai moral tetapi juga berusaha memberikan kesimpulan pada berbagai lembaga, proses teknologi, kegiatan dan usaha yang sering disebut sebagai “business”. Definisi ini menyatakan bahwa etika bisnis mencakup lembaga dan orang-orang yang bekerja di dalamnya.

Badarocco (1995) menyatakan bahwa kerangka berpikir etika bisnis sering bersandar pada filosofi moral, sejarah bisnis, ilmu

Page 51: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 279

ekonomi modern dan berbagai disiplin ilmu yang menjadi tempat bergeraknya. Donaldson dan Werhane (1999) melihat isu etika bisnis sebagai hasil dari pemikiran filosofis mengenai kegiatan ekonomi dalam masyarakat.

Lebih lanjut Velasques (1998) menyatakan bahwa ada tiga hal yang dibahas dalam etika bisnis yaitu: (1) isu sistemik; (2) isu korporat (lembaga usaha); dan (3) isu perorangan. Isu sistemik dalam etika bisnis terkait dengan pertanyaan etis yang ada pada sistem ekonomi, politik, hukum dan sistem sosial lain yang menjadi lingkungan tempat beroperasinya bisnis. Dalam hal ini terkait dengan aspek moral peraturan, undang-undang, struktur industri, dan berbagai praktik sosial lain. Isu korporat (lembaga usaha) dalam etika bisnis merupakan pertanyaan etika yang ditujukan kepada lembaga usaha tertentu. Hal ini termasuk pertanyaan-pertanyaan mengenai moral dalam kegiatan, kebijakan, praktik, dan struktur organisasi perusahaan tertentu. Terakhir isu individual dalam etika bisnis terkait dengan orang per orang dalam lembaga usaha. Hal ini terkait dengan aspek moral keputusan direksi misalnya, tindakan, atau sikap dan perilaku perorangan.

Dalam hal standar moral etika bisnis akan mengacu pada perkembangan norma-norma masyarakat yang lazim. Hal ini terlihat dalam sejarah kapitalisme di Amerika (Behrman, 1988). Dalam perusahaan yang for-profit pun selalu ada etika yang menjadi dasar bagi perusahaan untuk berjalan. Dalam konteks norma-norma masyarakat, maka perusahaan yang memegang etika berdasarkan norma tersebut berharap akan lebih diterima oleh lingkungan. Sebagai contoh, norma-norma masyarakat saat ini sangat mengacu pada kebersihan lingkungan. Sebuah perusahaan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dalam kegiatannya akan berhadapan dengan masyarakat. Dalam aspek hukum, perusahaan tadi mungkin tidak melanggar, tetapi norma-norma masyarakat menyatakan bahwa perusahaan mengganggu keseimbangan lingkungan. Akibatnya, terjadi hambatan oleh masyarakat dalam operasional perusahaan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kasus ketika rumah sakit membuang limbah mediknya secara tidak baik. Masyarakat yang

Page 52: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

280 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

paham akan masalah tersebut pasti mengajukan protes. Dalam masyarakat yang tertata baik, timbul suatu harapan

bahwa etika bisnis dan norma-norma masyarakat akan berjalan seiring. Dalam konsep good governance, peraturan pemerintah diharap dapat mengatur hubungan antara lembaga usaha dan masyarakat secara benar. Diharapkan etika bisnis dalam isu sistemik (Velasquez, 1998) dapat mendukung tercapainya good governance. Dengan sepakatnya masyarakat dan lembaga usaha non-profit dan yang for-profit, maka akan terjadi harmoni. Demikian pula bagi rumah sakit for-profit, tentunya akan berusaha agar norma-norma masyarakat tidak dilanggar. Sebagai gambaran, bagi masyarakat yang mampu, norma-norma menyatakan bahwa membayar rumah sakit untuk proses penyembuhannya adalah hal wajar. Apabila rumah sakit mendapat keuntungan dari proses penyembuhan yang mereka lakukan, masyarakat juga menilai wajar asal dalam batas-batas norma yang ada. Akan tetapi, andaikata rumah sakit meningkatkan keuntungan setinggi-tingginya dengan cara mengurangi biaya, misalnya tidak memasang instalasi limbah yang baik, atau mengenakan tarif dokter yang sangat tinggi, maka kemungkinan masyarakat akan menentang rumah sakit tersebut.

Di dalam lembaga rumah sakit pelayanan diberikan tidak oleh satu profesi saja, misalnya dokter, tetapi merupakan kerja sama dari berbagai profesional. Sebagai gambaran, pelayanan rumah sakit sehari-hari dilakukan oleh profesi dokter, perawat, dokter gigi, mana-jer, akuntan, farmasis, hingga psikolog. Masing-masing profesi mem-punyai etika sendiri-sendiri dengan etika dokter yang memang paling menonjol dalam aplikasinya di rumah sakit. Etika dokter yang ber-basis pada etika klinik memang sering ditafsirkan atau dipergunakan sebagai dasar untuk etika rumah sakit. Akan tetapi sebenarnya etika manajemen rumah sakit atau pelayanan kesehatan yang lebih luas dibandingkan dengan etika dokter, atau etika para profesional lain.

Djojosugito (1997) menyatakan bahwa para manajer (adminis-trator) rumah sakit merupakan satu profesi yang memiliki etika profesi. Etika profesi manajer rumah sakit berkaitan dengan etika pelayanan kesehatan dan dengan etika biomedik. Problem etika

Page 53: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 281

pelayanan kesehatan yang mempengaruhi etika administrator rumah sakit adalah hal keadilan distributif. Ini dijabarkan sebagai keadilan aksesibilitas anggota masyarakat terhadap pelayanan kedokteran di rumah sakit. Dengan demikian memang etika manajer rumah sakit sangat terkait dengan masalah ekonomi.

Weber (2001) dalam buku berjudul Business Ethics in Health Care: Beyond Compliance berpendapat bahwa dalam menjalankan etika, lembaga pelayanan kesehatan harus memperhatikan tiga hal: (1) sebagai pemberi pelayanan kesehatan; (2) sebagai pemberi pekerjaan; dan (3) sebagai warga negara. Weber menyatakan bahwa 3 hal ini merupakan ciri-ciri organisasi pelayanan kesehatan yang membe-dakannya dengan perusahaan biasa. Dasar etika bisnis pelayanan kesehatan adalah komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik dan komitmen untuk menjaga hak-hak pasien.

Pelayanan kepada pasien dalam arti luas, tidak hanya pada penanganan klinik. Rumah sakit sebagai contoh juga memberikan pelayanan semacam hotel untuk menunjang penanganan klinik. Dalam sisi ini instalasi rawat inap rumah sakit dapat diibaratkan sebagai hotel yang memberikan pelayanan lebih. Dengan demikian, Weber (2001) memberikan pernyataan bahwa etika bisnis rumah sakit adalah etika kelembagaan yang akan menjadi pedoman bagi berbagai profesional di rumah sakit. Dalam pembahasannya Weber (2001) lebih menekankan etika bisnis rumah sakit sebagai etika lembaga usaha dan etika individual di dalamnya. Weber tidak banyak membahas mengenai etika sistemik yang berada pada lingkungan kerja rumah sakit.

Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, manajer rumah sakit akan berpikiran lebih luas dibandingkan para klinisi. Ada suatu tarik ulur antara penanganan klinik dan pelayanan nonklinik yang harus dipikirkan oleh manajer. Dalam penanganan klinik, manajer rumah sakit harus memperhatikan pula mengenai kemampuan pasien, keluhan, atau sumber subsidi bagi yang tidak mampu membayar. Besarnya biaya proses penyembuhan juga merupakan hal penting dalam etika pelayanan kesehatan. Dokter klinik seharusnya juga memikirkan mengenai masalah pembiayaan pasien. Disamping itu,

Page 54: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

282 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

masalah bangunan yang bersih dan bersifat manusiawi merupakan bagian penting dari pelayanan untuk pasien. Dapat disimpulkan bahwa lembaga pelayanan kesehatan tidak hanya memberi pelayanan klinik, tetapi memberikan pelayanan menyeluruh yang seharusnya tidak bertentangan dengan norma-norma masyarakat.

Rumah sakit sebagai organisasi yang memberikan pekerjaan pada banyak orang harus memikirkan berbagai hal, misalnya terkait dengan gaji dan kompensasi nonkeuangan, masalah merekrut dan memberhentikan karyawan, menilai para staf, memberikan santunan apabila ada musibah yang menimpa stafnya, memperhatikan masalah keselamatan kerja para staf terutama yang terpapar langsung atau tidak langsung pada berbagai risiko, memberlakukan kebijakan tidak merokok untuk para staf, dan berbagai hal lain.

Sebagai bagian dari warga negara, rumah sakit harus memikirkan fungsi untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat dan eksternalitas yang dimilikinya. Rumah sakit dapat memberikan eksternalitas baik yang meningkatkan status kesehatan masyarakat. Dalam hal ini rumah sakit layak diberi subsidi. Sebaliknya, rumah sakit dapat memberikan eksternalitas buruk yang dapat menurunkan status kesehatan masyarakat, misalnya mencemari lingkungan.

Dengan demikian, etika bisnis rumah sakit tidak hanya terbatas pada mematuhi peraturan hukum, tidak terbatas pada etika profesional, ataupun pada etika klinik. Etika bisnis rumah sakit akan dipakai sebagai acuan bagi semua profesional yang berada di rumah sakit. Dalam hal ini tentunya etika bisnis rumah sakit tidak akan bertentangan dengan etika profesional yang ada. Bagi profesi manajer pelayanan kesehatan, etika bisnis rumah sakit akan menjadi pegangan dalam memutuskan atau menilai sesuatu hal. Berdasarkan buku Weber (2001) sebagian etika bisnis rumah sakit berhubungan langsung dengan prinsip-prinsip ekonomi yaitu: biaya dan mutu pelayanan, insentif untuk pegawai, kompensasi yang wajar, dan eksternalitas. Secara satu persatu, hal-hal tersebut akan dibahas.

Page 55: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 283

Rumah sakit sebagai pemberi pelayanan

Dalam kaitannya dengan besarnya biaya dan mutu pelayanan, maka terdapat berbagai hal penting yang perlu diperhatikan dalam etika bisnis rumah sakit: pelayanan kesehatan yang baik berarti pelayanan yang terbukti cost-effective, pelayanan kesehatan yang lebih mahal bukan berarti lebih baik, standar pelayanan minimal tertentu harus diberikan pada semua pasien dari berbagai kelas, dan usaha-usaha untuk mengendalikan biaya harus selalu dievaluasi dalam hal pengaruhnya terhadap pasien. Terlihat bahwa etika bisnis mempunyai dasar evaluasi ekonomi cost-effectiveness yang mengacu pada prinsip-prinsip medik. Dengan demikian, etika bisnis dalam hal ini tidak bertentangan dengan prinsip medik.

Pelayanan kesehatan mempunyai sifat yang harus diberikan secara utuh, misalnya pemberian antibiotika seharusnya diberikan dalam dosis yang tidak boleh dikurangi. Oleh karena itu, pasien sebaiknya dianggap sebagai pihak yang memiliki pelayanan kese-hatan, termasuk paket keseluruhan. Selain itu pasien dapat dianggap tidak dilayani dengan baik jika mereka tidak mendapat seluruh potensi manfaat pelayanan.

Saat ini sistem pelayanan kesehatan diharapkan menggunakan prinsip evidence-based medicine. Dalam memilih terapi atau prosedur diagnosis para dokter diharapkan menggunakan bukti-bukti yang tepat. Dalam kaitannya dengan biaya dan etika bisnis rumah sakit maka konsep evidence based medicine sangat relevan. Menurut Weber (2001) disebutkan bahwa sebagai aturan umum, pelayanan yang paling murah harus diberikan sampai ada bukti yang menunjukkan bahwa pelayanan yang lebih mahal memberikan hasil yang bermakna. Kemudian, apabila terjadi perbedaan biaya yang semakin besar antara satu penanganan dan alternatifnya, maka semakin besar kebutuhan akan bukti manfaatnya. Di samping itu, kebutuhan untuk memberikan pelayanan bermutu dengan biaya paling rendah tidak berarti harus merugikan kepentingan dan keselamatan staf rumah sakit.

Dalam hal perawatan pasien yang terkait dengan biaya maka prinsip yang harus diacu antara lain: pelayanan kesehatan yang

Page 56: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

284 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

disebut bermutu baik pada suatu tempat adalah yang tepat berdasarkan kebutuhan pasien akan pelayanan medik dan biayanya. Pada saat merawat pasien, rumah sakit sebaiknya mempunyai mekanisme untuk secara rutin mengkaji mutu dan efektivitas biaya pelayanan para pasien yang menggunakan sumber biaya besar. Di samping itu, selama dirawat pasien sebaiknya diberi informasi secara teratur mengenai biaya yang telah dipergunakan dan pelayanan yang mereka terima.

Dalam hal pemberian subsidi dan sumber dana bagi pasien yang miskin, etika bisnis rumah sakit harus memperhatikan berbagai hal. Komitmen rumah sakit untuk memberikan pelayanan bagi orang miskin (tanpa memperhatikan kemampuan atau sumber pembiaya-annya) tidak berarti masalah biaya merupakan hal yang tidak penting. Bagi pasien yang disubsidi pun, faktor biaya harus diperhatikan karena pemberi subsidi tidak berharap bahwa uang yang disum-bangkan akan dipergunakan secara tidak efisien oleh rumah sakit.

Dalam hal ini komitmen rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi kepada semua orang mem-butuhkan tindakan untuk mencari sumber pembiayaan bagi pasien yang tidak mampu dan harus dicari secara bijaksana. Akan menjadi ironi apabila untuk membiayai orang miskin, rumah sakit sendiri akan menjadi tidak sehat keuangannya dan akan bangkrut. Disamping itu, rumah sakit harus mempunyai dana yang dapat dipakai untuk menanggung risiko jika ada pasien yang sangat membutuhkan biaya.

Keputusan manajemen dan kepentingan pasien

Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien para manajer sering menghadapi keadaan harus membuat keputusan yang juga terkait langsung dengan proses pelayanan klinik untuk pasien. Sebagai contoh, dalam rapat tahunan untuk menyusun anggaran rumah sakit, para manajer harus memutuskan alat apa yang akan dibeli. Dalam keputusan ini akan terjadi perbandingan antara cost dan efek dari pemberian alat. Adalah hal yang sangat tidak etis apabila pembelian alat atau proyek pembangunan fisik dilakukan tanpa dasar pertimbangan evaluasi ekonomi cost-effectiveness

Page 57: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 285

yang mantap, bahkan hanya dipakai untuk mendapatkan komisi bagi manajer yang memutuskan.

Keputusan mengenai kondisi pekerjaan dan perencanaan sumber daya manusia harus dilakukan secara baik. Dalam hal ini contohnya kasus jumlah dan mutu perawat. Disadari bahwa selama ini jumlah perawat ternyata kurang. Akibatnya, mutu pelayanan dapat menurun. Pertanyaan penting adalah sampai seberapa banyak jumlah perawat yang ideal. Hal ini membutuhkan keputusan manajemen yang terkait dengan biaya dan hasil perawatan.

Insentif keuangan untuk dokter

Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, tidak dapat dihindari adanya insentif keuangan untuk dokter dan tenaga kesehatan lain. Hal ini terutama terjadi pada sistem pembayaran fee-for-service yaitu dokter dibayar berdasarkan tindakan yang dilakukan. Berbagai hal penting yang perlu ditekankan dalam etika bisnis, pertama, insentif keuangan untuk dokter sebaiknya tidak terlalu tinggi. Disadari bahwa pernyataan normative ini masih sangat kabur karena tinggi atau tidaknya masih tergantung pada jenis dokter spesialis, tempat dan waktu tindakan medik, serta ada-tidaknya asuransi kesehatan. Dalam hal ini peranan ikatan profesi dan lembaga konsumen masyarakat dibutuhkan untuk mencari bagaimana standar insentif yang tepat.

Hal penting kedua dalam etika bisnis, pemberian insentif sebaiknya dilakukan berdasarkan kriteria mutu tertentu. Hal ini perlu dipikirkan untuk mencegah adanya supplier-induced-demand. Harus ada kriteria yang benar-benar jelas mengapa ada insentif untuk tindakan yang dilakukan. Ketiga, insentif seharusnya dipergunakan untuk mempengaruhi dokter agar berperilaku baik. Dalam suatu sistem manajemen yang baik diharapkan ada suatu sistem insentif bagi mereka yang berperilaku baik dan disinsentif (pengurangan penghar-gaan) bagi yang kurang baik. Adalah suatu hal yang memprihatinkan apabila dalam suatu sistem kompensasi dokter yang sering mening-galkan pasien di rumah sakit untuk bekerja di tempat lain justru

Page 58: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

286 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

mendapat kompensasi tinggi karena senioritas, bukan pada jumlah dan mutu pekerjaan.

Rumah sakit sebagai tempat kerja

Sebagai layaknya lembaga tempat bekerja, rumah sakit harus memberikan kompensasi bagi stafnya secara layak. Kompensasi dapat berbentuk ukuran moneter atau nonmoneter. Sebagai bagian dari etika bisnis, rumah sakit harus memberikan gaji dan pendapatan lain yang cukup untuk sumber daya yang bekerja di rumah sakit. Dalam hal ini nilai-nilai yang dipergunakan untuk menetapkan gaji bagi dokter, bagi para perawat, dan tenaga nonmedik lain termasuk manajer merupakan bagian dari etika bisnis rumah sakit. Adalah tidak etis untuk menggaji perawat berdasarkan upah minimum pekerja, karena perawat mempunyai risiko untuk menjadi sakit akibat tertular dan mempunyai pola kerja shift yang merupakan risiko menjadi tidak sehat. Pada kasus petugas bagian radiologi, ada tunjangan khusus dan pemberian makanan tambahan untuk menghadapi risiko akibat radiasi.

Saat ini di rumah sakit pemerintah adalah hal biasa jika gaji dan pendapatan perawat atau dokter rendah. Hal ini merupakan pengaruh dari konsep misionarisme masa lalu dengan para perawat atau dokter adalah pegawai misi yang memang bekerja bukan atas dasar profesionalisme tapi berdasarkan motivasi surgawi. Dampak untuk dokter adalah menjadikan dokter sebagai aparat pemerintah, bukan profesional. Pendapatan dokter ditetapkan dengan standar gaji pegawai negeri. Penetapan standar dengan cara ini mengakibatkan perbedaan besar antara gaji yang diterima dan harapan para dokter (Lihat Bab XII dan Bab XIII). Akibatnya, untuk mencari pendapatan lain dokter pemerintah melakukan kerja sambilan di rumah sakit swasta dan praktik pribadi dengan porsi yang sangat besar.

Hal serupa terjadi pada perawat yang sebagian memperoleh pendapatan tidak hanya satu rumah sakit. Dalam hal ini rumah sakit sebagai tempat bekerja berperilaku tidak etis dalam hal mengatur pendapatan dokter dan perawat, yaitu memberikan kompensasi jauh di bawah standar. Memang masalah penting dalam hal ini adalah berapa

Page 59: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 287

standar pendapatan dokter. Tanpa standar pendapatan ini sulit bagi rumah sakit dan para profesional melakukan penilaian mengenai masalah ini.

Etika bisnis mengenai pendapatan direksi dan manajer rumah sakit perlu untuk diperhatikan. Dalam kenyataan, merupakan kelaziman apabila pendapatan direksi berhubungan dengan besarnya revenue rumah sakit atau berdasarkan kinerja keuangan rumah sakit. Hal ini sesuai dengan apa yang disebut sebagai budget maximiser oleh Baumol (1967) dan sistem pendapatan direksi berdasarkan keun-tungan yang diperoleh. Dalam hal ini memang berbagai hal perlu dicermati yaitu, apakah etis untuk menerima dari penjualan obat, ataupun persentase dari pendapatan bersih rumah sakit? Apakah etis direksi mendapat bagian tertentu dari proyek pengembangan rumah sakit? Dalam perilaku sales maximiser ini kemungkinan penyembuhan pasien tidak begitu diperhatikan dibandingkan dengan jumlah uang yang dibayarkan ke rumah sakit yang berarti adalah pendapatan direksi. Dalam hal ini harus dipikirkan mengenai bagaimana etika manajer dalam menerima kompensasi.

Sebagai tempat kerja, rumah sakit mempunyai berbagai kegiat-an ataupun bahan dan peralatan yang dapat membahayakan tenaga kerjanya, misalnya para staf yang bekerja di bagian radiologi ataupun bangsal penyakit infeksi. Oleh karena itu, menjadi hal penting bahwa rumah sakit harus mempunyai sistem keselamatan kerja yang baik bagi karyawannya. Akan tetapi, menurut teori ekonomi sistem kese-lamatan kerja mempunyai konsekuensi biaya yang akan menambah biaya investasi dan operasional rumah sakit. Hal ini akan menjadikan keuntungan menjadi lebih kecil ataupun beban rumah sakit menjadi lebih besar.

Rumah sakit sebagai bagian dari warga negara

Dampak eksternalitas negatif rumah sakit perlu ditangani sebagai bagian dari etika bisnis sebagai warga negara. Sistem limbah rumah sakit harus baik, untuk mencegah dampak buruk terhadap lingkungan kerja rumah sakit. Dengan pola berpikir ini, rumah sakit

Page 60: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

288 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

tidak berbeda dengan organisasi lain yang mencemari lingkungan seperti pabrik ataupun industri lain. Akan tetapi, disadari bahwa pembangunan instalasi limbah rumah sakit membutuhkan biaya investasi dan operasional yang cukup besar. Dalam hal ini banyak rumah sakit yang tidak mampu membangunnya. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sistem manajemen limbah yang memenuhi etika bisnis rumah sakit, misalnya dengan mengkontrakkan pengolahan limbah ke rumah sakit lain yang mampu dengan biaya yang lebih murah dibanding dengan membangun sendiri. Model-model pengembangan seperti ini berusaha mencocokkan nilai-nilai masyarakat dengan kemampuan ekonomi rumah sakit.

Bagaimana rumah sakit di masa mendatang?

Secara normatif, etika bisnis rumah sakit diperlukan untuk dirumuskan sebagai pedoman bagi semua profesi yang bekerja di dalamnya. Dengan menggunakan etika bisnis, maka kasus abu-abu di atas merupakan kasus yang termasuk tidak etis. Dapat disebutkan bahwa antara etika bisnis rumah sakit dan prinsip-prinsip ekonomi tidak ada perbedaan mendasar. Lebih lanjut, pengembangan etika bisnis rumah sakit dapat dipergunakan sebagai alat pencegahan kerugian ataupun munculnya risiko dari tuntutan hukum masyarakat.

Etika bisnis rumah sakit masih perlu dikembangkan dengan berbagai kegiatan dan perlu dikaji dalam kaitannya dengan etika profesional. Berbagai kegiatan tersebut antara lain penelitian, diskusi, pendidikan, dan praktik langsung di rumah sakit. Diharapkan Komite Etika Rumah Sakit akan mengembangkan pengkajian mengenai etika bisnis rumah sakit. Etika bisnis penting pula untuk dikembangkan sebagai suatu bahan pendidikan mahasiswa kedokteran, residen, dan Program Pascasarjana Manajemen Rumah Sakit. Sebagai catatan, dengan metode pendidikan khusus, etika bisnis perusahaan dapat diajarkan pada pendidikan para manajer, misalnya di Harvard Business School (Piper dkk., 1992). Dalam pendidikan berkelanjutan untuk para manajer dan dokter spesialis atau tenaga kesehatan lain dapat dilakukan berbagai kursus atau seminar mengenai etika bisnis

Page 61: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

Bagian V 289

rumah sakit. Etika bisnis secara konseptual dibutuhkan oleh manajer rumah

sakit untuk menjalankan pekerjaannya. Oleh karena itu, konsultan khusus diperlukan dalam etika bisnis rumah sakit. Tujuan konsultan ini adalah untuk: (1) memberitahukan pengambil keputusan mengenai masalah-masalah etika bisnis rumah sakit; (2) memberi rekomendasi; (3) memberikan opini lain dalam hal keputusan bisnis yang berat, misalnya dalam pemutusan hubungan kerja, dan memberikan masukan untuk peningkatan kinerja rumah sakit dari aspek etika. Pada akhirnya, prinsip dasar etika bisnis akan sejalan dengan konsep dasar bisnis yang harus hidup serasi dengan lingkungannya.

Di dalam rumah sakit diharapkan etika bisnis rumah sakit akan mendukung gerakan ke arah good corporate governance rumah sakit profit maupun non-profit. Di samping itu, bersama-sama dengan etika dokter, etika bisnis rumah sakit akan mendukung pengembangan good clinical governance pada pelayanan medik rumah sakit.

PENUTUP

Motif mencari keuntungan tidak dapat dihindari dari sistem kesehatan termasuk rumah sakit. Kekuatan pasar adalah sesuatu yang bertenaga dan tidak mungkin dilawan secara frontal. Kekuatan pasar dan profit ini harus diatur dalam suatu sistem yang baik. Reformasi pemerintahan bertujuan menghasilkan good-governance yang akan mengatur berbagai hubungan antara lembaga pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. Sementara itu, perusahaan-perusahaan berusaha mengembangkan good corporate governance. Rumah sakit sebagai lembaga usaha berusaha mengembangkan good corporate governance dengan berbagai usaha, termasuk pengembangan indikator kinerja yang menyeluruh. Dalam mendukung tercapainya good corporate governance di rumah sakit, etika bisnis rumah sakit diperlukan secara lebih luas. Etika bisnis pelayanan kesehatan yang banyak bersandar pada analisis normatif dalam ekonomi akan menjadi pedoman para profesional dalam sistem pelayanan kesehatan untuk bekerja sama

Page 62: PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS …...PRINSIP EKONOMI, KONSEP BISNIS, DAN ETIKA BISNIS RUMAH SAKIT . PENGANTAR . ... kesehatan, banyak ahli sependapat bahwa pelayanan

290 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

dengan lebih baik dan etis. Namun, apakah para profesional di dalam sistem pelayanan

kesehatan memang mau menerima konsep bisnis dan etika bisnis pelayanan kesehatan? Jika ya, apakah para direksi, manajer, tenaga dokter serta seluruh profesi tenaga kesehatan lainnya mau mengembangkan etika bisnis rumah sakit di samping etika profesional masing-masing? Pertanyaan ini masih belum dapat dijawab saat ini. Namun, berbagai pengembangan tercatat, misalnya pengembangan pendidikan etika kedokteran dan etika bisnis rumah sakit. Di samping itu, pada kelompok medik berkembang konsep good clinical governance yang akan bergerak bersama dengan aplikasi good corporate governance untuk meningkatkan mutu pelayanan dan akses pelayanan kesehatan.