prevalensi dan pola infeksi jamur dermatofita...

65
i KARYA TULIS ILMIAH PREVALENSI DAN POLA INFEKSI JAMUR DERMATOFITA PADA PETANI LITERATURE REVIEW HALAMAN FAJAR MUNADHIFAH 171310055 PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG 2020

Upload: others

Post on 08-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    KARYA TULIS ILMIAH

    PREVALENSI DAN POLA INFEKSI JAMUR DERMATOFITA

    PADA PETANI

    LITERATURE REVIEW

    HALAMAN

    FAJAR MUNADHIFAH

    171310055

    PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

    INSAN CENDEKIA MEDIKA

    JOMBANG

    2020

  • ii

    PREVALENSI DAN POLA INFEKSI JAMUR DERMATOFITA

    PADA PETANI

    LITERATURE REVIEW HALAMAN JUDUL

    DALAM

    Karya Tulis Ilmiah

    Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan

    Menyelesaikan Studi di Program Studi Diploma III Analis Kesehatan

    FAJAR MUNADHIFAH

    171310055

    PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

    INSAN CENDEKIA MEDIKA

    JOMBANG

    2020

  • iii

    ABSTRACT

    PREVALENCE AND PATTERN OF DERMATOFITA FUNGAL

    INFECTION IN FARMERS

    Literature review

    By: Fajar Munadhifah

    Background: Dermatophytes are a group of filamentous fungi that are prone to

    infecting keratin-rich tissues, namely skin, nails and hair. Due to individual

    characteristics and environmental conditions, the activities of farmers in the fields

    allow fungal infections to occur between the toes and nails, causing discoloration

    and brittleness of the nails. Purpose: This study was to describe the risk of

    dermatophyte fungal infection in farmers. Design: Literature review. Data

    sources: Data search was conducted on Google Scholar (2015-2020), Journal

    International (2015-2020), Research Gate (2015-2020), and Science Direct (2015-

    2020) to retrieve relevant articles published in Indonesian and English. Review

    method: PICOS used to search and analyze journals, by using national and

    international journal sources from various databases and determining inclusion

    and exclusion criteria. The main terms and phrases related to “farmer's nail

    fungus” AND “dermatophyte fungus” AND “farmer's nail” were used in the

    subject search and 5 journals were selected to be conducted in the Literature

    review. Results: Literature review result showed that the most common

    dermatophytes that cause infection of the nails and skin between the toes are

    Trichophyton interdigitale, Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton rubrum,

    found dermatophytes of the type of Trichophyton tonsurans which require further

    research and risk factors for infection are community, poor personal hygiene,

    humidity, contact with animals, work. Conclusion: Farmers are one of the

    occupations that are at risk of dermatophyte infection

    Key words: Dermatophyte fungus, farmer

  • iv

    ABSTRAK

    PREVALENSI DAN POLA INFEKSI JAMUR DERMATOFITA

    PADA PETANI

    Literature review

    Oleh : Fajar Munadhifah

    Latar belakang: Dermatofita adalah kelompok jamur berserabut rentan

    menginfeksi jaringan kaya keratin, yaitu kulit, kuku dan rambut. Berkaitan dengan

    karakteristik individu dan kondisi lingkungan, aktifitas petani di sawah

    memungkinkan terjadinya infeksi jamur pada sela jari kaki dan kuku sehingga

    menyebabkan perubahan warna dan kerapuhan kuku. Tujuan: Penelitian ini untuk

    menggambarkan risiko infeksi jamur dermatofita pada petani. Desain: Literature

    review. Sumber data: Pencarian data dilakukan pada Google Scholar (2015-2020),

    Journal International (2015-2020), Research Gate (2015-2020), dan Science

    direct (2015-2020) untuk mengambil artikel relevan yang diterbitkan dalam

    bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Metode review: Digunakan untuk mencari

    dan menganalisis jurnal adalah PICOS, dengan menggunakan sumber jurnal

    nasional dan internasional dari berbagai database dan menentukan kriteria inklusi

    dan eksklusi. Istilah dan frasa utama terkait dengan “Jamur kuku petani” DAN

    “jamur dermatofita” DAN “kuku petani” digunakan dalam pencarian subjek dan

    dipilih 5 jurnal yang akan dilakukan Literature review. Hasil: Literature review

    bahwa dermatofita paling umum menyebabkan infeksi kuku dan kulit sela jari

    kaki adalah Trichophyton interdigitale, Trichophyton mentagrophytes,

    Trichophyton rubrum, ditemukan dermatofita jenis Trichophyton tonsurans yang

    memerlukan penelitian lebih lanjut dan faktor risiko terjadinya infeksi adalah

    komunitas, kebersihan pribadi yang buruk, kelembaban, kontak dengan hewan,

    pekerjaan. Kesimpulan: Petani adalah salah satu pekerjaan yang berisiko

    terjadinya infeksi dermatofita

    Kata Kunci : Jamur dermatofita, petani

  • v

  • vi

  • vii

    SURAT PERNYATAAN

    Yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Fajar Munadhifah

    NIM : 171310055

    Tempat tanggal lahir : Jombang, 26 Mei 1998

    Institusi : STIKes ICMe JOMBANG

    Menyatakan bahwa karya tulis ilmiah literature review ini yang berjudul

    PREVALENSI DAN POLA INFEKSI JAMUR DERMATOFITA PADA PETANI

    adalah bukan karya tulis milik orang lain sebagaian maupun keseluruhan, kecuali

    dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.

    Jombang, 10 Agustus 2020

    Yang Menyatakan

    Fajar Munadhifah

    171310055

  • viii

    SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

    Yang bertandatangan di bawah ini :

    Nama : Fajar Munadhifah

    NIM : 171310055

    Jenjang : Diploma

    Program Studi : Analis Kesehatan

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyatakan bahwa karya tulis ilmiah

    saya yang berjudul :

    “Prevalensi dan Pola Infeksi Jamur Dermatofita pada Petani“ merupakan karya

    tulis ilmiah dan artikel yang secara keseluruhan adalah hasil karya penelitian

    penulis, kecuali teori yang dirujuk dari sumber informasi aslinya.

    Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana

    mestinya.

    Jombang, 13 Agustus 2020

    Saya yang menyatakan

    Fajar Munadhifah

    NIM 171310055

  • ix

    SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

    Yang bertandatangan di bawah ini :

    Nama : Fajar Munadhifah

    NIM : 171310055

    Jenjang : Diploma

    Program Studi : Analis Kesehatan

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyatakan bahwa karya tulis ilmiah

    saya yang berjudul :

    “Prevalensi dan Pola Infeksi Jamur Dermatofita pada Petani“ merupakan karya

    tulis ilmiah dan artikel yang secara keseluruhan benar benar bebas dari plagiasi.

    Apabila di kemudian hari terbukti melakukan proses plagiasi, maka saya siap

    diproses sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku.

    Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana

    mestinya

    Jombang 13 Agustus 2020

    Saya yang menyatakan

    Fajar Munadhifah NIM 171310055

  • x

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 26 Mei 1998 dari pasangan

    Bapak Abdul Kholiq dan Ibu Siti Qoyyimah. Penulis merupakan anak kedua dari

    tiga bersaudara. Tahun 2005 lulus dari RA DARUSSALAM, tahun 2011 penulis

    lulus dari MI DARUSSALAM, tahun 2014 penulis lulus dari MTsN

    JOGOROTO, tahun 2017 penulis lulus dari SMA PGRI 1 JOMBANG dan penulis

    masuk Perguruan Tinggi STIKes “Insan Cendekia Medika” Jombang melalui jalur

    mandiri. Penulis memilih Program Studi D-III Analis Kesehatan dari lima pilihan

    program studi yang ada di STIKes “Insan Cendekia Medika” Jombang.

    Demikian riwayat hidup saya dibuat dengan sebenarnya.

    Jombang, 10 Agustus 2020

    Fajar Munadhifah

    NIM 171310055

  • xi

    MOTTO

    “Do the best and pray. God will take care of the rest”

  • xii

    LEMBAR PERSEMBAHAN

    Segala puji bagi Allah Subhannahu Wa Ta’ala karena tanpa pertolongan-Nya

    Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat terselesaikan, serta saya haturkan sholawat dan

    salam kepada Nabi besar Muhammad Shallallahu Alaihi Wasalam. Saya

    persembahkan Karya Tulis Ilmiah Literature review ini kepada :

    1. Bapak H.Imam Fatoni, S.KM., MM selaku ketua STIKes ICMe Jombang

    2. Ibu Sri Sayekti, S.Si., M.Ked selaku ketua Program Studi D-III Analis

    Kesehatan STIKes ICMe Jombang

    3. Ibu Lilis Majidah, S.Pd., M.Kes sebagai pembimbing utama, yang dengan

    penuh perhatian dan kesabaran telah meluangkan waktu untuk

    memberikan bimbingan, motivasi dan saran demi kesempurnaan Karya

    Tulis Ilmiah ini

    4. Ibu Sri Sayekti, S.Si., M.Ked sebagai anggota pembimbing, yang dengan

    penuh perhatian dan kesabaran telah meluangkan waktu untuk

    memberikan bimbingan dan pemahaman demi kesempurnaan Karya Tulis

    Ilmiah ini

    5. Ibu Sri Lestari, S.KM yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah

    meluangkan waktu untuk memberikan pemahamam, motivasi dan saran

    dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini

    6. Kedua orang tua dan sanak saudara yang tak hentinya memberikan

    dukungan dan doa

    7. Teman seperjuangan yang saya banggakan atas perhatian dan

    dukungannya sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

  • xiii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas

    limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah ini

    dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

    Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Prevalensi dan Pola Infeksi Jamur

    Dermatofita pada Petani” ini dibuat untuk melengkapi persyaratan kelulusan pada

    jenjang Program Diploma III Analis Kesehatan STIKes ICMe Jombang.

    Penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai

    pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih

    kepada Bapak H.Imam Fatoni, S.KM., MM selaku ketua STIKes ICMe Jombang,

    Ibu Sri Sayekti, S.Si., M.Ked selaku ketua Program Studi D-III Analis Kesehatan

    STIKes ICMe Jombang, Ibu Lilis Majidah, S.Pd., M.Kes sebagai pembimbing

    utama, Ibu Sri Sayekti, S.Si., M.Ked sebagai pembimbing anggota, kedua orang

    tua dan sanak saudara yang tak hentinya memberikan doa dan dukungannya.

    Penulis menyadari bahwa apa yang ada dalam tulisan ini masih jauh dari

    kesempurnaan. Oleh karena itu segala kritik dan saran dari semua pihak, sangat

    diharapkan untuk perkembangan ilmu pengetahuan di masa akan datang.

    Demikian, semoga Karya Tulis Ilmiah ini bisa memberi manfaat bagi diri penulis

    sendiri dan pihak lain yang menggunakan. Terima kasih.

    Jombang, 10 Agustus 2020

    Penulis

  • xiv

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

    HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii

    ABSTRACT ...................................................................................................... iii

    ABSTRAK ...................................................................................................... iv

    LEMBAR PERSETUJUAN KARYA TULIS ILMIAH ................................ v

    LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................................................... vi

    SURAT PERNYATAAN ................................................................................ vii

    LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................... viii

    LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ........................................... ix

    RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... x

    MOTTO ........................................................................................................... xi

    LEMBAR PERSEMBAHAN ......................................................................... xii

    KATA PENGANTAR ..................................................................................... xiii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi

    DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL ....................................................... xvii

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2

    1.3 Tujuan ................................................................................................ 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian Kuku ................................................................................ 5

    2.2 Pengertian Petani ............................................................................... 6

    2.3 Jamur ................................................................................................. 7

    2.4 Dermatomikosis ................................................................................ 10

    2.5 Tanda dan Gejala ............................................................................... 21

    2.6 Pemeriksaan Laboratorium Kuku ..................................................... 21

    2.7 Pengobatan ........................................................................................ 22

    BAB III METODE

    3.1 Strategi Pencarian Literatur ............................................................... 24

    3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................. 25

    3.3 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas ................................................. 25

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 29

    4.2 Pembahasan ....................................................................................... 31

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 36

    5.2 Saran .................................................................................................. 36

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 37

    LAMPIRAN

  • xv

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................. 25

    Tabel 3.2 Daftar artikel hasil pencarian literatur review prevalensi

    dan pola infeksi jamur dermatofita pada petani ...............

    27

    Tabel 4.1 Karateristik penelitian Literature review........................... 29

    Tabel 4.2 Identifikasi hasil pemeriksaan ........................................... 30

  • xvi

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Trichphyton rubrum................................................... 15

    Gambar 2.2 Trichophyton mentagrophytes................................... 16

    Gambar 2.3 Trichophyton tonsuran pada media SDA................... 17

    Gambar 2.4 Trichophyton tonsuran............................................... 17

    Gambar 2.5 Trichophyton verrucosum........................................... 18

    Gambar 2.6 Trichophyton violaceum............................................. 18

    Gambar 2.7 Trichophyton schoenleinii.......................................... 19

    Gambar 2.8 Trichophyton concentricum........................................ 20

    Gambar 2.9 Microsporum canis..................................................... 20

    Gambar 2.10 Microsporum gypseum............................................... 21

    Gambar 2.11 Microsporum audouinii.............................................. 22

    Gambar 2.12 Epidermophyton floccosum........................................ 23

    Gambar 3.1 Diagram alur review jurnal........................................ 26

  • xvii

    DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL

    DAFTAR SINGKATAN

    DEPKES : Departemen Kesehatan

    um : Micrometer

    AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome

    SDA : Sabouraud Dextrose Agar

    LPCB : Lactophenol cotton blue

    NaCl : Natrium klorida

    m : Meter

    KOH : Kalium Hidroksida

    pH : Power of Hydrogen

    dkk : dan kawan-kawan

    OM : Onikomikosis

    DAFTAR SIMBOL

    ˚C : Derajat Celcius

    % : Persentase

    × : Perkalian

  • xviii

    DAFTAR LAMPIRAN

    1. Lampiran Lembar Jurnal

    2. Lampiran Lembar Konsultasi

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Indonesia ialah negara dengan cuaca lembab dan panas, menggambarkan

    daerah ideal untuk perkembangan aneka mikroorganisme antara lain jamur.

    Bermacam jamur bisa hidup di atas berbagai substrat, pada habitat yang beraneka

    macam, dan penyebarannya luas lewat spora yang bebas berterbangan di udara,

    dalam tanah, ataupun dipermukaan benda (Sinaga, 2019).

    Kuku ialah bagian kerap terinfeksi jamur. Kuku yang terserang

    peradangan jamur umumnya mengalami kelainan, semacam pergantian warna

    kuku serta kerapuhan pada kuku. Kelainan ini ditemui pada petani yang tiap kali

    bekerja senantiasa kontak dengan tanah liat ataupun air (Lestari, 2017).

    Hal ini dapat menjadi kekhawatiran apabila kebiasaan petani yang bekerja

    tidak menggunakan alas kaki dan tidak memperhatikan kebersihan kuku terutama

    pada kuku kaki. Petani sering kali menganggap kuku khususnya kuku kaki tidak

    begitu penting, padahal jika kuku dalam waktu yang lama tidak dibersihkan dapat

    menimbulkan bau yang tidak sedap dan membusuk sehingga dapat terinfeksi oleh

    jamur.

    Peradangan jamur kuku ataupun Tinea ungunium ialah keadaan umum

    yang diawali dengan bercak ataupun kuning di dasar ujung kuku menghitam,

    menebal, serta hancur di tepi. Peradangan ini bisa pengaruhi sebagian kuku namun

    tidak seluruhnya kuku itu terinfeksi. Kuku yang terinfeksi oleh jamur terkategori

    ringan hingga tidak memerlukan penyembuhan. Tetapi umumnya peradangan

  • 2

    pada kuku bisa menimbulkan nyeri serta penebalan kuku, sehingga memerlukan

    penyembuhan serta perawatan (Sinaga, 2019).

    Jamur ialah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki zat hijau, untuk

    hidup jamur berfungsi bagaikan parasit saprofit, sebagian besar hidup di tempat

    yang lembab. Habitat jamur terletak di darat (terestrial) serta di tempat yang

    lembab dengan suhu maksimal berkisar antara 22˚C hingga 35˚C, suhu

    maksimumnya berkisar antara 27˚C hingga 29˚C, serta suhu minimum kurang

    lebih 5˚C. Walaupun demikian banyak pula jamur yang hidup pada organisme

    ataupun sisa organisme di laut ataupun di air tawar. Jamur pula bisa hidup di area

    yang asam (Andriani, 2019).

    Kejadian dermatitis di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia, dan

    negara Industri lain mempunyai prevalensi dermatitis atopik 10-20% pada anak

    dan 1-3% terjadi pada orang dewasa. Sedangkan di negara Agraris seperti Eropa

    Timur, China, Asia Tengah mempunyai prevalensi dermatitis atopik lebih rendah,

    berdasarkan data gambaran kasus penyakit kulit dan subkutan lainnya merupakan

    peringkat ketiga dari sepuluh penyakit utama dengan 86% yaitu dermatitis

    diantara 192.414 kasus penyakit kulit di beberapa Rumah Sakit Umum di

    Indonesia tahun 2011 (Sumaryati, 2015).

    Prevalensi kejadian dermatitis di Indonesia menampilkan hasil yang sangat

    bermacam. Prevalensi dermatitis di Sulawesi Selatan lumayan besar ialah 53, 2%,

    sebaliknya peristiwa dermatitis di Makassar sepanjang enam terakhir hadapi

    fluktuatif serta masuk dalam 5 besar penyakit paling tinggi di Kota Makassar.

    Tahun 2009 permasalahan dermatitis sebanyak 35. 853 (5, 06%) permasalahan,

  • 3

    tahun 2012 hadapi kenaikan hampir tiga kali lipat jadi 97. 3318 (14, 60%)

    permasalahan (Gofur, 2018).

    Menurut jumlah kunjungan penderita di rumah sakit seluruh Indonesia

    ialah sebanyak 192. 414 kunjungan, antara lain 122. 076 ialah permasalahan baru

    serta jadi peringkat 3 dari 10 besar penyakit rawat jalan pada tahun 2011 (Depkes,

    2012).

    Dermatofita ialah golongan jamur yang memiliki sifat bisa mencernakan

    keratin misalnya stratum korneum pada kulit (epidermis), rambut, kuku serta

    menimbulkan dermatofitosis. Dermatofita dibagi dalam tiga genus ialah

    Trichophyton, Microsporum serta Epidermophyton sebagai pemicu utama

    dermatofitosis. Sempat dilaporkan genus Microsporum bisa menginfeksi kuku.

    Indikasi klinis dari jamur ini, ialah permukaan kuku tidak rata, kuku jadi rapuh

    ataupun keras, serta kuku yang terserang jadi tipis. Permukaan ini dari sesuatu

    penyakit akibat jamur dengan indikasi klinis lempeng kuku jadi tebal, rapuh, serta

    berwarna coklat kekuningan, serta kuku akhirnya nampak semacam berpori

    (Widiati dkk, 2016).

    Petani bekerja di sawah/ladang maupun tempat lainnya yang bersentuhan

    dengan tanah, air dan lumpur dalam waktu yang lama tanpa menggunakan alas

    kaki untuk melindungi kakinya dari tanah, air dan lumpur sehingga kaki petani

    lembab bahkan para petani jarang memperhatikan kebersihan kukunya sehingga

    mereka sering membiarkan kuku kakinya bagian ibu jari berisi tanah berubah

    warna menjadi gelap, menebal, kuku hampir tidak berbentuk seperti normal

    bahkan terlihat beberapa petani kukunya mengeluarkan bau busuk. Kuku jari kaki

    petani bisa terinfeksi oleh jamur. Cara untuk menghindari maupun mencegah

  • 4

    adanya suatu jamur pada kuku kaki, maka perlu memperhatikan kebersihan kuku

    dengan cara memotong kukunya dengan teratur supaya tidak terkontaminasi oleh

    jamur.

    Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini sangat

    direkomendasikan untuk mengetahui risiko infeksi jamur Dermatofita pada

    petani.

    1.2 Rumusan Masalah

    Apakah terdapat risiko infeksi jamur Dermatofita pada petani?

    1.3 Tujuan

    Menggambarkan risiko infeksi jamur dermatofita pada petani

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian kuku

    Kuku merupakan lempengan keratin dengan transparan yang berasal dari

    invaginasi bagian luar terakhir dari jari pada dorsum falang. Lempengan kuku

    ialah hasil pembelahan sel di dalam matriks kuku yang tertanam dalam lipatan

    kuku bagian dalam, namun cuma terdapat sebagian yang berupa semacam “bulan

    setengah” (lanula) dengan warna pucat di bagian dasar kuku. Lempengan kuku

    pula menempel erat pada dasar kuku (nail bed) di bawahnya. Kutikula merupakan

    ekspansi stratum komeum pada lipatan kuku bagian dalam, buat menghindari

    penetrasi benda dari luar (Burns, 2005).

    2.1.1 Proses pertumbuhan kuku

    Perkembangan kuku berlangsung sepanjang hidup, namun pada umur

    muda kuku dapat berkembang lebih cepat dibanding pada umur tua. Kecepatan

    perkembangan kuku jari tangan rerata kurang lebih 1 milimeter perminggu,

    sebaliknya waktu yang diperlukan kuku jari tangan buat berkembang dari matriks

    hingga pada tepi leluasa (ujung kuku) dekat 6 bulan. Kuku pada tangan yang biasa

    digunakan hendak lebih cepat tumbuh dibanding dengan kuku pada tangan tidak

    sering digunakan. Kecepatan perkembangan kuku jari kaki ialah sepertiga dari

    kecepatan perkembangan kuku jari tangan dalam waktu dekat 18 bulan buat

    berkembang dari matriks hingga ke ujung kuku (Burns, 2005).

  • 6

    Kuku jari kaki ataupun kuku jari tangan ini sangat rawan terserang

    peradangan jamur. Ini berlangsung kala jamur berkembang sangat kecil serta

    hidup di bagian keratin kuku. Gejala kuku terserang infeksi jamur meliputi:

    1. Perubahan warna kuku jadi kekuningan

    2. Kuku jadi rapuh, gampang mengelupas serta berbau tidak enak

    3. Warna kuku jadi lebih kumal ataupun apalagi jadi kehitaman

    4. Setelah itu memunculkan rasa perih, bengkak, serta bernanah pada kuku

    Ada pula faktor yang menimbulkan permasalahan infeksi pada kuku jari

    kaki ataupun jari tangan meliputi:

    1. Selalu berenang di kolam renang umum ataupun kamar mandi umum

    2. Selalu mengenakan sepatu yang sempit

    3. Kuku senantiasa kotor

    4. Memakai kaos kaki yang bahannya tidak bisa meresap keringat

    5. Selalu berendam ditempat berlumpur, lembab, serta basah semacam sawah

    (Wahyuningsih, 2015).

    2.2 Pengertian Petani

    Petani ialah tiap orang yang melaksanakan usaha dalam memenuhi

    kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam makna luas meliputi usaha tani

    pertanian, perikanan, peternakan serta pemungutan hasil laut. Peranan petani

    bagaikan pengelola usaha tani berperan mengambil keputusan dalam

    mengorganisir aspek produksi yang diketahui (Hartati, 2017).

  • 7

    2.3 Jamur

    2.3.1 Definisi jamur

    Jamur ialah mikroorganisme bersifat eukariotik serta heterotrofik. Jamur

    tersusun dari satu sel (uniseluler) serta berupa dari banyak sel (multiseluler)

    hingga berfilamen (filamentous), memiliki dinding sel yang kaku serta

    membentuk spora (Soedarto, 2015).

    Mikologi ialah sesuatu ilmu yang menekuni tentang jamur. Sudah ditemui

    dekat 80. 000 spesies jamur, namun kurang dari 400 spesies yang bermakna dalam

    ilmu medis, serta kurang dari 50 spesies menimbulkan lebih dari 90% peradangan

    jamur pada manusia serta hewan lain. Infeksi pada jamur disebut mikosis

    (Adelberg dkk, 2017).

    2.3.2 Morfologi jamur

    Jamur bisa dibedakan jadi dua tipe ialah kapang serta khamir. Khamir

    ialah sel berupa bulat serta lonjong, tumbuh biak membentuk tunas serta

    membentuk koloni basah ataupun berlendir.

    Kapang ialah mikroorganisme multiseluler memiliki miselium serta spora.

    Kapang terdiri dari struktur tubulus berupa silinder bercabangdengan diameter 5-

    10µm. Miselium ialah kumpulan dari sebagian filamen yang disebut hifa. Hifa

    sendiri ialah berbentuk benang filamen terdiri dari sel yang mempunyai bilik,

    protoplasma, inti, serta umumnya memiliki sekat. Hifa yang tidak memiliki sekat

    disebut hifa senositik.

    Hifa tumbuh biak bagi arah panjangnya dengan membentuk spora. Spora

    ialah sesuatu perlengkapan reproduksi yang dapat dibangun dalam hifa sendiri

    ataupun perlengkapan spesial dari jamur sebagai perlengkapan reproduksi.

  • 8

    Besarnya antara 1- 3 mikron, dengan bentuk bulat, lonjong, kerucut, ataupun segi

    empat. Spora ini dalam pertumbuhannya terus menjadi lama terus menjadi besar

    serta memanjang sehingga membentuk satu hifa (Irianto, 2014).

    2.3.3 Sifat jamur

    Jamur bersifat kemotropis, menyekresi enzim yang mendegradasi

    bermacam substrat organik jadi nutrien mampu larut yang setelah itu diserap

    secara pasif ataupun dibawa ke dalam sel dengan transpor aktif. Mayoritas jamur

    patogen bersifat eksogeni, habitat alaminya merupakan air, tanah serta debris

    organik.

    Perkembangan jamur memerlukan oksigen, air, suhu, pH. Psikrofil

    merupakan jamur yang bisa berkembang pada suhu 0-17˚C, Mesofil jamur

    berkembang pada suhu 15- 40˚C, serta Termofil jamur berkembang pada suhu 35-

    40˚C. Jamur suka pH antara 4,5- 8,0˚C dengan pH optimum 5,5- 7,5˚C (Adelberg

    dkk, 2017).

    2.3.4 Reproduksi jamur

    Ada dua jenis reproduksi jamur, ialah secara aseksual serta secara seksual.

    Reproduksi aseksual konidia tercipta dengan metode pembuatan tunas (budding)

    dari hifa konidiogenus ataupun lewat diferensiasi hifa. Reproduksi seksual terjalin

    lewat fusi dua inti serta setelah itu mengalami meiosis. Reproduksi seksual

    meliputi plasmogamy (terjalin fusi sitoplasma dua sel), karyogamy (terjalin fusi

    dua inti), rekombinasi genetik serta meioisis. Contoh spora seksual ialah

    zygospore, ascospore serta basidiospore (Soedarto, 2015).

    2.3.5 Klasifikasi jamur

  • 9

    Klasifikasi jamur paling utama didasarkan pada karakteristik spora seksual

    serta tubuh buah yang terdapat sepanjang tahap seksual dalam daur hidupnya.

    Jamur yang dikenal tingkatan seksualnya disebut jamur perfek/sempurna.

    Walaupun demikian, banyak jamur membentuk spora seksual serta tubuh buah

    cuma dalam kondisi area tertentu yang teliti kalaupun memanglah membentuknya.

    Jadi, daur hidup lengkap dengan tingkatan seksual untuk banyak jamur masih

    belum dikenal (Irianto, 2014).

    Jamur yang belum dikenal tingkatan seksualnya dinamakan jamur

    imperfek buat klasifikasinya wajib digunakan karakteristik lain diluar tingkatan

    seksual. Karakteristik itu mencakup morfologi spora aseksual serta miseliumnya.

    Sepanjang belum dikenal tingkatan perfeknya, jamur tertentu akan digolongkan

    dalam sesuatu kelas spesial, ialah kelas Deutcromycetes ataupun jamur imperfekti,

    hingga ditemui tingkatan seksualnya. Setelah itu dapat diklasifikasikan kembali

    serta ditaruh di dalam salah satu kelas lain. Oleh sebab itu, bersumber pada pada

    metode serta karakteristik reproduksinya ada 4 kelas jamur sejati ataupun

    berfilamen didalam dunia jamur: Zygomycota, Ascomycota, Basidiomycota, serta

    Deuteromycota (Irianto, 2014).

    2.3.6 Cara penularan jamur

    Cara penularan jamur bisa secara langsung serta tidak langsung. Penularan

    langsung bisa lewat fomit, epitel, serta rambut memiliki jamur baik dari manusia,

    hewan, ataupun tanah. Penularan tidak langsung bisa lewat tumbuhan, kayu yang

    dihinggapi jamur, benda ataupun baju, debu ataupun air (Siregar, 2004).

    2.3.7 Pertumbuhan jamur

  • 10

    Jamur berkembang produktif ditempat yang lembab. Seperti itu sebabnya

    kenapa jamur banyak hidup di Indonesia. Jamur pada kulit umumnya melanda

    tubuh, kaki, lipatan kulit pada orang gemuk (misalnya dekat leher), di dasar buah

    dada, sebagian bagian badan berambut, ketiak dan selangkangan (Irianto, 2014).

    2.4. Dermatomikosis

    2.4.1 Definisi Dermatomikosis

    Dermatomikosis (dermatofitosis) merupakan peradangan jaringan yang

    memiliki zat tanduk (keratin) misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut,

    serta kuku diakibatkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatomikosis

    memiliki makna umum, ialah penyakit jamur yang menginfeksi kulit. Jamur

    golongan dermatofitosis terdiri dari 3 genus ialah Trichophyton, Microsporum,

    Epidermophython. Mikroorganisme ini hidup di susunan tanduk, kuku, dan

    rambut serta mempunyai enzim yang sanggup melarutkan keratin (Rahardja,

    2015).

    Jamur pemicu menginfeksi jaringan keratin kulit, rambut serta kuku pada

    manusia serta hewan. Sifat dermatofita merupakan keratinofilik (keratolytic

    mycelium fungi), menciptakan enzim keratinase, tidak berkembang pada suhu37ºC

    (Irianto, 2014).

    Peradangan jamur kuku ataupun dalam bahasa kedokteran Tinea unguium

    merupakan keadaan umum diawali dengan bercak ataupun kuning di bawah ujung

    kuku tangan ataupun kuku jari kaki. Peradangan jamur yang parah bisa

    menimbulkan kuku menghitam, menebal, serta sirna di tepi. Peradangan ini bisa

    pengaruhi sebagian kuku namun umumnya tidak seluruh kuku terinfeksi. Bila

  • 11

    terinfeksi jamur pada kuku masih terkategori ringan hingga tidak memerlukan

    penyembuhan. Tetapi terkadang peradangan jamur kuku bisa menimbulkan perih

    serta penebalan kuku sehingga memerlukan perawatan dan pengobatan (Indrawati,

    2012).

    Tinea unguium ataupun sebutan yang lain Onychomycosis ialah

    peradangan pada lempeng kuku diakibatkan oleh jamur kulit dermatofita, non-

    dermatofita ataupun yeast. Sebagian riset mengatakan kalau 80-90%

    permasalahan Tinea unguinum diakibatkan oleh jamur dermatofita, spesialnya

    Trichophyton rubrum serta Trichophyton mentagrophytes, 5-17% yang lain

    diakibatkan oleh yeast paling utama Candida Sp, serta 35% diakibatkan oleh non-

    dermatofita semacam Aspergillus Sp ataupun Scopulariopsis (Candra, 2015).

    Indikasi yang sering kali terlihat pada peradangan ini merupakan

    kehancuran pada kuku, antara lain kuku jadi lebih tebal serta terlihat terangkat

    dari dasar perlekatannya ataupun onycholysis, rusak, tidak rata serta tidak

    mengkilat lagi, dan pergantian corak lempeng kuku jadi putih, kuning, coklat,

    sampai gelap (Candra, 2015).

    2.4.2 Epidemiologi Dermatomikosis

    Dermatofita ialah jamur yang terkategori oleh jamur contagious. Berspora

    serta mempunyai hifa sepanjang sel kulit serta rambut yang mati, yaitu serpihan

    dari orang yang terinfeksi, membuat peradangan berulang menjadi sering.

    Peradangan sub-kutaneus jarang disebabkan, jamur ini dapat terjadi pada

    penderita AIDS.

    Dermatofita yang bisa menginfeksi manusia diklasifikasikan bersumber

    pada habitatnya antara lain sebagai berikut:

  • 12

    a. Antrophophilic dermatophyta, selalu berhubungan dengan manusia serta

    ditransmisikan baik lewat kontak langsung ataupun lewat muntahan yang

    terkontaminasi.

    b. Zoophilic dermatophyta, selalu berhubungan dengan hewan serta jamur ini

    ditransmisikan kepada manusia baik lewat kontak langsung dengan hewan

    misalnya hewan peliharaan serta lewat penciptaan hewan tersebut semacam

    wool.

    c. Geophilic dermatophyta, ialah jamur tanah yang ditransmisikan kepada

    manusia lewat paparan langsung ke tanah ataupun ke hewan yang berdebu.

    (Sevaroka, 2018).

    2.4.3 Etiologi Dermatomikosis

    Dermatomikosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang terdiri

    dari 3 genus, ialah genus Trichophyton, Microsporum, serta Epidermophyton.

    Dari 41 spesies dermatofita yang telah diketahui cuma 23 spesies yang bisa

    menimbulkan penyakit pada manusia serta hewan, yang terdiri dari 15 spesies

    Trichophyton, 7 spesies Microsporum, serta 1 spesies Epidermophyton. Tidak

    hanya sifat keratinofilik, tiap spesies dermatofita memiliki afinitas terhadap

    hospes tertentu. Dermatofita zoofilik paling utama melanda hewan, kadangkala

    bisa pula melanda manusia, misalnya Microsporum canis serta Trichophyton

    verrucosum. Dermatofita geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah serta bisa

    memunculkan radang moderat pada manusia, misalnya Microsporum gypseum

    (Hartati, 2017).

    Biasanya indikasi klinik yang ditimbulkan oleh golongan zoofilik serta

    golongan geofilik pada manusia bersifat kronis serta lagi dan lebih gampang

  • 13

    sembuh. Dermatofita yang antropofilik paling utama melanda manusia sebab

    memilah manusia sebagai hospes tetapnya. Golongan jamur ini bisa menimbulkan

    perjalanan penyakit jadi menahun serta residif sebab respon penolakan badan

    yang sangat ringan. Contoh jamur antropofilik yakni jamur Microsporum

    audouinii serta Trichophyton rubrum (Siregar, 2004).

    2.4.4 Faktor dermatomikosis

    Faktor yang mempengaruhi Dermatomikosis antara lain sebagai berikut :

    a. Udara yang lembab

    b. Lingkungan yang padat

    c. Sosial ekonomi yang rendah

    d. Adanya sumber penularan disekitarnya

    e. Obesitas

    f. Penyakit sistemik

    g. Penggunaan obat antibiotik

    h. Steroid

    i. Sitostatika yang tidak terkendali

    2.4.5 Morfologi dan identifikasi dermatofita

    Identifikasi dermatofita bersumber pada perkembangan koloni pada

    sabouraud dextrose suhu 25ºC sepanjang 2 minggu (Irianto, 2014).

    A. Trichophyton

    Menginfeksi rambut, kulit, serta kuku, membentuk makrokonidia silindris

    dengan dinding tipis, halus, club-shaped dengan 8-10 septum dengan dimensi 4x8

    10–8x 15m serta mitokonidia yang khas berupa bulat, piriform (semacam buah

  • 14

    pir/teardrop shaped), ataupun clavate (membengkak diujung/club shaped) dengan

    dimensi 2-4m (Irianto, 2014).

    a. Trichophyton rubrum

    Gambar 2.1. Trichophyton rubrum

    (https://images.app.goo.gl/ncS4x7JXiFJ7HnR2A)

    Penyebab: Tinea (capitis, corporis, cruris, pedis, manuum, unguium)

    Sifat: Dermatofita antropofilik, peradangan rambut, kulit serta kuku, ectothrix, uji

    urease negatif, uji perforasi rambut negatif.

    Makroskopis: Perkembangan koloni lambat, koloni berupa kapas, warna depan

    putih hingga merah muda serta dasar koloni warna merah.

    Mikroskopis: Mikrokonidia banyak, berkelompok ataupun salah satunya sejauh

    hifa.

    b. Trichophyton mentagrophytes

    Gambar2.2. Trichophytonmentagrophytes

    (https://images.app.goo.gl/EHc8eaTcoX9viuREA)

    Penyebab: Tinea (capitis, corporis, cruris, pedis, manuum, unguium)

    https://images.app.goo.gl/ncS4x7JXiFJ7HnR2Ahttps://images.app.goo.gl/EHc8eaTcoX9viuREA

  • 15

    Sifat: Dermatofita antropofilik, ectothrix.

    Makroskopis: Koloni berkembang dalam media sehabis 8-10 hari, permukaan

    koloni tergantung spesies: woolly, fluffy, cottony granuler, powdery, velvety. Sisi

    kebalikannya media berwarna merah anggur.

    Mikroskopis: Hifa semacam spiral, conidiophore pendek, makrokonidia tidak

    sering nampak, bentuk semacam cerutu, dinding tipis, terdiri dari 3-5 sel, serta

    mikrokonidia hampir seluruh bentuk bulat, bergerombol semacam buah anggur.

    c. Trichophyton tonsuran

    Gambar 2.3.Trichophyton tonsuran pada media SDA

    (https://images.app.goo.gl/ieKuy5cWLHXYMf4FA)

    Gambar 2.4.Trichophyton tonsuran

    https://images.app.goo.gl/SZoBshWhWd3EWzCv9

    Penyebab: Tinea capitis, Dermatofita antropofilik, endothrix (batang rambut terisi

    arthroconidia), fluoresensi rambut dengan wood’ s light negatif.

    https://images.app.goo.gl/ieKuy5cWLHXYMf4FAhttps://images.app.goo.gl/SZoBshWhWd3EWzCv9

  • 16

    Makroskopis: Perkembangan koloni lambat, permukaan datar/berbenjol bentuk

    bubuk hingga beludru, warna cream, abu, kuning, serta merah coklat dengan dasar

    kuning hingga merah.

    Mikroskopis: Mikrokonidia banyak sejauh sisi hifa serta makrokonidia tidak

    sering.

    d. Trichophyton verrucosum

    Gambar 2.5.Trichophyton verrucosum

    (https://images.app.goo.gl/9FU6F4rdqsigyQBy7)

    Penyebab: Tinea Sp. Dermatofita zoofilik, peradangan pada rambut ectothrix.

    Makroskopis: Perkembangan sangat lambat, bentuk verrucous warna abu.

    Mikroskopis: Makrokonidia serta mikrokonidia jarang.

    e. Trichophyton violaceum

    https://images.app.goo.gl/9FU6F4rdqsigyQBy7

  • 17

    Gambar 2.6.Trichophyton violaceum

    (https://images.app.goo.gl/wGr3CeHXfaEZCBXG8)

    Penyebab: Tinea Sp. Infeksi pada rambut endothrix, fluoresensi rambut dengan

    wood’s light negatif

    Makroskopis: Pertumbuhan koloni lambat, permukaan menonjol dan verrukosa

    warna violet.

    Mikroskopis: Makrokonidia dan mikrokonidia jarang, terlihat hifa irreguler dan

    klamidospora.

    f. Trichophyton schoenleinii

    Gambar 2.7.Trichophyton schoenleinii

    (https://images.app.goo.gl/9nXoy9bouy1HczjA9)

    Penyebab: Tinea favosa, dengan gambaran klinik favus terdiri dari skutula serta

    uji wood’ s light positif.

    Sifat: Dermatofita antropofilik, Peradangan pada rambut endothrix (rambut cuma

    terisi gelembung udara).

    Makroskopis: Pertumbuhan koloni lambat, bagian tengah berlipat serta lebih besar

    dari pinggir.

    Mikroskopis: Makrokonidia serta mikrokonidia tidak terdapat, banyak ditemui

    hifa Favchandeliers.

    https://images.app.goo.gl/wGr3CeHXfaEZCBXG8https://images.app.goo.gl/9nXoy9bouy1HczjA9

  • 18

    g. Trichophyton concentricum

    Gambar 2.8.Trichophyton concentricum

    (https://images.app.goo.gl/Y9DTsFo7YiXyR9AX7)

    Jamur antropofilik, pemicu penyakit Tinea imbricate (Tokelau ringworm).

    Makroskopis: Perkembangan koloni lambat, permukaan licin serta berlipat, warna

    ditengah coklat serta pinggir coklat muda.

    Mikroskopis: Makrokonidia serta mikrokonidia tidak terdapat, ditemui branching

    hifa.

    B. Microsporum Sp.

    Infeksi jamur hanya pada rambut dan kulit, menghasilkan makrokonidia

    multiseluler.

    a. Microsporum canis

    https://images.app.goo.gl/Y9DTsFo7YiXyR9AX7

  • 19

    Gambar 2.9.Microsporum canis

    (https://images.app.goo.gl/uVWScvqPbaprfsgt7)

    Jamur zoofilik, pemicu Tinea (capitis, corporis). Peradangan pada rambut

    ectothrix, wood’ s light positif.

    Makroskopis: Perkembangan koloni cepat, permukaan halus hingga bergranuler,

    warna depan coklat muda, sebaliknya dasar koloni merah coklat.

    Mikroskopis: Makrokonidia banyak ditemukan. Ukurannya besar, ujung runcing,

    dinding tebal dan kasar serta terdapat tonjolan kecil. Ciri ditemukan terdapatnya

    klamidospora, dapat pula ditemukan racquet hifa, pectine bodiesdannodular

    bodies.

    b. Microsporum gypseum

    Gambar 2.10. Microsporum gypseum

    (https://images.app.goo.gl/TfvXTPAj2Cqs4Npw9)

    Hidup leluasa dalam alam (geofilik). Peradangan ke rambut, ectothrix, rambut

    ditutupi artroconic berkelompok.

    Makroskopis: Perkembangan cepat, warna kuning hingga coklat terdapat jalur

    radier.

    https://images.app.goo.gl/uVWScvqPbaprfsgt7https://images.app.goo.gl/TfvXTPAj2Cqs4Npw9

  • 20

    Mikroskopis: Makrokonidia besar, bentuk bujur telur, dinding tipis serta bergerigi

    kecil.

    c. Microsporum audouinii

    Gambar 2.11. Microsporum audouinii

    (https://images.app.goo.gl/RmMAMSANomD5Cd6A8)

    Jamur antropofilik dari genus Microsporum. Jamur ini tipe dermatofit yang

    menjajah jaringan keratin (paling utama rambut) yang menimbulkan peradangan.

    Jamur ini ditandai oleh makrokonidia berupa spindel (7-30 x 35-160um),

    mikrokonidia clavat (2,5-3,5 x 4-7um) dan dinding luarnya yang berlubang

    ataupun berduri.

    Makroskopis: Perkembangan lambat, permukaan datar, warna koloni abu kuning

    hingga coklat keputihan, serta dasar koloni merah coklat.

    Mikroskopis: Makrokonidia tidak sering serta bentuk tidak teratur. Sebaliknya

    mikrokonidia sangat tidak sering serta ditemui terdapatnya racquet hifa.

    C. Epidermophyton sp

    Epidermophyton adalah genus jamur yang menyebabkan mikosis superfisial dan

    kutaneus, termasuk Epidermophyton floccosum.

    https://images.app.goo.gl/RmMAMSANomD5Cd6A8

  • 21

    a. Epidermophyton floccosum

    Gambar 2.12. Epidermophyton floccosum

    (https://images.app.goo.gl/GbyH89Up7wJLfvrb7)

    Peradangan kulit serta kuku, tidak bisa penetrasi ke rambut.

    Penyebab: Tinea (corporis, cruris, manuum, unguinum).

    Makroskopis: Perkembangan koloni lambat, bergranuler warna putih serta berjalur

    sentral warna kuning kehijauan.

    Mikroskopis: Makrokonidia lebar semacam gada ataupun berupa bunga, ujung

    bulat, dinding halus serta tipis. Mikrokonidia tidak terdapat (Siregar, 2004).

    2.5 Tanda dan Gejala

    Indikasi yang kerapkali terlihat pada peradangan ini merupakan

    kehancuran pada kuku, antara lain kuku jadi lebih tebal serta terlihat dari dasar

    perlekatannya ataupun onycholysis, rusak, tidak rata serta tidak mengkilat lagi,

    dan pergantian corak lempeng kuku jadi putih, kuning, coklat, sampai gelap

    (Candra, 2015).

    https://images.app.goo.gl/GbyH89Up7wJLfvrb7

  • 22

    2.6 Pemeriksaan Laboratorium Kuku

    Untuk menegakkan penaksiran onikomikosis, dibutuhkan pemeriksaan

    penunjang ialah mikroskopis langsung dan kultur jamur. Diagnosis laboratorium

    yang baik ditentukan oleh metode pengambilan bahan pemeriksaan. Saat sebelum

    bahan diambil kuku terlebih dulu dibersihkan dengan alkohol untuk membunuh

    kuman. Berikutnya bahan dipotong jadi fragmen kecil serta dipecah untuk

    pemeriksaan mikroskopis langsung serta kultur.

    1) Mikroskopis langsung

    Untuk melihat apakah terdapat peradangan jamur perlu dibuat preparat

    langsung dari kerokan kuku. Sediaan dituangi larutan KOH 20-40% dengan

    maksud melarutkan keratin kuku sehingga akan tinggal kelompok hifa. Dipanasi

    di atas api kecil, jangan hingga menguap, amati di bawah mikroskop diawali

    dengan pembesaran 10x serta 40x (Siregar, 2004).

    2) Kultur

    Pemeriksaan dengan pembiakan dibutuhkan untuk menyokong lagi

    pemeriksaan mikroskopik langsung untuk mengenali spesies jamur. Pemeriksaan

    ini dicoba dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Spesimen yang

    dikumpulkan di cawan petri diambil dengan sengkelit yang sudah disterilkan di

    atas api bunsen. Setelah itu bahan kuku ditanam pada media SDA. Inkubasi pada

    suhu kamar (25-30ºC), setelah itu dalam 1 minggu amati serta nilai apakah

    terdapat pergantian ataupun perkembangan jamur (Siregar, 2004).

  • 23

    2.7. Pengobatan

    Apabila peradangan kuku terletak di permukaan, hingga nanah bisa

    dikeluarkan setelah dicoba pengirisan kecil pada wilayah yang bengkak.

    Kemudian dilanjutkan dengan pemberian antibiotik lokal. Bila peradangan telah

    menyebar ke bagian yang lebih dalam dianjurkan mengangkat sepertiga bagian

    kuku buat mempermudah nanah keluar dan memesatkan pengobatan. Pada

    permasalahan ini diberikan pula antibiotik untuk diminum dan anti jamur lokal

    (Indrawati, 2012).

  • 24

    BAB III

    METODE

    3.1 Strategi Pencarian Literatur

    3.1.1 Framework yang digunakan

    Strategi yang digunakan untuk mencari artikel atau jurnal penelitian

    menggunakan PICOS framework.

    1) Population/problem, populasi atau masalah yang akan di analisis

    2) Intervention, suatu tindakan penatalaksanaan terhadap kasus perorangan

    atau masyarakat serta pemaparan tentang penatalaksanaan

    3) Comparation, penatalaksanaan lain yang digunakan sebagai pembanding

    4) Outcome, hasil atau luaran yang diperoleh pada penelitian

    5) Study design, desain penelitian yang digunakan oleh jurnal yang akan di

    review

    3.1.2 Kata kunci

    Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan boolean operator

    (AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan untuk memperluas atau

    memspesifikasikan pencarian, sehingga mempermudah dalam penentuan artikel

    atau jurnal yang digunakan. Kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini yaitu,

    “farmer’s nail fungus” AND “dermatophyte fungi” AND “farmer’s nails”.

    3.1.3 Database atau search engine

    Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

    didapat bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi diperoleh dari hasil

    penelitian yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu. Sumber data sekunder

  • 25

    yang didapat berupa artikel atau jurnal yang relevan dengan topik, didapatkan

    dengan menggunakan database melalui Journal International, Google scholar,

    Research gate dan Sciencedirect.

    3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

    Tabel 3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

    Kriteria Inklusi Eksklusi

    Population/problem Jurnal nasional dan

    internasional terkait

    prevalensi dan pola

    infeksi jamur dermatofita

    pada petani

    Jurnal yang direview

    terindeks rendah semua,

    contoh: google scholar

    dan jurnal duplikasi

    Intervention Faktor lingkungan kerja

    dan perilaku pekerja

    Selain faktor lingkungan

    kerja dan perilaku pekerja

    Comparation Tidak ada faktor

    pembanding

    Tidak ada faktor

    pembanding

    Outcome Adanya hubungan faktor

    lingkungan dan perilaku

    pekerja terhadap

    prevalensi dan pola

    infeksi jamur dermatofita

    pada petani

    Tidak ada hubungan

    faktor lingkungan dan

    perilaku pekerja terhadap

    prevalensi dan pola

    infeksi jamur dermatofita

    pada petani

    Study design Deskriptif Non deskriptif

    Tahun terbit Artikel atau jurnal yang

    terbit setelah tahun 2015

    Artikel atau jurnal yang

    terbit sebelum tahun 2015

    Bahasa Bahasa inggris dan

    bahasa Indonesia

    Selain bahasa inggris dan

    bahasa Indonesia

    3.3 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas

    3.3.1 Hasil pencarian dan seleksi studi

    Berdasarkan hasil pencarian literature melalui Google scholar, Research

    gate dan Science direct menggunakan kata kunci “farmer’s nail fungus” AND

    “dermatophyte fungi” AND “farmer’s nails”, peneliti menemukan 403 jurnal

    yang sesuai dengan keyword tersebut. Jurnal penelitian tersebut kemudian

  • 26

    diskrining, sebanyak 290 jurnal dieksklusi karena jurnal terbit sebelum tahun

    2015, berdasarkan seleksi judul 93 jurnal dieksklusi, 10 jurnal juga dieksklusi

    berdasarkan identifikasi abstrak, dan 5 jurnal dieksklusi karena tidak sesuai

    dengan rumusan masalah dan tujuan sehingga didapatkan 5 jurnal yang akan

    ditelaah.

    Gambar 3.1 Diagram alur review jurnal

    3.3.2 Daftar artikel hasil pencarian

    Literature review ini disintesis menggunakan metode naratif dengan

    mengelompokkan data yang sejenis yang sesuai dengan hasil yang diukur untuk

    menjawab tujuan. Jurnal penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi kemudian

    dikumpulkan dan dibuat ringkasan jurnal meliputi nama peneliti, tahun terbit,

    volume dan angka, judul, metode dan hasil penelitian serta database.

    Seleksi jurnal 5 tahun terakhir dan

    menggunakan bahasa Inggris dan bahasa

    Indonesia

    N = 113

    Jurnal akhir yang dapat ditelaah sesuai

    rumusan masalah dan tujuan

    N = 5

    Identifikasi abstrak

    N = 10

    Seleksi judul

    N = 20

    Kriteria eksklusi yang

    tidak sesuai dengan

    abstrak yakni

    pemeriksaan jamur

    dermatofita selain pada

    kuku petani

    Pencarian jurnal menggunakan keyword

    melalui database Google scholar,

    Research gate, dan Science diret

    N = 403

  • 27

    Tabel 3.2 Daftar artikel hasil pencarianliteratur review prevalensi dan pola infeksi jamur

    dermatofita pada petani

    NO Author Tahun Volume,

    Angka

    Judul Metode

    (Desain,

    Sampel,

    Variabel, dan

    Instrumen

    Analisis)

    Hasil

    Penelitian

    Database

    1. Pravesh

    Yadav,

    Archana

    Singal,

    Deepika

    Pandhi,

    Sukla Das

    2015 Vol 60,

    No. 2 :

    hal 153-

    158

    Clinico-

    Myycologic

    al Study of

    Dermatoph

    yte Toenail

    Onychomyc

    osis in New

    Delhi,

    India

    1.Desain :

    Survei dan

    Deskriptif

    analisis

    2.Sampel :

    purposive

    sampling

    3.Variabel :

    pasien OM

    dermatofit

    kuku kaki

    4.Instrumen :

    media SDA

    dan larutan

    KOH dan

    larutan LPCB

    Penyebab

    jamur kuku

    pada

    penelitian ini:

    paling sering

    Trichophyton

    interdigitale(

    61%), diikuti

    oleh Trichop

    hyton

    rubrum (34

    %)

    dan Trichoph

    yton

    verrucosum(5

    %)

    Journal

    of

    Internatio

    nal

    2. Atun

    Farihatun,

    Ary

    Nurmalas

    ari, Ela

    Hayati,

    Minceu

    Sumirah,

    Doni

    Setiawan,

    Panji

    Wahlanto

    2017 Vol 6,

    No. 1 :

    hal 56-60

    Identifikasi

    jamur

    penyebab

    Tinea pedis

    pada kaki

    penyadap

    karet di

    PTPN VIII

    Cikupa

    desa

    Cikupa

    kecamatan

    Banjarsari

    kabupaten

    Ciamis

    tahun 2017

    1.Desain :

    Deskriptif

    2.Sampel :

    incedental

    sampling

    dengan kriteria

    inklusi dan

    eksklusi

    3.Variabel :

    Tinea pedis

    dan kaki

    penyadap karet

    4.Instrumen :

    media SDA

    dan larutan

    KOH

    Hasil

    pemeriksaan

    Mikroskopis

    Jamur

    Penyebab

    Tinea pedis:

    Trichophyton

    rubrum: 10

    (14.3%) dan

    Trychophyton

    mentagrophyt

    es: 2 (2,9%)

    Google

    Scholar

    3. Khusnul,

    Indri

    Kurniawa

    ti,Rudy

    Hidana

    2018 Vol 18,

    No. 1

    Isolasi dan

    identifikasi

    jamur

    dermatofita

    pada sela-

    sela jari

    kaki

    petugas

    kebersihan

    di

    Tasikmalay

    a

    1. Desain :

    Deskriptif

    2. Sampel :

    purposive

    sampling

    3.Variabel :

    jamur

    dermatofita dan

    sela-sela jari

    kaki petugas

    kebersihan

    4.Instrumen :

    media SDA

    dan larutan

    LPCB

    Hasil

    penelitian

    didapatkan

    Tinea

    pedis(+): 8

    orang (40%)

    terkena

    infeksi jamur

    Dermatophyt

    a terdiri dari

    jamur

    Trichophyton

    rubrum:3

    (15%),

    Trichophyton

    mentagrophyt

    es: 3 (15%),

    Research

    Gate

  • 28

    Microsporum

    gypseum: 1

    (5%), dan

    Epidermophy

    ton

    floccosum: 1

    (5%)

    4. Isampreet

    Kaur,

    Anuradha

    Chaudhar

    y,

    Harshvard

    han Singh

    2019 Vol 5,

    No. 1: hal

    144-149

    Clinico-

    microbiolo

    gical

    aspects of

    tinea

    corporis in

    North

    India:

    emergency

    of

    Trichophyt

    on

    tonsurans

    1.Desain :

    Deskriptif dan

    konvensional

    2.Sampel :

    purposive

    sampling

    3.Variabel :

    Tinea corporis

    penyebab

    jamur

    dermatofita dan

    Trichophyton

    tonsuran

    4.Instrumen :

    media SDA

    dan larutan

    KOH

    Dermatofita

    (62,9%)

    mendominasi

    , non-

    dermatofita

    (37,1%)

    dengan

    Trichophyton

    tonsurans

    diisolasi

    sebagai agen

    jamur

    penyebab

    tersering

    Journal

    of

    Internatio

    nal

    5. Shumaila

    Shakir,

    Sidrah

    Saleem,

    Wajhiah

    Rizvi,

    Abdul

    Waheed,

    Javid

    Iqbal

    2019 Vol 29,

    No 5

    Isolation,

    Identificati

    on and

    Antifungal

    Susceptibili

    ty of

    Dermatoph

    ytes

    Isolated

    from

    Clinically

    Suspected

    Caes of

    Tinea

    Infections

    in Pakistan

    1.Desain :

    Deskriptif

    2.Sampel :

    purposive

    sampling

    3.Variabel :

    infeksi Tinea

    penyebab

    jamur

    dermatofita

    4.Instrumen :

    media SDA

    dan larutan

    KOH dan

    larutan LPCB

    Tinea

    corporis

    merupakan

    tipe klinis

    yang paling

    banyak

    ditemukan

    (27,69%)

    diikuti oleh

    Tinea capitis

    (21,53%) dan

    Tinea cruris

    (12,30%).Tri

    chophyton

    mentagrophyt

    es adalah

    spesies yang

    paling

    banyak

    diisolasi

    (32%) diikuti

    oleh

    Trichophyton

    violaceum

    (28%) dan

    Trichophyton

    rubrum

    (12%).

    Science

    direct

  • 29

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Penelitian

    Berdasarkan hasil dari pencarian literature review di dapatkan 5 jurnal

    yang terkait dalam tahun 2015-2020. Prevalensi dan pola infeksi jamur

    dermatofita dinyatakan positif pada petani. Berikut ini karateristik penelitian yang

    digunakan pada Literature review ini :

    Tabel 4.1 Karateristik penelitian Literature review

    No Kategori N %

    A. Tahun publikasi

    1. 2015 1 20

    2. 2017 1 20

    3. 2018 1 20

    4. 2019 1 20

    5. 2019 1 20

    Total 5 100

    B. Bahasa

    1. Indonesia 2 40

    2. Inggris 3 60

    Total 5 100

    C. Database

    1. Google scholar 1 20

    2. Research gate 1 20

    3. Journal of International 2 40

    4. Science direct 1 20

    Total 5 100

    Sumber : Data dari jurnal yang di review

  • 30

    Tabel 4.2 Identifikasi hasil pemeriksaan

    Peneliti Hasil Pravesh Yadav, Archana Singal, Deepika

    Pandhi, Sukla Das(2015)

    Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa

    penyebab jamur kuku yang paling sering yaitu:

    Trichophyton interdigitale (61%), diikuti

    oleh Trichophyton rubrum (34%)

    Trichophyton interdigitale menjadi spesies

    paling sering ditemukan dalam penelitian ini,

    dimana sebelumnya Trichophyton

    rubrum menjadi jamur penyebab paling umum

    untuk Onikomikosis (infeksi kuku akibat

    jamur). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

    perubahan terus menerus pada karakteristik

    epidemiologi dan mikologi Onikomikosis pada

    populasi serta wilayah geografis yang

    sama. Oleh karena itu, sangat penting untuk

    mewaspadai perubahan pola jamur penyebab

    Onikomikosis untuk membuat strategi yang

    memadai untuk pencegahan dan pengobatan

    infeksi ini.

    Atun Farihatun, Ary Nurmalasari, Ela Hayati,

    Minceu Sumirah, Doni Setiawan, Panji

    Wahlanto (2017)

    Hasil pemeriksaan Mikroskopis Jamur

    Penyebab Tinea pedis:Trichophyton rubrum:

    10 (14.3%) dan Trychophyton mentagrophytes:

    2 (2,9%). Faktor yang dapat mempengaruhi

    terjadinya Tinea pedis (sela jari dan telapak

    kaki) di antaranya adalah kurang

    memperhatikan kebersihan pribadinya

    terutama pada sela jari kaki yang selalu basah

    baik oleh air maupun keringat merupakan

    suatu keadaan yang sangat mudah untuk

    pertumbuhan jamur. Jamur tersebut akan

    tumbuh subur pada keadaan lembab dan berair

    Khusnul, Indri Kurniawati,Rudy Hidana (2018) Hasil penelitian didapatkan Tinea pedis(+): 8

    orang (40%) terkena infeksi jamur

    Dermatophyta terdiri dari jamur Trichophyton

    rubrum:3 (15%), Trichophyton

    mentagrophytes: 3 (15%). Faktor yang dapat

    mempengaruhi terjadinya Tinea pedis kaki

    yang selalu basah, baik oleh air, maupun oleh

    keringat (sepatu tertutup dan memakai kaos

    kaki), pecahnya kulit karena mekanis, tingkat

    kebersihan perorangan)

    Isampreet Kaur, Anuradha Chaudhary,

    Harshvardhan Singh (2019)

    Pada penelitian ini didapatkan hasil yaitu

    dermatofita (62,9%) mendominasi, non-

    dermatofita (37,1%). Pada penelitian ini

    Trichophyton tonsurans adalah jamur patogen

    paling umum terisolasi, belum pernah

    dilaporkan sebelumnya dan hanya sedikit

    laporan dari belahan dunia lain. Munculnya

    organisme ini membutuhkan pandangan baru

    tentang pola kerentanan antijamur untuk

    memerangi infeksi jamur superfisial yang

    umum ini secara efisien di masa akan dating

    Shumaila Shakir, Sidrah Saleem, Wajhiah Rizvi,

    Abdul Waheed, Javid Iqbal (2019)

    Pada penelitian ini didapatkan hasil yaitu Tinea

    corporis merupakan tipe klinis yang paling

    banyak ditemukan (27,69%) diikuti oleh Tinea

    capitis (21,53%) dan Tinea cruris

  • 31

    (12,30%).Trichophyton mentagrophytes adalah

    spesies yang paling banyak diisolasi (32%)

    Pada penelitian ini, berbagai dermatofita

    diisolasi, dan Trichophyton mentagrophytes

    paling umum menyebabkan infeksi. Untuk

    memberantas dermatofita patogen, uji

    kerentanan antijamur in vitro perlu dilakukan

    dan perlunya ada metode pasti/ tes sederhana

    untuk skrining aktivitas antijamur dermatofita

    Sumber : Data primer dari jurnal

    4.2 Pembahasan

    Jamur sangat erat kaitannya dengan manusia. Jamur dapat hidup serta

    tumbuh dimana saja, baik diudara, tanah, air, dan pakaian apalagi ditubuh manusia

    itu sendiri. Indonesia sebagai negara tropis tanahnya produktif sehingga

    berkembang jamur antara lain ialah jamur dermatofita. Dermatofita ialah

    golongan jamur yang menimbulkan dermatofitosis. Golongan jamur ini memiliki

    sifat mengganggu susunan stratum korneum kulit, rambut, kuku. Dermatofita

    dibagi dalam tiga genus ialah Trichophyton, Microsporum, serta Epidermophyton.

    Karakteristik dan prevalensi infeksi jamur superfisial bervariasi dengan

    kondisi iklim, gaya hidup dan pola migrasi penduduk. Penelitian Kaur et al.,

    (2019) penyebab tinea corporis paling umum adalah dermatofita dengan rasio

    pria lebih tinggi, usia produktif (21-30 tahun) ini dapat dikaitkan dengan sifat

    aktif mereka yang lebih banyak kegiatan di luar ruangan. Hal ini memungkinkan

    terjadi peningkatan keringat sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif

    untuk perkembangbiakan jamur. Selain itu, mempunyai hewan peliharaan dan

    tinggal di pedesaan bisa jadi karena mereka lebih banyak keterlibatan dalam

    kegiatan pertanian, kebersihan kurang terjaga dan kesadaran dan perlakuan awal

    terjadinya infeksi tidak tepat. Pada penelitian didapatkan hasil kultur sebagian

    besar adalah dermatofita spesies Trichophyton tonsurans (Tabel 1), hal ini serupa

    dengan penelitian di Kashmir oleh Bharadwaj et al., di Iran oleh Bassiri-Jahromi

  • 32

    et al. Meskipun, di seluruh dunia dan penelitian di India Trichophyton rubrum

    telah dilaporkan sebagai penyebab dermatofita yang paling umum tinea corporis,

    dari penelitian ini Trichophyton tonsurans adalah patogen paling umum terisolasi

    yang belum pernah dilaporkan sebelumnya dan hanya sedikit laporan dari belahan

    dunia lain. Munculnya organisme ini membutuhkan pandangan baru tentang pola

    kerentanan antijamur untuk memerangi infeksi jamur superfisial yang umum ini

    secara efisien di masa akan datang.

    Peningkatan prevalensi infeksi jamur di seluruh dunia disebabkan oleh

    penyalahgunaan antibiotik, perawatan imunosupresif dan berbagai kondisi medis.

    Infeksi dermatofita atau Tinea merupakan salah satu penyakit menular yang

    paling umum dan merajalela di seluruh dunia. Penelitian Shakir et.al., (2019)

    penyebab tinea capitis paling umum adalah dermatofita dengan rasio perempuan

    lebih tinggi, usia produktif (1-10 tahun) dan (21-30 tahun) ini dapat dikaitkan

    dengan fakta bahwa perempuan lebih terlibat dalam pekerjaan rumah dan

    kebanyakan cenderung mengabaikan kebersihan lingkungan. Hal ini

    memungkinkan terjadinya infeksi tinea. Demikian pada anak dan orang dewasa

    risiko lebih besar tertular infeksi tinea di Pakistan ini, seperti peningkatan

    transmisi, peningkatan kontak langsung pada anak saat di sekolah, dan kurangnya

    akan kesadaran serta banyaknya hewan peliharaan disekitar lingkungan. Tinea

    corporis dan Tinea capitis merupakan tipe klinis umum yang paling banyak

    ditemukan. Terutama untuk pria resiko lebih tinggi yaitu penyebab infeksi Tinea

    corporis, sedangkan untuk perempuan yaitu penyebab infeksi Tinea capitis (Tabel

    2). Hal ini disebabkan beberapa oleh faktor risiko seperti aktivitas fisik di luar

    lebih berat, iklim yang hangat, kondisi sosial ekonomi yang buruk, kontak

  • 33

    olahraga seperti gulat, dan gaya hidup yang tidak higienis. Dalam penelitian ini

    didapatkan hasil kultur sebagian besar adalah dermatofita spesies Trichophyton

    mentagrophyte diikuti oleh Trichophyton violaceum dan Trichophyton rubrum.

    Untuk kemampuan memberantas patogen dermatofita, kerentanan antijamur in

    vintro perlu ditentukan. Mengenai datanya, hal itu terungkap bahwa terbinafine

    dan clotrimazole lebih efektif sebagai obat anti jamur sedangkan flukonazol

    memiliki aktivitas obat yang buruk. Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi

    perkembangan yang menakjubkan distandarisasi kerentanan antijamur di seluruh

    dunia. Di Pakistan untuk bidang mikologi didapatkan kekurangan laboratorium

    mikologi referensi, tenaga terampil, sumber daya minimum. Munculnya

    permasalahan ini perlu diperhatikan pentingnya pemeriksaan mikologi dalam

    diagnosis berbagai infeksi tinea yang efektif dan dasar genetik dari resistensi

    antijamur dapat dieksplorasi di masa akan datang untuk membuat diagnosis yang

    akurat dan cepat, sehingga dapat mengobati infeksi tersebut.

    Prevalensi Onikomikosis (OM) diketahui meningkat seiring bertambahnya

    usia. Penelitian Yadav et.al., (2015) usia populasi dalam penelitian ini berkisar

    antara (21-75 tahun) dimana pria dengan rasio tertinggi. Hal ini dapat dikaitkan

    dengan paparan yang lebih tinggi seperti trauma terkait pekerjaan, olahraga dan

    penggunaan alas kaki oklusif. Dominasi pria yang luar biasa pada OM kuku jari

    kaki sebelumnya telah dilaporkan oleh Vijaya et al., dan telah dikaitkan dengan

    aktivitas luar ruangan yang lebih jelas pada pria yang mengakibatkan insiden

    trauma yang lebih tinggi dan penggunaan alas kaki oklusif. Pada penelitian

    didapatkan hasil kultur sebagian besar penyebab jamur kuku adalah dermatofita

    spesies Trichophyton interdigitale diikuti oleh Trichophyton rubrum

  • 34

    dan Trichophyton verrucosum. Hal ini berbeda dengan prevalensi jamur

    dermatofita yang sering dilaporkan pada OM dalam berbagai penelitian di India

    (Tabel 3) dan di seluruh dunia (Tabel 4). Hal ini belum dipelajari pada penelitian

    sebelumnya. Ini lebih sering terjadi pada pasien yang memiliki penyakit yang luas

    dan berlangsung lama. Satu pasien dengan tinea corporis ekstensif memiliki

    diabetes yang tidak terkontrol dengan baik. Pada kebanyakan pasien, infeksi kuku

    kaki terjadi sebelum tinea pedis. Penelitian sebelumnya dari Delhi telah

    melaporkan Trichophyton rubrum menjadi jamur penyebab paling umum untuk

    OM. Namun, dalam penelitian ini ditemukan bahwa Trichophyton interdigitale

    menjadi spesies yang paling sering diisolasi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

    perubahan terus menerus pada karakteristik epidemiologi dan mikologi OM pada

    populasi yang sama serta wilayah geografis. Oleh karena itu, sangat penting untuk

    mewaspadai perubahan pola dan jamur penyebab ini untuk membuat strategi yang

    memadai untuk pencegahan dan pengobatan infeksi ini.

    Tinea pedis merupakan penyakit akibat infeksi jamur dermatofita yang

    mengenai kulit pada jari kaki maupun telapak kaki. Pada penelitian Farihatun dkk/

    Farihatun et.al., (2017) bahwa pekerjaan penyadap karet merupakan faktor risiko

    terinfeksi oleh jamur dermatofita paling banyak yaitu spesies Trichophyton

    rubrum dan diikuti oleh jamur Trichophyton mentagrophytes. Penelitian ini juga

    serupa dengan Khusnul et.al., (2018) dimana pada pekerja petugas kebersihan

    jamur dermatofita yang banyak yaitu ditemukan Trichophyton rubrum dan diikuti

    oleh jamur Trichophyton mentagrophytes, Microsporum gypseum dan

    Epidermophyton floccosum. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi tinggi

    dijumpai pada orang yang selalu memakai sepatu tertutup dalam jangka waktu

  • 35

    yang lama, kaos kaki dan bertambahnya tingkat kelembapan karena keringat serta

    paparan terhadap jamur merupakan faktor risiko penyebab terjadinya tinea pedis.

    Dengan demikian perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan kaki maupun

    sepatu setelah melakukan pekerjaan sehingga tidak akan terinfeksi oleh jamur ini.

  • 36

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Dermatofita paling umum menyebabkan infeksi kuku dan kulit sela jari

    kaki adalah Trichophyton interdigitale, Trichophyton mentagrophytes,

    Trichophyton rubrum, ditemukan dermatofita jenis Trichophyton tonsurans yang

    memerlukan penelitian lebih lanjut dan faktor risiko terjadinya infeksi adalah

    komunitas, kebersihan pribadi yang buruk, kelembaban, kontak dengan hewan,

    pekerjaan. Petani adalah salah satu pekerjaan yang berisiko terjadinya infeksi

    dermatofita.

    5.2 Saran

    5.2.1 Bagi masyarakat

    Bagi masyarakat terutama seseorang yang bekerja sebagai petani

    diharapkan agar dapat menjaga kebersihan kaki maupun tangan setelah melakukan

    pekerjaannya dan rajin memotong kuku sehingga kuku tidak mudah terinfeksi

    oleh jamur dermatofita.

    5.2.2 Bagi peneliti selanjutnya

    Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat mengembangkan kembali

    hasil review penelitian ini supaya tidak hanya pada jamur yang terdapat pada sela

    jari kaki dan kuku petani saja melainkan pada pekerja lainnya yang mudah

    ditumbuhi oleh jamur dermatofita.

    .

  • 37

    DAFTAR PUSTAKA

    Adelberg, E.A., E. Jawetz., J.L. Melnick. 2017. “Mikrobiologi Kedokteran” .

    Jakarta: EGC. http://repo.stikesicme-

    jbg.ac.id/305/1/Rizky%20Firman%20Hartati%20.pdf. Diakses 24 Maret

    2020.

    Andriani, Devi. 2019. “Identifikasi Jamur Aspergillus sp Pada Kacang

    Hijau”.Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Diploma III Analis Kesehatan

    Insan Cendekia Medika Jombang.

    Burns, Tony. 2005. “Lecture Notes Dermatologi”. Jakarta: Erlangga.

    http://repo.poltekkes-

    medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20

    UBAH%20KE%20KTI.pdf. Diakses 26 Februari 2020.

    Candra, D. A. 2015. “Prevalensi, Agen Penyebab, dan Analisis Faktor Risiko

    Infeksi Tinea ungunium pada Peternak Babi di Kecamatan Tanah Siang,

    Provinsi Kalimantan Tengah”.Jurnal Buski, 156.

    Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta : Departemen

    kesehatan republik Indonesia. http://depkes.go.id. Diakses 4 Juli 2020.

    Farihatun, A., A. Nurmalasari., E. Hayati., M. Sumirah., D. Setiawan., dan P.

    Wahlanto. 2017.” Identifikasi jamur penyebab Tinea pedis pada kaki

    penyadap karet di PTPN VIII Cikupa desa Cikupa kecamatan Banjarsari

    kabupaten Ciamis tahun 2017”. http://ejournal.poltekkes-

    denpasar.ac.id/index.php/M. 6(1), hal. 56-60.

    Gofur, A. dan Syam, N. 2018. “Determinan Kejadian Dermatitis Di Puskesmas

    Rappokalling Kota Makassar”.

    http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh1105. 1(1).

    Hartati, R.F. 2017. “Identifikasi Jamur Trichophyton rubrum Pada Petani Yang

    Terinfeksi Tinea Pedis”. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Diploma III

    Analis Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.

    Indrawati, Lili. 2012. “Panduan Lengkap Kesehatan Wanita”. Jakarta: Penebar

    Swadaya Grup. http://repo.poltekkes-

    medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20

    UBAH%20KE%20KTI.pdf. Diakses 26 Februari 2020.

    http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/305/1/Rizky%20Firman%20Hartati%20.pdfhttp://repo.stikesicme-jbg.ac.id/305/1/Rizky%20Firman%20Hartati%20.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://depkes.go.id/http://ejournal.poltekkes-denpasar.ac.id/index.php/Mhttp://ejournal.poltekkes-denpasar.ac.id/index.php/Mhttp://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh1105http://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdf

  • 38

    Irianto, K. 2014. “Bakteriologi, Mikologi dan Virologi”. Bandung: Alfabeta.

    http://repo.poltekkes-

    medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20

    UBAH%20KE%20KTI.pdf. Diakses 26 Februari 2020.

    Kaur, I., A. Chaudhary., dan H. Singh., 2019. “Clinico-microbiological aspects of

    tinea corporis in North India: emergency of Trichophyton tonsurans”.Jurnal

    Internasional Penelitian Dermatologi Kaur I et al. 5(1), hal 144-149.

    Khusnul.,I. Kurniawati., dan R. Hidana. 2018. “Isolasi dan identifikasi jamur

    dermatofita pada sela-sela jari kaki petugas kebersihan di Tasikmalaya”.

    Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada.18(1).

    http://www.researchgate.net/publication/325397365. Diakses 2 Juli 2020.

    Lestari, Winda. 2017. “Identifikasi Jamur Dermatofita Pada Kuku Buruh Pembuat

    Genteng yang Mengalami Kerapuhan”.Karya Tulis Ilmiah. Program Studi

    D-III Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Setia Budi

    Surakarta.

    Rahardja, Kirana, T.H. 2015. “Obat-obat Penting”. Jakarta: PT GRAMEDIA.

    http://repo.poltekkes-

    medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20

    UBAH%20KE%20KTI.pdf. Diakses 26 Februari 2020.

    Sevaroka, Elsa. 2018. “Identifikasi Jamur Penyebab Tinea Pedis Pada Petani Di

    Dataran Tinggi Desa Conto Kabupaten Wonogiri Dan Dataran Rendah Desa

    Mojoroto Kabupaten Karanganyar”. Skripsi. Program Studi D-IV Analis

    Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Setia Budi Surakarta.

    Silverberg, J.I., dan Hanifin, J.M. 2013. “Adult Eczema Prevalence And

    Associations With Asthma And Other Health And Demographic Factors: A

    US population-based study”.Journal of Allergy and Clinical Immunology,

    132(5), 1132-1138.

    Sinaga, Naomi. 2019. “Identifikasi Jamur Pada Kuku Petani Di Desa Gajah

    Dusun VIII Kecamatan Meranti Kabupaten Asahan”. Karya Tulis Ilmiah.

    Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan Jurusan Analis Kesehatan.

    Siregar, R. 2004. “Penyakit Jamur Kulit”. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

    http://repo.poltekkes-

    medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20

    UBAH%20KE%20KTI.pdf. Diakses 26 Februari 2020.

    http://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://www.researchgate.net/publication/325397365http://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdf

  • 39

    Soedarto, 2015. “ Mikrobiologi Kedokteran”. Jakarta: Sagung Seto.

    http://repository.setiabudi.ac.id/503/. Diakses 26 Februari 2020.

    Sumaryati, Maria. 2015. “Tingkat Pengetahuan dan Sikap Lansia tentang Penyakit

    Dermatitis di Wilayah Kerja Puskesmas Batua Kota Makassar”.

    https://media.neliti.com/media/publications/286115-tingkat-pengetahuan-dan-

    sikap-lansia-ten-982b40f2.pdf. Diakses 24 Agustus 2020.

    Shakir, S., S. Saleem., W. Rizvi., Waheed dan J. Iqbal. 2019, “Isolation,

    Identification and Antifungal Susceptibilityof Dermatophytes Isolated from

    Clinically Suspected Case of Tinea Infections in Pakistan”, Microbiology

    Research Journal International. 29(05), hal 1-11

    Wahyuningsih, Sri. 2015. “Pemeriksaan Jamur Kuku (Onimikosis) Pada Kuku

    Pekerja Sawah di Desa Candimulyo Jombang”. Karya Tulis Ilmiah.

    Program Studi Diploma III Analis Kesehatan Insan Cendekia Medika

    Jombang.

    Widiati, M., A. Nurmalasari., dan R.G. Andani. 2016. Pemeriksaan Jamur

    Dermatofita Kuku Kaki Petani Di Desa Bunter Blok Cileudug Kecamatan

    Sukadana Kabupaten Ciamis. Program Studi Diploma III Analis Kesehatan

    STIKes Muhammadiyah Ciamis.

    3(1)http://cdn.stikesmucis.ac.id/MEI_1_3.pdf. Diakses 29 April 2020.

    Yadav, P.,A. Singal., D. Pandhi., dan S. Das. 2015. “Clinico-Myycological Study

    of Dermatophyte Toenail Onychomycosis in New Delhi, India”.Indian

    Journal of Dermatology. 60(2), hal. 153-158.

    http://repository.setiabudi.ac.id/503/https://media.neliti.com/media/publications/286115-tingkat-pengetahuan-dan-sikap-lansia-ten-982b40f2.pdf.%20Diakses%2024%20Agustus%202020https://media.neliti.com/media/publications/286115-tingkat-pengetahuan-dan-sikap-lansia-ten-982b40f2.pdf.%20Diakses%2024%20Agustus%202020http://cdn.stikesmucis.ac.id/MEI_1_3.pdf

  • LAMPIRAN JURNAL

    NO. JUDUL JURNAL

    1. Clinico-Myycological Study of Dermatophyte Toenail Onychomycosis in

    New Delhi, India

    2. Identifikasi jamur penyebab Tinea pedis pada kaki penyadap karet di PTPN

    VIII Cikupa desa Cikupa kecamatan Banjarsari kabupaten Ciamis tahun

    2017

    3. Isolasi dan identifikasi jamur dermatofita pada sela-sela jari kaki petugas

    kebersihan di Tasikmalaya.

    4. Clinico-microbiological aspects of tinea corporis in North India:

    emergency of Trichophyton tonsurans

    5. Isolation, Identification and Antifungal Susceptibility of Dermatophytes

    Isolated from Clinically Suspected Caes of Tinea Infections in Pakistan

  • LAMPIRAN I

  • LAMPIRAN II

  • LAMPIRAN III

  • LAMPIRAN IV

  • LAMPIRAN V