prevalensi dan pola infeksi jamur dermatofita...
TRANSCRIPT
-
i
KARYA TULIS ILMIAH
PREVALENSI DAN POLA INFEKSI JAMUR DERMATOFITA
PADA PETANI
LITERATURE REVIEW
HALAMAN
FAJAR MUNADHIFAH
171310055
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2020
-
ii
PREVALENSI DAN POLA INFEKSI JAMUR DERMATOFITA
PADA PETANI
LITERATURE REVIEW HALAMAN JUDUL
DALAM
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan
Menyelesaikan Studi di Program Studi Diploma III Analis Kesehatan
FAJAR MUNADHIFAH
171310055
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2020
-
iii
ABSTRACT
PREVALENCE AND PATTERN OF DERMATOFITA FUNGAL
INFECTION IN FARMERS
Literature review
By: Fajar Munadhifah
Background: Dermatophytes are a group of filamentous fungi that are prone to
infecting keratin-rich tissues, namely skin, nails and hair. Due to individual
characteristics and environmental conditions, the activities of farmers in the fields
allow fungal infections to occur between the toes and nails, causing discoloration
and brittleness of the nails. Purpose: This study was to describe the risk of
dermatophyte fungal infection in farmers. Design: Literature review. Data
sources: Data search was conducted on Google Scholar (2015-2020), Journal
International (2015-2020), Research Gate (2015-2020), and Science Direct (2015-
2020) to retrieve relevant articles published in Indonesian and English. Review
method: PICOS used to search and analyze journals, by using national and
international journal sources from various databases and determining inclusion
and exclusion criteria. The main terms and phrases related to “farmer's nail
fungus” AND “dermatophyte fungus” AND “farmer's nail” were used in the
subject search and 5 journals were selected to be conducted in the Literature
review. Results: Literature review result showed that the most common
dermatophytes that cause infection of the nails and skin between the toes are
Trichophyton interdigitale, Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton rubrum,
found dermatophytes of the type of Trichophyton tonsurans which require further
research and risk factors for infection are community, poor personal hygiene,
humidity, contact with animals, work. Conclusion: Farmers are one of the
occupations that are at risk of dermatophyte infection
Key words: Dermatophyte fungus, farmer
-
iv
ABSTRAK
PREVALENSI DAN POLA INFEKSI JAMUR DERMATOFITA
PADA PETANI
Literature review
Oleh : Fajar Munadhifah
Latar belakang: Dermatofita adalah kelompok jamur berserabut rentan
menginfeksi jaringan kaya keratin, yaitu kulit, kuku dan rambut. Berkaitan dengan
karakteristik individu dan kondisi lingkungan, aktifitas petani di sawah
memungkinkan terjadinya infeksi jamur pada sela jari kaki dan kuku sehingga
menyebabkan perubahan warna dan kerapuhan kuku. Tujuan: Penelitian ini untuk
menggambarkan risiko infeksi jamur dermatofita pada petani. Desain: Literature
review. Sumber data: Pencarian data dilakukan pada Google Scholar (2015-2020),
Journal International (2015-2020), Research Gate (2015-2020), dan Science
direct (2015-2020) untuk mengambil artikel relevan yang diterbitkan dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Metode review: Digunakan untuk mencari
dan menganalisis jurnal adalah PICOS, dengan menggunakan sumber jurnal
nasional dan internasional dari berbagai database dan menentukan kriteria inklusi
dan eksklusi. Istilah dan frasa utama terkait dengan “Jamur kuku petani” DAN
“jamur dermatofita” DAN “kuku petani” digunakan dalam pencarian subjek dan
dipilih 5 jurnal yang akan dilakukan Literature review. Hasil: Literature review
bahwa dermatofita paling umum menyebabkan infeksi kuku dan kulit sela jari
kaki adalah Trichophyton interdigitale, Trichophyton mentagrophytes,
Trichophyton rubrum, ditemukan dermatofita jenis Trichophyton tonsurans yang
memerlukan penelitian lebih lanjut dan faktor risiko terjadinya infeksi adalah
komunitas, kebersihan pribadi yang buruk, kelembaban, kontak dengan hewan,
pekerjaan. Kesimpulan: Petani adalah salah satu pekerjaan yang berisiko
terjadinya infeksi dermatofita
Kata Kunci : Jamur dermatofita, petani
-
v
-
vi
-
vii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fajar Munadhifah
NIM : 171310055
Tempat tanggal lahir : Jombang, 26 Mei 1998
Institusi : STIKes ICMe JOMBANG
Menyatakan bahwa karya tulis ilmiah literature review ini yang berjudul
PREVALENSI DAN POLA INFEKSI JAMUR DERMATOFITA PADA PETANI
adalah bukan karya tulis milik orang lain sebagaian maupun keseluruhan, kecuali
dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.
Jombang, 10 Agustus 2020
Yang Menyatakan
Fajar Munadhifah
171310055
-
viii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Fajar Munadhifah
NIM : 171310055
Jenjang : Diploma
Program Studi : Analis Kesehatan
Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyatakan bahwa karya tulis ilmiah
saya yang berjudul :
“Prevalensi dan Pola Infeksi Jamur Dermatofita pada Petani“ merupakan karya
tulis ilmiah dan artikel yang secara keseluruhan adalah hasil karya penelitian
penulis, kecuali teori yang dirujuk dari sumber informasi aslinya.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Jombang, 13 Agustus 2020
Saya yang menyatakan
Fajar Munadhifah
NIM 171310055
-
ix
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Fajar Munadhifah
NIM : 171310055
Jenjang : Diploma
Program Studi : Analis Kesehatan
Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyatakan bahwa karya tulis ilmiah
saya yang berjudul :
“Prevalensi dan Pola Infeksi Jamur Dermatofita pada Petani“ merupakan karya
tulis ilmiah dan artikel yang secara keseluruhan benar benar bebas dari plagiasi.
Apabila di kemudian hari terbukti melakukan proses plagiasi, maka saya siap
diproses sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya
Jombang 13 Agustus 2020
Saya yang menyatakan
Fajar Munadhifah NIM 171310055
-
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 26 Mei 1998 dari pasangan
Bapak Abdul Kholiq dan Ibu Siti Qoyyimah. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara. Tahun 2005 lulus dari RA DARUSSALAM, tahun 2011 penulis
lulus dari MI DARUSSALAM, tahun 2014 penulis lulus dari MTsN
JOGOROTO, tahun 2017 penulis lulus dari SMA PGRI 1 JOMBANG dan penulis
masuk Perguruan Tinggi STIKes “Insan Cendekia Medika” Jombang melalui jalur
mandiri. Penulis memilih Program Studi D-III Analis Kesehatan dari lima pilihan
program studi yang ada di STIKes “Insan Cendekia Medika” Jombang.
Demikian riwayat hidup saya dibuat dengan sebenarnya.
Jombang, 10 Agustus 2020
Fajar Munadhifah
NIM 171310055
-
xi
MOTTO
“Do the best and pray. God will take care of the rest”
-
xii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah Subhannahu Wa Ta’ala karena tanpa pertolongan-Nya
Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat terselesaikan, serta saya haturkan sholawat dan
salam kepada Nabi besar Muhammad Shallallahu Alaihi Wasalam. Saya
persembahkan Karya Tulis Ilmiah Literature review ini kepada :
1. Bapak H.Imam Fatoni, S.KM., MM selaku ketua STIKes ICMe Jombang
2. Ibu Sri Sayekti, S.Si., M.Ked selaku ketua Program Studi D-III Analis
Kesehatan STIKes ICMe Jombang
3. Ibu Lilis Majidah, S.Pd., M.Kes sebagai pembimbing utama, yang dengan
penuh perhatian dan kesabaran telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, motivasi dan saran demi kesempurnaan Karya
Tulis Ilmiah ini
4. Ibu Sri Sayekti, S.Si., M.Ked sebagai anggota pembimbing, yang dengan
penuh perhatian dan kesabaran telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan dan pemahaman demi kesempurnaan Karya Tulis
Ilmiah ini
5. Ibu Sri Lestari, S.KM yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah
meluangkan waktu untuk memberikan pemahamam, motivasi dan saran
dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini
6. Kedua orang tua dan sanak saudara yang tak hentinya memberikan
dukungan dan doa
7. Teman seperjuangan yang saya banggakan atas perhatian dan
dukungannya sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
-
xiii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Prevalensi dan Pola Infeksi Jamur
Dermatofita pada Petani” ini dibuat untuk melengkapi persyaratan kelulusan pada
jenjang Program Diploma III Analis Kesehatan STIKes ICMe Jombang.
Penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih
kepada Bapak H.Imam Fatoni, S.KM., MM selaku ketua STIKes ICMe Jombang,
Ibu Sri Sayekti, S.Si., M.Ked selaku ketua Program Studi D-III Analis Kesehatan
STIKes ICMe Jombang, Ibu Lilis Majidah, S.Pd., M.Kes sebagai pembimbing
utama, Ibu Sri Sayekti, S.Si., M.Ked sebagai pembimbing anggota, kedua orang
tua dan sanak saudara yang tak hentinya memberikan doa dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa apa yang ada dalam tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu segala kritik dan saran dari semua pihak, sangat
diharapkan untuk perkembangan ilmu pengetahuan di masa akan datang.
Demikian, semoga Karya Tulis Ilmiah ini bisa memberi manfaat bagi diri penulis
sendiri dan pihak lain yang menggunakan. Terima kasih.
Jombang, 10 Agustus 2020
Penulis
-
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
ABSTRACT ...................................................................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN KARYA TULIS ILMIAH ................................ v
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................................................... vi
SURAT PERNYATAAN ................................................................................ vii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................... viii
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ........................................... ix
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... x
MOTTO ........................................................................................................... xi
LEMBAR PERSEMBAHAN ......................................................................... xii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL ....................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kuku ................................................................................ 5
2.2 Pengertian Petani ............................................................................... 6
2.3 Jamur ................................................................................................. 7
2.4 Dermatomikosis ................................................................................ 10
2.5 Tanda dan Gejala ............................................................................... 21
2.6 Pemeriksaan Laboratorium Kuku ..................................................... 21
2.7 Pengobatan ........................................................................................ 22
BAB III METODE
3.1 Strategi Pencarian Literatur ............................................................... 24
3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................. 25
3.3 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas ................................................. 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 29
4.2 Pembahasan ....................................................................................... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 36
5.2 Saran .................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 37
LAMPIRAN
-
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................. 25
Tabel 3.2 Daftar artikel hasil pencarian literatur review prevalensi
dan pola infeksi jamur dermatofita pada petani ...............
27
Tabel 4.1 Karateristik penelitian Literature review........................... 29
Tabel 4.2 Identifikasi hasil pemeriksaan ........................................... 30
-
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Trichphyton rubrum................................................... 15
Gambar 2.2 Trichophyton mentagrophytes................................... 16
Gambar 2.3 Trichophyton tonsuran pada media SDA................... 17
Gambar 2.4 Trichophyton tonsuran............................................... 17
Gambar 2.5 Trichophyton verrucosum........................................... 18
Gambar 2.6 Trichophyton violaceum............................................. 18
Gambar 2.7 Trichophyton schoenleinii.......................................... 19
Gambar 2.8 Trichophyton concentricum........................................ 20
Gambar 2.9 Microsporum canis..................................................... 20
Gambar 2.10 Microsporum gypseum............................................... 21
Gambar 2.11 Microsporum audouinii.............................................. 22
Gambar 2.12 Epidermophyton floccosum........................................ 23
Gambar 3.1 Diagram alur review jurnal........................................ 26
-
xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL
DAFTAR SINGKATAN
DEPKES : Departemen Kesehatan
um : Micrometer
AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome
SDA : Sabouraud Dextrose Agar
LPCB : Lactophenol cotton blue
NaCl : Natrium klorida
m : Meter
KOH : Kalium Hidroksida
pH : Power of Hydrogen
dkk : dan kawan-kawan
OM : Onikomikosis
DAFTAR SIMBOL
˚C : Derajat Celcius
% : Persentase
× : Perkalian
-
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran Lembar Jurnal
2. Lampiran Lembar Konsultasi
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia ialah negara dengan cuaca lembab dan panas, menggambarkan
daerah ideal untuk perkembangan aneka mikroorganisme antara lain jamur.
Bermacam jamur bisa hidup di atas berbagai substrat, pada habitat yang beraneka
macam, dan penyebarannya luas lewat spora yang bebas berterbangan di udara,
dalam tanah, ataupun dipermukaan benda (Sinaga, 2019).
Kuku ialah bagian kerap terinfeksi jamur. Kuku yang terserang
peradangan jamur umumnya mengalami kelainan, semacam pergantian warna
kuku serta kerapuhan pada kuku. Kelainan ini ditemui pada petani yang tiap kali
bekerja senantiasa kontak dengan tanah liat ataupun air (Lestari, 2017).
Hal ini dapat menjadi kekhawatiran apabila kebiasaan petani yang bekerja
tidak menggunakan alas kaki dan tidak memperhatikan kebersihan kuku terutama
pada kuku kaki. Petani sering kali menganggap kuku khususnya kuku kaki tidak
begitu penting, padahal jika kuku dalam waktu yang lama tidak dibersihkan dapat
menimbulkan bau yang tidak sedap dan membusuk sehingga dapat terinfeksi oleh
jamur.
Peradangan jamur kuku ataupun Tinea ungunium ialah keadaan umum
yang diawali dengan bercak ataupun kuning di dasar ujung kuku menghitam,
menebal, serta hancur di tepi. Peradangan ini bisa pengaruhi sebagian kuku namun
tidak seluruhnya kuku itu terinfeksi. Kuku yang terinfeksi oleh jamur terkategori
ringan hingga tidak memerlukan penyembuhan. Tetapi umumnya peradangan
-
2
pada kuku bisa menimbulkan nyeri serta penebalan kuku, sehingga memerlukan
penyembuhan serta perawatan (Sinaga, 2019).
Jamur ialah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki zat hijau, untuk
hidup jamur berfungsi bagaikan parasit saprofit, sebagian besar hidup di tempat
yang lembab. Habitat jamur terletak di darat (terestrial) serta di tempat yang
lembab dengan suhu maksimal berkisar antara 22˚C hingga 35˚C, suhu
maksimumnya berkisar antara 27˚C hingga 29˚C, serta suhu minimum kurang
lebih 5˚C. Walaupun demikian banyak pula jamur yang hidup pada organisme
ataupun sisa organisme di laut ataupun di air tawar. Jamur pula bisa hidup di area
yang asam (Andriani, 2019).
Kejadian dermatitis di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia, dan
negara Industri lain mempunyai prevalensi dermatitis atopik 10-20% pada anak
dan 1-3% terjadi pada orang dewasa. Sedangkan di negara Agraris seperti Eropa
Timur, China, Asia Tengah mempunyai prevalensi dermatitis atopik lebih rendah,
berdasarkan data gambaran kasus penyakit kulit dan subkutan lainnya merupakan
peringkat ketiga dari sepuluh penyakit utama dengan 86% yaitu dermatitis
diantara 192.414 kasus penyakit kulit di beberapa Rumah Sakit Umum di
Indonesia tahun 2011 (Sumaryati, 2015).
Prevalensi kejadian dermatitis di Indonesia menampilkan hasil yang sangat
bermacam. Prevalensi dermatitis di Sulawesi Selatan lumayan besar ialah 53, 2%,
sebaliknya peristiwa dermatitis di Makassar sepanjang enam terakhir hadapi
fluktuatif serta masuk dalam 5 besar penyakit paling tinggi di Kota Makassar.
Tahun 2009 permasalahan dermatitis sebanyak 35. 853 (5, 06%) permasalahan,
-
3
tahun 2012 hadapi kenaikan hampir tiga kali lipat jadi 97. 3318 (14, 60%)
permasalahan (Gofur, 2018).
Menurut jumlah kunjungan penderita di rumah sakit seluruh Indonesia
ialah sebanyak 192. 414 kunjungan, antara lain 122. 076 ialah permasalahan baru
serta jadi peringkat 3 dari 10 besar penyakit rawat jalan pada tahun 2011 (Depkes,
2012).
Dermatofita ialah golongan jamur yang memiliki sifat bisa mencernakan
keratin misalnya stratum korneum pada kulit (epidermis), rambut, kuku serta
menimbulkan dermatofitosis. Dermatofita dibagi dalam tiga genus ialah
Trichophyton, Microsporum serta Epidermophyton sebagai pemicu utama
dermatofitosis. Sempat dilaporkan genus Microsporum bisa menginfeksi kuku.
Indikasi klinis dari jamur ini, ialah permukaan kuku tidak rata, kuku jadi rapuh
ataupun keras, serta kuku yang terserang jadi tipis. Permukaan ini dari sesuatu
penyakit akibat jamur dengan indikasi klinis lempeng kuku jadi tebal, rapuh, serta
berwarna coklat kekuningan, serta kuku akhirnya nampak semacam berpori
(Widiati dkk, 2016).
Petani bekerja di sawah/ladang maupun tempat lainnya yang bersentuhan
dengan tanah, air dan lumpur dalam waktu yang lama tanpa menggunakan alas
kaki untuk melindungi kakinya dari tanah, air dan lumpur sehingga kaki petani
lembab bahkan para petani jarang memperhatikan kebersihan kukunya sehingga
mereka sering membiarkan kuku kakinya bagian ibu jari berisi tanah berubah
warna menjadi gelap, menebal, kuku hampir tidak berbentuk seperti normal
bahkan terlihat beberapa petani kukunya mengeluarkan bau busuk. Kuku jari kaki
petani bisa terinfeksi oleh jamur. Cara untuk menghindari maupun mencegah
-
4
adanya suatu jamur pada kuku kaki, maka perlu memperhatikan kebersihan kuku
dengan cara memotong kukunya dengan teratur supaya tidak terkontaminasi oleh
jamur.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini sangat
direkomendasikan untuk mengetahui risiko infeksi jamur Dermatofita pada
petani.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat risiko infeksi jamur Dermatofita pada petani?
1.3 Tujuan
Menggambarkan risiko infeksi jamur dermatofita pada petani
-
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian kuku
Kuku merupakan lempengan keratin dengan transparan yang berasal dari
invaginasi bagian luar terakhir dari jari pada dorsum falang. Lempengan kuku
ialah hasil pembelahan sel di dalam matriks kuku yang tertanam dalam lipatan
kuku bagian dalam, namun cuma terdapat sebagian yang berupa semacam “bulan
setengah” (lanula) dengan warna pucat di bagian dasar kuku. Lempengan kuku
pula menempel erat pada dasar kuku (nail bed) di bawahnya. Kutikula merupakan
ekspansi stratum komeum pada lipatan kuku bagian dalam, buat menghindari
penetrasi benda dari luar (Burns, 2005).
2.1.1 Proses pertumbuhan kuku
Perkembangan kuku berlangsung sepanjang hidup, namun pada umur
muda kuku dapat berkembang lebih cepat dibanding pada umur tua. Kecepatan
perkembangan kuku jari tangan rerata kurang lebih 1 milimeter perminggu,
sebaliknya waktu yang diperlukan kuku jari tangan buat berkembang dari matriks
hingga pada tepi leluasa (ujung kuku) dekat 6 bulan. Kuku pada tangan yang biasa
digunakan hendak lebih cepat tumbuh dibanding dengan kuku pada tangan tidak
sering digunakan. Kecepatan perkembangan kuku jari kaki ialah sepertiga dari
kecepatan perkembangan kuku jari tangan dalam waktu dekat 18 bulan buat
berkembang dari matriks hingga ke ujung kuku (Burns, 2005).
-
6
Kuku jari kaki ataupun kuku jari tangan ini sangat rawan terserang
peradangan jamur. Ini berlangsung kala jamur berkembang sangat kecil serta
hidup di bagian keratin kuku. Gejala kuku terserang infeksi jamur meliputi:
1. Perubahan warna kuku jadi kekuningan
2. Kuku jadi rapuh, gampang mengelupas serta berbau tidak enak
3. Warna kuku jadi lebih kumal ataupun apalagi jadi kehitaman
4. Setelah itu memunculkan rasa perih, bengkak, serta bernanah pada kuku
Ada pula faktor yang menimbulkan permasalahan infeksi pada kuku jari
kaki ataupun jari tangan meliputi:
1. Selalu berenang di kolam renang umum ataupun kamar mandi umum
2. Selalu mengenakan sepatu yang sempit
3. Kuku senantiasa kotor
4. Memakai kaos kaki yang bahannya tidak bisa meresap keringat
5. Selalu berendam ditempat berlumpur, lembab, serta basah semacam sawah
(Wahyuningsih, 2015).
2.2 Pengertian Petani
Petani ialah tiap orang yang melaksanakan usaha dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam makna luas meliputi usaha tani
pertanian, perikanan, peternakan serta pemungutan hasil laut. Peranan petani
bagaikan pengelola usaha tani berperan mengambil keputusan dalam
mengorganisir aspek produksi yang diketahui (Hartati, 2017).
-
7
2.3 Jamur
2.3.1 Definisi jamur
Jamur ialah mikroorganisme bersifat eukariotik serta heterotrofik. Jamur
tersusun dari satu sel (uniseluler) serta berupa dari banyak sel (multiseluler)
hingga berfilamen (filamentous), memiliki dinding sel yang kaku serta
membentuk spora (Soedarto, 2015).
Mikologi ialah sesuatu ilmu yang menekuni tentang jamur. Sudah ditemui
dekat 80. 000 spesies jamur, namun kurang dari 400 spesies yang bermakna dalam
ilmu medis, serta kurang dari 50 spesies menimbulkan lebih dari 90% peradangan
jamur pada manusia serta hewan lain. Infeksi pada jamur disebut mikosis
(Adelberg dkk, 2017).
2.3.2 Morfologi jamur
Jamur bisa dibedakan jadi dua tipe ialah kapang serta khamir. Khamir
ialah sel berupa bulat serta lonjong, tumbuh biak membentuk tunas serta
membentuk koloni basah ataupun berlendir.
Kapang ialah mikroorganisme multiseluler memiliki miselium serta spora.
Kapang terdiri dari struktur tubulus berupa silinder bercabangdengan diameter 5-
10µm. Miselium ialah kumpulan dari sebagian filamen yang disebut hifa. Hifa
sendiri ialah berbentuk benang filamen terdiri dari sel yang mempunyai bilik,
protoplasma, inti, serta umumnya memiliki sekat. Hifa yang tidak memiliki sekat
disebut hifa senositik.
Hifa tumbuh biak bagi arah panjangnya dengan membentuk spora. Spora
ialah sesuatu perlengkapan reproduksi yang dapat dibangun dalam hifa sendiri
ataupun perlengkapan spesial dari jamur sebagai perlengkapan reproduksi.
-
8
Besarnya antara 1- 3 mikron, dengan bentuk bulat, lonjong, kerucut, ataupun segi
empat. Spora ini dalam pertumbuhannya terus menjadi lama terus menjadi besar
serta memanjang sehingga membentuk satu hifa (Irianto, 2014).
2.3.3 Sifat jamur
Jamur bersifat kemotropis, menyekresi enzim yang mendegradasi
bermacam substrat organik jadi nutrien mampu larut yang setelah itu diserap
secara pasif ataupun dibawa ke dalam sel dengan transpor aktif. Mayoritas jamur
patogen bersifat eksogeni, habitat alaminya merupakan air, tanah serta debris
organik.
Perkembangan jamur memerlukan oksigen, air, suhu, pH. Psikrofil
merupakan jamur yang bisa berkembang pada suhu 0-17˚C, Mesofil jamur
berkembang pada suhu 15- 40˚C, serta Termofil jamur berkembang pada suhu 35-
40˚C. Jamur suka pH antara 4,5- 8,0˚C dengan pH optimum 5,5- 7,5˚C (Adelberg
dkk, 2017).
2.3.4 Reproduksi jamur
Ada dua jenis reproduksi jamur, ialah secara aseksual serta secara seksual.
Reproduksi aseksual konidia tercipta dengan metode pembuatan tunas (budding)
dari hifa konidiogenus ataupun lewat diferensiasi hifa. Reproduksi seksual terjalin
lewat fusi dua inti serta setelah itu mengalami meiosis. Reproduksi seksual
meliputi plasmogamy (terjalin fusi sitoplasma dua sel), karyogamy (terjalin fusi
dua inti), rekombinasi genetik serta meioisis. Contoh spora seksual ialah
zygospore, ascospore serta basidiospore (Soedarto, 2015).
2.3.5 Klasifikasi jamur
-
9
Klasifikasi jamur paling utama didasarkan pada karakteristik spora seksual
serta tubuh buah yang terdapat sepanjang tahap seksual dalam daur hidupnya.
Jamur yang dikenal tingkatan seksualnya disebut jamur perfek/sempurna.
Walaupun demikian, banyak jamur membentuk spora seksual serta tubuh buah
cuma dalam kondisi area tertentu yang teliti kalaupun memanglah membentuknya.
Jadi, daur hidup lengkap dengan tingkatan seksual untuk banyak jamur masih
belum dikenal (Irianto, 2014).
Jamur yang belum dikenal tingkatan seksualnya dinamakan jamur
imperfek buat klasifikasinya wajib digunakan karakteristik lain diluar tingkatan
seksual. Karakteristik itu mencakup morfologi spora aseksual serta miseliumnya.
Sepanjang belum dikenal tingkatan perfeknya, jamur tertentu akan digolongkan
dalam sesuatu kelas spesial, ialah kelas Deutcromycetes ataupun jamur imperfekti,
hingga ditemui tingkatan seksualnya. Setelah itu dapat diklasifikasikan kembali
serta ditaruh di dalam salah satu kelas lain. Oleh sebab itu, bersumber pada pada
metode serta karakteristik reproduksinya ada 4 kelas jamur sejati ataupun
berfilamen didalam dunia jamur: Zygomycota, Ascomycota, Basidiomycota, serta
Deuteromycota (Irianto, 2014).
2.3.6 Cara penularan jamur
Cara penularan jamur bisa secara langsung serta tidak langsung. Penularan
langsung bisa lewat fomit, epitel, serta rambut memiliki jamur baik dari manusia,
hewan, ataupun tanah. Penularan tidak langsung bisa lewat tumbuhan, kayu yang
dihinggapi jamur, benda ataupun baju, debu ataupun air (Siregar, 2004).
2.3.7 Pertumbuhan jamur
-
10
Jamur berkembang produktif ditempat yang lembab. Seperti itu sebabnya
kenapa jamur banyak hidup di Indonesia. Jamur pada kulit umumnya melanda
tubuh, kaki, lipatan kulit pada orang gemuk (misalnya dekat leher), di dasar buah
dada, sebagian bagian badan berambut, ketiak dan selangkangan (Irianto, 2014).
2.4. Dermatomikosis
2.4.1 Definisi Dermatomikosis
Dermatomikosis (dermatofitosis) merupakan peradangan jaringan yang
memiliki zat tanduk (keratin) misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut,
serta kuku diakibatkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatomikosis
memiliki makna umum, ialah penyakit jamur yang menginfeksi kulit. Jamur
golongan dermatofitosis terdiri dari 3 genus ialah Trichophyton, Microsporum,
Epidermophython. Mikroorganisme ini hidup di susunan tanduk, kuku, dan
rambut serta mempunyai enzim yang sanggup melarutkan keratin (Rahardja,
2015).
Jamur pemicu menginfeksi jaringan keratin kulit, rambut serta kuku pada
manusia serta hewan. Sifat dermatofita merupakan keratinofilik (keratolytic
mycelium fungi), menciptakan enzim keratinase, tidak berkembang pada suhu37ºC
(Irianto, 2014).
Peradangan jamur kuku ataupun dalam bahasa kedokteran Tinea unguium
merupakan keadaan umum diawali dengan bercak ataupun kuning di bawah ujung
kuku tangan ataupun kuku jari kaki. Peradangan jamur yang parah bisa
menimbulkan kuku menghitam, menebal, serta sirna di tepi. Peradangan ini bisa
pengaruhi sebagian kuku namun umumnya tidak seluruh kuku terinfeksi. Bila
-
11
terinfeksi jamur pada kuku masih terkategori ringan hingga tidak memerlukan
penyembuhan. Tetapi terkadang peradangan jamur kuku bisa menimbulkan perih
serta penebalan kuku sehingga memerlukan perawatan dan pengobatan (Indrawati,
2012).
Tinea unguium ataupun sebutan yang lain Onychomycosis ialah
peradangan pada lempeng kuku diakibatkan oleh jamur kulit dermatofita, non-
dermatofita ataupun yeast. Sebagian riset mengatakan kalau 80-90%
permasalahan Tinea unguinum diakibatkan oleh jamur dermatofita, spesialnya
Trichophyton rubrum serta Trichophyton mentagrophytes, 5-17% yang lain
diakibatkan oleh yeast paling utama Candida Sp, serta 35% diakibatkan oleh non-
dermatofita semacam Aspergillus Sp ataupun Scopulariopsis (Candra, 2015).
Indikasi yang sering kali terlihat pada peradangan ini merupakan
kehancuran pada kuku, antara lain kuku jadi lebih tebal serta terlihat terangkat
dari dasar perlekatannya ataupun onycholysis, rusak, tidak rata serta tidak
mengkilat lagi, dan pergantian corak lempeng kuku jadi putih, kuning, coklat,
sampai gelap (Candra, 2015).
2.4.2 Epidemiologi Dermatomikosis
Dermatofita ialah jamur yang terkategori oleh jamur contagious. Berspora
serta mempunyai hifa sepanjang sel kulit serta rambut yang mati, yaitu serpihan
dari orang yang terinfeksi, membuat peradangan berulang menjadi sering.
Peradangan sub-kutaneus jarang disebabkan, jamur ini dapat terjadi pada
penderita AIDS.
Dermatofita yang bisa menginfeksi manusia diklasifikasikan bersumber
pada habitatnya antara lain sebagai berikut:
-
12
a. Antrophophilic dermatophyta, selalu berhubungan dengan manusia serta
ditransmisikan baik lewat kontak langsung ataupun lewat muntahan yang
terkontaminasi.
b. Zoophilic dermatophyta, selalu berhubungan dengan hewan serta jamur ini
ditransmisikan kepada manusia baik lewat kontak langsung dengan hewan
misalnya hewan peliharaan serta lewat penciptaan hewan tersebut semacam
wool.
c. Geophilic dermatophyta, ialah jamur tanah yang ditransmisikan kepada
manusia lewat paparan langsung ke tanah ataupun ke hewan yang berdebu.
(Sevaroka, 2018).
2.4.3 Etiologi Dermatomikosis
Dermatomikosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang terdiri
dari 3 genus, ialah genus Trichophyton, Microsporum, serta Epidermophyton.
Dari 41 spesies dermatofita yang telah diketahui cuma 23 spesies yang bisa
menimbulkan penyakit pada manusia serta hewan, yang terdiri dari 15 spesies
Trichophyton, 7 spesies Microsporum, serta 1 spesies Epidermophyton. Tidak
hanya sifat keratinofilik, tiap spesies dermatofita memiliki afinitas terhadap
hospes tertentu. Dermatofita zoofilik paling utama melanda hewan, kadangkala
bisa pula melanda manusia, misalnya Microsporum canis serta Trichophyton
verrucosum. Dermatofita geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah serta bisa
memunculkan radang moderat pada manusia, misalnya Microsporum gypseum
(Hartati, 2017).
Biasanya indikasi klinik yang ditimbulkan oleh golongan zoofilik serta
golongan geofilik pada manusia bersifat kronis serta lagi dan lebih gampang
-
13
sembuh. Dermatofita yang antropofilik paling utama melanda manusia sebab
memilah manusia sebagai hospes tetapnya. Golongan jamur ini bisa menimbulkan
perjalanan penyakit jadi menahun serta residif sebab respon penolakan badan
yang sangat ringan. Contoh jamur antropofilik yakni jamur Microsporum
audouinii serta Trichophyton rubrum (Siregar, 2004).
2.4.4 Faktor dermatomikosis
Faktor yang mempengaruhi Dermatomikosis antara lain sebagai berikut :
a. Udara yang lembab
b. Lingkungan yang padat
c. Sosial ekonomi yang rendah
d. Adanya sumber penularan disekitarnya
e. Obesitas
f. Penyakit sistemik
g. Penggunaan obat antibiotik
h. Steroid
i. Sitostatika yang tidak terkendali
2.4.5 Morfologi dan identifikasi dermatofita
Identifikasi dermatofita bersumber pada perkembangan koloni pada
sabouraud dextrose suhu 25ºC sepanjang 2 minggu (Irianto, 2014).
A. Trichophyton
Menginfeksi rambut, kulit, serta kuku, membentuk makrokonidia silindris
dengan dinding tipis, halus, club-shaped dengan 8-10 septum dengan dimensi 4x8
10–8x 15m serta mitokonidia yang khas berupa bulat, piriform (semacam buah
-
14
pir/teardrop shaped), ataupun clavate (membengkak diujung/club shaped) dengan
dimensi 2-4m (Irianto, 2014).
a. Trichophyton rubrum
Gambar 2.1. Trichophyton rubrum
(https://images.app.goo.gl/ncS4x7JXiFJ7HnR2A)
Penyebab: Tinea (capitis, corporis, cruris, pedis, manuum, unguium)
Sifat: Dermatofita antropofilik, peradangan rambut, kulit serta kuku, ectothrix, uji
urease negatif, uji perforasi rambut negatif.
Makroskopis: Perkembangan koloni lambat, koloni berupa kapas, warna depan
putih hingga merah muda serta dasar koloni warna merah.
Mikroskopis: Mikrokonidia banyak, berkelompok ataupun salah satunya sejauh
hifa.
b. Trichophyton mentagrophytes
Gambar2.2. Trichophytonmentagrophytes
(https://images.app.goo.gl/EHc8eaTcoX9viuREA)
Penyebab: Tinea (capitis, corporis, cruris, pedis, manuum, unguium)
https://images.app.goo.gl/ncS4x7JXiFJ7HnR2Ahttps://images.app.goo.gl/EHc8eaTcoX9viuREA
-
15
Sifat: Dermatofita antropofilik, ectothrix.
Makroskopis: Koloni berkembang dalam media sehabis 8-10 hari, permukaan
koloni tergantung spesies: woolly, fluffy, cottony granuler, powdery, velvety. Sisi
kebalikannya media berwarna merah anggur.
Mikroskopis: Hifa semacam spiral, conidiophore pendek, makrokonidia tidak
sering nampak, bentuk semacam cerutu, dinding tipis, terdiri dari 3-5 sel, serta
mikrokonidia hampir seluruh bentuk bulat, bergerombol semacam buah anggur.
c. Trichophyton tonsuran
Gambar 2.3.Trichophyton tonsuran pada media SDA
(https://images.app.goo.gl/ieKuy5cWLHXYMf4FA)
Gambar 2.4.Trichophyton tonsuran
https://images.app.goo.gl/SZoBshWhWd3EWzCv9
Penyebab: Tinea capitis, Dermatofita antropofilik, endothrix (batang rambut terisi
arthroconidia), fluoresensi rambut dengan wood’ s light negatif.
https://images.app.goo.gl/ieKuy5cWLHXYMf4FAhttps://images.app.goo.gl/SZoBshWhWd3EWzCv9
-
16
Makroskopis: Perkembangan koloni lambat, permukaan datar/berbenjol bentuk
bubuk hingga beludru, warna cream, abu, kuning, serta merah coklat dengan dasar
kuning hingga merah.
Mikroskopis: Mikrokonidia banyak sejauh sisi hifa serta makrokonidia tidak
sering.
d. Trichophyton verrucosum
Gambar 2.5.Trichophyton verrucosum
(https://images.app.goo.gl/9FU6F4rdqsigyQBy7)
Penyebab: Tinea Sp. Dermatofita zoofilik, peradangan pada rambut ectothrix.
Makroskopis: Perkembangan sangat lambat, bentuk verrucous warna abu.
Mikroskopis: Makrokonidia serta mikrokonidia jarang.
e. Trichophyton violaceum
https://images.app.goo.gl/9FU6F4rdqsigyQBy7
-
17
Gambar 2.6.Trichophyton violaceum
(https://images.app.goo.gl/wGr3CeHXfaEZCBXG8)
Penyebab: Tinea Sp. Infeksi pada rambut endothrix, fluoresensi rambut dengan
wood’s light negatif
Makroskopis: Pertumbuhan koloni lambat, permukaan menonjol dan verrukosa
warna violet.
Mikroskopis: Makrokonidia dan mikrokonidia jarang, terlihat hifa irreguler dan
klamidospora.
f. Trichophyton schoenleinii
Gambar 2.7.Trichophyton schoenleinii
(https://images.app.goo.gl/9nXoy9bouy1HczjA9)
Penyebab: Tinea favosa, dengan gambaran klinik favus terdiri dari skutula serta
uji wood’ s light positif.
Sifat: Dermatofita antropofilik, Peradangan pada rambut endothrix (rambut cuma
terisi gelembung udara).
Makroskopis: Pertumbuhan koloni lambat, bagian tengah berlipat serta lebih besar
dari pinggir.
Mikroskopis: Makrokonidia serta mikrokonidia tidak terdapat, banyak ditemui
hifa Favchandeliers.
https://images.app.goo.gl/wGr3CeHXfaEZCBXG8https://images.app.goo.gl/9nXoy9bouy1HczjA9
-
18
g. Trichophyton concentricum
Gambar 2.8.Trichophyton concentricum
(https://images.app.goo.gl/Y9DTsFo7YiXyR9AX7)
Jamur antropofilik, pemicu penyakit Tinea imbricate (Tokelau ringworm).
Makroskopis: Perkembangan koloni lambat, permukaan licin serta berlipat, warna
ditengah coklat serta pinggir coklat muda.
Mikroskopis: Makrokonidia serta mikrokonidia tidak terdapat, ditemui branching
hifa.
B. Microsporum Sp.
Infeksi jamur hanya pada rambut dan kulit, menghasilkan makrokonidia
multiseluler.
a. Microsporum canis
https://images.app.goo.gl/Y9DTsFo7YiXyR9AX7
-
19
Gambar 2.9.Microsporum canis
(https://images.app.goo.gl/uVWScvqPbaprfsgt7)
Jamur zoofilik, pemicu Tinea (capitis, corporis). Peradangan pada rambut
ectothrix, wood’ s light positif.
Makroskopis: Perkembangan koloni cepat, permukaan halus hingga bergranuler,
warna depan coklat muda, sebaliknya dasar koloni merah coklat.
Mikroskopis: Makrokonidia banyak ditemukan. Ukurannya besar, ujung runcing,
dinding tebal dan kasar serta terdapat tonjolan kecil. Ciri ditemukan terdapatnya
klamidospora, dapat pula ditemukan racquet hifa, pectine bodiesdannodular
bodies.
b. Microsporum gypseum
Gambar 2.10. Microsporum gypseum
(https://images.app.goo.gl/TfvXTPAj2Cqs4Npw9)
Hidup leluasa dalam alam (geofilik). Peradangan ke rambut, ectothrix, rambut
ditutupi artroconic berkelompok.
Makroskopis: Perkembangan cepat, warna kuning hingga coklat terdapat jalur
radier.
https://images.app.goo.gl/uVWScvqPbaprfsgt7https://images.app.goo.gl/TfvXTPAj2Cqs4Npw9
-
20
Mikroskopis: Makrokonidia besar, bentuk bujur telur, dinding tipis serta bergerigi
kecil.
c. Microsporum audouinii
Gambar 2.11. Microsporum audouinii
(https://images.app.goo.gl/RmMAMSANomD5Cd6A8)
Jamur antropofilik dari genus Microsporum. Jamur ini tipe dermatofit yang
menjajah jaringan keratin (paling utama rambut) yang menimbulkan peradangan.
Jamur ini ditandai oleh makrokonidia berupa spindel (7-30 x 35-160um),
mikrokonidia clavat (2,5-3,5 x 4-7um) dan dinding luarnya yang berlubang
ataupun berduri.
Makroskopis: Perkembangan lambat, permukaan datar, warna koloni abu kuning
hingga coklat keputihan, serta dasar koloni merah coklat.
Mikroskopis: Makrokonidia tidak sering serta bentuk tidak teratur. Sebaliknya
mikrokonidia sangat tidak sering serta ditemui terdapatnya racquet hifa.
C. Epidermophyton sp
Epidermophyton adalah genus jamur yang menyebabkan mikosis superfisial dan
kutaneus, termasuk Epidermophyton floccosum.
https://images.app.goo.gl/RmMAMSANomD5Cd6A8
-
21
a. Epidermophyton floccosum
Gambar 2.12. Epidermophyton floccosum
(https://images.app.goo.gl/GbyH89Up7wJLfvrb7)
Peradangan kulit serta kuku, tidak bisa penetrasi ke rambut.
Penyebab: Tinea (corporis, cruris, manuum, unguinum).
Makroskopis: Perkembangan koloni lambat, bergranuler warna putih serta berjalur
sentral warna kuning kehijauan.
Mikroskopis: Makrokonidia lebar semacam gada ataupun berupa bunga, ujung
bulat, dinding halus serta tipis. Mikrokonidia tidak terdapat (Siregar, 2004).
2.5 Tanda dan Gejala
Indikasi yang kerapkali terlihat pada peradangan ini merupakan
kehancuran pada kuku, antara lain kuku jadi lebih tebal serta terlihat dari dasar
perlekatannya ataupun onycholysis, rusak, tidak rata serta tidak mengkilat lagi,
dan pergantian corak lempeng kuku jadi putih, kuning, coklat, sampai gelap
(Candra, 2015).
https://images.app.goo.gl/GbyH89Up7wJLfvrb7
-
22
2.6 Pemeriksaan Laboratorium Kuku
Untuk menegakkan penaksiran onikomikosis, dibutuhkan pemeriksaan
penunjang ialah mikroskopis langsung dan kultur jamur. Diagnosis laboratorium
yang baik ditentukan oleh metode pengambilan bahan pemeriksaan. Saat sebelum
bahan diambil kuku terlebih dulu dibersihkan dengan alkohol untuk membunuh
kuman. Berikutnya bahan dipotong jadi fragmen kecil serta dipecah untuk
pemeriksaan mikroskopis langsung serta kultur.
1) Mikroskopis langsung
Untuk melihat apakah terdapat peradangan jamur perlu dibuat preparat
langsung dari kerokan kuku. Sediaan dituangi larutan KOH 20-40% dengan
maksud melarutkan keratin kuku sehingga akan tinggal kelompok hifa. Dipanasi
di atas api kecil, jangan hingga menguap, amati di bawah mikroskop diawali
dengan pembesaran 10x serta 40x (Siregar, 2004).
2) Kultur
Pemeriksaan dengan pembiakan dibutuhkan untuk menyokong lagi
pemeriksaan mikroskopik langsung untuk mengenali spesies jamur. Pemeriksaan
ini dicoba dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Spesimen yang
dikumpulkan di cawan petri diambil dengan sengkelit yang sudah disterilkan di
atas api bunsen. Setelah itu bahan kuku ditanam pada media SDA. Inkubasi pada
suhu kamar (25-30ºC), setelah itu dalam 1 minggu amati serta nilai apakah
terdapat pergantian ataupun perkembangan jamur (Siregar, 2004).
-
23
2.7. Pengobatan
Apabila peradangan kuku terletak di permukaan, hingga nanah bisa
dikeluarkan setelah dicoba pengirisan kecil pada wilayah yang bengkak.
Kemudian dilanjutkan dengan pemberian antibiotik lokal. Bila peradangan telah
menyebar ke bagian yang lebih dalam dianjurkan mengangkat sepertiga bagian
kuku buat mempermudah nanah keluar dan memesatkan pengobatan. Pada
permasalahan ini diberikan pula antibiotik untuk diminum dan anti jamur lokal
(Indrawati, 2012).
-
24
BAB III
METODE
3.1 Strategi Pencarian Literatur
3.1.1 Framework yang digunakan
Strategi yang digunakan untuk mencari artikel atau jurnal penelitian
menggunakan PICOS framework.
1) Population/problem, populasi atau masalah yang akan di analisis
2) Intervention, suatu tindakan penatalaksanaan terhadap kasus perorangan
atau masyarakat serta pemaparan tentang penatalaksanaan
3) Comparation, penatalaksanaan lain yang digunakan sebagai pembanding
4) Outcome, hasil atau luaran yang diperoleh pada penelitian
5) Study design, desain penelitian yang digunakan oleh jurnal yang akan di
review
3.1.2 Kata kunci
Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan boolean operator
(AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan untuk memperluas atau
memspesifikasikan pencarian, sehingga mempermudah dalam penentuan artikel
atau jurnal yang digunakan. Kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini yaitu,
“farmer’s nail fungus” AND “dermatophyte fungi” AND “farmer’s nails”.
3.1.3 Database atau search engine
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
didapat bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi diperoleh dari hasil
penelitian yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu. Sumber data sekunder
-
25
yang didapat berupa artikel atau jurnal yang relevan dengan topik, didapatkan
dengan menggunakan database melalui Journal International, Google scholar,
Research gate dan Sciencedirect.
3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Tabel 3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi Eksklusi
Population/problem Jurnal nasional dan
internasional terkait
prevalensi dan pola
infeksi jamur dermatofita
pada petani
Jurnal yang direview
terindeks rendah semua,
contoh: google scholar
dan jurnal duplikasi
Intervention Faktor lingkungan kerja
dan perilaku pekerja
Selain faktor lingkungan
kerja dan perilaku pekerja
Comparation Tidak ada faktor
pembanding
Tidak ada faktor
pembanding
Outcome Adanya hubungan faktor
lingkungan dan perilaku
pekerja terhadap
prevalensi dan pola
infeksi jamur dermatofita
pada petani
Tidak ada hubungan
faktor lingkungan dan
perilaku pekerja terhadap
prevalensi dan pola
infeksi jamur dermatofita
pada petani
Study design Deskriptif Non deskriptif
Tahun terbit Artikel atau jurnal yang
terbit setelah tahun 2015
Artikel atau jurnal yang
terbit sebelum tahun 2015
Bahasa Bahasa inggris dan
bahasa Indonesia
Selain bahasa inggris dan
bahasa Indonesia
3.3 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas
3.3.1 Hasil pencarian dan seleksi studi
Berdasarkan hasil pencarian literature melalui Google scholar, Research
gate dan Science direct menggunakan kata kunci “farmer’s nail fungus” AND
“dermatophyte fungi” AND “farmer’s nails”, peneliti menemukan 403 jurnal
yang sesuai dengan keyword tersebut. Jurnal penelitian tersebut kemudian
-
26
diskrining, sebanyak 290 jurnal dieksklusi karena jurnal terbit sebelum tahun
2015, berdasarkan seleksi judul 93 jurnal dieksklusi, 10 jurnal juga dieksklusi
berdasarkan identifikasi abstrak, dan 5 jurnal dieksklusi karena tidak sesuai
dengan rumusan masalah dan tujuan sehingga didapatkan 5 jurnal yang akan
ditelaah.
Gambar 3.1 Diagram alur review jurnal
3.3.2 Daftar artikel hasil pencarian
Literature review ini disintesis menggunakan metode naratif dengan
mengelompokkan data yang sejenis yang sesuai dengan hasil yang diukur untuk
menjawab tujuan. Jurnal penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi kemudian
dikumpulkan dan dibuat ringkasan jurnal meliputi nama peneliti, tahun terbit,
volume dan angka, judul, metode dan hasil penelitian serta database.
Seleksi jurnal 5 tahun terakhir dan
menggunakan bahasa Inggris dan bahasa
Indonesia
N = 113
Jurnal akhir yang dapat ditelaah sesuai
rumusan masalah dan tujuan
N = 5
Identifikasi abstrak
N = 10
Seleksi judul
N = 20
Kriteria eksklusi yang
tidak sesuai dengan
abstrak yakni
pemeriksaan jamur
dermatofita selain pada
kuku petani
Pencarian jurnal menggunakan keyword
melalui database Google scholar,
Research gate, dan Science diret
N = 403
-
27
Tabel 3.2 Daftar artikel hasil pencarianliteratur review prevalensi dan pola infeksi jamur
dermatofita pada petani
NO Author Tahun Volume,
Angka
Judul Metode
(Desain,
Sampel,
Variabel, dan
Instrumen
Analisis)
Hasil
Penelitian
Database
1. Pravesh
Yadav,
Archana
Singal,
Deepika
Pandhi,
Sukla Das
2015 Vol 60,
No. 2 :
hal 153-
158
Clinico-
Myycologic
al Study of
Dermatoph
yte Toenail
Onychomyc
osis in New
Delhi,
India
1.Desain :
Survei dan
Deskriptif
analisis
2.Sampel :
purposive
sampling
3.Variabel :
pasien OM
dermatofit
kuku kaki
4.Instrumen :
media SDA
dan larutan
KOH dan
larutan LPCB
Penyebab
jamur kuku
pada
penelitian ini:
paling sering
Trichophyton
interdigitale(
61%), diikuti
oleh Trichop
hyton
rubrum (34
%)
dan Trichoph
yton
verrucosum(5
%)
Journal
of
Internatio
nal
2. Atun
Farihatun,
Ary
Nurmalas
ari, Ela
Hayati,
Minceu
Sumirah,
Doni
Setiawan,
Panji
Wahlanto
2017 Vol 6,
No. 1 :
hal 56-60
Identifikasi
jamur
penyebab
Tinea pedis
pada kaki
penyadap
karet di
PTPN VIII
Cikupa
desa
Cikupa
kecamatan
Banjarsari
kabupaten
Ciamis
tahun 2017
1.Desain :
Deskriptif
2.Sampel :
incedental
sampling
dengan kriteria
inklusi dan
eksklusi
3.Variabel :
Tinea pedis
dan kaki
penyadap karet
4.Instrumen :
media SDA
dan larutan
KOH
Hasil
pemeriksaan
Mikroskopis
Jamur
Penyebab
Tinea pedis:
Trichophyton
rubrum: 10
(14.3%) dan
Trychophyton
mentagrophyt
es: 2 (2,9%)
Google
Scholar
3. Khusnul,
Indri
Kurniawa
ti,Rudy
Hidana
2018 Vol 18,
No. 1
Isolasi dan
identifikasi
jamur
dermatofita
pada sela-
sela jari
kaki
petugas
kebersihan
di
Tasikmalay
a
1. Desain :
Deskriptif
2. Sampel :
purposive
sampling
3.Variabel :
jamur
dermatofita dan
sela-sela jari
kaki petugas
kebersihan
4.Instrumen :
media SDA
dan larutan
LPCB
Hasil
penelitian
didapatkan
Tinea
pedis(+): 8
orang (40%)
terkena
infeksi jamur
Dermatophyt
a terdiri dari
jamur
Trichophyton
rubrum:3
(15%),
Trichophyton
mentagrophyt
es: 3 (15%),
Research
Gate
-
28
Microsporum
gypseum: 1
(5%), dan
Epidermophy
ton
floccosum: 1
(5%)
4. Isampreet
Kaur,
Anuradha
Chaudhar
y,
Harshvard
han Singh
2019 Vol 5,
No. 1: hal
144-149
Clinico-
microbiolo
gical
aspects of
tinea
corporis in
North
India:
emergency
of
Trichophyt
on
tonsurans
1.Desain :
Deskriptif dan
konvensional
2.Sampel :
purposive
sampling
3.Variabel :
Tinea corporis
penyebab
jamur
dermatofita dan
Trichophyton
tonsuran
4.Instrumen :
media SDA
dan larutan
KOH
Dermatofita
(62,9%)
mendominasi
, non-
dermatofita
(37,1%)
dengan
Trichophyton
tonsurans
diisolasi
sebagai agen
jamur
penyebab
tersering
Journal
of
Internatio
nal
5. Shumaila
Shakir,
Sidrah
Saleem,
Wajhiah
Rizvi,
Abdul
Waheed,
Javid
Iqbal
2019 Vol 29,
No 5
Isolation,
Identificati
on and
Antifungal
Susceptibili
ty of
Dermatoph
ytes
Isolated
from
Clinically
Suspected
Caes of
Tinea
Infections
in Pakistan
1.Desain :
Deskriptif
2.Sampel :
purposive
sampling
3.Variabel :
infeksi Tinea
penyebab
jamur
dermatofita
4.Instrumen :
media SDA
dan larutan
KOH dan
larutan LPCB
Tinea
corporis
merupakan
tipe klinis
yang paling
banyak
ditemukan
(27,69%)
diikuti oleh
Tinea capitis
(21,53%) dan
Tinea cruris
(12,30%).Tri
chophyton
mentagrophyt
es adalah
spesies yang
paling
banyak
diisolasi
(32%) diikuti
oleh
Trichophyton
violaceum
(28%) dan
Trichophyton
rubrum
(12%).
Science
direct
-
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil dari pencarian literature review di dapatkan 5 jurnal
yang terkait dalam tahun 2015-2020. Prevalensi dan pola infeksi jamur
dermatofita dinyatakan positif pada petani. Berikut ini karateristik penelitian yang
digunakan pada Literature review ini :
Tabel 4.1 Karateristik penelitian Literature review
No Kategori N %
A. Tahun publikasi
1. 2015 1 20
2. 2017 1 20
3. 2018 1 20
4. 2019 1 20
5. 2019 1 20
Total 5 100
B. Bahasa
1. Indonesia 2 40
2. Inggris 3 60
Total 5 100
C. Database
1. Google scholar 1 20
2. Research gate 1 20
3. Journal of International 2 40
4. Science direct 1 20
Total 5 100
Sumber : Data dari jurnal yang di review
-
30
Tabel 4.2 Identifikasi hasil pemeriksaan
Peneliti Hasil Pravesh Yadav, Archana Singal, Deepika
Pandhi, Sukla Das(2015)
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa
penyebab jamur kuku yang paling sering yaitu:
Trichophyton interdigitale (61%), diikuti
oleh Trichophyton rubrum (34%)
Trichophyton interdigitale menjadi spesies
paling sering ditemukan dalam penelitian ini,
dimana sebelumnya Trichophyton
rubrum menjadi jamur penyebab paling umum
untuk Onikomikosis (infeksi kuku akibat
jamur). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
perubahan terus menerus pada karakteristik
epidemiologi dan mikologi Onikomikosis pada
populasi serta wilayah geografis yang
sama. Oleh karena itu, sangat penting untuk
mewaspadai perubahan pola jamur penyebab
Onikomikosis untuk membuat strategi yang
memadai untuk pencegahan dan pengobatan
infeksi ini.
Atun Farihatun, Ary Nurmalasari, Ela Hayati,
Minceu Sumirah, Doni Setiawan, Panji
Wahlanto (2017)
Hasil pemeriksaan Mikroskopis Jamur
Penyebab Tinea pedis:Trichophyton rubrum:
10 (14.3%) dan Trychophyton mentagrophytes:
2 (2,9%). Faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya Tinea pedis (sela jari dan telapak
kaki) di antaranya adalah kurang
memperhatikan kebersihan pribadinya
terutama pada sela jari kaki yang selalu basah
baik oleh air maupun keringat merupakan
suatu keadaan yang sangat mudah untuk
pertumbuhan jamur. Jamur tersebut akan
tumbuh subur pada keadaan lembab dan berair
Khusnul, Indri Kurniawati,Rudy Hidana (2018) Hasil penelitian didapatkan Tinea pedis(+): 8
orang (40%) terkena infeksi jamur
Dermatophyta terdiri dari jamur Trichophyton
rubrum:3 (15%), Trichophyton
mentagrophytes: 3 (15%). Faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya Tinea pedis kaki
yang selalu basah, baik oleh air, maupun oleh
keringat (sepatu tertutup dan memakai kaos
kaki), pecahnya kulit karena mekanis, tingkat
kebersihan perorangan)
Isampreet Kaur, Anuradha Chaudhary,
Harshvardhan Singh (2019)
Pada penelitian ini didapatkan hasil yaitu
dermatofita (62,9%) mendominasi, non-
dermatofita (37,1%). Pada penelitian ini
Trichophyton tonsurans adalah jamur patogen
paling umum terisolasi, belum pernah
dilaporkan sebelumnya dan hanya sedikit
laporan dari belahan dunia lain. Munculnya
organisme ini membutuhkan pandangan baru
tentang pola kerentanan antijamur untuk
memerangi infeksi jamur superfisial yang
umum ini secara efisien di masa akan dating
Shumaila Shakir, Sidrah Saleem, Wajhiah Rizvi,
Abdul Waheed, Javid Iqbal (2019)
Pada penelitian ini didapatkan hasil yaitu Tinea
corporis merupakan tipe klinis yang paling
banyak ditemukan (27,69%) diikuti oleh Tinea
capitis (21,53%) dan Tinea cruris
-
31
(12,30%).Trichophyton mentagrophytes adalah
spesies yang paling banyak diisolasi (32%)
Pada penelitian ini, berbagai dermatofita
diisolasi, dan Trichophyton mentagrophytes
paling umum menyebabkan infeksi. Untuk
memberantas dermatofita patogen, uji
kerentanan antijamur in vitro perlu dilakukan
dan perlunya ada metode pasti/ tes sederhana
untuk skrining aktivitas antijamur dermatofita
Sumber : Data primer dari jurnal
4.2 Pembahasan
Jamur sangat erat kaitannya dengan manusia. Jamur dapat hidup serta
tumbuh dimana saja, baik diudara, tanah, air, dan pakaian apalagi ditubuh manusia
itu sendiri. Indonesia sebagai negara tropis tanahnya produktif sehingga
berkembang jamur antara lain ialah jamur dermatofita. Dermatofita ialah
golongan jamur yang menimbulkan dermatofitosis. Golongan jamur ini memiliki
sifat mengganggu susunan stratum korneum kulit, rambut, kuku. Dermatofita
dibagi dalam tiga genus ialah Trichophyton, Microsporum, serta Epidermophyton.
Karakteristik dan prevalensi infeksi jamur superfisial bervariasi dengan
kondisi iklim, gaya hidup dan pola migrasi penduduk. Penelitian Kaur et al.,
(2019) penyebab tinea corporis paling umum adalah dermatofita dengan rasio
pria lebih tinggi, usia produktif (21-30 tahun) ini dapat dikaitkan dengan sifat
aktif mereka yang lebih banyak kegiatan di luar ruangan. Hal ini memungkinkan
terjadi peningkatan keringat sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk perkembangbiakan jamur. Selain itu, mempunyai hewan peliharaan dan
tinggal di pedesaan bisa jadi karena mereka lebih banyak keterlibatan dalam
kegiatan pertanian, kebersihan kurang terjaga dan kesadaran dan perlakuan awal
terjadinya infeksi tidak tepat. Pada penelitian didapatkan hasil kultur sebagian
besar adalah dermatofita spesies Trichophyton tonsurans (Tabel 1), hal ini serupa
dengan penelitian di Kashmir oleh Bharadwaj et al., di Iran oleh Bassiri-Jahromi
-
32
et al. Meskipun, di seluruh dunia dan penelitian di India Trichophyton rubrum
telah dilaporkan sebagai penyebab dermatofita yang paling umum tinea corporis,
dari penelitian ini Trichophyton tonsurans adalah patogen paling umum terisolasi
yang belum pernah dilaporkan sebelumnya dan hanya sedikit laporan dari belahan
dunia lain. Munculnya organisme ini membutuhkan pandangan baru tentang pola
kerentanan antijamur untuk memerangi infeksi jamur superfisial yang umum ini
secara efisien di masa akan datang.
Peningkatan prevalensi infeksi jamur di seluruh dunia disebabkan oleh
penyalahgunaan antibiotik, perawatan imunosupresif dan berbagai kondisi medis.
Infeksi dermatofita atau Tinea merupakan salah satu penyakit menular yang
paling umum dan merajalela di seluruh dunia. Penelitian Shakir et.al., (2019)
penyebab tinea capitis paling umum adalah dermatofita dengan rasio perempuan
lebih tinggi, usia produktif (1-10 tahun) dan (21-30 tahun) ini dapat dikaitkan
dengan fakta bahwa perempuan lebih terlibat dalam pekerjaan rumah dan
kebanyakan cenderung mengabaikan kebersihan lingkungan. Hal ini
memungkinkan terjadinya infeksi tinea. Demikian pada anak dan orang dewasa
risiko lebih besar tertular infeksi tinea di Pakistan ini, seperti peningkatan
transmisi, peningkatan kontak langsung pada anak saat di sekolah, dan kurangnya
akan kesadaran serta banyaknya hewan peliharaan disekitar lingkungan. Tinea
corporis dan Tinea capitis merupakan tipe klinis umum yang paling banyak
ditemukan. Terutama untuk pria resiko lebih tinggi yaitu penyebab infeksi Tinea
corporis, sedangkan untuk perempuan yaitu penyebab infeksi Tinea capitis (Tabel
2). Hal ini disebabkan beberapa oleh faktor risiko seperti aktivitas fisik di luar
lebih berat, iklim yang hangat, kondisi sosial ekonomi yang buruk, kontak
-
33
olahraga seperti gulat, dan gaya hidup yang tidak higienis. Dalam penelitian ini
didapatkan hasil kultur sebagian besar adalah dermatofita spesies Trichophyton
mentagrophyte diikuti oleh Trichophyton violaceum dan Trichophyton rubrum.
Untuk kemampuan memberantas patogen dermatofita, kerentanan antijamur in
vintro perlu ditentukan. Mengenai datanya, hal itu terungkap bahwa terbinafine
dan clotrimazole lebih efektif sebagai obat anti jamur sedangkan flukonazol
memiliki aktivitas obat yang buruk. Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi
perkembangan yang menakjubkan distandarisasi kerentanan antijamur di seluruh
dunia. Di Pakistan untuk bidang mikologi didapatkan kekurangan laboratorium
mikologi referensi, tenaga terampil, sumber daya minimum. Munculnya
permasalahan ini perlu diperhatikan pentingnya pemeriksaan mikologi dalam
diagnosis berbagai infeksi tinea yang efektif dan dasar genetik dari resistensi
antijamur dapat dieksplorasi di masa akan datang untuk membuat diagnosis yang
akurat dan cepat, sehingga dapat mengobati infeksi tersebut.
Prevalensi Onikomikosis (OM) diketahui meningkat seiring bertambahnya
usia. Penelitian Yadav et.al., (2015) usia populasi dalam penelitian ini berkisar
antara (21-75 tahun) dimana pria dengan rasio tertinggi. Hal ini dapat dikaitkan
dengan paparan yang lebih tinggi seperti trauma terkait pekerjaan, olahraga dan
penggunaan alas kaki oklusif. Dominasi pria yang luar biasa pada OM kuku jari
kaki sebelumnya telah dilaporkan oleh Vijaya et al., dan telah dikaitkan dengan
aktivitas luar ruangan yang lebih jelas pada pria yang mengakibatkan insiden
trauma yang lebih tinggi dan penggunaan alas kaki oklusif. Pada penelitian
didapatkan hasil kultur sebagian besar penyebab jamur kuku adalah dermatofita
spesies Trichophyton interdigitale diikuti oleh Trichophyton rubrum
-
34
dan Trichophyton verrucosum. Hal ini berbeda dengan prevalensi jamur
dermatofita yang sering dilaporkan pada OM dalam berbagai penelitian di India
(Tabel 3) dan di seluruh dunia (Tabel 4). Hal ini belum dipelajari pada penelitian
sebelumnya. Ini lebih sering terjadi pada pasien yang memiliki penyakit yang luas
dan berlangsung lama. Satu pasien dengan tinea corporis ekstensif memiliki
diabetes yang tidak terkontrol dengan baik. Pada kebanyakan pasien, infeksi kuku
kaki terjadi sebelum tinea pedis. Penelitian sebelumnya dari Delhi telah
melaporkan Trichophyton rubrum menjadi jamur penyebab paling umum untuk
OM. Namun, dalam penelitian ini ditemukan bahwa Trichophyton interdigitale
menjadi spesies yang paling sering diisolasi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
perubahan terus menerus pada karakteristik epidemiologi dan mikologi OM pada
populasi yang sama serta wilayah geografis. Oleh karena itu, sangat penting untuk
mewaspadai perubahan pola dan jamur penyebab ini untuk membuat strategi yang
memadai untuk pencegahan dan pengobatan infeksi ini.
Tinea pedis merupakan penyakit akibat infeksi jamur dermatofita yang
mengenai kulit pada jari kaki maupun telapak kaki. Pada penelitian Farihatun dkk/
Farihatun et.al., (2017) bahwa pekerjaan penyadap karet merupakan faktor risiko
terinfeksi oleh jamur dermatofita paling banyak yaitu spesies Trichophyton
rubrum dan diikuti oleh jamur Trichophyton mentagrophytes. Penelitian ini juga
serupa dengan Khusnul et.al., (2018) dimana pada pekerja petugas kebersihan
jamur dermatofita yang banyak yaitu ditemukan Trichophyton rubrum dan diikuti
oleh jamur Trichophyton mentagrophytes, Microsporum gypseum dan
Epidermophyton floccosum. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi tinggi
dijumpai pada orang yang selalu memakai sepatu tertutup dalam jangka waktu
-
35
yang lama, kaos kaki dan bertambahnya tingkat kelembapan karena keringat serta
paparan terhadap jamur merupakan faktor risiko penyebab terjadinya tinea pedis.
Dengan demikian perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan kaki maupun
sepatu setelah melakukan pekerjaan sehingga tidak akan terinfeksi oleh jamur ini.
-
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dermatofita paling umum menyebabkan infeksi kuku dan kulit sela jari
kaki adalah Trichophyton interdigitale, Trichophyton mentagrophytes,
Trichophyton rubrum, ditemukan dermatofita jenis Trichophyton tonsurans yang
memerlukan penelitian lebih lanjut dan faktor risiko terjadinya infeksi adalah
komunitas, kebersihan pribadi yang buruk, kelembaban, kontak dengan hewan,
pekerjaan. Petani adalah salah satu pekerjaan yang berisiko terjadinya infeksi
dermatofita.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi masyarakat
Bagi masyarakat terutama seseorang yang bekerja sebagai petani
diharapkan agar dapat menjaga kebersihan kaki maupun tangan setelah melakukan
pekerjaannya dan rajin memotong kuku sehingga kuku tidak mudah terinfeksi
oleh jamur dermatofita.
5.2.2 Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat mengembangkan kembali
hasil review penelitian ini supaya tidak hanya pada jamur yang terdapat pada sela
jari kaki dan kuku petani saja melainkan pada pekerja lainnya yang mudah
ditumbuhi oleh jamur dermatofita.
.
-
37
DAFTAR PUSTAKA
Adelberg, E.A., E. Jawetz., J.L. Melnick. 2017. “Mikrobiologi Kedokteran” .
Jakarta: EGC. http://repo.stikesicme-
jbg.ac.id/305/1/Rizky%20Firman%20Hartati%20.pdf. Diakses 24 Maret
2020.
Andriani, Devi. 2019. “Identifikasi Jamur Aspergillus sp Pada Kacang
Hijau”.Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Diploma III Analis Kesehatan
Insan Cendekia Medika Jombang.
Burns, Tony. 2005. “Lecture Notes Dermatologi”. Jakarta: Erlangga.
http://repo.poltekkes-
medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20
UBAH%20KE%20KTI.pdf. Diakses 26 Februari 2020.
Candra, D. A. 2015. “Prevalensi, Agen Penyebab, dan Analisis Faktor Risiko
Infeksi Tinea ungunium pada Peternak Babi di Kecamatan Tanah Siang,
Provinsi Kalimantan Tengah”.Jurnal Buski, 156.
Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta : Departemen
kesehatan republik Indonesia. http://depkes.go.id. Diakses 4 Juli 2020.
Farihatun, A., A. Nurmalasari., E. Hayati., M. Sumirah., D. Setiawan., dan P.
Wahlanto. 2017.” Identifikasi jamur penyebab Tinea pedis pada kaki
penyadap karet di PTPN VIII Cikupa desa Cikupa kecamatan Banjarsari
kabupaten Ciamis tahun 2017”. http://ejournal.poltekkes-
denpasar.ac.id/index.php/M. 6(1), hal. 56-60.
Gofur, A. dan Syam, N. 2018. “Determinan Kejadian Dermatitis Di Puskesmas
Rappokalling Kota Makassar”.
http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh1105. 1(1).
Hartati, R.F. 2017. “Identifikasi Jamur Trichophyton rubrum Pada Petani Yang
Terinfeksi Tinea Pedis”. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Diploma III
Analis Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.
Indrawati, Lili. 2012. “Panduan Lengkap Kesehatan Wanita”. Jakarta: Penebar
Swadaya Grup. http://repo.poltekkes-
medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20
UBAH%20KE%20KTI.pdf. Diakses 26 Februari 2020.
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/305/1/Rizky%20Firman%20Hartati%20.pdfhttp://repo.stikesicme-jbg.ac.id/305/1/Rizky%20Firman%20Hartati%20.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://depkes.go.id/http://ejournal.poltekkes-denpasar.ac.id/index.php/Mhttp://ejournal.poltekkes-denpasar.ac.id/index.php/Mhttp://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh1105http://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdf
-
38
Irianto, K. 2014. “Bakteriologi, Mikologi dan Virologi”. Bandung: Alfabeta.
http://repo.poltekkes-
medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20
UBAH%20KE%20KTI.pdf. Diakses 26 Februari 2020.
Kaur, I., A. Chaudhary., dan H. Singh., 2019. “Clinico-microbiological aspects of
tinea corporis in North India: emergency of Trichophyton tonsurans”.Jurnal
Internasional Penelitian Dermatologi Kaur I et al. 5(1), hal 144-149.
Khusnul.,I. Kurniawati., dan R. Hidana. 2018. “Isolasi dan identifikasi jamur
dermatofita pada sela-sela jari kaki petugas kebersihan di Tasikmalaya”.
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada.18(1).
http://www.researchgate.net/publication/325397365. Diakses 2 Juli 2020.
Lestari, Winda. 2017. “Identifikasi Jamur Dermatofita Pada Kuku Buruh Pembuat
Genteng yang Mengalami Kerapuhan”.Karya Tulis Ilmiah. Program Studi
D-III Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Setia Budi
Surakarta.
Rahardja, Kirana, T.H. 2015. “Obat-obat Penting”. Jakarta: PT GRAMEDIA.
http://repo.poltekkes-
medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20
UBAH%20KE%20KTI.pdf. Diakses 26 Februari 2020.
Sevaroka, Elsa. 2018. “Identifikasi Jamur Penyebab Tinea Pedis Pada Petani Di
Dataran Tinggi Desa Conto Kabupaten Wonogiri Dan Dataran Rendah Desa
Mojoroto Kabupaten Karanganyar”. Skripsi. Program Studi D-IV Analis
Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Setia Budi Surakarta.
Silverberg, J.I., dan Hanifin, J.M. 2013. “Adult Eczema Prevalence And
Associations With Asthma And Other Health And Demographic Factors: A
US population-based study”.Journal of Allergy and Clinical Immunology,
132(5), 1132-1138.
Sinaga, Naomi. 2019. “Identifikasi Jamur Pada Kuku Petani Di Desa Gajah
Dusun VIII Kecamatan Meranti Kabupaten Asahan”. Karya Tulis Ilmiah.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan Jurusan Analis Kesehatan.
Siregar, R. 2004. “Penyakit Jamur Kulit”. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
http://repo.poltekkes-
medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20
UBAH%20KE%20KTI.pdf. Diakses 26 Februari 2020.
http://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://www.researchgate.net/publication/325397365http://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdfhttp://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1563/1/KTI%20WORD%20DI%20UBAH%20KE%20KTI.pdf
-
39
Soedarto, 2015. “ Mikrobiologi Kedokteran”. Jakarta: Sagung Seto.
http://repository.setiabudi.ac.id/503/. Diakses 26 Februari 2020.
Sumaryati, Maria. 2015. “Tingkat Pengetahuan dan Sikap Lansia tentang Penyakit
Dermatitis di Wilayah Kerja Puskesmas Batua Kota Makassar”.
https://media.neliti.com/media/publications/286115-tingkat-pengetahuan-dan-
sikap-lansia-ten-982b40f2.pdf. Diakses 24 Agustus 2020.
Shakir, S., S. Saleem., W. Rizvi., Waheed dan J. Iqbal. 2019, “Isolation,
Identification and Antifungal Susceptibilityof Dermatophytes Isolated from
Clinically Suspected Case of Tinea Infections in Pakistan”, Microbiology
Research Journal International. 29(05), hal 1-11
Wahyuningsih, Sri. 2015. “Pemeriksaan Jamur Kuku (Onimikosis) Pada Kuku
Pekerja Sawah di Desa Candimulyo Jombang”. Karya Tulis Ilmiah.
Program Studi Diploma III Analis Kesehatan Insan Cendekia Medika
Jombang.
Widiati, M., A. Nurmalasari., dan R.G. Andani. 2016. Pemeriksaan Jamur
Dermatofita Kuku Kaki Petani Di Desa Bunter Blok Cileudug Kecamatan
Sukadana Kabupaten Ciamis. Program Studi Diploma III Analis Kesehatan
STIKes Muhammadiyah Ciamis.
3(1)http://cdn.stikesmucis.ac.id/MEI_1_3.pdf. Diakses 29 April 2020.
Yadav, P.,A. Singal., D. Pandhi., dan S. Das. 2015. “Clinico-Myycological Study
of Dermatophyte Toenail Onychomycosis in New Delhi, India”.Indian
Journal of Dermatology. 60(2), hal. 153-158.
http://repository.setiabudi.ac.id/503/https://media.neliti.com/media/publications/286115-tingkat-pengetahuan-dan-sikap-lansia-ten-982b40f2.pdf.%20Diakses%2024%20Agustus%202020https://media.neliti.com/media/publications/286115-tingkat-pengetahuan-dan-sikap-lansia-ten-982b40f2.pdf.%20Diakses%2024%20Agustus%202020http://cdn.stikesmucis.ac.id/MEI_1_3.pdf
-
LAMPIRAN JURNAL
NO. JUDUL JURNAL
1. Clinico-Myycological Study of Dermatophyte Toenail Onychomycosis in
New Delhi, India
2. Identifikasi jamur penyebab Tinea pedis pada kaki penyadap karet di PTPN
VIII Cikupa desa Cikupa kecamatan Banjarsari kabupaten Ciamis tahun
2017
3. Isolasi dan identifikasi jamur dermatofita pada sela-sela jari kaki petugas
kebersihan di Tasikmalaya.
4. Clinico-microbiological aspects of tinea corporis in North India:
emergency of Trichophyton tonsurans
5. Isolation, Identification and Antifungal Susceptibility of Dermatophytes
Isolated from Clinically Suspected Caes of Tinea Infections in Pakistan
-
LAMPIRAN I
-
LAMPIRAN II
-
LAMPIRAN III
-
LAMPIRAN IV
-
LAMPIRAN V