presus mata.docx

51
Definisi Ruptur bulbi didefinisikan sebagai putusnya integritas dari membran luar mata; dalam kondisi akut, cedera yang mengenai seluruh lapis kornea atau sklera juga termasuk dalam cedera bulbi terbuka (Doyle, 2009). Etiologi 1. Cedera tumpul pada kecelakan kendaraan bermotor, olahraga, atau trauma lain. 2. Penetrasi atau perforasi bulbi, akibat luka tembak dan tusuk, kecelakaan pada tempat kerja, dan kecelakaan lain yang melibatkan proyektil atau benda tajam. (Acerra, 2012) Patofisiologi Ruptur bulbi dapat terjadi ketika suatu benda tumpul membentur orbita, menekan bulbi pada aksis anterior-posterior yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler pada sebuah titik dimana sclera dapat menjadi robek. Ruptur dari trauma tumpul sering terjadi pada tempat dimana sclera mempunyai lapisan paling tipis, pada insersi musculus ekstraokuler, pada limbus, dan pada tempat dimana sebelumnya pernah dilakukan tindakan bedah intraokuler. Benda tajam atau benda tertentu yang membentur bulbi dengan kecepatan tinggi dapat langsung membuat perforasi bulbi. Benda asing berukuran kecil dapat menembus bulbi, dan tertinggal didalam bulbi. Kemungkinan ruptur bulbi perlu dipertimbangkan dan diperhatikan selama pemeriksaan pada semua jenis trauma orbita tumpul dan tembus, juga pada kasus yang melibatkan proyektil berkecepatan tinggi yang kemungkinan menimbulkan penetrasi okuler (Acerra, 2012). Diagnosis Gejala Klinis 1. Nyeri mata yang hebat 2. Penurunan ketajaman penglihatan 3. Keluar cairan atau darah dari mata

Upload: lucky-mariam-harison

Post on 26-Oct-2015

129 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

jhfhfk

TRANSCRIPT

Page 1: PRESUS MATA.docx

Definisi

Ruptur bulbi didefinisikan sebagai putusnya integritas dari membran luar mata; dalam kondisi akut, cedera yang mengenai seluruh lapis kornea atau sklera juga termasuk dalam cedera bulbi terbuka (Doyle, 2009).

Etiologi

1. Cedera tumpul pada kecelakan kendaraan bermotor, olahraga, atau trauma lain.2. Penetrasi atau perforasi bulbi, akibat luka tembak dan tusuk, kecelakaan pada tempat

kerja, dan kecelakaan lain yang melibatkan proyektil atau benda tajam.

(Acerra, 2012)

Patofisiologi

Ruptur bulbi dapat terjadi ketika suatu benda tumpul membentur orbita, menekan bulbi pada aksis anterior-posterior yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler pada sebuah titik dimana sclera dapat menjadi robek. Ruptur dari trauma tumpul sering terjadi pada tempat dimana sclera mempunyai lapisan paling tipis, pada insersi musculus ekstraokuler, pada limbus, dan pada tempat dimana sebelumnya pernah dilakukan tindakan bedah intraokuler. Benda tajam atau benda tertentu yang membentur bulbi dengan kecepatan tinggi dapat langsung membuat perforasi bulbi. Benda asing berukuran kecil dapat menembus bulbi, dan tertinggal didalam bulbi. Kemungkinan ruptur bulbi perlu dipertimbangkan dan diperhatikan selama pemeriksaan pada semua jenis trauma orbita tumpul dan tembus, juga pada kasus yang melibatkan proyektil berkecepatan tinggi yang kemungkinan menimbulkan penetrasi okuler (Acerra, 2012).

Diagnosis

Gejala Klinis

1. Nyeri mata yang hebat2. Penurunan ketajaman penglihatan3. Keluar cairan atau darah dari mata4. Riwayat trauma, jatuh, atau adanya benda asing yang masuk kedalam bulbi.

(Gerstenblith dan Rabinowitz, 2012; Schueler et al., 2011)

Gejala lainnya dari ruptur bulbi:

1. Nyeri wajah2. Pembengkakan wajah, di sekitar mata3. Mata yang memar4. Penglihatan ganda, ketika melihat keatas5. Pupil abnormal6. Gejala hifema; perdarahan di dalam mata, darah menutup pupil7. Mata merah; perdarahan menutup conjunctiva bulbi

(Schueler et al., 2011).

Page 2: PRESUS MATA.docx

Pemeriksaan Fisik

1. Laserasi seluruh lapisan sklera atau kornea, subconjunctiva hemoragik berat (terutama seluruh conjunctiva bulbi), COA yang dalam atau dangkal jika dibandingkan dengan mata kontralateral, pupil yang runcing atau ireguler, iris TIDs, material lensa maupun vitreous di COA, benda asing atau katarak pada lensa, atau keterbatasan gerakan ekstraokuler. Isi intraiokuler dapat berada di luar bulbi.

2. Tekanan intraokuler yang rendah (walaupun dapat pula normal atau meningkat, tapi jarang(, iridodyalisis, hifema, ekimosis periorbital, vitreous hemoragik, dislokasi atau subluksasi lensa, dan TON. Commotio retinae, ruptur koroid, dan putusnya retina dapat dijumpai namun sering disamarkan oleh vitreous hemoragik (Gerstenblith dan Rabinowitz, 2012)

Jika ruptur bagian anterior, dapat mudah dikenali dengan COA yang dangkal atau mendatar dan pupil umumnya berpindah kearah lokasi penetrasi. Pembengkakan dan kekeruhan lensa dapat timbul (katarak traumatik), perdarahan pada COA (hifema) dan badan vitreous (vitreous hemoragik) dapat timbul. Hipotonus dari bulbi akan timbul pada ruptur bulbi. Pada ruptur bulbi posterior, hanya tanda tidak langsung yang akan muncul, seperti tekanan intaokuler yang rendah, dan asimetri kedalaman COA (John, 2011).

Page 3: PRESUS MATA.docx

Pemeriksaan

Langkah pemeriksaan fisik:

1. Terkadang diagnosis ruptur bulbi jelas. Mata terlihat tidak beraturan dengan jaringan uvea prolaps keluar kearah anterior dari luka skleral atau korneal. Terkadang, benda asing masih dapat ditemukan ketika pasien datang ke IGD.

2. Ruptur bulbi sering sulit dilihat hanya dengan mata. Lokasi tempat ruptur sering terjadi tidak mudah dilihat, dan adanya cedera superfisial lain dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior. Benda asing yang sangat kecil dapat masuk ke dalam mata melalui luka kecil yang sulit untuk divisualisasikan.

3. Pemeriksaan pada mata yang cedera sebaiknya dilakukan secara sistematis dengan tujuan mengidentifikasi dan melindungi bulbi yang ruptur.

4. Penting untuk menghindari tekanan pada bulbi yang ruptur untuk menghindari adanya pengeluaran isi intraokuler dan menghindari kerusakan lebih lanjut.

5. Pada anak yang sulit dilakukan pemeriksaan, dapat dilakukan dengan sedasi.

Ketajaman Penglihatan dan Gerakan Mata

1. Visus sebaiknya diperiksa pada kedua mata, baik yang terkena cedera maupun yang tidak. Dapat dipermudah dengan menghitung jari atau hanya dapat mengenali persepsi cahaya.

2. Gerakan ekstraokuler sebaiknya diperiksa untuk mengetahui apakah terdapat fraktur dasar orbita.

Page 4: PRESUS MATA.docx

Orbit

1. Orbita sebaiknya diperiksa, untuk mencari adanya deformitas tulang, benda asing, dan perpindahan bulbi.

Fraktur tepi orbita dapat dipalpasi, dan memperkuat dugaan adanya ruptur bulbi Krepitus orbita menandakan adanya subcutaneous emfisema dari fraktur sinus

yang berhubungan Benda asing dalam orbita yang menusuk atau melubangi bulbi sebaiknya

dibiarkan sampai dilakukan operasi. Ruptur bulbi dapat disertai dengan enoftalmos Retrobulbar hemoragik yang timbul juga dapat menyebabkan eksoftalmos, bahkan

ruptur sklera yang tidak terlihat.

(Acerra, 2012).

Palpebra

1. Cedera palpebra dan lakrimal sebaiknya diperiksa dengan tujuan mengidentifikasi dan melindungi cedera bulbi dalam yang mungkin terjadi.

2. Bahkan laserasi kecil pada palpebra dapat memunculkan perforasi bulbi yang mengganggu penglihatan.

3. Repair palpebra sebaiknya tidak dilakukan hingga telah ditegakkan ruptur bulbi.

Conjunctiva

1. Laserasi conjunctiva dapat menunjukkan cedera sklera lain yang lebih serius.2. Hemoragik conjunctiva berat dapat menandakan ruptur bulbi.

Kornea dan sklera

1. Laserasi pada semua lapis kornea atau sklera yang terdapat perforasi bulbi terbuka, sebaiknya dilakukan di ruang operasi

2. Prolaps iris melalui laserasi semua lapis kornea dapat terlihat sebagai warna yang berbeda pada lokasi cedera.

3. Sklera yang melipat merupakan tanda ruptur dengan ekstrusi isi okuler.4. Tekanan intraokuler biasanya rendah, tetapi pengukuran TIO merupakan

kontraindikasi, untuk menghindari tekanan pada bulbi.5. Luka kornea yang halus mungkin memerlukan pewarna flourescent. Pada laserasi

semua lapisan, dengan aliran aquaeous dari COA, aliran yang terpisah jelas dengan pewarna flourescent warna kuning terlihat melalui iluminasi dengan lampu Wood (Seidel test positif)

Pupil

1. Pupil sebaiknya diperiksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan defek pupil aferen.2. Pupil yang berbentuk meruncing, bentuk air (teardrop) atau bentuk ireguler dapat

menandakan adanya ruptur bulbi.

COA

Page 5: PRESUS MATA.docx

1. Pemeriksaan slitlamp dapat menunjukkan cedera yang berkaitan, seperti defek transiluminasi iris (red reflex yang dapat dikaburkan oleh vitreous hemoragik); laserasi kornea; prolaps iris; hifema dari kerusakan badan silier, dan cedera lensa, termasuk dislokasi atau subluksasi.

2. COA yang dangkal dapat menjadi satu-satunya tanda pada ruptur bulbi yang tidak terlihat, yang dihubungkan dengan prognosis yang buruk. Ruptur posterior dapat muncul dengan COA yang lebih dalam karena ekstrusi vitreous humor dari segmen posterior.

Temuan lain

1. Vitreous hemoragik setelah trauma menandakan adanya robekan retina atau koroid, nervus optik, atau benda asing.

2. Robekan, edema, ablasio dan hemoragik retina dapat menyertai ruptur bulbi.

(Acerra, 2012).

Terapi

1. Pemberian antibiotik spektrum luas parenteral untuk mengurangi risiko endoftalmitis.2. Pemberian alat pelindung pada mata untuk menghindari trauma dan tekanan lebih

lanjut3. Jika pasien belum menerima imunisasi tetanus dalam 5 tahun terakhir, perlu diberi

imunisasi tetanus.4. Tindakan bedah, jika persepsi cahaya pasien nol (0) dan temuan yang ada mengarah

pada trauma okuler ekstrim (misalnya ruptur korioretinal ekstensif, posterior, atau multipel dengan kelainan yang mengancam integritas bulbi, enukleasi primer perlu dipertimbangkan.

5. Pada kasus dengan benda asing yang masih terdapat dalam bulbi, langkah yang umumnya dilakukan adalah penutupan primer dari laserasi korneoskleral. Hal ini dilakukan dengan mengabaikan adanya vitreous hemoragik berat, ablasio retina, atau disrupsi kapsul lensa. Tindakan bedah termasuk penutupan bagian kornea yang ruptur.

(Smiddy, 2002).

Daftar Pustaka

Acerra J.R. 2012. Globe Rupture. http://emedicine.medscape.com/article/798223-overview#a0104

Acerra J.R. 2012. Globe Rupture Clinical Presentation. http://emedicine.medscape.com/article/798223-clinical#a0217

Doyle J. 2009. Patient options after a ruptured globe in Journal of Ophthalmic Medical Technology Vol 5 Number 2 August 2009.

Gerstenblith A.T dan Rabinowitz M.P. 2012. The Wills eye manual: office and emergency room diagnosis and treatment of eye disease sixth edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Pp: 46-7

Page 6: PRESUS MATA.docx

John T. 2011. The Chicago Eye and Emergency Manual. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher. P: 371

Schueler, S.J. Beckett J.H. Gettings D.S. 2011. Ruptured Globe Symptoms. http://www.freemd.com/ruptured-globe/symptoms.htm

Smiddy W.E. 2002. Ruptured Globe in Singh K. Smiddy W.E. Lee A.G. Ophthalmology Review: A Case-Study Approach. New York: Thieme Medical Publishing. Pp: 223-6.

Page 7: PRESUS MATA.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk

kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik

merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka.

Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,

kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip,

mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan

pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat

mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma

pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih

berat yang akan mengakibatkan kebutaan.

Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya

kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan

bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung

kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan

mata biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan

seperti panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.

Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada

golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular

dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma pada mata dapat

mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.

Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina,

papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.

Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan

bahkan kehilangan penglihatan. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat

kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan

1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury

Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi

kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-

rata 31 tahun.

Page 8: PRESUS MATA.docx

Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya berupa

kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan atas trauma tumpul,

trauma akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan

oleh trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat

menyerang semua organ struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang

reversibel ataupun non-ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya

laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah

atrofi dari struktur jaringan bola mata.

Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk

mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang disebabkan yang akan

menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah selanjutnya. Selain itu dapat pula

dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes

fluoresensi, tonometri, USG, maupun CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata

bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana Anatomi mata ?

2. Bagaimana Definisi Trauma Tumpul Mata?

3. Bagaimana Etiologi Trauma Tumpul Mata?

4. Bagaimana Tanda dan Gejala Trauma Tumpul Mata?

5. Bagaimana Manifestasi Klinis Trauma Tumpul Mata?

6. Bagaimana Patofisiologi Trauma Tumpul Mata?

7. Bagaimana Pathway Trauma Tumpul Mata?

8. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Trauma Tumpul Mata?

9. Bagaimana Penatalaksanaan Trauma Tumpul Mata?

10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Trauma Tumpul Mata?

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Anatomi mata.

2. Untuk Mengetahui Definisi Trauma Tumpul Mata

3. Untuk Mengetahui Etiologi

4. Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala

5. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis

6. Untuk Mengetahui Patofisiologi

7. Untuk Mengetahui Pathway

8. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik

Page 9: PRESUS MATA.docx

9. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan

10. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan

1.4 Manfaat

Penelitian ini dapat digunakan sebagai pengalaman dalam penerapan ilmu

keperawatan gawat darurat khususnya tentang trauma tumpul pada mata.

1.4.1 Bagi Institusi

1.      Digunakan sebagai buku bacaan di perpustakaan agar bisa bermanfaat bagi para pembaca.

2.      Sebagai bahan bandingan persepsi tentang penatalaksanaan trauma tumpul pada mata.

1.4.2 Bagi Profesi

1.      Perawat lebih mengetahui tentang konsep pengertian, manfaat, dampak, penatalaksanaan

untuk trauma tumpul pada mata.

2.      Perawat lebih memahami tantang manajemen keperawatan yang dilakukan pada

penatalaksanaan trauma tumpul pada mata.

1.4.3 Bagi Penyusun

1.      Sebagai ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan trauma tumpul pada mata.

2.      Sebagai aplikasi, dan manajemen keperawatan saat melakukan penatalaksanaan trauma

tumpul pada mata.

Page 10: PRESUS MATA.docx

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1  Anatomi Mata

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari

luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan

siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan

kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan),

lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior

mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung

pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah

koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan

sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor

yang mengubah energi cahaya menjadi impuls syaraf

Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua

komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna

gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan lensa

berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan

menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang

impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak.

Struktur Mata Tambahan, Mata dilindungi dari kotoran dan benda asing oleh alis,

bulu mata dan kelopak mata. Konjungtiva adalah suatu membran tipis yang melapisi kelopak

mata (konjungtiva palpebra), kecuali darah pupil. Konjungtiva palpebra melipat kedalam dan

menyatu dengan konjungtiva bulbar membentuk kantung yang disebut sakus konjungtiva.

Walaupun konjungtiva transparan, bagian palpebra tampak merah muda karena pantulan dari

pembuluh – pembuluh darah yang ada didalamnya, pembuluh – pembuluh darah kecil dapat

dari konjungtiva bulbar diatas sklera mata. Konjungtiva melindungi mata dan mencegah mata

dari kekeringan

Kelenjar lakrimalis teletak pada sebelah atas dan lateral dari bola mata. Kelenjar

lakrimalis mengsekresi cairan lakrimalis. Air mata berguna untuk membasahi dan

melembabkan kornea, kelebihan sekresi akan dialirkan ke kantung lakrimalis yang terletak

pada sisi hidung dekat mata dan melalui duktus nasolakrimalis untuk ke hidung.

Page 11: PRESUS MATA.docx

http://huntingdollar.com/8231b

Gambar 1: anatomi mata

2.1.1 Bola Mata

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya oleh

selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu :

1.      Tunica Fibrosa

Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan bagian

anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan

tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata oleh

perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi nervus opticus. Jika tekanan intraokular

meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi cekung

bila dilihat melalui oftalmoskop.

Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu

vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas limbus.

Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya yang masuk ke

mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel

kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva. (2) substansia

propria, terdiri atas jaringan ikat transparan. (3) lamina limitans posterior dan (4) endothel

(epithelium posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.

2.      Lamina vasculosa

Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas lapis

luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke belakang

bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri

atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma

berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi

Page 12: PRESUS MATA.docx

ruang diantara lensa dan kornea menjadi camera anterior dan posterior, serat-serat otot iris

bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.

3.      Tunica sensoria (retina)

Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan

luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak dengan corpus vitreum.

Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptornya. Ujung anterior membentuk

cincin berombak, yaitu ora serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior

retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel

silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian

belakang iris.

Di pusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, macula lutea,

merupakan daerah retina untuk penglihatan paling jelas. Bagian tengahnya berlekuk disebut

fovea sentralis.

Nervus opticus meninggalkan retina lebih kurang 3 mm medial dari macula lutea

melalui discus nervus optici. Discus nervus optici agak berlekuk di pusatnya yaitu tempat

dimana ditembus oleh a. centralis retinae. Pada discus ini sama sekali tidak ditemui coni dan

bacili, sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut sebagai bintik buta. Pada pengamatan

dengan oftalmoskop, bintik buta ini tampak berwarna merah muda pucat, jauh lebih pucat

dari retina di sekitarnya.

2.1.2 Ruang Mata

Bagian dalam bola mata terdiri dari 2 rongga, yaitu anterior dan posterior. Rongga

anterior teletak didepan lensa, selanjutnya dibagi lagi kedalam dua ruang, ruang anterior

(antara kornea dan iris) dan ruang posterior antara iris dan lensa ). Rongga anterior berisi

cairan bening yang dinamakan humor aqueous yang diproduksi dalam badan ciliary, mengalir

ke dalam ruang posterior melewati pupil masuk ke ruang anterior dan dikeluarkan melalui

saluran schelmm yang menghubungkan iris dan kornea ( sudut ruang anterior).

Iris struktur berwarna, menyerupai membran dan membentuk lingkaran ditengahnya.

Iris mengandung dilator involunter dan otot – otot spingter yang mengatur ukuran pupil.

Pupil adalah ruangan ditengah – tengah iris, ukuran pupil bervariasi dalam merespon

intensitas cahaya dan memfokuskan objek ( akomodasi ) untuk memperjelas penglihatan,

pupil mengecil jika cahaya terang atau untuk penglihatan dekat. Lensa mata merupakan suatu

kristal, berbentuk bikonfek ( cembung ) bening, terletak dibelakang iris, terbagi kedalam

ruang anterior dan posterior. Lensa tersusun dari sel – sel epitel yang dibungkus oleh

Page 13: PRESUS MATA.docx

membran elastis, ketebalannya dapat berubah – ubah menjadi lensa cembung bila refraksi

lebih besar.

2.1.3 Orbita dan Otot-otot Ekstra-okular

Volume rongga orbita orang dewasa 30 mL, sedangkan bola mata hanya mengisi 1/5

rongga orbita. Rongga orbita berbentuk limas segi empat dengan puncak ke arah dalam.

Dinding orbita terdiri dari :

1.      Atap orbita, yaitu tulang frontal (terdapat sinus frontalis)

2.      Dinding lateral, yaitu tulang sphenoidal dan tulang zygomatikus

3.      Dinsing medial, yaitu tulang eithmoidal yang tipis (terdapat sinus eitmoidal dan sphenoidal)

4.      Dasar orbita, yaitu tulang maksilaris dan Zygomatukus. Pada tulang maksilaris terdapat sinus

maksilaris. Kelenjar makrinalis terdapat dalam fossa lakrimalis dibagian anterior atap orbita.

Otot-otot ekstraokular terdiri dari empat muskuli yang berorigo pada dinding

belakang dan m. Oblukus superior yang berorigo pada tepi foramen optikum menempel pada

dinding depan atas orbita. Seluruh otot-otot tersebut berinsersi pada dinding sklera.

2.2 Trauma Tumpul Bola Mata

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata

terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh bubungan bertulang yang kuat.

Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata

bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan.

Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat

cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus diangkat. Cedera mata

harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan menilai fungsi penglihatan.

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan

mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi.

Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan

kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata.

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang menimbulkan

perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang

ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.

Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang berat, tetapi

transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera yang fatal. Kerusakan

yang terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya, sehingga memberikan dampak bagi setiap

jaringan sesuai sumbu arah trauma. Trauma tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

Page 14: PRESUS MATA.docx

1.      Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari luar terhadap

bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola mata

2.      Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi pada jaringan di

sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata.

Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan berupa

kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan robekan jaringan. Menurut Duke-Elder, kontusio

dan konkusio bola mata akan memberikan dampak kerusakan mata, dari palpebra sampai

dengan saraf optikus.

Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata dapat mengakibatkan hifema.  Hifema adalah

darah dalam bilik mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris

dan badan silia.

2.3 Etiologi

Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma,

Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara

sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau

sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.

Trauma Tumpul, misalnya: terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup

botol tidak dengan alat, ketapel.

2.4 Tanda dan gejala

1. subyektif yaitu: Penderita mengeluh nyeri disertai penglihatan yang menurun.

2. obyektif yaitu: (1) pelebaran pembuluh darah perikornea, (2) visus menurun, (3) hifema,

(4) darah yang menempel pada endotel kornea, dan (5) tes fluoresin dapat (+) atau (-).

2.5 Manifestasi Klinis

Berbagai Kerusakan Jaringan Mata Akibat Trauma diantaranya:

1.      Orbita

Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong dan

menimbulkan fraktur orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan fraktur dari maksila

yang diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod pada zygoma yang akan mengenai

dasar orbita. Apabila pintu masuk orbita menerima suatu pukulan, maka gaya-gaya penekan

dapat menyebabkan fraktur dinding inferior dan medial yang tipis, disertai dengan prolaps

bola mata beserta jaringan lunak ke dalam sinus maksilaris (fraktur blow-out). Mungkin

terdapat cedera intraokular terkait, yaitu hifema, penyempitan sudut, dan ablasi retina.

Enoftalmos dapat segera terjadi setelah trauma atau terjadi belakangan setelah edema

menghilang dan terbentuk sikatrik dan atrofi jaringan lemak.

Page 15: PRESUS MATA.docx

Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan paralisis otot-

otot ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus. Diplopia dapat disebabkan

kerusakan neuromuskular langsung atau edema isi orbita. Dapat pula terjadi penjepitan otot

rektus inferior orbita dan jaringan di sekitarnya. Apabila terjadi penjepitan, maka gerakan

pasif mata oleh forseps menjadi terbatas.

2. Palpebra

Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata dapat

berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis, dan erosi palpebra.

3. Konjungtiva

Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau khemosis

dan edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan terapi karena akan

hilang dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi, dari ptekie hingga makular.

Bila terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus diwaspadai

adanya fraktur orbita atau ruptur sklera.

4. Sklera

Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik depan

yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola mata terhambat

terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi karena trauma langsung mengenai

sklera sampai perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung.

5. Koroid dan korpus vitreus

Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke belakang

dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga dapat menyebabkan

edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila perdarahan hanya sedikit, maka tidak

akan menimbulkan perdarahan vitreus. Perdarahan dapat terjadi di subretina dan suprakoroid.

Akibat perdarahan dan eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari

sklera.

Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas,

biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada membran Bruch.

Kontusio juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis, dan degenerasi koroid.

6. Kornea

Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema

interstisial dalah edema yang terjadi di substania propria yang membentuk kekeruhan seperti

cincin dengan batas tegas berdiameter 2 – 3 mm.

Page 16: PRESUS MATA.docx

Lipatan membrana Bowman membentuk membran seperti lattice. Membrana

descement bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak sebagai kekeruhan

yang berbentuk benang. Bila endotel robek maka akan terjadi inhibisi humor aquous ke

dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi edema. Bila robekan endotel kornea ini kecil,

maka kornea akan jernih kembali dalam beberapa hari tanpa terapi.

Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh adanya

segmen iris yang terlepas ke depan. Laserasi kornea dapat terjadi di setiap lapisan kornea

secara terpisah atau bersamaan, tetapi jarang menyebabkan perforasi.

7. Iris dan Korpus Siliaris

Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma

ringan. Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan iridoplegi dan

spasme akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan paralisis otot

akomodasi, yang dapat menetap bila kerusakannya cukup hebat. Penderita umumnya

mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu dengan kacamata.

Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa vasokonstriksi yang

segera diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan hiperemia. Eksudasi kadang-kadang hebat

sehingga timbul iritis. Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi dan dapat dilihat

melalui deposit-deposit pigmen hemosiderin. Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus

siliaris dapat menyebabkan terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut

hifema.

Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya

kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okuli anterior. Tetapi

dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak

dalam kamera anterior, mengotori permukaan dalam kornea.

Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau

korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini

merupakan suatu keadaan yang serius. Pembagian hifema:

1)   Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.

2)   Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

3)   Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus

karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.

Tanda dan gejala hifema, antara lain:

1)      Pandangan mata kabur

Page 17: PRESUS MATA.docx

2)      Penglihatan sangat menurun

3)      Kadang – kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis

4)      Pasien mengeluh sakit atau nyeri

5)      Nyeri disertai dengan efipora & blefarospasme

6)      Pembengkakan dan perubahan warna pada palpebra

7)      Retina menjadi edema & terjadi perubahan pigmen

8)      Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan

9)      Pupil tetap dilatasi (midriasis)

10)  Tidak bereaksi terhadap cahaya beberapa minggu setelah trauma.

11)  Pewarnaan darah (blood staining) pada kornea

12)  Kenaikan TIO (glukoma sekunder )

13)  Sukar melihat dekat

14)  Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil

15)  Anisokor pupil

16)  Penglihatan ganda (iridodialisis)

Hifema primer dapat cepat diresorbsi dan dalam 5 hari bilik mata depan sudah bersih.

Komplikasi yang ditakutkan adalah hifema sekunder yang sering terjadi pada hari ke-3 dan

ke-5, karena viskositas darahnya lebih kental dan volumenya lebih banyak. Hifema sekunder

disebabkan lisis dan retraksi bekuan darah yang menempel pada bagian yang robek dan

biasanya akan menimbulkan perdarahan yang lebih banyak.

Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di

sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis

yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di

tutup dengan verband.

Gambar 2: hifema

8. Lensa

Page 18: PRESUS MATA.docx

Kerusakan yang terjadi pada lensa paska-trauma adalah kekeruhan, subluksasi dan

dislokasi lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen yang terdapat pada kapsul

anterior karena pelepasan pigmen iris posterior yang disebut cincin Vosslus. Kekeruhan lain

adalah kekeruhan punctata, diskreta, lamelar aau difus seluruh massa lensa.

Akibat lainnya adalah robekan kapsula lensa anterior atau posterior. Bila robekan

kecil, lesi akan segera tertutup dengan meninggikan kekeruhan yang tidak akan mengganggu

penglihatan. Kekeruhan ini pada orang muda akan menetap, sedangkan pada orang tua dapat

progresif menjadi katarak presenil. Dengan kata lain, trauma dapat mengaktivasi proses

degeneratif lensa.

Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral. Subluksasi lensa kadang-kadang tidak

mengganggu visus, namun dapat juga mengakibatkan diplopia monokular, bahkan dapat

mengakibatkan reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa dapat terjadi ke bilik depan, ke vitreus,

subskleral, ruang interretina, konjungtiva, dan ke subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering

menyebabkan glaukoma akut yang hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke

posterior biasanya lebih tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi dapat

menyebabkan vitreus menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok pupil dan peninggian

TIO.

9. Retina

Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio okuli. Bila

hebat dapat meninggalkan bekas yang permanen. Edem retina bisa terjadi pada tempat

kontusio, tetapi yang paling sering terjadi mengenai sekeliling diskus dan makula. Dapat pula

terjadi nekrosis dan perdarahan retina yang pada proses penyembuhan akan meninggalkan

atrofi dan sikatrik.

Pada edem makula, tampak retina di sekeliling makula berwarna putih ke abu-abuan

dengan bintik merah di tengahnya, menyerupai gambaran oklusi arteri retina sentralis. Edema

dapat berkembang menjadi kistik atau macular hole. Bila edema tidak hebat, hanya akan

meninggalkan pigmentasi dan atrofi. Segera setelah trauma, terjadi vasokonstriksi yang

diikuti oleh vasodilatasi, menyebabkan edema dan perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di

retina, subhyaloid, atau bahkan dapat ke vitreus, sehingga pada penyembuhannya

menyebabkan retinopati proliferatif.

Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi pada

mata yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga trauma yang ringan

sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering disertai dengan ruptur koroid. Dialisis

ora serata sering terjadi pada kuadran inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau

Page 19: PRESUS MATA.docx

tapal kuda, disertai dengan ablasio retina. Ablasio retina pada kontusio dan konkusio dapat

terjadi akibat:

1)      Kolaps bola mata yang tiba-tiba akibat ruptur

2)      Perdarahan koroid dan eksudasi

3)      Robekan retina dan koroid

4)      Traksi fibrosis vitreus akibat perdarahan retina atau vitreus.

5)      Adanya degenerasi retina sebelumnya, trauma hanya sebagai pencetus.

10. Nervus Optikus

Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar diskus

optik berupa papilitis, dengan sekuele berupa papil atrofi. Keadaan ini sering disertai pula

dengan kerusakan koroid dan retina yang luas. Kontusio dan konkusio yang hebat juga

mengakibatkan ruptur atau avulsi nervus optikus yang biasanya disertai kerusakan mata berat.

2.6 Patofisiologi

Trauma tumpul pada kornea atau limbus menimbulkan tekanan sangat tinggi dalam

waktu singkat didalam bola mata sehingga terjadi penyebaran tekanan kecairan badan kaca

dan jaringan skelera yang tidak elastis yang mengakibatkan peregangan dan robekan jaringan

pada kornea dan skelera, sudut irido-kornea, badan siliari sehingga terjadi perdarahan.

Page 20: PRESUS MATA.docx

2.8 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan paska-cedera bertujuan menilai ketajaman visus dan sebagai prosedur

diagnostik, antara lain:

1.      Kartu mata snellen (tes ketajaman pengelihatan) : mungkin terganggu akibat kerusakan

kornea, aqueus humor, iris dan retina.

2.      Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh patologi vaskuler okuler,

glukoma.

3.      Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler ( TIO ) normal 12-25 mmHg.

4.      Tes provokatif : digunakan untuk menentukan adanya glukoma bila TIO normal atau

meningkat ringan.

5.      Pemerikasaan oftalmoskopi dan teknik imaging lainnya (USG, CT-scan, x-ray): mengkaji

struktur internal okuler, edema retine, bentuk pupil dan kornea.

6.      Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemia sistemik/infeksi.

7.      Tes toleransi glokosa : menentukan adanya /kontrol diabetes

Pada hifema Cara Pemeriksaan yaitu: (1) anastesi lokal bila ada blefarospasme, (2) tes

fluoresin, dan (3) pemeriksaan anterior dengan: lampu senter, loupe, dan slite lamp

biomicroscope.

Penyulit yaitu: glaukoma sekunder, uveitis, hefema sekunder, dan hemosiderosis.

2.9 Penatalaksanaan

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya

ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat

anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik

topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang

terpajan. Antibiotik dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung

fox pada mata. Analgetik, aneiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan,

dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari substansi yang

dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien

tekanan bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular.

Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan

timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha

melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya yang

diberikan ke mata yang cedera harus steril.

Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek

kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap cedera yang

Page 21: PRESUS MATA.docx

cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko

perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu pada kasus

hifema.

Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan

perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam beberapa

jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan menghilangkan

nyeri, dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat

penyerapan darah. Pada laserasi kornea , diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk

menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi

dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik.

Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau

vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang tidak dapat

diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar tindakan

lebih mudah dilakukan.

Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula,

robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi

merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut.

Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien

harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5

hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma,

atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin.

Penanganan hifema, yaitu :

1.      Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.

2.      Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.

3.      Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60º diberi koagulasi.

4.      Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida).

5.      Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.

6.      Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang

7.      Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan bila ada

tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila

setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.

8.      Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.

9.      Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5 hari.

10.  Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.

Page 22: PRESUS MATA.docx

11.  Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.

12.  anastesi lokal dengan pentocain tetes mata 2% tiap menit selama 5 menit.

13.  kelopak mata atas dan bawah dibuka dengan spekulum untuk mencari benda asing.

14.  pengeluaran benda sing dengan: kapas lidi steril, ujung jarum suntik tumpul

15.  salep mata antibiotik 3 kali perhari dan mata dibebat selama 2 hari.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Identitas

Nama, Umur,  jenis kelamin,TB,BB, Alamat,  status perkawinan,   Agama, Suku, Pendidikan,

Pekerjaan.

2. Riwayat Penyakit

1)  Keluhan Utama (saat masuk Rumah Sakit)

Page 23: PRESUS MATA.docx

Keluhan utama pada pasien dengan trauma tumpul pada mata adalah Nyeri pada

matanya

2)  Riwayat Kesehatan sekarang

Selama kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien merasa nyeri pada

kedua matanya, Kemudian klien memberi obat tetes tetapi tidak ada efeknya juga.

3)  Riwayat penyakit dahulu

Pasien belum pernah menderita penyakit tersebut

4)  Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga tidak memiliki penyakit seperti yang di alami klien

3.  Pengkajian Fungsional

1)   Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan

Ketika pasien merasa pusing,sesak nafas,jantung berdebar-debar pasien langsung

pergi berobat ke pukesmas

2)    Pola nutrisi dan metabolic

Sebelum sakit, intake makanan : frekuensi 3x sehari dan minum : 6-8 gelas /hari tetapi

selama sakit, intake makanan berkurang menjadi : 2x sehari dengan syarat bebas

lemak/kolesterol dan Minum : 5-7 gelas /hari

3)    Pola eliminasi

Eliminasi Buang Air Besar (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) tidak ada perubahan

yaitu Frekuensi BAK : 4-5x sehari dan BAB : 2x sehari. Tidak ada keluhan terkait dengan

pola eliminasi

4)    Pola istirahat dan tidur

Sebelum sakit klien Tidur jam 21.00-05.00 WIB Lama tidur 8 jam, siang hari 2 jam

dan Selama sakit klien Tidur jam 23.00-03.00 WIB Lama tidur hanya 4 jam, siang hari 1 jam.

5)    Pola aktivitas latihan

Kemampuan perawatan diri, Makan/minum, Mandi, Toileting, Berpakaian,

Mobilitas di tempat tidur dan Berpindah.

6)    Persepsi sensorik / perceptual

Klien mengatakan penglihatannya berkurang karena nyeri pada mata, pendengaran

baik

7)    Pola konsep diri

Page 24: PRESUS MATA.docx

Pasien mengatakan meras sedih karena tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa,

8)    Pola seksual-reproduksi

Pasien mengatakan mempunyai 3 orang anak dan selama berkeluarga tidak pernah

menggunakan alat kontrasepsi

9)    Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan anak-anaknya, suami dan dengan pasien lain serta perawat lain

baik

10)  Pola koping dan stress

Pasien selalu terbuka atas segala masalah pasrah kepada petugas kesehatan dan juga

menyerahkan kesembuhannya pada tuhan YME

11)  Pola nilai dan keyakinan

Klien sering mengikuti pengajian di musola di tempat tinggalnya dan juga setiap

sholat kadang-kadang membaca al quran, sekarang hanya bisa berdoa dengan tiduran di

tempat tidur.

4.   Pemeriksaan Fisik (Head to toe)

Bentuk kepala             : mesosopal

Rambut                       : hitam, tidak berketombe, sedikit beruban

Mata                           : kondisi konjungtiva, sclera,palpebra,iris,dll.

Hidung                        : tidak ada polip, bersih

Mulut                          : mukosa kering dan pecah-pecah, tidak berbau, dan

tidak Caries

Leher                           : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe

Dada                           : sebelah kiri terjadi pembesaran, dan tidak ada kelainan

Abdomen                    : terdapat asites, nyeri abdomen

Ekstremitas                 : terpasang kateter,  tidak ada udem

Anus                            : bersih, tidak ada haemorhoid

Tanda-tanda Vital       : T        : 110/70 MMhG

                                      N       : 75x/MENIT

                                      RR     : 20x/MENIT

                                      S        : 37ºC

5.  Data Penunjang Lain

1)  Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami

penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk

retina.

Page 25: PRESUS MATA.docx

2)  Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral

yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.

3)  Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata

(normal 10-20 mmHg).

4)  Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,

papiledema, retina hemoragi.

6.  Program Terapi

1. Terapi farmakologi

2. Terapi invasive

3.2    Diagnosa Keperawatan (sesuai prioritas)

1.   Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan intraokular.

2.  Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ

indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.

3.   Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap

interupsi permukaan tubuh.

4.   Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasan informasi.

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang menimbulkan

perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang

ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.

Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema).  Hifema adalah darah dalam bilik mata

depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan badan silia.

Trauma Tumpul, misalnya: terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup

botol tidak dengan alat, ketapel.

Tanda subyektif yaitu: Penderita mengeluh nyeri disertai penglihatan yang menurun

dan tanda obyektif yaitu: (1) pelebaran pembuluh darah perikornea, (2) visus menurun, (3)

hifema, (4) darah yang menempel pada endotel kornea, dan (5) tes fluoresin dapat (+) atau

(-).

Page 26: PRESUS MATA.docx

Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di

sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis

yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di

tutup dengan verband.

4.2 Saran

Dari kesimpulan diatas organ mata merupakan organ yang penting bagi manusia

karena dengan mata kita dapat mengetahui apa saja yang kita lihat dan melakukan sesuatu

yang kita inginkan diantaranya belajar, membaca, lihat TV dll.

Untuk itu penulis menyarankan agar kita selalu menjaga alat indra kita. Sebagai

mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang kegawat daruratan mata agar kita

dapat melakukan tindakan untuk mengatasi hal tersebut terutam trauma tumpul pada mata.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : EGCDoengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia Media.Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.

Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI JakartaSoemarsono. 1999. Contusio Oculi. Cermin Dunia Kedokteran;15:32-4

Colby K. Blunt injuries to the eye. The Merck Manuals.2007 (diakses dari website www.merckmanuals.com, pada tanggal 8 Juli 2009

Rubsamen PE. 2004.Trauma in Ophthalmology. Edisi II. Editor: Yanoff M, Duker JS, Augsburger JJ. Mosby,

Sidarta, Ilyas. 1998.Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Tucker, Susan Martin et al. 2003. Standar Perawatan Pasien : proses keperawatan, diagnosis dan evaluasi. Alih bahasa Yasmin Asih dkk. Ed. 6. Jakarta : Egc

Asbury T, Sanitato JJ. 2000. Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14. Editor Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widyamedika,

Sjukur BA, Yogiantoro M. Lensa. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata. Surabaya, RSUD Dokter Soetomo: 1994; 37 – 4

Page 27: PRESUS MATA.docx

Prihatno AS. Cedera Mata. 2007 (Diakses dari website www.medicastore.com, pada tanggal 8 Juli 2009)

Hilman H. Setyowati EE, Hamdanah. Ilmu Penyakit Mata I. SMC press, 1998.Jalilah NH. Hifema. STIKES Ngudi Waluyo, Ungaran 2007 (diakses dari website www.indoskripsi.com, pada tanggal 8 Juli 2009)

Khaw PT, Shah P, Elkington AR. 2004.Injury to the eye. Br Med J;328:36-8

Berke SJ. 2004.Post-traumatic glaucoma in Ophthalmology. Edisi II. Editor: Yanoff M, Duker JS, Augsburger JJ. Mosby,

Page 28: PRESUS MATA.docx

1. Penatalaksanaan Trauma Tumpul Bola Mata

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung fox pada mata. Analgetik, aneiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular.3,6

Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril.6

Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap cedera yang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu pada kasus hifema.

Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan menghilangkan nyeri, dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat penyerapan darah. Pada laserasi kornea , diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik. Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.

Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula, robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut.

Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin. Penanganan hifema, yaitu :

1. Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.2. Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.3. Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60º diberi koagulasi.4. Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida).5. Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.6. Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang

Page 29: PRESUS MATA.docx

7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.

8. Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5

hari.10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.

Pada fraktur orbita, tindakan bedah diindikasikan bila:

1. Diplopia persisten dalam 30 derajat dari posisi primer pandangan, apabila terjadi penjepitan

2. Enoftalmos 2 mm atau lebih3. Sebuah fraktur besar (setengah dari dasar orbita) yang kemungkinan besar akan

menyebabkan enoftalmos.

Penundaan pembedahan selama 1 – 2 minggu membantu menilai apakah diplopia dapat menghilang sendiri tanpa intervensi. Penundaan lebih lama menurunkan kemungkinan keberhasilan perbaikan enoftalmos dan strabismus karena adanya sikatrik. Perbaikan secara bedah biasanya dilakukan melalui rute infrasiliaris atau transkonjungtiva. Periorbita diinsisi dan diangkat untuk memperlihatkan tempat fraktur di dinding medial dan dasar. Jaringan yang mengalami herniasi ditarik kembali ke dalam orbita, dan defek ditutup dengan implan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Soemarsono. Contusio Oculi. Cermin Dunia Kedokteran 1999;15:32-4

Page 30: PRESUS MATA.docx

2. Colby K. Blunt injuries to the eye. The Merck Manuals.2007 (diakses dari website http://www.merckmanuals.com, pada tanggal 8 Juli 2009

3. Rubsamen PE. Trauma in Ophthalmology. Edisi II. Editor: Yanoff M, Duker JS, Augsburger JJ. Mosby, 2004

4. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1998

5. Tucker, Susan Martin et al. Standar Perawatan Pasien : proses keperawatan, diagnosis dan evaluasi. Alih bahasa Yasmin Asih dkk. Ed. 6. Jakarta : Egc ; 2003

6. Asbury T, Sanitato JJ. Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14. Editor Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widyamedika, 2000.

7. Sjukur BA, Yogiantoro M. Lensa. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata. Surabaya, RSUD Dokter Soetomo: 1994; 37 – 4

8. Prihatno AS. Cedera Mata. 2007 (Diakses dari website http://www.medicastore.com, pada tanggal 8 Juli 2009)

9. Hilman H. Setyowati EE, Hamdanah. Ilmu Penyakit Mata I. SMC press, 1998.10. Jalilah NH. Hifema. STIKES Ngudi Waluyo, Ungaran 2007 (diakses dari website

http://www.indoskripsi.com, pada tanggal 8 Juli 2009)11. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. Injury to the eye. Br Med J 2004;328:36-812. Berke SJ. Post-traumatic glaucoma in Ophthalmology. Edisi II. Editor: Yanoff M,

Duker JS, Augsburger JJ. Mosby, 2004.13. Untuk unduh materi klik link berikut Trauma tumpul bola mata

Page 31: PRESUS MATA.docx

  

dapat dilakukan dengan menjahit melalui garis bulu mata, sejajar glandula meibom dangaris abu-abu

(13)

.

I.

KOMPLIKASI

(1,2)

Ekimosis, Black eye

o

Pada perdarahan yang hebat, palpebra menjadi bengkak, berwarna kebiru- biruan, Karena jaringan ikat halus. Perdarahan dapat menjalar kebagian yanglain dimuka juga dapat menyebrang ke mata yang lain menimbulkan hematomakacamata (brilhematoma) atau menjalar kebelakang menyebabkan eksoftalmus.Ekimosis yang segera tampak setelah trauma, menunjukkan bahwa traumanyakuat.

Endoftalmitis

o

Endoftalmitis merupakan komplikasi tersering pada kasus benda asinginraokular. Terdapat sekitar 7 % sampai 48 % kasus pada mata yang dilaporkan,dimana endoftalmitis terjadi setelah kasus benda asing intraokular dialami.Resiko terkena endoftalmitis berhubungan dengan bagaimana kecelakaan terjadidan ‘kotornya’ benda asing yang masuk.3

Hifema

o

Perdarahan ini berasal dari iris atau badan siliar (corpus ciliaris). Adanya darahdi dalam bilik mata depan, dapat menghambat aliran humor aqueus kedalamtrabekula, Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Perdarahan yang mengisisetengah bilik mata depan, dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikantekanan intraocular.

Page 32: PRESUS MATA.docx

Dislokasi Lensa

o

Dislokasi lensa biasanya disebabkan karena rupture dari zonula zinnia. Dapatsebagian (subluksasi), dapat pula total (luksasi). Lepasnya dapat kedepan, dapat pula kebelakang.

Katarak traumatic

o

Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpulterlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada trauma tumpul akan terlihatkatarak subkabsular anterior ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkankatarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak 

(imprinting)

yang disebut cincin Vossius.

15

|

Page

  

Glaukoma sekunder

o

Trauma dapat menyebabkan timbulnya hipotoni, yang disusul hipertoni, yangdisebabkan pengaturan cairan mta yang terganggu, ada subluksasi atau luksasilensa dan hifema.

Pupil Midriasis

o

Biasanya di sebabkan oleh iridoplegia. Akibat parase serabut saraf yangmengurus otot sfingter pupil. Iridoplegia dapat terjadi temporer 2-3 minggu.Dapat juga permanen, tergantung adanya parase atau paralise dari otototersebut. Dalam waktu ini terasa silau.

J.PROGNOSIS

Page 33: PRESUS MATA.docx

Prognosis trauma okuli perforans bergantung pada banyak faktor, seperti:

13

- Besarnya luka tembus, makin kecil makin baik - Tempat luka pada bola mata- Bentuk trauma apakah dengan atau tanpa benda asing- Benda asing magnetik atau non magnetik - Dalamnya luka tembus, apakah tumpul atau luka ganda- Sudah terdapat penyulit akibat luka

 

tembus

DAFTAR PUSTAKA

1. 

Ilyas, Sidarta. 2004. Trauma mata :

 Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga.

FKUI; jakarta.Hal.;3-6, 259-276.

2.

Khurana AK, g. 2007,2003,1996. Ocular Injuries ;

Ophthalmology Fourth Edition.

Rohatk;India. Page 403-415.

3. 

Tandiarrang A.

Trauma oculi non perforans

. Avilable fromhttp:// prematuredoctor.blongspot.comAccesed ; 15 maret 2010.4.Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J, Pocket Atlas; ophthalmology. GeorgThieme Verlag;Stuttgart-New York. Hal.;32-33

16

|

Page

  

5. 

Page 34: PRESUS MATA.docx

Rahmawan A.

Trauma tumpul bola mata (occular contussio)

. Available from;http:// oncardio/trauma-tumpul-bola-mata .htm. Accesed; 15 maret 2010.

6.

Ilyas, Sidarta. 2004. Anatomi dan Fisiologi Mata:

 Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga.

FKUI; jakarta. Hal.;1-3,

7.

Ilyas, Sidarta. 2004. Trauma mata :

 Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga.

FKUI; Jakarta.Hal.;259-260.

8.

Richard A, 2008-2009. Orbit Eyelids and Lacrimal System :

 American Academy of Ophthalmology

. San Francisco. Chapter; 7

9. 

John H. Sullivan, MD.

Surgical Anatomy of The Lids

. Available From;http://.Vaughan.and.Asbury.edu//cc/General/Ophthalmology.chm. Accesed; 15 maret 2010

10.

Ilyas, Sidarta. 2004. :

 Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran edisi ke -2.

Sagung Seto; Jakarta. Hal.;12-13.

11.

Vaughan, daniel, g. 2000. Anatomi dan Embriologi Mata ;

Oftalmologi Umumedisi ke-14.

Widya medika; Jakarta, hal;17-29.

Page 35: PRESUS MATA.docx

12.

James, Bruce.. 2006. Trauma :

Oftalmologi edisi kesembilan

. Erlangga; Jakarta,Hal.;176-83.

13.

Trauma okuli perforans. Available from :http://www.trauma-   okuliperforans/YuyunMedicalDiary/.htm   

.

Accesed; 15 maret 2010.

14.

Edsel Ing. Laceration Eyelid. Avilable fromhttp://.eMedicineSpecialties/Ophthalmology/Lid.htm. Accesed ; 30 maret 2010.

15.

Daniel jacome-Roca,MD. Trauma ocular prolapse del iris. Available from :www.encolombia.com/medicina. accessed : 4 April 2010.

16.

James William, Threat with the whole-hearted. Available fromhttp://doctorcayoo.blogspot.com. Accessed : 4 April 201