presus gemelli
DESCRIPTION
gemelliTRANSCRIPT
BAB I
PRESENTASI KASUS
1.1. IDENTITAS PASIEN
DATA ISTRI SUAMI
NAMA Ny. S Tn. M
REKAM MEDIS
401343
USIA 34 Thn 36 Thn
PENDIDIKAN SMA SMA
PANGKAT SERDA
PEKERJAAN IRT TNI AD
SUKU JAWA AMBON
AGAMA KRISTEN KRISTEN
GOL. DARAH O O
ALAMAT RUMAH
Denkesyah/ Cimandala RT 07/01 No.27 Sukraja Bogor
NO. TELP 081354717314
1.2. ANAMNESA
Autoanamnesis : tanggal 1 November 2012
Keluhan Utama : keluar cairan ketuban
Keluhan Tambahan : mules
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan rujukan dari RS DKT Salak dengan kondisi obstetri G3P1A1 H36
minggu. Awalnya pasien datang ke RS Salak dengan mengeluh keluar cairan ketuban
sejak 2 minggu lalu warna bening dengan banyaknya 2-3 kali ganti pembalut. 1 minggu
kemudian juga disertai dengan adanya flek flek darah berwarna merah segar yang turut
keluar. Selain itu pasien juga mengeluh terkadang muncul mules-mules yang
1
frekuensinya tidak menentu. Pasien dirawat di RS Salak dengan diberi obat untuk
membantu pematangan paru dan mencegah mules, sampai akhirnya dirujuk ke RSPAD
Gatot Soebroto karena kondisi cairan ketuban yang semakin sedikit serta peralatan
perawatan bayi yang kurang lengkap sebagai antisipasi apabila dibutuhkan operasi
segera.
Perangai Pasien :
Kooperatif
Riwayat Haid :
Menarche : 14 tahun
Siklus : teratur (28hari)
Lamanya : 5 hari
Banyaknya : 2 – 3 kali ganti pembalut
HPHT : 20 Februari 2012
Taksiran partus : 27 November 2012
Riwayat KB :
KB suntik 1 bulan selama 6 bulan saat tahun 2005
Riwayat Pernikahan :
Menikah 1 kali dengan suami yang sekarang, pada usia 24 tahun (tahun 2002)
Riwayat Obstetri :
Hamil pertama th 2004/perempuan/spontan/BL 3000gr/PB 49cm
Hamil kedua th 2010/keguguran (usia janin 3 bulan)
Hamil ketiga saat ini
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi : Disangkal
DM : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal
Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat operasi : Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Hipertensi : Disangkal
2
DM : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal
Penyakit Jantung : Disangkal
Catatan penting selama antenatal :
ANC Rutin pada trimester pertama ke bidan
berikutnya ke Sp.OG di RS Salak
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
01 November 2012 jam 13.00
Status Generalis
o Keadaan umum : Baik
o Kesadaran : Compos Mentis
o Tinggi Badan : 155 cm
o Berat Badan : 59 kg (sblm hamil 49kg)
o IMT : 26,2
o Tekanan Darah : 110/70 mmHg
o Nadi : 88x/menit, teratur
o Pernapasan : 20x/menit, teratur
o Suhu : 36,7C
o Mata : Konjungtiva Anemis -/- , Sklera Ikterik -/-
o Jantung : BJ I-II Regular, Murmur (-), Gallop (-)
o Paru : Suara Napas Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
o Abdomen : TFU sesuai kehamilan 32 minggu
o Ekstremitas : Akral hangat, udema (-)
Status Obstetrikus
o Periksa Luar :
TFU : 32 cm
Letak anak : I preskep
3
II presbo
Kontraksi : (-)
DJJ : I 137 dpm, reguler
II 147 dpm, reguler
o Inspekulo :
Inspeksi : Vulva dan vagina tenang
Portio licin, ostium terbuka 1 cm, fluksus +, fluor +, adanya discharge
sedikit kental kehijauan
o Periksa Dalam :
Tidak dilakukan
o Pelvimetrik Klinis:
Tidak dilakukan
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. USG
Bayi 1 Bayi II
BPD : 8,1 BPD : 8,2
AC : 29,2 AC : 26,6
HC : 30,3 HC : 28,8
FL : 6,2 FL : 6,0
TBJ : 2160 gram TBJ : 1860 gram
ICA : 4,59
Plasenta Corpus anterior grade II-III
Gerak janin Aktif
---H31-32mgg Janin ganda presentasi kepala presentase bokong, Oligohidramnion---
2. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM KLINIK
( kamis, 1 November 2012 jam 13.48)
JENIS
PEMERIKSAAN
HASIL SAAT INI NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
RUTIN
4
Hemoglobin 10,9 12-16 g/dl
Hematokrit 34 37-47 %
Eritrosit 3,9 4,3-6,0 juta/Πl
Leukosit 11800 4.800-10.800/πL
Trombosit 308000 150.000-400.000/πL
MCV 88 80-96 fL
MCH 28 27-32 pg
MCHC 32 32-36 g/dL
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
(Sewaktu)
91 <140 mg/dL
URINALISIS
Urin Lengkap
pH 6.5 4.6-8.0
Berat Jenis 1.020 1.010-1.030
Protein +/Positif 1* Negatif
Glukosa -/Negatif Negatif
Bilirubin -/Negatif Negatif
Nitrit -/Negatif Negatif
Keton -/Negatif Negatif
Urobilinogen -/Negatif Negatif-Positif 1
Eritrosit 1-2-1 <2 LPB
Leukosit 6-8-8 <5 LPB
Torak -/Negatif Negatif/LPK
Kristal -/Negatif Negatif
Epitel +/Positif 1 Positif
Lain-lain -/Negatif Negatif
1.5. DIAGNOSIS KERJA
Ibu : G3P1A1 H36mgg, ketuban pecah, oligohidramnion
Janin : Janin ganda hidup intrauterine, presentase kepala dan bokong
5
1.6. PROGNOSIS
Ibu : dubia ad bonam
Janin : dubia
1.7. PENATALAKSANAAN AWAL
Rencana Diagnostik
- Observasi TTV,kemajuan persalinan, BTCT,
- Observasi tanda tanda kompresi tali pusat, infeksi intra uterin
Rencana Terapi
- 02 6 l/mnt
- Hidrasi cukup 1800ml/24jam
- Terminasi kehamilan perabdominam sc cito
- Rencana sterilisasi atas persetujuan pasien dan keluarga
Rencana Pendidikan
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kondisi pasien saat ini dan rencana
tatalaksana yang akan di berikan kepada pasien
CATATAN PERSALINAN
Pasien kemudian dilakukan sesio sesarea cyto pada jam18.30 dimana lahir
- Bayi I laki-laki lahir pada jam 18.50 AS 6/7 BB 2000gr ketuban habis, PB 43cm LK 31,5cm
LD 26cm LP 26,5cm
- Bayi II laki laki lahir pada jam 18.55 AS 5/7 BB 1700gr ketuban 150cc PB 42cm LK 30cm LD
25cm LP 22cm
Saat kedua bayi lahir kondisi keduanya tampak kebiruan dan tidak langsung menangis setelah
dihangatkan,dilakukan suction dan ransang taktil baru bayi mulai menangis dan kulitnya mulai
kemerahan. Kemudian bayi dibawa ke ruang perinatologi resiko tinggi.
Plasenta monochorion diamnion
Pasien ditubektomi (metode operasi wanita)
6
CATATAN KEMAJUAN PERAWATAN (S.O.A.P)
I. kamis, 1 november 2012 Pukul 21.00 WIB
S : kontraksi baik, perdarahan -, nyeri luka operasi +
O : KU: baik, compos mentis
TD: 140/90 mmHg, FN: 88x/menit, FP: 20x/menit, Suhu:36,8oC
Status generalis : Dalam batas normal
Status obstetrikus: TFU 2 jari dbwh pusat, kontraksi baik
Inspeksi: vulva dan urethrae tenang
A : P2A1 post sc ai gemeli, oligohidramnion, plasenta previa
P :
Rencana Diagnostik
o Observasi kontraksi, perdarahan, infeksi
o Observasi tanda-tanda vital
Rencana Terapi
o Ceftriaxon 1x2 gr
o Cairan 1800 cc/24jam
o Profenid supp 3x1
o Hematinik 1x1
II. Jumat, 2 November 2012 pk. 07.00 WIB
S : nyeri luka operasi +
O : KU: baik, compos mentis
TD: 120/80 mmHg, FN: 84x/menit, FP: 20x/menit, Suhu:36,5oC
Status generalis : Dalam batas normal
Status obstetrikus: TFU 2 jari dbwh pusat, kontraksi baik
Inspeksi: vulva dan urethrae tenang
Pervaginam lochea rubra
A : P2A1 post sc ai gemeli, oligohidramnion, plasenta previa
P :Observasi kontraksi, perdarahan, Observasi tanda-tanda vital, adanya infeksi
7
II. Sabtu, 3 November 2012 pk. 07.00 WIB
S : nyeri luka operasi + (berkurang), sudah mampu mobilisasi
O : KU: baik, compos mentis
TD: 120/80 mmHg, FN: 80x/menit, FP: 20x/menit, Suhu:36,7oC
Status generalis : Dalam batas normal
Status obstetrikus: TFU 2 jari dbwh pusat, kontraksi baik
Inspeksi: vulva dan urethrae tenang
Pervaginam lochea rubra
A : P2A1 post sc ai gemeli, oligohidramnion, plasenta previa
P :Observasi kontraksi, perdarahan, Observasi tanda-tanda vital, adanya infeksi
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih.
Kehamilan kembar mempengaruhi ibu dan janin, diantaranya adalah kebutuhan akan zat-zat ibu
bertambah sehingga dapat menyebabkan anemia dan defisiensi zat-zat lainnya, terhadap janin
yaitu usia kehamilan tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin pada kehamilan
kembar : 25% pada gemelli, 50% pada triplet, 75% pada quadruplet, yang akan lahir 4 minggu
sebelum cukup bulan. Jadi kemungkinan terjadinya bayi premature akan tinggi.
Persalinan dengan kehamilan kembar memiliki resiko lebih tinggi dari pada persalinan satu janin
( Tunggal ). Semakin banyak jumlah janin yang dikandung ibu, semakin tinggi resiko yang akan
ditanggung ibu. Sejak ditemukannya obat-obat dan cara induksi ovulasi, maka dari laporan-
laporan dari seluruh pelosok dunia, frekuensi kehamilan kembar cenderung meningkat. Bahkan
sekarang telah ada hamil kembar lebih dari 6 janin
Berbagai faktor mempengaruhi frekuensi kehamilan kembar, seperti bangsa, hereditas,
umur, dan paritas ibu. Bangsa Negro di Amerika Serikat mempunyai frekuensi kehamilan
kembar yang lebih tinggi daripada bangsa kulit putih. Juga frekuensi kehamilan kembar berbeda
pada tiap negara, angka yang tertinggi ditemukan di Finlandia yang terendah di Jepang.
Faktor umur, makin tua makin tinggi angka kejadian kehamilan kembar dan menurun lagi setelah
umur 40 tahun. Paritas, pada primipara 9,8 per 1000 dan pada multipara (oktipara) naik jadi 18,9
per 1000 persalinan. Keturunan, keluarga tertentu akan cenderung melahirkan anak kembar yang
biasanya diturunkan secara paternal, namun dapat pula secara maternal.
KEHAMILAN GANDA (GEMELI)
A. PENGERTIAN
Kehamilan ganda atau hamil kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih.
B. ETIOLOGI
9
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi : bangsa, umur, dan paritas, sering mempengaruhi
kehamilan kembar 2 telur. pada kembar yang berasal dari satu telur, faktor bangsa, hereditas,
umur dan paritas tidak atau sedikit sekali mempengaruhi terjadinya kehamilan kembar itu.
Diperkirakan disini penyebabnya adalah faktor penghambat dalam masa pertumbuhan dini
hasil konsepsi. Faktor penghambat yang mempengaruhi segmentasi sebelum blastula
terbentuk, menghasilkan kehamilan kembar dengan dua amnion, dua korion, dan dua
plasenta seperti pada kehamilan kembar dizigotik.
Bila faktor penghambat terjadi setelah blastula tetapi sebelum amnion terbentuk, maka akan
terjadi kehamilan kembar dengan 2 amnion, sebelum primitive streak tampak, maka akan
terjadi kehamilan kembar dengan 1 amnion. Setelah primitive streak terbentuk, maka akan
terjadi kembar dempet dengan berbagai bentuk.
2. Faktor obat-obat induksi ovulasi: Profertil, Clomid, dan hormon gonadotropin dapat
menyebabkan kehamilan dizigotik dan kembar lebih dari dua.
3. faktor lain dengan mekanisme tertentu menyebaabkan matangnya 2 atau lebih folikel de
graaf atau terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam 1 folikel.. kemungkinan pertama
dibuktikan dengan ditemukannya 21 korpora lutea pada kehamilan kembar. Pada fertilisasi
in vitro dapat pula terjadi kehamilan kembar, jika telur-telur yang diperoleh dapat dibuahi
lebih dari satu dan jika semua embrio yang kemudian dimasukkan ke dalam rongga rahim
ibu tumbuh dan berkembang lebih dari satu.
4. Faktor keturunan.
5. Faktor lain yang belum diketahui.
C. JENIS GEMELLI
1. Kehamilan kembar monozigotik
Kehamilan kembar yang terjadi dari satu telur disebut kembar monozigotik atau disebut
juga identik, homolog atau univoler. Kembar monozigot berarrti satu telur yang dibuahi sperma,
lalu membelah dua. Masa pembelahan berpengaruh terhadap kondisi bayi kelak. Masa
pembelahan sel telur terbagi menjadi 4 waktu, yaitu 0 – 72 jam, 4 – 8 hari, 9 – 12 dan 13 hari
atau lebih. Pada pembelahan pertama akan terjadi diamniotik yaitu rahim mempunyai dua
selaput ketuban dan dikorionik atau rahim mempunyai dua plasenta.
10
Sedangkan pada pembelahan kedua, selaput ketuban tetap dua, tapi rahim hanya punya satu
plasenta. Pada kondisi ini, bisa saja salah satu bayi mendapat banyak makanan, sementara bayi
satunya tidak. Akibatnya perkembangan bayi bisa terhambat.Lalu pada pembelahan ketiga
selaput ketuban dan plasenta masing-masing hanya sebuah, tapi bayi masih membelah dengan
baik
Pada pembelahan ke empat, rahim hanya punya satu placenta dan satu selaput ketuban,
sehingga kemungkinan terjadi kembar siam cukup besar. Pasalnya waktu pembelahan telalu lama
sehingga sel telur berdempet. Jadi biasanya kembar siam terjadi pada monozigot yang
pembelahannya lebih dari 13 hari. Kira-kira sepertiga kehamilan kembar adalah monozigotik.
Jenis kehamilan kedua anak sama, rupanya sama atau bayangan cermin, mata, kuping, gigi,
rambut, kulit dan ukuran antropologik pun sama. Sidik jari dan telapak sama, atau terbalik satu
terhadap lainnya. Satu bayi kembar mungkin kidal dan lainnya biasa karena lokasi daerah
motorik di korteks serebri pada kedua bayi itu berlawanan. Kira-kira satu pertiga kehamilan
kembar monozigotik mempunyai 2 amnion, 2 korion, dan 2 plasenta; kadang-kadang 2 plasenta
tersebut menjadi satu. Keadaan ini tak dapat dibedakan dengan kembar dizigotik. Dua pertiga
mempunyai 1 plasenta, 1 korion, dari 1 atau 2 amnion.
2. Kehamilan kembar dizigotik
Kira-kira dua pertiga kehamilan kembar adalah dizigotik yang berasal dari 2 telur;
disebut juga heterolog, binovuler, atau fraternal. Jenis kelamin sama atau berbeda, mereka
berbeda seperti anak-anak lain dalam keluarga. Kembar dizigotik mempunyai 2 plasenta, 2
korion dan 2 amnion. Kadang-kadang 2 plasenta menjadi satu.
11
Superfekundasi dan superfetasi
Superfekundasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan pada ovulasi yang sama
pada 2 koitus yang dilakukan dengan jarak waktu pendek. Kehamilan demikian ini sulit
dibedakan dengan kembar dizigotik. Pada tahun 1910 oleh Archer dilaporkan bahwa seorang
wanita berkulit putih yang melakukan koitus berturut-turut dengan seorang kulit putih dan
kemudian dengan seorang negro melahirkan bayi kembar dengan satu bayi berwarna putih dan
yang lainnya berupa mullato.
Superfetasi adalah kehamilan kedua yang terjadi beberapa mingggu atau beberapa bulan
setelah kehamilan pertama terjadi. Keadaan ini pada manusia belum pernah dibuktikan, akan
tetapi dapat ditemukan pada kuda.
D. PERTUMBUHAN JANIN
1. Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan dari pada janin pada kehamilan tunggal
pada umur kehamilan yang sama. Berat badan satu janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000
gram lebih ringan dari pada janin kehamilan tinggal. Berat badan yang baru lahir umumnya pada
kehamilan kembar kurang dari 2500 gram. Pada triplet kurang dari 2000 gram dan untuk
kuadruplet kurang dari 1500 gram. Suatu faktor penting dalam hal ini adalah kecendrungan
terjadinya partus prematurus. Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat
berbeda antara 50 sampai 1000 gram.
2. Dalam pertumbuhan yang bersaing antara kedua janin hamil kembar dapat terjadi :
Terjadi monstrum, akardiakus
Pada kehamilan kemabr monozigotik peredaran darah terjadi tidak seimbang karena perbedaan
pembuluh darah.pada jantung janin yang satu, peredaran darahnya lebh sempurna daripada janin
yang lain sehingga terjadi gangguan pertumbuhan pada satu janin.
Macam-macamnya :
- Akardiakus akornus ialah monstrum tanpa badan
- Akardiakus asefalus ialah monstrum yang hanya terdiri atas panggul dan ekstremitas bawah
12
- Akardiakus amorfus ialah monstrum tanpa bentuk yang terdiri atas jaringan ikat yang
mengandung berbagai alat rudimeter dan diliputi kulit.
Pada janin yang mendapat darah lebih banyak dapat terjadi hidramnion, selain itu juga dapat
terjadi polisitemia. Tapi pertumbuhan janin baik sedangkan pada janin kedua dapat menderita
anemia, oligohidramnion, pertumbuhan janin kecil.
3. Fetus Papiraseus
Ini terjadi pada kembar dizigotik dimana satu janin meninggal dan yang lainnya tumbuh
terus sampai matur. Janin yang mati diabsobsi atau masih ditemukan dalam uterus. Cairan
amnion dapat diserap semua dan janin berubah menjadi gepeng (fetus papiraseus/kompresus).
Jika tertinggal dalam uterus dapat menyebabkan infeksi dan perdarahan. Plasenta fetus
papiraseus berwarna putih, keras, fibritik dan berbatas tegas. Penemuan plasenta ini dapat
menjadi indikator kemungkinan masih tertinggal janin kedua dalam uterus. Dapat pula satu
konseptur mengalami perubahan menjadi mola hidatidosa sedangkan yang lain tumbuh terus
sampai matur dan dilahirkan hidup. Tapi ini sangat jarang terjadi.
E. LETAK PADA PRESENTASI JANIN
Pada hamil kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan posisi kedua janin. Begitu pula
letak janin kedua dapat berubah setelah janin pertama lahir, misalnya dari letak lintang berubah
jadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai kombinasi letak, presentasi dan posisi bisa
terjadi, yang paling sering dijumpai adalah:
- Kedua janin dalam letak membujur; presentasi kepala (44-47%).
- Letak membujur, presentasi kepala bokong (37-38%)
- Keduanya presentasi bokong (8-10%)
- Letak lintang dan presentasi kepala (5-5,3)
- Letak lintang dan presentasi bokong (1,5-2%)
- Dua-duanya letak lintang (0,2-0,6%)
- Letak dan presentasi '69' adalah letak yang berbahaya, karena dapat terjadi kunci-mengunci
(interlocking).
13
F. DIAGNOSIS KEHAMILAN KEMBAR
1. Anamnesis
- Perut lebih buncit dari semestinya sesuai dengan umur tuanya kehamilan
- Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil
- Uterus terasa lebih cepat membesar
- Pernah hamil kembar atau ada riwayat keturunan kembar.
2. Inspeksi dan palpasi
- Pada pemeriksaan pertama dan ulangan ada kesan uterus lebih besar dan lebih cepat tumbuhnya
dari biasa.
- Gerakan-gerakan janin terasa lebih sering.
- bagian-bagian kecil teraba lebih banyak.
- Teraba ada 3 bagian besar janin.
- Teraba ada 2 balotemen.
3. Auskultasi
Terdengar 2 denyut jantung janin pada 2 tempat yang agak berjauhan dengan perbedaan
kecepatan sedikitnya 10 denyut permenit atau bila dihitung bersamaan terdapat selisih 10.
4. Rontgen foto abdomen
Tampak gambaran 2 janin.
5. Ultrasonografi
Bila tampak 2 janin atau dua jantung yang berdenyut yang telah dapat ditentukan pada
triwulan I.
14
6. Elektrokardiogram total
Terdapat gambaran dua EKG yang berbeda dari kedua janin.
7. Reaksi kehamilan
Karena pada hamil kembar umumnya plasenta besar atau ada 2 plasenta, maka produksi
HCG akan tinggi, jadi titrasi reaksi kehamilan bisa positif, kadang-kadang sampai 1/200. Hal ini
dapat dikacaukan dengan mola hidatidosa.
Kadangkala diagnosa baru diketahui setelah bayi pertama lahir, uterus masih besar dan
ternyata ada satu janin lagi dalam rahim. Kehamilan kembar sering terjadi bersamaan dengan
hidramnion dan toksemia gravidarum.
G. GAMBAR KLINIK KEHAMILAN KEMBAR
Pada kehamilan kembar dengan peregangan uterus yang berlebihan dapat terjadi
persalinan prematuritas.
Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan kembar bertambah sehingga terjadi
difisiensi nutrisi seperti anemia yang dapat mengganggu pertumbuhan janin. Frekuensi
hidramnion pada hamil kembar sebesar 10 kali lipat lebih besar daripada kehamilan normal.
Keregangan otot rahim yang menyebabkan iskemia uteri dapat meningkatkan kemungkinan pre-
eklampsia dan eklampsia.
Solusio plasenta dapat terjadi setelah persalinan anak pertama karena retraksi otot rahim
berlebihan. Perjalanan persalinan dapat terjadi lebih lama. Setelah persalinan terjadi gangguan
kontraksi otot rahim yang menyebbakan atonia uteri menimbulkan perdarahan
Keluhan yang sering terjadi pada kehamilan kembar diantranya sesak nafas sering ingin
kencing / edema tungkai, pembesaran pembuluh darah (varises)
Dengan janin (bayi) yang relatif berat badannya rendah menyebabkan morbiditas dan
kematian yang tinggi.
Kemungkinan penyulit pada kehamilan kembar
Ibu Bayi
Anemia
Hipertensi
Partus Prematurus
Atonia Uteri
Hidramnion
Malpresentasi
Plasenta previa
Solusio plasenta
15
Perdarahan pasca persalinan Ketuban pecah dini
dan toksemia gravidarum
Pertumbuhan janin terhambat
Kelainan bawaan
Morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat
H. PENGARUH TERHADAP IBU DAN JANIN
1. Terhadap Ibu
- Kebutuhan akan zat-zat bertambah, sehingga dapat menyebabkan anemia dan defisiensi zat-zat
lainnya.
- Kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.
- Frekuensi pre-eklamsi dan eklamsi lebih sering.
- Karena uterus yang besar, ibu mengeluh sesak napas, sering miksi, serta terdapat edema dan
varises pada tungkai dan vulva.
- Dapat terjadi inersia uteri, perdarahan postpartum, dan solusio plasenta sesudah anak pertama
lahir.
2. Terhadap Janin
- Usia kehamilan tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin pada kehamilan kembar:
25% pada gemeli; 50% pada triplet; dan 75% pada quadruplet, yang akan lahir 4 minggu
sebelum cukup bulan. Jadi kemungkinan terjadinya bayi prematur akan tinggi.
- Bila sesudah bayi pertama lahir terjadi solusio plasentae, maka angka kematian bayi kedua
tinggi.
- Sering terjadi kesalahan letak janin, yang juga akan mempertinggi angka kematian janin.
I. PENANGANAN DALAM KEHAMILAN
1. Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar dan mencegah komplikasi
yang timbul, dan bila diagnosis telah ditegakkan pemeriksaan ulangan harus lebih sering (1 x
seminggu pada kehamilan lebih dari 32 minggu).
2. Setelah kehamilan 30 minggu, koitus dan perjalanan jauh sebaiknya dihindari, karena akan
merangsang partus prematurus.
3. Pemakaian korset gurita yang tidak terlalu ketat diperbolehkan, supaya terasa lebih ringan.
16
4. Periksa darah lengkap, Hb, dan golongan darah.
J. PENANGANAN DALAM PERSALINAN
1. Bila anak pertama letaknya membujur, kala I diawasi seperti biasa, ditolong seperti biasa dengan
episiotomi mediolateralis.
2. Setelah itu baru waspada, lakukan periksa luar, periksa dalam untuk menentukan keadaan anak
kedua. Tunggu, sambil memeriksa tekanan darah dan lain-lain.
3. Biasanya dalam 10-15 menit his akan kuat lagi. Bila anak kedua terletak membujur, ketuban
dipecahkan pelan-pelan supaya air ketuban tidak mengalir deras keluar. Tunggu dan pimpin
persalinan anak kedua seperti biasa.
4. Waspadalah atas kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum, maka sebaiknya pasang infus
profilaksis.
- Bila ada kelainan letak pada anak kedua, misalnya melintang atau terjadi prolaps tali pusat
dan solusio plasenta, maka janin dilahirkan dengan cara operatif obstetrik
- Pada letak lintang coba versi luar dulu, atau lahirkan dengan cara versi dan ekstraksi.
- Pada letak kepala, persalinan dipercepat dengan ekstraksi vakum atau forseps.
- Pada letak bokong atau kaki, ekstraksi bokong atau kaki.
5. Indikasi seksio caesarea hanya pada:
- Janin pertama letak lintang
- Bila terjadi prolaps tali pusat
- Plasenta previa
- Terjadi interlocking pada letak janin 69, anak pertama letak sungsang dan anak kedua letak
kepala.
Kala IV diawasi terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum: berikan
suntikan sinto-metrin yaitu 10 satuan sintosinon tambah 0,2 mg methergin intravena.
K. PROGNOSIS
Ibu : - Partus lama
- Taruma jalan lahir
- Perdarahan post partum
17
Prognosis untuk ibu lebih jelek bila dibandingkan pada kehamilan tunggal, karena
seringnya terjadi toksemia gravidarum, hidramnion, anemia, pertolongan obstetri operatif, dan
perdarahan pospartum. Angka kematian perinatal tinggi terutama karena prematur, prolaps tali
pusat, solusio plasenta dan tindakan obstetrik karena kelainan letak janin.
Rata – rata berat badan anak kembar kurang dari berat badan anak tunggal karena lebih sering terjadi
persalinan kurang bulan. Terjadinya persalinan ini meninggikan angka kematian di antara bayi – bayi
yang kembar.
2. Ketuban Pecah Dini
2.1 Definisi.
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis – premature rupture of the membrane PROM ) adalah
pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD
ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam
kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu
1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-
tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut
KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis.
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of
labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan persalinan
pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah
pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada
multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah
spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan. Periode Laten : adalah interval waktu
dari kejadian pecahnya selaput chorioamniotik dengan awal persalinan.
Arti klinis Ketuban Pecah Dini adalah :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi talipusat menjadi besar.
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah yang
masih belum masuk pintu atas panggul seringkali merupakan tanda adanya gangguan
keseimbangan feto pelvik..
18
3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan segala akibatnya.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang kejadian
ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
2.2 Epidemiologi
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 – 10 % dari semua
kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan
dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan
atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan
mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan.
Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu bertujuan untuk menghilangkan
kemungkinan terjadinya prematuritas dan Respiratory Distress Syndrom (RDS).
2.3 Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tidak jelas dan tidak dapat ditentukan secara pasti.
Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun
faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor
predesposisi adalah :
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina atau
infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan
infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada
serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya tumor,
hidramnion, gemelli.
19
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya
KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal,
penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan Neisseria
gonorrhoeae.
7. Faktor lain yaitu:
· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
· Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
2.4 Patofisiologi
Perubahan-perubahan Pada Selaput Janin
Rupturnya selaput janin berhubungan dengan perubahan – perubahan yang terjadi pada selaput
janin, terutama kolagen, antara lain adalah menurunnya komposisi kolagen, perubahan struktur
kolagen, dan meningkatnya degradasi kolagen. Hal ini terjadi akibat beberapa hal yang
berhubungan dengan etiologi dan faktor resiko, yaitu :
1. Kelainan pada jaringan ikat dan defisiensi nutrisi
Kelainan jaringan ikat berhubungan dengan melemahnya selaput janin, seperti terjadi
pada Ehlers – Danlos syndrome, yaitu kumpulan gejala-gejala yang terutama ditandai oleh
hiperelastisitas dari kulit dan sendi akibat struktur kolagen yang abnormal. Menurut penelitian
dengan 18 ibu hamil yang menderita Ehlers – Danlos syndrome, sebanyak 13 di antaranya
lahir prematur setelah terjadi KPSW.
Defisiensi nutrisi juga meningkatkan resiko terjadinya KPSW. Jembatan-jembatan
kolagen yang dibentuk dengan bantuan enzim lysyl oxidase meningkatkan elastisitas selaput
janin terhadap regangan. Enzim lysyl oxidase ini diproduksi oleh sel-sel mesenkim pada
lapisan kompakta pada amnion. Selain itu enzim ini juga bekerja dengan bantuan tembaga.
Pada ibu hamil dengan KPSW ditemukan kadar tembaga yang rendah pada serum
maternalnya. Pada ibu hamil yang mengalami defisiensi asam askorbat juga meningkatkan
20
resiko terjadinya KPSW sebab asam askorbat ini diperlukan dalam pembentukan struktur
triple helix dari kolagen. Kebiasaan merokok dapat menurunkan absorbsi dari asam askorbat,
selain itu unsure Cadmium dalam tembakau meningkatkan aktivitas enzim pengikat logam
pada lapisan trofoblast sehingga kadar tembaga dalam serum maternal berkurang.
2. Peningkatan degradasi kolagen
Degradasi kolagen terjadi dengan bantuan enzim matrix metalloproteinase (MMP).
Terdapat enzim - enzim matrix metalloproteinase yang mencerna matrix extraseluler
(kolagen) yang merupakan kerangka dari selaput janin. Saat terjadi proses metabolisme
proteolitik ini unsur kolagen pada selaput janin berkurang dan hal ini memperlemah selaput
janin tersebut dan juga mengurangi elastisitasnya. Terdapat beberapa jenis MMP yaitu :
- MMP-1 dan MMP-8 : membuka untaian triple helix pada kolagen tipe I dan III
- MMP-2 dan MMP-9 : membuka untaian triple helix pada kolagen tipe IV
MMP-1 dan MMP-9 terutama terdapat pada sel epitel amnion, lapisan fibroblast dari
amnion, dan lapisan trofoblast dari chorion. Dengan demikian, lapisan kompakta dari amnion
yang merupakan kerangka dari selaput janin dikelilingi oleh lapisan-lapisan yang
memproduksi MMP. Aktivitas enzim ini dihambat oleh enzim lain yang disebut enzim
protease inhibitor yaitu tissue inhibitor of metalloproteinase (TIMP) . Jenis dari TIMP :
- TIMP-1 berikatan dengan MMP-1, MMP-8, dan MMP-9
- TIMP-2 berikatan dengan MMP-2
Aktivitas MMP dan TIMP yang seimbang sangat diperlukan untuk remodelling dan
menjaga integritas dari selaput janin. Namun mendekati akhir kehamilan keseimbangan
tersebut seringkali bergeser dan didapatkan aktivitas MMP yang meningkat (terutama MMP-
9), tidak diikuti dengan meningkatnya aktivitas TIMP. Menurut penelitian yang lain
didapatkan aktivitas kolagenase yang meningkat terutama pada jaringan cervix selama
terjadinya dilatasi dari cervix. Selain itu didapatkan pula bahwa pada penyakit-penyakit
periodontal terdapat peningkatan aktivitas enzim-enzim MMP pada gusi yang secara tidak
langsung juga menyebabkan peningkatan dari MMP dan dihubungkan dengan terjadinya
KPSW.
21
3. Keadaan klinik yang berhubungan dengan peningkatan degradasi kolagen
- Infeksi.
Adanya infeksi masih menjadi suatu pertanyaan apakah infeksi tersebut menjadi
penyebab dari KPSW atau sebaliknya terjadinya KPSW menjadi penyebab terjadinya infeksi.
Identifikasi mikro-organisme patogen dari saluran reproduksi ibu hamil mendukung pendapat
bahwa infeksi bakteri berperan dalam terjadinya KPSW. Koloni bakteri yang ditemukan lebih
tinggi pada kasus KPSW adalah Streptococcus β haemolyticus, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorrhoeae, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Entamoeba coli
dan Pseudomonas sp dan Gardnerella vaginalis; sedangkan pada kasus tanpa KPSW
ditemukan koloni bakteri Streptococcus viridans lebih tinggi dari kasus KPSW.
Bakteri-bakteri tersebut mengeluarkan protease yang menyebabkan degradasi dari
kolagen dan melemahkan selaput janin. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri-
bakteri tersebut menurunkan insidensi dari KPSW. Akibat adanya infeksi dan inflamasi maka
tubuh ibu memberikan respon dengan :
Mengaktivasi sel-sel PMN dan makrofag. Sel-sel ini akan mengeluarkan mediatormediator
kimia seperti sitokin, MMP, dan prosraglandin. Sitokin-sitokin tersebut antara lain adalah
Interleukin-1 (IL-1) dan Tumor Necrosis Factor α (TNF α). Sitokin-sitokin ini akan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan pembentukan
prostaglandin E2 oleh sel-sel pada chorion.
Menyebabkan pengeluaran prostaglandin pada selaput janin melalui jalur cyclooxygenase.
Beberapa bakteri vagina mengeluarkan enzim phospholipase A2 yang kemudian akan
membentuk asam arakidonat yang merupakan prekursor dari prostaglandin. Pembentukan
prostaglandin dari asam arakidonat terjadi melalui aktivitas enzim cyclooxygenase-2 (COX 2).
Prostaglandin yang terbentuk akan menyebabkan iritabilitas dari uterus dan menyebabkan
kontraksi dari uterus.
Menyebabkan pelepasan glukokortikoid. Hormon ini memiliki aktivitas anti inflamasi
dengan menekan produksi prostaglandin, namun secara paradoksa ternyata pada lapisan
amnion glukokortikoid ini malah merangsang pembentukan prostaglandin, bahkan pemberian
dexamethasone menyebabkan menurunnya produksi kolagen tipe III pada kultur sel amnion in
vitro.
22
- Hormonal.
Hormon progesteron dan estradiol menekan terjadinya proses remodelling pada matrix
ekstraseluler. Pada kelinci kedua hormon ini menurunkan kadar MMP-1 dan MMP-3 serta
meningkatkan kadar TIMP. Pada marmut, konsentrasi progesteron yang tinggi juga
menurunkan kadar kolagenase di jaringan cervix. Hormon yang lain yaitu relaxin merupakan
hormon yang mengatur proses remodeling pada jaringan ikat terutama terdapat pada decidua
dan placenta. Hormon ini mempunyai efek yang berlawanan dengan progesteron dan estradiol
dengan meningkatkan kadar MMP-3 dan MMP-9 pada selaput janin. Kadar hormon relaxin
meningkat sebelum persalinan dan pada usia kehamilan aterm.
- Apoptosis.
Proses apoptosis terjadi pada setiap sel dalam tubuh manusia termasuk dalam selaput janin.
Secara molekuler, apoptosis ditandai dengan fragmentasi DNA dan katabolisme subunit RNA.
Kematian sel secara normal ini mengikuti degradasi dari matrix ekstraseluler. Pada
pemeriksaan lapisan amnion dan chorion setelah terjadinya KPSW ternyata didapatkan banyak
sel-sel yang mengalami apoptosis. Pada kasus chorioamnionitis ternyata sel sel epitel amnion
yang mengalami apoptosis mengandung sel-sel granulosit. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
proses infeksi mempercepat kematian sel / apoptosis pada selaput janin.
- Peregangan selaput janin.
Distensi uterus yang berlebihan seperti pada polihidramnion maupun kehamilan ganda akan
menyebabkan peregangan selaput janin dan meningkatkan resiko terjadinya KPSW.
Peregangan selaput janin secara mekanik akan meningkatkan produksi dari prostaglandin E2
(PGE2) dan Interleukin-8 (IL-8). Seperti telah diuraikan di atas bahwa PGE2 berefek :
Meningkatkan iritabilitas uterus
Menurunkan sintesis kolagen pada selaput janin
Meningkatkan produksi MMP-1 dan MMP-3
Sedangkan IL-8 yang diproduksi oleh sel-sel di amnion dan chorion merupakan zat kemotaktik
yang menarik netrofil dan meningkatkan aktivitas kolagenase.
23
2.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif
palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio
yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu
atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD
didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Diagnosa KPD ditegakkan
dengan cara :
1.Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba
dari jalan lahir, terus menerus atau tidak. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan
warna keluanya cairan tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran
lendir darah. Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosa KPD secara benar.
2. Pemeriksaan fisik
Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu
badan. Apakah ada tanda infeksi, seperti suhu badan meningkat dan nadi cepat.
3.Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
4.Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap
kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari
24
orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan,
penderita diminta batuk, megejan atau lakukan manuver valsava, atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks
anterior/posterior.
5.Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai
pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang
kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam karena
pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim
dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi
patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan
atau yang dilakukan induksi persalinan, dan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan), dan dibatasi sedikit mungkin.
6.Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan
yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina.
1.Tes Lakmus (tes Nitrazin).
yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas mustard emas yang sensitive,
pH ini akan berubah menjadi biru tua pada keberadaan bahan basa. pH normal vagina selama
kehamilan adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotik adalah 7-7,5. Tempatkan sepotong kertas
nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik spekulum dari vagina, jika kertas lakmus
merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
2.Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada
kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada
penderita oligohidromnion.
25
2.6 Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu
maupun bayinya.
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan
insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi
chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus
dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud
untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang
akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak
diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui
umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan
adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu
evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan
34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan
sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada
kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput
ketuban atau lamanya perode laten.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam
mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya
tanda-tanda infeksi pada ibu.
1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya
mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi
lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode
latent = L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan
sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam
setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-
tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
26
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun
antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap
chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik
profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah
diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam
kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.
Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya.
Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi
dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan
janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan
yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu
kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi
dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya
<5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai
tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik yang
adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi
trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi
dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau
tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan. Tujuan dari pengelolaan
konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan
adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan
pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi
persalinan tanpa memandang umur kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan jalan
merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-komplikasi yang
kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat terjadi gawat janin sampai
mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
27
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah sesar.
Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya
dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi
obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata
pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu
dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah
menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut
jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6
jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti
dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah
merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32
minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-
masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
2.7 Komplikasi
Pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan bayi adalah meningkatnya mortalitas dan
morbiditas perinatal. Pengaruh KPD terhadap janin dan ibu yaitu :
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena
infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala
pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal. Janin yang
mengalami takhikardi mungkin mengalami infeksi intrauterin.
2. Terhadap ibu
Karena jalan terlalu terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu sering
diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis dan
septikemia, serta dry – labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan
menjadi lama, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal tersebut akan meninggikan
angka kematian dan angka morbiditas pada ibu
28
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam
rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi ascenden. Salah satu fungsi selaput ketuban
adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga
mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi
dalam rahim, persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan
kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim (Manuaba, 1998). Tanda adanya infeksi bila suhu
ibu ≥38oC, air ketuban yang keruh dan bau, lekosit darah >15.000/mm3
29
BAB III
RESUME DAN ANALISA KASUS
Pasien dengan nama Ny. S dan berusia 34 tahun G3P1A1 H36minggu datang dengan
pada tanggal 01 November 2012 pukul 12.30 WIB ke RSPAD Gatot Soebroto dengan
keluhan keluarnya cairan ketuban sejak 2 minggu lalu. Pasien merupakan rujukan dari RS
DKT Salak Bogor setalah dirawat selama 2 minggu di sana atas keluhan keluarnya cairan
ketuban dengan banyak kurang lebih 2-3 kali ganti pembalut. Karena usia kehamilan pasien
saat itu 34 minggu PPROM (preterm premature of rupture membrane) karena pecahnya
ketuban sebelum kehamilan 37 minggu hal hal yang disiapkan pada pasien jika terjadi
persalinan preterm nantinya adalah
1. Menunda persalinan dengan tirah baring dan pemberian obat-obat tokolitik misalnya
Terbutalin ataupun nifedipin oral dapat diberikan. Nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 x/jam,
dianjurkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul
kontraksi berulang.
2. Memberikan obat-obat untuk memacu pematangan paru janin yaitu dengan Betamethason
12-16 mg (3- 4 amp) / im / hari diberikan selama 2 hari (Liggin & Howie 1972) atau
Dexamethason 6 mg /im, diberikan 4 dosis tiap 6 jam sekali
3. Memberikan obat-obat antibiotika untuk mencegah risiko terjadinya infeksi perinatal
Ampisilin Sulbactam parenteral 2 X 1,5 gr selama 2 hari , kemudian dilanjutkan oral 3 X
375 mg/hari selama 5 hari. Obat antibiotik yang lain sebaiknya dipilih obat-obat Gol. B
(Klasifikasi FDA untuk obat-obat untuk ibu hamil) terutama dianjurkan derivat penisilin /
ampisilin mengingat efek teratogenik terhadap janin.
4. Merencanakan cara persalinan preterm yang aman dan dengan trauma yang minimal.
5. Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi prematur.
Pasien kemudian masih dirawat tirah baring serta pemberian obat untuk pematangan paru
dan untuk mencegah mules. Kemudian saat usia kehamilan 36 minggu karena peralatan
yang kurang lengkap untuk penganganan bayi serta ibu dan kondisi cairan ketuban yang
semakin sedikit maka pasien kemudian dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto.
30
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran pasien compos mentis, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 88 x/menit, nafas 20x/menit, suhu 36,70C. Pada pemeriksaan tinggi
fundus uteri didapatkan 32 cm khususnya pada keadaan hamil ganda tidak sesuai dengan
usia kehamilan karena berkurangnya cairan ketuban. Pada status generalis pasien tidak
ditemukan adanya kelainan, pada pemeriksaan obstetri didapatkan cervic utuh, OUE
tertutup belum ada tanda inpartu, terdapat discharge kental kehijauan tanda adanya
hipoksia pada janin. Pemeriksaan USG didapatkan ada janin ganda di dalam rahim dengan
presentase kepala dan bokong dengan taksiran berat janin I 2160 gr (2000gr) dan bayi kedua
1860 (1700gr) , letak plasenta corpus depan grade II-III
Tingkat II
Ketika plasenta menjadi matur,densitas ekogenik menjadi lebih banyak dan lebih padat.
Lempeng korionik tampak nyata sekali serupa dengan garis densitas ekogenik (densitas
seperti bentuk koma).Tanda konfigurasi tingkat II adalah adanya densitas ekogenik pada
lapisan basal, yang berbentuk garis dan terletak di lapisan basal sejajar dengan sumbu
panjang dari plasenta, dengan ukuran panjang sekitar 6 mm. Kadang-kadang garis ini
menjadi satu dan tampak sebagai garis putih yang padat sepanjang basis plasenta.Tetapi
31
gambaran ini harus dibedakan dengan gema sarung rektus dinding abdomen. Plasenta
tingkat II tampak pada kehamilan sekitar 36-.38 minggu dan 45 % gambaran seperti ini
tampak sampai aterm. Lima puluh lima persen (55%) gambaran plasenta tingkat II terlihat
pada kehamilan 42 minggu.
Tingkat III
Konfigurasi pada plasenta tingkat III menunjukkan plasenta yang terbagi-bagi
(kotiledon). Lempeng korionik melekuk, walaupun tidak selalu mudah terlihat. Tampak
densitas linier yang meningkat (seperti pada tingkat II), tetapi sekarang melebar ke lapisan
basal plasenta tanpa terputus-putus (merupakan suatu densitas berbentuk koma yang tidak
terputus). Densitas linier plasenta tingkat I juga menunjukkan gambaran yang hampir serupa
dengan densitas yang lebar pada plasenta dengan diameter 8-10 mm, tetapi letaknya lebih
kearah lempeng korionik. Struktur plasenta pada tingkat III menunjukkan gambaran
ekolusen fallout areas yang terletak di sentral kotiledon-kotiledon, tanpa vili karena dirusak
oleh tekanan maternal arterial jet.
Secara umum plasenta akan menjadi matur dari arah tepi kearah sentral dan tidak biasa
terjadi dua tingkat yang terpisah dalam satu plasenta. Apabila terjadi hal seperti ini, maka
tingkat yang lebih tinggi yang dipilih. Pada kehamilan kembar, plasenta mungkin akan
matur dalam kecepatan yang berbeda. Pada twin-to-twin transfusion syndrome, janin yang
lebih kecil (karena ada gangguan pertumbuhan ) selalu mempunyai tingkat plasenta yang
lebih tinggi.
Sedangkan untuk indeks cairan amnion ICA 4,59 rata-rata normal cukup bulan
berkisar 10-16 cm. Bila cairan ketuban berlebihan (>25) disebut hidramnion. Sebaliknya,
jika cairan ketuban itu sedikit (<5) dikatakan sebagai oligohidramnion.
Sedangkan dari pemeriksaan labolatorium ditemukan adanya peningkatan leukosit dan
protein +1.. Pasien ini kemudian dilakukan sesio sesarea dengan kondisi bayi I AS 6/7 BL
2000gr ketuban habis dan bayi II AS 5/7 BL 1700 gr ketuban 150cc, dimana keduanya
tampak kebiruan dan tidak langsung menangis setelah dihangatkan,dilakukan suction dan
ransang taktil baru bayi mulai menangis dan kulitnya mulai kemerahan. Kemudian bayi
dibawa ke ruang perinatologi resiko tinggi.
32
BAB IV
KESIMPULAN
Gemeli merupakan kehamilan dg 2 janin atau lebih, dimana berat bayi pada gemeli lebih
kecil dibandingkan dengan berat bayi pada kehamilan tunggal
Salah satu komplikasi gemeli adalah PROM
PROM merupakan pecahnya selaput ketuban lebih dari usia kehamilan 37 minggu,
PPROM merupakan pecahnya selaput ketuban pada usia kurang dari 37 minggu
Pada pasien dgn PPROM dilakukan terapi konservatif pematangan paru, mencegah
infeksi, tokolitik aterm
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Westrom KD. Kehamilan Multi
Janin. Dalam: Hatono A, Suyono YJ. Pendit BU. Obstetri Williams.Volume 1 edisi 21. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC, 2006.
2. Garite, T. J. 2004. Premature Rupture of The Membranes. In : Maternal – Fetal Medicine Principles
and Practice. 5th Edition. Philadelphia : Saunders. 723-736.
3.High Risk Pregnancy, Premature Rupture of The Membranes(PROM). http//www.
healthsystem.virginia.edu/uvahealth/pedshrpregnant/online.cfm
4. Kliegman RM. Kehamilan multiple. Dalam: Wahab AS, editor bahasa Indonesia. Ilmu kesehatan
anak. Volume 1 edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2000.
5. Konje JC, Taylor DJ: Bleeding in late pregnancy. In: James DK, Steer PJ, Weiner CP Gonik B:
High risk pregnancy management options. 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders company, 2000; 111-128
6. Liewellyn-Jones D. Kelainan presentasi janin. Dalam: Hadyanto, editor edisi bahasa Indonesia.
Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. Hipokrates, Jakarta. 2002
7. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri ed 2, jilid 1. Jakarta : EGC. 2004
8. Prawirohardjo. Sarwono. Ilmu Kebidanan. Ed. III, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2008.
9. Prawirohardjo. Sarwono. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002.
10. Phupong Vorapong, Prelabour Rupture of Memnranes in Journal of Pediatric, Obstetric and
Gynaecology, Nov/Dec, 2003, Hal : 25 – 31
11. Thomas Jefferson University Hospital. Care and Managemant of Multiple Pregnancy. Last update:
2007. http://jeffersonhospital.org/Content.asp?PageID=P08022.
34