presus dkp
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
DIPROPORSI KEPALA PANGGUL O/K FAKTOR PANGGUL
PRIMIGRAVIDA HAMIL ATERM BELUM DALAM PERSALINAN
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Kepaniteraaan Stase Obstetri dan Ginekologi RSD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh
Nama : Mugi Restiana Utami
NIM : 20060310056
Diajukan Kepada
dr.H.M. Ani Ashari, Sp.OG (K)
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2011
0
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
DIPROPORSI KEPALA PANGGUL O/K FAKTOR PANGGUL
PRIMIGRAVIDA HAMIL ATERM BELUM DALAM PERSALINAN
Disusun oleh
MUGI RESTIANA UTAMI
20060310056
Yogyakarta, Juni 2011
Disetujui oleh
Dokter Pembimbing
dr. H.M.Ani Ashari, Sp.OG (K)
1
BAB I
PENDAHULUAN
Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai 200 juta
kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal akibat komplikasi
kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut adalah perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis
14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi 12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus
12,9%, dan sebab langsung yang lain 7,9%.
Proses persalinan merupakan suatu proses mekanik, dimana suatu benda di dorong
melalui ruangan oleh suatu tenaga. Benda yang didorong adalah janin, ruangan adalah Pelvis
untuk membuka servik dan mendorong bayi keluar.
Seksio sesarea di Amerika Serikat dilaporkan meningkat setiap tahunnya, Pada tahun
2002 terdapat 27,6 % seksio sesarea dari seluruh proses kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1%
merupakan seksio sesarea primer. Laporan American College of Obstretician and Gynaecologist
(ACOG) menyatakan bahwa seksio sesarea primer terbanyak pada primigravida dengan fetus
tunggal, presentasi vertex, tanpa komplikasi. Indikasi primigravida tersebut untuk seksio sesarea
adalah presentasi bokong, preeklampsi, distosia, fetal distress, dan elektif. Distosia merupakan
indikasi terbanyak untuk seksio sesarea pada primigravida sebesar 66,7%. Angka ini
menunjukkan peningkatan dibandingkan penelitian Gregory dkk pada 1985 dan 1994 masing-
masing 49,7% dan 51,4% distosia menyebabkan seksio sesarea.
Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG dibagi menjadi 3 yaitu
kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger), dan kelainan jalan lahir (passage).
Panggul sempit (pelvic contaction) merupakan salah satu kelainan jalan lahir yang akan
menghambat kemajuan persalinan karena ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin dengan
panggul ibu yang biasa disebut dengan disproporsi sefalopelvik. Istilah disproporsi sefalopelvik
muncul pada masa dimana indikasi utama seksio sesarea adalah panggul sempit yang disebabkan
oleh rakhitis. Disproporsi sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah jarang ditemukan,
umumnya disebabkan oleh janin yang besar.
Berdasarkan uraian di atas maka kami perlu menguraikan permasalahan dan
penatalaksanaan pada disproporsi sefalopelvik sebagai salah satu penyebab distosia penting
dimiliki oleh dokter.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN JENIS PANGGUL
Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os koksa dapat
dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang – tulang ini satu dengan lainnya
berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis.
Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os
ilium.Dibawah terdapat artikulasio sakro- koksigea yang menghubungkan os sakrum dan os
koksigis (Wahyuni S., 2008).
Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis minor.
Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan false
pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis
(Wahyuni S., 2008).
Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ –organ abdominal selain itu
pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot – otot dan ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan
pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih,
dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis
yang dibentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus (Wahyuni S., 2008).
Panggul menurut anatominya di bagi dalam 4 jenis pokok. Jenis-jenis panggul ini dengan ciri-ciri
pentingnya adalah:
1. Panggul ginekoid dengan pintu atas panggul yang bundar, atau dengan diameter
transversa yang lebih panjang sedikit daripada diameter antero posterior dan dengan
panggul tengah serta zpintu bawah panggul yang cukup luas.
2. Panggul anthropoid dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang daripada
diameter transversa, dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3
Gambar Sakrum, Os sacrum, dan gelang panggul, Cingulum panggul. Daerah di sebelah
cranial Linea Terminalis dinamakan panggul besar, Pelvis Major. Sedangkan daerah di sebelah
kaudal Linea terminalis dinamakan panggul kecil, pelvis minor (Wahyuni S., 2008).
3. Panggul android dengan pintu atas panggul yang terbentuk sebagai segitiga berhubungan
dengan penyempitan kedepan, dengan spina ischiadica menonjol kedalam dan dengan
arkus pubis menyempit.
4. Panggul platipelloid dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek dari pada
diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas.
Menurut klasifikasi yang dianjurkan oleh Munro Kerr, perubahan bentuk panggul dapat
digolongkan sebagai berikut:
1. Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intra uterine: Neagles, Panggul Robert,
Split Pelvis, Panggul asimilasi.
2. Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang tulang panggul dan atau sendi panggul:
rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi, karies, nekrosis, penyakit pada sendi
sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea
3. Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang: kifosis, scoliosis, spondilolistesis.
4
4. Perubahan bentuk karena penyakit kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan
1 kaki.
Panggul neagle hanya mempunyai sebuah sayap pada sacrum, sehingga panggul tumbuh
sebagai panggul miring. Panggul Robert tidak memiliki kedua sayap sehingga panggul sempit
dalam ukuran melintang. Panggul split pelvis terdapat penyatuan tulang tulang panggul pada
simpisis tidak terjadi sehingga panggul terbuka kedepan. Panggul asilmilasi sacrum terdiri atas 6
os vertebra (asimilasi tinggi) atau 4 os vertebra (asimilasi rendah). Panggul asimilasi tinggi dapat
menimbulkan kesukaran dalam turun nya kepala janin kerongga panggul.
Wanita yang menderita rakhitis karena kekurangan vitamin D serta kalsium pada makanan
dan kurang mendapat sinar matahari. Jika anak mulai duduk, atau tekanan pada panggul dengan
tulang dan sendi yang lembek karena rakitis dapat menyebabkan sacrum dan promontoriumnya
bergerak kedepan dan dengan bagian bawahnya ke belakang, dalam proses ini sacrum mendatar.
Ciri pokok pada panggul rakhitis adalah mengecilnya diameter anteroposterior pada pintu atas
panggul. Pada osteomalasia, suatu penyakit karena gangguan gizi yang hebat dan karena
kekurangan sinar matahari, yang menyebabkan perubahan pada bentuk-bentuk tulang termasuk
panggul sehingga rongga nya menjadi sempit, kini jarang ditemukan.
Tumor tulang panggul yang dapat menimbulkan kesempitan jalan lahir jarang sekali
ditemukan. Demikian pula halna dengan fraktur tulang panggul yang disebabkan timbulnya
kallus atau karena kurang sempurna sembuhnya yang dapat mengubah bentuk panggul.
Pada kifosis tulang belakang bagian bawah, sacrum bagian atas ditekan ke belakang,
sedang sacrum bagian bawah memutar ke depan. Dengan demikian terdapat panggul corong
(tunnel pelvis) dengan pintu atas panggul yang luas dan dengan bidang bidang lain yang
menyempit.
Pada scoliosis tulang belakang bagian bawah, bentuk panggul dipengaruhi oleh perubahan
pada tulang tulang diatas panggul menjadi miring. Kelainan atau penyakit pada 1 kaki yang
diderita sejak lahir atau dalam masa kanak kanak menyebabkan kaki tersebut tak dapat
digunakan dengan sempurna, sehinggal berat badan harus dipikul oleh kaki yang sehat.
Akibatnya panggul bertumbuh miring (pada postpoliomyelitis masa kanak kanak).
5
B. Disproporsi Sefalopelvik
Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan
persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu
atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini oleh ACOG dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.
2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi,
hidrosefalus.
3. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang mempersempit
jalan lahir.
Disproporsi sefalopelvik (DKP) adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian
antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi
keduanya.
Panggul disebut sempit bila ukurannya 1-2 cm kurang dari normal. Kesempitan panggul
bisa pada Pintu Atas Panggul, Pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau kombinasi
ketiganya.
1. Kesempitan pada Pintu Atas Panggul
Pintu masuk panggul biasanya dianggap menyempit apabila diameter anteroposterior
terpendeknya kurang dari 10,0 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari
12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur
konjugata diagonal secara manual, yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian,
penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang
kurang dari 11,5 cm. Kesalahan yang kerap terjadi dalam pemakaian pengukuran klinis.
Dengan menggunakan pelvimetri klinis dan, kadang-kadang pelvimetri radiologi kita
perlu mengidentifikasi diameter anteroposterior paling pendek yang harus dilewati kepala
janin. Kadang-kadang korpus vertebra sakralis pertama bergeser ke depan sehingga jarak
terpendek sebenarnya mungkin terletak antara promontorium sakrum yang palsu (abnormal)
ini dam simfisis pubis.
6
Sebelum persalinan, telah terbukti diameter biparietal janin rata-rata berukuran 9,5 cm
sampai 9,8 cm. Dengan demikian, sebagian janin mungkin sangat sulit atau mustahil
melewati pintu atas dengan diameter anteroposterior yang kurang dari 10 cm. Mengert dan
Kaltreider, dengan menggunakan pelvimetri radiologik, membuktikan bahwa insiden
kesulitan pelahiran sama-sama meningkat apabila diameter anteroposterior pintu atas
panggul kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Apabila kedua
diameter tersebut nilainya kecil, distosia akan lebih berat dibandikan apabila hanya salah satu
yang kecil. Konfigurasi pintu atas pangguljuga merupakan penentu penting adekuat-tidaknya
kapasitas panggul, terlepas dari ukuran sebenarnya diameter-diameter tersebut dan
perhitungan “luas”.
Wanita bertubuh kecil kemungkinan besar memiliki panggul kecil, tetapi ia juga
kemungkinan besar memiliki bayi kecil. Thoms mempelajari 362 nulipara dan mendapatkan
rata-rata berat lahir anak secara bermakna lebih rendah (280 g) pada wanita dengan panggul
sempit daripada mereka dengan panggul sedang atau luas. Pada obstetri hewan, sering
diamati bahwa pada sebagian besar spesies penentu utama ukuran janin adalah ukuran ibu,
bukan ukuran.
Normalnya, pembukaan serviks dipermudah oleh efek hidrostatik selaput ketuban yang
belum pecah atau setelah pecah oleh persentuhan langsung bagian terbawah janin ke serviks.
Namun, pada panggul yang sempit, saat kepala tertahan di pintu atas panggul, seluruh gaya
yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus bekerja secara langsung pada bagian selaput ketuban
yang menutupi serviks yang mebuka. Akibatnya, besar kemungkinan terjadinya pecah
selaput ketuban.
Setelah selaput ketuban pecah, tidak adanya tekanan oleh kepala terhadap serviks dan
segmen bawah uterus memudahkan terjadinya kontraksi yan inefektif. Karena itu,
pembukaan lebih lanjut berjalan secara sangat lambat atau tidak sama sekali. Ciblis dan
Hendricks melaporkan bahwa adaptasi mekanis janin sebagai penumpang terhadap bagian
tulang jalan lahir berperan penting dalam menentukan efisiensi kontraksi. Semakin baik
adaptasinya, semakin efisien kontraksi. Karena pada panggul yang sempit adaptasinya buruk,
sering terjadi pemanjangan waktu persalinan. Pada derajat penyempitan panggul yang tidak
memungkinkan pelahiran janin pervagianm, serviks jarang membuka lengkap. Dengan
7
demikian, respons serviks terhadap persalinan memiliki makna prognostik untuk hasil akhir
persalinan pada wanita yang mengalami penyempitan pintu atas panggul.
Pintu atas panggul yang menyempit berperan penting dalam menimbulkan kelainan
presentasi. Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin sering sudah turun ke dalam
panggul sebelum persalinan dimulai. Namun, apabila pintu atas mengalami penyempitan
yang cukup berarti penurunan (kalaupun berlangsung) belum terjadi sampai setelah awitan
persalinan. Presentasi kepala masih predominan, tetapi karena kepala mengapung bebas
diatas pintu masuk panggul atau terletak lebih ke arah lateral di salah satu fosa iliaka,
pengaruh yang sangat kecil saja sudah dapat menyebabkan janin mengambil presentasi lain.
Pada wanita yang panggulnya sempit, presentasi wajah dan bahu dijumpai tiga kali lebih
sering, dan prolaps tali pusat terjadi empat sampai enam kali lebih sering. Besarnya risiko
prolaps tali pusat pada wanita dengan disproposi sefalopelvik (Cunningham, 2006).
2. Kesempitan Panggul Tengah
Dengan sakrum melengkung sempurna, dinding- dinding panggul tidak berkonvergensi,
foramen ischiadikum mayor cukup luas dan spina ischiadika tidak menonjol kedalam dapat
diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan. Ukuran terpenting
adalah Distansia Interspinarum, apabil. Ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai
tentang kesukaran persalinan.
Hal ini lebih sering dijumpai dibanding penyempitan pintu atas panggul. Penyempitan
pintu tengah panggul ini sering menyebabkan terhentinya kepala janin pada bidang
transversal, yang dapat menyebabkan perlunya tindakan forseps tengah yang sulit atau seksio
sesarea.
Bidang obstetris di panggul bagian trngah membentang dari batas inferior simfisis pubis,
melalui spina-spina iskiadika, dan menyentuh sakrum dekat pertemuan antara vertebra
keempat dan kelima. Secara teoretis, sebuah garis tranversal yang menghubungkan kedua
spina iskiadika membagi panggul tengah menjadi bagian anterior dan posterior. Panggul
tengah anterior dibatasi disebelah anterior oleh batas bawah simfisis pubis dan sebelah lateral
oleh ramus iskopubik. Bagian posterior dibatasi disebelah dorsal oleh sakrum dan sebelah
lateral oleh ligamentum sakrospinosum, membentuk batas-batas bawah taktik sakroiskiadika.
8
Rata-rata ukuran diameter pintu tengah panggula adalah sebagai berikut: diameter
transversal (interspianrum) 10,5 cm; diameter anteroposterior (dari batas bawah simfisis
pubis keperbatasan antara vertebra keempat dan kelima) 11,5 cm; dan diameter sagitalis
posterior (dari titik tengah garis interspinarum ke titik tengah di sakrum) 5 cm. Walaupun
definisi penyempitan panggul tengah belum ditentukan secara pasti seperti pada penyempitan
pintu atas panggul, pintu tengah panggul kemungkinan besar dikatakan sempit apabila
jumlah diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tengah (normal
10,5 cm ditambah 5 cm, atau 15,5 cm) adalah 13,5 cm atau kurang. Kita patut mencurigai
adanya penyempitan panggul tengah apabila diameter interspinarum kurang dari 10 cm.
Apabila lebih kecil daripada 8 cm, panggul tengah sudah pasti dikatakan sempit.
Definisi-definisi sebelumnya tentang penyempitan panggul tengah tidak menyiratkan
bahwa distosia selalu terjadi pada panggul tengah yang sempit tersebut, tetapi sekedar
menyatakan bahwa hal tersebut besar kemungkinannya terjadi. Terjadinya distosia juga
bergantung pada ukuran dan bentuk panggul depan dan ukuran kepala janin, serta pada
tingkat penyempitan panggul secara keseluruhan.
Walaupun belum ada metode manual yang dapat mengukur secara persis ukuran-ukuran
panggul tengah, kemungkinan terjadinya penyempitan kadang-kadang diperkirakan apabila
spina-spina menonjol, dinding samping panggul mengalami konvergensi atau taktik
sakroiskiadika,sempit. Lebih lanjut, hubungan antara diameter intertuberosum dan
interspinarum cukup konstan sehingga adanya penyempitan interspinarum dapat diantisipasi
apabila diameter intertuberosum sempit. Namun, diameter intertuberosum yang normal tidak
selalu menjamin diameter interspinarum tidak menyempit.
3. Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang datar, tetapi terdiri atas segi tiga depan dan
segi tiga belakang yang memmpunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberrum. Apabila
ukuran terakhir ini lebih kecil dari pada yang biasa maka sudut.
Arkus pubis mengecil pula ( kurang dari 80 0 ). Agar supaya dalam hal ini kepala janin
dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah panggul.
Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang, persalinan pervaginam dapat
dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada perineum.
9
Dengan distansia tuberrum bersama dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 15
cm timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.
Caranya :
Lakukan VT sampai teraba promotorium lalu ukur jari tangan yang masuk (CD),
kemudian kurangkan 1 1/2 cm,kalau kurang dari 10 cm berarti panggul sempit.
PENYEMPITAN PINTU BAWAH PANGGUL. Hal ini didefinisikan sebagai pemendekan
diameter intertuberosum hingga 8 cm atau kurang. Pintu bawah panggul secara kasar dapat
dianggap sebagai dua segitiga dengan diameter inti tuberosum sebagai dasar keduanya. Sisi-sisi
segitiga anterior dibentuk oleh kedua ramus pubis, dan puncaknya adalah permukaan posterior
inferior simfisis pubis. Segitiga posterior tidak dibatasi oelh tulang disisinya tetapi apeksnya
dibatasi oelh ujung vetebra sakralis terakhir (bukan ujung koksigis). Di laporkan bahwa
penyempitan pintu bawah panggul dijumpai pada hampir 1 persen diantara lebih dari 1400
nulipara aterm yang dipilih secara acak (Floberg dkk, 1987).
Menyempitnya diameter intertuberosum yang menyebabkan penyempitan segitiga
anterior akan mendorong kepala janin ke arah posterior. Dengan demikian, penentuan apakah
janin dapat lahir sebagian bergantung pada ukuran segitiga posterior, atau secara lebih spesifik
pada diameter intertuberosum dan diameter sagitalis posterior pintu bawah panggul. Pintu bawah
yang sempit dapat menyebabkan distosia bukan sebagai penyebab tunggal karena sebagian besar
disertai penyempitan pintu tengah panggul. Penyempitan pintu bawah panggul tanpa disertai
penyempitan pintu tengah panggul jarang terjadi.
Bahkan apabila disproporsi antara kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu
besar untuk menimbulkan distosia berat, hal ini akan dapat berperan penting dalam menimbulkan
robekan perineum. Dengan semakin menyempitnya arkus pubis, oksiput tidak dapat keluar tepat
dibawah simfisis pubis tetapi dipaksa semakin ke bawah menuju ramus iskiopubik. Pada kasus
yang ekstrim, kepala harus berputar mengelilingi sebuah garis yang menghubungkan tuberositas
iskiadika. Karena itu, perineum akan menjadi sangat terengang dan menyebabkan mudah robek.
10
Conjungata vera = Conjungata Diagonal – 1,5 cm.
CV = CD - 1,5 cm.
C. DIAGNOSIS
a. Pendekatan Diagnosis
1. Kepala belum masuk panggul (engage) oada akhir kehamilan
2. Tinggi badan ibu 145 ( <150)
3. Malpresentasi
4. Kelainan panggul
5. Kelainan pada kepala janin, dapat diketahui secara klinik atau secara USG
6. Kegagalan tindakan persalinan pervaginam
7. Moulage kepala janin.
Disproporsi sefalopelvik (DKP) yang disebabkan oleh panggul sempit dapat
ditegakkan dengan:
a. Anamnesis
Kepala tidak masuk PAP dan ada riwayat kesalahan letak (Letakk lintang atau letak
bokong), partus yang lalu berlangsung lama, anak mati atau persalinan dibantu
dengan alat-alat (ekstraksi vakum atau forsep) dan operasi
b. Inspeksi
Tinggi badan ibu kurang, bentuk perut gantung (pendular abdomen), cara berjalan
(pincang, miring), bentuk punggung (skoliosis, kifosis, atau kelainan vertebra yang
lain)
c. Palpasi
Pemeriksaan Osborn dapat dilakukan untuk melakukan pemeriksaan dari luar tentang
kemungkinan kesempitan panggul. Kepala janin dipegang dan diupayakan untuk
dapat masuk PAP. Jika tidak dapat masuk PAP karena masih tinggi, harus diukur
dengan jari untuk mengetahui seberapa tinggi nya dari simfisis pubis. Jika tingginya
sekitar 2 jari diatas simfisis, disebut positif. Berarti ada kemungkinan panggul
sempit. Tanpa pemeriksaan osborn, kemungkinan kesempitan panggul akan dijumpai
pada hasil pemeriksaan palpasi Leopols dimana ditemukan kepala janin masih tinggi
diatas simfisis atau masih dapat digoyangkan diatas simfisis.
Metode muller munro kerr, tangan yang 1 memegang kepala janin dan menekan
kearah rongga panggul, sedangkan 2 jari tangan yang lain di masukkan ke rongga
11
vagina untuk menentukan sampai berapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut.
Sementara itu ibu jari tangan masuk ke dalam rongga vagina memeriksa dari luar
hubungan antara kepala dan simpisis.
d. Pelvimetri Klinis
Terdiri dari pemeriksaan panggul luar untuk mengetahui apakah ukurannya kurang
dari normal dan pemeriksaan panggul dalam (VT) ,yang dievaluasi antara lain
promotorium, linea innominata, spina ischiadika, dinding samping, kurvatura
sakrum, ujung sakrum, dan arkus pubis. Pada pemeriksaan ini dicoba memperkirakan
ukuran konjugata diagonalis dan konjungata vera, distansia Inter Spinarum (diameter
dispinarum), dan diameter antaro – posterior pintu bawah panggul.
e. Rontgen Pelvimetri
Pelvimetri radiologi dianggap tidak banyak bermanfaat dalam penatalaksanaan
persalinan dengan presentasi kepala Namun, apabila akan dilakukan persalinan per
vaginam pada janin dengan presentasi bokong, pelvimetri radiologic masih
digunakan di bnayak pusat kesehatan.
D. KOMPLIKASI
Apabila persalinan dengan disporposi sefalopelvik dibiarkan, timbul bahaya bagi ibu dan
janin.
Bahaya bagi ibu:
a) Partus lama yang seringkali disertai dengan pecahnya ketubann pada pembukaan kecil,
dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi intrapartum.
b) Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan, dapat timbul
regangan segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi patologik (bandl).
Keadaan ini dikenal dengan keadaan rupture uteri mengancam, apabila tidak segera
diambil tindakan untuk mengurangi regangan akan timbul ruptur uteri.
c) Dengan persalinan tidak maju karena disporposi sefalopelvik, jalan lahir pada suatu
tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal itu
menimbulkan gangguan sirkulasi, iskemia dan nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa
hari post partus akan terjadi fistula vesicoservicalis, fistula vesikovaginalis, atau fistula
rectovaginalis.
12
Bahaya bagi janin:
a) Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi ditambah dengan infeksi
intrapartum.
b) Prolapsus funikuli, apabila terjadi, mengandung bahaya yang sangat besar bagi janin dan
memerlukan kelahirannya dengan segera apabila ia masih hidup.
c) Dengan adanya disporporsi sefalopelvik kepala janin dapat melewati rintangan dengan
mengadakan moulage. Moulage dapat dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek
sampai batas batas tertentu, akan tetapi jika batas batas tertentu dilewati maka terjadi
sobekan pada tentorium serebelli dan perdarahan intracranial.
d) Tekanan oleh promontorium atau kadang kadang oleh simpisis pada panggul picak
menyebabkan perlukaan pada bagian diatas tulang kepala janin, malahan dapat pula
menimbulakan fraktur pada os parietalis.
E. Penanganan
Cunam tinggi dengan menggunakan axis-tractions forceps dahulu untuk membawa
kepala janin – yang dengan ukuran besar nya belum melewati pintu atas panggul- ke dalam
rongga panggul dan terus keluar.Tindakan ini sangat berbahaya bagi ibu dan janin, kini diganti
oleh section sesarea yang jauh lebih aman, induksi partus prematurus umumnya juga tidak
dilakukan lagi. Keberatan tindakan ini adalah kesulitan untuk menentukan apakah janin
walaupun cukup bulan, sudah cukup tua dan dan besar untuk dapat selamat diluar tubuh ibu dan
apakah kepala janin dapat dengan aman melewati kesempitan pada panggul yang bersangkutan.
Sebenarnya ada tindakan lain seperti simpisiotomi dan kraniotomi. Akan tetapi, simpisiotoma
jarang dilakukan di Indonesia, sedangkan kraniotomia dan kelidotomihanya dikerjakan pada
janin mati.
1. Seksio sesarea
Seksio sesarea dapat dilakukan secara elektif ataupun primer, yakni sebelum persalinan
mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan berlangsung
beberapa waktu.
Seksio sesarea elektif direncanakan terlebih dahulu dan di laksanakan pada kehamilan
cukup bulan.Karena kesempitan panggul yang cukup berat atau terdapat disproporsi sefalo pelvic
13
yang nyata. Selain itu seksio tersebut diselenggarakan pada kesempitan ringan apabila ada factor
factor lain yang merupakan komplikasi, seperti primigravida tua, kelainan letak janin yang tidak
dapat diperbaiki kehamilan pada wanita yang mengalami infertilitas yang lama, penyakit jantung
dan lain lain.
Seksio sesarea sekunder dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal, atau
karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan secepat mungkin, sedang syarat untuk
dilakukan persalinan pervaginam tidak atau belum dipenuhi.
2. Persalinan percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala janin dan
panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat
dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya
akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak
sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya.
Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin
bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin
yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu dapat diduga
sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam
melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian
hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya
dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi
di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan dimana sebelumnya merupakan bahu
belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong
memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan
dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan
sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan
bahu depan.
14
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour. Trial of
labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya adalah
fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam
kemudian. Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap
pada persalinan dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per vaginam atau dibantu
ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik.
Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali
kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan
lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada
forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.
3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis agar
rongga panggul lebih luas. Tindakan ini sudah tidak dilakukan.
4. Kraniotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala janin dengan cara
melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak, sehingga janin dapat dengan mudah
lahir pervaginam. Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin, yang biasanya diikuti oleh
kranioklasi.
5. Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala dilahirkan, akan tetapi
dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena terlalu lebar. Setelah janin meninggal, tidak ada
keberatan untuk melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau kedua klavikula.
Dibawah perlindungan spekulum dan tangan kiri penolong dalam vagina, klavikula dan jika
perlu klavikula belakang digunting, dan selanjutnya kelahiran anak dengan berkurangnya lebar
bahu tidak mengalami kesulitan. Apabila tindakan dilakukan dengan hati-hati, tidak akan timbul
luka pada jalan lahir.
15
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila panggul
sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea.
BAB III
KASUS
A. PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama :Ny. G
Umur : 27 tahun
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Alamat : Karang talun RT 05 Imogiri Bantul
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal Masuk : 16April 2011
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : pasien merasa hamil 10 bulan belum ada tanda-tanda persalinan
2. Keluhan Tambahan : (-)
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien merasa hamil 10 bulan, tanggal perkiraan lahir sudah lewat tapi belum ada
tanda-tanda persalinan. Kenceng-kenceng belum teratur, lendir darah (-), ketuban
belum pecah, gerakan janin (+), riwayat ANC di puskesmas dan BPS
4. Riwayat Ante Natal Care
ANC teratur di bidan, 10 kali sejak usia kehamilan 20 minggu.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Jantung, Asma, Diabetes Mellitus, Hipertensi disangkal pasien.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Asma, Penyakit Jantung, Hipertensi dan Diabetes Melitus tidak ada.
16
7. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1x saat umur 25 tahun dengan suami sekarang.
8. Riwayat Obstetri
Hamil I ini
9. Riwayat Ginekologi
Keluarga Berencana (KB): (-)
Keputihan (-)
10. Riwayat Operasi
Tidak ada riwayat operasi sebelumnya
11. Riwayat Lainnya
Pijat (-)
Minum jamu (-)
Trauma (-)
Minum obat rutin selain yang di resepkan dokter/bidan (-)
Keracunan saat hamil (-)
Riwayat alergi: obat (-), makanan (-)
Riwayat merokok (-), minum minuman beralkohol (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalisata:
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital Sign : TD= 110/70 mmHg, N= 80x/menit, R= 24x/menit, Suhu= 36,5’C
4. Tinggi Badan : 138 cm
5. Berat Badan : 52 kg
6. Gizi : Baik
7. Kulit : Turgor dan elastisitas cukup. Ujud kelainan kulit tidak ada
8. Kepala : Mesocephal
9. Mata : Konjungtiva tak anemis, sclera tidak ikterik/kuning
10. Telinga : Tidak ada secret, tidak ada perdarahan
11. Hidung : Tidak ada secret, tidak ada perdarahan
17
12. Mulut : bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, lidah tidak tremor
13. Leher : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
14. Dada : simetris, tidak ada ketinggalan gerak, Jantung: S1 dan S2 tunggal,
regular, tidak ada bising jantung. Paru: suara dasar vesicular suara
tambahan: (-)
15 Perut : membesar, pendular abdomen, sesuai dengan umur kehamilan
tinggi fundus uteri 2 jari bawah processus xypoideus stria
gravidarum (+)
16 Anggota Gerak : akral hangat, piting udem (-), varises (-)
B. Status Obstetri
1. inspeksi perut membesar memanjang, sesuai dengan umur kehamilan, pendular abdomen
2. Palpasi
Leopold I : Teraba bagian besar, bulat, lunak, jumlah 2, TFU 2 jari dibawah procesus
xympoideus
Leopold II : Kanan teraba bagian bagian kecil janin, kiri teraba bagian
memanjang
Leopold III : Teraba bagian bulat, keras, bagian, tidak masuk panggul, teraba
5/5 bagian
Leopold IV : Konvergen
Osborn test : (+)
HIS belum teratur, DJJ: (+) 150x/menit, TFU 36 cm, TBJ: 3720 gram, nyeri tekan (-)
3. Pemeriksaan Dalam
v/u tampak tenang, dinding vagina licin, serviks tipis agak lunak, preskep, belum ada
pembukaan, effacement <30%, teraba promontorium, linea terminalis teraba >2/3 bagian,
spina ischiadica tidak prominen, arkus pubis <90o, STLD (-) Selaput ketuban utuh.
4. Pemeriksaan Penunjang
16 April 2011
Hb : 12,3
AL : 12,6
18
AT :305
HMT :37,0
Gol darah :B
APTT :33,6
Kontrol PTT :14,9
Kontrol APTT :35,1
HBSAg : (-)
5. Diagnosa
DKP berat ok faktor panggul, primigravida hamil aterm BDP
6. Terapi
Rencana SC elektif
Inform consent
Obs. HIS dan DJJ
8. Pelaksanaan Operasi
Persiapan Operasi
Usaha darah
Obat-obatan
Cukur rambut pubis
Puasa
Pasang infuse, DC
a. Prosedur Operasi Rutin
Pasien dianestesi spinal
Dilakukan toilet antiseptic pada abdomen
Dilakukan irisan linea mediana
Irisan diperdalam lapis demi lapis sampai membuka peritoneum parietale
Tampak uterus gravidus kiri kanan abdomen
Plica vesiko uterine di buka dan disisihkan sejauh mungkin ke kaudal
SBR diiris semilunar diperlebar secara tumpul
Tangan kiri operator menyusur kepala bayi berturut turut lahir badan, bokong, kaki
Pukul 07.25 bayi lahir secara abdominal, perempuan BB: 3100, PB: 50, AS 5/7
Pukul 07.30 plasenta lahir secara abdominal lengkap
19
SBR di jahit jelujur terkunci dengan catgut plan no.2, kontrol perdarahan (-)
Reperitonialisasi visera dengan catgut plan no.0, control perdarahan (-)
Reperitonialisasi parietal dengan catgut plan no.0, control perdarahan (-)
Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
Kulit di jahit intra kutan
Operasi selesai
Perdarahan 400cc
b. Instruksi post OP
Awasi KU, vital sign
Balance cairan 24 jam
Mobilisasi bertahap
Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
Injeksi Ketorolac 2x1 gr
Injeksi Vitamin C 2x1 ampul
Cek Hb minimal 6 jam post OP.
9. Follow Up bangsal
a. 17 April 2011, pukul 06.00
S: Pasien merasa kenceng-kenceng belum teratur, lendir darah (-), ketuban belum pecah,
gerakan janin (+).
O: KU: baik, CM, tak tampak anemis
TD= 120/70 mmHg, N= 84x/menit, R= 24x/menit, Suhu= 36,5’C
DJJ: 138x/menit
Palpasi: Janin tunggal, memanjang, preskep, kepala belum masuk panggul 5/5, kepala
floating.
A: DKP berat ok panggul sempit primigravida postdate, BDP
P: rencana SC elektif (besok)
Obs HIS dan DJJ
b. 18 April 2011,
Telah dilakukan SC emergency atas indikasi partus percobaan gagal DKP, P1A0
Dx: Post SC elektif a/i DKP, P1A0-H0
Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
20
Injeksi Ketorolac 2x1 gr
Injeksi Vitamin C 2x1 ampul
Cek Hb post OP jam (15.00)
c. 19 April 2011, pukul 06.30
Ku: tampak lemas, compos mentis,
Keluhan: nyeri luka jahitan, ASI lancar, laktasi (-)
Px: TD= 110/70 mmHg, N= 80x/menit, R= 24x/menit, Suhu= 36,5’C
Dx: post Sc atas indikasi partus percobaan gagal, DKP P1A0 hari ke 1.
Tx:
Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
Injeksi Ketorolac 2x1 gr
Injeksi Vitamin C 2x1 ampul
B. PEMBAHASAN
Pada kasus ini, diagnosisnya adalah DKP primigravida hamil aterm BDP.
Diagnosis ini didasarkan pada:
A. Disproporsi Kepala Panggul (DKP)
Dalam menentukan persalinan dapat dilakukan secara pervaginam ataukah tidak, tidak hanya
ditentukan oleh ukuran panggul, tetapi juga imbangan antara kepala janin dan panggul.Ketidak
seimbangan kedua proporsi tersebut dikenal sebagai DKP. Pada kasus ini, DKP Disebabkan oleh
karena factor panggul sempit pada ibu
b. Diagnosis
1. Palpasi: Leopold IV kepala belum masuk panggul, fundus didorong kepala menolak
masuk panggul
2. Perasat Osborn: dengan satu tangan diatass simpisis, tangan yang lain di atas rahim,
kemudian dorong fundus uteri, cara ini spesifik.
Tidak terangkat : Osborn (-) : Tak ada DKP
Satu jari terangkat : Osborn (1) : DKP ringan
Dua jari terangkat : Osborn (2) : DKP berat
21
Pada kasus ini Osborn test (2) menunjukkan DKP berat.
3. Pemeriksaan sudut Munro kerr muller (MKM)
Sudut MKM dibentuk oleh garis singgung permukaan dalam simfisis pubis dan garis
singgung kepala janin.
<MKM < 90 : DKP Berat
<MKM = 90 : DKP Ringan
<MKM > 90 : Tak ada DKP
Pada kasus ini belum dilakukan pemeriksaan sudut MKM.
4. Pelvimetri klinik
Pintu atas panggul (pelvic inlet)
Diameter transversa (DT) < ± 13 cm. conjugate vera (CV) < ± 11 cm. linea
terminalis teraba >1/3 bagian
Pintu tengah panggul (mid pelvis)
Distansia interspinarum (DI) < ± 10,5 cm. Diameter anterior posterior (AP) < ±
11,0 cm
Pintu bawah panggul (pelvic outlet)
Diameter anterior posterior (AP) < ± 7,5 cm. distansia intuberosum < ± 10,5 cm
Pada kasus ini, dari pemeriksaan : v/u tenang, dinding vagina lici, serviks tipis lunak,
belum ada pembukaan, teraba promontorium, linea terminalis teraba > 2/3 bagian, spina
ischiadica tidak prominen, arkus pubis <90o . Hal ini menunjukan terdapat kesempitan
pada pintu atas panggul dengan ditemukannya promontorium yang teraba berarti
konjugata diagonalisnya < 12,5 cm yang ini berarti konjugata vera < 11 cm (konjugata
vera=konjugata diagonalis – 1,5) dan juga ditemukannya linea terminalis yang teraba >
2/3 bagian. Tidak ditemukan adanya pintu bawah panggul yang sempit dengan
ditemukannya arkus pubis <90o
5. Pelvimetri Rontgenologik
Pelvimetri radiologic, biasanya dibuat 2 buah foto:
Foto pintu atas panggul
Pasien posisi setengah duduk (Thoms).Tube R8 mengarah tegak lurus ke pintu
atas panggul. Pada foto ini akan dapat dilihat diameter transversa, distansia
interspinarum dan ditentukan jenis pelvis (Caldwell-moloy)
22
Foto lateral
Pasien posisi berdiri (thoms), tube tube R8 diarahkan horizontal pada trochanter
major dari samping. Pada foto ini akan dapat dilihat conjugate diagonalis,
diameter anteroposterior panggul tengah dan pintu bawah panggul, tinggi pelvis,
diameter safitalis posterior, bentuk sacrum, spina ischiadica dan incisura
ischiadica major.
Dosis radiasi yang digunakan harus dosis aman terhadap janin.
Pada kasus ini tidak dilakukan pelvimetri rontenologic karena dapat menyebabkan
gangguan pada perkembangan dan pertumbuhan janin.
Untuk menentukan diagnosis pasti dari kasus ini bisa dilakukan dengan pelvimetri
rontenologic yang dilakukan setelah melahirkan untuk mengukur dengan pasti ukuran
dari masing masing ketiga bidang panggul.
c. Pendekatan Diagnosis
8. Kepala belum masuk panggul (engage) oada akhir kehamilan
9. Tinggi badan ibu 145 ( <150)
10. Malpresentasi
11. Kelainan panggul
12. Kelainan pada kepala janin, dapat diketahui secara klinik atau secara USG
13. Kegagalan tindakan persalinan pervaginam
14. Moulage kepala janin.
Dari pendekatan diagnosis diatas, pada kasus ini didapatkan: kepala belum masuk panggul
pada akhir kehamilan, tinggi badan ibu 138 cm.
Komplikasi
1. Partus tak maju, partus lama
2. Obstruksi persalinan
3. Mal presentasi
4. Ketuban pecah dini
5. Prolaps funikulus
6. Rupture uteri
23
7. Fistula obstetric- fistula vesico vaginalis
8. Trauma kepala
Penatalaksanaan Persalinan
DKP berat : seksio sesarea
DKP ringan : partus percobaan (trial of labor), usaha mencoba persalinan pervaginam lama
waktu sekitar 4-6 jam (tersering 6 jam) namun kadang melebihi 6 jam asalkan tidak melebihi
18 jam (batasan lamanya persalinan normal). Syarat: indikasi tepat, his baik, tidak ada partus
lama, viabilitas janin baik, ketuban belum lama pecah (<6 jam), tidak ada kontra indikasi
persalinan pervaginam dan tidak ada tanda tanda rupture uteri iminens. Tindakan ini harus
dilaksanakan di RS yang memiliki OK( kamar operasi) sebagai persiapan dilakukan SC bila
partus percobaan tidak berhasil. Evaluasi berupa: penurunan kepala, kemajuan persalinan dan
moulage kepala.
Tindakan partus percobaan dihentikan bila:
1. Pembukaan tidak atau kurang sekali pembukaannya: keadaan ibu menjadi kurang baik.
Kalau ada lingkaran retraksi patologis (lingkaran bandl)
2. Setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban, dalam 2 jam kepala tidak masuk ke
dalam rongga panggul walaupun his sudah cukup baik, fonsep gagal.
Penataleksanaan pada kasus ini adalah Seksio sesaria
B. Primigravida
Primi=pertama, gravid=kehamilan, ini merupakan kehamilan pertama pada pasieen.
Secara lengkap dituliskan G1 P0 A0 yang berarti pasien edang hamil pertama, belum pernah
melahirkan bayi hidup dan belum pernah keguguran/abortus (G=gravida=kehamilan
P=para=melahirkan janin hidup, A=abortus).Bila belum hamil disebut nulligravida, dan belum
pernah melahirkan bayi yang mampu hidup disebut nullipara.Jika hamil yang kedua disebut
secundigravida, sebaliknya jika kehamilan lebih dari 2 kali disebut multigravida, ataupun lebih
dari 5 kali disebut grande multi gravid.Dan melahirkan janin lebih dari 2 kali disebut multi para.
C. Hamil Aterm
24
Masa kehamilan/masa gestasi adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat
kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir (menstrual age of pregnancy).Kehamilan
cukup bulan (hamil term/aterm) yakni masa gestasi 37-42 minggu (259-294 hari)
lengkap.Kehamilan kurang bulan (preterm) masa gestasinya kurang dari 37 minggu (259 hari)
dan kehamilan lewat waktu (postterm) masa gestasi lebih dari 42 minggu (294 hari). Pada pasien
ini usia kehamilan yakni 41+2 minggu, maka termasuk cukup bulan/aterm.
D. Belum Dalam Persalinan
Persalinan dibagi menjadi labor yakni proses koordinatif yang berurutan (sequence) erupa
kontraksi uterus yang menyebabkan pembukaan servik uteri, dan delivery yakni proses
pengeluaran (ekspulsi) janin dan plasenta. Oleh karena itu tanda tanda dalam persalinan yakni
adanya his (kontraksi uterus yang teratur ritmik, makin lama makin sering, terdapat periode
relaksasi diantara 2 periode kontraksi, makin lama durasinya makin kuat, adanya dominasi
fundus dan menghasilkan pembukaan serviks dan atau penurunan kepala), adanya pembukaan
serviks menipis dan melebar dan ada bloody show. Pada pasien ini dijumpa adanya his yang
teratur dan lender darah (bloody show).
Kesimpulan
1. Dalam menentukan persalinan dapat dilakukan secara pervaginam atau tidak, tidak hanya
ditentukan oleh ukuran panggul, tetapi juga imbangan antara kepala janin dan panggul.
Ketidak seimbangan kedua proporsi tersebut dikenal sebagai DKP.
2. Dkp bias disebabkan beberapa factor antara lain:
a) Factor panggul berupa panggul sempit atau kelainan bentuk panggul
b) Faktor kepala janin, dapat disebabkan makrosomia, makrosefalus, hidrosefalus,
ataupun tumor
c) Factor panggul dan kepala anak.
3. Pada kasus ini ditegakkan diagnosis DKP ringan oleh karena factor panggul, diagnosis ini
didasarkan pada:
a) Osborn test (2) menunjukkan DKP berat
b) Pada pemeriksaan dalam didapatkan:
25
Promontorium teraba yang berarti konjugata diagonalisnya <12,5 cm,
sehingga bias disimpulkan konjugata vera yang merupakan pintu atas
panggul <11 cm (konjugata vera= konjugata diagonalis- 1,5cm)
Linea terminalisnya teraba >2/3 bagian yang berarti terdapat pintu atas
panggul yang sempit
Arkus pubis <900 yang berarti terdapat pintu atas panggul yang sempit
4. Penatalesanaan pada kasus DKP berat adalah seksio sesarea.
5. Untuk memastikan diagnosis kasus DKP sebaiknya dilakukan pelvimetri rontenologik
setelah persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hariadi, R. Ilmukedokteran fetomaternal. Himpunan Kedokteran Fetomaternal
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Surabaya. 2004.
2. Siswosudarmo, R dan ova Emilia. Obstetri Fisiologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi.
Fakultas kedokteran UGM. Pustaka Cendekia Press. Jogjakarta. 2008
3. F. Garry Cunningham. Dkk. Obstetri Williams ed 21. Jakarta: EGC, 2005.
4. Prawirohardjo, S. Ilmukebidanan, ed. III, cet VIII, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
26