preskes efusi ganas

64
Presentasi Kasus SEORANG LAKI – LAKI USIA 53 TAHUN DENGAN EFUSI PLEURA SINISTRA ET CAUSA DD KEGANASAN PRIMER DI PARU, METASTASIS CA DI PARU, PLEURITIS TB Oleh: Ekkim Al Kindi G99141057 Surya Dewi Primawati G99141058 Biltinova Arum Miranti G99141059 Gresmita Rindi Winarti G99141060 Magdalena Wibawati G99141061 Pembimbing: Dr. Reviono, dr., Sp.P (K) 0

Upload: gresmita-rindi

Post on 11-Dec-2015

253 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

RESPIROLOGI

TRANSCRIPT

Presentasi Kasus

SEORANG LAKI – LAKI USIA 53 TAHUN DENGAN EFUSI

PLEURA SINISTRA ET CAUSA DD KEGANASAN

PRIMER DI PARU, METASTASIS CA DI

PARU, PLEURITIS TB

Oleh:

Ekkim Al Kindi G99141057

Surya Dewi Primawati G99141058

Biltinova Arum Miranti G99141059

Gresmita Rindi Winarti G99141060

Magdalena Wibawati G99141061

Pembimbing:

Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PARU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI

SURAKARTA

2015

0

BAB I

PENDAHULUAN

Efusi pleura merupakan keadaan di mana cairan menumpuk di dalam

rongga pleura. Dalam keadaan normal, rongga pleura diisi cairan sebanyak 10-20

ml yang berfungsi mempermudah pergerakan paru di rongga dada selama

bernapas. Jumlah cairan melebihi volum normal dapat disebabkan oleh kecepatan

produksi cairan di lapisan pleura parietal yang melebihi kecepatan penyerapan

cairan oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura viseral.11

Keadaan ini dapat mengancam jiwa karena cairan yang menumpuk

tersebut dapat menghambat pengembangan paru-paru sehingga pertukaran udara

terganggu.1 Banyak penyakit yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 119 pasien dengan efusi pleura di

Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 2010-2011, efusi pleura kebanyakan

disebabkan oleh keganasan (42.8%) dan tuberkulosis (42%). Penyakit lain yang

mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara lain pneumonia, empiema

toraks, gagal jantung kongestif, sirosis hepatis.11

Umumnya pasien datang dengan gejala sesak napas, nyeri dada, batuk, dan

demam. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan abnormalitas seperti bunyi redup

pada perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada

auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat

digunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura.11

Oleh karena keadaannya yang dapat mengancam jiwa, dan penanganannya

yang segera pada beberapa kasus, kami mengangkat kasus efusi pleura dalam

makalah ini. Agar kami dapat mempelajari bagaimana diagnosis dan

penatalaksanaan kasus yang umumnya merupakan keadaan akut dari penyakit

paru.

1

BAB II

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Pekerjaan : Tukang kayu

Agama : Islam

Alamat : Karangdowo, Klaten

Tanggal Masuk : 18 Agustus 2015

Tanggal Pemeriksaan : 18 Agustus 2015

No. RM : 01-31-08-xx

2. Keluhan Utama

Sesak napas

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan sesak

nafas sejak ±2 bulan SMRS. Sesak dirasakan terus menerus, semakin lama

semakin memberat. Keluhan ini dirasakan memberat apabila pasien

beraktivitas serta tidak berkurang dengan istirahat. Pasien sulit tidur karena

ampeg, nyaman tidur dengan menggunakan 2-3 bantal dan posisi miring

ke kiri. Terbangun karena sesak (-), nafas bunyi ngik-ngik (-).

Pasien juga mengeluh batuk sejak ±6 bulan SMRS dan semakin

lama bertambah berat sejak ±2 bulan SMRS. Batuk terkadang disertai

dahak berwarna putih kental, darah (-), suara serak (+) sejak 1,5 bulan

yang lalu. Keluhan keringat malam hari (-), demam (-), penurunan nafsu

makan (+), penurunan berat badan (+) ±15 kg dalam 2 bulan terakhir,

mual (-), muntah (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan.

2

Pasien merupakan rujukan dari BKPM Klaten dengan diagnosis

tumor paru sinistra jenis (?).

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat OAT : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat mondok : disangkal

Riwayat pengobatan : di BKPM Klaten, diperiksa dahak dan di

rontgen kemudian dirujuk ke RSDM

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat TB : disangkal

6. Riwayat Kebiasaan

Merokok : (+) 30 batang x12 tahun = 360 (IB

sedang)

Minum alkohol : disangkal

Memasak dengan kayu bakar : disangkal

Mempunyai binatang peliharaan : disangkal

Kontak dengan binatang : disangkal

7. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien berobat di RS Dr. Moewardi menggunakan fasilitas BPJS. Pasien

bekerja sebagai tukang kayu membuat meubel. Di sekitar rumah maupun

tempat kerja tidak ada proses pembangunan.

B. PEMERIKSAAN FISIK

3

1. Keadaan Umum

Tampak sakit sedang. GCS E4V5M6 (compos mentis).

2. Tanda Vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Frekuensi pernapasan : 24 x/menit

Nadi : 98 x/menit

Suhu : 36,5oC

SpO2 : 99% dengan O2 2 lpm

3. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venektasi (-),

spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

4. Kepala

Bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam, tidak mudah rontok,

tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).

5. Mata

Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil

isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-).

6. Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

7. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).

8. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-),

tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi

berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

9. Leher

JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar, nyeri tekan (-),benjolan (-),

leher kaku (-).

10. Thorax

Asimetris, retraksi (-), venektasi (-).

11. Jantung

4

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-)

12. Paru

a. Paru (anterior)

Inspeksi statis : Permukaan dada kiri<kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri<kanan

Palpasi : Fremitus taktil kiri<kanan

Perkusi : Sonor/ redup mulai SIC II

Auskultasi : SDV (+/+mulai SIC II), RBH (-/-), RBK (-/-),

wheezing (-/-)

b. Paru (posterior)

Inspeksi statis : Permukaan dada kiri < kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan

Palpasi : Fremitus taktil kiri < kanan

Perkusi : Sonor/ redup mulai SIC II

Auskultasi : SDV (+/+mulai SIC II), RBH (-/-), RBK (-/-),

wheezing (-/-)

c. Proof di SIC IV: (+) cairan serohemoragik

13. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba

14. Ekstremitas

Oedem Akral dingin

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

5

1. Hasil Laboratorium 18 Agustus 2015

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN

HEMATOLOGI

RUTIN

Hemoglobin 12.8 g/dl 13.5 – 17.5

Hematokrit 40 % 33 – 45

Leukosit 14.7 ribu/ul 4.5 – 11.0

Trombosit 330 ribu/ul 150 – 450

Eritrosit 4.63 juta/ul 4.50 – 5.90

INDEX ERITROSIT

MCV 86.2 /um 80.0 – 96.0

MCH 27.6 pg 28.0 – 33.0

MCHC 32.1 g/dl 33.0 – 36.0

RDW 12.8 % 11.6 – 14.6

MPV 7.5 fl 7.2 – 11.1

PDW 16 % 25 – 65

HITUNG JENIS

Eosinofil 5.30 % 0.00 – 4.00

Basofil 0.30 % 0.00 – 2.00

Netrofil 79.20 % 55.00 – 80.00

Limfosit 10.40 % 22.00 – 44.00

Monosit 4.80 % 0.00 – 7.00

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah Sewaktu 110 mg/dl 60 – 140

SGOT 17 u/l < 35

SGPT 14 u/l <45

Albumin 4.2 g/dl 3.5 – 5.2

Creatinine 1.2 mg/dl 0.9 – 1.3

Ureum 24 mg/dl < 50

ELEKTROLIT

Natrium darah 141 mmol/L 136 – 145

Kalium darah 4.5 mmol/L 3.3 – 5.1

6

Chlorida darah 105 mmol/L 98 – 106

SEROLOGI

HEPATITIS

HBsAg Nonreactive Nonreactive

CAIRAN

Analisa Cairan Tubuh

MAKROSKOPIS

Warna

Kejernihan

Bekuan

Protein

Glukosa

LDH

Jumlah sel

Hitung MN

Hitung PMN

Kuning

kemerahan

Keruh

Negatif

3.6

64

732

4500

73

27

g/dl

mg/dl

U/L

/ul

%

%

Keruh

Bekuan

>3

<70

>200

>1000

30-75

<10

2. Foto Thorax

7

Foto Thoraks PA/Lateral

Cor : batas kanan jantung tidak dapat dinilai karena tertutup

perselubungan, CTR tidak dapat dinilai, kesan terdorong ke kanan

Pulmo : tak tampak infiltrat/nodul di lapang paru kanan.

Sinus costophrenicus kanan anterior posterior normal, kiri anterior

posterior tertutup perselubungan

Retrosterna dan retrocardia space tertutup perselubungan

Hemidiaphragma kanan normal, kiri tertutup perselubungan

Tampak perselubungan homogen di hemithoraks kiri

Trakea kesan terdorong ke kanan

Tak tampak lesi litik/blastik

Kesimpulan :

Efusi pleura kiri

D. RESUME

8

Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan sesak

nafas sejak ±2 bulan SMRS. Sesak dirasakan terus menerus, semakin lama

semakin memberat. Keluhan memberat apabila pasien beraktivitas serta tidak

berkurang dengan istirahat. Pasien sulit tidur karena ampeg, nyaman tidur

dengan menggunakan 2-3 bantal dan posisi miring ke kiri. Pasien juga

mengeluh batuk sejak ±6 bulan SMRS dan semakin lama bertambah berat

sejak ±2 bulan SMRS. Batuk terkadang disertai dahak berwarna putih kental,

darah (-), suara serak (+) sejak 1,5 bulan yang lalu, penurunan nafsu makan

(+), penurunan berat badan (+) ±15 kg dalam 2 bulan terakhir, mual (-),

muntah (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien merupakan rujukan dari

BKPM Klaten dengan diagnosis tumor paru sinistra jenis (?).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, RR

24 x/menit, nadi 98x/menit, suhu 36,5oC per aksiler, saturasi O2 99% dengan

O2 2 lpm. Pada pemeriksaan lapang paru anterior maupun posterior

didapatkan permukaan dada kiri < kanan, pengembangan dada kiri < kanan,

fremitus taktil kiri < kanan, perkusi sonor di lapang paru kanan dan redup

mulai SIC II di lapang paru kiri, auskultasi didapatkan SDV + di lapang paru

kanan dan SDV +mulai SIC II di lapang paru kiri, proof di SIC IV: (+)

cairan serohemoragik

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia (Hb 12.8 g/dl),

leukositosis (AL 14.7 x 103/µl), peningkatan eosinofil (5.30 %), penurunan

limfosit (10.40%). Pada pemeriksaan radiologis foto thoraks tampak

gambaran efusi pleura kiri.

E. DIAGNOSIS KERJA

Efusi pleura sinistra ec dd 1. keganasan primer di paru

2. metastasis ca di paru

3. keganasan efusi pleura

4. pleuritis TB

F. MASALAH

9

- Leukositosis

G. TERAPI

- O2 2 lpm nasal

- Diet TKTP 1700 kkal

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

- IVFD aminofluid 1 fl/24 jam

- NAC 3x200 mg

H. PLANNING

- WSD di SIC IV linea aksilaris anterior sinistra didapatkan cairan pleura

serohemoragik ±1000 cc

- Sitologi sputum

- Sitologi cairan pleura

- Sputum BTA + kultur

- BTA cairan pleura + kultur

- Bronkoskopi

- MSCT Thorax dengan kontras (post evakuasi cairan pleura maksimal)

- Konsul jantung

10

FOLLOW UP PASIEN

A. Pemeriksaan Tanggal 19 Agustus 2015 ( DPH 1 )

S : Sesak nafas berkurang

O : KU : baik, compos mentis

VS : Tekanan darah : 120 / 80 mmHg

Nadi : 88 x / menit

Respirasi : 20 x / menit

Suhu : 36,4 ºC

SiO2 : 98 % dengan O2 2 lpm

Kulit :

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), hiperpigmentasi

(-), hipopigmentasi (-).

Kepala :

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban, tidak rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).

Mata :

Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil

isokor ( 3 mm/ 3 mm ), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-).

Hidung :

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga :

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut :

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil T1-T1, faring

hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil

lidah atrofi (-).

Leher :

Simetris, trakhea di tengah, JVP tidak menigkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

Thoraks :

11

Asimetris, retraksi (-)

1. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan membesar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, regular,

bising (-)

2. Paru ( anterior )

Inspeksi statis : Permukaan dada kiri < kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan

Palpasi : Fremitus taktil kiri < kanan

Perkusi : Sonor/redup mulai SIC II

Auskultasi : SDV (+/+mulai SIC II), RBH (-/-), RBK (-/-),

wheezing (-/-)

Paru ( posterior )

Inspeksi statis : Permukaan dada kiri < kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan

Palpasi : Fremitus taktil kiri < kanan

Perkusi : Sonor/redup mulai SIC II

Auskultasi : SDV (+/+mulai SIC II), RBH (-/-), RBK (-/-),

wheezing (-/-)

Evaluasi WSD total cairan pleura 2000 cc, bubble (-), emfisema

subcutis (-)

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : bising usus (+) normal.

Perkusi : timpani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem ekstremitas (-), Akral dingin (-)

Pemeriksaan Penunjang:

12

1. Foto thorax AP + Lateral

Foto thoraks PA/lateral post WSD

Cor : batas kiri jantung tidak dapat dinilai karena tertutup

perselubungan, CTR tidak dapat dinilai, kesan terdorong ke kanan

Pulmo : tak tampak infiltrat/nodul di lapang paru kanan.

Sinus costophrenicus kanan anterior posterior normal, kiri anterior

posterior tertutup perselubungan

Retrosterna dan retrocardia space tertutup perselubungan

Hemidiaphragma kanan normal, kiri tertutup perselubungan

Tampak perselubungan homogen di hemithoraks kiri

Trakea kesan terdorong ke kanan

Tak tampak lesi litik/blastik

Tampak terpasang WSD dengan tip distal yang terproyeksi setinggi

VTh 6-7 sisi kiri

Kesimpulan :

Masih tampak gambaran efusi pleura kiri

Terpasang WSD dengan tip distal yang terproyeksi setinggi VTh 6-7

sisi kiri

13

2. BTA cairan pleura

Negatif

Assessment

Efusi pleura sinistra ec dd 1. keganasan primer di paru

2. metastasis ca di paru

3. keganasan efusi pleura

4. pleuritis TB

Plan Terapi

- O2 2 lpm nasal

- Diet TKTP 1700 kkal

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

- IVFD aminofluid 1 fl/24 jam

- NAC 3x200 mg

Plan Diagnostik :

- Sitologi sputum

- Sitologi cairan pleura

- Sputum BTA + kultur

- BTA cairan pleura + kultur

- Bronkoskopi

- MSCT Thorax dengan kontras (post evakuasi cairan pleura

maksimal)

- Konsul jantung

- Konsul THT

Evaluasi WSD:

- total cairan pleura : 3000 cc

- bubble (-)

- emfisema subcutan (-)

14

- sudah tidak free flowing klem dibuka

Jawaban konsulan:

Diagnosis THT: (19/8/2015)

Observasi hoarsness dd laringitis kronis

Parese plika vocalis

Planning diagnostik: endoskopi 70°

Konsul sub laring-faring THT

B. Pemeriksaan Tanggal 20 Agustus 2015 ( DPH 2 )

S : Sesak berkurang

O : KU : baik, compos mentis

VS : Tekanan darah : 120 / 80 mmHg

Nadi : 86 x / menit

Respirasi : 20 x / menit

Suhu : 36,5 ºC

SiO2 : 98 % dengan O2 2lpm

Kulit :

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),

hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

Kepala :

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban, tidak rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).

Mata :

Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil

isokor ( 3 mm/ 3 mm ), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-).

Hidung :

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga :

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).

15

Mulut :

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil T1-T1, faring

hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil

lidah atrofi (-).

Leher :

Simetris, trakhea di tengah, JVP tidak menigkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

Thoraks :

Retraksi (-)

1. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan membesar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, regular,

bising (-)

2. Paru ( anterior )

Inspeksi statis : Permukaan dada kiri < kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan

Palpasi : Fremitus taktil kiri < kanan

Perkusi : Sonor/redup mulai SIC IV

Auskultasi : SDV (+/+mulai SIC IV), RBH (-/-), RBK (-/-),

wheezing (-/-)

Paru ( posterior )

Inspeksi statis : Permukaan dada kiri < kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan

Palpasi : Fremitus taktil kiri < kanan

Perkusi : Sonor/redup mulai SIC IV

Auskultasi : SDV (+/+mulai SIC IV), RBH (-/-), RBK (-/-),

wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

16

Auskultasi : bising usus (+) normal.

Perkusi : timpani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem ekstremitas (-)

Akral dingin (-)

Pemeriksaan Penunjang

Hasil mikroskopis direk sputum: (20 Agustus 2015)

- Pengecatan gram : ditemukan gram positif Coccus , leukosit 0-10/

LPB, epitel 0-2/LPB

- Pengecatan BTA dari sputum :

S :

P : negatif

S :

Assessment

Efusi pleura sinistra ec dd 1. keganasan primer di paru

2. metastasis ca di paru

3. keganasan efusi pleura

4. pleuritis TB

Plan Terapi

- O2 2 lpm nasal

- Diet TKTP 1700 kkal

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

- Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam

- NAC 3x200 mg

Plan Diagnostik

- Spirometri

17

- Bronchoscopy

- MSCT

- USG Abdomen

Evaluasi WSD

- cairan keluar 1500 cc

- cairan serohemoragik

- undulasi (-)

- bubble (-)

- emfisema subcutan (-)

- total cairan pleura keluar : 4500 cc

Pemeriksaan spirometri: (20/8/2015)

- kapasitas vital : 1150 ml , prediksi 3550 ml

- % KV : 32,39% , prediksi 3550 ml

- kapasitas vital paksa (KVP) : 1620 ml, prediksi 2744 ml

- % KVP : 45,63%

- volume ekspirasi paksa detik 1 (VEP1) : 1440 ml

- % VEP1 (VEP1/Prediksi) : 52,47%

- VEP 1 % ( VEP1/KVP) : 88,88%

Kesan: Retriksi Sedang

C. Pemeriksaan Tanggal 21 Agustus 2015 ( DPH 3 )

S : Sesak berkurang

O : KU : baik, compos mentis

VS : Tekanan darah : 120 / 70 mmHg

Nadi : 82 x / menit

Respirasi : 18 x / menit

Suhu : 36,5 ºC

SiO2 : 96 % dengan O2 3lpm

18

Kulit :

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),

hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

Kepala :

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban, tidak rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).

Mata :

Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil

isokor ( 3 mm/ 3 mm ), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-).

Hidung :

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga :

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut :

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil T1-T1, faring

hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil

lidah atrofi (-).

Leher :

Simetris, trakhea di tengah, JVP tidak menigkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

Thoraks :

Retraksi (-)

1. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan membesar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, regular,

bising (-)

2. Paru ( anterior )

Inspeksi statis : Permukaan dada kiri < kanan

19

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan

Palpasi : Fremitus taktil kiri < kanan

Perkusi : Sonor/redup mulai SIC IV

Auskultasi : SDV (+/+mulai SIC IV), RBH (-/-), RBK (-/-),

wheezing (-/-)

Paru ( posterior )

Inspeksi statis : Permukaan dada kiri < kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan

Palpasi : Fremitus taktil kiri < kanan

Perkusi : Sonor/redup mulai SIC IV

Auskultasi : SDV (+/+mulai SIC IV), RBH (-/-), RBK (-/-),

wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : bising usus (+) normal.

Perkusi : timpani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem ekstremitas (-)

Akral dingin (-)

Pemeriksaan Penunjang

Hasil mikroskopis direk sputum: (21 Agustus 2015)

- Pengecatan BTA dari sputum: S:

P: negatif

S: negatif

Assessment

Efusi pleura sinistra ec keganasan di paru

20

Dd 1. metastasis ca di paru

2. pleuritis TB

Plan Terapi

- O2 3 lpm nasal

- Diet TKTP 1700 kkal

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

- Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam

- NAC 3x200 mg

21

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Pleura

Pleura merupakan suatu membran tipis yang menutupi parenkim

paru, mediastinum dan diafragma. Jaringan pleura terdiri dari 2 lapisan

yaitu pleura viseral dan pleura parietal dimana pleura viseral menutupi

seluruh parenkim paru sedangkan pleura parietal menutupi bagian dalam

rongga thorak. Ruangan antara jaringan pleura parietal dan pleura

viseral disebut rongga pleura (1,2,4)

Dalam keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan sekitar

10 – 20 ml yang berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak secara

leluasa saat bernafas. Cairan pleura diproduksi terutama oleh jaringan pleura

parietal yang berasal dari sirkulasi sistemik secara konstan 0,01

ml/kg/jam. Proses reabsorbsi cairan pleura terjadi pada drainase limfatik

melalui stoma pada jaringan pleura parietal. Kapasitas penyerapan oleh

pleura parietal sebesar 0,20 ml/kg/jam (1,2,4,5)

Gambar 1. Skema aliran cairan pleura dalam keadaan normal

22

B. Etiologi efusi pleura

Akumulasi cairan pleura terjadi ketika jumlah rata – rata

pembentukan cairan pleura melebihi jumlah rata – rata absorbsi cairan

pleura. Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat disebabkan oleh

beberapa kelainan antara lain infeksi dan keganasan di paru maupun

organ luar paru (1,2,3,4)

Secara umum penyebab efusi pleura meliputi (1,2,6)

1. Meningkatnya pembentukan cairan pleura

- Meningkatnya cairan interstitial pada paru ; gagal jantung kiri,

pneumonia

- Meningkatnya tekanan intravaskular pada pleura; gagal jantung

kiri, sindroma vena cava superior

- Meningkatnya permeabilitas kapiler pada pleura; inflammasi pada

pleura, meningkatnya kadar vascular endothelial growth factor

- Meningkatnya kadar protein cairan pleura

- Menurunnya tekanan rongga pleura ; atelektasis paru

- Meningkatnya cairan pada rongga peritoneal ; asites

- Gangguan duktus thorasikus

2. Menurunnya penyerapan cairan pleura

- Obstruksi drainase limfatik pleura parietal

- Meningkatnya tekanan pembuluh darah sistemik ; sindroma vena cava

superior

Penyebab efusi pleura dapat disebabkan oleh proses keganasan

baik oleh keganasan pada paru maupun keganasan dari organ luar paru.

Efusi pleura yang disebabkan oleh suatu proses keganasan baik keganasan

primer dipleura maupun diluar pleura disebut efusi pleura maligna.

Beberapa keganasan yang tersering menyebabkan efusi pleura maligna

ini adalah karsinoma paru, karsinoma mammae dan limfoma (1,2,3)

23

C. Analisis Cairan Pleura

Cairan efusi pleura secara klasik dibagi menjadi 2 jenis yaitu

eksudat dan transudat. Efusi pleura transudat timbul bila ada peningkatan

tekanan kapiler, sirkulasi sistemik atau penurunan tekanan onkotik

plasma. Efusi pleura jenis transudat mengandung protein yang rendah.

Efusi pleura eksudat terbentuk saat terjadi perubahan pada pleura atau

kapiler disekitarnya sehingga terbentuk cairan. Cairan eksudat disebabkan

oleh karena adanya kerusakan pada kapiler di pleura dan jaringan

sekitarnya dimana terjadi peningkatan permeabilitas sehingga protein

dapat masuk kedalam rongga pleura. Efusi pleura eksudat biasanya

didapatkan pada kasus keganasan, infeksi atau inflammasi (1)

Untuk membedakan suatu cairan efusi pleura eksudat atau transudat

dipakai kriteria Light dimana cairan efusi pleura eksudat bila memenuhi

minimal satu kriteria dibawah ini :

- Rasio protein cairan pleura dengan protein serum > 0,5

- Rasio lactat dehydrogenase (LDH) cairan pleura dengan LDH serum > 0,6

- Kadar LDH cairan pleura > 2/3 kadar tertinggi LDH serum

24

Gambar 2. Diagnosis banding berdasarkan jenis efusi pleura transudat

dan eksudat

Gambaran kasar cairan efusi pleura sering berguna memberikan

informasi yang penting untuk diagnostik seperti warna, kekeruhan dan

bau. Cairan pleura biasanya jernih, kekuningan, tidak kental dan tidak

berbau. Warna kemerahan mengindikasikan terdapatnya sel eritrosit.

Cairan pleura yang keruh dapat terjadi karena jumlah sel yang

meningkat atau meningkatnya kadar lipid. Cairan pleura yang berbau busuk

menunjukkan terdapatnya infeksi bakteri terutama anaerob, sedangkan bila

berbau urin menunjukkan suatu urinotoraks.

Jumlah sel leukosit membantu untuk membedakan efusi pleura eksudat

atau transudat dimana efusi pleura transudat biasanya memiliki jumlah

sel leukosit dibawah 1.000/mm3, sedangkan pada eksudat jumlah sel

leukosit diatas 1.000/mm3. Pada efusi pleura eksudat, hitung jenis sel

dapat memberikan petunjuk tentang etiologi efusi pleura. Kadar netrofil yang

predominan menunjukkan suatu proses akut seperti parapneumonia efusi.

Cairan pleura dengan PMN yang dominan mengarahkan ke kelainan

yang akut seperti infeksi virus, pleuritis TB akut. Sementara itu pada

cairan dengan sel MN yang dominan menunjukan proses yang kronik

seperti malignan dan TB.

Kadar protein cairan pleura biasanya lebih tinggi pada efusi pleura

eksudat dibanding transudat. Peningkatan protein pada efusi pleura

kadarnya sangat bervariasi tapi tidak dapat digunakan sebagai pedoman

diagnostic penyebabnya. Namun apabila kadar proteinnya melebihi 5 gr%

kemungkinan penyebabnya TB.

25

Kadar glukosa cairan pleura berguna untuk diagnosis banding

pada efusi pleura eksudat karena kadar glukosa yang rendah ( < 60

gr/dl ) mengindikasikan pasien menderita parapneumonia, rheumatoid

disease atau pleuritis TB. Pasien dengan parapneumonia efusi atau

pleuritis TB memiliki gejala yang akut seperti demam, batuk dan nyeri

pleuritik disertai kadar glukosa yang rendah. Sementara itu pada pasien

dengan gejala yang subakut atau kronik dan memiliki kadar glukosa yang

rendah menunjukkan kemungkinan suatu keganasan, reumatoid, TB atau

infeksi bakteri kronik.

Lactat Dehydrogenase ( LDH ) cairan pleura menggambarkan

permeabilitas membran yang bisa dipakai sebagai pedoman untuk melihat

tingkat inflammasi dari membran tersebut. Dengan kata lain LDH bisa

dipakai sebagai sarana evaluasi aktifitas penyakitnya, namun LDH tidak

dapat digunakan sebagai pedoman untuk diagnostik penyebabnya. Jika

pada torakosintesis berulang didapatkan peningkatan kadar LDH

menandakan derajat inflammasi pada pleura menjadi progresif jelek dan

sebaliknya.

D. Efusi Pleura Maligna

1. Definisi

Efusi pleura maligna adalah efusi pleura yang secara sitopatologi ditemukan

sel ganas dalam cairan pleura atau secara histopatologi pada jaringan

pleura. Bila tidak ditemukan sel ganas pada cairan pleura atau jaringan

pleura baik secara biopsi pleura maupun torakoskopi maka keadaan ini

dikenal dengan efusi pleura paramaligna (1,3,5,6,7)

2. Patogenesis

Efusi pleura maligna terbanyak disebabkan oleh karsinoma paru,

karsinoma mammae dan limfoma yang berkisar 75 % dari keseluruhan

efusi pleura maligna dimana karsinoma paru menjadi penyebab terbanyak

dari efusi pleura maligna. Karsinoma mammae merupakan penyebab kedua

26

terbanyak dari efusi pleura maligna dimana dari beberapa penelitian

didapatkan bahwa pada pasien dengan karsinoma mammae sekitar 46 – 48

% terdapat efusi pleura maligna. Rentang waktu antara berkembangnya

tumor primer karsinoma mammae dan timbulnya efusi pleura berkisar

antara 2 – 20 tahun. Efusi pleura biasanya terjadi pada ipsilateral dari

posisi tumor (50%) tapi dapat juga kontralateral (40%) dan bilateral

(10%) (1,2,6)

Penyebaran sel kanker ke pleura dapat terjadi secara invasi

langsung sel kanker dari bagian – bagian yang berdekatan dengan pleura

yaitu paru, dinding dada seperti mammae, diafragma dan mediastinum.

Pada kanker mammae efusi pleura maligna ipsilateral terjadi ketika

metastasis melalui saluran limfe dinding dada. Selain itu penyebaran sel

– sel tumor dapat melalui proses embolisasi (2,3,9,10)

Terdapat beberapa mekanisme yang bertanggung jawab untuk timbulnya

efusi pleura pada pasien dengan keganasan baik secara langsung maupun

tidak langsung (1,2,3,7,8,9)

a. Secara langsung

- Metastasis pada pleura dengan peningkatan permeabilitas

- Metastasis pada pleura dengan obstruksi pembuluh limfatik pada pleura

- Keterlibatan kelenjar limfe mediastinum dengan menurunkan drainase

- Gangguan duktus thorasikus

- Obstruksi bronkus

b. Secara tidak langsung

- Hipoproteinemia

- Emboli paru

- Post terapi radiasi

3. Gejala Klinis

Sesak nafas merupakan keluhan tersering pada kasus efusi pleura

maligna pada lebih 50% pasien terutama pada saat beraktivitas dan

27

berkurang saat istirahat. Mekanisme sesak disebabkan terjadinya

penurunan daya kembang paru, penurunan volume paru ipsilateral,

pendorongan mediastinum ke arah kontralateral efusi dan penekanan

diafragma ipsilateral. Keluhan lain adalah nyeri dada, dada terasa penuh,

batuk kering dan batuk darah yang mengindikasikan keganasan

intrabronkial. Gejala tambahan juga dapat terjadi berupa penurunan berat

badan, malaise dan anoreksia. Anamnesis untuk mencari asal tumor, riwayat

kanker dan pembedahan sebelumnya untuk meyakinkan apakah tumor

primer berasal dari intrathoraks atau ekstrathoraks(3,7,8,9)

Pada pemeriksaan klinis tergantung pada jumlah cairan yang terbentuk.

Kelainan pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan pada efusi pleura

yang mencapai volume 300 ml. Kelainan yang dapat ditemukan meliputi

rongga thoraks yang sakit lebih cembung, pergerakan pada bagian yang

sakit berkurang dibandingkan yang sehat, penurunan fremitus, perkusi

redup hingga pekak dan suara nafas yang melemah hingga menghilang

pada paru ipsilateral(3,8)

4. Gambaran Radiologis

Ukuran efusi pleura maligna dapat bervariasi, mulai dari yang sedikit

berupa beberapa milimeter dimana hanya menampakkan sudut kostofrenikus

tumpul hingga ukuran yang luas mengisi seluruh hemithoraks. Gambaran

perselubungan homogen dengan bagian lateral lebih tinggi dibandingkan

bagian medial disertai pendorongan trakea dan mediastinum ke arah

kontralateral merupakan gambaran khas efusi pleura secara radiologis .

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi cairan dengan volume sekitar 150 – 200

ml atau lebih. Apabila jumlah cairan kurang dari 300 ml maka posisi

lateral dekubitus akan membantu memastikan keberadaan cairan.

Pemeriksaan ultrasonografi thoraks lebih sensitif dibandingkin foto

thoraks karena mampu mendeteksi cairan yang lebih sedikit ( 5 – 50 ml ).

Pemeriksaan lain seperti CT scan dan MRI dapat digunakan untuk menilai

efusi pleura sekaligus menilai kelainan pada parenkim paru, mediastinum

28

dan dinding dada. Selain itu CT scan dan MRI juga berperan dalam

menentukan staging dari penyakit keganasan (1,2,3)

Gambar 3. Gambaran efusi pleura dengan bagian lateral lebih tinggi

dibanding bagian medial

5. Analisis Cairan Efusi Pleura Maligna

Gambaran cairan pleura maligna dapat berwarna serous,

serohemoragik atau hemoragik. Adanya cairan pleura yang hemoragik

dengan hitung eritrosit > 100.000/mm3 menunjukkan suatu penyakit pleura

karena keganasan. Hanya sekitar 30 – 50 % efusi pleura keganasan yang

memiliki cairan tidak kemerahan dan hitung eritrosit yang kurang dari

10.000/mm3. Timbulnya cairan efusi pleura yang hemoragik disebabkan oleh

invasi langsung sel tumor ke pembuluh darah, bendungan pada vena,

angiogenesis yang diinduksi oleh tumor dan meningkatnya permeabilitas

kapiler. Cairan efusi pleura maligna hampir selalu eksudat, namun efusi

pleura maligna juga dapat berupa transudat sekitar < 5 %. Timbulnya

29

efusi pleura transudat berhubungan dengan atelektasis atau obstruksi

limfatik pada stadium awal (1,2,3,6,10)

Hitung leukosit cairan pleura pada efusi pleura maligna bervariasi

dimana jumlah leukosit biasanya antara 1.000 dan 10.000/mm3. Sel yang

predominan pada hitung jenis sel efusi pleura maligna adalah sel – sel

mononuclear sekitar 85 % dengan jumlah sel limfosit sekitar 45 %,

sedangkan sel - sel polimononuclear sekitar 15 %. (1)

Kadar glukosa cairan pleura biasanya kurang dari 60 mg/dl atau rasio

glukosa pada cairan pleura dibanding glukosa serum < 0,5. Hal ini karena

gangguan transfer glukosa dari darah ke cairan pleura dan meningkatnya

penggunaan glukosa oleh tumor. Rendahnya kadar glukosa pada cairan

pleura berhubungan dengan luasnya penyebaran tumor pada rongga

pleura. Penyebaran tumor yang luas sehingga pada pemeriksaan sitologi

cairan pleura dan biopsi pleura memiliki angka kepositifan yang lebih

tinggi. Oleh karena penyebaran tumor yang luas, pasien dengan kadar

glukosa cairan pleura yang rendah memiliki prognosis yang jelek.

Sekitar sepertiga pasien dengan efusi pleura maligna memiliki pH

cairan pleura dibawah 7,3 dimana berkisar antara 6,95 – 7,29. Penyebab

rendahnya kadar pH pada efusi pleura maligna berhubungan dengan

kombinasi produksi asam oleh cairan pleura dan blokade pergerakan CO2

keluar dari rongga pleura. Pasien dengan pH cairan pleura yang rendah

memiliki tingkat kepositifan sitologi cairan pleura dan biopsi pleura

yang lebih tinggi dan harapan hidup yang lebih pendek dibanding

pasien efusi pleura maligna dengan pH cairan pleura > 7,3(1,2,3)

Terjadi peningkatan konsentrasi amilase dalam cairan efusi pleura pada 10

% pasien dengan efusi pleura maligna. Biasanya tumor primer pada

pasien – pasien ini bukan pada pankreas. Dari suatu penelitian didapatkan

bahwa kadar amilase yang sangat tinggi pada pasien dengan efusi

pleura maligna (>600IU/L) dapat berperan sebagai faktor prognostik yang

jelek (2,5,7,10)

30

6. Diagnosis

Diagnosis efusi pleura maligna ditegakkan dengan pemeriksaan sitologi

cairan pleura dimana ditemukannya sel – sel ganas atau pemeriksaan biopsi

jaringan pleura. Secara umum tingkat kepositifan pemeriksaan sitologi

cairan pleura lebih tinggi dibandingkan biopsi jaringan pleura dalam

mendiagnosis efusi pleura maligna karena metastasis di pleura cenderung

bersifat fokal. Tingkat kepositifan pemeriksaan sitologi cairan pleura berkisar

40 – 87 %, sedangkan biopsi jaringan pleura 39 – 75 %. Pemeriksaan

torakoskopi medik atau Video-assisted Thoracic Surgery (VATS) yang

merupakan pemeriksaan invasif, memiliki tingkat kesensitifan yang lebih

tinggi walaupun stadium metastasis masih awal. Pemeriksaan penunjang

lainnya seperti uji immunohistokimia dan tumor marker pada cairan

pleura. Pemeriksaan uji immunohistokimia dan tumor marker berguna

untuk membedakan suatu efusi pleura ganas atau tidak (1,3,8,9)

7. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan efusi pleura maligna adalah untuk

mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup. Langkah awal adalah

menentukan lokasi dari lesi primer, namun tersering lokasi lesi primer

sudah diketahui saat suatu efusi pleura terdeteksi. Hal ini alasannya untuk

menentukan pemberian kemoterapi karena kemoterapi merupakan terapi

definitif berdasarkan kanker primer sebagai penyebab efusi pleura

maligna. Beberapa efusi pleura maligna respon terhadap pemberian

kemoterapi sistemik, tetapi banyak juga pasien yang memerlukan

tindakan intervensi lokal untuk menghilangkan gejala seperti

torakosintesis, pleurodesis, shunt peritoneal dan pleurektomi. Jika proses

keganasan sensitif dengan kemoterapi seperti karsinoma sel kecil dan

limfoma, pengobatan kemoterapi akan dapat mengontrol efusi pleura (1,3,7)

Penatalaksanaan pada efusi pleura maligna meliputi (1,3,8,10) :

a. Observasi

31

Pada pasien dengan efusi pleura maligna yang sedikit dan tanpa gejala

maka tidak diperlukan tindakan, cukup dilakukan observasi saja. Namun

bila dalam masa observasi terjadi pertambahan cairan sehingga

menimbulkan keluhan maka dibutuhkan tindakan untuk mengeluarkan

cairan.

b. Torakosintesis

Tindakan torakosintesis dilakukan untuk mengurangi keluhan sesak

secara cepat dimana tindakan ini dapat dilakukan secara berulang. Namun

jika terjadi rekurensi yang cepat maka dipertimbangkan untuk dilakukan

tindakan pleurodesis. Pada kasus – kasus dengan kondisi pasien secara

umum jelek maka tindakan torakosintesis berulang menjadi pilihan.

c. Chest tube drainase

Pemasangan chest tube berguna untuk drainase cairan sehingga

mengurangi keluhan sesak nafas. Selain itu chest tube juga diperlukan untuk

tindakan pleurodesis .

d. Indwelling pleural catheter

Kateter indwelling dipasang pada pasien dengan efusi pleura maligna

yang berulang dan tidak perlu berulang datang ke rumah sakit karena

drainase dapat dilakukan sendiri oleh pasien. Pemasangan kateter

indwelling ini direkomendasikan untuk pasien yang memiliki produksi

cairan efusi pleura lebih dari 1000 ml per minggu.

e. Pleurodesis

Pleurodesis merupakan suatu tindakan untuk melengketkan pleura visceral

dan pleura parietal dengan membuat peradangan steril sehingga

membentuk jaringan fibrotik dengan menggunakan bahan sclerosing.

Berbagai bahan dapat digunakan untuk tindakan pleurodesis seperti talc,

tetrasiklin, doksisiklin dan bleomisin. Penggunaan bleomisin untuk

pleurodesis pada efusi pleura maligna secara signifikan lebih baik

dibanding tetrasiklin dan talc karena bleomisin juga berfungsi sebagai anti

neoplastik. Selain bleomisin, bahan antineoplastik lain yang dapat

digunakan sebagai bahan pleurodesis seperti nitrogen mustard dan

32

mitoxantrone(1,3). Tindakan memasukkan bahan untuk pleurodesis dapat

melalui chest tube atau torakoskopi, namun melalui VATS lebih efektif

dan aman. Berdasarkan review terhadap beberapa penelitian disimpulkan

bahwa pleurodesis merupakan pilihan terapi yang optimal untuk efusi

pleura maligna dengan angka keberhasilan tinggi dan angka mortality rendah

f. Pleuroperitonial Shunt

Pleuroperitonial shunt merupakan tindakan pilihan pada pasien dengan

gagal pleurodesis, namun tindakan ini terutama untuk pasien dengan

efusi khilous. Meskipun tindakan ini lebih invasif dimana cairan khilous

dari rongga pleura dialirkan ke dalam rongga abdomen supaya cairan dapat

diserap sehingga kehilangan protein dapat diminimalkan.

g. Pleurektomi

Pleurektomi merupakan tindakan membuang pleura parietal dimana tindakan

ini dapat digunakan untuk mengontrol efusi pleura maligna. Pleurektomi

dilakukan pada 2 keadaan yaitu : Pasien yang sedang menjalani

torakotomi diagnostic dimana jika ditemukan keganasan maka

pleurektomi parietal berguna untuk mencegah efusi berulang. Selain itu juga

dilakukan pada pasien dengan efusi pleura persisten dan paru ipsi lateral

mengalami “trapped lung” dimana paru tidak kembang sehingga pleurodesis

dikontraindikasikan.

h. Simptomatis

Dua keluhan utama yang berhubungan dengan efusi pleura maligna yaitu

sesak nafas dan nyeri dada. Terapi simptomatis untuk sesak nafas dapat

diberikan oksigen, sedangkan nyeri dada dapat diberikan analgetik.

8. Prognosis

Prognosis pasien dengan efusi pleura maligna biasanya tidak bagus.

Faktor paling penting yang mempengaruhi perkiraan harapan hidup pada

pasien dengan efusi pleura maligna adalah sumber dari tumor. Faktor

lain yang berhubungan dengan prognosis yang jelek adalah kadar pH

cairan pleura yang kurang dari 7,20, kadar glukosa cairan pleura < 60 mg/dl

33

atau LDH cairan pleura lebih dari 2 kali nilai normal LDH serum.

Semua faktor prognosis jelek ini mencerminkan penyebaran tumor yang

lebih luas pada rongga pleura (1,3)

34

BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan sesak nafas

sejak ±2 bulan SMRS. Sesak dapat dapat disebabkan oleh faktor intrinsik dan

ekstrinsik paru, sehingga diperlukan tahapan untuk menegakkan diagnosis pada

pasien ini. Dari anamnesis didapatkan bahwa sesak dirasakan terus menerus,

semakin lama semakin memberat. Keluhan ini dirasakan memberat apabila pasien

beraktivitas serta tidak berkurang dengan istirahat. Pasien sulit tidur karena

ampeg, nyaman tidur dengan menggunakan 2-3 bantal dan posisi miring ke kiri.

Pasien juga mengeluh batuk sejak ±6 bulan SMRS dan semakin lama bertambah

berat sejak ±2 bulan SMRS. Batuk terkadang disertai dahak berwarna putih

kental, darah (-), suara serak (+) sejak 1,5 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, RR 24

x/menit, nadi 98x/menit, suhu 36,5oC per aksiler, saturasi O2 99% dengan O2 2

lpm. Pada pemeriksaan lapang paru anterior maupun posterior didapatkan

permukaan dada kiri < kanan, pengembangan dada kiri < kanan, fremitus taktil

kiri < kanan, perkusi sonor di lapang paru kanan dan redup mulai SIC II di lapang

paru kiri, auskultasi didapatkan SDV + di lapang paru kanan dan SDV + menurun

mulai SIC II di lapang paru kiri. Cor dalam batas normal.

Berdasarkan anamnesis, pasien telah mengalami keluhan sesak yang

sebelumnya telah didahului oleh batuk sejak ±6 bulan, sehingga menunjukkan

bahwa pasien mengalami suatu penyakit kronis. Pemeriksaan fisik menunjukkan

bahwa ditemukan dinding thorak yang asimetris dan redup saat di perkusi pada

hemithorak sinistra, menunjukkan bahwa rongga thorak berisi massa padat yang

dapat berasal dari jaringan atau rongga thorak terisi cairan. Dari auskultasi

didapatkan bahwa SDV menurun. Sedangkan pemeriksaan jantung menunjukkan

tidak ada kelainan.

Untuk melanjutkan penegakan diagnosis sesak nafas dibutuhkan

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis thorak dan EKG.

Pemeriksaan radiologis thorak dapat menunjukkan kelainan apa yang terjadi di

35

dalam rongga thorak, sedangkan EKG dapat menunjukkan kelainan yang terjadi

jantung. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa darah rutin

untuk membantu memberikan informasi dan menyingkirkan diagnosis banding

lain seperti anemia.

Pada pemeriksaan radiologis foto thoraks tampak gambaran efusi pleura

kiri. Pada pasien ini hasil EKG tidak didapatkan kelainan jantung sehingga sesak

yang dirasakan pada pasien tidak disebabkan oleh suatu kelainan pada jantung.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia (Hb 12.8 g/dl), leukositosis

(AL 14.7 x 103/µl), peningkatan eosinofil (5.30 %), penurunan limfosit (10.40%).

Dari hasil radiologis ditemukan adanya sudut sinus costophrenicus yang

tumpul, menunjukkan adanya gambaran efusi pleura. Selain itu ditemukan adanya

gambaran perselubungan di hemithorak sinistra. Dari hasil tersebut, diperlukan

pemeriksaan proof pungsi cairan pleura untuk mengetahui penyebab dari efusi

pleura tersebut.

Berdasar dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

maka pasien didiagnosis dengan Efusi Pleura. Pleura adalah membran serosa yang

licin, mengkilat, tipis dan transparan. Membran ini membungkus jaringan paru.

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam

kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan

transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya

mengandung cairan sebanyak 10-20 ml.

Cairan pleura dapat dibedakan menjadi transudat dan eksudat. Perbedaan

Cairan Transudat-Eksudat Pada Efusi Pleura :

36

Pada pasien ini dilakukan analisis cairan pleura dan didapatkan hasil

sebagai berikut :

Hasil yang didapat sesuai dengan teori yakni cairan yang terdapat pada

pleura merupakan cairan eksudat. Eksudat merupakan cairan yang terbentuk

melalui membrane kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein

berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Terjadinya perubahan

permeabilitas membrane adalah karena adanya peradangan pada pleura. Protein

yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening.

Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis)

akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga

menimbulkan eksudat.  

Efusi pleura eksudat dapat disebabkan oleh :

37

1.   Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,

Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-

6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise,

mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan

dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.

2.   Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh

bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara

hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun

anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,

Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-

lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan

metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari

rongga pleura.

3.   Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus,

Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat

terhadap organisme fungi.

4.   Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi

melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat

juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya

cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis

perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga

pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang

disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang

yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris,

penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.

5.   Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,

mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan

ukuran jantung yang tidak membesar. Keluhan yang paling banyak ditemukan

adalah sesak dan nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali

38

dengan cepat walaupun dilakukan torakosintesis berkali-kali. Patofisiologi

terjadinya efusi ini diduga karena :

Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi

kebocoran kapiler.

Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,

bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan

aliran balik sirkulasi.

Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif

intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang

ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura

tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup

tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura

dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).

6.   Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri,

abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai

predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna

purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini

dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada

empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4

indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi

parapneumonik:

Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah

daripada nilai pH bakteri

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik

yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.

39

7.   Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid,

Skleroderma

8.   Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik

Untuk menentukan penyebab Efusi Pleura pada pasien ini masih

dibutuhkan pemeriksaan sitologi cairan pleura dan histologi biopsi pleura. Selain

itu diperlukan pemeriksaan seperti sitologi sputum, sputum BTA + kultur, BTA

cairan pleura + kultur, bronkoskopi, dan MSCT Thorax dengan kontras (post

evakuasi cairan pleura maksimal).

Terapi yang diberikan pada pasien dengan Efusi Pleura yakni : Terapi

penyakit dasarnya (Antibiotika), Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic),

Torakosentesis, Pemasangan WSD dan Pleurodesis. Tatalaksana pada pasien ini

saat datang di IGD yakni O2 2 lpm nasal, Diet TKTP 1700 kkal, IVFD NaCl 0,9%

20 tpm, IVFD aminofluid 1 fl/24 jam, NAC 3x200 mg. Tatalaksana lebih lanjut

dibutuhkan setelah pasien terdiagnosis secara pasti penyebab Efusi Pleura yang

terjadi.

40

BAB V

PENUTUP

Efusi pleura merupakan penyakit saluran pernapasan. Penyakit ini bukan

merupakan suatu disease entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit yang

serius yang dapat mengancam jiwa penderita (WHO).

Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang,

salah satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi

tuberkolosis. Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh

gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi

pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama

efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita.

Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas

dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan

dan jenis biochemical dalam cairan pleura.

Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia bahkan menjadi

masalah utama di negara – negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.

Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan di Indonesia. Penyakit efusi pleura

dapat ditemukan sepanjang tahun dan jarang dijumpai secara sporadis tetapi lebih

sering bersifat epidemikk di suatu daerah.

Pengetahuan yang dalam tentang efusi pleura dan segalanya merupakan

pedoman dalam menentukan diagnose serta pemberian terapi yang tepat guna

mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat efusi pleura.

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Light RW. 2007. Pleural diseases 5th edition. Lippincott williams &

wilkins, Tennesse.

2. Broaddus VC, Robinson BW. 2010. Tumors of pleura. In Maser RJ,

Broaddus VC, Martin TR ed.Textbook of respiratory medicine.

Elsevier, Philadelphia.

3. Sahn SA. Malignant pleural effusion. In Fishman AP, Elias JA,

Fishman JA et al. Ed Fishman’s pulmonary diseases and disorders.

The McGraw-Hill companies, Philadelphia 2008 p.1505-1515

4. Rahman NM, Wang NS. 2008. Anatomy of the pleura. In Light RW, Lee

YC. Ed Textbook of pleural diseases second edition. Hadder &

Stoughton ltd, London p.13-23

5. Hood Alsagaff, Abdul Mukty. 2008. Dasar – dasar ilmu penyakit paru.

Airlangga university press surabaya,p.143-54

6. Light RW. The Undiagnosed pleural effusion. Clin chest med, 2006 p.309-

319

7. Slamet hariadi. 2010. Efusi pleura. Dalam Jusuf wibisono, Winariani,

Slamet hariadi. Editor Buku ajar ilmu penyakit paru 2010.

Departemen ilmu penyakit paru FK Unair RS.Dr.Soetomo, p.111-21

8. Temmasung R Pakki. 2008. Efusi pleura ganas. Dalam Alvin kosasih,

Agus dwisusanto, Temmasung R pakki, Tintin martini. Editor

Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan paru. PDPI cabang Banten,

p 55-63

9. Sahn SA. Pleural disease. In ACCP pulmonary medicine board review

25th edition. Northbrook, 2009, p.513-46

10. Ngurah rai. Efusi pleura maligna: Diagnosis dan penatalaksanaan terkini. J

Peny dalam. 2009;10:208-17

11. Bahar A. 1998. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam Soeparman, Sukaton U,

Waspadji S, et al. Editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI; 785-97.

42