preskas sle putri nisrina
DESCRIPTION
nTRANSCRIPT
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Autoimun Hemolytic Anemia (AIHA)
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
A. DEFINISI
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE) merupakan penyakit
inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis,
perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam. Penyakit ini terutama menyerang
wanita usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik
dan hormonal serta lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi SLE.1
SLE terutama menyerang wanita muda dengan insidens puncak pada usia 15-40 tahun
selama masa reproduktif dengan ratio wanita dan laki-laki 5:1. Etiologinya tidak jelas, diduga
berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada kompleks histokompatibilitas mayor klas
II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3.2
B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Patogenesis LES belum diketahui secara utuh, namun demikian banyak fakta yang
menunjukan bahwa fatogenesis LES bersifat multifaktorial, meliputi genetik yakni HLA-DR2
(ras Asia/Jepang) dan HLA-DR3 (ras Kaukasia), hormonal terhadap respon imun dan lingkungan.
Penelitian terakhir menunjukan bahwa banyak sekali gen (lebih dari 100) yang berperan,
1
terutama yang berfungsi mengkode unsur-unsur sistem imun. Selain HLA-DR2 , komplemen
yang berperan pada fase awal reaksi ikatan komplemen (yaitu C1q, C1r, C1s, dan C2) telah terbukti
keterlibatannya. Gen-gen lain yang mulai terlihat ikut berperan adalah gen yang mengkode
reseptor sel T, imunoglobulin dan sitokin.2
Etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa faktor predisposisi
dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit ini. Diantara beberapa faktor predisposisi
tersebut, sampai saat ini belum diketahui faktor yang paling dominan berperan dalam timbulnya
penyakit ini. Berikut ini beberapa faktor predisposisi yang berperan dalam timbulnya penyakit
SLE:2
1. Faktor Genetik
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga timbul produk
autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik untuk menderita SLE telah
ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada anak kembar. Sekitar 2-5% anak kembar dizigot
berisiko menderita SLE, sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya SLE adalah
58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki saudara dengan penyakit ini adalah
20 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum. Studi mengenai genome telah
mengidentifikasi beberapa kelompok gen yang memiliki korelasi dengan SLE. MHC (Major
Histocompatibility Complex) kelas II khususnya HLA- DR2 (Human Leukosit Antigen-DR2),
telah dikaitkan dengan timbulnya SLE. Selain itu, kekurangan pada struktur komponen
komplemen merupakan salah satu faktor risiko tertinggi yang dapat menimbulkan SLE.
Sebanyak 90% orang dengan defisiensi C1q homozigot akan berisiko menderita SLE. Di
Kaukasia telah dilaporkan bahwa defisiensi varian S dari struktur komplemen reseptor 1,
akan berisiko lebih tinggi menderita SLE.
2
Gene Protein
C1QA, B, and
CComplement component C1q
C2 Complement component
C4A and C4B Complement component C4
CRP C-reactive protein
FCGR2A Activating Fcγ RIIA
FCGR3A Activating Fcγ RIIIA
FCGR2B Inhibitory Fcγ RIIb
IRF5 Interferon regulatory factor 5
TYK2 Tyrosine kinase 2
MBL Mannose-binding lectin
2. Faktor Imunologi
Pada LE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem imun, yaitu :
a. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen Presenting Cell) akan
memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada penderita lupus, beberapa reseptor yang
berada di permukaan sel T mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya
sehingga pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini menyebabkan
reseptor yang telah berubah di permukaan sel T akan salah mengenali perintah dari sel T.
b. Kelainan intrinsik sel T dan sel B
3
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan sel B akan teraktifasi
menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang memiliki reseptor untuk autoantigen dan
memberikan respon autoimun. Sel T dan sel B juga akan sulit mengalami apoptosis
sehingga menyebabkan produksi imunoglobulin dan autoantibodi menjadi tidak normal.
c. Kelainan antibodi
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE, seperti substrat antibodi
yang terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai antigen dan memicu limfosit T untuk
memproduksi autoantibodi, sel T mempengaruhi terjadinya peningkatan produksi
autoantibodi, dan kompleks imun lebih mudah mengendap di jaringan.
3. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE. Beberapa studi
menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus dan tingkat estrogen yang tinggi. Studi
lain juga menunjukkan bahwa metabolisme estrogen yang abnormal dapat dipertimbangkan
sebagai faktor resiko terjadinya SLE.
4. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang bereaksi dalam tubuh
dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor lingkungan tersebut terdiri dari:
a. Infeksi virus dan bakteri
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam timbulnya SLE. Agen
infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr Virus (EBV), bakteri Streptococcus dan
Clebsiella.
b. Paparan sinar ultra violet
4
Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun, sehingga terapi menjadi
kurang efektif dan penyakit SLE dapat kambuh atau bertambah berat. Hal ini
menyebabkan sel pada kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi
inflamasi di tempat tersebut secara sistemik melalui peredaran pembuluh darah.
c. Stres
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah memiliki
kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan respon imun tubuh akan terganggu
ketika seseorang dalam keadaan stres. Stres sendiri tidak akan mencetuskan SLE pada
seseorang yang sistem autoantibodinya tidak ada gangguan sejak awal.
d. Obat-obatan
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan
Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE). Jenis obat yang dapat menyebabkan DILE
diantaranya kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.7 Lupus karena
obat: procainamide, hydralazine, isoniazide, antibiotika sulfa, agen biologik untuk terapi
artritis reumatoid seperti etanercept, infliximab, dan adalimumab dapat mencetuskan lupus.
Biasanya lupus karena obat akan membaik setelah obat yang bersangkutan diberhentikan.
Adapun patogenesis LES dihipotesiskan sebagai berikut :2
Adanya satu atau beberapa factor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai
predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel T CD4+,
mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self antigen. Sebagai akibatnya munculah
sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang
memproduksi autoantibody maupun yang berupa sel memori. Pada LES autoantibody yang
terbentuk ditujukan terhadap antigen yang terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen
5
sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan non histon. Kebanyakan diantaranya dalam
keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau komplek ptotein-RNA yang
disebut partikel ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah mereka tidak
spesifik untuk jaringan tertentu tetapi merupakan komponen integral semua jenis sel.2
Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti nuclear antibody). Dengan
antigennya yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.
Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada LES terganggu. Dapat berupa
gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan kompleks imun
dalam hati, dan penurunan uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini
memungkinkan terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear.
Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya
fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen
yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya keluhan gejala pada organ atau tempat
yang bersangkutan seperti ginjal,sendi,pleura,pleksus koroideus, kulit dan sebagainya.2
C. GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinis penyakit ini sangat beragam dan seringkali pada keadaan awal tidak
dikenali sebagai LES. Hal ini dapat terjadi karena manifestasi klinik penyakit LES ini seringkali
tidak terjadi secara bersamaan. Seseorang dapat saja selama beberapa lama mengeluhkan nyeri
sendi yang berpindah-pindah tanpa adanya keluhan lain. Kemudian diikuti oleh manifestasi
klinis lainnya seperti fotosensitifitas dan sebagainya yang pada akhirnya akan memenuhi kriteria
6
LES. Gambaran klinis keterlibatan sendi atau muskoloskeletal dijumpai pada 90% kasus LES,
walaupun artritis sebagai manifestasi awal hanya dijumpai pada 55% kasus.2
Manifestasi klinis SLE sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi, darah,
jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun. Manifestasi klinis pasien SLE
terbanyak berturut-turut adalah:
1. Artritis sebesar 48,1%,
2. Ruam malar 31,1%,
3. Nefropati27,9%,
4. Fotosensitif 22,9%,
5. Keterlibatan neurologik 19,4%, dan
6. Demam 16,6%
Sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai adalah miositis 4,3%, ruam discoid 7,8 %,
anemia hemolitik 4,8%, dan lesi subkutaneus akut 6,7%.3
Manifestasi Konstitusional
Kelelahan
Kelelahan ini dapat diukur dengan Profile of Mood States (POMS) dan tes toleransi latihan.
Apabila kelelahan diakibatkan oleh aktivitas penyakit SLE ini, maka diperlukan pemeriksaan
penunjang lainnya, yaitu kadar C3 serum yang rendah. Kelelahan pada penyakit ini
memberikan respon terhadap pemberian steroid dan latihan.2
Penurunan berat badan
Penurunan berat badan dapat disebabkan oleh berkurangnya nafsu makan atau gejala
gastrointestinal akibat SLE.2
Demam
7
Sulit dibedakan dengan penyebab lain seperti infeksi, karena suhu tubuh dapat mencapai 40 oC
tanpa adanya bukti infeksi lain seperti leukositosis. Namun demam pada SLE biasanya tidak
disertai menggigil.2
Lain-lain
Gejala lain yang dapat dijumpai pada penderita SLE sebelum ataupun seiring dengan aktivitas
penyakitnya adalah rambut rontok, hilangnya nafsu makan, pembesaran kelenjar getah
bening, bengkak, sakit kepala, mual, dan muntah.2
Kelainan Mukokutaneus :2
Erupsi kulit, terdapat pada 40 % penderita. Erupsi di wajah (malar rash, discoid rash)
dengan bentuk seperti kupu-kupu terdiri dari eritema dan edem selama fase akut. Sedangkan
pada fase kronis muncul atrofi dan teleangiektasis. Erupsi kulit ini dipresipitasi atau
diperparah dengan paparan sinar ultraviolet.
Fotosensitifitas
Alopesia
Ulkus pada mukosa nasal atau oral
Xeroftalmia dan xerosmia = sicca syndrome/ Sjogren syndrome
Lupus hair yaitu rambut-rambut pendek yang patah-patah di atas dahi
Muskuloskeletal2
- Artritis, mialgia (nyeri otot), atralgia (nyeri sendi), sendi yang terlibat yaitu tangan, kaki dan
juga sendi-sendi besar. Sendi terlihat kemerahan, hangat dan terdapat efusi sinovial.
- Fibromialgia, miositis (disertai peningkatan CPK dan kelemahan otot proksimal)
8
- Osteoporosis dan osteonekrosis, terutama penderita dengan pengobatan steroid dosis tinggi
jangka panjang.
Kelainan Ginjal1
Ginjal merupakan organ yang sering terlibat pada pasien dengan SLE. Lebih dari 70%
pasien SLE mengalami keterlibatan ginjal sepanjang perjalanan penyakitnya. Lupus nefritis
memerlukan perhatian khusus agar tidak terjadi perburukan dari fungsi ginjal yang akan berakhir
dengan transplantasi atau cuci darah. Bila tersedia fasilitas biopsi dan tidak terdapat kontra
indikasi, maka seyogyanya biopsi ginjal perlu dilakukan untuk kon irmasi diagnosis, evaluasi
aktivitas penyakit, klasi ikasi kelainan histopatologik ginjal, dan menentukan prognosis dan
terapi yang tepat. Klasifikasi kriteria World Health Organization (WHO) untuk lupus nefritis
sudah diperbaharui oleh International Society of Nephrolog dan Renal Pathology Society
(ISN/RPS) tahun 200363 Klasi ikasi WHO dinilai berdasarkan pola histologi dan lokasi dari
imun kompleks, sementara klasi ikasi ISN/RPS juga membagi menjadi lesi fokal, difus, aktif,
tidak aktif, dan kronis.1
Tabel 1. Klasifikasi lupus nefritis menurut World Health Organization
9
Merupakan manifestasi yang paling serius dari LES. Kelainan ginjal sangat bervariasi
dari proteinuri minimal dan sedikit cast sel-sel darah merah sampai hematuri dan proteinuri
masive. Nefritis lupus terdiri dari beberapa kelas :
Tabel 2. Klasifikasi Nephritis Lupus berdasarkan staging dari WHO (2003) :
Kelas Deskripsi Gambaran Klinis
I
II
Glomerulus normal (dengan pemeriksaan
mikroskop cahaya, imunofluoresen,
mikroskop elektron)
Perubahan pada mesangial :
a. Normal dengan mikroskop cahaya,
deposit pada mesangial dengan
Tanpa gambaran klinis atau Proteinuri +
Proteinuria persisten
10
III
IV
V
imunofluoresen dan atau
mikroskop cahaya
b. Hiperselularitas mesangial dan
terdapat deposit pada
imunofluoresen dan atau
mikroskop elektron
Fokal segmental Glomerulonephritis
a. Lesi nekrotik aktif
b. Lesi sklerotik aktif
c. Lesi sklerotik
Glomerulonephritis Difus (Proliferasi luas
pada mesangial, endokapiler atau
mesangiokapiler dan atau deposit luas
subendotel)
a. Tanpa lesi segmental
b. Dengan lesi nekrotik aktif
c. Dengan lesi aktif dan sklerotik
d. Dengan lesi sklerotik
Glomerulonephritis membranosa difus :
a. Glomerulonephritis membranosa
Hematuri mikroskopik dan bisa terdapat
silinder leukosit / eritrosit dan / proteinuria
tanpa hipertensi,tanpa sindroma nefrotik /
gangguan fungsi ginjal
Hematuri dan proteinuria ditemukan pada
seluruh pasien, sebagian pasien ditemukan
hipertensi, sindroma nefrotik dan penurunan
fungsi ginjal
Hematuri dan proteinuria ditemukan pada
seluruh pasien (sindroma nefritik akut)
sedangkan sindroma nefritik, hipertensi, dan
penurunan fungsi ginjal ditemukan pada
hampir seluruh pasien
Sindroma nefritik ditemukan pada hampir
seluruh pasien sebagian dengan hematuri
atau hipertensi akan tetapi fungsi ginjal
11
VI
murni
b. Berhubungan dengan lesi kelas II
(a atau b)
Glomerulonephritis sklerotik lanjut
masih normal atau sedikit menurun
Biasanya menimbulkan penurunan fungsi
ginjal yang lambat dengan kelainan urin
yang relatif normal
Kelainan Neuropsikiatri : nyeri kepala, kejang, neuropati perifer, neuropati kranial dan depresi
Kelainan Serosa : pleuritis eksudatif, perikarditis eksudatif namun jarang sampai menimbulkan
gangguan hemodinamika, peritonitis (ditandai dengan nyeri difus pada abdomen).
Kelainan Vaskular : Fenomena Raynaud’s, vaskulitis, vaskulopati (inflamasi ringan pembuluh
darah), hipertensi, miokaditis, endokarditis Libman-Sacks, thromboembolic events (terutama
yang menggunakan antikardiolipin atau antikoagulan lupus positif).
Lain-lain : Perdarahan paru, hipertensi pulmonal, pneumonitis interstitialis, ocular (cytoid
bodies), gastrointestinal (lupoid hepatitis, pankreatitis).
D. DIAGNOSIS
Batasan operasional diagnosis SLE yang dipakai dalam rekomendasi ini diartikan sebagai
terpenuhinya minimum kriteria (de initif) atau banyak kriteria terpenuhi (klasik) yang mengacu
pada kriteria dari the American College of Rheumbatology (ACR) revisi tahun 1997.7,9 Namun,
mengingat dinamisnya keluhan dan tanda SLE dan pada kondisi tertentu seperti lupus nefritis,
neuropskiatrik lupus (NPSLE), maka dapat saja kriteria tersebut belum terpenuhi. Terkait dengan
dinamisnya perjalanan penyakit SLE, maka diagnosis dini tidaklah mudah ditegakkan. SLE pada
tahap awal, seringkali bermanifestasi sebagai penyakit lain misalnya artritis reumatoid,
12
gelomerulonefritis, anemia, dermatitis dan sebagainya. Ketepatan diagnosis dan pengenalan dini
penyakit SLE menjadi penting.
Tabel 3. Monitoring dan penilaian awal pada LES1
13
Tabel 4. Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik
14
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki sensitiitas 85% dan�
spesiisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif, maka sangat�
mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif,
maka kemungkinan bukan SLE. Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak
ada, maka belum tentu SLE, dan observasi jangka panjang diperlukan.2
E. PEMERIKAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Penunjang Minimal Lain yang Diperlukan untuk Diagnosis dan Monitoring1
1. Hemoglobin, lekosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED)*
2. Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam, dan bila diperlukan kreatinin
urin.
3. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid)*
4. PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid
5. Serologi ANA ***, anti-dsDNA**, komplemen (C3,C4)**
6. Foto polos thorax
7. PT/PTT, protrombin time/partial tromboplastin time
Keterangan:
* : Setiap 3-6 bulan bila stabil
15
** : Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif.
*** : Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untuk monitoring.
Pemeriksaan tambahan lainnya tergantung dari manifestasi SLE. Waktu pemeriksaan untuk
monitoring dilakukan tergantung kondisi klinis pasien.
Test ANA merupakan test yang sensitif, namun tidak spesifik untuk SLE
Test ANA dikerjakan hanya jika terdapat kecurigaan terhadap SLE
Test Anti dsDNA positif menunjang diagnosis SLE, namun jika negatif tidak menyingkirkan
diagnosis SLE
(Rekomendasi Perkumpulan Reumatologi Indonesia, 2011)
Kelainan Hematologi7
Anemia normositik ringan (50%-80%) seperti umumnya pada tipe penyakit kronis;
kadang-kadang terjadi anemia hemolitik autoimmune dengan hasil Coombs’ test direk
yang positif.
Leukopenia sedang sebagai akibat dari mekanisme autoimmune.
Lymphocytopenia, akibat lymphocytoxic antibodies; seringkali merupakan kelainan
laboratorium pertama yang ditemukan.
Thrombocytopenia, akibat mekanisme autoinum, sering menggambarkan aktivitas
penyakit.
Peningkatan fibrin split products, sering ditemukan pada nefritis lupus.
Pemeriksaan Protein Plasma
16
Penurunan kadar albumin (50%-60%), menggambarkan penyakit kronis atau kehilangan albumin
melalui urine pada sindroma nefrotik dari lupus nephiritis. Peningkatan LED dan
CRP,menggambarkan aktivitas penyakit.
Urinalisis
Heumaturia, cellular casts, dan proteinuria +++ (>500mg/dl) pada lupus nephritis.
Cairan Sinovial
Leukopenia (<3000/mm3); dengan predominan lymphocytes, LE cells dan antinuclear antibodies
positif. Penurunan kadar complement.
Cairan Spinal
Dapat ditemukan meningitis aseptik.
Pemeriksaan Immunologi
*Antinuclear antibodies positif ( 98% ) dengan pola homogen atau rim.
*Anti-DNA antibodies positif ( double stranded or native ),spesifitas sangat tinggi untuk
LES. Ditemukan pada hampir seluruh pasien dengan keterlibatan ginjal ( 90% ) dan pada
pasien yang dengan aktivitas penyakitnya berat meski tanpa keterlibatan ginjal (50%).
Titernya menggambarkan aktivitas penyakit; tidak ditemukan pada drug-induced LE.
*Antibodi yang menyerang antigen inti sel (extractable nuclear antigens). Terdiri dari nuclear
ribonuclear protein (nRNP ) dan nuclear nonnucleic acid glycoprotein ( Smith {SM}
antigen ). Anti SM ini memiliki sensitifitas yang tingggi untuk pasien LES; ditemukan pada
25%-30% pasien LES.
*LE cells positif (70%-85%) spesifik untuk LES tapi tidak sesensitif antinuclear antibobies ;
LE cells dapat ditemukan pada cairan sinovium, pleural, dan pericardial.
17
*Ditemukannya circulating immune complexes, menggambarkan aktifitas penyakit.
Penurunan kadar complemen serum (75%), menggambarkan utilisasi oleh kompleks immun
pada penyakit yang sedang aktif.
Peningkatan y-globulins serum (80%),menggambarkan peningkatan aktivitas sistim immun.
Rheumatoid factor dapat positif (20%-35%).
False-positive nontreponemal test untuk syphilis (15%-20%).
*Biopsi Ginjal dan Kulit
Pemeriksaan dengan Immunofluorescent memperlihatkan deposit immunoglobulin dan
komplemen.
*Bila ditemukan, penunjang diagnostik
GAMBARAN RADIOLOGIS
Subluksasi, dislokasi dan deviasi ulnar, osteoporosis, osteonekrosis ( hips, bahu, lutut,
tangan dan kaki ), atropi jaringan lunak dan pengapuran sendi.
Tangan: deviasi ulnar, boutonnierel, swan neck deformities, osteoporosis, fraktur
spontan.
Spine: instabilitas atlantoaxial, compression fractures.
Thorax: Efusi pleura dan penebalan pleura, kardiomegali, efusi pericardial.
F. PENATALAKSANAAN
Pilar Pengobatan Lupus Eritematosus Sistemik7
I. Edukasi dan konseling
1. Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya.
18
2. Tipe dari penyakit SLE dan perangai dari masing-masing tipe tersebut.
3. Masalah yang terkait dengan fisik: kegunaan latihan terutama yang terkait dengan
pemakaian steroid seperti osteoporosis, istirahat, pemakaian alat bantu maupun diet,
mengatasi infeksi secepatnya maupun pemakaian kontrasepsi.
4. Pengenalan masalah aspek psikologis: bagaimana pemahaman diri pasien SLE, mengatasi
rasa lelah, stress emosional, trauma psikis, masalah terkait dengan keluarga atau tempat
kerja dan pekerjaan itu sendiri, mengatasi rasa nyeri.
5. Pemakaian obat mencakup jenis, dosis, lama pemberian dan sebagainya. Perlu tidaknya
suplementasi mineral dan vitamin. Obat-obatan yang dipakai jangka panjang contohnya
obat antituberkulosis dan beberapa jenis lainnya termasuk antibiotikum.
6. Dimana pasien dapat memperoleh informasi tentang SLE, adakah kelompok pendukung,
yayasan yang bergerak dalam pemasyarakatan SLE dan sebagainya.
II. Program rehabilitasi
Salah satu hal penting adalah pemahaman akan turunnya masa otot hingga 30% apabila
pasien dengan SLE dibiarkan dalam kondisi immobilitas selama lebih dari 2 minggu. Disamping
itu penurunan kekuatan otot akan terjadi sekitar 1-5% per hari dalam kondisi imobilitas.
Berbagai latihan diperlukan untuk mempertahankan kestabilan sendi. Modalitas fisik seperti
pemberian panas atau dingin diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri, menghilangkan kekakuan
atau spasme otot. Demikian pula modalitas lainnya seperti transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS) memberikan manfaat yang cukup besar pada pasien dengan nyeri atau
kekakuan otot. Secara garis besar, maka tujuan, indikasi dan tekhnis pelaksanaan program
rehabilitasi yang melibatkan beberapa maksud di bawah ini, yaitu:
19
a. Istirahat
b. Terapi fisik
c. Terapi dengan modalitas
d. Ortotik
e. Lain-lain. (Rekomendasi Perkumpulan Reumatologi Indonesia, 2011)
III. Pengobatan medikamentosa
Pengobatan SLE Berdasarkan Aktivitas Penyakitnya.
a. Pengobatan SLE Ringan
Pilar pengobatan pada SLE ringan dijalankan secara bersamaan dan berkesinambungan
serta ditekankan pada beberapa hal yang penting agar tujuan di atas tercapai, yaitu:
Obat-obatan
- Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan.
- Obat anti inflamasi non steroidal (OAINS), sesuai panduan diagnosis dan pengelolaan nyeri
dan inflamasi.
- Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan potensi ringan)
- Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kg BB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet klorokuin 250 mg
mengandung 150 mg klorokuin basa) catatan periksa mata pada saat awal akan pemberian
dan dilanjutkan setiap 3 bulan, sementara hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5 mg/kg BB/ hari
(200-400 mg/hari) dan periksa mata setiap 6-12 bulan.
- Kortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg / hari atau yang setara.
20
- Tabir surya: Gunakan tabir surya topikal dengan sun protection factor sekurang-kurangnya
15 (SPF 15)
b. Pengobatan SLE Sedang
Pilar penatalaksanaan SLE sedang sama seperti pada SLE ringan kecuali pada
pengobatan. Pada SLE sedang diperlukan beberapa rejimen obat-obatan tertentu serta mengikuti
protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada serosistis yang refrakter: 20 mg / hari prednison
atau yang setara.
c. Pengobatan SLE Berat atau Mengancam Nyawa
Pilar pengobatan sama seperti pada SLE ringan kecuali pada penggunaan obat-obatannya.
Pada SLE berat atau yang mengancam nyawa diperlukan obat-obatan sebagaimana tercantum di
bawah ini. (Rekomendasi Perkumpulan Reumatologi Indonesia, 2011)
21
22
23
G. Prognosis
Morbititas dan mortalitas pasien SLE masih cukup tinggi. Pola prognosis pada penderita SLE
berupa pola bimodal, dimana prognosis buruk biasanya dicetuskan oleh adanya suatu infeksi.
Berturut-turut survival rate pada pasien SLE untuk 20 tahun adalah 53-64%. Angka kematian
pasien dengan SLE hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Pada tahun-tahun
pertama mortalitas SLE berkaitan dengan aktivitas penyakit dan infeksi (termasuk infeksi M.
tuberculosis, virus, jamur dan protozoa, sedangkan dalam jangka panjang berkaitan dengan
penyakit vaskular aterosklerosis.,3,4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. Roijah
Usia : 23 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Cisaat
Status : Menikah
Masuk RS : 5 Agustus 2015
Keluar RS : 11 Agustus 2015
II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)
Keluhan Utama
24
Pusing berputar
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan pusing berputar sejak 3 hari
SMRS. Pusing dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan disertai dengan demam
yang naik turun dan mengalami mimisan sekitar 2 hari yang lalu. Pasien mengaku mudah
lelah, lemas badan kurang lebih semenjak 1 minggu yang lalu, dirasakan makin memberat
dan menjadi tidak bersemangat melakukan kegiatan sehari-hari. Pasien juga mengatakan
bahwa rambutnya mudah rontok, telinga berdenging dan kadang-kadang mengalami nyeri
sendi. Kejang-kejang disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Tidak tahan terhadap
sinar matahari dan bengkak kemerahan pada wajah disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat SLE tidak diketahui
Riwayat ISK (+)
Riwayat epistaksis (+)
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat peny. jantung (-)
Riwayat TB paru (-)
Riwayat Penyakit dalam keluarga
Riwayat dalam penyakit keluarga (-)
25
III.PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120 /80 mmHg
Nadi : 108 x/ menit
RR : 20 x/ menit
Suhu : 37,6 C
Berat Badan / Tinggi Badan : 52 kg/153cm
Status Gizi / BMI : 22,2
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, jaringan parut (-),turgor tidak menurun, eritema (-), ruam
discoid (-).
Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening submandibular (+/-), leher (-/-), axilla (-/+) dan inguinal (-/-)
Kepala
Normocephal, rambut rontok (+),malar rash (-)
Mata
Eksopthalmus dan endopthalmus (-/-), edema palpebra (-/-), conjunctiva anemis (+/+)
pada kedua mata, sklera ikterik (-/-) pada kedua mata, perdarahan subkonjumgtiva (-/-),
26
pupil isokhor, reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+/+) normal, pergerakan bola
mata ke segala arah baik, lapangan pandang luas.
Hidung
Normoseptal, mukosa hidung lembap (+/+), hiperemis (-/-), epistaksis (-/-),
pernafasan cuping hidung (-), rhinore (-/-).
Telinga
Kedua meatus akustikus dalam keadaan normal, lubang telinga cukup bersih, tophi(-),
nyeri tekan proc. mastoideus (-), selaput pendengaran tidak ada kelainan.
Mulut
Bibir simetris, pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), stomatitis (+), atropi papil (-),
sianosis (-), Oral ulcer (-).
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP tidak meningkat, hipertrofi M.
Sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk (-), eritema (-).
Paru-paru
Inspeksi : statis & dinamis simetris kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+), bronkial (+) basal paru kanan dan kiri, wheezing (-),
rhonki (-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
27
Perkusi
- Batas Jantung Kanan : ICS V linea sternalis dextra
- Batas Jantung Kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
- Batas Atas Jantung :ICS III linea Parasternalis sintra
Auskultasi : Bunyi Jantung I II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen datar, eritema (-),
Palpasi : Nyeri tekan (+) kuadran epigastrium, hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
Ballotement (-)
Perkusi : Terdengar suara timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi :Bising usus (+) normal
Genital
Tidak diperiksa
Ekstremitas
Ekstremitas atas : nyeri sendi (+), gerakan bebas, pitting edema (-), jaringan parut (-),
pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-) turgor
kembali lambat (-), eritema (-),ruam diskoid (-),eritema palmaris (-)
Ekstremitas bawah : nyeri sendi (+), gerakan bebas, pitting edema (-), jaringan parut (-),
pigmentasi normal, telapak kaki pucat (-), jari tabuh (-), turgor kembali
lambat (-)
28
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap (5 Agustus 2015) pukul 13.05 WIB
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
Darah Rutin
WBC 2,1 L 103/uL 3,8-10,6
RBC 2,30 L 106/uL 3,8-5,9
HGB 6,4 L g/dL 11,7-17,3
HCT 18,0 L % 35,0-52,0
MCV 78,30 L µm3 80-100
MCH 27,8 Pg 26,0-34,0
MCHC 35,6 g/dL 32,0-36,0
RDW 14,4 % 11,5-14,5
PLT 12 L 103/ul 150-440
MPV 9,0 µm3 7,0-11,0
PCT 0,012 L % 0,200-0,500
PDW 5,3 L % 10,0-18,0
Limfosit 0,6 L 103/µL 1,0-3,0
Monosit 0,1 L 103/µL 0,2-1,0
Granulosit 1,4 L 103/µL 2,0-7,0
Limfosit% 27,6 % 25,0-40,0
Monosit% 6,9 % 2,0-8,0
29
Granulosit% 65,5 % 50,0-70,0
KGDS : 89 mg/dl
Pemeriksaan Darah Lengkap (5 Agustus 2015) pukul 18.00 WIB
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
Darah Rutin
WBC 1,9 L 103/uL 3,8-10,6
RBC 2,03 L 103/uL 3,8-5,9
HGB 6,1 L g/dL 11,7-17,3
HCT 17,1 L % 35,0-52,0
MCV 84,2 L µm3 80-100
MCH 30,0 Pg 26,0-34,0
MCHC 35,7 g/dL 32,0-36,0
RDW 15,0 H % 11,5-14,5
PLT 12 L 103/ul 150-440
MPV 10,0 µm3 7,0-11,0
PCT 0,012 L % 0,200-0,500
PDW 8,0 L % 10,0-18,0
Limfosit 0,5 L 103/µL 1,0-3,0
Monosit 0,1 L 103/µL 0,2-1,0
30
Granulosit 1,3 L 103/µL 2,0-7,0
Limfosit% 25,9 % 25,0-40,0
Monosit% 7,5 % 2,0-8,0
Granulosit% 66,6 % 50,0-70,0
Golongan darah : A
Pemeriksaan Darah Lengkap (8 Agustus 2015) Pukul 08:34
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
Darah Rutin
WBC 7,4 L 103/uL 3,8-10,6
RBC 2,31 L 106/uL 3,8-5,9
HGB 6,3 L g/dL 11,7-17,3
HCT 18,0 L % 35,0-52,0
MCV 77,9 L µm3 80-100
MCH 27,3 Pg 26,0-34,0
MCHC 35,0 g/dL 32,0-36,0
RDW 17,5 H % 11,5-14,5
PLT 28 L 103/ul 150-440
MPV 10,7 µm3 7,0-11,0
PCT 0,030 L % 0,200-0,500
PDW 9,2 L % 10,0-18,0
31
Limfosit 0,9 L 103/µL 1,0-3,0
Monosit 0,6 L 103/µL 0,2-1,0
Granulosit 5,9 L 103/µL 2,0-7,0
Limfosit% 12,0 % 25,0-40,0
Monosit% 7,6 % 2,0-8,0
Granulosit% 80,4 H % 50,0-70,0
Pemeriksaan Darah Lengkap (10 Agustus 2015) Pukul 09.31
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
Darah Rutin
WBC 8,2 103/uL 3,8-10,6
RBC 3,19 L 106/uL 3,8-5,9
HGB 8,6 L g/dL 11,7-17,3
HCT 23,9 L % 35,0-52,0
MCV 74,9 L µm3 80-100
MCH 27,0 Pg 26,0-34,0
MCHC 36,0 g/dL 32,0-36,0
RDW 18,7 H % 11,5-14,5
PLT 143 L 103/ul 150-440
32
MPV 9,6 µm3 7,0-11,0
PCT 0,137 L % 0,200-0,500
PDW 15,6 L % 10,0-18,0
Limfosit 1,2 103/µL 1,0-3,0
Monosit 0,8 103/µL 0,2-1,0
Granulosit 6,2 103/µL 2,0-7,0
Limfosit% 14,1 L % 25,0-40,0
Monosit% 10,1 % 2,0-8,0
Granulosit% 75,8 H % 50,0-70,0
Pemeriksaan Darah Lengkap (11 Agustus 2015) Pukul 07.32
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
Darah Rutin
WBC 7,0 103/uL 3,8-10,6
RBC 2,8 L 106/uL 3,8-5,9
HGB 8,3 L g/dL 11,7-17,3
HCT 23,0 L % 35,0-52,0
MCV 79,9 L µm3 80-100
MCH 28,8 Pg 26,0-34,0
MCHC 36,1 g/dL 32,0-36,0
RDW 17,3 H % 11,5-14,5
33
PLT 74 L 103/ul 150-440
MPV 9,3 µm3 7,0-11,0
PCT 0,069 L % 0,200-0,500
PDW 11,4 % 10,0-18,0
Limfosit 1,0 103/µL 1,0-3,0
Monosit 0,6 103/µL 0,2-1,0
Granulosit 5,4 103/µL 2,0-7,0
Limfosit% 13,7 L % 25,0-40,0
Monosit% 9,1 H % 2,0-8,0
Granulosit% 77,2 H % 50,0-70,0
Pemeriksaan Kimia Klinik (5 Agustus 2015) Pukul 19.05
Fungsi Hati Hasil Metode Nilai Normal Satuan
Albumin 1,22 BCG Alb Plus 3,5-5,0 gr/dl
34
Pemeriksaan Urin Rutin (5 Agustus 2015) Pukul 20.06 WIB
Pemeriksaan Hasil Metode Nilai Normal Satuan
Warna
PH
Berat Jenis
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Bilirubin
Urobilinogen
Sedimen
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Kristal
Silinder
Kuning
6,5
1.015
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
(+) 2-4
(+) 4-6
(+) 0-2
Negatif
Negatif
Carik Celup
Carik Celup
Carik Celup
Carik Celup
Carik Celup
Carik Celup
Carik Celup
Carik Celup
Carik Celup
Mikroskopis
Mikroskopis
Mikroskopis
Mikroskopis
Mikroskopis
Kuning Jernih
5,0-8,0
1.005 – 1.030
-
Negatif
-
-
Negatif
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
/LPB
/LPB
/LPB
/LPB
/LPB
35
Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi (6 Agustus 2015) Pukul 00.00
Pemeriksaan Fungsi Hati (19 juni 2015)
Fungsi Hati Hasil Metode Nilai Normal Satuan
Albumin 2,94 BCG Alb Plus 3,5-5,0 gr/dl
Pemeriksaan Imunologi (18 Oktober 2015)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Metode
36
Eritrosit : Hipokrom Mikrositer Burr Cell Target Cell Ovalosit Tear Drop Cell
Lekosit : Jumlah sel Menurun Tidak Ditemukan Sel Muda
Trombosit : Jumlah Menurun Giant Trombosit
Retikulosit : 1,9 %
Kesan : -
Immunologi
Rheumatik dan Protein Spesifik
ANA Test Positif indeks : 9,6 Negatif indeks <1,0
Low Positip indeks 1,0-<2,0
Positif indeks >=2,0
ELISA
V. RINGKASAN
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan pusing berputar sejak 3 hari
SMRS. Pusing dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan disertai dengan demam
yang naik turun dan mengalami mimisan sekitar 2 hari yang lalu. Pasien mengaku mudah
lelah, lemas badan kurang lebih semenjak 1 minggu yang lalu, dirasakan makin memberat
dan menjadi tidak bersemangat melakukan kegiatan sehari-hari. Pasien juga mengatakan
bahwa rambutnya mudah rontok, telinga berdenging dan kadang-kadang mengalami nyeri
sendi. Kejang-kejang disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Tidak tahan terhadap
sinar matahari dan bengkak kemerahan pada wajah disangkal. Status generalis didapatkan
Keadaan tampak sakit sedang, composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 108 x/
menit, RR 20 x/ menit, Suhu 37,6 oC. Pada kulit ditemukan eritema (+), ruam discoid (+).
Pada mata terdapat perdarahan subkonjumgtiva (+). ekskoriasi pada lubang hidung (+),
pada mulut terdapat stomatitis (+), pada paru paru terdengan suara tambahan rhonki (+)
pada daerah basal medial kiri. Pada ekstremitas atas terdapat nyeri sendi (+), eritema
(+),ruam diskoid (+),eritema palmaris (+). Pemeriksaan penunjang didapatkan RBC 2.3
106/uL, HGB 6,4 g/dL, HCT 18 %, MCV 788,3 Fl, RDW 14,4 %, Limfosit 27,6 %,
Monosit 6,9 %. Albumin 1,22 gr/dl, ANA test positif.
37
VI. DIAGNOSIS
Autoimun Hemolytic Anemia e.c SLE
VII. DIAGNOSIS BANDING
- Sindroma Sjogren
- Fibromialgia
VIII. PENATALAKSAAN
Non-medikamentosa:
• Bedrest
• Diet tinggi protein
• Diet Cair
Medikamentosa:
- RL 20 tpm
- Omeprazol 3x1
- Vit. K 3x1
- AS. 3X1
- SADT
- Transfusi 2 PRC
- Mucostatin 4x1 cc
- Curcuma 3x1
- Ceftriakson 1x2 gram
- Furosemid 1x1 amp
38
- Ranitidin 2x1 amp
- Metilprednisolon 2 x 125 mg
IX.Rencana Pemeriksaan
- Foto polos thorax
- Anti-dsDNA, komplemen (C3,C4)
- Profil lipid
- Serum Iron, Transferin
- Gds
X.Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad malam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
- Quo ad sanactionam : dubia ad malam
XI. Daftar Masalah
• Nefritis lupus
• SLE
• Pansitopenia
• Suspect Autoimun Disease
• AIHA
FOLLOW UP PASIEN SELAMA DIRAWAT
Tanggal 5 Agustus 2015, pukul 07:00 WIB
39
S : lemas (+), pusing kepala (+), panas wajah (-), Gatal-gatal (-), eritema (+), ruam diskoid
(+),stomatitis (+),
O :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmhg
Nadi : 108 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 37,6 oC
Kepala : Sklera ikterik -/-, Konjunctiva anemis -/-
Leher: : teraba KGB di Submandibulla dan supraclavicula
Cor : BJ 1 & 2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, Ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : : datar, supel, nyeri tekan (+) di region epigastrium, bising usus (+)
normal
Extremitas : Edema extr. superior -/-, akral hangat
Edema extr. Inferior -/-, akral hangat
A : Anemia
P :
Non-medikamentosa:
• Bed rest
• Diet tinggi protein
40
Medikamentosa:
- RL 20 tpm
- Mucostatin 4x1 cc
- Curcuma 3x1
- Ceftriakson 1x2 gram
- Furosemid 1x1 amp
- Ranitidin 2x1 amp
- Metilprednisolon 2 x 125 mg
Tanggal 8 Agustus 2015, pukul 07:00 WIB
S : panas wajah (-), Gatal-gatal (-), eritema (--), ruam diskoid (-),ekskoroasi pada lubang
hidung (-), stomatitis (-), batuk (-), hidung tersumbat (-), perdarahan subkonjungtiva (-)
O :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan Darah : 110/70mmhg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,3 oC
Kepala : Sklera ikterik -/-, Konjunctiva anemis -/-
Leher: : tidak teraba KGB
Cor : BJ 1 & 2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)
41
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, Ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : : datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+)
Extremitas : Edema extr. superior -/-, akral hangat
Edema extr. Inferior -/-,akral hangat
A : Lupus Eritematosus Sistemik
P : Terapi lanjut
Non-medikamentosa:
• Bed rest
• Diet tinggi protein
Medikamentosa:
- RL 20 tpm
- Mucostatin 4x1 cc
- Curcuma 3x1
- Ceftriakson 1x2 gram
- Furosemid 1x1 amp
- Ranitidin 2x1 amp
- Metilprednisolon 2 x 125 mg
Tanggal 10 Agustus 2015, pukul 07:00 WIB
S : panas wajah (-), Gatal-gatal (-), eritema (-), ruam diskoid (-),ekskoroasi pada lubang
hidung (-), stomatitis (-), batuk (-), hidung tersumbat (-), perdarahan subkonjungtiva (-), sesak
(-), nyeri ulu hati (-).
42
O :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan Darah : 110/80mmhg
Nadi : 100 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6 oC
Kepala : Sklera ikterik -/-, Konjunctiva anemis -/-
Leher: : tidak teraba KGB
Cor : BJ 1 & 2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, Ronki + pada basal dan media paru
kiri, wheezing -/-
Abdomen : : datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+)
Extremitas : Edema extr. superior -/-, akral hangat
Edema extr. Inferior -/-,akral hangat
A : Suspect Autoimun Disease
P : terapi lain lanjut
`Non-medikamentosa:
• Bed rest
• Diet tinggi protein
Medikamentosa:
43
- RL 20 tpm
- Mucostatin 4x1 cc
- Curcuma 3x1
- Ceftriakson 1x2 gram
- Furosemid 1x1 amp
- Ranitidin 2x1 amp
- Metilprednisolon 2 x 62,5 mg
BAB III
ANALISA KASUS
44
I. DAFTAR MASALAH
Pansitopenia
Suspect Auto Imun Disease
Auto Imun Hemolytic Anemia
Systemic Lupus Erythematosus
II. PENGKAJI
1. Pansitopenia
Atas dasar….
Dengan suspect pansitopenia
Planning diagnosis :
- Darah rutin : menilai kadar Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit,
Trombosit, karena
Terapi Farmakologi :
Terapi Non Farmakologi :
2. Autoimun Disease
Atas dasar….
Dengan suspec Autoimun Disease
Planning diagnosis :
Terapi Farmakologi :
45
Terapi Non Farmakologi :
3. Auto Imun Hemolytic Anemia (AIHA)
Atas Dasar….
Dengan suspec AIHA
Planning diagnosis :
Terapi Farmakologi :
Terapi Non Farmakologi :
4. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE) merupakan penyakit
inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis,
perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam. Kriteria ACR 1982 diagnosis SLE
ditegakkan bila dijumpai 4 atau lebih diantara 11 kriteria SLE yaitu ruam discoid, oral ulcer,
photosensitivity, arthritis, malar rash, immunologic, neurologic disorders, renal disorders, ANA
test (+), serositis, hematologic disorders. Pada pasien ini datang dengan keluhan, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang memenuhi kriteria SLE yaitu ruam discoid, malar rash,
46
arthritis, renal disorders berupa peningkatan ureum dan kreatinin, ANA tes (+) dan Hematologic
disorders berupa anemia.
Atas dasar ruam discoid, malar rash, oral ulcer, arthritis,alopesia, renal disorders berupa
peningkatan ureum dan kreatinin, ANA tes (+) dan Hematologic disorders berupa anemia.
Assesment : Lupus eritematosus sistemik
Diagnosis Banding:
Sindroma Sjogren
Fibromialgia
Planning :
Foto polos thorax
Anti-dsDNA, komplemen (C3,C4)
Profil lipid
Serum Iron, Transferin
Gds
Terapi
Nonfarmakologis:
Bedrest
Diet tinggi protein
Farmakologis:
Metilprednisolon
paracetamol
47
NSAID
Klrorokuin
Nefritis Lupus
Atas dasar:
Nyeri sendi, renal disorders berupa peningkatan ureum dan kreatinin, proteinuri +1
Assesment : Nefritis Lupus
Planning :
- Urin rutin
- Anti-dsDNA, komplemen (C3,C4)
-Pantau tekanan darah
- profil lipid
- Biopsi Ginjal
Terapi
Nonfarmakologis: Farmakologis
- Bedrest - metilprednisolon
- Diet rendah garam - Antimalaria
- paracetamol
DAFTAR PUSTAKA
48
1. Rekomendasi Perkumpulan Reumatologi Indonesia. Rekomendasi Perhimpunan
Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus
Sistemik.Jakarta. 2011. H: 6-41.
2. Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, Setiyohadi B. Lupus Eritematosus Sistemik dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. V. Jilid II. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.
2010. H: 1224-1231.
3. Cervera R, Khamashta MA, Font J, Sebastiani GD, Gil A, Lavilla P, et al. Morbidity and
mortality in systemic lupus erythematosus during a 10-year period, a comparison of early
and late manifestation in a cohort of 1000 patients. Medicine. 2003. Vol 82:299-308.
4. Shakra AM, Urowitz MB, Gladman DD, Gough J. Mortality studies in systemic lupus
erythematosus. Results from a single center. I. Causes of death. J Rheumatol. 1995. Vol
22(7):1259-1264.
5. Urowitz MB, Bookman AAM, Koehler BE, Gordon DA, Smythe HA, Ogryzlo MA. The
bimodal mortality pattern of systemic lupus erythematosus.Am J Med.1976.Vol 60:221-5
6. Oktaria S. Diagnosis dan Terapi Lupus Eritematosus Sistemik. Abdullah AA, Badri C,
Hamdani C, Junadi P, Jusuf A. Makalah Kedokteran Indonesia.Jakarta.2010.Vol 60:435-
436.
7. Crow MK. Systemic Lupus Erythematosus in Goldman: Cecil Medicine. Ed. 23rd.
Saunders Elsevier. [Web] www.elsevier.com. 2007.
49
50