preskas pterigiujm

15
KATA PENGANTAR Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulisan presentasi kasus dengan judul “Pterigium Derajat 2 ODS” dapat terselesaikan. Presentasi kasus ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata di RSUD Kabupaten Bekasi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. dr. Hilarius Dicky Kambey, Sp.M sebagai pembimbing 2. Ayahanda dan ibunda yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat yang tiada hentinya kepada penulis 3. Rekan-rekan kepaniteraan SMF Mata, terima kasih atas kerjasama dan dukungannya. Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan presentasi kasus ini. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga presentasi kasus ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Wassalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bekasi, 15 Oktober 2014 1

Upload: annisa-dienda

Post on 21-Dec-2015

248 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Preskas PTERIGIUJM

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, shalawat serta salam penulis

panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulisan presentasi kasus dengan judul

“Pterigium Derajat 2 ODS” dapat terselesaikan. Presentasi kasus ini disusun dalam rangka

memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata di RSUD Kabupaten Bekasi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Hilarius Dicky Kambey, Sp.M sebagai pembimbing

2. Ayahanda dan ibunda yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat yang tiada

hentinya kepada penulis

3. Rekan-rekan kepaniteraan SMF Mata, terima kasih atas kerjasama dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini masih banyak kekurangan dan

kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan

pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran untuk menyempurnakan presentasi kasus ini. Akhir kata, penulis mengharapkan

semoga presentasi kasus ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan

umumnya bagi pembaca.

Wassalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bekasi, 15 Oktober 2014

Penulis

1

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar..........................................................................................................................1

Daftar Isi...................................................................................................................................2

Bab I. Pendahuluan...................................................................................................................3

Bab II. Laporan Kasus..............................................................................................................4

Bab III. Analisa Kasus..............................................................................................................6

Lampiran Gambar......................................................................................................................9

Daftar Pustaka .........................................................................................................................10

2

BAB I

PENDAHULUAN

Pterigium merupakan suatu pertumbuhan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang

bersifat degeneratif dan invasif yang berbentuk segitiga yang terletak pada celah kelopak

bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.1

Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering.

Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi

adalah daerah dekat dengan ekuator yaitu daerah <370 lintang utara dan selatan dari ekuator.

Prevalensi tinggi sampai 22 % di daerah dekat ekuator dan <2 % pada daerah di atas lintang

400. Insiden pterigium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.

Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterigium. Prevalensi pterigium meningkat

dengan umur, terutama dekade ke 2 dan 3 kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20-49

tahun. Pterigium rekuren sering terjadi pada umur muda dibandingkan dengan umur tua.

Laki-laki 4 kali lebih berisiko daripada perempuan dan berhubungan dengan merokok,

pendidikan rendah dan riwayat paparan lingkungan di luar rumah. Faktor resiko yang

mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik

dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.2

Pterigium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual atau

penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi inflamasi sehingga menyebabkan

iritasi okuler dan mata merah.3

Pengobatan pterigium tidak diperlukan karena sering bersifat rekuren, terutama pada

pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau sesuatu tetes

mata dekongestan dan bila perlu diberikan antibiotik. Pembedahan dilakukan bila terjadi

gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterigium yang telah

menutupi media penglihatan.1

3

BAB II

LAPORAN KASUS

Tn. T, laki-laki berusia 31 tahun datang ke poliklinik mata RSUD Kabupaten Bekasi

dengan keluhan utama kedua mata merah dan seperti ada yang mengganjal serta timbul

selaput pada mata. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya selaput

timbul pada mata sebelah kiri 2 tahun yang lalu, kemudian 1 tahun terakhir keluhan yang

sama juga dirasakan pada mata sebelah kanan. Selaput tersebut sebelumnya berukuran kecil,

namun beberapa bulan ini dirasakan semakin melebar dan terasa semakin gatal terutama

apabila mata pasien terkena debu. Pasien tidak mengeluh penglihatan terganggu, tidak ada

nyeri, tidak ada silau, penglihatan tidak berkabut, tidak ada kotoran dan pasien juga tidak

mengeluh adanya rasa lengket pada mata saat bangun tidur.

Pasien mengaku bekerja di tempat yang sering berkontak dengan debu. Pasien tidak

memiliki riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis dan trauma pada mata.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik dengan kesadaran

kompos mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 x/menit, dan pernapasan 20 x/menit.

Dari pemeriksaan oftalmologi pada mata kanan didapatkan refleks cahaya jatuh

ditengah kornea (ortoforia), gerakan bola mata bebas ke segala arah mata angin, visus 20/25

(6/7), TIO normal/palpasi, fraktur rima orbita (-), krepitasi (-), supersilia tumbuh teratur,

madarosis (-), sikatrik (-), edema palpebra (-), hiperemis (-), blefarospasme (-), lagoftalmus

(-), ptosis (-), sikatrik (-), margo palpebra : ektopion (-), entropion (-), trikiasis (-),

konjungtiva tarsal superior : folikel (-), papil (-), konjungtiva tarsal inferior : folikel (-), papil

(-), konjungtiva bulbi : injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (-), masa fibrotik berwarna putih

kemerahan dengan puncak masa melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm, bilik

mata depan : dalam, hipopion (-), iris sinekia (-), pupil : bulat isokor, RCL (+), RCTL (+),

lensa : jernih, Shadow Test (-), vitreus humor jernih.

Pada pemeriksaan oftalmologi pada mata kiri didapatkan refleks cahaya jatuh tepat di

tengah kornea (ortoforia), gerakan bola mata bebas ke segala arah mata angin, visus 20/25

(6/7), TIO normal/palpasi, fraktur rima orbita (-), krepitasi (-), supersilia tumbuh teratur,

madarosis (-), sikatrik (-), edema palpebra (-), hiperemis (-), blefarospasme (-), lagoftalmus

(-), ptosis (-), sikatrik (-), margo palpebra : ektopion (-), entropion (-), trikiasis (-),

konjungtiva tarsal superior : folikel (-), papil (-), konjungtiva tarsal inferior : folikel (-), papil

(-), konjungtiva bulbi : injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (-), masa fibrotik berwarna putih

kemerahan dengan puncak masa melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm, bilik

4

mata depan : dalam, hipopion (-), iris sinekia (-), pupil : bulat isokor, RCL (+), RCTL (+),

lensa : jernih, Shadow Test (-), vitreus humor jernih.

Berdasarkan anamnesa serta pemeriksaan yang telah dilakukan, baik pemeriksaan

visus (untuk menilai tajam penglihatan pasien) dan slit lamp (untuk menilai apakah ada

kelainan pada segmen anterior mata). Dari hasil pemeriksaan pasien didiagnosis Pterigium

Derajat 2 ODS.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah terapi pembedahan dengan teknik conjungtival

graft. Prognosis pterigium pada pasien ini, quo ad vitam bonam, quo ad functionam dubia ad

bonam dan quo ad sanactionam dubia ad bonam.

5

BAB III

ANALISA KASUS

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan, pasien mengeluh mata merah dan seperti

ada yang mengganjal serta timbul selaput pada kedua matanya yang sudah dirasakan sejak 2

tahun yang lalu. Pasien mengatakan awalnya selaput timbul pada mata sebelah kiri 2 tahun

yang lalu, kemudian 1 tahun terakhir timbul keluhan yang sama pada mata sebelah kanan.

Selaput tersebut awalnya hanya berukuran kecil, namun beberapa bulan ini pasien merasa

selaput tersebut bertambah lebar dan terasa semakin gatal terutama apabila mata pasien

terkena debu. Pasien mengaku bekerja di tempat yang sering berkontak dengan debu.

Riwayat trauma dan penyakit mata lain sebelumnya disangkal oleh pasien. Dari hasil

anamnesis yang telah dilakukan dapat dipikirkan adanya pterigium.

Pada pasien salah satu faktor yang mendukung terjadinya pterigium adalah pasien

tinggal di Indonesia dimana merupakan negara dengan iklim panas dan kering. Berdasarkan

teori pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah beriklim panas dan

kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu. Insiden pterigium cukup tinggi di Indonesia

yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.2

Dari pemeriksaan oftalmologi mata kanan dan mata kiri didapatkan pada konjungtiva

bulbi terdapat masa fibrotik berwarna putih kemerahan berbentuk segitiga pada celah kelopak

mata nasal dan puncak masa melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm.

Berdasarkan teori hal ini sesuai bentuk, warna dan letak dari pterigium dimana pterigium

merupakan pertumbuhan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang meluas ke kornea,

berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau daerah kornea pada daerah fisura

interpalpebralis. Pterigium terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal.

Pterigium dapat meradang dan bila terjadi iritasi maka bagian pterigium akan berwarna

merah. Pterigium ini pun dapat mengenai kedua mata.1

Berdasarkan luas pterigium, pterigium pada pasien ini adalah pterigium derajat 2

dimana pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm. Berdasarkan

teori, pterigium dibagi menjadi 4 stadium yaitu5,6 :

1. Derajat 1 : hanya terbatas pada limbus

2. Derajat 2 : sudah melewati limbus tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea

3. Derajat 3 : melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil mata dalam

keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal 3 – 4 mm)

6

4. Derajat 4 : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga

mengganggu penglihatan

Diagnosa yang paling memungkinkan pada kasus ini ialah pterigium derajat 2 okuli

dekstra sinistra. Diagnosa banding seperti pinguekela serta pseudopterigium dapat

disingkirkan karena :

PEMBEDA PTERIGIUM PINGEKUELA PSEUDOPTERIGIUM

Definisi Jaringan

fibrovaskular

konjungtiva bulbi yg

berbentuk segitiga

Benjolan pada

konjungtiva bulbi

Perlengketan

konjungtiva bulbi

dengan kornea yang

cacat

Warna Putih kekuningan .

Bila radang atau

iritasi akan

berwarna merah

Putih – kuning

keabu-abuan .

Bila radang atau

iritasi akan

berwarna merah

Putih kekuningan

Letak Celah kelopak

bagian nasal atau

temporal yang

meluas ke arah

kornea

Celah kelopak mata

terutama bagian

nasal

Pada daerah konjungtiva

yg terdekat dengan

proses kornea

sebelumnya

Puncak Ada pulau-pulau

funchs (bercak

kelabu)

Tidak ada Tidak ada (tidak ada

head, cap, body)

Tes Sondase Negatif Positif

Riwayat trauma

mata

Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)

Tabel 1. Diagnosa banding pterigium1,4.7

Dari hasil anamnesis serta pemeriksaan yang telah dilakukan diagnosis pterigium

derajat 2 ODS dapat ditegakkan dengan adanya keluhan mata merah dan rasa seperti

mengganjal disertai timbulnya selaput pada kedua mata yang dirasakan semakin melebar dan

gatal. Sedangkan pada pemeriksaan oftalmologi ditemukan masa fibrotik berwarna putih

7

kemerahan berbentuk segitiga dengan puncak masa sudah melewati limbus kornea tetapi

tidak lebih dari 2 mm. Adanya faktor risiko yang mendukung adalah lingkungan kerja yang

berkontak dengan debu semakin memperjelas diagnosis mengarah kepada pterigium.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah terapi pembedahan dengan teknik

conjungtival graft. Sesuai dengan teori, penatalaksanaan pterigium dapat dilakukan secara

konservatif, yaitu dengan melindungi mata dari sinar matahri, debu dan udara kering

menggunakan kacamata pelindung. Pada pterigium yang mengalami inflamasi dapat

diberikan tetes mata dekongestan atau steroid dan bila diperlukan antibiotik. Tindakan

pembedahan dilakukan apabila terjadi gangguan penglihatan.1 Terapi pembedahan yang dapat

dilakukan yaitu3,7 :

1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan untuk

melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan suatu

daerah sklera yang terbuka.

2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya defek

konjungtiva sangat kecil).

3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva

digeser untuk menutupi defek.

4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah

konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.

5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi sesuai

dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.

6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium,

mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru

mengungkapkan menekan TGF-β pada konjungtiva dan fibroblast pterygium.

Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi

rekuren tetapi jarang digunakan.

7. Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan terapi baru

dengan menggunakan gabungan angiostatik dan steroid.

Prognosis pterigium pada pasien ini, quo ad vitam bonam, quo ad functionam dubia ad

bonam dan quo ad sanactionam dubia ad bonam karena pterigium dapat bersifat rekuren

pasca operasi.1

8

Lampiran Gambar

Gambar 1. Pterigium Derajat 2 OD

Gambar 2. Pterigium Derajat 2 OS

9

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S, et all, 2009, Ilmu Penyakit Mata, edisi 3, Balai Penerbit FKUI , Jakarta, pp.

116-117.

2. Jerome P Fisher, PTERYGIUM. 2009. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview

3. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of

Pterygium. American Academy of Ophthalmology. 2010.

4. Voughan & Asbury. Oftalmologi umum , Paul Riordan-eva, John P. Whitcher edisi 17

Jakarta : EGC, 2009 Hal 119

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), Editor Tahjono. Dalam

panduan managemen klinik PERDAMI. CV Ondo Jakarta; 2006. 56 – 58

6. J Kanski. Clinical Opthalmology a systemic approach. 6 ed. Benson Kim Er, editor.

USA: IBC Scientific Publication; 2008

7. Hamurwono GD, Nainggolan SH, Soekraningsih. Buku Pedoman Kesehatan Mata dan

Pencegahan Kebutaan Untuk Puskesmas. Jakarta; Direktorat Bina Upaya Kesehatan

Puskesmas Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan

10